peduli yasmin 28 oktober 2012

8
Peduli Yasmin http://facebook.com/gkiyasmin Minggu, 28 Oktober 2012 P emerintah pusat diminta untuk bersikap tegas dan mengambil alih masalah kebebasan beribadah yang terjadi di daerah, serta menyatakan penyelesaian kasus agama dengan relokasi dak menyelesaikan masalah. Seper yang terjadi terhadap jemaat Ahmadiyah di Lombok, GKI Yasmin di Bogor dan Jemaah Syiah di Sampang Madura. Permintaan itu disampaikan oleh sejumlah organisasi yang selama ini mengadvokasi masalah kebera- gaman dan juga perwakilan GKI Yasmin Bogor, keka menemui anggota Dewan Permbangan Presiden Wanmpres Albert Hasibuan. Mohamad Subhi dari The Wahid Instute mengatakan penyelesaian kasus pelanggaran hak kebebasan beribadah kelompok minoritas yang ditawarkan pemerintah bukan solusi yang tepat. “Tawaran solusi oleh pemerintah dalam kasus kebebasan beragama yang ada di Indonesia misal GKI Yasmin, Syiah dan Ahmadiyah di Lombok, tetapi malah justru dak menyelesaikan masalah dan malah menambah masalah. Ahmadiyah di Lombok setelah relokasi malah terlantar,” kata Subhi. Jemaah Ahmadiyah di Lombok direkolasi dari tempat asal mereka di Dusun Ketapang, Lombok Barat ke asrama Transito, sejak sekitar tujuh tahun lalu. Selama ini hak-hak sipil mereka diabaikan, seper masalah KTP dll. Sementara itu, GKI Yasmin juga akan direlokasi oleh pemerintah kota Bogor, padahal secara hukum telah diperkuat oleh putusan Mahkamah Agung untuk menempa rumah ibadah mereka. Pemerintah pusat ambli alih D alam pertemuan dengan Wanmpres Rabu (24/10), sejumlah organisasi juga menyatakan pemerintah sebaiknya mengambill alih kasus-kasus pelanggaran hak Rabu, 24 Oktober 2012 Penulis: Sri Lestari BBC Indonesia Relokasi Kelomopok Minoritas Tidak Tepat: Presiden SBY Diingatkan Penanganan Toleransi adalah kewenangan Pusat

Upload: kris-hidayat

Post on 26-Mar-2016

217 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Peduli Yasmin untuk perjuangan kebebasan beragama dan beribadah di Negara Kesatuan Republik Indonesia

TRANSCRIPT

Peduli Yasminhttp://facebook.com/gkiyasminMinggu, 28 Oktober 2012

Pemerintah pusat diminta untuk bersikap tegas dan mengambil alih masalah

kebebasan beribadah yang terjadi di daerah, serta menyatakan penyelesaian kasus agama dengan relokasi tidak menyelesaikan masalah. Seperti yang terjadi terhadap jemaat Ahmadiyah di Lombok, GKI Yasmin di Bogor dan Jemaah Syiah di Sampang Madura.

Permintaan itu disampaikan oleh sejumlah organisasi yang selama ini mengadvokasi masalah kebera-gaman dan juga perwakilan GKI Yasmin Bogor, ketika menemui anggota Dewan Pertimbangan Presiden Wantimpres Albert Hasibuan.

Mohamad Subhi dari The Wahid Institute mengatakan penyelesaian kasus pelanggaran hak kebebasan beribadah kelompok minoritas yang ditawarkan pemerintah bukan solusi yang tepat.

“Tawaran solusi oleh pemerintah dalam kasus kebebasan beragama yang ada

di Indonesia misal GKI Yasmin, Syiah dan Ahmadiyah di Lombok, tetapi malah justru tidak menyelesaikan masalah dan malah menambah masalah. Ahmadiyah di Lombok setelah relokasi malah terlantar,” kata Subhi.

Jemaah Ahmadiyah di Lombok direkolasi dari tempat asal mereka di Dusun Ketapang, Lombok Barat ke asrama Transito,

sejak sekitar tujuh tahun lalu. Selama ini hak-hak sipil mereka diabaikan, seperti masalah KTP dll.

Sementara itu, GKI Yasmin juga akan direlokasi oleh pemerintah kota Bogor, padahal secara hukum telah diperkuat oleh putusan Mahkamah

Agung untuk menempati rumah ibadah mereka.

Pemerintah pusat ambli alih

Dalam pertemuan dengan Wantimpres Rabu (24/10), sejumlah organisasi

juga menyatakan pemerintah sebaiknya mengambill alih kasus-kasus pelanggaran hak

Rabu, 24 Oktober 2012 Penulis: Sri Lestari BBC Indonesia

Relokasi Kelomopok Minoritas Tidak Tepat:Presiden SBY Diingatkan Penanganan Toleransi

adalah kewenangan Pusat

2 3

kebebasan beragama kelompok minoritas.

Penyerahan ke Pemda, seperti kasus GKI Yasmin merupakan pelanggaran Undang-Undang Otonomi daerah, menurut Subhi.

“Menyerahkan ke Pemda Bogor itu menyalahi UU, dan kita berharap kasus ini dikembalikan ke presiden dan berharap adanya pernyataan tegas dari presiden itu sangat penting. Apapun pernyataan sikap yang tegas, yang menegaskan tentang hak-hak warga negara dalam beribadah, itu sudah ditegaskan dalam konstitusi maupun putusan dari MA,” jelas Subhi.

LBH Jakarta menyatakan pemerintah pusat harus memiliki kebijakan tegas dan cepat untuk menghentikan kebijakan pemerintah daerah, yang bermuatan kepentingan politik terhadap dirinya atau kelompoknya saja, dalam kasus pelanggaran hak beribadah minoritas.

Direktur LBH Jakarta Febi Yonesta menilai selama ini pemerintah tidak memiliki formula atau skema sebagai solusi permanen untuk isu-isu yang berkaitan dengan kebebasan beragama, dan juga membiarkan meluasnya syiar kebencian di masyarakat.

“Kami meminta kepada Wantimpres untuk sampaikan kepada presiden agar Pemerintah pusat harus memiliki formula untuk mengantisipasi meluasnya syiar kebencian,” jelas Febi.

Masukan ke presiden

Sejumlah organisasi menawarkan skema penyelesaian dengan menegaskan

kembali kewenangan pemerintah pusat terkait dengan hukum, keamanan dan agama. Selain itu, Pemerintah pusat harus memiliki

koordinasi lintas departemen agar tidak ada perbedaan dalam penyelesaian kasus pelanggaran hak beribadah.

Sementara itu, anggota Wantimpres, Albert Hasibuan menyatakan sepakat dengan pendapat tersebut dapat menyelesaikan masalah kebebasan beribadah kelompok minoritas.

“Itu merupakan usul saya, mengenai apakah pandangan ini direspon ini saya serahkan kepada presiden. Tetapi pandangan saya, mendengar beberapa pemikiran dari teman-teman tadi saya setuju dan saya harapkan keadaan menjadi lebih baik dan ada partisipasi dari pemerintah,” jelas Albert.

Sebelumnya, Albert menyatakan telah menyampaikan sejumlah masukan kepada presiden terkait dengan masalah hak minoritas untuk beribadah. Tetapi menolak menjelaskan secara rinci pertimbangan apa saja yang telah disampaikan kepada

presiden, dan apakah pertimbangan tersebut dijalankan oleh presiden.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beberapa kali menyampaikan bahwa kebebasan beragama di jamin oleh negara. Tetapi beberapa tahun terakhir ini, pelanggaran hak- hak minoritas dalam menjalankan ibadah masih terjadi.

Menurut penelitian Lingkaran Survei Indonesia LSI, hampir 50% dari 1.200 responden tidak merasa nyaman tinggal berdampingan dengan penganut Ahmadiyah dan Syiah. Dalam survei ini responden juga menyebutkan presiden, politisi dan polisi kurang memberikan perlindungan terhadap perbedaan keyakinan, beragama dan HAM. ::

2 3

Pdt. Yosef P. Widyaatmaja (GKI Sangkrah Surakarta)

“Setia dan Sehati dalam Pelayanan” :: Rangkuman Kotbah Ibadah GKI Yasmin dan HKBP Filadelfiana 14 Oktober 2012::

Kami besyukur ditengah terik panas ini, tidak mengurangi semangat

kita utk berkumpul ditempat ini. Semua cucuran airmata dan penderitaan yg kita alami, karena penguasa negeri tidak mampu untuk memberikan tempat naungan untuk beribadah, tidak meruntuhkan hati saudara untuk mengarungi perjuangan ini. Oleh sebab itu, dalam pembacaan Alkitab kali ini saya mengambil pergumulan jemaat di Asia kecil, Kapedokia dan Galatia, ketika mereka juga mengalami penderitaan pada jamannya.

1 Pet 3: 8-16 “Kasih dan Damai”.Dan akhirnya, hendaklah kamu semua

seia sekata, seperasaan, mengasihi saudara-saudara, penyayang dan rendah hati, dan janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki dengan caci maki, tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat.

Sebab: “Siapa yang mau mencintai hidup dan mau melihat hari-hari baik, ia harus menjaga lidahnya terhadap yang jahat dan bibirnya terhadap ucapan-ucapan yang menipu.

Ia harus menjauhi yang jahat dan melakukan yang baik, ia harus mencari perdamaian dan berusaha mendapatkannya. Sebab mata Tuhan tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada permohonan mereka yang minta tolong, tetapi wajah Tuhan menentang orang-orang yang berbuat jahat. Dan siapakah yang akan berbuat jahat terhadap kamu, jika kamu rajin

berbuat baik? Tetapi sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia. Sebab itu janganlah kamu takuti apa yang mereka takuti dan janganlah gentar. Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat, dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu.

Petrus menasehatkan pada jemaat di Asia kecil, kalau kamu menderita, janganlah

melakukan kejahatan, menyakiti hati manusia, melakukan kekerasan. Tetapi menderitalah karena kamu melakukan kebaikan.

Melakukan kebaikan itulah yang dilakukan oleh jemaat Tuhan di Asia kecil. Melakukan kebaikan menyebabkan jemaat Tuhan disana menjadi berbeda dengan orang-orang yang dikuasai keserakahan, kemunafikan dan kejahilan. Dan ini juga bisa terjadi di dalam hidup kita.

Dalam Surat Petrus yang kita baca ini, disimpulkan bahwa mereka memiliki dua kata kata kunci, yaitu kasih dan damai. Kunci untuk mengatasi penderitaan, adalah ketika jemaat di Galatia, Asia Kecil itu setia dan sehati. Kami bersyukur, setia dan sehati telah juga menjadi bagian GKI Taman Yasmin dan HKBP Filadelfia, dan inilah yang harus dipegang teguh. Lagi Petrus juga menyebutkan mereka harus saling

4 5

seperasaan, merasakan penderitaan orang lain.

Bagi saya, perasaan GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia ini, bukan hanya tertuju kepada jemaat sendiri, tetapi juga tertuju kepada kepada orang lain-lain ketika yang mengalami nasib sama, sekalipun mereka berbeda agamanya.

Saudara-saudara terkasih. Lagu dari John Lenon, “Imagine”. Karena lagu

inilah dia dibunuh oleh seorang yg fanatik. Oleh lagunya ini dia dibunuh. Ada hal-hal pertanyaan yg harus bisa kita sampaikan kepada negeri ini dengan lagu John Lenon ini.

Ia menyebutkan jauh lebih baik tak ada negeri, oleh karena seharusnya mengayomi rakyatnya yang menangis. Bila ada rakyat kecil yang menangis, tetapi tak ada kehadiran negara. Apa perlunya ada negara.

Ketika agama tidak lagi menghadirkan cinta kasih dan perdamaian, untuk apa adanya agama. Ketika ada ajaran tentang neraka, justru menyebabkan orang melakukan kekerasan atas nama agama dan kekuasaan, untuk apa adanya neraka.

Ketika surga dinyatakan bahwa disitu ada keadilan dan cintakasih, tetapi kenyataan surga dan cintakasih disangkali. Untuk apa ada cinta kasih dan untuk apa adanya surga itu. Disinilah impian-impian John Lenon, ia bukan anti orang beriman, tetapi dia ingin mengembalikan agama dan pengikut agama untuk kembali kepada poros agama itu sendiri, yaitu cinta kasih.

Saudara yang berkumpul disini, masih bersemi cinta kasih satu dengan yang lain. Saudara masih bersemi cinta kasih kepada Indonesia, setuju?

Karena cinta kasih kepada negara, kita mengharapkan kehadiran negara, kehadiran presiden kita untuk menyelesaikan ini atas dasar UUD 45 yang menjadi harapan Edo dan balon-balon yang kita luncurkan tadi.

Jangan sampai terjadi ketidakadilan, pemerintah maupun bapak Presiden, yang seolah-olah kita telah ditinggalkan tanpa negara yang melindungi kita.

Saudara yang terkasih, surat Petrus masih menganjurkan pada kita untuk mencari perdamaian dan mengusahakan.

Jadi saudara harus mencari penyelesaian perdamaian, yakni perdamaian yang disertai keadilan. Perdamaian tanpa keadilan adalah bentuk dari penindasan terselubung. Yang dianjurkan Petrus, orang beriman harus mencari dan memperjuangkan

perdamaian.Perdamaian itu harus dicari dan

diperjuangkan. Itulah tugas-tugas yang masih harus dicari oleh jemaat GKIYasmin dan HKBP Filadelfia.

Akhirnya, saudara tetap setia dalam pelayanannya, bertahan teguh, laksana kekuatan sebuah rumput. Perjuangan orang beriman bagaikan sebuah rumpun rumput. Digambarkan rumput sebagai umat Tuhan dan hidup tidak untuk dirinya sendiri, supaya makhluk lain hidup. GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia hidup bukan untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk orang lain, untuk tetangga, untuk lingkungan dan negeri yang kita cintai ini.

Ketika badai tofan dia tidak bergoyang, diinjak tidak beranjak, dibabat menjadi berkat, Itulah GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia. ::

4 5

Selamat siang Bapak Presiden SBY,

Nama saya Edward Matthew Sitorus, bapak bisa panggil saya Edo, saya kelas 6 SD di BPK Penabur Bogor. Saya jemaat GKI Yasmin yang siang ini lagi ibadah di depan Istana Bapak. Sudah kesekian kali saya, jemaat GKI Yasmin juga jemaat gereja HKBP Filadelfia ibadah di depan Istana Bapak. Kadang kehujanan, tapi lebih sering sih kepanasan. Gak ada AC, gak pake kursi. Capek, keringatan, kehausan Bener-bener gak nyaman deh. Coba sekali sekali Bapak ada disini, bergabung bersama kami. Pasti bapak bisa rasakan betapa panasnya disini. Tapi kata Ibu, ini perjuangan. Berjuang mendapatkan hak beribadah sesuai hak asasinya. Saya gak ngerti salah kami apa, sampai Bapak biarkan kami seperti ini lama sekali. Oya Pak, minggu lalu saya ulangan Agama. Ada satu soal begini pertanyaannya, ”Sebutkan nama Ibadah yang tidak dilakukan di dalam gedung gereja?”

Sayangnya jawabannya pilihan ganda, kalau jawabannya titik-titik, mungkin saya mengisinya dengan: ”Ibadah yang tidak dilakukan di dalam gedung gereja disebut badah Istana atau Ibadah

trotoar” Kata ibu saya, mustinya saya mengisinya itu, kan saya jujur, hehe. Saya tahu pak Presiden orang baik dan bijaksana, pasti mau mendengar suara rakyatnya. Ya kan pak ? Di doa saya, juga doa ibu saya dan doa jemaat lain disini sebenarnya biasa saja kok Pak, kami ingin beribadah dengan damai. Sederhana kan ? Oya pak, bentar lagi

kami mau Natalan tanggal 25 Desember. GKI Yasmin sama HKBP Filadelfia bisa Natalan di dalam gedung gereja kan pak ? Pak SBY yang baik, Semoga bapak mau membaca surat saya ini. Sudah dulu ya Pak. Tuhan memberkati bapak.

Salam saya, Edward Matthew Sitorus

“Surat Edo untuk Presiden SBY” :: Kami hanya ingin beribadah dengan damai ::

6 7

Tidak ada alasan untuk takut terhadap Pemerintah adalah sebuah tanggapan

kritis terhadap penggunaan “rasa takut” sebagai sebuah kategori biblis dalam kontruks gereja, tentang iman dan pemerintah yang berlaku sebagai pengatur dan penjaga ruang publik yang bernama Indonesia.

Dalam tafsirnya atas surat ini Liem Kiem Yang langsung memperlihatkan kontradiksi, antara cara gereja selama ini menafsirkan pasal ini sebagai sumber utama dari ajaran Paulus (PB), tentang pemerintahan atau negara, dengan karakter surat-surat Paulus yang tidak pernah menyinggung soal hubungan jemaat atau pemerintah.

Disini kelihatannya cara gereja mem– baca alkitab masih mencerminkan doktrin reformasi tentang doktrin Alkitab yang menjadi basis upaya Kristen selama 5 abad menterjemahkan Alkitab. Artinya Alkitab dibaca seperti sebuah manual yang sudah jelas pada dirinya sendiri, seperti kamus yang memberi definisi dan menjelaskan setiap konsep atau pertanyaan kita.

Pendekatan dogmatis terhadap pasal ini justru meluruhkan dimensi pastoralnya. “Maukah kamu hidup tanpa takut terhadap pemerintah, berbuatlah hal yang baik dan kamu akan beroleh pujian daripadanya.” Menurut pak Liem, ayat inilah menjadi inti dan membentuk pasal Roma 13:1-7 sebagai sebuah nasehat Pastoral. Pasal ini justru memperlihatkan dimensi personal dan kolektif, dari kehidupan bergereja, ketimbang dimensi strukturalnya dalam

menghadapi suatu sistem di luar dirinya yang mewujud dalam kehadiran individu, dalam hal ini adalah pejabat-pejabat Pemerintah. Komunitas Kristen yang menerima nasehat ini memahami, bahwa Rasul Paulus sedang berbicara tentang pejabat-pejabat pemerintah, dan bukan pemerintah sebagai sebuah entitas politik.

Implikasinya adalah rasa takut yang dibicarakan dan yang hendak diatasi bukanlah rasa takut dalam dimensi strukturalnya, melainkan dalam dimensi personal dan kolektif, demikian tegas Pak Liem. “Mengapa kamu harus takut terhadap pejabat pemerintah Romawi, tidak ada alasan hidup dalam ketakutan terhadap mereka.” Mereka itu toh diadakan demi menjaga agar warga negaranya menjalankan hal baik yang dikehendaki Tuhan, selama kamu melakukan hal yang baik, mereka harus memberikan pujian kepadamu. Paulus menengarai rasa takut muncul karena kemungkinan terpecahnya komunitas Kristen, akibat perbedaan identitas etnis mereka, jadi bukan intervensi institusi Pemerintah.

Berdasarkan surat ini dapat dikatakan, bahwa “rasa takut” digunakan sebagai kategori pastoral dan bukan kategori politis, karena itu ia disikapi secara pastoral. Ketakutan terhadap perbedaan itulah yang ditanggapi oleh Paulus dengan memperlihatkan implikasi publiknya, jadi bukan sebaliknya, seperti yang umumnya ditafsirkan - bahwa surat itu sedang berbicara tentang takut terhadap pemerintah sebagai

“Tidak Ada Alasan Untuk Takut Terhadap Pemerintah” (Roma 13: 1-7)

Catatan dari Liem Kiem Yang Memorial Lecture - 9 September 2012 LAI dan STT JakartaRekaman suara dapat diunduh di http://tinyurl.com/liemkiemyang

6 7

sikap politis kristiani, yang harus selalu tunduk kepada segala pemerintahan duniawi yang ditetapkan oleh Allah. Bukan itu, “rasa takut” dalam surat ini adalah ekspresi dari pergulatan komunitas kristen di Roma untuk mengelelola perbedaan dalam tubuh kekristenan tersebut. Menurut pak Liem, pandangan tentang takut terhadap Pemerintah dalam surat ini lebih dekat kepada pemahaman Yahudi, yaitu tentang pemerintahan dunia yang diadakan oleh Allah untuk kebaikan hidup dunia ini.

Pemerintah sebagai hamba Allah, kira-kira bisa dikatakan, harus memberlakukan

apa yang dilakukan oleh Allah. Di dalam pengertian Yahudi tersebut, jika raja tidak melaksanakan tugas panggilannya sebagai hamba Tuhan, maka ia harus diganti dengan raja lain. Jika demikian pengertian tentang sikap terhadap Pemerintah dan pemerintahan yang dipahami seperti pada surat Roma, maka tidak mungkin dengan secara langsung, kita mengaplikasikan surat Roma, pada situasi Pemerintahan Indonesia yang saat ini yang tidak memperlihatkan penjagaan, pemeliharaan dan pengelolaan ruang publik yang memberi ruang pada semua warga bangsa ini, dengan seluruh perbedaannya.

Tafsir pak Liem atas surat Roma ini, justru sedang memperlihatkan pada dimensi sosial dan politis dari sebuah nasehat pastoral, dalam hal ini pastoral sosial, atas kesulitan yang dihadapi oleh jemaat kristen untuk mengelola perbedaan yang sudah memberi pada kekristenan mereka yang heterogen. Implikasi adalah rasa takut, internal kolektif ini tidak bisa secara langsung ditafsirkan sebagai rasa takut yang sifatnya eksternal struktural.

Pertanyaan tentu saja bagaimana rasa takut ini dikelola dan diatasi, sehingga menghasilkan sebuah wacana teologis yang menyikapi rasa takut yang meluas yang diciptakan dalam kontestasi di ruang publik

akibat ketakutan publik – ketakutan publik - masyarakat terhadap perbedaan. Bukankah ketakutan terhadap perbedaan sudah menjadi karakter cara berelasi kita di ruang publik, termasuk cara Pemerintah kita menyikapi ruang publik yang bernama Indonesia. Lalu bagaimana cara kita turut membentuk terciptanya ruang publik yang menghargai perbedaan.

Karena itu religiuous freedom adalah hipotesis bagi perbedaan, yaitu bebas rasa takut dan bebas menjadi merdeka, namun bagi yang lain, freedom berarti antitesis dari takut, karena itu kebebasan harus dikungkung, perbedaan harus dilindas. Jika ruang publik Indonesia, sudah pada titik ekstrim seperti ini, lalu bagaimana dan dimana kita harus memberlakukan yang dilakukan Allah. Bisakah bahasa pastoral gereja sekaligus menjadi suara profetis di ruang publik kita saat ini.

Persilangan antara teks, ruang publik dan iman terjadi di Bogor, yang dibentuk oleh narasi dan praktik GKI Yasmin bersama dan komunitas solider untuk memberlakukan yang dilakukan Allah. Persilangan itu juga terjadi ketika atas nama perbedaan tafsir keagamaan, secara internal, kelompok agama melakukan kekerasan satu sama lain. Kekerasan komunal antar kelompok agama dan etnis juga telah mempelihatkan wajah tragis dari ruang publik yang tidak dijaga dan dilindungi oleh pemerintah sebagai sebuah kekuatan politik.

Lalu bagaimana gereja bersama kelompok-kelompok agama bisa berfungsi secara profetis dalam ruang publik yang sangat kompleks itu. Atau apakah memang ajaran gereja, tafsir gereja dan komunitas kristen masih berakar pada ruang publik? Apakah bahasa iman kita kompatibel dengan bahasa publik?

DR. Septemy Lakawa (STT Jakarta)

AKSI DAMAI: JAM DOA

BAGI BANGSASERUAN AKSI DAMAI: Kami dari #GKIYasmin

mengajak semua yang peduli, siapapun, dari suku, agama, keyakinan, latar belakang

apapun untuk bertemu di udara melalui:

“JAM DOA UNTUK BANGSA” pada setiap hari Sabtu Pukul 10 malam WIB

(bagi yang berada di zona waktu lain, silakan menyesuaikan)

Tempat berdoa sesuai dengan keberadaan masing-masing.

Lama waktu berdoa bisa disesuaikan dengan tatacara doa masing-masing.

* Mari kita naikkan doa bagi semua umat di bumi Indonesia yang saat ini masih terpasung dalam menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaannya.

* Mari kita doakan perdamaian di antara warga negara yang berbeda agama dan kepercayaannya sehingga dapat saling bahu-membahu membangun negara ini untuk kesejahteraan bersama.

* Mari kita doakan pemerintah dan pihak yang berwenang agar dapat menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya dan secara bijaksana dan adil.

Sampai jumpa di udara melalui doa-doa yang kita naikkan bersama-sama pada setiap Sabtu Pukul 10 malam tepat. Kiranya Tuhan Yang Maha Kuasa memberkati bangsa dan negara kita. Amin.

Pdt.

Jose

f P. W

idya

atm

aja

dan

jem

aat b

ersia

p m

elep

aska

n ba

lon

yang

ber

isika

n pe

san

hak

kebe

basa

n be

ribad

ah se

suai

den

gan

UU

D 19

45, d

an m

erpa

ti sim

bol p

erda

mai

an.

Men

anda

i pen

ghar

apan

aga

r Nat

al

2012

ini J

emaa

t GKI

Yas

min

dan

HKB

P Fi

lade

lfia

dapa

t mel

aksa

naka

n N

atal

di g

edun

gnya

yan

g sa

h.