paper filsafat ilmu arsitektur budaya bali yang mulai merapuh

16

Click here to load reader

Upload: the-shia-ing

Post on 25-Dec-2015

10 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

mengenai arsitektur asli bali yang mulai merapuh. arsitektur adat bali asli mulai menghilang.

TRANSCRIPT

Page 1: Paper Filsafat Ilmu Arsitektur Budaya Bali Yang Mulai Merapuh

BUDAYA BERTANI SECARA TRADISIONAL

YANG MULAI MERAPUH DALAM MASYARAKAT BALI

Oleh :

Kartini Ayu Trisnawati ( 1329111006 )

Abstrak: Adat istiadat, budaya dan agama Hindu yang ada di Bali sampai sekarang relatif masih terjaga utuh meski serbuan budaya asing dan globalisasi melanda Bali sebagai kota wisata internasional terbesar di Indonesia. Nilai-nilai adat istiadat dan budaya Bali dapat dianggap budaya universal. Pulau Bali telah dikenal oleh masyarakat dunia sebagai salah satu tujuan wisatawan terbaik. Nilai-nilai budaya tidak terlepas dengan pengaruh Agama Hindu terhadap kebudayaan Bali. Hal ini sejalan dengan wacana Agama Hindu sebagai jiwa kebudayaan Bali. Keterkaitan antara tradisi masyarakat Bali dengan lingkungan masyarakat berbudaya memberikan nuansa masa lampau yang terbentuk dalam sebuah wujud budaya dan telah diwariskan secara turun-temurun. Dengan perwujudan ini munculah serangkaian lambang dan tatanan perilaku yang dipilih dalam akulturasi tadi menjadi sebuah warisan dalam bentuk kontinuitas sosial-budaya masa lalu yang bertahan hingga saat ini. Salah satunya adalah sistem pertanian di Bali. Masyarakat Bali sudah mengenal sistem pengairan (irigasi) yang telah melembaga selama beratus-ratus tahun di Tanah Dewata Bali yakni Subak.

Kata Kunci : Subak, Sistem Pengairan, Teknologi Pertanian, Budaya Masyarakat Bali

I. Pendahuluan

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang

merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang

berkaitan dengan budi dan akal manusia. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan

bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung

menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi

dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya,

membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya memiliki sifat yang tidak kekal,

seiring perkembangan jaman suatu dapat berubah-ubah sesuai dengan pengaruh atau

kemajuan ilmu dan teknologi.

Budaya Bali adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki oleh

masyarakat Bali dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak

unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas,

pakaian, bangunan dan karya seni. Adat istiadat, budaya dan agama Hindu yang ada di

Bali sampai sekarang relatif masih terjaga utuh meski serbuan budaya asing dan

globalisasi melanda Bali sebagai kota wisata internasional terbesar di Indonesia. Nilai-

nilai adat istiadat dan budaya Bali dapat dianggap budaya universal. Pulau Bali telah

1

Page 2: Paper Filsafat Ilmu Arsitektur Budaya Bali Yang Mulai Merapuh

dikenal oleh masyarakat dunia sebagai salah satu tujuan wisatawan terbaik. Budaya Bali

yang ada sekarang ini ada beberapa yang telah menghilang seperti arsitektur rumah orang

Bali, “penggak” orang Bali yang mulai kehilangan fungsi aslinya, alat transportasi

“gedebeg” [1] yang bahkan sudah punah dengan pesatnya teknologi transportasi yang ada.

Ada juga warisan budaya masyarakat Bali yang merapuh, sebut saja permainan

tradisional Bali sekarang jarang bisa kita temukan apalagi di daerah perkotaan,

perkembangan tekhnologi yang pesat hampir menenggelamkan mereka. Ada puluhan

bahkan ratusan permainan tradisional yang ada, namun orang tua seolah-olah tidak

memperhatikan dan cenderung tidak mampu mengarahkan anak-anak mereka dalam

melakukan permainan yang memang ternyata cukup susah, karena permainan tradisional

lebih menonjolkan permainan berkelompok yang membutuhkan kekompakan dan

kebersamaan dan secara tidak langsung mendidik anak itu lebih bisa mengenal

lingkungannya yang majemuk, bergaul dengan tidak memandang status sosial dan

kebersamaanya, kesetiakawanan dengan suasana ceria di lingkungan mereka. Alat-alat

tradisional pun mulai tergantikan dengan peralatan berbasis listrik yang memang

memudahkan perkerjaan manusia. Perkembangan teknologi yang sangat pesat inilah yang

membuat Budaya masyarakat Bali semakin merapuh.

Budaya Bali yang merapuh adalah budaya milik masyarakat Bali yang

keberadaannya mulai ditinggalkan oleh masyarakat Bali. Padahal seperti yang telah

diakui oleh masyarakat dunia, kebudayaan Bali yang unik yang membuat para wisatawan

asing untuk datang ke Bali. Keunikan budaya Bali dan pesatnya pariwisata Bali tidak

bisa terlepas dari sebuah aspek yang disebut Pertanian Bali. Pertanian di Bali memiliki

pertalian yang erat antara budaya, agama, alam dan pariwisata di Bali. Salah satu contoh

yang berkaitan dengan pertanian di Bali ialah “metekap” dan subak yang merupakan cara

bertani dan sistem pengairan tradisional yang sudah ada secara turun-temurun namun

kini mulai ditinggalkan dengan bermunculannya inovasi teknologi-teknologi pertanian

modern dan kemajuan yang pesat dalam bidang pariwisata di Bali.

[1] “gedebeg” Alat transportasi ini berbentuk gerobak, yang terbuat dari kayu yang dipergunakan untuk mengangkut barang, terbuat dari kayu yang berbentuk

rumah kecil dan tenaga yang digunakan sebagai penarik transportasi ini adalah seekor kerbau.

2

Page 3: Paper Filsafat Ilmu Arsitektur Budaya Bali Yang Mulai Merapuh

II. Teknologi Pertanian Tradisional Masyarakat Bali

Budaya agraris sangat kental di Indonesia, tidak terkecuali di Bali. Sebagian besar

mayoritas jenis mata pencaharian masyarakat Bali adalah bertani disawah. Namun mata

pencaharian pokok tersebut mulai bergeser pada jenis mata pencaharian non-pertanian.

Pergeseran ini terjadi karena bahwa pada saat sekarang dengan berkembangnya industri

pariwisata di daerah Bali, sebagian masyarakat menganggap bertani bukan lagi sebagai

sektor utama dalam mata pencahariannya.

Sehingga kebanyakan orang menjual lahannya untuk industri pariwisata yang

dirasakan lebih besar dan lebih cepat dinikmati. Budaya agraris di Bali memang masih

ada namun hanya di daerah-daerah pedesaan saja, itupun sebagian sudah dipengaruhi oleh

teknologi. Seni bertani ala tradisional sudah jarang di gunakan, sebut saja “metekap” dan

subak yang merupakan cara bertani dan sistem pengairan tradisional yang sudah ada

secara turun-temurun namun kini mulai ditinggalkan dengan bermunculannya inovasi

teknologi-teknologi pertanian modern dan kemajuan yang pesat dalam bidang pariwisata

di Bali.

“Metekap” adalah istilah orang Bali dalam  membajak sawah mereka, peralatan

tradisional yang mereka pakai terdiri dari "uga" ditaruh pada leher kedua ekor sapi yang

kemudian di ikat pada "tengala" dan "lampit" yang berfungsi untuk membajak sawah.

Seiring perkembangan jaman dan teknologi kegiatan “matekap” sudah mulai

ditinggalkan oleh masyarakat Bali, karena dengan kemajuan dan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang menghasilkan alat pembajak sawah yang disebut dengan

traktor telah menggantikan alat-alat tradisional Bali. Dengan traktor pekerjaan membajak

sawah menjadi lebih mudah dan cepat. Dengan adanya alat moderen inilah masyarakat

menjadi lebih dimannjakan, dan mulai meninggalkan budaya “matekap”. Alat-alat

pertanian, seperti ani-ani, yang sudah beralih pada alat-alat yang canggih dan modern,

yang dapat memudahkan pekerjaan petani. Alat penumbuk padi seperti alu yang sudah

sangat jarang ditemukan, karena sudah adanya alat yang lebih modern berupa mesin

untuk mempermudah dan mempercapat pekerjaannya.

Masyarakat Bali juga telah mengenal dan berkembang sistem pengairan yaitu

sistem subak yang mengatur pengairan dan penanaman di sawah-sawah. Subak,

merupakan organisasi kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem pengairan sawah

3

Page 4: Paper Filsafat Ilmu Arsitektur Budaya Bali Yang Mulai Merapuh

yang digunakan dalam bercocok tanam di Bali. Yang sampai saat sekarang masih cukup

terjaga dan lestari.

III. Subak

Subak adalah suatu masyarakat hukum adat yang memiliki karakteristik

sosioagraris-religius, yang merupakan perkumpulan petani yang mengelola air irigasi di

lahan sawah. Pengertian subak seperti itu pada dasarnya dinyataan dalam peraturan-

daerah pemerintah-daerah Provinsi Bali No.02/PD/DPRD/l972. Pada perkembanganya

ada beberapa tokoh yang memperluas pengertian karakteristik sosio-agraris-religius

dalam sistem irigasi subak, dengan menyatakan lebih tepat subak itu disebut

berkarakteristik sosio-teknis-religius, karena pengertian teknis cakupannya menjadi lebih

luas, termasuk diantaranya teknis pertanian, dan teknis irigasi. Subak adalah organisasi

kemasyarakatan yang khusus mengatur sistem pengairan sawah yang digunakan dalam

cocok tanam padi di Bali, Indonesia. Subak ini biasanya memiliki pura yang dinamakan

Pura Uluncarik, atau Pura Bedugul, yang khusus dibangun oleh para pemilik lahan dan

petani yang diperuntukkan bagi dewi kemakmuran dan kesuburan dewi Sri. Sistem

pengairan ini diatur oleh seorang pemuka adat yang juga adalah seorang petani di Bali.

Pada dasarnya subak merupakan teknologi yang masih tradisional dan berkearifan

lokal. Peran manusia dalam tata bagi distribusi air untuk keperluan irigasi persawahan

masih didominasi oleh tenaga , kemampuan,kearifan dan sikap adil dari masyarakat yang

dipimpin oleh pemangku adat. Namun disinilah letak keunggulan dari sitem subak.

Kesadaran untuk bekerja secara sosial terbentuk tanpa menafikan penguasaan atas lahan

pribadi. Selain itu kearifan pemangku adat dalam mmbagi jatah air pada masyarakat

petani menjadi prototipe kepemimpinan lokal yang berkeadilan.

Dalam sistem subak dikenal Awig awig yakni hukum tertulis tentang peraturan

yang harus diperhatikan oleh para petani meliputi kajian sosio-kultural. Tak hanya

kemudian teknis pembagian air kepada masyarakat tani, namun juga norma selama ia

menyandang sebagai seorang petani dalam status sosial dan hubungan antara petani dan

Sang Hyang Widhi turut diatur didalamnya. Subak sebagai suatu sistem irigasi merupakan

teknologi sepadan yang telah menyatu dengan sosio-kultural masyarakat setempat.

Kesepadan teknologi system subak ditunjukkan oleh anggota subak tersebut melalui

pemahaman terhadap cara pemanfaatan air irigasi yang berlanadaskan Tri Hita Karana

(THK) yang menyatu dengan cara membuat bangunan dan jaringan fisik irigasi, cara 4

Page 5: Paper Filsafat Ilmu Arsitektur Budaya Bali Yang Mulai Merapuh

mengoperasikan, kordinasi pelaksanaan operasi dan pemeliharaan yang dilakukan oleh

pekaseh (ketua subak), bentuk kelembagaan, dan informasi untuk pengelolaannya. Secara

garis besar subak memiliki fungsi antara lain:

1. Mengatur pembagian air dengan sistem temuku, temuku sendiri ada bebera jenis

antara lain : temuku aya yaitu pembagian air di hulu, temuku gede yakni ukuran

pembagian air untuk bagian bagian wilayah persubakan, temuku penasan yaitu ukuran

pembagian air yang langsung kepetakan petakan sawah, yang jumlah petani sawah +/-

10 bagian. Dan temuku penyacah yaitu ukuran pembagian air untuk perorangan.

2. Memelihara bangunan bangunan pengairan disertai pengamanannya sehingga dapat

dihindari kehilangan air pada saluran saluran air.

3. Mengatur tata guna tanah dengan sistem terasering sehingga lahan tanah yang tadinya

bergunung gunung menjadi hamparan sawah atau sengkedan yang berundak undak

yang dapat menopang longsornya tanah.

4. Mengatur pola tanam yakni kerta masa yaitu wilayah subak ditanami padi semuanya,

karena air mencukupi, gegadon yaitu pergiliran tanaman padi dengan palawija karena

pergantian pemakaian air sesama subak di sekitarnya.

5. Menggalang persatuan organisasi subak dengan termufakatinya segala hak dan

kewajibannya serta atas pelanggarannya dikenakan upaya pemulihan sesuai dengan

hukum adat setempat(perarem, sima, awig awig) sebagai konsekuensi otonomi yang

dimiliki oleh subak.

6. Penata gunaan air tradisional.

7. Pola tanam, adanya sistem kerta masa yaitu menekan/memutus siklus hidup hama dan

penyakit tanaman, sekaligus menghindari bertanam padi secara tulak sumur yakni

tidak serempaknya penanaman.

8. Usaha tani terpadu seperti kolam air deras, mina padi, peternakan itik dan sapi dengan

sistem tumpang sari yakni padi di tengah dan mina dipinggir petakan sawah serta

sayur mayur di pematang petakan sawah.

Organisasi subak terdiri dari Anggota subak atau biasa disebut krama subak

adalah mereka yang memiliki dan atau menggarap sawah dan mendapatkan air. Krama

subak di bagi menjadi 3 macam antara lain : Krama aktif yaitu krama pekaseh, sekaa yeh

atau sekaa subak, krama pasif yakni krama yang mengganti kewajibannya dengan uang

atau natura yang disebut pengohot atau pengampel, krama luput yaitu anggota yang tidak

aktif. Prajuru/pengurus subak terdiri dari: Pekaseh/kelian subak (kepala subak),

5

Page 6: Paper Filsafat Ilmu Arsitektur Budaya Bali Yang Mulai Merapuh

Pangliman/petajuh (wakil kepala subak), Peyarikan/juru tulis (sekretaris ), Petengen/juru

raksa (bendahara), Saya/juru arah/juru uduh /juru tibak /kasinoman (urusan

pemberitahuan atau pengumuman) dan Pemangku (urusan keagamaan)

Sekaa dalam subak:

Sekaa numbeg yaitu kelompok dalam hal pengolahan tanah

Sekaa jelinjingan kelompok dalam hal pengolahan air

Sekaa sambang yaitu kelompok yg memiliki tugas dalam hal pengawasan air, dari

pencuriaan, penangkap atau penghalau binatang perusak tanaman seperti burung

maupun tikus

Sekaa memulih/nandur yaitu kelompok yang bertugas dalam hal penanaman bibit padi

Sekaa mejukut yaitu kelompok yang bertugas menyiangi padi

Sekaa manyi adalah kelompok yang bertugas menuai/memotong/mengetam padi

Sekaa bleseng yaitu kelompok yang memiliki tugas mengangkut ikatan padi yang

telah diketam dari sawah kelumbung

Sebagai organisasi yang bersifat otonom dalam mengurus rumah tangganya

sendiri subak dapat menetapkan aturan yang dikenal dengan istilah awig awig, sima,

perarem dan sebagainya. Dalam awig awig dimuat ketentuan ketentuan pokok, isi pokok

awig awig mengatur mengenai parhyangan, pawongan dan pelemahan sedangkan

ketentuan yang lebih detail dimuat dalam pararem sebagai pelaksana awig awig subak.

Awig awig memuat hak dan kewajiban serta sanksi atas pelanggaran hak dan kewajiban.

Sanksi merupakan pemulihan terhadap pelanggaran yang terjadi yang berbentuk sistem

pamidanda. Selain itu ada juga upacara-upacara yang diselenggarakan oleh anggota

subak, yaitu:

1. Mapag toya yaitu upacara saat pemasukan air

2. Ngendagin yaitu upacara saat mulai melakukan pencangkulan pertama

3. Pengawiwit yaitu upacara dikala mulai menabur benih

4. Nandur yaitu upacara saat penanaman padi

5. Neduh yaitu upacara untuk mencegah timbulnya penyakit tanaman

6. Mecaru yaitu upacara untuk menolak hama

7. Nyaetin yaitu upacara menjelang panen yang di lakukan dengan ngadegang dewa

nini/dewa padi

6

Page 7: Paper Filsafat Ilmu Arsitektur Budaya Bali Yang Mulai Merapuh

8. Mantenin yaitu upacara dikala padi disimpan di lumbung

9. Ngusaba merupakan upacara dewa yadnya di pura subak, yang dilakukan secara

periodik yakni 6 bulan kalender Bali

10. Merainan upacara yang dilakukan tiap hari yang dilakukan oleh pemangku pura

subak/bedugul masing masing

Jaringan irigasi dalam subak jika diurut dari sumber air terdiri dari:

1.  Empelan/empangan

2. Buka/bungas (in take)

3. Aungan/terowongan

4. Telabah aya(gede) : saluran utama

5. Temuku aya(gede) : bangunan pembagi utama

6. Telabah tempek (munduk/dahanan/kanca) saluran cabang

7. Telabah carik : saluran ranting

8. Telabah panyacah (tali kunda)

Distribusi atau pembagian air dalam subak sampai kepetakan sawah, dibagi sesuai

dengan jumlah/ayahan/pembagian benih (wit). Satu ayahan = satu wit tenah yakni bibit

seberat +/- 25 kg, memperoleh air satu unit / tektek / kecoran adalah satu satuan

pembagian air yang dihitung berdasarkan jumlah ayahan (tenahan). Satu tektek sama 4

jari tangan, umumnya diterapkan untuk pembagian air ke petakan sawah.

IV. Pembahasan

Ketika petani masih menanam padi Bali, sebutan untuk padi yang berusia panjang,

banyak muncul sekaa yang lahir dari sawah. Selain sekaa manyi, ada sekaa makajang,

yakni sekumpulan orang yang mengangkut padi dari sawah ke rumah dan dimasukkan

lumbung. Ada sekaa mabulung, yakni sekumpulan orang yang membersihkan padi dari

rumput liar yang mengganggu. Ada sekaa ngabut bulih, yakni sekelompok orang yang

mencabut benih padi dan dibawa ke petak-petak sawah. Sementara anak-anak mereka

asyik mencari capung, belalang dan serangga sawah lainnya.

Budaya agraris ini bukan saja melahirkan sekaa yang begitu aneh untuk ukuran

zaman modern, tetapi juga melahirkan kesenian spontan. Ibu-ibu yang tergabung dalam

sekaa mabulung terampil memainkan alu, sementara dari mulutnya keluar tembang yang 7

Page 8: Paper Filsafat Ilmu Arsitektur Budaya Bali Yang Mulai Merapuh

sangat liar. Disebut liar karena lirik tembangnya mengenai kehidupan sehari-hari, bahkan

dibuat dengan spontanitas yang tinggi, tetapi tetap dalam alur pupuh yang sudah ada.

Ketika padi sedang panen, yang memanen biasanya kaum ibu, sementara kaum

lelaki bertugas mengikatnya dengan hitungan yang seragam dari urutan paling kecil dan

seterusnya. Kesibukan di tengah sawah ini tetap diwarnai tembang-tembang, kadang

saling menyambung dari petak-petak sawah, disertai cekikikan tawa riang. Pesta panen

padi itu masih pula diwarnai suara seruling dari batang padi yang digemari anak-anak,

ada yang menimbulkan suara dengan tangga nada, ada yang sekedar bunyi layaknya

terompet.

Orang Bali di masa lalu, ketika kehidupan agraris masih menjadi urat nadi

keseharian, belajar menembang di tengah sawah atau di kebun kopi. Inilah arena latihan

mereka, alam yang terbuka. Tidak ada yang memburu waktu mereka, karena padi yang

dipanen akan tetap dijemur di tengah sawah sampai kering. Dari arena latihan alam ini,

terseleksi siapa yang merasa punya kemampuan lebih lalu ikut sekaa seni yang lebih

formal, misalnya membentuk sekaa Arja. Tetapi, tujuannya bukan materi atau alih

profesi. Mereka tak akan meninggalkan kehidupannya sebagai petani. Mereka hanya

menyalurkan hobi yang sederhana, yang hakikatnya mengasah rasa estetika.

Budaya agraris sekarang sudah menjadi masa lalu. Industrialisasi masuk ke Bali

dan orang mulai dipompa untuk hidup dikejar-kejar oleh waktu. Semuanya serba terburu-

buru dan alat-alat modern untuk memburu waktu, juga didapat dengan mudah. Untuk apa

menanam padi Bali yang baru dipanen setelah lima atau enam bulan? Kelamaan, dan

diperkenalkan padi usia pendek, hanya tiga bulan sudah panen. Tanah tak perlu terlalu

digemburkan, beri saja banyak pupuk. Maka kebiasaan petani untuk bergotong royong

membajak sawah mulai hilang. Pupuk ditebarkan ke sawah. Rumput-rumput liar juga

berkurang, sekaa mabulung menjadi lenyap. Zat kimia pupuk ini melenyapkan pula

binatang kecil mainan anak-anak di masa lalu, seperti belalang dan capung bahkan belut

sawah. Padi berusia pendek, dan pendek pula bentuknya. Kaum ibu tak perlu lagi

memanennya dengan ani-ani. Para lelakilah yang menebas padi itu langsung dari

batangnya dan langsung dirontokkan di tengah sawah. Karung-karung sudah disediakan

untuk menampung gabah. Tak ada suara tembang, dan nada itu pastilah tak pas dengan

ritme merontokkan padi yang memerlukan tenaga dan ketergesa-gesaan.

8

Page 9: Paper Filsafat Ilmu Arsitektur Budaya Bali Yang Mulai Merapuh

Tak ada hitungan cekel, tatap, tenah, semuanya diganti dengan hitungan industri,

berapa karung atau berapa kilogram. Padi tak lagi masuk ke lumbung, Dewi Sri sudah

mulai dilupakan. Sekaa makajang? Rasanya sudah tidak ada lagi, yang ada deru tukang

ojek dengan motornya yang siap mengangkut karung-karung gabah ke perusahaan

penyosohan. Semuanya serba cepat.

Hal ini terjadi kurang lebih karena adanya revolusi hijau yang mendasarkan diri

pada empat pilar penting : penyediaan air melalui sistem irigasi, pemakaian pupuk kimia

secara optimal, penerapan pestisida sesuai dengan tingkat serangan organisme

pengganggu, dan penggunaan varietas unggul sebagai bahan tanam berkualitas. Melalui

penerapan teknologi non-tradisional ini, terjadi peningkatan hasil tanaman pangan

berlipat ganda dan memungkinkan penanaman tiga kali dalam setahun untuk padi pada

tempat-tempat tertentu, suatu hal yang sebelumnya tidak mungkin terjadi. Revolusi hijau

telah menyebabkan perubahan pada sistem irigasi subak, karena dengan adanya varietas

padi yang baru dan metode yang baru, para petani harus menanam padi sesering mungkin,

dengan mengabaikan kebutuhan petani lainnya. Ini sangatlah berbeda dengan sistem

Subak, di mana kebutuhan seluruh petani lebih diutamakan.Metode yang baru pada

revolusi hijau menghasilkan pada awalnya hasil yang melimpah, tetapi kemudian diikuti

dengan kendala-kendala seperti kekurangan air, hama dan polusi akibat pestisida baik di

tanah maupun di air. Meskipun pada akhirnya ditemukan bahwa sistem pengairan sawah

secara tradisional sangatlah efektif untuk menanggulangi kendala kendala yang ada akibat

revolusi hijau. Kegagalan teknik yang diterapkan dalam revolusi hijau turut menyumbang

andil dalam mengekalkan kepercayaan atas sistem subak dihati para petani di Bali. Sistem

subak telah melintasi waktu dan generasi memberi kesejahteraan dan kemerataan hasil

produksi pertanian.

Subak telah dipelajari oleh Clifford Geertz, sedangkan J. Stephen Lansing telah

menarik perhatian umum tentang pentingnya sistem irigasi tradisional ini. Ia mempelajari

pura-pura di Bali, terutama yang diperuntukkan bagi pertanian, yang biasa dilupakan oleh

orang asing. Pada tahun 1987 Lansing bekerja sama dengan petani-petani Bali untuk

mengembangkan model komputer sistem irigasi Subak. Dengan itu ia membuktikan

keefektifan Subak serta pentingnya sistem ini sehingga Pada tahun 2012 UNESCO,

9

Page 10: Paper Filsafat Ilmu Arsitektur Budaya Bali Yang Mulai Merapuh

mengakui Subak (Bali Cultur Landscape), sebagai Situs Warisan Dunia,pada sidang

pertama yang berlangsung di Saint Petersburg, Rusia.

V. Penutup

Subak sebagai suatu sistem irigasi merupakan teknologi sepadan yang telah

menyatu dengan sosio-kultural masyarakat setempat. Kesepadanan teknologi sistem

subak ditunjukkan oleh anggota subak tersebut melalui pemahaman terhadap cara

pemanfaatan air irigasi yang berlanadaskan Tri Hita Karana (THK) yang menyatu dengan

cara membuat bangunan dan jaringan fisik irigasi, cara mengoperasikan, kordinasi

pelaksanaan operasi dan pemeliharaan yang dilakukan oleh pekaseh (ketua subak), bentuk

kelembagaan, dan informasi untuk pengelolaannya.

Sistem subak mampu melakukan pengelolaan irigasi dengan dasar-dasar harmoni

dan kebersamaan sesuai dengan prinsip konsep THK, dan dengan dasar itu sistem subak

mampu mengantisipasi kemungkinan kekurangan air (khususnya pada musim kemarau),

dengan mengelola pelaksanaan pola tanam sesuai dengan peluang keberhasilannya.

Selanjutnya, sistem subak sebagai teknologi sepadan, pada dasarnya memiliki peluang

untuk ditransformasi, sejauh nilai-nilai kesepadanan teknologinya dipenuhi.

Daftar Referensi

http://id.wikipedia.org/wiki/Subak_%28irigasi%29 diakses pada 18 Juni 2014.

http://mautu.blogspot.com/2012/01/terbentuknya-organisasi-subak.html diakses pada 18 Juni 2014.

http://travel.detik.com/read/2012/05/21/140205/1920845/1025/mengenal-subak-dan-hijaunya-sawah-di-jatiluwih-bali diakses pada 18 Juni 2014.

http://www.metrotvnews.com/metromain/news/2012/05/20/91796/Subak-Diakui-sebagai-Warisan-Budaya-Dunia diakses pada 18 Juni 2014.

Koentjaraninggrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta.

Maran, Rafael Marga. 2007. Manusia dan Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. Jakarta : Rineka Cipta

Windia, Wayan, dkk. 2005. Sistem Irigasi Subak dengan Landasan Tri Hita Karana (THK) sebagai Teknologi Sepadan dalam Pertanian Beririgasi. Yogyakarta : Artikel

10