pedodonsia

32
MANAJEMEN PASIEN ANAK DENGAN KELAINAN KARDIOVASKULAR DAN RESPIRATORY DI BIDANG KEDOKTERAN GIGI MAKALAH Oleh: Shelvina Ayu Damayanti 091611101059 Dosen Pembimbing: Drg. Niken Probosari, M.Kes

Upload: shelvinaayoedamayanti

Post on 25-Dec-2015

238 views

Category:

Documents


39 download

DESCRIPTION

penyakit sistemik pada anak

TRANSCRIPT

MANAJEMEN PASIEN ANAK DENGAN KELAINAN

KARDIOVASKULAR DAN RESPIRATORY

DI BIDANG KEDOKTERAN GIGI

MAKALAH

Oleh:

Shelvina Ayu Damayanti

091611101059

Dosen Pembimbing:

Drg. Niken Probosari, M.Kes

BAGIAN PEDODONSIA

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS JEMBER

2014

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.

Banyak sekali gangguan kesehatan yang sifatnya sistemik dan akan

berdampak terhadap kesehatan mulut, baik secara langsung maupun secara tidak

langsung. Kelainan sistemik ini bisa mengenai sistem neurologi, respiratory,

kardiovaskuler, infeksi sistemik, dan berbagai gangguan kesehatan lainnya.

Kelainan Kardiovaskuler merupakan suatu gangguan yang terjadi pada

sistem kardiovaskuler sehingga menimbulkan beberapa keadaan yang tidak

menguntungkan kesehatan pasien. Kelainan kardiovaskuler terdiri dari kelainan

jatung kongenital seperti Ventricular Septal Defect (VSD), Atrial Septal Defect

(ASD), Patent Ductus Arteriosus (PDA), Teratology of Fallot (TOF) dan kelainan

jantung dapatan seperti Demam Rematik maupun Endocarditis Bakterialis. Pada

anak-anak yang umumnya terjadi adalah penyakit Congenital Heart Disease

(CHD) dan demam rematik sekitar 8-10 kasus per 1000 anak lahir hidup atau

sekitar 1% yang merupakan salah satu jenis medically compromised patient yang

sering datang ke praktek dokter gigi. Manifestasi klinis tergantung dari anomaly

struktur yang diderita. Biasanya pasien CDH menunjukkan manifestasi oral

seperti sianosis gingiva, stomatitis, glositis, defek email terutama pada gigi

sulung, dan penyakit periodontal (Syarif, 2011).

Sistem Respiratory pada dasarnya bertanggung jawab terhadap pertukaran

O2 dan CO2 antara darah dan lingkungan luar. Jika sistem pertukaran

gas tersebut tidak berjalan normal, maka akan bisa menimbulkan dampak

terhadap tubuh. Kelainan sitem respiratory tergantung dimana letak kelainan pada

sitem respiratory seperti Asma, Faringitis, Sinusitis, Influenza, dan penyakit paru

obstruktif kronik. Penyakit yang paling sering dijumpai pada pasien anak-anak

adalah asma dan penyakit paru obstruktif kronik sekitar 1 dari 10 anak atau 5-10%

dari total anak lahir hidup . Penyakit tersebut banyak dijumpai pada pasien anak di

praktek kedokteran gigi yang biasanya mempunyai manifestasi oral berupa

2

hipertrofi gingiva anterior maupun kandidiasis parah akibat penggunaan obat-

obatan sehingga diperlukan menejemen yang berbeda dengan pasien lainnya

(Lozano et al, 2011).

Pada makalah ini akan dibahas penyakit sistemik pada sistem

kardiovaskuler dan respiratory pada anak-anak dan penatalaksanaannya di bidang

kedokteran gigi.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana manajemen pasien anak dengan kelainan kardiovaskuler dan

respiratory di bidang kedokteran gigi?

1.3 Tujuan

Mengetahui manajemen pasien anak-anak dengan kelainan kardiovaskuler

dan respiratory di bidang kedokteran gigi.

3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Penyakit Sistemik pada Anak

Penyakit sistemik merupakan symptom atau gejala penyakit yang

berhubungan dengan adanya kelainan kondisi sistem metabolisme tubuh manusia

sehingga akan mempengaruhi keadaan umum tubuh. Berbagai macam kondisi

penyakit sitemik pada anak seperti kelainan kardiovaskuler (jantung), gangguan

endokrin, gangguan pernafasan, pembuluh darah, penyakit ginjal, dan lain-lain.

1.1.1 Kelainan Kardiovaskuler pada Anak

Congenital Heart Diseases (CHD)

Anak dengan penyakit jantung kongenital merupakan kelompok

medically compromised children yang paling banyak dijumpai dokter gigi.

Kelainan jantung dibagi ke dalam dua kelompok utama;

A. PENYAKIT JANTUNG KONGENITAL

Penyakit jantung kongenital yaitu yang dapat terjadi sebelum atau saat

kelahiran dan kelainan jantung dapatan yang dapat terjadi pasca natal. Hampir

semua penyakit jantung pada anak terjadi secara kongenital dengan prevalensi 8-

10 per 1000 kelahiran hidup. Kelainan jantung kongenital meliputi antara lain

Defek Septum Ventrikular (VSD), Defek Septum Atrial (ASD), Patent

Ductus Arteriosus (PDA), dan Tetralogi Fallot (ToF). Etiologi penyakit

jantung kongenital dapat merupakan kombinasi faktor genetik dan lingkungan

prenatal, termasuk infeksi trimester pertama kehamilan. 35% penderita sindrom

down biasanya memiliki penyakit jantung kongenital dengan derajat ringan

sampai berat (Nowak dalam Syarif,2011).

4

1. Ventricular Septal Defect/ VSD

VSD adalah defek septum dalam dinding ventrikel yang paling banyak

terjadi. Defek kecil biasanya tanpa gejala dan diketahui saat pemeriksaan rutin.

Defek besar dapat menyebabkan sesak nafas, kesulitan makan dan buruknya

peitumbuhan. 30%-50% defek kecil dapat menutup sendiri dan terjadi di tahun

pertama, sedangkan defek besar biasanya ditutup dengan pembedahan.

2. Atrial Septal Defect/ASD

Atrial Septal Defect/ASD adalah defek septum dekat foramen ovale, lebih

sering pada orang dewasa.

3. Patent Ductus Arteriosus /PDA

Patent Ductus Arteriosus /PDA merupakan kegagalan penutupan duktus

yang menghubungkan areteri pulmonalis dengan aorta, hal ini sering terjadi pada

bayi lahir dengan prematur.

4. Tetralogy of fallot (TOF)

Tetralogy of fallot (TOF) meliputi kelainan jantung bawaan tipe sianotik

yang paling banyak terjadi dengan persentase 7 — 10% dari seluruh Congenital

Heart Defect (CHD), merupakan kasus yang cukup berat, karena terdiri dari 4

defek yaitu Ventricular septaldefect, pulmonarhy stenosis, dextroposition aorta,

right ventricular hypertrophy. TOF ini merupakan kelainan pertumbuhan jantung

dimana terjadi defek atau lubang dari infundibulum septum intraventrikular dan

umumnya TOF menyebabkan sianosis saat lahir dan saat bayi (Jowett, 2000)

Gambar 1. Sianosis pada bayi dengan kelainan jantung bawaan

5

B. PENYAKIT JANTUNG DAPATAN

Penyakit jantung dapatan meliputi antara lain myokarditis,

endokarditis infektif, dan rheumatic fever. Penyakit jantung dapatan

juga dapat menyebabkan kematian pada pasien (Cameron dalam Syarif, 2011).

1. Demam Rematik

Demam rematik merupakan penyakit jantung dapatan yang dapat

disebabkan infeksi pernafasan oleh streptokokus hemolitikus grup A dan adanya

faktor predisposisi untuk terjadinya demam rematik. Manifestasi klinis; dapat

bersifat mayor dan minor. Mayor yaitu meliputi adanya carditis, poliartritis,

eritema marginatum, chorea. Minor yaitu fever, poliarthralgia. Penyakit ini dapat

merusak endokardium dan mengenai bagian jantung lainnya bahkan organ

lainnya. Pencegahan meliputi pemberian antibiotik profilaksis pada saat awal fase

akut.

2. Endokarditis bekterialis

Endokarditis bakterialis merupakan adanya infeksi dari dinding

permukaan

endokardial, dapat terjadi karena adanya defek dari endokardial atau dapat juga

disebabkan oleh septikemia. Mekanisme terjadinya endokarditis bakterialis tidak

jelas tetapi diduga berhubungan dengan endothelium, bakteri dan respon inang.

Infeksi bermula dari kerusakan permukaan endotel yang menyebabkan kerusakan

lokal yang mengakibatkan terjadinya lesi pada kardiak. Tanda Endokarditis

bakterialis adalah demam, murmur jantung, kultur darah positif. Komplikasi yang

paling buruk adalah terjadinya gagal jantung (Syarif,2011)

1.1.2 Kelainan Respiratory pada Anak

1. ASMA

Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan nafas yang

melibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas

bronkus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan nafas, dan gejala pernafasan.

Obstruksi jalan nafas pada umumnya bersifat reversibel, namun dapat menjadi

6

kurang reversibel bahkan relatif nonreversibel, tergantung berat dan lamanya

penyakit.

Asma merupakan penyakit kronis yang tersering terjadi pada anak dan

masih merupakan masalah bagi pasien, keluarga, ,maupun klinisi dan juga peneliti

asma. Selain karena jumlahnya yang bnayak, pasien asma anak dapat terdiri dari

bayi, anak, dan remaja, serta mempunyai permasalahan masing-masing dengan

implikasi khusus pada penatalaksanaanya (Akib, 2002).

Gejala yang timbul biasanya berhubungan dengan beratnya derajat

hiperaktivitas bronkus. Obstruksi jalan nafas dapat reversibel secara spontan

maupun dengan pengobatan.

Gejala-gejala asma menurut Akib (2002) yaitu::

a. Bising mengi (wheezing) yang terdengar atau tanpa stetoskop

b. Batuk produktif, sering pada malam hari

c. Nafas atau dada sering tertekan

d. Perasaan lelah dan lesu. Ini menandakan tidak terdapat cukup

oksigen yang didistribusikan ke tubuh oleh paru-paru

e. Susah tidur

f. Lebih sensitif terhadap alergi

g. Pembacaan rendah bila diperiksa menggunakan peak flow meter.

Peak flow meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur fungsi paru-

paru dan untuk menentukan apakah paru-paru bekerja di tingkat normal

dalam memanfaatkan oksigen. Gejalanya bersifat paroksimal, yaitu

membaik pada siang hari dan memburuk pada malam hari

The National Heart, Lung, dan Blood Institute (NHLBI dari National

Institutes of Health mengkategorikan asma menjadi 3 keparahan yaitu asma

ringan, sedang, dan berat yang didasarkan pada frekuensi dan keparahan gejala

asma per hari, seperti frekuensi dan keparahan gejala siang hari, maupun gejala di

malam hari.

Anak-anak dengan pengalaman asma ringan mengalami mengi kurang dari

2x/minggu, tidak memiliki gejala nokturnal (sesak saat malam hari), dan memiliki

7

toleransi latihan yang relatif baik. Anak-anak dengan asma sedang mengalami

mengi 2-5x/ minggu, disertai gejala nokturnal, dan toleransi latihan yang terbatas.

Anak-anak dengan asma yang berat atau parah biasanya mengalami mengi harian

dan gejala nokturnal yang sering lebih sering dibandingkan asma sedang dan juga

tidak ada toleransi latihan (Henry et al., 1996).

2. FARINGITIS

Faringtis merupakan radang pada faring sehingga timbul rasa nyeri pada

waktu menelan makanan.

Gejala Faringtis :

sakit pada tenggorokan

a. tenggorokan terasa tersumbat secara konstan

b. sakit dan terasa sukar saat menelan, menelan ludah biasanya lebih sakit

daripada menelan makanan.

c. Suara menjadi serak dan menjadi batuk

d. Mulut berbau kurang sedap

e. Demam, sakit kepala, sakit pada otot dan sendi, dan keluar ingus.

Beberapa pencegahan dan perawatan yang dapat dilakukan untuk

mengatasi radang tenggorokan antara lain :

a. cukup beristirahat

b. berkumur dengan air garam hangat beberapa kali sehari

c. bagi perokok harus berhenti merokok

d. banyak minum dan hindari makanan yang dapat menyebabkan iritasi

e. minum antibiotik, dan jika diperlukan dapat minum analgesik.

f. tindakan pencegahan dilakukan dengan menghindari pemakaian pelembab

udara yang belebihan (Anonim,2011)

2. SINUSITIS

Sinusitis adalah peradangan pada rongga udara di dalam saluran hidung.

Sinusitis dapat disebabkan oleh infeksi, tetapi juga dapat disebabkan oleh alergi

dan iritasi kimia atau partikel dari sinus. Sinus atau sering pula disebut dengan

8

sinus paranasalis adalah rongga udara yang terdapat pada bagian padat dari tulang

tengkorak di sekitar wajah, yang berfungsi untuk memperingan tulang tengkorak.

Sinusitis disebabkan oleh pembengkakan dari lapisan dalam sinus.

Pembengkakan ini menyebabkan lendir yang terdapat di dalam sinus tidak dapat

mengalir ke luar. Tekanan yang tinggi akibat cairan menyebabkan nyeri di wajah

serta kesulitan bernapas. Untuk sebagian besar orang, sinusitis dapat segera diatasi

dengan terapi sederhana. Namun sebagian kecil tetap berlangsung terus-menerus

walaupun sudah diobati dengan optimal, atau gejalanya berlangsung berat, timbul

komplikasi seperti infeksi menyebar ke tulang dan otak, sehingga terkadang

diperlukan tatalaksana pembedahan (Anonim,2011).

Gambar 2. Sinusitis pada anak

3. INFLUENZA

Influenza (flu) adalah suatu infeksi virus yang menyebabkan demam,

hidung meler, sakit kepala, batuk, tidak enak badan dan peradangan pada selaput

lendir hidung dan saluran pernafasan.

Gejala influenza dapat meliputi:

a. Demam dan perasaan dingin yang ekstrem (menggigil, gemetar)

b. Batuk

c. Sumbatan hidung

9

d. Nyeri tubuh, terutama sendi dan tenggorok

e. Kelelahan

f. Nyeri kepala

g. Iritasi mata, mata berair

h. Mata merah, kulit merah (terutama wajah), serta kemerahan pada mulut,

tenggorok, dan hidung

Gaya hidup sehat untuk mencegah influenza

a. Olahraga teratur.

Untuk menjaga kebugaran, lakukan olahraga teratur minimal dua kali

seminggu. Lakukan lari-lari kecil atau jogging sekedar untuk memanaskan

tubuh.

b. Tenang.

Stres dapat mengurangi kadar cytokines dalam tubuh. Cytokines adalah

jenis protein yang bermanfaat mengentaskan infeksi. Maka hindari stress

seminimal mungkin.

c. Tidur nyenyak.

Jadwal tidur yang teratur serta kualitas tidur yang baik berguna menjaga

kesehatan sistem imunitas tubuh Anda.

d. Teratur membasuh tubuh.

Kegiatan ini dapat mengurangi risiko infeksi. Setelah mandi Anda juga

dapat menggunakan lotion tubuh untuk mencegah kuman terperangkap di

dalam kulit (Anonim,2011)

3.1 Perawatan Gigi pada Anak

1. Perawatan Medis

Pada saat ini banyak keluarga yang memiliki dokter keluarga atau dokter

khusus/spesialis. Hal ini akan memudahkan dokter gigi memperoleh informasi

mengenai riwayat kasus anak bila diperlukan. Jika orang tua kurang yakin

mengenai penyakit anaknya yang lampau (misal rematik fever) dan orang tua

hanya ingat anaknya pernah menderita suatu penyakit, maka dokter gigi dapat

meminta keterangan kepada dokter keluarga.

10

Manifestasi penyakit sistemik sering terlihat di rongga mulut, misalnya

blood dycrasia. Oleh karena itu setiap pemeriksaan harus selalu memeriksa

seluruh jaringan mukosa dan memperhatikan setiap perubahan yang terjadi.

2. Perawatan Sistemik

Premedikasi seringkali dibutuhkan pada saat anak menderita penyakit

tertentu yang diberikan oleh dokter yang merawatnya. Pemberian obat dalam

jangka panjang menunjukkan adanya penyakit sistemik yang diderita pasien dan

pemberian obat dalam waktu lama dapat menimbulkan efek samping. Misalnya

pemberian obat dilantin sodium pada penderita epilepsi dapat menyebabkan

gingiva hiperplasia. Dokter gigi juga dapat memberikan perawatan sistemik

terlebih dulu (pemberian resep/premedikasi) bila anak mempunyai keluhan

bengkak atau sakit.

3. Perawatan Persiapan

Dokter gigi mengajarkan kepada anak dan orang tua cara pemeliharaan

gigi di rumah serta melakukan oral profilaksis dengan cara memberikan contoh

kepada pasien. Pada kunjungan berikutnya dievaluasi mengenai instruksi yang

telah diajarkan tersebut. Pada anak yang menunjukkan karies yang aktif perlu

diberikan diet kontrol yaitu menghindari makanan yang menyebabkan karies dan

menganjurkan makanan yang baik.

Bila dijumpai keadaan yang memerlukan perawatan orto terutama kasus

yang berat, sebaiknya dikonsultasikan ke spesialis orto, juga bila diperlukan

tindakan bedah mulut. Perawatan endodonsi juga dilakukan pada tahap ini

sehingga tahap ini disebut juga tahap awal atau perawatan awal.

4. Perawatan Korektif

Perawatan korektif disebut juga perawatan final atau akhir. Perawatan

final antara lain adalah pembuatan restorasi, protesa, pencabutan atau space

maintainer. Bila semua perawatan telah dilaksanakan dianjurkan untuk kembali

tiga bulan kemudian bagi anak dengan karies aktif dan enam bulan bagi anak lain.

11

5. Perawatan Periodik

Suatu rencana perawatan idealnya diberitahukan kepada orang tua pasien

dengan mempergunakan model ronsen dan alat bantu lain. Perawatan sebaiknya

segera dilaksanakan terutama pada pasien anak. Ada kalanya rencana perawatan

terpaksa dirubah, misalnya saat melakukan penambalan gigi terjadi perforasi pada

tanduk pulpa sehingga terpaksa dilakukan pulpotomi vital atau pulp capping.

Gigi karies harus direstorasi untuk mencegah terkenanya pulpa dan

menghindari pencabutan. Pencabutan yang terlalu dini dapat menyebabkan

maloklusi. Gigi sulung yang karies harus direstorasi untuk mengembalikan fungsi

yang normal sampai pada penggantian gigi pada waktunya. Untuk tujuan tersebut

perlu dilakukan :

1. Membuang jaringan karies supaya karies tidak meluas mengenai jaringan

pulpa.

2. Mengembalikan gigi yang karies dengan bahan restorasi yang sesuai supaya

dapat berfungsi dengan baik.

3. Mengembalikan morfologi gigi agar supaya oklusi dan titik kontak tidak

berubah sehingga dapat menjaga lengkung gigi.

4. Memperbaiki penampilan

12

BAB III. PEMBAHASAN

3.1 Perawatan Gigi pada Anak dengan Kelainan Kardiovaskuler

1. CRONIC HEART DISEASE (CHD)

a. Manifestasi CHD di Rongga Mulut:

Tidak ada tanda oral spesifik pada pasien dengan CHD, manifestasi klinis

tergantung dari anomali struktur yang diderita. Manifestasi oral dan CHD adalah

sianosis gingiva (gingiva lebih pucat atau berwarna kebiruan) dan stomatitis

(peradangan pada mukosa), glositis (peradangan pada lidah), defek email terutama

pada gigi sulung (email lebih rapuh), meningkatnya risiko karies dan penyakit

periodontal (peradangan pada jaringan pendukung gigi). Selain itu, anak-anak

CHD secara signifikan menderita atau prevalensi yang lebih tinggi mesioklusi dan

berdesakan dibandingkan dengan anak yang sehat. Anak-anak dengan CHD

memiliki tingkat prevalensi karies yang gigi, enamel hypoplasia, and periodontal

disease dibandingkan dengan anak-anak sehat (Kerrod et al. 1992).

Gambar 3. Sianosis pada Gingiva Gambar 4. Stomatitis

13

Gambar 5. Gingivitis

Gambar 6. Tingkat karies yang tinggi pada anak dengan kelainan jantung

Gambar 7. Glositis

14

b. Penatalaksanaan Pasien CHD

Perawatan gigi untuk anak dengan CHD adalah dengan

penekanan pada posedur pencegahan/preventif penyakit gigi. Saat seorang

anak diketahui rnenderita CHD, maka anak tersebut harus segera dirujuk untuk

mendapatkan pemeriksaan gigi dan perawatan preventif yang meliputi

pemeliharaan kesehatan gigi dirumah (home care), topikal fluor, fissure sealant,

harus dilakukan pemeriksaan periodik, baik secara klinis maupun radiografis.

Apabila akan dilakukan operasi jantung maka perawatan gigi harus selesai

sebelum dilakukan operasi jantung.

Perawatan gigi yang dapat mengakibatkan perdarahan seperti perawatan

endodontik, ekstraksi gigi, skaling dapat rnenimbulkan bakteriemia. Jika akan

dilakukan perawatan yang dapat rnenimbulkan bakteriemia, maka terapi

profilaksis antibiotik dan kumur-kumur antiseptik seperti klorheksidin 0,2% harus

dilakukan. Perawatan pulpotomi merupakan kontraindikasi untuk pasien dengan

CHD terutama untuk gigi sulung (Rusdi, 2011).

2. ENDOKARDITIS AKUT

Tindakan pencegahan perlu dilakukan pada berbagai prosedur yang

menyebabkan bakteriemia, sehingga menurunkan insidensi EI. Semua anak yang

mempunyai faktor risiko sebaiknya menjaga kebersihan rongga mulut untuk

mengurangi sumber bakteriemia. Indikasi pemberian profilaksis antibiotika yang

direkomendasikan American Heart Assosciation.

Pencegahan endokarditis infektif tidak hanya ditujukan terhadap

bakteriemi yang timbul akibat tindakan di ruang praktek dokter gigi, namun juga

yang timbul akibat kebersihan mulut yang rendah dan gigi yang tidak terawat.

Sehingga penting sekali bagi praktisi kesehatan untuk memahami pedoman

American Heart Association tentang pemberian antibiotika pencegahan terhadap

endokarditis infektif demikian juga dengan perawatan gigi sehari hari untuk

menjaga kesehatan sekitar mulut sehingga mengurangi bakteriemi dan

endocarditis (Syarif,2011).

15

Prosedur gigi yang memerlukan profilaksis terhadap Endokarditis Infektif

Rekomendasi Pencegahan:

a. Ekstraksi gigi

b. Prosedur periodontal meliputi pembedahan, skeling, root planing, probing

c. Penempatan dental implant dan reimplantasi gigi yang avulsi

d. Instrumentasi endodontik (root canal) atau pembedahan diatas apeks

e. Pemasangan awal orthodontic bands, tetapi bukan bracket

f. Injeksi anestesi lokal intraligamentum

g. Pembersihan pencegahan pada gigi atau implant apabila terdapat

perdarahan

Pencegahan tidak direkomendasikan

a. Restorasi gigi (operasi atau prostodontik) Injeksi anestesi lokal ( non-

intraligamentum)

b. Perawatan endodontik intrakanal

c. Pemasangan rubber dams

d. Pengangkatan jahitan postoperasi

e. Pemasangan prostodontik yang dilepas (removable)atau piranti ortodontik

f. Pencetakan gigi

g. Terapi fluoride

h. Radiografi oral

i. Pemasangan piranti kawat gigi ortodontik

j. Pencabutan gigi primer

Ketika kondisi gigi diketahui membutuhkan perawatan, untuk menurunkan

sumber infeksi, perawatan harus dirancang sebagai perawatan berisiko tinggi

dengan tujuan untuk mengurangi sumber infeksi. Pada beberapa anak, ekstraksi

gigi susu yang rusak ringan lebih baik dilakukan untuk menjaga keutuhan gigi

secara keseluruhan. Bila perawatan gigi membutuhkan kunjungan berulang,

perjanjian kunjungan harus berselang 7 hari untuk mengurangi kemungkinan

resistensi bakteri. Beberapa tindakan harus digabungkan bila memungkinkan

untuk mengurangi jumlah kunjungan (Rusdi,2011).

16

Antiseptik pencuci mulut hendaknya dipertimbangkan sebagai cara untuk

mengurangi bahaya infeksi bakteri di mulut sebelum dilakukan tindakan invasif.

Untuk penderita dengan kebersihan mulut yang buruk serta gusi dengan kondisi

yang tidak sehat, antiseptik pencuci mulut harus digunakan setelah suatu tindakan

invasif . Antiseptik mulut juga berguna untuk memelihara kesehatan mulut pada

penderita dengan masalah gusi dan periodontium kronis atau pada penderita yang

menjalani perawatan orthodonsi (Syarif, 2011).

PERAWATAN GIGI SEHARI HARI

Perawatan gigi sehari hari pada anak dengan penyakit jantung sangat

penting dilakukan untuk mencegah terjadinya Endokarditis Infektif. Kebersihan

mulut yang buruk akan mengakibatkan gingivitis kronis dan penyakit

periodontium, atau abses yang mengakibatkan kerusakan gigi yang akan

berdampak terhadap timbulnya bakteriemi walaupun tanpa adanya tindakan

perawatan gigi.

Kondisi mulut yang tidak sehat yang mengakibatkan gingivitis, perdarahan

gusi, penyakit periodontium dan abses yang berakibat pembusukan gigi dapat

menimbulkan bakteriemia yang terjadi ketika menyikat gigi, ketika flossing,

ketika penggunaan tusuk gigi, atau ketika makan yang akhirnya dapat

menimbulkan kasus endokarditis infektif, sehingga penting sekali untuk menjaga

kesehatan gigi pada anak yang mempunyai resiko untuk terkena endokarditis

infektif .

Karies gigi pada anak dapat terjadi akibat minum susu, atau minuman lain

dengan botol dimalam hari. Karena pada saat itu produksi saliva menurun dan

kavitas oral menjadi kering. Sedangkan pada anak dengan penyakit jantung

cenderung mempunyai gizi yang buruk sehingga perlu asupan gizi yang baik.

Melarang anak untuk tidak minum susu dimalam hari juga bukan tindakan yang

bijaksana. Tetapi mungkin yang perlu diperhatikan adalah orang tua sebaiknya

tidak membiarkan botol susu sepanjang malam berada didalam mulut

(Rahayuningsih,2010).

17

3.2 Perawatan Gigi pada Anak dengan Kelainan Respiratory

1. ASMA

a. Manifestasi Asma di Rongga Mulut

Anak-anak asma biasanya cenderung bernafas melalui mulut yang

dapat rnenyebabkan mulut dalam susana kering dan terjadi penyakit periodontal

seperti gingivitis dan juga pembesaran jaringan gingival (hipertropi) bagian

anterior. Penderita asma biasanya menerima pengobatan dengan steroid

yang dapat menimbulkan pewarnaan ekstrinsik pada gigi karena perubahan

flora mulut serta dapat menimbulkan kandidiasis. Kortikosteroid dapat

merubah pH rongga mulut dan menurunkan aliran saliva sehingga terjadi

xerostomia dan peningkatan erosi gigi yang kemudian akan terjadi kerusakan pada

gigi maupun jaringan pendukungnya (Henry et al, 1996).

Gambar 8. Hipertrofi gingiva di bagian anterior karena pasien asma cenderung

bernafas melalui mulut

Gambar 9. Kandidiasis pada lidah akibat penggunaan steroid pada pasien asma18

b. Penatalaksaan Pasien Asma

Secara umum, perawatan gigi dan mulut penderita asma berupa home

care, profilaksis gigi permanen. Selain itu, anak diberikan pendidikan tentang cara

menjaga kesehatan gigi dan mulut seperti tindakan harus berkumur dengan air

setelah penggunaan inhaler steroid atau obat-obatan lainnya. Sebagai seorang

dokter gigi harus lebih hati-hati dengan penggunaan alat-alat maupun bahan

kedokteran gigi yang kemungkinan dapat menyebabkan kambuhnya serangan

asma pada anak.

Pasien yang menderita gangguan pernafasan yang datang ke dokter gigi

biasanya sudah memiliki riwayat pengobatan yang dilakukan oleh dokter

spesialis. Perlu bagi seorang dokter gigi untuk berhati-hati dalam merawat pasien

yang memiliki gangguan pernafasan. Posisikan pasien di posisi yang nyaman serta

sirkulasi udara yang diterima juga baik. Untuk melakukan tindakan anastesi,

gunakan larutan anastesi yang tidak mengandung adrenalin. Hindari kondisi stres

pada pasien karena bisa menstimulasi untuk terjadinya gangguan pernafasan saat

perawatan sedang dilakukan (Henry et al, 1996).

19

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Manajemen perawatan anak di bidang kedokteran gigi

1. Pasien kelainan kardiovaskuler yaitu:

a. Penekanan prosedur preventif meliputi perawatan home care, topical

application flour, fissure sealant

b. Profilaksis antibiotik ketika akan dilakukan tindakan invasif

2. Pasien dengan kelainan Respiratori yaitu:

a. Perawatan gigi seperti home care dan pendidikan tentang kesehatan gigi.

b. Untuk manajemen pasien harus hati-hati dengan penggunaan alat maupun

bahan yang dapat memicu serangan asma seperti penggunaan adrenalin

untuk bahan anastesi.

4.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui manajemen

pasien kelainan kardiovaskuler dan respiratori di bidang kedokteran gigi sehingga

dapat mencegah komplikasi penyakit yang tidak diinginkan.

20

DAFTAR PUSTAKA

Akib, Arwin. 2002. Asma pada Anak. Sari Pediatri Vol 4 no.2. . Jakarta: FKUI-

RSCM Subbsgian Alergi-Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak.

Henry, Roberts et al. 1996. Dental Management of Children with Asthma.

Pediatric Dentistry (Review Article). 18 (5). American Academy of

Pediatric Dentistry.

Jowett, N I et al. 2000. Patient with Cardiac Disease: considerations for dental

practitioner. British Dental Journal vol 189 no.6.

Kerrod, B Hallett et al. 1992. Oral Health of Children with Congenital Cardiac

Diseases: a Control Study. Pediatric Dentistry Vol 14(4).

Lozano, Ariadna C et al. 2011. Dental Consideration in Patients with Respiratory

Problem. Riview Oral Medicine and pathology 3(3), Valencia: Spain.

Rahayuningsih, 2010. Penatalaksanaan Penderita Kelainan Kardiovaskuler pada

Ank-anak dalam Praktek Dokter Gigi.

Rusdi, Rahmah K. 2013. Prevalensi Karies dan Kebutuhan Perawatan Gigi pada

Anak dengan Medically Compromised di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo

Makasar. FKG UNHAS.

Syarif, Willyanti. 2011. Kiat Sukses Menangani Pasien Handicapped dalam

Praktek Dokter Gigi. Prosiding Bandung Dentistry: 249-260.

Syarif, Willyanti. 2011. Perawatan Dental pada Anak dengan Kelainan Jantung.

Bandung: FKG UNPAD

http://www.snoasismedical.com/new/images/img3B.jpg

http://www.tanyadok.com/wp-content/uploads/2010/07/stomatitis-150x150.jpg

http://www.gigisehatbadansehat.com/2009/06/glositis.html

http://www.simplyteeth.com/images/3_0021_s.jpg

http://abcremedioscaseros.com/wp-content/uploads/2014/02/Gingivitis.jpg

21