pelayanan badan penyelenggarajaminan sosial (bpjs

10
Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 4 Nomor 1 JanuariJuli 2017 224 ISSN ISSNL 23376686 23383321 PELAYANAN BADAN PENYELENGGARAJAMINAN SOSIAL (BPJS) KESEHATAN DI JAWA BARAT Ika Widiastuti Universitas Krisnadwipayana Jakarta Email: [email protected] ABSTRAK: Peningkatan kualitas pelayanan publik pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Jawa Barat sangatlah penting agar dapat meningkatkan kepuasan terhadap masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, sistem serta harga yang terjangkau. Citacita awal pelaksanaan BPJS Kesehatan adalah agar masyarakat bisa terlayani dengan baik di puskesmas namun masih terdapat permasalahan yang harus dibenahi. Tujuan penelitian adalah 1) untuk mengetahui dan membahas pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Jawa Barat, 2) mengumpulkan informasi serta mngembangkan konsep pelayanan BPJS kesehatan di Jawa Barat. Metode penulisan ini adalah kajian kepustakaan dengan pendekatan deskriptif dan eksploratif. Dapat disimpulkan bahwa: 1) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. 2) terdapat permasalahan yang harus dibenahi baik berupa sistem, prosedur, SDM (tenaga medis), maupun sarana prasarana serta belum menerapkan prinsip responsivitas terhadap kebutuhan masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik bidang kesehatan di Jawa Barat, 3) pelayanan bidang kesehatan belum memenuhi standar pelayanan publik yang baik, akses masyarakat untuk mendapatkan manfaat pelayanan sangat terbatas, masyarakat belum bisa mendapatkan pelayanan di semua fasilitas kesehatan. Kata kunci: pelayanan, BPJS, kesehatan ABSTRACT : Improving the quality of public services at the Social Security Agency (BPJS) Health in West Java is essential in order to increase the satisfaction of the public in obtaining health services safe, quality, system and an affordable price. Ideals of the early implementation of BPJS is so that people can be served well in the clinic but still there are problems that must be addressed. The purpose of writing is 1) to identify and discuss service Social Security Agency (BPJS) Health in West Java, 2) gather information and develop concepts BPJS health services in West Java. This writing method is the study of literature with a descriptive and exploratory approach. It is concluded that 1) Social Security Agency, hereinafter abbreviated BPJS is a statutory body established to administer social security program. BPJS consists of BPJS Health and BPJS Employment. BPJS Health is a legal entity formed to administer the health insurance program. 2) there are problems that must be addressed in the form of systems, procedures, human resources (medical personel), as well as infrastructure and not to apply the principle of responsiveness to community needs in order to improve the quality of public services in health in West Java, 3) public service in health sector not meet the standards good public services, people's access to the benefits of the service is very limited, the public has not been able to get services in all health facilities. Key words: services, BPJS, health PENDAHULUAN Latar belakang penulisan ini adalah bahwa hak tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakan hak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Pengakuan itu tercantum dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia. Pasal 25 Ayat (1) Deklarasi menyatakan, “setiap orang berhak atas derajat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya”. Berdasarkan Deklarasi tersebut, pasca Perang Dunia II beberapa negara mengambil inisiatif untuk mengembangkan jaminan sosial, antara lain jaminan kesehatan bagi semua penduduk (Universal Health Coverage). Dalam sidang ke58 tahun 2005 di Jenewa, World Health Assembly (WHA) menggaris bawahi perlunya pengembangan sistem pembiayaan kesehatan yang menjamin tersedianya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan memberikan perlindungan kepada mereka terhadap risiko keuangan. WHA ke58 mengeluarkan resolusi yang menyatakan, “pembiayaan kesehatan yang berkelanjutan melalui Universal Health Coverage diselenggarakan melalui mekanisme asuransi kesehatan sosial. WHA juga menyarankan kepada WHO agar mendorong negaranegara anggota untuk mengevaluasi dampak perubahan sistem pembiayaan kesehatan terhadap pelayanan kesehatan ketika mereka bergerak menuju Universal Health Coverage. Di Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasila terutama sila ke5 juga mengakui hak asasi warga atas kesehatan. Hak ini juga termaktub dalam UUD

Upload: others

Post on 15-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PELAYANAN BADAN PENYELENGGARAJAMINAN SOSIAL (BPJS

Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 4 Nomor 1 Januari­Juli 2017224

ISSNISSN­L

2337­66862338­3321

PELAYANAN BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL(BPJS) KESEHATAN DI JAWA BARAT

Ika WidiastutiUniversitas Krisnadwipayana Jakarta

E­mail: [email protected]

ABSTRAK: Peningkatan kualitas pelayanan publik pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Jawa Baratsangatlah penting agar dapat meningkatkan kepuasan terhadap masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman,bermutu, sistem serta harga yang terjangkau. Cita­cita awal pelaksanaan BPJS Kesehatan adalah agar masyarakat bisa terlayani denganbaik di puskesmas namun masih terdapat permasalahan yang harus dibenahi. Tujuan penelitian adalah 1) untuk mengetahui danmembahas pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Jawa Barat, 2) mengumpulkan informasi sertamngembangkan konsep pelayanan BPJS kesehatan di Jawa Barat. Metode penulisan ini adalah kajian kepustakaan dengan pendekatandeskriptif dan eksploratif. Dapat disimpulkan bahwa: 1) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya disingkat BPJS adalahbadan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJSKetenagakerjaan. BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. 2) terdapatpermasalahan yang harus dibenahi baik berupa sistem, prosedur, SDM (tenaga medis), maupun sarana prasarana serta belummenerapkan prinsip responsivitas terhadap kebutuhan masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik bidangkesehatan di Jawa Barat, 3) pelayanan bidang kesehatan belum memenuhi standar pelayanan publik yang baik, akses masyarakat untukmendapatkan manfaat pelayanan sangat terbatas, masyarakat belum bisa mendapatkan pelayanan di semua fasilitas kesehatan.

Kata kunci: pelayanan, BPJS, kesehatan

ABSTRACT: Improving the quality of public services at the Social Security Agency (BPJS) Health in West Java is essential in order toincrease the satisfaction of the public in obtaining health services safe, quality, system and an affordable price. Ideals of the earlyimplementation of BPJS is so that people can be served well in the clinic but still there are problems that must be addressed. Thepurpose of writing is 1) to identify and discuss service Social Security Agency (BPJS) Health in West Java, 2) gather information anddevelop concepts BPJS health services in West Java. This writing method is the study of literature with a descriptive and exploratoryapproach. It is concluded that 1) Social Security Agency, hereinafter abbreviated BPJS is a statutory body established to administersocial security program. BPJS consists of BPJS Health and BPJS Employment. BPJS Health is a legal entity formed to administer thehealth insurance program. 2) there are problems that must be addressed in the form of systems, procedures, human resources (medicalpersonel), as well as infrastructure and not to apply the principle of responsiveness to community needs in order to improve the qualityof public services in health in West Java, 3) public service in health sector not meet the standards good public services, people's accessto the benefits of the service is very limited, the public has not been able to get services in all health facilities.

Key words: services, BPJS, health

PENDAHULUANLatar belakang penulisan ini adalah bahwa hak

tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dankesejahteraan dirinya dan keluarganya merupakanhak asasi manusia dan diakui oleh segenap bangsa­bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Pengakuan itutercantum dalam Deklarasi Perserikatan Bangsa­Bangsa tahun 1948 tentang Hak Azasi Manusia. Pasal25 Ayat (1) Deklarasi menyatakan, “setiap orangberhak atas derajat hidup yang memadai untukkesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganyatermasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan danperawatan kesehatan serta pelayanan sosial yangdiperlukan dan berhak atas jaminan pada saatmenganggur, menderita sakit, cacat, menjadijanda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaanlainnya yang mengakibatkan kekurangan nafkah,yang berada di luar kekuasaannya”.

Berdasarkan Deklarasi tersebut, pasca PerangDunia II beberapa negara mengambil inisiatif untuk

mengembangkan jaminan sosial, antara lain jaminankesehatan bagi semua penduduk (Universal HealthCoverage). Dalam sidang ke­58 tahun 2005 diJenewa, World Health Assembly (WHA) menggarisbawahi perlunya pengembangan sistem pembiayaankesehatan yang menjamin tersedianya aksesmasyarakat terhadap pelayanan kesehatan danmemberikan perlindungan kepada mereka terhadaprisiko keuangan. WHA ke­58 mengeluarkan resolusiyang menyatakan, “pembiayaan kesehatan yangberkelanjutan melalui Universal Health Coveragediselenggarakan melalui mekanisme asuransikesehatan sosial. WHA juga menyarankan kepadaWHO agar mendorong negara­negara anggota untukmengevaluasi dampak perubahan sistem pembiayaankesehatan terhadap pelayanan kesehatan ketikamereka bergerak menuju Universal Health Coverage.

Di Indonesia, falsafah dan dasar negara Pancasilaterutama sila ke­5 juga mengakui hak asasi wargaatas kesehatan. Hak ini juga termaktub dalam UUD

Page 2: PELAYANAN BADAN PENYELENGGARAJAMINAN SOSIAL (BPJS

Ika Widiastuti,224 ­ 233

Pelayanan Badan PenyelenggaraJaminan Sosial (BPJS)

Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 4 Nomor 1 Januari­Juli 2017225

45 pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU No.23/1992 yang kemudian diganti dengan UU 36/2009tentang Kesehatan. Dalam UU 36/2009 ditegaskanbahwa “setiap orang mempunyai hak yang samadalam memperoleh akses atas sumber daya di bidangkesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yangaman, bermutu, dan terjangkau. Sebaliknya, setiaporang juga mempunyai kewajiban turut serta dalamprogram jaminan kesehatan sosial”.

Untuk mengatasi hal itu, pada 2004, dikeluarkanUndang­Undang No.40 tentang Sistem JaminanSosial Nasional (SJSN). UU 40/2004 ini meng­amanatkan bahwa jaminan sosial wajib bagi seluruhpenduduk termasuk Jaminan Kesehatan Nasional(JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara JaminanSosial (BPJS). Undang­Undang No. 24 Tahun 2011juga menetapkan, Jaminan Sosial Nasional akandiselenggarakan oleh BPJS, yang terdiri atas BPJSKesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.

Tujuan penelitian ini adalah 1) untuk mengetahuidan membahas pelayanan Badan PenyelenggaraJaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Jawa Barat, 2)untuk mengetahui konsep pelayanan BPJS Kesehatandi Jawa Barat.

METODOLOGI PENELITIANMetode penelitian yang digunakan deskriptif dan

eksploratif dengan melakukan kajian pustaka. Teknikpengumpulan data menggunakan studi pustaka.Teknik analisis data dilakukan dengan mempelajariteori­teori, peraturan­peraturan, informasi yangdiperoleh dari jurnal, buku teks dan makalah yangberkaitan dengan masalah penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

KesehatanKesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar

masyarakat, maka kesehatan adalah hak bagi setiapwarga masyarakat yang dilindungi oleh Undang­Undang Dasar. Setiap negara mengakui bahwakesehatan menjadi modal terbesar untuk mencapaikesejahteraan. Oleh karena itu, perbaikan pelayanankesehatan pada dasarnya merupakan suatu investasisumber daya manusia untuk mencapai masyarakatyang sejahtera (welfare society).

Pengertian Kesehatan menurut wikipedia adalah“keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yangmemungkinkan setiap orang hidup produktif secarasosial dan ekonomis”. Sedangkan menurut Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1948 menyebutkanbahwa pengertian kesehatan adalah sebagai “suatukeadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan danbukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan”.

Berdasarkan Undang­Undang Nomor 36 Tahun2009 bahwa kesehatan adalah “keadaan sehat baiksecara fisik, mental spiritual maupun sosial yangmemungkinkan setiap orang untuk hidup produktifsecara sosial dan ekonomi. Sedangkan upayakesehatan adalah setiap kegiatan untuk memeliharadan meningkatkan kesehatan yang dilakukan olehpemerintah dan atau masyarakat”.

Tingkat kesehatan masyarakat akan sangatberpengaruh terhadap tingkat kesejahteraanmasyarakat, karena tingkat kesehatan memilikiketerkaitan yang erat dengan tingkat kemiskinan.Sementara, tingkat kemiskinan akan terkait dengantingkat kesejahteraan. Keterkaitan tingkat kesehatandengan kemiskinan dapat dilihat pada sikluslingkaran setan kemiskinan (the vicious circle ofpoverty). Dalam suatu lingkaran setan kemiskinantersebut, terdapat tiga poros utama yang menye­babkan seseorang menjadi miskin, yaitu: 1) rendah­nya tingkat kesehatan, 2) rendahnya pendapatan, dan3) rendahnya tingkat pendidikan.

Rendahnya tingkat kesehatan merupakan salahsatu pemicu terjadinya kemiskinan. Hal ini dapatdijelaskan bahwa tingkat kesehatan masyarakat yangrendah akan menyebabkan tingkat produktivitasrendah. Tingkat produktivitas yang rendah lebihmenyebabkan pendapatan rendah. Pendapatan yangrendah menyebabkan terjadinya kemiskinan. Kemis­kinan ini selanjutnya menyebabkan seseorang tidakdapat menjangkau pendidikan yang berkualitas sertamembayar biaya pemeliharaan dan perawatankesehatan. Oleh karena kesehatan merupakan faktorutama kesejahteraan masyarakat yang hendakdiwujudkan pemerintah, maka kesehatan harusmenjadi perhatian utama pemerintah sebagaipenyelenggara pelayanan publik.

Pemerintah harus dapat menjamin hakmasyarakat untuk sehat (right for health) denganmemberikan pelayanan kesehatan secara adil, merata,memadai, terjangkau, dan berkualitas. Hampir semuanegara­negara maju di dunia menaruh perhatian yangserius terhadap masalah kesehatan. Sebagai contoh,pemerintah Inggris melalui National Health Service(NHS) memberikan subsidi kesehatan kepadamasyarakatnya hingga 90%. Dengan sistem sepertiitu masyarakat dapat menikmati pelayanan kesehatan

Page 3: PELAYANAN BADAN PENYELENGGARAJAMINAN SOSIAL (BPJS

Ika Widiastuti,224 ­ 233

Pelayanan Badan PenyelenggaraJaminan Sosial (BPJS)

Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 4 Nomor 1 Januari­Juli 2017226

yang sangat murah. Masyarakat hanya menanggungbiaya perawatan kurang dari 5% dari total biaya,karena sebagian besar biaya ditanggung pemerintah,sebagian lagi berasal dari donasi, baik dari pribadimaupun perusahaan­perusahaan.

Pelayanan KesehatanMenurut Kotler dalam Fandy Tjiptono (2002:83)

definisi pelayanan adalah “setiap tindakan ataukegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihakkepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak ber­wujud dan tidak mengakibatkan kepemilikanapapun”.

Kep. Menpan No. 81/93 menyatakan bahwapelayanan umum adalah “segala bentuk pelayananyang diberikan pemerintah pusat/daerah/BUMN/BUMD, dalam rangka pemenuhan kebutuhanmasyarakat dan atau perundang­undangan yangberlaku”.

Menurut Levey dan Loomba dalam Azwar(1996:35) pelayanan kesehatan adalah “setiap upayayang diselenggarakan sendiri atau secara bersama­sama dalam suatu organisasi untuk memelihara danmeningkatkan kesehatan, mencegah danmenyembuhkan penyakit serta memulihkankesehatan perorangan, keluarga, kelompok danataupun masyarakat”.

Pelayanan kesehatan menurut Pohan (2007:28)merupakan “suatu alat organisasi untuk menjabarkanmutu layanan kesehatan kedalam terminologioperasional, sehingga semua orang yang terlibatdalam layanan kesehatan akan terikat dalam suatusistem, baik pasien, penyedia layanan kesehatan,penunjang layanan kesehatan ataupun manajemenorganisasi layanan kesehatan, dan akan bertanggunggugat dalam melaksanakan tugas dan perannyamasing­masing”.

Tujuan pelayanan adalah sebagai berikut: 1)untuk memberikan pelayanan yang bermutu tinggikepada pelanggan, 2) untuk menimbulkan keputusandari pihak pelanggan agar segera membeli ataumenggunakan barang/jasa yang ditawarkan, 3) untukmenumbuhkan kepercayaan pelanggan terhadapbarang/jasa yang ditawarkan, 4) untuk menghindariterjadinya tuntutan­tuntutan yang tidak perludikemudian hari terhadap produsen, 5) untukmenciptakan kepercayaan dan kepuasan kepadapelanggan.

Azwar (1996:38–39) mengungkapkan sekalipunpelayanan kedokteran berbeda dengan pelayanan

kesehatan masyarakat, namun dapat disebut suatupelayanan yang baik dan keduanya haruslah memilikiberbagai persyaratan yang terdiri atas 5 macam yaitu:1) Tersedia dan Berkesinambungan. Syarat pokokpertama pelayanan kesehatan yang baik adalahpelayanan kesehatan tersebut harus tersedia dimasyarakat (available) serta bersifat berkesinam­bungan (continous). Artinya semua jenis pelayanankesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidaksulit ditemukan, serta keberadaannya dalammasyarakat adalah pada setiap saat yang dibutuhkan.2) Dapat diterima dan Wajar. Syarat pokok keduapelayanan kesehatan yang baik adalah yang dapatditerima dengan wajar. Artinya pelayanan kesehatantersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dankepercayaan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan dankepercayaan masyarakat, serta bersifat tidak wajarbukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik. 3)Mudah dicapai. Syarat pokok ketiga pelayanankesehatan yang baik adalah yang mudah dicapai(accessible) oleh masyarakat. Pengertian ketercapaianyang dimaksudkan disini terutama dari sudut lokasi,dengan demikian untuk dapat mewujudkan pelayanankesehatan yang baik, maka pengaturan distribusisarana kesehatan menjadi sangat penting. Pelayanankesehatan yang terlalu terkonsentrasi di daerahperkotaan saja, dan sementara itu tidak ditemukan didaerah pedesaan, bukanlah pelayanan kesehatan yangbaik. 4) Mudah dijangkau. Syarat pokok keempatpelayanan kesehatan yang baik adalah yang mudahdijangkau (affordable) oleh masyarakat. Pengertianketerjangkauan disini terutama dari sudut biaya,untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti iniharus dapat diupayakan biaya pelayanan kesehatantersebut sesuai dengan kemampuan ekonomimasyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal dankarena itu hanya mungkin dinikmati oleh sebagiankecil masyarakat saja, bukanlah pelayanan kesehatanyang baik. 5) Bermutu. Syarat pokok kelimapelayanan kesehatan yang baik adalah yang bermutu(quality). Pengertian mutu yang dimaksudkan disiniadalah menunjuk pada tingkat kesempurnaanpelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yangdisatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasapelayanan, dan dipihak lain tata carapenyelenggaraannya sesuai dengan kode etik sertastandar yang telah ditetapkan”.

Mutu Pelayanan KesehatanAzwar (1996:39), menyatakan bahwa “mutu

Page 4: PELAYANAN BADAN PENYELENGGARAJAMINAN SOSIAL (BPJS

Ika Widiastuti,224 ­ 233

Pelayanan Badan PenyelenggaraJaminan Sosial (BPJS)

Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 4 Nomor 1 Januari­Juli 2017227

pelayanan kesehatan adalah menunjukkan padatingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yangdiselenggarakan, yang disatu pihak dapat menimbul­kan kepuasan pada setiap pasien atau pemakai jasapelayanan, dan dipihak lain tata cara penyeleng­garaannya sesuai dengan kode etik serta standar yangtelah ditetapkan sesuai dengan tingkat kepuasan rata­rata penduduk”.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang

selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukumyang dibentuk untuk menyelenggarakan programjaminan sosial (UU No 24 Tahun 2011). BPJS terdiridari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan.BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentukuntuk menyelenggarakan program jaminankesehatan. Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupaperlindungan kesehatan agar peserta memperolehmanfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungandalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yangdiberikan kepada setiap orang yang telah membayariuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

Pelayanan BPJS Kesehatan di Jawa Barat belumdapat memenuhi standar pelayanan minimal yangdiharapkan oleh masyarakat. Berikut ini masihburuknya pelayanan BPJS kesehatan di Jawa Baratadalah:1. BPJS menerapkan alur pelayanan dengan rujukanberjenjang. Sebelum ke rumah sakit atau dokterspesialis, peserta wajib terlebih dahulu ke fasilitaskesehatan (faskes) tingkat I yang telah ditunjuk, yaitupuskesmas, dokter keluarga atau klinik, untukmendapatkan surat rujukan. Kecuali gawat darurat,peserta tidak bisa langsung ke rumah sakit ataudokter spesialis. Selama masalah kesehatan pesertabisa ditangani oleh faskes I, maka peserta tidak perludirujuk ke rumah sakit atau dokter spesialis.Keputusan merujuk ke rumah sakit adalahkewenangan faskes I. Kondisi yang sangat berbedadengan proses di asuransi kesehatan. Denganasuransi, peserta tidak butuh rujukan dan bisalangsung ke rumah sakit atau dokter spesialis sesuaipilihannya.2. Puskesmas, yang notabene menjadi titik awalsemua proses berobat di BPJS, jam kerjanya terbatas.Di akhir pekan, sabtu dan minggu, puskesmas tutup.Sementara, buat banyak karyawan, terutama di kotabesar, karena alasan kesibukan, pemeriksaankesehatan baru bisa dilakukan di akhir pekan saatlibur. Memang, peserta bisa ke faskes I lainnya, yaituklinik atau dokter keluarga. Tapi, mereka ini

jumlahnya masih terbatas. Selain itu, karenapuskesmas tutup di akhir pekan, beban faskes Ilainnya menjadi tinggi, imbasnya peserta harus antripanjang di sabtu dan minggu.3. BPJS menetapkan bahwa peserta hanya bolehmemilih satu faskes I untuk memperoleh rujukan.Peserta tidak bisa ke sembarang faskes I meskipun itufasilitas kesehatan (faskes) yang sudah kerjasamadengan BPJS. Kondisi ini, misalnya, menyulitkanbuat peserta yang lokasi pilihan faskes I jauh daritempat bekerja atau dari rumah. Selain itu, jikasedang di luar kota dan akan berobat, peserta haruslebih dahulu menghubungi kantor BPJS ter­dekat, yang kemudian akan menujukkan Faskes Imana yang bisa melayani. Peserta BPJS juga hanyabisa pergi ke rumah sakit yang disebutkan dalamsurat rujukan dari Faskes I. Misalnya, dari puskesmasharus ke RSUD yang sudah ditunjuk. Peserta tidakbisa sembarang pergi ke rumah sakit lain meskipunrumah sakit tersebut kerjasama dengan BPJS. PTASKES juga menerapkan rujukan tapi permintaanrujukan bisa dilakukan di semua puskesmas. Tidakada ketentuan harus di puskemas tertentu. Di era PTASKES, peserta bisa memilih rumah sakit sesuaikeinginan mereka selama rumah sakit tersebutkerjasama dengan PT ASKES.4. Peserta BPJS hanya bisa berobat di rumah sakityang sudah kerjasama dengan BPJS. Di rumah sakityang belum kerjasama, peserta tidak bisamenggunakan jaminan kesehatan BPJS. Masalahnyatidak semua rumah sakit swasta sudah kerjasamadengan BPJS. Sementara, dengan asuransi kesehatan,peserta bisa berobat di semua rumah sakit. Di rumahsakit yang sudah kerjasama dengan asuransikesehatan, pembayaran cukup dilakukan denganmenunjukkan kartu (cashless). Di rumah sakit yangbelum kerjasama, pembayaran dengan sistemreimbursement.5. Fasilitas kamar BPJS hanya sampai kelas 1. Tidakada fasilitas kelas VIP keatas. Meskipun perawatandan kualitas dokter tidak dibedakan antar kelas,namun kenyamanan kamar tentunya berbeda antarkelas. Dalam asuransi kesehatan, kelas kamar yangditawarkan lebih tinggi. Peserta bisa menikmati kelasVIP dan diatasnya.6. Tantangan yang kerap dihadapi peserta BPJSdalam pelayanan kesehatan adalah: (1) antri panjangdi rumah sakit, (2) kesulitan mendapatkan kamarrawat inap karena kamar untuk peserta BPJS seringpenuh, (3) ada obat­obatan yang tidak dijamin olehBPJS sehingga peserta harus menanggung sendiri, (4)meskipun seharusnya gratis (selama sesuai kelas)peserta kadang masih harus membayar kelebihanplafond, yang jika tidak dibayar, rumah sakit engganmelayani. Ini keluhan yang kerap muncul di media.

Page 5: PELAYANAN BADAN PENYELENGGARAJAMINAN SOSIAL (BPJS

Ika Widiastuti,224 ­ 233

Pelayanan Badan PenyelenggaraJaminan Sosial (BPJS)

Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 4 Nomor 1 Januari­Juli 2017228

Kondisi ini terkait lonjakan peserta BPJS, yang telahmencapai 132 juta orang dan masih akan terusbertambah. Kenaikkan permintaan dipicu olehkewajiban perusahaan untuk ikut serta (ada sanksi)dan murahnya iuran. Sementara itu, di sisi lain,ketersediaan kamar dan tenaga medis di rumah sakittidak bisa dengan cepat ditingkatkan, khususnyauntuk peserta BPJS. Metode BPJS adalah membayartagihan rumah sakit sesuai standar biaya perawatan,yang sudah diputuskan oleh pemerintah (namaskemanya INA­CBG), yang mungkin jumlahnyalebih rendah dari biaya aktual rumah sakit. Metodeini disinyalir ikut mempengaruhi kemauan rumahsakit menyediakan jumlah kamar untuk peserta BPJS.Sementara itu, asuransi kesehatan membayar sesuaibiaya aktual yang ditagih oleh rumah sakit. Jarangsekali kita mendengar bahwa jumlah kamar kurangdalam pelayanan asuransi kesehatan.

Cara Mengantisipasi Buruknya Pelayanan BPJSKesehatan di Jawa Barat

Cara untuk mengantisipasi buruknya pelayananBPJS kesehatan yaitu sebagai berikut:1. Karyawan tidak memanfaatkan BPJS sama sekalidan sebagai alternatif membeli asuransi kesehatansendiri. Kemudahan proses berobat di asuransidipandang sebagai manfaat yang lebih penting,meskipun harus membayar biaya tambahan. Untukkesehatan banyak orang rela mengeluarkan danatambahan demi pelayanan yang lebih baik. BPJSkesehatan bisa tetap digunakan sebagai jaga­jaga jikaplafond asuransi kesehatan habis atau untukpengobatan penyakit–penyakit yang tidak ditanggungoleh asuransi.2. Memanfaatkan koordinasi manfaat antara BPJSdan asuransi kesehatan swasta. Peserta menggunakanBPJS, jika kemudian terdapat biaya tambahan ataumengambil kelas kamar diatas standard BPJS,kelebihan biaya diklaim ke asuransi kesehatan.Asuransi kesehatan menanggung sisa tagihan yangtidak dijamin oleh BPJS, selama sisa tagihan masihdalam batas plafond asuransi kesehatan. Dengan ini,peserta tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan.Sebenarnya, koordinasi manfaat adalah hal lumrahantar perusahaan asuransi swasta. Ini terjadi apabilapemegang polis punya lebih dari satu asuransikesehatan. Tapi, implementasinya antara BPJSKesehatan dan asuransi kesehatan swasta tampaknyabelum jelas. Meskipun sudah ada penandatanganankerjasama koordinasi manfaat antara 30 asuransikesehatan swasta dengan BPJS, kendalanya adalahbelum ada pedoman pelaksana koordinasi manfaat.Padahal penetapan pedoman koordinasi manfaat inisangat penting, untuk memastikan karyawan ataupeserta tidak kesulitan mendapat pelayanan ketika

diberlakukan koordinasi manfaat ini. Jika inginmenggunakan cara ini, wajib memastikan ke pihakasuransi apakah koordinasi manfaat dengan BPJSsudah berjalan.3. Ini cara yang paling mudah, mengikuti programcash plan yang ditawarkan asuransi. Cash plan adalahsantunan harian yang dibayarkan jika peserta masukrumah sakit. Bedanya dengan asuransi kesehatanyang mengganti berdasarkan tagihan rumah sakit,penggantian cash plan jumlahnya tetap regardlessjumlah tagihan rumah sakit. Keunggulan cash planadalah prosesnya relatif lebih mudah. Peserta hanyaperlu menunjukkan berapa lama dirawat inap dirumah sakit. Asuransi akan mengganti sejumlah harirawat inpat dikali manfaat per harinya. Prosesnyatidak ribet dan tidak membutuhkan koordinasi antarpihak untuk mengklaim manfaat. Dalam kasus BPJSini, karena sudah jaminan kesehatan utama, cash plansebagai pendukung. Karena prosedurnya palingmudah dan biaya yang diganti hanyalah selisih yangtidak dijamin oleh BPJS sehingga besar kemungkinankekurangan biaya masih bisa di­cover uang dari cashplan.

BPJS Kesehatan yang baru beroperasi sejaktanggal 1 Januari 2014, tentunya tidak luput darikekurangan. Namun walaupun demikian BPJSKesehatan pun tentu memiliki kelebihan.Berdasarkan analisis, kekurangan dan kelebihanBPJS Kesehatan antara lain:1. Kelebihan

a. Lebih menguntungkan dibandingkan asuransikomersial, yang mana BPJS kepesertaannyawajib bukan sukarela, BPJS Kesehatan bukanprofit (mencari keuntungan) tetapi bersifatnon­profit, dan manfaat yang didapat bersifatkomprehensif.

b. Secara aturan BPJS Kesehatan memenuhiprinsip­prinsip jaminan sosial.

c. Sistem gotong royong yang memunculkankemandirian.

d. Asuransi berlaku seumur hidup dari anak barulahir hingga lansia.

2. Kekurangana. Terjadi pengalihan tanggung jawab negara

kepada individu atau rakyat melalui iuranyang dibayarkan langsung, atau melaluipemberi kerja bagi karyawan swasta, atauoleh negara bagi pegawai negeri. Lalu sebagaitambal sulamnya, negara membayar iuranprogram jaminan sosial bagi yang miskin.Pengalihan tanggung jawab negara kepadaindividu dalam masalah jaminan sosial jugabisa dilihat dari penjelasan undang­undangtersebut tentang prinsip gotong­royong

Page 6: PELAYANAN BADAN PENYELENGGARAJAMINAN SOSIAL (BPJS

Ika Widiastuti,224 ­ 233

Pelayanan Badan PenyelenggaraJaminan Sosial (BPJS)

Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 4 Nomor 1 Januari­Juli 2017229

yaitu: Peserta yang mampu (membantu)kepada peserta yang kurang mampu dalambentuk kepesertaan wajib bagi seluruh rakyat;peserta yang berisiko rendah membantu yangberisiko tinggi; dan peserta yang sehatmembantu yang sakit. Jadi, jelas undang­undang ini justru ingin melepaskan tanggungjawab negara terhadap jaminan sosial ataukesehatan.

b. Yang akan menerima jaminan sosial adalahmereka yang terdaftar dan tercatat membayariuran.

c. Belum mencakup semua masyarakat, misalnyagelandangan, anak panti asuhan, orangjompo, dan sebagainya.

d. Jaminan sosial tersebut hanya bersifat parsial,misalnya jaminan kesehatan: tidak semuajenis penyakit dan semua jenis obat akanditanggung oleh BPJS.

Reformasi Birokrasi Pelayanan Publik BPJSKesehatan

Pelayanan publik dalam bidang kesehatan kinimendapat permasalahan yaitu mulai dari prosedur,sistem pelayanan BPJS, sarana dan prasarana dantenaga medis yang kurang memadai. Oleh karena itu,diperlukan suatu reformasi birokrasi dalammeningkatkan pelayanan bidang kesehatan khususnyapelayanan BPJS kesehatan kepada masyarakat.

Birokrasi adalah sebuah perangkat sistem yangniscaya bagi setiap roda pemerintahan, tanpamekanisme birokrasi tersebut maka institusipelayanan publik akan stagnan dan bahkan dapat takberfungsi sama sekali. Sejak reformasi tahun 1998digulirkan, reformasi birokrasi adalah bagian darisubsistem yang menjadi tuntutan. Karena transparansidan akuntabelnya sebuah institusi apapun sejatinyamesti didasari oleh sebuah mekanisme birokrasi yangbersih, autokritik, disiplin dan ditunjang oleh SDMyang memiliki rasa tanggungjawab dan idealisme.Penerapan birokrasi yang melayani secara profe­sional, bersih dari praktek korupsi, kolusi dan nepo­tisme faktanya merupakan cita­cita yang masih belumterwujud. Dibutuhkan political will dari setiap stake­holder dalam pencapaian kebijakan­kebijakan setiapInstitusi pemerintahan dalam fungsinya sebagai pela­yanan publik (Public Service).

Birokrasi kesehatan masa kini, kesehatan adalahmodal utama setiap bangsa yang ingin maju dansejahtera, selain pendidikan bagi setiap warga negara,kesehatan adalah prasayarat normatif yang sangatberkaitan dengan tingkat kemakmuran sebuah

bangsa. Karena tanpa kesehatan yang terjamin,sebuah bangsa akan kesulitan membentuk sebuahpondasi produktivitas ekonomi bagi setiap warganya,bahkan masalah kesehatan justru akan menjadi bebanekonomi bagi warga negara. Supaya kesehatandianggap penting tentu saja tidak hanya menjaditugas insan sehat untuk mendorong perubahanparadigma sehat dari curative oriented (berobat jikasakit) menjadi preventive oriented (mencegahsebelum sakit). Diperlukan peran aktif lintas sektor,edukasi pelajar di sekolah, edukasi dilingkungankeluarga, dan political will dari birokrasipemerintahan mulai dari tingkat RT/RW hinggaketingkat pemerintah pusat dalam hal ini kementeriankesehatan. Agar program­program kesehatan yangsecara strategis direncanakan oleh kementeriankesehatan tepat sasaran, maka fenomena menjadikanprogram kesehatan sebagai isu­isu politik sebaiknyaditinjau kembali. Karena hanya dengan demikiankonsepsi rencana strategis bidang kesehatan yangbersifat jangka panjang dapat secara perlahanterwujud.

Political will menata birokrasi kesehatan yangbersih dan berwibawa harus mendapat dukungan darisemua kalangan, baik itu birokrat, teknokrat, politisi,swasta, pemerintahan eksekutif, legislatif, LSM, danseluruh masyarakat Indonesia pada umumnya. Takada jalan lain selain bersepakat bahwa pelayanankesehatan sejatinya adalah tugas dari semua elemendan harus dibangun atas dasar konsepsi yang jelas,pelaksanaan yang transparan dan tepat sasaran.Masyarakat harus didorong untuk mencerdaskandirinya, memandirikan dirinya baik dari sisiparadigma sehat hingga pada level perubahanperilaku sehat yang lebih baik mencegah daripadamengobati. Attitude dan kecerdasan stakeholder,setiap pelaku birokrasi kesehatan pada akhirnya akandiuji oleh sebuah kondisi. Ketika siapapun itu beradapada sebuah sistem birokrasi kesehatan kerapbersentuhan dengan hal­hal yang paradoks danperasaan yang dilematis. Disatu sisi tuntutanperubahan birokrasi adalah sebuah keniscayaansementara di sisi lain sistem birokrasi mewariskanbenang kusut dimana­mana. Birokrasi warisan ordebaru menguji attitude setiap orang, apakah diatenggelam dalam sistem yang telah mengakar ataukahdia akan muncul sebagai agent of change (tokoh­tokoh perubahan).

Attitude (perilaku) yang jujur dalam sebuahsistem birokrasi adalah syarat utama agar sistem

Page 7: PELAYANAN BADAN PENYELENGGARAJAMINAN SOSIAL (BPJS

Ika Widiastuti,224 ­ 233

Pelayanan Badan PenyelenggaraJaminan Sosial (BPJS)

Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 4 Nomor 1 Januari­Juli 2017230

dapat berjalan dengan baik. Walaupun para birokratatau pelaku sistem dalam sebuah institusi apapunbermodalkan kepintaran, kecerdasan, kekuatanpolitik, kekuasaan dan wewenang jika attitudekejujuran dan perhatian yang tinggi pada komitmenperubahan ke arah yang lebih baik nihil, makaniscaya menghasilkan output yang nihil pula, danhasilnya akan berujung kepada pelayanan publikyang bersifat semu, manipulatif dan tidak efektif danefisien.

Penyelenggaraan birokrasi kesehatan modernprofesionalisme dan etos kerja serta perilaku jujurdalam mengelola sistem birokrasi kesehatanmerupakan kebutuhan masa kini dan harus adakesadaran kolektif bagi semua insan sehat dan jugastakeholder yang lain. Penerapan teknologi informasisebagai penunjang kinerja yang baik perludiberdayakan, seperti pelaporan program­programkesehatan di puskesmas, rekap pelaporan dinaskesehatan kabupaten, Provinsi hingga pusat sudahharus memiliki teknologi sistem informasi kesehatanyang aksesnya cepat, mudah dalam hal monitoringserta penginputan data­data program kesehatan yangbenar­benar dilakukan, sehingga keabsahan data sertavaliditasnya benar­benar dapat dipertanggung­jawabkan.

Sistem manajemen organisasi birokrasikesehatan mulai dari puskesmas pembantu,puskesmas induk, dinas kesehatan dan departemenkesehatan agar diupayakan memiliki sistemorganisasi yang autokritik, dalam artian selainmemiliki prosedur penerapan manajemen yang baku,juga sebaiknya harus ada proses pertanggungjawabansecara transparan baik secara internal organisasimaupun secara eksternal organisasi. Manajemenkesehatan modern harus didorong ke arah penguatanprofesionalisme kerja yang berbasis attitude yangbaik, etos kerja serta sistem monitoring yang baikagar setiap institusi memiliki balancing power didalam institusinya sendiri. Ada kontrol pada dirisetiap pelaku sistem sehingga penyalahgunaanwewenang dapat dihindari sehingga percepatan(akselerasi) tujuan visi kesehatan dapat terwujud.

Prinsip­Prinsip Pelayanan UmumSepuluh prinsip pelayanan umum diatur dalam

Keputusan Menteri Negara Pemberdayaan AparaturNegara Nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003 TentangPedoman Umum Penyelenggaraan PelayanananPublik, kesepuluh prinsip tersebut adalah sebagai

berikut: 1) Kesederhanaan; Prosedur pelayananpublik tidak berbelit­belit, mudah dipahami, danmudah dilaksanakan, 2) Kejelasan; a) Persyaratanteknis dan administratif pelayanan publik, b) Unitkerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawabdalam memberikan pelayanan dan penyelesaiankeluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaanpelayanan publik, c) Rincian biaya pelayanan publikdan tata cara pembayaran, 3) Kepastian waktu;Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikandalam kurun waktu yang telah ditentukan, 4) Akurasi;Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepatdan sah, 5) Keamanan; Proses dan produk pelayananpublik memberikan rasa aman dan kepastian hukum,6) Tanggung jawab; Pimpinan penyelenggarapelayanan publik atau pejabat yang ditunjukbertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanandan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksa­naan pelayanan publik, 7) Kelengkapan sarana danprasarana kerja, peralatan kerja dan pendukunglainnya yang memadai termasuk penyediaan saranateknologi, telekomunikasi dan informatika(telematika), 8) Kemudahan akses; Tempat dan lokasisarana dan prasarana pelayanan yang memadai,mudah dijangkau oleh masyarakat dan dapatmemanfaatkan teknologi telekomunikasi daninformasi, 9) Kedisiplinan, kesopanan dankeramahan; Pemberi pelayanan harus bersikapdisiplin, sopan dan santun ramah, serta memberikanpelayanan dengan ikhlas, 10) Kenyamanan;Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur,disediakan ruang tunggu yang nyaman bersih, rapih,lingkungan yang indah dan sehat, serta dilengkapidengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir,toilet, tempat ibadah dan lainnya.

Standar Pelayanan Minimal (SPM) BidangKesehatan

Standar Pelayanan Minimal bidang kesehatanselanjutnya disebut SPM Kesehatan adalah tolok ukurkinerja pelayanan kesehatan yang diselenggarakanDaerah, Kabupaten atau Kota, bahwa tujuan strategipelaksanaan desentralisasi bidang kesehatan yang eratkaitannya dengan penetapan kewenangan wajib danSPM (Standar Pelayanan Minimal) bidang kesehatanadalah: 1) Terlindunginya kesehatan masyarakatkhususnya penduduk miskin, kelompok rentan, dandaerah miskin, 2) Terwujudnya komitmen nasionaldan global dalam program kesehatan.

Pasal 34 UU No. 25/2009 disebutkan bahwa

Page 8: PELAYANAN BADAN PENYELENGGARAJAMINAN SOSIAL (BPJS

Ika Widiastuti,224 ­ 233

Pelayanan Badan PenyelenggaraJaminan Sosial (BPJS)

Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 4 Nomor 1 Januari­Juli 2017231

pelaksana dalam menyelenggarakan pelayanan publikharus berperilaku sebagai berikut: 1) Adil dan tidakdiskriminatif, 2) Cermat, 3) Santun dan ramah, 4)Tegas, andal, dan tidak memberikan putusan yangberlarut­larut, 5) Profesional, 6) Tidak mempersulit,7) Patuh pada perintah atasan yang sah dan wajar, 8)Menjunjung tinggi nilai­nilai akuntabilitas danintegritas institusi penyelenggara, 9) Tidakmembocorkan informasi atau dokumen yang wajibdirahasiakan sesuai dengan peraturan perundang­undangan, 10) Terbuka dan mengambil langkah yangtepat untuk menghindari benturan kepentingan, 11)Tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana sertafasilitas pelayanan publik, 12) Tidak memberikaninformasi yang salah atau menyesatkan dalammenanggapi permintaan informasi serta proaktifdalam memenuhi kepentingan masyarakat, 13) Tidakmenyalahgunakan informasi, jabatan, dan/ataukewenangan yang dimiliki, 14) Sesuai dengankepantasan, dan 15) Tidak menyimpang dariprosedur.

Kualitas Standar Pelayanan PublikSetiap penyelenggaraan pelayanan publik harus

memiliki standar pelayanan, sebagai jaminan adanyakepastian bagi pemberi didalam pelaksanaan tugasdan fungsinya dan bagi penerima pelayanan dalamproses pengajuan permohonannya. Standar pelayananmerupakan ukuran yang dibakukan dalam penye­lenggaraan pelayanan publik sebagai pedoman yangwajib ditaati dan dilaksanakan oleh penyelenggarapelayanan, dan menjadi pedoman bagi penerimapelayanan dalam proses pengajuan permohonan, sertasebagai alat kontrol masyarakat dan/atau penerimalayanan atas kinerja penyelenggara pelayanan.

Untuk mengatasi kondisi tersebut dilakukanberbagai upaya perbaikan kualitas penyelenggaraanpelayanan publik secara berkesinambungan demimewujudkan pelayanan publik yang prima. Upayaperbaikan kualitas pelayanan publik salah satunyadilakukan melalui pembenahan sistem pelayananpublik secara menyeluruh dan terintegrasi.

Oleh karena itu perlu disusun dan ditetapkanstandar pelayanan sesuai dengan sifat, jenis dankarakteristik layanan yang diselenggarakan, sertamemperhatikan kebutuhan dan kondisi lingkungan.Dalam proses perumusan dan penyusunannyamelibatkan masyarakat dan/atau stakeholder lainnya(termasuk aparat birokrasi) untuk mendapatkan sarandan masukan, membangun kepedulian dan komitmen

meningkatkan kualitas pelayanan.Standar Pelayanan Publik menurut Keputusan

Menteri PAN nomor 63/KEP/M.PAN/7/2003,sekurang­kurangnnya meliputi: 1) Prosedurpelayanan, 2) Waktu penyelesaian, 3) Biayapelayanan, 4) Produk pelayanan, 5) Sarana danprasarana, 6) Kompetensi petugas pelayanan.

Selanjutnya untuk melengkapi standar pelayanantersebut di atas, ditambahkan materi muatan yangdikutip dari rancangan Undang­undang tentang Pe­layanan Publik, karena dianggap cukup realistis untukmenjadi materi muatan Standar Pelayanan Publik,sehingga susunannya menjadi sebagai berikut: 1)Dasar hukum, 2) Persyaratan, 3) Prosedur pelayanan,4) Waktu penyelesaian, 5) Biaya pelayanan, 6)Produk pelayanan, 7) Sarana dan prasarana, 8)Kompetensi petugas pelayanan, 9) Pengawasanintern, 10) Pengawasan ekstern, 11)Penangananpengaduan, saran dan masukan, 12) Jaminanpelayanan.

Kotler (1994:567) mengemukakan bahwa“kualitas pelayanan merupakan suatu yang kompleks,yang selalu berfokus pada pelanggan (customerfocused quality) sehingga untuk menentukansejauhmana kualitas dari pelayanan tersebut, dapatdilihat dari lima dimensi, yaitu: 1) Reliability,kemampuan untuk memberikan secara tepat danbenar, jenis pelayanan yang telah dijanjikan kepadakonsumen atau pelanggan, 2) Responsiveness,kesadaran atau keinginan untuk membantu konsumendan memberikan pelayanan yang cepat, 3) Assurance,Pengetahuan atau wawasan, kesopan santunan,kepercayaan dari diri pribadi pelayanan, serta respekterhadap konsumen, 4) Empathy, kemauan pemberilayanan untuk melakukan pendekatan, memberikanperlindungan, serta berusaha untuk mengetahuikeinginan dan kebutuhan konsumen, 5) Tangible,penampilan para pegawai dan fasilitas fisik lainnya,seperti peralatannya atau perlengkapan yangmenunjang pelayanan.”

Asas­Asas Pelayanan PublikAsas pelayanan publik menurut Komarudin

(2014:26) yaitu: “1) Transparansi bersifat terbuka,mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yangmembutuhkan dan disediakan secara memadai sertamudah dimengerti, 2) Akuntabilitas; dapatdipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuanperaturan perundang­undangan, 3) Kondisional;sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan

Page 9: PELAYANAN BADAN PENYELENGGARAJAMINAN SOSIAL (BPJS

Ika Widiastuti,224 ­ 233

Pelayanan Badan PenyelenggaraJaminan Sosial (BPJS)

Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 4 Nomor 1 Januari­Juli 2017232

penerima pelayanan dengan tetap berpegang padaprinsip efisiensi dan efektivitas, 4) Partisipatif;mendorong peran serta masyarakat dalam penye­lenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikanaspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat, 5)Kesamaan hak; tidak diskriminatif dalam arti tidakmembedakan suku, ras, agama, golongan, gender danstatus ekonomi, 6) Keseimbangan hak dan kewajiban;pemberi dan penerima pelayanan publik harusmemenuhi hak dan kewajiban masing­masing pihak”.

Pimpinan penyelenggara pelayanan publik wajibsecara berkala mengadakan evaluasi terhadap kinerjapenyelenggaraan pelayanan di lingkungan instansinyamasing­masing. Kegiatan evaluasi ini dilakukan se­cara berkelanjutan dan hasilnya secara berkala di­laporkan kepada pimpinan tertinggi penyelenggarapelayanan publik. Penyelenggara pelayanan publikyang kinerjanya dinilai baik perlu diberikanpenghargaan untuk memberikan motivasi agar lebihmeningkatkan pelayanan. Sedangkan penyelenggarapelayanan publik yang kinerjanya dinilai belumsesuai dengan yang diharapkan oleh masyarakat,perlu terus melakukan upaya peningkatan. Dalammelakukan evaluasi kinerja pelayanan publik harusmenggunakan indikator yang jelas dan terukur sesuaiketentuan yang berlaku.

Pelayanan Publik Prima“Untuk menciptakan pelayanan publik yang

prima harus dapat menjawab: apa yang harusdilakukan agar pelayanan excellent, siapa yang harusmemulai, kapan dimulai, dan bagaimana caramemulai pelayanan” (Sampara, 2008). Pelayananharus mengacu pada asas penyelenggaraan peme­rintahan yang bersih dan bebas KKN (kepastianhukum, tertib penyelenggaraan negara, kepentinganumum, keterbukaan, proporsionalitas, profesionalitas,dan akuntabilitas) yang diterapkan pada penyeleng­garaan pelayanan publik. Prinsip pelayanan dijadikanacuan dalam menciptakan pelayanan publik prima.Standar pelayanan publik harus dibuat oleh penye­lenggara bersama masyarakat pengguna layanan,sampai pada kesepakatan penetapan dan dituangkandalam maklumat pelayanan. Biaya/tarif pelayananharus jelas, dibuat dengan mempertimbangkantingkat kemampuan dan daya beli masyarakat,nilai/harga barang dan jasa yang berlaku, rincianbiaya yang jelas dan transparan, dan prosedur sesuaiperaturan perundang­undangan.

Sistem informasi pelayanan publik harus

dibangun, sekurang­kurangnya memuat jenis pela­yanan, persyaratan dan prosedur, standar pelayanan,maklumat pelayanan, mekanisme pemantauankinerja, penanganan keluhan dan pengaduan, pem­biayaan, penyajian data dan informasi, dokumentasidan kearsipan. Aparat pelaksana pelayanan harusresponsif terhadap berbagai hal yang menyangkutpelayanan publik, memhami dan mengerti keinginandan harapan pelanggan, penuh perhatian, menampungberbagai masukan, menindak­lanjuti dengan cepatkeluhan dan pengaduan, meningkatkan danmendorong partisipasi dan peran serta masyrakat, danmemberikan penghargaan atas prestasi kinerja.Sistem informasi pelayanan publik merupakan bagiandari sistem manajemen pelayanan publik.

Aparat pelaksana pelayanan publik harusprofesional, inovatif, menggunakan sarana danprasarana dengan baik, melayani cepat, tepat, akurat,murah, ramah, berkomunikasi dengan baik, memilikipengetahuan dan keterampilan memadai, mencermatiberbagai produk layanan, meningkatkan kepuasanpelanggan, dan berkomitmen pada visi, misi, tujuandan sasaran organisasi. Pelayanan publik prima harusditunjukkan dengan adanya komunikasi dua arah,pemerintahan yang bersih, efektif, efisien danproduktif, kehidupan kemasyarakatan yang harmonis,dan pelayanan publik berorientasi kepentinganpelanggan. Untuk itu diperlukan kepemimpinanpelayanan publik dengan unsur­unsur keadilan,pemerataan, melindungi masyarakat, menegakkanpersatuan dan kesatuan, meningkatkan kualitas,mewujudkan pelayanan berkualitas, mengembangkankualitas SDM, melestarikan nilai­nilai sosial budaya,berkomunikasi dua arah, memperlakukan aparatpelaksana dengan baik, mematuhi dan melaksanakanstandar pelayanan, meningkatkan kinerja, sertamelakukan pemantauan, evaluasi, dan pengawasan.

PENUTUP

KesimpulanBadan Penyelenggara Jaminan Sosial yang

selanjutnya disingkat BPJS adalah badan hukum yangdibentuk untuk menyelenggarakan program jaminansosial. BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJSKetenagakerjaan. BPJS Kesehatan adalah badanhukum yang dibentuk untuk menyelenggarakanprogram jaminan kesehatan. Terdapat permasalahanyang harus dibenahi baik berupa sistem, prosedur,SDM (tenaga medis), maupun sarana prasarana serta

Page 10: PELAYANAN BADAN PENYELENGGARAJAMINAN SOSIAL (BPJS

Ika Widiastuti,224 ­ 233

Pelayanan Badan PenyelenggaraJaminan Sosial (BPJS)

Jurnal Ilmiah WIDYA Volume 4 Nomor 1 Januari­Juli 2017233

belum menerapkan prinsip responsivitas terhadapkebutuhan masyarakat dalam rangka meningkatkankualitas pelayanan publik bidang kesehatan di JawaBarat. Pelayanan bidang kesehatan belum memenuhistandar pelayanan publik yang baik, akses masyarakatuntuk mendapatkan manfaat pelayanan sangatterbatas, masyarakat belum bisa mendapatkanpelayanan disemua fasilitas kesehatan.

Saran­SaranDalam meningkatkan sistem pelayanan publik

dibidang kesehatan, maka masyarakat di Jawa Baratharus mendapatkan jaminan kesehatan danmenerapkan sistem kesehatan yang merata tanpaadanya diskriminasi. Membuat kebijakan baru yangtepat agar masyarakat dapat dengan mudahmemperoleh pelayanan kesehatan, perubahan atauinovasi yang dilakukan oleh pemerintah dalammengatasi permasalahan kesehatan khususnya bagimasyarakat yang kurang mampu, adanya reformasibirokrasi agar dapat meningkatkan kualitas pelayananpublik terutama dalam bidang kesehatan, dapatmewujudkan pelayanan publik yang prima, adanyaLPM (Layanan Pengaduan Masyarakat) yang dapatdigunakan untuk menyampaikan masukan, saran,kritik, maupun keluhan dari masyarakat terhadappermasalahan pelayanan publik. Menambah unit

pelayanan kesehatan, seperti: puskesmas ataupoliklinik, rumah sakit, dan pusat layanan konsultasikesehatan, dan lain­lain khususnya di daerah terpencilserta mengadakan puskesmas keliling yang rutindilakukan selama satu minggu sekali. Penambahanfasilitas kesehatan ini sangatlah penting gunamenunjang pelayanan publik di Jawa Baratkhususnya disetiap daerah dan desa yang terpencil.

DAFTAR PUSTAKAAzrul, Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, IDI, Jakarta,

1996.Komarudin, Reformasi Birokrasi dan Pelayanan Publik,

Genesindo, Jakarta, 2014.Kotler, Philip, Manajemen Pemasaran di Indonesia:Analisis,

Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian, SalembaEmpat, Jakarta, 2002.

Lukman, Sampara, Manajemen Kualitas Pelayanan, STIA LANPress, Jakarta, 2007.

Pohan, Imbalo, Jaminan Mutu Layanan Kesehatan:Dasar­dasarPengertian dan Penerapan, EGC, Jakarta, 2007.

Solikin, M, Pelayanan Prima, Inti Prima Promosindo, Jakarta,2011.

http://administrasidanmanajemen.blogspot.co.id/2009/01/pengertian­tujuan­dan­manfaat­pelayanan.html

http://dokumen.tips/documents/birokrasi­pelayanan­kesehatan­559dfb8406007.html

http://www.duwitmu.com/asuransi/antisipasi­buruknya­pelayanan­bpjs­kesehatan/

http://www.landasanteori.com/2015/09/pengertian­pelayanan­kesehatan­pasien.html