peb obgyn

69
Laporan Kasus G3P2A0, 29 tahun dengan HDK dan Gemili Oleh: M. Agung Pratama Yudha NIM: 030.10.164 Pembimbing : dr. Ratna, Sp.OG PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER KEPANITRAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOESELO SLAWI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI SLAWI 25 APRIL 08 AGUSTUS 2015

Upload: muhammad-agung-pratama-yudha

Post on 13-Dec-2015

46 views

Category:

Documents


19 download

DESCRIPTION

PEB obgyn

TRANSCRIPT

Page 1: PEB obgyn

Laporan Kasus

G3P2A0, 29 tahun dengan HDK dan Gemili

Oleh:

M. Agung Pratama Yudha

NIM: 030.10.164

Pembimbing :

dr. Ratna, Sp.OG

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

RUMAH SAKIT UMUM Dr. SOESELO SLAWI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TRISAKTI

SLAWI 25 APRIL – 08 AGUSTUS 2015

Page 2: PEB obgyn

STATUS ILMU OBSTETRI

FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI

SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. SOESELO SLAWI

Nama Mahasiswa : M. Agung Pratama Yudha

NIM : 030.10.164

Dokter Pembimbing : Dr. Ratna, Sp. OG

I. Identitas Pasien

Nama : Ny. SH

Umur : 29 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat Rumah : Lebak Gowah RT 03/ RW 07 Kec. Lebaksiu, Kab. Tegal

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Status pernikahan : Menikah

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Nama Suami : Tn. S

Tanggal masuk RS : 02 Agustus 2015

II. Anamnesis

Dilakukan anamnesis secara autoanamnesis pada tanggal 03 Agustus 2015 pukul

12.30 WIB di Ruang Ponek RSUD Dr. Soeselo Slawi.

A. Keluhan Utama:

Os datang ke PONEK RSUD Dr. Soeselo Slawi kiriman Bidan RC dengan

keluhan tekanan darah tinggi.

B. Keluhan Tambahan:

Pusing dari tadi malam dan Kaki bengkak.

C. Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke PONEK RSUD Dr. Soeselo Slawi pada tanggal 02 Agustus 2015

dengan G3P2A0 29 tahun Hamil 32 minggu dengan PEB dan Gemili. Pasien diantar

oleh bidan membawa surat rujukan dari Bidan RC dengan tekanan darah 180/100

mmHg dan protein urin positif (3+). Pasien menyangkal adanya tekanan darah tinggi

Page 3: PEB obgyn

sebelumnya. Keluhan pandangan kabur, mual, muntah, sesak, nyeri ulu hati, nyeri

kuadran kanan atas, dan riwayat kejang disangkal oleh pasien. BAB normal dan BAK

sedikit kurang lebih dua minggu belakangan ini. Pasien juga mengeluh kaki terasa

bengkak. Bengkak pada kaki dirasakan pasien sejak sehabis lebaran (kurang lebih 16

hari yang lalu). Pasien mengatakan merasa kencang-kencang sejak satu minggu

belakangan ini, mules-mules sejak pagi dan tidak keluar lendir darah. Pasien

mengatakan bahwa berat badan sebelum hamil adalah 65 kg sedangkan berat badan

saat ini adalah 75 kg dan pasien mengatakan tinggi badan pasien 160 cm. Sebelum ke

rumah sakit pasien tidak diberikan obat-obatan, hanya terpasang infus dari bidan.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit darah tinggi, kencing manis, asma,

jantung, paru, hati, maag, alergi makanan ataupun obat-obatan, kejang, dan dirawat

sebelumnya.

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Pasien mengaku tidak ada keluarga pasien yang memiliki penyakit serupa.

Riwayat darah tinggi (-), riwayat kencing manis (-), riwayat asma (-), riwayat

penyakit jantung (-), riwayat penyakit paru (-), riwayat penyakit hati (-), riwayat maag

(-).

F. Riwayat Kebiasaan

Pasien seorang ibu rumha tangga, pasien tidak merokok, tidak minum alkohol

dan tidak mengkonsumsi obat-obatan terlarang.

G. Riwayat Pernikahan

Pasien sudah menikah 1x, sejak tahun 21 Oktober 2007 hingga saat ini, tinggal

serumah dengan suami dan orang tua.

H. Riwayat Obstetri

G3P2A0

HPHT : 21 Desember 2014

HPL : 28 September 2015

- Usia Kehamilan : 32 minggu 1 hari

- Ante natal care : rutin kontrol ke bidan 1 bulan sekali pada trimester 1 dan 2.

Trimester 3 pasien kontrol 1 minggu sekali ke bidan. TT3 1x USG : (-)

- Penyakit selama kehamilan: hipertensi (+).

Page 4: PEB obgyn

I. Riwayat KB

Pasien memakai KB suntik setelah 40 hari lahiran anak kedua pada tahun 2009,

kurang lebih 6 tahun yang lalu. Pasien hanya memakai KB suntik selama 3,5 tahun

dan 2,5 tahun sudah akseptor KB suntik, sebelumnya pasien rutin suntik setiap 3

bulan.

J. Riwayat Haid

Menarche pada usia 13 tahun, menstruasi teratur tiap bulan, siklus 28 hari,

banyaknya 2-3 pembalut per hari tidak penuh, lama haid rata-rata 4-5 hari,

dysmenorhea (-), keputihan (-)

II. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 03 Agustus 2015 di Ruang Ponek

RSUD Dr. Soeselo Slawi.

A. Keadaan umum

Kesadaran : compos mentis

Kesan sakit : tampak sakit ringan

Sikap terhadap pemeriksa : kooperatif

B. Tanda vital

Tekanan darah : 150/90 mmHg

Nadi : 96 x/menit

Suhu : 37,50 C

Pernafasan : 22 x/menit

C. Kulit

Kulit berwarna sawo matang, tidak ikterik, tidak ada efloresensi bermakna.

D. Kelenjar getah bening

Leher: tidak teraba membesar Ketiak: tidak teraba membesar

Supraklavikuler: tidak teraba membesar Inguinal: tidak teraba

membesar

E. Kepala

Tampak normocephali, rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.

F. Wajah

Normal dan simetris

G. Mata

Page 5: PEB obgyn

Alis : hitam, distribusi normal, tidak mudah rontok

Kelopak : tidak terdapat edema

Konjungtiva : tampak pucat (-/-)

Sklera : tidak tampak kuning (-/-)

Lensa : terlihat jernih (+/+)

Iris : kripta tidak melebar

H. Hidung

Bentuk normal, tidak ada deformitas, tidak ada deviasi septum, mukosa tidak

hiperemis, konka normal, tidak ada sekret.

I. Telinga

Normotia, sekret -/-, serumen -/-, tidak ada nyeri tekan, liang telinga lapang,

membran timpani intak

J. Mulut

Bibir : kering, tidak pucat, tidak sianosis

Gusi dan mukosa: tidak hiperemis, tidak ada perdarahan spontan, tidak pucat,

tidak sianosis

Gigi geligi : lengkap, ada karies, tidak keropos

Lidah : tidak ada papil atrofi, tampak agak kotor

Uvula : simetris, letak di tengah, tidak hiperemis

K. Tenggorokan

- Tonsil : T1-T1 tenang, tidak ada detritus, tidak ada kripta melebar

- Faring : arkus faring simetris, tidak hiperemis

- Laring : tidak dinilai

L. Leher

- Tiroid : tidak teraba benjolan

M. Thorax

Inspeksi:

Bentuk normal, mendatar, tidak terdapat retraksi saat status dan dinamis.

Kulit : sawo matang, tidak terdapat spider nevi, tidak terdapat efluoresensi

yang bermakna

Iga : tidak ada retraksi sela iga, sela iga tidak melebar

Ictus cordis : tidak teraba pulsasi

Palpasi

Page 6: PEB obgyn

- Gerak nafas kanan-kiri simetris antara dua hemithorax

- Vocal fremitus teraba sama kuat kanan dan kiri

- Thrill: tidak teraba thrill pada ke-4 katup jantung

- Ictus cordis teraba pada ± 1 cm medial garis midclavicula kiri

Perkusi paru : didapatkan suara sonor pada hemithorax kanan dan kiri

Auskultasi paru : terdengar suara napas vesikuler, wheezing +/+ dan ronki -

/-

Auskultasi jantung : S1 reguler-S2 reguler, murmur (-), gallop (-), split (-)

N. Abdomen

Inspeksi

Bentuk abdomen datar, tidak terdapat efluoresensi yang bermakna, tidak terdapat

dilatasi vena maupun arterial bruit, tidak terdapat smiling umbilikus.

Auskultasi

Bising usus + (dalam batas normal)

Palpasi

Teraba supel, tidak terdapat nyeri tekan.

Hepar dan lien dalam batas normal, tidak terdapat nyeri tekan pada bagian

ginjal.

Perkusi

Terdengar timpani pada kuadran kanan kiri atas, tidak ada shifting dullness,

tidak terdapat nyeri ketuk pada bagian ginjal

O. Ekstremitas

Inspeksi : Lengan terlihat simetris, tidak ada deformitas, kulit berwarna sawo

matang, tidak ikterik, tidak sianosis

Palpasi : Akral teraba hangat pada keempat ekstremitas, terdapat oedem pada

ekstremitas inferior.

P. Genitalia

Dalam batas normal.

Q. Anus/ Rektum : dalam batas normal.

Page 7: PEB obgyn

Status Obstetrik

Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 03 Agustus 2015

1. Abdomen

Inspeksi: membuncit membujur, simetris, striae gravidarum (-)

- Leopold I : TFU 42 cm, teraba 1 bagian besar, bulat, lunak, dan tidak

melenting. Kesan bagian janin di fundus sebelah kanan ialah bokong.

Teraba 1 bagian besar, bulat, keras dan melenting. Kesan bagian janin di

fundus sebelah kiri ialah kepala.

- Leopold II :

- Janin Pertama Kiri : teraba bagian-bagian kecil

Kanan : teraba tahanan memanjang, rata dan keras

Kesan punggung janin pertama di perut kanan ibu

- Janin Kedua Kiri : teraba tahanan memanjang, rata dan keras

Kanan : teraba bagian bagian kecil

Kesan punggung janin kedua di perut kiri ibu

- Leopold III : Sebelah kanan teraba 1 bagian besar, bulat, keras, dan

melenting. Kesan presentasi kepala. Dan sebelah kiri teraba 1 bagian

besar, lunak, tidak keras dan tidak melenting. Kesan presentasi bokong

- Leopold IV : Konvergen. Kesan kepala-bokong (bagian terbawah) janin

belum memasuki PAP

- His (-)

Auskultasi: Janin Pertama DJJ : 138x/menit, reguler

Janin Kedua DJJ : 134x/menit, reguler

Taksiran Berat Janin menurut Johnson,

o Rumus Empiris (42-12) x 155 = 4650 gram

o Taksiran Berat Janin (TBJ 1 dan TBJ 2) = 2325 gram.

2. Genitalia

Vulva, vagina dalam keadaan tenang, oedem labia (-), lendir (-).

VT : Ǿ 1 jari longgar, KK(+), Efficement 20%, portio kenyal, medial, bagian

bawah kepala Hodge I

3. Inspekulo

Tidak dilakukan pemeriksaan inspekulo.

Page 8: PEB obgyn

4. Pemeriksaan Panggul

o Pintu atas panggul (Pevic Inlet) : Promontorium tidak teraba

Linea inominata teraba 1/3 pada kanan dan

kiri

o Pintu tengah panggul (Mid Pelvic) : Spina ischiadica tidak tajam

Kelengkungan sakrum cukup

Dinding samping pelvis sejajar

o Pintu bawah panggul (Pelvic Outlet) : ARCUS PUBIS >90o

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan 02 Agustus 2015

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Leukosit 9.700 3.600-11.000 u/l

Eritrosit 3,7 3.80-3.20 juta/ul

Hemoglobin 11,3 11,7-16,6 g/dL

Hematokrit 33 35-47%

MCV 89 80-100 Fl

MCH 31 26-34 pg

MCHC 34 32-36 g/dL

Trombosit 251.000 150.000-450.000 u/l

Diff count

Eosinofil 1,50 2-4

Basofil 0,30 0-1

Netrofil 67,80 50-70

Limfosit 25,00 25-40

Monosit 5,40 2-8

Golongan darah O Rhesus factor (+)

Urin

Protein urin Negatif Negatif

Sero Imunologi

HbsAg Non reaktif Non reaktif

Page 9: PEB obgyn

II. RESUME

Pasien datang ke PONEK RSUD Dr. Soeselo Slawi pada tanggal 02 Agustus 2015

pukul 21.00 dengan G3P2A0 29 tahun Hamil 32 minggu 1 hari dengan keluhan tekanan

darah tinggi. Pasien diantar oleh Bidan membawa surat rujukan dengan tekanan darah

180/100 mmHg dan protein urin positif (3+).

Pasien menyangkal riwayat tekanan darah tinggi (-). Keluhan pandangan kabur,

mual, muntah, sesak, nyeri ulu hati, riwayat kejang disangkal oleh pasien. BAB

normal dan BAK sedikit kurang lebih dua minggu belakangan ini. Pasien juga

mengeluh kaki terasa bengkak. Bengkak pada kaki dirasakan pasien sejak sehabis

lebaran (kurang lebih 16 hari yang lalu). Pasien mengatakan merasa kencang-kencang

sejak satu minggu belakangan ini, mules-mules sejak pagi dan tidak keluar lendir

darah. Pasien mengatakan bahwa berat badan sebelum hamil adalah 65 kg sedangkan

berat badan saat ini adalah 75 kg dan pasien mengatakan tinggi badan pasien 160 cm.

Sebelum ke rumah sakit pasien tidak diberikan obat-obatan, hanya terpasang infus dari

bidan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 180/100mmHg, Nadi 96x/mnt,

Suhu 37,50 C, dan Pernafasan 22x/menit. Pada pemeriksaan status obstetrik

didapatkan TFU 42 cm, punggung janin diperut sebelah kanan dan kiri ibu, dan

presentasi kepala-bokong, janin pertama DJJ 138x/menit reguler, dan janis kedua DJJ

134x/menit reguler, His (-). Saat dilakukan vaginal touches didapatkan pembukaan 1

cm longgar, KK(+), portio tebal lunak, kepala turun hodge 1. Pemeriksaan panggul

kesan : panggul gynecoid

Pada pemeriksaan penunjang tanggal 02 Agustus 2015 didapatkan Eritrosit ↓

(3,7), Hb ↓ (11,3), Ht ↓ (33), Eosinifil ↓ (1,50), Protein urin (Negatif), HbsAg (Non

Reaktif).

Dari anamnesis, pemerikdaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada pasien ini maka

diagnosis pasien adalah G3P2A0 29 Tahun, Hamil 32 minggu 1 hari, Janin 2 hidup

intrauterine, presentasi kepala-bokong, punggung kanan-kiri perut ibu dengan PEB

dan Gemili

Page 10: PEB obgyn

III. DIAGONOSA KERJA

o Diagnosa masuk

Ibu: G3P2A0 29 Tahun Hamil 32 minggu 1 hari, Janin 2 Hidup Intrauterin, Presentasi

Kepala-Bokong, Punggung Kanan-Kiri, dengan Preeklamsia Berat dan Gemili

Janin: Janin 2 hidup intrauterin, presentasi kepala-bokong, punggung kanan-kiri,

kepala-bokong belum masuk PAP.

o Diagnosa akhir

G3P2A0 29 Tahun Hamil 32 minggu 1 hari, Janin 2 Hidup Intrauterin, Presentasi

Kepala-Bokong, Punggung Kanan-Kiri, dengan Hipertensi Dalam Kehamilan dan

Gemili

IV. PENATALAKSANAAN

Terapi non-medikamentosa

- ABC ( jalan nafas )

- Diet kalori dan pemberian suplemen vitamin yang cukup

- Pengawasan Tanda vital, balance cairan, his, Djj, tanda inpartu

- Mencegah kejang

- Observasi keadaan umum

- Mengatasi hipoksemia

- Mencegah trauma pada pasien sewaktu kejang

- Mengendalikan tekanan darah

- Melahirkan janin pada waktu yang tepat dan cara yang tepat

Perawatan kejang

- Tempatkan diruang khusus, lampu terang

- Tempat tidur harus cukup lebar, dapat diubah dalam posisi Tredelenburg

dengan kepala lebih tinggi

- Spatel lidah agar tidak tergigit

- Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor, menghindari fraktur

Perawatan Koma

- Derajat kedalaman diukur dengan GCS

Terapi medikamentosa

o Rawat di rumah sakit

o Oksigenasi 3 liter/menit

o RL 20 tpm

Page 11: PEB obgyn

o Pasang DC

o Loading: MgSO4 40% 4 gr bolus i.v dalam 15 menit

o Mentainance: MgSO4 20% 6 gr dalam 500 cc RL/6 jam

o Dopamet 3 x 500 mg tab.

o Cek urin

Sikap Obstetrik

Terminasi kehamilan

V. PROGNOSIS

- Ibu

Ad vitam : Dubia ad Bonam

Ad sanationam : Dubia ad Bonam

Ad functionam : Dubia ad Bonam

- Janin

Ad vitam : ad bonam

VI. HASIL FOLLOW-UP

Tanggal S O A P

Ponek

02/08/15

21.00

Keluhan:

nyeri kepala

Protein urin

di bidan (3+)

KU: TSS

Kesadaran: CM

TD: 140/90 mmHg

HR: 96 x/m

RR: 22 x/m

S: 36,50C

Mata: CA-/- SI-/-

Thorax: cor: dbn,

Abdomen: TFU : 42 cm

-Janin 1 DJJ: 140x/m

-Janin 2 DJJ: 152x/m

Extremitas: OE +/+ AH

+/+

VT : Ǿ tidak dilakukan

His (-)

G3P2A0 29

Tahun

Hamil 32

minggu 1

hari, Janin

2 hidup

intrauterine,

presentasi

kepala-

bokong,

punggung

kana-kiri,

dengan PEB

dan Gemili

Lapor Dokter Jaga:

Inf. RL 20 tpm

Pasang DC

Lapor Dokter

Ratna Sp.OG

Balasan (-)

Page 12: PEB obgyn

03/08/15

06.00

Nyeri kepala

membaik.

Gerak janin

(+)

KU: TSS

Kesadaran: CM

TD: 130/70 mmHg

HR: 80 x/m

RR: 20 x/m

S: 36,80C

Mata: CA-/- SI-/-

Thorax: cor: dbn,

Abdomen: TFU : 42 cm

-Janin 1 DJJ: 138x/m

-Janin 2 DJJ: 134x/m

Extremitas: OE +/+ AH

+/+

VT : Ǿ tidak dilakukan

His (-)

G3P2A0 29

Tahun

Hamil 32

minggu 1

hari, Janin

2 hidup

intrauterine,

presentasi

kepala-

bokong,

punggung

kana-kiri,

dengan

HDK dan

Gemili

03/08/15

08.00

Nyeri kepala

membaik

Gerak janin

(+)

KU: TSS

Kesadaran: CM

TD: 130/70 mmHg

HR: 88 x/m

RR: 20 x/m

S: 36,80C

Mata: CA-/- SI-/-

Thorax: cor: dbn,

Abdomen: TFU : 42 cm

-Janin 1 DJJ: 140x/m

-Janin 2 DJJ: 142x/m

Extremitas: OE +/+ AH

+/+

VT : Ǿ tidak dilakukan

His (+)

G3P2A0 29

Tahun

Hamil 32

minggu 1

hari, Janin

2 hidup

intrauterine,

presentasi

kepala-

bokong,

punggung

kana-kiri,

dengan

HDK dan

Gemili

Pro USG

Page 13: PEB obgyn

03/08/15

10.30

USG (+) UK : 34 – 35 mgg

Gemili

Presentasi Kepala-

Bokong

VT : Ǿ 1 jari longgar

G3P2A0 29

Tahun

Hamil 32

minggu 1

hari, Janin

2 hidup

intrauterine,

presentasi

kepala-

bokong,

punggung

kana-kiri,

dengan

HDK dan

Gemili

Advice dr Ratna

SpOG :

Protab PEB

Drip Oksi %

IU 12 tpm

Observasi

03/08/15

12.30

Nyeri kepala

membaik

Gerak janin

(+)

KU: TSS

Kesadaran: CM

TD: 130/70 mmHg

HR: 88 x/m

RR: 20 x/m

S: 36,80C

Mata: CA-/- SI-/-

Thorax: cor: dbn,

Abdomen: TFU : 42 cm

-Janin 1 DJJ: 140x/m

-Janin 2 DJJ: 142x/m

Extremitas: OE +/+ AH

+/+

VT : Ǿ 1 jari longgar

His (+)

G3P2A0 29

Tahun

Hamil 32

minggu 1

hari, Janin

2 hidup

intrauterine,

presentasi

kepala-

bokong,

punggung

kana-kiri,

dengan

HDK dan

Gemili

03/08/15

15.00

Nyeri kepala

membaik

KU: TSS

Kesadaran: CM

G3P2A0 29

Tahun

Page 14: PEB obgyn

Gerak janin

(+)

TD: 130/70 mmHg

HR: 88 x/m

RR: 20 x/m

S: 36,80C

Mata: CA-/- SI-/-

Thorax: cor: dbn,

Abdomen: TFU : 42 cm

-Janin 1 DJJ: 140x/m

-Janin 2 DJJ: 142x/m

Extremitas: OE +/+ AH

+/+

VT : Ǿ tidak dilakukan

His (+)

Hamil 32

minggu 1

hari, Janin

2 hidup

intrauterine,

presentasi

kepala-

bokong,

punggung

kana-kiri,

dengan

HDK dan

Gemili

03/08/15

19.00

Nyeri kepala

membaik.

Gerak janin

(+)

KU: TSS

Kesadaran: CM

TD: 130/70 mmHg

HR: 88 x/m

RR: 20 x/m

S: 36,80C

Mata: CA-/- SI-/-

Thorax: cor: dbn,

Abdomen: TFU : 42 cm

-Janin 1 DJJ: 140x/m

-Janin 2 DJJ: 142x/m

Extremitas: OE +/+ AH

+/+

VT : Ǿ 1 jari longgar

His (+)

G3P2A0 29

Tahun

Hamil 32

minggu 1

hari, Janin

2 hidup

intrauterine,

presentasi

kepala-

bokong,

punggung

kana-kiri,

dengan

HDK dan

Gemili

03/08/15

22.00

Nyeri kepala

membaik.

Gerak janin

KU: TSS

Kesadaran: CM

TD: 130/90 mmHg

G3P2A0 29

Tahun

Hamil 32

Monitor

keadaan umum

Page 15: PEB obgyn

(+) HR: 88 x/m

RR: 20 x/m

S: 36,80C

Mata: CA-/- SI-/-

Thorax: cor: dbn,

Abdomen: TFU : 42 cm

-Janin 1 DJJ: 144x/m

-Janin 2 DJJ: 150x/m

Extremitas: OE +/+ AH

+/+

VT : Ǿ 2 tidak

dilakukan

His (+)

minggu 1

hari, Janin

2 hidup

intrauterine,

presentasi

kepala-

bokong,

punggung

kana-kiri,

dengan

HDK dan

Gemili

04/08/15

08.00

Nyeri kepala

membaik.

Gerak janin

(+)

Keluar lendir

(+)

KU: TSS

Kesadaran: CM

TD: 140/90 mmHg

HR: 88 x/m

RR: 22 x/m

S: 36,80C

Mata: CA-/- SI-/-

Thorax: cor: dbn,

Abdomen: TFU : 42 cm

-Janin 1 DJJ: 144x/m

-Janin 2 DJJ: 150x/m

Extremitas: OE +/+ AH

+/+

VT : Ǿ tidak dilakukan

His (+)

G3P2A0 29

Tahun

Hamil 32

minggu 1

hari, Janin

2 hidup

intrauterine,

presentasi

kepala-

bokong,

punggung

kana-kiri,

dengan

HDK dan

Gemili

Infus drip Oxy

botol I

Kanul O2 4L/m

04/08/15

12.00

Nyeri kepala

membaik.

Gerak janin

KU: TSS

Kesadaran: CM

TD: 140/90 mmHg

G3P2A0 29

Tahun

Hamil 32

Kanul O2 4L/m

Page 16: PEB obgyn

(+)

HR: 92 x/m

RR: 22 x/m

S: 36,80C

Mata: CA-/- SI-/-

Thorax: cor: dbn,

Abdomen: TFU : 42 cm

-Janin 1 DJJ: 146x/m

-Janin 2 DJJ: 151x/m

Extremitas: OE +/+ AH

+/+

VT : Ǿ 1 jari longgar

His (+)

minggu 1

hari, Janin

2 hidup

intrauterine,

presentasi

kepala-

bokong,

punggung

kana-kiri,

dengan

HDK dan

Gemili

Page 17: PEB obgyn

ANALISIS KASUS

Teori Kasus

1) Anamnesa

Hipertensi yang timbul setelah kehamilan 20

minggu disertai proteinuria. Dahulu, disebut PE

jika dijumpai trias tanda klinik yaitu : tekanan

darah ≥ 140/90 mmHg, proteinuria dan edema.

Tapi sekarang edema tidak lagi dimasukkan dalam

kriteria diagnostik. Pengukuran tekanan darah

harus diulang berselang 4 jam, tekanan darah

diastol ≥ 90 mmHg digunakan sebagai pedoman.2

Preeklamsia dapat diklasifikasikan menurut

beratnya penyakit menjadi dua yaitu ringan dan

berat. Preeklamsia dikatakan berat apabila disertai

dengan keadaan sebagai berikut3 :

2) Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg

3) Trombositopenia (<100.000) sel/mm3

4) Kenaikan kadar kreatinin plasma

5) Gangguan visus dan serebral

6) Nyeri epigastrium / kuadran kanan atas

abdomen yang tidak mereda diberika

pengobtaan

7) Edema paru dan sianosis

8) Hemolisis mikroangiopatik

9) Gangguan fungsi hepar

10) Sindrom HELLP

Faktor resiko 4,5

:

Primigravida, primipaternitas

Hiperplasentosis : mola hidatidosa, kehamilan

Pasien hamil 32 minggu dengan keluhan

tekanan darah tinggi. Pasien membawa surat

rujukan dengan TD 180/100mmHg dan protein

urine positif (3+).

Tidak ada riwayat hipertensi sebelumnya

Faktor resiko yang terdapat pada pasien :

Kehamilan multiple

Page 18: PEB obgyn

multipel, diabetes mellitus, hidrops fetais, bayi

besar

Umur yang ekstrim ( <20 tahun, >35 tahun)

Riwayat keluarga pernah preeklamsi/eklamsi

Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang

sudah ada seblum hamil

Obesitas

Kehamilan multifetus atau ganda atau kembar

adalah suatu kehamilan dengan dua janin atau

embrio atau lebih dalam satu gestasi

Faktor Predisposisi

1) Ras

2) Hereditas

3) Usia maternal dan paritas

4) Nutrisi

5) Gonadotropin endogen

6) Preparat kesuburan

Obesitas

BMI pasien : 29,29 kg/m2 obesitas kelas

12

RPD : DM(-) HT (-) Penyakit Jantung (-)

RPK : DM(-) HT (-) Penyakit Jantung (-)

Preeklamsia (-)

Faktor Predisposisi Ny. SH

-Ras berkulit hitam atau Asia 1:50

-Hereditas, adanya faktor keturunan dari

keluarga dari keluarga Ibu. Karena

faktor keturunan lahir kembar lebih

besar diturunkan dari Genotipe Ibu.

-Usia maternal dan paritas, sesuai karna

Ny SH sudah pernah melahirkan dua

kali.

-Nutrisi, sesuai karen pasien memiliki

postur tubuh besar dan tinggi, lebih

besar kemungkinan untuk mendapatkan

kehamilan kembar daripada ibu dengan

postur pendek dan kecil.

-Gonadotropin endogen, angka

kehamilan kembar dizigot yang lebih

tingggi pada pemakaian kontrasepsi

oral, naum ini tidak berlaku pada pasien

karena memakai KB suntik

-Preparat kesuburan, pada pasien

disangkal

11) Pemeriksaan fisik

Pre eklamsia berat, bila: 1,2,3

Page 19: PEB obgyn

TD systole ≥ 160 dan diastole ≥ 110 TD: 180/100 mmHg. (Tensi dibidan)

Menunjukkan gejala dari preeklamsia

berat

Mungkin bisa terjadi salah pengukuran

subjek dalam melakukan penensian.

Kemungkinan kedua, melakukan tensi

pada saat kenceng atau kontraksi

12) Pemeriksaan laboratorium

Preeklampsia berat2,8

Protein urin : proteinuria ≥ +2

Hepar : peningkatan SGOT dan SGPT

Hematologi : Trombositopenia berat ( <100.000/ul

atau penurunan trombosit dengan cepat)

Preeklamsia berat3

o Ditemukan protein urin ≥5mg selama 24

jam

o Metode dipstick tidak disarankan lagi

untuk mendiagnosis preeklamsi berat

o Proteinuria sudah tidak dijadikan patokan

lagi untuk mendiagnosis derajat preeklamsi

Protein urin : (3+) PU dibidan

Menunjukkan gejala dari preeklamsia

berat

Mungkin bisa terjadi salah pengukuran

subjek dalam melakukan pemeriksaan

urin.

Sebaiknya dilakukan pemeriksaan Urin

tampung dalam 24 jam (urin esbach)

13) Pentalaksanaan

Pembahasan tentang penatalaksanaan kasus ini

dibandingkan dengan Protap dari POGI tentang

Penatalaksanaan Hipertensi dalam Kehamilan

Rawat inap dilakukan atas indikasi PEB

aterm dengan indikasi untuk terminasi

kehamilan segera

Page 20: PEB obgyn

tahun 2010, adalah sebagai berikut2 :

Rawat inap atas indikasi hipertensi atau

proteinuria yang menetap dengan oedem dan

hasil tes laboratorium abnormal, adanya gejala

atau tanda dari preeklamsia berat.

Pemeriksaan yang dilakukan pada ibu meliputi

monitor gejala klinis untuk gejala dan tanda

preeklamsia berat / impending eklamsia,

monitor tekanan darah setiap 4 jam kecuali saat

pasien tidur, pengamatan cermat terhadap

edema pada muka dan abdomen, serta

pengukuran produksi urin setiap 3 jam.

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan

meliputi darah rutin, protein urin, liver function

test, dan renal function test

Pemeriksaan kesejahteraan janin, bisa dilakukan

melalui pengamatan gerak janin, non-stress test

(NST), profil biofisik, evaluasi pertumbuhan

janin dengan USG, serta USG Doppler arteri

umbilikalis dan arteri uterina.

Pada kasus tidak dilakukan pemeriksaan

tekanan darah setiap 4 jam sekali dan tidak

mengobservasi edema pada ekstremitas dan

muka. Dilakukan pengukuran balance cairan

namun tidak 3 jam sekali dan didapatkan

hasil pengukuran baik

Hasil dari pemeriksaan laboratorium

menunjukan protein urin (-), tidak

memperkuat diagnosis PEB, enzim hati tidak

diperiksa dan trombosit menunjukan angka

normal yang berarti pasien kemungkinan

tidak mengarah ke HELLP Sindrom dan

fungsi ginjal juga masih baik ditemukan dari

hasil pemeriksaan fisik.

Pada kasus ini, pemeriksaan kesejahteraan

janin hanya diperiksa dengan pengamatan

gerak janin, dan mengukur denyut jantung

janin dengan Doppler. Didapatkan

pemeriksaan berkala kedua DJJ janin dalam

keadaan baik dan tidak ada menunjukkan

adanya tanda tanda fetal distress

Page 21: PEB obgyn

Terapi medikamentosa untuk pasien

preeklamsia berat adalah banyak istirahat

(berbaring/tidur miring), diet reguler (cukup

protein, rendah karbohidrat dan lemak, garam

dapur 4-6 gram/hari), dan perhitungan cairan

dengan urin output pada cateter, vitamin

prenatal, serta loading dose MgSO4 4gr/15

menit dan dilanjutkan MGSO4 maintance

1gr/jam sampai inpartu dan dilajutkan setelah

post partum 24 jam 1gr/jam selama 24 jam.dan

pemberian obat antihipertensi diberikan

Dopamet 3x500 dan amlodipin 1x10mg.

Penatalaksanaan Gemili

Untuk menurukan mortalitas dan morbiditas

perinatal secara bermakna dalam kehamilan

yang dipersulit oleh janin kembar, tindakan

yang perlu diambil adalah :

1. Persalinan bayi prematur harus dicegah

2. Kegagalan salah satu atau kedua janin

untuk bertahan hidup harus diketahui.

3. Trauma janin selama persalilnan harus

dikurangi

4. Perawatan neonatal yang memadai

harus tersedia sejak bayi lahir.

Pada kasus sudah akan dilakukan tatalaksana

yang sesuai dengan protap PEB untuk

mengatasi jika seandainya terjadi gejala

klinis PEB dan untuk obat antihipertensi

pasien belum mendapatkan obat apa-apa.

Diet

Kebutuhan akan kalori, protein, mineral,

vitamin dan asma lemak essensial mengalami

peningkatan.Konsumsi 300 kalori, pemberian 60

hingga 100 mg zat besi dan asam folat dengan

takaran 1 mg per hari terbukti bermanfaat.

Tirah Baring

Beberapa penulis menyebutkan bahwa tirah

baring merupakan tindakan yang

menguntungkan bagi janin kembar, mungkin hal

ini terjadi melalui peningkatan perfusi darah

serta penurunan gaya kekuatan fisik yang dapat

merugikan serviks untuk mempercepat

penipisan dan dilatasi.

Β-mimetik

Seperti pada kehamilan tunggal, tidak ada bukti

yang valid bahwa terapi tokolitik meningkatkan

outcome neonatus pada kehamilan multipel.

Pemberian Progestin

Page 22: PEB obgyn

Pengelolaan obstetrik terhadap pasien

preeklamsia berat tergantung dari usia

kehamilan. Pada usia kehamilan ≤ 37 minggu

dilakukan penganganan konservatif bila tidak

ada tanda-tanda impending eclamsi dan keadaan

janin baik. Sedangkan untuk pasien usia

kehamilan ≥ 37 minggu dilakukan terminasi.

Induksi persalinan pada PEB yaitu bila tidak

ada kemajuan persalinan dalam 24 jam maka

pasien harus segera di lakukan tindakan operatif

Menurut NICE Clinical Guidelines tentang

manajemen penyakit hipertensi dalam kehamilan,

perawatan post partum dari wanita dengan

preeklamsia meliputi10

:

Pengukuran tekanan darah minimal 4 kali

sehari selama berada di rumah sakit.

Observasi keluhan pasien setiap kali

mengukur tekanan darah.

Pemeriksaan jumlah trombosit,

tidak menemukan manfaat pemberian preparat

ini sepanjang trisemester ketiga kehamilan pada

kehamilan kembar.

USG

Dilakukan secara rutin untuk melihat apakah

anya kelianan kongenital pada janin, dan

melihat presentasi janin.

Non Street Test

Dilakukan untuk mengetahui keadaan janin dan

memperkirakan adanya penekanan tali pusat.

Pada kasus ini, usia kehamilan 32

minggu (preterm) maka untuk kehamilanya

dilakukan pematangan paru janin dengan

pemberian steroid

.

Pada kasus pasien mengalami perbaikan dan

lebih mengarah kepada hipertensi dalam

kehamilan

Page 23: PEB obgyn

transaminase, dan kreatinin serum 48-72

jam post partum.

Pemeriksaan carik celup urin untuk

mendeteksi proteinuria. Apabila proteinuria

masih ≥ +2, maka dianjurkan melakukan

pemeriksaan ulang 3 bulan lagi untuk

mengevaluasi fungsi ginjal.

Page 24: PEB obgyn

Hipertensi Dalam Kehamilan

4.1 Hipertensi dalam kehamilan

Terminologi hipertensi dalam kehamilan (HDK) digunakan untuk menggambarkan

spektrum yang luas dari ibu hamil yang mengalami peningkatan tekanan darah yang ringan

atau berat dengan berbagai disfungsi organ. HDK adalah salah satu penyebab morbiditas

dan mortalitas ibu disamping perdarahan dan infeksi. Pada HDK juga didapati angka

mortalitas dan morbiditas bayi yang cukup tinggi. Di Indonesia preeklampsia dan eklamsia

merupakan penyebab dari 30-40% kematian perinatal, sementara di beberapa rumah sakit

di Indonesia telah menggeser perdarahan sebagai penyebab utama kematian maternal.

Untuk itu diperlukan perhatian serta penanganan yang serius tehadap ibu hamil dengan

penyakit ini.

4.1.1 Klasifikasi

Pada saat ini, untuk lebih menyederhanakan dan memudahkan The Working Group Report

dan High Blood Pressure ini Pregnancy (2000)1

menyarankan klasifikasi hipertensi dalam

kehamilan sebagai berikut :

1. Hipertensi gestasional

2. Hipertensi kronis

3. Superimposed preeklampsia

4. Preeklampsia ringan, preeklampsia berat dan eklampsia

Sebagai batasan yang disebut hipertensi dalam kehamilan adalah kenaikan tekanan darah

diastolik ≥90 mmHg dan tekanan darah sistolik ≥140 mmHg pada dua kali pemeriksaan

yang berjarak 4 jam atau lebih dan proteinuria, jika dijumpai protein dalam urine melebihi

0,3 gr/24 jam atau dengan pemeriksaan kualitatif minimal positif (+) satu.

4.1.2 Definisi2

1. Hipertensi gestasional adalah kenaikan tekanan darah yang hanya dijumpai dalam

kehamilan sampai 12 minggu pasca persalinan, tidak dijumpai keluhan dan tanda-tanda

preeklampsia lainnya. Diagnosa akhir ditegakkan pasca persalinan.

2. Hipertensi kronis adalah hipertensi yang sudah dijumpai sebelum kehamilan, selama

Page 25: PEB obgyn

kehamilan sampai sesudah masa nifas. Tidak ditemukan keluhan dan tanda-tanda

preeklampsia lainnya.

3. Superimposed preeklampsia adalah gejala dan tanda-tanda preeklampsia muncul

sesudah kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya menderita hipertensi

kronis.

4. Preeklamsia ringan, preeklampsia berat, eklampsia : Hipertensi yang timbul setelah

kehamilan 20 minggu disertai proteinuria. Dahulu, disebut PE jika dijumpai trias tanda

klinik yaitu : tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, proteinuria dan edema. Tapi sekarang

edema tidak lagi dimasukkan dalam kriteria diagnostik , karena edema juga dijumpai

pada kehamilan normal. Pengukuran tekanan darah harus diulang berselang 4 jam,

tekanan darah diastol ≥ 90 mmHg digunakan sebagai pedoman.

a. Preeklampsia ringan adalah jika tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, dan proteinuria +1.

b. Preeklampsia berat adalah jika tekanan darah > 160/110 mmHg, proteinuria ≥ +2

atau ≥ 5g/24 jam, dapat disertai keluhan subjektif seperti nyeri epigastrium, sakit

kepala, gangguan penglihatan dan oliguria.

Menurut The American Congress of Obstetrician and Gynecologist (ACOG)

Preeklamsia dikatakan berat apabila disertai dengan keadaan sebagai berikut3:

Tekanan darah ≥ 160/110 mmHg

Trombositopenia (<100.000) sel/mm3

Kenaikan kadar kreatinin plasma

Gangguan visus dan serebral

Nyeri epigastrium / kuadran kanan atas abdomen yang tidak mereda diberika

pengobtaan

Edema paru dan sianosis

Hemolisis mikroangiopatik

Gangguan fungsi hepar

Sindrom HELLP

c. Eklamsia adalah kelainan akut pada wanita hamil dalam persalinan atau nifas yang

Page 26: PEB obgyn

ditandai dengan timbulnya kejang dan atau koma. Sebelumnya wanita ini

menunjukkan gejala-gejala preeklampsia berat. (kejang timbul bukan akibat

kelainan neurologik).

4.1.3 Faktor Resiko

Terdapat banyak faktor resiko untuk terjadinya hipertensi dalam kehamilan, yang

dapat dikelompokan dalam faktor resiko, sebagai berikut:4,5

Primigravida, primipaternitas

Hiperplasentosis : mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes mellitus, hidrops

fetais, bayi besar

Umur yang ekstrim ( <20 tahun, >35 tahun)

Riwayat keluarga pernah preeklamsi/eklamsi

Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada seblum hamil

Obesitas

4.2 Preeklamsi dan Eklamsi

4.2.1 Patofisiologi

Penyebab hipertensi kehamilan sampai saat ini belum diketahui dengan jelas. Banyak

teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan tetapi tidak ada

satupun teori tersebut yang dianggap mutlak benar.

Teori kelainan vaskularisasi plasenta

Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-

cabang arteri uterine dan arteria ovarika.Kedua pembuluh darah tersebut menembus

miometrium berupa arteri akuarta dan arteri akuarta memberi cabang arteria radialis.

Arteria radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis member

cabang arteria spiralis.6

Pada hamil normal, dengan sebab belum jelas, terjadi infasi trofoblas kedlam lapisan

otot arteria spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi

dilatasi arteri spiralis.Infasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis,

sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis

mengalami distensi dan dilatasi.Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini member

dampak penuruna tekanan darah, penurunan resistensi vascular, dan peningkatan aliran

Page 27: PEB obgyn

darah pada darah utero plasenta.Akibatnya, aliran darah kejanin cukup banyak dan perkusi

jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik.Proses

ini dinamakna “remodeling arteri spiralis”.6

Pada Hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi infasi sel-sel trofoblas pada lapisan

otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya.Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap

kaku dan keras sehingga lumen areteri spiralis tidak memungkinkan distensi dan

vasodilatasi.Akibatnya, arteri spiralis relative mengalimi vasokonstriksi, dan terjadi

kegagalan”remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun , dan

terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan

perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan pathogenesis HDK selanjutnya.6

Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron , sedangkan

pada preeklamsia rata-rata 200 mikron.Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis

dapat mengkatkan 10 kali aliran darah ke uetero plasenta.6

Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel

Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam

kehamilan terjadi kegagalan”remodeling atreri spiralis”, dengan akibat plasenta menalami

iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan

(disebut juga radikal bebas). Oksidan atau radikal bebas dalah senyawa penerim electron

atau atom/molekul yang mempunyai elekron yang tidak berpasangan. Salah satu oksidan

penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hoidroksil yang sangat toksis,

khususnya terhadap membrane sel endotel pembuluh darah.Sebenarnya produksi oksidan

pada manusia adalah suatu proses normal, Karen aoksidan memang dibutuhkan untuk

perlindungan tubuh.Adanya radikal hidroksil dalam darah mungkin dahulu dianggap

sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah, maka dulu hipertensi dalam kehamilan

disebut “ toxaemia”.6

Radikal hidroksil akan merusak membrane sel, yang mengandung bayak asam

lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak

membrane sel, juga akan merusak nucleus, protein sel endotel.6

Produksi oksidan(radikal bebas)dalam tubuh yang bersifat toksis , selalu diimbangi

dengan produksi anti oksidan.

Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilan

Page 28: PEB obgyn

Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya peroksid

lemak meningkat, sedangkan antioksidan ,missal vitamin E pada hipertensi dalam

kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang realtif

tinggi. Peroksida lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis ini akan beredar

diseluruh tubuh dalam aliran darah dan akan merusak membrane sel endotel. Membran sel

endotel lebuh mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak karena letaknya langsung

berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh.Asam

lemak tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal hidroksil, yang akan berubah

menjadi peroksida lemak.

Disfungsi sel endotel

Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel,

yang kerusakannya dimulai dari membrane sel endotel.Kerusakan membrane sel endotel

mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel

endotel.Keadaan ini disebut”Disfungsi endotel”(endothelial dysfunction).Pada waktu

terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi

:Gangguan metabolism prostalglandin, Karena salah satu fungsi sel endotel adalah

prostalglandin, yaitu menurtnnya produksi prostasiklin(PGE2)suatu vasodilatator kuat.

Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan.Agregrasi sel

trombosit ini adalah untuk menutup tempat-tempat dilapisan endotel yang mengalami

kerusakan.Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2)suatu vasokonstriktor

kuat. Dalam keadaan normalperbandingan kadar prostasklin/tromboksan lebih tinggi kadar

prostasiklin(lebih tinggi vasodilatator)pada preeklamsia kadar tromboksan lebih tinggi dari

kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi, dengan terjadi kenaikan tekanan darah.

Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus (glomerular endotheliosis).

Peningkatan permabilitas kapilar. Peningkatan produksi bahan-bahan vasopersor, yaitu

endotelin.Kadar NO (vasodilatator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstriktor)

meningkat. Peningkatan factor koagulasi

Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

Dugaan bahwa factor imunologik berperan terhadap terjadinya hipertensi dalam

kehamilan terbukti dengan fakta sebagai berikut :

1) Primigravida mempunyai risiko lebih besar terjadi hipertensi dalam

kehamilan jikadibandingkan dengan multigravida

Page 29: PEB obgyn

2) Ibu yang multipara yang kemudian menikah lagi mempunyai risiko lebih

besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan

suami sebelumnya.

3) Seks oral mempunya risiko lebih rendah terjadinya hipertensi dalam

kehamilan. Lamanya periode hubungan seks sampai saat kehamilan ialah

makin lama periode ini, makin kecil terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak adanya “hasil konsepsi”

yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-

G), yang berperan penting dalam modulasi respon imun,sehingga si ibu tidak menolak

hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi troploblas

janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu.6

Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan

desidua ibu. Jadi hilang HLA-G merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas

ke dalam jaringan desidua ibu, disamping untuk menghadapi sel Natural Killer. Pada

plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresiHL-G. B erkurangnya

HLA-G di desudua daerah plasenta, menghambat invansi trofoblas ke dalam desidua.

Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga

memudahkan terjadinya dilatasi arteri spiralis. HLA-G juga merangsang terjadi sitikon,

sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Kemungkinan terjadi Imunne-

Maladaptation pada preeklamsi.6

Pada awal trimester kedua kehamilan perempuan yang mempunyai kecenderungan

terjadi preeklamsia, ternyata mempunyai proporsi Helper Sel yang lebih rendah disbanding

pada normotensif.

Teori adapatasi kardiovaskularori genetic

Pada hamil normal pembuluh darah rekfrakter terhadap bahan-bahan vasopresor.

Refrakter, berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopresor, atau

dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respons vasokonstriksi.

Pada kehamilan normal terjadi refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor adalah

akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin pada sel endotel pembuluh darah. Hal

ini dibuktikan bahwa daya refrakter terhadap bahan vasepresor akan hilang bila diberi

prostaglandin sintesa inhibitor (bahan yangh menghambat produksi prostaglandin).

Page 30: PEB obgyn

Prostaglandin ini kemudian hari ternyata adalah prostasiklin. Pada hipertensi dalam

kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi

peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya refrakterpembuluh

darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka

terhadap bahan vasopresor. Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan

kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan sudah terjdai

pada trimester 1 (pertama). Peningkatan kepekaan pada kehamilan yang akan menjdi

hipertensi dalam kehamilan, sudah dapat ditemukan pada kehamilan pada kehamilan dua

puluh moinggu. Fakta inin dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam

kehamilan.6

Teori Genetik

Ada factor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype ibu lebih

menentukan terjadinya hipertensi dalam kehemilan secara familial jika dibandingkan

dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklamsia ,26%

anak perempuannya akan mengalami preeklamsia pula, sedangkan hanya 8% anak

menantu mengalami preeklamsia.6

Teori defisiensi gizi

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan

dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan.

Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di Inggris ialah penelitian tentang

pengaruh diet pada preeklamsia beberapa waktu sebelum pecahnya Perang Dunia II.

Suasana serba sulit mendapat gizi yang cukup dalam persiapan perang menimbulkan

kenaikkan insiden hipertensi dalm kehamilan.

Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan, termasuk minyak

hati halibut, dapat mengurangi risiko preeklamsia. Minyak ikan mengandung banyak asam

lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktifasi

trombosit, dan mencegah vasokonstriksipembuluh darah. Beberapa peneliti telah mencoba

melakukan uji klinik untuk memakai konsumsi minyak ikan atau bahan yang mengandung

asam lemak tak jenuh dalam mencegah preeklamsia. Hasil sementara menunjukkan bahwa

peneliti ini berhasil baik dan mungkin dapat dipakai sebagai alternative pemberian aspirin.

Beberapa peneliti juga mengganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil

Page 31: PEB obgyn

mengakibatkan risiko terjdinya preeklamsi atau eklamsia. Penelitian di Negara Ekuador

Andes dengan metode uji klinis, ganda tersamar, dengan membandingkan pemberian

kalsium dan placebo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu hamil yang diberi

suplemen, kalsium cukup, kasus yang mengalami preeklamsia adalah 14 % sedang yang

diberi glikosa 17 %.6

Teori inflamasi

Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas didalam sirkulasi darah

merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal plasenta

juga melepaskan debris trofoblas, sebagai sisa-sisa prosen apoptosis dan nekrotik trofoblas

akibat reaksi stress oksidatif. Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian

meranbgsang timbulanya proses inflamasi.pada kehamilan normal jumlah debris trofoblas

masi dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal.Berbeda

dengan proses apoptosis pada preeklamsia, dimana pada preeklamsia terjadi peningkatan

stree oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat.

Makin banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda,

maka reaksi stress oksidatif akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas

juga meningkat.Keadaan ini menimbulkan beban reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi

jauh lebih besar dibanding reaksi inflamsi pada kehamilan normal.respon inflamasi ini

akan mengaktifasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih besar pula

sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala pereklamsia

pada ibu. Redman, menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preklamsia akibat produksi

debris trofoblas palesenta berlebihan tersebut diatas, mengkibatkan”aktifitas leukosit yang

sanagt tinggi”pada sirkulasi ibu.Peristiwa ini oleh redman disebut sebagai”kekacauan

adapatasi dari proses inflamasi intravascular pada kehamilan” yang biasanya berlangsung

normal dan menyeluruh.6

4.2.2 Patologi

Akibat gejala preeklampsia, proses kehamilan maternal terganggu karena terjadi perubahan

patologis pada sistem organ, yaitu :

1. Jantung

Perubahan pada jantung disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload akibat hipertensi

dan aktivasi endotel sehingga terjadi ekstravasasi cairan intravaskular ke ekstraselular

terutama paru. Terjadi penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.

Page 32: PEB obgyn

2. Paru

Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat yang mengalami kelainan

pulmonal maupun non-pulmonal setelah proses persalinan. Hal ini terjadi karena

peningkatan cairan yang sangat banyak, penurunan tekanan onkotik koloid plasma akibat

proteinuria, penggunaan kristaloid sebagai pengganti darah yang hilang, dan penurunan

albumin yang diproduksi oleh hati.

3. Hati

Pada preeklampsia berat terdapat perubahan fungsi dan integritas hepar, perlambatan

ekskresi bromosulfoftalein, dan peningkatan kadar aspartat aminotransferase serum.

Sebagian besar peningkatan fosfatase alkali serum disebabkan oleh fosfatase alkali tahan

panas yang berasal dari plasenta. Pada penelitian yang dilakukan Oosterhof dkk, dengan

menggunakan sonografi Doppler pada 37 wanita preeklampsia, terdapat resistensi arteri

hepatika.

4. Mata

Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus menyeluruh pada satu atau beberapa

arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri retina yang nyata dapat

menunjukkan adanya preeklampsia yang berat, tetapi bukan berarti spasmus yang ringan

adalah preeklampsia yang ringan. Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita

preeklampsia merupakan gejala yang menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini

disebabkan oleh perubahan aliran darah pada pusat penglihatan di korteks serebri maupun

didalam retina (Wiknjosastro, 2006)

5. Ginjal

Lesi khas pada ginjal pasien preeklampsia terutama glomeruloendoteliosis, yaitu

pembengkakan dari kapiler endotel glomerular yang menyebabkan penurunan perfusi dan

laju filtrasi ginjal. Konsentrasi asam urat plasma biasanya meningkat terutama pada

preeklampsia berat. Pada sebagian besar wanita hamil dengan preeklampsia, penurunan

ringan sampai sedang laju filtrasi glomerulus tampaknya terjadi akibat berkurangnya

volume plasma sehingga kadar kreatinin plasma hampir dua kali lipat dibandingkan

dengan kadar normal selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada beberapa kasus

preeklampsia berat, kreatinin plasma meningkat beberapa kali lipat dari nilai normal ibu

tidak hamil atau berkisar hingga 2-3 mg/dl. Hal ini disebabkan perubahan intrinsik ginjal

akibat vasospasme yang hebat (Cunningham, 2005). Kelainan pada ginjal biasanya

dijumpai proteinuria akibat retensi garam dan air. Retensi garam dan air terjadi karena

penurunan laju filtrasi natrium di glomerulus akibat spasme arteriol ginjal. Pada pasien

Page 33: PEB obgyn

preeklampsia terjadi penurunan ekskresi kalsium melalui urin karena meningkatnya

reabsorpsi di tubulus (Cunningham,2005). Kelainan ginjal yang dapat dijumpai berupa

glomerulopati, terjadi karena peningkatan permeabilitas terhadap sebagian besar protein

dengan berat molekul tinggi, misalnya: hemoglobin, globulin, dan transferin. Protein –

protein molekul ini tidak dapat difiltrasi oleh glomerulus.

6. Otak

Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan auto regulasi tak berfungsi. Jika

autoregulasi tak berfungsi, penghubung antara endotel akan menyebabkan ekstravasasi

plasma dan sel sel darah keluar mengisi ruangan ekstravaskuler.

7. Darah

Kebanyakan pasien preeklamsi akan mengalami koagulasi intravaskuler (DIC) dan

destruksi eritrosit. Trombositopenua merupakan kelainan yang sangat sering biasanya

<150.000/uL itemukan pada 15-20% pasien dan level fibrinogen meningkat pada pasien

preeklamsi dibandingkan dengan ibu hamil dengan tekanan darah normal. Jika ditemukan

level fibrinogen yang rendah pada pasien preeklamsia ditakutkan terjadinya abruption

placenta. Pada 10% pasien PEB dapat terjadinya HELLP syndrome dengan adanya tanda

anemia hemolitik,peningkatan enxim hati dan penurunan jumlah platelet.

8. Sistem Endokrin dan Metabolisme Air dan Elektrolit

Pada preeklampsia, sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus berkurang, proses sekresi

aldosteron pun terhambat sehingga menurunkan kadar aldosteron didalam darah.

Pada ibu hamil dengan preeklampsia kadar peptida natriuretik atrium juga meningkat. Hal

ini terjadi akibat ekspansi volume yang menyebabkan peningkatan curah jantung dan

penurunan resistensi vaskular perifer.

Pada pasien preeklampsia terjadi pergeseran cairan dari intravaskuler ke interstisial yang

disertai peningkatan hematokrit, protein serum, viskositas darah dan penurunan volume

plasma. Hal ini mengakibatkan aliran darah ke jaringan berkurang dan terjadi hipoksia.

9. Akibat preeklampsia pada janin

Penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Hal ini

mengakibatkan hipovolemia, vasospasme, penurunan perfusi uteroplasenta dan kerusakan

sel endotel pembuluh darah plasenta sehingga mortalitas janin meningkat (Sarwono

prawirohardjo, 2009). Dampak preeklampsia pada janin, antara lain: Intrauterine growth

restriction (IUGR) atau pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion, prematur, bayi

lahir rendah, dan solusio plasenta.

Page 34: PEB obgyn

4.2.3 Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Diagnosis eklampsia dibuat berdasarkan adanya kejang yang bersifat umum, sekali

atau lebih diikuti atau tidak dengan koma, dan tidak ditemukan adanya kondisi

neurologis lainnya yang berhubungan dengan kejang tersebut. Kejang pada

eklampsia biasanya berlangsung 60-75 detik dan tidak lebih dari 3-4 menit.

Tergantung dari waktu terjadinya, eklampsia bisa terjadi antepartum, intrapartum dan

post partum. Eklampsia sebagian besar didahului oleh tanda tanda prodroma yang

kita sebut dengan tanda tanda imiment eklampsia atau impending eklampsia. Tanda-

tanda tersebut sesuai dengan tanda-tanda ensefalopati hipertensif.3

Kejang pada eklampsia dibagi menjadi 4 fase yaitu10

:

Fase 1. Tingkat awal atau aura. Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik. Mata

penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar, demikian pula tangan dan

kepala yang berputar ke kanan dan kiri.

Fase 2. Kemudian timbul tingkat kekejangan tonik yang berlangsung kurang lebih 30

detik. Dalam tingkat ini seluruh otot menjadi kaku sehingga wajah terlihat kaku,

tangan menggenggam dan kaki membengkok ke dalam. Pernafasan berhenti, muka

mulai menjadi sianotik. Lidah dapat tergigit.

Fase 3. Stadium ini kemudian disusul tingkat kekejangan klonik yang berlangsung

antara 1-2 menit. Spasmus tonik menghilang. Semua otot berkontraksi dan berulang-

ulang dalam tempo waktu yang cepat. Mulut membuka dan menutup dan lidah dapat

tergigit lagi. Bola mata menonjol. Dari mulut keluar ludah yang berbusa, muka

menunjukkan kongesti dan sianosis. Penderita menjadi tidak sadar. Kejang ini dapat

sedemikian hebatnya, sehingga seringkali tubuh penderita terjatuh dari tempat tidur.

Akhirnya, kejang berhenti dan penderita menarik nafas secara mendengkur.

Fase 4. Penderita memasuki tingkat koma. Lamanya ketidaksadaran tidak selalu

sama. Secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, akan tetapi dapat terjadi

pula bahwa sebelum itu muncul serangan baru dan berulang, sehingga penderita tetap

dalam koma.

Penderita juga dapat mengalami kenaikan suhu tubuh sampai di atas 39°C

yang disebabkan karena perdarahan intraserebral, dimana kenaikan suhu tubuh ini

merupakan salah satu tanda prognosis yang buruk. Pada eklampsia yang terjadi

antepartum, bisa timbul tanda-tanda persalinan, demikian juga pada eklampsia yang

Page 35: PEB obgyn

terjadi intrapartum, kontraksi yang sudah ada bisa bertambah kuat, sehingga harus

diwaspadai terjadinya solusio plasenta, terutama bila disertai dengan fetal

bradikardia yang lebih dari 5 menit. Keadaan berbahaya lainnya yang bisa mengikuti

kejang adalah adanya edema paru. Edema paru merupakan salah satu komplikasi

akut eklampsia. Edema paru adalah akumulasi cairan yang berlebihan pada

interstitial paru dan ruang alveoli. Keadaan ini merupakan komplikasi akut

eklampsia, yang bisa terjadi bersamaan atau segera setelah kejang berlangsung.

Tanda penting dari edema paru adalah sesak nafas dan pada pemeriksaan fisik paru

didapatkan ronkhi pada paru. Edema paru disebabkan karena aspirasi pneumonitis

atau karena gagal jantung. Selain edema paru komplikasi lainnya adalah keluhan

tentang hilangnya penglihatan pada penderita eklampsia (cortical blindness) yang

terjadi sekitar 10% dari kasus pre-eklampsia dan eklampsia. Kebutaan ini disebabkan

oleh ablasio retina atau iskemia lobus optikus. Keadaan ini biasanya reversibel dan

penglihatan kembali normal beberapa saat sampai 1 minggu setelah melahirkan.4

4.2.4 Komplikasi Eklampsia

Munro (2000) melaporkan beberapa komplikasi eklampsia yang terjadi pada pengamatan

sebanyak 383 penderita eklamsia di Southern General Hospital, Glasgow tahun 1999

sebagai berikut11

:

Depresi pernafasan (87) 23 %

DIC (33) 9 %

Sindrom HELLP (27) 7 %

Gagal ginjal (24) 6 %

Edema paru (18) 5 %

ARDS (7 ) 1,8%

CVA (7) 1,8%

Gagal jantung (6) 1,6 %

Kematian (6) 1,6 %

Page 36: PEB obgyn

4.2.5 Diagnosis Banding Eklampsia

Beberapa kondisi klinis yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding eklampsia adalah

sebagai berikut12

:

Penyakit serebrovaskular : perdarahan intraserebral, thrombosis arteri serebral

Penyakit hipertensi : ensefalopati hipertensif, pheochromcytoma

Space-occupying lesion : tumor atau abses otak

Gangguan metabolik : hipoglikemia, uremia

Infeksi : meningitis, encephalitis

4.2.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk menunjang diagnosis eklampsia

adalah, sebagai berikut :

1. Pemeriksaan darah lengkap

2. Hitung trombosit

3. Elektrolit

4. Protein kuantitatif

5. Fungsi liver

6. Blood smear

7. Asam urat

8. Glukosa serum

Pemeriksaan elektromedik yang diperlukan adalah pemeriksaan CT scan kepala

tanpa atau dengan kontras. CT scan merupakan teknik pemeriksaan radiologis yang

aman untuk kehamilan bila dikerjakan setelah trimester pertama. Pertimbangan untuk

melakukan CT scan pada penderita eklampsia terutama pada penderita yang

mengalami kejang ulangan, atau mengalami kelainan hasil laboratorium yang

bermakna. Gambaran lesi otak yang biasanya nampak adalah edema serebri,

khususnya didaerah lobus oksipitalis, perdarahan serebral dan infark serebri.

Pemeriksaan elektromedik yang lebih superior dibandingkan dengan CT scan adalah

Page 37: PEB obgyn

Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan Magnetic Resonance Angiography (MRA).

Namun penggunaan MRA sangat terbatas pada eklampsia karena dalam waktu 2

minggu lesi otak tersebut sudah menghilang diikuti dengan membaiknya gejala-

gejala klinis. Hampir semua lesi otak pada eklampsia bersifat reversibel, karena

disebabkan oleh kegagalan mekanisme otoregulasi atau vasospasme transien.4

Edema serebri pada penderita pre-eklampsia dan eklampsia berhubungan

dengan kelainan laboratorium akibat adanya disfungsi endotel. Pada sebuah

penelitian digunakan morfologi sel sel darah merah dan LDH sebagai indikator

disfungsi endotel, karena iregularitas dinding endotel itu akan menyebabkan disrupsi

dari sel darah merah menjadi schistocyte, anisocytes, microspherpcytes dan terjadi

pelepasan LDH. Pemeriksaan marker endotel hendaknya dilakukan pada penderita

pre-eklampsia dan eklampsia. Apabila terdapat abnormalitas sebaiknya segera

diberikan terapi antihipertensi untuk mencegah ensefalopati hipertensif.3,4

4.2.7 Penatalaksanaan Eklampsia

Kejang pada penderita eklampsia merupakan suatu life-threatening emergency yang

harus mendapatkan penanganan yang adekuat untuk mengurangi morbiditas dan

mortalitas ibu dan anak. Sebanyak 60% kematian maternal pada eklampsia

disebabkan karena perdarahan serebral yang disebabkan oleh karena peningkatan

tekanan darah. Pada prinsipnya penanganan eklampsia terdiri dari 5 hal penting

yaitu3,4

:

1. Menjaga jalan nafas ibu

Pada penderita eklampsia yang sedang mengalami kejang, mencegah

tergigitnya lidah dan aspirasi dari cairan sekresi yang berasal dari saluran

makanan harus menjadi prioritas utama penanganan eklampsia. Penderita

dengan eklampsia hendaknya ditempatkan pada tempat yang cukup terang,

tidak gelap. Pada waktu kejang, penderita ditempatkan sedemikian rupa

sehingga kepala dalam posisi miring ke kiri untuk memperbaiki aliran darah

ke uterus, dan tempatkan bantalan lidah untuk melindungi lidah agar tidak

tergigit. Sekresi yang banyak di rongga mulut segera dihisap, namun terlalu

jauh masuk ke dalam rongga mulut untuk menghindari reflek vagal. Untuk

menjamin oksigenasi, berikan oksigen sungkup 5-6 L/menit.

Page 38: PEB obgyn

2. Menghentikan kejang dan mencegah kejang ulangan

Sampai saat ini MgSO4 merupakan obat pilihan untuk menghentikan kejang

dan mencegah serangan kejang ulangan pada penderita eklampsia. Kerja

MgSO4 tidak saja sebagai anti kejang, namun juga bersifat sebagai

vasodilator serebral dengan cara menghambat masuknya ion Ca2+

ke dalam

sel melalui NMDA (N-Methyl-D-aspartate) yang merupakan subtipe dari

glutamate channel. Di samping itu MgSO4 juga dapat memperbaiki fungsi

endotel. MgSO4 dapat diberikan secara intermiten maupun kontinyu dengan

pompa infus.

Sebagai fungsi neuroprotektif, MgSO4 menurunkan terjadinya pinositosis

yang terjadi akibat kerusakan sawar darah otak akibat hipertensi akut. Terapi

MgSO4 akan merestriksi perpindahan air dan elektrolit ke otak melalui

transpor transeluler, sehingga membatasi terjadinya formasi edema dan

meningkatkan hasil akhir dari segi klinis pada eklampsia.

Gambar 2. Efek antikonvulsan Magnesium sulfat

Page 39: PEB obgyn

Gambar 3. Efek vaskular dari magnesium sulfat

Gambar 4. Efek magnesium sulfat pada edema serebri dan sawar darah

otak

Page 40: PEB obgyn

Rekomendasi pemberian MgSO4 sebagai berikut7 :

1. Loading dose:

a. Berikan 4 gram MgSO4 20% intravena; 1 gram per menit

b. Berikan 10 gram MgSO4 50% intramuskular:

Kuadran atas sisi luar kedua bokong:

5 gram pada bokong kanan

5 gram pada bokong kiri

2. Dosis pemeliharaan :

Berikan MGSO4 5 gram 50% tiap 4 jam bergantian salah satu bokong

dalam waktu 24 jam.

3. Syarat pemberian MgSO4 adalah :

a. Refleks patela harus positif

b. Tidak ada tanda-tanda depresi pernapasan (respirasi lebih

dari16x/menit)

c. Produksi urin tidak kurang dari 25 cc/jam atau 150 cc/ 6 jam

4. Apabila terdapat kejang-kejang lagi, diberikan sekali saja MgSO4 dan

bila masih timbul kejang lagi dapat diberikan Pentotal 5 mg/kg berat

badan IV pelan.

5. Bila terdapat tanda-tanda keracunan MgSO4, berikan Kalsium

glukonas 10% sebagai antidotum, 10 cc IV pelan selama 3 menit atau

lebih

6. Apabila sebelumnya sudah diberikan pengobatan diazepam, maka

dilanjutkan dengan pengobatan MgSO4.

Pemberian MgSO4 dengan cara diatas memberikan kadar plasma obat dalam

batas batas dosis terapi yang aman yaitu 4-7 mEq/L. Namun penderita yang

mendapatkan pengobatan dengan MgSO4 tetap harus diamati kemungkinan

adanya gejala-gejala toksisitas, yaitu hilangnya reflek patela dan depresi

sampai henti nafas. Kedua tanda klinis itu harus diperiksa setiap jam. Karena

MgSO4 diekskresikan lewat ginjal, maka pada penderita dengan kelainan

ginjal atau oliguria (produksi urin < 100 cc per 4 jam) harus dilakukan

pemeriksaan kadar MgSO4 serum. Dosis awal MgSO4 yang diberikan

pertama kali aman untuk penderita yang mengalami gangguan fungsi ginjal,

namun pada pemberian dosis ulangan, pemeriksaan fungsi ginjal harus

dilakukan dimana bila kadar kreatinin serum melebihi 1,3 mg/dl , maka dosis

Page 41: PEB obgyn

MgSO4 diberikan setengah dari dosis standar. Reflek patella akan menghilang

pada kadar MgSO4 mencapai 10 mEq/L. Bila melebihi 10-12 mEq/L maka

terjadi sedangkan depresi nafas dan bila kadar plasma MgSO4 melebihi 12

mEq/L akan terjadi paralisis otot pernafasan. Bila terjadi tanda-tanda

toksisitas tersebut maka MgSO4 harus segera dihentikan dan diberikan

antidotumnya yaitu kalsium gluconas 1 gram intravenous.

3. Pengendalian tekanan darah dan mencegah komplikasi

Tujuan dari penurunan tekanan darah pada eklampsia adalah untuk

menurunkan risiko terjadinya perdarahan serebral, gagal jantung, infark

miokard dan solusio plasenta. Penurunan tekanan darah tidak boleh terlalu

cepat karena dapat membahayakan ibu dan janin. Target terapi pada

eklampsia adalah menurunkan tekanan darah segera sebesar 10 mmHg

sistolik dan diastolik dari pra-pengobatan dan mempertahankan MABP < 125

mmHg , tetapi tidak boleh lebih kecil dari 105 mmHg, atau diastolik 90-110

mmHg.

Hal-hal penting yang perlu diperhatikan pada pemberian obat antihipertensi

pada eklampsia adalah kapan memulai terapi, obat apa yang digunakan,

berapa besar dosisnya, bagaimana memantaunya dan kapan menghentikan

terapi antihipertensi. Hipertensi pada umumnya harus diterapi tanpa

memandang penyebabnya untuk mengurangi risiko perdarahan serebral,

namun pada eklampsia seringkali tingginya tekanan darah tidak sesuai dengan

beratnya gejala klinis atau makin tingginya kemungkinan kejadian kejang.

Sebagian ahli tidak memberikan antihipertensi pada hipertensi ringan, dimana

tekanan darah sistolik 140- 160 mmHg dan diastolic 90-110 mmHg, namun

pada saat ini telah disepakati untuk memberikan antihipertensi pada tekanan

darah sistolik > 160 mmHg dan diastolik > 109 mmHg. Target terapi yang

harus dicapai adalah MABP 105-125 mmHg yang bertujuan untuk

mempertahankan sistem otoregulasi serebral, tetapi tetap dapat

mempertahankan sirkulasi uteroplasenta.

Harus diingat bahwa tingginya tekanan darah bukanlah satu-satunya faktor

predisposisi untuk menentukan prognosis penyakit. Beberapa tanda klinis dan

laboratorium lainnya seperti nilai hematokrit, protenuria, peningkatan enzim

Page 42: PEB obgyn

hati, ada tidaknya tanda-tanda IUGR (Intra Uterine Growth Restriction) harus

tetap diamati. Jadi tujuan utama dari pengobatan antihipertensi adalah untuk

mencegah komplikasi yang berbahaya pada ibu akibat tingginya tekanan

darah, tetapi tetap dapat melindungi kehamilan dan janin yang dikandungnya.

Pemberian obat antihipertensi tidak dapat mengendalikan penyakit secara

keseluruhan. Morbiditas dan mortalitas hanya dapat dicegah dengan cara

melahirkan bayi.4

Obat antihipertensi yang yang direkomendasikan untuk hipertensi akut adalah3 :

Nama Obat Onset Dosis Pemberian

1. Hydralazine 10-20 menit 5-10 mg setiap 20 menit sampai maksimal

30mg

2. Labetalol 10-15 menit 10-20 mg IV, kemudian 40-80 mg setiap 10

menit sampai maksimal 300 mg/hari, infus

lanjut 1-2 mg/jam.

3. Nifedipine 5-10 menit 10 mg PO, diulang setiap 30 menit, kemudian

10-20 mg setiap 4-6 jam sampai maksimal 240

mg/ 24 jam.

4. Sodium 0,5-5 menit 0,25- 5 ug/kg/min IV infusion. Risiko

keracunan

Nitroprusside sianida pada fetus jika pengobatan lama.

Diantara obat-obat antihipertensi di atas yang sering diberikan saat ini adalah

nifedipine oral. Meskipun belum direkomendasikan oleh POGI namun

pemakaian obat ini didukung oleh banyak penelitian. Penelitian meta analisis

yang membandingkan hidralasine, labetalol, nifedipine dan antihipertensi

yang lainnya telah dilakukan oleh Magee (2003) dengan hasil bahwa

hidralasine berhubungan dengan kecenderungan terjadinya hipertensi

persisten dibandingkan dengan nifedipine dan antihipertensi lainnya, juga

lebih sering menimbulkan palpitasi dan flushing dibandingkan dengan

nifedipine. Disimpulkan bahwa pemakaian hidralasin menimbulkan efek

samping lebih banyak dibandingkan dengan nifedipine.4

Adapula panduan yang meggunakan batasan penggunaan obat

antihipertensi bila tekanan darah sistol lebih atau sama dengan 180 mmHg

Page 43: PEB obgyn

atau diastol lebih dari atau sama dengan 110 mmHg dapat digunakan injeksi 1

ampul clonidine ynag dilarutkan dalam 10 cc larutan ( mula-mula disuntikkan

5 cc per;ahan-lahan selam 5 menit, 5 menit kemudian tekanan darah diukur,

bila belum ada penurunan maka diberikan lagi 5 cc intravena dalam 5 menit

sampai tekanan darah diatol normal dilanjutkan dengan nifedipne 3x 10 mg).

Namun bila tekanan darah sistol kurang dari 180 mmHg dan diastol kurang

dari 110 mmHg antihipertensi yang dapat digunakan adalah Nifedipin 3x 10

mg. Tujuan terapi adalah tercapainya penurunan tekanan darah diastolik

sampai 100-110 mmHg. 4

Salah satu komplikasi dari eklampsia adalah edema paru dan dapat

dipertimbangkan pemberian diuretik dan apabila terdapat kelainan fungsi

ginjal (bila faktor renal sudah teratasi) diberikan furosemid injeksi 40 mg/im.

Begitu juga pemberian terhadap kardiotonika, diberikan atas indikasi

misalnya adanya tanda-tanda parah jantung.4

4. Manajemen cairan atau memperbaiki keadaan umum ibu

Salah satu penyebab kematian ibu pada eklampsia adalah kegagalan

kardiorespirasi. Pada seorang penderita eklampsia terjadi vasospame

menyeluruh yang mengakibatkan terjadinya gangguan perfusi organ. Studi

tentang volume cairan ekstravaskuler pada penderita pre-eklampsia-

eklampsia menunjukkan bahwa volume plasma menurun sampai 50%

dibandingkan dengan kehamilan normal. Penurunan volume plasma ini

adalah akibat maldistribusi volume cairan ekstraseluler. Selain itu pada pre-

eklampsia juga terjadi penurunan aliran darah ke ginjal . Keadaan ini

memudahkan penderita mengalami edema dan pemberian cairan harus

mempertimbangkan keadaan ini.

Untuk mencegah terjadinya komplikasi iatrogenik seperti edema paru, gagal

jantung kiri, dan adult respiratory distress syndrome maka kesimbangan

antara cairan masuk dan keluar harus dimonitor. Untuk menambah tekanan

onkotik plasma, seringkali digunakan cairan koloid, namun belum ada bukti

pemberian ini lebih bermanfaat dibandingkan dengan cairan kristaloid.

Kecepatan pemberian cairan intravenous yaitu 80 cc/jam (1 ml/kg/jam).

Terdapat kontroversi apakah monitoring dengan CVP dapat membantu

mengetahui adanya overload cairan, sebab pada pre-eklampsia terdapat

Page 44: PEB obgyn

korelasi yang buruk dengan volume plasma. Bila CVP dipakai untuk

monitoring maka nilainya harus dipertahankan pada nilai dibawah 5 cm H2O.

Secara rutin kristaloid sering dipakai untuk hidrasi sebelum tindakan

anestesia regional. Pada penderita ini ekspansi volume bisa menurunkan COP

lebih lanjut dan karena itu secara teoritis akan lebih menguntungkan bila

menggunakan kristaloid dibandingkan dengan koloid. Karena belum terdapat

bukti jenis cairan mana yang lebih baik dipakai, maka bila kristaloid yang

dipakai untuk hidrasi monitor PCWP dianjurkan. Jenis cairan yang digunakan

adalah ringer laktat atau ringer asetat. Ringer asetat dianggap memiliki

kelebihan karena proses pembentukan bikarbonat dari asetat terjadi di otot,

sedangkan laktat menjadi bikarbonat memerlukan fungsi hepar yang baik,

dimana pada pre-eklampsia sering terjadi gangguan hepar. 4

5. Manajemen persalinan

Melahirkan bayi merupakan terapi definitif dari eklampsia. Semua kehamilan

dengan eklampsia harus diakhiri tanpa memandang umur kehamilan dan

keadaan janin. Bila penderita ada dalam persalinan atau persalinan per

vaginam memenuhi syarat, maka persalinan pervaginam merupakan cara

yang terbaik untuk penderita pre-eklampsia-eklampsia. Sikap dasar adalah

bila kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan). Stabilisasi

hemodinamik dan metabolisme ibu dapat dicapai dalam 4-8 jam setelah sa;ah

satu atau lebih dari keadaan berupa 1.) setelah pemberian obat anti kejang

terakhir; 2.)setelah kejang terakhir; 3.) setelah pemberian obat anti hipertensi

terakhir; 4.) penderita mulai sadar (responsif dan orientasi).

Untuk memulai persalinan hendaknya diperhatikan hal-hal seperti kejang

sudah dihentikan dan diberikan antikejang untuk mencegah kejang ulangan,

tekanan darah sudah terkendali, dan hipoksia telah dikoreksi. Induksi

persalinan dapat dilakukan bila hasil KTG normal. Pemberian drip oksitosin

dilakukan bila nilai skor pelvik ≥5. Pada skor pelvik yang rendah dan

kehamilan masih sangat preterm, seksio sesaria lebih baik dibandingkan

dengan persalinan pervaginam.

Seksio sesaria dilakukan bila : 1.) syarat drip oksitosin tidak dipenuhi atau

adanya kontraindikasi drip oksitosin; 2.) persalinan belum terjadi dalam

Page 45: PEB obgyn

waktu 12 jam; 3.) bila hasil KTG patologis. Pada seksio sesaria, analgesia

epidural menjadi pilihan untuk anestesia, karena tidak mempengaruhi COP,

aliran darah ke plasenta tidak dipengaruhi dan pengendalian tekanan darah

lebih baik. Hipovolemia bisa terjadi pada pemakaian obat obat regional

anestesia, karena itu diperlukan loading cairan sebanyak 400-500 ml

kristaloid sebelum anestesia regional dilakukan untuk mencegah hipotensi

dan fetal distress. Kontraindikasi anesthesia regional adalah bila terdapat

DIC, atau bila kadar trombosit dibawah 100.000. Pada keadaan dimana harus

dilakukan anestesia umum, maka perhatian terhadap kemungkinan adanya

edema laring, yang dapat mempersulit intubasi serta dapat menyebabkan

obstruksi respirasi post-operatif atau henti jantung harus diperhatikan.

Laringoskop telah diketahui dapat menyebabkan reflek hipertensi yang dapat

memperburuk keadaan penderita. Ergometrin tidak boleh diberikan, sehingga

untuk mencegah perdarahan post partum dapat diberikan infus oksitosin (40

IU/dalam dekstrose).4

6. Manajemen post-partum

Setelah melahirkan penderita masih harus diawasi selama 24 jam. Obat

antihipertensi harus tetap diberikan sampai MABP <125 mmHg. Post partum

eklampsia biasanya terjadi dalam 24-48 jam setelah melahirkan, karena itu

terapi MgSO4 tetap harus diberikan sampai 24 jam post-partum atau 24 jam

setelah kejang terakhir. Pemeriksaan laboratorium dilakukan setelah 24 jam

persalinan.4

4.2.8 Penatalaksanaan preEklampsia

Tujuan utama perawatan preeklamsia mengurangi terjadinya kejang, perdarahan

intrakranial, dan end organ damage dan mempertahankan serta menyelamatkan janin

dalam kandungan ibu.

4.2.8.1 Preeklamsia Ringan

A. Sikap yang dilakukan :

1. Rawat jalan (ambulatoir)

a. Dianjurkan stirahat (berbaring/tidur miring), tetapi tidak mutlak harus tirah

baring. Pada umur kehamilan di atas 20 minggu, tirah baring dengan posisi

Page 46: PEB obgyn

miring menurunkan tekanan pada vena kava inferior, sehingga meningkatkan

aliran darah balik dan akan menambah curah jantung. Hal ini berarti pula

meningkatkan darah ke organ-organ vital, menambah oksigenasi plasenta dan

memperbaiki kondisi janin dalam rahim.

b. Diet reguler : Tidak perlu diet khusus. Diberikan cukup protein; rendah

karbohidrat dan lemak.

c. Vitamin prenatal.

d. Tidak perlu restriksi konsumsi garam (2 gram natrium atau 4-6 gram garam

dapur).

e. Pemeriksaan laboratorium : Hb, hematokrit, fungsi hati, urin lengkap, fungsi

ginjal

f. Tidak perlu pemberian diuretik, antihipertensi, dan sedativum.

g. Kunjungan ke rumah sakit tiap minggu.

2. Rapat inap (hospitalisasi)7

Indikasi preeklamsia ringan dirawat inap :

a. Hipertensi yang menetap selama > 1 minggu.

b. Proteinuria menetap selama > 1 minggu.

c. Hasil tes laboratorium yang abnormal.

d. Adanya gejala atau tanda satu atau lebih dari preeklamsia berat.

Pemeriksaan dan monitoring pada ibu :

a. Pengukuran tekanan darah setiap 4 jam

b. Pengamatan yang cermat adanya edema pada muka dan abdomen.

c. Penimbangan berat badan pada waktu ibu masuk rumah sakit dan penimbangan

dilakukan setiap hari untuk pengukuran tumbuh kembang janin.

d. Pengamatan dengan cermat gejala preeklamsia dengan impending eklamsia :

Nyeri kepala frontal atau oksipital

Gangguan visus

Nyeri kuadran kanan atas perut

Nyeri epigastrium

e. Pengukuran produksi urin setiap 3 jam (tidak perlu dengan kateter).

f. Pemeriksaan laboratorium :

a. Proteinuria pada dipstick pada waktu masuk dan sekurang-kurangnya diikuti

2 hari setelahnya.

Page 47: PEB obgyn

b. Hematokrit dan trombosit dua kali seminggu.

c. Tes fungsi hepar dua kali seminggu.

d. Tes fungsi ginjal dengan pengukuran kreatinin serum, asam urat, dan BUN.

Pemeriksaan kesejahteraan janin :

a. Pengamatan gerak janin setiap hari

b. Non-stress test dua kali seminggu

c. Profil biofisik janin bila NST non reaktif

d. Evaluasi pertumbuhan janin dengan USG setiap 3-4 minggu

e. Ultrasound Doppler arteri umbilikalis dan arteri uterina

Terapi medikamentosa yang diberikan untuk pasien preeklamsia ringan yang dirawat

di rumah sakit adalah pada dasarnya sama dengan terapi ambulatoir. Bila terdapat

perbaikan gejala dan tanda-tanda preeklamsia dan umur kehamilan ≤ 37 minggu, ibu masih

perlu diobservasi selama 2-3 hari kemudian boleh dipulangkan. Selama dirawat di Rumah

Sakit, lakukan konsultasi kepada bagian penyakit mata, bagian penyakit jantung, dan

bagian lain atas indikasi

B. Sikap terhadap kehamilannya (pengelolaan obstetrik) pada pasien preeklamsia ringan

tergantung dari usia kehamilan:

1. Bila pasien tidak inpartu :

a. Umur kehamilan < 37 minggu :

Bila tanda dan gejala tidak memburuk, kehamilan dapat dipertahankan sampai aterm.

b. Umur kehamilan ≥ 37 minggu :

Kehamilan dipertahankan sampai timbul onset partus

Bila serviks matang pada tanggal taksiran persalinan dapat dipertimbangkan untuk

dilakukan induksi persalinan.

Persalinan dapat dilakukan secara spontan; bila perlu memperpendek kala II

2. Bila pasien sudah inpartu : lakukan persalinan.

4.2.8.2 Preeklamsia Berat

Tujuan pengelolaan preeklamsia berat mencakup pencegahan kejang, pengobatan

hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat,

dan saat yang tepat untuk persalinan.

Page 48: PEB obgyn

A. Sikap terhadap penyakitnya (terapi medikamentosa):

1. Segera masuk rumah sakit.

2. Tirah baring miring ke kiri secara intermitten.

3. Infus 5% Ringer Dekstrose jumlah tetesan < 125cc/jam atau infus Desktrose 5%

yang tiap 1 liternya diselingi infus Ringer Laktat (60-125 cc/jam) 500cc.

4. Monitoring input carian (melalui oral ataupun infus) dan output cairan (melalui

urin).

5. Oligouria terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24

jam.

6. Antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat

menghindari risiko aspirasi asam lambung.

7. Pemberian antikejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi kejang.

Cara pemberian regimen MgSO4 dibagi menjadi loading dose dan maintenance dose.

Loading dose : 4 gram MgSO4 IV (40% dalam 10 cc) selama 15 menit.

Maintenance dose : Infus 6 gram dalam larutan Ringer/6 jam; atau diberikan 4-5

gram IM, selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram IM tiap 4-6 jam.

Syarat pemberian MgSO4 :

Tersedia antidotum MgSO4 bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonas 10%

(1 gram dalam 10 cc) diberikan IV dalam 3 menit.

Refleks patella normal.

Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distres pernapasan.

Produksi urin dalam 4 jam sebelumnya > 100 cc; 0,5 cc/kgBB/jam.

Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda-tanda intoksikasi, setelah 24 jam post

partum, atau 24 jam setelah kejang terakhir.

Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4 maka diberikan salah satu obat

berikut :

Sodium thipental 100 mg IV

Diazepam 10 mg IV

Sodium amobarbital 250 mg IV

Phenytoin : dosis awal 1000 mg IV dilanjutkan 16,7 mg/menit/1 jam dilanjutkan

500 gram oral setelah 10 jam dosis awal dalam 14 jam.

Page 49: PEB obgyn

8. Antihipertensi

Obat antihipertensi menurut Belfort diberikan bila tekanan darah ≥ 160/110

mmHg dan MAP ≥ 126.6

Menurut Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran obat

antihipertensi sudah diberikan bila tekanan darah ≥140/90.8

Jenis obat : Nifedipine 10-20 mg PO, diulangi setelah 30 menit, maksimum

120 mg daam 24 jam.

Nifedipin tidak dibenarkan diberikan di bawah mukosa lidah (sublingual)

karena absorpsi terbaik adalah melalui saluran pencernaan makanan.

Tekanan darah diturunkan secara bertahap : (1) penurunan awal 25% dari

tekanan sistolik, (2) tekanan darah diturunkan sampai mencapai <160/105 mmHg

atau MAP < 125 mmHg.

Nicardipine-HCl : 10 mg dalam 100 cc atau 250 cc NaCl/RL diberikan secara

IV selama 5 menit. Bila gagal dalam 1 jam dapat diulang dengan dosis 12,5 mg

selama 5 menit. Bila masih gagal dalam 1 jam bisa diulangi sekali lagi dengan dosis

15 mg selama 5 menit.

Metildopa merupakan agonis α-adrenergik, dan merupakan satu-satunya obat

anti hipertensi yang telah terbukti keamanan jangka panjang untuk janin dan ibu.

Obat ini menurunkan resistensi total perifer tanpa menyebabkan perubahan pada

laju jantung dan cardiac output. Obat ini menurunkan tekanan darah dengan

menstimulasi reseptor sentral α-2 lewat α-metil norefinefrin yang merupakan

bentuk aktif metil dopa. Sebagai tambahan, dapat berfungsi sebagai penghambat α-

2 perifer lewat efek neurotransmitter palsu. Jika metil dopa digunakan sendiri,

sering terjadi retensi cairan dan efek anti hipertensi yang berkurang. Oleh karena

itu, metil dopa biasanya dikombinasikan dengan diuretik untuk terapi pada pasien

yang tidak hamil. Dosis awal 250 mg 3 kali sehari dan ditingkatkan 2 gram/hari.

Puncak plasma terjadi 2-3 jam setelah pemberian. Paruh wakti 2 jam. Efek

maksimal terjadi dlam 4-6 jam setelah dosis oral. Kebanyakan disekresi lewat

ginjal. Efek samping yang sering dilaporkan adalah sedasi dan hipotensi postural.

Terapi lama (6-12 bulan) dengan obat ini dapat menyebabkan anemia hemolitik dan

merupakan indikasi untuk memberhentikan obat ini.9

Page 50: PEB obgyn

9. Diuretik

Diuretik tidak dibenarkan diberikan secara rutin karena memperberat penurunan perfusi

uteroplasenta, memperberat hipovolemia, dan meningkatkan hemokonsentrasi.

Diuretik yang diberikan hanya atas indikasi :

Edema paru

Payah jantung kongestif

Edema anasarka

Diuretik yang diberikan adalah furosemid.

10. Diet : diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori berlebih.

B. Sikap terhadap kehamilannya (pengelolaan obstetrik) pada pasien dengan preeklamsia

berat meliputi :

1. Perawatan konservatif/ekspektatif

Tujuan : (1) Mempertahankan kehamilan, sehingga mencapai umur kehamilan yang

memenuhi syarat janin dapat dilahirkan. (2) Meningkatkan kesejahteraan bayi baru

lahir tanpa mempengaruhi keselamatan ibu.

a. Indikasi : Kehamilan < 37 minggu tanpa disertai gejala dan tanda impending

eklamsia dengan keadaan janin baik.

b. Terapi medikamentosa :

Sama dengan terapi medikamentosa pada preeklamsia berat.

Bila penderita sudah kembali menjadi preeklamsia ringan, maka masih dirawat

2-3 hari lagi baru diizinkan pulang

Pemberian MgSO4 sama seperti pemberian MgSO4 seperti di atas, tetapi tidak

diberikan loading dose intravena, tetapi cukup intramuskular

Pemberian glukokortikoid diberikan pada umur kehamilan 32-34 minggu selama

48 jam.

c. Perawatan di Rumah Sakit (sama seperti rawat inap pada preeklamsia ringan)

d. Penderita boleh dipulangkan : bila penderita telah bebas dari gejala-gejala

preeklamsia berat, masih tetap dirawat 3 hari lagi baru diizinkan pulang.

e. Cara persalinan

Bila penderita tidak inpartu, kehamilan dipertahankan sampai aterm.

Bila penderita inpartu, perjalanan persalinan diikuti seperti lazimnya.

Page 51: PEB obgyn

Bila penderita inpartu, maka persalinan diutamakan per vaginam kecuali bila ada

indikasi untuk sectio caesaria.

2. Perawatan aktif/agresif

a. Tujuan : terminasi kehamilan

b. Indikasi

Indikasi Ibu :

o Umur kehamilan ≥ 37 minggu

o Kegagalan terapi medikamentosa :

i. Setelah 6 jam sejak dimulai terapi medikamentosa, terjadi kenaikan

tekanan darah yang persisten.

ii. Setelah 24 jam sejak dimulainya terapi medikamentosa, terjadi kenaikan

tekanan darah yang persisten.

o Tanda dan gejala impending eklamsia

o Gangguan fungsi hepar

o Gangguan fungsi ginjal

o Dicurigai terjadi solusio plasenta

o Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, dan perdarahan.

o Indikasi Janin :

o Adanya tanda-tanda fetal distress

o IUGR berdasarkan pemeriksaan USG

o NST non reaktif dan profil biofisik abnormal

o Timbulnya oligohidramnion

o Indikasi Laboratorium :

o Trombositopenia progresif, yang menjurus ke sindroma HELLP.

c. Terapi medikamentosa (sama seperti di atas)

d. Cara persalinan

Persalinan sedapat mungkin diarahkan pervaginam.

Penderita belum inpartu :

o Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop ≥ 8. Bila perlu dilakukan

pematangan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan harus sudah

mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan

dianggap gagal dan harus disusul dengan sectio caesarea.

o Indikasi sectio caesarea :

Page 52: PEB obgyn

i. Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam

ii. Induksi persalinan gagal

iii. Terjadi gawat janin

iv. Umur kehamilan < 33 minggu

Penderita sudah inpartu :

o Perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman

o Memperpendek kala II

o Sectio caesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan gawat

janin

o Primigravida direkomendasikan sectio caesarea

o Anestesi : regional anestesi, epidural anestesi.

4.2.3.3 Penatalaksanaan post partum

Menurut NICE Clinical Guidelines tentang manajemen penyakit hipertensi dalam

kehamilan, perawatan post partum dari wanita dengan preeklamsia meliputi:

Pengukuran tekanan darah minimal 4 kali sehari selama berada di rumah sakit.

Observasi keluhan pasien setiap kali mengukur tekanan darah.

Pemeriksaan jumlah trombosit, transaminase, dan kreatinin serum 48-72 jam post

partum.

Pemeriksaan carik celup urin untuk mendeteksi proteinuria. Apabila proteinuria

masih ≥ +2, maka dianjurkan melakukan pemeriksaan ulang 3 bulan lagi untuk

mengevaluasi fungsi ginjal.

Page 53: PEB obgyn

KESIMPULAN

Eklampsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan yang disebabkan langsung

oleh kehamilan itu sendiri.

adalah kelainan akut pada wanita hamil dalam persalinan atau nifas yang ditandai

dengan timbulnya kejang dan atau koma. Sebelumnya wanita ini menunjukkan gejala-

gejala preeklampsia berat. (kejang timbul bukan akibat kelainan neurologik).

Etiologi penyakit ini sampai sekarang belum dapat diketahui dengan pasti.

Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis danp emerikasan lainnya yang menunjang.

Berbagai komplikasi pre-eklampsia dan ekalmpsia dapat menyebabkan mortalitas dan

mortalitas pada ibu dan janin yang dapat terjadi seperti solusio plasenta,

hipofibrinogenemia hemolisis, perdarahan otak, kelainan mata, edema paru-paru, nekrosis

hati, Sindroma HELLP Komplikasi yang berat ialah kematian ibu dan janin.

Penatalaksanaan pada pre-eklampsia dan eklampsia terdiri dari tindakan konservatif

untuk mempertahankan kehamilan da ntindakan aktif sesuai dengan usia kehamilan

ataupun adanya komplikasi yang timbul pada pengobatan konservetif. Pada pre-eklampsia

dan eklampsia harus diobservasi kesejahteraan janin dan ibu. Sedangkan untuk terminasi

kehamilan pada Eklampsi harus dilakukan sesegera mungkin tanpa memandang usia

kehamilan, karna eklampsia dapat mengancam keselamatan ibu.

Page 54: PEB obgyn

DAFTAR PUSTAKA

1. Report of the national High Blood Pressure Education Program Working Group on

High Blood Pressure in Pregnancy, 2001, Am Fam Physician, 64: 263-70

2. Himpunan Kedokteran Fetomaternal. Penatalaksanaan Hipertensi dalam Kehamilan.

Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Available at:

http://www.pogi.or.id.

3. The American Congress of Obstetrician and Gynecologist. Hypertension in

Pregnancy. bstetrics & Gynecology, Vol. 122, No. 5, November 2013

4. Deeker GA. Risk Factor for Preeclamsia. Clinical Obstetrics and Gynecology, 1999,

42:422-35

5. Churchill D, Beevers DG. Definitions and Classification System of the Hypertensive

Disoreders in Pregnancy in Churcill D, Beevers DG. Hypertensiom. BMJ Books,

London 1999.

6. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, eds. Ilmu Kebidanan. 4th ed.

Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010.

7. Himpunan Kedokteran Fetomaternal. Penatalaksanaan Hipertensi dalam Kehamilan.

Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Available at:

http://www.pogi.or.id.

8. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Rekomendasi Preeklamsi Berat.

Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.

9. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY (eds).

Williams Obstetrics. 23rd ed, New York: McGraw Hill, 2010.

10. National Collaborating Centre for Women’s and Children’s Health. Hypertension in

Pregnancy: the management of hypertensive disorders in Pregnancy. London: Royal

College of Obstetricians and Gynaecologists, 2011.

Page 55: PEB obgyn

DAFTAR PUSTAKA

11. Report of the national High Blood Pressure Education Program Working Group on

High Blood Pressure in Pregnancy, 2001, Am Fam Physician, 64: 263-70

12. Himpunan Kedokteran Fetomaternal. Penatalaksanaan Hipertensi dalam Kehamilan.

Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Available at:

http://www.pogi.or.id.

13. The American Congress of Obstetrician and Gynecologist. Hypertension in

Pregnancy. bstetrics & Gynecology, Vol. 122, No. 5, November 2013

14. Deeker GA. Risk Factor for Preeclamsia. Clinical Obstetrics and Gynecology, 1999,

42:422-35

15. Churchill D, Beevers DG. Definitions and Classification System of the Hypertensive

Disoreders in Pregnancy in Churcill D, Beevers DG. Hypertensiom. BMJ Books,

London 1999.

16. Saifuddin AB, Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, eds. Ilmu Kebidanan. 4th ed.

Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010.

17. Himpunan Kedokteran Fetomaternal. Penatalaksanaan Hipertensi dalam Kehamilan.

Jakarta: Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Available at:

http://www.pogi.or.id.

18. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Rekomendasi Preeklamsi Berat.

Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.

19. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY (eds).

Williams Obstetrics. 23rd ed, New York: McGraw Hill, 2010.

20. National Collaborating Centre for Women’s and Children’s Health. Hypertension in

Pregnancy: the management of hypertensive disorders in Pregnancy. London: Royal

College of Obstetricians and Gynaecologists, 2011.

Page 56: PEB obgyn

Kehamilan Ganda

PENDAHULUAN

Insiden kelahiran kembar telah meningkat dalam 30 tahun terakhir. Pada tahun

2009, terdapat 16 kasus kelahiran kembar dari total 1000 kelahiran hidup di Inggris dan

Wales. Hal ini menunjukkan peningkatan jumlah kasus jika dibandingkan pada tahun

1980, dimana hanya terdapat 10 kasus kelahiran kembar per 1.000 kelahiran hidup. Angka

kelahiran kembar yang meningkat sering dikaitkan dengan penggunaan teknik reproduksi

bantuan, termasuk fertilisasi in vitro ( IVF ). Sekitar lebih dari 24 % kesuksesan prosedur

IVF menghasilkan kehamilan kembar. Kelahiran kembar saat ini mencapai 3 % dari

kelahiran hidup. Di USA, telah terjadi kenaikan kelahiran kembar sebesar 3 % dari seluruh

kelahiran hidup

Beberapa kehamilan dikaitkan dengan risiko lebih tinggi bagi ibu dan bayi . Wanita

dengan kehamilan kembar memiliki peningkatan risiko dari keguguran, anemia , gangguan

hipertensi, perdarahan, persalinan operatif dan penyakit pasca kelahiran. Secara umum,

angka kematian ibu terkait dengan kelahiran kembar adalah 2,5 kali lipat lebih besar jika

dibandingkan dengan kelahiran tunggal. Kehamilan kembar menyebabkan peningkatan

yang nyata dari morbiditas dan mortalitas perinatal. Wanita dengan kehamilan multifetus

memerlukan pengawasan dan perhatian khusus sehingga digolongkan sebagai kehamilan

dengan komplikasi. Risiko kelahiran prematur juga lebih tinggi pada kehamilan kembar

dibandingkan dengan kehamilan tunggal, dimana terjadi pada 50% kehamilan kembar, 10

% diantaranya terjadi kelahiran sebelum kehamilan mencapai usia 32 minggu.

Page 57: PEB obgyn

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kehamilan multifetus atau ganda atau kembar adalah suatu kehamilan dengan dua

janin atau embrio atau lebih dalam satu gestasi. Kehamilan dengan dua janin disebut

kehamilan kembar, tiga janin disebut triplet, empat janin disebut kuadriplet dan lima

janin disebut quintiplet.

2.2 Epidemiologi

Insiden kehamilan kembar monozigotik di USA cenderung konstan berkisar 4 dari

1000 kelahiran dan sebagian besar tidak berhubungan dengan usia ibu, ras atau

paritas dan terjadi secara random genetik. Hal ini berlawanan dengan kembar

dizigotik yang insidennya bervariasi diantara berbagi macam ras, dan berpengaruh

juga dari usia ibu (peningkatan dari yang usia >20 tahun insidennya 3 per 1000

sampai 14 per 1000 pada wanita usia 35-40 tahun) serta jumlah paritas. Angka

kelahiran kembar dizigotik tertinggi pada African Americans (10-40 per 1000

kelahiran), diikuti oleh Caucasians (7-10 per 1000 kelahiran) and Asian Americans

(3 per 1000 kelahiran).

2.3 Etiologi dan faktor risiko

Janin yang kembar lebih sering terjadi akibat fertilisasi dua buah ovum yang terpisah

(ovum ganda, kembar dizigot atau kembar "fraternal"). Sekitar sepertiga di antara

kehamilan kembar berasal dari ovum tunggal yang dibuahi, dan selanjutnya

membagi diri menjadi dua buah struktur serupa, masing-masing dengan kemampuan

untuk berkembang menjadi ovum tunggal tersendiri (kehamilan monozigot atau

kembar "identik"). Salah satu atau kedua proses dapat terlibat dalam pembentukan

fetus dengan jumlah yang lebih besar. Faktor resiko untuk kemungkinan terjadinya

kehamilan kembar dapat dibagi menjadi secara natural dan hasil induksi. Secara

natural faktor resiko tersebut adalah riwayat keluarga yang merupakan kembar

dizigotik, ras, bertambahnya paritas dan usia maternal, dan ukuran fisik ibu.

Sedangkan yang secara induksi adalah induksi ovulasi dan fertilisasi in vitro.

Page 58: PEB obgyn

Faktor Predisposisi

1. Ras

Frekuensi kelahiran janin multipel memperlihatkan variasi yang nyata di antara

berbagai ras yang berbeda. Myrianthopoulos (1970) menemukan kehamilan bayi

kembar pada satu dari setiap 100 kehamilan diantara wanita kulit putih dan satu dari

79 kehamilan wanita kulit hitam. Kehamilan diantara orang timur atau oriental tidak

begitu sering terjadi.

2. Hereditas

Sebagai faktor penentu kehamilan kembar, genotip ibu jauh lebih penting daripada

genotip ayah.

3. Usia maternal dan paritas

Kehamilan multipel meningkat seiring dengan meningkatnya paritas.

4. Nutrisi

Ibu dengan postur tubuh besr dan tinggi, lebih besar kemungkinan untuk

mendapatkan kehamilan kembar daripada ibu dengan postur pendek dan kecil.

5. Gonadotropin endogen

Angka kehamilan kembar dizigot yang lebih tingggi pernah dikemukakan untuk

wanita yanng hamil dalam waktu 1 bulan sesudah menghentikan pemakaian

kontrasepsi oral, naum ini tidak berlaku untuk bulan – bulan berikutnya (Rothman,

1977). Salah satu kemungkinan untuk menimbulkan peningkatan yang nampak nyata

adalah pelepasan gonadotropin hipofise dalam jumlah yang lebih besar daripada

lazimnya selama siklus spontan yang pertama setelah penghentian kontrasepsi.

6. Preparat kesuburan

Induksi ovulasi dengan menggunakan preparat gonadotropin (follicle stimulating

hormone plus chorionic gonadotropin) atau klomifen, akan meningkatkan secara

nyata kemungkinan ovulasi ovum yang jumlahnya lebih dari satu.

Pada wanita dengan faktor risiko tertentu dapat dicurigai sebagai kehamilan kembar.

Sebagai faktor penentu kehamilan kembar, genotip ibu jauh lebih penting daripada

genotip ayah. Frekuensi kelahiran janin multipel memperlihatkan variasi yang nyata

di antara berbagai ras yang berbeda. Kehamilan kembar di antara orang-orang Timur

atau Oriental tak begitu sering terjadi. Sebagai contoh, di antara lebih dari 10 juta

kehamilan yang diperiksa di Jepang, ternyata kehamilan kembar ditemukan hanya

satu pada setiap 155 kelahiran. Perbedaan ras yang nyata ini merupakan akibat

Page 59: PEB obgyn

keragaman pada frekuensi terjadinya kehamilan kembar dizigot. Bertambahnya usia

maternal dan paritas pada insiden kehamilan kembar telah diperlihatkan dengan jelas

oleh Waterhouse (1950). Untuk setiap peningkatan usia sampai sekitar 40 tahun atau

paritas sampai 7, frekuensi kehamilan kembar akan meningkat.

2.4 Patogenesis

Kehamilan kembar lebih sering terjadi sebagai akibat fertilisasi dua ovum yang

terpisah, yang dikenal dengan kembar dizigot. Walaupun beberapa ahli mengatakan

bahwa kembar dizigot bukanlah kembar sejati oleh karena berasal dari maturasi dan

fertilisasi dua buah ovum selama siklus ovulatoir tunggal. Sedangkan sekitar

sepertiga diantara kehamilan kembar berasal dari ovum tunggal yang dibuahi, dan

selanjutnya membagi diri menjadi dua buah struktur serupa, masing-masing dengan

kemampuan untuk berkembang menjadi ovum tunggal tersendiri (kehamilan

monozigot atau kembar identik).

Kembar monozigot terjadi saat 1 telur yang dibuahi membelah selama 2 minggu

pertama setelah konsepsi yang akan menghasilkan bayi dengan rupa yang sama atau

bayangan cermin dimana mata, kuping, gigi, rambut, kulit dan ukuran antropologik

pun sama. Satu bayi kembar mungkin kidal dan yang lainnya kanan karena lokasi

daerah motorik di korteks serebri pada kedua bayi berlawanan.1,3

Jenis kembar

monozigotik berhubungan dengan waktu terjadinya faktor penghambat dalam

segmentasi atau pembelahan, misalnya hambatan dalam tingkat segmentasi (2-4

hari), hambatan dalam tingkat blastula (4-7 hari)serta hambatan setelah amnion

dibentuk tapi sebelum primitif streak. 1,3,5

Kembar monozigot timbul dari

pembelahan ovum yang sudah dibuahi pada berbagai tahap perkembangan awal

sebagai berikut:

1) Bila pembelahan terjadi sebelum inner cell mass terbentuk. dan lapisan luar

blastokist belum berubah menjadi korion, yaitu dalam 72 jam pertama setelah

fertilisasi, maka akan terbentuk dua embrio dengan dua amnion dan dua korion.

Keadaan ini menghasilkan kehamilan kembar monozigot dengan diamnion dan

dikorion. Bisa terdapat dua plasenta yang berbeda atau satu plasenta. Sekitar

sepertiga dari kembar monozigotik memiliki 2 amnion 2 korion dan 2 plasenta

yang kadang-kadang 2 plasenta tersebut menjadi satu. Keadaan ini tidak dapat

Page 60: PEB obgyn

dibedakan dengan kembar dizigotik.

2) Jika pembelahan terjadi antara hari keempat dan kedelapan yaitu setelah inner

cell mass dibentuk dan sel-sel yang akan menjadi korion sudah mengalami

diferensiasi namun sel-sel yang akan menjadi amnion belum, maka akan

terbentuk dua buah embrio, masing-masing dalam kantong ketuban yang

terpisah. Kedua kantong ketuban akhirnya akan diselubungi oleh satu korion

bersama, sehingga terjadi kehamilan kembar monozigot diamnion, monokorion.

Sekitar 70 persen kembar monozigotik adalah seperti ini.

3) Namun, jika amnion sudah terbentuk, yang terjadi sekitar hari ke-8 sesudah

fertilisasi, pembelahan akan menghasilkan dua embrio di dalam satu kantong

ketuban bersama atau mengakibatkan kehamilan kembar monozigot

monoamnion, monokorion.

4) Bila pembelahan terjadi lebih belakangan lagi yaitu sesudah diskus embrionik

terbentuk, pada hari ke 9-12 setelah fertilisasi maka akan timbul 1 korion 1

amnion. Pembelahan berlangsung tidak lengkap dan akan terbentuk kembar siam.

Kembar siam sangat jarang dijumpai, hanya sekitar 1:100.000 persalinan.

Kembar siam dapat dibagi atas beberapa jenis sesuai dengan lokasi anatomis

menjadi satu bagian tubuh, yaitu torakopagus (40%), sifoomfalopagus (34%),

pigopagus (18%), iskiopagus(6%) dan kraniopagus (2%).

Gambar 1. Struktur plasenta kembar dalam hubungannya dengan perbedaan pada waktu

embriogenik

Page 61: PEB obgyn

61

2.5 Diagnosis

Riwayat dan Pemeriksaan Fisik

Riwayat kehamilan dalam keluarga, dengan sendirinya hanya memberikan suatu bukti

yang lemah, namun informasi mengenai terapi klomifen atau gonadotropin yang baru

saja diberikan, akan menjadi petunjuk yang kuat.

Dari pemeriksaaan fisik didapatkan :

Perut lebih besar daripada yang sesuai dengan tuanya kehamilan.

Meraba tiga bagian besar atau lebih (yang dimaksud dengan bagian besar ialah

kepala dan bokong sedangkan yang dimaksud dengan bagian kecil ialah kaki

dan tangan).

Meraba dua bagian besar berdampingan.

Meraba banyak bagian – bagian kecil.

Mendengar bunyi jantung anak pada dua tempat dengan sama jelasnya dan

dengan perbedaan frekuensi 10 denyut atau lebih dalam 1 menit.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan diantaranya; USG, radiografi dan

pemeriksaan biokimia. Melalui pemeriksaan USG yang cermat, kantong kehamilan

yang terpisah dapat ditemukan lebih dini pada kehamilan kembar. Pemeriksaan

radiografi, pada rontgen foto didapatkan dua kerangka janin. Pemeriksaan

biokimiawi, jumlah gonadotropin korionik dalam plasma dan urin rata – rata lebih

tinggi daripada jumlah yang ditemukan dalam kehamilan tunggal. Kadar α-fetoprotein

dalam plasma maternal umumnya lebih tinggi pada kehamilan dengan janin kembar

daripada kehamilan dengan janin tunggal.

Diagnosis Banding

Pada kehamilan multifetus, selama trisemester kedua terdapat perbedaan antara usia

kehamilan yang ditentukan dari data – data menstruasi dengan data yang diperoleh

dari hasil pemeriksaan ukuran uterus. Uterus yang berisi dua janin atau lebih jelas

akan menjadi lebih besar daripada uterus yang berisi janin tunggal. Pada kasus dengan

uterus yang tampak besar dan tidak sesuai dengan usia kehamilannya, harus

dipikirkan kemungkinan hal berikut :

Page 62: PEB obgyn

62

1. Multifetus atau janin lebih dari satu.

2. Peninggian uterus akibat distensi vesika urinaria.

3. Riwayat haid yang kurang cermat.

4. Hidramnion.

5. Mola hidatidosa.

6. Mioma uteri atau adenomiosis uteri.

7. Massa adneksa yang melekat erat.

8. Makrosomia janin yang terjadi kemudian dalam kehamilan.

2.6 Penatalaksanaan

Untuk menurukan mortalitas dan morbiditas perinatal secara bermakna dalam

kehamilan nyang dipersulit oleh janin kembar, tindakan yang perlu diambil adalah :

5. Persalinan bayi prematur harus dicegah

6. Kegagalan salah satu atau kedua janin untuk bertahan hidup harus diketahui.

7. Trauma janin selama persalilnan harus dikurangi

8. Perawatan neonatal yang memadai harus tersedia sejak bayi lahir.

Tahap utama yang harus dilakukan untuk memenuhi tujuan ini adalah mengetahui

secara dini kehamilan yang dipersulit dengan multifetus.

Diet

Kebutuhan akan kalori, protein, mineral, vitamin dan asma lemak essensial mengalami

peningkatan pada wanita dengan hamil multifetus. Konsumsi energi harus ditingkatkan

sebesar 300 kalori per hari. Suplementasi zat merupakan terapi yang penting;

direkomendasikan pemberian 60 hingga 100 mg zat besi per hari. Asam folat dengan

takaran 1 mg per hari terbukti bermanfaat.

Hipertensi Maternal

Hipertensi yang ditimbulkan dan diperberat oleh kehamilan, jauh lebih besar

kemungkinannya terjadi pada kehamilan dengan multifetus. Hipertensi bukan saja

terjadi lebih sering, tetapi cenderung lebih dini dan lebih berat. Pada kehamilan janin

tunggal, hipertensi karena kehamilan terjadi lebih jarang di antara wanita multipara

Page 63: PEB obgyn

63

daripada nulipara. Namun demikian, keadaan tersebut tidak terjadi pada kehamilan

multifetus.

Surveilans Antepartum terhadap Pertumbuhan Janin

Pertumbuhan janin berlangsung lebih lambat pada kehamilan multifetus daripada

kehamilan janin tunggal. Aspek penting penilaian pertumbuhan janin dengan USG

adalah untuk menilai ketidaksesuian pertumbuhan antar janin dalam kehamilan kembar.

Sebagian peneliti menyatakan bahwa ketidaksesuaian dapat dikenali lewat disparitas

antara diameter biparietal pada pasangan janin kembar, bukti terakhir ternyata

pengukuran lingkar perut dianggap lebih sensitif. Dengan menggunakan perbedaan

lingkaran perut 20 mm atau lebih untuk meramalakan ketidaksesuaian pertumbuhan

sebesar 20 %, Storlazzi dkk. (1987) melaporkan sensitivitas sebesar 80 %, spesifitas

sebesar 85 %

Velosimetri Doppler

Perbedaan resistensi vaskuler yang dinilai dengan pengukuran kecepatan aliran darah

menggunakan alat ultrasonografi Doppler gelombang-kontinyu, telah dipakai untuk

menilai keadaan pada janin kembar

Pencegahan Persalinan Prematur

Beberapa langkah telah dgunakan untuk memperpanjang lama gestasi pada kehamilan

kembar. Teknik ini mencakup tirah baring yang intensif, khususnya dengan perawatan

di rumah sakit, terapi profilaksis dengan obat – obat β mimetik, cervical cerclage,

pemberian progestin.

Tirah Baring

Beberapa penulis menyebutkan bahwa tirah baring merupakan tindakan yang

menguntungkan bagi janin kembar, mungkin hal ini terjadi melalui peningkatan

perfusi darah serta penurunan gaya kekuatan fisik yang dapat merugikan

serviks untuk mempercepat penipisan dan dilatasi. Sayangnya, keuntungan dari

tirah baring sulit untuk dievaluasi.

Page 64: PEB obgyn

64

Β-mimetik

Seperti pada kehamilan tunggal, tidak ada bukti yang valid bahwa terapi

tokolitik meningkatkan outcome neonatus pada kehamilan multipel.

Pemberian Progestin

Penyuntikan secara seri 17-hidroksiprogesteron kaproat (Delalutin) untuk

mencegah persalinan prematur, telah dianjurkan oleh sebagian dokter. Namun

demikian, Hartikainnen-Sorri dkk. (1980) tidak menemukan manfaat pemberian

preparat ini sepanjang trisemester ketiga kehamilan pada kehamilan kembar.

Persalinan janin Lebih dari Satu

Banyak komplikasi pada persalinan, mencakup persalinan prematur, disfungsi uteri,

presentasi abnormal, prolapsus funikuli, pelepasan plasenta dini, perdarahan post

partum segera, ditemukan jauh lebih sering pada kehamilan multifetus.

Presentasi dan Posisi

Pada multifetus, semua kemungkinan presentasi janin dapat ditemukan. Presentasi yang

paling sering ditemukan diantaranya adalah ; kepala-kepala, kepala-sungsang, kepala-

lintang. Presentasi ini, khususnya kepala-kepala, bisa menjadi tidak stabil pada

persalinan. Apalagi kalau janinnya kecil, air ketuban yang berlebih, ataupun pada ibu

multiparitas.

Induksi atau Stimulasi Persalinan

Walaupun proses persalinan dapat lebih cepat pada kehamilan kembar, namun induksi

oksitosin dapat digunakan pada kondisi – kondisi tertentu dengan melihat keadaan ibu

dan janin.

Persalinan pervaginam

Secara khas, bayi kembar yang lebih besar, menjadi kekuatan pendorong utama yang

menghasilkan dilatasi serviks dan jaringan lunak lainnya dari saluran lahir. Kadang kala

pada presentasi kepala terdapat permasalahan yang tidak lazim dengan persalinan

pertama. Setelah episiotomi yang tepat dilakukan, persalinan spontan atau persalinan

yang dibantu forsep, biasanya terbukti cukup memuaskan.

Page 65: PEB obgyn

65

Seperti pada kehamilan tunggal, pada presentasi bokong bayi pertama, akan mengalami

beberapa kesulitan.

1. Janin secara abnormal berukuran besar dan aftercominghead melampaui

kemampuan jalan lahir.

2. Janin terlalu kecil, sehingga ekstremitas dan batang tubuh dilahirkan lewat

kanalis serviks yang penipisan dan silatasi serviknya kurang memadai

3. Prolaps tali pusat

Fenomena janin kembar yang saling mengunci merupakan keadaan yang jarang

ditemukan. Agar penguncian dapat terjadi, janin pertama harus dalam presentasi

bokong dan janin kedua presentasi verteks. Pada penurunan bokong lewat jalan

lahir, dagu janin pertama akan terkait dan mengunci pada leher serta dagu janin

kedua dengan presentasi sefalik. Bila penguncian ini tidak bisa dilepaskan,

maka harus dilaksanakan seksio secaria sebelum badan bayi dilahirkan atau

dekapitasi.

Persalinan Bayi Kembar Kedua

Setelah bayi kembar yang pertama sudah dilahirkan, bagian presentasi bayi

kedua,bagian presentasi bayi kedua, ukuran dan hubungannya dengan jalan lahir harus

cepat ditentukan dengan kombinasi pemeriksaan abdominal, vaginal, kadang kala

intrauteri yang dilakukan secara hati – hati. Jika verteks atau bokong macet di dalam

jalan lahir, kita dapat memberikan tekanan pada fundus uteri dan memcahkan selaput

ketuban. Segera sesudah itu, pemeriksaan dilakukan ulang untuk menilai adanya

prolapsus funikuli atau abnormalitas lainnya.

Perdarahan dari dalam uterus menunjukkan terjadinya pelepasan plasenta yang dapat

membahayakan jiwa ibu maupun janin. Jika kontraksi rahim tidak timbul kembali

dalam waktu 10 menit, infus larutan oksitosisn yang diencerkan dapat dilakukan untuk

menstimulasi aktivitas miometrium yng tepat, sehingga terjadi persalinan spontan atau

dibantu dengan forsep.

Jika oksiputa atau bokong bayi segera masuk ke dalam pintu atas atas panggukl tetapi

belum terfiksasi di dalam jalan lahir, bagian presentasi seringkali dibantu kedalam

rongga panggul dengan satu tangan pada vaginal sedangkan tangan yang lain berada

pada fundus uteri.

Page 66: PEB obgyn

66

Versi Podalik Interna

Selaput ketuban dipecahkan, kedua tungkai ditentukan kemudian dipegang secara

akurat, tungkai bayi ditarik secara hati – hati ke dalam jalan lahir. Dengan tangan lain

pada abdomen, verteks bayi secara bersamaan diangkat dengan hati – hati ke arah

sternum ibu. Epiosiotomi dilakukan untuk memperluas ruangan yang diperlukan bagi

manipulasi intravaginal dan intra uterin. Kedua tungkai secara perlahan – lahan ditarik

lewat jalan lahir hingga bokong terlihat di sebelah anterior tepat di bawah simfisis

maternal. Sehelai handuk basah dan hangat diletakkan pada bokong bayi dn traksi

dilanjutkan kembali secara hati – hati sampai sepertiga bawah kedua skapula terlihat.

Selanjutnya, badan bayi diputar secara perlahan dengan traksi yang hati – hati sampai

lengan dan bahu masuk ke dalam vagina. Kepala yang menyusul kemudian kini dapat

dilahirkan dengan tekanan eksternal suprapubik yang dilakukan untuk memfleksikan

kepala bayi bersamaan dengan traksi bagian badannya secara hati – hati, atau dengan

menggunakan forsep.

Seksio Sesaria

Indikasi seksio sesaria pada persalinan kembar :

1. Presentasi yang bukan kepala pada salah satu atau kedua bayi.

2. Disfungsi uterus hipotonik.

3. Hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan.

4. Gawat janin.

5. Prolaps funikuli

6. Tiga janin atau lebih

Post Partum

Bentuk – bentuk komplikasi masa setelah kelahiran bayi yang jumlahnya lebih dari

satu, tidak berbeda dengan kelahiran bayi tunggal; kendati demikian, frekuensi dan

intensitas komplikasi ini sering meningkat. Ibu dapat dipersulit dengan keletihan

jasmani yang cukup berat kadangkala depresi emosional akibat peningkatan beban

kerja fisisk serta tnggung jawab lainnya yang berkaitan dengan perawatan dua bayi

atau lebih.

Page 67: PEB obgyn

67

2.7 Prognosis

Rata-rata berat badan anak kembar kurang dari berat badan anak tunggal karena

lebih sering terjadi persalinan kurang bulan. Terjadinya persalinan ini meninggikan

angka kematian di antara bayi – bayi yang kembar. Walaupun demikian, prognosis

anak kembar yang lahir kurang bulan lebih baik dibandingkan dengan anak tunggal

yang sama beratnya.

Page 68: PEB obgyn

68

BAB III

KESIMPULAN

Kehamilan multifetus atau ganda atau kembar adalah suatu kehamilan dengan dua janin atau

embrio atau lebih dalam satu gestasi. Wanita dengan kehamilan kembar memiliki

peningkatan risiko dari keguguran, anemia, gangguan hipertensi, perdarahan, persalinan

operatif dan penyakit pasca kelahiran. Secara umum, angka kematian ibu terkait dengan

kelahiran kembar adalah 2,5 kali lipat lebih besar jika dibandingkan dengan kelahiran

tunggal. Oleh karena itu dibutuhkan pemantauan yang komprehensif dan penatalaksanaan

yang tepat sesuai indikasi untuk mengurangi angka kematian maternal pada kasus kehamilan

ganda atau kembar.

Page 69: PEB obgyn

69

DAFTAR PUSTAKA

1. National Institute for health and Clinical Excellence. 2011. Multiple Pregnancy : The

Management of twin and triplet pregnancies in the antenatal periode. NICE Clinical

Guideline: UK.

2. Vaysiserre, C, et all. 2011. Twins pregnancies: Guidelines for Clinical Practice from

The French Colleges Gynaecologists (XNGOF): European Journal of Obstetrics &

Gynecology and Reproductive Biology.

3. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap III LC, Haunt JC, Wenstrom KD.

Williams obstetrics, 22 edition. New York, McGraw-Hill, 2007, p 766-804.

4. James DK, Steer PJ, Weiner CP, Gonik B. 2001. High Risk Pregnancy : Management

Options. 2nd

ed. London : WB Sounders Company. 146

5. Malone, Fergal D and Mary E. D’Alton. Multiple Gestation in Maternal – Fetal

Medicine. 5th

Ed. London : Saunders. 513 - 533.

6. Sastrawinata, Sulaiman, et al. 2005. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi.

Jakarta : EGC: 52 – 58.