pedoman teknis penanggulangan konflik sosial

86
PEDOMAN TEKNIS TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL BAB I PENDAHULUAN 1. Umum a. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, terdiri atas berbagai suku bangsa, agama, bahasa, budaya, dan adat istiadat yang berbeda-beda. Kondisi tersebut sebagai anugerah dan perekat persatuan bangsa, namun disisi lain apabila tidak dikelola dengan tepat dapat menjadi sumber potensi konflik, sehingga konflik sosial akan sering mewarnai situasi kamtibmas di berbagai wilayah. b. Berbagai potensi konflik yang bersumber dari akar masalah yang beragam tersebut, seharusnya bisa dideteksi dan diidentifikasi lebih dini, sehingga dapat dilakukan upaya antisipasi dan pencegahannya agar potensi konflik tidak berkembang menjadi konflik terbuka. c. Pemolisian Masyarakat (Polmas) atau community policing merupakanstrategi yang digunakan dalam melaksanakan

Upload: dar81b

Post on 31-Oct-2015

1.799 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

PEDOMAN TEKNIS

TENTANG

PENANGANAN KONFLIK SOSIAL

BAB I

PENDAHULUAN

1. Umum

a. Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang majemuk, terdiri atas

berbagai suku bangsa, agama, bahasa, budaya, dan adat istiadat yang

berbeda-beda. Kondisi tersebut sebagai anugerah dan perekat

persatuan bangsa, namun disisi lain apabila tidak dikelola dengan

tepat dapat menjadi sumber potensi konflik, sehingga konflik sosial

akan sering mewarnai situasi kamtibmas di berbagai wilayah.

b. Berbagai potensi konflik yang bersumber dari akar masalah yang

beragam tersebut, seharusnya bisa dideteksi dan diidentifikasi lebih

dini, sehingga dapat dilakukan upaya antisipasi dan pencegahannya

agar potensi konflik tidak berkembang menjadi konflik terbuka.

c. Pemolisian Masyarakat (Polmas) atau community policing

merupakanstrategi yang digunakan dalam melaksanakan tugas

Pembinaan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Binkamtibmas).

Melalui strategi tersebut diharapkan dapat terbangun kepedulian,

kepekaan, dan kebersamaan antara anggota Polri dengan masyarakat

dalam memecahkan berbagai permasalahan sosial, khususnya

mengeliminir berbagai potensi konflik yang ada.

d. Strategi Polmas selama ini belum sepenuhnya diterapkan dalam

mengantisipasi berbagai potensi konflik yang muncul, begitu juga

dengan langkah penanganan ketika terjadi konflik terbuka seringkali

bersifat reaktif, parsial dan tidak sistematis yang mengakibatkan

Page 2: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

2

munculnya komplain terhadap tindakan Polri yang eksesif, dugaan

terjadinya pelanggaran HAM, bahkan ada penilaian ragu-ragu, tidak

mampu serta seolah ada kesan terjadi pembiaran.

e. Dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan

Konflik Sosial, mengamanatkan dilakukannya upaya penanganan

konflik sosial yang lebih komprehensif, integratif, efektif, efisien,

akuntabel, dan transparan mulai dari pencegahan, penghentian, dan

pemulihan pascakonflik. Sehingga langkah-langkah Polri dalam

menangani konflik sosial seyogyanya mengacu pada ketentuan

perundang-undangan tersebut.

f. Berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut diatas, maka perlu

dibuat Pedoman Teknis Penanganan Konflik Sosial di lingkungan

Polri.

2. Dasar

a. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002

Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4168);

b. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-

Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;

c. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional

Indonesia;

d. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik

Sosial;

e. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 16

tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa;

f. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7

tahun 2008 tentang Pedoman Dasar Strategi dan implementasi

Pemolisian Masyarakat dalam Penyelenggaraan Tugas Polri;

Page 3: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

3

g. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1

Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan

Kepolisian;

h. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 3

Tahun 2009 tentang Sistem Operasional Kepolisian;

i. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8

Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi

Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik

Indonesia;

j. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 9

Tahun 2009 tentang Manajemen Operasi Kepolisian;

k. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 17

Tahun 2009 tentang Manajemen Penanggulangan Bencana;

l. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8

Tahun 2010,tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam

Penanggulangan Huru-hara;

m. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7

Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan,

Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di

Muka Umum;

n. Prosedur Tetap Polri Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penanggulangan

Anarki.

3. Maksud dan Tujuan

a. Maksud

Penyusunan Pedoman Teknis Penanganan Konflik Sosial ini

dimaksudkan untuk dijadikan pedoman bagi anggota Polri dalam

pelaksanaan penanganan konflik sosial secara komprehensif dengan

mengikutsertakan berbagai unsur terkait, sehingga penanganannya

dapat lebih komprehensif, terintergatif, dan sistematis serta mencapai

hasil yang diharapkan.

Page 4: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

4

b. Tujuan

Adapun tujuannya adalah agar dalam pelaksanaan tugas Polri dalam

Penanganan konflik sosial dapat dilaksanakan secara efektif dan

efisien, sehingga mencapai hasil yang optimal.

4. Ruang lingkup

Ruang lingkup pembahasan pedoman Teknis Penanganan Konflik sosial

meliputi identifikasi potensi konflik, pencegahan konflik, penghentian konflik,

dan pemulihan pasca konflik dalam keadaan sebelum status keadaan

konflik ditetapkan.

5. Tata urut

Pedoman Teknis Penanganan Konflik Sosial disusun dengan tata urut

sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

BAB II IDENTIFIKASI POTENSI KONFLIK

BAB III PENCEGAHAN KONFLIK

BAB IV PENGHENTIAN KONFLIK

BAB V PEMULIHAN PASCA KONFLIK

BAB VI KELEMBAGAAN DAN MEKANISME PENANGANAN KONFLIK

BAB VII P E N D A N A A N

BAB IX P E N U T U P

6. Pengertian-pengertian

a. Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang

kekuasaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945.

b. Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri

adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan

ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan

perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam

rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.

Page 5: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

5

c. Tentara Nasional Indonesia, yang selanjutnya disingkat TNI, terdiri

atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, adalah

alat negara yang bertugas mempertahankan, melindungi, dan

memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.

d. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wali kota, dan

perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan

daerah.

e. Konflik Sosial adalah perseteruan dan atau benturan fisik dengan

kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang

berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang

mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga

mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan

nasional.

f. Penanganan Konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan

secara sistematis dan terencana dalam situasi dan peristiwa baik

sebelum, pada saat, maupun sesudah terjadi Konflik yang mencakup

pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pascakonflik.

g. Pranata Adat adalah lembaga yang lahir dari nilai adat yang

dihormati, diakui, dan ditaati oleh masyarakat.

h. Pranata Sosial adalah lembaga yang lahir dari nilai adat, agama,

budaya, pendidikan, dan ekonomi yang dihormati, diakui, dan ditaati

oleh masyarakat (LMD,FKDM, dan lain-lain).

i. Focus Group Discussionyang selanjutnya disingkat FGD adalah suatu

diskusi kelompok dengan mengumpulkan orang dari latar belakang

pengalaman yang sama, untuk menambah dan memperdalam

informasi, membangun kesepakatan / komitmen, mengklairifikasi

informasi dan memperoleh opini-opini yang berbeda mengenai satu

permasalahan tertentu.

j. Restorative Justice adalah suatu pendekatan dalam penyelesaian

suatu kasus yang lebih menitik beratkan terciptanya keadilan dan

keseimbangan bagi para pihak yang berkonflik yang dilaksanakan

diluar pengadilan.

Page 6: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

6

k. Tindakan tegas dan terukur adalah serangkaian tindakan kepolisian

yang dilakukan oleh anggota Polri, baik perorangan maupun dalam

ikatan kesatuan secara profesional, proporsional dan tanpa ragu-ragu

serta sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

l. Kelompok rentan adalah orang yang perlu mendapat prioritas untuk

diberikan penyelamatan dan pertolongan seperti orang lanjut usia,

anak-anak, wanita hamil, dan penyandang cacat.

m. Potensi Gangguan selanjutnya disingkat PG, merupakan

situasi/kondisi yang merupakan akar masalah dan atau faktor

stimulan/pencetus yang berkorelasi erat terhadap timbulnya AG dan /

atau GN.

n. Ambang Gangguan selanjutnya disingkat AG adalah kondisi gangguan

Kamtibmas yang jika dibiarkan tidak ada tindakan kepolisian dapat

meningkat menjadi gangguan nyata.

o. Gangguan Nyata selanjutnya disingkat GN adalah gangguan

keamanan berupa kejahatan atau pelanggaran yang terjadi dan

menimbulkan kerugian bagi masyarakat berupa jiwa raga ataupun

harta benda.

p. Tindakan Kepolisian adalah upaya paksa dan atau tindakan lain yang

dilakukan secara bertanggung jawab menurut hukum yang berlaku

untuk mencegah, menghambat, atau menghentikan anarki atau pelaku

kejahatan lainnya yang mengancam keselamatan, atau

membahayakan jiwa raga, harta benda atau kehormatan kesusilaan,

guna mewujudkan tertib dan tegaknya hukum serta terbinanya

ketentraman masyarakat.

q. Anarki adalah tindakan yang dilakukan dengan sengaja atau terang-

terangan oleh seseorang atau sekelompok orang yang bertentangan

dengan norma hukum yang mengakibatkan kekacauan,

membahayakan keamanan umum, mengancam keselamatan jiwa dan

atau barang, kerusakan fasilitas umum atau hak milik orang lain.

Page 7: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

7

r. Penggunaan Kekuatan adalah segala upaya untuk pengerahan daya,

potensi atau kemampuan anggota Polri dalam rangka melaksanakan

tindakan kepolisian untuk menanggulangi anarki.

s. Tindakan pasif adalah tindakan seseorang atau sekelompok orang

yang tidak mencoba menyerang, tetapi tindakan mereka mengganggu

atau dapat mengganggu ketertiban masyarakat atau keselamatan

masyarakat, dan tidak mengindahkan perintah anggota Polri untuk

menghentikan perilaku tersebut.

t. Tindakan aktif adalah tindakan seseorang atau sekelompok orang

untuk melepaskan diri atau melarikan diri dari anggota Polri tanpa

menunjukkan upaya menyerang anggota Polri.

u. Tindakan agresif adalah tindakan seseorang atau sekelompok orang

untuk menyerang anggota Polri, masyarakat, harta benda atau

kehormatan kesusilaan.

v. Tindakan agresif yang bersifat segera adalah tindakan seseorang atau

sekelompok orang yang dapat menyebabkan luka parah atau

kematian atau membahayakan kehormatan kesusilaan anggota Polri

atau masyarakat atau menimbulkan bahaya terhadap keselamatan

umum.

Page 8: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

8

BAB II

IDENTIFIKASI POTENSI KONFLIK

Identifikasi potensi konflik merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan

secara sistematis dan terencana guna mengidentifisir setiap potensi konflik ada

melalui langkah inventarisasi potensi konflik, penelitian dan penentuan prioritas

penanganannya.

7. Inventarisasi potensi konflik

Merupakan kegiatan yang dilakukan dengan cara mengumpulkan,

mendatakan, serta mengelompokan berbagai potensi konflik yang dapat

bersumber dari :

a. permasalahan yang berkaitan dengan politik, ekonomi, dan sosial

budaya, antara lain berupa :

1) perselisihan dalam pelaksanaan Pemilu atau Pemilukada;

2) reaksi atas kenaikanharga BBM dan atau Sembako;

3) penggusuran tempat tinggal atau tempat usaha;

4) kesenjangan antara kelompok /kecemburuan sosial;

5) perkelahianantar warga/kelompok/pelajar; dan sebagainya.

b. perseteruan antar dan atau intern umat beragama, antar suku, dan

antar etnis, antara lain berupa :

1) reaksi atas pendirian rumah ibadah atau rumah/bangunan

dijadikan tempat ibadah;

2) perbedaan aliran interndan atau antar umat beragama;

3) penistaan agama;

4) konflik antar suku/etnis, ras dan golongan, dan sebagainya.

c. sengketa batas wilayah desa, kabupaten/kota, dan atau provinsi,

antara lain berupa :

1) pemekaran wilayah;

2) klaim atas wilayah tertentu;

3) batas wilayah yang tidak jelas; dan sebagainya.

Page 9: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

9

d. sengketa sumber daya alam antar masyarakat dan atau antara

masyarakat dengan pelaku usaha, antara lain berupa :

1) tumpang tindih kepemilikan lahan;

2) perizinan yang bermasalah;

3) pembebasan lahan yang merugikan masyarakat;

4) penguasaan lahan secara sepihak;

5) pencemaran/perusak lingkungan,dan

6) persaingan antar perusahaan/pemilik modal dalam

mengeksploitasi Sumber daya alam (SDA); dan sebagainya.

e. distribusi sumber daya alam yang tidak seimbang dalam

masyarakat, antara lain berupa :

1) masalah irigasi atau perebutan sumber air;

2) eksplorasi SDA yang berlebihan,dan

3) penimbunan/kelangkaan Sembakodan BBM; dan sebagainya.

8. Penelitian/pendalaman potensi konflik

Penelitian/pendalaman potensi konflik dilakukan untuk mengetahui anatomi

dan akar masalah potensi konflik, dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. mengumpulkan data untuk memetakan potensi konflik, meliputi :

1) Sumber dan jenis potensi konflik;

2) Latar belakang, asal usul konflik dan perkembangannya;

3) kelompok dan tokoh-tokoh yang terlibat dalam konflik, termasuk

kelompok pendukung dan simpatisan;

4) organisasi (Ormas, Orpol, OKP, LSM, dsb) yang terlibat dalam

konflik;

5) faktor struktural, laten dan faktor pemicu konflik;

6) luasan konflik dan luasan obyek sengketa;

7) letupan-letupan konflik kecil yang pernah muncul;

8) isu atau kisaran suara yang berkembang di masyarakat;

9) hasil penelitian atau pendalaman sebelumnya terhadap lokasi

konflik tersebut;

Page 10: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

10

10) mengidentifikasi aktor yang terlibat atau key person sesuai

peran masing-masing (pemain lapangan, aktor intelektual,

pendana dan sebagainya).

b. memahami karakteristik, komposisi, budaya, adat istiadat dan tokoh-

tokoh masyarakat (elit, menengah, bawah) meliputi:

1) mengidentifikasi karakteristik dan komposisi masyarakat (antara

lain: perilaku, suku bangsa);

2) mendalami adat istiadat masyarakat yang terlibat konflik;

3) menggali kearifan lokal yang dapat di dayagunakan dalam

menyelesaikan konflik (antara lain : pranata adat dan pranata

sosial); dan

4) menginventarisir tokoh masyarakat (pemuda, agama, adat),

yang berpengaruh dan dianggap mampu memberikan kontribusi

dalam penyelesaian konflik yang terjadi di wilayah.

c. melakukan analisis terhadap data diatas dan permasalahan yang

muncul kepermukaan untuk menemukan akar permasalahannya

dengan cara :

1) mengelompokan, mengkaitkan dan mencari hubungan sebab

akibat dari akar masalah yang terjadi dari setiap konflik kecil;

2) menentukan akar masalah yang paling menentukan terjadinya

konflik;

d. melakukan koordinasi dengan instansi terkait sesuai dengan potensi

konflik yang akan terjadi, untuk mencari solusi agar potensi konflik

tidak berkembang menjadi konflik terbuka meliputi:

1) mendorong Instansi terkait, untuk bersama-sama Polri

menangani akar permasalahan konflik di wilayah sejak dini;

2) memberikan masukan kepada Instansi terkait untuk

penyelesaian masalah agar tidak berkembang menjadi konflik

terbuka;

3) Polri dan Instansi terkait secara bersama-sama melibatkan

Toga, Tomas dan pihak terkait mencari solusi penyelesaian

konflik yang ada di wilayah.

4) Membuat alternatif pemecahan konflik, dengan cara:

Page 11: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

11

a) mengedepankan kegiatan Polmas (Comunity Policing)

dengan melakukan langkah-langkah persuasif,

pendekatan dan pembinaan terhadap para pihak yang

berpotensi menimbulkan konflik:

1) mengupayakan aparat Polri harus dekat dengan

masyarakat yang berkonflik, agar bisa

mengendalikannya,dan beraktivitas sehari - hari

dilingkunganmasyarakat yang berkonflik (bila perlu

untuk sementara waktu tinggal dilokasi tersebut);

2) Susupkan anggota intelsus untuk bertempat tinggal

didesa tersebut untuk mengetahui seluk beluk dan

rencana warga desa tersebut;

3) Petugas binmas dan bhabinkamtibmas melakukan

pembinaan dan penggalangan terbuka kepada

masyarakat, melalui berbagai kegiatan serta

aktivitas sosial lainnya, seperti: olahraga, kesenian,

keagamaan.

b) membentuk FGD dalam rangka mencari solusi dengan

mengikut sertakan tokoh pemuda, masyarakat, agama,

adat, key person, instansi terkait dan para pakar

dibidangnya;

c) mengedepankan pranata adat atau pranata sosial dalam

penyelesaian konflik melalui musyawarah untuk mufakat;

d) melakukan penegakan hukum terhadap para pihak yang

melakukan pelanggaran hukum.

9. Menentukan skala prioritas penanganan potensi konflik dengan cara :

a. memetakan semua potensi konflik yang terjadi di wilayah hukum

masing-masing , meliputi:

1) mengklasifikasisemua sumber potensi konflik;

2) membuat prioritas penanganan potensi konflik;

3) langkah-langkah penanganan yang sudah dan atau akan

dilakukan;

Page 12: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

12

4) menunjuk pejabat atau petugas yang bertanggung jawab.

b. membuat perkiraan khusus intelijen terhadap potensi konflik yang ada

diwilayah dengan cara:

1) menganalisa situasi daerah potensi konflik;

2) Mengelompokan posisi pihak-pihak yang terlibat dalam konflik

berdasarkan interest / kepentingan mereka;

3) memperkiraan ancaman yang akan timbul;

4) merekomendasi langkah tindak lanjut penanganan potensi

konflik.

c. melakukan analisa intelijen untuk menentukan bobot kerawanan

potensi konflik (sangat rawan, rawan dan aman) yang didasari antara

lain :

1) jenis potensi konflik;

2) sumber potensi konflik;

3) jumlah pihak yang terlibat;

4) perkiraan dampak/akibat yang ditimbulkan dari konflik apabila

terjadi.

d. memprioritaskan penanganan potensi konflik dimulai pada bobot

kerawanan tertinggi (“sangat rawan”), melalui berbagai alternatif

pemecahan konflik sebagaimana tercantum dalam poin 8 huruf d

angka 4).

Page 13: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

13

BAB III

PENCEGAHAN KONFLIK

Pencegahan Konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mencegah

terjadinya Konflik melalui peningkatan kapasitas kelembagaan dengan cara

memelihara kondisi damai dalam masyarakat, mengembangkan sistem

penyelesaian perselisihan secara damai, meredam potensi konflik,dan membangun

Sistem Peringatan Dini (SPD).

10. Memelihara kondisi damai dalam masyarakat.

a. bersama-sama Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan

penyuluhan kepada masyarakat tentangberbagai permasalahan

sosial, yang materinya meliputi:

1) mengembangkan sikap toleransi dan saling menghormati

kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan

kepercayaannya;

2) menghormati perbedaan suku, bahasa dan adat istiadat orang

lain;

3) menghargai hak, pendapat dan kebebasan orang lain;

4) mengembangkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa; dan

5) menghormati hak atas kepemilikan orang lain/badan yang

dijamin dan dilindungi oleh undang undang;

6) mengembangkan komunikasi lintas budaya, suku dan agama

dalam bentuk forum atau kegiatan sosial bersama;

7) mengembangkan sikap saling gotong royong dalam berbagai

kegiatan walau dalam kelompok yang berbeda; dan

8) Menumbuhkembangkan sikap rasa kesetiakawanan sosial dan

saling membantu terhadap sesama yang memerlukan bantuan

dan atau terkena musibah.

b. menghimbau masyarakat untuk berperan aktif dalam menyelesaikan

permasalahan yang berpotensi konflik melalui musyawarah untuk

mufakat dan tidak melanggar hukum, melalui:

Page 14: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

14

1) Babinkamtibmas melaksanakan perpolisian masyarakat

(polmas) dan mengaktifkan FKPM (Forum Komunikasi Polisi

dan Masayarakat) atau nama lain dengan fungsi yang sama

dengan cara :

a) mengunjungi warga masyarakat, tokoh agama, tokoh

masyarakat, tokoh pemuda, tokoh adat, LSM, tokoh

Parpol, petani, nelayan, tukang ojek dan berbagai

komunitas lainnya;

b) melakukan komunikasi dan dialog dengan berbagai

komunitasserta menghimbau untuk :

(1) membantu pencegahan konflik

(a) bersikap peka dan peduli terhadap

permasalahan sosial yang terjadi di

lingkungannya, serta proaktif dalam

menyelesaikannya bersama aparat

pemerintah;

(b) ikut aktif mempengaruhi masyarakat

sekitarnya dalam membangun kehidupan

yang rukun, toleran, saling menghormati

dan menghargai adanya perbedaan dalam

masyarakat, seperti : perbedaan agama,

suku, bahasa, adat istiadat dan sebagainya;

(c) tidak melanggar hukum dan mendorong

penyelesaian perselisihan dalam

masyarakat dilingkungannya melalui dialog

dan musyawarah untuk mufakat;

(d) bersedia membantu Polri dengan

memberikan informasi tentang

permasalahan yang berpotensi

menimbulkan konflik dan

perkembangannya;

Page 15: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

15

(e) memberikan bantuan pikiran dan jalan

pemecahan untuk menyelesaian potensi

konflik agar tidak berkembang menjadi

konflik terbuka;

(f) mengkoordinir dan membina generasi muda

di lingkungan tempat tinggalnya kearah

yang positif.

(2) membantu tugas kemanusiaan

(a) bersediamenjadi relawan untuk menolong

dan menyelamatkan korban konflik;

(b) membantu memberikan penampungan

sementara, sebelum ada tempat

pengungsian;

(c) membantu penanganan pengungsi yang

biasanya dengan fasilitas yang serba

terbatas;

(d) membantu mencarikan bantuan atau

sumbangan untuk para korban dan

pengungsi, baik berupa : pembiayaan,

donor darah, obat-obatan, pakaian,

makanan dan sebagainya;

(e) membantu tenaga untuk bergotong royong

memperbaiki perumahan atau fasilitas

umum yang rusak akibat konflik.

(3) membantu tugas Polri

(a) bersedia menjadi mitra Polri dalam :

i. memberikan penyuluhan kepada

masyarakat;

ii. melakukan pembinaan terhadap

komunitas dalam masyarakat

(perpolisian komunitas ); dan

iii. menyelesaikan permasalahan atau

perselisihan dalam masyarakat;

Page 16: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

16

(b) turut aktif memberikan informasi kepada

Polri tentang orang yang sengaja

memprovokasi masyarakat untuk

menimbulkan konflik maupun hal-hal yang

terkait dengan tindak pidana;

(c) bersedia untuk membantu menjaga

keamanan lingkungan masing-masing untuk

mencegah terjadinya tindak pidana maupun

konflik sosial;

(d) menjadi pelopor dan teladan untuk

masyarakat dalam hal kepatuhan dan

ketaatan pada hukum serta norma-norma

yang berlaku dalam masyarakat ;

(e) bersedia menjadi saksi terkait dengan

proses hukum terhadap pelaku tindak

pidana.

c) apabila dari komunikasi dan dialog ditemukan masalah

sosial yang dapat berkembang menjadi gangguan

kamtibmas, dapat mengajak tokoh masyarakat dan

beberapa warga yang terkait ke FKPM untuk

bermusyawarah guna menyelesaikan masalah tersebut

agar tidak berkembang menjadi gangguan kamtibmas.

2) memberdayakan pranata adat dan / atau pranata sosial

agar aktif menangani permasalahan sosial, terutama yang

mengarah pada potensi konflik sosial, dengan cara :

a) mendorong pranata adat dan atau pranata sosial dalam

menyelesaikan setiap permasalahan sosial semaksimal

mungkin melalui musyawarah untuk mufakat;

b) meyakinkan pranata adat dan atau pranata sosial, tokoh-

tokoh masyarakat, aparat setempat dan masyarakat

bahwa setiap permasalahan dalam masyarakat harus

diselesaikan oleh masyarakat itu sendiri tanpa campur

Page 17: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

17

tangan pihak luar,sehingga permasalahan dapat

dilokalisir dan tidak meluas;

c) Apabila belum ada penyelesaian,dapat melibatkan tokoh

rujukan dari luar yang disetujui para pihak, serta aktif

memberikan gambaran tentang implikasi apabila

permasalahan tersebut tidak dapat diselesaikan;

d) Apabila permasalahan belum juga selesai,

agarmenyarankan kepada para pihak yang bermasalah

untuk menyelesaikannya melalui prosedur formal.

c. memberdayakan peran media massa, agar situasi damai dalam

masyarakat tetap terpelihara, dengan cara :

1) melakukan komunikasi, pendekatan dan penggalangan terhadap

media massa ( cetak, elektronik), media sosial, radio yang ada di

wilayahnya untuk memuat berita yang seimbang dan

menyejukkan masyarakat;

2) apabila terdapat berita dari media massa yang berdampak

meresahkan,memperparah, atau memancing perpecahan

masyarakat, segera melakukan koordinasi dan pendekatan

untuk melakukan konterataumenetralisir berita;

3) terhadap isu-isu yang provokatif atau menyesatkan yang

berkembang di masyarakat, segera membuat konterisuuntuk

diseberluaskanmelalui sms,media massa, jejaring sosial,

maupun public adress;

4) membuat pesan-pesan kamtibmas yang bersifat penerangan,

penyuluhan, himbauan atau peringatan kepada masyarakat

untuk disebar luaskan melalui media massa, tempat ibadah,

sekolah, kantor pemerintah, tempat hiburan, iklan dan

sebagainya;

5) memberikan data dan informasi kepada media massa yang

cepat, akurat dan seimbang; dan

6) mendorong pembuatan iklan layanan sosial yang bertujuan

meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.

Page 18: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

18

d. meningkatkan sinergitas dengan instansi terkait untuk memberikan

himbauan kepada masyarakat agar tidak melanggar hukum dan tidak

melakukan kekerasan dalam menyelesaikan masalah,dengan cara:

1) Mengadakan dan atau memanfaatkan pertemuan-pertemuan

dengan instansi terkait untuk dapat :

a) Memberikan informasi terkait permasalahan sosial yang

ada, dan sekaligus memberikan saran yang bisa

dilakukan oleh instansi terkait lainnya;

b) sebaliknya Polri juga menerima informasi dari instansi

terkait tentang permasalahan sosial yang ada dan saran

tindak lanjutnya;

c) melakukan dialog/diskusi /bertukar pikiran untuk mencari

penyelesaian permasalahan sosial, hukum, dan

ketertiban umum lainnya;

d) memberikan masukan tentang program Polmas dan

mengajak instansi terkait untuk turut serta

menggelorakannya, dalam rangka menumbuhkan

kesadaran masyarakat untuk melakukan pengamanan

dilingkungannya masing-masing, baik lingkungan

pemukiman, lingkungan industri maupun lingkungan

perkantoran;

2) Membantu Pemda dalam usaha membina wilayah demi

terwujudnya ketentraman dan ketertiban wilayah, antara lain :

a) Membantu pemerintah daerah dalam menegakkan

Peraturan Daerah untuk mewujudkan ketertiban wilayah;

b) Ikut membina masyarakat dengan menumbuhkan

kesadaran masyarakat untuk mampu menjaga keamanan

dan ketentraman dilingkungan masing-masing;

c) ikut memelopori kerja bhakti dan gotong royong dalam

membangun fasilitas umum, rumah ibadah dan lain-lain

dalam rangka membangun kebersamaan;

Page 19: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

19

d) Mengembangkan dialog dan ngobrol-ngobrol dengan

warga masyarakat tentang hal-hal yang aktual untuk

menambah wawasan masyarakat, utamanya tentang

hukum dan demokrasi.

3) membantu aparat penegak hukum lainnya (Kejaksaan dan

Pengadilan) dalam rangka melaksanakan program

KADARKUM.

4) Membantu TNI dalam usaha membina ketahanan

wilayah, antara lain :

a) Menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat

dalam rangka bela Negara;

b) Membantu penyelenggaraan program TMMD; dan

c) Membantu penyelenggaraan Bhakti Sosial dan fungsi

pembinaan teritorial yang perlu ditangani secara

bersama.

e. Melakukan penanganan terhadap setiap bentuk pelanggaran hukum

agar tidak berkembang menjadi permasalahan yang lebih luas,

dengan cara:

1) merespon dengan cepat setiap permasalahan yang dilaporkan

oleh masyarakat kepada Polri :

a) fungsi Sabhara melakukan penutupan dan pengamanan

TKP;

b) SPKT bersama fungsi reserse segera mendatangi TKP

dan melakukan olah TKP bersama unsur bantuan teknis

lainnya ;

c) Fungsi lalu lintas melakukan pegaturan lalu lintas agar

tidak terjadi kemacetan lalulintas dan penumpukan

massa;

d) fungsi intelijen melakukan analisis terhadap

permasalahan yang terjadi dan membuat prediksi

terhadap dampak atau ekses yang akan muncul serta

rekomendasinya;

Page 20: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

20

e) fungsi Reskrim melakukan pencarian saksi-saksi dan

barang bukti untuk bahan penyelidikan dan penyidikan

lebih lanjut; dan

f) apabila kejadian tersebut berdampak terjadinya

pengumpulan massa, maka dilakukan langkah-langkah

persuasif dengan memberdayakan pranata adat/sosial,

tokoh yang berpengaruh dan pihak terkait untuk

menghimbau agar massa membubarkan diri.

2) melakukan penanganan terhadap kejadian yang bernuansa

SARA atau kejadian lain yang cepat berkembang :

a) segera melakukan penanganan dengan cepat (jangan

ditunda-tunda) dan perkirakan dampak yang akan segera

timbul serta langkah antisipasinya;

b) koordinasikan segera dengan forum komunikasi pimpinan

daerah (FKPD), instansi terkait dan tokoh-tokoh

masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan atau

kejadian tersebut diatas;

c) bersamaan dengan itu disiapkan kekuatan pasukan

Dalmas, Brimob dan back up TNI untuk mengantisipasi

manakala terjadi gejolak sosial;

d) menyebarkan personel intelijen pada kelompok-kelompok

yang potensial bereaksi untuk mendeteksi rencana aksi

mereka maupun aspirasi yang berkembang dan bisa juga

sebagai upaya penggalangan untuk penggagalan;

e) terhadap provokasi dan isu yang berkembang, agar

dilakukan himbauan-himbauan oleh petugas Binmas dan

konterisu melalui kerjasama dengan provider phonsel;

dan

f) melakukan upaya-upaya preventif melalui kegiatan

patroli, penjagaan, pengamanan dan juga pengaturan

kegiatan masyarakat.

Page 21: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

21

11. mengembangkan sistem penyelesaian perselisihan secara damai

melalui :

a. mendorong pranata adat dan atau pranata sosial untuk menyelesaian

perselisihan dalam masyarakat melalui musyawarah untuk mufakat

yang hasilnya mengikat para pihak;

b. mengedepankan restorative justice dalam upaya penyelesaian

perselisihan, khususnya terhadap pelanggaran hukum yang ringan

atau kerugiannya kecil dan atau pelakunya anak-anak dan orang lanjut

usia,melalui:

1) memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa tidak

setiap permasalahan hukum diselesaikan melalui sidang

pengadilan;

2) mendorong adanya kesepakatan antara pihak yang berselisih

dengan menitikberatkan pada perlindungan terhadap korban;

3) mengikutsertakan pihak ketiga/mediator yang disepakati oleh

para pihak yang berselisih;

4) mengingatkan dan mensosialisasikan hasil kesepakatan antara

kedua belah pihak yang dituangkan dalam surat pernyataan

bersama sebagai wujud atas penyelesaian permasalahan;

5) mengingatkan dan mensosialisasikan hasil kesepakatan tertulis

tersebut sebagai landasan/bahan pertimbangan bahwa

permasalahan tersebut tidak dilanjutkan ke pengadilan.

c. penyelesaian dengan cara penegakan hukum melalui proses

peradilan merupakan langkah terakhir, apabila langkah sebagaimana

tersebut poin a dan b tidak tercapai;

d. memberikan keteladanan kepada masyarakat, bahwa anggota Polri

juga tidak boleh main hakim sendiri, bersikap sewenang-wenang,

melakukan kekerasandan apabila melanggar hukum juga harus

diproses secara hukum.

12. meredam potensi konflik melalui:

a. memberikan masukan kepada pemerintah daerah dalam menyusun

perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah, yang meliputi:

Page 22: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

22

1) menginformasikan kepada pemerintah daerah tentang aspirasi

masyarakat yang perlu diperhatikan dan berpotensi konflik;

2) memberikan analisis terhadap kebijakan pemerintah daerah

yang berpotensi menimbulkan konflik;

3) menginformasikan tentang hot spot (daerah rawan) yang

berpotensi terjadinya konflik pada kesempatan tertentu

(Musrenbangda, rapat FKPD, rapat Kominda); dan

4) memberikan masukan penanganan potensi konflik yang juga

menjadi tugas dan tanggung jawab serta kewenangan

pemerintahan daerah.

b. menerapkan tugas pelayanan masyarakat dengan prinsip tata kelola

pemerintahan yang baik, yang meliputi:

1) memberikan pelayanan kepolisian dengan tidak membebani

masyarakat di luar dari ketentuan yang sudah ditetapkan;

2) tidak ada keberpihakan/diskriminasi dalam memberikan

pelayanan kepolisian;

3) memberikan pelayanan yang cepat dengan tetap

memperhatikan kualitas standar pelayanan; dan

4) transparansi dalam prosedur pelayanan kepolisian meliputi

kepastian persyaratan, waktu dan biaya.

c. memanfaatkan FGD untuk mencari solusi terhadap permasalahan

yang berpotensi terjadinya konflik sosial, yang meliputi:

1) menginventarisir berbagai permasalahan sosial yang berpotensi

menimbulkan konflik yang ada di wilayahnya;

2) membuat skala prioritas untuk menentukan topik/permasalahan

yang akan dibahas dalam FGD;

3) menentukan para peserta yang akan diikutsertakan dalam FGD;

4) mengundang pakar yang berkompeten sesuai

topik/permasalahan yang akan dibahas; dan

5) menindaklanjuti hasil FGD oleh para pihak sebagai pedoman

untuk menyelesaikan permasalahan sosial yang berpotensi

berkembang menjadi konflik sosial.

d. proaktif dalam memediasi para pihak yang berkonflik, agar tidak

berkembang menjadi konflik yang meluas, yang meliputi:

Page 23: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

23

1) mengundang para pihak yang berkonflik untuk duduk bersama

dalam menyelesaikan permasalahannya;

2) mendengarkan aspirasi kedua belah pihak yang berkonflik untuk

mencari titik temu permasalahannya;

3) mencari solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang dapat

diterima oleh kedua belah pihak; dan

4) mendorong kedua belah pihak yang berkonflik untuk

menyelesaikan permasalahan sesuai kesepakatan bersama.

e. membangun kemitraan dengan berbagai komunitas dalam masyarakat

melalui penerapan Polmas guna mengeliminir potensi konflik, yang

meliputi:

1) menginventarisir komunitas dalam masyarakat yang dapat

membantu untuk meredam potensi konflik;

2) menjalin komunikasi yang intensif terhadap berbagai komunitas

sehingga memudahkan koordinasi apabila sewaktu-waktu

dibutuhkandalam meredam potensi konflik; dan

3) mendorong peran komunitas untuk menyelesaikan sendiri setiap

permasalahan yang muncul dilingkungan/komunitasnya.

f. menegakan hukum secara tegas, non-diskriminasi dan menghormati

HAM, yang meliputi:

1) menegakkan hukum terhadap setiap bentuk pelanggaran hukum

secara tegas sebelum berkembang menjadi konflik yang lebih

luas;

2) menindak para pelaku pelanggaran hukum dengan tidak ada

keberpihakan;

3) tidak mentolerir adanya tindakan main hakim sendiri, termasuk

melakukan razia atau sweeping illegal baik secara kelompok

maupun perorangan; dan

4) dalam penegakan hukum, tidak melakukan kekerasan yang

berlebihan (eksesif);

5) mempedomani ketentuan perundang-undangan dan

menghormati norma-norma yang berlaku.

Page 24: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

24

13. membangun Sistem Peringatan Dini (SPD) melalui:

a. mengoptimalkan peran jajaran Intelkam untuk melakukan deteksi dini,

yang meliputi:

1) memperbanyak jaringan informasidengan berbagai komunitas

dalam masyarakat dan setiap orang yang dapat dijadikan

sebagai sumber informasi;

2) melakukan komunikasi, pendekatan,dan koordinasi dengan

tokoh masyarakat / agama / adat /pemuda setempat untuk

mendapatkan perkembangan informasi aktual (karena

umumnya para tokoh tersebut banyak menerima pengaduan,

keluhan, dan informasi lainnya dari masyarakat);

3) melakukan penggalangan terhadap pihak-pihak yang berkonflik,

untuk mendapatkan informasi terhadap isu yang berkembang

ditengah masyarakat;

4) mewajibkan kepada seluruh anggota yang melaksanakan tugas

didaerah potensi konflik untuk membuat laporan informasi

terhadap berbagai permasalahan yang ditemukan; dan

5) melakukan koordinasi dengan unsurKominda untuk meng-

update dan tukar menukar informasi terhadap permasalahan

yang berkembang diwilayahnya.

b. mengoptimalkan peran Bhabinkamtibmas, yang meliputi:

1) menginventarisir dan mendatakan berbagai komunitas atau

kelompok masyarakat yang dapat dijadikan sebagai sumber

informasi;

2) melakukan pendekatan dan pembinaan secara intensif terhadap

berbagai komunitas atau kelompok masyarakat untuk

mendapatkan informasi secara dini tentang permasalahan yang

ada diwilayahnya;

3) mengidentifikasi setiap permasalahan yang berkembang di

masyarakat yang dapat menjadi sumber potensi konflik dan

melaporkan kepada pimpinan secara berjenjang;

4) melakukan dialog dan penyuluhan kepada pihak-pihak yang

berkonflik agar tidak melakukan tindakan yang dapat

Page 25: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

25

menimbulkan konflik dan meminta untuk menginformasikannya

apabila ada pihak-pihak yang memancing konflik;

5) mencatat dan melaporkan kepada pimpinan, apabila ada orang

atau LSM atau Ormas dari luar daerah yang sering datang dan

berpotensi memperkeruh / mendorong terjadinya konflik; dan

6) melakukan koordinasi dan kerjasama denganberbagai pihak

diwilayah penugasanya untuk meminimalisir berbagai potensi

konflik.

c. mengoptimalkan peran patroli Sabhara, yang meliputi:

1) melakukan patroli dialogis guna mendapatkan informasitentang

perkembangan situasi wilayah;

2) meningkatkan intensitas patroli pada tempat/lokasi yang rawan

terjadinya potensi konflik; dan

3) mewajibkan pembuatan laporan hasil patroli yang mencakup

informasi wilayah yang dapat dijadikan sebagai bahan rencana

tindak lanjut.

d. membangun komunikasi yang intensif dengan media massa dan

jejaring sosial dalam rangka memperluas jaringan informasi, yang

meliputi:

1) melakukan penggalangan terhadap insan pers (wartawan,

pimpinan redaksi, dan dewan pers) dalam rangka memperoleh

informasi dan penyamaan persepsi terhadap permasalahan

yang terjadi;

2) membangun jaringan informasi melalui jejaring sosial (media

twitter, facebook, internet dan lain-lain) guna mendapatkan

informasi serta membangun opini positif tentang permasalahan

yang berkembang; dan

3) membangun komunikasi dengan berbagai komunitas radio

amatir (ORARI, RAPI) untuk memperoleh dan menyebarkan

informasi tentang permasalahan yang terjadi.

Page 26: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

26

BAB IV

PENGHENTIAN KONFLIK

Penghentian konflik merupakan serangkaian kegiatan untuk mengakhiri kekerasan,

menyelamatkan korban, membatasi perluasan dan eskalasi konflik, serta

mencegah bertambahnya jumlah korban dan kerugian harta benda; langkah ini

meliputi:

14. Penghentian kekerasan fisik dilakukan dengan cara:

a. menghentikan kekerasan fisik melalui negosiasi dengan

mengikutsertakan tokoh yang berpengaruh serta melibatkan pranata

adat dan atau pranata sosial, melalui :

1) mencari tokoh-tokoh yang berpengaruh, termasuk tokoh pada

tatarangrassroot dari para pihak yang berkonflik untuk diikut

sertakan dalam penyelesaian konflik yang terjadi;

2) mempertemukan para tokohtersebut untuk menentukan dan

menyepakati langkah-langkah penanganan yang akan diambil

terutama langkah awal untuk meredam emosi para pihak atau

massa yang berkonflik;

3) mempertemukanperwakilanpara pihak yang berkonflik dengan

didampingi para tokoh yang berpengaruh, untuk mencari solusi

penyelesaian konflik yang disepakati dengan memperhatikan

kearifan lokal yang berlaku dilingkungannya;

4) mendorong para tokoh berpengaruh serta para pihak yang

hadir dalam pertemuan untuk menyampaikan hasil

kesepakatan kepada masing-masing kelompoknya;

5) memantau implementasi serta perkembangan dari hasil

kesepakatan bersama para pihak yang berkonflik untuk

memastikan bahwa konflik benar-benar tuntas atau masih

berpotensi untuk muncul kembali;

6) apabila negosiasi tidak menghasilkan kesepakatan, tetap harus

diupayakan melalui lobi-lobi maupun mediasi dan juga intervensi

Page 27: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

27

(tekanan yang positif) untuk mendapatkan hasil yang

dikehendaki.

b. Apabila negosiasi sebagaimana poin a tidak berhasil dicapai, maka

Polri mengeluarkan himbauan dan atau maklumat Kepolisian:

1) menghimbau kepada pihak yang berkonflik untuk menahan diri

dan tidak melakukan perbuatan atau tindakan yang melanggar

hukum;

2) himbauan dapat dibuat secara lisan, tertulis maupun melalui

media massa untuk diketahui oleh masyarakat secara luas;

3) mengeluarkan maklumat kepolisian terhadap para pihak yang

berkonflik apabila himbauan tidak dipatuhi dan para pihak

melakukan tindakan yang bersifat konfrontatif dan atautidak

mematuhi perintah polisi,sertasecara terang-terangan

melakukan pelanggaran hukum, seperti: membawa senjata

tajam, senjata api, senjata rakitan atau bahan peledak,

melakukan kekerasan, sweeping, penjarahandan sebagainya;

4) maklumat kepolisian dibuat, sebagai penegasan adanya

pelanggaran hukum disertai dengan ultimatum akan ditindak

tegas oleh aparat kepolisian;

5) maklumat harus diumumkan atau disebarluaskan kepada

masyarakat luas.

c. menghentikan kekerasan fisik melalui penggelaran kekuatan Polri

yang disesuaikan dengan fluktuasi atau eskalasi konflik yang dihadapi,

dengan cara :

1) menggelar kekuatan yang dimiliki kesatuan kewilayahan:

a). menggelar satuan dalmas yang dimiliki kesatuan

kewilayahan;

b) mengerahkan seluruh satuan fungsi operasional yang

ada pada kesatuan kewilayahan disesuaikan dengan

konflik yang dihadapi; dan

c) memobilisasi anggota staf untuk mendukung

penggelaran kekuatan apabila dibutuhkan.

Page 28: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

28

d) menggelar peralatan yang dimiliki Polri, termasuk

peralatan utama dan peralatan khusus Polri;

2) apabila penggelaran kekuatan kesatuan kewilayahan dianggap

kurang, dapat meminta back up kekuatan dengan

mempedomani mekanisme backupsatuan atau lapis-lapis

kekuatan dengan menerapkan pola:

a) sistemback up rayonisasi (satuan Polri terdekat),

merupakan sistem backup yang dilakukan oleh satuan

kewilayahan yang kedudukannya sejajar dengan satuan

yang meminta backup, yang dilakukan dengan

mekanisme sebagai berikut :

(1) membentuk rayonisasiyang disesuaikan dengan

letak geografis serta situasi dan kondisi yang

memudahkan pergeseran atau mobilitas pasukan:

(a) pada tingkat Polres,

Polres membagi habis Polsek yang menjadi

tanggungjawabnya menjadi beberapa

rayon, contoh: Polres ‘A” mempunyai 20

Polsek dibagi menjadi 4 rayon, sehingga

satu rayon terdiri dari 5 Polsek terdekat;

(b) pada tingkat Polda,

Polda membagi habis Polres yang menjadi

tanggungjawabnya menjadi beberapa

rayon, contoh: Polda ‘A” mempunyai 20

Polres dibagi menjadi 4 rayon, sehingga

satu rayon terdiri dari 5 Polres terdekat;

(c) untuk satwil perbatasan baik ditingkat

Polres/polda dapat menggunakan satwil

terdekat diluar rayon yang telah

ditentukan,contoh: Polres “A” berada dalam

rayon 1 pada polda “B” dapat meminta

Page 29: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

29

batuan Polres “C” yang berada pada Polda

“D”.

(2) permintaanback up satuan dilakukan apabila

konflik yang terjadi berdasarkan perkiraanintelijen

akan berkembang lebih luas dan tidak mampu

dihadapi oleh satuan kewilayahan setempat;

(3) permintaanback up dilakukan oleh kasatwil yang

membutuhkan back up kepada para kasatwil yang

masuk dalam satu wilayah rayonisasidan atau

kasatwil perbatasan terdekat;

(4) permintaanbackup diajukan secara tertulis yang

tembusannya di tujukan kepada satuan

atas,sedangkan permintaanback up untuk satwil

perbatasan tembusannya ditujukan kepada

satuan atas dari satwil yang diminta maupun yang

meminta bantuan;

(5) dalam keadaan mendesak, permintaan back up

dapat dilakukan secara lisan dan ditindaklanjuti

dengan permintaan secara tertulis;

(6) permintaan backup dapat berupapersonel maupun

peralatan yang dibutuhkan sesuai dengan tingkat

ancaman yang dihadapi;

(7) personel back up yang membantu penanganan

konflik bersifat bawah Kendali Operasi(BKO) yang

dikendalikan oleh kasatwil yang menerima back

up.

b) sistem back up satuan hierarkis,

merupakan sistem backup yang dilakukan oleh satuan

yang kedudukannya lebih tinggi dari satuan yang

meminta backup, dengan mekanisme sebagai berikut :

Page 30: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

30

(1) permintaan backup dilakukan secara berjenjang

mulai dari tingkat Polres ke tingkat Polda dan

tingkat Polda ke Mabes Polri;

(2) permintaan backup satuan dilakukan apabila

konflik yang terjadi berdasarkan perkiraan intelijen

akan berkembang lebih luas dan tidak mampu

dihadapi oleh satuan kewilayahan setempat;

(3) permintaan back up dapat berupa personel,

peralatan dan bantuan teknis yang dibutuhkan

sesuai dengan tingkat ancaman yang dihadapi;

(4) permintaan back up diajukan secara tertulis di

tujukan kepada satuan atas dan dalam keadaan

mendesak permintaan back up dapat dilakukan

secara lisan dan ditindaklanjuti dengan permintaan

secara tertulis;

(5) personel back up yang dimintakan kepada satuan

atas (Polda dan Mabes Polri) dari satuan fungsi

operasional maupun satuan fungsi pendukung;dan

(6) personel back up yang membantu penanganan

konflik bersifat bawah Kendali Operasi (BKO)

yang dikendalikan oleh kasatwil yang menerima

back up.

c) permintaan perbantuan TNI;

Dalam hal penyelesaian konflik yang membutuhkan

bantuan TNI dilakukan melalui mekanisme sebagai

berikut :

(1). kriteria permintaan bantuan :

(a) terbatasnya personel Polri setempat baik

kualitas maupun kuantitas untuk mengatasi

konflik sosial;

Page 31: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

31

(b) sarana dan prasarana pendukung

operasional Polri setempat dinilai tidak

cukup untuk mengatasi konflik sosial; dan

(c) keadaan geografis yang tidak

memungkinkan satuan back up Polri

bertindak segera, sehingga membutuhkan

bantuan TNI setempat untuk mengatasi

konflik sosial.

(2) prosedur permintaan bantuan :

(a) permintaan perbantuan TNI dapat dilakukan

secara lisan dan harus ditindaklanjuti

secara tertulis paling lambat 1 x 24 jam,

diajukan serendah-rendahnya oleh Kasatwil

setingkat Kapolres ditujukan kepada

Komandan Militer yang setingkat (Dandim,

Danlanal, dan Danlanud); dan

(b) Kasatwil yang meminta bantuan kepada

komandan satuan TNI, segera melaporkan

kepada atasannya pada kesempatan

pertama selambat-lambatnya 1 x 24 jam.

(3) permintaan bantuan TNI memuat antara lain:

(a) perkembangan situasi terakhir;

(b) alasan permintaan bantuan;

(c) jumlah kekuatan dan kemampuan yang

diperlukan baik personel, alat utama, alat

khusus, peralatan lain maupun

perlengkapan yang dibutuhkan;

(d) sasaranatau lokasi bantuan diperlukan;

(e) waktu penugasan (kapan dimulai dan

kapan berakhir); dan

(f) dukungan administrasi dan logisitk.

Page 32: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

32

(4). hal-hal yang perlu diperhatikan :

(a) satuan TNI yang diperbantukan kepada

Polri sepenuhnya di bawah kendali operasi

dan menjadi tanggung jawab Kepala

Kepolisian wilayah yang mendapat

perbantuan;

(b) batas-batas pelaksanaan tugas yang boleh

dilakukan oleh satuan TNI ditetapkan oleh

Kepala Kepolisian wilayah yang mendapat

perbantuan TNI;

(c) perubahan penggunaan kekuatan atau

pengalihan sasaran agar dikoordinasikan

dengan komandan satuan TNI yang

memberikan perbantuan;

(d) dalam permintaan bantuan kepada TNI,

satuan terkecil yang dapat diminta adalah

setingkat regu, permintaan bantuan tidak

dapat berbentuk perseorangan; dan

(e) dalam pelaksanaan tugas, satuan TNI yang

diperbantukan dapat diberikan sektor

tersendiri, terutama untuk mengamankan

obyek vital (kantor pemerintahan, PLN,

Telkom, PDAM, dll) tetapi masih dalam

kendali Polri.

d. memperhatikan tahapan prosedur penggunaan kekuatan dalam

tindakan kepolisian meliputi :

1) Tahap 1 : menggelar atau menempatkan personel Polri

dengan jumlah memadai sesuai tingkat ancaman

yang dihadapi dengan kekuatan yang memiliki

dampak deterrent atau pencegahan;

Page 33: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

33

2) Tahap 2 : menggunakan perintah lisan dengan cara

mehimbau, memberi peringatan dan

memerintahkan untuk menghentikan tindakan

massa atau para pelaku.

3) Tahap 3 : Kendali tangan kosong lunak yaitu penggunan

teknik yang tidak menyebabkan cedera yang

dilakukan untuk menghadapi tindakan massa

yang bersifat pasif, misalnya ketika petugas

kepolisian memegang bahu atau memegang salah

satu lengan seseorang untuk dipindahkan dari

satu tempat ketempat lain;

4) Tahap 4: kendali tangan kosong keras; yaitu penggunaan

teknik yang dapat menyebabkan cedera

ringanyang dilakukan untuk menghadapi

tindakan massa yang bersifat aktif, misalnya

polisi memaksa seseorang untuk mematuhi

perintahnya dengan cara menekan bagian tubuh

tertentu, menarik, menjatuhkan dan teknik

memanipulasi persendian seperti memelintir

tangan/jari;

5) Tahap 5: kendali senjata tumpul atau tongkat polisi dan

senjata kimia (semprotan air, gas air mata atau

alat lain sesuai standar Polri), yaitu penggunan

teknik yang dapat menyebabkan cedera berat

yang dilakukan untuk menghadapi tindakan

massa yang bersifat agresif, misalnya ketika

Polisi menghalau atau membubarkan para

pelaku/massa agar menjauh dari objek yang

diamankan;

6) Tahap 6 : kendali dengan menggunakan senjata api yaitu

penggunan teknik yang dapat menyebabkan

cedera serius, yang dilakukan untuk

menghadapi tindakan massa yang bersifat

Page 34: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

34

agresif segera/anarki, dalam hal ini tindakan

pelaku atau massa dapat menimbulkan bahaya

ancaman luka parah atau kematian terhadap

masyarakat atau anggota Polri atau dapat

membahayakan keselamatan umum, misalnya:

menyerang masyarakat atau petugas dengan

mengunakan senjata api atau senjata tajam,

membakar stasiun pompa bensin, meledakkan

gardu listrik, meledakkan gudang senjata atau

amunisi, atau menghancurkan objek vital.

penggunan senjata api dilakukan dengan

mempertimbangkan:

a) tindakan massa/para pelaku dapat secara segera

menimbulkan luka parah atau kematian bagi masyarakat

atau anggota Polri;

b) anggota Polri tidak memiliki alternatif lain yang beralasan

dan masuk akal untuk menghentikan tindakan massa/para

pelaku;

c) Penggunaan kekuatan dengan senjata api merupakan

upaya terakhir untuk menghentikan tindakan massa/para

pelaku.

penggunan senjata api dilakukan dengan prosedur :

a) terlebih dahulu dilakukan tembakan peringatan apabila

massa/para pelaku belum melakukan tindakan agresif

yang bersifat segera dengan ketentuan :

(1) tembakan peringatan dilakukan dengan

pertimbangan yang aman, beralasan dan masuk

akal untuk menghentikan tindakan pelaku, serta

tidak menimbulkan ancaman atau bahaya bagi

orang-orang di sekitarnya.

Page 35: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

35

(2) tembakan peringatan hanya dilepaskan ke udara

atau ke tanah dengan kehati-hatian yang tinggi

apabila alternatif lain sudah dilakukan tidak berhasil

dengan tujuan untuk menurunkan moril massa atau

para pelaku dan memberikan peringatan sebelum

tembakan diarahkan kepada massa atau para

pelaku;

b) tembakan peringatan tidak diperlukan ketika menangani

bahaya ancaman yang dapat menimbulkan luka parah atau

kematian bersifat segera, sehingga tidak memungkinkan

untuk dilakukan tembakan peringatan;

c) tahapan pengunaan senjata api dilakukan dengan

memperhatikan situasi dan kondisi di lapangan mulai dari

penggunaan peluru hampa, peluru karet atau sejenis, dan

peluru tajam;

d) sasaran tembakan diarahkan pada bagian tubuh yang tidak

mematikan dan bersifat melumpuhkan;

e) dalam ikatan kelompok (pasukan PHH) penggunaan

senjata api dibatasi pada anggota yang telah ditunjuk serta

memiliki kualifikasi sesuai ketentuan yang berlaku;

Tahapan prosedur penggunaan kekuatan tersebut diatas, digunakan

sesuai urutan tahapan apabila menghadapi tindakan massa yang

bersifat eskalatif, sedangkan untuk menghadapi tindakan massa yang

bersifat anarki spontan / sporadis dapat dilakukan tanpa melalui urutan

tahapan atau langsung pada tahap 5 dan atau tahap 6 disesuaikan

dengan tingkat ancaman yang dihadapi.

e melakukan tindakan tegas dan terukur kepada para pihak yang

berkonflik yang berupaya memaksakan kehendak/memprovokasi aksi

dengan mempedomani ketentuan :

1) tindakan ketika terjadi kerumunan massa (crowd), namun

belum mengarah pada tindakan anarkis dilakukan dengan

cara : ( ref perkap 16/2006 ttg dalmas )

Page 36: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

36

a) menempatkan personel Polri berseragam (dalmas awal

dan dalmas lanjutan) untuk melakukan pengamanan di

tempat kerumunan massa / para pihak yang berkonflik;.

b) melakukan upaya pencegahan agar massa tidak

melakukan tidakan destruktif (merusak, menyerang

kelompok lainnya)

c) melokalisir kerumuman massa dari para pihak yang

berkonflik agar tidak terjadi benturan fisik dan

bergerak/merambat ke lokasi lain;

d) menunjuk negosiator untuk melakukan himbauan kepada

para pihak yang berkonflik untuk dapat menahan diri dan

tidak terprovokasi.

e) mengambil gambar (foto maupun video) selama

kerumunan massa berlangsung;

f) satuan fungsi lain melakukan kegiatan sesuai dengan

fungsi masing-masing yang mendukung kegiatan

pengamanan, contoh :

- fungsi intel melakukan deteksi dan penggalangan

terhadap korlap;

- fungsi reserse melakukan penegakan hukum

terhadap para pelaku;

- fungsi lantas melakukan pengaturan arus lalu

lintas;

- fungsi binmas melakukan himbauan;

- fungsi Propam melakukan pengamaan terhadap

anggota agar tidak melakukan tindakan yang

berlebihan.

g) pertimbangan untuk meminta back up kekuatan baik

rayonisasi, hirarkis maupun perbantuan TNI dilakukan

dengan memperhatikan perkembangan/ prediksi eskalasi

massa.

Page 37: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

37

h) pertimbangan untuk penggunaan alat dalmas

disesuaikan dengan eskalasi ancaman.

2) tindakan ketika menghadapi tindakan massa yang bersifat

pasif (situasi tertib/hijau) adalah:

a) menempatkan polisi berseragam dan atau dalmas awal

untuk melakukan pengamanan;

b) petugas yang ditunjuk sebagai negosiator berada di

depan pasukan Polri yang berseragam dan atau dalmas

awal, untuk melakukan perundingan/negosiasi dengan

Koordinator Lapangan (Korlap) guna menenangkan

anggota kelompoknya masing masing;

c) negosiator melakukan himbauan kepada para pihak yang

berkonflik untuk tidak melakukan tindakan yang destruktif

(merusak, menyerang kelompok lainnya);

d) negosiator melaporkan hasil negosiasi kepada Kapolsek

dan atau Kapolres;

e) Kapolsek dan atau Kapolres mempertemukan para korlap

agar para pihak yang berkonflik menyelesaikan

persoalannya secara musyawarah dan mufakat atau

melalui proses hukum;

f) Kapolsek dan atau Kapolres meminta agar para korlap

menyampaikan hasil musyawarah kepada kelompoknya

dan segera membubarkan diri;

g) apabila para pihak yang berkonflik tidak mau

membubarkan diri dan tetap melakukan aksinya, maka

untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan

dapat dilakukan tindakan Kepolisian dengan tehnik

Kendali tangan kosong lunak dengan cara :

(1) memisahkan para pihak yang berkonflik dengan

cara merentankan tangan untuk di halau saling

menjauh.

Page 38: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

38

(2) membuat rantai tangan petugas untuk membatasi

ruang gerak / melokalisir para pihak yang

berkonflik.

(3) petugas dalam posisi tetap bertahan dan tidak

melakukan dorongan serta tidak terprovokasi

sampai massa membubarkan diri dengan tertib.

h) apabila situasi meningkat dimana tindakan massa

berubah dari yang bersifat pasif kearah yang bersifat aktif

(situasi dari tertib/hijau ke tidak tertib/kuning), maka

dilakukan berubahan cara bertindak.

3) tindakan ketika menghadapi tindakan massa yang bersifat

aktif (situasi tidak tertib/kuning) adalah:

a) polisi berseragam dan atau dalmas awal tetap

melakukan pengamanan secara persuasif sambil

menunggu penambahan pasukan pengamanan /dalmas

lanjut;

b) negosiator tetap melakukan himbauan / negosiasi

dengan massa/para pihak yang berkonflik semaksimal

mungkin;

c) atas perintah Kapolsek dan atau Kapolres melakukan

proses lapis ganti dari polisi berseragam dan atau

dalmas awal ke Dalmas Lanjut;

d) dalmas Lanjut maju dengan cara lapis ganti dan

membentuk formasi bersaf di belakang Dalmas Awal,

kemudian saf kedua dan ketiga Dalmas Awal membuka

ke kanan dan kiri untuk mengambil perlengkapan Dalmas

guna melakukan penebalan kekuatan Dalmas Lanjut,

diikuti saf kesatu untuk melakukan kegiatan yang sama;

f) perlengkapan dalmas dikenakan dengan

mempertimbangkan situasi dan kondisi massa/pihak

yang berkonflik;

Page 39: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

39

g) apabila massa/para pihak yang berkonflik tetap

melakukan aksinya yang mengarah pada tergangunya

ketertiban umum seperti menutup jalan dengan cara

duduk-duduk, tidur-tiduran, aksi teatrikal, dan aksi

sejenisnya maka dalmas lanjut dapat melakukan tindakan

Kepolisian dengan teknik kendali tangan kosong keras

dengan cara:

(1) melakukan tindakan penertiban dengan cara

memindahkan, mengangkat, dan atau mendorong

massa/para pihak yang berkonflik ke tempat yang

netral dan atau lebih aman dengan cara persuasif

dan edukatif, guna menghindari bentrokan fisik

antara para pihak yang berkonflik dan atau

menghindari provokasi dari pihak lain;

(2) bagi massa/para pihak yang berkonflik yang tidak

patuh dapat dilakukan tindakan berupa teknik

menarik tangan atau menekan bagian tubuh

tertentu dengan tujuan agar yang bersangkutan

mengikuti perintah petugas Polri;

(3) tidak melakukan tindakan yang kontra produktif

seperti memukul, menendang atau menangkap

yang justru akan memicu emosi massa/ para pihak

yang berkonflik;

(4) apabila eskalasi meningkat tindakan massa

berubah dari tindakan yang bersifat aktif

menjadi tindakan yang bersifat agresif, (situasi

massa saling melempari atau melempari petugas

dengan benda keras), maka dilakukan berubahan

cara bertindak;

Page 40: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

40

4) tindakan ketika menghadapi tindakan massa berubah dari

tindakan yang bersifat aktif menjadi tindakan yang bersifat

agresif (dalam situasi melanggar hukum) adalah:

a) Kapolres memerintahkan Danki Dalmas Lanjut untuk

melakukan tindakan kendali senjata tumpul/tongkat

polisi dan senjata kimia, sebagai berikut :

(1) melakukan pendorongan massa/para pihak yang

berkonflik dengan mengunakan kelengkapan

tameng dan tongkat polisi;

(2) apabila massa/para pihak yang berkonflik masih

melakukan tindakan agresif, maka dalmas lanjut

dapat melakukan tindakan yang lebih tegas

dengan melakukan pelemparan atau penembakan

gas air mata dan atau penyemprotan air melalui

water canon;

(3) dalam melakukan pendorongan atau pembubaran

massa/pihak yang berkonflik tetap dalam ikatan

satuan dan tidak melakukan pengejaran di luar

kendali;

(4) petugas pemadam api dapat melakukan

pemadaman api apabila ada pembakaran;

(5) melakukan penangkapan terhadap para

pelaku/provokator apabila situasi memungkinkan;

(6) melakukan pertolongan dan evakuasi terhadap

korban;

b) Apabila eskalasi meningkat tindakan massa berubah

dari yang bersifat agresif menjadi tindakan masa

yang bersifat agresif segera/anarki(situasi merah)

maka dilakukan berubahan cara bertindak.

Page 41: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

41

5) tindakan ketika massa melakukan tindakan anarkis

(tindakan yang bersifat agresif segera atau situasi merah)

baik yang bersifat eskalatif maupun spontan / sporadis:

(ref protap 01/2010 ttg Gul anarki )

a) tindakan ketika massa/para pihak yang berkonflik

melakukan tindakan anarkis yang bersifat eskalatif :

(1) Kapolres melaporkan kepada Kapolda untuk

dilakukan Iintas ganti dari dalmas lanjut ke

Detasemen/Kompi Penanggulangan Huru-Hara

(PHH) Brigade Mobil (Brimob);

(2) Kapolres dan atau Kapolda memerintahkan

Kepala Detasemen/ Kompi PHH Brimob untuk

lintas ganti dengan Dalmas Lanjut;

(3) Detasemen/Kompi PHH Brimob maju membentuk

formasi dan mendorong massa untuk mengurai

massa/pihak yang berkonflik ke tempat netral ;

(4) dalmas lanjut dan rantis pengurai massa berada di

belakang detasemen/kompi PHH brimob untuk

membantu mengurai massa;

(5) dalam mengurai massa Detasemen/Kompi PHH

Brimob dapat menggunakan gas air mata,

penyemprotan air melalui water canon dan atau

alat lain sesuai standar Polri;

(6) apabila massa tidak dapat dikendalikan dan

bertindak semakin anarki maka dapat dilakukan

tindakan kendali dengan menggunakan senjata

api sesuai dengan pertimbangan dan prosedur

penggunaan senjata api

(7) melakukan penangkapan terhadap para

pelaku/provokator apabila situasi memungkinkan

atau dilakukan setelah situasi kondusif;

Page 42: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

42

(8) melakukan pertolongan dan evakuasi terhadap

korban;

b) tindakan ketika massa/para pihak yang berkonflik

melakukan tindakan anarkis yang bersifat spontan /

sporadis :

(1) apabila peristiwa anarki yang terjadi dihadapi oleh

perorangan anggota Polri, tindakanyang

dilakukan adalah :

(a) apabila pelaku / pihak yang berkonflik

melakukan tindakan anarki dalam bentuk

perorangan, maka segera dilakukan

tindakan:

i. memberi peringatan secara lisan agar

menghentikan tindakannya;

ii. segera melaporkan kepada pimpinan

dan atau satuan Polri terdekat untuk

meminta bantuan kekuatan dan

perkuatan;

(b) berdasarkan penilaian sendiri bahwa pelaku

anarki dapat ditangani, maka diupayakan

dilakukan tindakan melumpuhkan dengan:

i. tindakan kendali senjata tumpul dan

atau senjata kimia antara lain gas

airmata, atau alat lain sesuai

standard Polri;

ii. apabila pelaku/ pihak yang berkonflik

tidak dapat dikendalikan dan

bertindak semakin anarki maka

dapat dilakukan tindakan kendali

dengan menggunakan senjata api

sesuai dengan pertimbangan dan

prosedur penggunaan senjata api ;

Page 43: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

43

iii. apabila dalam tindakan

melumpuhkan yang dilakukan oleh

petugas terjadi korban luka, segera

dilakukan pertolongan sesuai

prosedur pertolongan dengan

menggunakan sarana yang tersedia

(c) apabila pelaku /para pihak yang

berkonflik melakukan tindakan anarki

dalam bentuk kelompok, maka dilakukan

tindakan:

i. segera melaporkan kepada pimpinan

dan atau satuan kepolisian terdekat

untuk meminta bantuan kekuatan

dan perkuatan dengan

menggunakan sarana komunikasi

yang ada;

ii. melakukan pengawasan atas gerak

gerik pelaku dengan menggunakan

peralatan dan atau tanpa peralatan,

sambil menunggu datangnya

bantuan perkuatan;

(2) apabila pelaku /para pihak yang berkonflik

melakukan tindakan anarki dihadapi dalam

ikatan satuan Polri, maka tindakanyang

dilakukan adalah:

(a) pimpinan satuan memerintahkan kepada

para pelaku untuk menghentikan semua

tindakan anarki;

(b) apabila pelaku /para pihak yang berkonflik

tidak mengindahkan perintah petugas,

maka segera dilakukan tindakan

melumpuhkan dengan cara:

Page 44: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

44

i. tindakan kendali senjata tumpul,

senjata kimia antara lain gas airmata,

atau alat lain sesuai standard Polri;

ii. apabila massa/para pihak yang

berkonflik tidak dapat dikendalikan

dan bertindak semakin anarki maka

dapat dilakukan tindakan kendali

dengan menggunakan senjata api

sesuai dengan pertimbangan dan

prosedur penggunaan senjata api ;

(c) apabila personel dalam ikatan satuan tidak

mampu menangani para pelaku anarki

segera meminta bantuan kekuatan dan

perkuatan secara berjenjang;

(d) apabila dalam tindakan melumpuhkan yang

dilakukan oleh petugas terjadi korban luka

petugas, pelaku dan atau masyarakat,

segera dilakukan pertolongan sesuai

prosedur pertolongan dengan

menggunakan sarana yang tersedia.

f. meminimalisir timbulnya korban sebagai dampak dari

penindakan Polri dengan cara :

1) sebelum pelaksanaan tugas, kepala kesatuan melaksanakan

APP atau arahan kepada seluruh anggota yang terlibat dan

menyampaikan :

a) Gambaran umum pelaksanaan tugas :

(1) Gambaran massa atau para pihak yang berkonflik

yang akan dihadapi (jumlah, perlengkapan,

senjata, karakternya );

(2) Gambaran situasi obyek tempat konflik;

(3) Pembagian tugas dan tanggungjawab baik dalam

ikatan kelompok/satuan maupun perorangan

Page 45: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

45

termasuk penanggungjawab pemegang

peralatan/senjata;

(4) Rencana urutan langkah dan tindakan yang akan

dilakukan oleh satuan fungsi;

b) Anggota Polri dilarang :

(1) Bersikap arogan dan terpancing oleh perilaku

massa/para pihak yang berkonflik;

(2) Melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai

dengan prosedur dan atau melakukan tindakan

diluar komando/perintah kepala satuan lapangan;

(3) Membawa peralatan diluar peralatan dalmas/yang

telah ditentukan;

(4) Membawa senjata tajam dan peluru tajam bukan

oleh petugas yang telah ditunjuk;

(5) Keluar dari ikatan satuan / formasi dan melakukan

pengejaran massa/para pihak yang berkonflik

secara perorangan;

(6) Mundur membelakangi massa/para pihak yang

berkonflik ;

(7) Mengucapkan kata-kata kotor pelecehan seksual /

perbuatan asusila memaki-maki massa/para pihak

yang berkonflik;

(8) Melakukan perbuatan lainnya yang melanggar

peraturan perundang-undangan lainnya.

c) Anggota Polri berkewajiban :

(1) Menghormati hak asasi manusia dan norma-

norma yang berlaku ;

(2) Melayani dan mengamankan massa/para pihak

yang berkonflik sesuai ketentuan;

Page 46: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

46

(3) Setiap pergerakan pasukan dalmas/PHHselalu

dalam ikatan satuan dan membentuk formasi

sesuai ketentuan;

(4) Melindungi jiwa dan harta benda;

(5) Tetap menjaga dan mempertahankan situasi

hingga massa/para pihak yang berkonflik bubar;

(6) Patuh dan taat kepada perintah kepala kesatuan

lapangan yang bertanggung jawab sesuai

tingkatannya.

2) melakukan pengecekan perlengkapan yang digunakan :

a) untuk memastikan seluruh jenis pelengkapan yang akan

digunakan telah dibawa dengan lengkap;

b) untuk menghitung dengan pasti jumlah dan jenis

perlengkapan yang dibawa termasuk jumlah dan jenis

amunisi yang dibawa;

c) untuk memastikan perlengkapan dipegang oleh

orang/petugas yang tepat khususnya yang diberi tugas

memegang senjata api, senjata peluncur gas air mata.

3) menempatkan/mengikut sertakan fungsi Propam dalam kegiatan

penindakan untuk :

a) mengingatkan petugas selama kegiatan agar tidak

melakukan pelanggaran prosedur dan penyalahgunaan

wewenang;

b) mengingatkan tindak tanduk petugas selama kegiatan

agar tidak melanggar kode etik profesi dan prinsip prinsip

kepatutan dalam tindakan kepolisian;

c) menjamin akuntabilitas dan transparansi pelaksanaan

tugas.

4) Setiap penindakan yang dilakukan oleh anggota Polri dilakukan

perekaman dengan handycam untuk bahan evaluasi,

akuntabilitas dan pelurusan berita yang tidak benar.

Page 47: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

47

g. melakukan penindakan dan penyidikan terhadap para pelaku

pelanggar hukum.

1) Melakukan penyelidikan terhadap siapa pelaku yang menjadi

aktor intelektual, penggerak/korlap, pelaku anarkhis, dan

sebagainya;

2) mencari bukti, saksi-saksi dan fakta-fakta yang mendukung

keterlibatan para pelaku tersebut diatas;

3) melakukan penindakan terhadap para pelaku dengan teknis dan

taktis yang tepat serta administrasi penyidikan yang lengkap

agar tidak menimbulkan komplain dan berdampak pada konflik;

4) melanjutkan proses hukum dengan tidak memihak dan

seimbang, artinya kalau kedua pihak sama-sama melanggar

hukum; kedua-duanya harus juga ditindak dan dilakukan

penyidikan;

5) proses penyidikan dilakukan secara profesional dan jelaskan

pada kedua pihak yang berkonflik agar proses hukum bisa

dipahami dan tidak menimbulkan salah pengertian;

6) bagi pelaku pelanggar hukum yang belum tertangkap agar

dibuat Daftar Pencarian Orang (DPO) dan disebarluaskan; dan

7) Koordinasikan dengan pihak JPU untuk mempercepat proses

penyidikan tindak pidananya.

15. Penyelamatan dan perlindungan terhadap korban.

a Tugas Polri terhadap korban

1) Memberikan pertolongan danevakuasi korban konflik secara

cepat dan tepat;

a) Melakukan pencarian terhadap korban konflik;

b) membantu memberikan pertolongan pertama kepada

korban yang kritis, sesuai dengan petunjuk tim kesehatan

lapangan;

Page 48: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

48

c) melakukan evakuasi korban manusia, yang dalam

keadaan kritis dan perlu mendapatkan pertolongan

lanjutan segera;

d) memberikan pertolongan dan mengevakuasi korban

menuju lokasi penampungan sementara yang aman;

e) menyerahkan penanganan korban ditempat evakuasi

sementara kepada petugas kesehatan.

2) Melakukan identifikasi terhadap korban konflik, baik korban

meninggal maupun luka-luka;

a) Mengumpulkan dan mengevakuasi korban meninggal ke

Rumah Sakit terdekat;

b) melakukan identifikasi jenazah di Rumah Sakit sesuai

dengan standart identifikasi jenazah (inafis dan DVI);

c) melakukan pendataan terhadap jumlah korban konflik,

baik yang meninggal dunia maupun yang luka-luka;

d) melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam

upaya penanganan para korban dan juga pengamanan

para korban di rumah sakit;

e) selalu melakukan up-date data korban untuk diberikan

kepada Humas Polri, agar tidak terjadi kesimpangsiuran

pemberitaan jumlah korban.

3) Membentuk Posko pengaduan orang hilang akibat konflik.

a) mendirikan Posko di tempat yang mudah terjangkau oleh

masyarakat, seperti Kantor Desa/Kelurahan atau Kantor

Kecamatan, untuk mendata laporan atau pengaduan

adanya orang yang hilang atau belum kembali akibat

konflik;

b) menyiapkan petugas dan kelengkapan poskoberupa alat

komunikasi dan alat tulis/catatan tabulasi; dan

Page 49: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

49

c) meng-update laporan dari masyarakat atau temuan dari

petugas di lapangan dan meneruskan laporan atau

temuan kepada pihak yang berkepentingan.

b. Tugas Polri dalam membantu Pemda/instansi terkait :

1) membantu menyiapkan tempat pengungsian yang aman bagi

kelompok yang terdesak;

a) Aparat Polri melakukan pencarian terhadap kelompok

terdesak/rentan atau kelompok korban yang bertahan

atau bersembunyi untuk dibawa ketempat pengungsian

sementara dengan pengawalan petugas Polri;

b) tempat pengungsian dikelola oleh Pemerintah daerah

dengan segala fasilitas kebutuhan dasar dan dijaga

keamanannya oleh petugas Polri;

c) Polri dapat memperbantukan petugas Kesehatan dan

psikolog Polri untuk membantu pengobatan pengungsi

dan menghilangkan trauma para korban akibat konflik;

d) membantu menyeleksi / membatasi para relawan yang

berada ditempat pengungsian disesuaikan dengan

kebutuhan para korban konflik;

2) membantu menentukan tempat perawatan medis untuk korban;

a) mendirikan pos pelayanan medis/ pengobatan/

kesehatan di tempat yang tepat dan aman;

b) menyiapkan kendaraan, peralatan, dan tenaga medis

sesuai dengan kebutuhan kesehatan lapangan;dan

c) menentukan Rumah Sakitrujukan, bagi korban yang tidak

bisa ditangani di pos kesehatan lapangan.

3) membantu mendirikan dapur umum, bila diperlukan;

a) mendirikan dapur lapangan di lokasi penampungan;

b) menunjuk personel yang mengelola dapur lapangan;

Page 50: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

50

c) menyiapkan bahan makanan, sarana dan prasarana

sesuai kebutuhan;dan

d) membantu pendistribusian makanan.

4) membantu menghimpun dan menyalurkanbantuan dukungan

logistik untuk para korban konflik:

a) mendata korban konflik yang berhak menerima bantuan

secara akurat;

b) mengawal pendistribusian bantuan dengan aman sampai

ke tempat tujuan; dan

c) membuat administrasi pembukuan terhadap penyaluran

bantuan sebagai pertanggungjawaban;

5) menetapkan lokasi crisis center atau pos komando pengendali

lapangan dan pusat informasi, bila diperlukan dengan

memperhatikan :

a) mendirikan pusat informasi atau Pos Komando yang

terpisah dari segala aktivitas lainnya;

b) mengatur ruang kerja, meteriil, dan penempatan staf;

c) menyiapkan rangkuman informasi awal dan memelihara

arsip semua rangkumannya;

d) melakukan perekaman kegiatan bantuan dan pertolongan

menggunakan video kamera baik bersifat umum maupun

khusus/menonjol.

16. Membatasi perluasan area dan terulangnya konflik

a. Melakukan isolasi untuk menghambat penyebaran konflik massa,

dengan cara :

1) menempatkan pasukan dalmas di lokasi terjadinya konflikguna

membatasi ruang gerak massa yang berkonflik;

2) menugaskan anggota untuk memberikan himbauan kepada

massa yang berkonflik agar tidak melakukan tindakan yang

dapat memicu terjadinya konflikkembali.

Page 51: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

51

b melakukan penyekatan terhadap jalur atau jalan yang dimungkinkan

untuk masuknya massa dari luar ke lokasi/daerah konflik:

1) membuat check point (pos pemeriksaan) dengan tetap

mempertimbangkan jumlah personel yang ada:

a) memilih lokasi yang tepat, untuk dijadikan check point

(bisa berupa pos tetap atau pos bergerak.);

b) menentukan personel yang ditugaskan pada check point

sesuai kebutuhan (dapat berupa personel gabungan);

c) membuat konsignes/pedoman tugas bagi petugas yang

bertugas pada check point seperti melakukan razia

dengan sasaran khusus/tertentu (senpi, sajam, identitas

dll.);

2) memberlakukan pembatasan dan pengamanan mobilitas

orang, barang, dan jasa dari dan ke daerah konflik;

3) menentukan jalan keluar masuk kendaraan ke lokasi konflik ;

4) melarang orang atau kendaraan yang tidak berkepentingan

untuk memasuki lokasi tempat terjadinya konflik; dan

5) apabila diperlukan dapat dilakukan patroli sabhara/brimob skala

besar dengan sasaran pada check point - check point (pos

pemeriksaan) yang telah ditentukan.

c. mencegah terjadinya konflik susulan dilakukan dengan cara :

1) Melakukan upaya pengamanan agar tidak terjadi aksi balas

dendam, baik berupa kekerasan fisik terhadap orang maupun

barang, sekalipun terjadi diluar wilayah konflik melalui:

a) Patroli selektif dan intensif pada sasaran tertentu yang

menjadi pusat berkumpulnya massa, dengan cara :

(1) menugaskan personel patroli dalam jumlah yang

cukup;

(2) memperhatikan kewaspadaan dan melakukan

body sistem untuk menghindari serangan

mendadak;

Page 52: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

52

(3) melakukan patroli dengan rute yang tidak tetap;

dan

(4) melakukan komunikasi dengan warga setempat.

b) Penjagaan tempat / obyek yang menjadi sasaran aksi

massadengan cara:

(1) membuat pos penjagaan pada tempat-tempat

strategis untuk memudahkan melakukan

pengawasan;

(2) menempatkan jumlah personel yang cukup pada

pos penjagaan yang telah dibuat; dan

(3) membuat konsignes/pedoman tugas bagi petugas

jaga dalam menghadapai kondisi tertentu.

2) Melakukan deteksi terhadap para pihak yang berkonflik, untuk

mengetahui isu, aspirasi yang berkembang dan rencana yang

akan dilakukan oleh masing-masing pihak, termasuk adanya

agenda tersembunyi sehingga bisa dilakukan langkah antisipasi;

3) segera melakukan konter terhadap isu provokatif yang

berkembang, baik melalui sms, jejaring sosial maupun media

massa;

4) melakukan bimbingan, penyuluhan dan pendekatan guna

memberikan penyadaran kepada kedua pihak untuk tidak saling

bermusuhan, tidak saling dendam, tidak saling emosi untuk

kemudian bisa membangun kehidupan bermasyarakat yang

harmonis kedepan;

5) melakukan tindakan tegas dan memproses secara hukum

terhadap orang yang sengaja melakukan perbuatan yang

memancing terulangnya konflik kembali;

Page 53: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

53

BAB V

PEMULIHAN PASCA KONFLIK

Pemulihan pasca konflik merupakan serangkaian kegiatan untuk mengembalikan

keadaan dan memperbaiki hubungan yang tidak harmonis dalam masyarakat

akibat konflik menuju ke keadaan semula, melalui:

17. Kegiatan rekonsiliasi, dilakukan dengan cara :

a. memediasi perundingan damai secara permanen yang meliputi :

1) mengajak para pihak yang berperan dalam konflik untuk

berdamai dan merumuskan butir-butir kesepakatan perdamaian;

2) melibatkan tokoh-tokoh berpengaruh yang diterima oleh para

pihak yang berkonflik guna memberikan pemahaman dan

mendorong terwujudnya perdamaian;

3) memberdayakan pranata sosial atau pranata adat dan

memperhatkan kearifan lokal dalam pelaksanan perundingan;

4) membuat kesepakatan bersama dengan mengikutsertakan

para pihak yang berkonflik, tokoh masyarakat, tokoh adat,

tokoh agama, tokoh pemuda,pemerintahan daerah serta

instansi terkait lainnya;

5) memonitor dan mengawasi pelaksanaan kesepakatan bersama

yang telah ditandatangani; dan

6) hindari sejauh mungkin proses perdamaian yang mensyaratkan

dihapuskannya proses penegakan hukum bagi pelaku

pelanggaran hukum yang menimbulkan korban jiwa.

b. memfasilitasi pemberian restitusi yang meliputi:

1) membantu memberikan masukan data korban jiwa (luka, dan

meninggal dunia) dan korban materi akibat konflik; dan

2) mengawasi pelaksanaan pemberian restitusi agar tepat sasaran

dan tidak disalahgunakan.

Page 54: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

54

18. Kegiatan rehabilitasi, dilakukan dengan cara:

a. pemulihan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat yang meliputi:

1) melakukan pengawasan dan pengamanan pada daerah pasca

konflik, melalui :

a) melakukan patroli dan bila diperlukan mengikutsertakan

unsur TNI dan atau pihak-pihak yang berkonflik;

b) melakukan penjagaan pada pos-pos pengamanan, baik

pos tetap maupun pos sementara;

c) melakukan pemeriksaan atau razia pada pos

pemeriksaan atau chek point pada pintu keluar /

masuk daerah pascakonflik; dan

d) melakukan pengamanan terbuka dan tertutup pada

kegiatan masyarakat dan pemerintah di daerah

pascakonflik.

2) melakukan kegiatan sambang dan patroli dialogis pada

komunitas pihak-pihak yang berkonflik;

3) meningkatkan kegiatan perpolisian masyarakat di daerah pasca

konflik; dan

b. melakukan kegiatan bakti sosial dan kesehatan pada daerah

pascakonflik yang meliputi:

1) menugaskantenaga medis Polri untuk membantu melakukan

pengobatan terhadap korban dan pengungsi;

2) menugaskan para psikolog Polri untuk membantu pemulihan

psikologis korban dan kelompok rentan, khususnya perempuan

dan anak-anak; dan

3) membantuPemda untuk kelancaran dan pengamanan

penyaluran bantuan sosial;

4) membantu Pemda dalam penanganan dan pengamanan para

pengungsi; dan

5) membantu Pemda dan masyarakat untuk membersihkan puing-

puing dan sampah akibat konflik atau kerusuhan.

Page 55: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

55

c. memperbanyak kegiatan simpatik lainnya yang meliputi:

1) melakukanpembinaan masyarakat yang dapat memperkuat

relasi sosial para pihak yang berkonflik, melalui kegiatan olah

raga bersama, kesenian, keagamaan, kerja bhakti dan kegiatan

sosial lainnya ;

2) membantuproses pengembalian dan pemulihan aset korban

konflik;

3) mendorong pemda untuk membuat program harmonisasi sosial

pada masyarakat bawah di daerah pascakonflik, termasuk

mengoordinasikan LSM, Ormas, perguruan tinggi, maupun

pihak lain yang akan membantu proses pemulihan.

19. Kegiatan rekonstruksi,dilakukan dengan cara:

a membantu memperbaiki lingkungan tempat tinggal, fasilitas umum, dan

fasilitas sosial yang rusak;

b membantu pemulihan dan penyediaan akses pendidikan, kesehatan

dan mata pencaharian;

c membantu pemulihan dan peningkatan fungsi pelayanan publik di

lingkungan dan atau daerah pasca konflik; dan

d membantu perbaikan dan pemulihan tempat-tempat ibadah yang

rusak akibat konflik;

Page 56: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

56

BAB VI

KELEMBAGAAN DAN MEKANISME PENANGANAN KONFLIK

20. Kelembagaan

a. Kelembagaan penyelesaian konflik pada hakikatnya melibatkan

berbagai pihak yang terdiri atas :

1) Polri;

2) TNI;

3) kementerian/kelembagaan terkait lainnya;

4) pemerintah daerah;

5) pranata adat dan atau pranata sosial; dan

6) masyarakat.

b. penanganan konflik sosial menjadi tanggung jawab Kepala Kesatuan

Wilayah Polri (Polres/ta /tabes/Polda) sesuai tingkatannya, selama

wilayah tersebut belum ditetapkan Status Keadaan Konflik oleh Kepala

Daerahnya.

c. persyaratan suatu daerah untuk ditetapkan Status keadaan Konflik oleh

Kepala Daerah, apabila :

1) Konflik tidak dapat dikendalikan oleh Polri; adalah kondisi

dimana eskalasi konflik makin meningkat dan resiko makin

meluas karena terbatasnya jumlah personel dan peralatan

kepolisian setempat.

2) Terganggunya fungsi pemerintahan; adalah terganggunya

kegiatan administrasi pemerintahan dan fungsi pelayanan

pemerintahan kepada masyarakat.

d. setelah ditetapkan Status keadaan Konflik, tanggung jawab

penanganan konflik beralih kepada Kepala Daerah sesuai tingkatan

konflik .

Page 57: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

57

21. Mekanisme penanganan konflik

a. penanganan konflik sosial dilakukan dengan memperhatikan setiap

tahapan, mulai dari tahap identifikasi potensi konflik, pencegahan

konflik, penghentian konflik dan pemulihan pascakonflik;

b. penanganan konflik sosial mengutamakan upaya pencegahan yang

didukung oleh identifikasi potensi konflik yang akurat, sehingga

potensi konflik tidak berkembang menjadi konflik terbuka;

c. dalam penanganan konflik sosial, Polri mengutamakan keterpaduan

dengan pemerintah daerah, TNI dan instansi terkait lainnya serta

mengikutsertakan pranata adat dan atau pranata sosial;

d. mengedepankan pranata adat dan atau pranata sosial dalam

mendorong penyelesaian konflik guna mendapatkan kesepakatan

melalui musyawarah untuk mufakat, dan hasil kesepakatan tersebut

memiliki kekuatan yang mengikat bagi para pihak yang berkonflik;

e. dalam hal penyelesaian konflik melalui mekanisme pranata adat

dan atau pranata sosial tidak dapat diselesaikan, maka dilakukan

proses penegakan hukum;

f. Polri dapat meminta bantuan perkuatan TNIdalam mengatasi

penghentian konflik dengan tetap mengacu pada ketentuan yang

berlaku;

g. pada tahap pemulihan pascakonflik, Polri bersama instansi terkait

serta pihak lainnya membantu pemerintah daerah dalam melakukan

rekonsiliasi, rehabilitasi dan rekonstruksi;

Page 58: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

58

BAB VII

P E N D A N A A N

22. Alokasi APBN dan APBD

a. Pendanaan untuk penanganan konflik , baik pada tahap identifikasi

potensi konflik, pencegahan konflik, penghentian konflik dan rehabilitasi

pasca konflik menjadi tanggung jawab pemerintah dan Pemerintah

daerah yang dialokasikan pada APBN dan atau ABPD sesuai dengan

tugas, wewenang dan tanggung jawab masing-masing;

b. Untuk satuan kerja jajaran Polri, dapat menggunakan anggaran yang

telah dialokasikan dalam DIPA masing-masing Satker/Satwil, baik

berupa :

1) dana dukops Satwil (Polda, Polres) ;

2) dana kontinjensi Polda;

3) dana kontinjensi Mabes Polri;

c. kegiatan penanganan konflik yang dapat dilakukan secara bersama

dengan Pemerintah Daerah, seperti pencegahan konflik

pembiayaannya dapat dibebankan pada anggaran Pemda atau

masing-masing;

d. Dalam hal pendanaan penanganan konflik mendapat bantuan/hibah

dari Pemda/APBD dapat dilakukan sepanjang tidak duplikasi dalam

penggunaanya dan sesuai mekanisme yang berlaku.

Page 59: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

59

BAB VIII

P E N U T U P

Pedoman Teknis Penanganan Konflik Sosial ini disusun untuk dipedomani dan

dilaksanakan di Tingkat Mabes Polri maupun Satuan Kewilayahan dan mulai berlaku

sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan : di Jakarta

pada tanggal : Januari 2013

KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Drs. TIMUR PRADOPO

JENDERAL POLISI

Page 60: PEDOMAN TEKNIS Penanggulangan Konflik Sosial

60