paradigma baru konservasi sumberdaya alam hayati

15
1 PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM HAYATI 1) Oleh: Sambas Basuni 2) PENDAHULUAN Paradigma adalah kerangka berpikir. Yang menarik dari judul tersebut adalah istilah “paradigma baru”. Jika ada paradigm baru (kerangka berpikir baru) tentu ada “paradigm lama” atau paradigma yang selama ini dianut, paradigma konvensional, tradisional, atau kontemporer. Pertanyaannya adalah kenapa perlu paradigma baru? Jawaban yang paling mungkin atas pertanyaan tersebut adalah karena paradigma lama telah menyebabkan banyak kekeliruan, bahkan secara lebih ekstrim penulis katakana telah menyebabkan kesesatan orang, kelompok orang, organisasi, masyarakat dalam berpikir, bersikap, dan berindak dalam hubungannya dengan konservasi sumberdaya alam hayati. Bertambah panjangnya daftar spesies tumbuhan dan hewan yang dilindungi karena langka, banyaknya kawasan hutan konservasi yang mengalami degradasi dan marjinalisasi masyarakat di sekitar kawasan boleh jadi merupakan bukti dari kekeliruan dan kesesatan-kesesatan tersebut. Bahkan dapat dikatakan bahwa saat ini, penggunaan istilah konservasi itu sendiri cenderung menjadi kontra- produktif. Manajemen kawasan hutan konservasi secara khusus banyak menghadapi permasalahan, seperti lemahnya dukungan secara nasional, konflik dengan penduduk setempat, konflik dengan instansi pemerintah lainnya, tidak kokoh dan tidak cukupnya dana, dan manajemen yang lemah (McNeely, J.A., 1995). 1 ) Keynote speech yang disampaikan pada acara Rapat Koordinasi Rencana Penelitian Integratif Puslitbang Konservasi Dan Rehabilitasi (P3KR) Tahun 2012 dengan Unit Pelaksana Teknis Lingkup Badan Litbang Kehutanan di Batam 16 Februari 2012 2 ) Guru Besar Manajemen Kawasan Hutan Konservasi; Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB sb2013

Upload: ledung

Post on 12-Jan-2017

227 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: paradigma baru konservasi sumberdaya alam hayati

1

PARADIGMA BARU PEMBANGUNAN KONSERVASI SUMBERDAYA ALAM HAYATI 1)

Oleh: Sambas Basuni 2)

PENDAHULUAN

Paradigma adalah kerangka berpikir. Yang menarik dari judul tersebut adalah istilah

“paradigma baru”. Jika ada paradigm baru (kerangka berpikir baru) tentu ada “paradigm

lama” atau paradigma yang selama ini dianut, paradigma konvensional, tradisional, atau

kontemporer. Pertanyaannya adalah kenapa perlu paradigma baru? Jawaban yang paling

mungkin atas pertanyaan tersebut adalah karena paradigma lama telah menyebabkan banyak

kekeliruan, bahkan secara lebih ekstrim penulis katakana telah menyebabkan kesesatan orang,

kelompok orang, organisasi, masyarakat dalam berpikir, bersikap, dan berindak dalam

hubungannya dengan konservasi sumberdaya alam hayati. Bertambah panjangnya daftar

spesies tumbuhan dan hewan yang dilindungi karena langka, banyaknya kawasan hutan

konservasi yang mengalami degradasi dan marjinalisasi masyarakat di sekitar kawasan boleh

jadi merupakan bukti dari kekeliruan dan kesesatan-kesesatan tersebut. Bahkan dapat

dikatakan bahwa saat ini, penggunaan istilah konservasi itu sendiri cenderung menjadi kontra-

produktif.

Manajemen kawasan hutan konservasi secara khusus banyak menghadapi permasalahan,

seperti lemahnya dukungan secara nasional, konflik dengan penduduk setempat, konflik

dengan instansi pemerintah lainnya, tidak kokoh dan tidak cukupnya dana, dan manajemen

yang lemah (McNeely, J.A., 1995).

1) Keynote speech yang disampaikan pada acara Rapat Koordinasi Rencana Penelitian Integratif

Puslitbang Konservasi Dan Rehabilitasi (P3KR) Tahun 2012 dengan Unit Pelaksana Teknis Lingkup Badan Litbang Kehutanan di Batam 16 Februari 2012

2 ) Guru Besar Manajemen Kawasan Hutan Konservasi; Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB

sb20

13

Page 2: paradigma baru konservasi sumberdaya alam hayati

2

Di sisi lain kita semua tahun bahwa gagasan konservasi adalah positif; mengandung makna

pemanfaatan secara lestari, pemeliharaan, restorasi, peningkatan mutu lingkungan dan

pengawetan sumberdaya alam hayati (Dokumen World Conservation Strategy). Munculnya

situasi masalah seperti tersebut di atas, maka cukup beralasan jika orang, kalompok orang, dan

organisasi yang bergerak dalam bidang konservasi; yaitu para profesional konservasi

(konservator), para administrator konservasi, dan secara khusus para ilmuwan konservasi

untuk memikirkan ulang paradigma atau karangka berpikir mengenai apa, bagaimana, dan

untuk apa konservasi sumberdaya alam hayati dilakukan, bukan ide konservasinya.

Penulis ingin menekankan bahwa paradigma konservasi yang ditawarkan di sini bukan

paradigm baru tetapi paradigma inkonvensional yang boleh jadi paradigma lama, tetapi penulis

yakin bahwa paradigma yang ditawarkan ini akan mampu membetulakan segala kekeliruan

dan meluruskan segala kesesatan yang terjadi selama ini dalam melakukan kegiatan konservasi

sumberdaya alam hayati. Sebagai sorang Muslim, penulis yakin betul akan kebenaran ajaran

Islam yang bersumber dari Kitab Suci Alquran dan Sunnah Rosululloh Muhammad saw; sebagai

jalan hidup yang lurus, kerangka berpikir konservasi sumberdaya alam hayati yang benar. Nabi

Muhammad SAW bersabda: ”Aku telah tinggalkan dua perkara bagi kamu sekalian. Seandainya

kamu berpegang teguh kepadanya tidak akan sesat selamanya: Kitab Alloh dan Sunnah Rosul-

Nya” (HR. Al-Hakim).

Dengan tulisan ini, penulis ingin mengajak pembaca untuk berpikir ulang dengan seksama dan

serius tentang bagaimana konservasi sumberdaya alam hayati seharusnya dilakukan dan

menghindari berbagai kekeliruan dan kesesatan. Konservasi adalah positif dan dapat dilakukan

secara kreatif dan inovatif untuk menjadikan bumi ini lebih produktif dalam rangka mencapai

kondisi masyarakat Indonesia yang berdaulat, adil, makmur, dan sejahtera secara

berkelanjutan. Untuk itu, tulisan ini dibagi ke dalam seksi-seksi pendek: perspektif Islam

mengenai sumberdaya alam hayati, persepktif Islam mengenai manusia, makna dan hakekat

konservasi, penyesatan-penyestan atas kerangka pikir konservasi, pengetahuan-kelangkaan-

penelitian (model linnier inovasi).

sb20

13

Page 3: paradigma baru konservasi sumberdaya alam hayati

3

PERSPEKTIF ISLAM MENGENAI SUMBERDAYA ALAM HAYATI

Sumberdaya alam hayati merupakan anugrah dari Tuhan Yang Maha Pencipta untuk

kesejahteraan umat manusia. Perhatikan beberapa Firman Alloh berikut ini:

1. “Dia-lah Alloh, yang menjadikan segala apa yang ada di bumi untuk kamu............ (QS Al-

Baqarah: 29)

2. “Tidakkkah kamu perhatikan, sesungguhnya Alloh telah menundukkan untuk (kepentingan)

mu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi dan menyempurnakan untukmu

nikmat-Nya lahir batin. Dan diantara manusia ada yang membantah tentang (keesaan)

Alloh tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan”

(QS Lukman: 20)

Dari dua ayat tersebut jelas kiranya bahwa sumberdaya alam hayati adalah anugrah dari Alloh

untuk sebesar-besar manfaat bagi masyarakat manusia dalam bentuk pemenuhan kebutuhan

hidupnya akan barang dan jasa. Konsep barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam

hayati merupakan konsep anthroposentris. Nilai sumberdaya alam hayati ada karena

keberadaan manusia sebagai agen penilainya, bukan mahluk yang bukan manusia. Hal penting

dari firman Tuhan tersebut adalah keharusan manusia mengakui ke-Esaan Alloh dan

mensyukuri nikmat-Nya berdasarkan ilmu pengetahuan, petunjuk dan Kitab-Nya.

PERSPEKTIF ISLAM MENGENAI MANUSIA

Dalam pespektif Islam, manusia adalah khalifah (penguasa, pemimpin) di muka bumi untuk

memanfaatkan, memakmurkan, dan memeliharanya. Perhatikan beberapa firman Alloh dan

hadits berikut:

1. Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat, “Aku hendak menjadikan

khalifah (penguasa, pemimpin) di bumi” (QS Al-Baqarah: 30)

2. Dia (Alloh) yang telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu

pemakmurnya…. (QS Hud: 61)

sb20

13

Page 4: paradigma baru konservasi sumberdaya alam hayati

4

3. “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugrahkan Alloh kepadamu,

dan janganlah kamu melupakan bahagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang

lain) sebagaimana Alloh berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di

(muka) bumi. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan (QS

Al-Qasas: 77)

4. “.....Ya Tuhan kami tiadalah engkau ciptakan ini (langit dan bumi) dengan sia-sia. Maha suci

Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (QS Ali Imran:191).

5. “Hai Dawud, sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah di muka bumi, maka berilah

keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa

nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Alloh......” (QS adz-Dzariyat: 56).

6. Dan (ingatlah juga), tetkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur,

pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku),

maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS Ibrahim: 7).

7. “Seandainya sudah berdiri kiyamat, padahal di tangan salah seorang kalian ada benih, bila

mungkin ia jangan berdiri terlebih dahulu, sehingga menanamnya, maka lakukanlah” (HR.

Ahmad).

8. “Dari Anas bin Malik dai Nabi saw. Bersabda: “Tidak ada seorang muslim yang menanam

tumbuh-tumbuhan yang besar atau kecil, sehingga tanaman itu menjadi sumber makanan

bagi burung, manusia, dan binatang ternak, kecuali baginya sadaqoh” (HR. Bukhari, Muslim,

dan al-Tirmidzi)

Berdasarkan ayat-ayat dalam Alquran dan hadits-hadits tersebut di atas jelas kiranya

bagaimana seharusnya manusia hidup dan berhubungan dengan sumberdaya alam hayati.

Pertama, manusia harus menggunakan sumberdaya alam hayati untuk kemanfaatan banyak

orang dan mendistribusikannya secara adil, dilarang membuat kerusakan padanya, tidak boleh

sb20

13

Page 5: paradigma baru konservasi sumberdaya alam hayati

5

menyia-nyiakannya (tidak memanfaatkan dan/atau memboroskan). Kedua, manusia harus

memakmurkan bumi. Dalam hubungannya dengan sumberdaya alam hayati, memakmurkan

berarti membuat sumberdaya alam hayati berlimpah, bukan menjadikannya langka. Petunjuk

simbolis (perupamaan) memakmurkan bumi adalah menanam pohon. Ketiga, dalam dimensi

waktu tersirat bahwa memanfaatkan dan memakmurkan bumi tersebut adalah untuk selama-

lamanya sampai umur dunia berakhir.

MAKNA DAN HAKEKAT KONSERVASI

Conservation berasal dari bahasa Latin, con yang berarti together dan servare berarti

keep/save. Dengan demikian secara harfiah conservation berarti keep/save what we have. Jelas

dari pengertian ini bahwa yang harus dijaga/diselamtkan (dipelihara) oleh kita (bersama) adalah

sesuatu yang menjadi milik “bersama”, bukan milik perorangan. Berdasarkan sifat kemungkinan

bersaing dan eksklusivitasnya, ada tiga kategori barang milik bersama: barang klub (club

goods), sumberdaya bersama (common pool resources), dan barang publik (public goods).

Berkaitan dengan kategori barang ini, fungsi awal pemerintah adalah menyediakan barang

publik dan menjamin kemerdekaan bagi masyarakat untuk mengelola dan memanfaatkan

barang selain barang publik. Karakteristik barang publik itu sendiri cenderung mengalami open

acces sementara common pool resources bersifat impure/quasi public goods (contohnya pantai,

air tanah, padang penggembalaan, dan hutan alam). Jika atas suatu barang milik bersama

ternyata eksklusi tidak memungkinkan atau tidak ekonomis dan disediakan melalui property

publik, maka barang demikian termasuk property negara dan untuk mengalokasikannya harus

melalui proses politik atau pilihan kolektif (contohnya kawasan hutan konservasi di Indonesia?).

Uraian di atas menjelaskan permasalahan apa yang mungkin dikonservasi, siapa yang berhak,

termasuk kemungkinan implikasinya. Permasalahan konservasi bukan hanya menyangkut apa

dan siapa yang berhak tetapi yang lebih serius adalah masalah bagaimana konservasi

dilaksanakan (konservasi-sebagai-aktivitas). Berikut ini disampaikan definisi konservasi dari

berbagai sumber:

sb20

13

Page 6: paradigma baru konservasi sumberdaya alam hayati

6

1. Konservasi adalah penggunaan sumber (daya) alam untuk sebesar-besarnya manfaat bagi sebanyak-banyaknya orang untuk sepanjang-panjangnya waktu

(American Dictionary)

2. Konservasi adalah manajemen penggunaan biosfer oleh manusia sedemikian

rupa sehingga menghasilkan manfaat sebesar-besarnya secara berkelanjutan

bagi generasi kini sambil mempertahankan potensinya guna memenuhi kebutuhan

dan aspirasi generasi yang akan datang (World Conservation Strategy)

3. Konservasi sumberdaya alam hayati adalah pengelolaan pemanfaatan sumberdaya alam hayati secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan

persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas

keanekaragaman dan nilainya (UU No. 5 Tahun 1990)

4. Konservasi sumberdaya alam hayati untuk pembangunan yang berkelanjutan (World Conservation Strategy)

Dari tiga definisi konservasi dan tujuan konservasi sumberdaya alam hayati tersebut

sangat jelas bahwa konservasi lebih mengedepankan bagaimana menggunakan dan

memanfaatkan sumberdya alam hayati secara berkelanjutan untuk sebanyak-

banyaknya orang daripada bagaimana melindungi dan mengawetkannya. Oleh karena

itu, dan dengan merujuk ayat-ayat Al-Quran dan hadits-hadits yang telah dikemukanan

sebelumnya, paradigma konservasi sumberdaya alam hayati dapat dirumuskan

sebagai “Pengelolaan penggunaan sumberdaya alam hayati secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan untuk kemanfaatan generasi kini dan generasi yang akan datang (sebanyak-banyaknya orang)”. Aktivitas utamanya adalah

memanfaatkan sumberdaya alam hayati, mendistribusikan manfaat sumberdaya alam

hayati secara adil kepada banyak orang, mengurangi biaya sosial (tidak membuat

kerusakan) dalam memanfaatkan, dan memakmurkan (mengupayakan sumberdaya

alam hayati berlimpah). Apa sebetulnya manfaat sumberdaya alam hayati, Groot dkk.

(2002) mengilustrasikan frameworknya (Gambar 1).

sb20

13

Page 7: paradigma baru konservasi sumberdaya alam hayati

7

BEBERAPA KESESATAN BERPIKIR DAN KEKELIRUAN

Banyak penyesatan pikiran dan kekeliruan pilihan yang menyimpang dan menyalahi

paradigma konservasi sumberdaya alam hayati yang dikemukakan di atas, diantaranya:

1. Urutan tujuan dari tiga tujuan konservasi konservasi sumberdaya alam hayati yang

tercantum dalam dokumen World Conservation Strategy, yaitu (1) maintenance of

ecological processes and life-support systems, (2) preservation of genetic diversity,

Nilai Total

Struktur dan Proses Ekosistem

Barang dan jasa ekosistem

Fungsi Ekosistem: 1. Regulasi 2. Habitat 3. Produksi 4. informasi

Nilain Ekologi berdasarkan kelestarian ekologis

Nilain Sosio-kultural berdasarkan keadilan dan persepsi budaya

Nilain Ekonomi berdasarkan efisiensi dan keefektifan

Proses pembuatan keputusan untuk menentukan pilihan kebijakan dan cara pengelolaan

Gamabar 1. Framework Penilaian dan Valuasi Terpadu dari Fungsi, Barang, dan Jasa Ekosistem (Groot, Wilson, dan Boumans, 2002

sb20

13

Page 8: paradigma baru konservasi sumberdaya alam hayati

8

(3) sustainable utilization of species and ecosystems. Penyesatan terjadi karena

seharusnya pemanfaatan menjadi tujuan utama dan pertama.

2. Penyesatan dan kekeliruan bertambah ketika pasal 5 UU No. 5/1990 menggariskan

bahwa konservasi SDAH&E dilakukan melalui kegiatan: (1) Perlindungan sistem

penyangga kehidupan, (2) Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa

beserta ekosistemnya, (3) Pemanfaatan sumberdaya alam hayati dan

ekosistemnya. Kekeliruan petama dari pasal ini adalah bahwa tujuan strategi

konservasi sumberdaya alam hayati dijadikan sebagai kegiatan; kedua, mengikuti

pola urutan tujuan sebagaimana tercantum dalam dokumen World Conservation

Strategy. Penyesatan terjadi ketika (1) istilah maintenance/maintain diganti dengan

istilah perlindungan bukan pemeliharaan, (2) yang “di-maintain” adalah sistem

penyangga kehidupan yang adalah wujud fisik dari suatu sistem kehidupan seperti

hutan alam, pesisir pantai, perairan tawar, sistem pertanian; bukan proses-proses

ekologi esensil (perhatikan Diagram Groot), (3) yang “di-preserve) adalah spesies

dan ekosistem, bukan keanekaragaman genetik.

3. UU 41/1999 pasal 6 : ayat (1) bahwa hutan memiliki tiga fungsi pokok (“konservasi”

= pengaweta, lindung, produksi) tetapi ayat (2) menyebutkan bahwa kawasan hutan

dibagi menjadi kawasan hutan konservasi, kawasan hutan lindung, dan kawasan

hutan produksi. Pasal ini adalah hasil kesesatan berpikir dan kekeliruan pilihan.

4. IUCN (1994): Kawasan Konservasi adalah wilayah daratan dan atau di laut

terutama diperuntukan bagi perlindungan dan pemeliharaan keanekaragaman

hayati, dan sumberdaya alam serta sumberdaya budayanya, dikelola melalui cara-

cara legal atau cara-cara efektif lainnya. IUCN keliru karena yang diutamakan

adalah mengelola perlindungan dan pengawetan (bukan mengelola pemanfaatan)

SDA dan sumberdaya budaya. Di Indonesia, mengelola perlindungan SDA dan

sumberdaya budaya ini benar-benar dilakukan dengan cara-cara legal

(berdasarkan peraturan perundangan), polisional dengan polisi hutannya dan

menafikkan cara-cara efektif lainnya seperti kearifan lokal dengan pengetahuan

sb20

13

Page 9: paradigma baru konservasi sumberdaya alam hayati

9

tradisional, lebih mengutamakan cara-cara preskriptif daripada kreativitas dan

inovasi.

5. Terlalu Banyak Tugas. Konservasi merupakan suatu aktivitas yang kompleks,

aktivitas tertentu yang memerlukan keterampilan khusus, terlatih, yang adalah

berbeda dengan aktivitas lain yang bukan konservasi. Saat ini, pelaksanaan

konservasi banyak dibingungkan dan dihambat perkembangaannya secara teknis

oleh terlalu banyaknya istilah aktivitas yang digunakan. Perhatikan istilah-istilah

berikut yang terkadang pemakiannyan dapat saling menggantikan: preservasi,

restorasi, rehabilitasi, rekonstruksi, revitalisasi, konservasi, proteksi, dan banyak lagi

istilah serupa. Sesungguhnya hanya ada empat kemungkinan dalam manusia

berhubungan dengan “sumberdaya alam hayati” yang selalu berubah: keep it, destroy it, change it, atau to return a historic nature. Kecuali destroy it,

konservasi mencakup tiga alternatif lainnya. Konservasi dapat dipahami dalam

pengertian sempit dan luas sebagai berikut: (1) Dalam pengertian sempit:

konservasi sebagai lawan restorasi, aktivitas to keep. Untuk selanjutnya, konservasi

dalam pengertian sempit ini digunakan istilah preservasi, (2) Dalam pengertian

luas: konservasi sebagai sejumlah aktivitas termasuk dalam pengertian preservasi dan restorasi juga aktivitas lain yang mungkin berhubungan. Untuk selanjutnya,

konservasi dalam pengertian luas ini digunakan istilah konservasi.

Berdasarkan pengertian konservasi seperti tersebut di atas, maka dapat dibuat klasifikasi

aktivitas konservasi sumberdaya alam hayati sebagai berikut:

(1) Preservasi: tindakan tertentu yang bertujuan untuk mempertahankan (memelihara) selama mungkin fitur-fitur sumberdaya alam hayati yang terlihat jelas seperti

keadaannya semula (asli, utuh); suatu tujuan yang biasa dicapai dengan memodifiksi

beberapa fitur sumberdaya alam hayati yang semula tidak terilihat. Preservasi dapat

berupa: a. Preservasi langsung: dilakukan dengan mengubah fitur sumberdaya alam hayati;

aktivitas dengan waktu terbatas (misal, menambah atau mengurangi populasi untuk

sb20

13

Page 10: paradigma baru konservasi sumberdaya alam hayati

10

mencapai populasi minimum viable; pengurangan atau penambahan populasi

sampai tingkat daya dukung kawasan hutan konservasi).

b. Preservasi lingkungan: dilakukan dengan mengubah lingkungan sumberdaya

alam hayati atau fitur-fiturnya; aktivitas yang tidak dibatasi oleh waktu

(membersihkan tumbuhan asli yang langka atau dilindungi dari lilitan tumbuhan

liana asing, pengendalian predator, mencegah timbulnya wabah penyakit,

pembinaan daerah penyangga kawasan hutan konservasi). c. Preservasi informasional: bekerja dengan merekam atau meniru/mereproduksi

sumberdaya alam hayati dan atau beberapa fiturnya: foto, citra, data

(atribut/spasial); membuat replika/tiruan (misal membangun taman plasma nutfah

Taman Nasional X), tujuannya adalah untuk menyediakan informasi dan

pengalaman bagi masyarakat tanpa risiko adanya gangguan pada sumberdaya

alam hayati yang asli.

(2) Restorasi: semua tindakan yang berusaha mengubah struktur sumberdaya alam

hayati untuk menggambarkan keadaan terdahulu yang diketahui; contohnya, mengubah

hutan tanaman Pinus (tumbuhan asing) di suatu kawasan hutan konservasi menjadi

hutan tanaman Rasamala yang merupakan tumbuhan asli di kawasan hutan konservasi

yang bersangkutan, reintroduksi jenis, menambah populasi guna mempertahankan

keanekaragaman genetik.

Dalam praktek nyata, hasil preservasi dan restorasi sering merupakan dua akibat dari

operasi teknis yang sama. Keanekaragaman genetik berkurang dengan berkurangnya

ukuran populasi. Untuk mempertahankan level keanekaragaman genetik populasi tersebut

perlu ditambahkan individu baru. Penambahan individu baru ini yang adalah teknik

preservasi genetik, juga memiliki efek samping restoratif (bertambahnya ukuran populasi)

yang tidak dapat dihindari. Overlap antara hasil preservasi dan restorasi menjadi jauh lebih

besar karena preservasi sangat sering tergantung pada restorasi untuk beberapa

kualitas obyek yang dikonservasi, terlebih obyek tersebut adalah sumberdaya alam hayati

yang selalu berubah. Misalnya, mengurangi jumlah individu rusa yang melebihi daya

dukung kawasan hutan konservasi akan memulihkan daya dukung kawasan tersebut.

Dalam contoh ini, sebelum jumlah individu rusa dikurangi (teknik restorasi), tidak ada efek

preservatif yang akan dihasilkan, yaitu pulihnya daya dukung kawasan hutan konservasi.

sb20

13

Page 11: paradigma baru konservasi sumberdaya alam hayati

11

Dipendensi inhenrent mutual antara preservasi-restorasi merupakan alasan penting bagi

preservasi dan restorasi untuk dianggap sebagai bagian-bagian dari aktivitas yang sama,

yaitu konservasi sumberdaya alam hayati, termasuk konservasi (pengelolaan) kawasan hutan konservasi. Selain itu, adanya hubungan mutual antara aktivitas restorasi dan

preservasi, sangat mungkin berlaku konsep pemanfaatan. Artinya pemanfaatan jenis,

misalnya, sangat mungkin dilakukan dalam semua kawasan hutan konservasi karena

populasinya telah melebihi daya dukung kawasan yang bersangkutan. Selain itu, jika tidak

dilakukan pemanfaatan, beberapa individu satwaliar akan keluar dari kawasan dan mungkin

sekali akang memangsa hewan ternak, tanaman pertanian, bahkan mengancam jiwa

manusia. Sampai saat ini, aktivitas restorasi-preservasi melalui pemnafaatan seperti ini

sangat tabu dilakukan padahal aturan mainnya tersedia, yaitu: “ Pemanfaatan jenis

tumbuhan dan satwaliar dilakukan dengan memperhatikan kelangsungan potensi, daya

dukung, dan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwaliar” (pasal 28 UU No. 5 tahun

1990). Dalam hal ini, daya dukung, dan keanekaragaman (genetik) merupakan obyek

preservasi yang dalam perjalanan waktu dapat berubah dan harus dikembalikan (aktivitas

restorasi) ke keadaannya semula.

6. Fact-based vs Goal-based Concept. Penting ditekankan di sini bahwa permasalahan dari

aktivitas preservasi dan restorasi adalah konsep keadaan asli/utuh atau keadaan semula

dari suatu obyek konservasi seperti ketika untuk pertama kalinya ditemukan. Preservasi

berarti mempertahankan atau memelihara obyek konservasi dalam keadaan aslinya,

sementara restorasi memulihkan obyek ke keadaan aslinya. Dalam konservasi sumberdaya

alam hayati, gagasan keadaan asli ini dapat menjadi problematik karena sumberdaya alam

hayati akan selalu berubah. Oleh karena itu, untuk tujuan restorasi akan lebih aman untuk

memakai konsep keadaan (obyek) sebelumnya yang diketahui daripada konsep

keadaan asli atau keadaan semula. Begitu juga untuk tujuan preservasi, akan lebih aman

jika memakai konsep memperpajang kesempatan “hidup” obyek (misal, fungsi, viable

population) daripada mempertahankan keadaan aslinya/keutuhannya. Konsep “keadaan

asli” secara tipikal fact-based, suatu konsep yang akan menapikkan banyak sekali proses-

proses preservasi dan restorasi yang dilakukan sepanjang waktu karena tidak memenuhi

syarat yang ditetapkan yaitu keadaan aslinya. Konsep yang diajukan di sini, yaitu keadaan

sebelumnya yang diketahui dan memperpanjang kesempatan hidup populasi adalah goal-

based. Keuntungan pemakaian konsep goal-based ini tidak menapikkan proses-proses

preservasi atau restorasi yang gagal, bahkan sangat mengakui kapasitas teknik-teknik

sb20

13

Page 12: paradigma baru konservasi sumberdaya alam hayati

12

konservasi terakhir, dan karenanya, sebagai suatu pemikiran yang lebih matang dalam

konservasi.

Penerapan konsep fact-based sebagai syarat diterimanya aktivitas konservasi, lebih-lebih

jika syarat ini dimuat dalam undang-undang, telah dan akan menyebabkan para pelaku

konservasi tidak melakukan apa-apa. Ironisnya, do nothing seperti ini diterima sebagai

tindakan konservasi. Itulah sebabnya, kualitas kawasan hutan konservasi terus menurun

(lebih dari 60 persen kawasan hutan suaka alam di Indonesia saat ini dalam keadaan

rusak), daftar jenis yang dilindungi bertambah panjang, konflik satwaliar-manusia; demikian

juga teori dan teknis-teknis konservasi sangat lambat, atau bahkan sulit berkembang.

Usher (1973) telah meninajau-ulang teori dan praktek dalam bidang konservasi

sumberdaya alam hayati dan membenarkan bahwa teori dan praktek dalam bidang

konservasi ini sangat tidak berkembang, jauh tertinggal dari bidang-bidang lain. Teori-teori

konservasi tidak berkembang dari kajian akademik atau penelitian ilmiah melainkan dari

pengalaman terbaik (best practices). Dengan kata lain, teori dalam bidang konservasi

adalah lay-theory, bukan scientific theory; walaupun diperdebatkan apakah lay-theory layak

disebut sebagai teori (Dwidjojowito, R.N., 2007).

7. Eco-fundamentalism, suatu paham yang menempatkan alam di atas semua kepentingan

manusia. Paham ini melihat manusia sebagai bagian integral dari sistem fisik yang saling

bergantung dalam pengertian kuantitatif murni, pertukaran fisik antara demand manusia dan

demand binatang, tumbuhan dan unsur-unsur lain dari dunia fisik. Paham ini juga

merekomendasikan interpretasi ekstrim tentang precautionary principle dalam ekologi, yaitu

bahwa tidak ada bahaya apapun jika itu dilakukan demi alam, apapun konsekuensi pada

aspirasi-aspirasi manusia yang lainnya seperti kesejahteraan. Precautionary principle harus

diterapkan ketika bahaya terhadap lingkungan adalah tidak dapat balik (misalnya,

kepunahan spesies), bahkan ketika hubungan antara tindakan berbahaya yang diperkirakan

dan pengaruhnya terhadap lingkungan dan ekosistem alam belum terbukti secara ilmiah.

Konservasi alam harus berlaku tanpa mengindahkan bahaya yang mungkin pada aspirasi-

aspirasi manusia dan alternatif-alternatif yang mungkin dari penyesuaian manusia terhadap

kerusakan lingkungan dan ekosistem alam (Kasper, W dan M.E. Streit, 1998).

sb20

13

Page 13: paradigma baru konservasi sumberdaya alam hayati

13

PENGETAHUAN-KELENGKAAN-PENELITIAN

Ketidaktahuan merupakan sifat dasar manusia, “kebodohan konstitusional”

(Hayek, 1973), maka “bacalah.....” (QS Al-’Alaq) ; ini sangat berlawanan dengan

asumsi “pengetahuan sempurna” dalam ilmu ekonomi; ceteris paribus?.

Keterbatasan pengetahuan penyebab konstitusional dari kelangkaan (Kasper, W

dan M.E. Streit, 1998).. Resultante dari hubungan antara tingkat pengetahuan

manusia dan tingkat kelangkaan sumberdaya akan menghasilkan model-model

manusia seperti terlihat dalam Gambar 2.

Langka Melimpah

Berpengetahuan EKONOMI KONSERVASI

Tidak berpengetahuan TIDAK BERILMU EKOLOGI

Gambar 2. Hubungan antara tingkat pengetahuan dan tingkat kelangkaan sumberdaya: model-model manusia

Degradasi ekosistem dan kelangkaan jenis terjadi akibat salah urus atau pemanfaatan yang

berlebih yang disebabkan oleh ketidak-tahuan manusia tentang perilaku sumberdaya alam

hayati itu sendiri. Kawasan hutan konservasi sebagai gudang pengetahuan sumberdaya alam

hayati harus diungkap dalam rangka pemanfaatan potensinya secara berkelanjutan dan

bewawasan lingkungan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Pengetahuan ini akan

didapat, jika dan hanya jika, para ilmuwan dan para profesional konsevasi (konservator) bekerja

berdasarkan model linear inovasi, yaitu gerak maju dari penemuan ilmiah (pengetahuan

tentang bagaimana sumberdaya alam hayati berfungsi) ke penelitian dan pengembangan atau

invensi (pengetahuan teknis tentang bagaimana sumberdaya alam hayati dapat dikelola) ke

inovasi (pengetahuan tentang nilai komersial dari sumberdaya alam hayati). Ini berarti bahwa

sb20

13

Page 14: paradigma baru konservasi sumberdaya alam hayati

14

manajemen kawasan hutan konservasi perlu melibatkan banyak para ilmuwan dan profesional

yang berlainan dari banyak bidang keahlian yang berbeda yang bekerja kearah tujuan yang

sama, yaitu mengungka pengetahuan berguna yang tersimpan dalam kawasan hutan

konservasi. Adalah para profesional konservasi (konservator) yang kesehariannya bekerja

dekat dengan obyek konservasi yang merupakan sumber pengetahuan konservasi yang

berguna (best-practices). Tugas-tugas tersebut di atas tentu saja akan membutuhkan banyak

sekali ilmuwan dan para professional dari berbagai bidang sesuai dengan jumlah obyek yang

telah didefinisikan sebagai obyek konservasi. Hasil akhir dari model linear inovasi adalah

kelimpahan barang dan jasa yang bersumber dari sumberdaya alam hayati, dan ini adalah

esensi konservasi, yaitu kemakmuran.

BAHAN BACAAN

Basuni, S. 2009. Masa Depan Manajemen Kawasan Hutan Konservasi dalam Sumardjo, dkk. (penyunting). Pemikiran Guru Besar IPB (Buku II): Peranan IPTEKS dalam Pengelolaan Pangan, Energi, SDM, dan Lingkungan yang Berkelanjutan

Decker, D.J., M.E. Krasny, G.R. Goff, Ch.R. Smith, and D.W. Gross (ed.). 1991. Challenges in the Conservation of Biological Resources: A Practitioner’s Guide. Westview Press, Inc., San Francisco.

De Groot, R.S., Matthew A. Wilson, R.M.J. Boumans. Ecological Economics 41 (2002), 393-408

Dixon, J.A. and P.B. Sherman. 1990. Economics of Protected Areas: A New Look At Benefits and Costs. Island Press, Washington, DC.

Dwidjowijoto, R.N. 2007. Analisis Kebijakan. PT. Gramedia, Jakarta.

Fiedler, P.L and S.K. Jain (ed). 1992. Conservation Biology: The Theory and Practice of Nature Conservation, Preservation, and Management. Chapman and Hall, New York.

Kasfer, W. and M.E. Streit. 1998. Institutional Economics: Social Order and Pblic Policy. Edward Elgar, Cheltenham, UK.

McNeely, J.A. (ed). 1995. Expanding Partnerships in Conservation. Island Press, Washington, DC. Covelo, California.

Mancur, O., 1971. The Logic of Collective Action: Public Goods and the Theory of Groups. Hardvard University Press, Cambridge.

sb20

13

Page 15: paradigma baru konservasi sumberdaya alam hayati

15

Meffe, G.K. and C.R. Carroll. 1994. Principles of Conservation Biology. Sinauer Associates, Inc Publisher, Sunderland, Massachusetts.

Mulyani, Y.A. dan A. Sunkar (Penyunting). 2007. Prosiding Lokakarya Pendidikan Konservasi: Mewujudkan Masyarakat Pro-Konservasi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowista, Fakultas Kehutanan IPB, Bogor

Ostrom E., R. Gardner, and J. Walker. 1994. Rules, Games and Common-Pool Resources. University of Michigan Press, Ann Arbor, MI.

Shafer, C.L. 1990. Nature Conservation: Island Theory and Conservation Practice. Smithsonian Instititon Press, Washington.

Suprorahardjo. 2005. Manajemen Kolaborasi: Memahami Pluralisme Membangun Konsensus. Pustaka Latin, Bogor.

Usher, M.B. 1973. Biological Management and Conservation: Ecological Theory, Application and Planning. Chapman and Hall, London.

Vinas, S.M. 2005. Contemporary Theory Of Conservation. Elsevier Butterworth-Heinemann, Oxford.

sb20

13