pemanfaatan bantuan sosial program keluarga...

102

Upload: lamkhuong

Post on 15-Mar-2019

225 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PEMANFAATAN BANTUAN SOSIAL PROGRAM KELUARGA HARAPAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEJAHTERAAN SOSIALBADAN PENDIDIKAN, PENELITIAN, DAN PENYULUHAN SOSIALKEMENTERIAN SOSIAL REPUBLIK INDONESIA

Habibullah, dkk.

PEMANFAATAN BANTUAN SOSIAL PROGRAM KELUARGA HARAPAN,- Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI, vi + 94 halaman 14,5 x 21 cm.

Konsultan:DR. Taufikurachman Saleh, SH., M.Si

Penulis :Habibullah, Sugiyanto, Anwar Sitepu, Irmayani,

Badrun Susantyo, B.Mujiyadi, Togiaratua Nainggolan

Perwajahan :Tim Peneliti

ISBN : 978-602-51581-2-4

Diterbitkan oleh:Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial,

Kementerian Sosial RI - JakartaJl. Dewi Sartika No.200 Cawang II Jakarta Timur,

Telp. 021-8017146, Fax.021-8017126

Boleh dikutip dengan menyebutkan sumbernya

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, berkat rahmat dan karunia-Nya, buku hasil penelitian cepat yang berjudul “Pemanfaaatan bantuan sosial Program Keluarga Harapan” dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang direncanakan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial mempunyai peran strategis dalam mengawal program-program Kementerian Sosial RI dengan melaksanakan penelitian cepat.

Program Keluarga Harapan merupakan salah satu program strategis dalam upaya penanggulangan kemiskinan di Indonesia. Berawal dari tahun 2007 dengan peserta hanya 387.947 Rumah Tangga Sangat Miskin yang tersebar di 7 Provinsi, tahun 2017 berkembang menjadi 6.000.000,- Keluarga Penerima Manfaat yang tersebar di 34 Provinsi di Indonesia bahkan tahun 2018 akan dikembangkan menjadi 10.000.000, KPM. PKH juga dalam perjalanannya mengalami transformasi dari penyaluran tunai menjadi non tunai. Dari bantuan sesuai komponen menjadi flat serta dari bantuan tunai bersyarat menjadi bantuan sosial non bersyarat.

Pemanfaatan bantuan sosial PKH menjadi penting untuk diketahui oleh pengambil kebijakan, apakah pemanfaatan bantuan sosial tersebut mendukung upaya peningkatan kualitas hidup KPM PKH yang akhirnya memutus rantai kemiskinan. Semoga buku ini dapat bermanfaat baik bagi praktisi maupun akademisi yang mengkaji dan mendalami Program Keluarga Harapan. Kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati, kami berharap masukan yang

iv

bersifat konstruktif dari pembaca guna perbaikan selanjutnya. Kepada semua pihak yang terlibat khususnya tim peneliti dan konsultan DR. Taufikurrachman Saleh, SH, M.Si dalam kegiatan penelitian hingga terwujudnya buku ini, kami menyampaikan terima kasih.

Jakarta, Desember 2017

Kapuslitbangkesos,

Mulia Jonie

v

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI v

Bab I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Permasalahan 2

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 3

D. Metode Penelitian 4

E. Teknik Pengumpulan Data 4

F. Tahapan Penelitian 5

G. Analisis Data 6

H. Jadwal Penelitian 6

I. Organisasi Penelitian 7

Bab II KAJIAN PUSTAKA 8

A. Keluarga dan kebutuhannya 8

B. Moral Ekonomi Keluarga Miskin 12

C. Perlindungan Sosial 16

D. Program Keluarga Harapan 17

Bab III HASIL PENELITIAN 23

A. Gambaran Umum Pelaksanaan PKH di Daerah 23

B. Identitas Responden 38

C. Jenis Kebutuhan Keluarga 44

D. Pemanfaatan Bantuan Sosial PKH 46

E. Perubahan Perilaku Keluarga Penerima Manfaat PKH 53

F. Faktor-Faktor Mempengaruhi Pemanfaatan Bantuan Sosial PKH 65

vi

Bab IV ANALISA PENELITIAN 71

A. Pemenuhan Kebutuhan KPM PKH 71

B. Pemanfaatan Bantuan Sosial PKH 74

C. Faktor-Faktor Mempengaruhi Pemanfaatan Bantuan Sosial PKH 78

Bab V PENUTUP 81

A. Kesimpulan 81

B. Rekomendasi 84

DAFTAR PUSTAKA 85

SEKILAS PENULIS 88

INDEKS 93

1Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

A. Latar Belakang

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa Program Keluarga Harapan (PKH) mampu mengangkat penerima manfaat keluar dari kemiskinan, meningkatkan konsumsi keluarga, bahkan pada skala yang lebih luas mampu mendorong para pemangku kepentingan di pusat dan daerah untuk melakukan perbaikan infrastruktur kesehatan dan pendidikan. Penelitian Puslitbangkesos (Nainggolan, dkk, 2012) menyimpulkan bahwa secara umum PKH telah berdampak positif bagi Rumah Tangga Sangat Miskin. Ada perbedaan signifikan antara kondisi RTSM sebelum PKH dengan sesudah PKH dalam indikator-indikator partisipasi bidang kesehatan dan bidang pendidikan. Kondisi sesudah PKH lebih baik daripada kondisi sebelum PKH. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian World Bank (2010) menyimpulkan bahwa terjadi peningkatan jumlah jam belajar 0,7 jam dalam seminggu untuk SMP dan peningkatan jumlah jam belajar 20 menit dalam seminggu untuk SD.

Pada Kesehatan terjadi peningkatan pemeriksaan pre-natal 9-13 persen, Peningkatan jumlah kelahiran yang dibantu tenaga medis 5 persen Peningkatan penimbangan balita 22 persen. Peningkatan jumlah balita yang mendapatkan vaksin komplit 11 persen. Hal sama dikemukakan oleh Margaret Triyana (2013) PKH memberi efek positif pada rumah tangga untuk melahirkan dengan tenaga medis dan fasilitas kesehatan. PKH berhasil meningkatkan angka kunjungan Posyandu, untuk pemantauan tumbuh kembang anak, serta kegiatan imunisasi. Pada bidang Ketenagakerjaan

IBabPENDAHULUAN

2 Penelitian Tahun 2017

tahun 2010, penurunan insiden tenaga kerja anak sebesar 0,6 persen dan pada tahun 2014 PKH mampu menurunkan prevalensi tenaga kerja anak sebesar 3, persen. Pada Konsumsi Rumah Tangga terjadi peningkatkan konsumsi mendekati 10 persen rata-rata pengeluaran per bulan (TNP2K,2012).

Meskipun dinilai program perlindungan sosial paling efektif namun berdasarkan penelitian tentang PKH yang dilaksanakan oleh Nainggolan, dkk (2012, 2016) ditemukan kasus pemanfaatan bantuan PKH oleh KPM yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Bantuan tunai digunakan untuk membeli barang konsumtif seperti untuk beli HP, rokok dan motor. Berdasarkan penelitian Punali (2014), sebagian besar rumah tangga penerima dana bantuan PKH menggunakan dana bantuan yang mereka peroleh untuk keperluan rumah tangga yaitu mencapai 60,5 persen.

Pemanfaatan bantuan PKH yang tidak sesuai dengan ketentuan dikhawatirkan “mengganggu” pencapaiaan tujuan program secara keseluruhan, yaitu memutus rantai kemiskinan antar generasi. Oleh karena itu maka dipandang perlu untuk dilakukan penelitian tentang pemanfaatan bantuan sosial PKH oleh KPM.

B. Permasalahan

PKH difokuskan kepada akses layanan pendidikan dan kesehatan bagi KPM PKH. Fokus ini semakin tegas dilihat dari perilaku yang dipersyaratkan bagi KPM PKH. Ini berarti bahwa bantuan dalam PKH digunakan untuk perbaikan kualitas kesehatan dan pendidikan bagi KPM, walaupun hal ini tidak dinyatakan secara eksplisit dalam pedoman umum PKH. Di sisi lain ketiadaan pengaturan secara eksplisit ini berpotensi dimaknai bahwa KPM PKH bebas untuk menggunakan bantuan PKH asal KPM PKH memenuhi kewajiban untuk kehadiran di sekolah dan pemeriksaan kesehatan.

3Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

Potensi ini semakin relevan jika dikaitkan dengan penelitian Puslitbangkesos (Nainggolan, dkk, 2016) yang menemukan adanya perilaku KPM PKH yang kontraproduktif dengan tujuan PKH seperti merokok, dengan nilai nominal konsumsi antara 500 ribu-lebih hingga 1 juta lebih dalam setahun. Lebih jauh dijelaskan bahwa konsumsi rokok pada keluarga penerima manfaat PKH telah menggeser prioritas konsumsi lainnya, khususnya untuk pangan, pendidikan, pakaian, dan kesehatan sehingga terjadi crowding out (pengurangan nilai investasi) PKH. Pengurangan nilai investasi PKH ini ditandai dengan berkurangnya asupan nutrisi bagi anggota keluarga penerima manfaat, fasilitas pendidikan anak yang tidak optimal, hingga perawatan kesehatan keluarga yang berkurang akibat mempertahankan konsumsi rokok.

Sejalan dengan penjelasan di atas, masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pemenuhan kebutuhan KPM PKH?

2. Bagaimana pemanfaatan bantuan sosial oleh KPM PKH?

3. Faktor apa saja yang mempengaruhi pemanfaatan bantuan sosial PKH ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan pemenuhan kebutuhan KPM PKH

2. Mendeskripsikan pemanfaatan bantuan sosial oleh KPM PKH

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan bantuan sosial PKH

Sedangkan manfaat penelitian ini diharapkan menghasilkan rekomendasi kebijakan terkait bantuan sosial PKH.

4 Penelitian Tahun 2017

D. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan gabungan (kuantitatif dan kualitatif ), penentuan lokasi ditentukan secara purposive secara kewilayahan (koordinator wilayah), perbandingan tingkat inflasi daerah, tahun mulai pelaksanaan, perdesaan/perkotaan dan bantuan tunai/non tunai. Oleh karena itu lokasi penelitian terpilih meliputi wilayah yaitu: 1) Nusa Tenggara Barat, Kab. Lombok Tengah, 2) Kepulauan Riau, Kota Batam, 3) Kalimantan Tengah, Kota Palangkaraya, 4) Sumatera Selatan, Kab. Ogan Ilir , 5) Sulawesi Tenggara, Kota Kendari 6) DI. Yogyakarta, Kab. Sleman. Responden/informan ditentukan secara purposive, persebaran responden dan informan berdasarkan tabel 1.1

Tabel 1.1 Persebaran Responden dan Informan

No ProvinsiResponden

(KPM)

Informan (Korwil,Korkab, Pendamping PKH, Dinsos, Tokoh masyarakat, ketua

kelompok)

1 Kepulauan Riau 50 5

2 Sumatera Selatan 50 5

3 Kalimantan Tengah 50 5

4 Nusa Tenggara Barat 50 5

5 DI. Yogyakarta 50 5

6 Sulawesi Tenggara 50 5

 Total 300 30

E. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian kombinasi model ini, pengumpulan data kuantitatif dan kualitatif dilakukan dalam waktu bersamaan dan bergantian. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:

1. Pengumpulan data untuk KPM sebagai responden menggunakan kuisioner

5Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

2. Pedoman wawancara yaitu metode pengumpulan data penelitian dengan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur yang ditujukan kepada informan yaitu untuk Koordinator Provinsi/Koordinator Kabupaten/Kota, Pendamping PKH, Dinas SosialProvinsi/Kab/Kota, Dinas Kesehatan/Bidan/Pustu/Polindes/Puskesmas, Dinas Pendidikan/Guru/wali kelas/kepala sekolah

3. Diskusi Kelompok Terfokus yang diikuti 15 orang, dilakukan untuk mengumpulkan informasi dan pendalaman data yang diperoleh melalui hasil wawancara dan angket terkait bantuan sosial PKH.

4. Dokumentasi yaitu metode pengumpulan data yang diarahkan mendapatkan data

F. Tahapan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap; yaitu Tahap Persiapan, Tahap Pengumpulan Data serta Tahap Analisis Data dan Pelaporan.

1. Tahap Persiapan

Persiapan penelitian diawali dengan penyusunan rancangan penelitian, ditambah dengan melakukan diskusi-diskusi terhadap ide dasar penelitian dan dituangkan dalam kerangka penelitian.

2. Tahap Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan di 6 provinsi yaitu : 1) Nusa Tenggara Barat, 2) Kepulauan Riau, 3) Kalimantan Tengah, 4) Sumatera Selatan, 5) Sulawesi Tenggara 6) DI. Yogyakarta.

3. Tahap Analisis Data dan Pelaporan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini mencakup; 1) pengecekan kembali data yang telah dikumpulkan dari angket dan wawancara serta dokumentasi, 2) pemberian skor jawaban terhadap skala jawaban yang telah dijawab oleh subjek sesuai kunci jawaban yang telah disediakan, 3) merapikan

6 Penelitian Tahun 2017

dan mengatur data hasil penyekoran kunci jawaban agar memudahkan dalam memasukan data, 4) pengecekan kembali antara data yang telah dicetak dengan data yang tertera pada konsep tabulasi, 5) menganalisis data, 6) menafsirkan terhadap hasil yang telah dicetak dengan data-data/informasi hasil wawancara di lapangan.

G. Analisis Data

Penelitian ini adalah metode penelitian kombinasi model concurent embedded dengan metode kuantitatif sebagai metode primer dan metode kualitatif sebagai metode sekunder.

H. Jadwal Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian cepat dilaksanakan pada tahap 3 penelitian cepat yang dilaksanakan Puslitbangkesos tahun 2017. Adapun jadwal penelitian cepat ini dapat dilihat pada tabel 1.2.

Tabel 1.2 Jadwal Penelitian

No TahapanMinggu

1 2 3 4 5 61 Persiapan

- Penentuan topik- Penyusunan rancangan- Penyusunan instrumen- Pembahasan rancangan dan

instrumen- Perbaikan rancangan dan

instrument hasil pembahasan

2 h3 h

4 h1 h

2 h

2 Pelaksanaan (pengumpulan data lapangan)

8 h

3 Pengolahan dan penyusunan laporan- Pengolahan data dan analisis- Penyusunan laporan- Pembahasan- Finalisasi hasil penelitian

5 h2 h1 h2 h

7Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

I. Organisasi Penelitian

Organisasi penelitian cepat pemanfaatan bantuan sosial PKH adalah sebagai berikut:

Pengarah Kepala Badan Pendidikan, Penelitian dan Penyuluhan Sosial

Penanggung Jawab Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial

Konsultan DR. Taufikurrachman Saleh, SH. M.SiKetua Tim Habibullah, S.Sos, M.Kesos.Anggota Tim 1.

2.3.4.5.6.

Drs. B Mujiyadi, MSWBadrun Susantyo, Ph.DSugiyanto, S.Pd, M.SiIrmayani, SH.,M.Si.Drs. Anwar Sitepu, MPMDrs. Togiaratua Nainggolan,M.Si

8 Penelitian Tahun 2017

IIBabKAJIAN PUSTAKA

A. Keluarga dan Kebutuhannya

Dalam kehidupan manusia keluarga memiliki kedudukan, peran dan fungsi amat strategis. Demikian pun bagi negara dan bangsa Indonesia, keluarga diakui memiliki posisi amat penting. Oleh sebab itu, keluarga diberi perhatian serius dalam pembangunan bangsa. Aneka macam kegiatan pembangunan dikaitkan dengan keluarga, termasuk aneka program perlindungan sosial, diantaranya: Program Keluarga Harapan (PKH), dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) diberikan kepada keluarga sebagai satuan sosial.

Bahkan Indonesia memiliki Undang-Undang khusus yang mengatur keluarga dan perkawinan (pembentukan keluarga), yaitu: 1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Keluarga; 2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Berdasarkan Undang-Undang tersebut keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya.

Sebagai suatu kesatuan sosial, keluarga memiliki sejumlah karekteristik, yaitu:

1. Mempunyai tempat tinggal bersama

2. Mengatur ekonomi bersama

9Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

3. Melakukan reproduksi

4. Di dalamnya terdapat orang-orang dewasa dari kedua jenis kelamin, paling sedikit dua orang.

5. Memelihara hubungan seksual yang dibenarkan secara sosial

6. Memiliki satu atau lebih anak, baik anak sendiri maupun mengadopsi.

Menurut Nimkoff keluarga tanpa dilengkapi salah satu karakteristik tersebut dapat dipandang belum cukup sempurna. Kemudian, sebagai unit sosial dalam masyarakat, keluarga memiliki fungsi sangat penting. Keluarga merupakan institusi pertama dan utama bagi tumbuh kembang setiap individu sebagai makhluk sosial. Melalui keluarga, individu-individu dapat tumbuh dan berkembang, serta dapat memperoleh seluruh kebutuhan hidupnya baik jasmani, rohani maupun sosialnya. Tidak seorangpun individu yang tidak terkait dengan keluarganya (Gunarsa, 2004).

Dalam ilmu kemasyarakatan (sosiologi), dinyatakan keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat. Anggotanya terdiri dari sejumlah orang yang diikat oleh hubungan perkawinan dan hubungan darah atau adopsi. Secara sosiologis, hubungan antar anggota keluarga dibedakan menjadi tiga sub sistem, yaitu:

1. Hubungan perkawinan sebagai suami dan istri antara seorang laki-laki dewasa dengan seorang perempuan dewasa.

2. Hubungan sebagai orangtua (ayah dan ibu) dengan anak (laki-laki dan perempuan); ketiga, hubungan antar anak dengan anak (laki-laki dan perempuan).

3. Sub sistem tersebut mempunyai keterkaitan yang kuat dan saling melengkapi.

Menurut Horton dan Hunt (1987), fungsi keluarga dalam dalam masyarakat, meliputi:

1. Fungsi pengaturan seksual. Keluarga adalah lembaga pokok

10 Penelitian Tahun 2017

yang merupakan wahana bagi masyarakat untuk mengatur dan mengorganisasikan keinginan seksual.

2. Fungsi reproduksi. Urusan memproduksi anak pada setiap masyarakat terutama tergantung pada keluarga.

3. Fungsi sosialisasi. Semua masyarakat tergantung terutama pada keluarga untuk mensosialisasikan anak-anak ke dalam alam dewasa

4. Fungsi afeksi. Kebutuhan kasih sayang bagi setiap orang diatur dan disalurkan dalam keluarga

5. Fungsi penentuan status. Setiap dalam kehidupan manusia keluarga memiliki kedudukan, peran dan fungsi amat strategis.

6. Fungsi perlindungan. Dalam setiap masyarakat, keluarga memberikan perlindungan fisik, ekonomi dan psikologis bagi seluruh anggotanya

7. Fungsi ekonomi. Keluarga merupakan unit ekonomi dasar dalam setiap masyarakat.

Oleh sebab itu, keluarga dapat juga disebut sebagai lembaga kesejahteraan sosial utama bagi setiap individu manusia. Apabila keluarga mampu menjalankan seluruh fungsinya dengan baik bagi semua anggotanya, maka sesungguhnya kebutuhan setiap orang sudah terpenuhi, kesejahteraan itu sudah tercapai. Bantuan pangan atau subsidi pangan yang diselenggarakan pemerintah sesungguhnya dalam upaya membantu keluarga dalam menjalankan fungsi keluarga.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses

11Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

Selain kebutuhan pangan, keluarga juga membutuhkan berbagai kebutuhan. Untuk memenuhi kebutuhan dibutuhkan biaya. Pengeluaran rata-rata per kapita sebulan adalah biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi semua anggota rumah tangga selama sebulan dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga.

Tabel 2.1 Rata-Rata Pengeluaran per Kapita SebulanMenurut Kelompok Barang (rupiah), 2015

Kelompok Barang2015

Kota Desa Kota+Desa

Makanan      

Padi-padian 58 740 75 260 66 929

Umbi-umbian 3 816 5 135 4 470

Ikan 33 358 30 701 32 041

Daging 23 563 12 437 18 048

Telur dan susu 34 060 19 042 26 616

Sayur-sayuran 27 450 27 277 27 365

Kacang-kacangan 10 756 9 238 10 003

Buah-buahan 24 342 15 933 20 174

Minyak dan lemak 12 482 13 837 13 154

Bahan minuman 13 957 15 515 14 729

Bumbu-bumbuan 8 266 8 433 8 349

Konsumsi lainnya 9 681 8 325 9 008

Makanan dan minuman jadi 145 416 73 906 109 968

Tembakau dan sirih 51 425 51 795 51 608

Jumlah Makanan 457 312 366 834 412 462

12 Penelitian Tahun 2017

Bukan Makanan      

Perumahan, bahan bakar, penerangan, air

316 644 150 205 234 139

Aneka barang dan jasa 89 778 36 000 63 119

Biaya pendidikan 43 135 16 488 29 926

Biaya kesehatan 27 777 14 895 21 392

Pakaian, alas kaki, dan tutup kepala 31 004 19 654 25 378

Barang yang tahan lama 60 598 34 780 47 800

Pajak pemakaian dan premi asuransi

28 412 9 385 18 981

Keperluan pesta dan upacara 20 004 11 173 15 626

Jumlah Bukan Makanan 617 352 292 580 456 361

Jumlah 1074 664 659 414 868 823

Sumber: BPS, 2017

B. Moral Ekonomi Keluarga Miskin

Dalam kajian sosiologi, Moral Ekonomi adalah suatu analisa tentang apa yang menyebabkan seseorang berperilaku, bertindak dan beraktivitas dalam kegiatan perekonomian. Hal ini dinyatakan sebagai gejala sosial yang berkemungkinan besar sangat berpengaruh terhadap tatanan kehidupan sosial. Moral ekonomi petani di dasarkan atas norma subsistensi dan norma resiprositas. Di mana ketika seorang petani mengalami suatu keadaan yang menurut mereka yang dapat merugikan kelangsungan hidupnya, maka mereka akan menjual dan menggadai harta benda mereka.

Scott (1983) menambahkan bahwa para petani adalah manusia yang terikat sangat statis dan aktivitas ekonominya. Mereka dalam aktivitasnya sangat tergantung pada norma-norma yang ada. Penekanan utama adalah pada moral ekonomi petani menekankan bahwa petani cenderung menghindari resiko dan

13Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

rasionalitas. “etika subsistensi” (etika untuk bertahan hidup dalam kondisi minimal) melandasi segala perilaku kaum tani dalam hubungan sosial mereka di pedesaan, termasuk pembangkangan mereka terhadap inovasi yang datang dari penguasa mereka. Itulah yang disebut sebagai “moral ekonomi”, yang membimbing mereka sebagai warga desa dalam mengelola kelanjutan kehidupan kolektif dan hubungan sosial resiprokal saat menghadapi tekanan-tekanan struktural dari hubungan kekuasaan baru yang mencengkam. Tekanan struktural dari pasar kapitalistik, pengorganisasian negara kolonial dan paskakolonial, dan proses modernisasi di Asia Tenggara mengacaukan “moral ekonomi” itu dan menyebabkan kaum tani berontak.

Ekonomi Moral dengan ciri khas “Desa” dan “Ikatan Patron-Klien” Pendekatan ekonomi-moral menunjuk “desa” dan “ikatan patron-klien” sebagai dua institusi kunci yang berperan dalam menjamin terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan anggota komunitas. Fungsi operasional desa adalah menjamin suatu ‘pendapatan minimum’, dan meratakan kesempatan serta resiko hidup warganya dengan jalan memaksimumkan keamanan dan meminimalkan resiko warganya. Dalam fungsinya itu desa menerapkan aturan dan prosedur bagi terciptanya sebuah kondisi di mana warga desa yang miskin (siapa mendapatkan apa) akan tetap memperoleh jaminan pemenuhan kebutuhan subsisten minimum dengan cara menciptakan mekanisme kedermawanan dan bantuan dari warga desa yang kaya (siapa memberi apa).

Desa akan memberikan jaminan kebutuhan subsisten minimum kepada seluruh warga desa sejauh sumber-sumber kehidupan yang dimiliki desa memungkinkan untuk melakukan itu. Institusi yang menjadi pasangan desa adalah ikatan patron-klien. Insitusi ini tercipta dalam kondisi sosial-ekonomi yang timpang, ada sebagian orang yang menguasai sumber-sumber

14 Penelitian Tahun 2017

kehidupan, sementara yang lainnya tidak. Ikatan patron-klien bersifat rangkap (dyadic), yang meliputi hubungan timbal-balik antara dua orang yang dijalin secara khusus (pribadi) atas dasar saling menguntungkan, serta saling memberi dan menerima.

Dalam ikatan ini pihak patron memiliki kewajiban untuk memberi perhatian kepada kliennya layaknya seorang bapak kepada anaknya. Dia juga harus tanggap terhadap kebutuhan-kebutuhan kliennya. Sebaliknya, pihak klien memiliki kewajiban untuk menunjukkan perhatian dan kesetiaan kepada patronnya layaknya seorang anak kepada bapaknya. Langgeng tidaknya sebuah ikatan patron-klien bergantung pada keselarasan antara patron dan kliennya dalam menjalankan hak dan kewajiban yang melekat pada masih-masing pihak dengan terjalinnya hubungan yang saling menguntungkan, serta saling memberi dan menerima. Desa dan ikatan patron-klien ibarat dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Desa berperan dalam mengatur distribusi sumber-sumber kehidupan yang tersedia di dalam desa untuk menjamin tersedianya sumber-sumber kehidupan yang dibutuhkan warganya, sementara ikatan patron-klien menjadi institusi yang memungkinkan terjadinya distribusi kekayaan, sumber-sumber kehidupan di dalam desa, dari si kaya kepada si miskin melalui praktik-praktik ekonomi dan pertukaran-pertukaran sosial di antara warga desa. Jaminan yang diberikan desa dan ikatan patron-klien tertuju pada pemenuhan kebutuhan subsisten warga desa.

Secara agak kasar, Scott (1983) menggambarkan perilaku subsisten sebagai usaha untuk menghasilkan beras yang cukup untuk kebutuhan makan sekeluarga, membeli beberapa barang kebutuhan seperti garam dan kain, dan untuk memenuhi tagihan-tagihan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi dari pihak-pihak luar. Intinya, perilaku ekonomi subsisten adalah perilaku ekonomi yang hanya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan hidup paling

15Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

minimal. Perilaku seperti itu tidak lahir dengan sendirinya atau sudah demikian adanya (taken for granted), melainkan dibentuk oleh kondisi kehidupan, lingkungan alam dan sosial-budaya, yang menempatkan petani pada garis batas antara hidup dan mati, makan dan kelaparan.

Kondisi yang membentuk etika subsistensi sebagai kelompok masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada sumber agraria, petani sangat rentan terhadap gangguan yang berasal dari alam, bencana, ancaman hama, cuaca dan sebagainya. Sementara sebagai warga komunitas desa, petani memiliki kewajiban untuk memenuhi tuntutan yang datang dari kekuatan supradesa, pungutan pajak, upeti dan sebagainya. Kondisi yang sudah melingkupi kehidupan petani selama berabad-abad lamanya itu pada akhirnya membentuk pandangan hidup mereka tentang dunia dan lingkungan sosialnya. Pandangan hidup inilah yang memberi arah kepada petani tentang bagaimana menyiasati, bukan mengubah kondisi dan tekanan yang datang dari lingkungan alam dan sosialnya melalui prinsip dan cara hidup yang berorientasi pada keselamatan prinsip mengutamakan selamat dan menghindari setiap resiko yang dapat menghancurkan hidupnya.

Kondisi yang membentuk karakter dan ciri khas petani pedesaan sebagaimana terurai di atas telah melahirkan apa yang oleh Scott (1983) dinamakan “etika subsistensi”, yakni kaidah tentang “benar dan salah”, yang membimbing petani dan warga komunitas desa mengatur dan mengelola sumber-sumber kehidupannya (agraria) dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka di dalam komunitas. Dalam pilihan tindakan secara kolektif, prinsip moral menekankan: (1) Pengorbanan yang harus dikeluarkan termasuk risikonya, (2) Hasil yang mungkin diterima, bila menguntungkan maka mereka akan ikut bila tidak mereka bersikap pasif (3) Proses aksi yaitu dipertimbangkan

16 Penelitian Tahun 2017

tingkat keberhasilannya apakah lebih bermanfaat secara kolektif atau tidak, (4) Kepercayaan pada kemampuan pemimpin atau dapatkah sang pemimpin dipercaya atau tidak. Dengan demikian aksi-aksi kolektif yang dapat dinilai mendatang keuntungan bagi mereka saja yang diikuti atau didukung.

Menurut Scott (1983), perlawanan dalam kacamata petani adalah setiap aksi yang dilakukan seseorang atau lebih dengan tujuan untuk mengurangi atau menolak berbagai tuntutan, sewa, pajak, kerja paksa, dan kepatuhan, dari kelas-kelas orang kaya, tuan tanah, negara, rentenir, atau untuk mengajukan tuntutan-tuntutan berupa jaminan sosial ekonomi, seperti akses ke tanah, sumbangan, dan penghargaan, terhadap kelas-kelas orang kaya.

C. Perlindungan Sosial

Asian Development Bank (ADB) menjelaskan bahwa perlindungan sosial pada dasarnya merupakan sekumpulan kebijakan dan program yang dirancang untuk menurunkan kemiskinan dan kerentanan melalui upaya peningkatan dan perbaikan kapasitas penduduk dalam melindungi diri mereka dari bencana dan kehilangan pendapatan. Perlindungan sosial merupakan sarana penting untuk meringankan dampak kemiskinan dan kemelaratan yang dihadapi oleh kelompok miskin. Menurut Barrientos dan Shepherd, perlindungan sosial secara tradisional dikenal sebagai konsep yang lebih luas dari jaminan sosial, lebih luas dari asuransi sosial, dan lebih luas dari jejaring pengaman sosial. Saat ini perlindungan sosial didefinisikan sebagai kumpulan upaya publik yang dilakukan dalam menghadapi dan menanggulangi kerentanan, risiko dan kemiskinan yang sudah melebihi batas (Suharto, 2007).

Bank Dunia menggarisbawahi pengertian jaminan sosial sebagai proteksi sosial, adapun komponen-komponen proteksi

17Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

sosial yang merupakan satu kesatuan dari sistem jaminan sosial, yaitu: 1) Labor market dan employment adalah pusat layanan informasi kerja yang ditujukan untuk para pencari kerja dan kegiatan penempatan kerja bagi pekerja yang terkena PHK; 2) Social insurance adalah jaminan sosial bagi masyarakat yang bekerja untuk perlindungan terhadap risiko hubungan industrial termasuk persiapan menghadapi hari tua; 3) Social assistance adalah jaminan sosial bagi penduduk miskin untuk pengentasan kemiskinan yang dikaitkan dengan program pemberdayaan penduduk rentan miskin dalam bentuk pelatihan dan pengembangan usaha mikro; 4) Family allowance or child protection adalah program pemberian santunan tunai yang diberikan kepada anak-anak dibawah usia dewasa untuk perlindungan keluarga guna membentuk keluarga sehat dan kuat sebagai fondasi untuk proteksi sosial di masa datang; 5) Safe guard policy adalah program kompensasi finansial yang diberikan kepada anggota masyarakat masyarakat yang merasa dirugikan haknya dan atau hilang sama sekali haknya sebagai akibat adanya kebijakan publik seperti penggusuran, privatisasi pendidikan atau pembubaran pendidikan (Situmorang, 2013).

D. Program Keluarga Harapan

Program Keluarga Harapan (PKH) pada awalnya merupakan bantuan tunai bersyarat yang mengadopsi dari pelaksanaan conditional cash transfer yang sangat populer dan telah dilaksanakan di beberapa negara baik di Amerika Latin, Afrika ataupun Asia. Dikatakan bersyarat karena penerima (Keluarga penerima manfaat /KPM) hanya diberi bantuan jika mereka tetap menyekolahkan anaknya sampai ke tingkat SMP, dan bagi ibu yang hamil dan menyusui secara rutin berkunjung ke pusat pelayanan kesehatan untuk memeriksakan kondisi kesehatannya dan bayinya.

18 Penelitian Tahun 2017

Sebagai upaya percepatan penanggulangan kemiskinan, sejak tahun 2007 Pemerintah Indonesia telah melaksanakan program bantuan tunai bersyarat yang dikenal dengan nama Program Keluarga Harapan (PKH). Tujuan PKH adalah:

1. Untuk meningkatkan taraf hidup Keluarga Penerima Manfaat melalui akses layanan pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial

2. Mengurangi beban pengeluaran dan meningkatkan pendapatan keluarga miskin dan rentan.

3. Menciptakan perubahan perilaku dan kemandirian Keluarga Penerima Manfaat dalam mengakses layanan kesehatan dan pendidikan serta kesejahteraan sosial

4. Mengurangi kemiskinan dan kesenjangan

Sasaran PKH merupakan keluarga miskin dan rentan yang terdaftar dalam data terpadu program penanganan fakir miskin yang memiliki komponen kesehatan, pendidikan, dan kesejahteran sosial. Kriteria komponen kesehatan meliputi: 1). Ibu hamil/menyusui, 2) Anak berusia 0 (nol) sampai dengan 6 (enam) tahun. Kriteria komponen pendidikan meliputi: 1). Anak SD/MI atau sederajat, 2). Anak SMP/MTs atau sederajat, 3). Anak SMA/MA atau sederajat, 4). Anak usia 6 (enam) sampai dengan 21 (dua puluh satu) tahun yang belum menyelesaikan wajib belajar 12 (dua belas) tahun. Sedangkan untuk kriteria komponen kesejahteraan sosial meliputi: 1). Lanjut usia diutamakan mulai dari 70 (tujuh puluh) tahun; 2) Penyandang disabilitas diutamakan penyandang disabilitas berat.

Keluarga Penerima Manfaat PKH berhak mendapatkan:

1. Bantuan Sosial PKH

2. Pendampingan sosial

3. Pelayanan di fasilitas kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial

19Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

4. Program bantuan komplementer di bidang pangan, kesehatan, pendidikan, subsidi energi, ekonomi, perumahan, pemenuhan kebutuhan dasar lainnya.

Keluarga Penerima Manfaat PKH berkewajiban untuk:

1. Memeriksakan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan protokol kesehatan bagi ibu hamil/menyusui dan anak berusia 0 (nol) sampai dengan 6 (enam) tahun

2. Mengikuti kegiatan belajar dengan tingkat kehadiran paling sedikit 85 persen dari hari belajar efektif bagi anak usia sekolah wajib belajar 12 (dua belas) tahun

3. Mengikuti kegiatan di bidang kesejahteraan sosial sesuai kebutuhan bagi keluarga yang memiliki komponen lanjut usia mulai dari 70 (tujuh puluh) tahun dan/atau penyandang disabilitas berat.

Keberadaan program ini dianggap tepat karena bukan hanya misi bertahan hidup (life survival) yang ingin dicapai, tapi dalam jangka panjang akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia karena memberikan efek kesejahteraan bagi ibu dan anak untuk dapat menerima bantuan tersebut. Melalui pemberian bantuan tunai kepada KPM dengan menerapkan persyaratan untuk mendapatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan tertentu, diharapkan tingkat kesejahteraan KPM dapat meningkat melalui peningkatan konsumsi rumah tangga. Selain itu, kesadaran KPM untuk mendapatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan diharapkan akan meningkat pula yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan penggunaan pelayanan tersebut.

Dengan demikian, tujuan program ini dalam jangka pendek adalah mengurangi beban pengeluaran rumah tangga masyarakat miskin, dan dalam jangka panjang adalah memutus rantai kemiskinan melalui perbaikan kondisi sumberdaya manusianya, terutama melalui peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan.

20 Penelitian Tahun 2017

Program ini melengkapi program-program bantuan sosial lain yang telah ada, seperti Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Asuransi Kesehatan bagi masyarakat Miskin (Askeskin) atau program penggantinya yaitu Jaminan Kesehatan bagi Masyarakat (Jamkesmas), dan bantuan beras bagi masyarakat miskin (Raskin).

Pengeluaran keluarga miskin dapat meningkat meskipun mereka memiliki anggota keluarga penyandang disabilitas berat dan atau lanjut usia tidak produktif (70 tahun ke atas). New Initiatives PKH diwujudkan dengan menyediakan komponen bantuan kepada anggota keluarga PKH yang menyandang disabilitas berat dan lanjut usia berumur 70 tahun ke atas. Dengan perspektif baru ini maka bantuan pelayanan PKH tidak hanya mencakup komponen kesehatan dan pendidikan bagi ibu hamil dan anak. tetapi juga mencakup komponen kesejahteraan sosial berupa dana untuk pemeliharaan pendapatan (income maintenance) khususnya bagi penyandang disabilitas dan lanjut usia.

Sejak tahun 2016, kementerian sosial menerapkan kebijakan 70 persen program kelompok usaha bersama diperuntukkan bagi penerima PKH. Begitu pula program rumah tinggal layak huni, 70 persen adalah untuk penerima PKH. Dengan harapan maksimal 5 tahun penerima PKH akan siap mandiri. Saat ini sedang dilaksanakan legalisasi kube menjadi koperasi, sehingga pembinaan selanjutnya diharapkan oleh dinas koperasi. Sedangkan proses integrasi antar program sedang diuji coba melalui E–Warong.

Bantuan PKH diberikan kepada peserta PKH. Penyaluran bantuan bagi peserta yang telah ditetapkan pada tahun anggaran sebelumnya dilaksanakan empat tahap dalam satu tahun, sedangkan untuk kepesertaan yang ditetapkan pada tahun berjalan, penyalurannya dilaksanakan dalam tiga tahap.

21Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

Tabel 2.2 Indeks dan Komponen Bantuan Sosial PKH Tahun 2016

No Komponen BantuanIndeks Bantuan /Keluarga/Tahun

1. Bantuan tetap 500.000,-

2. Bantuan anak usia dibawah 6 (enam) tahun, ibu hamil/menyusui

1.200.000,-

3. Bantuan anak peserta pendidikan setara SD/MI atau sederajat

450.000,-

4. Bantuan anak peserta pendidikan setara SMP/MTS atau sederajat

750.000,-

5. Bantuan anak peserta pendidikan setara SMA/MA atau sederajat

1.000.000,-

6. Bantuan penyandang disabilitas berat 3.600.000,-

7. Bantuan lanjut usia 2.400.000,-

Sumber: Keputusan Menteri Sosial Nomor23/HUK/2016

Penyaluran bantuan dilakukan melalui rekening penerima PKH baik Layanan Keuangan Digital (LKD) maupun non LKD. Bantuan peserta PKH terdiri atas:1). Bantuan tetap, 2) Bantuan komponen kesehatan, 3) Bantuan komponen pendidikan, 4) Bantuan komponen penyandang disabilitas, 5). Bantuan komponen lanjut usia.

Ketentuan indeks dan komponen bantuan PKH:

1. Bantuan tetap merupakan bantuan stimulan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup keluarga peserta Program Keluarga Harapan. Bantuan tetap diberikan kepada keluarga peserta PKH yang memiliki komponen kesehatan dan/atau pendidikan. Bantuan tersebut tidak diperuntukan bagi disabilitas dan lanjut usia.

2. Bantuan komponen kesehatan merupakan bantuan stimulan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan ibu hamil, ibu

22 Penelitian Tahun 2017

menyusui, dan ibu memiliki anak balita peserta Program Keluarga Harapan.

3. Bantuan komponen pendidikan merupakan bantuan stimulan untuk memenuhi kebutuhan dasar pendidikan bagi anak usia pendidikan wajib belajar 12 (dua belas) tahun peserta Program Keluarga Harapan.

4. Bantuan komponen penyandang disabilitas merupakan bantuan stimulan untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi penyandang disabilitas dalam keluarga peserta Program Keluarga Harapan.

5. Bantuan komponen lanjut usia merupakan bantuan stimulan untuk memenuhi kebutuhan dasar bagi lanjut usia peserta Program Keluarga Harapan.

23Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

IIIBabHASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Pelaksanaan PKH di Daerah

Profil PKH Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau

Kota Batam merupakan salah satu kota di wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Kota ini mulai menerima bantuan sosial PKH sejak tahun 2010 dengan jumlah peserta 3.169 KPM. Gambaran lebih jauh tentang perkembangan PKH wilayah ini dapat dililihat dalam tabel 3.1.

Tabel 3.1. Perkembangan Kepesertaan dan Pendamping PKHKota Batam Tahun 2010 - 2017

Tahun Jumlah KPM Jumlah Pendamping

2010 3.169 18

2011 3.087 20

2012 3.236 23

2013 3.171 25

2014 3.289 25

2015 3.445 26

2016 13.424 52

2017 10.341 49

Dalam rangka penambahan peserta (KPM) PKH menjadi 10.000.000 secara nasional pada tahun 2018, saat penelitian dilakukan, sedang berlangsung verifikasi calon KPM baru. Kabid Perlindungan Sosial mengatakan “di Kota Batam akan ditambah peserta PKH, pendamping sedang sibuk

24 Penelitian Tahun 2017

penambahan 22.000 KK. Mudah-mudahan dapat menampung semua yang berhak”. Jika dikaitkan dengan rencana untuk tahun 2018, rekapitulasi peserta PKH per kecamatan dapat digambarkan dalam tabel 3.2.

Tabel 3.2 Banyaknya KPM PKH Kota Batam Menurut Kecamatan Tahun 2017 dan Rencana 2018

No. Kecamatan Tahun 2017 Rencana Tahun 2018

1 Sei Beduk 779 1.753

2 Batu Ampar 979 1.453

3 Galang 1.168 1.337

4 Nongsa 562 1.116

5 Batu Aji 684 1.765

6 Sekupang 725 1.906

7 Bengkong 728 1.272

8 Bulang 968 1.101

9 Sagulung 1.330 4.064

10 Lubuk Baja 811 1.664

11 Belakang Padang 1.127 1.471

12 Batam Kota 480 2.113

JUMLAH 10.336 21.015

Profil PKH Kabupaten Ogan Ilir Provinsi Sumatera Selatan

Program Keluarga Harapan (PKH) di Kabupaten Ogan Ilir dimulai pada tahun 2013, dan sampai tahun 2017 sudah mencakup 16 kecamatan dengan rincian jumlah KPM dapat dilihat pada tabel 3.3.

25Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

Tabel 3.3 Data KPM PKH Kabupaten Ogan Ilir, Tahun 201

NO KECAMATANJUMLAH KPM

TOTAL2017 2018

1 Indralaya 672 1.555 2.2272 Indralaya Selatan 250 934 1.1843 Indralaya Utara 193 732 9254 Kandis 223 772 9955 Lubuk Keliat 609 1.036 1.6456 Muara Kuang 513 796 1.3097 Payaraman 435 762 1.1978 Pemulutan 1.694 3.106 4.8009 Pemulutan Barat 642 1.034 1.676

10 Pemulutan Selatan 1.087 1.729 2.81611 Rambang Kuang 284 544 82812 Rantau Alai 222 1.068 1.29113 Rantau Panjang 1.102 1.349 2.45114 Sungai Pinang 1.030 1.617 2.64715 Tanjung Batu 242 1.068 1.31016 Tanjung Raja 872 1.997 2.869

TOTAL 10.070 20.100 30.170Sumber: PKH Kabupaten Ogan Ilir, Tahun 2017

Dana yang disalurkan oleh Kementerian Sosial utuk KPM Kabupaten Ogan Ilir pada tahun 2017 ada 10.175 KPM 1.890.000 sama dengan 19.2 M (kurang lebih), informasi dari Korkab Ogan Ilir (Munawir). Informasi lain dari Korkab adalah

“Kita mendapatkan penambahan sebanyak 20.100 KPM yang bersumber dari data Rastra Non PKH (PBDT 2017) Kepmensos No.57/HUK/2017, tentang penetapan Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin,”. Penambahan KPM ini tersebar di 16 kecamatan untuk tahun 2018 nanti. Dari jumlah data tersebut akan divalidasi oleh para pendamping PKH dengan menggunakan aplikasi berbasis android, sehingga tersaringlah KPM yang memenuhi kriteria PKH. ”Komponen yang harus ada dalam

26 Penelitian Tahun 2017

keluarga sebagai syarat, antara lain ada ibu hamil, balita, anak sekolah SD-SMA, serta disabilitas dan lansia. Mulai tahun depan akan mendapat dana Bansos PKH sebesar Rp 1.890.000 per KPM dalam setahun, dan akan disalurkan ke rekening mereka secara non tunai melalui BRI sebanyak 4 kali penyaluran,”

Adapun jumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) untuk Kabupaten Ogan Ilir sebanyak 10.175 KPM. Akan tetapi jumlah ini dapat berubah tahap demi tahap,”Untuk ibu hamil dan balita selain dapat uang,juga wajib memeriksakan kesehatan ke posyandu, dan Untuk anak SD,SMP dan SMA Kewajiban Hadirnya di Sekolah 85 persen,” jelasnya. Ia menjelaskan ada lima komponen percepatan melalui program PKH ini. Yakni pengurangan penduduk miskin, pendidikan dasar, kesetaraan gender, angka kematian bayi ibu dan balita serta pengurangan angka ibu melahirkan.

Pemda diwajibkan mengalokasikan dana sharing sekurang-kurangnya 5 persen dari total bantuan selama program ini berlangsung untuk meningkatkan partisipasi daerah dalam menurunkan kemiskinan dan kesenjangan masyarakatnya. Pemkab Ogan Ilir pada tahun 2017 baru dapat mengalokasikan dana APBD untuk bantuan sosial PKH sebesar Rp 600 juta. Namun dalam pertemuan dengan Bupati Ogan Ilir “berjanji” akan lebih meningkatkan dana sharing APBD untuk PKH karena akan ada peningkatan KPM PKH tahun 2018 sekitar 20.000 KPM yang tersebar di seluruh kecamatan.

Bupati Ogan Ilir juga menyampaikan bahwa: “masih banyak warganya yang belum mendapat bantuan sosial PKH terutama di daerah-daerah yang terpencil dan sulit dijangkau seperti di Pemulutan Utara, karena masih sulit transportasi menuju ke

27Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

daerah tersebut”. Persoalan lain yang ditemui adalah: “adanya pendamping yang bukan dari daerah setempat sehingga tidak memahami masyarakat setempat dan jarang datang ke daerah dampingannya. Saran beliau: “pendamping harusnya berasal dari penduduk setempat”. Saat ini Kabupaten Ogan Ilir memiliki SDM PKH sebanyak 45 orang yang terdiri dari 1 Koordinator Kabupaten, 3 operator dan 41 pendamping.

Profil PKH Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Kabupaten Sleman merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pelaksanaan PKH di Kabupaten Sleman dilaksanakan mulai tahun 2008 yang tersebar di seluruh kecamatan yaitu Moyudan, Minggir, Seyegan, Godean, Gamping, Mlati, Depok, Berbah, Prambanan, Kalasan, Ngemplak, Ngaglik, Sleman, Tempel, Turi, Pakem, Cangkringan. Pada tahun 2008 sebanyak 4.375 Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) dengan jumlah bantuan sosial PKH sebesar Rp. 4,979,676,000,-. Penambahan KPM PKH di Kabupaten Sleman terjadi pada tahun 2016 sehingga KPM PKH secara keseluruhan sebesar Rp 47.030 KPM PKH dengan alokasi bantuan sosial PKH sebesar Rp. 94.091.760.000,-.

Pada tahap awal pelaksanaan tahun 2008 jumlah pendamping PKH hanya sebanyak 21 Pendamping PKH dan pada tahun 2016 ketika terjadi penambahan peserta PKH maka pendamping PKH bertambah menjadi 76 pendamping dengan 6 operator dan 1 koordinator kabupaten.

28 Penelitian Tahun 2017

Diagram 3.1 Perkembangan Peserta PKH di Kabupaten Sleman

Sejak tahun 2016 penyaluran bantuan sosial PKH dilaksanakan melalui non tunai dengan 3 Bank penyalur yaitu BNI, BRI dan Bank Mandiri. Pada tahun 2017 terdapat peserta mengalami graduasi yaitu sebanyak 2.225 KPM PKH digraduasi karena tidak ada komponen, sebanyak 295 KPM PKH mampu secara ekonomi dan sebanyak 11 KPM PKH mengajukan graduasi mandiri.

Profil PKH Kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah

Sebagai upaya percepatan penanggulangan kemiskinan, sejak tahun 2007 Pemerintah Indonesia telah melaksanakan Program Bantuan Langsung Tunai Bersyarat (BLTB) yang dikenal dengan nama Program Keluarga Harapan (PKH) sebagai salah satu tahapan menuju sistem perlindungan sosial. Kota Palangka Raya Provinsi Kalimantan Tengah mulai menerima Program Keluarga Harapan (PKH) sejak tahun 2010. Kuota awal pada tahun 2010 sebesar 2. 984 RTSM, namun hasil validasi hanya mencapai 2008. Untuk di Kota Palangka Raya kuota awal pada tahun 2010, sesuai dengan tabel 3.4

29Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

Tabel 3. 4. Rekap Data Kuota Awal RTSM PKH Kota Palangka Raya

Kuota awal 2010

Hasil Validasi

2010Kategori

Tahun 2010

Tahap III Tahap IV

2. 984 RTSM

2,008

Eligible 2. 008 2. 008

Bumil 51 51

Balita 1. 293 1. 293

SD 2. 071 2. 071

SMP 834 834

Sumber : Korwil PKH Provinsi Kalimantan Tengah, 2016.

Pada awalnya sasaran peserta PKH di Kota Palangka Raya adalah keluarga Miskin berdasarkan Basis Data Terpadu dan memiliki komponen faskes & fasdik. Awalnya tahun 2010 peseta PKH hanya memiliki dua komponen yaitu komponen kesehatan (Ibu hamil, nifas, balita, anak prasekolah) dan komponen pedidikan (SD sederajat, SMP sederajat, SMA sederajat) atau anak usia 6-21 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan wajib 12 tahun.

Pada tahap IV tahun 2016 ada penambahan komponen kesejahteraan sosial yaitu penyandang disabilitas berat, dan lanjut usia diatas 70 tahun khusus. Hal tersebut hanya berlaku pada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) peserta PKH kohort 2016. Dan tahun 2017 penambahan komponen ini berlaku untuk semua kepesertaan PKH. Perubahan lain yang terjadi di tahun 2017 adalah sistem perhitungan bantuan yang sebelumnya didasarkan pada jumlah komponen yang ada pada keluarga peserta PKH, kini dihitung secara flat. Artinya bahwa jika dulu peserta PKH menerima bantuan dengan jumlah setiap keluarga menerima bantuan dengan jumlah yang sama meskipun memiliki komponen yang berbeda-beda.

30 Penelitian Tahun 2017

Tabel 3.5. Rekap Data Penambahan Komponen Kepesertaan PKH di Kota Palangka Raya tahun 2017

Kuota awal 2015-2016

Hasil Validasi 2015-2016

KategoriTahun 2017

Tahap I Reguler Tahap I Validasi

Kuota Rakumpit 2015

Hasil Validasi Rakumpit Eligible 1,597

797

123 104

Bumil 29 8

Balita 531 217

Apras 20 77

Validasi Per Kecamatan TH. 2016

Hasil Validasi Per Kecamatan TH. 2016

SD 1,398 619

SMP 759 362

1436 KPM 797 KPM

SMA 530 163

Lanjut Usia 0 98

Disabilitas 0 21

Dana Rp798,500,000 Rp 210,187,406

Sumber : Korwil PKH Provinsi Kalimantan Tengah, 2016

Berdasarkan informasi dari korkot Palangka Raya jumlah data KPM data validasi untuk tahun 2018 data awalnya 2913 KPM PKH. Program Keluarga Harapan (PKH) di Kota Palangka Raya didukung oleh satu orang koodinasi kota (korkot), 16 orang pendamping dan 3 orang operator dengan pendidikan relatif tinggi dan berlatar belakang displin ilmu yang mendukung untuk perubahan sikap dan prilaku KPM. Di Kota Palangka Raya pendamping PKH sudah memiliki masa kerja 6 tahun relatif sudah mapan dalam melaksanakan pendampingan.

Untuk perluasan jangkauan PKH terus dilakukan Kementerian Sosial. Pada bulan Oktober ini, Kementerian Sosial melakukan rekrutmen pendamping PKH sebanyak 16.092 orang di seluruh Indonesia. Rencana penambahan

31Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

pendamping di wilayah Kota Palangka Raya sesuai kuotanya adalah 5 orang pendamping dan satu orang operator.

Meski sudah ada komitmen antara pemerintah daerah dan Kementerian Sosial RI yang tertuang dalam memorandum of understanding (MoU), terkait sharing daerah untuk Program Keluarga Harapan (PKH), namun program tersebut tak kunjung dianggarkan. Dalam MoU Pemda wajib mengalokasikan dana sharing sekurang-kurangnya 5 persen dari total bantuan selama program ini berlangsung. Berdasarkan informasi dari Kepala Bidang Linjamsos Dinas Sosial Kota Palangka Raya, setiap mengajukan penganggaran ke APBD belum berhasil hingga sampai sekarang. Lebih lanjut dikatakan, surat penegasan dari Kementerian sudah beberapa kali dikirim ke Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait yang ditujukan kepada kepala daerah untuk ditindaklanjuti, karena dana sharing tersebut untuk menunjang operasional pendamping dan operator PKH di lapangan.

Kendala pendamping untuk menuju rumah (tempat tinggal KPM) terkadang amat jauh dan sulit mendapatkan akses transportasi. Menurut salah satu pendamping, Kota Palangka Raya, merupakan kota, akan tetapi 60 % berwajah desa. Kecamatan yang menjadi wilayah dampingan, berjarak 70 km dari Palangka Raya dan harus melalui transportasi sungai. Salah satu contoh, untuk menjangkau rumah KPM yang harus ditempuh menggunakan perahu kelothok, yang ongkos per perjalanan mencapai Rp 60.000,- sekali jalan atau Rp 120.000,- pulang pergi. Ini artinya pendamping harus mengeluarkan biaya yang besar untuk menjangkau rumah KPM, padahal di daerah tersebut, terdapat 184 KPM yang memerlukan dampingan.

32 Penelitian Tahun 2017

Demikian halnya KPM dalam mencairkan bantuan, pada saat masih sistem tunai lewat PT Pos, petugas PT Pos yang mengantar ke lokasi tinggal KPM. Tetapi sebaliknya setelah melalu sistem non tunai KPM harus ke kota untuk pengambilan bantuan baik melalui ATM maupun secara langsung ditarik melalui bank. Karena sarana dan prasarana (ATM dan Bank) tersebut belum menjangkau sampai pedesaan maupun daerah aliran sungai. Sehingga memerlukan dana yang tidak sedikit dalam pencairan bantuan. Dalam hal ini, Dinas Sosial tidak mempunyai anggaran untuk mendukung transportasi pendamping ke lokasi maupun pencairan bantuan melalui ATM atau bank, karena adanya penghematan APBD. Untuk itu, lokasi dampingan maupun pencairan bantuan melalui ATM atau bank, yang membutuhkan transportasi perlu ada dukungan dari Pusat.

Profil PKH Kabupaten Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat

Provinsi Nusa Tenggara Barat mulai menerima Program Keluarga Harapan (PKH) sejak tahun 2008 yang mencakup 2 kabupaten (Bima dan Dompu). Kemudian tahun 2011 terdapat perluasan wilayah PKH yang mencakup 3 kabupaten (Lombok Barat, Lombok Tengah dan Lombok Timur). Tahun 2012 penambahan 3 kabupaten/kota (Lombok Utara, Kota Mataram dan Sumbawa). Pada tahun tahun 2013 perluasan 2 kabupaten/kota (Sumbawa Barat dan Kota Bima) sehingga sejak saat itu PKH sudah berada di semua kabupaten/kota yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Tahun 2015 PKH benar-benar telah ada di semua kecamatan yang ada di seluruh provinsi NTB dengan masuknya Kecamatan Lantung kabupaten Sumbawa dan Kecamatan Rasanae Barat Kota Bima. Sehingga total peserta PKH saat itu sejumlah 114.162.

33Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

Sasaran peserta PKH di Kabupaten Lombok Tengah, Awalnya tahun 2011 peseta PKH hanya memiliki dua komponen yaitu komponen kesehatan (Ibu hamil, nifas, balita, anak prasekolah) dan komponen pedidikan (SD sederajat, SMP sederajat, SMA sederajat) atau anak usia 6-21 tahun yang belum menyelesaikan pendidikan wajib 12 tahun.

Pada tahap IV tahun 2016 ada penambahan komponen kesejahteraan sosial yaitu penyandang disabilitas berat, dan lanjut usia diatas 70 tahun khusus. Hal tersebut hanya berlaku pada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) peserta PKH kohort 2016. Dan tahun 2017 penambahan komponen ini berlaku untuk semua kepesertaan PKH.

Pada tahun 2015 PKH terlaksana di semua kecamatan yang ada di seluruh provinsi NTB dengan total peserta PKH saat itu sebesar 112.162 keluarga penerima manfaat (KPM). Sedangkan untuk khusus Kabupaten Lombok Tengah rekap kmponen PKH pada tahun 2016 pada tabel 3.6 .

Tabel 3.6. Rekap Komponen PKH di Kabupaten Lombok TengahPada Tahun 2016

No. Komponen Jumlah1.2.3.4.5.6.7.8.

BumilBalitaAsprasSDSMPSMALansiaDisabilitas Berat

4397.3461.463

22.43713.413

7.135690

66Sumber : Korwil PKH Provinsi NTB, 2016

Sedangkan sebaran wilayah PKH pada tahun 2016 di Kabupaten Lombok Tengah tersebar di seluruh kecamatan yang berjumlah 12 kecamatan dan 137 desa/kelurahan, dengan jumlah 29.783 KPM, 138 pendamping, dan 6 operator.

34 Penelitian Tahun 2017

Penerima bantuan PKH dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2014 terdiri dari komponen Ibu Hamil (Bumil), Balita, anak SD, dan anak SMP. Selanjutnya pada tahun 2015 komponen penerima bantuan PKH ditambah dengan anak SMA dan Anak Pra Sekolah (APRAS). Dan terakhir pada tahun 2016 komponen penerima bantuan PKH ditambah lagi dengan penyandang disabilitas berat & lansia di atas 70 tahun

Tabel 3.7. Rekap Komponen PKH Kabupaten Lombok TengahTahun 2011 - 21016

NO TAHUNKOMPONEN

BUMIL BALITA APRAS SD SMP SMA LANSIA PDB

1 2011 686 9.398   17.734 8.019      

2 2012 328 9.315   17.867 8.024      

3 2013 483 11580   23595 19758      

4 2014 284 8.948   22.808 10.801      

5 2015 355 6.968 36 21.054 11.037 3.670    

6 2016 439 7.346 1.463 22.437 13.413 7.135 690 66

Sumber : Korwil PKH Provinsi NTB, 2016.

Program Keluarga Harapan (PKH) di 12 kecamatan dan 137 desa/kelurahan di wilayah Kabupaten Lombok Tengah didukung oleh satu orang koodinasi kota (korkot), 138 orang pendamping dan 6 orang operator dengan pendidikan relatif tinggi dan berlatar belakang displin ilmu yang mendukung untuk perubahan sikap dan prilaku KPM. Seperti di wilayah yang lainnya pendamping PKH di Kabupaten Lombok Tengah sudah memiliki masa kerja 6 tahun dan relatif sudah mapan dalam melaksanakan pendampingan.

Walaupun sudah ada memorandum of understanding (MoU) komitmen antara pemerintah daerah dan Kementerian Sosial RI terkait dengan Pemda wajib mengalokasikan dana

35Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

sharing sekurang-kurangnya 5 persen dari total bantuan selama program ini berlangsung. Berdasarkan informasi dari Kepala Bidang Linjamsos Dinas Sosial Kabupaten Lombok Tengah, hampir setiap tahun diajukan penganggarannya ke APBD selalu gagal. Dengan kesepakatan alokasi dana sharing sekurang-kurangnya 5 persen dari total bantuan selama program ini berlangsung, Pemda Lombok Tengah merasa belum mampu untuk merealisasikan kasepakatan tersebut. Untuk itu, Kepala Bidang Linjamsos Dinas Sosial Kabupaten Lombok Tengah menyarankan ke Kementerian Sosial RI untuk meninjau kembali kesepakatan tersebut. Disisi lain Kepala Bidang Linjamsos Dinas Sosial Kabupaten Lombok Tengah berharap, Bupati dan Wabup bisa memberi perhatian khusus demi mengangkat kesejahteraan masyarakat dalam hal mengentaskan kemiskinan dengan lebih kooperatif menunaikan amanat MoU dengan Kementerian dalam hal penganggaran dana sharing dari daerah.

Profil Program Keluarga Harapan Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara

Program Keluarga Harapan (PKH) di Kota Kendari dimulai tahun 2012. Pada waktu itu jumlah KPM meliputi sebanyak 1.507 KPM, tersebar di 4 kecamatan, yaitu: Abelia (566 KPM), Poasia (311 KPM), Puuwatu (401 KPM) dan Wua-wua (229 KPM). Sejak saat itu jumlah KPM hampir setiap tahun ada penambahan baru (lihat tabel 3.8 ), tahun 2014 menjadi 2.214, tahun 2014 menjadi 2.473 dan tahun 2016 menjadi 4.877 KPM. Seiring pertambahan jumlah KPM, kecamatan wilayah PKH juga mengalami menambahan, tahun 2014 bertambah 4 kecamatan, yaitu: Baguga (135 KPM), Kendari (235 KPM), Kendari Barat (215 KPM) dan Mandonga (186 KPM), hingga menjadi 8 kecamatan. Tahun 2015 PKH masuk di seluruh (10)

36 Penelitian Tahun 2017

wilayah kecamatan yang ada di Kota Kendari. Dua Kecamatan tambahan baru tahun 2015 adalah Kecamatan Kadia (173 KPM) dan Kecamatan Kambu (124 KPM).

Penambahan KPM baru tahun 2016 relatif tinggi, hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2015, yaitu menjadi 4.877 KPM. Seluruh tambahan baru tersebut disebarkan di seluruh kecamatan yang ada (10 kecamatan). Pertambahan paling signifikan terjadi di Kecamatan Mandonga dari 182 KPM tahun 2015 menjadi 603 KPM padat tahun 2016. Tahun 2018, sesuai dengan rencana pemerintah menambah peserta PKH hingga menjadi 10.000.000 KPM, Kota Kendari mendapat kuota tambahan sebnyak 3.852 hingga nanti menjadi sebanyak 8.457 KPM.

Tabel 3.8 Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan (PKH)Kota Kendari Tahun 2012 - 2017

No Kecamatan 2012 2013 2014 2015 2016 2017

1 Abeli 566 565 552 550 858 839

2 Baruga -  -  135 125 237 228

3 Kadia  -  -   173 232 213

4 Kambu  -  -   124 345 308

5 Kendari  -  - 235 231 545 528

6 Kendari Barat  -  - 215 211 479 441

7 Mandonga  -  - 186 182 603 571

8 Poasia 311 303 294 294 713 654

9 Puuwatu 401 391 374 364 553 519

10 Wua-Wua 229 229 223 219 312 304

Jumlah 1507 1488 2214 2473 4877 4605

Tambahan KPM Baru Tahun 2018 3.852

Total KPM Pada Tahun 2018 8.457Sumber: PKH Kota Kendari

37Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

Sistem distribusi bantuan sosial PKH di Kota Kendari, seperti halnya daerah lain mengalami pergeseran dari tunai (melalui Kantor Pos) menjadi non tunai melalui rekening KPM di bank pemerintah. Perubahan sistem distribusi tunai menjadi non tunai di Kota Kendari, sudah diresmikan oleh Menteri Sosial pada bulan Maret 2017 kemarin. Namun perlu dicatat, ketika penelitian dilakukan pada bulan Nopember 2017, diperoleh informasi bahwa sistem distribusi non tunai ini belum seluruhnya berjalan dengan lancar, banyak KPM yang belum menerima transfer dana bantuan (lihat tabel 3.9).

Tabel 3.9. Data Permasalahan KPM PKH Kota Kendari (dana tidak cair) Provinsi Sulawesi Tenggara per November 2017

No Tahap Jumlah KPM Keterangan1 Tahap III - 2016 287 Belum ada kuota2 Tahap IV - 2016 1.632 Belum ada kuota3 Tahap I – 2017 679 Belum ada kuota4 Tahap II – 2017 1.962 Belum ada kuota5 Tahap III – 2017 1.544 Belum ada kuota6 Ganti Pengurus 23 -7 Lain-lain 14 ATM Rusak atau hilang

Sumber : Lampiran surat Kepala Dinas Sosial Kota Kendari kepada Direktorat Linjamsos, Kemsos tgl. 3 Nop 2017

Diperoleh informasi bahwa belum lancarnya penyaluran bantuan sosial PKH sudah terjadi sejak tahun 2016 pada penyaluran tahap III. Menurut informasi Saldy, Kepala Bidang Perlindungan dan Jaminan Sosial pada Dinas Sosial Kota Kendari pada III tahun 2016 terdapat sebanyak 287 KPM tidak / belum menerima transfer. Pada tahap IV tahun 2016 terdapat sebanyak 1.632 KPM yang belum menerima transfer bantuan. Hal serupa terjadi hingga tahap III tahun 2017. Dinas Sosial setempat sudah melaporkan hal tersebut kepada Direktorat Jaminan Sosial Keluarga di Kementerian Sosial, namun hingga saat penelitian dilakukan belum ada penyelesaian.

38 Penelitian Tahun 2017

Perlu dicatat bahwa KPM sudah berulangkali mendesak agar bantuannya dicairkan. Menurut Jasman Koordinator PKH Kota Kendari, KPM bahkan pernah melakukan unjuk rasa untuk menuntut haknya.

B. Identitas RespondenResponden penelitian ini adalah ibu-ibu yang mewakili

keluarga penerima manfaat PKH. Sejak awal dari pelaksanaan PKH ketentuan yang memegang bantuan sosial PKH adalah ibu-ibu sebagai pengatur keuangan keluarga. Berdasarkan diagram 3.2 maka sebagian besar masuk kategori umur antara 41 <= 50 tahun yaitu sebanyak 44 persen dan kategori umur 31 <= 40 tahun yaitu sebanyak 41 persen. Dengan demikian bahwa sebagian besar KPM PKH merupakan termasuk kategori umur produktif dan juga ditemukan sebanyak 1 persen masuk kategori umur <=20 tahun.

Diagram 3.2 Kelompok Umur Responden

Sumber : Hasil Penelitian 2017

Berdasarkan diagram 3.3 terlihat bahwa pendidikan ibu-ibu KPM SLTA (sebesar 26 persen). Sisanya, 41% tamat SD, 21 persen tamat SMP, dan 11 persen tidak tamat SD. Walau pendidikan anggota keluarga lainnya tidak terdata, namun data ini menunjukkan rendahnya kualitas SDM KPM PKH.

39Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

Diagram 3.3. Tingkat Pendidikan KPM PKH

Sumber : Hasil Penelitian 2017

KPM PKH sebagian besar merupakan keluarga kecil dengan komposisi 2 atau 3 anak, hal tersebut tercermin dari jumlah anggota keluarga sebanyak 4 jiwa (33 persen) dan 5 jiwa (30 persen). Pemenuhan kebutuhan keluarga dipenuhi oleh pencari nafkah utama yaitu kepala keluarga dan biasanya menjadi tanggung jawab seorang bapak/suami

Diagram 3.4. Jumlah anggota Keluarga

Sumber : Hasil Penelitian 2017

40 Penelitian Tahun 2017

Diagram 3.5 menunjukkan bahwa jenis pekerjaan paling banyak adalah buruh (sebanyak 38 persen), baik buruh pabrik, buruh bangunan dan buruh tani. Sementara yang paling sedikit adalah pembantu rumah tangga (1 persen). Yang lebih parah 3 persen diantaranya tidak bekerja. Dilihat dari jenis pekerjaannya, sebagian besar pekerjaan ini bergerak di sektor informal dan mengindikasikan ketidakpastian dalam penghasilan.

Diagram 3.5. Pekerjaan Pencari Nafkah Utama KPM PKH

Sumber: Hasil Penelitian, 2017

Selain mengandalkan pencari nafkah utama, sumber pemenuhan kebutuhan keluarga juga dibantu oleh ibu/istri bekerja dan atau pencari nafkah utama tersebut menambah pekerjaannya di luar pekerjaan utama (bekerja sampingan). Namun prosentase KPM PKH yang mempunyai pekerjaan tambahan hanya sedikit (hanya 13 persen). Dari pekerjaan tersebut keluarga memperoleh penghasilan untuk pemenuhan kebutuhan keluarganya. Rata-rata penghasilan KPM PKH sebesar Rp. 1.079.066,-. Selain pencari nafkah utama untuk pemenuhan kebutuhan keluarga dipenuhi

41Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

oleh ibu-ibu bekerja atau pencari nafkah utama tersebut bekerja sampingan. Dari pekerjaan tersebut keluarga memperoleh penghasilan untuk pemenuhan kebutuhan keluarganya. Rata-rata penghasilan KPM PKH sebesar Rp. 1.079.066,-

Diagram 3.6 menunjukkan penghasilan tertinggi adalah 2 juta rupiah (sebanyak 8 persen) dan terendah 0 rupiah. Apabila dikelompokan, 40 persen KPM PKH berpenghasilan antara Rp. 500.000,- sampai dengan Rp.1.000.000,- . Gambaran ini menunjukkan tingkat kerawanan ekonomi KPM.

Diagram 3.6. Penghasilan KPM PKH

Sumber : Hasil Penelitian 2017

Komponen dan Jumlah Bantuan Sosial PKH

Responden penelitian ini merupakan KPM PKH dengan rincian sebanyak 50 persen merupakan KPM PKH yang mulai menjadi KPM PKH tahun 2016, selebihnya tersebar mulai kepesertaan PKHnya tahun 2010, 2013, 2014 dan 2015.

42 Penelitian Tahun 2017

Diagram 3.7. Tahun Kepesertaan KPM PKH (%)

Sumber: Hasil Penelitian, 2017

Peserta PKH tahun 2010, 2013, 2014 dan 2015 pernah mendapatkan bantuan sosial PKH sesuai dengan komponen PKH yang diikuti, artinya nominal bantuannya bervariasi sesuai dengan komponen PKH yang mereka ikuti namun peserta PKH tahun 2016 hanya mendapatkan bantuan sosial PKH dengan skema flat yaitu Rp. 500.000,- untuk tahap 1,2 dan 3 sedangkan untuk tahap 4, KPM akan mendapatkan bantuan sosial sebesar Rp.390.000,- untuk KPM PKH reguler sedangkan KPM PKH yang ada Lansia 70+ dan PDB mendapat bantuan sosial PKH sebesar Rp. 500.000,-

Asmaria (KPM PKH)

Terima sejak 2013 bulan 12, pertama kali terima 400, 2014 tambah, terima bulan 2 atau 3, 3 bulan sekali, dulu terima tergantung banyak anak, sekarang sama semua 500. Katanya akhir tahun ini dapat 380. Punya balita. Anak yang sudah gak sekolah, keluar pkh (ada 2 yg keluar). Dulu terima beda-beda, sekarang sama aja 500, ada yang protes karena anaknya banyak tapi dapat sama dengan yang punya anak sedikit tapi terima aja namanya dikasih”. Bapaknya dapet sisanya aja, antri lama, pulangnya dibelikan nasi sebungkus.

43Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

Tabel 3.11 Tahapan Penyaluran Bantuan Sosial PKH

Kab/Kota Tahap 1 Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4Kota Batam Mar, Mei Agust Agust  

Kab. Ogan Ilir Agust Agust Agust  

Kab Sleman Mei, Juni Agust Agust, Sept Nov

Kab.Lombok Tengah Agust, Sept Sept, Okt Okt Okt

Kota Palangkaraya Juli Agust Sept  

Kota Kendari Jan, Feb, April, Juni

Agustus, September

Sept  

Sumber: Hasil Penelitian, 2017

Berdasarkan tabel 3.11 maka di beberapa lokasi penelitian penyaluran bantuan sosial belum sesuai dengan jadwal bahkan penyaluran dilaksanakan pada bulan yang sama. Diperoleh informasi bahwa belum lancarnya penyaluran bantuan sosial PKH sudah terjadi sejak tahun 2016 pada penyaluran tahap III.

44 Penelitian Tahun 2017

C. Jenis Kebutuhan KPM PKH

Sebagaimana keluarga pada umumnya, KPM PKH mempunyai berbagai jenis kebutuhan

Diagram 3.8. Jenis Kebutuhan Keluarga (%)

Sumber : Hasil Penelitian 2017

Kebutuhan keluarga tersebut dipenuhi dengan cara membeli yang menyebabkan terjadi pengeluaran biaya untuk membeli kebutuhan tersebut. Berdasarkan diagram 3.8 pengeluran keluarga paling banyak untuk memenuhi kebutuhan biaya pendidikan (17,49), membeli beras (17,32 persen), ikan (5,22 persen), keperluan pesta dan upacara (4,60 persen), tembakau/rokok/sirih (4,44 persen) dan telur/susu (4,23 persen).

45Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

Khusus untuk konsumsi rokok, ibu-ibu mengakui bahwa umumnya suami mereka merokok, namun biaya atas kebutuhan itu ditanggung sendiri oleh suami. Kecuali dalam situasi tertentu, ibu-ibu terpaksa mengeluarkan uangnya untuk membeli rokok. “Ya, kadang-kadang susah juga menolak jika suami suruh beli rokok”, demikian pengakuan beberapa ibu dalam sesi diskusi di Batam.

Pengakuan senada muncul dalam diskusi kelompok di Lombok Tengah. “ Ya.. suami kami perokok semua pak, tapi uang beli rokoknya ditanggung sendiri”. Namun pernyataan ini juga ditambah peserta diskusi yang lain dengan mengatakan, “ya kadang-kadang duit kita juga. Kalu pas duitnya gak ada, kan kasihan juga”. Ketika dikonfirmasi nilai nominal konsumsi rokoknya, ibu-ibu mengakui rata-rata Rp. 15 ribu rupiah/hari.

Diagram 3.9. Pengeluaran KPM PKH (Rp)

Sumber : Hasil Penelitian 2017

Sedangkan secara rata-rata untuk pengeluaran keluarga untuk jenis kebutuhan makanan sebesar Rp. 884.392,- untuk pengeluaran non makanan jauh lebih besar yaitu sebesar Rp. 978.041,- sehingga secara keseluruhan total pengeluaran keluarga dalam sebulan yaitu sebesar Rp. 1.862.433,-.

46 Penelitian Tahun 2017

D. Pemanfaatan Bantuan Sosial PKH

Batuan sosial utama dalam program ini adalah uang. Saat ini bantuan berupa uang ini disalurkan melalui Bank, dan KPM mengaksesnya dengan ATM. Ini berarti bahwa seluruh KPM mempunyai rekening bank sekaligus dilengkapi dengan fasilitas ATM. Persoalannya adalah kemampuan KPM menggunakan ATM untuk mencairkan uang bantuan sosial ini.

Secara umum KPM dalam FGD mengaku senang dengan kehadiran sistem perbankan dalam penyaluran bantuan PKH, walaupun pada mulanya agak cemas dengan pemakaian ATM. Namun secara perlahan dapat prosesnya dapat dipahami berkat bantuan pendamping, anggota keluarga/kerabat, sesama anggota KPM, dan petugas bank.

Emmy (KPM PKH):

“Baru pertama kali narik uang di ATM. Selama ini, mana ada ATM. Nabung di bank saja nggak. Gimana mau nabung, uangnya pas-pasan buat makan sama sekolah anak. Malu sih, sudah zaman canggih begini belum pernah pakai ATM”. Dengan sistem non tunai ini, sangat membantu karena, setidaknya penerima PKH akan merasa lebih aman karena tidak membawa uang setelah mengambil dana PKH,“Ya, kalau dulu kan antre di kantor pos, sekarang lebih enak bisa ambil di ATM juga. Jadi, kita lebih aman. Hitung-hitung saya juga belajar pakai ATM”. Menurut Emmy, dulu waktu tahap pertama mendapat uang dari PKH sebesar Rp 850 ribu. “Saya punya empat anak, ada satu balita, satu masih SD dan dua anak sudah SMA. Berhubung uang SPP anak saya sudah bayar, jadi saya mau tarik uang seperlunya dulu terutama untuk beli susu anak,” katanya.

Ibu KPM sudah lebih lancar menggunakannya, walau masih tetap merasa “gagap teknologi” ketika menarik uang. Bagi kawasan

47Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

perkotaan seperti Batam, penggunaan ATM ini didukung oleh tersedianya fasilitas ATM di berbagai tempat seputar kota sehingga aksesnya sangat terjangkau.

Diagram 3.10 Jenis Kebutuhan Keluarga KPM PKH yang Memanfaatkan Bantuan Sosial PKH

Sumber : Hasil Penelitian 2017

Sementara bagi kawasan pedesaan seperti di Kabupaten Lombok Tengah, penggunaan ATM ini masih terkendala sehubungan dengan terbatasnya fasilitas ATM. Ibu-ibu KPM harus mengeluarkan biaya tambahan transportasi untuk menjangkau ATM. Di satu sisi kehadiran agen bank mampu mendekatkan layanan perbankan ke KPM. Namun di sisi lain, pengetahuan

48 Penelitian Tahun 2017

KPM yang masih terbatas menyebabkan sebagian KPM terpaksa membayar jasa pencairan uang bantuan tersebut. Menanggapi situasi ini peserta FGD mengaku bahwa untuk wilayah pedesaan mungkin masih relevan untuk mempertahankan sistem Pos dalam penyaluran uang bantuan.

Bantuan sosial PKH dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan KPM PKH baik itu kebutuhan makanan dan non makanan. Bantuan sosial PKH paling banyak dimanfaatkan untuk biaya pendidikan (38,64 persen), membeli beras (19,74 persen), pakaian, alas kaki dan tutup kepala (8,03 persen), biaya kesehatan (6,79 persen), ikan (4,85 persen), telur dan susu (4,67 persen), dan hanya sebanyak 0,2 persen bantuan sosial PKH digunakan untuk membeli rokok, dengan demikian temuan penelitian Togiaratua,dkk (2016) yang menyatakan KPM PKH menggunakan bantuan sosial PKH untuk membeli rokok hanya bersifat kasuistik dan tidak bisa digeneralisasi.

Meskipun bantuan sosial PKH paling banyak digunakan untuk biaya pendidikan namun terdapat pemanfaatan bantuan sosial PKH untuk kebutuhan lainnya disebabkan ketidaktegasan dalam pemanfaatan bantuan sosial KPM PKH sehingga tidak diatur dalam pedoman pelaksanaan PKH, pada sisi pembedaan program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan menyebabkan PKH menjadi kurang berbeda dengan program lain. Karena untuk bantuan pangan sendiri sudah ada program bantuan pangan non tunai atau beras sejahtera (Rastra), untuk pendidikan ada program indonesia pintar sedangkan untuk kesehatan ada program indonesia sehat/PBI JKN.

Bantuan sosial PKH berupa uang dimanfaatkan oleh KPM PKH untuk pemenuhan kebutuhan keluarganya khususnya kebutuhan yang menunjang upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia dan memutus rantai kemiskinan antar generasi. Gambaran tentang

49Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

hal ini dapat dilihat dari jenis makanan yang dikonsumsi dengan menggunakan uang bantuan PKH, sebagaimana terlihat dalam diagram 3.10.

Sri harini (guru)

Kalau bantuan PKH kan boleh untuk tambahan beli bahan pangan (beras), tetapi jangan untuk rebounding rambut ibu rumah tangga penerima PKH.

Dengan demikian bantuan sosial PKH dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari KPM PKH baik untuk pemenuhan kebutuhan beras, telur susu dan ikan pada jenis kebutuhan makanan maupun jenis kebutuhan non makanan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan biaya pendidikan, kesehatan, perumahan, bahan bakar, air dan penerangan. Jadi sangat sedikit sekali hanya 0,2 persen KPM PKH menggunakan bantuan sosialnya untuk membeli rokok.

Pada jenis kebutuhan makanan ternyata bantuan sosial PKH digunakan paling banyak untuk membeli beras yaitu sebanyak 60,7 persen KPM PKH. Selain untuk membeli beras, sebanyak 37 persen untuk membeli telur dan susu, 35 persen untuk membeli ikan dan hanya 2 persen untuk membeli rokok dan tembakau.

Sedangkan jenis kebutuhan non makanan yang memanfaatkan bantuan sosial PKH paling banyak memanfaatkan untuk menutupi pengeluaran keluarga untuk biaya pendidikan 76 persen. Sedangkan yang lainnya untuk biaya kesehatan sebanyak 23 persen, perumahan, bahan bakar, penerangan, air sebanyak 21 persen.

Desman Wijayanti (Ketua Kelompok):

“Berkat bantuan PKH bisa beli peralatan sekolah, ongkos anak ke sekolah, gak ada yg kena sanksi, ada sekitar 30 anak

50 Penelitian Tahun 2017

anak KPM, dapat KKS dan KIP. Kebanyakan KPM tinggal di daerah perkebunan, dulu anak gak selalu sekolah bantu di kebun, tapi sekarang rajin sekolah karena ada absennya. Anggota 10 KPM (1 kelurahan) sering ada pertemuan, ada 1 yang baru tambahan dari luar (pindahan dr Lampung) ada koordinasi antar pendamping bawa kartu-kartu dan nomer PKH, operator asal koordinasi dengan daerah pindahan dan surat pindah”. Senang dapat ATM, kadang beli tas sekolah anak, buat nutupin raskin juga jadi jarang dimarahi suami. Pertemuan kelompok dibuat arisan, infaq yasinan tiap bulan.

Dengan demikian bantuan sosial PKH dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari KPM PKH baik untuk pemenuhan kebutuhan beras, telur susu dan ikan pada jenis kebutuhan makanan maupun jenis kebutuhan non makanan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan biaya pendidikan, kesehatan, perumahan, bahan bakar, air dan penerangan. Jadi sangat sedikit sekali hanya 0,2 persen KPM PKH menggunakan bantuan sosialnya untuk membeli rokok.

Diagram 3.11 Pengeluaran Keluarga Memanfaatkan Bantuan Sosial PKH

Sumber : Hasil Penelitian 2017

51Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

Rata-rata KPM PKH memanfaatkan bantuan sosial PKH sebesar Rp. 70.570,- untuk pengeluaran makanan sedangkan untuk pengeluaran non makanan sebesar Rp. 442.391,- sehingga secara keseluruhan PKH dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga sebesar Rp.512.961,- . Ada permasalahan ketika rata-rata pengeluaran keluarga memanfaatkan bantuan sosial PKH diatas nominal bantuan sosial per tahap penyaluran. Hal tersebut disebabkan pengeluaran bantuan sosial PKH dihitung pada bulan ketika KPM PKH menerima bantuan sosial PKH sedangkan dibeberapa lokasi penelitian penyaluran bantuan sosial PKH dilaksanakan bersamaaan untuk beberapa tahap penyaluran.

Secara nasional sebanyak 50,33 persen KPM PKH mengaku bahwa kebutuhan hidup mereka kadang-kadang terpenuhi dan kadang-kadang tidak terpenuhi. Bahkan lebih tragis, sebanyak 10,33 persen merasa sangat tidak terpenuhi dan 30,33 persen merasa kebutuhan tidak terpenuhi.

Khusus untuk kota Batam sebanyak 44 persen KPM merasa kebutuhan hidup sehari-hari mereka sangat tidak terpenuhi. Perasaan tidak terpenuhi tersebut muncul seiring dengan sulitnya perekonomian di Kota Batam sehubungan dengan banyaknya pabrik/perusahaan yang tutup dan mem-PHK karyawannya. Efek domino kondisi makro ekonomi ini berpengaruh langsung ke ekonomi KPM.

52 Penelitian Tahun 2017

Diagram 3.12 Pemenuhan Kebutuhan KPM PKH

Sumber : Hasil Penelitian 2017

Hanya sedikit sekali KPM PKH merasa kebutuhan hidupnya terpenuhi 8 persen dan 3 persen merasa kebutuhannya sangat terpenuhi. Secara nasional bantuan sosial PKH dirasakan membantu 31 persen dan sangat membantu 43 persen sehingga secara nasional sebanyak 74 persen KPM PKH merasa terbantu dengan adanya bantuan sosial PKH. Hanya 1,67 persen merasa PKH sangat tidak membantu. Di Kota Batam sebanyak 54 persen (10 persen sangat tidak membantu dan 44 persen tidak membantu) merasa bantuan sosial PKH tidak membantu pemenuhan kebutuhan keluarganya.

Hal tersebut sangat berbeda dengan Kabupaten Sleman yang menyatakan sebanyak 36 persen bantuan sosial PKH membantu dan 60 persen menyatakan bantuan sosial PKH sangat membantu KPM PKH dalam pemenuhan kebutuhan keluarga, khususnya untuk biaya pendidikan anak-anak.

53Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

Diagram 3.13. PKH Membantu Pemenuhan Kebutuhan

Sumber : Hasil Penelitian 2017

E. Perubahan Prilaku KPM PKH

Pada awalnya Program Keluarga Harapan didesain sebagai bantuan tunai bersyarat yaitu bantuan akan diberikan jika penerima manfaat memenuhi persyaratan tertentu, dalam hal ini KPM PKH diwajibkan untuk memeriksakan kesehatan pada fasilitas kesehatan yang ada maupun kehadiran anak-anak KPM PKH pada fasilitas pendidikan. Diharapkan dengan adanya persyaratan tersebut KPM PKH akan terbiasa pada kegiatan-kegiatan yang mendukung perbaikan kualitas sumber daya manusia.

Pada komponen kesehatan PKH mewajibkan KPM PKH untuk memeriksakan kesehatan ibu hamil/menyusui dan anak balita pada fasilitas kesehatan yang ada. Fasilitas kesehatan tersebut dapat berupa Posyandu, Polindes, Bidan ataupun Puskesmas yang relatif mudah dijangkau oleh KPM PKH.

54 Penelitian Tahun 2017

Diagram 3.14 Rutinitas Kunjungan Pemeriksaan Ibu hamil/menyusui Pada Fasilitas Kesehatan

Sumber : Hasil Penelitian 2017

Berdasarkan diagram 3.14 diketahui bahwa sebanyak 53 persen Ibu hamil/menyusui rutin memeriksakan kesehatan pada fasilitas kesehatan dan sebanyak 16 persen yang selalu memeriksakan kesehatan. Namun masih sangat disesalkan terdapat 3 persen KPM PKH yang sama sekali tidak memeriksakan kesehatan dan 3 persen yang KPM PKH yang jarang memeriksakan kesehatan sehingga diperlukan intervensi dari pendamping PKH untuk memberikan penyadaran akan pentingnya pemeriksaan kesehatan.

Pemeriksaan kesehatan balita baik berupa imunisasi dan pemberian makanan tambahan pada kegiatan Posyandu sebanyak 44 persen KPM PKH rutin memeriksakan kesehatan balita dan sebanyak 28 persen KPM PKH selalu memeriksakan kesehatan balita.

55Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

Diagram 3.15 Rutinitas Pemeriksaan Kesehatan Anak Balita

Sumber : Hasil Penelitian 2017

Namun masih sangat disesalkan terdapat 3 persen KPM PKH yang sama sekali tidak memeriksakan kesehatan balitanya dan 3 persen yang KPM PKH yang jarang memeriksakan kesehatan balitanya dan terdapat 8 persen KPM PKH yang kadang-kadang memeriksakan kesehatan balitanya.

Pada kasus KPM PKH yang tidak sama sekali, jarang dan kadang-kadang memeriksakan kesehatan tersebut semestinya mekanisme PKH sebagai bantuan tunai bersyarat memberikan sanksi pemotongan terhadap KPM PKH yang tidak memenuhi komitmen. Namun kebijakan tersebut dirubah bukan dipotong akan tetapi cuma ditunda pembayaran, pada penyaluran bantuan sosial tahap berikutnya.

Pada komitmen pendidikan, anak KPM PKH diwajibkan untuk selalu hadir di sekolah minimal 85 persen dari hari efektif sekolah. Salah satu kendala kehadiran anak KPM PKH disekolah adalah akses anak sekolah. Akses ke sekolah tersebut terkait dengan ketersedian

56 Penelitian Tahun 2017

sekolah di lingkungan sekitar KPM PKH dan juga alat transportasi ke sekolah. Berdasarkan diagram 3.16 akses ke sekolah anak KPM PKH menyatakan bahwa sebanyak 60 persen menyatakan sekolah mudah dijangkau bahkan sebanyak 19, 33 persen menyatakan sangat mudah dijangkau.

Diagram 3.16 Akses Ke sekolah Anak KPM PKH

Sumber : Hasil Penelitian 2017

Akses ke sekolah bagi anak KPM PKH yang sulit dijangkau terdapat di Kabupaten Ogan Ilir yaitu sebanyak 20 persen. Kesulitan menjangkau sekolah tersebut bukan disebabkan karena ketersediaan sekolah di lingkungan ataupun jarak yang jauh dari rumah ke sekolah akan tetapi disebabkan untuk menjangkau sekolah dari rumah memerlukan biaya untuk ojek atau bentor karena tidak ada rute transportasi umum menuju ke sekolah.

Secara nasional, akses anak KPM PKH ke sekolah terbanyak menggunakan motor sebanyak 41,67 persen, jalan kaki sebanyak 33,33 persen dan angkutan umum. Banyaknya anak KPM PKH menggunakan motor untuk menjangkau ke sekolah karena alat transportasi ini lebih mudah untuk menjangkau sekolah yang relatif

57Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

jauh dan tidak ada angkutan umum. Motor yang digunakan anak KPM ke sekolah ada yang dibawa sendiri oleh anaknya (Jika sudah SMA), diantar oleh orang tua/saudara maupun diantar ojeg. Menurut KPM PKH kepemilikan motor bukan merupakan suatu barang mewah akan tetapi merupakan kebutuhan. Untuk mendapatkan motor selain didapatkan dengan cara tunai, KPM PKH juga dapat memanfaatkan kredit pembiayaan kepemilikan motor.

Diagram 3.17 Keinginan untuk Menyekolahkan anak ke jenjang Lebih tinggi

Sumber : Hasil Penelitian 2017

Bonowo Tokoh Masyarakat

PKH banyak manfaatnya, terutama dalam menunjang fasilitas pendidikan dan kesehatan KPM. Sebelumnya, warga hanya mampu sampai tamat SD, sekarang sudah meningkat sampai jenjang SMA. Biaya kesehatan yang dulu mahal, kini ada BPJS, sementara PKH membawa orang ke faskes, dengan dukungan pendamping.

58 Penelitian Tahun 2017

Ibu mempunyai peran yang sangat penting untuk menyiapkan masa depan anaknya. Secara nasional sebanyak 88,67 persen ibu KPM PKH menyiapkan anaknya untuk berangkat ke sekolah. Penyiapan anak ke sekolah oleh ibu meliputi penyiapan pakaian ke sekolah, makanan, peralatan sekolah maupun antar jemput anaknya ke sekolah. Semangatnya ibu KPM PKH menyiapkan segala keperluan sekolah anaknya tidak terlepas dari keinginan ibu KPM PKH untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang lebih tinggi sebanyak 95,3 persen terdiri 82 persen sangat ingin dan 13.30 persen ingin menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan lebih tinggi.

Martono (Pendamping PKH)

Wilayah dampingannya adalah wilayah tersulit untuk kabupaten Sleman, mengingat wilayah kecamatan ini berada di daerah terpinggir dan sebagian pegunungan yang sulit dijangkau kendaraan. Di beberapa dusun, hanya bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Saya mempunyai dampingan sebanyak 670 KPM. PKH sangat bermanfaat seperti: dulu banyak anak putus sekolah, tetapi sekarang APS sudah menurun. Dulu rata-rata hanya sampai SMP, sekarang sudah sampai SMA. Angka kematian balita menurun dalam 5 tahun terakhir. Dalam PKH ada unsur edukasi dan motivasi dan Angka kehadiran anak di sekolah bagus.

Sikap positif dan optimis KPM PKH tidak terlepas dari intervensi PKH. KPM PKH yakin bahwa melalui pendidikan dapat merubah nasib anak mereka jauh lebih baik daripada nasib mereka. KPM PKH merasa tidak kuatir masalah pembiayaan apabila anak mereka pintar dan rajin ke sekolah, karena banyak jenis bantuan pemerintah yang meringankan pengeluaran KPM PKH untuk

59Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

pembiayaan pendidikan mulai dari sekolah gratis, bantuan PKH, Indonesia Pintar bahkan sampai dengan kuliah dapat dibiayai melalui program Bidik Misi.

Selain sikap positif berupa pemeriksaan kesehatan ibu hamil/balita dan kehadiran anak di sekolah, PKH juga mendorong KPM PKH untuk aktif pada kegiatan kemasyarakatan di lingkungan sekitar maupun pada pertemuan rutin kelompok KPM PKH.

Diagram 3.18 Kehadiran KPM PKH Pada Pertemuan Warga

Sumber : Hasil Penelitian 2017

Secara nasional sebanyak 33 persen selalu hadir pada pertemuan warga dan sebanyak 60 persen rutin hadir pada pertemuan warga dan hanya sebanyak 6 persen yang jarang pada pertemuan warga. KPM PKH yang jarang hadir pada pertemuan warga ada di Kota Kendari (16 persen), Kabupaten Ogan Ilir (8 persen) dan Kota Batam (8 persen).

60 Penelitian Tahun 2017

Diagram 3.19. Kehadiran KPM PKH Pada Pertemuan Rutin Kelompok

Sumber : Hasil Penelitian 2017

Sedangkan pada kehadiran KPM PKH pada pertemuan rutin kelompok sebanyak 26 persen selalu hadir dan sebanyak 68 persen rutin hadir pada pertemuan kelompok, hanya 5 persen saja yang kadang-kadang hadir pada pertemuan kelompok. KPM PKH yang jarang hadir pada pertemuan kelompok terdapat pada Kabupaten Ogan Ilir, Kota Batam dan Kabupaten Lombok Tengah. Kota Batam dan Kabupaten Lombok Tengah terbanyak yang jarang hadir pada pertemuan kelompok yaitu sebanyak 12 persen sedangkan di Kabupaten Ogan Ilir sebanyak 6 persen.

Pendamping PKH Pemulutan:

Pertemuan kelompok kadang sebulan sekali tapi kalo musin nanam padi sepi, semua belum FDS, dibikin arisan cuma 5000, supaya mereka saling kenal, yasinan. Supaya yang tidak ikut PKH tidak ada kecembururan karena pertemuan yasinan. Daerah pemulutan, wc jarang, kadang rumah warisan, pencarian tidak tetap bersawah setahun sekali, beras punya sendiri, kalau lagi bagus. Sama dengan kondisi yang tidak

61Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

terima PKH. Senang ada penambahan, yang ngoceh-ngoceh belum dapat akhirnya dapat juga tahun depan. Pencairan kan hanya 3 bulan sekali, waktu belum cair KPM hutang dulu untuk keperluan anak sekolah, bisanya ke sekolah.

Pendamping PKH Lombok Tengah

Kewajiban KPM dalam pertemuan kelompok adalah inisiatif pendamping. FDS, diikuti oleh anak dan ibu, suami juga kadang-kadang juga ikut. Suami yang hadir posisinya hanya pengganti karena istrinya berhalangan hadir, itupun bersifat pasif. Kehadiran FDS dalam pertumuan kelompok adalah 90%.

KPM PKH selain mendapatkan bantuan sosial menerima juga program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan lainnya. PKH sebagai program perlindungan sosial yang berfokus pada perbaikan kualitas hidup dasar masyarakat miskin tujuan tersebut tidak akan tercapai jika tidak komplementaritas dan sinergi program. Seharusnya semua KPM PKH mendapatkan Rastra, Program Indonesia Pintar dan JKN.

Diagram 3. 20. Keikutsertaan KPM PKH pada Program Perlindungan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Lainnya

Sumber : Hasil Penelitian 2017

62 Penelitian Tahun 2017

Namun kenyataannya, secara nasional KPM PKH paling banyak mendapatkan program JKN (73,33 persen), Rastra (71,33 persen) dan PIP (63,33 persen).

Pendamping PKH :

KPM PKH dapat program kartu pintar KIP, BPJS JKN KIS, rastra/raskin. Di kecamatan Indralaya, 2 bulan sekali dapat 2 karung. 1 karung 15 kilo harga tebus, kalau jauh 40 ribu atau 35 ribu tergantung besar biaya ongkos angkut pake bentor. Ada beberapa desa bagi rata atas kesepakatan kades, dikumpulkan masyarakat yang dapat ..ditanya dulu..ikhlas gak 15 kilo dibagi 2. Ada beberapa desa seperti Sudimampir bagi rata, Tanjung Gelam bagi rata. Sebagian besar KPM PKH dapat rastra. Kartu BPJS/KIS dipegang KPM.

KPM juga dapat kartu pintar, kadang terlambat kasih ke sekolah, lapor ke pusat ke BRI ada nama dapat dicairkan. Pihak yang sekolah tidak urus maka tidak cair, Kemsos bagi kartu ke kades lalu ke masyarakat, penerima melapor ke sekolah, sekolah koordinasi ke Diknas.

Distribusi kartu dari Kemsos ke BPJS PBI melalui JNE, sampai kecamatan..TKSK bagi ke desa-desa kades dan kudus bagi ke masyarakat. Ada juga yang tidak tepat sasaran nama dan alamat tidak sesuai dengan KK. Kartu dikembalikan, ada juga tidak ditemukan alamat. Kartu pintar, anak sudah punya anak lagi, baru keluar kartunya, misalnya sudah 4 tahun lalu, tidak berguna lagi. Ada juga yang dapat double…pertama dibagi, berikutnya dibagi ada juga namanya.

63Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

Berdasarkan diagram 3.21 sebanyak 86 persen menyatakan nyaman sebagai KPM PKH dan 12 persen menyatakan sangat nyaman sebagai KPM PKH. Dengan demikian KPM PKH puas terhadap layanan dalam layanan PKH.

Diagram 3.21. Kenyamanan Sebagai KPM PKH

Sumber : Hasil Penelitian 2017

Sementara itu berdasarkan diagram 3.22 dari segi ketepatan sebagai KPM PKH sebanyak 31,67 persen menyatakan bahwa mereka tepat sebagai KPM PKH sedangkan sebanyak 68,33 persen menyatakan sangat tepat sebagai KPM PKH.

Meskipun KPM PKH merasa tepat menerima bantuan sosial PKH, namun hal tersebut menimbulkan kecemburuan bagi warga yang tidak terdaftar menjadi peserta PKH akan tetapi kondisi sosial ekonomi hampir sama dengan KPM PKH.

64 Penelitian Tahun 2017

Diagram 3.22. Ketepatan Sebagai KPM PKH

Sumber : Hasil Penelitian 2017

Sri Wijayati (Kader Desa)

Ada kecemburuan dari yang tidak menerima PKH, Saran: yang mendapatkan PKH jangan pamer.

Retno (Pendamping PKH)

Melihat adanya kecemburuan sosial dari orang di luar penerima PKH; tetapi di sisi lain ada KPM yang sudah meningkat soseknya dan mau mundur. KPM ini merasa ada orang lain yag lebih layak sebagai penerima PKH. Ada KPM yang sudah mengundurkan diri karena sudah meningkat kondisi soseknya. KPM kohor 2008 adalah benar-benar RTSM, tetapi yang kohor 2016 kondisi soseknya lebih bagus juga masih menerima PKH

Oleh karena itu kepala dinas sosial Sleman menyarankan agar kembali kepada konsep awal sasaran PKH yaitu Rumah Tangga Sangat Miskin.

65Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

Kadinsos Sleman

Bantuan tidak identik dengan jaminan. Sehingga kembali kepada sasaran awal PKH malah lebih tepat.

F. Faktor-Faktor Mempengaruhi Pemanfaatan Bantuan Sosial PKH

Ada berbagai faktor yang diidentifikasi mempengaruhi pemanfataan bantuan sosial PKH oleh KPM antara lain: pemegang, pengambilan keputusan pemanfaatan, ketepatan waktu dan mekanisme penyaluran bantuan sosial.

Bantuan sosial PKH disalurkan melalui ibu/istri, 99 persen bantuan sosial tersebut tetap dipegang oleh ibu/istri untuk dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Namun dalam pengambilan keputusan pemanfaatan bantuan sosial tidak sepenuhnya dipegang istri akan tetapi keputusan pemanfaatan bantuan sosial tersebut juga diambil melalui musyawarah keluarga. Secara nasional sebanyak 11,33 persen pemanfaatan bantuan sosial diambil melalui musyawarah keluarga. Musyawarah keluarga dalam menentukan keputusan pemanfaatan bantuan sosial paling banyak dilakukan oleh KPM PKH di Kabupaten Lombok Tengah (36 persen) dan Kabupaten Sleman (28 persen). Selain ibu/istri, pendamping PKH juga berperan dalam mengarahkan KPM PKH untuk memanfaatkan bantuan sosial PKH. Secara nasional sebanyak 82,67 persen menyatakan bahwa pendamping PKH mengarahkan KPM PKH untuk pemenuhan kebutuhan keluarga dalam rangka peningkatan kualitas hidup.

Sejalan dengan temuan tersebut, hasil FGD di Batam menunjukkan bahwa sesungguhnya semua KPM tetap mendengarkan masukan atau arahan dari pendamping dan atau anggota keluarga dalam forum musyawarah keluarga dan pertemuan kelompok, namun pada hakekatnya keputusan akhir

66 Penelitian Tahun 2017

ada pada ibu-ibu KPM. Hal yang sama terjadi di Lombok Tengah walaupun nuansa persetujuan dari suami lebih dominan. Terkait hal ini seorang peserta FGD mengatakan :

“Yah…, kita kasih tau suami, tapi pas belanjanya kan kita yang lebih tau. Mana yang mendesak atau tidak. Tapi pesan suami tetap diperhatikan pak, walaupun kadang pelaksanaannya kita tunda dulu, begitu pak”.

Sementara itu peran pendamping sebagai ujung tombak program mengalami pergeseran pasca perubahan penyaluran dari PT Pos ke ATM. Saat ini pendamping sulit mengontrol pencairan uang bantuan PKH karena KPM bisa jadi pergi diam-diam ke ATM mengambil uangnya.

Pada satu sisi, hal ini bisa jadi menggiring KPM lebih mandiri dan secara perlahan mendidik KPM dalam mengakses sistem perbankan walaupun hal itu masih butuh waktu. Namun di sisi lain sedikit menyulitkan pendamping dalam melakukan monitoring terhadap KPM. Bahkan pendamping mengaku bahwa dalam banyak kasus, saat ini KPM menghubungi pendamping hanya kalau uang belum ditansfer.

Diagram 3.23. Pengambilan Keputusan Pemanfaatan Bantuan Sosial PKH

Sumber : Hasil Penelitian 2017

67Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

Penyaluran bantuan sosial PKH dilaksanakan 4 tahap dalam setahun. Secara nasional sebanyak 81 persen periode penyaluran 4 tahap dianggap sudah tepat (57 persen) dan sangat tepat (24 persen). Periode penyaluran kadang-kadang tepat dirasakan oleh KPM PKH di Kota Kendari (16 persen) dan Kabupaten Lombok Tengah (24 persen).

Diagram 3.24. Ketepatan waktu Penyaluran Bantuan Sosial PKH

Sumber : Hasil Penelitian 2017

Ketepatan waktu penyaluran bantuan tersebut ternyata cukup berpengaruh terhadap pemanfaatan bantuan sosial, sebanyak 46 persen KPM menyatakan ketepatan waktu penyaluran bantuan sosial berpengaruh terhadap pemanfaatan bantuan sosial bahkan 17 persen KPM menyatakan ketepatan waktu penyaluran sangat mempengaruhi pemanfaatan bantuan sosial tersebut.

Menurut pendamping pada awalnya bantuan perkomponen, yang dipergunakan oleh KPM untuk memenuhi kebutuhan pendidikan dan kesehatan anak-anaknya, dan tidak diperkenankan untuk membeli pulsa atau kebutuhan yang lainnya. Kasus di Kabupaten Lombok Tengah, karena bantuan yang diterima pertiga bulan sekali, untuk mencukupi kebutuhan terpaksa kas bon

68 Penelitian Tahun 2017

dahulu setelah dana cair baru dibayar. (seperti untuk memenuhi kebutuhan: seragam: sepatu, baju, tas sekolah dan buku tulis, pensil/bolpoin)

Diagram 3.25. Ketepatan periode Penyaluran Pengaruhi Pemanfaatan

Sumber : Hasil Penelitian 2017

Diagram 3.26. Kenyamanan Mekanisme penyaluran Bantuan Sosial PKH

Sumber : Hasil Penelitian 2017

Mekanisme penyaluran dianggap mempengaruhi pemanfaatan bantuan sosial PKH. Sejak tahun 2016, penyaluran bantuan sosial PKH sudah menggunakan bank sebagai lembaga penyalur dan

69Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

KPM PKH menerima bantuannya melalui atm atau penyaluran komunitas melalui agen-agen bank. Secara nasional sebanyak 76 persen KPM PKH merasa nyaman dengan penyaluran non tunai. Di Kota Batam (100 persen), Kabupaten Ogan Ilir (94 persen) dan Kabupaten Lombok Tengah (82 persen) merupakan kabupaten/kota yang paling nyaman penyaluaran bantuan sosial melalui bank/non tunai. Sedangkan Kabupaten Sleman (46 persen) dan Kota Kendari lebih nyaman penyaluran bantuan sosial PKH melalui tunai lewat kantor pos.

Selain itu, dengan proses non tunai memudahkan mengontrol, memantau pencairan dananya. Dokumen yang harus dibawa oleh penerima PKH yakni membawa asli dan fotocopy identitas (KTP)/KK/surat keterangan dari aparat pemerintah setempat. Lalu membawa AR-01, FR-02, surat kuasa pemblokiran dan pendebetan rekening, kartu PKH dan surat keterangan penerima PKH dari Kemensos,“Non tunai memang merepotkan tapi paling tidak memberikan keamanan dan kenyamanan penerima,” ungkapnya.

Dalam kenyamanan pembayaran bantuan PKH, kalau sudah melek ATM (terutama mantan TKW) dalam penarikan bisa mandiri, tetapi yang belum menjadi rentan kejahatan sehingga perlu pendampingan dalam menarikan pencairan ke ATM. Sehingga ada yang dibebani biaya admistrasi. Mekanisme pendampingan terkait penarikan pencairan di ATM, secara implisit tidak ada, tapi hal ini merupakan kewajiban pendamping untuk mendapingi KPM untuk penarikan ke ATM. Intinya penarikan secara mandiri hanya 25 persen, selebihnya minta bantuan kepada orang lain. Solusi dari BRI dengan mengirim agen-agen briling (yang dapat menimbulkan masalah) karena ada pungutan-pungutan. KPM, menganggap lebih baik melalui agen dari pada pergi sendiri karena harus menggunakan jasa ojek yang memakan anggaran lebih banyak.

70 Penelitian Tahun 2017

Ketidaknyamanan penyaluran bantuan sosial tersebut disebabkan masih terbatasnya dan tidak adanya bank/atm yang dekat dengan tempat tinggal KPM PKH.

Diagram 3.27. Pengaruh penyaluran Non tunai terhadap Pemanfaatan Bantuan Sosial PKH

Sumber : Hasil Penelitian 2017

Berdasarkan diagram 3.27 penyaluran bantuan sosial PKH melalui non tunai bukan faktor berpengaruh terhadap pemanfaatan bantuan sosial PKH karena antara yang menjawab berpengaruh dan tidak berpengaruh jawaban hampir seimbang yaitu sebanyak 38,67 persen menyatakan tidak berpengaruh sedangkan sebanyak 32,33 persen menyatakan berpengaruh terhadap penyaluran bantuan sosial PKH.

71Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

IVBabANALISA PENELITIAN

A. Pemenuhan Kebutuhan KPM PKH

KPM PKH sebagian besar merupakan masih tergolong keluarga masih produktif dengan kisaran umur antara 31-50 tahun sebanyak 85 persen. Banyaknya KPM PKH masih tergolong keluarga produktif terkait dengan persyaratan sebagai KPM PKH yaitu mempunyai ibu hamil nifas, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolah dan wajib memeriksakan kesehatan ibu hamil nifas, anak balita pada layanan kesehatan serta menyekolahkan anak usia sekolah pada layanan pendidikan.

Rendahnya pendidikan KPM PKH tercermin pada pendidikan Ibu istri KPM PKH yaitu sebanyak 11 persen tidak tamat SD, 41 persen Tamat SD dan 21 persen Tamat SLTP. Padahal dengan bekal pendidikan relatif tinggi akan memudahkan KPM untuk mendapatkan penghasilan yang layak untuk kemanusiaan dan paling tidak dengan pendidikan yang relatif tinggi, ibu istri akan dapat mendidik anak-anaknya untuk kehidupan lebih baik dari kondisi keluarganya saat ini.

Rendahnya pendidikan KPM PKH menyebabkan pencari nafkah utama bekerja sebagai pekerja sektor informal baik sebagai buruh (38 persen), dagang (12 persen), wiraswasta (12 persen). Bekerja pada sektor informal tersebut menyebabkan kondisi KPM PKH sangat rentan dan sulit untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Bekerja pada sektor informal ini merupakan pilihan terakhir KPM PKH daripada tidak mempunyai pekerjaan, mereka jalani kehidupan meskipun penghasilan mereka rendah. Rata-

72 Penelitian Tahun 2017

rata penghasilan keluarga sebesar Rp. 1.079.066,-/bulan untuk membiayai antara 4-5 jiwa/keluarga. Rendahnya penghasilan tersebut menyebabkan KPM PKH mencari pekerjaaan tambahan namun hanya sebanyak 13 persen KPM PKH yang mempunyai pekerjaan tambahan.

Pengeluran keluarga paling banyak untuk memenuhi kebutuhan biaya pendidikan (17,49), membeli beras (17,32 persen), ikan (5,22 persen), keperluan pesta dan upacara (4,60 persen), tembakau/rokok/sirih (4,44 persen) dan telur/susu (4,23 persen). Hasil penelitian hampir sama dengan hasil survey BPS pada bulan september 2017 yang menyatakan Beras memberi sumbangan sebesar 18,80 persen di perkotaan dan 24,52 persen di perdesaan terhadap garis kemiskinan. Dengan demikian persoalan kebutuhan makanan bagi keluarga KPM PKH masih persoalan kebutuhan makanan pokok yaitu beras. Beras merupakan kebutuhan makanan pokok dan untuk mendapatkannya KPM PKH harus membeli dan harus dipenuhi setiap hari. Hanya sedikit sekali KPM PKH mendapatkan beras dengan cara tidak membeli yaitu dengan cara menanam sendiri, dikasih keluarga ataupun memanfaatkan bantuan pemerintah melalui Beras Sejahtera (Rastra). Pola konsumsi dengan prioritas beras, KPM PKH makan hanya untuk kenyang dan menahan lapar serta untuk energi untuk aktivitas dan apabila dilihat dari prioritas konsumsi makanan berikutnya yaitu bumbu-bumbuan dan minyak lemak juga merupakan pola konsumsi kurang sehat.

Namun berbeda untuk untuk biaya pendidikan Susenas BPS menyatakan sumbangan pendidikan untuk garis kemiskinan perkotaan sebesar 2,14 persen dan garis kemiskinan perdesaan 1,24 persen maka penelitian ini menemukan angka yang lebih besar 17,49 persen. Biaya pendidikan merupakan beban pengeluaran terbesar bagi KPM PKH dan beban pengeluaran terbesar pada biaya

73Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

pendidikan KPM PKH mengindikasikan kesadaran KPM PKH akan pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya. KPM PKH menyadari meskipun biaya pendidikan bagi anak-anak mereka tinggi akan tetapi dengan pendidikan dapat merubah nasib anak mereka lebih baik dengan kondisi KPM PKH saat ini. Seiring dengan kemajuan teknologi informasi Jenis pengeluaran non makanan yang cukup menonjol dan sebagian besar KPM menyatakan merupakan kebutuhan mereka adalah biaya komunikasi berupa HP, pulsa dan paket data internet. Internet khususnya sosial media tidak asing lagi bagi KPM PKH.

Dengan demikian KPM PKH masih dalam perilaku ekonomi subsisten (Scott) yaitu usaha untuk membeli kebutuhan makanan pokok berupa beras yang cukup untuk keluarga, membeli barang kebutuhan lain berupa bumbuan, minyak dan lemak, pakaian serta memenuhi tagihan-tagihan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi dari pihak luar. Perilaku ekonomi subsisten adalah perilaku ekonomi yang hanya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan hidup paling minimal. Perilaku ini tidak lahir dengan sendirinya akan tetapi dibentuk oleh kondisi kehidupan, lingkungan alam dan sosial budaya yang menempatkan KPM PKH pada garis batas antara hidup dan mati, makan dan kelaparan.

Pengeluaran KPM PKH/bulan/keluarga sebesar Rp. 1.862.433 yang terdiri dari pengeluaran kebutuhan makanan sebesar Rp. 884.392,- dan pengeluaran kebutuhan non makanan sebesar Rp. 978.041,-. Sehingga jika dikaitkan dengan rata-rata penghasilan keluarga sebesar Rp. 1.079.066,- maka pengeluaran keluarga kurang Rp. 783.377,- dan keluarga khususnya ibu punya berbagai strategi untuk mengatur keuangan keluarga.

Kondisi mengatur keuangan keluarga menurut Scott merupakan upaya menyiasati, bukan mengubah kondisi dan tekanan yang datang

74 Penelitian Tahun 2017

dari lingkungan alam dan sosial melalui prinsip dan cara hidup yang berorientasi pada keselamatan, prinsip mengutamakan selamat dan menghindari resiko yang dapat menghancurkan hidupnya.

B. Pemanfaatan Bantuan Sosial PKH

Bantuan sosial PKH diberikan nominalnya flat/rata sebesar Rp. 1.890.000,-/tahun kecuali pada KPM PKH yang mempunyai Lansia 70+ dan penyandang disabilitas berat nominal bantuan sebesar Rp. 2.000.000,-/tahun. Bantuan sosial tersebut menurun nominalnya jika dibandingkan dengan nominal bantuan sosial PKH dengan menggunakan skema komponen sesuai dengan SK Menteri Sosial No. 294/HUK/2016 tanggal 13 Oktober 2016 dan tercantum pada Buku Pedoman Pelaksanaan PKH dengan besaran nominal antara Rp. 2.150.000,- sampai dengan Rp. 6.250.000,-. KPM PKH menerima pemerataan nominal tersebut meskipun dirasakan tidak adil bagi KPM PKH yang lama dan beban keluarganya relatif banyak khususnya untuk biaya anak sekolah.

Tidak protesnya KPM PKH, khususnya KPM lama terhadap bantuan sosial PKH yang diatur secara flat nominalnya karena menurut Scott pada etika subsisten KPM PKH tidak berada dalam kerangka memaksimalkan pencapaian hasil (keuntungan), melainkan diarahkan sebatas memenuhi kebutuhan subsisten. Adil dan merata dalam konteks ini menunjuk pada sebuah kondisi dimana setiap orang (warga desa) memiliki kesempatan yang sama atas sumber-sumber kehidupan, aspek pemerataan, sebatas yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan subsisten dan tuntutan dari luar dan aspek keadilan.

Penyaluran bantuan sosial PKH dilaksanakan bertahap sebanyak 4 tahap. Tahap 1, 2, 3 nominal bantuan sosial PKH sebesar Rp. 500.000,- sedangkan nominal bantuan sosial tahap 4 sebesar Rp. 390.000,- kecuali pada KPM PKH yang mempunyai Lansia

75Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

70+ dan penyandang disabilitas berat nominal bantuan sebesar Rp. 500.000,-. Namun penyaluran bantuan sosial PKH tersebut belum sesuai dengan jadwal yang ditentukan yaitu Maret, Juni, September dan Desember. Beberapa lokasi penelitian penyaluran bantuan sosial dilaksanakan pada bulan yang sama dan di Kota Kendari banyak KPM PKH belum mendapatkan bantuan sosial PKH.

Bantuan sosial PKH dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan KPM PKH baik itu kebutuhan makanan dan non makanan. Bantuan sosial PKH paling banyak dimanfaatkan untuk biaya pendidikan (38,64 persen), membeli beras (19,74 persen), pakaian, alas kaki dan tutup kepala (8,03 persen), biaya kesehatan (6,79 persen), ikan (4,85 persen), telur dan susu (4,67 persen). Dan hanya sebanyak 0,20 persen bantuan sosial PKH digunakan untuk membeli rokok, dengan demikian temuan penelitian Togiaratua,dkk (2016) yang menyatakan KPM PKH menggunakan bantuan sosial PKH untuk membeli rokok hanya bersifat kasuistik dan tidak bisa digeneralisasi.

Bantuan sosial PKH yang oleh penyelenggara program diarahkan untuk bantuan akses pendidikan dan kesehatan, ternyata digunakan untuk membeli beras dan makanan lainnya. Hal ini tidak dapat disalahkan mengingat penyelenggara program tidak menjelaskan secara eksplisit penggunaan bantuan dimaksud. Hanya saja jika mau konsisten untuk mengakses layanan pendidikan dan kesehatan, maka alokasi bantuan tersebut dipastikan sudah berkurang walau sesungguhnya pemenuhan kebutuhan beras dan makanan lainnya juga untuk mendukung kesehatan, bahkan untuk bertahan hidup. Akan tetapi benarkah demikian harapan penyelenggara program. Sementara itu, pemenuhan uang bantuan PKH untuk kebutuhan pendidikan sebagaimana terlihat dalam diagram 3.11 mencapai 76 persen, biaya kesehatan 23 persen.

76 Penelitian Tahun 2017

Ini berarti penggunaan bantuan ini belum optimal sebagaimana diharapkan oleh penyelenggara program.

Ketidaktegasan dalam pemanfaatan bantuan sosial KPM PKH sehingga tidak diatur dalam pedoman pelaksanaan PKH, pada sisi pembedaan program perlindungan sosial dan penanggulangan kemiskinan menyebabkan PKH menjadi kurang berbeda dengan program lain. Karena untuk bantuan pangan sendiri sudah ada program bantuan pangan non tunai atau beras sejahtera (Rastra), untuk pendidikan ada program indonesia pintar sedangkan untuk kesehatan ada program indonesia sehat/PBI JKN.

Selama ini ciri khasnya PKH adalah bantuan tunai bersyarat, dimana syaratnya KPM PKH harus memeriksakan kesehatan dan anaknya wajib hadir sekolah dan jika tidak memenuhi komitmen tersebut maka dikenai sanksi pemotongan bantuannya. Akan tetapi sanksi pemotongan bantuan tersebut dirubah hanya dengan menunda pembayarannya pada penyaluran tahap berikutnya. Sanksi ini tidak terlalu efektif dan KPM PKH menganggap ini sebatas tabungan dan bisa diambil pada tahap berikutnya.

Secara nasional sebanyak 50,33 persen KPM PKH mengaku bahwa kebutuhan hidup mereka kadang-kadang terpenuhi dan kadang-kadang tidak terpenuhi. Bahkan lebih tragis, sebanyak 10,33 persen merasa sangat tidak terpenuhi dan 30,33 persen merasa kebutuhan tidak terpenuhi. Khusus untuk kota Batam sebanyak 44 persen KPM merasa kebutuhan hidup sehari-hari mereka sangat tidak terpenuhi. Perasaan tidak terpenuhi tersebut muncul seiring dengan sulitnya perekonomian di Kota Batam sehubungan dengan banyaknya pabrik/perusahaan yang tutup dan mem-PHK karyawannya. Efek domino kondisi makro ekonomi ini berpengaruh langsung ke ekonomi KPM. Hanya sedikit sekali KPM PKH merasa kebutuhan hidupnya terpenuhi

77Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

(8 persen) dan sebanyak 3 persen merasa kebutuhannya sangat terpenuhi.

Secara nasional bantuan sosial PKH dirasakan membantu 31 persen dan sangat membantu 43 persen sehingga secara nasional sebanyak 74 persen KPM PKH merasa terbantu dengan adanya bantuan sosial PKH. Hanya 1,67 persen merasa PKH sangat tidak membantu. Di Kota Batam sebanyak 54 persen (10 persen sangat tidak membantu dan 44 persen tidak membantu) merasa bantuan sosial PKH tidak membantu pemenuhan kebutuhan keluarganya. Perasaan tidak terbantu dengan bantuan sosial PKH tersebut disebabkan nominal bantuan sosial PKH relatif kecil apabila dibandingkan kebutuhan hidup sehari-hari. Selain perbandingan dengan kebutuhan hidup sehari-hari rasa terbantu dengan bantuan sosial PKH terkait dengan rasa syukur. Hal tersebut terlihat di Kabupaten Sleman yang menyatakan sebanyak 36 persen bantuan sosial PKH membantu dan 60 persen menyatakan bantuan sosial PKH sangat membantu KPM PKH dalam pemenuhan kebutuhan keluarga, khususnya untuk biaya pendidikan anak-anak.

Sebagian besar KPM PKH merasa nyaman dan tepat menerima bantuan sosial PKH. Pada sisi pelayanan publik dengan rasa nyamannya KPM PKH menerima bantuan sosial PKH menandakan bahwa KPM PKH puas dengan PKH akan tetapi di sisi lain KPM PKH sangat tergantung bantuan sosial PKH. KPM PKH mempunyai pandangan bahwa bantuan sosial PKH tersebut merupakan hak mereka, kapan lagi mereka dibantu oleh pemerintah dan nominal bantuan tersebut sangat kecil sekali dibanding dengan kebutuhan hidup sehari-hari KPM PKH.

Upaya untuk mengatasi kecilnya nominal bantuan sosial PKH tersebut apabila dibandingkan dengan kebutuhan hidup sehari-hari dan upaya pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan

78 Penelitian Tahun 2017

maka PKH diharapkan bersinergi dan komplementaritas dengan program lain. Namun kenyataanya tidak semua KPM PKH menerima Rastra/BPNT, Program PBI JKN dan Program Indonesia Pintar yang secara kebijakan KPM PKH wajib menerima program tersebut. Gambaran ini mengindikasikan masih rendahnya implementasi komplementaritas PKH. Hal ini sekaligus memperkuat temuan penelitian Nainggolan (2017) akan pentingnya integrasi program perlindungan sosial dengan menjadikan PKH sebagai pintu masuk.

C. Faktor-Faktor Mempengaruhi Pemanfaatan Bantuan Sosial

Ada berbagai faktor yang diidentifikasi mempengaruhi pemanfataan bantuan sosial PKH oleh KPM antara lain: pemegang, pengambilan keputusan pemanfaatan, pendamping PKH, periode dan mekanisme penyaluran bantuan sosial.

Bantuan sosial PKH disalurkan melalui ibu/istri, 99 persen bantuan sosial tersebut tetap dipegang oleh ibu/istri untuk dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Kebijakan bantuan sosial disalurkan melalui ibu istri sudah tepat karena ibu/istri tahu persis kebutuhan keluarga dan mengatur perekonomian keluarga dan ibu/istri sebagai pemegang bantuan sosial sangat berpengaruh terhadap pemanfaatan bantuan sosial PKH.

Namun dalam pengambilan keputusan pemanfaatan bantuan sosial tidak sepenuhnya dipegang istri akan tetapi keputusan pemanfaatan bantuan sosial tersebut juga diambil melalui musyawarah keluarga.

Secara nasional sebanyak 11,33 persen pemanfaatan bantuan sosial diambil melalui musyawarah keluarga dan sebanyak 88,67 keputusan pemanfaatan bantuan sosial PKH diambil oleh Ibu/Istri. Musyawarah keluarga dalam menentukan keputusan pemanfaatan

79Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

bantuan sosial paling banyak dilakukan oleh KPM PKH di Kabupaten Lombok Tengah (36 persen) dan Kabupaten Sleman (28 persen). Dengan demikian pengambilan keputusan berpengaruh terhadap pemanfaatan bantuan sosial PKH.

Selain ibu/istri, pendamping PKH juga berperan dalam mengarahkan KPM PKH untuk memanfaatkan bantuan sosial PKH. Secara nasional sebanyak 82,67 persen menyatakan bahwa pendamping PKH mengarahkan KPM PKH untuk pemenuhan kebutuhan keluarga dalam rangka peningkatan kualitas hidup. Posisi pendamping sangat strategis. Oleh karena itu penguatan peran pendamping dalam family develoment session sangat diperlukan. Kegiatan admistrasi pendamping PKH pada saat penyaluran, sedikit berkurang karena penyaluran bantuan sosial lewat non tunai. Dengan demikian waktu pendamping akan lebih banyak mendampingi KPM PKH dalam upaya perbaikan kualitas hidup. Pendamping PKH mempengaruhi pemanfaatan bantuan sosial PKH

KPM PKH merasa periode penyaluran yang dilaksanakan 4 tahap dalam setahun sudah tepat, namun yang dikeluhkan KPM PKH penyaluran PKH tidak tepat sesuai dengan jadwal yang ditentukan, seringkali penyaluran bantuan sosial terlambat dengan jadwal yang ditentukan dan penyaluran beberapa tahap tersebut disalurkan pada bulan yang sama. Menurut KPM PKH dengan ketepatan periode penyaluran tersebut mempengaruhi pemanfaatan bantuan sosial tersebut.

Sebagian besar KPM PKH merasa nyaman bantuan sosial disalurkan secara non tunai menggunakan bank baik melalui atm maupun mitra dengan penyaluran komunitas. Karena selama ini perbankan bagi mereka merupakan hal yang mewah dan sulit dijangkau namun dengan penyaluran non tunai ini mereka menjadi terbiasa mengakses perbankan. Namun menurut KPM PKH

80 Penelitian Tahun 2017

penyaluran bantuan sosial PKH tidak mempengaruhi pemanfaatan bantuan sosial tersebut.

Dengan demikian faktor yang mempengaruhi pemanfaatan bantuan sosial PKH adalah pemegang, pengambilan keputusan pemanfaatan, pendamping PKH dan periode penyaluran sedangkan dan mekanisme penyaluran bantuan sosial melalui bantuan sosial non tunai tidak berpengaruh terhadap pemanfataan bantuan sosial PKH.

81Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

A. Kesimpulan

Hasil penelitian pemanfaatan bantuan sosial Program Keluarga Harapan sebagai berikut:

1. KPM PKH sebagian besar merupakan masih tergolong keluarga masih produktif dengan kisaran umur antara 31-50 tahun sebanyak 85 persen dengan pendidikan relatif rendah: tidak tamat SD 11 persen, SD 41 persen dan SLTP 21 persen. Pencari nafkah utama bekerja sebagai pekerja sektor informal baik sebagai buruh (38 persen), dagang (12 persen), wiraswasta (12 persen) dan hanya sebanyak 13 persen yang mempunyai pekerjaan tambahan. Rata-rata penghasilan keluarga sebesar Rp. 1.079.066,-/bulan untuk membiayai antara 4-5 jiwa/keluarga.

2. Kebutuhan keluarga terdiri dari kebutuhan makanan dan non makanan. Pengeluran keluarga paling banyak untuk memenuhi kebutuhan biaya pendidikan (17,49), membeli beras (17,32 persen), ikan (5,22 persen), keperluan pesta dan upacara (4,60 persen), tembakau/rokok/sirih (4,44 persen) dan telur/susu (4,23 persen).

3. Pengeluaran KPM PKH/bulan/keluarga sebesar Rp. 1.862.433 yang terdiri dari pengeluaran kebutuhan makanan sebesar Rp. 884.392,- dan pengeluaran kebutuhan non makanan sebesar Rp. 978.041,-. Sehingga jika dikaitkan dengan rata-rata penghasilan keluarga sebesar Rp. 1.079.066,- maka pengeluaran keluarga kurang Rp. 783.377,- dan keluarga khususnya ibu punya berbagai strategi untuk mengatur keuangan keluarga.

VBabPENUTUP

82 Penelitian Tahun 2017

4. KPM PKH masih dalam perilaku ekonomi subsisten (Scott) yaitu usaha untuk membeli kebutuhan makanan pokok berupa beras yang cukup untuk keluarga, membeli barang kebutuhan lain berupa bumbuan, minyak dan lemak, pakaian serta memenuhi tagihan-tagihan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi dari pihak luar. Prilaku ekonomi subsisten adalah prilaku ekonomi yang hanya diarahkan untuk memenuhi kebutuhan hidup paling minimal.

5. Bantuan sosial PKH diberikan nominalnya flat/rata sebesar Rp. 1.890.000,-/tahun kecuali pada KPM PKH yang mempunyai Lansia 70+ dan penyandang disabilitas berat nominal bantuan sebesar Rp. 2.000.000,-/tahun. Bantuan sosial tersebut menurun nominalnya jika dibandingkan dengan nominal bantuan sosial PKH dengan menggunakan skema komponen sesuai dengan SK Menteri Sosial No. 294/HUK/2016 tanggal 13 Oktober 2016 dan tercantum pada Buku Pedoman Pelaksanaan PKH dengan besaran nominal antara Rp. 2.150.000,- sampai dengan Rp. 6.250.000,-. KPM PKH menerima pemerataan nominal tersebut meskipun dirasakan tidak adil bagi KPM PKH yang lama dan beban keluarganya relatif banyak khususnya untuk biaya anak sekolah.

6. Penyaluran bantuan sosial PKH dilaksanakan bertahap sebanyak 4 tahap. Tahap 1, 2, 3 nominal bantuan sosial PKH sebesar Rp.500.000,- sedangkan nominal bantuan sosial tahap 4 sebesar Rp. 390.000,- kecuali pada KPM PKH yang mempunyai Lansia 70+ dan penyandang disabilitas berat nominal bantuan sebesar Rp.500.000,-. Namun penyaluran bantuan sosial PKH tersebut belum sesuai dengan jadwal yang ditentukan yaitu Maret, Juni, September dan Desember. Beberapa lokasi penelitian penyaluran bantuan sosial dilaksanakan pada bulan yang sama dan di Kota Kendari banyak KPM PKH belum mendapatkan bantuan sosial PKH.

7. Bantuan sosial PKH dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan KPM PKH baik itu kebutuhan makanan dan non makanan.

83Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

Bantuan sosial PKH paling banyak dimanfaatkan untuk biaya pendidikan (38,64 persen), membeli beras (19,74 persen), pakaian, alas kaki dan tutup kepala (8,03 persen), biaya kesehatan (6,79 persen), ikan (4,85 persen), telur dan susu (4,67 persen). Hanya sebanyak 0,20 persen bantuan sosial PKH digunakan untuk membeli rokok, dengan demikian temuan penelitian Togiaratua,dkk (2016) yang menyatakan KPM PKH menggunakan bantuan sosial PKH untuk membeli rokok hanya bersifat kasuistik dan tidak bisa digeneralisasi.

8. Bantuan sosial PKH dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan KPM PKH baik itu kebutuhan makanan dan non makanan. Pada jenis kebutuhan makanan sebanyak 60,7 persen KPM PKH menyatakan bahwa bahwa bantuan sosial digunakan untuk membeli beras. Selain untuk membeli beras, KPM PKH menyatakan bahwa bahwa bantuan sosial digunakan untuk membeli telur dan susu (37 persen), ikan (83,7 persen), minyak dan lemak (29,3 persen), dan sayur-sayuran (28,3 persen). Sedangkan pada jenis kebutuhan non makanan sebanyak (76 persen) KPM PKH menyatakan bahwa biaya pendidikan merupakan jenis pengeluaran non makanan yang memanfaatkan bantuan sosial PKH. Selain biaya pendidikan, (23 persen) KPM memanfaatkan bantuan sosialnya untuk biaya kesehatan, (21,3) persen perumahan, bahan bakar, penerangan dan air, (18 persen) untuk pakaian, alas kaki dan tutup kepala.

9. Manfaat PKH sangat dirasakan kehadiran anak sekolah meningkat, dan kehadiran bumil dan balita ke faskes meningkat.

10. Bantuan tidak identik dengan jaminan. Sehingga kembali kepada sasaran awal PKH malah lebih tepat.

11. Sistem verifikasi komitmen, pada saat pemberian melalui system tunai, verifikasi dilakukan sebelum pencairan. Sekarang, dengan sistem non tunai, maka verifikasi dilakukan setelah pencairan dan tidak dikenai sanksi pemotongan bantuan akan tetapi hanya penundaan penyaluran pada tahap berikutnya.

84 Penelitian Tahun 2017

12. Konsep PKH sudah berubah dari bantuan tunai bersyarat menjadi bantuan sosial non tunai, ditandai dengan tidak ada sanksi pemotongan bantuan sosial apabila tidak memenuhi komitmen melainkan hanya sanksi penundaan bantuan sosial. sebagai bantuan tunai bersyarat hanya jika tidak memenuhi komitmen selama 3 tahap berturut maka diberhentikan sebagai KPM PKH.

13. Faktor yang mempengaruhi pemanfaatan bantuan sosial PKH adalah pemegang, pengambilan keputusan pemanfaatan, pendamping PKH dan periode penyaluran sedangkan dan mekanisme penyaluran bantuan sosial melalui bantuan sosial non tunai tidak berpengaruh terhadap pemanfataan bantuan sosial PKH.

B. Rekomendasi

Penelitian cepat pemanfaatan bantuan sosial Program Keluarga Harapan merekomendasikan:

1. Daripada memperluas kepesertaan jumlah KPM PKH menjadi 10 juta KPM PKH tahun 2018 yang sasarannya bukan lagi Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) ataupun Keluarga Sangat Miskin (KSM) akan tetapi Keluarga Penerima Manfaat yang terdiri dari keluarga miskin dan rentan lebih baik ditingkatkan nominal bantuan sosialnya. Dengan peningkatan nominal bantuan sosial tersebut diharapkan dapat benar-benar mengentaskan keluarga sangat miskin tersebut dari perangkap kemiskinan.

2. Pada pedoman pelaksanaan perlu diperjelas pemanfaatan bantuan sosial PKH sehingga jelas pembeda PKH dengan program lain.

3. Penyaluran bantuan sosial PKH sebaiknya memperhatikan keberadaan bank,atm, lembaga penyalur yang ada diwilayah tersebut KPM.

4. Penguatan peran pendamping pada Family development Sesion dan pada saat penyaluran hanya sebatas penyelesaian masalah.

85Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

DAFTAR PUSTAKA

Bappenas. (2009). Laporan Akhir Evaluasi Program Perlindungan Sosial Program Keluarga Harapan: Deteksi Dini Dampak PKH Terhadap Kesehatan dan Pendidikan. Jakarta: Bappenas.

Bappenas. (2013). Background Study Persiapan Penyusunan RPJMN 2015-2019 Bidang Perlindungan dan Kesejahteraan Sosial.

Bappenas. (2014). Perlindungan Sosial di Indonesia : Tantangan dan Arah Kedepan.

Clifford Geertz. 1983. Involusi Pertanian: Proses Perubahan Ekologi di Indonesia. Jakarta: Bhratara Karya

Gunarsa, S. D. (2004). Dari anak sampai usia lanjut: bunga rampai psikologi anak. BPK Gunung Mulia.

Habibullah. (2011). Bantuan Tunai Bersyarat Pada Program Keluarga. Universitas Indonesia, Ilmu Kesejahteraan Sosial. Depok: Magister Ilmu Kesejahteraan Sosial.

Habibullah. (2011). Peran Pendamping Pada Program Keluarga Harapan di Kabupaten Karawang. Informasi: Kajian Permasalahan Sosial dan Usaha Kesejahteraan Sosial, 16(2), 101-116.

Habibullah, H. (2017). Perlindungan Sosial Komprehensif di Indonesia. Sosio Informa, 3(1).

Hermawati, I. (2012). Evaluasi Program Keluarga Harapan. Konferensi Hasi-Hasil Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial. Jakarta: Puslitbangkesos.

86 Penelitian Tahun 2017

Hikmat, H. &. (2006). Pedoman Analisis Kebijakan Sosial. Jakarta: Kementerian Sosial RI dan Universitas Indonesia.

Intan,B.(2013). Etika Subsistensi Moral Ekonomi Petani Pedesaaan https://brigidaintan.wordpress.com/2013/09/19/etika-subsistensi-moral-ekonomi-petani-pedesaan-j-c-scott/

James. C. Scott. 1977. The Moral Economy of the Peasant: Rebellion and Subsistence in Southeast Asia. London: Yale University Press. Terjemahan Hasan Basari. 1983. Moral ekonomi petani: pergolakan dan subsistensi di Asia Tenggara. Jakarta:LP3ES

Kementerian Sosial. (2015). Peraturan Menteri Sosial RI No. 27 tahun 2015 tentang Rencana Strategis Kementerian Sosial RI tahun 2015-2019.

Kementerian Sosial. (2015). Keputusan Menteri Sosial RI No. 24/HUK/2015 tentang Indeks dan Komponen Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan tahun 2015

Kementerian Sosial. (2015). Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial No.12 /LJS/09/2016 tentang Pedoman Umum Program Keluarga Harapan tahun 2015

Kementerian Sosial. (2017). Peraturan Menteri Sosial RI No. 10 tahun 2017 tentang Program Keluarga Harapan

Nainggolan, T. d. (2012). Tinjauan Tentang Pelaksanaan PKH di Indonesia (Studi Tentang Dampak PKH pada RTSM di 7 Provinsi). Jakarta: P3KS Press.

Nugroho, R. (2008). Public Policy. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Republik Indonesia. (1974). Undang-Undang No. 1 tahun 1974

87Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

tentang Perkawinan. Jakarta: Republik Indonesia

Republik Indonesia. (1992). Undang-Undang No. 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. Jakarta: Republik Indonesia

Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang No. 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan Keluarga. Jakarta: Republik Indonesia.

Republik Indonesia. (2012). Undang-Undang No. 18 tahun 2012 tentang Pangan. Jakarta: Republik Indonesia

Sugiyono. (2010). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta .

Suharto, Edi. (editor).(2004). Isu-isu tematik pembangunan sosial: Konsepsi dan strategi. Jakarta: Balatbangsos Departemen Sosial RI.

Suharto, Edi. (2007). Kebijakan sosial sebagai kebijakan publik., Bandung:Alfabeta

Suharto, E. (2009). Kemiskinan dan Perlindungan sosial di Indonesia. Bandung: Alfabeta.

Sumarto, M. (2014) Perlindungan Sosial dan Klientelisme. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Situmorang, H. C. (2013). Reformasi Jaminan Sosial di Indonesia. Depok: CINTA Indonesia.

The World Bank. (2015). Ketimpangan yang Semakin Melebar. Jakarta: The World Bank.INDEKS

88 Penelitian Tahun 2017

SEKILAS PENULIS

Habibullah, Peneliti Madya Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial Kementerian   Sosial RI, dengan kepakaran Kebijakan Sosial. Lahir pada tanggal 16 Juni 1979 di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Lulusan dari  Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan dulu dikenal dengan Ilmu Sosiatri Fisipol Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 2003 dan Program Magister Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Peminatan Perencanaan dan Evaluasi Pembangunan FISIP Universitas Indonesia tahun 2011. 

Beberapa penelitian yang dilaksanakan antara lain: 1) Pendampingan Sosial Bagi Calon Pekerja Migran dan Keluarganya di Daerah Asal (2008); 2) Evaluasi Program Jaminan Kesejahteraan Sosial: Asuransi Kesejahteraan Sosial (2009); 3) Kreteria Fakir Miskin (2011); 4) Lembaga Pelayanan Kesejahteraan Sosial Pemerintah Daerah di Era Otonomi Daerah (2012); 5) Bantuan Stimulan Pemulihan Sosial (2012); 6). Pencapaian Indikator Kinerja Utama Kementerian Sosial (2013,2014); 7) Studi Kebijakan Pendamping Program Keluarga Harapan; 8) Survey Kesejahteraan Sosial Dasar 2015; 9) Pemetaan SDM Kesejahteraan Sosial. Sejak tahun 2014 terlibat aktif pada kegiatan Analisis kebijakan yang diselenggarakan Biro Perencanaan Kementerian Sosial. Berbagai karya tulis ilmiahnya telah dimuat di Jurnal Sosio Konsepsia dan Sosio Informa.

Irmayani, lahir di Jakarta tanggal 20 Februari 1968, menamatkan program S1 dari Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Jakarta tahun 1992 dan Magister Psikologi Sosial dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 2002. Saat ini menjabat Peneliti Madya pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial Republik Indonesia. Penelitian yang pernah

89Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

dilakukan meliputi topik-topik yang berkaitan dengan Ketahanan Sosial Masyarakat, Desa Berketahanan Sosial, Pranata Sosial dalam menangani masalah narkoba, Ketahanan Sosial Keluarga, Pemberdayaan Masyarakat Miskin melalui Lembaga Kesejahteraan Sosial, Program Keluarga Harapan, Survey Anak Jalanan, Penelitian Prevalensi Penyalahgunana Obat/Napza pada remaja di kota besar, Survey Kekerasan terhadap Anak, Survey Kesejahteraan Sosial Dasar, Perlindungan Sosial terhadap anak korban kekerasan, Sistem Peradilan Pidana Anak, Anak Berkonflik dengan Hukum di Lapas/Rutan Dewasa, Pemetaan SDM Kesos. Pernah menulis di buku dan jurnal kesos dengan topik-topik: Aspek Psikologis pada Indikator Ketahanan Sosial Keluarga, Kekerasan Seksual terhadap Anak (Dampak Psikologis dan Pemulihan melalui Konseling dan Terapi), Perilaku Coping terhadap Anggota PKH menjelang exit program, Tinjauan Psikologi Sosial dan Behaviorisme dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin.

B. Mujiyadi, menamatkan program S1 dari Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Jogyakarta, dan Master of Social Work dari La Trobe Universty, Melbourne, Australia. Saat ini menjabat Peneliti Madya pada Puslitbang Kesejahteraan Sosial, Badan Pendidikan dan Penelitian Kementerian Sosial. Selain itu juga sebagai anggota Pembina Ilmiah pada lembaga yang sama. Penelitian yang pernah dilakukan meliputi topik-topik yang berkaitan dengan Gelandangan dan Pengemis, Anak Jalanan, Lanjut Usia, Penanganan Masalah Sosial Melalui Panti, Penyusunan Indikator Kesejahteraan Sosial, Perlindungan Tenaga Kerja Wanita di Sektor Industri, Tanggung Jawab Dunia Usaha bagi Masyarakat di sekitarnya, Model Pemberdayaan Keluarga dalam Pencegahan Tindak Tuna Sosial Remaja di Perkotaan, Subsidi BBM bagi Panti Sosial, Social Work With Migrant Worker, Pelayanan Sosial Bagi Korban Tindak Kekerasan, Implementasi Program Pemberdayaan Fakir Miskin, Penelitian Pola Multi Layanan pada Panti Sosial Penyandang Cacat, Sikap Masyarakat terhadap Trafficking Anak di Daerah Pengirim, Profil Pendamping dalam Perlindungan Anak

90 Penelitian Tahun 2017

Berkonflik dengan Hukum, Studi tentang Penanganan Pekerja Migran Domestik Bermasalah dan Keluarganya, Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Hutan, Pemberdayaan Fakir Miskin Daerah Pantai, Penelitian Pemetaan Desa Sejahtera Mandiri, dan Pemetaan Sumber Daya Manusia Bidang Kesejahteraan Sosial. Selain itu pernah mengikuti berbagai kursus dan seminar di dalam dan luar negeri yang meliputi topik Social Development, Social Work With Migrant and Refugee, Community Based Rehabilitation for Disabled Persons, Micro Planning for Poverty Reduction and Sustainable Development, Senior Social Welfare Administrators, dan lain-lain. Demikian juga pernah menjadi anggota Pokja MPMK, Pokja JPS, Penyusunan Repelita VII bidang Kesejahteraan Sosial, penyusunan Renstra Pembangunan Kesejahteraan Sosial 2000-2004, dan Renstra Pembangunan Kesejahteraan Sosial 2004-2009, dan Renstra Pembangunan Kesejahteraan Sosial 2009-2014. Pengalaman lainnya adalah bekerja sama dengan ADB, Safe the Children UK, UN DSA, JICA dan beberapa lembaga lain dalam berbagai kegiatan penelitian dan pengembangan sosial.

Anwar Sitepu, lahir di Sumatera Utara, 4 September 1958, menjadi peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial sejak 1999. Saat ini menjabat Peneliti Madya. Memperoleh gelar sarjana kesejahteraan sosial dari Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Widuri di Jakarta tahun 1986 dan Magister Profesional Pengembangan Masyarakat dari Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2004. Pernah bekerja sebagai pekerja sosial untuk Yayasan Sosial Pelita Kasih di Tanjung Priok, Jakarta Utara, 1982 sampai 1986. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan adalah: Studi Kebijakan Program Keluarga Harapan: Pengembangan Pusat Layanan Sosial (2009); Evaluasi Model Pemberdayaan Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (2009); Penelantaran, Pengucilan dan Kerentanan Anak di Jakarta Barat (2010); Evaluasi Pelayanan Sosial Melalui Panti Sosial Bina Remaja (2010); Dampak PKH pada Rumah Tangga Miskin; Studi Pendahuluan Kriteria Fakir Miskin (2011); Pengembangan

91Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

Lembaga Kesejahteraan Sosial untuk Penanggulangan Kemiskinan (2010,2011,2012); Survey Kekerasan terhadap Anak (2013); Survey Kesejahteraan Sosial Dasar (2014); Evaluasi Implementasi Kebijakan Raskin (2014); Pengembangan Desa Sejahtera Mandiri (2015); Dampak Kelompok Usaha Bersama pada Penanganan Kemiskinan (2016).

Badrun Susantyo, lahir pada 20 Agustus 1967, di Sragen, Jawa Tengah, adalah Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, Kementerian Sosial RI. Menyelesaikan pendidikan Sarjana (Drs.) untuk bidang Ilmu Pekerjaan Sosial/Kesejahteraan Sosial dari Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung, Pendidikan Magister diperoleh dari Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan (PPN Institut Pertanian Bogor (IPB). Menyelesaikan pendidikan doktor (Ph.D) pada bidang keilmuan Social Development/Social Work pada School of Social Science Universiti Sains Malaysia (USM) Penang, Malaysia. Sebelum menekuni dunia “riset” sebagai seorang peneliti, penulis juga empat menjadi Staf Pengajar di STKS Bandung dan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati (SGD).

Togiaratua Nainggolan, lahir di Samosir, 3 Maret 1966, merupakan alumnus IKIP Padang (S1) dan Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada Yogyakarta (S2). Saat ini bekerja sebagai peneliti di Puslitbang Kesejahteraan Sosial Kementerian Sosial RI. Pernah mengajar di Fakultas Psikologi Universitas Persada Indonesia (UPI) YAI Jakarta Tahun 2002-2014) dan Fakultas Psikologi Universitas Bhayangkara Jaya Jakarta (Tahun 2007-2015). Saat ini juga bekerja sebagai anggota dewan redaksi majalah ilmiah/jurnal Sosio Informa yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraasn Sosial-Kementerian Sosial RI.

Sugiyanto, lahir di Tawangharjo 8 Januari 1961.  Magister Sains Program Studi Ilmu Administrasi Konsentrasi Administrasi dan

92 Penelitian Tahun 2017

Kebijakan Publik, Kekhususan Pengembangan Masyarakat (S2), diperoleh  dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (2005) dan S1 (Sarjana Pendidikan Moral Pancasila dan Kewargaan Negara) diperoleh dari Sekolah Tinggi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (STPIPS) YAPSI Jayapura (1994).  Jabatan peneliti: Peneliti Madya Bidang Kesejahteraan Sosial di Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan  Sosial, Badiklitpensos, Kementerian Sosial RI. Aktif mengikuti kegiatan penelitian bidang kesejahteraan sosial, dan berbagai seminar permasalahan sosial di Indonesia. Beberapa hasil  penelitiannya telah diterbitkan, baik secara mandiri maupun  kelompok, dan tulisanya pernah diterbitkan di Jurnal maupun Informasi.

93Pemanfaatan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan

INDEKSAAfeksi 10Anggota Keluarga 3, 9, 20, 38, 39, 46, 65APBD 26, 31, 32, 35ATM 32, 37, 46, 47, 50, 66, 69

BBantuan Sosial iii, 2, 3, 5, 7, 20, 23, 26, 27, 28, 37, 38, 42, 43, 46, 48, 49, 50, 51,

52, 55, 61, 63, 65, 67, 68, 69, 70, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 84Bantuan Tetap 21Bantuan Tunai Bersyarat iii, 18, 53, 55, 76, 84Batam 4, 23, 24, 43, 45, 47, 51, 52, 59, 60, 65, 69, 76, 77BPJS 57, 62BPNT 8, 78

DData 4, 5, 6, 18, 25, 30, 38, 73Direktorat Jaminan Sosial 37

FFasilitas 1, 3, 18, 19, 46, 47, 53, 54, 57FDS 60, 61

JJKN 48, 61, 62, 76, 78

KKebijakan iii, 3, 16, 17, 20, 55, 78, 87, 88Kebutuhan 3, 9, 10, 11, 13, 14, 15, 19, 21, 22, 39, 40, 41, 44, 45, 48, 49, 50, 51,

52, 57, 65, 67, 68, 71, 72, 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 81, 82, 83Kebutuhan Hidup 14, 49, 50, 51, 71, 73, 76, 77, 82Kendari 4, 35, 36, 37, 38, 43, 59, 67, 69, 75, 82Kis 62Konsumsi 1, 2, 3, 10, 11, 19, 45, 72

94 Penelitian Tahun 2017

KPM PKH iii, vi, 2, 3, 24, 25, 26, 27, 28, 30, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65, 67, 69, 70, 71, 72, 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 81, 82, 83, 84

LLombok Tengah 4, 32, 33, 34, 35, 43, 45, 47, 60, 61, 65, 66, 67, 69, 79

MMoral Ekonomi v, 12, 86

NNimkoff 9

OOgan Ilir 4, 24, 25, 26, 27, 43, 56, 59, 60, 69

PPalangkaraya 4, 43Patron-Klien 13PIP 62

RRaskin 20, 91Resiprositas 12

SScott 12, 14, 15, 16, 73, 74, 82, 86Sleman 4, 27, 28, 43, 52, 58, 64, 65, 69, 77, 79Sosial 92Strategi 73, 81, 87Subsistensi 12, 13, 15, 86