paradoks budaya

15
Paradoks Budaya : Masih ( kah) Kita Indonesia Paradoks Budaya Indonesia Paradoks adalah suatu situasi yang timbul dari sejumlah premis (apa yang dianggap benar sebagai landasan kesimpulan kemudian; dasar pemikiran; alasan; (2) asumsi; (3) kalimat atau proposisi yg dijadikan dasar penarikan kesimpulan di dl logika), yang diakui kebenarannya yang bertolak dari suatu pernyataan dan akan tiba pada suatu konflik atau kontradiksi . (Wikipedia) Manusia adalah makhluk paradoks, ia punya dua kecenderungan sekaligus yang kedua-duanya sama-sama benar. Misalnya, manusia adalah makhluk yang berkehendak bebas, tapi juga tidak bebas. Kenapa? Karena manusia terbatas pada hal-hal misalnya fisik, psikologis, dan lingkungan. Dalam hal karya seni budaya, di tingkat internasional, Indonesia sudah mengumpulkan tiga (3) piagam penghargaan pemilik karya seni agung yang dikeluarkan oleh badan dunia UNESCO. Ketiga karya seni budaya itu adalah wayang (2003) sebagai Karya Agung Budaya Lisan Warisan Manusia, lalu keris 1

Upload: fariz-siregar

Post on 02-Dec-2015

222 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

paradoks budaya m.i.kom usu

TRANSCRIPT

Page 1: Paradoks budaya

Paradoks Budaya : Masih (kah) Kita Indonesia

Paradoks Budaya Indonesia

Paradoks adalah suatu situasi yang timbul dari sejumlah premis (apa yang dianggap

benar sebagai landasan kesimpulan kemudian; dasar pemikiran; alasan; (2) asumsi; (3)

kalimat atau proposisi yg dijadikan dasar penarikan kesimpulan di dl logika), yang diakui

kebenarannya yang bertolak dari suatu pernyataan dan akan tiba pada suatu konflik

atau kontradiksi. (Wikipedia)

Manusia adalah makhluk paradoks, ia punya dua kecenderungan sekaligus yang

kedua-duanya sama-sama benar. Misalnya, manusia adalah makhluk yang berkehendak

bebas, tapi juga tidak bebas. Kenapa? Karena manusia terbatas pada hal-hal misalnya fisik,

psikologis, dan lingkungan. 

Dalam hal karya seni budaya, di tingkat internasional, Indonesia sudah

mengumpulkan tiga (3) piagam penghargaan pemilik karya seni agung yang dikeluarkan oleh

badan dunia UNESCO. Ketiga karya seni budaya itu adalah wayang (2003) sebagai Karya

Agung Budaya Lisan Warisan Manusia, lalu keris (2005) dinyatakan sebagai Karya Agung

Warisan Takbenda Budaya Manusia, dan batik (2009) dinyatakan sebagai Daftar

Representatif Budaya Tak Benda Warisan Manusia.

Kita semua sudah menyadari, bahwa sejak dahulu bangsa ini memiliki kekayaan

budaya terlengkap di dunia.. Keanekaragaman budaya nusantara dari Sabang sampai

Merauke sudah tak terhitung. Namun sayang, bangsa ini tak mampu melestarikan apalagi

mengembangkan kekayaan budaya bangsa sendiri. Keunggulan kekayaan bangsa Indonesia

dalam bidang seni budaya itu, semestinya menjadi suatu strength (kekuatan)

dan opportunity (peluang) yang menjadi acuan bagi Pemerintah dalam mengambil kebijakan

1

Page 2: Paradoks budaya

arah pembangunan. Kekuatan dan peluang bangsa kita, mau tidak mau, suka tidak suka,

terdapat pada sektor seni budaya. Semestinya, sektor ini digarap dengan lebih sungguh-

sungguh, dan kesungguhan itu salah satunya dibuktikan dengan pengucuran anggaran belanja

yang ideal. Apakah anggaran belanja untuk sektor seni budaya sudah cukup ideal? Kita lihat

saja faktanya. Salah satu festival kebudayaan bertaraf internasional yang diselenggarakan

oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata secara periodik 3 tahunan, adalah Art Summit

Indonesia (ASI) yang ditahun 2013 digelar untuk ke-7 kalinya. Dalam tiga kali

penyelenggaraan ASI yang terakhir, kisah yang selalu terdengar adalah keterbatasan

anggaran, hingga penyelenggaraan ASI tidak bisa maksimal. Semestinya, dengan berbagai

upaya, ASI dirancang supaya menjadi agenda para seniman luar negeri untuk bisa ikut

tampil. Semestinya pula negara besar dengan kekayaan seni budaya yang sangat melimpah

seperti Indonesia memiliki satu acara seni budaya bertaraf internasional yang bisa menjadi

buah tutur masyarakat dunia, dan merangsang masyarakat dunia pecinta seni budaya untuk

datang mengapresiasi. 

Karena minimnya anggaran itu, pencanangan program kerja di sektor seni budaya,

tidak berhasil melahirkan gerakan kolektif. Misalnya di tahun 2010 yang dicanangkan

sebagai tahun kunjungan museum, kenyataannya museum-museum tetap sepi kunjungan.

Lalu, apakah kita benar-benar bangsa yang sadar dan menjunjung tinggi seni budaya?

Paradoks lain muncul ketika Wamendikbud bidang Kebudayaan Wiendu Nuryanti

memberikan gagasan mengenai Rumah Budaya Indonesia (RBI)  yang diperuntukan untuk

konsumsi di luar negeri. Perlunya membangun rumah budaya di negara lain merupakan

gagasan yang konstruktif untuk mengangkat citra Indonesia di masyarakat internasional dan

bisa berdampak pada peningkatan pendapatan negara di sektor pariwisata. Akan tetapi,

Direktur Eksekutif Indonesian Publik Institute (IPI), Karyono Wibowo mengatakan gagasan

2

Page 3: Paradoks budaya

itu terlalu melompat jauh. “Gagasan itu, ibarat melihat bintang tanpa menginjak bumi.

Bagaimana tidak, pembangunan dan perlindungan budaya di dalam negeri saja masih lemah,

tapi pemerintah sudah akan membangun rumah budaya di luar negeri,” kata Karyono, Sabtu

(15/3/2014).

Disain Rumah Budaya Indonesia (RBI) di Dili, Timor Leste. Foto: Kemendikbud

Kita semua sudah menyadari, bahwa sejak dahulu bangsa ini memiliki kekayaan

budaya terlengkap di dunia. Keanekaragaman budaya nusantara dari Sabang sampai Merauke

sudah tak terhitung. Namun sayang, bangsa ini tak mampu melestarikan apalagi

mengembangkan kekayaan budaya bangsa sendiri karena pemerintah kurang memiliki

perhatian serius untuk melestarikannya. Untuk melestarikan kekayaan budaya tidak bisa

hanya diserahkan pada pemerintah daerah dan masyarakat saja, tapi diperlukan kepedulian

pemerintah pusat baik dalam bentuk regulasi maupun kebijakan, atau apapun namanya untuk

melestarikan dan melindungi seluruh kekayaan budaya bangsa ini. Jika tidak ada kepedulian

pemerintah secara sungguh-sungguh terhadap pelestarian budaya, maka tinggal menunggu

waktu kehancurannya. Dan kata orang bijak, kehancuran suatu bangsa dimulai dari

kehancuran budayanya. Oleh karena itu, mestinya pemerintah dalam hal ini kemendikbud

3

Page 4: Paradoks budaya

perlu memprioritaskan penataan budaya di dalam negeri sebelum merambah ke luar negeri.

Bila tidak, maka gagasan tersebut hanya sebuah paradoks.

Lalu bagaimana dengan kretek yang merupakan bagian dari budaya Indonesia yang

harus dilestarikan ? Kelompok pro rokok ataupun kretek menganggap bahwa kretek adalah

warisan budaya yang harus dilestarikan. Perlawanan terhadap rokok dianggap sebagai

perlawanan terhadap warisan leluhur. Kretek memang sudah ada di Indonesia sejak zaman

dulu dan terus berkembang hingga kini. Persoalannya adalah apakah kretek harus tetap

dipertahankan? Mari kita melihat berbagai warisan masa lalu bangsa ini. Berbagai minuman

beralkohol seperti tuak, arak atau ballo bahkan telah menjadi minuman khas di setiap daerah

di Indonesia. Melestarikannya dengan cara memuseumkan budaya tersebut mungkin masih

layak untuk dilakukan, tetapi apakah mungkin kita memproduksi minuman beralkohol khas

bangsa sendiri kepada masyarakat Indonesia dengan dalih pelestarian budaya? Menurut

hemat penulis, tidak semua warisan leluhur harus dipertahankan. Kepercayaan animisme dan

dinamisme juga merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia yang sudah

ditinggalkan karena terbukti dekonstruktif. Ca’doleng-doleng dan pelacuran adalah fenomena

yang tersebar di seluruh penjuru negeri dan diduga sudah ada sejak zaman dulu. Akan tetapi,

tidak mungkin dengan dalih pelestarian warisan masa lalu, kita mempertahankan ca’doleng-

doleng dan pelacuran.

Selain itu permasalahan yang terjadi saat ini adalah bangsa kita telah kehilangan

identitasnya. Secara tidak langsung budaya asli bangsa kita perlahan mulai menghilang dari

tanah air kita, tidak perlu jauh mencontohkan, dalam berbahasa saja kita lebih sering

menggunakan dan membanggakan bahasa asing dari pada menggunakan Bahasa Indonesia.

Menjadi salah satu trend yang di unggulkan ketika bisa menguasai bahasa asing. 

4

Page 5: Paradoks budaya

Sebagai orang Indonesia, saya sangat akrab mendengar betapa kita dinilai sebagai

bangsa yang ramah dan penuh senyum. Persepsi asing yang telah mengkristal, yang tanpa

disadari kita akui kebenarannya. Di sisi lain, telah tertanam pula sejak kecil bahwa bule atau

‘orang barat’ adalah manusia pemuja kebebasan, individualis-dingin yang bertolak-belakang

dengan kehangatan timur kita.

Namun, berbagai fakta yang terjadi di hadapan mata membuat saya bertanya, masih

relevankah persepsi-persepsi itu? Ironis, keramahan itu kerap terlupakan untuk bangsa

sendiri, terjadi di Indonesia, negara yang justru terkenal dengan berbagai aturan adat, norma

kesopanan, dan ajaran-ajaran agama yang kuat dan menopang berbagai sendi kehidupan.

Dimana-mana sekarang muncul perpecahan, korupsi, diskriminasi dan kemiskinan.

Dari perspektif pelaku, kebudayaan adalah tindakan. Kebudayaan merupakan respons

strategis atas tantangan-tantangan zaman yang digunakansebagai pedoman tingkah laku

kolektif. Kebudayaan kental dengan suasana praktik membangun solidaritas untuk

memperkuat diri dan kelompok. Kebudayaan juga berkembang karena ada proses interaktif

dan negosiatif antarpelaku dari kelompok lain. Dalam taraf tertentu, bahkan kebudayaan

adalah pedoman untuk melakukan perlawanan dan gerakan sosial kolektif dalam menuntut

hak.

Dari perspektif pengelola, termasuk pemangku kepentingan dan negara, kebudayaan

adalah kumpulan kearifan lokal dan juga etos atau nilai-nilai yang dianggap kepribadian

luhur. Definisi kedua ini lebih puitis dan populer, tetapi tidak cukup operasional untuk

membuka sekat-sekat ketidakadilan, kritik, dan dialog. Justru malah menciptakan

kebingungan paradoksal. Misalnya, mengapa orang Indonesia yang ramah-ramah ini makin

lama makin keji saja terhadap perbedaan kepercayaan?

5

Page 6: Paradoks budaya

Lalu, apakah kita benar-benar ramah dan hangat? Saya yakin, tidak saya seorang diri yang

mempertanyakan ini.

Lalu kemudian kenapa K-Pop bisa sangat terkenal di Indonesia? Kenapa Reog Ponorogo dan

Batik diklaim negera tetangga?

Terlalu banyak kontradiksi, tumpang tindih dan pertanyaan yang tidak akan ada habisnya.

Solusi :

Untuk melestarikan kekayaan budaya tidak bisa hanya diserahkan pada pemerintah

daerah dan masyarakat saja, tapi diperlukan kepedulian pemerintah pusat baik dalam bentuk

regulasi maupun kebijakan, atau apapun namanya untuk melestarikan dan melindungi seluruh

kekayaan budaya bangsa ini.

Sesuai dengan Teori Disonansi Kognitif dan Difusi Inovasi, Pemerintah diharapkan

mampu menyelesaikan paradoks kebudayaan Indonesia. Dari sudut pandang Teori Disonansi

Kognitif, disonansi kebudayaan Indonesia harus dikurangi dan mengembalikan

konsistensinya, Pemerintah harus termotivasi membuat sebuah program unggulan yang

berkaitan dengan pengembalian marwah kebudayaan Indonesia, sebuah program yang harus

direncanakan dan dianggarkan dengan baik mengingat betapa kayanya budaya Indonesia,

termasuk juga merealisasikan pelestarian budaya lewat kepedulian masyarakat Indonesia

terhadap budayanya sendiri. Program ini nantinya disebarluaskan dengan cara-cara yang

kreatif sesuai Teori Difusi Inovasi, sehingga gagasan atau ide-ide pelestarian budaya dapat

terdifusi ke masyarakat dalam jangka waktu tertentu.

6

Page 7: Paradoks budaya

Misalnya saja kebudayaan dapat dilestarikan dalam dua bentuk yaitu :

A. Culture Knowledge

Merupakan pelestarian budaya yang dilakukan dengan cara membuat suatu pusat informasi

mengenai kebudayaan yang dapat difungsionalisasi kedalam banyak bentuk/teknologi.

Tujuannya adalah untuk edukasi ataupun untuk kepentingan pengembangan kebudayaan itu

sendiri dan potensi kepariwisataan daerah. Dengan demikian para generasi muda dapat

mengetahui tentang kebudayaanya sendiri. (Mempelajari Inovasi)

B. Culture Experience

Merupakan pelestarian budaya yang dilakukan dengan cara terjun langsung kedalam sebuah

pengalaman kultural. Contohnya, jika kebudayaan tersebut berbentuk tarian, maka

masyarakat dianjurkan untuk belajar dan berlatih dalam menguasai tarian tersebut. Dengan

demikian dalam setiap tahunnya selalu dapat dijaga kelestarian budaya kita ini.

(Pengadopsian + Pengembangan Jaringan Sosial)

Selain dilestarikan dalam dua bentuk diatas, kita juga dapat melestarikan kebudayaan

dengan cara mengenal budaya itu sendiri. Dengan hal ini setidaknya kita dapat

mengantisipasi pencurian kebudayaan yang dilakukan oleh negara - negara lain. Penyakit

masyarakat kita ini adalah mereka terkadang tidak bangga terhadap produk atau

kebudayaannya sendiri. Kita lebih bangga terhadap budaya-budaya impor yang sebenarnya

tidak sesuai dengan budaya kita sebagai orang timur. Budaya daerah banyak hilang dikikis

zaman. Oleh sebab kita sendiri yang tidak mau mempelajari dan melestarikannya. Akibatnya

kita baru bersuara ketika negara lain sukses dan terkenal dengan budaya yang mereka curi

secara diam-diam.

7

Page 8: Paradoks budaya

Salah satu kebijakan pemerintah yang pantas didukung adalah penampilan

kebudayaan-kebudayaan daerah disetiap event-event akbar nasional, misalnya tari-tarian ,

lagu daerah, dan sebagainya. Semua itu harus dilakukan sebagai upaya pengenalan kepada

generasi muda, bahwa budaya yang ditampilkan itu adalah warisan dari leluhurnya. Bukan

berasal dari negara tetangga. Demikian juga upaya-upaya melalui jalur formal pendidikan.

Masyarakat harus memahami dan mengetahui berbagai kebudayaan yang kita miliki.

Pemerintah juga dapat lebih memusatkan perhatian pada pendidikan muatan lokal

kebudayaan daerah.

Jika tidak ada kepedulian pemerintah secara sungguh-sungguh terhadap pelestarian

budaya, maka tinggal menunggu waktu kehancurannya. Dan kata orang bijak, kehancuran

suatu bangsa dimulai dari kehancuran budayanya.

8

Page 9: Paradoks budaya

Kesimpulan:

1. Segala peristiwa bersifat mendua (yin dan yang) dan hal yang bertentangan itu selalu

ada di   semua hal, menyatu padu, tak bisa dipisahkan.

2. Paradoks ada karena kebenaran yang sudah diketahui baru 10%. 90% nya kebenaran

yang mesti kita cari. Bagaimana mungkin semua bisa dipastikan kalau kebenarannya

masih belum kita tahu?

3. Karenanya, paradoks jangan dilenyapkan sama sekali, melainkan dapat menjadi

alternatif pemikiran untuk terus mencari kebenaran.

4. Paradoks bukanlah cacat. Tetapi untuk dicari apa sebab di baliknya.

5. Paradoks adalah kekuatan kalau kita mau dan mampu mempergunakannya.

6. Paradoks itu sendiri sudah merupakan peluang, kalau kita mampu memanfaatkannya,

menjadi energi yang timbul setelah ada proses pencarian dan evaluasi diri.

Referensi :

1. https://id.wikipedia.org/

9

Page 10: Paradoks budaya

2. http://www.kompasiana.com/infodatabroker.blogspot.com/paradoks-manusia-

indonesia_54f67ba2a333117d028b4e02

3. http://gugahjanari.blogspot.co.id/2011/03/paradoks-budaya-2010.html

4. http://myyearatvoa.tumblr.com/post/68153864689/paradoks-budaya-timur-amerika

5. http://www.academia.edu/11001280/

Komunikasi_Sosial_Pembangunan_dengan_Teori_Komunikasi

6. http://www.gapuranews.com/blog/rumah-budaya-indonesia-di-luar-negeri-paradoks/

7. http://www.koalisiseni.or.id/negara-dan-krisis-kebudayaan-kompas-30-agustus-2014/

8. http://raisreskiawan.blogspot.co.id/2013/06/paradoks-rokok.html

10