paraplegi

15
TINJAUAN PUSTAKA Lesi yang mendesak medula spinalis sehingga merusak daerah jaras kortikospinalis lateral dapat menimbulkan kelumpuhan UMN pada otot-otot bagian tubuh yang terletak dibawah tingkat lesi. Lesi yang memotong melintang (transversal) medula spinalis pad tingkat servikal, misalnya C.5 dapat mengakibatkan kelumpuhan UMN pada otot-otot tubuh yang berada dibawah C.5, yaitu sebagian dari otot-otot kedua lengan yang berasal dari miotoma C.6 sampai miotoma C.8, lalu otot-otot toraks dan abdomen serta segenap muskulatur kedua tungkai. Kelumpuhan semacam inilah yang dinamakan paraplegi. Akibat terputusnya lintasan somatosensorik dan lintasan autonom neurovegetatif asendens dan desendens, maka dari tingkat lesi kebawah, penderita tidak dapat merasakan apapun, tidak dapat melukakan buang air besar dan kecil, serta tidak memperlihatkan reaksi neurovegetatif. Lesi transversal yang memotong medula spinalis pada tingkat torakal atau tingkat lumbal atas mengakibatkan kelumpuhan yang pada dasarnya serupa dengan lesi yang terjadi pada daerah servikal, yaitu pada tingkat lesi terjadi kelumpuhan LMN, dan dibawah tingkat lesi terdapat kelumpuhan UMN. Kelumpuhan LMN pada tingkat lesi melibatkan kelompok otot yang merupakan sebagian kecil dari muskulatur toraks dan abdomen, namun kelumpuhan yang 12

Upload: gasomedic85

Post on 09-Aug-2015

101 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

PARAPLEGI

TRANSCRIPT

Page 1: PARAPLEGI

TINJAUAN PUSTAKA

Lesi yang mendesak medula spinalis sehingga merusak daerah jaras

kortikospinalis lateral dapat menimbulkan kelumpuhan UMN pada otot-otot bagian

tubuh yang terletak dibawah tingkat lesi. Lesi yang memotong melintang (transversal)

medula spinalis pad tingkat servikal, misalnya C.5 dapat mengakibatkan kelumpuhan

UMN pada otot-otot tubuh yang berada dibawah C.5, yaitu sebagian dari otot-otot

kedua lengan yang berasal dari miotoma C.6 sampai miotoma C.8, lalu otot-otot

toraks dan abdomen serta segenap muskulatur kedua tungkai. Kelumpuhan semacam

inilah yang dinamakan paraplegi.

Akibat terputusnya lintasan somatosensorik dan lintasan autonom neurovegetatif

asendens dan desendens, maka dari tingkat lesi kebawah, penderita tidak dapat

merasakan apapun, tidak dapat melukakan buang air besar dan kecil, serta tidak

memperlihatkan reaksi neurovegetatif.

Lesi transversal yang memotong medula spinalis pada tingkat torakal atau

tingkat lumbal atas mengakibatkan kelumpuhan yang pada dasarnya serupa dengan

lesi yang terjadi pada daerah servikal, yaitu pada tingkat lesi terjadi kelumpuhan

LMN, dan dibawah tingkat lesi terdapat kelumpuhan UMN. Kelumpuhan LMN pada

tingkat lesi melibatkan kelompok otot yang merupakan sebagian kecil dari muskulatur

toraks dan abdomen, namun kelumpuhan yang terjadi tidak begitu jelas terlihat

dikarenakan peranan dari muskulus tersebut yang kurang begitu menonjol.

Tingkat lesi transversal di medula spinalis mudah terungkap oleh batas defisit

sensorik. Dibawah batas tersebut, tanda-tanda UMN dapat ditemukan pada kedua

tungkai secara lengkap.

Paraplegi dapat disebabkan oleh suatu infeksi, satu hingga dua segmen dari

medula spinalis dapat rusak secara sekaligus, infeksi langsung dapat terjadi melalui

emboli septik, luka terbuka dari tulang belakang, penjalaran osteomielitis, atau

perluasan dari proses meningitis piogenik. Istilah mielitis tidak saja digunakan untuk

proses peradangan pada medula spinalis namun juga digunakan apabila lesinya

menyerupai proses peradangan dan disebabkan oleh proses patologi yang mempunyai

hubungan dengan infeksi, adanya tumor, baik tumor ekstramedular maupun

intramedular, maupun trauma yang menyebabkan cedera dari medula spinalis.

12

Page 2: PARAPLEGI

Setiap lesi yang secara mekanik menekan medula spinalis akan menyebabkan

gangguan fungsi yang progesif dan suatu sindrom transeksi medula spinalis yang

relatif lambat. Gejala-gejala gangguan medula spinalis yang disebabkan kompresi

memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Terganggunya fungsi motorik.

2. Gangguan sensorik kadang-kadang menunjukkan level dari lesi.

3. Gangguan sensorik distal. Lesi sensorik yang batasnya jelas tidak selalu

ditemukan pada awal lesi.

4. Nyeri dapat ditemukan pada anggota badan.

5. Hilangnya refleks abdominal superficial.

6. Gangguan urinasi.

7. Saraf-saraf cranial tidak terkena pada lesi spinal murni.

8. Kolumna vertebralis dapat memperlihatkan adanya deformitas, pembentukan

gibus atau nyeri pada perkusi pada prosesus spinosus tertentu.

9. Foto roentgen kolumna vertebralis dapat memperlihatkan destruksi tulang,

pelebaran kanalis spinalis, destruksi pedikel atau prosesus spinosus, atau adanya

hemangioma vertebra.

10. Fungsi lumbal dapat memperlihatkan kadar protein yang sangat tinggi dengan

adanya obstruksi total.

13

Page 3: PARAPLEGI

Spondilitis TB

A. Patogenesis

Spondilitis tuberkulosa disebabkan oleh penyebaran tuberkulosis secara

hematogen dari lokasi tempat infeksi primernya, dan biasanya adalah paru. Infeksi

menyebar dari dua vertebra yang berdekatan mengenai diskus intervertebralis

yang diapit oleh kedua vertebra tersebut. Jika hanya satu vertebra yang terinfeksi,

diskus akan normal, namun jika dua vertebra yang terinfeksi diskus yang

mengapitnya akan kolaps karena terjadi avaskularisasi dan tidak adanya pasokan

nutrisi ke diskus tersebut. Tahap berikutnya adalah pengkejuan (kaseosa) diiringi

penyempitan vertebra dan pada akhirnya vertebra akan kollaps dan terjadilah

kerusakan medulla spinalis. Pada kondisi ini sering terbentuk massa dari jaringan

lunak namun superinfeksi jarang terjadi.

Tuberkulosis dapat menyebar dari area tersebut ke diskus intervertebralis yang

berada didekatnya. Pada orang dewasa, penyakit pada diskus ini bersifat sekunder

oleh karena penyebaran infeksi dari corpus vertebra, namun pada anak-anak

kondisi tersebut dapat merupakan lesi primer oleh karena diskus pada anak-anak

kaya akan vaskularitas.

Destruksi tulang progresif menimbulkan kollaps vertebra dan kifosis. Kanalis

spinalis menyempit oleh karena abses, jaringan granulasi, ataupun invasi langsung

oleh dura. Kondisi ini mengakibatkan penekanan pada medulla spinalis dan

terjadinya defisit neurologis. Deformitas tulang berupa kifosis merupakan

konsekuensi dari kollapsnya bagian anterior dari korpus vertebra. Lesi pada

vertebra thorakalis memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk terjadinya

kifosis daripada lesi pada vertebra lumbalis. Abses dingin (cold abcess) dapat

terjadi bila infeksi meluas ke ligamen dan jaringan lunak sekitarnya. Abses pada

regio lumbalis dapat menyebar descenden ke fascia muskulus psoas hingga

trigonum femoralis dan pada akhirnya menimbulkan erosi permukaan kulit.

Abses tersebut dapat pula meluas ke belakang sampai ke dalam kanalis

vertebralis, mendorong dura dan menekan pada medula spinalis, sehingga

timbullah paraparesis dll. Pada foto Rontgen, abses dingin itu akan tampak

sebagai suatu bayangan yan berbentuk kumparan (spindle). Pada dinding abses itu

dapat pula terjadi kalsifikasi.

14

Page 4: PARAPLEGI

B. Manifestasi klinis

Kemunculan penyakit biasanya perlahan-lahan, beberapa minggu sebelum

manifestasi klinis lainnya muncul biasanya keluhan awal berupa nyeri

spinal/lokal biasanya pada daerah punggung atau nyeri radikuler.

Dapat terbentuk abses paravertebrae disekitar korpus vertebrae yang terlibat,

daerah yang sering terlibat adalah vertebrae thoracalis. Abses ini mengandung

fragmen tulang, diskus, jaringan granulasi dan debris perkejuan.

Muncul tonjolan pada tulang belakang. Ini disebabkan oleh kerusakan dan

kollapsnya bagian anterior dari satu atau lebih vertebra

Pada keadaan yang lanjut ditemukannya tanda-tanda cedera medula spinalis.

C. Diagnosis

I. Klinis

Penyakit ini berkembang lambat dengan tanda dan gejala yang meliputi:

Nyeri punggung yang terlokalisir

Pembengkakan paravertebral

Tanda sistemik dan gejala tuberkulosis

Tanda defisit neurologis hingga paraplegia.

II. Pemeriksaan Fisik

□ Pemeriksaan fisik yang dilakukan seharusnya meliputi

o Penilaian secara seksama lurus tidaknya alur vertebra

o Inspeksi kulit, dan deteksi sinus dengan seksama

o Evaluasi abdomen untuk melihat adanya massa subkutan di area sekitar

pinggang

o Pemeriksaan neurologis secara seksama

□ Meskipun kedua segmen thorakal dan lumbal terkena, namun dilaporkan

bahwa segmen thorakal merupakan area tersering. Keduanya secara bersama

memenuhi 80-90% lokasi spondilitis tuberkulosa dan sisanya spondilitis

tuberkulosa area cervical

□ Deformitas vertebra (kifosis) dengan derajat yang berbeda-beda terjadi pada

hampir semua pasien

15

Page 5: PARAPLEGI

□ Dapat ditemukan abses dingin (cold abcess) yang berukuran besar di jaringan

paraspinal atau muskulus psoas yang menonjol di bawah ligamentum ingunale

bahkan dapat sampai di perineum atau gluteus

□ Defisit neurologis dapat muncul pada awal penyakit dengan tanda-tanda

neurologis yang ditemukan tergantung pada level penekanan medulla spinalis

atau akar syaraf

□ Lesi yang terjadi pada vertebra cervical bagian atas dapat menimbulkan gejala

yang berkembang dengan cepat, seperti

o Abses retrofaringeal (muncul pada sebagian besar kasus)

o Manifestasi neurologis muncul di awal-awal dan beragam dari

kelumpuhan saraf tunggal hingga hemiparese atau kuadriplegia

□ Jika tidak ada bukti keberadaan eksraspinal tuberkulosis, diagnosis menjadi

sulit ditegakkan. Sayangnya 62-90% dilaporkan pada kondisi demikian

□ Informasi yang didapatkan dari pemeriksaan radiologis, mikrobiologi dan

patologi anatomi seharusnya dapat membantu penegakan diagnosis.

III Laboratorium

o LED meningkat

o Uji mikrobiologis untuk mengkonfirmasi diagnosis dengan mengambil sampel

jaringan tulang untuk pengecatan Basil Tahan Asam (BTA) dan kultur kuman

serta tes kepekaan antibiotik. Dapat pula digunakan prosedur pengambilan

sampel tulang atau jaringan lunak yang terinfeksi lewat kulit yang dipandu

oleh CT-scan. Hasilnya positif pada 50% kasus.

IV Gambaran Radiologis

Foto Polos

Gambaran destruksi/kompresi pada korpus vertebrae yang terlibat.

Penyempitan diskus intervertebralis, apabila terjadi pada dua korpus vertebrae

Bayangan fusiformis paravertebral mengarah pada pembentukan abses

Didapatkan gambaran TB Pada foto paru sebagai tempat primer.

MRI

Gambaran dinding abses yang tipis dan halus disertai gambaran vertebrae

yang abnormal

Penggunaan MRI dengan kontras sangat baik dalam membedakan spondilitis

akibat TB dan spondilitis pyogenik

16

Page 6: PARAPLEGI

V. Mikrobiologis

□ Dilakukan dengan pemeriksaan mikrobiologis terhadap hasil biopsi tulang

atau jaringan sinovial. Sejumlah bacillus tuberkel ditemukan dalam jumlah

rendah, namun hal ini bukan patognomonik

Dilakukan pula pengecatan Basil Tahan Asam (BTA) dan kultur Mycobacterium

tuberculosis, jamur dan patogen-patogen lain

D. Diagnosis Banding

Tumor vertebra

Pyogenik osteitis vertebra

E. Komplikasi

□ Destruksi tulang progresif berakibat pada kollapsnya verebra dan kifosis

o Kanalis spinalis menyempit oleh karena abses, jaringan granulasi atau

invasi dura secara langsung. Hal ini menyebabkan kompresi pada

medulla spinalis dan munculnya tanda-tanda neurologis (paralisis

pott’s)

o Kifosis terjadi karena kollaps anterior korpus vertebra dan dapat

semakin parah

□ Abses dingin (cold abses) muncul bila infeksi meluas hingga ke ligamen dan

jaringan lunak disekitarnya. Abses regio lumbal dapat menyebar descenden ke

fascia muskulus psoas hingga ke trigonum femorale dan pada akhirnya

mencapai kuit dan membentuk sinus.

F. Terapi

Obat anti Tuberculosis (kategori I 2RHZE + 4HR) dengan Berat badan

lebih dari 50 kg

1. Rifampisin (R) : 600 mg

2. Isoniazid (H) : 400 mg

3. Pirazinamid (Z) : 2000 mg

4. Etambutol (E) : 1000 mg

Dekompresi medula spinalis

17

Page 7: PARAPLEGI

Menghilangkan produk infeksi.

Bone graft

G. Prognosis

Prognosisnya akan lebih baik bila diagnosis dini ditegakkan dan regimen

modern kemoterapi lebih efektif untuk digunakan dalam penatalaksanaan pasien

tersebut

PEMBAHASAN

18

Page 8: PARAPLEGI

Dari anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang mengarahkan pada

Space Occupiying Lesion (SOL) pada ekstradura yang mungkin disebabkan

spondilitis TB

Dari anamnesa pada pasien didapatkan

Kelemahan pada kaki kanan yang diikuti kelemahan pada kaki kiri sampai

terjadinya kelumpuhan pada kedua kaki.

Kelemahan terjadi secara perlahan

Nyeri pada bagian tulang belikat hampir sepanjang hari.

Sensasi raba dan nyeri berkurang pada daerah perut hingga ke kaki.

Ditemukan kelainan BAK dan BAB

Dari anamnesa tersebut diagnosa mengarah kepada adanya lesi yang mendesak daerah

medula spinalis. Terjadinya kelemahan yang progesif lambat menandakan

penambahan desakkan pada medula, nyeri pada daerah tulang belikat merupakan

tanda-tanda nyeri spinal/lokal yang dapat ditemukan pada spondilitis TB.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan

Tidak ada gangguan N. Cranialis

Nyeri tekan pada daerah thoracal II – III.

Kekuatan motorik ekstremitas inferior negatif atau tidak ada sama sekali.

Terdapat spastisitas ekstremitas inferior

Peningkatan refleks fisiologis

Terdapat refleks patologis

Terdapat klonus

Sensibilitas menunjukkan lesi setinggi vertebra thorakal II-III

Tidak adanya gangguan pada N. Cranialis mengarahkan bahwa letak lesi terdapat

pada medulla spinalis atau diluar namun lesi tersebut mendesak medula spinalis. Dari

pemeriksaan terhadap kekuatan motorik, tipe spastis, refleks fisiologis dan refleks

patologis menandakan lesi pada Upper Motor Neuron (UMN).

Dari pemeriksaan fisik (sensibilitas) hanya dapat diketahui bahwa kemungkinan

letak lesi berada setinggi vertebrae thoracal II – III, dimana pada spondilitis 80-90%

kelainan pada vertebrae thoracal.

19

Page 9: PARAPLEGI

Dari pemeriksaan lab darah hanya ditemukan peningkatan LED sebesar 60

mm/jam (27/8/07). Terdapat 2 kemungkinan penyakit dengan peningkatan LED

tersebut, yaitu yang pertama adanya proses keganasan dan yang kedua adanya

proses infeksi, sehingga dari pemeriksaan LED tersebut belum bisa dipastikan

penyakit yang mendasari.

Dari MRI didapatkan compressi extradural pada thecal sac dan obstruksi neural

foraminal dextra dan sinistra Th2-3, pada foto toraks PA ditemukannya infiltrat

yang dicurigai adanya suatu proses dari TB paru, sedangkan Foto cervical –

thoracal focus V.Th 3 didapatkan gambaran compressive fracture corpus vertebrae

thoracal III, dari gambaran radiologis tersebut dapat dibuat kemungkinan penyakit

yang mendasari adalah spondilitis TB dengan kecurigaan terdapatnya gambaran

TB paru sebagai infeksi primernya.

Terapi dan tata laksana berupa bedah untuk mengangkat massa dan pemberian

obat anti tuberculosis

Pada kasus ini regimen pengobatan kemungkinan memakai kategori 3

Spondilitis TB merupakan kasus TB ekstrapulmoner dimana rigemen

pengobatannya dimasukkan kedalam kategori I (2 RHZE + 4 HR)

Prognosa pasien dubia. Setelah pengangkatan massa, kekuatan motorik pasien

bertambah, dan sensibilitas raba, nyeri serta thermal dapat dirasakan pasien dari

bagian kaki hingga perut bagian bawah, selain itu juga tergantung dari kepatuhan

pasien dalam melakukan terapi OAT.

REFERENSI

1. Mumenthaler M, Neurologi Jilid I, Jakarta, Binarupa Akasara, 1995, hal. 268-

273.

20

Page 10: PARAPLEGI

2. Mardjono, Sidharta, Neurologi Klinis Dasar, Jakarta, Dian Rakyat, 2006, hal.

35-37.

3. Harsono, Kapita Selekta Neurologis, Yogyakarta, Gadjah Mada University

Press, 2005, hal. 195-198

4. Chussid, JG, Neuroanatomi Korelasi dan Neurologi Fungsional – bagian dua,

Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 1990, hal. 632-634.

5. Peter Duus, Diagnosis Topik Neurologis-edisi 2, Jakarta, EGC, 1996, hal. 71-

73.

6. Sudoyo, AW, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam – Jilid II, Jakarta, Departemen

Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006, hal.

1007.

7. Hidalgo, JA, Pott Disease (Tuberculous Spondylitis), Department of Internal

Medicine, Division of Infectious Diseases, Guillermo Almenara Hospital,

Universidad de San Marcos Medical School, 25 Augustus 2006

http://www.emedicine.com (diakses tanggal 12 September 2007).

21