pemanatan teknologi internet of things untuk …
TRANSCRIPT
PEMANATAN TEKNOLOGI INTERNET OF THINGS UNTUK
MONITORING KONSENTRASI CO DAN CO2 DALAM UPAYA
MENDETEKSI KEBAKARAN HUTAN
TUGAS AKHIR
Disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
Program Strata Satu Departemen Teknik Informatika
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin
Makassar
Disusun Oleh
AULIATI NISA
D421 14 309
DEPARTEMEN TEKNIK INFORMATIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
ii
iii
ABSTRAK
Kebakaran hutan merupakan salah satu peristiwa yang sering terjadi di Indonesia.
Kebakaran hutan dapat disebabkan oleh faktor alam maupun karena campur tangan
manusia di dalamnya. Pembakaran hutan sering dijadikan cara praktis oleh
peladang tradisional, bahkan perusahaan-perusahaan besar dalam membuka lahan
baru yang akan digunakan untuk perkebunan, pertanian, maupun perumahan.Salah
satu penyebab kebakaran hutan yang seringkali meluas adalah lambannya
pendeteksian titik-titik api. Sehingga kebakaran yang pada awalnya hanya terjadi
pada areal yang sempit, menjadi meluas karena terlambat dideteksi. Sebenarnya
sudah terdapat beberapa cara dalam melakukan deteksi kebakaran hutan, di
antaranya menggunakan citra satelit dalam memonitoring titik-titik api. Namun
dalam pengimplementasiannya, cara tersebut masih dianggap kurang efisien dilihat
dari tingginya biaya yang harus dikeluarkan.Hal ini dikarenakan kondisi Indonesia
yang belum memiliki satelit sendiri, sehingga harus menyewa satelit asing. Dalam
penelitian ini digunakan sensor MQ135, MQ7 dan sensor api untuk memonitoring
konsentrasi CO dan CO2 yang terkandung dalam uadara pada hutan. Perubahan
kualitas udara pada sebuah hutan dapat digunakan sebagai indikasi awal terjadinya
kebakaran hutan. Beberapa node dipasang untuk mendeteksi lalu mengirimkan data
ke gateway. Gateway berperan untuk mengumpulkan data lalu mengirimkannya ke
iot cloud server. Berdasarkan data yang telah didapatkan, peningkatan konsentrasi
CO dan CO2 hingga melebihi batas normal dapat dijadikan suatu acuan telah terjadi
kebakaran hutan pada suatu wilayah. Sementra digunakan juga parameter lain,
berupa raw data yang dibaca oleh sensor api. Semakin kecil raw data yang dibaca,
maka dapat menandakan potensi terjadinya titik api juga semakin besar. Namun
data-data yang telah didapatkan ini hanya merupakan indikasi awal yang dapat
dijadikan acuan terjadinya kebakaran hutan. Dengan kata lain masih diperlukan
pengecekan oleh ahli / petugas untuk menentukan lokasi titik api. Selain itu, masih
perlu dilakukan pengembangan lebih lanjut pada scheduling data yang dikirim dan
masuk ke gateway. Sehingga tidak ada data yang hilang saat proses pengiriman
hingga dapat ditampilkan pada gateway.
Kata Kunci – Kebakaran Hutan, Pendeteksian, Sensor MQ135, Sensor MQ7,
Senor Api, LoRa, Node, Gateway.
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan tugas akhir dengan judul “Pemanfaatan Teknologi
Internet of Things untuk Monitoring Konsentrasi CO dan CO2 dalam Upaya
Mendeteksi Kebakaran Hutan”. Laporan tugas akhir ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) pada Departemen Teknik
Informatika Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
Dalam proses pembuatan laporan tugas akhir ini, penulis banyak mendapat
bimbingan, arahan, dan bantuan dari berbagai pihak sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan ini tepat pada waktunya. Oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati, penulis mengucapkan rasa terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Allah SWT atas segala kuasa-Nya.
2. Kedua orang tua tercinta saya Tamrin, S.Ag. dan Hasmi, S.Pd.SD serta adik
saya Asnul Fauzia yang tak henti-hentinya memberikan dukungan,
semangat serta doa.
3. Bapak Dr. Amil Ahmad Ilham, S.T., M.IT selaku Ketua Departemen Teknik
Informatika Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.
4. Bapak Adnan, S.T, M.T, Ph.D dan Bapak Dr. Amil Ahmad Ilham, S.T.,
M.IT selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan,
nasehat, dan arahannya.
v
5. Bapak dan Ibu dosen serta Staf Departemen Teknik Informatika Teknik
Universitas Hasanuddin.
6. Teruntuk The Baper’s (Kak Fai, Kak Ruli, Elling, Khanzalifa, Musdalifakh,
Ochalay, Arlis, Sexy brown fajy, Asno, Anggi, dan Soe) dan ALFINND
(Lisya, Nuget, Fira, Dini, Ama dan Dillaws) yang setia menemani dalam
suka dan duka.
7. Terima Kasih teruntuk teman-teman yang telah membantu selama
pengambilan data dan pembuatan alat untuk tugas akhir saya, sude’ vovo,
wempy, imam, chaeruddin.
8. Teruntuk teman-teman dan adik-adik di Lab IoT PC Fachrial, Fahmi,
David, dan Atik terima kasih selalu menemani saya mengerjakan tugas
akhir. Terima Kasih untuk segala arahan, saran dan semangatnya.
9. Keluarga angkatan 2014 Departemen Teknik Informatika FT UH atas
semua bantuan dan semangat yang diberikan selama ini
10. Teman-teman Rectifier FT-UH atas dukungan dan semangat yang diberikan
selama ini
Akhirnya dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari masih terdapat
kekurangan dalam penyusunan laporan ini baik isi maupun cara penyajian. Oleh
karena itu penyusun mengharapkan adanya saran dan kritik yang bersifat
membangun sebagai dasar kuat agar selanjutnya dapat membuat skripsi yang lebih
baik. Terima kasih, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Makassar, 2018
Auliati Nisa
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... ii
ABSTRAK ................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR .............................................................................. v
DAFTAR ISI ............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ x
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xiv
DAFTAR RUMUS .................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
I.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
I.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 3
I.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 4
I.4 Manfaat Penelitian .................................................................... 4
I.5 Batasan Masalah ...................................................................... 5
I.6 Metode Penelitian .................................................................... 5
I.7 Sistematika Penulisan ............................................................... 6
BAB II LANDASAN TEORI .................................................................. 8
II.1 Kebakaran Hutan ...................................................................... 7
II.2 Pembakaran .............................................................................. 12
II.2.1 Pembakaran Sempurna ................................................... 13
II.2.2 Pembakaran Tidak Sempurna ......................................... 13
II.3 Internet of Things ..................................................................... 13
vii
II.4 LP-WAN (Low Power - WIde Area Network) ........................ 14
II.4.1 LoRa (Long Range) ........................................................... 15
II.4.1.1. LoRa GPS Hat Dragino ....................................... 19
II.4.1.2. LoRa Bee Dragino .............................................. 20
II.4.2 XBee .................................................................................. 20
II.4.3 GSM Shield ....................................................................... 24
II.4.3.1 GSM Shield SIM 900 ................................................... 25
II.4.3.1 GSM Shield SIM 900A ................................................ 26
II.5 Sensor Gas MQ135................................................................... 27
II.6 Sensor Gas MQ7....................................................................... 29
II.7 Sensor Api ................................................................................ 31
II.8 Raspberry Pi ............................................................................. 34
II.8.1 Raspberry Pi 2 Model B .................................................... 35
II.9 Arduino .................................................................................... 38
II.9.1 Arduino uno ........................................................................ 39
II.10 Thingspeak .............................................................................. 39
II.11 Node ....................................................................................... 41
II.12 Gateway ................................................................................. 42
II.11 Fog Computing ...................................................................... 43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ............................................... 44
III.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 44
III.2 Alat dan Bahan Penelitian ...................................................... 44
III.3 Kriteria Desain ........................................................................ 44
III.4 Prosedur Penelitian.................................................................. 45
III.5 Tahap Persiapan ...................................................................... 47
III.6 Tahap Pembuatan Alat ............................................................ 48
III.6.1 Tahap Perancangan Hardware (Alat) ............................... 48
III.6.1.1 Arduino Uno................................................................ 51
III.6.1.2 LoRa Xbee Dragino 915 MHz .................................... 51
viii
III.6.1.3 LoRa Shield 915 MHz ............................................... 51
III.6.1.4 Sensor Gas MQ135 .................................................... 52
III.6.1.4.1 Kalibrasi Sensor MQ135 ................................... 52
III.6.1.5 Sensor Gas MQ7 ........................................................ 54
III.6.1.6 Sensor Api (Flame Sensor) ....................................... 55
III.6.1.7 Raspberry Pi 2 Model B ............................................. 55
III.6.1.8 Lora GPS Hat Dragino 915 MHz .............................. 55
III.6.2 Tahap Perwujudan Alat ................................................. 56
III.6.3 Tahap Perwujudan Software ......................................... 57
III.6.3.1 Penerima dan Pengolahan Data ............................... 61
III.6.3.2 Sistem Transmisi Data ............................................. 61
III.7 Uji Kinerja ................................................................................ 62
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................... 64
IV.1 Hasil Rancang Bangun Alat .................................................... 64
IV.2 Pembuatan Mekanik ............................................................... 66
IV.3 Pembuatan Perangkat Keras (Hardware) .............................. 67
IV.4 Pembuatan Perangkat Lunak (Software) ................................. 68
IV.5 Pengujian Sistem ..................................................................... 68
IV.5.1 Pengujian Hardware ......................................................... 68
IV.5.1.1 Penguian Sensor Gas MQ135 .................................... 68
IV.5.1.2 Penguian Sensor Gas MQ7 ........................................ 70
IV.5.1.3 Pengujian Sensor Api ................................................. 72
IV.5.2 Pengujian Software ........................................................... 73
IV.6 Pengambilan Data ................................................................... 74
IV.7 Hasil Pengamatan dan Data ................................................... 76
IV.7.1 Hasil Pengamatan pada LoRa .......................................... 76
IV.7.1.1 Proses Pengiriman Data dari Node ............................. 76
IV.7.1.2 Packet Size yang dikirimkan dari node ...................... 80
IV.7.1.3 Kecepatan Pengiriman Data dari Node ...................... 81
ix
IV.7.1.4 Kecepatan Penerimaan Data pada Gateway .............. 82
IV.7.1.5 Kecepatan Pengirimaan Data ke Thingspeak ............. 84
IV.7.2 Hasil Pengamatan pada Sensor Gas MQ135 .................... 85
IV.7.3 Hasil Pengamatan pada Sensor Gas MQ7 ........................ 87
IV.7.4 Hasil Pengamatan pada Sensor Api ................................. 88
IV.8 Lokasi ..................................................................................... 90
IV.9 Plot ......................................................................................... 90
IV.10 Status ..................................................................................... 91
BAB V PENUTUP .................................................................................... 92
V.1 Kesimpulan .............................................................................. 88
V.2. Saran ....................................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 90
LAMPIRAN .............................................................................................. 94
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Gambar II.1 LoRa Dragino ........................................................................ 15
Gambar II.2 XBee ...................................................................................... 18
Gambar II.3 GSM Shield ............................................................................ 21
Gambar II.4 Sensor Gas MQ135 ................................................................ 24
Gambar II.5 Sensitivitas Sensor MQ135 terhadap beberapa gas ............... 25
Gambar II.6 Sensor gas MQ7 ..................................................................... 26
Gambar II.7 Sensitivitas Sensor Gas MQ7 ................................................ 26
Gambar II.8 Sensor Api .............................................................................. 28
Gambar II.9 Dimensi Sensor Api ............................................................... 29
Gambar II.10 Directivity Sensor Api ......................................................... 29
Gambar II.11 Raspberry Pi 2 Model B ...................................................... 32
Gambar II.12 Arduino Uno ......................................................................... 35
Gambar II.13 Thingspeak IoT Cloud Service .............................................. 37
Gambar II.14 Fog Computing ..................................................................... 37
Gambar III.1 Diagram Prosedur Penelitian .................................................. 39
Gambar III.2 Blog Diagram Kinerja Sistem .............................................. 43
Gambar III.3 Skematik pada node ............................................................. 44
Gambar III.4 Arduino Uno dan Lora Bee Dragino ..................................... 45
Gambar III.5 Rangkaian sensor gas MQ135 dan arduino uno .................. 46
xi
Gambar III.6 Alat yang sudah terstandarisasi ............................................ 47
Gambar III.7 Hasil pembacaan konsentrasi CO2 dalam persen oleh alat yang
sudah terstandarisasi .............................................................. 47
Gambar III.8 Hasil pembacaan konsentrasi CO2 dalam persen menggunakan
sensor gas MQ135 ................................................................. 48
Gambar III.9 Rangkaian sensor gas MQ7 dan arduino uno ........................ 48
Gambar III.10 Rangkaian sensor api dan arduino uno ................................ 50
Gambar III. 11 Wiring antara LoRa GPS HAT dan Raspberry Pi 2 .......... 51
Gambar III.12 Raspberry pi 2 dan Lora GPS HAT .................................. 51
Gambar III.13 Komponen pada node ........................................................ 52
Gambar III.14 Rangkaian pada node ......................................................... 52
Gambar III.15 Komponen pada gateway ................................................... 53
Gambar III.16 Rangkaian gateway ............................................................ 53
Gambar III.17 Flowchart program pada node ........................................... 54
Gambar III.18 Flowchart program pada gateway ...................................... 56
Gambar III.19 Flowchart program pada Thingspeak ................................. 57
Gambar III.20 Flowchart transmisi data .................................................... 59
Gambar IV.1 Rangkaian pada node 1 ........................................................ 62
Gambar IV.2 Rangkaian pada node 2 ......................................................... 63
Gambar IV.3 Rangkaian pada node 3 ......................................................... 63
Gambar IV.4 Rangkaian pada gateway ....................................................... 64
Gambar IV.5 Rangkaian pada node dan gateway ....................................... 64
Gambar IV.6 Hardware yang digunakan ................................................... 66
xii
Gambar IV.7 Pengiriman data dari node ke gateway ................................. 67
Gambar IV.8 Hasil Peneriman data MQ135 pada gateway ....................... 68
Gambar IV.9 Pemrosesan draw data MQ135 menjadi ppm ...................... 68
Gambar IV.10 Mengirim data MQ135 ke thingspeak .............................. 69
Gambar IV.11 Pengiriman data dari node ke gateway ............................... 69
Gambar IV.12 Hasil Pengiriman data MQ7 pada gateway ........................ 69
Gambar IV.13 Pemrosesan draw data MQ7 menjadi ppm ........................ 70
Gambar IV.14 Mengirim data MQ7 ke thingspeak .................................. 70
Gambar IV.15 Data Sensor Api yang dikirim dari node ............................ 71
Gambar IV.16 Data FS diterima oleh gateway kemudian dikirim ke
Thingspeak ............................................................................. 71
Gambar IV.17 Lokasi Pengambilan Data ................................................... 73
Gambar IV.18 Penempatan node dan gateway ........................................... 73
Gambar IV.19 Jarak 5m dan 7,071m .......................................................... 74
Gambar IV.20 Jarak 10m dan 14,142m ...................................................... 75
Gambar IV.21 Jarak 50m dan 70,710m ...................................................... 75
Gambar IV.22 Konsentrasi CO2 dalam ruangan tanpa ada pembakaran.... 79
Gambar IV.23 Konsentrasi CO2 di luar ruangan tanpa ada pembakaran ... 80
Gambar IV.24 Konsentrasi CO2 di luar ruangan yang terdapat proses
pembakaran ......................................................................... 80
Gambar IV.25 Konsentrasi CO dalam ruangan tanpa ada pembakaran...... 81
Gambar IV.26 Konsentrasi CO di luar ruangan tanpa ada pembakaran ..... 82
Gambar IV.27 Konsentrasi CO di luar ruangan yang terdapat proses
xiii
pembakaran ......................................................................... 82
Gambar IV.28 Hasil pembacaan sensor api di dalam ruangan tanpa
pembakaran ......................................................................... 83
Gambar IV.29 Hasil pembacaan sensor api di luar ruangan tanpa
pembakaran ......................................................................... 83
Gambar IV.30 Hasil pembcaan sensor api di luar ruangan yang terdapat
pembakaran ............................................................................ 84
Gambar IV.31 Lokasi penempatan node ..................................................... 85
Gambar IV.32 Plot ...................................................................................... 85
Gambar IV.33 Source code untuk menampilkan plot ................................. 86
Gambar IV.34 Status terjadinya kebakaran atau tidak ................................ 86
Gambar IV.35 Source code untuk menampilkan status .............................. 87
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Tabel II.1 Fitur LoRa Dragino .................................................................... 16
Tabel II.2 Spesifikasi LoRa Dragino .......................................................... 16
Tabel II.3 Spesifikasi XBee dan XBee Pro ................................................. 18
Tabel II.4 Fitur GSM Shield SIM 900 ........................................................ 22
Tabel II.5 Spesidikasi GSM Shield SIM 900 .............................................. 23
Tabel II.6 Fitur dan Spesifikasi GSM Shield SIM 900A ............................ 23
Tabel II.7 Kondisi Standar Kerja Sensor MQ135 ....................................... 25
Tabel II.8 Fitur Sensor Api ......................................................................... 30
Tabel II.9 Spesifikasi Sensor Api................................................................ 30
Tabel III.1 Persentase Kesalahan ............................................................... 48
Tabel IV.1 Jarak 5m dan 7,071m ............................................................... 76
Tabel IV.2 Jarak 10m dan 14,142m ............................................................ 77
Tabel IV.3 Jarak 50m dan 70,710m ............................................................ 77
xv
DAFTAR RUMUS
Nomor Halaman
Persamaan III.1 Persentase Kesalahan ........................................................ 48
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Kebakaran hutan merupakan salah satu peristiwa yang sering terjadi di
Indonesia. Kebakaran hutan dapat disebabkan oleh faktor alam maupun karena
campur tangan manusia di dalamnya. Pembakaran hutan sering dijadikan cara
praktis oleh peladang tradisional, bahkan perusahaan-perusahaan besar dalam
membuka lahan baru yang akan digunakan untuk perkebunan, pertanian,
maupun perumahan.
Seringkali dalam prakteknya, kebakaran hutan menjadi tidak terkendali
dan wilayah yang terkena dampak pun menjadi meluas. Sehingga pemerintah
melarang keras praktek pembukaan lahan melalui pembakaran hutan. Walaupun
demikian, masih terdapat oknum-oknum tertentu yang melakukan hal tersebut.
Kebakaran hutan juga dapat terjadi karena faktor alam , di antaranya
kekeringan,musim panas yang berkepanjangan, sambaran petir dan bahkan
akibat angin yang kencang. Dua batang yang saling bergesekan karena tertiup
angin, akan menyulut api kecil sehingga menjadi awal dari munculnya
kebakaran hutan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari WRI (World Resources Institue)
Indonesia, pada tahun 2016 jumlah peringatan titik api di provinsi Riau
terdeteksi sebanyak lebih dari 4000, menyusul Papua di angka lebih dari 2000
2
titik api. Kemudian Kalimantan Tengah sebanyak 1000 titik api, dan terakhir
adalah Sumatera Selatan yang terdeteksi lebih dari 500 titik api.
Salah satu penyebab kebakaran hutan yang seringkali meluas adalah
lambannya pendeteksian titik-titik api. Sehingga kebakaran yang pada awalnya
hanya terjadi pada areal yang sempit, menjadi meluas karena terlambat
terdeteksi.
Sebenarnya sudah terdapat beberapa cara dalam melakukan deteksi
kebakaran hutan, di antaranya menggunakan citra satelit dalam memonitoring
titik-titik api. Namun dalam pengimplementasiannya, cara tersebut masih
dianggap kurang efisien dilihat dari tingginya biaya yang harus dikeluarkan.Hal
ini dikarenakan kondisi Indonesia yang belum memiliki satelit sendiri, sehingga
harus menyewa satelit asing.
Dengan menggunakan sensor MQ-135 danMQ-7, konsentrasi CO2 dan
CO yang terkandung dalam udara pada sebuah hutan dapat dijadikan sebagai
parameter terjadinya kebakaran. Serta terdapat pula sensor api yang dapat
mendeteksi adanya titik api dalam suatu wilayah. Harga sensor yang relatif
murah, menjadikan cara ini dapat dijadikan pilihan untuk membuat alat
pendeteksi kebakaran hutan yanglebih efisien. Sementara itu, dalam melakukan
komunikasi dan pengiriman data, dapat menggunakan LoRa yang
memanfaatkan gelombang radio. Dibandingkan dengan menggunakan GSM
Shield, Radio Telemetry dan Exbee, LoRa memberikan lebih banyak
keuntungan walaupun dengan harga yang cenderung lebih murah.
3
Hasil pembacaan oleh sensor kemudian dikirimkan ke pusat
pemantauan. Sehingga kondisi di dalam hutan dapat dipantau dan dianalisis
secara real time melalui thingspeak. Hal tersebut membuat pendeteksian
kebakaran hutan dapat dilakukan secara lebih cepat. Sehingga dapat
mengurangi jumlah kerugian yang ditimbulkan.
I.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana upaya awal mendeteksi kebakaran hutan melalui monitoring
konsentrasi gas CO dan CO2 yang terkandung dalam udara pada hutan, serta
raw data yang dibaca oleh sensor api ?
2. Adakah hubungan antara perubahan konsentrasi gas CO2, gas CO, serta raw
data yang dibaca oleh sensor api dengan potensi terjadinya kebakaran
hutan?
3. Bagaimana kecepatan transfer data yang telah dibaca sensor pada LoRa?
4
I.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan, maka tujuan dari
penelitian ini yaitu :
1. Untuk mendapatkan langkah awal mendeteksi kebakaran hutan melalui
monitoring konsentrasi gas CO dan CO2 yang terkandung dalam udara
pada hutan, serta raw data yang dibaca oleh sensor api.
2. Untuk mengetahui hubungan antara peningkatan konsentrasi gas CO2, gas
CO, serta raw data yang dibaca oleh sensor api dengan kemungkinan
terjadinya kebakaran hutan.
3. Untuk mengetahui kecepatan transfer data pada LoRa dalam mengirimkan
data-data yang telah dibaca sensor.
I.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagi Masyarakat
Agar masyarakat dapat mengetahui kondisi hutan, berupa
konsentrasi CO dan CO2 secara semi real time. Sehingga dapat
ditindaklanjuti apakah suatu wilayah terjadi kebakaran atau tidak.
2. Bagi Kementrian Kehutanan dan Badan Nasional Penanggulangan
Bencana
Memberikan informasi kondisi hutan berupa kandungan CO dan
CO2 serta titik api sebagai upaya mendeteksi kebakaran hutan.
3. Bagi Instansi Penelitian
5
Menjadi salah satu sistem yang dapat dikembangkan pada daerah-
daerah yang rawan terjadi kebakaran hutan.
I.5. Batasan Masalah
Yang menjadi batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah :
1. Parameter yang digunakan untuk mendeteksi kebakaran hutan adalah
konsentrasi CO2, CO dan keberadaan titik api.
2. Analisis konsentrasi CO2, CO, dan titik api menggunakan iot platform
thingspeak yang terkoneksi dengan Matlab.
I.6. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Studi literatur
Studi literatur dilakukan dengan cara mengadakan studi dari buku,
internet, dan sumber bahan pustaka, atau informasi lainnya yang dapat
menunjang peneltian.
2. Pembuatan alat dan software
Pembuatan alat dilakukan agar dapat mendapatkan
3. Pengambilan data
Dilakukan pengambilan data menggunakan alat dan software yang
telah dibuat sebelumnya.
4. Pengolahan data
Dikerjakan dengan mener
6
5. Analisa hasil pengolahan data
6. Simpulan
I.7. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan penelitian adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan secara singkat latar belakang
penelitian, rumusan dan batasan masalah, tujuan dan kegunaan
penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas kerangka berpikir, serta landasan teori
yang berhubungan dengan pemanfaatan teknologi internet of things
untuk memonitoring, konsentrasi CO dan CO2 dalam upaya
mendeteksi kebakaran hutan.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini membahas tentang jenis penelitian, metode
pengumpulan data, alat dan bahan penelitian, metode pengujian dan
hasil penelitian.
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Bab ini membahas tentang data yang dihasilkan dari
pemanfaatan teknologi internet of things untuk memonitoring,
konsentrasi CO dan CO2 dalam upaya mendeteksi kebakaran hutan.
BAB V : PENUTUP
Bab ini merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan
saran-saran.
8
BAB II
LANDASAN TEORI
II.1. Kebakaran Hutan
Definisi Kebakaran Hutan menurut SK. Menhut. No. 195/Kpts-II/1996 yaitu
suatu keadaan dimana hutan dilanda api sehingga mengakibatkan kerusakan hutan
dan hasil hutan yang menimbulkan kerugian ekonomi dan lingkungannya.
Kebakaran hutan merupakan salah satu dampak dari semakin tingginya tingkat
tekanan terhadap sumber daya hutan. Dampak yang berkaitan dengan kebakaran
hutan atau lahan adalah terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup,
seperti terjadinya kerusakan flora dan fauna, tanah, dan air. Kebakaran hutan dan
lahan di Indonesia terjadi hampir setiap tahun walaupun frekwensi, intensitas, dan
luas arealnya berbeda (Chamorro dkk., 2017).
Dampak negatif pada lingkungan fisik antara lain meliputi penurunan kualitas
udara akibat kepekatan asap yang memperpendek jarak pandang sehingga
mengganggu transportasi, mengubah sifat fisika-kimia dan biologi tanah,
mengubah iklim mikro akibat hilangnya tumbuhan, bahkan dari segi lingkungan
global ikut memberikan andil terjadinya efek rumah kaca (Fadlullah dkk., 2011).
Dampak pada lingkungan hayati antara lain meliputi menurunnya tingkat
keanekaragaman hayati, terganggunya suksesi alami, terganggunya produksi bahan
organik dan proses dekomposisi. Dampak pada kesehatan yaitu timbulnya asap
9
yang mengganggu kesehatan masyarakat terutama masyarakat miskin, lanjut usia,
ibu hamil dan anak balita seperti infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), asma
bronkial, bronkitis, pneumonia, iritasi mata dan kulit. Dampak sosial yaitu
hilangnya mata pencaharian, rasa keamanan dan keharmonisan masyarakat lokal
Selain itu, diduga kebakaran hutan ini dapat menghasilkan racun dioksin, yang
dapat menyebabkan kanker dan kemandulan bagi wanita (Chamorro dkk., 2017) .
Sedangkan dampak ekonomi antara lain meliputi dibatalkannya jadwal
transportasi darat-air dan udara, hilangnya tumbuh-tumbuhan terutama tumbuhan
yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, biaya pengobatan masyarakat, turunnya
produksi industri dan perkantoran, serta anjloknya bisnis pariwisata. Menurut
perkiraan WWF (World Wild Fund) dan Canadian IDRC’S Economic and
Environmental Project in South East Asia (EEPSEA), nilai kerugian akibat
kebakaran hutan tahun 1997/1998 yang ditanggung 3 (tiga) negara (Indonesia,
Malaysia dan Singapura) mencapai 1,45 milliar dollar (US). Angka ini hampir sama
dengan total kerugian akibat tragedi Bhopal (bocornya instalasi pabrik Union
Carbide di India pada 1984) dan Exxon Valdez (tumpahnya jutaan ton minyak dari
sebuah tanker di Alaska, Amerika Serikat pada 1989), atau sama dengan sekitar 2,5
persen GNP Indonesia sebelum krisis moneter (Chamorro dkk., 2017) .
Secara umum kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh tiga
faktor utama yaitu kondisi tanaman di hutan, cuaca, dan sosial budaya masyarakat.
Kondisi tanaman di hutan yang rawan terhadap bahaya kebakaran adalah keadaan
di mana tanaman mengalami kekeringan dan jumlahnya yang melimpah. Sehingga
gesekan antar tanaman dapat memicu terjadinya kebakaran (Tacconi, 2003).
10
Faktor iklim berupa suhu, kelembaban, angin dan curah hujan turut
menentukan kerawanan kebakaran. Suhu yang tinggi akibat penyinaran matahari
langsung menyebabkan bahan bakar mengering dan mudah terbakar, kelembaban
yang tinggi (pada hutan dengan vegetasi lebat) mengurangi peluang terjadinya
kebakaran hutan, angin juga turut mempengaruhi proses pengeringan bahan bakar
serta kecepatan menjalarnya api sedangkan curah hujan mempengaruhi besar
kecilnya kadar air yang terkandung dalam bahan bakar (Ruchiat, 2001).
Faktor sosial budaya masyarakat mempunyai andil yang paling besar terhadap
adanya kebakaran hutan. Beberapa faktor penyebab kebakaran hutan antara lain :
Penggunaan api dalam kegiatan persiapan lahan. Masyarakat di sekitar kawasan
hutan seringkali menggunakan api untuk persiapan lahan, baik untuk membuat
lahan pertanian maupun perkebunan seperti kopi dan coklat. Perbedaan biaya
produksi yang tinggi menjadi satu faktor pendorong penggunaan api dalam kegiatan
persiapan lahan. Metode penggunaan api dalam kegiatan persiapan lahan dilakukan
karena murah dari segi biaya dan efektif dari segi waktu dan hasil yang dicapai
cukup memuaskan (Ruchiat, 2001).
Adanya kekecewaan terhadap sistem pengelolaan hutan. Berbagai konflik sosial
sering kali muncul di tengah-tengah masyarakat sekitar kawasan hutan. Konflik
yang dialami terutama masalah konflik atas sistem pengelolaan hutan yang tidak
memberikan manfaat ekonomi pada masyarakat. Adanya rasa tidak puas sebagian
masyarakat atas pengelolaan hutan bisa memicu masyarakat untuk bertindak
anarkis tanpa memperhitungkan kaidah konservasi maupun hukum yang ada.
11
Terbatasnya pendidikan masyarakat dan minimnya pengetahuan masyarakat akan
fungsi dan manfaat hutan sangat berpengaruh terhadap tindakan mereka dalam
mengelola hutan yang cenderung desdruktif (Ruchiat, 2001).
Pembalakan liar atau illegal logging. Kegiatan pembalakan liar atau illegal
logging lebih banyak menghasilkan lahan-lahan kritis dengan tingkat kerawanan
kebakaran yang tinggi. Seringkali, api yang tidak terkendali secara mudah
merambat ke areal hutan-hutan kritis tersebut. Kegiatan pembalakan liar atau illegal
logging seringkali meninggalkan bahan bakar (daun, cabang, dan ranting) yang
semakin lama semakin bertambah dan menumpuk dalam kawasan hutan yang
dalam musim kemarau akan mengering dan sangat bepotensi sebagai penyebab
kebakaran hutan (Ruchiat, 2001).
Kebutuhan akan Hijauan Makanan Ternak (HMT) Kehidupan masyarakat
sekitar kawasan hutan tidak lepas dari ternak dan penggembalaan. Ternak (terutama
sapi) menjadisalah satu bentuk usaha sampingan untuk memenuhi kebutuhan hidup
keluarga. Kebutuhan akan HMT dan areal penggembalaan merupakan salah satu
hal yang harus dipenuhi. Untuk mendapatkan rumput dengan kualitas yang bagus
dan mempunyai tingkat palatabilitas yang tinggi biasanya masyarakat membakar
kawasan padang rumput yang sudah tidak produktif. Setelah areal padang rumput
terbakar akan tumbuh rumput baru yang kualitasnya lebih bagus dan kandungan
gizinya tinggi (Ruchiat, 2001).
Perambahan hutan Faktor lain yang tidak kalah pentingnya sebagai agen
penyebab kebakaran hutan adalah migrasi penduduk dalam kawasan hutan
12
(perambah hutan). Disadari atau tidak bahwa semakin lama, kebutuhan hidup
masyarakat akan semakin meningkat seiring semakin bertambahnya jumlah
keluarga dan semakin kompleknya kebutuhan hidup. Hal tersebut menuntut
penduduk untuk menambah luasan lahan garapan mereka agar hasil pertanian
mereka dapat mencukupi kebutuhan hidupnya (Ruchiat, 2001).
Sebab lain yang bisa menjadi pemicu terjainya kebakaran adalah faktor kurangnya
kesadaran masyarakat terhadap bahaya api. Biasanya bentuk kegiatan yang menjadi
penyebab adalah ketidaksengajaan dari pelaku. Misalnya masyarakat mempunyai
interaksi yang tinggi dengan hutan. Salah satu bentuk interaksi tersebut adalah
kebiasaan penduduk mengambil rotan yang biasanya sambil bekerja mereka
menyalakan rokok. Dengan tidak sadar mereka membuang puntung rokok dalam
kawasan hutan yang mempunyai potensi bahan bakar melimpah sehingga
memungkinkan terjadi kebakaran (Ruchiat, 2001).
II.2. Pembakaran
Pembakaran adalah proses oksidasi yang sangat cepat antara bahan bakar dan
oksidator dengan menimbulkan nyala dan panas. Bahan bakar merupakan substansi
yang melepaskan panas ketika dioksidasi dan secara umum mengandung karbon,
hidrogen, oksigen dan sulfur. Sementara oksidator adalah segala substansi yang
mengandung oksigen yang akan yang bereaksi dengan bahan bakar (Mahandri,
2010).
13
II.2.1. Pembakaran Sempurna
Pada pembakaran sempurna, reaktan akan terbakar dengan oksigen,
menghasilkan sejumlah produk yang terbatas. Pembakaran komplit terjadi jika
keseluruhan karbon menjadi CO₂, hidrogen menjadi H₂O dan sulfur menjadi SO₂.
Jika output masih mengandung bahan C, H₂ dan CO, maka proses pembakaran
tersebut adalah tidak komplit (Sihana, 2010).
II.2.2Pembakaran Tidak Sempurna
Pembakaran tidak sempurna umumnya terjadi ketika tidak tersedianya oksigen
dalam jumlah yang cukup untuk membakar bahan bakar sehingga dihasilkannya
karbon dioksida dan air. Pembakaran yang tidak sempurna menghasilkan zat-zat
seperti karbon dioksida, karbon monoksida, uap air dan karbon. Pembakaran yang
tidak sempurna sangat sering terjadi, walaupun tidak diinginkan, karena karbon
monoksida merupakan zat yang sangat berbahaya bagi manusia. Kualitas
pembakaran dapat ditingkatkan dengan perancangan media pembakaran yang lebih
baik dan optimisasi proses (Anonim5, 2010).
II.3. Internet of Things
Paradigma Internet of Things (IoT) mengacu pada sebuah jaringanyang saling
berhubungan satu sama lain, seperti sensor atau actuator, serta dilengkapi pula
dengan telekomunikasi antarmuka, dan unit pengolahan dan penyimpanan.
Komunikasi ini harus memungkinkan integrasu yang mulus dan bebas dari hambatan
apapun. Dengan menggunakan internet, memungkinkan bentuk baru interaksi
14
manusia dan perangkat, yaitu komunikasi mesin ke mesin (M2M) (Sulistyanto dkk.,
2015).
IoT merupakan sebuah konsep komputasi yang menggambarkan masa depan
dimana setiap obyek fisik dapat terhubung dengan internet dan
dapat mengidentifikasi dengan sendirinya antar perangkat yang lain (Sulistyanto
dkk., 2015).
Banyak artikel yang mengupas dan menerangkan. mengenai Internet of Thing
(IoT) baik dalam bentuk infographic maupun tutorial. Peranan internet dalam
kehidupan masyarakat modern sehari-hari menjadi bagian yang tidak dapat
terpisahkan, sehingga kemudian lahir konsep mengenai IoT. IoT didefinisikan
sebagai interkoneksi dari perangkat komputasi tertanam (embedded computing
devices) yang teridentifikasi secara unik dalam keberadaan infrastruktur internet [2]
Dapat ditarik kesimpulan bahwa IoT pada dasarnya menghubungkan Embedded
System ke Internet (Sulistyanto dkk., 2015).
Perkembangan IoT merupakan salah satu topik yang menantang untuk
didiskusikan, dan perdebatan tentang bagaimana cara mempraktikkannya masih
terbuka (Sulistyanto dkk., 2015).
II.4. LP-WAN (Low Power – Wide Area Network)
Teknologi LP-WAN dirancang untuk cakupan jaringan mesin ke mesin
(M2M). Dengan kebutuhan daya yang sedikit, LP-WAN memiliki jangkauan yang
luas dan biaya yang lebih rendah daripada jaringan seluler, LPWAN diperkirakan
dapat memiliki jangkauan yang lebih luas melalui komunikasi Mesin ke Mesin
15
(M2M). Sehingga dapat diaplikasikan pada teknologi Internet of Things (IoT) yang
selama ini memiliki kendala dalam hal anggaran. (Iborra & Cano, 2016).
LPWAN memiliki kecepatan transfer data yang rendah, sama halnya dengan
konsumsi daya dari perangkat yang terhubung. LPWAN memungkinkan untuk
digunakan pada perangkat yang membutuhkan bandwith yang lebih kecil
dibandingkan jaringan standar yang biasa digunakan. LPWAN juga dapat
beroperasi dengan biaya yang lebih rendah, dengan efisiensi daya yang lebih besar.
Selain itu, LPWAN dapat mendukung lebih banyak perangkat di daerah cakupan
yang lebih besar dari jaringan seluler konsumen dan bersifat bi-directional (Iborra
& Cano, 2016).
Bluetooth, ZigBee dan Wi-Fi masih memadai untuk implementasi skala
konsumen. Kebutuhan teknologi seperti LPWAN jauh lebih besar di IOT, sipil dan
aplikasi industri komersial. Dalam lingkup ini, sejumlah besar perangkat yang
terhubung hanya bisa didukung jika komunikasi yang efisien dan daya biaya rendah
(Iborra & Cano, 2016).
Dalam IoT terdapat beberapa perangkat komunikasi, di antaranya sebagai
berikut :
II.4.1. LoRa (Long Range)
LoRa (Long Range) adalah suatu format modulasi yang unik dan mengagumkan
yang dibuat oleh Semtech. modulasi yang dihasilkan menggunakan modulasi FM.
Inti pada pemrosesan menghasilkan nilai frekuensi yang stabil. metode transmisi
juga bisa menggunakan PSK (Phase Shift Keying), FSK (Frequency Shift Keying)
16
dan lainnya. Nilai frekuansi pada LoRa bermacam-macam sesuai daerahnya, jika di
Asia frekuensi yang digunakan yaitu 433 MHZ, di Eropa nilai frekuensi yang
digunakan yaitu 868 MHZ, sedangkan di Amerika Utara frekuensi yang digunakan
yaitu 915 MHZ (Anonim, 2018).
LoRa adalah teknologi nirkabel yang dikembangkan untuk menciptakan
jaringan wide-area low-power (LPWAN) yang dibutuhkan untuk aplikasi dari
mesin ke mesin (M2M) dan Internet of Things (IoT). Teknologi ini menawarkan
perpaduan jangka panjang yang sangat menarik, konsumsi daya rendah dan
transmisi data yang aman dan mendapatkan daya tarik yang signifikan dalam
jaringan IoT yang digunakan oleh operator jaringan nirkabel. Jaringan berbasis
teknologi nirkabel LoRa dapat memberikan jangkauan yang lebih besar
dibandingkan dengan jaringan seluler yang ada. Sebenarnya, banyak operator
jaringan seluler telah memilih untuk melengkapi jaringan seluler / nirkabel yang
ada dengan LPWAN berdasarkan teknologi LoRa karena mudah dipasang ke
infrastruktur yang ada dan juga memungkinkan mereka menawarkan solusi kepada
pelanggan mereka untuk melayani lebih banyak perangkat IoT (Anonim, 2018).
LoRa Shield adalah transceiver jarak jauh pada form factor perisai Arduino
dan berdasarkan pada open source library. Shield memungkinkan pengguna untuk
mengirim data dan mencapai rentang yang sangat panjang pada data-data rendah.
Ini menyediakan spektrum penyebaran spektrum ultra jarak jauh dan tinggi.
kekebalan interferensi sambil meminimalkan konsumsi saat ini. LoRa Shield
berbasis pada chip Semtech SX1276 / SX1278, ini menargetkan aplikasi jaringan
sensor nirkabel profesional seperti sistem irigasi, metering cerdas, kota cerdas,
17
deteksi smartphone, otomasi bangunan, dan sebagainya. Menggunakan teknik
modulasi LoRaTM yang dipatenkan oleh Hope RF, Dragino Shield yang
menggunakan teknologi LoRa dapat mencapai sensitivitas lebih dari -148dBm
dengan menggunakan biaya yang rendah. Sensitivitas tinggi yang dikombinasikan
dengan penguat daya +20 dBm terintegrasi membuat LoRa terdepan dalam hal
eisiensi anggaran dalam industri sehingga bisa optimal untuk aplikasi yang
membutuhkan jangkauan atau ketahanan. LoRa juga memberikan keuntungan yang
signifikan baik pada blocking maupun selektivitas terhadap teknik modulasi
konvensional, memecahkan kompromi desain tradisional antara rentang, kekebalan
interferensi dan konsumsi energi (Anonim2, 2018).
Perangkat ini juga mendukung mode FSK (Frequency Shift Keying)
kinerja tinggi (G) untuk sistem termasuk WMBus, IEEE 802.15.4g. Dragino Shield
yang menggunakan teknologi LoRa® memberikan noise, selektivitas, linearitas
receiver dan IIP3 yang luar biasa untuk konsumsi arus yang jauh lebih rendah
daripada perangkat yang lain. (Anonim2, 2018).
Gambar II. 1 LoRa Dragino
18
LoRa dragino memiliki beberapa fitur, di antaranya ditunjukkan dalam
tabel II.1 Fitur LoRa Dragino
Tabel II. 1 Fitur LoRa Dragino
NO. FITUR LORA DRAGINO
1 Kompatibel dengan Arduino 3.3v atau 5v I / O.
2 Frekuensi: 915MHz / 868 MHZ / 433 MHZ (Pra-konfigurasi di
pabrik)
3 Konsumsi daya rendah
4 Cocok dengan Arduino Leonardo, Uno, Mega, DUE, dan
Raspberry Pi
5 Antena Eksternal melalui konektor I-Pex
Adapun spesifikasi dari LoRa dragino ditunjukkan dalam tabel II.2
Spesifikasi LoRa Dragino
Tabel II. 2 Spesifikasi LoRa Dragino
NO. SPESIFIKASI LORA DRAGINO
1 Anggaran link maksimum 168 dB.
2 +20 dBm - 100 mW output RF konstan
3 +15 dBm efisiensi tinggi PA.
4 Kecepatan bit yang dapat diprogram sampai 300 kbps.
19
5 Sensitivitas tinggi: turun ke -148 dBm.
6 Bullet-proof front end: IIP3 = -12,5 dBm.
7 Imunitas pemblokiran yang sangat baik.
8 Sepenuhnya terintegrasi synthesizer dengan resolusi 61 Hz.
9 Modulasi FSK, GFSK, MSK, GMSK, LoRa ™ dan OOK.
10 Built-in bit synchronizer untuk pemulihan jam.
11 Preamble detection.
12 Kisaran RSSI 125 DMB dinamis.
13 Automatic RF Sense dan CAD dengan AFC ultra cepat.
14 Mesin paket hingga 256 byte dengan CRC.
15 Sensor suhu terpasang dan indikator baterai rendah.
II.4.1.1. LoRa gps hat dragino
Lora gps hat dragino merupakan modul telekomunikasi yang menggunakan
microwave. Secara umum terdapat 3 frekuensi yang dapat digunakan, yaitu
868MHz, 433MHz, dan 915MHz. LoRa ini dilengkapi dengan gps yang dapat
membaca koordinat suatu lokasi (Anonim2, 2018).
Gambar II. 2 LoRa gps hat dragino
20
II.4.1.2. LoRa bee dragino
LoRa bee merupakan salah satu jenis modul telekomunikasi LoRa. Dengan
memanfaatkan gelombang radio LoRa bee memiliki kapasitas untuk
mengirim/menerima data dengan jarak jangkauan yang besar, namun dengan power
yang rendah. Lora bee memiliki 20 kaki yaitu 3.3V, N/A,N/A, MISO, RESET, N/A,
N/A, N/A, N/A GND,N/A, DIO5, SCK, NSS, DIO4, DIO3,DIO2, DIO1, DIO0,
dan MOSI (Anonim2, 2018).
Gambar II. 3 LoRa bee dragino
II.4.2. XBee
XBee merupakan perangkat telekomunikasi yang mendukung komunikasi
wireless. Sama halnya dengan LoRa, XBee juga menggunakan frekuensi radio
untuk melakukan pengiriman maupun pertukaran data antar perangkat. Hanya
XBee yang memiliki protocol yang sama, yang dapat saling terhubung untuk
melakukan pengiriman dan pertukaran data (Digi, 2018).
21
Modul RF XBee dan XBee-PRO yang dikembangkan telah memenuhi standar
IEEE 802.15.4 dan mendukung jaringan sensor nirkabel bertenaga rendah dan
berdaya rendah. Modul membutuhkan daya minimal dan bisa digunakan untuk
pengiriman data antar perangkat. Modul beroperasi dalam frekuensi ISM 2,4 GHz
band dan pin-for-pin yang kompatibel satu sama lain (Digi, 2018).
Gambar II. 4 XBee
Tabel II. 3 Tabel Spesifikasi XBee dan XBee PRO
Spesifikasi XBee XBee-PRO
Performance
Di dalam ruangan / daerah perkotaan Lebih dari 100 kaki
(30 m)
Lebih dari 300 kaki
(90 m), lebih dari
200 kaki (60 m)
variasi
internasional
Di luar ruangan Lebih dari 300 kaki
(90 m)
Lebih dari 1 mil
(1600m), variasi
22
internasional lebih
dari 2500 kaki (750
m)
Daya keluaran pada saat transmisi
1mW (0 dBm) 63mW (18dBm)*
10mW (10 dBm)
untuk variasi
internasional
Rate data RF 250,000 bps 250,000 bps
Serial Interface Data Rate
(software tertentu)
1200 bps - 250 kbps
(mendukung
baudrates yang
tidak sesuai standar)
1200 bps - 250
kbps
(mendukung
baudrates yang
tidak sesuai
standar)
Sensivitas Penerimaan -92 dBm (1% paket
yang error)
-100 dBm (1%
paket yang error)
Daya yang diperlukan
Tegangan 2.8 – 3.4 V 2.8 – 3.4 V
Arus saat transmisi 45mA (@ 3.3 V) 250mA (@3.3 V)
(150mA untuk
varian
internasional)
RPSMA modul
23
hanya: 340mA
(@3.3 V) (180mA
untuk
varian
internasional)
Idle / Arus saat menerima 50mA (@ 3.3 V) 55mA (@ 3.3 V)
Power-down Current < 10 µA < 10 µA
Umum
Frakuensi operasi ISM 2.4 GHz ISM 2.4 GHz
Dimensi 0.960” x 1.087”
(2.438cm x
2.761cm)
0.960” x 1.297”
(2.438cm x
3.294cm)
Suhu pengoperasian -40 to 85º C
(industri)
-40 to 85º C
(industri)
Pilihan antena Integrated Whip,
Chip atau U.FL
Connector, RPSMA
Connector
Integrated Whip,
Chip atau U.FL
Connector, RPSMA
Connector
Jaringan dan keamanan
Topologi jaringan yang didukung Point-to-point,
Point-to-multipoint
& Peer-to-peer
24
II.4.3. GSM Shield
GSM Shield merupakan perangkat yang dapat digunakan untuk komunikasi dan
pertukaran informasi. Terdapat dua jenis GSM Shield yang paling umum
digunakan, yaitu SIM 900, SIM 900A, dan SIM 300. Perbedaan yang paling utama
dari ketiganya adalah SIM 900 merupakan quad band, SIM 900A merupakan dual
band, dan SIM 300A merupakan tri band. Hal tersebut menentukan frekuensi
pengoperasiannya. Semakin banyak frekuensi pengoperasiannya semakin bagus
(Rhydolabz).
SIM900 adalah modem quad band yang bisa beroperasi di 850, 900, 100, 10000
MHz band SIM900A adalah modem GSM dual band yang bisa beroperasi hanya di
band 900, 188 MHz & SIM900A hanya bisa digunakan di Asia, karena wilayah ini
dikunci ke pasar Asia. Sementara dari segi konsumsi dayanya, GSM Shield SIM900
beroperasi dari kisaran 3.4V sampai 4.5V. Sedangkan GSM Shield SIM900A
beroperasi dari kisaran suplai 3.2V sampai 4.8V. (Jangkauan operasi yang
dimaksimalkan) (Rhydolabz).
Jumlah saluran 16 Direct Sequence
Channels
12 Direct Sequence
Channels
Pilihan pengalamatan PAN ID, Channel
dan Addresses
PAN ID, Channel
dan Addresses
25
Gambar II. 5 GSM Shiels
II.4.3.1. GSM Shield SIM 900
GSM Shield SIM 900 memiliki beberapa fitur yang disajikan dalam tabel II.4
Fitur GSM Shield SIM 900.
Tabel II. 4 Fitur GSM Shield SIM 900
NO. FITUR GSM SHIELD SIM 900
1 Produk dengan kualitas tinggi
2 Quad-Band GSM/GPRS 850/ 900/ 1800/ 1900 MHz
3 Dibuat pada RS232 level pengubah (MAX3232)
4 Configurable baud rate SMA connector with GSM L Type Antenna.
5 Terdapat SIM Card holder
6 Terdapat led sebagai indicator
7 Dilengkapi dengan protocol TCP/IP untuk transver menggunakan
GPRS.
8 Audio interface
9 Dapat digunakan pada suhu -20 °C to +55 °C
10 Tegangan masukan: 5V-12V DC
26
Adapun spesifikasi dari modul GSM Shield SIM 900 ditunjukkan dalam
Tabel II.5 Spesifikasi GSM Shield SIM 900
Tabel II. 5 Spesifikasi GSM Shield SIM 900
NO. SPESIFIKASI GSM SHIELD SIM 900
1 Quad Band 850/900/1800/1900 MHz
2 GPRS 10/8
3 GPRS mobile station kelas B
4 Compliant ke GSM fase 2/2
5 Kelas 4 (2 W @ 850/900 MHz)
6 Kelas 1 (1 W @ 1800 / 1900MHz)
7 Dimensi: 24 * 24 * 3mm
8 Berat: 3.4g
9 Kontrol melalui perintah AT (GSM 07.07 , 07.05 dan SIMCOM
ditingkatkan AT Commands)
10 Konsumsi daya rendah: 1.0mA (mode tidur)
11 Suhu operasi: -40 ° C sampai +85 ° C
II.4.3.2. GSM Shield SIM 900A
GSM Shield SIM 900 memiliki beberapa fitur dan spesifikasi yang disajikan
dalam tabel II.6 Fitur dan Spesifikasi GSM Shield SIM 900.
27
Tabel II. 6 Fitur dan Spesifikasi GSM Shield SIM 900A.
NO. FITUR DAN SPESIFIKASI GSM SHIELD SIM 900A
1 Tegangan masukan: 5-12V DC.
2 Suhu pengoperasian: -30 OC to +80 OC.
3 LED sebagai indikator untuk status daya dan jaringan
4 Power supply regulator dengan Buzzer sebagai indikator panggilan
masuk.
5 Daya masukan:
a. Class4 (2W).
b. Class1 (1W).
6 Konektivitas GPRS:
a. Kelas multi-slot GPRS10 (default)
b. GPRS multi-slot class8 (pilihan)
7 Mendukung CSD, USSD, SMS, FAX (Grup 3 Kelas 1).
8 Single kartu SIM dan konektor SMA dengan antena GSM
9 Serial port (RS232) output dan dukungan untuk antarmuka Audio,
RTC, Manajemen Buku Telepon
II.5. Sensor Gas MQ135
Sensor gas MQ-135 adalah jenis sensor kimia yang sensitif terhadap senyawa
NH3, NOx, alkolhol, bensol, asap (CO), CO2, dan lain-lain. Sensor ini bekerja
dengan cara menerima perubahan nilai resistansi (analog) bila terkena gas.
Resistansi sensor gas MQ135 berbeda tergantung dari jenis dan konsentrasi gasnya.
28
Di bawah ini adalah gambar modul sensor gas MQ135 yang terdiri dari 4 pin, serta
grafik dari data sheet sensor gas MQ135 (Indahwati).
Gambar II. 6 Sensor gas MQ135
Dalam data sheet sensor MQ135 disajikan grafik yang menyajikan
sensitifitas sensor terhadap tiap gas tertentu. Dari grafik tersebut dapat ditentukan
besarnya ppm dari gas yang ingin diukur (Indahwati ).
Gambar II. 7 Sensitivitas sensor MQ135 terhadap beberapa gas
Kondisi dari standar kerja pemakaian sensor gas MQ135 ditunjukkan pada
tabel II.7 Kondisi Standar Kerja Sensor MQ135.
29
Tabel II. 7 Kondisi Standar Kerja Sensor MQ15
Parameter Kondisi Teknis Keterangan
Circuit voltage 5V +- 0,1 AC atau DC
Heating voltage 5V +- 0,1 AC atau DC
Load resistance Bisa menyesuaikan
Heater resistance 33 +- 5% Suhu ruangan
Heater consumption Kurang dari 800 mW
Jangkauan pengukuran
10-300 ppm ammonia
10-1000 ppm bensol
10-300 alkohol
Pembacaan sensor gas MQ135 dikonversi menjadi ppm (part per million) .
Part per million atau berat per sejuta adalah banyaknya zat terlarut (1 mg) dalam
1L larutan. Seperti halnya namanya yaitu ppm, maka konsentrasinya merupakan
perbandingan antara berapa bagian senyawa dalam satu juta bagian suatu sistem.
Sama halnya dengan “prosentase” yang menunjukkan bagian per seratus. Jadi
rumus ppm adalah sebagai berikut (Junaedi, 2008);
Ppm = jumlah bagian spesies / satu juta bagian sistem di mana spesies itu berada.
II.6. Sensor Gas MQ7
CO Gas Sensor Module merupakan sebuah modul sensor gas yang berbasis
MQ-7.Sensor ini bereaksi terhadap kadar gas karbon monoksida yang terdapat
dalam udara. Modul ini memiliki keluaran data analog serta desain hardware
30
minimalis yang ditujukan untuk memudahkan proses penggunaan sensor MQ-7.
Modul ini dapat diaplikasikan sebagai alarm peringatan dini, ataupun gas detector
untuk membantu proses industri yang melibatkan gas karbon monoksida. (Ya'kut,
P.W, D)
Gambar II. 8 Sensor Gas MQ7
Sensitivitas dari sensor gas MQ7 dapat dilihat pada data sheet yang
ditunjukkan gambar di bawah
Gambar II. 9 Sensitivat sensor gas MQ7
Gambar II.7 menunjukkan sensitivitas sensor gas MQ7 pada temperatur 20oC,
kelembaban 65%, konsentrasi O2 21% dan RL 10kΩ. Ro adalah resistansi sensor
31
pada 100 ppm CO pada udara bersih. Sementara Rs menunjukkan resistansi sensor
pada bermacam-macam konsentrasi gas (Anonim4, 2013).
Kondisi dari standar kerja pemakaian sensor gas MQ7 ditunjukkan pada tabel
II.8 Kondisi Standar Kerja Sensor MQ135.
Tabel II. 8 Kondisi standar kerja MQ7
Parameter Kondisi Teknis Keterangan
Circuit voltage 5V +- 0,1 AC atau DC
Heating voltage 5V +- 0,1 AC atau DC
Load resistance Bisa menyesuaikan
Heater resistance 33 +- 5% Suhu ruangan
Heater consumption Berkisar 350 mW
II.7. Sensor Api
Sensor api digunakan untuk mendeteksi keberadaan api. Sensor api bekerja
dengan mendeteksi cahaya infra red yang memiliki panjang gelombang tertentu
dibandingkan cahaya yang lain. Pada gambar II.8 menunjukkan modul sensor api,
pada gambar II.9 menunjukkan dimensi sensor api, serta gambar II.10
menunjukkan directivity sensor api. (Anonim3, 2018).
32
Gambar II. 10 Sensor api
Gambar II. 11 Dimensi sensor api
Gambar II. 12 Directivity Sensor api
33
Beberapa fitur yang dimiliki sensor api disajikan dalam Tabel II.8 Fitur
Sensor Api (Anonim3, 2018).
Tabel II. 9 Fitur Sensor Api
NO. FITUR SENSOR API
1 LED yang memiliki radiant yang tinggi
2 Directivity standar yaitu 5mm
3 Daya tahan terhadap cuaca yang tinggi
4 UV Resistant Epoxy
5 Memiliki warna transparan
Spesifikasi dari sensor api ditunjukkan dalam tabel II.10 Spesifikasi sensor api
(Anonim3, 2018).
Tabel II. 10 Spesifikasi Sensor Api
NO. FITUR SENSOR API
1 Memiliki dua jenis output yaitu analog dan digital. Digital
menghasilkan output 0 atau 1.
2 Arus yang digunakan berkisar 180 mW
3 Suhu pengoperasian antara -25 hingga 85 oC
4 Suhu penyimpanan antara -35 hingga 100 oC
5 Suhu maksimum dalam penyolderan adalah 260 oC, tidak boleh lebih
dari 5 detik.
34
6 Arus DC adalah 100 mA
7 Tegangan DC adalah 1.8V
II.8. Raspberry Pi
Raspberry Pi adalah modul mikro komputer yg mempunyai input output digital
port seperti pada board mikrokontroller. Tetapi jika dibandingkan board raspberry
pi dan mikrokontroller yg lain, Raspberry pi memiliki port/koneksi untuk display
berupa TV atau Monitor PC serta koneksi USB untuk keyboard serta mouse yang
tidak dimiliki oleh mikrokontroller jenis lain. Raspberry pi merupakan komputer
dalam satu singleboard. Operating System (OS) pada raspberry pi yaitu Linux.
Raspberry pi memiliki beberapa seri seperti raspberry pi 1, 2, 3, model A, model
A+, model B, model B+. Seri yang akan digunakan dalam penelitian kali ini adalah
Raspberry pi 3 model B yang merupakan seri terbaru. Berikut ini adalah spesifikasi
dari Raspberry pi 3 model B (Agustian, 2010):
System on a Chip (SoC) berupa jenis chip jenis Broadcom BCM2837R
CPU 4x ARM Cortex-A53, kecepatan prosesor 1.2 GHz, GPU berupa Broadcom
VideoCore IV, dengan RAM 1 GB LPDDR2 (900 MHz) (Agustian, 2010).
1. Slot Secure Digital Card (SD Card)
Raspberry pi 3 model B dilengkapi dengan slot SD card sebagai
hard drive untuk menyimpan seluruh data.
2. Port USB
Raspberry pi 3 model B mempunyai 4 port USB tipe 2.0.
3. Bluetooth
35
Raspberry pi 3 model B mempunyai jenis Bluetooth 4.1 Classic yang
berfungsi sebagai media penghubung komunikasi dengan perangkat
komunikasi lainnya.
4. Konektor HDMI
Raspberry pi 3 model B mempunyai port HDMI sebagai perantara
audio/video yang akan ditampilkan pada sebuah monitor.
5. Output Audio Analog
Port audio analog berfungsi sebagai penyedia keluaran audio analog
untuk disambungkan pada perangkat speaker dengan jack sebesar 3,5 mm.
II.8.1. Raspberry Pi 2 Model B
Raspberry pi 2 adalah perangkat hardware technology yang berasal dari
inggris diciptakan oleh seorang jenius yang bernama Eben Upton. Pada awal 2015
Gambar II. 13 Raspberry pi 2 Model B
36
silam telah keluar produk revisi Raspberry pi 2 type yang mempunyai keunggulan
dan fitur yang lebih baik dari produk yang telah keluar sebelumnya. Raspberry Pi 2
memberikan 6 kali kapasitas pemrosesan model sebelumnya (Agustian, 2010).
Raspberry Pi generasi kedua ini memiliki Broadcom yang ditingkatkan
Prosesor BCM2836, yang merupakan quad-core berbasis ARM Cortex-A7 yang
kuat prosesor yang berjalan pada 900MHz. Dewan juga memiliki peningkatan
kapasitas memori hingga 1Gbyte (Agustian, 2010).
Raspberry Pi 2 mempunyai Processor dan ram serta strorage drive untuk
penyimpanan data. Berikut adalah spesifikasi dari Raspberry Pi 2 type B (Agustian,
2010):
1. Core Architecture: A quad-core ARM Cortex-A7 CPU (~6x performance)
2. Memori : 1GB LPDDR2 SDRAM (2x memori)
3. Chip : QUAD Core Broadcom BCM2836 CPU dengan 1GB RAM
4. 40 pin extended GPIO
5. Micro SD Slot
6. Multiple Ports : 4 USB ports , Full Size HDMI, 4 pole Stereo output and
Composite video port, CSI camera port & DSI display port
7. Micro USB power source
8. CPU : 900MHz
9. GPU : Dual core VideoCore IV Multimedia Co-Processor Provides Open
GL ES 2.0, hardware-accelerated OpenVG, dan 1080p30,H.264 high-
37
profilr decode, Capable of 1Gpixels, 1.5Gtexel/s or 24GFLOPs with
texture filtering dan DMA Infrastruktur
10. Sistem Operasi : Boots dari Micro SD card, running a version of thr Linux
sistem operasi
11. Dimensi : 85x56x17mm
12. Daya: Micro USB socket 5V, 2A
Raspberry Pi adalah modul mikro komputer yg juga mempunyai input output
digital port seperti pada board mikrokontroller. GPIO adalah terminal bi-
directional yang ditambahkan ke raspi berjumlah 40 pin dan ada juga 26 pin. Pin
GPIO memiliki bagian bagian yang mewakili 40 pin tersebut antara lain: Power
Supply (3.3 Volt/ 5 Volt, 2 set), UART ( Universal asynchronous
receiver/transmitter, 1 set), SPI (Serial Peripheral Interface), I2C (Inter-Integrated
Circuit) –EEPROM, dan GPIO (General Purpose Input Output). Raspberry Pi
memiliki 40 Pin GPIO tetapi untuk penelitian hanya digunakan beberapa, Untuk
lebih memahami dapat dilihat pada gambar III.12 (Agustian, 2010) .
38
II.9. Arduino
Arduino merupakan sebuah platform dari physical computing yang bersifat
open source. Pertama - tama perlu dipahami bahwa kata “platform” disini adalah
sebuah pilihan kata yang tepat. Arduino tidak hanya sekadar sebuah alat
pengembangan, tetapi ia adalah kombinasi dari hardware, bahasa pemprograman
dan Integrated Development Environtment (IDE) yang canggih. IDE adalah sebuah
software yang sangat berperan untuk menulis program, meng-compile menjadi
kode biner dan meng-upload ke dalam memory microcontroller. Ada banyak projek
dan alat – alat yang dikembangkan oleh akademisi dan profesional dengan
menggunakan Arduino, selain itu juga ada banyak modul - modul pendukung
(sensor, tampilan, penggerak dan sebagainya) yang dibuat oleh pihak lain untuk
bisa disambungkan dengan Arduino. Arduino berevolusi menjadi sebuah platform
karena ia menjadi pilihan dan acuan bagi banyak praktisi (Bambang & Dharmawan,
2016).
Salah satu yang membuat arduino memikat hati banyak orang adalah karena
sifatnya open source, baik untuk hardware maupun software-nya. Komponen
utama didalam papan Arduino adalah sebuah mikrokontroller 8 bit dengan merk
Atmega yang dibuat oleh perusahaan Atmel Corporation. Berbagai papan Arduino
menggunakan tipe Atmega yang berbeda-beda tergantung dari spesifikasinya,
sebagai contoh Arduino Uno menggunakan Atmega328 sedangkan Arduino Mega
2560 yang lebih canggih menggunakan Atmega2560 (Bambang & Dharmawan,
2016).
39
II.9.1. Arduino Uno
Arduino UNO adalah sebuah board mikrokontroller yang berbasis ATmega328.
Arduino memiliki 14 pin input/output yang mana 6 pin dapat digunakan sebagai
output PWM, 6 analog input, crystal osilator 16 MHz, koneksi USB, jack power,
kepala ICSP, dan tombol reset. Arduino mampu men-support mikrokontroller dapat
dikoneksikan dengan komputer menggunakan kabel (Bambang & Dharmawan,
2016).
Gambar II. 14 Arduino uno
II.10. Thingspeak
Thingspeak merupakan salah satu IoT Cloud Server yang dapat diakses dan
dipakai secara luas. Berikut adalah beberapa fitur yang dimiliki oleh thingspeak
(Ning, 2017):
1. Thingspeak merupakan salah satu layanan web yang dimiliki oleh
MathWorks dan dihosting pada AWS.
40
2. Memiliki layanan untuk collect, analysis, dan act pada adata yang
didapatkan dari device yang disambungkan dengan thingspeak.
3. Mengevaluasi kode MATLAB pada cloud server.
4. Lebih dari 130.000 pengguna yang tersebar di seluruh dunia.
5. Menyedakan layanan tanpa berbayar.
Thingspeak juga menyediakan beberapa toolbox MATLAB, apabila kita login
menggunakan akun MATLAB yang telah berllisensi. Berikut adalah beberapa
toolbox MATLAB yang dapat digunakan pada thingspeak (Ning, 2017)
1. Statistics and Machine Learning Toolbox™
2. Curve Fitting Toolbox™
3. Control System Toolbox™
4. Signal Processing Toolbox
5. Mapping Toolbox™
6. System Identification Toolbox™
7. Neural Network Toolbox™
8. DSP System Toolbox™
9. Datafeed Toolbox™
10. Financial Toolbox™
41
Gambar II. 15 Thingspeak
II.11. Node
Pada intinya sebuah sensor node terdiri dari komponen pengendali
(kontroler), sensor/aktuator, memori, perangkat komunikasi dan catu daya (power
supply). Karena komponenkomponenya tersebut maka sensor nod pada WSN ini
disebut juga dengan smart/intelligent sensor. Gambar II.16 berikut menggambarkan
sebuah node beserta komponen pendukungnya.
Gambar II. 16 Sebuah node beserta komponen pendukungnya
Sebuah pengendali akan memproses semua data yang relevan dan
berkemampuan untuk mengeksekusi semua kode-kode, sedangkan beberapa
42
memori digunakan untuk menyimpan program dan data intermediate yang nantinya
akan dikirimkan ke controller board (getaway). Sensor dan aktuator merupakan
interface terhadap parameterparameter fisik dari lingkungan. Perangkat komunikasi
digunakan sebagai peralatan jaringan dalam mengirimkan dan menerima informasi
melalui kanal nirkabel. Power supply digunakan sebagai penyimpan energi untuk
mengaktifkan komponen-komponen utama yang lainnya (Sulistyanto, 2010).
II.12. Gateway
Gateway merupakan jembatan penghubung antara jaringan internal sensor
yang mengumpulkan data, dengan jaringan luar internet melalui berbagai medua
komunikasi nirkabel seperti WiFi, bluetooth, selular satelit, Zigbee dan lainlain.
Gateway juga merupakan tempat pengolah data tahap pertama, pengalamatan dan
pengaturan routing. Data yang ditransmisikan melalui gateway kemudian disimpan
dan diolah di cloud server dengan menggunakan mesin analitik Big Data. Data yang
sudah diolah ini kemudian digunakan untuk melakukan hal-hal cerdas sesuai tujuan
IoT (Meutia, 2015).
43
II.13. Fog Computing
Fog computing adalah platform virtual yang menyediakan operasi untuk
menghitung, mennyimpan, dan jaringan layanan antara end device dengan cloud.
Fog computing merupakan penghubung antara end device dengan iot cloud server.
Gambar di bawah menyajikan informasi yang ideal serta menggambarkan peran fog
computing (Petajajarvi dkk.,2017).
Gambar II. 17 Fog Computing
44
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
III.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Internet of Things dan Parallel
Computing (IoTPC), Departemen Teknik Informatika Fakultas Teknik, Universitas
Hasanuddin. Kelurahan Romang Lompoa, Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten
Gowa. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari – Agustus
2018.
III.2. Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu solder listrik, kaca pembesar,
alat pengukur emisi, perangkat komputer, software arduino, software browser,
website ThingSpeak, sistem operasi Raspberry pi, alat tulis, dan Multimeter.
Sedangkan bahan yang digunakan yaitu Mikrokontroller Arduino Uno, Sensor Gas
MQ135, Sensor Api, Sensor Gas MQ 7, Raspberry Pi 2, LoRa Hat, Lora Bee
Dragino, Kabel Jumper, Micro SD, Sensor gas MQ135, Flame Sensor (Sensor
api), USB Connector , Logic Converter, PCB, dan Timah.
III.3. Kriteria Desain
Terdapat tigas sensor yang digunakan dalam mendeteksi kebakaran hutan, yaitu
sensor gas MQ135, sensor gas MQ7 dan sensor api. Ketiga sensor ini dihubungkan
dengan mikrokontroller arduino. Setiap node dihubungkan dengan masing-masing
sebuah sensor gas MQ135, sensor gas MQ7, dan sebuah sensor api Terdapat 3 buah
45
node yang digunakan dalam penelitian ini. Data yang telah dikumpulkan oleh
masing-masing node, kemudian dikirimkan ke gateway menggunakan gelombang
radio 915MHz. Pada gateway akan terjadi pemrosesan data yang telah diterima dari
masing-masing node. Berdasarkan hasil pemrosesan yang dilakukan oleh gateway,
data kemudian dikirim ke IoT Cloud Server yaitu ThingSpeak. ThingSpeak
melakukan tiga tugas utama yaitu, collect, analyze, dan act. Setelah data dari
gateway dikumpulkan, kemudian akan dilakukan analisis menggunakan Matlab
analisis. Terakhir, hasilnya akan ditampilkan dengan memanfaatkan Matlab
Visualization yang tersedia di ThingSpeak, yang kemudian dikenal pula dengan act
pada ThingSpeak. Data-data yang telah dikumpulkan maupun telah dianalisis oleh
ThingSpeak dapat diakses pada gadget ataupun computer yang terhubung ke
internet.
III.4. Prosedur Penelitian
Gambar III. 1 Diagram Prosedur Penelitian
46
Tahapan secara garis besar dijelaskan sebagai berikut :
1. Pada studi literatur, pencarian penelitian dilakukan terkait sistem
pembuatan rancang bangun miniatur stasiun cuaca. Pada tahap ini juga
dilakukan pencarian dokumentasi hasil penelitian-penelitian sebelumnya
yang terkait dengan topik penelitian.
2. Pada tahap ini, dilakukan penetapan berbagai kebutuhan penelitian dan
disiapkan guna untuk menunjang penelitian dan pembuatan aplikasi.
3. Pada tahap ini dilakukan persiapan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk
penelitian, seperti sensor gas MQ135, sensor gas MQ7, sensor api, dan
beberapa peralatan pendukung lainnya.
4. Pada tahap ini, jika alat dan bahan sudah lengkap maka mulai dilakukan
pembuatan dan perangkaian alat pendeteksi kebakaran hutan yang
menggunakan LoRa Bee Dragino, Arduino Uno, sensor gas MQ135,
sensor gas MQ7 dan sensor api. Serta pembuatan gateway menggunakan
Lora Hat dan Raspberry Pi 2 Model B.
5. Pada tahap ini, jika telah selesai melakukan pembuatan dan perangkaian
node dan gateway maka selanjutnya dilakukan pengiriman data ke
gateway yang telah dibaca oleh node.
6. Setelah data diterima oleh gateway, maka akan terjadi proses komputasi
untuk mengubah raw data (raw data) yang telah dibaca oleh sensor
menjadi nilai yang dibutuhkan. Seperti raw data pada MQ135 akan
47
diubah menjadi konsentrasi CO2 dalam bentuk ppm, dan raw data pada
sensor gas MQ7 akan diubah menjadi konsentrasi CO dalam bentuk ppm.
7. Setelah melalui proses komputasi pada gateway, maka nilai yang telah
diproses tersebut akan dikirim ke channel ThingSpeak sesuai dengan id
dan write API key yang telah diinisialisasi pada program berdasarkan
address dari tiap node.
8. Data yang telah diterima ThingSpeak kemudian akan dianalisis
menggunakan Matlab Analyze yang tersedia di ThingSpeak. Hasilnya
akan ditampilkan berupa act menggunakan Matlab Visualization dan
chart yang telah disediakan ThingSpeak.
9. Setelah melakukan tahapan-tahapan di atas, diperolehlah kesimpulan
berdasarkan penelitian yang telah dilakukan.
III.5. Tahap Persiapan
Tahap persiapan merupakan tahapan awal dalam melakukan penelitian, pada
tahap ini penulis melakukan studi literatur dengan mencari berbagai acuan baik
melalui buku, jurnal, tugas akhir maupun artikel dengan narasumber yang jelas dan
terpercaya dengan tujuan untuk melengkapi literatur mengenai penelitian ini.
Penulis juga melakukan identifikasi masalah pada penelitian ini, membaca dan
memahami kelebihan dan kekurangan dari penelitian yang sudah dilakukan
sebelumnya. Dan juga penulis menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan dalam
penelitian ini untuk mempersiapkan menuju ke tahap selanjutnya.
48
III.6. Tahap Pembuatan Alat
Tahap pembuatan alat dibagi menjadi tiga tahap, yakni tahap perancangan alat,
tahap perwujudan alat, dan tahap pembuatan software. Tahap perancangan alat
terdiri dari perancangan mekanik dan perancangan hardware. Tahap perwujudan
alat yakni tahap perwujudan dari perancangan yang telah dibuat, sedangkan tahap
pembuatan software meliputi tahap pembuatan dan pengupload-an program ke IoT
Cloud Server agar dapat dianalisis dan memberikan serta menampilkan kesimpulan
dari data yang telah dikumpulkam. Berikut penjabaran dari masing-masing
tahapan:
III.6.1. Tahap Perancangan Hardware (Alat )
Tahap perancangan alat terdiri dari perancangan hardware dan perancangan
mekanik sistem alat yang akan dibuat meliputi :
1. Rangkaian Raspberry Pi dan LoRa Hat (sebagai gateway )
2. Rangkaian Arduino dan LoRa Bee Dragino (sebagai node ) .
3. Sensor-sensor untuk mendeteksi gas dan api (Sensor gas MQ135, sensor gas
MQ7 dan sensor api).
4. Kalibrasi sensor gas MQ135
5. Pengupload-an data sensor ke IoT Cloud Server ( ThingSpeak).
6. Analisis dan visualisasi menggunakan Matlab Analyze dan Matlab
Visualization.
Tahap perancangan alat terdiri dari perancangan hardware dan perancangan
mekanik sistem alat. Sistem alat yang akan dibuat meliputi sensor gas MQ135 yang
49
berfungsi untuk mengukur kadar CO2 , snsor gas MQ7 yang berfungsi untuk
mengukur kadar CO dan sensor api untuk mendeteksi adanya titik api.
Sistem bekerja sesuai dengan blok diagram pada gambar III.2. Inputan yang
digunakan adalah data konsentrasi CO2 yang dibaca oleh sensor gas MQ135, data
konsentrasi CO yang dibaca oleh sensor gas MQ7 dan data dari sensor api.
Gambar III. 2 Blog Diagram Kinerja Sistem
Berdasarkan gambar III.2, dapat dilihat bahwa terdapat dua sensor yang
terhubung dengan node. Ketiga sensor ini adalah sensor gas MQ135 yang berfungsi
untuk mengirim data konsentrasi CO2 , sensor gas MQ7 untuk mengirim data
konsentrasi CO dalam bentuk raw data, serta sensor api yang berfungsi mendeteksi
api. Pada node digunakan mikrokontroller arduino uno. Setiap node disambungkan
dengan LoRa dragino berfrekuensi 915 MHz. Node kemudian mengirimkan data
ke gateway menggunakan gelombang radio berfrekuensi 915 MHz.
Sensor gas MQ7
50
Gambar III. 3 Skematik pada node
Pada gateway digunakan mikroprosessor Raspberry pi 2 model B, yang
dihubungkan dengan usb wifi agar bisa terhubung dengan internet sehingga bisa
mengirim data ke cloud. Sementara untuk menerima data yang telah dikirimkan
oleh node, maka gateway dihubungkan dengan LoRa gps Hat yang berfrekuensi
915 MHz. Data yang diterima gateway akan diolah kemudian dikirimkan lagi ke
IoT Cloud Server. Raw data dari MQ135 kemudian akan dikonversi menjadi ppm
untuk gas CO2 menggunakan beberapa fungsi tertentu yang dieksekusi oleh
gateway. Begitu pula dengan raw data yang telah dibaca oleh sensor gas MQ7 akan
dikonversi menjadi konsentrasi CO dalam bentuk ppm. Setelah data diterima oleh
IoT Cloud Server, data kemudian akan disimpan kemudian diolah, serta
51
ditampilkan sesuai dengan analisis yang telah dilaksanakan oleh program pada IoT
Cloud Server.
III.6.1.1. Arduino Uno
Arduino Uno berperan sebagai komponen node yang digunakan sebagai
mikrokontroller serta terhubung dengan beberapa sensor untuk mengambil data.
Kemudian data-data yang telah dikumpulkan sensor akan dikirimkan ke gateway
menggunakan LoRa.
III.6.1.2. LoRa Bee Dragino 915 MHz
LoRa bee dragino berperan sebagai modul telekomunikasi yang dipasang
pada mikrokontroller arduino uno. Dalam penelitian ini digunakan LoRa Bee yang
berfrekuensi 915 MHz dan berkomunikasi dengan gelombang radio. LoRa bee
digunakan dengan cara menghubungkan enam buah kaki dari LoRa bee yaitu 3.3V,
MISO, GND, SCK,NSS, dan MOSI dengan mikrokontroller arduino uno. Namun
dibutuhkan logic level converter untuk mengkonversi tegangan yang dihasilkan dari
VCC mikrokontroller arduino uno menjadi logic level di 3,3V.
III.6.1.3. Lora Shield 915 MHz
Dalam penelitian ini, digunakan beberapa node yang akan mengirimkan
data ke gateway. Salah satu node tersebut menggunakan LoRa Shield 915 MHz
sebagai modul telekomunikasinya. Tidak berbeda dengan lora bee dragino, lora
shield juga berjalan di processor yang sama. Serta menjalankan fungsi yang sama
dengan lora bee dragino. Sehingga tidak ada perbedaan yang berarti. Hanya saja
terdapat perbedaan dari segi bentuk.
52
III.6.1.4. Sensor Gas MQ135
Sensor gas MQ135 digunakan untuk membaca kadar CO2 dalam udara.
Dalam penelitian ini digunakan sensor MQ135 yang sudah memiliki 4 buah kaki
yaitu VCC, GND, D0, dan A0. Sebelumnya sensor ini sudah dikalibrasi
menggunakan alat pengukur emisi yang sudah terstandarisasi dan juga dapat
mengukur kadar CO2 yang terkandung dalam udara. Pada penelitian ini digunakan
inputan analog pada sensor.
III.6.1.4.1. Kalibrasi sensor MQ135
Kalibrasi sensor dilakukan dengan cara menyambungkan sensor pada power
selama ±24 jam pada ruangan dengan kondisi normal. Setelah itu akan didapatkan
RZERO yang nanti akan dimasukkan ke dalam program komputasi sensor. Tahap
terakhir adalah mencocokkan data yang dibaca sensor dengan alat yang telah
terstandarisasi. Jika terdapat perbedaan maka dilakukan pengubahan pada nilai
RZERO sehingga pada akhirnya didapatkan sensor yang dapat bekerja dengan baik.
Gambar III. 4 Alat yang sudah terstandarisasi
53
Gambar III. 5 Hasil pembacaan konsentrasi CO2 dalam persen oleh alat yang
terstandarisasi
Gambar III. 6 Hasil pembacaan konsentrasi CO2 dalam persen menggunakan sensor
MQ135
54
Perhitungan persentase kesalahan dilakukan dengan menggunakan persamaan :
PK = 𝑃𝑝𝑚 𝐶𝑂2 𝐴𝑙𝑎𝑡 𝑇𝑒𝑟𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖−𝑃𝑝𝑚 𝐶𝑂2 𝑀𝑄135
𝑃𝑝𝑚 𝐶𝑂2 𝐴𝑙𝑎𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 𝑥 100 %
Persamaan III.1 Persentase Kesalahan
Hasil perhitungan dengan membandingkan nilai yang didapat oleh sensor dan alat
yang terstandarisasi dapat dilihat dalam Tabel
Tabel III. 1 Persentase Kesalahan
NO CO2 Alat Terstandarisasi
(%)
CO2 MQ135
(%)
PK (%)
1 3.10 2.77 10.645
2 3.10 3.04 1.935
3 3.10 3.76 21.290
4 3.10 3.17 2.258
5 3.10 3.14 1.290
Dari gambar III.6 dan III.7 dapat dibandingkan hasil pembacaan konsentrasi
CO2 oleh alat yang sudah terstandarisasi, serta konentrasi CO2 yang dibaca oleh
MQ135. Kedua hasil didapatkan dengan mengukur gas yang sama. Dapat dilihat
bahwa perbedaan pembacaan antara kedua tidak terlalu besar. Sehingga dapat
dikatakan bahwa sensor MQ135 yang digunakan sudah dapat dipakai untuk
membaca konsentrasi CO2 walaupun tidak sepresesisi alat yang sudah
terstandarisasi.
III.6.1.5. Sensor Gas MQ7
Sensor gas MQ7 digunakan untuk membaca kadar CO yang terkandung
dalam udara. Hampir sama dengan sensor gas MQ135, sensor ini juga dilengkapi
dengan 4 pin, yaitu A0, D0, VCC dan GND. Sensor ini hanya dapat membaca satu
jenis gas yaitu gas CO (Karbon monoksida).
]
55
III.6.1.6. Sensor Api (Flame Sensor)
Sensor api (sensor flame) digunakan untuk mendeteksi keberadaan titik api
dalam suatu wilayah. Sensor api memiliki 4 kaki yang digunakan yaitu VCC, GND,
A0 dan D0. Dalam penelitian ini, digunakan 3 pin dari sensor flame, yaitu pin VCC,
GND dan A0. Analog digunakan agar kita dapat memperkirakan jarak serta
besarnya titik api dengan mengacu pada raw data yang dikirimkan sensor.
III.6.1.7. Raspberry Pi 2 Model B
Pada penelitian ini digunakan Raspberry pi 2 Model B yang berperan sebagai
gateway. Raspberry pi ini disambungkan dengan usb wifi agar dapat tersambung ke
internet, sehingga dapat mengirim data ke iot cloud server. Sementara untuk
menerima data yang dikirimkan oleh node, diselipkan beberapa program python
serta .cpp. Rasoberry pi disambungkan dengan LoRa gps hat dragino, yang dapat
langsung dipasang pada header raspberry pi. Sehingga tidak membutuhkan wiring
lagi.
III.6.1.8. Lora Gps Hat Dragino 915 MHz
LoRa GPS Hat dragino digunakan sebagai modul telekomunikasi pada gateway.
Pada penelitian ini digunakan sebuah gateway yang berfungsi untuk menerima data
dari tiga buah node, lalu mengirimkannya ke iot cloud server untuk kemudian
dianalisis. LoRa GPS hat digunakan dengan menancapkan pinnya persis di atas
Raspberry pi.
56
III.6.2. Tahap Perwujudan Alat
Tahap perwujudan alat merupakan tahapan dalam merelealisasikan alat
yangtelah dirancang sebelumnya. Perwujudan alat meliputi pemasangan tiap
komponen sehingga memebentuk satu kesatuan yang dapat menjalankan suatu
fungsi tertentu. Perakitan alat terbagi menjadi dua kategori utama yaitu pada node
dan pada gateway.Pada node terdiri dari pemasangan mikrokontroller arduino
dengan masing-masing sensor serta LoRa
Gambar III. 7 Komponen pada node
. Sementara ada bagian gateway adalah dengan menyambungkan Raspberry pi
dengan LoRa. Raspberry yang digunakan adalah Raspberry pi 2 model B yang
belum dilengkapi dengan fitur wifi. Sehingga ditambahkan modul USB wifi agar
Raspberry dapat terhubung dan mengirim data ke internet. Pada bagian gateway
juga digunakan LoRa yang memiliki frekuensi 915 MHz namun dengan tipe
berbeda yaitu LoRa gps hat.
57
Gambar III. 8 Komponen pada gateway
III.6.3. Tahap Pembuatan Software
Tahap pembuatan software meliputi pembuatan program untuk mengeksekusi
rancangan hardware yang telah dibuat. Pada node digunakan arduino IDE untuk
mengeksekusi dan mengupload program ke mikrokontroller arduino. Sementara
pada bagian gateway secara keseluruhan digunakan bahasa pemrograman python
dan C++. Namun terdapat pula beberapa program yang berekstensi json.
Pada node secara umum menggunakan bahasa C untuk membaca data-data yang
telah diambil oleh sensor. Sementara untuk penggunaan LoRa menggunakan
berbagai macam librari yang menggunakan bahasa C++. Pada node data yang
dibaca oleh MQ135 masih berupa data analog yang belum diproses. Data yang telah
dibaca kemudian dikirim menggunakan LoRa dengan secara otomatis
mengeksekusi beberapa program untuk mengirimkan data pada LoRa.
58
Gambar III.9 Flowchart program pada node
Pada gambar III.17 Flowchart program pada node, dapat dilihat bahwa secara
keseluruhan program pada node terdiri dari 3 bagian utama, yaitu pembacaan data
oleh sensor MQ135, sensor gas MQ7 dan sensor api.Kemudian data yang telah
diperoleh kemudian diproses untuk dikirim ke gateway melalui lora.
Pada bagian gateway digunakan bebarapa program untuk menerima data yang
dikirimkan oleh node , memprosesnya, lalu mengirimkan ke iot cloud server.
Sebelum diterima, paket akan dicocokkan terlebih dahulu dengan app key yang
telah diinisalisasi pada node dan yang ada pada gateway. Jika sudah cocok, maka
MQ7 (kadar_CO)
59
paket baru akan diproses ke langkah selanjutnya. Setelah itu, akan terjadi
pemrosesan data pada gateway ,raw data yang dikirimkan oleh MQ135 dan MQ7,
kemudian akan diproses sehingga menghasilkan nilai ppm. Terakhir adalah dengan
menginisialisasi setiap data yang masuk, dan mengkelompokkannya sesuai dengan
node addressnya. Setiap node akan mengeksekusi file yang berbeda untuk proses
penguploadan ke Iot Cloud Server. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada data yang
hilang saat diterima oleh IoT Cloud Server.
Gambar III. 10 Flowchart program pada gateway
kadar_CO
kadar_CO
60
Dari gambar III.18 Flowchart program pada gateway, dapat dilihat bahwa
pada gateway terdapat 3 proses utama pada program yang dijalankan, yaitu:
menerima data dari node , memproses data, kemudian mengirimkannya ke
ThingSpeak.
Gambar III. 41 Flowchart program pada ThingSpeak
Gambar III.19 Flowchart program pada ThingSpeak memperlihatkan bahwa
pada setelah data diterima oleh ThingSpeak, maka akan terjadi proses komputasi
lagi. Proses komputasi tersebut meliputi analisis matlab yang termasuk di dalamnya
adalah visualisasi menggunakan matlab. Data kadar_CO2, kadar_CO dan titik api
kadar_CO
Grafik kadar_CO,
61
yang telah dikirimkan oleh tiap node, akan digunakan untuk menentukan status
apakah terjadi kebakaran atau tidak.
III.6.3.1. Penerima dan Pengolah Data
Pembacaan data dilakukan oleh dua tiga sensor, yaitu sensor api dan sensor gas
MQ135, dan sensor gas MQ7. Ketiga sensor ini berperan untuk membaca kondisi
di sekitar node yang telah dilengkapi dengan masing-masing sensor. Setelah data-
data dikumpulkan, maka adruino dan lora akan mengirimkan data tersebut ke
gateway . Pemrosesan data dilakukan pada bagian gateway menggunakan beberapa
program python. Serta pada bagian cloud server dengan menggunakan matlab
analyze dan matlab visualization.
III.6.3.2. Sistem Transmisi Data
Sistem transmisi / pengiriman data pada penelitian ini terdiri dari 2 bagian
utama, yaitu transmisi antara node ke gateway menggunakan gelombang radio.
Serta transmisi dari gateway ke iot cloud server melalui jaringan internet.
Setelah data ditampilkan pada iot cloud server maka pengguna yang memiliki
akses akan dapat melihat data yang telah dikirimkan dari node di manapun,
kapanpun dengan menggunakan smartphone, ataupun computer secara semi real
time.
62
Gambar III. 12 Flowchart transmisi data
III.7. Uji Kinerja
Tahap pengujian alat terdiri dari pengujian seluruh sistem alat yang sudah
dibuat yakni meliputi sensor MQ135, sensor gas MQ7, sensor api, LoRa node,
LoRa gateway penguploadan dan pembacaan, serta pemrosesan data di IoT Cloud
Server ( ThingSpeak). Pengujian kinerja dalam penelitian ini dilakukan secara
keseluruhan ketika tahap pembuatan alat telah selesai. Pengujian dilakukan dengan
cara meletakkan alat di luar ruangan ataupun ruang simulasi dengan membuat
keadaan seolah-seolah sedang terjadi kebakaran hutan. Uji kinerja meliputi
keberhasilan alat dalam hal pemenuhan kriteria desain, pada bagian sistem akusisi
data dan bagian transmisi data Cara untuk menguji kinerja alat yaitu dengan cara
63
mengukur sensor-sensor seperti sensor MQ135 dan sensor api. Sensor-sensor
dipasang dan dihubungkan dengan arduino uno sehingga menjadi LoRa node dan
menghasilkan data. Setelah menghasilkan data maka akan dikirim dan diakses
melalui LoRa gateway. Pada gateway terjadi pengolahan data yang telah diterima
dari node.Selanjutnya data akan dikirim dan disimpan ke IoT cloud server yang
kemudian akan dianalisis lalu ditampilkan.
64
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan secara keseluruhan hasil pengujian dan analisa dari
perancangan alat yang telah dibuat, dengan demikian akan diketahui ketelitian dan
kesalahan alat apakah sesuai dengan yang diharapkan.
IV.1. Hasil Rancang Bangun Alat
Setelah semua komponen dipersiapkan serta rancangan telah siap, tahap
selanjutnya adalah merakit komponen-komponen tersebut sehingga menjadi satu
kesatuan. Sehingga dapat menjalankan fungsi sesuai dengan yang diharapkan.
Gambar IV. 1 Rangkaian node 1
Gambar di atas menunjukkan rangkaian pemasangan pada node 1. Arduino uno
dihubungkan dengan logic level converter, LoRa bee dragino, sensor MQ135, dan
sensor api.
65
Gambar IV. 2 Rangkaian node 2
Gambar IV.2 menunjukkan rangkaian pada node 2. Dengan menggunakan
mikrokontroller arduino uno, sensor MQ135, sensor MQ7, dan sensor flame, serta
LoRa 915 MHz.
Gambar IV. 3 Rangkaian node 3
Tidak jauh berbeda dengan Gambar IV.1, Gambar IV.3 juga menunjukkan
arduino yang dirangkai dengan logic level converter, LoRa bee dragino, sensor gas
MQ135, dan sensor api.
66
Gambar IV. 4 Rangkaian pada gateway
Gambar IV.4 adalah rangkaian pada gateway. LoRa gps hat dipasangkan pada
Raspberry Pi 2 Model B. Terdapat pula usb wifi, agar Raspberry dapat terhubung
ke internet.
Gambar IV. 5 Rangkaian node dan gateway
Gambar IV.5 menunjukkan gabungan antara rangkaian pada node dan pada
gateway
IV.2. Pembuatan Mekanik
Pembuatan mekanik meliputi dua bagian utama yaitu pada node dan pada
gateway. Pembuatan pada node, berupa penyambungan kaki-kaki sensor dan lora
pada mikrokontroller arduino. Sensor MQ135 memiliki 3 kaki yang disambungkan
67
pada mikrokontroller begitupun dengan sensor gas MQ7 dan sensor flame.
Sementara lora bee hanya 6 pin yang disambungkan ke mikrokontroller.
Pada gateway hanya ada satu komponen yang disambungkan ke microprocessor
yaitu lora gps hat. Namun karena bentuknya berupa shield, maka lora ini cukup
dipasangkan langsung pada Raspberry pi, tanpa membutuhkan wiring seperti pada
lora bee.
IV.3. Pembuatan Perangkat Keras (Hardware)
Pembuatan minimum sistem meliputi rangkaian arduino uno dan rangkaian
raspberry pi. Rangkaian arduino uno sebagai pusat kontrol pada sistem yang
meliputi masukan dari sensor MQ135, sensor MQ7, sensor api. Rangkaian arduino
ini sekaligus berperan sebagai node. Rangkaian Raspberry Pi digunakan sebagai
gateway yang menerima data dari node. Dan rangkaian raspberry pi akan mengirim
data ke thingspeak.
Gambar IV. 6 Hardware yang digunakan
68
IV.4. Pembuatan Perangkat Lunak (Software)
Pembuatan software pada sistem ini secara garis besar menggunakan bahasa C,
C++ dan Python. Namun ada pula scripting language seperti MATLAB yang
digunakan. Pada node digunakan bahasa pemrograman C untuk memprogram lora
beserta konfigurasi sensor-sensor yang lain. Tetapi terdapat pula library untuk
konfigurasi LoRa yang menggunakan bahasa pemrograman C++
Gateway menggunakan beberapa program untuk mengkonfigurasi lora agar
dapat ,menerima data dari node, memprosesnya, lalu mengirimkan ke thingspeak.
Terdapat beberapa file python, C++, dan file berkestensi .json untuk pengaturan
gatewaynya.
IV.5. Pengujian Sistem
Pengujian yang dilakukan pada sistem ini meliputi pengujian hardware, dan
pengujian sistem. Pengujian hardware meliputi pengujian rangkaian sensor dan
rangkaian raspberry pi. Sedangkan pengujian sistem dilakukan untuk mengetahui
sistem dapat berjalan sesuai dengan listing program yang telah dimasukkan.
IV.5.1. Pengujian Hardware
Pengujian hardware meliputi uji sensor-sensor dan raspberry pi serta
penguploadan data pada thingspeak. Berikut tabel uji coba sensor-sensor :
IV.5.1.1. Pengujian sensor gas MQ135
Sensor gas MQ135 digunakan untuk menentukan kadar/konsentrasi CO2 pada
suatu areal. Pada node data yang dibaca baru berupa data analog. Data baru akan
69
diproses menjadi ppm ketika berada di gateway. Berikut adalah data hasil
pembacaannya
1. Pada node
Gambar IV. 7 Pengiriman data dari node ke gateway
Gambar di atas menunjukkan pengiriman data dari node ke gateway.
Tanda “\!” menunjukkan syntax untuk mengirimkan data. Data analog yang
telah dibaca oleh MQ135 akan dikirimkan ke gateway menggunakan syntax
tersebut. Sensor MQ135 diberikan penanda MQ135 untuk membedakan
dengan sensor flame dan sensor MQ7 yang digunakan.
2. Pada gateway
Gambar IV. 8 Hasil penerimaan data MQ135 pada gateway
Dari gambar IV.8 dapat dilihat bahwa data analog yang dikirimkan
ke gateway sebelum diproses kemudian dikirimkan ke thingspeak.
70
Gambar IV. 9 Pemrosesan raw data MQ135 menjadi ppm
Gambar IV.9 menunjukkan beberapa baris dari program komputasi
yang berlangsung pada gateway. Program ini didapatkan berdasarkan data
sheet yang dikeluarkan oleh MQ135. Hasilnya adalah nilai ppm CO2 yang
akan dikirimkan ke thingspeak.
Gambar IV. 10 Mengirim data MQ135 ke thingspeak
Gambar IV.10 menunjukkan bahwa data yang telah diproses, sedang
dikirimkan ke thingspeak pada field 1 , dengan channel yang telah
dimasukkan API keynya.
IV.5.1.2. Pengujian sensor gas MQ7
1. Pada node
71
Gambar IV. 11 Pengiriman data dari node ke gateway
Gambar di atas menunjukkan pengiriman data dari node ke gateway.
Tanda “\!” menunjukkan syntax untuk mengirimkan data. Data analog yang
telah dibaca oleh MQ7 akan dikirimkan ke gateway.
2. Pada gateway
Gambar IV. 12 Hasil penerimaan data MQ135 pada gateway
Dari gambar IV.12 dapat dilihat bahwa data analog yang dikirimkan
ke gateway sebelum diproses kemudian dikirimkan ke thingspeak.
Gambar IV. 13 Pemrosesan raw data MQ7 menjadi ppm
72
Gambar IV.13 menunjukkan beberapa baris dari program komputasi
yang berlangsung pada gateway. Program ini didapatkan berdasarkan data
sheet yang dikeluarkan oleh MQ7. Hasilnya adalah nilai ppm CO yang
akan dikirimkan ke thingspeak.
Gambar IV. 14 Mengirim data MQ7 ke thingspeak
Gambar IV.14 menunjukkan bahwa data yang telah diproses, sedang
dikirimkan ke thingspeak pada field 4 , dengan channel yang telah
dimasukkan API keynya.
IV.5.1.3. Pengujian sensor api
Pada penelitian ini, digunakan pin analog dari sensor api. Sehingga data yang
dihasilkan berupa data analog yang merepresentasikan keberadaan, besarnya api,
dan jaraknya. Data yang dibaca oleh sensor api dapat dilihat pada dua gambar di
atas. Data yang dibaca oleh sensor api dituliskan setelah data MQ135 yang dibatasi
oleh “/”.
1. Pada Node
Gambar IV. 15 Data sensor api yang dikirim dari node
73
Sama halnya dengan sensor MQ135, syntax untuk mengirim data dari node
ditandai dengan simbol ”\!”. Sensor api atau flame sensor diberi label FS untuk
membedakannya dengan sensor MQ135.
2. Pada gateway
Gambar IV. 16 Data FS diterima oleh gateway dan langsung dikirim ke thingspeak
Data sensor api yang telah dikirimkan oleh node akan langsung dikirimkan
ke gateway tanpa diproses terlebih dahulu.
IV.5.2. Pengujian Software
Pengujian software meliputi uji coba listing program arduino pada sensor-
sensor dan uji coba listing program raspberry pi dan penguploadan data pada
thingspeak. Pengujian dilakukan pada software arduino ide. Program yang telah
dibuat disambung menggunakan kabel serial usb dan jika sudah berhasil akan
tampil pada serial monitor. Adapun pengujian listing program raspberry pi akan
tampil jika kita mengcompile menggunakan beberapa perintah linux. Jika sudah
berhasil dilakukan maka keluaran data akan tampil di website thingspeak.
74
IV.6. Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan di belakang gedung Teknik Perkapalan Fakultas
Teknik Universitas Hasanuddin , Kelurahan Romang Lompoa Kec Bontomarannu
Gowa.
Pada penelitian ini penulis mengumpulkan data dengan cara meletakkan 3 buah
node dan sebuah gateway pada areal yang berbentuk persegi. Sementara titik api
yang dibuat diletakkan di tengah-tengah barisan node tersebut. Berikut adalah
gambar penempatan node dan gateway untuk pengambilan datanya.
Gambar IV. 17 Lokasi pengambilan data
75
Gambar IV. 18 Penempatan node dan gateway
Dapat dilihat pada Gambar IV.18, penempatan tiap node dan gateway dalam
penelitian ini. Adapun jarak tiap node dan gateway ditunjukkan pada Tabel berikut
Tabel IV. 1 Hasil pengamatan pada node dan gateway
Percobaan Nomor node Jarak node ke
gateway (m)
Packet lost /
menit
I
Node 1 5 2
Node 2 5 2
Node 3 7,071 2
II
Node 1 10 2
Node 2 10 2
Node 3 14,142 2
III
Node 1 5 1
Node 2 5 1
Node 3 7,071 2
1
2 3
76
Dari tabel di atas dapat dilihat jumlah paket yang tidak diterima dari masing-
masing gateway. Tingginya paket yang hilang disebabkan karena terjadinya
collition ketika masing-masing node mengirim secara bersamaan. Sementara
gateway tidak dapat bekerja secara paralel dalam menerima data yang dikirimkan
oleh node. Dengan kata lain, gateway hanya akan menerima data yang lain, ketika
data yang sebelumnya telah selesai diproses dan dikirimkan ke IoT Cloud Server.
Faktor lain yang menjadi penyebab adalah rendahnya frekuensi pengiriman dari
masing-masing node. Sehingga dapat menurunkan jumlah paket yang sampai pada
gateway. Pada tabel dapat dilihat bahwa jumlah paket yang hilang paling banyak
adalah pada node 3. Sementara node 1 dan 2 memiliki paket yang hilang yang
berjumlah sama. Oleh karena itu sebagai salah satu langkah untuk mengurangi
paket yang tidak diterima (hilang) oleh gateway, maka dapat dibuat sebuah
manajemen pengiriman pada gateway
IV.7. Hasil Pengamatan dan Data
IV.7.1. Hasil Pengamatan pada LoRa
Pengamatan pada LoRa dibagi menjadi tiga bahasan utama, yaitu:
berdasarkan kecepatan pengiriman data dari node, kecepatan penerimaan data dari
node, serta kecepatan pengiriman data ke thingspeak
IV.7.1.1. Proses Pengiriman Data dari Node
Proses pengiriman data dari node ke gateway dilakukan setiap 20 detik pada
tiap node. Hanya saja untuk mengurangi efek collition (tabrakan ) antar data ketika
77
setiap node mengirim secara pararel, maka dibuat suatu manajemen pengiriman
pada node. Manajemen yang dimaksud adalah dengan mengurangi intensitas
pengiriman data dari node. Sehingga dapat memperkecil kemungkinan pengiriman
secara bersamaan oleh tiap node. Node yang pembacaan sensornya tidak berubah,
tidak akan mengirimkan nilai ke gateway selama rentan waktu 20 detik. Atau
dengan kata lain, node tersebut diprogram untuk sleep selama 20 detik. Hal ini
memberi kesempatan yang lebih besar untuk node yang lain agar dapat
mengirimkan data dan diterima oleh gateway. Secara tidak langsung manajemen
data seperti ini dapat mengurangi paket yang tidak diterima oleh gateway. Berikut
adalah beberapa kondisi dan listing program yang diselipkan pada tiap node untuk
melakukan manajemen pengiriman seperti yang disebutkan sebelumnya:
1. Ketiga Sensor Membaca Nilai yang Berbeda dengan yang Sebelumnya
Gambar IV. 19 Listing Program Tiga Jenis Sensor Membaca Nilai Berbeda
Gambar di atas menunjukkan kondisi ketika ketiga jenis sensor yang
dipasang pada sebuah node membaca nilai yang berbeda dengan nilai yang
dibaca sebelumnya. Val2Array[x-1] merupakan variabel yang menampung
nilai MQ135 sebelumnya, val2Array[x] adalah variabel yang menampung
78
nilai MQ135 sekarang. Sementara untuk flame sensor ditampung pada
variabel sensorValueArray. Sedangkan sensor gas MQ7 menggunakan
variabel sensorValueArrayMQ7. Ketika kondisi di atas terpenuhi, maka
akan mengirim ketiga data tersebut ke gateway yang dapat dilihat pula pada
serial monitor arduino uno. Pengiriman data ditunjukkan pada gambar IV.14
Gambar IV.20 Pengiriman data ketika semua data berbeda
2. Hanya Dua Jenis Sensor yang Membaca Nilai yang Berbeda
Gambar IV. 21 Listing Program Dua Jenis Sensor Membaca Nilai Berbeda
Gambar di atas menunjukkan listing program ketika hanya dua jenis
sensor yang membaca nilai berbeda. Pada kondisi yang seperti ini, node
tetap mengirimkan data ke gateway, hanya saja data yang dikirimkan hanya
data dari sensor yang mengalami perubahan pembacaan data. Hal ini dapat
mengurangi jumlah data yang tersimpan pada iot cloud server. Sehingga
secara tidak langsung akan menghembat penyimpanan data pada iot cloud
server. Adapun proses pengiriman data yang tampil pada serial monitor
arduino uno ditunjukkan pada gambar IV.16
79
Gambar IV. 22Pengiriman data ketika hanya dua data yang berbeda
3. Hanya Satu Jenis Sensor yang Membaca Nilai yang Berbeda
Gambar IV. 23 Listing Program Dua Jenis Sensor Membaca Nilai Berbeda
Gambar di atas menunjukkan listing program ketika hanya satu jenis
sensor yang membaca nilai yang berbeda dengan sebelumnya. Sehingga
pengiriman data yang tampil pada serial monitor terlihat seperti gambar di
bawah ini.
Gambar IV.24 Pengiriman data ketika hanya satu data yang berbeda
80
4. Ketiga Sensor Membaca Nilai yang Sama dengan yang Sebelumnya
(Tidak Mengirim)
Gambar IV. 25 Listing Program tidak ada nilai yang berbeda
Gambar di atas menunjukkan listing program ketika ketiga jenis sensor
membaca nilai yang sama dengan nilai yang sebelumnya. Jika kondisi ini
terpenuhi, maka node tidak akan mengirim data, dan sleep selama 20 detik.
Lalu mengulang program dari awal untuk membaca nilai sensor kembali.
IV.7.1.2. Packet Size yang dikirimkan dari Node
Pada penelitian ini digunakan packet size yang terbagi menjadi dua, yaitu
defenisi pada header dan payload size yang dikirim oleh node. Packet size pada
pengiriman node bervariasi tergantung dari jumlah sensor yang memiliki
pembacaan nilai yang berbeda (mengirim) serta besarnya nilai yang dikirimkan.
Packet size didapatkan dengan menjumlahkan header size dengan payload size.
Pada header diinisialisasi header size nya sebesar 20 bytes. Sementara besarnya
nilai payload size dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:
81
Tabel IV. 2 Payload size pada node
JENIS DATA REAL PAYLOAD SIZE (BYTES)
MQ135 + FS + MQ7 30-32
MQ135+MQ7 24
FS 11
MQ135 + FS 23
FS + MQ7 21
MQ7 12
MQ135 14
IV.7.1.3. Kecepatan Pengiriman Data dari Node
1. Jarak antar node dan gateway 5m dan 7,071m
Pada jarak 5 meter, node dan gateway masih berfungsi optimal.
Sebelumnya pada tiap node telah diselipkan program untuk mengirimkan
data tiap 17 sekon. Setelah diuji cobakan node mengirimkan data sesuai
dengan yang ada pada program.
2. Jarak antar node dan gateway 10m dan 14,142m
Pada jarak 10 meter, node dan gateway juga masih berfungsi
optimal. LoRa masih dapat mengirimkan data sesuai dengan yang
dimasukkan di programnya.
3. Jarak antar node dan gateway 50m dan 70,710m
82
Pada jarak 50m, node diujicobakan menggunakan program yang
dipakai pada jarak 5 dan 10m. Hasilnya adalah pengiriman data dari LoRa
ke gateway belum terkendala. Kecepatan pengirimannya pun masih
mengikuti yang telah dituliskan pada program. Pada jarak 50m, terdapat
satu lora yang berjarak ± 70,710m. LoRa tersebut masih mengirimkan data
sama halnya dengan LoRa pada node yang lain. Hanya saja pada penelitian
ini, lora hanya diujicobakan pada maksimum jarak 70,71m. Hal ini
dikarenakan kendala lokasi dan cuaca.
IV.7.1.4. Kecepatan Penerimaan Data pada Gateway
Pada penelitian ini, digunakan sebuah gateway untuk menampung data yang
telah dikirimkan dari tiga buah node. Setelah dilakukan percobaan, pada jarak 5m,
10m, 50m untuk node 1 dan 2, serta 7,071m , 14,142m dan 70,710m, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa hingga jarak maksimum 70m kecepatan penerimaan
data tidak mengalami perubahan yang signifikan. Dalam setiap menit pada jarak
5m, 10m , 50m, gateway dapat menerima 3 – 5 data dari keseluruhan node.
Kecepatan penerimaan gateway pada masing-masing node dapat dikelompokkan
menjadi tiga bagian utama yaitu:
1. Jarak antar node dan gateway 5m 7,071m
Tabel IV. 3 Jarak 5m dan 7,071m
NODE PUKUL (WITA)
Node 1 16:32
Node 2 16:32
83
Node 3 16:32
Node 1 16:33
Node 2 16:33
Node 3 16:33
2. Jarak antar node dan gateway 10m dan 14,142m
Tabel IV. 4 Jarak 10m dan 14,142m
NODE PUKUL (WITA)
Node 1 16:36
Node 2 16:36
Node 3 16:36
Node 1 16:37
Node 2 16:37
Node 3 16:37
3. Jarak antar node dan gateway 50m dan 70,710m
Tabel IV. 5 Jarak 50m dan 70,710m
NODE PUKUL (WITA)
Node 2 16:44
84
Node 1 16:44
Node 3 16:44
Node 2 16:44
Node 1 16:45
Node 1 16:45
Node 3 16:45
Node 2 16:45
Node 1 16:45
Node 3 16:47
Node 2 16:47
Node 2 16:47
Node 1 16:47
Jika dibandingkan, terdapat perbedaan jumlah penerimaan antara node 1
dan 2 dengan node 3. Intensitas penerimaan data oleh gateway dari node 3 lebih
rendah dibandingkan node yang lain. Hal ini dikarenakan node 3 memiliki jarak ke
gateway yang lebih jauh dibandingkan node yang lain.
IV.7.1.5. Kecepatan Pengiriman Data ke ThingSpeak.
Setelah data diterima yang kemudian diproses dengan komputasi pada
gateway,selanjutnya adalah dilakukan pengiriman data pada thingspeak. Pada
penelitian ini, tidak dilakukan penghitungan waktu yang dibutuhkan oleh gateway
85
untuk melakukan konversi nilai analog menjadi ppm CO2 dan ppm CO. Hal ini
dikarenakan waktu yang dibutuhkan sangatlah singkat, yaitu hanya sepersekian
detik.
Dapat dilihat juga pada tabel IV.3, pada pukul 16:46 tidak terjadi penerimaan
data oleh gateway. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah data pada pukul
16:45 belum selesai dikirimkan ke thingspeak. Koneksi internet yang stabil dan
cepat juga sangat dibutuhkan agar tidak ada data yang lost saat proses pengiriman
IV.7.2. Hasil Pengamatan pada Sensor Gas MQ135
Konsentrasi CO2 yang telah dibaca oleh sensor dan dikirimkan ke iot cloud
server oleh gateway berupa nilai ppm. Nilai ppm tersebut diperoleh dengan cara
membaca nilai analog pada node, lalu memprosesnya menjadi ppm pada gateway.
Pembacaan konsentrasi CO2 ini dilakukan dengan dua cara, yaitu pembacaan
pembacaan di luar ruangan tanpa adanya proses pembakaran di sekitar, serta
pembacaan saat ada proses pembakaran yang dilakukan.
86
Gambar IV. 26 Konsentrasi CO2 di luar ruangan tanpa ada pembakaran
Gambar IV. 27 Konsentrasi CO2 di luar ruangan yang terdapat proses pembakaran
Berdasarkan hasil pengamatan, kondisi CO2 ketika terjadi kebakaran adalah di
kisaran > 1000 ppm. Jadi pada thingspeak, dilakukan inisialisasi kondisi sebasar
1000ppm untuk suatu keadaan yang telah terjadi kebakaran.
Pada jarak 5m, konsentrasi CO2 yang dibaca oleh tiap node cenderung
sama, namun saat pengambilan data terjadi gangguan cuaca yaitu angin yang
bertiup dari arah node 2 ke node 3. Hal ini mengakibatkan konsentrasi CO2 yang
dibaca oleh node 3 bertambah dibandingkan node lainnya.
87
IV.7.3. Hasil Pengamatan pada Sensor Gas MQ7
Konsentrasi CO yang telah dibaca oleh sensor dan dikirimkan ke iot cloud
server oleh gateway berupa nilai ppm. Nilai ppm tersebut diperoleh dengan cara
membaca nilai analog pada node, lalu memprosesnya menjadi ppm pada gateway.
Sama halnya dengan sensor gas MQ135, pembacaan konsentrasi CO ini
dilakukan dengan dua cara, pembacaan di luar ruangan tanpa adanya proses
pembakaran di sekitar, serta pembacaan saat ada proses pembakaran yang
dilakukan.
Gambar IV. 28 Konsentrasi CO di luar ruangan tanpa ada pembakaran
88
Gambar IV. 29 Konsentrasi CO di luar ruangan yang terdapat proses pembakaran
Berdasarkan hasil pengamatan, kondisi CO di luar ruangan dengan keadaan
di sekitar normal (tidak terjadi pembakaran) berkisar antara 19ppm – 25 ppm.
Sementara ketika terdapat proses pembakaran di sekitarnya , maka konsentrasi ppm
akan naik hingga 38 ppm.
IV.7.4. Hasil Pengamatan pada Sensor Api
Pengambilan data pada sensor api dilakukan pada waktu, tempat, dan kondisi
yang sama dengan sensor gas MQ135. Data yang diperoleh pada sensor api dibagi
menjadi 2 kondisi seperti sensor gas MQ135 dan MQ7. Berikut adalah data yang
telah diperoleh :
89
Gambar IV. 30 Hasil pembacaan sensor api di luar ruangan tanpa pembakaran
Gambar IV. 31 Hasil pembacaan sensor api di luar ruangan yang terdapat pembakaran
Berdasarkan hasil pengamatan, nilai analog yang dibaca ketika terdapat api
adalah di bawah 100. Jadi pada thingspeak, dilakukan inisialisasi kondisi sebasar di
bawah 100 untuk suatu keadaan yang telah terjadi kebakaran.
90
IV.8. Lokasi
Lokasi (location) digunakan untuk mempermudah petugas pemantauan untuk
melihat lokasi penempatan node. Dengan memasukkan gps coordinate pada
thingspeak, maka dapat diketahui posisi detail dari nodenya, dengan cara
memperbesar atau memperkecil titik pada peta.
Gambar IV. 32 Lokasi penempatan node
IV.9. Plot
Plot ditampilkan untuk memberi tanda pada peta jika terjadi kebakaran pada
lokasi tertentu. Jika kondisi yang telah dianalisis menunjukkan bahwa tidak terjadi
kebakaran, maka hanya akan tampil satu titik merah di lokasi penempatan node.
Namun apabila terbaca kondisi yang terjadi kebakaran, maka akan tampil beberapa
lingkaran merah yang mengelilingi titik yang terdapat pada peta.
91
Gambar IV. 33 Plot
Gambar IV. 34 Source code untuk menampilkan plot
IV.10. Status
Dari beberapa analisis MATLAB yang dilakukan pada thingspeak, maka
dapat disimpulkan apakah suatu wilayah terjadi kebakaran hutan atau tidak.
Tampilannya berupa status “TIDAK TERJADI KEBAKARAN” ataupun
“KEBAKARAN” tergantung dari konsentrasi gas dan nilai yang dibaca oleh sensor
MQ135 dan sensor api
92
Gambar IV. 35 Status terjadinya kebakaran atau tidak
Gambar IV. 36 Source code untuk menampilkan status
93
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Upaya awal pendeteksian kebakaran hutan dapat dilakukan dengan
memonitoring konsentrasi CO dan CO2 yang terkandung dalam udara
pada hutan serta raw data yang dibaca oleh sensor api.
2. Peningkatan konsentrasi CO hingga melebihi 38 ppm dan CO2 yang
melebihi 1000ppm pada udara , serta penurunan raw data sensor api
hingga di bawah 100 dapat dijadikan indikasi awal telah terjadi suatu
kebakaran di wilayah tertentu.
3. Kecepatan transfer data dari node ke gateway ditentukan oleh besarnya
delay yang diinisialisasi pada tiap node. Node mengirimkan data tiap 20
detik. Sementara transfer dari gateway ke cloud dipengaruhi oleh
kecepatan koneksi internet, serta besarnya sleep time yang diinisialisasi,
yaitu 15 detik tiap pengiriman data.
4. Saat pengiriman data menggunakan lebih dari satu node ke gateway,
rentan terjadi collition sehingga menyebabkan ada data yang hilang/
tidak diterima saat proses mengirim.
94
V.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka penulis memberikan saran
sebagai berikut :
1. Perlu adanya penelitian yang lebih lanjut mengenai kadar CO2 serta CO
dalam suatu wilayah sehingga dapat dikatakan kebakaran hutan.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih dalam mengenai scheduling pengiriman
tiap node sehingga tidak ada data yang hilang selama proses pengiriman.
3. Diperlukan suatu wadah yang dapat menyimpan node dan memiliki
ketahanan terhadap cuaca ekstrim khususnya suhu yang panas. Sehingga
node tidak mudah rusak jika terjadi kebakaran hutan.
4. Diperlukan kalibrasi sensor yang lebih akurat, seperti dengan menggunakan
NH3.
5. Dibutuhkan koneksi internet yang stabil dan cepat jika mengirim data ke iot
cloud server, hal ini agar tidak terjadi penumpukan data pada gateway.
95
DAFTAR PUSTAKA
Agustian, A., 2010. Rancang Bangun Miniatur Stasiun Cuaca Berbasis
Mikrokontroller. Depok: Program Sarjana Ekstensi Fisika Instrumentasi,
Universitas Indonesia.
Anonim1, 2018. LoRa Dragino Project. [Online]
Available at:
http://tet.pub.ro/materiale/altele/Documentatie/Shield%20Dragino%20Lor
a/Lora%20Shield%20-%20Wiki%20for%20Dragino%20Project.pdf
Anonim2, 2018. Wiki Dragino. [Online]
Available at: http://wiki.dragino.com/index.php?title=Lora_Shield
Anonim3, 2018. Flame Sensor. [Online]
Available at:
https://www.elecrow.com/wiki/index.php?title=Flame_sensor
Anonim4, 2013. Semiconductor Sensor for Carbon Monoxide. [Online]
Available at : www.sparkfun.com/datasheets/sensors/Biometric/MQ-7.pdf
diakses pada 5 Agustus 2018
Anonim5. 2010. Modul praktikum pembakaran. Bandung: Institut Teknologi
Bandung.
96
Bambang, T. W. U. & Dharmawan, S. S., 2016. Simulasi Sistem Pendeteksi
Polusi Ruangan Menggunakan Sensor Asap dengan Pemberitahuan
Melalui SMS dan Alarm Berbasis Arduino. Jurnal Ilmiah Teknologi dan
Informasi Asia (JITIKA).
Centenaro, Marco. Vangelista, Lorenzo. Zanella, Andrea. & Zorzi, Michele. 2016.
Long-Range Communications in Unlicensed Bands: The Rising Stars in
The Iot and Smart City Scenarios. IEEE Wireless Communications, pp.
60-67.
Chamorro, Andreas. Minnemeyer, Susan. & Sargent, Sarah. 2017. [Online]
Available at: http://www.wri-indonesia.org/id/blog/riwayat-kebakaran-di-
indonesia-untuk-mencegah-kebakaran-di-masa-depan
Digi, 2018. ZigBee RF Modules. [Online]
Available at: www.digi.com/userguide
Fadlullah, Zubair, Md. Fouda, Mostafa, M. Kato, Nei. Iwasaki, Noboru. Nozaki,
Yousuke. 2011. Toward Intelligent Machine-to-Machine Communications
in Smart Grid. IEEE Communications Magazine, pp. 60-65.
Hek, 2016. Gas Sensor. [Online]
Available at: https://www.mysensors.org/build/gas
Iborra, Ramon, Sanchez. & Cano, Maria Dolorez. 2016. State of the Art in LP-
WAN Solutions for Industrial IoT Services. MDPI, pp. 1-14.
Junaedi, Ahmad, 2008, Kontribusi Hutan Sebagai Rosot Karbondioksida
97
(Contribution of forest as carbondioxide sink). Balai Penelitian Hutan
Penghasil Serat Kuok, pp. 1-7
Indahwati, Elly. & Nurhayati. Rancang Bangun Alat Pengukur Konsentrasu Gas
Karbon Monoksida (CO) Menggunakan Sensor Gas MQ-135 Berbasis
Mikrokontroller dengan Komunikasi Serial USART. pp. 12-21.
Meutia, Ernita Dewi. 2015. Internet of Things - Keamanan dan Privasi. Seminar
Nasional dan Expo Teknik Elektro
Mahandri, CP. 2010. Fenomena flame lift-up pada pembakaran premixed gas
propana [skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia.
Ning, D., 2017. Developing and Deploying Analytics for IoT Systems. Australia,
Mathworks, pp. 11-12.
Orange Connected Object & Partnership, 2016. LoRa Device Developer Guide..
LoRa Wireless Acess, Network Technology & Key Benefits, pp. 5-21.
Petajajarvi, Juha. Mikhaylov, Konstantin. Pettisalo, Marko. Janhunen, Janne.
Linatti, Jari 2017. Performance of a low-power wide-area network based
on LoRa technology: Doppler robustness, scalability, and coverage.
International Journal of Distributed Sensor Networks.
Pinout, 2018. MQ135 Datasheet Gas Sensor. [Online]
Available at: http://www.datasheetcafe.com/MQ-135-pdf-datasheet-
17666/
98
Rhydolabz, n.d. Rhydo Technologies. [Online] Available at:
http://www.rhydolabz.com [Accessed 13 Mei 2018].
Ruchiat, Yayat. 2001. Penyebab dan Dampak Kebakaran Hutan dan Lahan.
Pontianak, s.n., p. 1.
Sihana. 2010. Analysis of thermal system. Jogjakarta: Universitas Gajah Mada.
Tersedia dari: http://sihana.staff.ugm.ac.id/.[Diakses tanggal 15 Agustus
2018].
Sulistyanto, Muhammad, Priyono, Nugraha, Danang, Aditya. Sari, Nurfatika.
Karima, Novita. Asrori, Wahid. 2015. Implementasi IoT (Internet of
Things) dalam pembelajaran di Universitas Kanjuruhan Malang.
SMARTICS, 1 Oktober.p. 20.
Sugiarto, Bambang. 2010. Perancangan Sistem Pengendalian Suhu pada Gedung
Bertingkat dengan Teknologi Wireless Sensor Network. Jurnal Teknik
Mesin Cakra M Vol.4
Tacconi, Luca. 2003. Kebakaran Hutan di Indonesia: Penyebab, Biaya dan
Implikasi Kebijakan. Bogor: Center for International Forestry Research
(CIFOR).
Ya'kut, Haris Aydin; P.W, Arinto Yudi; D, Hari Arief, Rancang Bangun Sistem
Pengukur Gas Karbon Monoksida (CO) Menggunakan Sensor MQ-7
Berbasis Mikrokontroller ATMega 16A.
99