pelaksanaan ran tanah hak milik adat secara sporadik di kota pariaman menurut peraturan pemerintah...
TRANSCRIPT
PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH HAK MILIK ADAT SECARA
SPORADIK DI KOTA PARIAMAN MENURUT PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH
A. Latar Belakang
Tanah memiliki arti yang sangat penting bagi setiap individu dalam masyarakat,
karena selain mempunyai hubungan yang erat dengan keberadaan manusia dalam
lingkungannya dan kelangsungan hidupnya, juga mempunyai nilai ekonomis yang dapat
dicadangkan sebagai sumber pendukung kehidupan manusia di masa mendatang. Jika kita
membicarakan mengenai masalah tanah,maka kita tidak lepas membicarakan
manusia,baik itu sebagai pemegang hak maupun dalam hubungan hukum antara manusia
dengan tanah. Berdasarkan atas kenyataan ini,tanah bagi penduduk Indonesia tidak hanya
terdiri dari tanah hak milik saja tetapi juga tanah hak ulayat yang punya nilai tinggi.
Sebelum tahun 1960, yakni sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 5 Tahun
1960 Tentang Peraturan dasar Pokok-pokok Agraria, di negara kita masih berlaku 2
macam hukum yang menjadi dasar bagi hukum pertanahan yaitu Hukum Adat dan
Hukum Barat. Sehingga ada 2 macam tanah, yaitu “ Tanah Adat “ atau biasa disebut juga
“ Tanah Indonesia “ dan “ Tanah Barat “ atau yang biasa juga disebut “ Tanah Eropah “.1
Sesuai dengan cita-cita dan tujuan bangsa indonesia yaitu untuk mewujudkan suatu
masyarakat yang adil dan makmur,maka untuk mencapai keadilan dan kemakmuran
dalam masalah pertanahan dan mencegah terjadinya goncangan dalam masyarakat maka
pemerintah mengeluarkan Undang-undang Pokok Agraria yaitu Undang-undang Nomor 5
Tahun 1960 yang bertujuan untuk mengakhiri dualisme hukum tanah dan sekaligus
menghapus hukum tanah buatan penjajah Belanda yang dianggap jauh dari rasa keadilan
dan dipandang tidak sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia.
Undang-undang yang disusun di era pemerintahan Presiden Soekarno ini
menggantikan Agrarische Wet 1870 yang terkenal dengan prinsip domein verklaringnya
(semua tanah jajahan yang tidak dapat dibuktikan kepemilikannya berdasarkan
pembuktian hukum barat, maka tanah tersebut dinyatakan sebagai tanah milik negara/
milik penjajah belanda). UUPA merupakan produk hukum pada era Orde Lama yang
menghendaki adanya perubahan dan pembaharuan di bidang agraria dan pertanahan serta 1 K. Wantjik Saleh,SH , Hak Anda Atas Tanah, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1982, hal.8
menghendaki terwujudnya pembangunan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Kebijakan pemerintahan pada saat itu lebih diupayakan untuk mewujudkan kemakmuran
dan kesejahteraan rakyat sebagaimana telah digariskan dalam Pasal 33 ayat (3) UUD
1945, bahwa “ Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat “.
Untuk mewujudkan hal tersebut diatas dilakukan suatu upaya reformasi di bidang
pertanahan (Landreform) yang pada waktu itu dikenal dengan Panca Program Agrarian
Reform Indonesia, meliputi :2
1. Pembaharuan Hukum Agraria, melalui unifikasi hukum yang berkonsepsi
nasional dan pemberian jaminan kepastian hukum.
2. Penghapusan hak-hak asing dan konsesi-konsesi kolonial atas tanah.
3. Mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur-angsur.
4. Perombakan pemilikan dan penguasaan tanah serta hubungan-hubungan hukum
yang bersangkutan dengan penguasaan tanah dalam mewujudkan pemerataan
kemakmuran dan keadilan.
5. Perencanaan persediaan dan peruntukan bumi, air dan kekayaan alam yang
terkandung didalamnya serta penggunaannya secara terencana, sesuai dengan
daya dukung dan kemampuannya.
Yang menjadi tujuan pokok UUPA,yang sebagaimana disebutkan dalam
Penjelasan Umumnya adalah sebagai berikut :3
1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional,yang akan
merupakan alat untuk membawakan kemakmuran,kebahagiaan dan keadilan bagi
Negara dan rakyat,terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat adil dan
makmur ;
2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam
hukum pertanahan ;
2 Darkness_shadow8, Pentingnya Penyempurnaan UU No.5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria, internet : http://one.indoskripsi.com/
3 K Wantjik Saleh, op.cit, hal. 11
3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak
atas tanah bagi rakyat seluruhnya .
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 5 tahun 1960 tentang ketentuan pokok-
pokok agraria,maka semua peraturan yang mengatur masalah pertanahan sebelum tahun
1960 dinyatakan tidak berlaku lagi,dan dengan dikeluarkannya UUPA itu sendiri
diharapkan akan diperoleh kepastian hukum dibidang pertanahan dan sekaligus
mengakhiri dualisme hukum pertanahan Indonesia.
Seperti dikatakan diatas, UUPA di samping memberikan ketentuan-ketentuan yang
baru,sekaligus mencabut beberapa peraturan perundangan lama yang dengan tegas
dinyatakan adalah4 :
1) Agrarische Wet ( Stbld. 1870-55 ) ;
2) Domeinveklaring ( Stbld. 1870-118 ) ;
3) Algemene Domeinveklaring ( Stbld. 1875-119a ) ;
4) Domeinveklaring untuk Sumatera ( Stbld. 1874-947 ) ;
5) Domeinveklaring untuk Keresidenan Manado ( Stbld 1877-55 ) ;
6) Domeinveklaring untuk resintie zuider en Oostafdeling van Borneo ( Stbld. 188-
58 ) ;
7) Koninklyk Besluit ( Stbld. 1872-117 ) dan peraturan pelaksananya ;
8) Buku ke II KItab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia yang mengenai
bumi,air, serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya,kecuali ketentuan-
ketentuan mengenai hipotik.
Selain peraturan prundangan yang tersebut diatas yang dengan tetas dinyatakan
dicabut, ada beberapa peraturan perundangan lainnya yang tidak disebutkan sebagai yang
dicabut, tetapi dapat dianggap tidak berlaku lagi bila bertentangan dengan jiwa UUPA.
Hukum Agraria Nasional kita mengakui adanya hak ulayat pada masyarakat hukum
adat,sebagai mana yang disebutkan dalam pasal 3 UUPA :
“ Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-
4Ibid., hal. 9
masyarakat hukum adat,sepanjang menurut kenyataannya masih ada,harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara,yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi “.
Dalam masyarakat umum atau awam di Indonesia sedikit sekali dari mereka yang
mengetahui tentang seluk beluk masalah di bidang pendaftaran tanah. Tanah bagi
masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting di dalam kehidupan manusia. Setiap
orang tentu memerlukan tanah, bahkan bukan hanya dalam kehidupannya, untuk matipun
manusia masih memerlukan tanah. Maka perlu adanya suatu pengaturan yang jelas atau
kepastian hukum atas tanah melalui pendaftaran tanah.
Jumlah luas tanah yang dapat dikuasai oleh manusia terbatas sekali, sedangkan
jumlah manusia yang berhajat terhadap tanah senantiasa bertambah. Selain bertambah
banyaknya jumlah manusia yang memerlukan tanah untuk perumahan, juga kemajuan dan
perkembangan ekonomi, sosial-budaya dan teknologi menghendaki pula tesediannya
tanah yang banyak, misalnya untuk perkebunan, peternakan, pabrik-pabrik, perkantoran,
tempat hiburan dan jalan-jalan untuk perhubungan.
Berhubung oleh karena itu, bertambah lama dirasakan seolah-olah tanah menjadi
sempit, menjadi sedikit, sedangkan permintaan selalu bertambah, maka tidak heran kalau
nilai tanah jadi meningkat tinggi. Tidak seimbangnya antara persediaan tanah dengan
kebutuhan akan tanah itu, telah menimbulkan berbagai persoalan yang banyak seginya.
Di dalam pemberian jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan memerlukan
tersedianya perangkat hukum yang tertulis, lengkap dan jelas yang dilaksanakan secara
konsiten sesuai dengan jiwa dan isi ketentuan-ketentuannya.
Pendaftaran tanah yang diselenggarakan ini merupakan suatu kegiatan bertujuan
untuk memberikan kepastian hak, yaitu :
1) Untuk memungkinkan orang yang mempunyai tanah dengan mudah
membuktikan bahwa dialah yang berhak atas sebidang tanah, apakah hak yang
dipunyainya, letak tanah dan luas tanah.
2) Untuk memungkinkan kepada siapapun guna mengetahui hal-hal yang ia ingin
ketahui berkenaan dengan bidang tanah, misalnya calon pembeli, calon kreditor
dan sebagainya.
Seperti diketahui bahwa pendaftaran tanah adalah bertujuan untuk memperoleh
kepastian hukum dan kepastian hak terhdap pemegang hak-hak atas tanah. Dengan
pendaftaran tanah diharapkan bahwa seseorang akan merasa aman tidak ada gangguan
atas hak yang dimilikinya. Untuk itu UUPA telah meletakan kewajiban kepada
pemerintah untuk melaksanakan pendaftaran tanah yang ada padanya sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Di dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria, dalam Pasal 19 ayat 1 memerintahkan diselenggarakan
penftaran tanah dalam rangka menjamin kepastian hukum. Kepastian hukum yang
dijamin itu, meliputi kepastian mengenai:
1. Letak, batas dan luas tanah.
2. Status tanah dan orang yang berhak atas tanah.
3. Pemberian surat berupa sertifikat.
Selanjutnya di dalam ayat (2) menentukan bahwa pendaftaran tanah yang dimaksud
dalam ayat (1) meliputi :
a) Pengukuran, pemetaan dan pembukuan.
b) Pendaftaran hak-hak atas tanah dan pemeliharaan hak-hak atas tanah tersebut.
c) Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang
kuat.
Peraturan pendaftaran tanah selain UU No.5 Tahun 1960 juga diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Jo
Peraturan Menteri Negara Agraria /Ka BPN No.3 Tahun 1997 tentang Ketentuan
Pelaksanan PP No.24 Tahun 1997. Dimana PP No. 24 Tahun 1997 merupakan
penyempurnaan dari PP No.10 Tahun 1961.
Pendaftaran tanah yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997
adalah :
”Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya”.
Dalam Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 Pasal 1 ayat (9) disebut bahwa
pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama
kali yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasakan PP
No.10 Tahun 1961. Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilakukan melalui dua cara
yaitu pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik.
Pendaftaran tanah secara sistematik menurut PP No.24 Tahun 1997 Pasal 1 ayat
(10) adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak
yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah/bagian
wilayah suatu desa/kelurahan. Selanjutnya pada ayat (11) dijelaskan, Pendaftaran tanah
secara sporadik adalah “Kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu
atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian suatu desa atau
kelurahan secara indifidual atau massal”.
Dilaksanakannya pendaftaran tanah, maka menimbulkan akibat hukum bahwa
terhadap hak atas tanah tersebut akan diterbitkan sertifikat tanah atas nama pemegang-
pemegang hak atas tanah yang bersangkutan yang berlaku sebagai alat pembuktian yang
kuat atas tanah milik yang dimaksud.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat diangkat menjadi suatu pokok bahasan
penulisan Skripsi mengingat bahwa pentingnya arti pendaftaran tanah untuk memperoleh
kepastian hukum dan kepastian hak. Penulis menguraikannya dalam pokok bahasan
penulisan Skripsi ini dengan judul “PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH
HAK MILIK ADAT SECARA SPORADIK DI KOTA PARIAMAN MENURUT
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG
PENDAFTARAN TANAH “
B. Perumusan Masalah
Untuk lebih terarahnya sasaran sesuai dengan judul yang telah penulis kemukakan
di atas, penulis memberikan batasan masalah atau identifikasi masalah agar tidak jauh
menyimpang dari apa yang menjadi pokok bahasan. Mengacu kepada latar belakang yang
diuraikan di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah proses pelaksanaan pendaftaran tanah hak milik adat secara
sporadik di Kota Pariaman berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 ?
2. Apakah hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pendaftaran tanah hak milik adat
secara sporadik di Kota Pariaman ?
3. Bagaimanakah solusi dalam menghadapi hambatan-hambatan dalam proses
pelaksanaan pendaftaran tanah hak milik adat tersebut ?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang dirumuskan, maka penelitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan pendaftaran tanah hak milik adat secara
sporadik di Kota Pariaman berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997
2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pendaftaran tanah hak
milik adat secara sporadik di Kota Pariaman
3. Untuk mengetahui solusi dalam menghadapi hambatan-hambatan dalam proses
pelaksanaan pendaftaran tanah hak milik adat tersebut
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis:
a. Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu dan pengetahuan
penulis dalam bidang pendaftaran tanah.
b. Agar bermanfaat bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan
pengembangan dalam bidang hukum agraria pada khususnya.
c. Untuk memperdalam pengetahuan penulis tentang pendaftaran tanah, khususnya
tentang pendaftaran tanah hak milik adat secara sporadik
2. Manfaat Praktis:
a. Untuk memberikan informasi pada pembaca maupun masyarakat tentang hak –
hak atas ulayatnya dan bagaimana kedudukan hak tersebut dilihat dari Hukum
Nasional.
b. Agar dapat dijadikan referensi dan masukan bagi pihak-pihak yang
membutuhkan apabila permasalahan yang menyangkut bidang agraria khususnya
yang berkaitan dengan pendaftaran tanah hak milik adat.
c. Agar dapat dijadikan bahan masukan atau pertimbangan bagi perbaikan
ataupun peningkatan di dalam pelayanan pendaftaran tanah, sehingga
dapat diketahui efesiensi dan efektifitasnya.
d. Sebagai bahan masukan untuk lebih meningkatkan lagi sosialisasi
mengenai pendaftaran tanah dalam arti penting dengan adanya pendaftaran
tanah khususnya di daerah yang masarakatnya rata-rata masih memiliki
tingkat pendidikan yang rendah.
E. Metode Penelitian
Untuk memeperoleh hasil yang maksimal dan menuju kesempurnaan skripsi ini
sehingga berhasil mencapai sasarannya sesuai dengan judul yang telah ditetapkan ,maka
usaha untuk memperoleh dan mengumpulkan data – data yang dianggap relevan
menggunakan cara sebagai berikut :
1. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah yang digunakan adalah dengan metode yuridis
sosiologis yakni : penulis akan menghubungkan antara peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan pendaftaran tanah hak milik adat dengan
kenyataannya di tengah masyarakat .
2. Sumber dan Jenis Data
Pada penelitian ini penulis berusaha mendapatkan data dari:
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Data diperoleh dari penelitian terhadap bahan-bahan kepustakaan berupa
buku-buku atau bahan lainnya yang berhubungan dengan skripsi yang ditulis
sehingga diperoleh data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh
dari penelitian kepustakaan yang dapat berupa:
1. Bahan hukum primer, yakni bahan-bahan hukum yang berupa ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak-hak
masyarakat adat terhadap tanah ulayat mereka dan berkaitan dengan
pendaftaran tanah hak milik adat..
2. Bahan hukum sekunder, yakni bahan-bahan yang memberikan penjelasan
terhadap bahan hukum primer, dapat berupa buku-buku, artikel di media
massa, hasil penelitian hukum, karya ilmiah dan sebagainya.
3. Bahan hukum tersier, yakni bahan-bahan yang memberikan keterangan
mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti
kamus Bahasa Indonesia dan kamus hukum.
b. Penelitian lapangan (Field Research)
Data diperoleh dari penelitian langsung kepada masyarakat hukum adat
yang mendaftarkan tanah hak milik adatnya dan Badan Pertanahan Nasional
( BPN ) Kota Pariaman. Dari penelitian ini diperoleh data primer, yakni data
yang diperoleh dari penelitian lapangan atau melalui responden.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara:
a. Studi dokumen, yakni dengan mempelajari sejumlah buku atau dokumen
yang berkaitan dengan penelitian sehingga diperoleh data sekunder.
b. Observasi, yakni dengan pengamatan langsung terhadap obyek penelitian
yakni tanah hak milik adat yang didaftarkan di kantor Badan Pertanahan
Nasional Kota Pariaman.
c. Wawancara, yakni mengajukan beberapa pertanyaan yang telah
dipersiapkan terlebih dahulu secara langsung kepada pihak yang
memiliki kaitan erat dengan permasalahan pendaftaran tanah hak milik
adat masyarakat di Kota Pariaman.
4. Pengolahan dan Analisis Data
a) Pengolahan Data
Pengolahan data merupakan hal yang sangat penting dalam suatu
penelitian, dalam skripsi ini pengolahan data dilakukan dengan cara:
1) Editing, yakni pengeditan terhadap data-data yang telah dikumpulkan
yang bertujuan untuk memeriksa kekurangan yang mungkin ditemukan
dan memperbaikinya. Selain itu juga bertujuan untuk memperoleh
kepastian bahwa datanya akurat dan dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya.
2) Coding, setelah melakukan pengeditan, peneliti akan memberikan tanda-
tanda tertentu atau kode-kode tertentu untuk menentukan data yang
relevan atau betul-betul dibutuhkan.
b) Analisa Data
Semua data yang telah dikumpulkan baik data primer maupun data
sekunder diolah secara kualitatif yakni analisa data dengan cara menganalisa,
menafsirkan, menarik kesimpulan dan menuangkannya dalam bentuk kalimat-
kalimat pada skripsi.
5. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif yakni memberikan gambaran secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai permasalahan yang terjadi terhadap
proses pelaksanaan pendaftaran tanah hak milik adat secara sporadik di Kota
Pariaman berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, dan
permasalahan yang dihadapi selama proses pelaksanaan pendaftaran tanah hak
milik adat itu serta upaya-upaya apa saja dalam menyelesaikan permasalahan
yang timbul dalam proses pendaftaran tanah hak milik adat tersebut.
F. Tinjauan Pustaka
1. Aspek Hukum Pendaftaran Tanah
a) Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah
Menurut Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 Pasal 1 disebutkan bahwa
pendaftaran tanah adalah:
”Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.”
Pemberian jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan memerlukan
tersedianya perangkat hukum yang tertulis, lengkap dan jelas yang dilaksanakan secara
konsiten sesuai dengan jiwa dan isi ketentuan-ketentuannya. Sehubungan dengan itu
Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, dalam
Pasal 19 memerintahkan diselenggarakan pendaftaran tanah dalam rangka menjamin
kepastian hukum yang bunyinya adalah:
1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah
diseluruh Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan
pemerintah.
2) Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) meliputi :
a. Pengukuran, pemetaan dan pembukuan.
b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan pemeliharaan hak-hak atas
tanah tersebut.
c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat.
Dalam Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 Pasal 1 ayat (9) disebut bahwa
pendaftaran tanah untuk pertama kali adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama
kali yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar berdasarkan
PP No.10 Tahun 1961.
Pendaftaran tanah untuk pertama kali dilakukan melalui dua cara yaitu
pendaftaran tanah secara sistematik dan pendaftaran tanah secara sporadik. Pendaftaran
tanah secara sistematik menurut PP No.24 Tahun 1997 Pasal 1 ayat (10) adalah kegiatan
pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak yang meliputi
semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah/bagian wilayah suatu
desa/kelurahan.
Pendaftaran tanah secara sistematik diselenggarakan atas prakarsa pemerintah
berdasarkan pada suatu rencana kerja jangka panjang dan tahunan serta dilaksanakan di
wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala BPN.
Selanjutnya dalam ayat (11) dijelaskan bahwa pendaftaran tanah secara sporadik
adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek
pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian suatu desa atau kelurahan secara indifidual
atau massal. Pendaftaran tanah secara sporadic dilaksanakan atas permintaan pihak yang
berkepentingan, yaitu pihak yang berhak atas obyek pendaftaran tanah yang bersangkutan
atau kuasanya.
Dengan dilaksanakannya pendaftaran tanah, maka menimbulkan akibat hukum
bahwa terhadap hak atas tanah tersebut akan diterbitkan sertifikat tanah atas nama
pemegang hak atas tanah yang bersangkutan yang berlaku sebagai alat pembuktian yang
kuat sebagimana tercantum dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c.
Sertifikat hak atas tanah adalah salinan buku tanah yang dijilid menjadi satu
kesatuan dengan surat ukur atau gambar situasi yang memuat data fisik dan data yuridis
atas suatu bidang tanah.
Buku Tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan
data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya.(PP No.24 Tahun 1997
Pasal 1 ayat (19)).
Surat ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam
bentuk peta dan uraian. (PP N0.24/1997 Pasal 1 ayat (17) ).
Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan
satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau
bagian bangunan diatasnya.(PP No. 24/1997 Pasal 1 ayat (6)).
Data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan
rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan pemegang hak lain serta beban-beban
lain yang membebaninya.(PP No.14/1997 Pasal 1 ayat (7)).
Dasar Hukum Pendaftaran Tanah
1) Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria, yang terdapat dalam Pasal 19 yang memerintahkan bahwa pendaftaran
tanah diselenggarakan dalam rangka menjamin kepastian hukum.
2) Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah,
sebagaimana tercantum di dalam Pasal 13 mengenai pendaftaran tanah untuk
pertama kali yang menyatakan bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah secara
sistematik dan sporadik.
3) Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3
Tahun 1997 tentang ketentuan pelaksanaan PP No.24 Tahun 1997, yang
tercantum dalam Pasal 46-47 mengenai pendaftaran tanah secara sistematik dan
pendaftaran tanah secara sporadik dalam Pasal 73-93.
4) Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2002 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Badan Pertanahan Nasional.
5) Intruksi Menteri Negara Agraria Nomor 3 Tahun 1998 tentang Peningkatan
Efesiensi dan Kualitas Pelayanan Masyarakat.
b) Tujuan Dan Asas-Asas Pendaftaran Tanah
Adapun tujuan pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah No.24 Tahun
1997, Pasal 3 yaitu:
1) Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang
hak atas satuan bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang
terdaftar, agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak
yang bersangkutan.
2) Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan,
termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan
dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang tanah bidang tanah dan
satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
3) Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.
Tujuan pendaftaran tanah sebagaiman tercantum pada angka 1 merupakan tujuan
utama pendaftaran tanah yang diperintahkan Pasal 19 UUPA. Disamping itu
terselenggaranya pendaftaran tanah juga dimaksudkan terciptanya suatu pusat informasi
mengenai bidang-bidang tanah sehingga pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah
dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan
hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah
didaftar. Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan
perwujudan tertib administrasi dibidang pertanahan.
Pelaksanaan pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman,
terjangkau, mutakhir dan terbuka.(PP No.24 Tahun 1997 Pasal 2).
Asas sederhana dalam pendaftaran tanah dimaksudkan agar ketentuanketentuan
pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahami oleh pihak-pihak yang
berkentingan terutama pemegang hak atas tanah.
Asas aman dimaksudkan untuk menunjukan , bahwa pendaftaran tanah perlu
diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga hasilnya dapat memberikan jaminan
kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri.
Asas terjangkau dimaksudkan keterjangkauan bagi pihak-pihak yang
memerkukan, khususnya dengan memeperhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan
ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran
tanah harus bisa terjangkau oleh para pihak yang memerlukan.
Asas mutakhir dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya
dan kesinambungan dalam pemeliharaan datanya. Data yang tersedia harus menunjukan
keadaan yang mutakhir. Untuk itu perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan
perubahan-perubahan yang terjadi di kemudian hari.
Asas mutakhir menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus
menerus dan berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di Kantor Pertanahan
selalu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan, dan masyarakat dapat memperoleh
keterangan mengenai data yang benar setiap saat. Untuk itulah diberlakukan pula asas
terbuka.
c) Objek Dan Sistem Pendaftaran Tanah
Menurut Peraturan Pemerintah No.24 Tahun 1997 Pasal 9 ayat (1), obyek
pendaftran tanah meliputi:
a. Bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna
bangunan dan hak pakai;
b. Tanah hak pengelolaan;
c. Tanah wakaf;
d. Hak milik atas satuan rumah susun;
e. Hak tanggungan;
f. Tanah negara;
Sistem pendaftran tanah yang digunakan adalah system pendaftaran hak
(“registration of titles”), sebagaimana digunakan dalam penyelenggaraan pendaftaran
tanah menurut PP No.10 Tahun 1961. Bukan sistem pendaftaran tanah akta. Hal tersebut
tampak adanya buku tanah sebagai dokumen yang memuat data yuridis dan data fisik
yang dihimpun dan disajikan serta diterbitkannya sertifikat sebagai surat tanda bukti hak
yang didaftar.
Sistem publikasi yang digunakan tetap seperti dalam pendaftaran tanah menurut
PP No.10 Tahun 1961. Yaitu sistem negatif yang mengandung unsure positif, karena akan
menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat
seperti yang dinyatakan dalam pasal 19 ayat (2) huruf c, pasal 23 ayat (2), pasal 32 ayat
(2) dan pasal 38 ayat (2) UUPA.
Menurut sistem negatif ini bahwa segala apa yang tercantum di dalam sertifikat
tanah adalah dianggap benar sampai dapat dibuktikan suatu keadaan yang sebaliknya
(tidak benar) di muka sidang Pengadilan. Dalam hal yang demikian maka pengadilanlah
yang memutuskan alat pembuktian mana yang benar. Kalau ternyata bahwa keterangan
dari pendaftaran tanah tanahlah yang tidak benar, maka diadakan perubahan dan
pembetulan seperlunya.
Dalam kalimat sederhana Boedi Harsono mengutarakan, seseorang yang merasa
lebih berhak atas tanah dapat membantah kebenaran surat tanda bukti hak dengan
perantaraan Pengadilan. Jadi terserah kepada putusan Pengadilan, mana yang dianggap
benar.
Ciri pokok dari sistem negatif ini adalah bahwa pendaftaran hak atas tanah
tidaklah merupakan jaminan pada nama yang terdaftar dalam buku tanah. Dengan kata
lain buku tanah bisa saja berubah sepanjang dapat membuktikan bahwa dialah pemilik
yang sebenarnya melalui putusan Pengadilan yang telah mempunyai hukum tetap.
Dr.Ny. Mariam Darus Badrulzaman, SH. dalam bukunya Bab-bab Tentang
Hypotheek, halaman 44 dan 45 mengemukan bahwa hak dari mana yang terdaftar
ditentukan oleh hak dari pemberi hak sebelumnya, perolehan hak tersebut merupakan satu
mata rantai. Menyelidiki apakah telah memenuhi ketentuan undang-undang atau tidak.
Adapun kebaikan-kebaikan sistem negatif ini adalah:
1) Adanya perlindungan pada pemegang hak yang sebenarnya.
2) Adanya penyelidikan riwayat tanah sebelum sertifikatna diterbitkan.
d) Sertipikat Tanah.