pedoman kriteria umum desain bendungan

Upload: satuempat2010

Post on 09-Jul-2015

1.866 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

a. Sebelum membuat desain, lebih dulu Perencana bendungan harus memenuhi halhal sebagai berikut:a. Pembangunan bendungan disamping akan memperoleh manfaat, berarti juga akan mengundang dan menyiapkan potensi bahaya. Bendungan yang runtuh akan menimbulkan banjir bandang yang sangat dahsyat yang mengancam keselamatan jiwa dan harta benda di hilir bendungan. b. Kejadian keruntuhan bendungan dapat menimpa bendungan mana saja dan kapan saja, sehingga Perencana bendungan harus melakukan antisipasi terhadap segala kemungkinan peluang terjadinya keruntuhan bendungan. c. Pada umumnya keruntuhan bendungan dimulai dari zona atau titiktitik lemahnya, bukan pada kondisi rata-ratanya, oleh karenanya dalam penyiapan desain perlu diperhatikan lebih pada zona atau titik-titik lemah tersebut. d. Agar dapat mengetahui dan memahami sifat, perilaku dan titiktitik lemah setiap tipe bendungan, sebelum membuat desain Perencana wajib mempelajari berbagai kejadian keruntuhan bendungan, mengkaji potensi penyebab dan model keruntuhannya sehingga dalam penyiapan desain dapat mengupayakan pencegahan-pencegahannya. e. Penyiapan desain bendungan harus dimulai dari konsep desain yang bersifat umum, kemudian dilanjutkan dengan mendetailkan bagianbagiannya, bukansebaliknya. Tubuh bendungan dan pondasinya harus ditinjau dalam satu kesatuan fungsi yang bekerja bersama-sama, tidak secara terpisah-pisah. f. Khusus untuk bendungan urugan, Karena adanya pengaruh-pengaruh: faktor alamiah, pembebanan dan kualitas pelaksanaan yang tidak seragam atau kurang baik, maka zonazona yang ada pada bendungan urugan didalam Pelaksanaannya tidak akan selalu dapat betul-betul homogeny seperti yang diasumsikan dalam desain. Memahami hal ini, Perencana bendungan harus mengambil langkah-langkah antisipasi terhadap kekurangankekurangan yang dapat terjadi, walaupun berdasarkan perhitungan mungkin tidak diperlukan. g. Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, Apabila terjadi kegagalan bendungan, Semua pihak yang terlibat dalam pembangunan dan pengelolaan bendungan yakni: Konsultan Perencana, Supervisi, Kontraktor dan Pengelola/ Pemilik bendungan, harus bertanggungjawab atas terjadinya kegagalan sesuai dengan bidang profesi masingmasing.

b. Dokumen-Dokumen yang Harus DisiapkanDokumen yang harus disiapkan pada tahap desain, sekurang-kurangnya adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e. Laporan Kaji Ulang atas dokumen-dokumen yang sudah ada sebelumnya Laporan Survei Topografi Laporan Investigasi Geologi dan Geoteknik Kriteria Desain Laporan Analisis Hidrologi1

f. g. h. i. j.

Laporan Perencanaan Pendahuluan Laporan Pengujian Model Hidraulik Laporan Perhitungan Desain (Design Calculation) Laporan Pelaksanaan Desain/ Nota Desain (Design Note) Gambar Desain

k. Panduan Operasi Pemeliharaan dan Pengamatan, untuk kondisi normal maupun darurat l. Spesifikasi Teknis m. Metoda Pelaksanaan Konstruksi dan Penggunaan Alat-Alat Berat n. Rencana Mutu Konstruksi (Contruction Quality Plan) o. Rencana Implementasi pemaketan Proyek, termasuk dokumen tender sesuai

p. Rencana Pembebasan Tanah dan Rencana Pemindahan Penduduk q. Analisis Ekonomi dan Finansial Rinci r. Laporan Studi AMDAL

c. Kriteria Dasar dan UmumSecara garis besar desain bendungan harus memenuhi kriteria dasar dan umum sebagai berikut:

d. Kriteria Dasara. aman terhadap kegagalan structural b. aman terhadap rembesan dan bocoran c. aman terhadap kegagalan hidraulik

e. Kriteria Umuma. Bendungan secara keseluruhan, termasuk tubuh, pondasi, abutmen (bukit tumpuan) dan tepi sekeliling Waduk harus selalu stabil dalam keadaan apapun juga termasuk dalam keadaan gempa bumi selama operasi dan pemeliharaan yang kemungkinan terjadi selama umur bendungan. Kalaupun ada penurunan, masih dalam batas toleransi yang diizinkan. b. Untuk mencegah terjadinya bahaya limpasan di atas puncak bendungan, harus diupayakan agar tinggi puncak bendungan setelah terjadi penurunan akhir masih cukup tinggi sehingga tinggi jagaan yang tersedia masih memenuhi standar yang diperlukan. Tinggi jagaan haruslah cukup untuk menahan limpasan air banjir sebagai akibat gelombang. c. Kapasitas bangunan pelimpah harus cukup untuk mengalirkan debit banjir desain dengan aman. Kapasitas bangunan pelimpah harus cukup untuk melewatkan debit banjir desain dengan aman sesuai SNI0334321994. Harus diupayakan pula agar kapasitas bangunan pelimpah tidak termasuk kapasitas bangunan pengeluaran lain. d. Tidak boleh terjadi debit rembesan dan tekanan yang berlebihan pada bendungan dan pondasi yang mengakibatkan terjadinya aliran buluh, sembulan pasir, retak hidraulik dan arching.2

e. Lereng-lereng bendungan, bangunan pelimpah, bangunan pengeluaran, sekeliling waduk, saluran, tebing sungai dan lain-lain yang terkait dengan bendungan, bila perlu diadakan perkuatan lereng dan tebing, agar selalu stabil dan tidak mudah longsor sehingga dapat dioperasikan dengan aman dan andal baik dalam keadaan normal maupun darurat.

f. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan tipe bendungan antara lain:a. b. c. d. e. f. g. h. Tujuan pembangunan bendungan Perlindungan terhadap aliran air dari pelimpah Keterbatasan bangunan pengeluaran Masalah yang dihadapi dalam pengalihan aliran selama pelaksanaan konstruksi Kemudahan akses ke lokasi bendungan Ketersediaan tenaga kerja dan peralatan Faktor fisik lokasi bendungan Keamanan bendungan

g. SURVEI DAN INVESTIGASIKetentuan-ketentuan teknis yang lebih rinci mengenai survai investigasi yang tidak diatur dalam Pedoman Kriteria Umum ini, hendaknya mengacu pada pedoman pedoman berikut: a. Panduan Perencanaan Bendungan Urugan, Volume II, Survai dan Investigasi ,Direktorat Jenderal Pengairan, 1999. b. Standar Perencanaan Irigasi, PT 02 Bagian Pengukuran, Ditjen Pengairan, 1986. c. Standar Perencanaan Irigasi, PT 03 Bagian Penyelidikan Geoteknik, Ditjen Pengairan, 1986.

h. Survai TopografiSemua kegiatan survai topografi harus menggunakan titik referensi yang sama, sedapat mungkin agar menggunakan titik referensi dari jaringan triangulasi. Tingkat ketelitian survai harus memenuhi standar yang berlaku. Data survai yang dibutuhkan pada setiap tahap pembangunan, antara lain:

i. a. Survai topografi untuk perencanaan umum1. Peta Daerah Pengaliran Sungai skala 1:25.000 sampai 1:50.000 2. Peta situasi cekungan waduk dan sekelilingnya termasuk lokasi bendungan utama, bendungan pelana, bangunan pelengkap, fasilitas penunjang, daerah galian, rencana relokasi jalan dan lain sebagainya, skala 1:5.000 - 1:10.000.

j. b. Survai topografi untuk perencanaan dasar dan perencanaan rinci1. Peta lokasi bendungan, skala 1:500 - 1:1.000.3

2. Potongan memanjang dan melintang lokasi bendungan, skala 1:200 1:500. 3. Potongan memanjang dan melintang bangunan pelimpah, skala 1:200 - 1:500. 4. Peta cekungan waduk, skala 1:500 - 1:5.000. 5. Potongan memanjang cekungan waduk, skala 1:200 - 1:500 6. Peta daerah sumber galian, skala 1:500 - 1:1.000 Peta Daerah Pengaliran Sungai, dapat menggunakan foto udara dan peta topografi yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang, yang dapat berupa Gambar peta atau data digital. Sebelum digunakan agar dilakukan uji validitas untuk menyakinkan bahwa datanya baik dan valid digunakan.

k. Investigasi Geologi dan GeoteknikKegiatan yang perlu dilakukan, antara lain: a. b. c. d. e. f. Pengumpulan dan pengkajian data dan hasil studi yang telah ada Investigasi geologi permukaan Investigasi bawah permukaan Uji in-situ geoteknik Uji laboratorium Pengolahan hasil investigasi

Jenis, metode dan tingkat akurasi investigasi geologi, harus dilakukan sesuai dengan tahapan pelaksanaan. Pelaksana investigasi (investigator) harus memiliki kemampuan: mengklasifikasi tanah dan batuan, memahami sifat Teknik dan geologi berbagai bentuk rupa bumi (lands form) terbiasa dengan metode-metode: sampling, logging, serta uji lapangan dan laboratorium untuk bendungan.

l. Investigasi Geologi PermukaanPeta dasar yang digunakan berupa foto udara atau peta topografi: a. Peta wilayah dengan skala 1:50.000 sampai 1:100.000 b. Peta semi detil lapangan skala 1:10.000 sampai 1:25.000 c. Peta detil dengan skala 1:500 sampai 1:5.000 Data yang diperoleh dari investigasi ini harus mampu memberi informasi mengenai: stratigrafi; struktur geologi; orientasi bidang diskontinyuitas seperti struktur sesar; kekar; jurus; kemiringan lapisan; jenis dan sifat batuan; hidrogeologi; daerah longsoran; lokasi sumber material timbunan dan aggregate beton. Peta geologi perlu disiapkan, pada lokasi-lokasi berikut: a. Cekungan waduk dan daerah sekitarnya, dengan skala 1:500 - 1:5.000 b. Lokasi bendungan utama dan pelana, bangunan pelengkap, skala 1:500 1:1.000 c. Lokasi sumber galian, skala 1:500 - 1:1.0004

d. Lokasi lain yang dianggap perlu

m.Investigasi Geologi Bawah Permukaan n. a. Survai SeismikPada desain awal: survai seismic diperlukan untuk memperkirakan kedalaman lapisan tanah dan batuan, lokasi rekahan, struktur sesar, kondisi dan tingkat pelapukan batuan. Jalur survai, paling tidak dilakukan pada: sepanjang tapak bendungan sejajar poros bendungan, palung sungai, tumpuan kanan dan kiri, serta sepanjang bangunan pelimpah. Pada desain rinci: survai seismic diperlukan untuk melengkapi data yang diperoleh pada tahap desain awal.

o. b. PemboranPemboran diperlukan untuk mengetahui secara langsung kondisi geologi di calon lokasi bendungan, bangunan pelengkap dan sumber galian. Pemboran dilakukan menggunakan "rotary core drilling" dengan diameter mata bor > 56 mm. Kedalaman pemboran di lokasi bendungan pada prinsipnya harus sampai menembus batuan dasar lebih dari 5 meter, atau secara umum paling tidak 2/3 kali tinggi bendungan. Kedalaman yang pasti ditetapkan berdasarkan hasil uji seismic dan geologi setempat. Selama pemboran harus dilakukan berbagai uji, yang antara lain: 1. Uji penetrasi standar (SPT) pada setiap interval kedalaman 2 meter atau setiap pergantian lapisan 2. Uji permeabilitas pada setiap interval kedalaman 1,5-3 meter. Metode uji permeabilitas (uji packer bertekanan, atau open end test) disesuaikan dengan karakteristik formasi. Pada tahap desain awal: paling tidak diperlukan 2 lobang bor pada poros bendungan masing-masing di tumpuan kanan dan kiri; 2 atau 3 lubang bor di palung sungai kecuali bila terlihat adanya singkapan batuan segar jumlah lobang bor dapat dikurangi; 1 lobang bor di bawah mercu pelimpah, dan di tempat-tempat lain yang memeriukan. Bila lembah sungai sempit dan diduga merupakan jalur struktur sesar, perlu dilakukan pemboran miring pada sisi tebing sungai menembus formasi batuan di bawah sungai. Pada desain rinci: jumlah dan lokasi pemboran tergantung pada kondisi geologi setempat, dengan mempertimbangkan titik-titik pemboran yang telah dilaksanakan pada tahap desain awal. Secara umum lokasi pemboran sama dengan jalur pemboran pada desain awal, namun Jarak titik pemboran perlu dirapatkan dengan Jarak antara masing-masing titik pemboran disarankan berkisar antara 20 sampai 30 m. Inti hasil pemboran, harus disimpan dengan baik didalam peti kayu, disusun sesuai kemajuan pemboran. Diskripsi sample inti pemboran harus dicatat dalam kolom-kolom format laporan (log bor) yang antara lain memuat: nama5

pelaksana, tanggal, elevasi, diskripsi, Satuan batuan, perolehan inti, RQD, koefisien permeabilitas, SPT, air pembilas, dan lain-lain yang perlu.

p. c. Terowong ujiMetode ini disarankan untuk dilakukan bagi bendungan besar tinggi di atas 30 meter, dimana kekuatan pondasi sangat penting untuk diketahui. Terowong uji dibuat 1 atau 2 buah pada tumpuan kiri dan atau kanan tergantung kondisi geologi setempat.

q. Uji In-situ GeoteknikAda dua faktor kekuatan penting yang harus diketahui pada batuan pondasi, yaitu: kuat desak atau kuat tarik dan kuat geser. Uji kuat desak atau kuat tarik dapat dilakukan di laboratorium terhadap sample inti pemboran dan galian uji, namun evaluasi terhadap fondasi tidak dapat hanya berdasar pada uji laboratorium Karena pengaruh dari retakan dan kelembaban alamiah batuan tidak tercermin didalam hasil uji. Oleh Karena itu disamping uji laboratorium juga perlu dilakukan uji insitu pada tanah batuan asli yang langsung dilakukan pada lobang bor seperti yang telah diuraikan di atas, dan atau pada galian uji. Jenis uji in-situ yang dilakukan pada terowong atau sumuran uji antara lain: a. Uji pembebanan/ uji deformasi b. Uji in-situ geseran c. Uji cepat rambat gelombang elastis Disamping itu perlu dikaji ketahanan batuan terhadap proses pelapukan (slaking) untuk mengetahui stabilitasnya jangka panjang.

r. Uji LaboratoriumUjilaboratoriumdiperlukanuntuk: a. Melakukan analisis sifat Teknik batuan (fragmen pembentuk batuan) dan melengkapi data untuk mengklasifikasi batuan dengan membandingkan sifat fisik dan sifat kimiawi fragmen batuan. b. Mengetahui sifat Teknik batuan atau fragmen batuan Sebagai bahan timbunan, agregat beton dan lain sebagainya serta untuk mengevaluasi mutu bahan. Sesuai jenis material yang diuji, pekerjaan uji laboratorium dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu uji laboratorium mekanika tanah dan mekanika batuan seperti berikut:

s. a. Uji laboratorium mekanika tanahSample tanah yang akan diuji untuk investigasi pondasi adalah tanah asli. Lingkup uji meliputi:

6

1. Sifat fisik, antara lain: berat spesifik (Gs), berat isi (yn), kadar air (Wn), analisis butiran (m%), batas-batas Atterberg, hidrometer. 2 Sifat mekanik/ Teknik antara lain: uji geser langsung (CD), konsolidasi (Cc, Cv, Es), uji triaksial: tak terdrainase dan terkonsolidasi (consolidated undrained, CU), tak terdrainase dan tak terkonsolidasi (unconsolidated undrained, UU), (consolidated drained, CD). Uji permeabilitas, dan bila perlu uji Erodibility atau slake durability test.

t. b. Uji laboratorium mekanika batuan 1. Sifat fisik:selalu: berat spesifik, permeabilitas; berat satuan, porositas, serap lembab,

seringkali: modulus elastisitas dinamis, nilai poison dinamis; stabilitas terhadap pembasahan dan penyerapan air; besarnya pengembangan (swelling) dan tekanan akibat perendaman, dll.

2. Sifat mekanik:selalu: kuat tekan bebas (unconfined compressive strength), modulus deformasi (elastis), nilai poison seringkali: triaksial-konstanta kekuatan batuan (c, o), modulus deformasi, nilai poison; geseran langsung kekuatan geser, konstanta batuan: tegangan tarik Brasilian bilaperlu: tegangan tarik satu dimensi; bengkokan; daya dukung kekerasan (shore hardness); koefisien restitusi.

u. Investigasi MaterialInvestigasi ini dilakukan untuk mengetahui dan menentukan: a. Kualitas material, yang mencakup klasifikasi teknis, sifat fisik, dan mekanik, sekaligus menetapkan material yang memenuhi persyaratan desain dan konstruksi. b. Ketersediaan cadangan material yang memenuhi syarat. c. Kondisi yang berkaitan dengan penggalian, lokasi sumber yang mencakup jalan masuk, jarak, status, perlunya konservasi, dan lainlain.

v. Kegiatan investigasi yang perlu dilakukan: investigasi geologi permukaan, investigasi geologi bawah permukaan untuk mendapatkan data mengenai: kualitas, jumlah, penyebaran, ketebalan endapan, jenis sifat, derajat pelapukan, pola dan bidang diskontinyuitas.

Cadangan material yang tersedia harus lebih besar 2 sampai 3 kali volume kebutuhan actual untuk konstruksi. Investigasi geologi permukaan, membutuhkan peta dasar skala 1:500 sampai 1:1.000.7

Investigasi bawah permukaan, diperlukan untuk mengetahui secara langsung kondisi di bawah permukaan. Metode yang lazim: dengan pemboran inti dan survai seismic untuk lokasi material batu; pemboran auger mesin atau tangan serta puritan dan ata usumuran uji untuk lokasi material tanah. Penempatan titik pemboran sebaiknya dengan sistim grid, sedang lokasi dan jumlah puritan atau sumuran uji, ditetapkan berdasarkan persyaratan jumlah sample yang harus dipenuhi. Kebutuhan minimal mengenai jenisi nvestigasi dan uji material sesuai jenis materialnya, diuraikan pada sub-bab 3.4.1 dan pada Tabel 3.1.

w. Material Kedap Air/ Tanah Lempungana. Tahap pemilihan lokasi sumber galian 1. sumuran uji setiap interval grid 150 200 m 2. uji fisik: 1 sample setiap 25.000 m3 material 3. uji dinamik: 1 sample setiap 50.000 m3 material b. Tahap desain rinci 1. sumuran uji atau pemboran auger setiap interval grid 50 - 100 2. uj ifisik: 1 sample setiap 10.000 25.000 m3 material 3. uji dinamik: 1 sample setiap 50.000 m3 material

x. Material Semi Kedap Air/ Tanah Pasirana. Tahap pemilihan lokasi sumber galian 1. uji fisik: 12 sample 2. uji dinamik: 12sample b. Tahap desain rinci 1. uji fisik: 12 sample, tergantung pada gradasi material

y. Material Lulus Air/ Batua. Tahap pemilihan lokasi sumber galian 1. Pemboran, dilakukan biia perlu 2. Uji batuan (kecuali uji geser) 10 sample tiap jenis 3. Uji gradasi, untuk material endapan sungai b. Tahap desain rinci 1. pemboran untuk konfirmasi kualitas dan kuantitas, 1 lobang setiap 200.000 m3 2. Uji batuan: 5 sample tiap jenis 3. Uji geser: 5 sample tiap jenis Tabel 3-1 Jenis Uji Material Bendungan Urugan

8

Material dan Tahap Studi Uji Berat spesifik Kandungan

Material Kedap Air Desain O O O O O + + + + O + O O O + + Konstr O O O O O + + + + O + O O O + +

Material Semi Kedap Air Desain O O O + + Konstr O O O O + + + +

Material Lulus Air Desai n O O Kons tr O O O + +

Keterangan Ukuran butiran kurang dari 4,76mm 1) Untuk material lulus air, lunak, batuan berbutir halus yang cenderung retak dan slaky, harus diambil sampelnya 1) 1): sample termasuk tanah berbutir halus yang diuji pada kondisi yang tidak kering

air

Analisis butiran Uji Sifat Fisik Batas cair Batas plastis Kandungan

+ + +

organik

Uji LapanganDispersion Lainlain Pemadatan Indek konus Permeabilitas Konsolidasi Geser/ triaksial B Butiran Uji Sifat Dinamis

+ O

+ O

+ +

+ O Bila mold/ cetakan yang digunakan tidak standar, ukuran maksimum butiran halus kurang dari 1/5 dia meter dalam mold, harus > 10 cm. Indeks pemadatan harus ditetapkan bila: Md > 1 0, dmax 10,

O + O + +

O + O + +

+ + O + +

+ + O O +

halus

Lain-lain

dmax