perpustakaanrsmcicendo.comperpustakaanrsmcicendo.com/wp-content/uploads/2017/08/... · web...

22
1 Tata Laksana Pasien dengan Glaukoma Kongenital Primer Abstract Introduction : Primary congenital glaucoma (PCG) is the most common type of childhood glaucoma. It is also called congenital or infantile glaucoma. The classic clinical triad are epiphora, photophobia and blepharospasm. PCG results in blindness in 2%-15% of cases. Surgical intervention is the treatment of choice for PCG. Cyclodestructive procedure such as trans scleral photocoagulation (TSCPC) is generaly reserved for resistant cases or those not amenable to other surgical procedures. Purpose: To report a case of PCG with TSCPC intervention Case Report : A fourth months old female baby came with her mother to Pediatric Ophthalmology and Strabismus clinic of National Eye Centre Cicendo Eye Hospital with chief complaints enlargement of the the left eye accompanied by epiphora, photophobia and blepharospasm since 2 months before. No history of prematurity, family history of glaucoma or other systemic disorders. Visual acuity of the Right eye (RE) and left eye (LE) was fix and follow the light. Intraocular Pressure (IOP) with I- care was RE 14 mmHg, LE 26 mmHg. The anterior and posterior segment of RE was within normal limits. On the anterior segment of LE there were blepharospasm, epiphora, photophobia, bupthalmos, cilliary injection, with corneal edema with 18 mm diameter, deep anterior chamber, pupil, iris and the lens difficult to asses. Posterior segment of the LE was difficult to asses. The patient was underwent examination under anesthesia (EUA) and TSCPC. The IOP of LE with I-care examination 1 week post TSCPC was 15 mmHg. Conclusion :Surgery is the definitive treatment of PCG. Trans scleral photocoagulation (TSCPC) is an alternative procedure if other procedures cannot be done. Long term follow up is needed for the PCG patient. Keyword : primary congenital glaucoma, corneal edema, bupthalmos, trans scleral photo coagulation I. PENDAHULUAN

Upload: others

Post on 23-Oct-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

13

Tata Laksana Pasien dengan Glaukoma Kongenital Primer

Abstract

Introduction : Primary congenital glaucoma (PCG) is the most common type of childhood glaucoma. It is also called congenital or infantile glaucoma. The classic clinical triad are epiphora, photophobia and blepharospasm. PCG results in blindness in 2%-15% of cases. Surgical intervention is the treatment of choice for PCG. Cyclodestructive procedure such as trans scleral photocoagulation (TSCPC) is generaly reserved for resistant cases or those not amenable to other surgical procedures.

Purpose: To report a case of PCG with TSCPC intervention

Case Report : A fourth months old female baby came with her mother to Pediatric Ophthalmology and Strabismus clinic of National Eye Centre Cicendo Eye Hospital with chief complaints enlargement of the the left eye accompanied by epiphora, photophobia and blepharospasm since 2 months before. No history of prematurity, family history of glaucoma or other systemic disorders. Visual acuity of the Right eye (RE) and left eye (LE) was fix and follow the light. Intraocular Pressure (IOP) with I-care was RE 14 mmHg, LE 26 mmHg. The anterior and posterior segment of RE was within normal limits. On the anterior segment of LE there were blepharospasm, epiphora, photophobia, bupthalmos, cilliary injection, with corneal edema with 18 mm diameter, deep anterior chamber, pupil, iris and the lens difficult to asses. Posterior segment of the LE was difficult to asses. The patient was underwent examination under anesthesia (EUA) and TSCPC. The IOP of LE with I-care examination 1 week post TSCPC was 15 mmHg.

Conclusion :Surgery is the definitive treatment of PCG. Trans scleral photocoagulation (TSCPC) is an alternative procedure if other procedures cannot be done. Long term follow up is needed for the PCG patient.

Keyword : primary congenital glaucoma, corneal edema, bupthalmos, trans scleral photo coagulation

I. PENDAHULUAN

Glaukoma pada pasien anak merupakan suatu kelompok penyakit heterogen yang dapat disebabkan kelainan kongenital dari jaras aliran akuos humor (glaukoma primer) atau berasal dari kelainan struktur lain pada mata (glaukoma sekunder). Glaukoma pada pasien anak juga dapat berhubungan dengan berbagai kelainan sistemik. Glaukoma kongenital primer merupakan tipe glaukoma yang terbanyak ditemui pada anak.1-3

Glaukoma kongenital primer dikenal juga sebagai glaukoma infantil. Insidensi dari glaukoma kongenital primer bervariasi pada berbagai populasi berkisar antara 1 dari 2500 kelahiran hidup sampai 1 dari 68.000 kelahiran hidup. Glaukoma kongenital primer terjadi secara bilateral pada dua per tiga kasus, dan pada 80 persen kasus terjadi dalam tahun pertama kehidupan.1-6

Glaukoma kongenital primer dapat menyebabkan kebutaan sekitar 2% -15 % dari seluruh kasus, dapat terjadi sejak lahir maupun awal masa kanak-kanak dan ditandai dengan pembesaran diameter kornea, kekeruhan pada kornea, fotofobia dan epifora. Pemberian medikamentosa baik topikal maupun sistemik dapat digunakan sebagai terapi adjuvant namun pembedahan merupakan terapi pilihan utama pada glaukoma kongenital primer. Tindakan pembedahan dapat berupa goniotomi, trabekulotomi, trabekulotomi-trabekulektomi,trabekulektomi, implantasi glaucoma drainage devices (GDD) maupun cycloablation procedure seperti cyclocryotheraphy dan trans scleral cyclo photocoagulation (TSCPC), endoscopic cyclophotocoagulation (ECP).1-6

Pemantauan jangka panjang pasca tindakan pembedahan pada anak dengan glaukoma sangat penting. Kekambuhan dapat terjadi beberapa tahun setelah tindakan tersebut, ditandai dengan peningkatan tekanan intraokular (TIO) dan penurunan visus. 1-8 Laporan kasus ini membahas tentang tatalaksana pasien dengan glaukoma kongenital primer yang dilakukan tindakan TSCPC.

II. LAPORAN KASUS

Seorang bayi perempuan AZ, berusia 4 bulan dibawa orang tuanya ke poli Pediatrik Oftalmologi dan Strabismus PMN RS Mata Cicendo pada tanggal 12 Juni 2017 dengan keluhan mata kiri kelihatan membesar sejak kurang lebih dua bulan yang lalu bila dibandingkan dengan mata kananya. Ibu pasien juga mengatakan keluhan ini disertai dengan mata berair serta pasien sering menutup mata saat dibawa ibunya ke luar ke tempat yang terang. Riwayat pengobatan sebelumnya pasien dirujuk dari RS Majalengka dengan Glaukoma kongenital OS dan diberi pengobatan timolol maleate 0,25% ed 2x1 tetes OS. Perkembangan anaknya, menurut ibunya masih sesuai dengan umur anaknya. Pasien adalah anak ke empat dari ibu P4A1. Pasien lahir cukup bulan dengan berat badan lahir 2900 gram , per vaginam dibantu oleh bidan, langsung menangis. Pasien telah mendapatkan imunisasi BCG, DPT-Hb, Polio sebanyak 2 kali. Riwayat ibu sakit saaat hamil disangkal. Riwayat keluarga dengan keluhan serupa disangkal.

18 tahun 12 tahun 4 bulan

Gambar. 1. Skema silsilah keluarga pasien

Pemeriksaan fisik pasien pada status generalis didapatkan dalam batas normal. Pemeriksaan oftalmologis pada pasien didapatkan VODS fix and follow the object. Segmen anterior mata kanan ditemukan dalam batas normal, dengan diameter kornea 10 mm. Segmen anterior mata kiri ditemukan blefarospasme, epifora, fotofobia, buftalmos, injeksi silier pada konjungtiva bulbi, edema kornea dengan diameter kornea 18 mm, bilik mata depan kesan dalam, sedangkan pupil, iris dan lensa sulit dinilai. Pemeriksaan tekanan intra okular (TIO) dengan menggunakan i-care menunjukkan TIO mata kanan 14 mmHg, TIO mata kiri 26 mmHg. Pemeriksaan segmen posterior dengan funduskopi indirek pada mata kanan didapatkan gambaran media jernih, papil bulat batas tegas, c/d ratio 0.3, a/v ratio 2; 3 , retina flat, refleks fundus positif sedangkan pada mata kiri didapatkan media keruh, detail sulit dinilai, reflex fundus negatif. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) OD menunjukkan kesan dalam batas normal, dengan panjang aksial 17,80 mm sedangkan USG OS menunjukkan kavum vitreus ekogenik, bentuk obscured, refleksivitas rendah, mobilitas sedang, retina koroid sklera intak dengan panjang aksial 21,39 mm dengan kesan makroftalmia, mild vireous opacity ec sel-sel radang dd/ perdarahan vitreus.

A

B

D

C

Gambar. 2 (A) dan (B) segmen anterior ODS , (C) segmen posterior OD, (D) segmen posterior OS

B

A

Gambar. 3 Hasil pemeriksaan ultrasonografi (A) USG OD (B) USG OS

Pasien kemudian didiangnosis dengan Glaukoma kongenital primer OS. Pasien ditatalaksana dengan pemberian Timolol maleat 0,25 % eye drop (ed) 2x1 tetes OS, informed consent prognosis visual dan direncanakan untuk dilakukan examination under anesthesia (EUA) +/- trabekulotomi + trabekulektomi OS / TSCPC) OS dalam narkose umum, namun keluarga ingin dilakukan tindakan setelah hari lebaran.

Pasien datang lagi kontrol pada tanggal 3 Juli 2017 untuk persiapan operasi, dengan kondisi mata kanan dan kiri sesuai dengan pemeriksaan sebelumnya, dengan menggunakan i-care TIO OD 17 mmHg sedangkan OS 32 mmHg. Pasien mendapat terapi timolol maleat 0,25 % ed 2x1 tetes OS. Pada tanggal 13 Juli 2017 dilakukan EUA ODS. Hasil EUA menunjukkan TIO OD 20 mmHg, diameter kornea 10 mm, segmen anterior dan posterior dalam mata kanan batas normal ; TIO OS 48 mmHg, diameter kornea 18 mm, palpebral tenang, injeksi silier, edema kornea, limbus ekstensi ke arah posterior, buftalmos, bilik mata depan kesan dalam, pupil, iris dan lensa sulit dinilai. Operator kemudian memutuskan untuk melakukan TSCPC OS dengan power 2000 mW, duration 2000 ms, interval 50 ms, jumlah 23 dan pop sound 18. Post operasi pasien diberikan terapi timolol maleat 0,25% ed 2x1 tetes OS, tobramycin dexamethasone ed 6x 1 tetes OS, artificial tears 6x1 tetes OS, ibuprofen sirup 3x3/4 sendok takar. Pasien dijadwalkan kontrol 1 minggu kemudian.

Pasien datang kontrol post operasi ke poli Pediatrik Oftalmologi PO pada tanggal 19 Juli 2017 dilakukan pemeriksaan VODS fix and follow the object. Pemeriksaan TIO dengan i-care menunjukkan TIO OD 10 mmHg, OS 15 mmHg. Segmen anterior dan posterior OD dalam batas normal, segmen anterior OS blefarospasme (-) , fotofobia (-), epifora (-), konjungtiva bulbi relatif tenang, buftalmos, edema kornea, bilik mata depan kesan dalam, pupil, iris dan lensa sulit dinilai. segmen posterior OS sulit dinilai. Pasien diberikan terapi timolol maleat 0,25% ed 2x1 tetes OS, artificial tears 6x1 tetes OS dan tobramycin dexamethasone ed 4x1 tetes / 3x1 tetes OS dan pasien disarankan untuk kontrol 2 minggu kemudian. Prognosis pada pasien ini quo ad vitam ad bonam, quo ad sanationam dubia, quo ad functionam dubia ad malam.

III. DISKUSI

Glaukoma pada pasien anak merupakan suatu kelompok penyakit heterogen yang dapat disebabkan kelainan kongenital dari jaras aliran akuos humor (glaukoma primer) atau berasal dari kelainan struktur lain pada mata (glaukoma sekunder). Glaukoma pada pasien anak juga dapat berhubungan dengan berbagai kelainan sistemik. Klasifikasi glaukoma pada anak dibuat berdasarkan struktur anatomi mata, onset usia, kelainan sistemik yang menyertai dan inheritansi.1-8

Glaukoma pada anak didefinisikan dengan adanya dua dari temuan berikut : (1) TIO > 21 mmHg, (2) cupping dari diskus optikus dengan ditemukan progresivitas penambahan rasio cup-disc, cup-disc asimetri ≥ 0,2 atau penipisan rim yang bersifat fokal, (3) temuan pada kornea berupa Haab’s striae atau diameter kornea > 11 mm pada neonatus, > 12 mm pada anak < 1 tahun, > 13 mm tanpa memandang usia (4) miopia yang progresif atau myopic shift dihubungkan dengan penambahan dimensi okular lebih dari pertumbuhan normal yang diharapkan, (5) defek lapang pandang yang konsisten sesuai dengan gambaran glaucomatous optic neuropathy. 1,2,7 Pasien ini memenuhi kriteria glaukoma pada anak karena dari hasil pemeriksaan mata kiri terdapat dua kriteria yang memenuhi temuan tersebut, berupa TIO > 21 mmHg dan diameter kornea 18 mm.

Glaukoma kongenital primer biasanya terjadi pada saat neonatal maupun masa infantile. Trias klasik pada glaukoma kongenital primer adalah adanya epifora, fotofobia dan blefarospasme. Kemerahan pada mata dapat juga dijumpai. Tanda lain yang dapat dijumpai berupa kekeruhan pada kornea dan penambahan diameter dari kornea.1-9 Pasien pada kasus ini dapat dikategorikan glaukoma kongenital primer karena tidak ditemukannya kelainan sistemik dan kelainan struktur okular yang lain yang menyebabkan terjadinya glaukoma. Glaukoma kongenital pada pasien ini bersifat unilateral dan terjadi secara sporadik, tidak ditemukan adanya riwayat keluarga pasien dengan keluhan serupa. Onset terjadinya glaukoma pada pasien ini adalah tipe infantile karena ibu pasien mengatakan keluhan trias klasik pada anaknya berupa epifora, fotofobia dan blefarospasme sejak usia 2 bulan disertai juga adanya mata kiri yang tampak membesar dari mata kanan.

Edema pada kornea disebabkan karena adanya peningkatan TIO dapat terjadi secara perlahan maupun tiba-tiba. Edema kornea merupakan tanda yang muncul pada infant yang lebih muda dari usia 3 bulan dan edema kornea ini dihubungkan dengan gejala trias klasik glaukoma kongenital primer. Edema mikrokistik pada kornea pada awalnya melibatkan epitel dari kornea saja tetapi kemudian meluas sampai ke stroma, yang sering diikuti dengan satu atau lebih dari curvilinear breaks pada membran descemet yang dikenal sebagai Haab striae. Penurunan TIO dapat menyebabkan hilangnya edema dari kornea tetapi Haab striae tetap terlihat.1-3,7 Pasien pada kasus ini juga menunjukkan edema pada kornea mata kiri, yang disebabkan oleh peningkatan TIO pada mata kiri. Haab striae sulit dinilai pada pasien ini karena kekeruhan kornea yang cukup tebal.

Pasien ini telah menjalani pemeriksaan di poliklinik dan EUA. Pemeriksaan tersebut menunjukkan diameter kornea mata kiri 18 mm, diameter mata kanan 10 mm, terdapat perbedaan diameter kornea ≥ 0,5 mm diantara kedua mata, sehingga semakin menguatkan kecurigaan adanya suatu glaukoma kongenital. Pemeriksaan lapang pandang kurang dapat dipercaya pada pasien lebih muda dari 6-8 tahun.1-4 Pasien pada kasus ini masih berusia 4 bulan sehingga pemeriksaan lapang pandang tidak dapat dilakukan.

Pemeriksaan fixation dan following behavior serta adanya nistagmus perlu diperhatikan. Pasien ini menunjukkan tidak adanya nistagmus dan pemeriksan VODS menunjukkan fix and follow the object. Pemeriksaan TIO yang sering digunakan pada infant dan anak yang muda dapat dilakukan dengan menggunakan Tono-Pen, Icare, Perkins. Aplanasi Goldman lebih baik digunakan bila anak sudah dapat diajak bekerjasama saat dilakukan pemeriksaan. TIO rata-rata normal pada infant dan anak- anak yang lebih muda lebih rendah dari pada orang dewasa yaitu berkisar antara 10 dan 12 mmHg pada neonatus dan sekitar 14 mmHg pada usia 7-8 tahun. Pasien dengan glaukoma kongenital primer umumnya memiliki TIO antara 30 dan 40 mmHg dan biasanya TIO > 20 mmHg meskipun dalam keadaan teranestesi.1,2,7 Pengukuran TIO pada pasien ini pada saat dilakukan EUA menunjukkkan TIO OS 48 mmHg dan OD 20 mmHg. Perbedaan pengukuran TIO yang asimetrik antara kedua mata saat pasien dalam anestesi, meningkatkan kecurigaan adanya suatu glaukoma kongenital seperti yang terjadi pada pasien ini.

Pemeriksaan segmen anterior dengan menggunakan slit lamp portable dapat menunjukkan bilik mata depan yang dalam dan hipoplasia dari stroma iris bagian perifer. Pemeriksaan dengan menggunakan goniolens pada pasien glaukoma kongenital primer akan menunjukkan insersi iris yang lebih anterior sehingga korpus siliaris, trabecular meshwork dan scleral spur sulit dibedakan.3,7,8 Pemeriksaan pada mata kiri pasien ini menunjukkan bilik mata depan yang dalam, sedangkan pemeriksaan dengan goniolens tidak dapat dilakukan karena media yang sangat keruh akibat edema yang terjadi pada kornea.

Pemeriksaan nervus optikus dapat dilakukan bila media cukup jernih, memperlihatkan adanya peningkatan cupping dari optic disc. Pasien dengan glaukoma kongenital primer pada kebanyakan kasus menunjukkan cup-disc ratio > 0,3. Cup-disc asimetri lebih dari 0,2 antara kedua mata menunjukkan kecurigaan adanya suatu glaukoma.1,2 Pemeriksaan untuk menilai nervus optikus pada mata kiri pasien ini tidak dapat dilakukan karena kekeruhan media, sedangkan pemeriksaan pada mata kanan tidak ditemukan adanya cupping dari optic disc dengan cup-disc rasio 0,3.

Pemberian terapi medikamentosa pada glaukoma anak secara umum memiliki kesuksesan yang lebih rendah dan memiliki resiko yang lebih besar dibandingkan pemberian terapi medikamentosa pada glaukoma yang terjadi pada usia dewasa. Pemberian terapi medikamentosa jangka panjang efektivitasnya terbatas pada pasien glaukoma kongenital primer dan terapi pembedahan merupakan terapi definitif yang terpilih. Hal ini dikarenakan pemberian jangka panjang terapi medikamentosa tidak dapat ditolerir dengan baik oleh pasien anak, misalnya saja pemberian jangka panjang α-2 adrenergik agonis seperti brimonidine dapat menyebabkan somnolen dan depresi pernafasan. Pemberian terapi medikamentosa dapat diberikan pada pasien glaukoma pada anak untuk keperluan pre operatif, post operatif. 1,2,5,7

Kurang lebih 80% infant dengan glaukoma kongenital primer yang muncul dari usia 3 bulan sampai 1 tahun, TIO dapat dikontrol dengan satu atau dua angle surgeries. Jika prosedur pertama dinilai tidak cukup, angle surgery tambahan dapat dilakukan sebelum prosedur yang berbeda dilakukan.1,2

Trabekulektomi atau implantasi dari GDD dapat dipertimbangkan ketika dua atau lebih tindakan angle surgeries tidak berhasil menurunkan TIO dengan terapi medikal tambahan yang tidak memberikan hasil yang adekuat. Trabekulektomi dengan menggunakan aplikasi Mytomicin C (MMC) memberikan tingkat kesuksesan mencapai 50%. Pasien yang berusia lebih dari 1 tahun dan yang afakia yang menjalani tindakan trabekulektomi akan lebih mudah mengalami kegagalan terapi. Meskipun terjadi peningkatan kesuksesan dengan penambahan aplikasi MMC, namun di saat yang bersamaan terjadi juga peningkatan bleb leaks dan resiko endoftalmitis. Resiko jangka panjangnya dapat dikurangi dengan menggunakan fornix-based flap sklera dibandingkan dengan limbus-based.1,2,7

Siklodestruksi dilakukan pada kasus-kasus yang resisten dan yang tidak dapat dilakukan tindakan pembedahan yang lain dan pemberian terapi medikamentosa tidak menunjukkan perbaikan. Teknik ini dapat menurunkan TIO dengan cara merusak korpus siliaris sehingga akan menurunkan produksi dari humor akuos. Tindakan ini dapat berupa cyclocryotherapy, TSCPC dengan menggunakan Nd:YAG atau laser dioda, dan ECP. Anestesi umum digunakan saat menggunakan teknik ini pada anak-anak. Cyclocryotherapy dilakukan dengan membekukan korpus siliaris melalui sklera ,teknik ini dapat memberikan hasil yang baik dalam penurunan TIO, namun komplikasi pasca tindakan seperti ptisis bulbi dan kebutaan cukup signifikan sekitar 10%. Komplikasi yang ditimbulkan lebih rendah dengan penggunaan laser. Tindakan siklodestruktif yang banyak digunakan pada saat ini adalah TSCPC dan ECP. Tingkat keberhasilan pada teknik ini rata-rata mencapai 50%. Trans scleral cyclophotocoagulation adalah tindakan prosedur yan non invasif, yang dilakukan melalui trans sklera, sementara ECP merupakan tindakan prosedur intraokuler yang menggunakan energi laser dengan visualisasi secara langsung struktur sudut bilik mata depan sehingga kerusakan jaringan sekitarnya lebih rendah. Teknik ECP digunakan biasanya pada mata dengan kelainan segmen anterior dan pada mata yang sebelumnya tidak berhasil dilakukan tindakan TSCPC maupun cyclocryotherapy.1,2,10-14

Pasien dalam laporan kasus ini telah menjalani EUA pada tanggal 13 Juli 2017, dan dari hasil EUA tersebut didapatkan TIO OD 48 mmHg, adanya buftalmos dengan diameter horizontal kornea mencapai 18 mm dengan kornea yang edema, disertai dengan ekstensi limbus ke arah posterior. Keadaan buftalmos pada glaukoma kongenital primer akan menyebabkan distorsi dari anatomical landmarks dan adanya penipisan pada sklera akan menyebabkan kesulitan untuk melakukan tindakan trabekulotomi dan trabekulektomi. Tindakan trabekulektomi sendiri memiliki angka kesuksesan yang rendah pada anak kurang dari 2 tahun dan pada pasien afakia. Sehingga pada pasien ini diputuskan untuk dilakukan tindakan TSCPC.

Penggunaan probe laser dioda IRIS (G-Probe; I IDEX Corporation, Mountain View, CA) untuk TSCPC kontak dapat menggunakan seting standar power mulai 1500 mW, durasi 1500 ms, dengan kisaran setingan power 1500 mW–2600 mW dan durasi 1500 ms – 2500 ms dan jumlah 15–40. Permukaan anterior probe ditempatkan pada limbus, ada juga yang menempatkan probe 1 mm posterior dari limbus. Power yang digunakan disesuaikan berdasarkan terdengarnya pops sound. Pop sound yang terdengar menandakan energi yang diserap oleh pigmen melanin uvea telah berlebih, hal ini akan berhubungan dengan meningkatanya inflamasi dan kemungkinan terjadinya hifema. Power yang digunakan dapat dititrasi sekitar 250 mW lebih rendah dari power saat pop sound terdengar. Probe dapat diaplikasikan 4 sampai 10 kali pada tiap kuadran untuk 1800 - 3600 dengan jarak setengah lebar dari ujung probe. Hindari aplikasi probe pada daerah jam 3 dan jam 9, untuk mencegah terkenanya pembuluh darah dan nervus siliaris posterior longus yang akan menyebabkan meningkatnya nyeri dan peradangan. Pasien pada kasus ini telah menjalani TSCPC dengan laser dioda power 2000 mW, duration 2000 ms, interval 50 ms, jumlah 23 dan pop sound 18. Pop sounds yang terdengar sebanyak 18, menandakan power yang digunakan berlebih, sehingga kemungkinan dapat meningkatkan resiko inflamasi dan terjadinya hifema pasca tindakan. Penggunaan terapi medikamentosa post operatif ditujukan untuk mencegah dan mengobati komplikasi dan rasa tidak nyaman. Komplikasi yang dapat terjadi berupa peradangan, edema makula kistoid dan hifema. 7,12-14

Glaukoma kongenital primer yang onsetnya terjadi saat kelahiran akan memiliki prognosis yang buruk untuk kontrol TIO dan pemeliharaan visus, setidaknya setengah dari pasien akan menjadi buta. Keadaan diameter kornea yang lebih dari 14 mm saat diagnosis ditegakkan juga memiliki prognosis terhadap visus yang buruk. Sembilan puluh persen kasus yang terjadi saat usia 3-12 bulan dapat dikontrol dengan baik dengan tindakan angle surgery dan terapi medikamentosa. Kehilangan fungsi penglihatan pada pasien glaukoma pada anak bersifat multifaktorial. Hal ini dapat terjadi karena sikatrik dan kekeruhan pada kornea, kerusakan dari nervus optikus, astigmatismat myopia, keadaan anisometrop dan ambliopia strabismus. Prognosis quo ad vitam pada pasien ini adalah ad bonam karena tidak ada kondisi saat ini yang mengancam nyawa. Pasien dalam kasus ini, mengalami gejala glaukoma sejak usia 2 bulan, dan saat ditemukan diameter kornea telah mencapai 18 mm sehingga prognosis quo ad functionam adalah ad malam. Semua kasus glaukoma pada anak memerlukan pemantauan dan monitor TIO dan komplikasi dari tindakan operasi yang sebelumnya pernah dilakukan dan serta keadaan yang dapat mengancam penglihatan. Kekambuhan dari glaukoma dapat terjadi beberapa tahun kemudian, sehingga diperlukan pemantauan yang rutin.1,2,7,10-14 Pada kasus ini quo ad sanationam dubia karena peningkatan TIO kembali dapat terjadi di kemudian hari. Edukasi pada orang tua tentang pentingnya pemantauan jangka panjang yang rutin pada pasien-pasien glaukoma pada anak sangat penting dilakukan.

IV. SIMPULAN

Glaukoma kongenital primer merupakan glaukoma yang terbanyak terjadi pada anak. Glaukoma kongenital primer pada kebanyakan kasus terjadi secara bilateral dan sporadik, namun kasus unilateral juga dapat terjadi. Terapi definitif dari glaukoma kongenital primer adalah tindakan operasi. Terdapat beberapa pilihan tindakan pembedahan yaitu angle sugery yang merupakan terapi inisal pilihan (goniotomi, trabekulotomi),trabekulotomi-trabekulektomi, trabekulektomi dengan aplikasi MMC, GDD implant, maupun prosedur siklodekstruksi. Pemilihan tindakan pembedahan disesuaikan dengan kondisi tiap-tiap pasien. Kejernihan dari kornea diperlukan dalam tindakan angle surgery terutama tindakan goniotomi.Tindakan siklodekstruksi seperti TSCPC dapat digunakan pada keadaan pada kasus-kasus yang resisten dan yang tidak dapat dilakukan tindakan pembedahan yang lain dan penambahan pemberian terapi medikamentosa tidak menunjukkan perbaikan. Pemberian inform consent sebelum tindakan dilakukan, karena didapatkan prognosis visual untuk pasien ini buruk dan tindakan yang memungkinkan dilakukan adalah TSCPC. Pasien dalam kasus ini telah menjalani TSCPC disertai dengan pemberian terapi medikamentosa dan menunjukkan hasil penurunan TIO saat kontrol. TIO pos operasi dan komplikasi pasca tindakan tetap harus dipantau.Pemantauan jangka panjang pasien ini juga perlu untuk dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cantor LB,Rapuano CJ, Cioffi GA. Pediatric Ophthalmology and Strabismus. American Academy of Ophtalmology : San Fransisco, 2014-2015. hal 277-89

2. Cantor LB,Rapuano CJ, Cioffi GA. Glaucoma. American Academy of Ophtalmology : San Fransisco,2014-2015. hal 136-57

3. Brandt JD. Congenital Glaucoma. Dalam : Yanoff M , Duker JS, penyunting. Ophtalmology. Edisi ke 4. Philadelphia : Elsevier, 2014. hal 1101-7

4. Sinha G et al. Visual field loss in primary glaucoma. J AAPOS 2015;19. hal 124-9

5. Chen TC et al. Pediatric Glaucoma Surgery. Opthalmology 2014;121. hal 2107-55

6. Moore DB, Tomkins O, Ben-Zion I. A review of Primary Congenital Glaucoma in The Developing World. Surv Opthalmol 58 (3). May-June 2013. hal 278- 85

7. Rhee DJ, Rapuano CJ. Color Atlas & Synopsis of Clinical Ophthalmology Glaucoma. Edisi ke 2. Lippincot Williams & Wilkins. Philadelphia. 2012. hal 152-72

8. Hylton C, Giangiacomo A, Beck A. Childhood Glaucoma. Dalam : Shaarawy T,Sherwood M, Hitchings R, Crowston J, editor. Glaucoma. Edisi ke 2. Elsevier. 2015. hal 387-400

9. Cronemberger S et al. Effect of intraocular pressure control on central corneal thickness, horizontal corneal diameter and axial length in primary congenital glaucoma. J AAPOS 2014;18. hal 433-6

10. Girkin CA, Rhodes L, McGwin G, Marchase N, Cogen MS. Goniotomy versus circumferential trabeculotomy with an illuminated microcatheter in congenital glaucoma. J AAPOS 2012;16. hal 424-7

11. Khitri MR, Ying GS, Davidson SL, Queen GE. Visual Acuity Outcomes in Pediatric Glaucoma

12. Kahook MY, Noecker RJ, Schuman JS. Cycloablation. Dalam : Albert & Jakobiec’s .Principles and Practice of Ophthalmology. Edisi ke 3. Elsevier. 2008. hal 2871-4

13. Bloom PA, Negi AK, Kersey TL, Crawley L.Cyclodestructive Techniques. Dalam : Shaarawy T,Sherwood M, Hitchings R, Crowston J, editor. Glaucoma. Edisi ke 2. Elsevier. 2015. hal 1150-9

14. Kahook MY, Schuman JS. Complications of Cyclodestructive Procedures. Dalam : Shaarawy T,Sherwood M, Hitchings R, Crowston J, editor. Glaucoma. Edisi ke 2. Elsevier. 2015. hal 1167-71