panduan penyusunan rancangan peraturan...
TRANSCRIPT
1
PANDUAN PENYUSUNANRANCANGAN PERATURAN DAERAHTENTANG PENGELOLAANAIR LIMBAH DOMESTIK
DIREKTORAT PENGEMBANGAN PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAND I R E K T O R A T J E N D E R A L C I P T A K A R Y AKEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT 2018
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK2
3
Assalamu’alaikum Wr. Wb,Salam sejahtera untuk kita semua,
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, air limbah merupakan salah satu sub urusan dari urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum dan penataan ruang yang termasuk kedalam urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar. Oleh karena itu, urusan air limbah menjadi tugas, wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Daerah yang wajib untuk diselenggarakan. Namun demikian, belum semua Pemerintah Kabupaten/Kota memprioritaskan penyediaan prasarana dan sarana air limbah yang layak dalam pembangunan daerah.
Arah kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 mengamanatkan bahwa pada tahun 2019, Indonesia mencapai 100% akses (universal access) terhadap sanitasi (air limbah dan persampahan). Salah satu
strategi yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk mencapai universal access tersebut adalah dengan menyiapkan norma, standar, pedoman dan kriteria (NSPK) serta mendorong Daerah Kabupaten/Kota untuk membentuk regulasi/produk hukum di Daerah tentang pengelolaan air limbah domestik.
Dalam rangka mendorong Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, menyusun buku Panduan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik.
Buku panduan ini berisikan informasi umum mengenai Peraturan Daerah, Tahapan Pembentukan Peraturan Daerah, Penyusunan Naskah Akademik dan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik.
Semoga buku panduan ini memberikan manfaat bagi para pihak dalam menyusun Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Jakarta, April 2018
Direktur Jenderal Cipta KaryaIr. SRI HARTOYO, Dipl, SE, ME.
KATA PENGANTAR
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK4
5
1. UMUM 9
1.1 PENDAHULUAN 9 1.2 PERATURAN DAERAH 12 1.2.1 Kedudukan Peraturan Daerah 12 1.2.2 Fungsi Peraturan Daerah 13 1.2.3 Landasan Pembentukan Peraturan Daerah 14 1.2.4 Asas dan Prinsip Pembentukan Peraturan Daerah 14 1.2.5 Kewenangan Pembentukan Perda Pengelolaan Air Limbah Domestik 15
2. TAHAPAN PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH 19
2.1 PERENCANAAN 19 2.1.1 Penyusunan Program Pembentukan Perda (PROPEMPERDA) 19 2.1.2 Perencanaan Penyusunan Rancangan Perda Kumulatif Terbuka 21 2.1.3 Perencanaan Penyusunan Rancangan Perda Di Luar Propemperda 21 2.2 PENYUSUNAN 22 2.2.1 Penyusunan Naskah Akademik 22 2.2.2 Penyusunan Rancangan Perda di Lingkungan Pemerintah Daerah 23 2.2.3 Penyusunan Rancangan Perda di Lingkungan DPRD 26 2.3 PEMBAHASAN 27 2.4 PENETAPAN 30 2.4.1 Pemberian Nomor Register 30 2.4.2 Penandatanganan 30 2.4.3 Penomoran 30 2.5 PENGUNDANGAN 30 2.6 PENYEBARLUASAN 31
3. PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK 31
3.1 UMUM 33 3.2 SISTEMATIKA 33 3.3 TAHAPAN PENYUSUNAN 44
DAFTAR ISI
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK6
4. PENYUSUNAN RANCANGAN PERDA PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK 47
4.1 TEKNIK PENYUSUNAN 47 4.1.1 Judul Rancangan Peraturan Daerah 47 4.1.2 Pembukaan 48 4.1.3 Batang Tubuh Rancangan Peraturan Daerah 51 4.1.4 Penutup 54 4.1.5 Penjelasan 54 4.2 MATERI MUATAN 55
LAMPIRAN CONTOH RANCANGAN PERDA TENTANG PENGELOLAANAIR LIMBAH DOMESTIK 66
7
Tabel 4 1 Muatan Rancangan Perda Pengelolaan Air Limbah Domestik 61
Gambar 1.1 Aspek dalam sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik 11Gambar 2.1 Tahapan Pembentukan Perda 19Gambar 2.2 Alur Penyusunan Propemperda 21Gambar 2.3 Alur Penyusunan Naskah Akademik 23Gambar 2.4 Alur Penyusunan Rancangan Perda di Lingkungan Pemerintah Daerah 25Gambar 2.5 Alur Pembahasan Rancangan Perda 29Gambar 4 Alur Penyusunan Naskah Akademik di Lingkungan Pemerintah Daerah 44
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK8
9
1.1 PENDAHULUAN
Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah, tugas dan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten/Kota adalah mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah,1 didukung dengan prasarana dan sarana yang memadai sesuai kebutuhan. Salah satu prasarana dan sarana yang dimaksud tersebut adalah prasarana dan sarana pengolahan air limbah domestik.2 Namun sayangnya, sampai dengan saat ini, penyediaan prasarana dan sarana pengolahan air limbah domestik baik di kabupaten maupun kota secara umum belum memadai. Sebagian besar air limbah domestik (air buangan yang berasal dari rumah tangga atau limbah domestik3) dan limbah cair dari kegiatan/usaha (kecuali yang diwajibkan Amdal) belum dilakukan pengolahan terlebih dahulu melainkan langsung dibuang atau dialirkan ke badan air, baik sungai maupun saluran drainase. Kondisi tersebut mengakibatkan terjadi pencemaran lingkungan hidup,4 terutama pada sumber air baku untuk air minum baik pada air permukaan maupun air tanah.Pertambahan jumlah penduduk diikuti meningkatnya penggunaan air, berdampak pada peningkatan volume air limbah domestik. Rendahnya kesadaran masyarakat termasuk pelaku usaha untuk mengolah air limbah domestik yang dihasilkan, semakin mengakibatkan pencemaran air, baik pada air permukaan maupun air tanah. Jika tidak dikendalikan, kondisi tersebut akan membuat air semakin tercemar. Untuk itu, pengelolaan air limbah domestik harus didukung dengan prasarana dan sarana pengelolaan air limbah domestik untuk melindungi sumber daya air dari pencemaran air limbah domestik. Penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan air limbah domestik tidak hanya menjadi tugas dan tanggung jawab Pemerintah Daerah melainkan juga menjadi tanggung jawab masyarakat termasuk pelaku usaha.
1 Konsideran huruf b Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, menyatakan penyelenggaraan pemerintahan daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, dan kekhasan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia
2 Air limbah menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.68 Tahun 2016 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik, adalah air sisa dari suatu hasil usaha dan/ atau kegiatan
3 Yang dimaksud dengan air limbah domestik menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 4 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik, adalah air limbah yang berasal dari usaha dan/atau kegiatan pemukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen dan asrama.
4 Yang dimaksud dengan pencemaran lingkungan hidup menurut Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
UMUMBAB 1
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK10
Sebagian besar air limbah domestik yang berasal dari aktifitas rumah tangga seperti: mandi, cuci dan dapur saat ini masih dibuang langsung ke badan air atau sungai. Sedangkan air limbah domestik dari kakus sebagian telah diolah secara setempat, dengan menggunakan septic tank atau cubluk, namun sebagian lainnya belum diolah, bahkan masih ditemui di beberapa tempat aktifitas buang air besar sembarangan (BABS). Untuk pengolahan secara setempat (septic tank atau cubluk), masih terdapat beberapa pertanyaan besar seperti: apakah lumpur tinjanya dikuras secara rutin dan apakah lumpur tinja yang dikuras tersebut kemudian diolah secara aman untuk lingkungan. Sebagai informasi, septic tank yang memenuhi kaidah teknis yang benar adalah septic tank yang kedap air, yang mencegah terjadinya infiltrasi pencemaran ke air tanah. Mengingat sifatnya yang kedap tersebut maka septik tank akan penuh dalam jangka waktu tertentu (biasanya sekitar 2-3 tahun). Sedangkan yang dimaksud dengan pengolahan lumpur tinja yang aman adalah pengolahan lumpur tinja di instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT). Tidak dibenarkan untuk membuang lumpur tinja yang dikuras ke sungai, danau, rawa, lahan pertanian atau lahan lainnya (walaupun lahan nonproduktif ) karena berpotensi untuk mencemari lingkungan. Di beberapa kota, telah terdapat instalasi pengolahan air limbah domestik secara terpusat (setiap saluran pembuangan air limbah rumah tangga dihubungkan dengan perpipaan dan air limbahnya diolah secara terpusat), namun cakupan pelayanannya masih sangat terbatas.
Arah kebijakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 mengamanatkan bahwa pada tahun 2019 Indonesia bisa mencapai 100% akses sanitasi layak.
Artinya, sampai akhir tahun tersebut, setiap masyarakat Indonesia baik yang tinggal di perkotaan maupun kawasan perdesaan sudah memiliki akses terhadap fasilitas sanitasi yang layak (air limbah domestik). Akan tetapi dalam kenyataannya, pelayanan air limbah domestik sampai saat ini baru sebesar 76,91% 5. Masih terdapat “gap” yang besar antara target tersebut dengan kenyataan yang ada.Hal ini menjadi gambaran bahwa hampir separuh dari masyarakat Indonesia berada dibawah ancaman dari potensi bahaya yang akan timbul akibat air limbah domestik yang tidak dikelola yaitu pencemaran lingkungan yang berdampak kepada turunnya tingkat kesehatan masyarakat dan terhambatnya aktifitas perekonomian.
Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas pengelolaan air limbah domestik yang merupakan bagian dari pengelolaan sanitasi dengan tujuan menghindari buruknya sanitasi yang terjadi di Indonesia, melalui antara lain: (a) Konferensi Sanitasi Nasional yang dilaksanakan bulan November
5 Pelayanan air limbah yang dimaksud adalah akses total sanitasi yang merupakan gabungan sanitasi layak dan dasar. (Bappenas, 2017)
11
tahun 2007, menghasilkan kesepakatan mengenai langkah penting bagi pembangunan sanitasi ke depan, sejalan dengan pencapaian sasaran Millennium Development Goals (MDGs);6 (b) Konvensi Strategi Sanitasi Perkotaan yang dilaksanakan bulan April tahun 2009. Pada acara tersebut telah diidentifikasikan permasalahan dan sasaran pembangunan sanitasi ke depan serta menyepakati pendekatan Strategi Sanitasi sebagai dasar pembangunan sanitasi di daerah.
Ada 6 (enam) aspek yang mempengaruhi penyelenggaraan pengelolaan air limbah domestik, yaitu: (a) peraturan perundang-undangan sebagai dasar hukum bagi pemerintah (Pusat dan Daerah) dalam perencanaan, pelaksanaan, pembinaan dan pengawasan untuk mewujudkan hak masyarakat serta memfasilitasi kewajiban masyarakat termasuk pelaku usaha dalam pengelolaan air limbah domestik; (b) institusi atau kelembagaan penyelenggara baik pada lingkup Pemerintah daerah maupun masyarakat; (c) sumber daya manusia termasuk sumber daya aparatur baik kualitas maupun kuantitas; (d) tersedianya prasarana dan sarana yang memadai; (e) pembiayaan yang cukup untuk penyelenggaraan pengelolaan air limbah domestik; dan (f ) kepedulian masyarakat termasuk pelaku usaha. Aspek tersebut dalam satu sistem, yaitu sistem pengelolaan air limbah domestik sebagaimana dilustrasikan pada gambar berikut ini:
PERATURAN
KELEMBAGAAN
SUMBERDAYA
MANUSIA
SISTEMPENGELOLAAN
AIR LIMBAHDOMESTIK
KEPEDULIANMASYARAKAT
PEMBIAYAAN
PRASARANADAN
SARANA
Gambar 1.1 Aspek dalam Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik
6 Menurut Laporan MDGs Indonesia 2014 pada tahun 2014 persentase yang sudah dicapai sebesar 76,75% rumah tangga dapat memperoleh akses terhadap sanitasi layak pada kawasan perkotaan.
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK12
Seluruh aspek seperti yang terlihat dalam gambar diatas bermuara kepada tuntutan kebutuhan untuk penanganan air limbah domestik secara terpadu dan komprehensif mulai dari: penyediaan fasilitas sarana dan prasarana pengelohan air limbah domestik; pendanaan untuk operasional dan pemeliharaan fasilitas sarana dan prasarana pengelolaan air limbah domestik; pemicuan kesadaran masyarakat untuk berperan serta, penataan organisasi/kelembagaan pengelola air limbah domestik, pembentukan pengaturan mengenai pengelolaan air limbah domestik, dll. Mengingat pentingnya hal-hal tersebut, diperlukan suatu alat (tools) untuk mengatur mengenai pengelolaan air limbah domestik, dalam bentuk peraturan daerah, karena peraturan daerah merupakan peraturan pelaksanaan yang seharusnya dapat menjawab kebutuhan masyarakat sesuai dengan kewenangan pemerintah daerah yang diberikan.
Untuk membantu Pemerintah Daerah dalam menyusun Rancangan Peraturan Daerah yang mengatur tentang pengelolaan air limbah domestik, strategi yang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) c/q Direktorat Jenderal Cipta Karya, Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman (Direktorat Pengembangan PLP) antara lain dengan memfasilitasi penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik melalui kegiatan Bantuan Teknis (Bantek), dengan tujuan percepatan terbentuknya Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik.
Dalam rangka kelancaran penyelenggaraan Bantek, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat membuat Panduan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik.
1.2 PERATURAN DAERAH
Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Peraturan Daerah merupakan salah satu jenis peraturan perundang-undangan, yaitu peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Peraturan Daerah selain melaksanakan ketentuan lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi juga dapat mengatur aspek khusus di bidang tertentu yang terdapat atau dibutuhkan daerah dan/atau masyarakat. Peraturan Daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang mempunyai kedudukan yang sangat strategis dalam melaksanakan otonomi daerah dan tugas pembantuan sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (6) UUD Tahun 1945.
1.2.1 Kedudukan Peraturan Daerah
Pasal 1 ayat (3) UUD Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini bermakna bahwa Indonesia adalah Negara Hukum (rechtstaat) dan bukan negara kekuasaan (machtstaat). Dengan demikian penyelenggaraan kekuasaan negara didasarkan pada prinsip-prinsip hukum sebagai landasan untuk menjalankan program pembangunan nasional. Ketentuan Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 tersebut adalah sebagai bentuk titah konstitusi kepada seluruh rakyat Indonesia terutama para pejabat di tataran pemerintahan baik di pusat maupun di daerah untuk dapat memposisikan hukum sebagai titik tolak dalam bertingkah laku dan merumuskan kebijakan publik.
13
Sebagai negara hukum dalam mengimplementasikan berbagai produk hukum menggunakan teori norma hukum yang berjenjang (hirarki) dalam artian bahwa produk hukum yang berada dibawahnya tidak boleh bertentangan dengan produk hukum yang lebih tinggi diatasnya (lex superior derogat legi inferior). Hal ini sebagaimana diimplementasikan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menyebutkan hirarki norma hukum yang dianut sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945;2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;4. Peraturan Pemerintah;5. Peraturan Presiden;6. Peraturan Daerah Provinsi; dan7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Jenis Peraturan Perundang-undangan lain menurut Pasal 8 UU No. 12 Tahun 2011, mencakup peraturan yang ditetapkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Yudisial, Bank Indonesia, Menteri, badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk dengan Undang-Undang atau Pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat, diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan.
Peraturan Daerah menurut UU Nomor 12 Tahun 2011 dibedakan menjadi Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Lingkup berlakunya Peraturan Daerah terbatas pada daerah bersangkutan, sedangkan lingkup berlakunya Peraturan Menteri mencakup seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, maka dalam hirarki peraturan perundang-undangan, Peraturan Menteri berada diatas Peraturan Daerah.7
1.2.2 Fungsi Peraturan Daerah
Secara umum Peraturan Daerah mempunyai berbagai fungsi, antara lain:1. sebagai instrumen kebijakan untuk melaksanakan otonomi daerah dan pembantuan
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
2. sebagai peraturan pelaksanaan dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam fungsi ini, Peraturan Daerah tunduk pada ketentuan hirarki peraturan perundang-undangan. Sehubungan itu, Peraturan Daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
3. sebagai instrumen penampung kekhususan dan keragaman daerah serta penyalur aspirasi masyarakat di daerah, namun dalam pengaturannya tetap dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
4. sebagai instrument/alat pembangunan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah.
7 KementerianHukumdanHakasasiManusiaRI,“PanduanPraktisMemahamiPerancanganPeraturanDaerah”
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK14
1.2.3 Landasan Pembentukan Peraturan Daerah
Dalam Pembentukan Peraturan Daerah paling sedikit memuat 3 (tiga) landasan yaitu:1. Landasan filosofis, adalah landasan yang berkaitan dengan dasar atau ideologi Negara;2. Landasan sosiologis, adalah landasan yang berkaitan dengan kondisi atau kenyataan
empiris yang hidup dalam masyarakat, dapat berupa kebutuhan atau tuntutan yang dihadapi oleh masyarakat, kecenderungan, dan harapan masyarakat; dan
3. Landasan yuridis, adalah landasan yang berkaitan dengan kewenangan untuk membentuk, kesesuaian antara jenis dan materi muatan, tata cara atau prosedur tertentu, dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
1.2.4 Asas dan Prinsip Pembentukan Peraturan Daerah
Dalam pembentukan peraturan perundang-undangan termasuk Peraturan Daerah, asas pembentukan peraturan perundang-undangan harus diperhatikan, sebagaimana tercantum pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, meliputi:
1. Kejelasan Tujuan, bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
2. Kelembagaan atau Pejabat Pembentuk yang Tepat, bahwa setiap jenis peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang karena peraturan perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga Negara atau pejabat yang tidak berwenang.
3. Kesesuaian Antara Jenis, Hirarki, dan Materi Muatan, bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan.
4. Dapat Dilaksanakan, bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.
5. Kedayagunaan dan Kehasilgunaan, bahwa setiap peraturan perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
6. Kejelasan Rumusan, bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
7. Keterbukaan, bahwa dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan mulai perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan, seluruh lapisan masyarakat perlu diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengetahui dan memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan agar peraturan yang terbentuk menjadi populis dan efektif.
15
Dalam kerangka pembentukan peraturan perundang-undangan termasuk Peraturan Daerah dibentuk berdasarkan beberapa prinsip antara lain sebagai berikut:
1. Prinsip tata susunan peraturan perundang-undangan atau lex superior derogate legi inferiori, bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
2. Prinsip lex specialis derogate legi generalis, bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih khusus mengenyampingkan peraturan perundang-undangan yang lebih umum.
3. Prinsip lex posterior derogate legi priori, bahwa peraturan perundang-undangan yang lahir kemudian mengenyamping-kan peraturan perundang-undangan yang lahir terlebih dahulu jika materi yang diatur peraturan perundang-undangan tersebut sama.
4. Prinsip keadilan, bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus mencerminkan keadilan bagi setiap warga negara tanpa terkecuali.
5. Prinsip kepastian hukum, bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus dapat menjamin kepastian hukum dalam upaya menciptakan ketertiban dalam masyarakat.
6. Prinsip pengayoman, bahwa setiap peraturan perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.
7. Prinsip mengutamakan kepentingan umum, bahwa dalam peraturan perundang-undangan harus memperhatikan keseimbangan antara berbagai kepentingan dengan mengutamakan kepentingan umum.
8. Prinsip kebhinekatunggalikaan, bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, sistem nilai masyarakat daerah, khususnya yang menyangkut masalah-masalah yang sensitif dalam kehidupan masyarakat.
1.2.5 Kewenangan Pembentukan Perda Pengelolaan Air Limbah Domestik
Kewenangan pembentukan Peraturan Daerah berada pada Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Mengenai dasar kewenangan pembentukan Peraturan Daerah diatur dalam:
a. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik indonesia Tahun 1945 yang menyatakan bahwa ”Pemerintah Daerah berhak menetapkan Peraturan Daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”
b. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Pasal 65 ayat (2) huruf b, Pasal 154 ayat (1) huruf a, Pasal 236 ayat (2), dan Pasal 242 ayat (1)), yang masing-masing Pasal tersebut sebagai berikut: Pasal 65 ayat (2) huruf b, ”Kepala Daerah mempunyai tugas dan wewenang menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD”Pasal 154 ayat (1) huruf a, ”DPRD mempunyai tugas dan wewenang membentuk Perda yang dibahas dengan Kepala Daerah untuk mendapat persetujuan bersama”Pasal 236 ayat (2), ”Perda dibentuk oleh DPRD dengan persetujuan bersama Kepala Daerah ”
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK16
Pasal 242 ayat (1), “Rancangan Perda Yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Kepala daerah disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada Kepala Daerah untuk ditetapkan menjadi Perda”
Berdasarkan penyelenggaraan pemerintahan daerah, air limbah domestik merupakan sub urusan dari urusan pemerintahan bidang pekerjaan umum dan penataan ruang. Urusan tersebut termasuk urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c Undang-Undang (UU) No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka wajib diselenggarakan semua daerah.8 Meskipun demikian, bukan berarti Pemerintah Pusat dan Provinsi tidak memiliki kewenangan dalam penyelenggaraan sub urusan air limbah domestik. Pembagian kewenangan sub urusan air limbah sebagai berikut:
1. Pemerintah Pusata. penetapan pengembangan sistem pengelolaan air limbah domestik secara nasional; b. pengelolaan dan pengembangan sistem pengelolaan air limbah domestik lintas
daerah provinsi, dan sistem pengelolaan air limbah domestik untuk kepentingan strategis nasional.
2. Daerah ProvinsiPengelolaan dan pengembangan sistem air limbah domestik regional.
3. Daerah Kabupaten/KotaPengelolaan dan pengembangan sistem air limbah domestik dalam daerah kabupaten/kota.
Pembagian kewenangan dalam penyelenggaraan sub urusan air limbah domestik tersebut di atas, memberikan makna penyelenggaraan pengelolaan air limbah domestik tidak hanya menjadi tugas, wewenang, dan tanggung jawab Daerah Kabupaten/Kota melainkan juga menjadi tugas, wewenang, dan tanggung jawab Daerah Provinsi dan Pemerintah Pusat.
Pemerintah menjamin bahwa setiap warga negara dapat memperoleh pelayanan dasar. Jenis dan mutu pelayanan dasar minimal yang berhak diterima oleh setiap warga negara diatur dalam Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal.
Ayat (1), “SPM pekerjaan umum mencakup SPM pekerjaan umum Daerah provinsi dan SPM pekerjaan umum Daerah kabupaten/kota.”Ayat (2) huruf b, “Jenis Pelayanan Dasar pada SPM pekerjaan umum Daerah provinsi terdiri atas penyediaan pelayanan pengolahan air limbah domestik regional lintas kabupaten/kota”Ayat (3) huruf b, “Jenis Pelayanan Dasar pada SPM pekerjaan umum Daerah kabupaten/kota terdiri atas penyediaan pelayanan pengolahan air limbah domestik”
Kepala Daerah dan/atau wakil kepala Daerah yang tidak melaksanakan SPM dapat dijatuhi sanksi administratif. Dengan demikian keberadaan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik menjadi sangat penting, karena menjadi payung hukum bagi Kepala Daerah untuk melaksanakan penyelenggaraan pengelolaan air limbah di daerahnya masing-masing dengan lebih baik dan sesuai peraturan.
8 Lihat definisi urusan wajib dalam Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
17
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK18
19
Pasal 1 angka 18 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, menyebutkan bahwa Pembentukan Perda adalah pembuatan peraturan perundang-undangan daerah yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, penetapan, pengundangan dan penyebarluasan. Usulan pembentukan produk hukum daerah (dalam hal ini adalah Peraturan Daerah) dapat berasal dari dua jalur, yaitu atas usulan eksekutif (Pemerintah Daerah) dan atas usulan legislatif (DPRD). Proses dalam tiap-tiap tahapan tersebut sebagai berikut:
Perencanaan
Penyebarluasan
Penyusunan
Pembahasan
Penetapan
Pengundangan
Gambar 2.1 Tahapan Pembentukan Perda
2.1 PERENCANAAN
Tahapan perencanaan penyusunan Peraturan Daerah menurut Pasal 10 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, sebagai berikut: (1) penyusunan Program Pembentukan Perda (Propemperda); (2) perencanaan penyusunan rancangan perda kumulatif terbuka; (3) perencanaan penyusunan rancangan perda di luar Propemperda.
2.1.1 Penyusunan Program Pembentukan Perda (PROPEMPERDA)
Secara umum tahapan penyusunan Propemperda ada 4 (empat) tahap, yaitu:1. Penyusunan daftar Rancangan Perda
Pada tahap penyusunan daftar Rancangan Perda baik eksekutif maupun legislatif, masing-masing dapat menyusun usulan Rancangan Perda yang akan disusun selama 1 tahun ke depan. Untuk penyusunan Propemperda yang berasal dari eksekutif, dikoordinasikan
TAHAPAN PEMBENTUKANPERATURAN DAERAHBAB 2
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK20
oleh pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang membidangi hukum, sedangkan untuk penyusunan Propemperda yang berasal dari DPRD, koordinasinya dilakukan oleh Badan Pembentukan Perda (Bapemperda). Dalam penyusunan Propemperda OPD yang membidangi hukum dapat mengikutsertakan instansi vertikal terkait. Instansi vertikal terkait terdiri atas:Perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;- instansi vertikal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum; dan/atau - instansi vertikal terkait sesuai dengan kewenangan, materi muatan, atau kebutuhan. Hasil penyusunan Propemperda diajukan oleh perangkat daerah yang membidangi hukum kepada Kepala Daerah (KDH) melalui sekretaris daerah. KDH menyampaikan hasil penyusunan Propemperda di lingkungan Pemerintah Daerah kepada Bapemperda melalui Pimpinan DPRD.
Penyusunan daftar Rancangan Perda tersebut didasarkan pada:- Perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;- Rencana pembangunan daerah;- Penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan- Aspirasi masyarakat daerah.
2. Penyusunan daftar urutan berdasarkan skala prioritasSetelah daftar Rancangan Perda disusun pada nomor 1 diatas, tahap selanjutnya adalah penyusunan daftar urutan yang ditetapkan berdasarkan skala prioritas. Penetapan skala prioritas pembentukan Rancangan Perda dilakukan oleh Bapemperda dan perangkat daerah yang membidangi hukum berdasarkan kriteria:- Perintah peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi- Rencana pembangunan daerah;- Penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan; dan- Aspirasi masyarakat daerah.
3. Penyepakatan hasil penyusunan PropemperdaHasil penyusunan Propemperda antara DPRD dan Pemerintah Daerah disepakati menjadi Propemda.
4. Penetapan PropemperdaPropemperda yang telah disepakati bersama kemudian ditetapkan dalam rapat paripurna DPRD dengan keputusan DPRD.
21
KDH
KDH menugaskanOPD Bidang Hukum
Dapat melibatkanInstansi Vertikal
Hasil Usulan diajukanke KDH melalui Sekda
Hasil Usulandisampaikan
ke Bapemperda melaluipimpinan DPRD
PenyusunanDa�ar Urutan Prioritas
HasilPenyusunan Propemperda
DISEPAKATI
DITETAPKAN
PROPEMPERDA
Keputusan DPRD
UsulanRancangan Perda
UsulanRancangan Perda
Dikoordinasikanoleh Bapemperda
USULAN DPRD
Gambar 2.2. Alur Penyusunan Propemperda
2.1.2 Perencanaan Penyusunan Rancangan Perda Kumulatif Terbuka
Rancangan perda kumulatif terbuka merupakan rancangan perda di luar daftar prioritas pada Propemperda yang dalam keadaan tertentu dapat diajukan penyusunannya. Adapun yang dapat dimuat dalam daftar kumulatif terbuka adalah rancangan perda:
a. akibat putusan Mahkamah Agung; danb. APBD
2.1.3 Perencanaan Penyusunan Rancangan Perda Di Luar Propemperda
Dalam keadaan tertentu, penyusunan Rancangan Perda di luar daftar Propemperda dapat dilakukan dengan alasan sebagai berikut:
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK22
a. Mengatasi keadaan luar biasa, keadaan konflik atau bencana alam;b. Menindaklanjuti kerja sama dengan pihak lain;c. Mengatasi keadaan tertentu lainnya yang memastikan adanya urgensi atas suatu
Rancangan Perda yang disetujui bersama oleh alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani bidang pembentukan Perda dan unit yang menangani bidang hukum pada Pemerintah Daerah;
d. Akibat pembatalan oleh Menteri Dalam Negeri untuk Perda Provinsi dan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk Perda Kabupaten/Kota; dan
e. Perintah dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi setelah Propemperda ditetapkan.
2.2 PENYUSUNAN
Tahap Penyusunan Rancangan Perda merupakan tahap penyiapan sebelum sebuah Rancangan Perda dibahas bersama antara DPRD dan Pemerintah Daerah. Penyusunan ini dilakukan berdasarkan daftar Rancangan Perda pada Propemperda dan usulannya dapat berasal dari eksekutif maupun legislatif. Secara umum, untuk menyusun sebuah Rancangan Perda, pertama-tama diawali oleh penyusunan naskah akademik. Dari naskah akademik inilah, suatu Rancangan Perda nantinya akan dirumuskan.
2.2.1 Penyusunan Naskah Akademik
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, naskah akademik merupakan dokumen yang harus disertakan dalam pengajuan Rancangan Perda dan menjadi pedoman dalam penyusunan Rancangan Perda. Naskah akademik paling sedikit memuat pokok pikiran dan materi muatan yang akan diatur dalam perda.
Untuk penyusunan Rancangan Perda yang diusulkan oleh pihak eksekutif, naskah akademik disusun/disiapkan oleh pimpinan perangkat daerah (pemrakarsa) dengan mengikutsertakan perangkat daerah yang membidangi masalah hukum. Sedangkan untuk Rancangan Perda yang disulkan oleh legislatif, penyusunan naskah akademiknya dikoordinasikan oleh Bapemperda.
Dalam melakukan penyusunan naskah akademik di lingkungan Pemerintah Daerah, pemrakarsa dapat mengikutsertakan instansi vertikal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan pihak ketiga yang memiliki keahlian sesuai dengan Perda yang akan disusun. Setelah itu, perangkat daerah yang membidangi hukum melakukan penyelarasan naskah akademik Rancangan perda terhadap sistematika dan materi muatan. Penyelarasan dilaksanakan dalam rapat penyelarasan dengan mengikutsertakan pemangku kepentingan. Perangkat daerah yang membidangi hukum melalui sekretaris daerah menyampaikan kembali naskah akademik rancangan perda yang telah dilakukan penyelarasan kepada perangkat daerah disertai dengan penjelasan hasil penyelarasan. Naskah akademik yang sudah diselaraskan ini yang kemudian menjadi pedoman dalam penyusunan Rancangan Perda.
23
NASKAH AKADEMIK DARI KDH
MengikutkanOPD Bidang
Hukum
Dapatmelibatkan
InstansiVertikal danPihak ke-3
Dirumuskan olehanggota, komisi,
gabungan komisi atauBapemperda
dikoordinasikan olehBapemperda
Pemrakarsa menyusunNaskah Akademik
OPD Bidang Hukummelalukan Penyelarasan
OPD Bidang Hukummenyerahkan hasil
penyelarasan kepadaPemrakarsa
melalui Sekda
NASKAH AKADEMIKhasil penyelarasan
NASKAH AKADEMIKDARI DPRD
Gambar 2.3. Alur Penyusunan Naskah Akademik
2.2.2 Penyusunan Rancangan Perda di Lingkungan Pemerintah Daerah
Untuk Penyusunan Rancangan Perda di lingkungan pemerintah daerah setelah naskah akademik disusun dan diselaraskan, secara lebih rinci adalah sebagai berikut:
1. Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah.Tahapan dalam penyusunan rancangan Peraturan Daerah adalah sebagai berikut:
- Kepala daerah memerintahkan perangkat daerah pemrakarsa untuk melakukan Penyusunan Rancangan Perda berdasarkan daftar pada propemperda.
- Kepala daerah membentuk tim penyusunan Rancangan Perda melalui surat keputusan (SK) Kepala Daerah. Tim penyusun tersebut terdiri dari seorang ketua yang ditunjuk langsung oleh perangkat daerah pemrakarsa. Jika ketua tim yang ditunjuk bukanlah pimpinan perangkat daerah pemrakarsa sendiri, maka pimpinan perangkat daerah pemrakarsa tersebut tetap bertanggungjawab terhadap materi muatan dalam Rancangan Perda yang disusun. Keanggotaan tim penyusun terdiri dari:
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK24
» kepala daerah; » sekretaris daerah; » perangkat daerah pemrakarsa; » perangkat daerah yang membidangi hukum; » perangkat daerah terkait lainnya; dan » perancang peraturan perundang-undangan.
- Dalam melaksanakan tugasnya, ketua tim penyusun memberikan laporan kepada sekretaris daerah mengenai perkembangan dan permasalahan dalam penyusunan Rancangan Perda untuk mendapatkan arahan atau keputusan.
- Rancangan Perda yang telah disusun pada langkah sebelumnya kemudian diberikan paraf bersama oleh ketua tim dan perangkat daerah pemrakarsa.
- Selanjutnya, ketua tim penyusun menyampaikan hasil Rancangan Perda yang telah disusun kepada kepala daerah melalui sekretaris daerah untuk selanjutnya dilakukan harmonisasi, pembulatan dan pemantapan konsepsi.
2. Harmonisasi, pembulatan dan pemantapan konsepsi.Tahapan kegiatan harmonisasi, pembulatan dan pemantapan konsepsi adalah sebagai berikut:- Sekretaris daerah menugaskan kepada perangkat darah yang membidangi hukum
untuk mengkoordinasikan kegiatan harmonisasi, pembulatan dan pemantapan konsepsi.
- Dalam koordinasi oleh perangkat daerah yang membidangi hukum, rapat/pembahasan dilakukan untuk harmonisasi, pembulatan dan pemantapan konsepsi Rancangan Perda.
- Rancangan Perda hasil pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi kemudian disampaikan oleh Sekretaris Daerah kepada perangkat daerah pemrakarsa dan pimpinan perangkat daerah lainnya (yang tergabung di Tim Penyusun) untuk mendapatkan paraf persetujuan pada setiap halaman Rancangan Perda.
- Sekretaris daerah menyampaikan Rancangan Perda yang telah diparaf pada tahap sebelumnya kepada kepala daerah untuk mendapatkan paraf persetujuan sebagai konsep akhir Rancangan Perda.
- Sebelum konsep akhir rancangan perda disampaikan oleh kepala daerah ke DPRD untuk pembahasan, ketua tim penyusun harus memaparkan konsep akhir Rancangan Perda tersebut kepada Kepala Daerah.
25
KDH
MemerintahkanOPD Pemrakarsa
menyusunRaperda
PembentukanTim Penyusun
PenyusunanRaperda
Raperda Awal
Oleh Ketua Tim danOPD Pemrakarsa
PembubuhanParaf Persetujuan
Sekda
Laporan
Penyerahan
Bertanggungjawab
Dapatmelibatkan
Instansi Vertikal
Harmonisasi,Pembulatan dan
Pemantapan Konsepsi
RAPERDA hasilHarmonisasi
Pembubuhan ParafPersetujuan
Dikoordinasikanoleh OPD Bidang
Hukum
Oleh OPD Pemrakarsa,Pimpinan OPD Terkait
dan KDH
Paparan Reperda olehKetua Tim kepada KDH
Dapat melibatkan InstansiVertikal dan/atau Akademisi
sebagai anggota
Gambar 2.4. Alur Penyusunan Rancangan Perda di Lingkungan Pemerintah Daerah
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK26
2.2.3 Penyusunan Rancangan Perda di Lingkungan DPRD
Untuk penyusunan Rancangan Perda di lingkungan DPRD, beberapa hal yang diatur sebagai berikut:
1. Rancangan Perda dapat diajukan oleh anggota DPRD, komisi, gabungan komisi, atau Bapemperda berdasarkan daftar pada Propemperda. Rancangan tersebut disampaikan secara tertulis kepada pimpinan DPRD disertai dengan penjelasan atau keterangan dan/atau naskah akademik.
2. Sekretariat DPRD memberikan nomor pokok kepada Rancangan Perda yang disampaikan.3. Dalam hal Rancangan Perda disertai penjelasan atau keterangan, maka di dalamnya
memuat:a. Pokok pikiran dan materi muatan yang diaturb. Daftar nama; dan c. Tanda tangan pengusul
4. Dalam hal Rancangan Perda disertai naskah akademik, maka naskah akademik tersebut harus telah terlebih dahulu melalui pengkajian dan penyelarasan, serta memuat:a. Latar belakang dan tujuan penyusunan;b. Sasaran yang ingin diwujudkan;c. Pokok pikiran, ruang lingkup, atau objek yang akan diatur; dand. Jangkauan dan arah pengaturan
5. Pimpinan DPRD menyampaikan Rancangan Perda kepada Bapemperda untuk dilakukan pengkajian dalam rangka pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Perda.
6. Hasil pengkajian rancangan perda kemudian disampaikan oleh Bapemperda kepada pimpinan DPRD untuk selanjutnya dibahas dalam rapat paripurna DPRD. Sebelum dilakukan pembahasan di rapat paripurna, pimpinan DPRD harus menyampaikan hasil pengkajian tersebut kepada anggota DPRD paling lama 7 (tujuh) hari sebelumnya.
7. Mekanisme rapat paripurna DPRD tersebut adalah sebagai berikut:a. Pengusul memberikan penjelasan;b. Fraksi dan anggota DPRD lainnya memberikan pandangan; danc. Pengusul memberikan jawaban atas pandangan fraksi dan anggota DPRD lainnya.
8. Rapat paripurna DPRD tersebut kemudian memutuskan usulan Rancangan Perda. Putusan yang dihasilkan dapat berupa:- Persetujuan;- Persetujuan dengan pengubahan; atau- Penolakan.
9. Apabila keputusan diatas berupa persetujuan dengan pengubahan, maka pimpinan DPRD menugaskan komisi, gabungan komisi, Bapemperda atau panitia khusus untuk melakukan penyempurnaan.
10. Setelah penyempurnaan dilakukan, maka hasilnya disampaikan kembali kepada pimpinan DPRD.
27
2.3 PEMBAHASAN
Rancangan perda yang telah disusun pada tahap penyusunan selanjutnya dibahas oleh DPRD dan pemerintah daerah untuk mendapatkan persetujuan bersama. Pembahasan rancangan perda yang berasal dari kepala daerah disampaikan melalui surat pengantar kepala daerah kepada pimpinan DPRD. Sedangkan pembahasan rancangan perda yang disusun oleh DPRD disampaikan melalui surat pengantar pimpinan DPRD kepada kepala daerah. Surat pengantar tersebut paling sedikit berisikan latar belakang dan tujuan dari penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan, dan materi pokok yang diatur yang menggambarkan keseluruhan substansi rancangan perda. Untuk rancangan perda yang disusun berdasarkan naskah akademik, maka pada surat pengantar penyampaian rancangan perda juga disertakan naskah akademik. Apabila dalam satu masa sidang, DPRD dan kepala daerah menyampaikan rancangan perda dengan materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan perda yang berasal dari DPRD dengan menggunakan rancangan perda dari kepala daerah sebagai sandingan.Dalam melakukan pembahasan, kepala daerah membentuk tim pembahasan yang diketuai oleh sekretaris daerah atau pejabat yang ditunjuk. Ketua tim bertugas untuk melaporkan setiap perkembangan dan/atau permasalahan dalam pembahasan yang dilakukan kepada kepala daerah,untuk mendapatkan arahan dan keputusan.
Pembahasan rancangan perda antara DPRD dan pemerintah daerah dilakukan melalui 2 (dua) tingkat pembicaraan, yaitu pembicaraan tingkat I dan pembicaraan tingkat II. Urutan kegiatan pembahasan adalah sebagai berikut:
1. Pembicaraan tingkat I
Untuk Rancangan Perda yang berasal dari eksekutif maka urutan kegiatannya adalah sebagai berikut:a. Penjelasan kepala daerah dalam rapat paripurna mengenai Rancangan Perda; b. Pemandangan umum fraksi terhadap Rancangan Perda; danc. Tanggapan dan/atau jawaban kepala daerah terhadap pemandangan umum fraksi.d. Pembahasan dalam rapat komisi, gabungan komisi, atau panitia khusus yang dilakukan
bersama dengan kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk untuk mewakilinya
Untuk Rancangan Perda berasal dari legislatif maka urutan kegiatannya adalah sebagai berikut:a. Penjelasan pimpinan komisi, pimpinan gabungan komisi, pimpinan Bapemperda,
atau pimpinan panitia khusus dalam rapat paripurna mengenai Rancangan Perda; b. Pendapat kepala daerah terhadap Rancangan Perda; danc. Tanggapan dan/atau jawaban fraksi terhadap pendapat kepala daerah.d. Pembahasan dalam rapat komisi, gabungan komisi, atau panitia khusus yang dilakukan
bersama dengan kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk untuk mewakilinya
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK28
2. Pembicaraan tingkat II, meliputi:
a. Pengambilan keputusan dalam rapat paripurna yang didahului dengan: 1) penyampaian laporan pimpinan komisi/pimpinan gabungan komisi/ pimpinan
panitia khusus yang berisi pendapat fraksi dan hasil pembahasan; dan 2) Permintaan persetujuan dari anggota secara lisan oleh pimpinan rapat paripurna.
b. Pendapat akhir kepala daerah.
Rancangan Perda apabila disetujui bersama oleh DPRD dan kepala daerah, selanjutnya disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada kepala daerah untuk ditetapkan menjadi Perda. Dalam hal persetujuan tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk mufakat, keputusan diambil berdasarkan suara terbanyak. Apabila Rancangan Perda tidak mendapat persetujuan bersama antara DPRD dan kepala daerah, maka Rancangan Perda tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPRD masa itu.
Rancangan Perda dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh DPRD dan kepala daerah. Penarikan kembali Rancangan Perda oleh kepala daerah, disampaikan dengan surat kepala daerah disertai dengan alasan penarikan. Begitu pula apabila DPRD ingin melakukan penarikan kembali Rancangan Perda, maka dilakukan dengan keputusan pimpinan DPRD disertai juga dengan alasan penarikan. Rancangan Perda yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama DPRD dan kepala daerah. Penarikan kembali Rancangan Perda hanya dapat dilakukan dalam rapat paripurna DPRD yang dihadiri oleh kepala daerah. Rancangan Perda yang ditarik kembali tidak dapat diajukan lagi pada masa sidang yang sama.
29
Pembicaraan Tingkat 1
PembentukanTim Pembahas
Pembicaraan Tingkat 2
Dalam hal Ranperda berasaldari Kepala Daerah
Dalam hal Ranperda berasaldari DPRD
Penjelasan Kepala Daerah Penjelasan Pimpinan Komisi,Gabungan Komisi,
Balegda atau Panitia Khusus
Pembahasan bersama denganKepala Daerah atau
Pejabat yang mewakili
Persetujuan Bersama DPRDdan Kepala Daerah
Penyampaian Laporan Pimpinan Komisi,Gabungan Komisi, Balegda atau
Panitia Khusus
Permintaan Persetujuan dariAnggota Secara Lisan
Pendapat Akhir Kepala Daerah
Pemandangan Umum FraksiPendapat Kepala Daerah
Tanggapan FraksiTanggapan Kepala Daerah
Penyampaian SuratPengantar kepada
Pimpinan DPRD
PembahasanBersama DPRD
dan KDH
KDH
Gambar 2.5. Alur Pembahasan Rancangan Perda
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK30
2.4 PENETAPAN
2.4.1 Pemberian Nomor Register
Setelah ada persetujuan bersama antara DPRD dan kepala daerah terkait Rancangan Perda yang dibahas bersama, tahap selanjutnya adalah pengesahan atau penetapan Rancangan Perda. Namun demikian, sebelum Rancangan Perda ditetapkan menjadi suatu Perda, kepala daerah kabupaten/kota wajib untuk menyampaikan Rancangan Perda kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak menerima Rancangan Perda dari pimpinan DPRD untuk mendapatkan nomor register (noreg) Perda. Setelah itu, noreg Rancangan Perda akan diberikan oleh gubernur paling lama 7 (tujuh) hari sejak Rancangan Perda tersebut diterima.
2.4.2 Penandatanganan
Rancangan Perda yang telah mendapatkan noreg kemudian disahkan oleh kepala daerah dengan cara membubuhkan tanda tangan pada naskah Rancangan Perda. Penandatanganan ini harus dilakukan oleh kepala daerah dalam jangka waktu maksimal 30 hari terhitung sejak tanggal Rancangan Perda tersebut disetujui bersama oleh DPRD dan kepala daerah. Jika kepala daerah tidak menandatangani Rancangan Perda tersebut sesuai waktu yang ditetapkan, maka Rancangan Perda tersebut otomatis menjadi Perda dan wajib untuk diundangkan ke dalam lembaran daerah.
Penandatanganan dapat dilakukan oleh pelaksana tugas, pelaksana harian atau pejabat kepala daerah jika kepala daerah berhalangan sementara atau tetap. Penandatanganan tersebut dibuat 4 (empat) rangkap, kemudian naskah aslinya didokumentasikan oleh: (1) DPRD; (2) sekretaris daerah; (3) perangkat daerah yang membidangi hukum; dan (4) perangkat daerah pemrakarsa.
2.4.3 Penomoran
Penomoran Perda Kabupaten/Kota dilakukan oleh perangkat daerah yang membidangi urusan hukum (dalam hal ini kepala bagian hukum). Penomoran untuk perda menggunakan nomor bulat.2.5 PENGUNDANGAN
Pengundangan merupakan pemberitahuan secara formal suatu Perda sehingga mempunyai daya ikat pada masyarakat.Perda yang telah ditetapkan, diundangkan dalam lembaran daerah, sedangkan penjelasan Perda dimuat dalam Tambahan Lembaran Daerah dan ditetapkan bersamaan dengan pengundangan Perda. Setelah Perda diundangkan maka secara hukum Perda tersebut mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan kecuali ditentukan lain di dalam Perda tersebut.
Perda diundangkan oleh sekretaris daerah dan disampaikan kepada Gubernur (atau ke Menteri Dalam Negeri untuk Perda Provinsi). Apabila sekretaris daerah berhalangan, maka pengundangan Perda dilakukan oleh pelaksana tugas atau pelaksana harian sekretaris daerah. Selanjutnya Perda dimuat dalam Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum.
31
AUTENTIFIKASI
Autentifikasi adalah salinan produk hukum daerah sesuai dengan aslinya. Setiap Perda yang sudah ditandatangani dan diberikan penomoran selanjutnya harus dilakukan autentifikasi. Autentifikasi Perda kabupaten/kota dilakukan oleh kepala bagian hukum kabupaten/kota.
2.6 PENYEBARLUASAN
Secara prinsip, penyebarluasan dilakukan semenjak tahapan Penyusunan Propemperda, Penyusunan Rancangan Perda, Penyusunan Naskah Akademik dan Pembahasan Rancangan Perda. Penyebarluasan bertujuan untuk dapat memberikan informasi dan memperoleh masukan masyarakat dan para pemangku kepentingan mengenai rancangan perda yang disusun.
Untuk penyebarluasan pada tahapan Penyusunan Propemperda, pelaksanaannya dilakukan bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD yang dikoordinasikan oleh Bapemperda. Penyebarluasan pada tahapan Penyusunan Naskah Akademik dan Penyusunan Rancangan Perda yang berasal dari inisiatif legislatif, dilaksanakan oleh alat kelengkapan DPRD, sedangkan untuk yang berasal dari inisiatif eksekutif dilaksanakan oleh sekretaris daerah bersama dengan perangkat daerah pemrakarsa.
Bagi perda yang telah diundangkan maka penyebarluasan dilakukan bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD. Naskah Perda yang disebarluaskan tersebut harus merupakan salinan naskah Perda yang telah diautentifikasi dan diundangkan dalam Lembaran Daerah dan Tambahan Lembaran Daerah. Secara khusus, kepala daerah memiliki kewajiban untuk menyebarluaskan Perda yang telah diundangkan, bagi yang tidak melakukan, terdapat sanksi secara administratif berupa teguran tertulis.
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK32
33
3.1 UMUM
Pengertian naskah akademik menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu rancangan undang-undang, rancangan peraturan daerah provinsi, atau rancangan peraturan daerah kabupaten/kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat. Atas dasar pengertian tersebut, naskah akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik, adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap masalah persampahan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan air limbah domestik dalam rancangan peraturan daerah sebagai solusi terhadap permasalahan persampahan dan dasar hukum baik bagi pemerintah daerah maupun masyarakat.
Secara umum naskah akademik rancangan perda tentang pengelolaan air limbah domestik memuat gagasan pengaturan atau materi muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik yang telah ditinjau secara sistemik-holistik-futuristik dari berbagai aspek ilmu yang terkait dilengkapi dengan referensi yang memuat urgensi, konsepsi, landasan, atas hukum dan prinsip-prinsip yang digunakan serta pemikiran tentang norma yang akan dituangkan ke dalam bentuk pasal-pasal dengan mengajukan beberapa alternatif, yang disajikan dalam bentuk uraian yang sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmu hukum dan bidang ilmu yang terkait dengan air limbah domestik.
3.2 SISTEMATIKA
Untuk memudahkan dalam penyusunan Naskah Akademik, negara melalui UU No. 12 Tahun 2011 memberikan pedoman Penyusunan Naskah Akademik dengan sistematika sebagai berikut:
JUDULKATA PENGANTAR DAFTAR ISIBAB I PENDAHULUANBAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRISBAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN
TERKAITBAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
PENYUSUNAN NASKAHAKADEMIKBAB 3
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK34
BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG, PERATURAN DAERAH PROVINSI, ATAU PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA
BAB VI PENUTUPDAFTAR PUSTAKALAMPIRAN RANCANGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Uraian singkat setiap bagian diatas yang telah disesuaikan untuk naskah akademik rancangan perda tentang pengelolaan air limbah domestik adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Memuat latar belakang, sasaran yang akan diwujudkan, identifikasi masalah, tujuan dan kegunaan, serta metode yang digunakan.
A. Latar Belakang Latar belakang memuat pemikiran dan alasan-alasan perlunya penyusunan Naskah Akademik sebagai acuan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik. Latar belakang tersebut menjelaskan mengapa pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik memerlukan suatu kajian yang mendalam dan komprehensif mengenai teori atau pemikiran ilmiah yang berkaitan dengan materi muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik. Pemikiran ilmiah tersebut mengarah kepada penyusunan argumentasi filosofis, sosiologis serta yuridis guna mendukung perlu atau tidak perlunya penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik.
B. Identifikasi MasalahIdentifikasi masalah memuat rumusan mengenai masalah apa yang akan ditemukan dan diuraikan dalam Naskah Akademik tersebut. Pada dasarnya identifikasi masalah dalam suatu Naskah Akademik mencakup 4 (empat) pokok masalah, yaitu sebagai berikut:
1. Permasalahan apa yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam pengelolaan air limbah domestik serta bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi?Permasalahan tersebut antara lain:a. Bagaimana penyelenggaraan pengelolaan air limbah domestik
dilakukan saat ini?b. Apakah sudah ada regulasi yang khusus mengatur tentang
pengelolaan air limbah domestik? c. Apakah prasarana dan sarana sistem pengelolaan air limbah
domestik yang ada sudah tersedia dan terselenggara sesuai peraturan perundang-undangan?
d. Apakah pengelola prasarana dan sarana sudah tersedia dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan?
35
e. Apakah keuangan daerah dan ekonomi masyarakat mampu membiayai penyelenggaraan pengelolaan air limbah domestik?
f. Bagaimana peran masyarakat dalam penyelenggaraan pengelolaan air limbah domestik?
2. Mengapa perlu Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik sebagai dasar pemecahan masalah tersebut, yang berarti membenarkan pelibatan daerah dalam penyelesaian masalah air limbah domestik tersebut?
3. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik?
4. Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik?
C. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, tujuan penyusunan Naskah Akademik dirumuskan sebagai berikut: 1. Merumuskan permasalahan yang dihadapi Pemerintah Daerah,
masyarakat dan pelaku usaha dalam pengelolaan air limbah domestik serta cara-cara mengatasi permasalahan tersebut.
2. Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik, sebagai dasar hukum penyelesaian atau solusi permasalahan dalam pengelolaan air limbah domestik.
3. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis pembentukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik.
4. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik.
Kegunaan penyusunan Naskah Akademik yaitu sebagai acuan atau referensi dalam penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik.
D. Metode Penyusunan Naskah Akademik pada dasarnya merupakan suatu kegiatan penelitian, sehingga digunakan metode penyusunan Naskah Akademik yang berbasiskan metode penelitian hukum atau penelitian lain. Penelitian hukum dapat dilakukan melalui metode yuridis normatif dan metode yuridis empiris (dikenal juga dengan penelitian sosiolegal).
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK36
Metode yuridis normatif dilakukan melalui studi pustaka yang menelaah (terutama) data sekunder yang berupa peraturan perundang-undangan atau dokumen hukum lainnya, serta hasil penelitian, hasil pengkajian, dan referensi lainnya. Metode yuridis normatif dapat dilengkapi dengan wawancara, diskusi (focus group discussion), dan rapat dengar pendapat.
Metode yuridis empiris atau sosiolegal adalah penelitian yang diawali dengan penelitian normatif atau penelaahan terhadap Peraturan Perundang-undangan (normatif ) yang dilanjutkan dengan observasi yang mendalam serta penyebarluasan kuesioner untuk mendapatkan data faktor nonhukum yang terkait dan yang berpengaruh terhadap peraturan perudang-undangan yang diteliti.
Pada naskah akademik Rancangan Perda tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik, sub bab Metode sebaiknya memuat:
1. MetodologiMetodologi adalah seperangkat langkah dan cara sistematis yang dikembangkan dan dilaksanakan untuk mewujudkan tujuan dan target/hasil keluaran kegiatan. Metodologi menggambarkan alur pikir penyusunan naskah akademik yang menunjukkan adanya hubungan antara rumusan masalah, pengumpulan data, analisis data dan sasaran akhir tersusunnya Rancangan Perda tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik di daerah kajian.
2. Jenis Penelitian yang DigunakanJenis penelitian yang akan digunakan perlu disebutkan dengan pasti, apakah akan menggunakan metode yuridis normatif atau metode yuridis empiris.
3. Teknik Pengumpulan DataPengumpulan data dalam penyusunan Naskah Akademik Rancangan Perda tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik dilakukan dengan pendekatan-pendekatan sebagai berikut :a. Studi literatur;b. Survei lapangan; danc. Observasi.
Studi literatur dilakukan terhadap referensi-referensi bahan hukum, teknis, kelembagaan, dan lain-lain.
37
Studi Literatur referensi bahan hukum, diambil dari bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Bahan hukum primer, terdiri dari peraturan perundang-undangan yang terkait langsung dengan masalah pembentukan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik, di tingkat Pusat dan Daerah. Bahan hukum sekunder, berupa literatur-literatur ilmu hukum, hasil penelitian, literatur dan dokumen resmi lainnya yang terkait dengan masalah yang diteliti. Bahan hukum tersier, ialah kamus hukum, kamus bahasa dan kamus teknik yang dapat memperjelas istilah-istilah yang digunakan dalam penulisan naskah akademik ini.
Studi literatur referensi bahan teknis, kelembagaan dan lain-lain antara lain:
a. Teori-teori tentang pengelolaan air limbah domestik yang mendukung.
b. Dokumen perencanaan (Master Plan, Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota daerah Kajian, Buku Putih Sanitasi, Memorandum Program Sanitasi, Studi EHRA, dll)
c. Teori-teori tentang Kelembagaan.
Metoda Survei dan Observasi adalah berbeda dilihat dari interaksi yang dilakukan peneliti dengan obyek yang diteliti. Metoda Survei ialah metoda pengumpulan data penelitian yang berdasarkan pada komunikasi antara peneliti dengan responden (obyek yang diteliti). Data yang dikumpulkan berupa opini, sikap, pengalaman, atau karakteristik obyek yang diteliti secara individual atau kelompok. Metoda Observasi yakni proses pencatatan pola perilaku orang, obyek benda, atau kejadian sistematik tanpa adanya pertanyaan atau komunikasi antara peneliti dengan obyek penelitian9.1
9 Indriantoro, N., & Supomo, B. (1999). Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Yogyakarta: BPFE
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK38
Dalam penyusunan naskah akademik, observasi lapangan dilakukan terhadap objek penelitian yang dianggap penting/terkait atau wilayah yang dianggap memiliki resiko air limbah domestik berdasarkan studi EHRA/persepsi dari perangkat daerah terkait, meliputi kondisi eksisting pengelolaan air limbah domestik, perilaku dan peran masyarakat dalam pengelolaan air limbah domestik, kelembagaan, kondisi ekonomi, sosial dan budaya masyarakat daerah kajian.
4. Teknik Analisis DataTeknik Analisis Data dilakukan dengan metode deskriptif yuridis dan kualitatif, melalui proses interpretasi, penalaran konseptual dan kontekstualitasnya dengan masalah yang dikaji.
Hasil survei lapangan dan observasi disandingkan dengan hasil desk study, teori ,peraturan dan kebijakan-kebijakan yang kemudian dirumuskan untuk menjawab segala permasalahan yang dihadapi dalam hal pengelolaan air limbah domestik dalam kehidupan masyarakat di daerah kajian yang akhirnya dapat disimpulkan untuk menjawab segala permasalahan dengan sasaran akhir adalah muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik yang akan dibentuk.
BAB II KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
Memuat uraian mengenai materi yang bersifat teoretis, asas, praktik, perkembangan pemikiran, serta implikasi sosial, politik, dan ekonomi, keuangan daerah dari pengaturan dalam suatu Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik. Bab ini dapat diuraikan dalam beberapa sub bab berikut:
A. Kajian TeoritisKajian teoritis terdiri dari teori-teori yang mendukung dan dapat menjadi pisau analisis dalam evaluasi dan analisis permasalahan yang ada. Teori-teori ini antara lain:
1. Teori-teori terkait aspek hukum:Teori-teori hukum sekurang-kurangnya tentang :»» Kedudukan Peraturan Daerah dalam Hierarkhi peraturan perundang-
undangan; »» Fungsi Peraturan Daerah;»» Asas-asas hukum kaitannya dalam evaluasi dan analisis peraturan
perundang-undangan (asas hierarkhi perundang-undangan, Lex specialis derogate legi generalis, dan lex posteriori derogate legi apriori);
»» Kewenangan pembentukan peraturan perundang-undangan.
39
2. Teori-teori terkait pengelolaan air limbah domestik antara lain:»» Pengertian, jenis, karakteristik dan klasifikasi air limbah domestik;»» Dampak dari air limbah domestik;»» Konsep penyelenggaraan pengelolaan air limbah domestik (sistem
setempat dan sistem terpusat);»» Aspek pengelolaan air limbah domestik (teknis, kelembagaan,
pembiayaan, peran serta masyarakat, dll)
B. Kajian terhadap asas/prinsip yang terkait dengan penyusunan norma. Analisis terhadap penentuan asas-asas ini juga memperhatikan berbagai aspek bidang kehidupan terkait dengan peraturan perundang-undangan yang akan dibuat, yang berasal dari hasil penelitian.
Asas/prinsip yang terkait dengan pembentukan Perda adalah :1. Prinsip-prinsip dasar dalam penyusunan perda;2. Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan;3. Asas-asas materi muatan peraturan perundang-undangan.
C. Kajian terhadap praktik penyelenggaraan pengelolaan air limbah domestik saat ini dan akan datang serta permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat.
Sub bab ini menguraikan dan menggambarkan hasil survei lapangan dan observasi tentang praktik penyelenggaraan, kondisi yang ada serta permasalahan yang dihadapi masyarakat daerah kajian, terkait penyelenggaraan pengelolaan air limbah domestik.
Hasil survey lapangan, observasi, kondisi dan permasalahan yang diuraikan dalam sub bab ini, sekurang-kurangnya memuat kajian tentang hal-hal berikut ini:1. Kondisi geografis, kependudukan, ekonomi, sosial budaya dan kearifan
lokal;2. Kebijakan dan strategi pengelolaan air limbah domestik;3. Kondisi eksisting pengelolaan air limbah domestik yang ada;4. Jumlah dan kondisi sarana dan prasarana yang tersedia (IPLT, IPAL, MCK,
dll);5. Lembaga Pengelola yang ada (pemerintah dan masyarakat);6. Pembiayaan/data-data keuangan (retribusi, APBD, dll)
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK40
D. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang akan diatur dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik terhadap aspek penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan kehidupan masyarakat dan dampaknya terhadap aspek beban keuangan daerah dan masyarakat.Dalam sub bab ini sekurang-kurangnya menguraikan hasil kajian dan analisis tentang bagaimana implikasi terhadap kehidupan masyarakat dan beban keuangan daerah ketika kondisi ideal menurut teori-teori dan asas-asas pembentukan norma diterapkan untuk mengatasi permasalahan yang ada pada sub bab sebelumnya.
Hasil kajian dan analisis yang diuraikan dalam sub bab ini sekurang-kurangnya mengenai:
1. dampak terhadap kehidupan masyarakat dan beban keuangan daerah dalam pemenuhan prasarana dan sarana air limbah domestik sesuai kondisi ideal menurut teori.
2. dampak terhadap kehidupan masyarakat dan beban keuangan daerah dalam pemenuhan lembaga pengelola prasarana dan sarana air limbah domestik sesuai kondisi ideal menurut teori.
3. dampak terhadap kehidupan masyarakat dan beban keuangan daerah dalam pemenuhan pengaturan pelaksanaan (perkada) dari perda yang diterapkan.
4. dampak terhadap kehidupan masyarakat dan beban keuangan daerah dalam pemenuhan wadah pelibatan peran serta masyarakat.
5. bagaimana agar sistem baru yang akan diterapkan terhadap kearifan lokal daerah kajian yang berkembang di masyarakat yang perlu diperhitungkan atau dijaga dan dihormati, agar sistem baru yang akan diterapkan bisa sejalan dengan hal ini.
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
Bab ini memuat hasil kajian terhadap peraturan perundang-undangan terkait yang memuat kondisi hukum yang ada, keterkaitan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik dengan peraturan perundang-undangan lain, harmonisasi secara vertikal dan horizontal, serta status dari peraturan perundang-undangan yang ada, termasuk peraturan perundang-undangan yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku serta peraturan perundang-undangan yang masih tetap berlaku karena tidak bertentangan dengan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik. Kajian tersebut diatas dimaksudkan untuk mengetahui kondisi hukum atau peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai substansi atau materi yang akan diatur. Dalam kajian ini akan diketahui posisi dari rancangan perda tentang pengelolaan air limbah domestik yang sedang disusun. Kajian ini dapat menggambarkan tingkat sinkronisasi, harmonisasi peraturan perundang-undangan yang ada, serta posisi rancangan perda untuk menghindari terjadinya
41
tumpang tindih pengaturan. Hasil dari penjelasan atau uraian ini menjadi bahan bagi penyusunan landasan filosofis dan yuridis dari pembentukan rancangan perda. Proses evaluasi dan analisis peraturan perundang-undangan yang terkait dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Inventarisasi dan identifikasi peraturan perundangan-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan air limbah domestik, baik yang secara vertikal maupun horisontal.
2. Inventarisasi perintah/amanat materi muatan yang perlu diatur dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang, terkait pengelolaan air limbah domestik.
3. Harmonisasi, dan sinkronisasi peraturan perundang-undangan yang terkait objek pengaturan dan lainnya baik secara horisontal maupun vertikal (misalnya tentang penyelenggaraan pemerintahan, ketataruangan, bangunan gedung, keuangan daerah, kelembagaan, bentuk pelibatan masyarakat), untuk menghindari tumpang tindih dan/atau pertentangan pengaturan.
4. 6Hasil kajian tersebut secara garis besar akan menjadi kelanjutan dari isi pada Bab IV (terutama pada landasan yuridis) dan akan menjadi acuan dalam menentukan materi muatan yang akan diatur dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik.
BAB IV LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS
1. Landasan FilosofisLandasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Landasan filosofis dapat mengacu pada Alinea IV Pembukaan UUD 1945, yang berbunyi :
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,…..”.
Artinya secara filosofis pengelolaan air limbah domestik adalah untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam melindungi rakyat serta berhak untuk hidup sejahtera dan mendapat lingkungan hidup yang baik.
2. Landasan SosiologisLandasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK42
dalam berbagai aspek antara lain aspek kesehatan dan lingkungan hidup. Landasan sosiologis tersebut sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah air limbah domestik saat ini dan kebutuhan atau keinginan masyarakat dan Pemerintah Daerah di masa mendatang.
3. Landasan YuridisLandasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan air limbah domestik atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur mengenai pengelolaan air limbah domestik sehingga perlu dibentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, peraturan sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada.
BAB V JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN PERATURAN DAERAH
Naskah Akademik pada akhirnya berfungsi mengarahkan ruang lingkup materi muatan yang akan diatur dan subjek hukum yang akan dijangkau dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik. Dalam Bab ini, sebelum menguraikan ruang lingkup materi muatan, dirumuskan sasaran yang akan diwujudkan, arah dan jangkauan pengaturan. Materi didasarkan pada ulasan yang telah dikemukakan dalam bab sebelumnya. Selanjutnya mengenai ruang lingkup materi muatan pada dasarnya mencakup: A. ketentuan umum memuat rumusan akademik mengenai pengertian istilah,
dan frasa; B. materi yang akan diatur; C. ketentuan sanksi; dan D. ketentuan peralihan.Jangkauan pengaturan terkait dengan subjek hukum yang akan diatur dalam sebuah Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik adalah:
1. Pemerintah daerah;2. Lembaga Pengelola (Operator);3. Pelaku usaha;4. Pengelola kawasan;5. Masyarakat;6. Penyidik;7. Penegak Hukum; dan8. Subyek hukum lainnya bila ada sesuai dengan kebutuhan daerah kajian
masing-masing.
43
Materi muatan rancangan peraturan daerah tentang pengelolaan air limbah domestik dapat memuat:
1. Tujuan dan sasaran;2. Tugas, wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah;3. Hak dan kewajiban;4. Perizinan;5. Penyelenggaraan pengelolaan air limbah domestik6. Pembiayaan;7. Peran masyarakat;8. Kelembagaan;9. Kerjasama dan kemitraan;10. Pembinaan dan pengawasan11. Insentif dan disinsentif;12. Larangan;13. Retribusi;14. Ketentuan sanksi; dan 15. Ketentuan peralihan;16. Lainnya sesuai kebutuhan.
BAB VI PENUTUP
Bab penutup terdiri atas sub bab simpulan dan saran. A. Simpulan
Simpulan memuat rangkuman pokok pikiran yang berkaitan dengan praktik penyelenggaraan, pokok elaborasi teori, dan asas yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya.
B. Saran Saran memuat antara lain:1. Perlunya pemilahan substansi Naskah Akademik dalam suatu Rancangan
Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik atau peraturan dibawahnya berupa Peraturan Bupati/Walikota.
2. Rekomendasi skala prioritas penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah (Program Legislasi Daerah.
3. Kegiatan lain yang diperlukan untuk mendukung penyempurnaan penyusunan Naskah Akademik lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar pustaka memuat buku, peraturan perundang-undangan yang menjadi bahan penyusunan Naskah Akademik.
LAMPIRAN KONSEP RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK44
3.3 TAHAPAN PENYUSUNAN
Mekanisme penyusunan naskah akademik sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Peraturan Daerah, adalah sebagai berikut:
1. Pemrakarsa menyiapkan/menyusun naskah akademik. Dalam menyusun naskah akademik ini, pemrakarsa mengikutsertakan perangkat daerah yang membidangi hukum (bagian hukum).
2. Naskah akademik yang telah disusun oleh pemrakarsa kemudian disampaikan kepada perangkat daerah yang membidangi hukum untuk dilakukan penyelarasan.
3. Penyelarasan dilakukan oleh perangkat daerah yang membidangi hukum dan diselenggarakan dalam bentuk rapat penyelarasan yang mengundang (mengikutsertakan) para pemangku kepentingan.
4. Perangkat daerah yang membidangi hukum menyampaikan naskah akademik hasil penyelarasan kepada sekretaris daerah.
5. Sekretaris daerah kemudian menyampaikan kembali naskah akademik hasil penyelarasan kepada perangkat daerah (pemrakarsa) disertai dengan penjelasan hasil penyelarasan. (Alur penyusunan naskah akademik seperti pada Gambar dibawah)
Gambar 4 Alur Penyusunan Naskah Akademik di Lingkungan Pemerintah Daerah
45
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK46
47
4.1 TEKNIK PENYUSUNAN
4.1.1 Judul Rancangan Peraturan Daerah
UU No. 12 Tahun 2011 menguraikan bahwa, Judul Rancangan Peraturan Daerah memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun pengundangan atau penetapan, dan nama Rancangan Peraturan Daerah. Nama Rancangan Peraturan Daerah dibuat secara singkat dengan hanya menggunakan 1 (satu) kata atau frasa tetapi secara esensial maknanya telah dan mencerminkan isi Rancangan Peraturan Daerah.
Pemilihan nama Rancangan Peraturan Daerah untuk urusan air limbah sangat bergantung kepada materi muatan yang akan diatur di dalamnya. Isi/muatan yang akan diatur dalam Rancangan Peraturan Daerah mengenai air limbah domestik merupakan delegasi kewenangan dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang berkaitan dengan urusan air limbah, dan muatan lainnya sesuai kebutuhan daerah dalam rangka melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan sesuai kewenangannya. Artinya dalam menetapkan judul Rancangan Peraturan Daerah ada batasan-batasan, yaitu:
1. cerminan isi yang akan diatur; dan 2. kewenangan daerah kabupaten/kota.
Kewenangan daerah kabupaten/kota untuk sub urusan air limbah menurut UU No. 23 Tahun 2014 adalah Pengelolaan dan pengembangan sistem air limbah domestik dalam Daerah kabupaten/kota. Hal ini berarti Daerah Kabupaten/Kota dalam rangka menyelenggarakan urusan pemerintahan sub urusan air limbah diberi kewenangan untuk mengatur:
a. Pengelolaan; danb. Pengembangan sistem air limbah domestik; dan
Jelas dari batasan isi dan kewenangan sebagaimana diuraikan ditas, nama/judul adalah Rancangan Peraturan Daerah dalam rangka menyelenggarakan tugas pembantuan sub urusan air limbah adalah “Pengelolaan Air Limbah Domestik. Adapun jika ingin mengatur jenis air limbah selain air limbah domestik (misal: air limbah industri) sebaiknya diatur dengan Peraturan Daerah tersendiri.
PENYUSUNAN RANCANGAN PERDA
PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIKBAB 4
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK48
Contoh Peraturan Daerah Kabupaten:
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ……..NOMOR … TAHUN …
TENTANGPENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK
Contoh Peraturan Daerah Kota:
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA ……..NOMOR … TAHUN …
TENTANGPENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK
4.1.2 Pembukaan
Pembukaan Peraturan Daerah menurut ketentuan dalam UU No. 12 Tahun 2011, terdiri atas:a. Frasa Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa
Pada pembukaan tiap jenis Rancangan Peraturan Daerah dicantumkan Frasa Dengan Rahmat Tuhan yang Maha Esa yang ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah marjin.
b. Jabatan pembentuk Rancangan Peraturan DaerahJabatan pembentuk Rancangan Peraturan Daerah ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah marjin dan diakhiri dengan tanda baca koma.Contoh jabatan pembentuk Peraturan Daerah Kabupaten:
BUPATI GUNUNG KIDUL,
Contoh jabatan pembentuk Peraturan Daerah Kota:
WALIKOTA MANADO,
c. Konsiderans MenimbangKonsiderans memuat uraian singkat mengenai pokok pikiran yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah. Pokok pikiran pada konsiderans Rancangan Peraturan Daerah menurut UU No. 12 Tahun 2011, memuat unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah yang penulisannya ditempatkan secara berurutan dari filosofis, sosiologis, dan yuridis.
Ada 2 (dua) alternatif Konsiderans Menimbang Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik, yaitu:
49
Alternatif Pertama yang memuat keseluruhan unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis sebagai berikut:
1. Unsur filosofis menggambarkan bahwa Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik dibentuk dengan mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Unsur sosiologis menggambarkan bahwa Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek.
3. Unsur yuridis menggambarkan bahwa Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.
Contoh Konsiderans Menimbang Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik memuat landasan filosofis, sosiologis, dan yuridis
Menimbang : a. bahwa lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28 H Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945;
b. bahwa dalam rangka mewujudkan lingkungan yang bebas dari air limbah domestik yang dapat menimbulkan pencemaran air dan lingkungan, maka perlu dilakukan pengelolaan air limbah domestik secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir;
c. bahwa dalam pengelolaan air limbah domestik diperlukan kepastian hukum, kejelasan tugas dan wewenang Pemerintah Daerah serta hak dan kewajiban masyarakat dan pelaku usaha sehingga pengelolaan air limbah domestik dapat berjalan secara proporsional, efektif dan efisien;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik.
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK50
Alternatif Kedua, cukup memuat satu pertimbangan yang berisi uraian ringkas mengenai perlunya melaksanakan ketentuan pasal atau beberapa pasal dari Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah yang memerintahkan pembentukan Peraturan Daerah tersebut dengan menunjuk pasal atau beberapa pasal dari Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah yang memerintahkan pembentukannya.
Mengingat saat ini belum ada Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah yang memerintahkan secara langsung pembentukan Peraturan Daerah untuk pengelolaan air limbah domestik, maka alternatif pertama dapat digunakan sebagai dasar konsiderans menimbang.
d. Dasar HukumDasar hukum diawali dengan kata Mengingat. Dasar hukum memuat:
a. dasar kewenangan Pemerintah Daerah pembentukan Peraturan Daerah; b. peraturan perundang-undangan yang memerintahkan pembentukan Peraturan
Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik.
Dasar kewenangan daerah membentuk Peraturan Daerah adalah:• Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;• Undang-Undang tentang Pembentukan Daerah yang bersangkutan; dan • Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah yaitu Undang-Undang Nomor
23 tahun 2014.
Jika terdapat Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memerintahkan secara langsung pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Perundang-undangan tersebut dimuat di dalam dasar hukum. Saat ini belum terdapat Peraturan Perundang-undangan setingkat Undang-Undang yang memerintahkan secara langsung pembentukan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik.
Peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar hukum hanya Peraturan Perundang-undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.
Jika jumlah Peraturan Perundang-undangan yang dijadikan dasar hukum lebih dari satu, urutan pencantuman perlu memperhatikan tata urutan Peraturan Perundang-undangan dan jika tingkatannya sama disusun secara kronologis berdasarkan saat pengundangan atau penetapannya.
Penulisan Undang–Undang dan Peraturan Pemerintah, dalam dasar hukum dilengkapi dengan pencantuman Lembaran Negara Republik Indonesia dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia yang diletakkan di antara tanda baca kurung.
51
e. Diktum.Diktum terdiri atas:
a. kata Memutuskan;b. kata Menetapkan; danc. jenis dan nama Peraturan Perundang-undangan.
Kata Memutuskan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa spasi di antara suku kata dan diakhiri dengan tanda baca titik dua serta diletakkan di tengah marjin.
Contoh:Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BINTANdan
BUPATI BINTAN
MEMUTUSKAN:
Kata Menetapkan dicantumkan sesudah kata Memutuskan yang disejajarkan ke bawah dengan kata Menimbang dan Mengingat. Huruf awal kata Menetapkan ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik dua.
Jenis dan nama yang tercantum dalam judul Peraturan Daerah dicantumkan lagi setelah kata Menetapkan tanpa frasa Kabupaten atau Kota, serta ditulis seluruhnya dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik.
Contoh:MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK.
4.1.3 Batang Tubuh Rancangan Peraturan Daerah
Batang tubuh Peraturan Daerah memuat semua materi muatan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik yang dirumuskan dalam pasal atau beberapa pasal. Pada umumnya materi muatan dalam batang tubuh dikelompokkan ke dalam:
1. Ketentuan UmumMenurut UU No. 12 Tahun 2011, bahwa Ketentuan umum diletakkan dalam bab satu. Jika dalam Peraturan Perundang-undangan tidak dilakukan pengelompokan bab, ketentuan umum diletakkan dalam pasal atau beberapa pasal awal. Ketentuan Umum dapat memuat lebih dari satu pasal. Ketentuan umum berisi:
a. batasan pengertian atau definisi;
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK52
b. singkatan atau akronim yang dituangkan dalam batasan pengertian atau definisi; dan/atau
c. hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal atau beberapa pasal berikutnya antara lain ketentuan yang mencerminkan asas, maksud, dan tujuan tanpa dirumuskan tersendiri dalam pasal atau bab.
Batasan pengertian atau definisi yang termuat dalam Ketentuan Umum menurut UU No. 12 Tahun 2011, sebagai berikut:
a. Jika ketentuan umum memuat batasan pengertian atau definisi, singkatan atau akronim lebih dari satu, maka masing-masing uraiannya diberi nomor urut dengan angka Arab dan diawali dengan huruf kapital serta diakhiri dengan tanda baca titik.
b. Kata atau istilah yang dimuat dalam ketentuan umum hanyalah kata atau istilah yang digunakan berulang-ulang di dalam pasal atau beberapa pasal selanjutnya.
c. Apabila rumusan definisi dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, atau Peraturan Menteri dirumuskan kembali dalam Peraturan Daerah, rumusan definisi tersebut harus sama dengan rumusan definisi dengan peraturan perundang-undangan yang telah berlaku tersebut.
d. Rumusan batasan pengertian dari Peraturan Daerah dapat berbeda dengan rumusan dalam Peraturan Daerah yang ada karena disesuaikan dengan kebutuhan terkait dengan materi muatan yang akan diatur.
e. Jika suatu kata atau istilah hanya digunakan satu kali, namun kata atau istilah itu diperlukan pengertiannya untuk suatu bab, bagian atau paragraf tertentu, kata atau istilah itu diberi definisi.
f. Jika suatu batasan pengertian atau definisi perlu dikutip kembali di dalam ketentuan umum suatu peraturan pelaksanaan, maka rumusan batasan pengertian atau definisi di dalam peraturan pelaksanaan harus sama dengan rumusan batasan pengertian atau definisi yang terdapat di dalam peraturan lebih tinggi yang dilaksanakan tersebut.
g. Karena batasan pengertian atau definisi, singkatan, atau akronim berfungsi untuk menjelaskan makna suatu kata atau istilah maka batasan pengertian atau definisi, singkatan, atau akronim tidak perlu diberi penjelasan, dan karena itu harus dirumuskan dengan lengkap dan jelas sehingga tidak menimbulkan pengertian ganda.
h. Penulisan huruf awal tiap kata atau istilah yang sudah didefinisikan atau diberi batasan pengertian dalam ketentuan umum ditulis dengan huruf kapital baik digunakan dalam norma yang diatur, penjelasan maupun dalam lampiran.
i. Urutan penempatan kata atau istilah dalam ketentuan umum mengikuti ketentuan sebagai berikut:
1) pengertian yang mengatur tentang lingkup umum ditempatkan lebih dahulu dari yang berlingkup khusus;
2) pengertian yang terdapat lebih dahulu di dalam materi pokok yang diatur ditempatkan dalam urutan yang lebih dahulu; dan
3) pengertian yang mempunyai kaitan dengan pengertian di atasnya diletakkan berdekatan secara berurutan.
53
2. Materi Pokok yang DiaturMateri muatan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang- undangan yang lebih tinggi. Analisis kebutuhan akan materi pokok tersebut diuraikan dalam Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik.
Materi pokok yang perlu diatur dalam Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik adalah sebagai berikut:
1. Tujuan dan sasaran;2. Tugas, wewenang dan tanggung jawab pemerintah daerah;3. Hak dan kewajiban;4. Perizinan;5. Penyelenggaraan pengelolaan air limbah domestik6. Pembiayaan;7. Peran masyarakat;8. Kelembagaan;9. Kerjasama dan kemitraan;10. Pembinaan dan pengawasan11. Insentif dan disinsentif;12. Larangan;13. Retribusi;14. Ketentuan sanksi; dan 15. Ketentuan peralihan16. Lainnya sesuai kebutuhan;
Materi pokok selain yang disebutkan diatas, dapat ditambahkan sesuai dengan kebutuhan daerah dalam rangka menampung kondisi khusus daerah. Analisis kebutuhan akan materi pokok tersebut diuraikan dalam Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik.
3. Ketentuan Pidana ( jika diperlukan)Rumusan ketentuan pidana harus menyebutkan secara tegas norma larangan atau norma perintah yang dilanggar dan menyebutkan pasal atau beberapa pasal yang memuat norma larangan. Sehubungan adanya perbedaan antara tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, rumusan ketentuan harus menyatakan secara tegas kualifikasi dari perbuatan yang diancan dengan pidana itu sebagai pelanggaran atau kejahatan. Dalam merumuskan Ketentuan Pidana perlu dihindari kualifikasi pidana yang sudah diatur dalam Undang-Undang.
4. Ketentuan Peralihan ( jika diperlukan) Ketentuan Peralihan memuat penyesuaian pengaturan tindakan hukum atau hubungan
hukum yang sudah ada berdasarkan Peraturan Daerah yang lama (bila ada) terhadap Peraturan Daerah yang baru, dengan bertujuan untuk: (a) menghindari terjadinya kekosongan hukum; (b) menjamin kepastian hukum; (c) memberikan perlindungan
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK54
hukum bagi pihak yang terkena dampak perubahan ketentuan yang termuat dalam Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik; (d) mengatur hal-hal yang bersifat transisional atau bersifat sementara.
5. Ketentuan PenutupKetentuan Penutup ditempatkan dalam bab terakhir. Jika tidak diadakan pengelompokan bab, Ketentuan Penutup ditempatkan dalam pasal atau beberapa pasal terakhir. Pada umumnya Ketentuan Penutup memuat ketentuan mengenai: (a) penunjukan organ atau alat kelengkapan yang melaksanakan Peraturan Daerah; (b) nama singkat Peraturan Daerah (bila diperlukan); (c) status Peraturan Daerah yang sudah ada; (d) saat mulai berlaku Peraturan Daerah.
4.1.4 Penutup
Penutup merupakan bagian akhir Peraturan Daerah yang memuat: (a) rumusan perintah pengundangan dan penempatan Peraturan Daerah dalam Lembaran Daerah Kabupaten/Kota, Berita Daerah Kabupaten/Kota; (b) penandatanganan pengesahan atau penetapan Peraturan Daerah; (c) pengundangan atau penetapan Peraturan Daerah; (d) akhir bagian penutup.
Rumusan perintah pengundangan dan penempatan Peraturan Daerah dalam Lembaran Daerah atau Berita Daerah yang berbunyi sebagai berikut:
Contoh:
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Tanah Bumbu.
4.1.5 Penjelasan
Menurut UU No. 12 Tahun 2011, bahwa setiap Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota diberi penjelasan. Penjelasan berfungsi sebagai tafsir resmi pembentuk Peraturan Perundang-undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena itu, penjelasan hanya memuat uraian terhadap kata, frasa, kalimat atau padanan kata/istilah asing dalam norma yang dapat disertai dengan contoh. Penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas norma dalam batang tubuh tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dimaksud.
Ketentuan mengenai penjelasan menurut UU No. 12 Tahun 2011, sebagai berikut:a. Penjelasan tidak dapat digunakan sebagai dasar hukum untuk membuat peraturan lebih
lanjut dan tidak boleh mencantumkan rumusan yang berisi norma.b. Penjelasan tidak menggunakan rumusan yang isinya memuat perubahan terselubung
terhadap ketentuan Peraturan Daerah.
55
Judul penjelasan sama dengan judul Peraturan Daerah yang diawali dengan frasa penjelasan atas yang ditulis dengan huruf kapital.
Contoh:
PENJELASANATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANANNOMOR … TAHUN …
TENTANGPENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK
Penjelasan Peraturan Daerah memuat penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal.Rincian penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal diawali dengan angka Romawi dan ditulis dengan huruf kapital.
Contoh:
I. UMUMII. PASAL DEMI PASAL
Rumusan penjelasan pasal demi pasal memperhatikan hal sebagai berikut:a. tidak bertentangan dengan materi pokok yang diatur dalam batang tubuh;b. tidak memperluas, mempersempit atau menambah pengertian norma yang ada dalam
batang tubuh;c. tidak melakukan pengulangan atas materi pokok yang diatur dalam batang tubuh;d. tidak mengulangi uraian kata, istilah, frasa, atau pengertian yang telah dimuat di dalam
ketentuan umum; dan/ataue. tidak memuat rumusan pendelegasian
Ketentuan umum yang memuat batasan pengertian atau definisi dari kata atau istilah, tidak perlu diberikan penjelasan.
4.2 MATERI MUATAN
Materi muatan suatu peraturan perundang-undangan sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 adalah materi yang dimuat dalam peraturan perundang-undangan sesuai dengan jenis, fungsi dan hirarki peraturan perundang-undangan.
Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 menyatakan bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan asas:
a. Pengayoman Bahwa setiap materi Peraturan Perundang-undangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK56
b. Kemanusiaan Bahwa setiap materi Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga Negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
c. Kebangsaan Bahwa setiap materi Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistic (kebhinnekaan) dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. Kekeluargaan Bahwa setiap materi Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
e. KenusantaraanBahwa setiap materi Peraturan Perundang-undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.
f. Bhineka Tunggal Ika Bahwa setiap materi Peraturan Perundang-undangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku, dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
g. Keadilan Bahwa setiap materi Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
h. Kesamaan Kedudukan dalam Hukum dan Pemerintahan Bahwa setiap materi Peraturan Perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain: agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
i. Ketertiban dan Kepastian HukumBahwa setiap materi Peraturan Perundang-undangan harus menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
j. Keseimbangan, Keserasian, dan KeselarasanBahwa setiap materi Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.
Materi muatan Peraturan Daerah telah diatur dengan jelas dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, yang berbunyi sebagai berikut:
“Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi”.
57
Secara umum materi muatan Peraturan Daerah merupakan:a. Pengaturan lebih lanjut dengan cara menjabarkan asas dan/atau prinsip dan ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi ke dalam ketentuan lebih operasional. Konsep penjabaran mengandung makna adanya upaya untuk merinci atau menguraikan norma-norma yang terkandung dalam setiap asas, prinsip, dan ketentuan yang ada pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi untuk dinormakan lebih lanjut atau distrukturkan kembali yang perlu dan/atau layak untuk dikembangkan sesuai kebutuhan daerah.
Salah satu wujud penjabaran ketentuan peraturan yang lebih tinggi, Peraturan Daerah dapat berupa delegasi kewenangan/perintah dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan/atau materi muatan yang diatur sesuai kewenangan pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi dan tugas pembantuan. Delegasi kewenangan dapat berupa perintah tegas102dan perintah yang tidak tegas. Yang dapat masuk dalam kategori perintah tidak tegas yaitu:
1. Perintah pengaturan memang ada tetapi tidak tegas menentukan bentuk pengaturan yang dipilih sebagai tempat penuangan materi ketentuan yang didelegasikan pengaturannya;
2. Perintah pengaturan memang ada, tetapi tidak ditentukan secara jelas lembaga yang diberi delegasi kewenangan atau bentuk pengaturan yang harus ditetapkan untuk menuangkan materi yang didelegasikan.
3. Perintah pengaturan sama sekali tidak disebut atau tidak ditentukan dalam peraturan perundang-undangan, akan tetapi sudah sangat dibutuhkan dalam menjawab permasalahan yang terjadi.
Materi muatan Peraturan Daerah sebaiknya bukan merupakan pengulangan rumusan yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi melainkan penjabaran atau operasionalisasinya. Sebetulnya, tanpa dilakukan perumusan ulang menjadi materi muatan Peraturan Daerah, semua asas, prinsip-prinsip, dan ketentuan atau norma yang termuat dalam peraturan perundang-undangan lebih tinggi secara otomatis tetap berlaku dan sifatnya mengikat bagi daerah.
Namun demikian, kadangkala saat merumuskan materi muatan Rancangan Peraturan Daerah yang lebih operasional kesulitan sering kali dialami, antara lain karena peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi ternyata telah mengatur rinci, sementara peraturan perundang-undangan tersebut memberikan mandat untuk diatur dengan Peraturan Daerah. Dalam konteks tersebut, maka materi muatan Peraturan Daerah dapat mengatur hal yang sama dengan materi muatan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tersebut.
10 Perintah tegas adalah perintah yang secara jelas dan tegas menyebutkan bentuk pengaturan dan/atau pendelegasian pengaturannya
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK58
b. Peraturan bersifat teknis operasional namun masih bersifat regulatif umum. Bersifat teknis operasional yang dimaksud adalah bahwa materi muatan Peraturan Daerah lebih mengkonkretkan, serta dapat dilaksanakan baik oleh Pemerintah Daerah atau Perangkat Daerah selaku pelaksana urusan pemerintahan di daerah maupun bagi masyarakat dalam menjalankan kewajiban yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah. Sedangkan bersifat regulatif umum, mengandung makna yaitu materi muatan yang diatur dalam Peraturan Daerah memberikan kepastian mengenai hak dan kewajiban dari subjek hukum serta bersifat mengatur dengan konsekuensi mempunyai daya pemaksa/pengikat atau sanksi bagi yang tidak melaksanakan.
c. Sebagai media hukum bagi Kepala Daerah dalam rangka mewujudkan komitmen dan/atau aspirasi atau keinginan atau harapan yang disampaikan kepada dan/atau dari masyarakat dalam rangka mewujudkan visi dan misi pembangunan daerah dan melaksanakan kebijakan nasional. Hal tersebut terlepas dari anggaran. Besar kecil anggaran ditentukan oleh Dewan Perwakilan Rayat Daerah (DPRD), karena anggaran menjadi wewenang DPRD berdasarkan UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Sehubungan itu, penyelenggaraan pengelolaan air limbah domestik selain ditentukan oleh komitmen Kepala Daerah, peran aktif masyarakat, dan juga ditentukan oleh DPRD berkaitan dengan anggaran.
Peraturan daerah dapat memuat materi muatan mengenai ketentuan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Ayat (2) Pasal 15 menyatakan bahwa materi muatan yang berupa sanksi pidana dalam Peraturan Daerah berupa ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Sedangkan pada Pasal 15 ayat (3), Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota juga dapat memuat ancaman pidana kurungan atau pidana denda selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya.
Selain itu, Pasal 250 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah mengatur bahwa “Materi muatan Peraturan Daerah dilarang bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan”.
Adapun yang dimaksud dengan “Bertentangan dengan kepentingan umum” meliputi: a. Terganggunya kerukunan antar warga masyarakat;b. Terganggunya akses terhadap pelayanan publik;c. Terganggunya ketenteraman dan ketertiban umum;d. Terganggunya kegiatan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
dan/ataue. Diskriminasi terhadap suku, agama dan kepercayaan, ras, antar-golongan, dan gender.
Berdasarkan uraian di atas, materi muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik harus memuat ketentuan lebih kongkret, mudah dipahami dan dilaksanakan. Selain itu, tidak menimbulkan penafsiran ganda (multi-tafsir) atau berbeda yang dapat merugikan masyarakat bahkan Pemerintah Daerah. Jika memungkinkan bersifat teknis untuk menghindari penafsiran berbeda dan mudah dipahami atau sekurang-kurangnya diberikan dalam penjelasan.
59
Prinsip utama yang dipegang teguh dalam pembentukan suatu Peraturan Daerah adalah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Artinya, materi muatan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang kedudukannya lebih tinggi secara hirarki dalam perundang-undangan.
Di bidang air limbah domestik, baru ada 1 (satu) peraturan yang khusus mengatur mengenai pengelolaan air limbah domestik yaitu Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 4 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik, yang merupakan peraturan pelaksana dari Pasal 34 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum.
Agar prinsip utama pembentukan suatu Peraturan Daerah tidak dilanggar maka perlu dilakukan harmonisasi perintah/delegasi kewenangan tentang materi muatan yang harus diatur, yang dapat diatur dan yang dibutuhkan untuk diatur oleh daerah dalam rangka penyelenggaraan otonomi dan tugas pembantuan agar dapat menampung dan menjawab segala permasalahan tentang pengelolaan air limbah domestik di daerah.
Dalam buku panduan ini dilakukan harmonisasi tahap awal, yaitu berupa harmonisasi secara vertikal terhadap peraturan perundang-undangan khusus di bidang pengelolaan air limbah domestik sebagaimana diuraikan di atas.
Berikut ini adalah materi muatan pokok yang perlu diatur dalam Rancangan Perda tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik yang terdapat dalam:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum
Pasal 33 menyatakan bahwa penyelenggaraan SPAL (yang merupakan bagian dari penyelenggaraan sanitasi) harus dilakukan secara terpadu, paling sedikit pada penyusunan rencana induk.
b. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 4 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik
Sistem pengelolaan air limbah domestik dapat diselenggarakan oleh pemerintah (Pusat dan Daerah), BUMN, BUMD, Badan Usaha, Kelompok Masyarakat dan/atau Perorangan sebagaimana diatur dalam Pasal 5. Peraturan Menteri ini juga memerintahkan kepada pemerintah daerah untuk menetapkan Rencana Induk, sesuai dengan kewenangannya sebagaimana diatur dalam Pasal 25 ayat (3) dan ayat (4).
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 4 Tahun 2017 mengatur lebih teknis tentang cakupan pelayanan, komponen, prasarana dan sarana SPALD yang terbagi menjadi SPALD- Setempat dan SPALD-Terpusat.
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK60
Selain itu, penyediaan prasarana dan sarana IPLT dan IPALD harus mendapatkan izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 13 dan Pasal 21. Air hasil pengolahan di IPLT dan IPLD yang dibuang ke badan air permukaan harus memenuhi standar baku mutu air limbah domestik sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam Pasal 46 ayat (2) dan pasal 51 ayat (2).
Dibawah ini dirangkum materi muatan yang dapat diatur dalam rancangan peraturan daerah pengelolaan air limbah domestik.
61
Tabel 4-1 Muatan Rancangan Perda Pengelolaan Air Limbah Domestik
No Muatan Pengaturan Dalam Model Ranperda Pengelolaan Air Limbah Domestik
1. Pengelolaan Air Limbah Domestik
1. Pembagian air limbah domestik 2. Pembagian SPALD menjadi SPALD-S (sistem setempat) dan
SPALD-T (sistem terpusat) serta pertimbangan pemilihannya. 3. Hal-hal mengenai SPALD-S:
a. Deskripsi komponen-komponen dari SPAL–S yang meliputi: 1) sub-sistem pengolahan setempat; 2) sub-sistem pengangkutan; dan 3) sub-sistem pengolahan lumpur tinja.
b. Kapasitas pengolahan sub-sistem pengolahan setempat meliputi: 1) skala individual dan 2) skala komunal
c. Sarana sub-sistem pengangkutan d. Prasarana dan sarana sub-sistem pengolahan lumpur tinja a. Ketentuan agar lumpur tinja hasil pengolahan di sub-
sistem pengolahan setempat harus disedot secara berkala. b. Ketentuan air hasil pengolahan (effluent) IPLT harus
memenuhi baku mutu air limbah domestik c. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyedotan lumpur tinja
diatur dengan peraturan Bupati/Walikota 3. Hal-hal mengenai SPALD-T:
a. Deskripsi cakupan pelayanan SPALD-T yang meliputi: 1) skala perkotaan; 2) skala permukiman; dan 3) skala kawasan tertentu
b. Ketentuan untuk menyambungkan rumah dan/atau bangunan baru yang berada dalam cakupan pelayanan ke SPALD-T skala permukiman atau skala perkotaan.
c. Ketentuan bagi permukiman baru untuk membuat SPALD apabila belum termasuk ke dalam cakupan pelayanan SPALD-T skala perkotaan atau skala permukiman.
d. Deskripsi komponen-komponen dari SPALD – T yang meliputi: 1) sub-sistem pelayanan; 2) sub-sistem pengumpulan; dan 3) sub-sistem pengolahan terpusat
e. Prasarana dan sarana IPALD f. Ketentuan agar effluent sebagai hasil akhir pengolahan air
limbah domestik harus memenuhi standar baku mutu air limbah domestik.
4. Hal-hal mengenai Penyelenggaraan SPALD meliputi: a. Perencanaan
i. Ketentuan mengenai rencana induk antara lain tentang jangka waktu dan penetapannya oleh Pemerintah Daerah
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK62
No Muatan Pengaturan Dalam Model Ranperda Pengelolaan Air Limbah Domestik
ii. Ketentuan mengenai dasar penyusunan studi kelayakan.
iii. Ketentuan mengenai dasar penyusunan perencanaan teknik terinci.
b. Pelaksanaan Konstruksi i. Tahapan pelaksanaan konstruksi. ii. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
pelaksanaan konstruksi. c. Pengoperasian, Pemeliharaan dan Rehabilitasi
i. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi SPALD.
ii. Cakupan pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi.
iii. Ketentuan mengenai tanggung jawab melakukan pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi.
d. Pemanfaatan i. Bentuk hasil pengolahan air limbah domestik ii. Ketentuan pemanfaatan effluen air limbah
domestik 2 Tugas dan
Wewenang Pemerintah Daerah
Bentuk tugas dan wewenang pemerintah daerah Kabupaten/Kota dalam pengelolaan air limbah domestik
3 Hak Bentuk hak-hak masyarakat dalam pengelolaan air limbah domestik
4 Kewajiban 1. Kewajiban setiap orang dalam pengelolaan air limbah domestik:
2. Kewajiban setiap orang atau badan sebagai pengelola dan/atau penanggung jawab SPALD-T skala permukiman atau skala kawasan tertentu.
5 Kelembagaan 1. Ketentuan bahwa penyelenggaraan SPALD dilakukan oleh lembaga pengelola SPALD
2. Bentuk-bentuk lembaga pengelola SPALD 6 Peran serta
masyarakat Bentuk, mekanisme dan tata cara keterlibatan atau peran serta masyarakat.
7 Kerjasama 1. Para pihak yang dapat diajak kerjasama 2. Kegiatan yang dapat dikerjasamakan
8 Pembiayaan Sumber-sumber yang sah untuk pembiayaan penyelenggaraan SPALD
9 Perizinan Ketentuan bahwa prasarana dan sarana IPLT dan IPALD harus
63
No Muatan Pengaturan Dalam Model Ranperda Pengelolaan Air Limbah Domestik
mendapatkan izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
10 Pembinaan dan pengawasan
Bentuk pembinaan dan pengawasan kepada operator air limbah domestik dan masyarakat
11 Insentif - Desinsentif
1. Ketentuan hal-hal yang dapat diberikan insentif dari pemerintah daerah
2. Bentuk-bentuk insentif yang dapat diberikan 3. Ketentuan hal-hal yang dapat diberikan desinsentif dari
pemerintah daerah 4. Bentuk-bentuk desinsentif yang dapat dilakukan
12 Larangan Jenis-jenis kegiatan yang dilarang 13 Sanksi
administratif 1. Bentuk-bentuk sanksi administratif 2. Penerapan sanksi administratif 3. Tata cara dan tahapan penerapan sanksi administratrif
14 Ketentuan Penyidikan
1. Ketentuan pemberian kewenangan kepada Penyidik PPNS untuk melakukan penyidikan
2. Ketentuan mengenai wewenang Penyidik PPNS 15 Ketentuan
Pidana 1. Bentuk-bentuk pelanggaran yang mendapat sanksi pidana dan
ancaman sanksi pidananya 2. Pengaturan lainnya terkait sanksi pidana dapat di sesuaikan
dengan kebutuhan, kearifan lokal dan peraturan perundang-undangan di daerah masing-masing
16 Materi muatan lainnya
Dapat ditambahkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing daerah
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK64
65
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK66
LAMPIRANCONTOHRANCANGANPERDATENTANGPENGELOLAANAIRLIMBAHDOMESTIK
PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA ……….
NOMOR....TAHUN....
TENTANG
PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MASA ESA
BUPATI/WALIKOTA.......
Menimbang : a. bahwa lingkungan yang baik dan sehat serta derajat
kesehatan yang optimal merupakan hak konstitusional
warga negara yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar
1945;
[Bagian diatas merupakan contoh pertimbangan unsur
filosofis. Isinya dapat disesuaikan, yang intinya merupakan
pandangan hidup, kesadaran dan cita hukum yang meliputi
suasanakebathinanpenyusun,yangbersumberdariPancasila
danPembukaanUUD1945]
b. bahwa air limbah domestik yang dibuang ke media
lingkungan Kota/ Kabupaten ....... berpotensi
menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan, yang dapat menurunkan derajat kesehatan
dan produktifitas kegiatan manusia;
[Bagian diatas merupakan contoh pertimbangan unsur
sosiologis. Isinya dapat disesuaikan dengan kondisi
pengelolaanairlimbahdomestikyangmenjadipertimbangan
dan alasan pembentukan Perda Pengelolaan Air Limbah
Domestik]atau
bahwa pengelolaan air limbah domestik merupakan
urusan pemerintah daerah dalam rangka pelayanan
67
umum yang harus dilaksanakan secara sinergi,
berkelanjutan dan profesional, guna terkendalinya
pembuangan air limbah domestik, terlindunginya kualitas
air tanah dan air permukaan, dan meningkatkan upaya
pelestarian fungsi lingkungan hidup khususnya sumber
daya air;
[Bagian diatas merupakan contoh pertimbangan unsur
sosiologis.]
c. bahwa pengelolaan air limbah domestik berdasarkan
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota ………. Nomor….
Tahun ……, sudah tidak sesuai dengan perkembangan
situasi dan kondisi saat ini sehingga perlu dilakukan
penggantian/perubahan.
[Bagiandiatasmerupakancontohpertimbanganunsuryuridis
apabila kabupaten/kota yang sebelumnya sudahmempunyai
Perda tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik atau perda
lainnya yang berkaitan dengan Pengelolaan Air Limbah
Domestiktapiingindigantiataudirubah.]atau
bahwa untuk memberikan arah, landasan dan kepastian
hukum bagi semua pihak dalam penyelenggaraan
pengelolaan air limbah domestik di Kabupaten/Kota ……,
maka perlu pengaturan tentang pengelolaan air limbah
domestik;
[Bagian diatas merupakan contoh pertimbangan unsur
yuridis.]
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK68
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan
Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Air limbah
Domestik;
Mengingat : a. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
b. Undang-Undang Nomor ……… tentang Pembentukan
Daerah Kabupaten/Kota;
c. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara
Indonesia Nomor 5679);
d. ………….....
[Bagian diatas merupakan contoh dasar hukum “Mengingat” yang
padaintinyamemuat:a. dasarkewenanganpembentukanPerdatentangPengelolaan
AirLimbahDomestik,dan
b. peraturan perundang-undangan yang memerintahkan
secaralangsungpembentukanPerdatentangPengelolaan
AirLimbahDomestik.
Apabilaadadasarhukumlainnyayangmenjadidasarkewenangan
dan memerintahkan pembentukan Perda Pengelolaan Air Limbah
Domestik dapat ditambahkan pada bagian ini sebagai dasar
hukum]
69
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN/KOTA ……
dan
BUPATI/WALIKOTA ………………
MEMUTUSKAN
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH
DOMESTIK.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
1. Daerah adalah Kabupaten/Kota ………………;
2. Pemerintah Daerah adalah .........;
3. Bupati/Walikota adalah ……………;
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota ……….;
5. Air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan/atau
kegiatan permukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen
dan asrama.
6. Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik yang selanjutnya disingkat SPALD,
adalah serangkaian kegiatan pengelolaan air limbah domestik dalam satu
kesatuan dengan prasarana dan sarana pengelolaan air limbah domestik.
7. Penyelenggaraan SPALD adalah serangkaian kegiatan dalam melaksanakan
pengembangan dan pengelolaan prasarana dan sarana untuk pelayanan air
limbah domestik.
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK70
8. Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Setempat yang selanjutnya disebut
SPALD-S adalah sistem pengelolaan yang dilakukan dengan mengolah air
limbah domestik di lokasi sumber, yang selanjutnya lumpur hasil olahan
diangkut dengan sarana pengangkut ke Sub-sistem Pengolahan Lumpur Tinja.
9. Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Terpusat yang selanjutnya disebut
SPALD-T adalah sistem pengelolaan yang dilakukan dengan mengalirkan air
limbah domestik dari sumber secara kolektif ke Sub-sistem Pengolahan
Terpusat untuk diolah sebelum dibuang ke badan air permukaaan.
10. Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja yang selanjutnya disingkat IPLT adalah
instalasi pengolahan air limbah yang dirancang hanya menerima dan
mengolah lumpur tinja yang berasal dari Sub-sistem Pengolahan Setempat.
11. Instalasi Pengolahan Air Limbah Domestik yang selanjutnya disingkat IPALD
adalah bangunan air yang berfungsi untuk mengolah air limbah domestik.
12. Sistem penyedotan terjadwal adalah penyedotan lumpur tinja yang dilakukan
secara periodik oleh instansi yang berwenang yang merupakan program
pemerintah daerah.
13. Baku mutu air limbah domestik adalah batas kadar dan jumlah unsur
pencemar yang ditenggang adanya dalam limbah cair untuk dibuang dari satu
jenis kegiatan tertentu.
14. Kelompok Masyarakat adalah kumpulan orang yang mempunyai kepentingan
yang sama, yang tinggal di daerah dengan yurisdiksi yang sama.
15. Operator air limbah domestik adalah unit yang melaksanakan operasi dan
pemeliharaan sarana dan prasarana air limbah domestik yang dapat
berbentuk unit pelaksana teknis dinas, badan usaha milik daerah, badan
usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melaksanakan
pengelolaan air limbah domestik.
16. …………………
71
[Bagian diatas merupakan contoh Ketentuan Umum. Isinya disesuaikan dengan materi
muatanyangdiaturdalamPerdayangdibentukolehmasing-masingdaerah.Ketentuan
Umummemuatbatasanataudefinisidarisubjekdanobjekyangdiatur,istilah,singkatan
atau akronim yang digunakan secara berulang-ulang dalam Perda. Apabila terdapat
definisi/istilah yang sudah diatur oleh peraturan perundang-undangan, sebaiknya
definisi/istilahtersebutdiadopsisecaralangsung.]
Pasal 2
Pengelolaan air limbah domestik berdasarkan pada asas:
a. tanggung jawab;
b. keterpaduan;
c. keberlanjutan;
d. keadilan;
e. kehati-hatian;
f. partisipatif;
g. manfaat;
h. kelestarian lingkungan hidup; dan
i. perlindungan sumber air.
[Asas pengelolaan dapat berbeda-beda pada setiap daerah. Isinya tergantung dari
kebutuhan dan kearifan lokal daerah. Pengertian dari asas yang dicantumkan harus
dijelaskanlebihlanjutdalamPenjelasan.]
Pasal 3
Pengelolaan air limbah domestik bertujuan untuk:
a. mengendalikan pembuangan air limbah domestik;
b. melindungi kualitas air tanah dan air permukaan;
c. meningkatkan derajat kesehatan masyarakat; dan
d. meningkatkan upaya pelestarian lingkungan hidup khususnya sumber daya
air
e. …………………
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK72
[Isikan bagian ini dengan tujuan pada masing-masing daerah. Setiap daerah tentunya
memiliki tujuan pengelolaan yang berbeda-beda tergantung kebutuhan dan kebijakan
daerah.]
BAB II
SISTEM PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK
Bagian Kesatu
SPALD
Pasal 4
Air limbah domestik terdiri dari:
a. air limbah kakus (black water); dan
b. air limbah non kakus (grey water).
Pasal 5
(1) SPALD terdiri dari:
a. SPALD-S; dan
b. SPALD-T.
(2) Pemilihan SPALD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit
mempertimbangkan:
a. kepadatan penduduk;
b. kedalaman muka air tanah;
c. permeabilitas tanah;
d. kemiringan tanah; dan
e. kemampuan pembiayaan.
73
Bagian Kedua
SPALD-S
Pasal 6
Komponen SPALD-S sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, terdiri
atas:
a. Sub-sistem Pengolahan Setempat;
b. Sub-sistem Pengangkutan; dan
c. Sub-sistem Pengolahan Lumpur Tinja.
Pasal 7
(1) Sub-sistem Pengolahan Setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf
a, merupakan prasarana dan sarana untuk mengumpulkan dan mengolah air
limbah domestik di lokasi sumber.
(2) Sub-sistem Pengolahan Setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
berdasarkan kapasitas pengolahan terdiri atas:
a. skala individual; dan
b. skala komunal.
(3) Skala individual sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diperuntukkan
1 (satu) unit rumah tinggal.
(4) Skala komunal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diperuntukkan:
a. 2 (dua) sampai dengan 10 (sepuluh) unit rumah tinggal dan/atau bangunan;
dan/atau
b. Mandi Cuci Kakus (MCK).
Pasal 8
(1) Sub-sistem Pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b,
merupakan sarana untuk memindahkan lumpur tinja dari Sub-sistem
Pengolahan Setempat ke Sub-sistem Pengolahan Lumpur Tinja.
(2) Sarana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa kendaraan pengangkut
yang dilengkapi dengan tangki penampung dan alat penyedot lumpur tinja.
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK74
(3) Sarana sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus diberi tanda pengenal
khusus sebagai kendaraan pengangkut lumpur tinja.
Pasal 9
(1) Sub-sistem Pengolahan Lumpur Tinja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf c, merupakan prasarana dan sarana untuk mengolah lumpur tinja
berupa IPLT.
(2) IPLT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilengkapi dengan prasarana dan
sarana sebagai berikut:
a. prasarana utama; dan
b. prasarana dan sarana pendukung.
[Komponenprasaranautamadanprasaranadansaranapendukung,dapatdimasukkan
menjadiayattersendiri,ataudimasukkandalampenjelasan]
Pasal 10
(1) Lumpur tinja hasil pengolahan di Sub-sistem Pengolahan Setempat
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 harus disedot, diangkut, dibuang, dan
diolah di IPLT secara berkala dan terjadwal, paling lama 3 (tiga) tahun sekali.
(2) Air hasil pengolahan di IPLT yang dibuang ke badan air permukaan, harus
memenuhi baku mutu air limbah domestik sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang pengelolaan lumpur tinja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota.
Bagian Kedua
SPALD-T
75
Pasal 11
Cakupan pelayanan SPALD-T sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf
b, meliputi:
a. skala perkotaan;
b. skala permukiman; dan
c. skala kawasan tertentu.
Pasal 12
(1) Cakupan pelayanan skala perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11
huruf a, untuk lingkup perkotaan dan/atau regional dengan minimal layanan
20.000 (dua puluh ribu) jiwa.
(2) Cakupan pelayanan skala permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 huruf b, untuk lingkup permukiman dengan layanan 50 (lima puluh)
sampai 20.000 (dua puluh ribu) jiwa.
(3) Cakupan pelayanan skala kawasan tertentu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 huruf c, untuk kawasan komersial dan kawasan rumah susun.
Pasal 13
(1) Rumah dan/atau bangunan baru yang berada dalam cakupan pelayanan
SPALD-T skala perkotaan atau skala permukiman yang sudah terbangun,
harus disambungkan dengan SPALD-T tersebut.
(2) Rumah dan/atau bangunan yang tidak termasuk dalam cakupan pelayanan
SPALD-T skala perkotaan atau skala permukiman yang sudah terbangun,
harus membuat SPALD sesuai persyaratan teknis yang berlaku.
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK76
Pasal 14
Komponen SPALD-T sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, terdiri
dari:
a. Sub-sistem Pelayanan;
b. Sub-sistem Pengumpulan; dan
c. Sub-sistem Pengolahan Terpusat.
Pasal 15
(1) Sub-sistem Pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a,
merupakan prasarana dan sarana untuk menyalurkan air limbah domestik
dari sumber melalui perpipaan ke Sub-sistem Pengumpulan.
(2) Sub-sistem Pengumpulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b,
merupakan prasarana dan sarana untuk menyalurkan air limbah domestik
melalui perpipaan dari Sub-sistem Pelayanan ke Sub-sistem Pengolahan
Terpusat.
(3) Sub-sistem Pengolahan Terpusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
huruf c, merupakan prasarana dan sarana untuk mengolah air limbah
domestik yang dialirkan dari sumber melalui Sub-sistem Pelayanan dan Sub-
sistem Pengumpulan.
Pasal 16
(1) Prasarana dan sarana Sub-sistem Pengolahan Terpusat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3) berupa IPALD meliputi:
a. IPALD kota untuk cakupan pelayanan skala perkotaan; dan/atau
b. IPALD permukiman untuk cakupan pelayanan skala permukiman atau
skala kawasan tertentu.
Pasal 17
(1) IPALD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 terdiri atas:
a. prasarana utama; dan
b. prasarana dan sarana pendukung.
77
[Komponenprasaranautamadanprasaranadansaranapendukung,dapatdimasukkan
menjadiayattersendiri,ataudimasukkandalampenjelasan]
(2) Dalam hal prasarana utama pada IPALD sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
tidak dilengkapi bangunan pengolahan lumpur, maka lumpur yang dihasilkan
harus diangkut dan diolah di IPALD yang mempunyai bangunan pengolahan
lumpur atau diolah di IPLT.
Pasal 18
Air hasil olahan IPALD yang dibuang ke badan air permukaan harus memenuhi
baku mutu air limbah domestik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
BAB III
PENYELENGGARAAN SPALD
Pasal 19
Penyelenggaraan SPALD meliputi:
a. perencanaan;
b. konstruksi;
c. pengoperasian, pemeliharaan, dan rehabilitasi; dan
d. pemanfaatan.
Bagian Kesatu
Perencanaan
Pasal 20
Perencanaan SPALD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a, meliputi:
a. rencana induk;
b. studi kelayakan; dan
c. perencanaan teknik terinci.
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK78
Pasal 21
(1) Rencana induk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a, ditetapkan
untuk jangka waktu 20 tahun, dan dapat dilakukan peninjauan ulang setiap
lima tahun sekali.
(2) Rencana Induk SPALD ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota.
Pasal 22
(1) Studi kelayakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, disusun
berdasarkan rencana induk SPALD.
(2) Studi kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun berdasarkan:
a. kajian teknis;
b. kajian keuangan;
c. kajian ekonomi; dan
d. kajian lingkungan.
Pasal 23
(1) Perencanaan teknik terinci sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf c,
terdiri atas:
a. dokumen laporan utama; dan
b. dokumen lampiran
(2) Perencanaan teknik terinci SPALD disusun oleh penyelenggara SPALD dan
disetujui oleh Kepala Perangkat Daerah yang tugas dan fungsinya
menyelenggarakan SPALD
Pasal 24
Perencanaan SPALD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, dilakukan dengan
mengacu pada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan.
[Silakan mengatur lebih jauh mengenai Perencanaan sesuai dengan kebutuhan dan
kebijakandaerah.]
79
Bagian Kedua
Konstruksi
Pasal 25
(1) Tahapan pelaksanaan konstruksi SPALD terdiri dari:
a. persiapan konstruksi;
b. pelaksanaan konstruksi; dan
c. uji coba sistem.
(2) Pelaksanaan konstruksi SPALD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus
memperhatikan paling sedikit:
a. Rencana Mutu Kontrak/Kegiatan (RMK);
b. Sistem Manajemen Lingkungan;
c. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK); dan
d. metode konstruksi berkelanjutan.
Pasal 26
Pelaksanaan konstruksi SPALD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1)
dilakukan oleh Penyelenggara SPALD sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
[Silakan mengatur lebih jauh mengenai konstruksi sesuai dengan kebutuhan dan
kebijakandaerah.]
Bagian Ketiga
Pengoperasian, Pemeliharaan, dan Rehabilitasi
Pasal 27
(1) Pengoperasian SPALD merupakan rangkaian kegiatan memfungsikan
komponen SPALD-S dan SPALD-T sesuai perencanaan.
(2) Pemeliharaan SPALD merupakan kegiatan perawatan komponen SPALD-S dan
SPALD-T secara rutin dan/atau berkala.
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK80
(3) Rehabilitasi SPALD merupakan kegiatan perbaikan fisik/penggantian sebagian
atau keseluruhan peralatan/suku cadang komponen SPALD-S dan SPALD-T.
Pasal 28
(1) Pengoperasian, pemeliharaan, dan rehabilitasi SPALD menjadi tanggung jawab
Penyelenggara SPALD dan dilaksanakan sesuai Standar Operasional Prosedur
pengelolaan SPALD.
(2) Pelaksanaan pengoperasian, pemeliharaan, dan rehabilitasi SPALD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan paling sedikit:
a. Sistem Manajemen Lingkungan; dan
b. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK)
Pasal 29
(1) Pengoperasian, pemeliharaan, dan rehabilitasi SPALD mencakup:
a. pengoperasian, pemeliharaan, dan rehabilitasi SPALD-S; dan
b. pengoperasian, pemeliharaan, dan rehabilitasi SPALD-T
(2) Pengoperasian, pemeliharaan, dan rehabilitasi SPALD-S sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. Sub-sistem Pengolahan Setempat;
b. Sub-Sistem Pengangkutan; dan
c. Sub-sistem Pengolahan Lumpur Tinja.
(3) Pengoperasian, pemeliharaan, dan rehabilitasi SPALD-T sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
a. Sub-sistem Pelayanan;
b. Sub-Sistem Pengumpulan; dan
c. Sub-sistem Pengolahan Terpusat.
Pasal 30
(1) Pengoperasian, pemeliharaan, dan rehabilitasi SPALD-S Sub-sistem
Pengolahan Setempat skala individual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
ayat (2) huruf a, dilaksanakan oleh individu.
81
(2) Pengoperasian, pemeliharaan, dan rehabilitasi SPALD-S Sub-sistem
Pengolahan Setempat skala komunal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
ayat (2) huruf b, dilaksanakan oleh kelompok masyarakat.
(3) Pengoperasian, pemeliharaan, dan rehabilitasi SPALD-S Sub-sistem
Pengangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf c,
dilaksanakan oleh operator pengangkutan lumpur tinja.
(4) Pengoperasian, pemeliharaan, dan rehabilitasi SPALD-S Sub-sistem
Pengolahan Lumpur Tinja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2)
huruf d, dilaksanakan oleh operator IPLT.
Pasal 31
(1) Pengoperasian, pemeliharaan, dan rehabilitasi SPALD-T Sub-sistem Pelayanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) huruf a, dilaksanakan oleh
individu dan/atau operator SPALD-T.
(2) Pengoperasian, pemeliharaan, dan rehabilitasi SPALD-T Sub-sistem
Pengumpulan dan Sub-sistem Pengolahan Terpusat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 29 ayat (3) huruf a dan huruf b, dilaksanakan oleh operator
SPALD-T.
[Silakan mengatur lebih jauh mengenai pengoperasian, pemeliharaan dan rehabilitasi
sesuaidengankebutuhandankebijakandaerah.]
Bagian Keempat
Pemanfaatan
Pasal 32
(1) Hasil pengolahan air limbah domestik dapat berbentuk:
a. cairan;
b. padatan; dan/atau
c. gas.
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK82
(2) Setiap orang dapat memanfaatkan hasil pengolahan air limbah domestik.
(3) ……
(4) ……
(5) Pemanfaatan hasil pengolahan air limbah domestik dilakukan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
[Silakan diatur mengenai pemanfaatan efluen air limbah domestik untuk hal apa saja
sesuaidengankebutuhandankebijakandaerah.]
BAB IV
TUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAH DAERAH
Bagian Kesatu
Tugas
Pasal 33
Pemerintah Daerah bertugas:
a. menyusun rencana SPALD secara menyeluruh;
b. membangun dan/atau mengembangkan prasarana dan sarana SPALD;
c. ……
d. ……
[Isikan bagian ini dengan tugas pemerintah daerah. Tugas pemerintah daerah dapat
berbedasatudenganyanglainnya.]
Bagian Kedua
Wewenang
Pasal 34
Pemerintah Daerah berwenang:
a. menetapkan kebijakan dan strategi SPALD;
83
b. melaksanakan SPALD skala kota, skala permukiman dan skala kawasan
tertentu untuk masyarakat berpenghasilan rendah, sesuai dengan norma,
standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah;
c. ……
d. ……
[Isikanbagianinidengankewenanganpemerintahdaerah.]
BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 35
Dalam kegiatan pengelolaan air limbah domestik, masyarakat berhak untuk:
a. mendapatkan lingkungan yang baik dan sehat dan terbebas dari pencemaran
air limbah domestik;
b. mendapatkan pelayanan dalam pengelolaan air limbah domestik yang layak
dari pemerintah daerah, dan/atau pihak lain yang diberi tanggung jawab;
c. mendapatkan pembinaan pola hidup sehat dan bersih dan pengelolaan air
limbah domestik yang berwawasan lingkungan;
d. ……
e. ……
[Isikanbagiandiatasdenganhakyangditerimaolehwargamasyarakat.Masing-masing
daerah dapat mengatur hak masyarakat sesuai dengan keadaan dan kebutuhan
daerahnya.]
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK84
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 36
Setiap orang berkewajiban untuk:
a. mengelola air limbah domestik yang dihasilkan melalui SPALD-S atau SPALD-
T;
b. melakukan pembuangan lumpur tinja ke IPLT secara berkala dan terjadwal
bagi yang menggunakan SPALD-S skala individual.
c. ……
d. ……
Pasal 37
(1) Setiap orang atau Badan sebagai pengelola dan/atau penanggung jawab
SPALD-S skala komunal wajib melakukan pembuangan lumpur tinja ke IPLT
secara berkala dan terjadwal.
(2) Setiap orang atau Badan sebagai pengelola dan/atau penanggung jawab
SPALD-T skala permukiman atau skala kawasan tertentu wajib:
a. membangun komponen SPALD-T sesuai dengan ketentuan teknis yang
diatur dalam perundang-undangan yang berlaku;
b. membuat bak kontrol untuk memudahkan pengambilan contoh air limbah
domestik; dan
c. memeriksa kadar parameter baku mutu air limbah domestik secara periodik
paling sedikit sekali dalam 6 (enam) bulan.
(3) Hasil pemeriksaan kualitas air limbah domestik sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) disampaikan kepada Bupati/Walikota melalui perangkat daerah yang
bertanggung jawab di bidang pengelolaan air limbah domestik.
85
Pasal 38
(1) Setiap orang atau Badan sebagai pengelola dan/atau penanggung jawab
SPALD-T skala permukiman atau skala kawasan tertentu wajib memberikan
kesempatan kepada petugas dari perangkat daerah yang bertanggung jawab di
bidang pengelolaan air limbah untuk memasuki lingkungan kerja
perusahaannya dan membantu terlaksananya kegiatan petugas tersebut.
(2) Setiap orang atau Badan sebagai pengelola dan/atau penanggung jawab
SPALD-T skala permukiman atau skala kawasan tertentu wajib memberikan
keterangan dengan benar, baik secara lisan maupun tertulis, apabila diminta
oleh petugas.
BAB VI
Pasal 39
Kelembagaan
(1) Penyelenggaraan SPALD dilakukan oleh lembaga pengelola SPALD.
(2) Lembaga pengelola SPALD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berbentuk:
a. ……
b. ……
[Silakan dibuat pengaturan tentang kelembagaan pengelola air limbah domestik di
daerah. Pengaturan tersebut isinya tentunya harus memperhatikan bentuk lembaga
perangkatdaerahdankebijakandaerah]
BAB VII
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 40
Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan SPALD meliputi:
a. berperan serta dalam proses perencanaan pengelolaan air limbah domestik;
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK86
b. berperan serta dalam pembangunan instalasi pengolahan air limbah domestik
dalam skala yang ditentukan dalam Peraturan Daerah ini;
c. memberikan informasi tentang suatu keadaan pada kawasan tertentu terkait
dengan pengolahan air limbah domestik;
d. memberikan saran, pendapat atau pertimbangan terkait dengan pengelolaan
air limbah domestik; dan
e. melaporkan kepada pihak yang berwajib terkait dengan adanya pengelolaan
dan atau pengolahan air limbah domestik yang tidak sesuai ketentuan dan
atau terjadinya pencemaran lingkungan dari hasil pembuangan air limbah
domestik.
f. ……….
[Silakan dibuat pengaturan mengenai peran serta masyarakat yang diharapkan oleh
daerahsesuaidengankebutuhandaerahmasing-masing.]
BAB VIII
KERJASAMA
Pasal 41
Pemerintah Kabupaten/Kota dapat bekerjasama dalam penyelenggaran SPALD
dengan :
a. pemerintah Kabupaten/Kota lain;
b. badan usaha; dan
c. kelompok masyarakat.
Pasal 42
(1) Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dituangkan dalam sebuah
perjanjian kerjasama.
(2) Tata cara pelaksanaan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
87
Pasal 43
Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dapat dilakukan pada kegiatan
antara lain :
a. penyedotan lumpur tinja;
b. pengangkutan lumpur tinja;
c. pengolahan lumpur tinja; dan
d. pengolahan air limbah domestik sistem terpusat.
[Silakan dibuat pengaturan mengenai kerjasama yang diharapkan oleh daerah sesuai
dengankebutuhandaerahmasing-masing.]
BAB IX
PEMBIAYAAN
Pasal 44
(1) Pembiayaan pengelolaan air limbah domestik setempat skala individual dan
skala komunal bersumber dari masyarakat.
(2) Pembiayaan SPALD-S skala individual dan komunal di kawasan masyarakat
berpenghasilan rendah berasal dari APBD dan/atau sumber lain yang sah.
(3) Pembiayaan pengelolaan air limbah domestik terpusat berasal dari
masyarakat, APBD, subsidi dari Pemerintah dan Pemerintah Provinsi, serta
sumber lain yang sah.
(4) ……
(5) ……
[Silakan dibuat pengaturan mengenai pembiayaan sesuai dengan kemampuan
masyarakatdanpemerintahdaerah.]
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK88
BAB X
PERIZINAN
Pasal 45
(1) Prasarana dan sarana IPLT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2)
harus mendapatkan izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Prasarana dan sarana IPALD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 harus
mendapatkan izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
[Silakanmengatur tentang perizinan di Daerah sesuai dengan keadaan dan kebutuhan
kabupaten/kota masing-masing. Pengaturan perizinan sangat tergantung dari
harmonisasiperaturan secarahorizontal, apabila sudahadapengaturanmengenai tata
caramemperolehizindantatacarapengumumannyamakadalamPerdaPengelolaanAir
Limbah Domestik ini tinggal memerintahkan untuk mengikuti peraturan perundang-
undangan.Jikadibutuhkanpengaturanlebihlanjutsilakantambahkanayatlaintentang
ketentuanmengenaiperizinanagardiaturdidalamperaturankepaladaerah.]
BAB XI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 46
(1) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan penyelenggaraan SPALD melalui
kegiatan:
a. pendidikan dan pelatihan;
b. penelitian dan pengembangan;
c. …………..
89
(2) Pembinaan penyelenggaraan SPALD sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan oleh Organisasi Perangkat Daerah yang membidangi air limbah
domestik.
[Silahkanmengaturpembinaanyangdiharapkanolehmasing-masingdaerah]
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 47
(1) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan penyelenggaraan SPALD dengan
cara:
a. pemantauan;
b. evaluasi; dan
c. pelaporan
(2) Pemantauan penyelenggaraan SPALD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, dilaksanakan untuk mendapatkan data dan/atau informasi
mengenai:
a. kinerja teknis;
b. kinerja non teknis; dan
c. kondisi lingkungan.
(3) Evaluasi penyelenggaraan SPALD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, dilaksanakan dengan cara membandingkan hasil pemantauan, baik bersifat
teknis maupun non teknis.
(4) Pelaporan penyelenggaraan SPALD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
c, dilaksanakan untuk melaporkan kinerja penyelenggaraan SPALD kepada
Bupati/Walikota.
(5) Penyelenggara SPALD menyampaikan laporan penyelenggaraan SPALD
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu)
tahun.
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK90
(6) Pengawasan penyelenggaraan SPALD sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan oleh Organisasi Perangkat Daerah yang membidangi air limbah
domestik.
[Disesuaikandenganbentukpengawasanyangdiharapkanolehmasing-masingdaerah]
BAB XII
INSENTIF – DESINSENTIF
Bagian Kesatu
Insentif
Pasal 48
(1) Pemerintah daerah dapat memberikan insentif kepada lembaga dan badan
dan/atau pelaku usaha yang melakukan:
a. praktik dan innovasi terbaik dalam pengelolaan air limbah domestik;
b. pelaporan atas pelanggaran terhadap larangan; dan
c. tertib penanganan air limbah domestik.
(2) Pemerintah daerah dapat memberikan insentif kepada perseorangan yang
melakukan:
a. praktik dan innovasi terbaik dalam pengelolaan air limbah domestik; dan
b. pelaporan atas pelanggaran terhadap larangan.
(3) Insentif kepada lembaga, badan usaha dan perseorangan dapat berupa:
a. pemberian penghargaan; dan/atau
b. …………...
Bagian Kedua
Disinsentif
Pasal 49
91
(1) Pemerintah daerah memberikan disinsentif kepada lembaga, badan dan/atau
pelaku usaha dan perseorangan yang melakukan:
a. pelanggaran tertib pengelolaan air limbah domestik.
b. ………
(2) Disinsentif kepada lembaga, badan usaha dan perseorangan dapat berupa:
a. penghentian subsidi; dan/atau
b. denda dalam bentuk uang/barang/jasa.
c. ……..
[Silakan dibuat pengaturan mengenai insentif-disinsentif jika diperlukan. Isinya
disesuaikandengankondisi,kemampuandankebijakandaerah]
BAB XIII
LARANGAN
Pasal 50
Setiap orang atau Badan dilarang:
a. melakukan penyambungan ke dalam jaringan air limbah domestik terpusat
tanpa izin;
b. menyalurkan air hujan ke dalam jaringan air limbah domestik terpusat atau
instalasi pengolahan air limbah domestik setempat;
c. membuang benda-benda padat, sampah dan lain sebagainya yang dapat
menutup saluran dan benda-benda yang mudah menyala atau meletus yang
akan menimbulkan bahaya atau kerusakan jaringan air limbah domestik
terpusat atau instalasi pengolahan air limbah domestik setempat;
d. membuang air limbah medis, laundry dan limbah industri ke jaringan air
limbah domestik terpusat atau instalasi pengolahan air limbah domestik
setempat;
e. menambah atau merubah bangunan jaringan air limbah terpusat tanpa izin;
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK92
f. mendirikan bangunan di atas jaringan air limbah terpusat tanpa izin;
g. ……
[Silakan mengatur larangan di dalam pengelolaan air limbah domestik. Isi larangan
disesuaikan dengan keadaan sosial budaya, kearifan lokal dan kebutuhan daerah
masing-masing]
BAB XIV
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 51
(1) Setiap orang yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36, Pasal 37, dan Pasal 38, dikenakan sanksi administratif.
(2) Sanksi administratif sebagimana dimaksud pada ayat (1), berupa:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis;
c. penghentian sementara kegiatan;
d. penghentian tetap kegiatan;
e. pencabutan sementara izin;
f. pencabutan tetap izin; dan
g. denda administratif.
h. ……
(3) ……
[Silakan mengatur bentuk, tata cara dan mekanisme penerapan sanksi administratif.
Isinyadiatursesuaidengansosialbudaya,kearifanlokaldankebutuhandaerahmasing-
masing]
BAB XV
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 52
(1) Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Kabupaten/Kota diberi
93
wewenang khusus untuk melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
(2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana agar keterangan atau laporan tersebut
menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi
atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan
dengan tindak pidana;
(3) ……
(4) ……
[Silakan diatur mengenai bentuk, tata cara, mekanisme dan pelaksana ketentuan
penyidikansesuaidengankondisi,kemampuandankebijakandaerah]
BAB XVI
KETENTUAN PIDANA ( Jika diperlukan)
Pasal 53
(1) Setiap orang atau badan yang dengan sengaja melanggar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50, diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam)
bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
(2) Setiap orang atau badan yang dengan sengaja membuang lumpur tinja tanpa
diolah sehingga mengakibatkan pencemaran lingkungan dipidana sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
(4) ……
[silakanmembuatpengaturandalamketentuanpidanayang isinyadisesuaikandengan
keadaansosialbudayamasyarakat,kearifanlokaldankebutuhandaerahmasing-masing,
namuntidakmelebihibatasanyangtelahdiaturdalamketentuanperaturanperundang-
undangan.]
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK94
BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN (Jika diperlukan)
Pasal 54
(1) ……
(2) ……
[Silahkan masing-masing daerah mengatur aturan peralihan sesuai dengan kebutuhan
daerahmasing-masing]
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 55
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Ditetapkan di ……….
pada tanggal ………
BUPATI/WALIKOTA ……………..
NAMA BUPATI/WALIKOTA
95
Diundangkan di……..
pada tanggal………….
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN/KOTA ………..,
………………………………….
NIP. ……………………………
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN/KOTA ………………………………
TAHUN………….. NOMOR……..
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK96
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA ………
NOMOR …………..
TENTANG
PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK
I. UMUM
Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat. Oleh karena itu pemerintah wajib
mengupayakan lingkungan hidup yang baik dan sehat bagi seluruh masyarakat.
Lingkungan hidup perlu dilindungi dari kemungkinan terjadinya
pencemaran. Unsur pencemar dapat berasal dari berbagai sumber, salah satunya
adalah air limbah domestik yang berasal dari usaha dan/atau kegiatan
permukiman, rumah makan, perkantoran, perniagaan, apartemen, dan asrama.
Air limbah domestik yang tidak dikelola dengan baik dapat mencemari
badan air dan menyebabkan water borne disease (penyakit yang ditularkan
melalui air) yang pada akhirnya dapat menurunkan derajat kesehatan
masyarakat dan menimbulkan kerusakan lingkungan.
Berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup membuat peran Pemerintah
Daerah menjadi penting sebagai kepanjangan tangan Pemerintah Pusat dalam
menjalankan program-program yang berkaitan dengan lingkungan hidup.
Pemerintah Daerah memiliki kewenangan untuk mengatur urusan di
bidang air limbah khususnya terkait pengelolaan dan pengembangan sistem air
limbah domestik yang merupakan bagian dari urusan pemerintahan konkuren
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah.
97
Dengan dasar tersebut, maka perlu ada Peraturan Daerah yang
mengatur tentang pengelolaan air limbah domestik yang dibuang melalui sistem
pengelolaan air limbah domestik terpusat maupun setempat. Dengan berlakunya
Peraturan Daerah ini diharapkan dapat terwujud lingkungan yang sehat melalui
kesadaran dan kepedulian pemerintah, dunia usaha dan masyarakat dalam
berpartisipasi melestarikan lingkungan hidup melalui pengelolaan air limbah
domestik.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a
Yang dimaksud dengan “asas tanggung jawab” adalah adalah bahwa
Pemerintah Daerah menjamin hak warga atas lingkungan hidup
yang baik dan sehat.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “asas keterpaduan” adalah bahwa
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan
memadukan berbagai unsur atau menyinergikan berbagai
komponen terkait.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “asas keberlanjutan” adalah bahwa setiap
orang memikul kewajiban dan tanggungjawab terhadap generasi
mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi dengan
melakukan upaya pelestarian daya dukung ekosistem dan
memperbaiki kualitas lingkungan hidup.
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK98
Huruf d
Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa materi
muatan dalam peraturan daerah harus mencerminkan keadilan
secara proporsional bagi setiap warga negara baik lintas daerah,
lintas generasi, maupun lintas gender.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “asas kehati-hatian” adalah bahwa
ketidakpastian mengenai dampak suatu usaha dan/atau kegiatan
karena keterbatasan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
bukan merupakan alasan untuk menunda langkah-langkah
meminimalisasi atau menghindari ancaman terhadap pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “asas partisipatif” adalah bahwa setiap
anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam proses
pengambilan keputusan dan pelaksanaan perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “asas manfaat” adalah bahwa segala usaha
dan/atau kegiatan pengelolaan limbah domestik yang dilaksanakan
disesuaikan dengan daya dukung lingkungan hidup untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan harkat manusia.
Huruf h
Yang dimaksud dengan “asas kelestarian lingkungan hidup” adalah
…………
Huruf i
Yang dimaksud dengan “asas perlindungan sumber air” adalah
………..
99
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Cukup jelas.
Pasal 7
Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Prasarana utama meliputi unit penyaringan secara mekanik
atau manual, unit ekualisasi, unit pemekatan, unit stabilisasi,
unit pengeringan lumpur, dan/atau unit pemrosesan lumpur
kering.
Huruf b
Prasarana dan sarana pendukung meliputi platform (dumping
station), kantor, gudang dan bengkel kerja, laboratorium,
infrastruktur jalan berupa jalan masuk, jalan operasional, dan
jalan inspeksi, sumur pantau, fasilitas air bersih, alat
pemeliharaan, peralatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3), pos jaga, pagar pembatas, pipa pembuangan, tanaman
penyangga; dan/atau sumber energi listrik.
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK100
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Ayat (1)
Prasarana dan sarana Sub-sistem Pelayanan terdiri atas pipa tinja,
pipa non tinja, bak perangkap lemak dan minyak dari dapur, pipa
persil, bak control, dan lubang inspeksi.
Ayat (2)
Prasarana dan sarana Sub-sistem Pengumpulan terdiri atas pipa
retikulasi, pipa induk, dan prasarana dan sarana pelengkap.
Prasarana dan sarana pelengkap antara lain lubang kontrol,
bangunan penggelontor, terminal pembersihan, pipa perlintasan, dan
stasiun pompa.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
101
Huruf a
Prasarana utama meliputi bangunan pengolahan air limbah,
bangunan pengolahan lumpur, peralatan mekanikal dan
elektrikal, dan/atau unit pemrosesan lumpur kering.
Huruf b
Prasarana dan sarana pendukung meliputi gedung kantor,
laboratorium, gudang dan bengkel kerja, infrastruktur jalan
berupa jalan masuk, jalan operasional, dan jalan inspeksi,
sumur pantau, fasilitas air bersih, alat pemeliharaan,
peralatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), pos jaga,
pagar pembatas, pipa pembuangan, tanaman penyangga;
dan/atau sumber energi listrik.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Kajian teknis paling sedikit memuat:
1. rencana teknik operasional SPALD;
2. kebutuhan lahan;
3. kebutuhan air dan energi;
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK102
4. kebutuhan prasaran dan sarana;
5. pengoperasian dan pemeliharaan;
6. umur teknis; dan
7. kebutuhan sumber daya manusia.
Huruf b
Kajian keuangan diukur berdasarkan:
1. periode pengembalian pembayaran (Pay Back Period-PBB);
2. nilai keuangan kini bersih (Financial Net Present Value-
FNPV);
3. laju pengembalian keuangan internal (Financial Internal
Rate of Return-FIRR).
Huruf c
Kajian ekonomi diukur berdasarkan:
1. nisbah hasil biaya ekonomi (Economic Benefit Cost Ratio-
ECBR);
2. nisbah ekonomi kini bersih (Economic Net Present Value-
ENPV); dan
3. laju pengembalian ekonomi internal (Economic Internal
Rate of Return-EIRR)
Huruf d
Kajian lingkungan berupa studi analisis risiko
Pasal 24
Ayat (1)
Huruf a
Dokumen laporan utama memuat:
1. perencanaan pola penanganan SPALD;
2. perencanaan komponen SPALD; dan
3. perencanaan konstruksi.
103
Huruf b
Dokumen lampiran paling sedikit memuat:
1. laporan hasil penyelidikan tanah;
2. laporan pengukuran kedalaman muka air tanah;
3. laporan hasil survei topografi;
4. laporan hasil pemeriksaan kualitas air limbah domestik
dan badan air permukaan;
5. perhitungan desain;
6. perhitungan konstruksi;
7. gambar teknik;
8. spesifikasi teknik;
9. Rencana Anggaran Biaya (RAB);
10. perkiraan biaya operasi dan pemeliharaan
11. dokumen lelang; dan
12. Standar Operasional Prosedur (SOP).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK104
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
“Pengoperasian” Sub-sistem Pengangkutan meliputi kegiatan:
1. penyedotan lumpur tinja;
2. pengangkutan lumpur tinja; dan
3. pembuangan lumpur tinja.
Pasal 31
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
105
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN/KOTA …….. NOMOR …….
PANDUAN PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK106
107
PENYUSUN
TIM PENGARAH:Ir. Sri Hartoyo, Dipl. SE,MEIr. Dodi Krispratmadi, M.Env.E
TIM PENYUSUN:Marsaulina FMPDadang SuryanaSabbath MarchendRaminatha P. UnoSiti NursantiBudiaf
FOTO:Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan dari berbagai sumber
DICETAK DI INDONESIA, PENERBIT :Direktorat PPLPDitjen Cipta KaryaKementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat