paper pencegahan kanker serviks

21
PENCEGAHAN KANKER LEHER RAHIM dr. Ronald Sidharta Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Puskesmas Kakas Kecamatan Kakas Abstrak Kanker leher rahim atau kanker serviks adalah kanker pembunuh perempuan no.1 di Indonesia. Di dunia kanker serviks adalah kanker pembunuh perempuan no.5. Kanker ini dapat hadir dengan perdarahan vagina tetapi gejala kanker ini tidak terlihat sampai kanker memasuki stadium yang lebih jauh. Stadium awal dari kanker serviks dapat saja tanpa gejala. Perdarahan vagina, perdarahan pada saat kontak atau (jarang) suatu masa di vagina dapat mengindikasikan adanya keganasan. Prognosis tergantung pada stadium kanker. Hal ini cenderung ditentukan oleh luasnya kanker serviks pada saat diagnosis. Terapi terdiri atas operasi (termasuk eksisi lokal) pada stadium awal dan radioterapi dan kemoterapi pada stadium lanjut dari kanker serviks. Adalah penting untk menemukan stadium awal dari kanker serviks. Di Negara berkembang, pelaksanaan program penyaringan serviks secara luas telah menurunkan kejadian dari kanker serviks invasif sampai 50% atau lebih. Inspeksi visual serviks dengan menggunakan asam asetat, pemeriksaan Pap Smear dapat mengidentifikasi secara potensial perubahan-perubahan prakanker. Pengobatan pada perubahan-perubahan tingkat lanjut dapat mencegah berkembangnya kanker. Infeksi virus HPV (Human 1

Upload: ronald-sidharta

Post on 01-Feb-2016

22 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

pencegahan kanker serviks

TRANSCRIPT

Page 1: Paper Pencegahan Kanker Serviks

PENCEGAHAN KANKER LEHER RAHIM

dr. Ronald Sidharta

Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa

Puskesmas Kakas Kecamatan Kakas

Abstrak

Kanker leher rahim atau kanker serviks adalah kanker pembunuh perempuan no.1 di

Indonesia. Di dunia kanker serviks adalah kanker pembunuh perempuan no.5. Kanker ini

dapat hadir dengan perdarahan vagina tetapi gejala kanker ini tidak terlihat sampai kanker

memasuki stadium yang lebih jauh. Stadium awal dari kanker serviks dapat saja tanpa gejala.

Perdarahan vagina, perdarahan pada saat kontak atau (jarang) suatu masa di vagina dapat

mengindikasikan adanya keganasan. Prognosis tergantung pada stadium kanker. Hal ini

cenderung ditentukan oleh luasnya kanker serviks pada saat diagnosis. Terapi terdiri atas

operasi (termasuk eksisi lokal) pada stadium awal dan radioterapi dan kemoterapi pada

stadium lanjut dari kanker serviks. Adalah penting untk menemukan stadium awal dari

kanker serviks. Di Negara berkembang, pelaksanaan program penyaringan serviks secara luas

telah menurunkan kejadian dari kanker serviks invasif sampai 50% atau lebih. Inspeksi visual

serviks dengan menggunakan asam asetat, pemeriksaan Pap Smear dapat mengidentifikasi

secara potensial perubahan-perubahan prakanker. Pengobatan pada perubahan-perubahan

tingkat lanjut dapat mencegah berkembangnya kanker. Infeksi virus HPV (Human Papilloma

Virus) adalah faktor yang bertanggung jawab dalam berkembangnya hampir keseluruhan

kasus kanker serviks. Vaksin HPV efektif melawan dua tipe dari HPV yang menyebabkan

kebanyakan kanker serviks telah mendapat ijin di Amerika Serikat dan Eropa. Oleh karena

vaksin hanya mencakup beberapa tipe yang berisiko tinggi, wanita-wanita seharusnya

melakukan pemeriksaan secara rutin baik Inspeksi visual serviks dengan asam asetat atau Pap

Smear, meskipun setelah vaksinasi.

Abstract

Cervical cancer is the first deadly cancer in women in Indonesia. Worldwide, cervical cancer

is the fifth most deadly cancer in women. It may present with vaginal bleeding but symptoms

1

Page 2: Paper Pencegahan Kanker Serviks

may be absent until the cancer is in its advanced stages. The early stages of cervical cancer

may be completely asymptomatic. Vaginal bleeding, contact bleeding or (rarely) a vaginal

mass may indicate the presence of malignancy. Prognosis depends on the stage of the cancer.

It markedly affected by the extent of disease at the time of diagnosis. Treatment consists of

surgery (including local excision) in early stages dan chemotherapy and radiotherapy in

advanced stages of the disease. It is important to find out early stages of the cervical cancer.

In developed countries, the widespread use of cervical screening programs has reduced the

incidence of invasive cervical cancer by 50% or more. Visual inspection of the cervix using

acetic acid, Pap smear screening can identify potentially precancerous changes. Treatment of

high grade changes can prevent the development of cancer. Human Papilloma Virus (HPV)

infection is a necessary factor in the development of nearly all cases of cervical cancer. HPV

vaccine effective against the two strains of HPV that cause the most cervical cancer has been

licensed in the United States of America and Europe. Since the vaccine only covers some

high risk types, women should seek regular screening either visual inspection of the cervix

using acetic acid or Pap smear, even after vaccination.

PENDAHULUAN

Kanker serviks adalah tumor ganas serviks uteri yang menduduki peringkat pertama tumor

ganas ginekologik di Indonesia.11 11270 kasus kanker serviks diperkirakan akan ditemukan di

Amerika Serikat pada tahun 2009 dan 4070 penderita akan mati.14 Angka ini telah membaik

dimana terjadi penurunan angka hingga 70% antara tahun 1950 dan 1970, dan 40% antara

1970 dan 1999.15 Di Indonesia, angka kejadian kanker serviks kira-kira mencapai 50 per

100.000 penduduk.23 Mendiagnosis tumor ganas pada serviks uterus tidaklah sulit, apalagi

kalau tingkatannya sudah agak lanjut. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana mendeteksi

sedini mungkin, yakni waktu tumor masih prainvasif telah diketahui dalam tingkatan

pramaligna.11 di Negara maju, masalah penemuan lesi prakanker serviks telah menjadi bagian

dari pelayanan rutin kesehatan masyarakat, sehingga diharapkan kejadian kanker serviks akan

semakin berkurang atau dijumpai dalam keadaan stadium dini.6 Di Negara berkembang,

penyakit kanker serviks semakin banyak jumlahnya seiring dengan semakin tingginya usia

harapan hidup, tetapi kedatangan penderita dalam stadium lanjut disebabkan rendahnya

pengetahuan dan kemiskinan sosial ekonomi.6

Human Papilloma Virus (HPV) 16 dan 18 merupakan penyebab utama pada 70%

kasus kanker serviks di dunia.1,2,3,4,6,7,8,9,10,12,22 Ada bukti kuat kejadian kanker berhubungan

dengan faktor ekstrinsik yaitu, gadis yang koitus pertama kali dialami pada usia amat muda

2

Page 3: Paper Pencegahan Kanker Serviks

(<16 tahun), frekuensi hubungan seks tinggi, perilaku seksual berupa mitra seks multiple,

kehamilan dan persalinan melebihi 3 orang, jarak kehamilan terlalu dekat, pemakaian IUCD (

spiral ) karena iritasi dari IUCD, pemakaian pil oral yang dapat menurunkan asam folat,

sosial ekonomi rendah, malnutrisi, infeksi menahun di sekitar serviks, menurunnya PH

serviks dan menimbulkan perubahan neoplastik sel skuamosa serviks, kebiasaan merokok,

infeksi serviks melalui penyakit menular seksual seperti Trikomonas vaginitis, Kandida

albikan, Infeksi Gonore, Infeksi HPV.6.11,12,22

Perjalanan dari infeksi HPV hingga menjadi kanker serviks memakan waktu yang

cukup lama, yaitu sekitar 10 hingga 20 tahun. Namun proses infeksi ini seringkali tidak

disadari oleh para penderita, karena proses HPV kemudian menjadi pra-kanker sebagian

besar berlangsung tanpa gejala.12,22

Fase prakanker mendahului terjadinya kanker serviks, yang berkisar antara 3-20 tahun

(rata-rata 5-10 tahun). 9,11 Lesi prakanker serviks uteri atau CIN, biasanya disebut displasia,

berarti adanya gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada lapisan epitel di serviks. Ada

beberapa stadium dari CIN. Displasia ringan atau CIN I adalah gangguan pertumbuhan 1/3

bawah lapisan epitel. Pematangan abnormal dari 2/3 lapisan epitel disebut displasia sedang

atau CIN II. Dysplasia berat, CIN III, mencakup lebih dari dua pertiga dari tebalnya epitel

dengan karsinoma in situ (CIS), memperlihatkan seluruh lapisan mengalami dismaturitas.9

Faktor risiko dari CIN sama dengan faktor risiko dari kanker serviks dan termasuk berganti-

ganti pasangan seksual, pasangan seksual berisiko tinggi (riwayat berganti-ganti pasangan

seksual, infeksi HPV, tumor Alat kelamin bagian bawah, atau pasangan seksual yang telah

terpapar oleh penderita tumor serviks), riwayat penyakit menular seksual, merokok, daya

tahan tubuh rendah misalnya pada penderita HIV, penggunaan pil kontrasepsi jangka

panjang.9 Infeksi virus HPV adalah penyebab utama dalam perkembangan CIN dan kanker

serviks.9 Analisa dari lesi prakanker serviks menunjukkan adanya HPV lebih dari 80% dari

semua lesi CIN dan lebih dari 90% dari semua kanker serviks.9 Ada lebih dari 70 subtipe

HPV, sebagian menginfeksi epitel anogenital. Berdasarkan potensi menjadi keganasan,

subtipe HPV dikategorikan menjadi risiko rendah, risiko sedang, dan risiko tinggi. Risiko

rendah HPV tipe 6, 11, 42, 43, 44, berhubungan dengan kondiloma dan lesi prakanker serviks

tingkat rendah (CIN I). Risiko sedang HPV tipe 33, 35, 51, dan 52 ditemukan di lesi

prakanker serviks tingkat lebih tinggi (CIN II dan CIN III) yang cenderung tetap tetapi jarang

berlanjut, dimana risiko tinggi HPV tipe 16, 18, 31, 39, 45, 56, 58, 59, dan 68 adalah, sebagai

tambahan pada lesi tingkat tinggi (CIN II dan CIN III), ditemukan pada kanker serviks.9

Pada pemeriksaan sitologi, displasia dari sel digambarkan dengan anaplasia,

3

Page 4: Paper Pencegahan Kanker Serviks

penurunan sitoplasma inti sel rasio, hiperkromatin dengan perubahan kromatin inti, banyak

inti, dan diferensiasi abnormal.9 Biasanya tidak ada gejala atau tanda dari CIN, dan diagnosis

lebih sering berdasarkan penemuan biopsi diikuti dengan sitologi serviks rutin yang

abnormal.9 Pemeriksaan rutin serviks meliputi Inspeksi Visual dengan asam asetat, Schiller

test, Pap Smear, kolposkopi, biopsi langsung, kuretase endoserviks, atau konisasi

diagnostik.6,9 Terapi yang dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan serviks, dapat berupa

krioterapi, laser karbondioksida, konisasi, termokauter, histerektomi bila umur dan paritas

cukup dan sulit dilakukan tindak lanjut.6,9

Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan

endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ).

Histologik antara epitel gepeng berlapis (squamos complex) dari porsio dengan epitel

kuboid/silindris pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Pada awal

perkembangannya kanker serviks tak memberikan tanda-tanda dan keluhan. Pada

pemeriksaan dengan spekulum, tampak sebagai porsio yang erosif (metaplasia skuamosa)

yang fisiologik atau patologik.9,10,11 Tumor dapat tumbuh : 1) eksofitik, mulai dari SCJ ke

arah lumen vagina sebagai masa proliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis;

2) endofitik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stroma serviks dan cenderung untuk

mengadakan infiltrasi dan menjadi ulkus; 3) ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak

struktur jaringan serviks dengan melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang

luas.11

Di Negara berkembang seperti Indonesia, kedatangan penderita telah dalam stadium

lanjut mengakibatkan pengobatan yang dapat diberikan sangat terbatas dan prognosisnya

jelek dengan 5 tahun harapan hidup yang rendah.6 Kanker serviks sekitar 90% dalam bentuk

epidermoid karsinoma dan 10% adenokarsinoma serviks uteri yang berasal dari kelenjar

endometrium dan sarkoma uteri sangat jarang.6 Gejala klinik secara umum dapat

digambarkan sebagai berikut, stadia dini, didapatkan keputihan yang sulit sembuh, kontak

berdarah, tanpa gejala dijumpai secara kebetulan. Pada stadium menengah didapatkan

perdarahan irregular, keputihan campur darah, urine berdarah, berak berdarah. Pada stadia

lanjut didapatkan keputihan berbau, perdarahan terus, urine/berak berdarah, terjadi fistula

vesiko-vaginal, fitula rekto-vaginal, perdarahan profus, terrible triact berupa pinggang sakit,

kaki bengkak, obstruksi ureter. Penyebab kematian akibat komplikasi berupa perdarahan

yang banyak, uremia, kakeksia, komplikasi metastasis yang jauh.6 Penyebaran kanker serviks

dapat terjadi pada beberapa tempat sekaligus dimana sel-sel tumor meluas ke dalam jaringan

ikat dan akhirnya menembus pembuluh limfe dan vena. Karsinoma serviks dapat meluas ke

4

Page 5: Paper Pencegahan Kanker Serviks

dinding vagina, ligamentum kardinale, dan rongga edometrium. Penyebaran ke kelenjar limfe

dan pembuluh darah dapat menyebabkan metastasis ke tempat-tempat yang jauh.4 Adapun

klasifikasi stadium karsinoma serviks (FIGO) adalah Karsinoma pra-invasif, stadium 0,

karsinoma in situ, karsinoma intraepithelial, Karsinoma infasif, stadium I, karsinoma terbatas

pada serviks, stadium II, karsinoma meluas ke bawah serviks tetapi tidak sampai ke dinding

panggul, melibatkan 2/3 atas vagina, stadium III, karsinoma meluas ke dinding panggul,

melibatkan 1/3 bawah vagina, stadium IV, karsinoma meluas ke mukosa kandung kemih dan

rectum.4 Penanganan kanker serviks dapat berupa radioterapi atau histerektomi radikal

dengan mengangkat uterus, tuba, ovarium, sepertiga atas dari vagina, dan kelenjar limfe

panggul. Jika kelenjar limfe aorta terkena, maka juga diperlukan kemoterapi.4 Keberhasilan

pengobatan karsinoma serviks uteri dan prognosisnya sangat tergantung dari beberapa faktor

yaitu, stadia saat diterima, fasilitas pengobatan yang tersedia, pengalaman senter dalam

memberikan pengobatan karsinoma serviks. Pengalaman dari Surabaya menunjukkan bahwa

kombinasi antara internal radiasi (radium-cobalt) dan eksternal radiasi lebih unggul dari

tindakan operasi atau kemoterapi dan/atau eksternal radiasi karena sensitive terhadap

obatnya. Pemasangan radium sesuai dengan karsinoma serviks uteri, ternyata hasilnya sangat

memuaskan.6 Pengobatan kemoterapi dan/atau radiasi eksternal pada karsinoma serviks uteri,

tidak membawa hasil bahkan mempercepat kematian karena komplikasi.6 Kemoterapi yang

digunakan adalah Bleomycin 30 mg, Oncovin 1 mg. Metomycin 10 mg, dengan jumlah 4-6

seri, interval 2 hari, evaluasi pemeriksaan laboratorium, Cisplatin tunggal.6 Gambaran

singkat pengobatan kanker serviks pada stadia dini adalah konisasi, thermokauter, krioterapi,

laser terapi, operasi radikal. Pada stadia pertengahan dilakukan operasi radikal disertai

eksternal radiasi, kombinasi internal dan eksternal radiasi. Pada stadia lanjut dilakukan

eksternal radiasi, kemoterapi, dan pan pelvic eksenterasi.6

Tumor ganas di serviks pada ibu hamil tidak menghalangi untuk adanya kehamilan.

Terdapat kira-kira 1 di antara 3000 kehamilan. Tidak ada perbedaan antara karsinoma serviks

dalam dan di luar kehamilan, mengenai perjalanan penyakitnya, dalam risiko kesembuhan

pada tingkat klinik yang sama. Untuk penanganan primer dipilih pembedahan, karena

penyinaran, mempunyai efek samping yang merugikan penderita berusia muda.11 Prognosis

setelah pengobatan kanker serviks akan makin baik jika lesi ditemukan dan diobati lebih dini.

Tingkat harapan kesembuhan dapat mencapai 85% untuk stadium I, 50-60% untuk stadium

II, 30% untuk stadium III, dan 5-10% untuk stadium IV.4

5

Page 6: Paper Pencegahan Kanker Serviks

PENCEGAHAN KANKER SERVIKS

Data terkini menunjukkan bahwa infeksi serviks dengan HPV dihubungkan dengan tingginya

persentase dari semua displasia serviks dan kanker.7,9 Ada lebih dari 70 subtipe HPV telah

diketahui, yang mana tipe 6 dan 11 cenderung menyebabkan displasia ringan, sedangkan tipe

16, 18, 31, dan lainnya menyebabkan perubahan sel pada tingkat yang lebih tinggi.7,9 Kanker

serviks hampir tidak pernah terjadi pada wanita perawan. Secara epidemiologi berhubungan

dengan angka berganti-ganti pasangan seksual. Penggunaan diafragma atau kondom

mempunyai efek perlindungan. Pencegahan kanker serviks meliputi pemeriksaan sitologi

secara teratur untuk mendeteksi perubahan sel, pembatasan pasangan seksual, menggunakan

diafragma atau kondom saat bersenggama, berhenti merokok, penggunaan vaksin HPV.6,7,9

Pendidikan kepada Pria muda dan wanita muda tentang faktor risiko dan pentingnya

melakukan pemeriksaan rutin, informasi tentang infeksi HIV, menunda hubungan seks

remaja atau pendidikan seks yang bersih dapat menurunkan angka kejadian kanker serviks.

Selain itu perlu meningkatkan pendidikan dan melakukan skrining masyarakat yang dianggap

sebagai sumber kemungkinan karsinoma serviks uteri.6,7,9

Rekomendasi dari American College of Obstetricians and Gynecologists, semua

wanita seksual aktif atau mencapai 18 tahun hendaknya melakukan pemeriksaan sitologi

paling tidak setiap satu tahun. Akhir-akhir ini berkembang suatu pemeriksaan serviks,

Inspeksi Visual serviks dengan asam asetat, pemeriksaan ini praktis, murah, aman, efektif.

Kelainan dari gambaran epitel dan pembuluh darah tidak dapat terlihat oleh mata telanjang

tetapi dapat diidentifikasi dengan atau tidak bantuan kolposkopi setelah mendapat olesan

asam asetat 3%-5%.9 Penemuan abnormal mengindikasikan displasia yaitu berupa epitel

berwarna acetowhite, dimana epitel berwarna lebih putih dari jaringan sekitarnya setelah

dioles asam asetat 3-5%.9 Bila luas lesi kurang dari 7 mm, dapat dilakukan terapi krioterapi,

suatu tindakan yang tidak memerlukan obat bius, dimana alat ini menggunakan N2O dan

CO2 sebagai pembeku pada probe.9 Krioterapi merupakan suatu usaha penyembuhan

penyakit dengan cara mendinginkan bagian yang sakit sampai suhu di bawah nol derajat

celcius. Hal ini menyebabkan jaringan mengalami perubahan-perubahan seperti : sel

dehidrasi dan mengkerut, konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu, syok termal dan

denaturasi kompleks lipid protein, stasis umum system mikrovaskuler.13

Selain Inspeksi Visual serviks dengan asam asetat, pemeriksaan serviks dapat

dilakukan dengan Pap Smear, dimana mengusap daerah transformasi, harus dikerjakan

dengan skraper dari Ayre atau cytobrush sikat khusus. Pasien dengan hasil sitologi yang

abnormal harus melakukan serial Pap Smear. Pap Smear harus dilakukan dalam jangka waktu

6

Page 7: Paper Pencegahan Kanker Serviks

4-6 bulan kemudian sampai didapat 3-4 hasil Pap smear yang normal. Hal ini penting untuk

menghindari adanya false negative.9 Pemeriksaan serviks dapat juga dilakukan dengan

menggunakan mikrokolposkopi, pembesaran tinggi, melakukan Schiller test, dimana epitel

serviks dicat dengan Meyer hematoksilin atau toluidide blue, dapat dilanjutkan dengan

biopsi, dimana diambil jaringan pada perbatasan squamosa-kolumner terutama bila dijumpai

lesi serviks.6

Salah satu upaya preventif utama adalah mengembangkan antivirus yang efektif.

Vaksin HPV yang ada saat ini telah menunjukkan daya antivirus sampai 98%. Vaksin HPV

diperuntukkan bagi gadis-gadis dan wanita umur 9-55 tahun karena vaksin hanya bekerja bila

diberikan sebelum infeksi terjadi. Suntikan diberikan sebanyak tiga kali, yaitu pada bulan ke

nol, satu dan enam. Dari penelitian yang dilakukan, terbukti bahwa respon imun bekerja dua

kali lebih tinggi pada remaja putri usia 10-14 tahun dibanding yang berusia 15-25 tahun.

Pekerja sosial menargetkan untuk gadis-gadis sebelum mereka mulai berhubungan seks.

Harga yang mahal dari vaksin ini telah mendapat perhatian. Beberapa Negara telah

mempertimbangkan program yang mendanai vaksin HPV.12,22

Kondom menawarkan beberapa perlindungan terhadap kanker serviks. Kondom dapat

mencegah infeksi HPVdan melindungi terhadap kutil genitalia dan pendukung terjadinya

kanker serviks. Kondom juga dapat melindungi dari penyakit menular seksual, seperti HIV

dan Chlamydia, yang berhubungan dengan risiko besar berkembangnya kanker serviks.

Kondom juga berguna dalam terapi perubahan lesi prakanker serviks. Pemaparan protein

yang terkandung di dalam semen dapat meningkatka risiko perubahan lesi prakanker (CIN

III). Ada suatu penelitian berpendapat bahwa prostaglandin di dalam semen dapat memicu

pertumbuhan dari serviks dan tumor uterus.10

Menghindari merokok dapat mencegah terjadinya kanker serviks. Karsinogen dari

tembakau dapat meningkatkan risiko bagi banyak tipe kanker, termasuk kanker serviks, dan

wanita yang merokok memiliki risiko dua kali lipat berkembangnya kanker serviks.10

Gizi merupakan faktor yang berperan dalam berkembangnya kanker serviks. Buah-

buahan dan sayur-sayuran dalam jumlah banyak, berhubungan dengan penurunan hingga

54% risiko infeksi HPV. Asam folat yang rendah dapat meningkatkan risiko berkembangnya

lesi prakanker serviks.6

7

Page 8: Paper Pencegahan Kanker Serviks

DISKUSI

Meheus berpendapat bahwa pencegahan utama kanker serviks dapat dicapai dengan

pencegahan dan kontrol terhadap infeksi HPV. Strategi promosi kesehatan yang dilengkapi

dengan perubahan perilaku seksual dengan target seluruh penyakit menular seksual di dalam

masyarakat dapat dengan efektif mencegah infeksi HPV.16

Sasieni et al mengemukakan bahwa berdasarkan bukti yang kuat, pemeriksaan yang

teratur pada wanita yang tepat untuk kanker serviks dengan Pap Smear menurunkan kematian

akibat kanker serviks.17

Meheus juga berpendapat bahwa vaksinasi melawan HPV mempunyai nilai yang

besar di Negara berkembang dimana 80% dari keseluruhan kejadian kanker serviks terjadi

tiap tahun dan dimana program pemeriksaan Pap Smear telah menjadi tidak efektif.16

Menurut Laara et al. dan Johannesson et al., hasil dari suatu pengamatan yang

dilakukan terus menerus mendukung efektivitas dalam penurunan kematian akibat kanker

serviks. Baik angka kejadian dan kematian dari kanker serviks telah turun secara tajam dalam

jumlah populasi yang besar mengikuti pengenalan program pemeriksaan kanker serviks.18,19

Laara et al dan Sigurdsson mengemukakan bahwa di Iceland, angka kematian menurun

hingga 80% selama lebih dari 20 tahun, di Finlandia dan Swedia sebanyak 50% dan 34%.

Penurunan yang serupa telah diawali pada populasi yang besar di Amerika Serikat dan

Kanada. Penurunan kejadian kanker serviks adalah sesuai dengan intensitas dari

pemeriksaan.18,20

Menurut Sankaranarayanan et al., pemeriksaan dengan menggunakan metode Inspeksi

Visual serviks uteri dengan asam asetat (IVA) dan kolposkopi segera, biopsi langsung, dan

krioterapi pada wanita sehat umur 30 sampai 59 tahun dapat menurunkan angka kejadian

kanker serviks 25% dan menurunkan angka kematian kanker serviks hingga 35%.21

Manuaba berpendapat bahwa untuk menurunkan angka kejadian kanker serviks perlu

dilakukan suatu upaya promotif utama yaitu memberikan pendidikan seks remaja untuk

mengurangi kemungkinan infeksi virus papiloma manusia/human papilloma virus (HPV),

menunda hubungan seks remaja atau pendidikan seks yang bersih, mengembangkan vaksin

HPV, dan mengobati infeksi vaginal sehingga pH tetap dipertahankan. Upaya preventif

utama juga perlu dilakukan yaitu mengembangkan obat antivirus yang efektif, meningkatkan

skrining terhadap kemungkinan kanker serviks, meningkatkan pendidikan dan melakukan

skrining masyarakat yang dianggap menjadi sumber kemungkinan kanker serviks.6

Canavan mengemukakan bahwa Pencegahan terhadap kanker serviks dapat dilakukan

dengan program skrinning dan pemberian vaksinasi. Di negara maju, kasus kanker jenis ini

8

Page 9: Paper Pencegahan Kanker Serviks

sudah mulai menurun berkat adanya program deteksi dini melalui Pap Smear. Vaksin HPV

akan diberikan pada perempuan usia 10 hingga 55 tahun melalui suntikan sebanyak tiga kali,

yaitu pada bulan ke nol, satu, dan enam. Dari penelitian yang dilakukan, terbukti bahwa

respon imun bekerja dua kali lebih tinggi pada remaja putri berusia 10 hingga 14 tahun

dibanding yang berusia 15 hingga 25 tahun.22

KESIMPULAN

Fenomena kanker serviks (kanker mulut rahim) saat ini di Indonesia cukup

memperihatinkan. Kanker serviks di Indonesia masih menjadi salah satu jenis kanker yang

paling sering ditemui pada wanita, terutama pada genitalia wanita (78%).12 Pencegahan

kanker serviks selalu lebih baik daripada mengobati, yaitu dengan perilaku seks yang sehat

dimana tidak berganti-ganti pasangan, memakai kondom dalam berhubungan seksual,

melakukan pemeriksaan rutin serviks uteri yaitu dengan Inspeksi Visual serviks uteri dengan

asam asetat atau melakukan pemeriksaan Pap Smear setiap tahun, tidak merokok, konsumsi

makanan yang bergizi, dan imunisasi dengan vaksin HPV dapat diberikan bagi wanita umur

9-55 tahun.6

DAFTAR PUSTAKA

1. Disaia Philip ; alih bahasa, THA Chalik, Huriawati Hartanto ; editor, Herni

Koesoemawati. Gangguan Serviks Uteri. Danforth buku saku Obstetri dan Ginekologi,

Jakarta, Widya Medika, 2002 ; 471-82

2. Hacker NF, Moore JG ; alih bahasa, Edi Nugroho ; editor, Yunita Christina. Displasia dan

Kanker Serviks. Essensial Obstetri & Ginekologi, edisi 2. Hipokrates, 2001 ; 637-52

3. Jones DL ; alih bahasa, Hadyanto ; editor, Y. Joko Suyono. Keganasan pada traktus

genitalia wanita. Dasar-dasar Obstetri Ginekologi, edisi 6. Hipokrates, 2002 ; 270-6

4. Price SA,Wilson LM ; alih bahasa, Peter Anugerah ; editor, Carolina Wijaya. Gangguan

Sistem Reproduksi Wanita. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, edisi 4,

buku 2.EGC, 1995 ; 1137-8

5. Manuaba. Masalah nasional keganasan pada wanita. Kapita selekta penatalaksanaan rutin

obstetric ginekologi dan KB, EGC, 2001 ; 626-31

6. Manuaba, Lesi prakanker serviks dan karsinoma serviks uteri. Kapita selekta

penatalaksanaan obstetric ginekologi dan KB, EGC, 2001 ; 632-46

9

Page 10: Paper Pencegahan Kanker Serviks

7. MacKay HT. Cervical intraepithelial neoplasia. Current Medical Diagnosis & Treatment

2003, Forty-second edition, McGraw-Hill Companies, Inc, 2003 ; 705-7

8. MacKay HT. Carcinoma of the cervix. Current Medical Diagnosis & Treatment 2003,

Forty-second edition, McGraw-Hill Companies, Inc, 2003 ; 707-8

9. Holschneider CH. Premalignant & malignant disorders of the uterine cervix. Current

Obstetric & Gynecology Diagnosis & Treatment, Ninth edition, McGraw-Hill

Companies, Inc, 2003 ; 894-915

10. Krivak TC, McBroom JW, Elkas JC. Cervical Cancer. Novak’s Gynecology, 13 th ed.,

Lippincott Williams & Wilkins, 2002 ; 1199-232

11. Mardjikoen P ; editor, Hanifa Wiknjosastro, Abdul Bari Saifuddin, Trijatmo

Rachimhadhi. Tumor ganas alat genital. Ilmu Kandungan, edisi 2, cetakan 6, Jakarta.

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2008 ; 380-90

12. Agosti JM, Goldie SJ. Introducing HPV vaccine in Developing Countries-Key Challenges

and Issues. New England Journal of Medicine, volume 356, number 19, 2007; 1908-10

13. Suhatno, H. ‘See and Treat’ Sebagai Salah Satu Pilihan Cara Skrining Dengan Fasilitas

Terbatas Dalam Upaya Menurunkan Angka Kejadian Kanker Serviks. Pidato pengukuhan

Guru Besar Universitas Airlangga yang ke 342, Surabaya,2009.

14. American Cancer Society.: Cancer Facts and Figures 2009. Atlanta, Ga: American Cancer

Society, 2009.

15. Ries LA, Eisner MP, Kosary CL, et al.: SEER Cancer Statistics Review, 1973-1999.

Bethesda, Md: National Cancer Institute, 2002.

16. Meheus A ; Franco EL, Monsonego J, editors. Prevention of sexually transmitted

infections through health education and counselling: a general framework. New

developments in cervical cancer screening and prevention. Oxford (UK): Blackwell

Science; 1997; 84-90.

17. Sasieni P, Castanon A, Cuzick J: Effectiveness of cervical screening with age: population

based case-control study of prospectively recorded data. BMJ 339: 2968, 2009.

18. Lăără E, Day NE, Hakama M: Trends in mortality from cervical cancer in the Nordic

countries: association with organised screening programmes. Lancet 1 (8544): 1247-9,

1987

19. Johannesson G, Geirsson G, Day N: The effect of mass screening in Iceland, 1965-74, on

the incidence and mortality of cervical carcinoma. Int J Cancer 21 (4): 418-25, 1978.

20. Sigurdsson K: Effect of organized screening on the risk of cervical cancer. Evaluation of

screening activity in Iceland, 1964-1991. Int J Cancer 54 (4): 563-70, 1993.

10

Page 11: Paper Pencegahan Kanker Serviks

21. Sankaranarayanan R, Nene BM, Shastri SS, et al.: HPV screening for cervical cancer in

rural India. N Engl J Med 360 (14): 1385-94, 2009.

22. Canavan TP, Doshi NR. Cervical cancer. Am Fam Physician 2000;61:1369-76.

23. Narhasanah C. Pengaruh karakteristik dan perilaku pasangan usia subur (PUS) terhadap

pemeriksaaan Pap Smear di RSUZA Banda Aceh tahun 2008. Master thesis Administrasi

dan Kebijakan Kesehatan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara, 2008.

11

Page 12: Paper Pencegahan Kanker Serviks

12

Page 13: Paper Pencegahan Kanker Serviks

13