panduan teknis liturgi gki

5
PANDUAN TEKNIS LITURGI GEREJA KRISTEN INDONESIA Disiapkan oleh Komisi Liturgi GKI Untuk Program Penjemaatan Liturgi GKI A. UMUM 1. Diharapkan dan sangat dianjurkan bahwa buku Liturgi Gereja Kristen Indonesia dimiliki oleh: a. Setiap pendeta. b. Setiap penatua (berarti, kepada setiap penatua baru akan diberikan buku Liturgi Gereja Kristen Indonesi di samping buku Tata Gereja Gereja Kristen Indonesia). c. Anggota-anggota badan pelayanan jemaat yang mengurus peribadatan jemaat (anggota-anggota Komisi/Tim Liturgi, anggota-anggota Komisi Musik Gerejawi, pemandu pujian/prokantor, pemusik, dan lain-lain) 2. Diharapkan di setiap jemaat dilakukan program penjemaatan Liturgi GKI secara bersinambung agar Liturgi GKI dapat dipakai dengan sebaik-baiknya. B. KHUSUS Berbagai pokok panduan teknis sudah dipaparkan baik dalam “Pedoman Pemakaian Umum” di bagian akhir buku Liturgi Gereja Kristen Indonesia maupun dalam “Pedoman Pemakaian Khusus” di bagian akhir dari beberapa liturgi tertentu. Di bawah ini dikemukakan berbagai hal yang dianggap perlu untuk lebih menegaskan kembali dan melengkapi apa yang sudah disampaikan pada bagian-bagian di atas. 1. Pola Dasar Liturgi Semua liturgi GKI mempunyai pola dasar yang terdiri dari empat (4) “ordo”: a. Ordo “Jemaat Berhimpun” b. Ordo “Pelayanan Firman” c. Ordo “Pelayanan Persembahan” d. Ordo “Pengutusan Di dalam setiap ordo terdapat unsur-unsur liturginya. Jika jemaat ingin membuat variasi terhadap liturgi, urutan ordo-ordo dalam pola dasar ini tidak boleh diubah. Juga, diharapkan unsur liturgi dari ordo yang satu tidak boleh dipindahkan ke ordo yang lain. Jadi, misalnya, jangan menempatkan “pengakuan iman” pada ordo “Jemaat Berhimpun”, atau memindahkan “doa syafaat” ke ordo “Pelayanan Persembahan”. 1

Upload: riko-tuelah

Post on 20-Jul-2015

9.457 views

Category:

Business


27 download

TRANSCRIPT

Page 1: Panduan Teknis Liturgi Gki

PANDUAN TEKNISLITURGI GEREJA KRISTEN INDONESIA

Disiapkan oleh Komisi Liturgi GKIUntuk Program Penjemaatan Liturgi GKI

A. UMUM

1. Diharapkan dan sangat dianjurkan bahwa buku Liturgi Gereja Kristen Indonesia dimiliki oleh:a. Setiap pendeta.b. Setiap penatua (berarti, kepada setiap penatua baru akan diberikan buku Liturgi

Gereja Kristen Indonesi di samping buku Tata Gereja Gereja Kristen Indonesia).c. Anggota-anggota badan pelayanan jemaat yang mengurus peribadatan jemaat

(anggota-anggota Komisi/Tim Liturgi, anggota-anggota Komisi Musik Gerejawi, pemandu pujian/prokantor, pemusik, dan lain-lain)

2. Diharapkan di setiap jemaat dilakukan program penjemaatan Liturgi GKI secara bersinambung agar Liturgi GKI dapat dipakai dengan sebaik-baiknya.

B. KHUSUS

Berbagai pokok panduan teknis sudah dipaparkan baik dalam “Pedoman Pemakaian Umum” di bagian akhir buku Liturgi Gereja Kristen Indonesia maupun dalam “Pedoman Pemakaian Khusus” di bagian akhir dari beberapa liturgi tertentu. Di bawah ini dikemukakan berbagai hal yang dianggap perlu untuk lebih menegaskan kembali dan melengkapi apa yang sudah disampaikan pada bagian-bagian di atas.

1. Pola Dasar LiturgiSemua liturgi GKI mempunyai pola dasar yang terdiri dari empat (4) “ordo”:a. Ordo “Jemaat Berhimpun”b. Ordo “Pelayanan Firman”c. Ordo “Pelayanan Persembahan”d. Ordo “PengutusanDi dalam setiap ordo terdapat unsur-unsur liturginya.

Jika jemaat ingin membuat variasi terhadap liturgi, urutan ordo-ordo dalam pola dasar ini tidak boleh diubah. Juga, diharapkan unsur liturgi dari ordo yang satu tidak boleh dipindahkan ke ordo yang lain. Jadi, misalnya, jangan menempatkan “pengakuan iman” pada ordo “Jemaat Berhimpun”, atau memindahkan “doa syafaat” ke ordo “Pelayanan Persembahan”.

1

Page 2: Panduan Teknis Liturgi Gki

2. Pemimpin LiturgiDengan Liturgi GKI yang baru ini diharapkan lebih banyak orang dilibatkan dalam penyelenggaraan kebaktian-kebaktian di GKI. Yang dapat ikut ambil bagian sebagai pemimpin liturgi adalah para pendeta, penatua, dan anggota, bahkan juga simpatisan. Hal ini harus dipercakapkan dan diatur oleh Majelis Jemaat agar dapat terlaksana dengan baik dan tertib.

Dalam kaitan ini paling sedikit ada dua hal yang harus diperhatikan:a. Jangan menyebut pemimpin liturgi yang melayankan pemberitaan Firman Tuhan

dengan “pembicara”. Sebutan yang benar adalah “pengkhotbah” atau “pelayan Firman Tuhan”. Istilah “pembicara” hanya tepat untuk acara ceramah dan yang sejenisnya, sedangkan khotbah samasekali bukanlah ceramah atau percakapan biasa saja.

b. Jangan menyebut pemimpin liturgi dengan “MC” (master of ceremony). Kebaktian di GKI bukanlah sekedar sebuah seremoni atau upacara. Istilah seremoni dan MC itu mendangkalkan pengertian kebaktian.

3. Pelatihan Pemimpin LiturgiAgar mereka yang terlibat sebagai pemimpin liturgi dapat menjalankan pelayannya dengan efektif, perlu dilakukan pelatihan bagi mereka. Kita masih harus merencanakan bagaimana upaya pelatihan tersebut dapat diwujudkan di jemaat-jemaat.

4. Jemaat Tidak Perlu Diajak Bersalaman di Awal KebaktianDi berbagai jemaat telah ada kebiasaan untuk mengawali kebaktian Minggu dengan mengajak jemaat saling bersalaman. Kebiasaan ini baik sekali. Namun, dalam Liturgi Minggu yang baru, tindakan bersalam-salaman di awal kebaktian tidak perlu lagi dilakukan, karena sesudah berita anugerah, jemaat akan bersalam-salaman sambil saling mengucapkan “Salam Damai!”. Dalam kaitan ini kita perlu memperhatikan bahwa khususnya dalam kebaktian perjamuan kudus, “Salam Damai!” itu dilakukan sebelum pemecahan roti, jadi sesudah berita anugerah tidak perlu dilakukan “Salam Damai!”.

5. Saat Hening sesudah KhotbahSaat hening sesudah khotbah harus benar-benar dapat menjadi saat hening yang di dalamnya jemaat mempunyai kesempatan singkat yang bermakna untuk meresapi Firman Tuhan yang baru saja disampaikan, dan mungkin juga untuk berdoa secara pribadi. Pengkhotbah sebaiknya mengingatkan hal ini dan mengajak jemaat untuk bersama-sama memasuki saat hening itu, sehingga jemaat tidak memakai kesempatan itu untuk “bernafas lega” dan bercakap-cakap. Para penatua dan pemimpin liturgi lainnya harus memberikan contoh yang baik dalam bersikap di saat hening.

Dalam kaitan ini perhatikanlah hal-hal ini:a. Dianjurkan bahwa saat hening dilakukan tidak dengan iringan musik. Mungkin

jemaat belum biasa dengan cara ini, namun mereka bisa “dilatih” dan dibiasakan dengan cara ini. Jika toh ada permainan musik pada saat hening, sangat dianjurkan bahwa permainan musik itu dilakukan dengan lembut.

2

Page 3: Panduan Teknis Liturgi Gki

b. Jika ada, persembahan pujian oleh paduan suara atau kelompok vokal harus ditempatkan sesudah saat hening selesai. Jangan sampai terjadi bahwa saat hening belum selesai, pemimpin liturgi sudah mengajak jemaat untuk berpindah ke bagian selanjutnya. Waktu yang diperlukan untuk saat hening ditentukan oleh pemimpin liturgi.

c. Dengan demikian, persembahan pujian oleh paduan suara atau kelompok vokal samasekali tidak boleh dipakai untuk “mengisi” atau bahkan menggantikan saat hening.

6. Saat Hening dalam Liturgi Persiapan Perjamuan KudusDalam membacakan formulir Persiapan Perjamuan Kudus dalam Liturgi Persiapan Perjamuan Kudus (lihat buku Liturgi Gereja Kristen Indonesia halaman 48-50), pemimpin liturgi harus mengingat dan memberikan kesempatan yang cukup kepada jemaat untuk bersaat hening di tempat-tempat yang telah ditentukan dalam liturgi.

7. Prosesi Persembahan dalam Liturgi Perjamuan KudusDalam kebaktian perjamuan kudus pelayanan persembahan dilakukan sebelum pelayanan perjamuan kudus. Perlu diperhatikan bahwa pada saat kantong-kantong persembahan dibawa ke depan mimbar untuk didoakan, alat-alat perjamuan kudus juga dibawa ke depan oleh beberapa penatua yang sudah ditentukan, lalu mereka menyerahkannya kepada pendeta yang memimpin perjamuan kudus. Pada jemaat-jemaat kecil, jika dimungkinkan semua alat perjamuan kudus dibawa ke depan. Pada jemaat-jemaat sedang dan besar, tidak perlu semua alat perjamuan kudus dibawa ke depan, cukup sebagian saja yang dibawa ke depan sebagai simbol dari penyerahan keseluruhannya. Doa persembahan oleh penatua dilakukan sesudah semua kantong persembahan dan alat perjamuan kudus berada di depan mimbar.

8. Sikap Jemaat pada Pengakuan ImanPengakuan iman bukanlah doa. Karena itu, pengakuan iman, baik yang diucapkan maupun dinyanyikan, harus dilakukan dengan sikap tegak dan khidmat. Hal ini harus disampaikan oleh pemimpin liturgi kepada jemaat ─meski tidak perlu setiap kali─ agar jemaat memahami dan mengikutinya, lalu kemudian dapat menjadi pola yang permanen.

9. Tema-tema Khusus di JemaatDengan pemakaian leksionari, daftar bacaan untuk pelayanan Firman Tuhan selama setahun telah ditetapkan, dan dari situ tema-tema khotbah dan rancangan khotbahnya telah dipersiapkan oleh Komisi Rancangan Khotbah GKI. Jemaat, dan juga Klasis, diminta untuk secara konsisten mengikuti pengaturan ini sehingga tidak menetapkan sendiri tema-tema khusus dan daftar bacaannya.

Pertanyaannya adalah, apakah jemaat samasekali tidak mempunyai kesempatan untuk menetapkan tema-tema yang dianggap perlu oleh jemaat karena kebutuhan-kebutuhan tertentu? Jawabannya adalah:

3

Page 4: Panduan Teknis Liturgi Gki

a. Jika masih memungkinkan untuk menyesuaikan tema khusus itu dengan tema yang ada di Rancangan Khotbah (sesuai dengan leksionari), utamakanlah kebijakan seperti ini.

b. Jika kebutuhan dianggap sangat mendesak dan tema leksionari dianggap kurang/tidak cocok, tentukanlah tema (dengan daftar bacaan Alkitab) yang lain, namun harus tetap dilakukan secara proporsional.

10. Warna Liturgis pada Peristiwa-peristiwa yang “Bertumpuk”Jika dalam kebaktian tertentu dua atau lebih peristiwa “bertumpuk”, warna liturgis yang dipakai adalah sesuai dengan tahun gerejawi, kecuali jika sudah ada ketentuan khusus dalam Tata Gereja GKI. Misalnya, pada masa Adven (yang warna liturgisnya ungu) dilaksanakan emeritasi pendeta, pendeta memakai stola merah. Contoh lain, dalam kebaktian HUT GKI yang biasanya dilaksanakan serempak di seluruh GKI dengan acara Pertukaran Mimbar Sinode, jika pendeta bertoga ia memakai stola berwarna merah.

11. Liturgi-liturgi Inisiasi yang Dilaksanakan BerbarenganJika jemaat melaksanakan lebih dari satu akta inisiasi pada satu hari Minggu (misalnya baptisan kudus dewasa dan pengakuan iman/sidi; atau masih ditambah lagi dengan penerimaan anggota) dapat dilakukan penggabungan dari unsur-unsur liturgi tertentu.

a. Unsur-unsur liturgis yang dapat digabungkan adalah:1) Pengantar pada baptisan kudus dewasa, baptisan kudus anak, dan pengakuan

iman/sidi.2) Sebagaimana kita ketahui, setiap pengantar dalam sebuah liturgi memuat

pemahaman teologis-eklesiologis dan ajaran yang terkait dengan akta gerejawi yang sedang dilaksanakan. Karena itu, penggabungan pengantar dari dua atau lebih liturgi inisiasi harus dilakukan dengan kehati-hatian dan ketelitian yang tinggi, dengan persiapan yang matang, supaya semua pemahaman dasarnya termuat di dalam penggabungan itu.

3) Doa syukur4) Pernyataan iman pada baptisan kudus dewasa, pengakuan percaya/sidi, dan

pembaruan pengakuan percaya5) Pernyataan iman juga memuat pemahaman teologis-eklesiologis dan ajaran

yang terkait dengan akta gerejawi yang sedang dilaksanakan. Dari lima liturgi inisiasi, pernyataan iman yang dapat digabungkan adalah dari liturgi baptisan kudus dewasa, pengakuan percaya/sidi, dan pembaruan pengakuan percaya.

6) Pengakuan iman7) Nyanyian jemaat (pada bagian ini unsur liturgis ini bahkan dapat dihilangkan)8) Ucapan berkat dan nyanyian doksologi9) Pesan kepada yang bersangkutan (dengan menyebutkan semua pihak yang

disapa)10) Pesan kepada jemaat (dengan menyebutkan semua pihak yang “diserahkan”

kepada jemaat)11) Doa syafaat

4

Page 5: Panduan Teknis Liturgi Gki

b. Unsur-unsur liturgis yang tidak dapat digabungkan adalah:1) Pengantar dalam liturgi penerimaan anggota dan pengantar dari liturgi

pembaruan pengakuan percaya.2) Pernyataan iman dalam liturgi baptisan kudus anak dan pernyataan iman liturgi

penerimaan anggota.Unsur-unsur liturgi yang tidak dapat digabungkan harus dilaksanakan secara terpisah.

12. Tempat Paduan Suara/Kelompok Vokal dalam LiturgiDalam liturgi tidak diatur tempat paduan suara/kelompok vokal secara spesifik. Itu berarti, dalam setiap liturgi paduan suara/kelompok vokal harus ditempatkan sesuai tema/isi lagu yang dinyanyikan. Misalnya, jika tema/isi lagu bercorak pengakuan dosa, paduan suara/kelompok vokal harus ditempatkan pada ordo “Jemaat Berhimpun” dalam kaitan dengan pengakuan dosa oleh jemaat. Atau, jika lagunya bertema/berisi respons kepada pemberitaan Firman, paduan suara/kelompok vokal menyanyikan lagu itu pada ordo “Pelayanan Firman” sesudah khotbah. Demikian seterusnya.

13. Spontanitas JemaatDalam kebaktian-kebaktian diharapkan jemaat bersikap spontan dalam mengikutinya. Misalnya, pada saat mereka harus memberikan respons baik dengan perkataan maupun nyanyian, pada saat mereka harus berdiri dan duduk kembali, dan pada saat mereka harus bersalaman-salaman. Pemimpin liturgi harus “melatih” jemaat untuk bersikap spontan. Mungkin pada awalnya akan terlihat kaku karena selama ini biasanya jemaat menunggu ajakan, namun jika jemaat sudah dibiasakan, mereka akan (berangsur-angur) dapat mengikuti kebaktian secara spontan. Perhatian juga harus diberikan pada pemakaian liturgi tertulis. Jika dalam kebaktian dipakai liturgi tertulis, jika semuanya telah tertera jelas pada lembaran liturgi, pemimpin liturgi, misalnya, samasekali tidak perlu mengajak jemaat untuk menyanyi atau menjelaskan lagi secara lisan tentang pembagian giliran menyanyi (semua, laki-laki, perempuan, anak-anak, pemuda).

-oo0oo-

5