pandangan ulama indonesia tentang aborsi dalam...

149
i PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERLINDUNGAN ANAK DAN HAM (Kajian Fatwa NU, Muhammadiyah dan MUI) TESIS Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Hukum (M.H.) Oleh: Mohammad Reza Alfian NIM: 21170435000011 PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M / 1441 H

Upload: others

Post on 27-Oct-2020

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

i

PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG

ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM

PERLINDUNGAN ANAK DAN HAM (Kajian Fatwa NU, Muhammadiyah dan MUI)

TESIS

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Magister Hukum (M.H.)

Oleh:

Mohammad Reza Alfian

NIM: 21170435000011

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2019 M / 1441 H

Page 2: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40
Page 3: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40
Page 4: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40
Page 5: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

v

ABSTRAK

Mohammad Reza Alfian, NIM. 21170435000011, PANDANGAN ULAMA

INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM PERSPEKTIF HUKUM

PERLINDUNGAN ANAK DAN HAM. Program Studi Hukum Keluarga Islam,

Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, 1441 H / 2019 M.

Tesis ini bertujuan untuk mengetahui status hukum aborsi lebih dalam

perspektif dua organisasi satu lembaga Islam terbesar yang ada di Indonesia, yaitu

Muhammadiyah, Nahdhatul Ulama dan Majelis Ulama Indonesia. Baik itu dari

segi fatwa, maupun metode yang digunakan dalam memutuskan sebuah hukum

serta argumen masing-masing lembaga dan juga bagaimana artian perilaku aborsi

dalam perspektif Perlindungan anak dan HAM. Secara umum, status hukum

aborsi menurut hukum Islam adalah haram, Begitu pula terdapat dalam pasal 346

KUHP bahwa aborsi juga tidak diperbolehkan. Namun, aborsi tidak selalu haram

dilakukan pada tiap keadaan kehamilan, tetapi terdapat perbedaan dalam batasan

waktu diperbolehkannya melakukan aborsi.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yaitu

menelusuri dan menelaah sumber-sumber data yang berhubungan dengan aborsi

dan hukumnya menurut lembaga Lembaga Bahtsul Masâil Nahdahtul Ulama,

Majelis Tarjîh Muhammadiyah dan Komisi Fatwa MUI serta pengertian aborsi

menurut sudut pandang Perlindungan Anak dan HAM. Tipe penelitian yang

dilakukan penulis adalah deskriptif komparatif dengan menganalisa dari sumber-

sumber data, menerangkannya kepada pembaca pendapat para ulama dan yang

dipilih dari pendapat tersebut, serta dalil-dalil pengambilan hukumnya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hukum aborsi menurut LBM NU dan

Komisi Fatwa MUI haram dilakukan setelah janin melewati usia 40 hari, Apabila

setelah waktu tersebut haram dilakukan kecuali dalam dua keadaan, karena

darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia 40

hari. Adapun menurut MT Muhammadiyah aborsi diperbolehkan hanya dalam

keadaan darurat berapapun usia janin. Larangan aborsi menurut Hukum

Perlindungan Anak dan HAM berlaku ketika janin dianggap sudah mampu hidup

di luar rahim, aturan Hukum Positif mengenai aborsi sedikit lebih longgar dari

pada aturan Hukum Islam yang mengatur tentang aborsi.

Kata Kunci: Aborsi, Hukum Islam, Perlindungan Anak, HAM.

Pembimbing: Prof. Dr. Zaitunah Subhan, M.A, Dr. M. Nurul Irfan, M.Ag.

Daftar Pustaka: 1952 s.d 2017

Page 6: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

vi

ملخصال. الإجهاض عند علماء إندونيسيا 21100435000011محمد ريزا ألفيان، رقم قيادة الطالب

اسة فتنى لجنة بحث المسائ ذااىب اأررعةة وقاننن مااية الطف وقون الإنسان، در المفي وجهة نظر اأرقكام . دراسة ماجسرج فيندونيس الإةلماء الالمحمدية وجلل ضةة الةلماء وجلل الرججي نهو

م / 2012كنمية جاكراا، اأرسرية، كلية الشرية والواننن، جامةة شريف ىداية الله الإسلامية الح .ه 1441

تهدف ىذاه الرسالة وتحاول النصنل إلى مةرفة الحكم الشرع لةملية الإجهاض من منظنر ثلاث دونيسيا. نالإةلماء ال مؤسسات إسلامية كبرى في إندونيسيا وى المحمدية، ونهضةة الةلماء، وجلل

اتناول الرسالة الفتاوى التي أصدرىا ك من الك المؤسسات، والمناىج المستخدمة في اورير اأرقكام "مااية الطف " و وإصدارىا، مردوفة ك الفتاوى بحججها. كما اتناول ىذاه الرسالة وجهة نظر

عملية محرمة في الشريةة عشك عام، يةتبر الإجهاض "قون الإنسان" في عملية الإجهاض.، وىذاا لا يةني أنو يتم قظر الإجهاض في أي قال من اأرقنال. ولكن ىنالك قالة الإسلامية

يسم فيها عإجراء عملية الإجهاض على خلاف عينهم في تحديد ىذاه الرسالة.

صاادر وتحلي الم لتتاععاونم عااستخدم ىذاه الرسالة في البحث طريوة البحث الواننني المةياري ، والبيانات المتةلوة عالإجهاض وأقكامها عند ك من لجنة بحث المسائ نهضةة الةلماء، وجلل ارجي محمدية، وجلل علماء إندونيسيا. كما اونم عتحلي مةنى الإجهاض من وجهة نظر قاننن

مااية الطف و قون الإنسانم محرم عةد أرعةن ينما من لود أظهرت النتائج التي أسفر عنها ىذاا البحث: أن إجهاض الح

الملحة وعند عمره عند نهضةة الةلماء وجلل علماء إندونيسيا إلا في الحالتن ؛ وهما عند الحاجةأما المحمدية فذاىبت إلى قرمة ذلك مطلوا إلا في قالة الضةرورة. كما رأى قاننن مااية ، الضةرورة

والحياة خارج للجنن قاعلية الةيش الطف وقون أن يحظر إجراء عملية الإجهاض عندما اكنن الرقم.

، قاننن مااية الطف ، قون الإنسانية.الإندونيس ة: الإجهاض، الةلماءالكلمة المفتاقي

محمد ننر الةرفان كتنرد ال زيتننة سبحان، الدكتنرةاأرستاذة المشرف:

م. 2010 – 1252قائمة المراجع:

Page 7: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

vii

ABSTRACT

Mohammad Reza Alfian, Student Number. 21170435000011. ABORTION BY

INDONESIAN SCHOLARS IN PERSPECTIVE CHILD PROTECTION LAW

AND HUMAN RIGHTS. Magister of Family Law, State of Islamic University

Syarif Hidayatullah Jakarta, 1441 H / 2019 M.

This thesis aims to find out the legal status of abortion in the perspective

of the three largest institutions in Indonesia (those are Muhammadiyah, Nahdhatul

ulama and Majelis Ulama Indonesia) both from the fatwa or the method used to

decide on a law with the arguments of each institution and explain how is the

meaning of abortion behavior in perspective of Child Protection and Human

Rights. In general the legal status of abortion according to Islamic law is

forbidden (haram) as well as in Article 346 KUHP that abortion is not

permitted,but abortion is not always forbidden to do in every pregnancy but there

is a situation where someone can have an abortion.

This research uses a normative juridical research method that is,analyzing

the source of data related to abortion and it's law according to LBM NU (lembaga

bahtsul masail nahdhatul ulama, majlis tarjih muhammadiyah anda MUI and also

analyze the meaning of abortion from the perspective of child protection and

human rights.the type of research conducted by the writer is comparative

descriptive by analyzing the source of the data and explaining it to the reader

about the opinions of the ulama and which opinion is chosen from some of these

opinions with it's legal proposition.

The results showed that abortion according to LBM NU and MUI is

forbidden to do after the fetus has passed 40 days of age except in two

circumstances, due to an emergency or urgent needs but according to MT

Muhammadiyah, abortion is only permitted during emergencies. Abortion is also

challenged by child protection and human rights but it is prohibited when the fetus

is able to live outside the womb.

Keywords: Abortion, Indonesian Scholars, Child Protection, Human Rights

Supervisor: Prof. Dr. Zaitunah Subhan, M.A., Dr. M. Nurul Irfan, M.Ag.

Page 8: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

viii

مــم الله الرحمن الرحيـــــــبـســـــــــKATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT berkat limpahan rahmat, hidayah

dan inayahNya sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas penyusunan tesis ini

sebagaimana mestinya. Shalawat serta salam tetap selalu tercurahkan kepada

junjungan umat Islam Baginda Nabi Muhammad SAW suri tauladan dan

inspirator dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.

Tesis yang berjudul ʻʻPandangan Ulama Indonesia Tentang Aborsi

dalam Perspektif Hukum Perlindungan Anak dan HAMʼʼ penulis susun

dalam rangka memenuhi dan melengkapi persyaratan untuk mencapai gelar

Magister Hukum pada Prodi Magister Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis ingin

mempersembahkan tesis ini untuk kedua orang tua tercinta Ayahanda Hasan Basri

dan Ibunda Siti Rohani yang Semoga Allah SWT selalu melindungi mereka dan

memberikan panjang umur sehat walafiat, serta guru-guru penulis. Begitu juga

dengan kedua kakak penulis Dewi Mela Rosania dan suami Muhammad Hudri

juga Dewi Rani Falila dan suami yang selalu memberikan support dan semangat

kepada penulis agar tak mudah menyerah untuk menyelesaikan tesis ini.

Kemudian penulis juga ingin mempersembahkan kepada calon istri tercinta Alfiah

Badriyah yang tak pernah berhenti untuk memberikan dukungan dan semangat,

selalu memanjatkan doa untuk penulis agar diberikan kemudahan dan kelancaran

dalam menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa suksesnya penulisan tesis ini tidaklah begitu saja

dapat diselesaikan dengan mudah dan bukan semata-mata atas usaha penulis

pribadi, namun juga karena bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh

karena itu penulis ingin mempersembahkan ucapan terima kasih yang mendalam

kepada:

Page 9: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

ix

1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Lubis, Lc., M.A., Rektor Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A., Dekan Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Dr. Azizah M.A., dan Dr. Afidah Wahyuni, M.Ag., Ketua dan Sekretaris

Program Studi Magister Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Prof. Dr. Zaitunah Subhan, M.A. dan Dr. M. Nurul Irfan, M.Ag. Dosen

pembimbing yang telah bersedia menyediakan waktu, pikiran dan tenaganya

untuk memberikan bimbingan, pengarahan dan petunujuk kepada penulis

dalam penyususnan tesis ini.

5. Segenap Bapak dan Ibu dosen serta staf pengajar pada lingkungan program

studi magister hukum keluarga fakultas syariah dan hukum Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan banyak

pembelajaran serta motivasi dalam menuntut ilmu di kampus ini.

6. Jajaran staf dan karyawan akademik perpustakaan fakultas syariah dan hukum

perpustakaan utama serta perpustakaan sekolah Pascasarjana UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dalam pengadaan referensi sebagai

bahan rujukan tesis.

7. Rekan-rekan seperjuangan magister hukum keluarga UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah banyak berbagi ilmu pengetahuan pengalaman dan informasi

seputar pendidikan. Sahabat kost Syauqi Rohman dan kawan-kawan yang

selalu mengajak dan menuntun penulis untuk lebih kritis dan semangat dalam

menyiapkan bahan dan isi tesis, juga telah berbagi tempat untuk penulis dalam

mengerjakan tesis.

Jakarta: 20 Desember 2019 M

24 Rabi’ul Akhir 1441 H

Penulis

Page 10: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

x

PEDOMAN TRANSLITERASI1

1. Padanan Aksara

Berikut ini adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:

Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

tidak dilambangkan ا

b be ب

t te ت

ts te dan es ث

j je ج

h ha dengan garis bawah ح

kh ka dan ha خ

d da د

dz de dan zet ذ

r er ر

z zet ز

s es س

sy es dan ye ش

s es dengan garis bawah ص

d de dengan garis bawah ض

t te dengan garis bawah ط

z zet dengan garis bawah ظ

ʻ koma terbalik di atas, hadap kanan ع

gh ge dan ha غ

1Pedoman ini disesuaikan dengan buku pedoman skripsi FSH UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta Tahun 2017, hlm. 65-70.

Page 11: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

xi

f ef ف

q ki

k ka ك

l el ل

m em م

n en ن

w we و

h ha ه

ʼ apostrop ء

y ye ي

h ha ة

2. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab seperti bahasa Indonesia, terdiri dari vokal

tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal alih

aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

a fatẖah

i kasrah

u ḏammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

ai a dan i ـي

au a dan u ـو

Contoh:

Page 12: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

xii

كي ف urifa‘ = عرف kataba = كخب = kaifa ل حو = haula

3. Maddah (Vokal Panjang)

Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd) yang dalam bahasa Arab

dilambangkan dengan harakat dan huruf adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

â a dengan topi di atas ـا

ȋ i dengan topi di atas ـي

ȗ u dengan topi di atas ـو

Contoh:

كان = kâna قي م = qîla دعا = daʻâ ل يقو = yaqûlu

4. Ta’ Marbûţah

1. Ta’ Marbûtah hidup transliterasinya adalah /t/.

2. Ta’ Marbûtah mati transliterasinya adalah /h/.

3. Jika pada suatu kata yang akhir katanya adalah Ta’ Marbûtah diikuti oleh kata

yang menggunakan kata sandang al, serta bacaan kedua kata itu terpisah, maka

Ta’ Marbûtah itu ditransliterasikan dengan /h/.

Contoh:

ẖadîqat al-ẖayawânât atau ẖadîqatul ẖayawânât = حديقتانحيواناث

انمدرستالابخدائيت = al-madrasat al-ibtidâʼiyyah atau al-madrasatul ibtidâʼiyyah

. حمزة~ = hamzah

5. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah/Tasydid ditransliterasikan dengan huruf yang sama dengan huruf

yang diberi tanda syaddah (digandakan).

Page 13: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

xiii

Contoh:

ر allama‘ = عهى يكر = yukarriru

و انمد kurrima =كر = al-maddu

6. Kata Sandang

a. Kata sandang diikuti oleh huruf Syamsiah ditransliterasi dengan huruf asli atau

huruf Lam dan dihubungkan dengan tanda sambung/hubung.

Contoh:

لة al-salâtu =انص

b. Kata sandang diikuti oleh huruf Qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan

bunyinya. Contoh:

ان باحث al-falaqu =ان فهق = al-bâẖitsu

7. Penulisan Hamzah

a. Bila hamzah terletak di awal kata maka ia tidak dilambangkan dan ia seperti

alif, contoh:

حي akaltu =أكه ج أو = ûtiya

b. Bila di tengah dan di akhir ditransliterasikan dengan apostrof, contoh:

ن ء taʼkulûna =حأ كهو شي = syaiʼun

8. Huruf Kapital

Huruf kapital dimulai pada awal nama diri, nama tempat, bukan pada kata

sandangnya, contoh:

آن al-Qurʼân = ان قر

دي عو انمس = al-Masʻûdî

Page 14: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

xiv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... ii

PENGESAHAN HASIL UJIAN PENDAHULUAN ......................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv

ABSTRAK .............................................................................................................. v

KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii

PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................... x

DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiv

BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1

B. Permasalahan .................................................................................. 12

1. Identifikasi Masalah ................................................................... 12

2. Perumusan Masalah ................................................................... 13

3. Pembatasan Masalah .................................................................. 13

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................... 14

D. Metode Penelitian ........................................................................... 15

E. Kerangka Teori ............................................................................... 15

F. Review Studi Terdahulu ................................................................. 21

G. Sistematika Pembahasan ................................................................ 24

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG ABORSI, PERLINDUNGAN

ANAK DAN HAM ............................................................................. 26

A. Aborsi............................................................................................. 26

1. Definisi Aborsi .......................................................................... 26

2. Macam-macam Aborsi ............................................................... 30

3. Aborsi dalam Hukum Positif ..................................................... 34

B. Perlindungan Anak ...................................................................... 35

1. Definisi Anak ............................................................................. 36

2. Hak dan Kewajiban Anak .......................................................... 39

Page 15: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

xv

3. Hukum yang Mengatur Perlindungan Anak .............................. 41

C. HAM .............................................................................................. 46

1. Definisi HAM ............................................................................ 46

2. Macam-macam HAM ................................................................ 47

3. Peran Negara dalam HAM ......................................................... 50

BAB III : ABORSI DALAM PANDANGAN LBM NU, MT MUHAMMADIYAH

DAN MUI ............................................................................................ 56

A. Aborsi dalam LBM NU ................................................................ 57

1. Sejarah NU dan Munculnya Lembaga Bahtsul Masa'il ............. 57

2. Metode Istinbath Hukum LBM NU ........................................... 62

3. Aborsi Menurut LBM NU ......................................................... 64

B. Aborsi dalam MT Muhammadiyah ............................................ 66

1. Sejarah Muhammadiyah dan Majelis Terjihnya ........................ 66

2. Metode Istinbath Hukum MT Muhammadiyah ......................... 68

3. Aborsi Menurut MT Muhammadiyah ....................................... 71

C. Aborsi dalam Fatwa MUI ............................................................ 74

1. Sejarah MUI ............................................................................... 74

2. Metode istinbath Hukum Fatwa MUI ........................................ 76

3. Aborsi Menurut Fatwa MUI ...................................................... 79

BAB IV : PERBANDINGAN LBM NU, MT MUHAMMADIYAH DAN

FATWA MUI TENTANG ABORSI ............................................... 84

A. Perbandingan Vertikal ................................................................. 92

1. Fatwa LBM NU tentang Aborsi dengan pendapat Fuqaha

Mazhab Arba'ah ......................................................................... 92

2. Fatwa MT Muhammadiyah tentang Aborsi dengan pendapat

Fuqaha Mazhab Arba'ah ............................................................ 93

3. Fatwa MUI Tentang Aborsi dengan Pendapat Fuqaha Mazhab

Arba'ah ....................................................................................... 96

B. Perbandingan Horizontal ............................................................ 97

Persamaan dan Perbedaan LBM NU, MT Muhammadiyah dan

MUI dalam Fatwa dan Metode Istinbath Hukum Tentang Aborsi . 97

Page 16: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

xvi

BAB V : PENDAPAT LBM NU, MT MUHAMMADIYAH DAN MUI

TENTANG ABORSI DITINJAU DARI PERSPEKTIF

PERLINDUNGAN ANAK DAN HAM ......................................... 106

A. Fatwa LBM NU, MT Muhammadiyah dan MUI ditinjau dari

Perspektif Perlindungan Anak ...................................................... 106

B. Fatwa LBM NU, MT Muhammadiyah dan MUI ditinjau dari

Perspektif HAM............................................................................ 111

C. Tabel Perbandingan Hukum Aborsi ............................................. 119

BAB VI : PENUTUP ........................................................................................ 122

A. Kesimpulan ................................................................................... 122

B. Saran ............................................................................................. 123

DAFTAR ISTILAH ........................................................................................... 125

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 127

Page 17: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama Islam adalah satu satunya agama yang benar di sisi Allah.

Datangnya Islam merupakan rahmat bagi semesta alam. Di antara rahmat yang

dibawa Islam yaitu menjunjung tinggi hak-hak seseorang untuk hidup. Syariat

Islam diatur untuk menjaga dan memelihara lima perkara agama, jiwa, keturunan,

akal dan harta atau biasa disebut dengan al Kulliyyât al Khamsu1 ataupun al

Darûriyât al Khâmsu2 (lima perkara yang mendesak pada kehidupan manusia),

Sebagian ulama menyebutkan hal ini merupakan tujuan utama dalam ajaran

agama sebelum datangnya Islam.3

Islam memelihara lima perkara tersebut merupakan kewajiban bagi

seorang muslim,4 oleh karenanya setiap pelanggaran dalam hal-hal tersebut akan

dijatuhkan hukuman yang telah ditetapkan menurut syari'at baik itu yang bersifat

had (hukuman yang telah ditentukan dan ditetapkan Allah di dalam al

Quran/Hadist), ta’zîr (hukuman yang bersifat pendidikan atas perbuatan dosa

(maksiat) yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara’) qisâs (Hukuman yang

dikenakan hukuman balas) ataupun dengan membayar diyah (harta yang wajib

dibayar dan diberikan oleh pelaku jinayah kepada wali/ahli waris sebagai ganti

rugi disebabkan jinayah yang dilakukan). Adapun dasar-dasar demikian itu dapat

dilihat dalam al Qur’an surah al An’âm ayat 151-153 dan hadist di bawah ini :

1 Ibrâhim al-Bâjuri, Hâsyiyah al-Bâjûri `Ala Jauharah al-Tauhîd, (Dâr al-Salâm, , 2002)

Cet 1, Hal. 322 2 Ahmad al-Risûni, Madkhal Ilâ Maqâsid al-Syari`ah, (Mesir Dâr al-Kalimah li al-Nasyr

wa al-Tauzi’, Cet 1 2010), Hal. 85 3 Abû Ishâq al-Syâtibî, al-Muwâfaqât fi Usul al-Syarîât, (Beirut, Dâr al-Fikr, 2004 M),

jilid 1, Hal. 37 4 Burhân al-Dîn al-Laqqânî, Matn Jauharah al-Tauhîd, (Beirut, Dâr al-Kutub, 2001 M),

bait ke 127

Page 18: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

2

مالهد ونق تلمن :))ي ق ول وسلمعلي هالله صلىاللهرس ولسع ت :قالزي د ب نسعيدعن

د ونق تلومن شهيد،ف ه ودمهد ونق تلومن شهيد،ف ه ودينهد ونق تلومن شهيد،ف ه و

له 5.((شهيدف ه وأه

Artinya:"Saîd ibn Zayid berkata “saya pernah mendengar rasulullah bersabda:

Barangsiapa yang terbunuh karena membela hartanya maka dia syahîd,

barangsiapa yang terbunuh karena membela agamanya maka dia syahîd,

barangsiapa yang terbunuh karena membela dirinya maka dia syahîd,

barangsiapa yang terbunuh karena membela keluarganya maka dia

syahîd."

Maqâsid al-Syarî’ah menurut para ulama adalah sebagai berikut :

1. Menurut Imam al Âmidî dalam al Ihkâm bahwa tujuan disyariatkannya hukum

adalah untuk mencapai manfaat dan menghindari kemudaratan atau gabungan

keduanya.6

2. Menurut al Syâtibi tujuannya adalah menegakkan kemaslahatan dunia dan

akhirat.7

3. Menurut Tâhir Ibn ‘Âsyûr yaitu makna-makna dan hikmah-hikmah yang

diinginkan oleh Tuhan pada segala kondisi tasyri’, keinginan tersebut tidak

hanya terbatas pada satu macam hukum syariat, tetapi semua bentuk hukum

syariat yang tujuan dan maknanya termasuk di dalamnya. Juga termasuk

makna-makna hukum yang tidak terekam dalam berbagai macam hukum, akan

tetapi terekam dalam bentuk-bentuk yang lain.8

4. Menurut Imam al Ghazâli tujuan syariat adalah menjaga agama, jiwa, akal,

keturunan, dan harta benda. Dan semua yang menghasilkan lima perkara

tersebut itulah yang disebut dengan maslahat adapun hal-hal yang bisa

5 Sulaiman Ibn Asy’ats, Sunan Abi Daud (Dâr al Risâlat al‘Âlamiyyah2009) , , Cet 1,

jilid 7 Hal 151. 6 Ali ibn Muhammad al-Âmidî, al-Ihkam fi Usûl al-Ahkâm, (Kairo, Dâr al-Sami’, 2004),

Cet ke 2, Jilid. 3 Hal. 271 7 Abu Ishâq al-Syâtibi, al-Muwâfaqât fi Usûl al-Syarî’ah, jilid 1 (Kairo: Dâr al-

Taufîqiyyah, 2003), Hal. 30 8 Muhammad al-Tâhir Ibn ‘Asyûr, Maqâsid al-Syarî’ah al-Islâmiyyah (Kairo, Dâr al-

Nafâis, , 2001), Cet. 2, Hal. 79

Page 19: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

3

menghilangkan tujuan tersebut itulah yang dikenal dengan Mafsadah

(kerusakan)9

5. Wahbah al Zuhailiy menyebutkan makna Maqâsid al Syari’ah makna dan

tujuan yang hendak dicapai pada sebagian atau seluruh hukum yang Allah

turunkan. Atau beliau juga menyimpulkan, tujuan pensyari’atan sesuatu serta

seluruh rahasia yang terdapat dibalik pensyari’atan tiap hukum oleh Allah dan

RasulNya.10

Memelihara dan melindungi jiwa merupakan hal yang sangat penting. Hal

ini berarti memelihara eksistensi kehidupan umat manusia di permukaan bumi

dengan bertambah banyaknya keturunan manusia. Perkembangan hidup manusia

dimulai pada saat sperma laki-laki menembus dinding sel telur. Peristiwa

terbentuknya manusia dapat kita lihat dalam firman Allah SWT dalam Q.S. al-

Mu’minun: 12-14:

ناولقد ﴿ خلق ناث *مكي ق رار فن ط فة جعل ناه ث *طي منس لالة منالإنسانخلق

ناعلقة النط فة غة ال علقةفخلق نام ض غةفخلق أنشأ ناه ث ل م اال عظامافكسو نعظام اال م ض

سن الله ف تباركآخرخل ق ا القيأح ﴾ال

Artinya:“Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati

(berasal) dari tanah (12). Kemudian kami jadikan saripati itu air mani

(yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim) (13). Kemudian air

mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami

jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang

belulang, lalu tulang belulang tersebut kami bungkus dengan daging,

kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka maha

sucilah Allah, pencipta yang paling baik (14).”

Selanjutnya manusia berkembang biak menjadi banyak dari jenis laki-laki

ataupun perempuan. Dalam hal ini diterangkan dalam Q.S. al Nisȃ’: 1

9 Muhammad bin Muhammad al Ghazâli, al-Mustasyfa (Kairo, Dâr al Hadits, 2004). Hal.

127 10 Wahbah al Zuhaily, al Wajîz fii uuli fiqhi, (Kairo, Dâr al-Hadits), Hal.217

Page 20: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

4

من ه م﴿ واحدة وخلقمن هازو جهاوبث ربك م الذيخلقك ممنن ف س ات ق وا اياأي هاالناس

كثير اونساء كانعرجالا اللهالذيتساءل ونبهوالأر حامإنالله رقيب اوات ق وا .﴾لي ك م

Artinya:“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah

menciptakan kamu dari diri yang satu, dan dari (padanya) Allah

menciptakan istrinya dan daripada keduanya Allah memperkermbang

biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada

Allah yang dengan(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu

sama lain. Dan peliharalah hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah

selalu menjaga dan mengawasi kamu.”

Kehamilan merupakan sebuah anugerah Allah kepada para wanita.

Namun, tidak semua wanita merasa senang dan bahagia dengan setiap kelahiran

anak. Hal ini disebabkan banyak faktor yang melatar belakangi hal tersebut, dan

akhirnya mengakibatkan sebagian wanita lebih memilih menggugurkan

kandungannya yang mana hal ini dikenal dengan istilah aborsi.11

Aborsi merupakan salah satu wacana aktual dan marak diperbincangkan,

persoalan ini udah sangat memperhatinkan, tidak hanya permasalah individu

tetapi sudah jadi persoalan sosial, bahkan sudah meresahkan masyarakat. Sering

kita temui media cetak dan elektronik menyuguhkan berita-berita yang

menyedihkan, mulai adanya dukun yang membuka praktek ataupun dokter yang

membuka jasa aborsi secara ilegal, penemuan serpihan serpihan tubuh janin

ditempat sampah yang dibungkus kantong kantong plastik, sampai penemuan

mayat bayi dipinggir jalan tanpa diketahui siapa yang melahirkannya.

Umumnya hal ini dilakukan oleh masyrakat modern yang terlalu bebas

dalam pergaulannya, sebagaimana banyak dilakukan masyarakat urban, seperti

yang terjadi di kota kota besar di indonesia dari penelitian yang dilakukan oleh

11 Ahmad Tholabi Kharlie, Hukum Keluarga Indonesia (Jakarta, Sinar Grafika, 2013),

Hal. 248.

Page 21: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

5

prof. Budi Utomo dan kawan kawan di sepuluh kota besar dan enam kabupaten

menunjukkan bahwa pertahun terdapat 2 juta kasus aborsi.12

Mengenai hukum aborsi tidak ada nash secara langsung menyebutkannya,

terlebih aborsi yang dilakukan sebelum masa peniupan ruh. Sedangkan yang

dijelaskan di dalam al Qur'an surah al Nisa’ ayat 93,

افجزا ﴿ ي ق ت ل م ؤ من امت عمد افي هاوغضبالل ومن لهعذاب اؤ هجهنم خالد ه علي هولعنهواعد

﴾عظي م ا

Artinya:"Dan barangsiapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja,

maka balasannya ialah neraka Jahanam, dia kekal di dalamnya. Allah

murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar

baginya."

Menerangkan tentang haramnya membunuh tanpa hak, mencela perbuatan

tersebut dan menghukum pelakunya dengan neraka Jahannam, Kemudian di surah

al-Isro’ ayat 31 dan 33 Islam memberikan landasan hukum yang jelas bahwa

kehidupan manusia itu suci sehingga haruslah dipelihara dan tidak boleh

dihancurkan (diakhiri) kecuali dilakukan untuk suatu sebab atau alasan yang

benar, seperti dalam eksekusi hukuman mati atau dalam perang, atau dalam

pembelaan diri yang dibenarkan.

Meski demikian pendapat para ulama tentang aborsi sangat beragam,

khususnya dalam hal penentuan dibolehkannya pengguguran kandungan dengan

alasan yang dibenarkan tersebut. Di samping beberapa pendapat dikalangan

ulama’, terdapat juga kajian hukum terhadap aborsi yang ditetapkan oleh tiga

ormas terbesar di Indonesia yaitu Lembaga Bahtsul Masâil Nahdlatul Ulama

(LBM NU), Majelis Tarjîh Muhammadiyah (MT) dan Majelis Ulama Indonesia

(MUI). Dalam pencarian hukum (istinbat) mengenai suatu peristiwa yang baru,

ketiga lembaga tersebut menggunakan cara yang berbeda sesuai dengan tuntunan

dan metode masing-masing.

12 Budi Utomo Hendartini Absjah dkk, Insiden dan aspek psiko-sosial aborsi di Indonesia

(Jakarta, Word Press, 2001), Hal. 31

Page 22: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

6

Istinbath hukum menurut LBM NU mempunyai dua pengertian, yang

pertama menggali hukum secara langsung dari al Qur'an dan Hadits. Yang kedua

pengambilan hukum dengan memberlakukan secara dinamis nash-nash ulama

fiqih dalam konteks permasalahan yang dicari hukumnya.13

Adapun istinbath dengan makna yang pertama yang lebih cenderung

dengan pengertian ijtihad oleh ulama NU dirasa sangat sulit karena keterbatasan-

keterbatasan dalam ilmu penunjang dan pelengkap yang harus dikuasai oleh

seorang mujtahid. Adapun dalam makna kedua selain praktis, juga dapat

dilakukan oleh semua ulama NU yang telah memahami ibarat-ibarat kitab fiqih

sesuai dengan terminologinya yang baku. Oleh karena itu kalimat istinbath di

kalangan NU terutama dalam kerja bahts al-masa'ilnya tidak populer karena

kalimat itu telah populer di kalangan ulama NU dengan pemahaman ijtihad, dan

sebagai gantinya dipakai kalimat bahtsul masâil yang artinya membahas masalah-

masalah yang terjadi melalui referensi kita-kitab fiqih mazhab yang empat.14

Adapun menurut MT Muhammadiyah istinbath lebih cenderung dengan

pengertian ijtihad hal ini karena mereka beranggapan bahwa pintu ijtihad tetap

terbuka lebar sampai hari kiamat sepanjang tidak menyangkut bidang ta’abbudi

(hal-hal yang semata-semata karena perintah) dan memang merupakan hal yang

diajarkan dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia.15

Istinbath hukum bagi MUI adalah dasar-dasar dan prosedur penetapan

fatwa yang dilakukan oleh MUI. Hal tersebut sebagaimana yang disebutkan dalam

rumusan Pedomam Penetapan Fatwa MUI.16

13 M. Djamaluddin Miri, Terjemah Ahkamul Fuqaha Solusi Problematika Aktual Hukum

Islam , Keputusan Muktamar, Munas Dan Konbes Nahdhatul Ulama 1926-2004 (Surabaya, Gema

Press, 2002) Cet 3 , kata pengantar Dr. KH.MA. Sahal Mahfudh. Hal, 18. 14 M. Djamaluddin Miri, Lc, MA, Terjemah Ahkamul fuqaha Solusi Problematika Aktual

Hukum Islam , Keputusan Muktamar, Munas Dan Konbes Nahdhatul Ulama,( Yogyakarta,

Cahaya Insan, 2004) Hal, 19. 15 Wawan Gunawan Abd. Wahid Himpunan Putusan Tarjîh Muhammadiyah

1,(Yogyakarta, Pustaka Jogja) Hal. 42. 16 Pedoman Penetapan Fatwa MUI Nomor: U-596/MUI/X/1997 Pasal 2

Page 23: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

7

Dan akan kami sebutkan di bab selanjutnya pada pembahasan metode

istinbath ketiga lembaga tersebut. Ijtihad adalah mencurahkan segenap

kemampuan dalam menggali dan merumuskan dalil-dalil yang bersifat dzanni

(masih dalam lingkup sangkaan) untuk menghasilkan sebuah hukum syariat

sampai kemampuan terakhir.17

Posisi ijtihad bukan sebagai sumber hukum melainkan sebagai metode

penetapan hukum, sedangkan fungsi ijtihad adalah sebagai metode untuk

merumuskan ketentuan hukum yang belum terumuskan dalam al-Qur’ȃn dan

hadist, hal ini telah dijelaskan di dalam al Qur'an, di antaranya Firman Allah

Ta’ala Q.S. al Nisa’:

قال كتابإلي كأن زل ناإنا﴿ لتح ك مبال ﴾الله أراكباالناسب ي

Artinya:“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan

membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa

yang telah Allah wahyukan kepadamu.”

Ayat di atas menurut Wahbah Zuhailiy menerangkan secara jelas tentang

perintah berijtihad.18 Adapun hadist yang menerangkan tentang ijtihad di

antaranya hadist yang diriwayatkan oleh Sayyidina Umar bin Khattâb:

ران،وإذاحك أصابف له أج ت هدث رإذاحكمالاكم فاج طأف له أج أخ ت هدث مفاج Artinya:“Seorang hakim apabila berijtihad kemudian sesuai dengan kebenaran

maka ia mendapat dua pahala. Apabila ia berijtihad kemudian tidak

mencapai kebenaran, maka ia mendapat satu pahala”19

Rasulullah SAW juga pernah bersabda kepada Mu’adz bin Jabal, ketika

Mu'adz diutus menjadi hakim di Yaman:

،أنرس ول أص حابم عاذب نجبل ،من لح ص أه من أ ناس علي هوسلمعن اللهصلىالله

قال: ال يمن إل م عاذ ا ي ب عث أن أراد قضاء؟»لما لك عرض ت ق ضيإذا قال:«كي ف ،

17 Al Âmidî, al-Ihkam fi Usul al-Ahkâm, jilid 4 Hal. 396 18 Wahbah al Zuhailî, Usul al-Fiqh al-Islâmy, jilid 2 Hal. 1067 19 Muhammad Ibn Ismȃil. Sahih al-Bukhȃri, (Dâr Tauqi' al Najȃh,Cet 1, 1422), Hal. 108

Page 24: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

8

كتابالله؟»أق ضيبكتابالله،قال: ف ل تد اللهصلىالله ،قال:فبس نةرس ول«فإن

قال: وسلم، كتاب»علي ه ف ولا وسلم، صلىالله علي ه الله رس ول س نة ف تد ل فإن

وسلمصد «الله؟ صلىالله علي ه الله رأ يي،ولاآل وفضربرس ول تهد ره ،وقال:قال:أج

د للهالذيوفقرس ول،رس ولاللهلماي ر ضيرس ولالله» م 20دواو دو ب أاه ور «.(ال

Artinya:“Diriwayatkan dari penduduk hims, sahabat Muadz ibn Jabal, bahwa

Rasulullah saw. Ketika bermaksud untuk mengutus Muadz ke Yaman,

beliau bertanya: apabila dihadapkan kepadamu satu kasus hukum,

bagaimana kamu memutuskannya? Muadz menjawab:, Saya akan

memutuskan berdasarkan al Qur'an. Nabi bertanya lagi:, Jika kasus itu

tidak kamu temukan dalam al Qur'an?, Muadz menjawab: Saya akan

memutuskannya berdasarkan Sunnah Rasulullah. Lebih lanjut Nabi

bertanya: Jika kasusnya tidak terdapat dalam Sunnah Rasul dan Al

Qur'an?,Muadz menjawab:, Saya akan berijtihad dengan seksama.

Kemudian Rasulullah menepuk-nepuk dada Muadz dengan tangan beliau,

seraya berkata:, Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk

kepada utusan Rasulullah terhadap jalan yang diridhai-Nya.”(HR.Abu

Dawud)

Sebagaimana dijelaskan di atas bahwasannya tidak ada nash secara

langsung yang menjelaskan tentang aborsi, dari sinilah terjadi perbedaan pendapat

di antara Fuqaha Mazhab dalam menentukan hukum aborsi, apa, bagaimana, dan

kapan aborsi itu diperbolehkan dan dilarang oleh syariat. Aborsi dalam literatur

klasik berkisar hanya pada saat sebelum proses penyawaan, maksudnya adalah

kehamilan sebelum adanya peniupan ruh dalam janin, karena kehamilan sesudah

penyawaan atau proses peniupan ruh semua ulama sepakat melarang kecuali

dalam kondisi darurat yang mengancam kehidupan nyawa ibunya. Para fuqaha

sepakat dalam menetapkan hukum menggugurkan kandungan setelah peniuapan

ruh. Adapun sebagian besar perbedaan di antara mereka adalah mengenai hukum

menggugurkan kandungan sebelum peniupan ruh.

20 Sulaiman Ibn Asy'as Abi Daud, Sunan Abi Daud, (Beirut Maktabah al-'Asriyyah), jilid

3 Hal 303.

Page 25: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

9

Dalam Mazhab Hanafi aborsi adalah mubah/diperbolehkan dengan catatan

belum adanya tanda-tanda kehidupan. Yaitu pada saat usia kandungan sebelum 4

bulan atau 120 hari yang bertepatan dengan peniupan ruh. Karena janin yang

belum diberikan ruh belum termasuk manusia/makhluk hidup.21

Menurut Ulama Malikiyah berpendapat bahwa kehidupan sudah dimulai

sejak terjadi konsepsi. Oleh karena itu menurut mereka, aborsi tidak diizinkan

bahkan sebelum janin berusia 40 hari.adapun sanksi bagi yang melakukannya

adalah jika dilanggar wajib dikenai hukuman sesuai usia janin yang digugurkan.

Semakin tua usia janin yang digugurkan semakin besar pula tebusan yang wajib

dibayarkan kepada ahli warisnya. Mayoritas Ulama Malikiyah sepakat untuk

memberi hukuman (ta’zir) bagi pelaku aborsi pada janin sebelum penyawaan.22

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan Ulama Syafi’iyyah terhadap

pandangan aborsi. Pendapat pertama adalah Hukumnya haram secara mutlak.

Pendapat ini merupakan pendapat al aujah (kuat) dalam Mazhab Syafi'i, yang

didukung oleh Syekh Ibnul Imad dan beberapa ulama' dari kalangan Mazhab

Syafi'i. Alasannya ketika mani/sperma sudah menetap di dalam rahim, maka mani

tersebut sudah akan tiba waktunya dan sudah siap untuk ditiup ruh. Imam Ghazâli

dalam kitab Ihya' menyatakan; ketika mani laki-laki (sperma) sudah bercampur

dengan mani perempuan (ovum) maka sudah siap menerima kehidupan, karena itu

merusaknya adalah suatu tindakan kriminal (kejahatan/jinayat).23

Pendapat kedua, melakukan aborsi bagi janin yang sudah berusia 120 hari

haram hukumnya, karena diperkirakan bahwa janin sudah bernyawa. Bagi yang

melakukannya maka sangsinya adalah ghurrah, yakni diyat yang harus dipenuhi

oleh orang yang melakukan pembunuhan janin, berupa membayar seorang budak

laki-laki atau perempuan kepada keluarga si janin atau membayar kafarat senilai

21 Ibn ‘Abid Muhammad ‘Alauddîn, Hâsyiyah Ibn ‘Abidîn ‘ala al-Durril al-Mukhtâr,

(Dâr al-Fikr, Beirut, 2000) Jilid 6, Hal. 591. 22 Ahmad bin Rusyd al-Qurtûbi. Bidâyah al Mujtahid. (Beirut: Dâr al-Ma‟rifah. 1405 H),

Hal. 416. 23 Al-Ghazālī, Ihyā’ ‘Ulūm al-Dīn, (Kairo: Dâr Ihyā’ al-Kutub al-

‘Arabiyyah, t.th.), Jilid 2, Hal. 53.

Page 26: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

10

dengan seperdua puluh diyat biasa, yaitu lima ekor unta. Sedangkan pengguguran

sebelum 120 hari boleh namun makruh secara mutlak. Pendapat ini dikemukakan

oleh Imam al Ramli dari kalangan Mazhab Syafi'i, beliau menyatakan bahwa

hukum pengguguran kandungan sebelum ditiupnya ruh itu dimungkinkan makruh

tanzîh atau makruh tahrîm, dan hukum makruh tahrîm akan semakin kuat ketika

umur janin di dalam kandungan mendekati masa ditiupnya ruh.24

Fuqaha Hanabilah berpendapat janin boleh digugurkan selama masih

fase segumpal daging mudghah, karena belum berbentuk anak manusia,

sebagaimana ditegaskan Ibnu Qudâmah dalam kitab al-Mughni : Pengguguran

terhadap janin yang masih berbentuk mudghah (segumpal daging) dikenai denda

ghurrah, bila menurut ahli kandungan janin sudah terlihat bentuknya. Namun,

apabila telah memasuki tahap pembentukan, dalam hal ini ada dua pendapat,

pertama yang paling sahih adalah pembebasan hukuman ghurrah, karena janin

belum berbentuk misalnya baru berupa alaqah, maka pelakunya tidak dikenai

hukuman, dan pendapat kedua : ghurrah tetap wajib karena janin yang digugurkan

sudah memasuki tahap penciptaan anak manusia.25 Selanjutnya Ibnu Qudamah

menjelaskan lebih lanjut, jika janin berubentuk segumpal darah alaqah, maka

yang harus dibayarkan adalah 1/3 uang kompensasi ghurrah harus dibayar 2/3

dari uang kompensasi, jika janin sudah berbentuk sempurna atau bernyawa, maka

dikenakan denda lengkap ghurrah kamilah.26

Atas perbedaan pendapat tersebut Ulama-ulama Indonesia dalam hal ini

yang diwakili oleh NU, Muhammadiyah dan MUI yang mana ketiganya adalah

lembaga Islam terbesar dan paling berpengaruh di Indonesia pun berbeda

pendapat dalam penetapan hukum aborsi. Lembaga Bahtsul Masa’il NU

menentukan aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis

(pelekatan embiro pada dinding rahim pada dinding rahim ibu), dan

24 Syihâbuddin al-Ramli, Nihâyat al-Mukhtaj, Syarh alMinhâj fî al-Fiqh’ alâ Mazhab al-

lmâm Syâf’i, , (Damaskus, Maktabah al-Halabiy, 1357 H), Jilid VII, Hal. 416. 25 Abi Muhammad Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Qudâmah, al-Mughni, (Kairo:

Hajar, 1992), Jilid 12, Hal. 62. 26 Abi Muhammad Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Qudâmah, Al-Mughni, Hal. 64.

Page 27: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

11

diperbolehkan dalam keadaan dan sebab tertentu.27 Muhammadiyah berpendapat

bahwa aborsi yang terjadi karena tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan

indikasi medis tanpa memperhitungkan usia janin sejak terjadinya pembuahan

hukumnya haram.28 MUI dalam fatwanya Nomor 4 tahun 2005 Tentang Aborsi,

menegaskan Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada

dinding rahim ibu (nidasi), dan diperbolehkan karena adanya uzur, baik yang

bersifat darurat ataupun hajat tertentu.29

Selanjutnya ditinjau dari perspektif Perlindungan Anak tindakan aborsi

dianggap bertentangan dengan Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak, Karena dalam Undang-undang tersebut dikatakan, anak yang

masih di dalam kandungan secara hukum juga harus dilindungi oleh negara.

Dalam perspektif Undang-undang Perlindungan Anak, Pasal 1 menyebutkan

bahwa anak-anak adalah yang berusia di bawah 18 tahun, termasuk yang masih

dalam kandungan. Artinya di sini aborsi tidak dibenarkan karena mengabaikan

hak hidup anak, Selain merupakan tindak pidana, juga merupakan pelanggaran

terhadap hak asasi.

Dalam Hukum Positif tentang Perlindugan Anak dan HAM tidak

dijelaskan secara rinci aborsi seperti apa yang dilarang dan dilegalkan oleh

negara, hanya dijelaskan bahwa aborsi secara umum bertentangan dengan konsep

Perlindungan Anak dan HAM. Sedangkan NU, Muhammadiyah dan MUI melalui

lembaga fatwanya telah memberikan rambu-rambu diperbolehkannya aborsi

dalam waktu tertentu.

Dari perbedaan pendapat antar Fuqaha Mazhab tentang aborsi hingga

terjadi perbedaan di antara Ulama Indonesia yang diwakili ketiga lembaga

tersebut, menarik untuk kita bahas kekuatan argumen tiap-tiap lembaga, ketetapan

27 Keputusan Komisi Bahtsul Masail Diniyah Musyawarah Nasional Alim Ulama NU

2014 28 Tanfidz Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah, Muktamar Tarjih

Muhammadiyah XXII,2015. 29 Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor : 4 Tahun 2005 Tentang Aborsi.

Page 28: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

12

hukumnya, dan komparasinya terhadap Perlindungan Anak dan HAM dalam

negara kita ini.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dapat

diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Salah satu Maqâsid al-Syarî’ah adalah Hifdzun Nafs (Memelihara dan

melindungi jiwa), apakah aborsi termasuk dari bentuk pelanggaran dari

pemeliharaan dan perlindungan jiwa tersebut?

2. Aborsi menurut Hukum Islam dan Hukum Positif; di dalam Hukum Islam

dijelaskan secara terperinci macam-macam aborsi yang dilarang dan yang

diperbolehkan, sedangkan di dalam Hukum Positif tidak dijelaskan secara

spesifik tentang perlindungan anak yang masih berupa janin, sehingga terdapat

perbedaan interpretasi tentang pemidanaan terhadap pelaku aborsi.

3. Banyak cara dalam melakukan aborsi dan kriteria waktu dalam aborsi, maka

perlu kita ketahui manakah dari kategori aborsi yang dimaksud dalam fatwa

LBM NU, MT Muhammadiyah dan MUI serta ketetapannya dalam perspektif

Perlindungan Anak dan HAM.

4. Terjadi perbedaan pendapat di kalangan Ulama Mazhab kapan

diperbolehkannya melakukan aborsi, dari perbedaan pendapat tersebut

manakah yang digunakan oleh Ulama Indonesia dana apa argumen masing-

masing lembaga dalam menentukan putusannya.

5. Kedudukan fatwa LBM NU, fatwa MT Muhammadiyyah, dan fatwa MUI di

Indonesia serta pengaruhnya bagi masyarakat dalam kehidupan sehari-harinya.

6. Macam-macam aborsi dalam Undang-undang Perlindungan Anak dan Undang-

undang HAM serta konsekuensi dan hukuman bagi pelakunya.

Page 29: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

13

2. Perumusan Masalah

Berdasar uraian dari latar belakang di atas, maka yang menjadi

permasalahan pokok dari penelitian ini adalah bagaimana pendapat Ulama

Nusantara dari Hukum Islam tentang aborsi yang direspresentasikan oleh

Muhammadiyah, NU dan MUI dipandang dari perspektif Hukum Perlindungan

Anak dan HAM.

Dari permasalah pokok di atas dapat dirumuskan menjadi beberapa

pertanyaan penelitian sebagai berikut;

1. Bagaimanakah keputusan hukum Lembaga Bahtsul Masâil NU, Majelis

Tarjîh Muhammadiyah dan MUI tentang aborsi dan apa argumen masing-

masingnya ?

2. Bagaimana perbandingan fatwa ketiga lembaga tersebut, dan

perbandingannya dengan Fuqaha Mazhab ?

3. Bagaimana penetapan hukum dari ketiga lembaga tersebut ditinjau dari

perspektif Perlindungan Anak dan HAM ?

3. Pembatasan Masalah

Dari rumusan masalah yang telah dipaparkan, agar lebih jelas dan terfokus,

perlu adanya batasan masalah dalam penelitian ini yang terkait dengan:

a. Batasan Konsep

1. Pada bentuk apa pengguguran janin itu bisa dianggap sebagai

tindakan aborsi ?

2. Aborsi seperti apa yang dilarang dan diperbolehkan?

3. Kapan aborsi dianggap sebagai pelanggaran dari hukum

Perlindungan Anak dan HAM ?

4. Bagaimana ketetapan ketiga lembaga tersebut atas macam-macam

aborsi?

Page 30: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

14

b. Batasan Objek

Fatwa Lembaga Bahtsul Masa’il NU dan fatwa Majelis Tarjih

Muhammadiyah serta fatwa MUI tentang aborsi

c. Batasan Waktu

Putusan Komisi Bahtsul masa’il NU tahun 2014, putusan Majelis Tarjih

Muhammadiyyah tahun 2015 dan fatwa MUI tentang Aborsi tahun 2005.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dari perumusan masalah di atas dapat dijelaskan tujuan dari ditulisnya

tesis ini salah satunya agar kita mengetahui lebih dalam mengenai aborsi

dalam perspektif tiga lembaga Islam terbesar yang ada di Indonesia, yaitu

Muhammadiyah dan Nahdhatul Ulama dan Majelis Ulama Indonesia. Baik itu

dari segi fatwa, maupun metode yang digunakan dalam memutuskan sebuah

hukum serta argumen masing-masing lembaga, serta bagaimana artian perilaku

aborsi dalam perspektif Perlindungan anak dan HAM.

2. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan membuahkan hasil yang secara teoritis tentang

masalah aborsi. Terlebih lagi praktek aborsi dalam perspektif konsep

perlindungan anak dan perlindungan HAM dari tiga lembaga Islam terbesar

di Indonesia serta konsekuensi hukumnya.

2. Sebagai acuan untuk mengambil kebijakan hukum, karena fatwa dan

pendapat para ulama adalah salah satu sumber hukum Islam yang sangat

membantu dan berperan dalam kasus – kasus yang belum ada sebelumnya.

Selain itu juga dapat menambah pengetahuan mengenai aborsi beserta

hukumnya.

3. Mampu menjawab pertanyaan tentang keputusan ketiga lembaga tersebut

dalam masalah aborsi, tentang cara penetapannya, macam-macam aborsi

yang dilarang dan diperbolehkan serta konsekuensinya.

Page 31: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

15

D. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan normatif doktriner,

Adalah pendekatan yang memandang hukum sebagai doktrin atau seperangkat

aturan yang bersifat normatif (law in book). Pendekatan ini dilakukan melalui

upaya pengkajian atau penelitian hukum kepustakaan.

2. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, di mana suatu proses

penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang

menyelidiki suatu fenomena sosial dan masalah manusia. Pada penelitian ini

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

orang yang diamati dan perilaku yang diamati. Penelitian kualitatif dilakukan

pada kondisi alamiah dan bersifat penemuan.

3. Data dan Sumber Data

Penelitian ini bersumber dari data sekunder, yang merujuk pada buku-buku

fatwa ketiga lembaga berkaitan dan buku perundang-undangan tentang

Perlindungan anak dan HAM, serta buku- buku penelitian tentang aborsi.

Adapun sumber data diambil dengan studi kepustakaan, dengan

mempelajari buku-buku yang menghimpun kumpulan fatwa tiga lembaga di

atas dan mengkaji buku-buku yang membahas masalah aborsi.

4. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode content analysis dan analisis

komparatif. Content Analysis di sini dengan cara memahami isi fatwa dari

ketiga lembaga di atas. Adapun analisis komparatif yaitu dengan:

a. Mencermati dan membandingkan argumen 3 lembaga tersebut dari dali-

dalil, kaidah ushul fiqih, kaidah fiqhiyyah, konsep maslahah yang

digunakan;

b. Membandingkan pendapat ketiga lembaga terebut dengan pendapat

Mazhab Fiqih arba’ah;

c. Membandingkan pendapat ketiga lembaga tersebut dengan peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia;

d. Mencermati pendapat ketiga lembaga tersebut dalam perspektif

Perlindungan Anak dan HAM.

E. Kerangka Teori

Kerangka teori yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kerangka

pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, dan tesis dari penulis memberikan

gambaran secara umum tentang perlindungan anak dan menjelaskan teori tentang

perlindungan Hak Asasi Manusia dalam masa kehamilan, yang menjadi bahan

perbandingan dan pegangan teoritis dalam penulisan tesis ini.

Page 32: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

16

Fungsi teori dalam penulisan tesis ini adalah untuk memberikan arahan

dan petunujuk serta menjelaskan problematika yang akan dibahas. Penelitian ini

merupakan penelitian hukum normatif, sehingga kerangka teori yang diarahkan

adalah berdasarkan ilmu hukum. Maksudnya adalah penelitian ini berusaha untuk

memahami praktik aborsi yang dilakukan di Indonesia diatur dalam Undang-

undang.

1. Teori Perlindungan Anak

Secara umum apa yang dimaksud dengan anak adalah keturunan atau

generasi sebagai suatu hasil dari hubungan kelamin atau persetubuhan (sexual

intercoss) antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan baik dalam

ikatan perkawinan maupun di luar perkawinan.

Dasar hukum pelaksanaan perlindungan anak di Indonesia, mengacu

kepada peraturan perundang-undangan nasional dan internasional. Dasar

hukum nasional yang utama adalah Undang-Undang No. 23 Tahun 2002

Tentang Perlindungan Anak, yang berisi antara lain tentang definisi anak,

tujuan perlindungan anak, hak-hak anak, kewajiban Negara, masyarakat dan

keluarga.

Di samping Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002, terkait dengan

perlindungan terhadap anak telah ditetapkan pula Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2006 Tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia,

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan

Korban, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi

Kependudukan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Dalam Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak

disebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun,

termasuk anak yang masih dalam kandungan. Kemudian juga UNICEF

mendefinisikan bahwa anak adalah sebagai penduduk yang berusia 0 sampai

dengan 18 tahun.

Page 33: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

17

Dalam perkembangannya perlindungan terhadap anak di bidang hukum

juga ditur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan

Pidana Anak.Perlindungan hukum terhadap anak di Indonesia, telah diatur

dalam berbagai peraturan perundang-undangan, namun secara khusus diatur

dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Menurut pasal 1 nomor 2 , Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak disebutkan bahwa: Perlindungan anak adalah segala

kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat

hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan

harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan

dan diskriminasi.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,

meliputi:

a. Perlindungan di bidang Agama

1) Perlindungan untuk beribadah menurut agamanya.

2) Perlindungan anak dalam memeluk agamanya dijamin oleh

negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, orang tua, wali, dan

lembaga sosial. Perlindungan anak dalam memeluk agamanya

meliputi pembinaan, pembimbingan, dan pengamalan ajaran

agama bagi anak.

b. Perlindungan di bidang Kesehatan

1) Pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan

upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak.

2) Orang tua dan keluarga bertanggung jawab menjaga kesehatan

anak jika tidak mampu melaksanakan tanggung jawab, maka

pemerintah wajib memenuhinya.

3) Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib

mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari penyakit

yang mengancam kelangsungan hidup dan/atau menimbulkan

kecacatan.

4) Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib melindungi

Page 34: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

18

anak dari upaya transplantasi organ tubuhnya untuk pihak lain.

Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib melindungi

anak dari perbuatan :

a) pengambilan organ tubuh anak dan/atau jaringan tubuh anak

tanpa memperhatikan kesehatan anak;

b) jual beli organ dan/atau jaringan tubuh anak; dan

c) penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai objek

penelitian tanpa seizin orang tua dan tidak mengutamakan

kepentingan yang terbaik bagi anak.

c. Perlindungan di bidang Pendidikan

d. Perlindungan di bidang Sosial

e. Perlindungan Khusus, dll.30

Mengacu pada UU Nomor 23 Tahun 2002, perlindungan anak

adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-

haknya agar hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara

optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta

mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.31 Pengertian

ini hanya untuk memberikan gambaran saja, kajian ini lebih difokuskan

pada perlindungan khusus untuk anak. Begitu juga tindakan aborsi

yang dilarang adalah merupakan pelanggran terhadap perlindungan hak

anak.

2. Teori Perlindungan HAM

1) Deklarasi Universal HAM

Hak asasi manusia merupakan hak yang secara hakiki dimiliki oleh

manusia karena mertabatnya sebagai manusia yang dimilikinya sejak dalam

kandungan,32 dengan begitu Hak Asasi Manusia juga dimiliki oleh anak

30 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 31 Muhammad Joni, dkk. Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Prespektif Konvensi

Hak Anak. (Bandung, Citra Aditya Bakti, 1999). hal. 25 32 Franz Magnis Suseno, Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Jakarta

Gramedia Pustaka Utama, 1994, hal, 121.

Page 35: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

19

meski ia masih berada dalam kandungan ibunya. Berdasarkan Deklarasi

Universal HAM (DUHAM) atau yang dikenal dengan Universal

Declaration of Human Rights 1948, khususnya dalam pasal 25 ayat (2)

disebutkan antara lain bahwa ibu dan anak-anak berhak mendapatkan

bantuan dan perawatan secara khusus. Selain itu juga disebutkan semua

anak yang dilahirkan baik dalam maupun di luar perkawinan harus

mendapat perlindungan sosial yang sama.

Secara konsep bahwa hak asasi manusia dapat dilaksanakan oleh

seorang manusia dengan identitasnya sebagai individu dan identitasnya

dalam komunitas, organisasi, keluarga dan negara atau kolektif.

2) Deklarasi Kairo

Deklarasi Kairo atau The Cairo Declaration on Human Rights In

Islam 1990 (CD) merupakan sebuah instrumen hukum HAM internasional

yang dibuat oleh Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada tahun 1990.

Deklarasi tersebut dibuat sebagai acuan bagi negara anggota OKI dalam

rangka pelaksanaan perlindungan terhadap HAM yang berdasarkan hukum

Islam. Deklarasi Kairo in terinspirasi dari Piagam Madinah yang dibuat oleh

Nabi Muhammad SAW, terdiri atas 25 pasal yang mengatur tentang HAM,

baik dalam bidang hak sipil dan politik juga hak ekonomi, sosial dan

budaya. Pembukaan CD menyebutkan bahwa deklarasi tersebut ingin

memberikan sumbangan bagi usaha-usaha manusia dalam menegakkan

HAM yang sesuai dengan Syariat Islam dan HAM merupakan bagian

integral dari agama Islam yang merupakan perintah suci dari Allah SWT

melalui Al Quran serta diturunkan kepada nabi-Nya yang terakhir Nabi

Muhammad SAW.33

Deklarasi Kairo ini hadir bukan saja sebagai saingan atas dokumen

HAM yang diproduksi oleh PBB atas dasar universalitasnya, namun juga

mengakomodir umat Islam, sebab di dalam Islam sendiri, HAM terlebih

33 St. Harum Pudjiarto, Hak Asasi Manusia di Indonesia:Suatu Tinjauan Filosofis

Berdasarkan Pancasila dan Permasalahannya dalam Hukum Pidana. (Yogyakarta, Universitas

Atma Jaya, 1993), Hal. 72

Page 36: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

20

khusus penghargaan terhadap perempuan dan hak-hak anak sangat

dijunjung tinggi. Ajaran HAM dalam Islam hadir jauh sebelum dokumen

PBB lahir. Islam membebaskan anak dari pembunuhan (mengubur

hiduphidup anak perempuan), diskriminasi, sebab anak adalah amanah dari

Allah SWT, yang dengannya melekat tanggung jawab orangtua. Anak

adalah generasi penerus di masa depan peradaban manusia dipertaruhkan.34

Dalam Deklarasi Kairo pasal 7 ayat 1 disebutkan “Pada saat lahir,

setiap anak memiliki hak dari orangtua, masyarakat dan negara untuk diberi

pemeliharaan, pendidikan dan perawatan materi, kesehatan dan moral. Janin

dan ibu juga harus dijaga dan diberi perhatian khusus.” Memahamkan

Deklarasi Kairo di Indonesia sangatlah penting, bukan hanya karena

mayoritas rakyat Indonesia beragama Islam, akan tetapi lebih karena hak

asasi yang dilahirkan PBB tidak secara konverhensif diterapkan di

Indonesia. Ada banyak ketimpanganketimpangan yang terjadi. Faktor-faktor

tersebut antara lain, perangkat hukum yang belum mampu memberikan

perlindungan kepada korban HAM, konsep dan standarisasi, pelayanan

publik belum optimal, adat istiadat terkadang melegalkan kekerasan,

persoalan kemiskinan, interprestasi yang keliru pada ajaran agama.35

Deklarasi Kairo menggambarkan bahwa persoalan anak bukan saja

persoalan orangtua, tapi juga tanggung jawab kerabat, masyarakat baru

kemudian urusan negara. Semua elemen masyarakat bertanggung jawab

untuk mempersiapkan generasi-generasi unggulan di masa depan. Semua

oarng ambil bagian alam pemenuhan hak-hak anak. Deklarasi Kairo hadir,

membawa solusi, ia merupakan pengaplikasi ajaran-ajaran syariat yang

lebih mengakomodir semua golongan. Deklarasi kairo terinspirasi dari

Piagam Madinah Abad 7 M Khutbatul Wada’, Hadist-hadist Nabawiy.

34 Andre Ata Ujan, Multikultularisme Belajar Hidup Bersama dalam Perbedaan, (Jakarta,

Bhuana Ilmu Populer 2009) Hal. 84 35 St. Harum Pudjiarto, Hak Asasi Manusia di Indonesia:Suatu Tinjauan Filosofis

Berdasarkan Pancasila dan Permasalahannya dalam Hukum Pidana, Hal. 74

Page 37: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

21

Sehingga cocok digunakan di Indonesia dengan masyarakatnya yang plural

dan multikultural.36

F. Review Studi Terdahulu

Hukum Islam telah menjadi diskursus yang krusial dan menarik untuk

diikuti dinamikanya, terlebih dalam konteks fiqih Indonesia. Pembangunan

hukum Islam setidaknya memperhatikan berbagai faktor sosiologis umat

beragama, internal organisasi Islam, dan bahkan Mazhab-mazhab fiqih yang

menjadi kiblatnya serta literatur-literatur yang terkait dengannya.

Begitu juga Hukum Positif, yang lebih terkenal sebagai hukum yang

berlaku di Indonesia dalam konteks nasional, sejatinya dapat memahami dan

mengakomodasi hukum Islam, sebagaimana menjadi hukum yang hidup di

tengah masyarakat. Itulah sebabnya, studi-studi tentang aborsi dan tema

mengenai kesehatan dan hak reproduksi di Indonesia yang banyak dilakukan

oleh sejumlah intelektual dan akademisi sepantasnya menjadi rujukan bagi

studi penelitian ini.

Kajian-kajian yang cukup baik mengenai aborsi dalam hubungannya

dengan hak dan reproduksi perempuan dapat ditemukan dalam karya Masdar

F. Mas’udi pada bukunya yang berjudul Islam dan Hak-hak Reproduksi

Perempuan. Dalam bukunya,, Masdar mendeskripsikan persoalan-persoalan hak-

hak mendasar yang dimiliki perempuan, dengan pendekatan analisis diskursus,

Masdar hendak menawarkan perspektif baru dalam memahami relasi Islam dan

gender.37

Ketentuan pidana mengenai hukum aborsi dalam Islam, penulis merujuk

pada Ahmad Wardi Muslich, dalam bukunya Hukum Pidana Islam,38 ia

memaparkan berbagai tindak pidana dalam konsekuensi hukum bagi pelaku serta

pembuktiannya. Karya Masjfuk Zuhdi dalam bukunya Masail Fiqhiyah,39 dan Ali

36 Benyamin Molan, HakAsasi Manusia dalam Masyarakat Multikultural, (Jakarta, PT.

Indeks, 2011) Hal. 76 37 Masdar F. Mas’udi, Islam dan Hak-hak Reproduksi Perempuan, (Bandung: Mizan,

1997). 38 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005). 39 Masjfuk Zuhdi, Masa’il Fiqhiyah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1998).

Page 38: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

22

Ghufron Efendi dan Adi Heru Sutomo dalam bukunya Abortus, Bayi Tabung,

Euthanasia, transplantasi Ginjal dan Operasi Kelamin dalam Tinjauan Medis,

Hukum dan Agama Islam.40 Semuanya membahas berbagai jenis tindak pidana

(Jinayah) dan macam-macam hukumannya.

Di samping itu, didukung pula karya-karya lainnya yang berhubungan,

Misalnya; karya CB. Kusmaryanto dalam bukunya yang berjudul Kontroversi

Aborsi.41 Melalui pendekatan analisis diskursus, CB. Kusmaryanto memetakan

persoalan- persoalan pokok di antara kelompok yang pro dan kontra terhadap

aborsi. Selain itu, studi aborsi dengan pendekatan Hukum Positif dapat

ditemukan pada karya Ade Maman Suherman, yang berjudul Pengantar

Perbandingan Sistem Hukum Civil Law, Common Law dan Hukum Islam.42

Dalam bukunya tersebut Maman mengulas persoalan aborsi dalam perspektif

perbandingan hukum khususnya antara Islam dengan sistem hukum lain di

negara-negara lainnya.

Kajian mengenai aborsi juga dapat diketemukan melalui karya berupa

penelitian jurnal, tesis dan skripsi dll, di antaranya; tesis yang berjudul

“Makna dan persepsi adopsi (studi aborsi dalam perspektif fenomenologi)”.43

Selain itu tesis lain yang membahas tentang aborsi adalah “ Pengambilan

Keputusan Aborsi”.44 Kedua tesis ini membahas aborsi dari sudut pandang

sosiologi dan psikologi, “Pandangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Terhadap

Fatwa MUI Pusat Nomer 4 Tahun 2005 Tentang Aborsi”45, “Aborsi Menurut

Hukum Islam (Perbandingan Mazhab Syafi’i dan Hanafi)46.

40 Ali Ghufron Efendi dan Adi Heru Sutomo, Abortus, Bayi Tabung, Euthanasia,

transplantasi Ginjal dan Operasi Kelamin dalam Tinjauan Medis, Hukum dan Agama Islam, Cet.

1, (Yogyakarta: Aditya Media) 41 CB. Kusmaryanto SCJ, Kontroversi Aborsi, Cet. II, (Jakarta: Grasindo, 2004). 42 Ade Maman Suherman, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum Civil Law, Common

Law dan Hukum Islam, (Jakarta: Grafindo Persada, 2004). 43 Andini Setya Karlina, Makna dan persepsi adopsi (studi aborsi dalam perspektif

fenomenologi), UIN Sunan Kalijaga, 2012. 44 Fitri Rohmatul, Pengambilan keputusan aborsi. thesis, Universitas Islam Negeri

Maulana Malik Ibrahim. 2014 45 Yeni, Fariyanto, Pandangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Terhadap Fatwa MUI

Pusat Nomer 4 Tahun 2005 Tentang Aborsi dan Hukum Positif, Universitas Negeri Sunan

Kalijaga, Yogyakarta. 2009 46 Murdiono, tesis magister Hukum Islam UIN Sunan Kalijogo, 2010 .

Page 39: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

23

Kemudian beberapa jurnal yang membahas tentang aborsi “Tinjauan

Yuridis Atas Aborsi di Indonesia (Studi kasus di kota Manado)”,47 kemudian

jurnal “Legalisasi Aborsi dalam perspektif medis & yuridis”,48 “Aborsi dan

Resikonya bagi perempuan dalam pandangan hukum Islam”,49 “Aborsi dalam

Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam (Kajian Komparatif)”,50 “Abortus

Dalam Hukum Islam”,51 “Aborsi dalam tinjauan Hukum Islam”,52 Beberapa

skripsi yang juga membahas aborsi secara umum.53

Tulisan (penelitian-penelitian) di atas hanya mengkaji aborsi seputar

ruang lingkup hukum Islam dan hukum positif secara umum saja, sedangkan

penelitian tindak pidana aborsi yang dikaji dengan pendekatan komparatif

antara Organisasi Islam di Indonesia (yang menitik beratkan pada Fatwa

Majelis Tarjihnya Muhammadiyah dan Lembaga Bahtsul Masailnya NU) dan

Majelis Ulama Indonesia (MUI) belum dilakukan.

Karena itulah, penelitian ini menyajikan pembahasan mengenai tindak

pidana aborsi, yang secara spesifik mengkaji dengan menggunakan

pendekatan hukum Islam, Fatwa Majelis Tarjih dan MUI serta Bahtsul Masail

sebagai data primer, beberapa karya klasik berupa karya ulama-ulama mazhab

yang dalam penelitian ini akan digunakan untuk mewakili khazanah literatur

hukum Islam, juga karya umum yang mencakup hukum-hukum lainnya

sebagai rujukan data sekunder.

47 Yuke Lavia Nongie, Tinjauan Yuridis Atas Aborsi di Indonesia (Studi kasus di kota

Manado, Unsrat Lex et Societatis, Vol. II/No. 2/Februari/2014 48 Khoirul Bariyyah, Legalisasi Aborsi dalam perspektif medis & yuridis, UIN Sunan

Ampel 2016. 49 Saiful Islam, Aborsi dan Resikonya Bagi Perempuan Dalam Pandangan Hukum Islam,

Jurnal Sosial Humaniora ITS 2011, Vol. 4, No. 1 Juni. 50 Dewani Romli, Aborsi dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam (Kajian

Komparatif, Jurnal IAIN Ar Raniri 2011, Vol. 10 No. 2 Juli. 51 Zulfahmi Alwi, Abortus Dalam Hukum Islam, Jurnal UIN Alaudin 2013, Vol 10, No. 2

Desember. 52 Nilda Susilawati, Aborsi Dalam Tinjauan Hukum Islam, Jurnal IAIN Bengkulu, Fak.

Syari’ah dan Ekonomi, 2015, Vol 25 No. 2 Agustus. 53 Andi Annisa Dwi,“Tinjauan atas tindakan aborsi yang dilakukan dengan alasan

medis”, UNHAS, 2013; Hasanuddin, “Analisi Hukum Aborsi Akibat Pemerkosaan Berdasarkan

PP No. 1, th. 20014”, UMS, 2016; Dwi Irawati, “Analisis Komparatif Pengaturan Tindak Pidana

Aborsi Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam”,UNILA, 2014.

Page 40: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

24

G. Sistematika Pembahasan

Untuk memberikan gambaran yang mudah, penulis akan membagi

pembahasan secara berikut:

Bab pertama tentang pendahuluan yang menjelaskan tentang latar

belakang masalah, identifikasi masalah, perumusan masalah, pembatasan

masalah, metode, manfaat, tujuan, kajian pustaka, serta sistemetika pembahasan.

Bab kedua, tijauan umum tentang Aborsi, Perlindungan Anak dan HAM.

Membahas pengertian aborsi dan berbagai macamnya dari berbagai sudut

pandang, Perlindungan anak dan HAM dalam pengertiannya secara umum serta

kaitannya dengan aborsi.

Bab ketiga, membahas tentang aborsi dalam pandangan LBM NU, MT

Muhammadiyah dan Fatwa MUI yang meliputi:

A. Aborsi dalam Lembaga Bahtsul Masail NU, yang terdiri dari sejarah

berdirinya NU, metode istinbath hukum LBM NU dan Aborsi Menurut

LBM NU.

B. Aborsi dalam Majelis Tarjih Muhammadiyah, yang terdiri dari sejarah

berdirinya Muhammadiyah, metode istinbath hukum MT

Muahmmadiyah dan Aborsi Menurut MT Muhammadiyah.

C. Aborsi dalam Komisi Fatwa MUI yang terdiri dari sejarah berdirinya

MUI, metode istinbath hukum Komisi Fatwa MUI dan Aborsi Menurut

Komisi Fatwa MUI.

Bab keempat, berisi tentang studi perbandingan LBM NU, MT

Muhammadiyah dan Fatwa MUI tentang aborsi

A. Perbandingan Vertikal, Membandingkan antara Fatwa LBM NU, MT

Muhammadiyah dan MUI tentang aborsi dengan pendapat Fuqaha

Mazhab.

Page 41: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

25

B. Perbandingan Horizontal menjelaskan tentang persamaan dan

perbedaan antara LBM NU, MT Muhammadiyah dan MUI dalam fatwa

dan metode istinbath hukum tentang aborsi.

Bab kelima Aborsi dalam LBM NU, MT Muhammadiyah dan Fatwa MUI

ditinjau dari perspektif Perlindungan Anak dan HAM;

Bab keenam, yaitu penutup yang berisikan kesimpulan, saran dan daftar

pustaka.

Page 42: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

26

BAB II

TINJAUAN UMUM

A. Aborsi

1. Definisi Aborsi

Aborsi menurut kamus besar Bahasa Indonesia berarti pengguguran.1

Aborsi atau abortus dalam bahasa latin berarti wiladah sebelum waktunya atau

keguguran. 2 Dalam Bahasa Inggris istilah abortion: miscarriage yang berarti

pengguguran janin dari rahim sebelum ia mampu hidup sendiri, yaitu pada 28

minggu pertama dari kehamilan.3 Adapun dalam Bahasa Arab dikenal dengan

sebutan ijhâd yang mempunyai arti sebagai tindakan membuang janin sebelum

sempurna masa kehamilan dengan cara-cara tertentu. Berikut ini beberapa

pendapat ahli bahasa Arab tentang makna ijhâd;

a. Menurut Ibn Manzûr lafadz ajhada al-nâqah berarti unta yang

menggugurkan kandungannya ketika masih belum sempurna bentuknya.4

b. Menurut al-Fayyûmi ajhada al-mar’atu waladahâ mempunyai

makna perempuan yang menggugurkan kandungannya dalam keadaan

belum sempurna pada bentuknya5

c. menurut al-Fayrûz al-Âbâdy ijhâd bisa digunakan untuk janin yang

digugurkan baik yang sudah sempurna bentuknya maupun belum.6

d. Adapun menurut Ibn ‘Ȃbidȋn ijhâd yaitu menggugurkan janin

sebelum sempurna masa kandungan.7

1 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangn Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, (Bandung, Mizan, 2004), hal. 276. 2 K. Prent, C. M. J. Adisubrata, WJS. Poerwadarminta, Kamus Latin Indonesia,

(Yogyakarta, Kanisius, 1994), hal. 162 3 AS. Harley, AP Cowie, Ac Ginson Oxford Advenced Teories Dictionary of Corent

English, (New York: Toronto Oxford University, 1997), hal. 24. 4 Muhammad Ibn Mukrim Ibn Manzûr, lisân al-‘arab, (Al-Qâhirah, Dar al-Ma’ârif ,

1998), jilid I, hal.713 5 Ahmad Ibn ‘Ali Al-Fayyûmi, Misbâh al-Munîr Fi Garîb al-Syarh al-Kabîr, (Beirut,

Maktabah al-‘Ilmiyyah) jilid I hal.113 6 al-Fayrûz Âbâdy, Qamus al-Muhith, (Beirut, Maktabah al-‘Ilmiyyah, 2013), hal.63 7 Zainuddîn Ibn Nujaim, Al-Bahr al-Râiq fi Syarh Kanz al-Daqâiq, (Cairo, Dar al-Hadits,

2003), jilid 8, hal 389

Page 43: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

27

Dalam Bahasa Arab aborsi juga disebut isqath al-hamli, yaitu

pengguguran janin dalam Rahim. Apabila terdapat kalimat ajhadhat al-hamil,

artinya alqat waladaha li ghairi tamam (perempuan hamil itu memaksa keluar

janinnya yang sebelum sempurna).8

Jadi aborsi atau abortus secara etimologi bermakna keguguran,

pengguguran kandungan, atau membuang janin. Dalam literatur fiqih selain

ijhâd, aborsi juga kerap dibahasakan dengan istilah Isqât, ilqa’, tarh, dan

imlas9 yang semuanya memiliki sinonim definisi yaitu pengguguran kandungan

yang belum sempurna usia atau konsepsinya, baik dilakukan oleh wanita hamil

atau pihak lain, namun ulama Mazhab Syafi’i sering kali menyebut dan

menggunakan lafadz ijhad.10

Alasan yang paling sering diungkapkan untuk melakukan aborsi adalah

alasan non-medis, di antaranya tidak ingin memiliki anak karena khawatir

mengganggu karir, sekolah, atau tanggung jawab lain, tidak memiliki cukup

uang untuk merawat anak, dan tidak ingin melahirkan anak tanpa ayah. Alasan

lain yang juga sering diutarakan dengan dalih masih terlalu muda (terlebih bagi

mereka yang hamil di luar nikah) dan menjadi aib bagi keluarganya. Alasan

seperti ini juga sering diungkapkan oleh para wanita di Indonesia yang

mencoba meyakinkan dirinya bahwa membunuh janin yang ada di dalam

kandungannya adalah diperbolehkan dan dibenarkan.11 Alasan-alasan tersebut

hanya menunjukkan ketidak pedulian seorang wanita, yang mementingkan

kepentingannya sendiri tanpa memikirkan kehidupan janin yang dikandungnya.

Dalam memandang bagaimana kedudukan hukum aborsi di Indonesia,

perlu dilihat kembali apa yang menjadi tujuan dari perbuatan aborsi itu sendiri.

Persoalan aborsi pada umunya dianggap oleh sebagian besar masyarakat

sebagai tindak pidana. Moelijatno memberikan definisi aborsi merupakan

8 M. Nurul Irfan , Hukum Pidana Islam,( Jakarta : Amzah, 2016), hal. 166 9 Sa’ud Ibn Abd al-‘Âli al-Bârudî al-‘Utaibî, Al-Mausu’ât al-jinâiyyah al-islâmiyyah al-

Muqâranat al-Ma’mûl bihâ fi al-Mamlakat al Su’udiyyahat, (Riyâd, al-Maktabah al-Islamiyah,

Cet 2) jilid 1, hal.24 10 Syamsuddin Khatib al-Syirbini , Mughni al-Muhtaj, (Dar al-Kutub al-Ilmiyyah, 1994)

jilid III, hal. 39 11 Abrori, Di Simpang Jalan Aborsi, (Semarang, Gigih Pustaka Mandiri, 2014), hal. 42.

Page 44: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

28

tindak pidana dengan menggunakan istilah peristiwa pidana, yaitu perbuatan

yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan yang disertai ancaman

(sanksi) berupa pidana tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.12

Pada dasarnya hukum aborsi dengan alasan apapun adalah dilarang,

sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 346 Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana yang selanjutnya disebut KUHP yang berbunyi sebagai berikut:

“Seorang wanita yang dengan sengaja menggugurkan kandungannya atau

menyuruh orang lain untuk membunuh janin yang dikandungnya, diancam

dengan hukuman penjara paling lama empat tahun.” KUHP tidak

mengecualikan terhadap apapun atas larangan aborsi, baik itu karena alasan

medis (indikasi kedaruratan medis) maupun alasan perkosaan (indikasi

perkosaan), dengan kata lain aborsi di dalam KUHP adalah sebuah tindak

pidana. 13

Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

telah mengesampingkan aturan mengenai aborsi yang terdapat dalam KUHP.

Penerapan Undang-Undang ini didasarakan pada asas Lex Specialis Derogat

Lex Generalis (hukum yang khusus mengesampingkan hukum yang umum).14

Di dalam undang-undang ini, pembuat undang-undang mulai memberikan

sedikit kelonggaran, yakni dengan dibolehkannya tenaga medis untuk

melakukan tindakan medis tertentu terhadap perempuan hamil yang berada

dalam kondisi darurat medis. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 15 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 yang berbunyi: “Dalam keadaan

darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya,

dapat dilakukan tindakan medis tertentu”. Salah satu yang termasuk dalam

kategori tindakan medis adalah aborsi.15 Meskipun demikian, tidak terdapat

aturan mengenai aborsi bagi korban perkosaan.

12 Moelijatno, Azas-Azas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Aksara, 1985) hal. 54 13 Fak. Kedokteran, UNPAD, Obstetri Patologi, (Bandung: Elstar. 1984), hal. 7 14 Moelijatno, Azas-Azas Hukum Pidana, hal. 54 15 Soekidjo Notoadmojo, Etika dan Hukum Kesehatan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hal.

135.

Page 45: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

29

Keberadaan praktik aborsi kembali mendapat perhatian dengan

disahkannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.

Di dalam Undang-Undang Kesehatan terbaru tersebut, pembuat undang-

undang telah memberikan pengecualian atas larangan aborsi sebagaimana

terdapat dalam KUHP. Hal tersebut tercantum dalam Pasal 75 ayat (1) dan (2)

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 yang berbunyi sebagai berikut:

1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.

2) Larangan seperti halnya yang dimaksud pada ayat (1) dapat

dikecualikan berdasarkan beberapa hal:

a. Indikasi kedaruratan medis yang ditemukan sejak usia dini dari masa

kehamilan, baik yang membahayakan nyawa ibu dan/atau janin,

yang menderita penyakit genetik dan/atau cacat bawaan, maupun

yang tidak dapat diobati sehingga menyulitkan bayi tersebut untuk

hidup di luar kandungan; atau,

b. Kehamilan terhadap korban perkosaan yang dapat menyebabkan

trauma psikologis.

Lahirnya aturan tentang pembolehan aborsi terhadap korban perkosaan

diikuti dengan lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang

Kesehatan Reproduksi sebagai bentuk perwujudan amanat Undang-Undang

Kesehatan. Di dalam peraturan pemerintah tersebut juga dinyatakan bahwa

tindakan aborsi dapat dilakukan karena alasan (indikasi medis) dan alasan

perkosaan (indikasi perkosaan).16 Hal tersebut terdapat dalam Pasal 31 ayat (1)

Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi

yang berbunyi sebagai berikut: “Tindakan aborsi hanya dapat dilakukan

berdasarkan:

a. Indikasi kedaruratan medis;

b. Kehamilan akibat perkosaan.”

16 Fak. Kedokteran, UNPAD, Obstetri Patologi, hal. 7

Page 46: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

30

Lahirnya Undang-Undang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah tentang

Kesehatan Reproduksi merupakan bentuk perlindungan hukum bagi korban

perkosaan, mengingat tingginya kasus perkosaan yang terjadi di Indonesia.17

2. Macam-macam Aborsi

a. Dalam Perspektif Fiqih

Menurut literatur fiqih, aborsi digolongkan menjadi lima macam,

yaitu:

1. Aborsi spontan (al-isqȃt al-dzatȋ) yaitu aborsi yang terjadi secara

alamiah tanpa adanya pengaruh dari luar, atau gugur dengan

sendirinya. Biasanya disebabkan oleh kelainan kromosom, hanya

sebagian kecil yang disebabkan oleh infeksi, kelainan rahim atau

kelainan hormon. Kelainan kromosom tidak memungkinkan

segumpal darah tumbuh normal. Kalaupun tidak gugur, ia akan

tumbuh dengan cacat bawaan.

2. Aborsi karena darurat atau pengobatan (al-isqȃt al-doruri / al-

‘ilajȋ) yaitu Aborsi yang dilakukan karena ada indikasi fisik yang

mengancam nyawa ibu bila kehamilannya dilanjutkan, dalam hal

ini yang dianggap lebih kecil resikonya adalah mengorbankan

nyawa janin, sehingga menurut hukum fiqih aborsi yang seperti

ini diperbolehkan.

3. Aborsi karena tidak sengaja (khata‟), yaitu aborsi terjadi karena

tidak disengaja (khata‟), misalnya seorang petugas kepolisian

tengah memburu pelaku tindak kriminal disuatu tempat yang

ramai pengunjung kemudian tindakannya membuat janin itu

keguguran.

4. Aborsi yang menyerupai kesengajaan (al isqȃt syibh al ‘amd),

yaitu aborsi dilakukan menyerupai kesengajaan. Misalnya

seorang suami yang menyerang isterinya yang sedang hamil

hingga mengakibatkan keguguran. Serangan itu tidak diniatkan

17 Soekidjo Notoadmojo, Etika dan Hukum Kesehatan, hal. 148.

Page 47: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

31

kepada janin melainkan kepada ibunya, tetapi kemudian karena

serangan tersebut, janin yang dikandung oleh ibu tersebut

meninggal hingga sang ibu mengalami keguguran.

5. Aborsi sengaja dan terencana (al amd), yaitu aborsi dilakukan

secara sengaja dan terencana (al amd), misalnya seorang ibu

sengaja meminum obat dengan maksud agar kandungannya

gugur, atau ia sengaja menyeruh orang lain (dokter, dukun, dan

sebagainya) untuk menggugurkan kandungannya.18 Aborsi jenis

inilah yang disebut dengan Abortus Criminalis, yang telah diatur

dalam Undang-undang KUHP dalam Pasal 299, Pasal 346 sampai

dengan Pasal 349.

b. Aborsi Dalam Perspektif Medis

Aborsi dalam istilah medis memiliki dua macam pengertian yaitu

aborsi spontan (abortus spontaneus) dan aborsi yang disengaja (abortus

provocatus).

1. Aborsi Spontan (abortus spontaneus)

Aborsi spontan (abortus spontaneus) yaitu aborsi yang terjadi

secara alamiah baik tanpa sebab tertentu maupun karena sebab

tertentu, seperti penyakit, virus toxoplasma, anemia, demam yang

tinggi, dan sebagainya maupun karena kecelakaaan. Dalam istilah

fikih disebut al-isqath al-afwu yang berarti aborsi dimaafkan.

Pengguguran yang terjadi seperti ini tidak memiliki akibat hukum

apa pun. Aborsi spontan dalam ilmu kedokteran dibagi lagi yaitu 19:

a) Abortus Imminens (threatened abortion), yaitu adanya

gejala-gejala yang mengancam akan terjadi aborsi. Dalam

hal ini demikian kadang-kadang kehamilan masih dapat

diselamatkan.

18 Maria Ulfa Abshor, Fikih Aborsi, Cet I, (Jakarta, Kompas. 2006). hal. 38-41 19 Moh. Ali Aziz et al, Fiqih Medis, (Surabaya: Rumah Sakit Islam Jemursari, 2012), h.74

Page 48: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

32

b) Abortus Incipiens (inevitable abortion) artinya terdapat

gejala akan terjadinya aborsi. Namun buah kehamilan

masih berada didalam rahim. Dan hal demikian kehamilan

tidak dapat dipertahankan lagi.

c) Abortus Inclompetus, apabila sebagian dari buah

kehamilan sudah keluar dan sisanya masih berada dalam

rahim. Pendarahan yang terjadi sering kali mengeluarkan

cukup banyak darah, namun bukan sebuah hal fatal, untuk

pengobatannya perlu dilakukan pengosongan rahim

sesegera mungkin.

d) Abortus Completus, yaitu pengeluaran keseluruhan buah

kehamilan dari rahim. Keadaan demikian biasanya tidak

memerlukan pengobatan.

e) Missed Abortion, istilah ini dipakai untuk keadaan dimana

hasil pembuahan yang telah mati tertahan dalam rahim

selama 8 minggu atau lebih.

f) Abortus Habitualis Pada jenis ini keguguran terjadi tiga

kali atau lebih berturut turut. Penyebab dari keguguran ini

adalah adanya kelainan pada leher rahim atau

pembengkakan pada rahim atau cacat bawaan.20

2. Aborsi yang disengaja (abortus provocatus)

Abortus provocatus ialah aborsi yang dilakukan secara

sengaja karena sebab-sebab tertentu. Dalam istilah fiqih disebut al-

isqath al-dharurat atau al-isqath al ilajy. Abortus provocatus ini

mencakup dua jenis aborsi yaitu;

a) Abortion artificialis therapicus adalah sejenis aborsi yang

pengguguranya dilakukan oleh tenaga medis disebabkan

oleh faktor adanya indikasi medis.

20 Maria Ulfa Abshor, Fikih Aborsi, hal. 35-36

Page 49: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

33

b) Aborsi provocatus criminalis merupakan sejenis aborsi

yang dilakukan tanpa ada penyebab dari tindakan medis.21

Di sisii lain, M. Nurul Irfan menjelaskan dalam bukunya Hukum

Pidana Islam, CB Kusmaryanto telah membagi aborsi menjadi tujuh macam

sebagaimana penjelasan berikut:

1) Aborsi miscarriage atau keguguran, yaitu berhentinya kehamilan

sebelum bayi bisa hidup diluar kandungan tanpa campur tangan

manusia.

2) Aborsi therapeutic (medicinalis) atau aborsi akibat kedaruratan

medis, yaitu penghentian kehamilan dengan indikasi untuk

menyelamatkan nyawa si ibu atau untuk menghindarkan si ibu

dari kerusakan fatal pada tubuhnya.

3) Aborsi kriminalis, yaitu penghentian kehamilan sebelum janin

bisa hidup di luar kandungan dengan alasan selain medis dan

dilarang oleh hukum.

4) Aborsi eugenetik, yaitu penghentian kehamilan untuk

menghindari bayi yang cacat atau mempunyai penyakit genetis.

5) Aborsi langsung dan aborsi tak langsung. Aborsi langsung ialah

tindakan (intervensi medis) yang tujuannya membunuh janin yang

ada di dalam rahim.

6) Selective abortion, yaitu penghentian kehamilan karena janin

yang dikandung tidak memenuhi kriteria yang diinginkan.

7) Partial birth abortion adalah istilah hukum yang dalam istilah

medis dikenal dengan nama intact dilaction and extraction

(D&X). Cara ini dilakukan dengan memberikan obat-obatan

tertentu kepada wanita hamil agar leher rahim terbuka secara

prematur.22

21 Maria Ulfa Abshor, Fikih Aborsi, hal. 38-39 22 M. Nurul Irfan, Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Amzah, 2016), hal 168-170

Page 50: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

34

3. Aborsi dalam Hukum Positif

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur berbagai

kejahatan maupun pelanggaran. Kejahatan yang diatur di dalam KUHP adalah

termasuk masalah Abortus Criminalis. Ketentuan mengenai Abortus Criminalis

dapat dilihat dalam Pasal 299, Pasal 346 sampai dengan Pasal 349. Ketentuan

mengenai aborsi dapat dilihat BAB XIX Buku ke II KUHP tentang kejahatan

terhadap jiwa (khususnya Pasal 346–349).

a. Pasal 299 : (1) Barang siapa sengaja mengobati seorang wanita atau

menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau

ditimbulkannya harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya

dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat

tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah. (2) Jika yang

bersalah berbuat demikian, untuk mencari keuntungan, atau

menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan,

atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat

ditambah sepertiga.

b. Pasal 346 : Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau

mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu,

diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

c. Pasal 347 : (1) Barang siapa yang sengaja menggugurkan atau

mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya,

diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. (2)

Apabila perbuatan tersebut menyebabkan wanita tersebut kehilangan

nyawanya, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

d. Pasal 348 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau

mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya,

diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

(2) Apabila perbuatan tersebut menyebabkan wanita tersebut

kehilangan nyawanya, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh

tahun.

Page 51: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

35

e. Pasal 349 : Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu

melakukan kejahatan tersebut yang tertera pada pasal 346, ataupun

melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang

diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan

dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut

haknya untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan

dilakukan.23

B. Perlindungan Anak

Allah SWT telah mengamanahkan seorang anak bagi manusia, rasa cinta

yang besar terhadap anak dan rasa sayang tak tertandingi dengan cinta pada

lainnya. Sebab anak merupakan jantung hati, cahaya kalbu di dalam rumah

tangga. Ini bisa dilihat dari perhatian besar yang diberikan orang tua kepada anak-

anak mereka, disertai dengan rasa kasih sayang yang abadi. Anak adalah amanah

sekaligus karunia Allah SWT, yang senantiasa harus kita jaga karena dalam

dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus

dijunjung tinggi. Dalam diri seorang anak terdapat tanggung jawab yang besar,

karena anak merupakan masa depan suatu bangsa dan agama yang disandarkan.

Anak merupakan pemeran utama masa depan, penerus cita-cita dan pewaris

keturunan.24

Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat

dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan Konvensi

Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Dari hal itu, barang siapa

telah mendapatkan karunia berupa keturunan wajib menjaganya, karena dalam

dirinya terdapat hak-hak asasi manusia yang telah dijunjung tinggi dalam Undang-

23 Moeljatno, KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, (Jakarta : Bumi Aksara,

2007), hal 109-114 24 Ibnu Anshori, Perlindungan Anak dalam Agama Islam, (Jakarta: Komisi Perlindungan

Anak Indonesia, 2006), hal 2

Page 52: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

36

Undang Dasar 1945, berupa hak atas keberlangsungan hidup, dan berkembang,

serta memiliki hak atas perlindungan dari segala kekerasan dan diskriminasi. 25

Dari segi kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah harapan masa

depan dan penerus tujuan bangsa, sehingga setiap anak berhak untuk memiliki

keamanan dalam kelangsungan hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi,

serta berhak atas perlindungan hidupnya untuk mewujudkan kesejahteraan dan

memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-hak sebagai anak dari tindak

kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.26 Konvensi Hak Anak

dan Undang-Undang Perlindungan anak memberikan perhatian yang sangat

sentral atas harkat dan martabat anak. Negara, masyarakat,orang tua, serta aparat

hukum tidak boleh mengesampingkan hak anak. Bantuan,bimbingan, pengasuhan,

perawatan, pendidikan, dan sejenisnya harus diberikan dalam konteks sebagai

hak, bukan sekadar dalam kaitan relasi kuasa subjek dan objek. Maka apa pun

yang diberikan orang dewasa terhadapnya harus dengan cara-cara yang

menjunjung tinggi harkat dan matabat.

1. Definisi Anak

Menurut Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 23 Tahun 2002 anak adalah

seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih

dalam kandungan. Bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia

seutuhnya. Maka perlu mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk

tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial,

perlu dilakukan upaya perlindungan serta untuk mewujudkan kesejahteraan

anak dengan memberikan jaminan untuk memenuhi hak-hak anak serta

perlindungan terhadap perlakuan diskriminasi.

Selanjutnya defnisi tentang anak, perlindungan anak, dan hak anak

diperbarui dan diatur lebih spesifik, masing-masing dijelaskan pada Pasal 1

25 Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, (Jakarta:Raja

Grafindo Persada, 2011), hal.3 26 M. Nasir Djamil, Anak Bukan untuk DiHukum, ( Jakarta, Sianar Grafika, 2013), hal. 8.

Page 53: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

37

angka 1, angka 2, dan angka 12 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014

perubahan dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan

Anak. Pasal 1 angka 1 menentukan yaitu : “Anak adalah seseorang yang belum

berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam

kandungan”. Pasal 1 angka 2 menentukan : “Perlindungan anak adalah segala

kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat

hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan

harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari segala

kekerasan dan diskriminasi”. Pasal 1 angka 12 menentukan bahwa : “Hak anak

adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan

dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara”.27

Anak memiliki berbagai pengertian, menurut beberapa peraturan

perundang-undangan yang berlaku di Indonesia antara lain anak adalah:

1. Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, anak

adalah yang dalam perkara anak nakal telah mencapai usia 8

(delapan) tahun namun belum mencapai usia 18 (delapan belas)

tahun dan belum menikah.

2. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

dinyatakan bahwa anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah

18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk juga anak

yang masih berada dalam kandungan apabila hal tersebut adalah

demi kepentingannya.

3. Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak

disebutkankan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18

tahun, termasuk anak yang masih di dalam kandungan.

4. Convention On The Rights Of Child atau yang kita kenal denga

Konvensi Hak Anak (1989) yang telah diratifikasi Pemerintah

27 Maidin Gultom, 2012, Perlindungan Hukum terhadap Anak dan Perempuan, PT

Refika, Aditama, Bandung, hlm. 67

Page 54: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

38

Indonesia melalui Keppres Nomor 39 Tahun 1990 menyebutkan

bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun ke bawah.

5. UNICEF mendefinisikan anak adalah seseorang yang berusia 0

sampai dengan 18 tahun.28

Upaya pemerintah bagi perlindungan anak harus ditegakkan sedari

awal, agar proses regenerasi ini berjalan lancar dan anak tersebut sebagai

generasi penerus bangsa dapat berpartisipasi secara optimal bagi pembangunan

bangsa dan negara. Dalam Pasal 2 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang No. 4

Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, telah ditentukan bahwasanya: "Anak

berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam kandungan

maupun setelah dilahirkan. Anak berhak atas segala perlindungan dari

lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan

dan perkembangan secara wajar".

Bertolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh dan

komprehensif, undang-undang ini meletakkan kewajiban memberikan

perlindungan kepada anak berdasarkan asas non diskriminasi, kepentingan

yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan

perkembangan serta penghargaan terhadap pendapat anak. Dalam prakteknya

pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak, perlu peran dan andil dari

tipa komponen masyarakat, baik melalui lembaga-lembaga perlindungan anak,

lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, lembaga sosial, organisasi

kemasyarakatan, media massa, juga lembaga pendidikan.29

Menurut hukum Islam mendefinisikan kriteria anak di bawah umur

sebagai berikut; Anak di bawah umur dimulai sejak 7 tahun hingga mencapai

kedewasaan (baligh) dan fuqoha membatasinya dengan usia 15 tahun, yaitu

masa kemampuan berfikir lemah (tamyiz yang belum baligh), jika seorang

28 Nadia Oktaviani Zulfa, dkk, “Implementasi Diversi Sebagai Wujud Perlindungan Hak

Anak”, (Yogyakarta, Gema, 2015). Hal. 1814 29 Muhammad Joni, dkk. Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Prespektif Konvensi

Hak Anak. (Bandung, Citra Aditya Bakti, 1999). hal. 25

Page 55: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

39

anak telah mencapai usia tersebut, maka ia dianggap dewasa meskipun ia

belum dewasa dalam arti yang sebenarnya.30

Namun batas usia dewasa menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan terdapat dalam pasal 47 ayat (1) yang berbunyi: “ Anak

yang belum mencapai 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah

melangsungkan perkawinan dan berada di bawah keterikatan orang tuanya,

selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya.31

Batas usia pada pasal yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata yaitu 21 (dua puluh satu) tahun, dan Undang-Undang

Perkawinan yaitu 18 (delapan belas) tahun. Ketetapan inilah yang digunakan

sampai saat ini sebagai pengertian anak atau pengertian dewasa.

Dari penjelasan umum dan defnisi-defnisi tersebut di atas dapat disimak

bahwa hak anak dalam kandungan atau janin merupakan bagian dari hak asasi

manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga,

masyarakat, pemerintah dan negara agar dapat hidup, tumbuh, berkembang,

dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat

kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,

yang berarti segala kepentingan akan pengupayaan perlindungan terhadap anak

sudah dimulai sejak anak tersebut berada di dalam kandungan hingga berusia

18 (delapan belas) tahun.

2. Hak dan Kewajiban Anak

Pada prinsipnya Perlindungan Anak adalah sebuah penghormatan

terhadap hak yang ada pada anak. Itu sebenarnya sama halnya dengan

hak yang melekat pada warga negara lain (orang dewasa). Hanya saja

bedanya hak anak lebih membutuhkan kekhususan, dalam hal ini hak

untuk tumbuh dan berkembang, karena anak adalah penerus kelangsungan

30 Ibnu Anshori, Perlindungan Anak dalam Agama Islam, hal. 11 31 Undang-Undang Republik Indonesia tentang Perkawinan, UU No. 1 Tahun 1974, pasal

47 ayat (1).

Page 56: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

40

kehidupan sebuah bangsa, sehingga harus diberikan ruang untuk tumbuh dan

berkembang sesuai dengan usia dan bakatnya. Dalam UU No. 23 Tahun

2002, Hak dan Kewajiban Anak diatur dalam pasal 4 sampai pasal 19.

Terbaru pengertian hak anak menurut undang-undang No. 35 tahun

2014 perubahan atas Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan

Anak yaitu hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin,

dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, negara,

pemerintah, dan pemerintah daerah. Dan tujuan hak anak menurut undang-

undang No. 35 tahun 2014 perubahan atas Undang-undang No. 23 tahun 2002

tentang perlindungan Anak, yaitu untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak

agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal

sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta memperoleh

perlindungan dari segala bentuk kekerasan, diskriminasi demi terwujudnya

generasi bangsa Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan kompeten.

Hak anak juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia, Hak anak dalam Undang-Undang ini diatur dalam

Bab III bagian kesepuluh, pasal 52-66, berdasarkan aturan tersebut, dapat

disimpulkan bahwa hak anak terbagi menjadi dua yaitu, Hak Anak dan Hak

Dasar Anak. Hak anak itu meliputi:

1. Hak kelangsungan hidup (survival);

2. Hak tumbuh dan berkembang (development);

3. Hak mendapat perlindungan (protection);

4. Hak berpartisipasi (participation).

Kemudian untuk Hak dasar anak meliputi:

1. Hak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara

normal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta

memperoleh perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan

diskriminasi;

2. Hak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status

kewarganegaraan;

Page 57: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

41

3.Hak untuk beribadah meurut agama, berfikir dan berekspresi

sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya dalam bimbingan orang

tua;

4. Hak mengetahui orang tuanya;

5. Hak memperoleh pendidikan layak;

6. Hak men yatakan dan didengar pendapatnya, menerima,

mencari, dan memberikan informasi;

7. Hak untuk bergaul, bermain, dan berekreasi dengan teman

sebayanya;

8. Hak memperoleh bantuan dan pemeliharaan taraf kesejahteraan

sosial bagi anak penyandang cacat;

9. Hak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai

dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial;

10. Hak memperoleh pendidikan luar biasa bagi anak yang

menyandang cacat dan hak mendapatkan pendidikan khusus bagi anak

yang memiliki keunggulan.

Selain mendapat hak, anak juga dibebani dengan kewajiban yang

harus dipatuhi. Kewajiban ini meliputi:

1. Menghormati orang tua, wali dan guru

2. Mencintai Keluarga, masyarakat dan teman

3. Mencintai tanah air, bangsa dan negara

4. Menunaikan ibadah sesuai ajaran agamanya

5. Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia

3. Hukum yang Mengatur Perlindungan Anak

Mengacu pada UU Nomor 23 Tahun 2002, perlindungan anak adalah

segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar

hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan

harkat martabat kemanusiaan, serta memperoleh perlindungan dari segala

bentuk kekerasan dan diskriminasi. Perlindungan Anak merupakan suatu

Page 58: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

42

tindakan hukum yang memiliki konsekuensi dan ketentuan yang membawa

akibat hukum.

Oleh karena itu, perlu adanya jaminan hukum bagi kegiatan

perlindungan anak. Kepastian hukum perlu diusahakan demi kelangsungan

kegiatan perlindungan anak dan mencegah penyelewengan yang membawa

akibat negatif yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan kegiatan perlindungan

anak. Maka dari itu, Perlindungan Anak setidaknya memiliki dua aspek dasar.

Pertama berkaitan dengan kebijakan dan peraturan perundang-undanganan

yang mengatur mengenai perlindungan hak-hak anak. Kedua berkaitan dengan

pelaksanaan kebijakan dan peraturan terhadapan perundangan tersebut.

Ketentuan mengenai perlindungan anak yang mengatur tentang

perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia seorang anak, telah diatur jelas

dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia berisi tentang hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang

melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang

Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung

tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah, dan setiap orang

demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.32

Selanjutnya ada 4 (empat) prinsip dasar yang kemudian dirumuskan

utuh dalam Pasal 2 UU No.35 tahun 2014, yaitu : Non diskriminasi,

Kepentingan terbaik bagi anak, Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan

perkembangan, dan Penghargaan terhadap pendapat anak. Pemikiran untuk

menghargai pendapat anak ini juga secara eksplisit digunakan sebagai prinsip

dasar, bersamaan dengan Pancasila sebagai asas dan UUD 1945 sebagai

landasan pengadaan kegiatan perlindungan anak. Penegasan hak anak dalam

UU No. 35 Tahun 2014 ini merupakan legalisasi hak - hak. Dengan demikian,

32 Wagianti soetodjo, Hukum pidana anak,(Bandung, Refika Aditama, 2006, hal.22

Page 59: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

43

Pasal 4 s/d 19 UU No. 35 tahun 2014 menciptakan norma hukum tentang apa

yang menjadi hak-hak anak serta 1 pasal mengenai kewajiban anak.33

Tetapi, hukum perlindungan anak belum mampu sepenuhnya efektif

dipraktekkan di Indonesia, dengan bukti masih maraknya kejahatan

terhadap anak yang ditemui di masyrakat. Hal ini tidak mengherankan

karena orang terdekat yang seharusnya memberikan jaminan perlindungan

terhadap anak malah sebaliknya. Adanya kaum intelektual bahkan para

oknum penegak hukum yang ikut menjadi pelaku kejahatan terhadap anak

menjadi bukti bahwa masih kurangnya pengetahuan masyarakat atas

Undang-Undang Perlindungan Anak No.35 Tahun 2014.

Perbedaan inilah yang menyebabkan pertentangan antara norma yang

terdapat dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

dengan upaya perlindungan terhadap anak dalam Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak untuk mendapatkan kesempatan seluas-luasnya

untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik secara fisik, mental, sosial,

dan berakhlak mulia.34

Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, telah

memberi kepastian hukum mengenai konsep pelindungan anak yang masih

berada di bawah 18 tahun (belum kawin) dan juga terhadap anak yang masih

dalam kandungan. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin,

melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang

secara optimal sesuai dengan harkat dan mertabat kemanusian. Hak-hak anak

untuk tumbuh dan bekembang kini telah dirampas sejak dalam kandungan

dengan tindakan aborsi.

33 Muhammad Joni, dkk. Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Prespektif Konvensi

Hak Anak. hal. 32 34 Muhammad Joni, dkk. Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Prespektif Konvensi

Hak Anak. hal.53

Page 60: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

44

Klausal tentang aborsi yang terdapat pada Peraturan Pemerintah (PP)

Nomor 61 tahun 2014 dinilai bertentangan dengan UU No. 23 tahun 2002

tentang Perlindungan Anak. Karena dalam UU tersebut, meski masih dalam

kandungan tetap memiliki 'hak hidup' dan 'kelangsungan hidup', tindakan

aborsi bertentangan dengan kelangsungan hidup. "Aborsi sama halnya tidak

menghargai kelangsungan hidup seseorang. Kondisi ini akan merugikan upaya

perlindungan perempuan dan upaya optimalisasi perlindungan anak.

Meski sudah terbit menjadi produk hukum berupa PP, pemerintah harus

duduk bersama dalam hal ini kementerian dan lembaga negara serta tokoh

agama dan masyarakat untuk membahas secara khusus terkait pemahaman PP

tersebut. Dalam 9 pasal yang ada pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61

Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, pemerintah melegalkan aborsi

untuk korban perkosaan dan indikasi medis lainnya.35

Kewajiban untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak anak,

masing-masing unsur kewajiban negara dan masyarakat untuk bertindak

(obligation to conduct) serta kewajiban untuk berdampak (obligation to result):

a. Kewajiban untuk bertindak (obligation to conduct): mensyaratkan

Negara melakukan langkah-langkah tertentu untuk melaksanakan

pemenuhan suatu hak, yaitu melindungi hak anak sesuai dengan

peraturan yang ada (UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak).

b. Kewajiban untuk berdampak (obligation to result): yaitu mendorong

negara untuk mencapai sasaran tertentu guna memenuhi standar

substansi yang terukur, dengan memberikan perhatian khusus dan

continue tentang perlindungan anak, tidak hanya untuk anak yang

berhadapan dengan proses hokum, tetapi di semua aspek kehidupan.

Sehingga pemenuhan, penghormatan dan perlindungan hak anak

35 Muhammad Joni, dkk. Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Prespektif Konvensi

Hak Anak. hal.54

Page 61: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

45

dapat tercapai sesuai dengan standar ham internasional (konvensi

hak anak).36

Peran pemerintah dalam perlindungan anak dirasa sangat penting

karena seorang anak merupakan calon penerus generasi bangsa. Seperti

yang dicita-citakan dalam pembukaan UUD 1945 yaitu mensejahterakan

dan memakmurkan rakyat, mencerdaskan kehidupan bangsa, pertahanan dan

keamanan, serta menegakkan keadilan. Mencerdaskan termasuk melindungi

hak seorang anak agar mampu berkembang dan mendapatkan haknya agar

nantinya dapat menjadi generasi penerus bangsa yang berkualitas. Banyak

hal yang dilakukan pemerintah untuk tujuan perlindungan anak, salah

satunya adalah membentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Selain membentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI),

pemerintah juga membuat undang-undang guna menguatkan tugas untuk

perlindungan anak. Seperti dikatakan dalam pasal 28 B ayat 2 yang berbunyi

“Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang

serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Negara

memiliki kewajiban untuk menjamin bahwa anak-anak Indonesia aman

dari tindak kekerasan dan diskriminasi, serta menjamin mereka untuk

berkembang (hak untuk mendapatkan pendidikan). Kemudian tentang

pelaksanaan perlindungan terhadap anak serta jaminan atas hak-haknya diatur

dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.37

Dengan ini, diharapkan perlindungan anak dapat dilaksanakan dengan

baik agar semua tujuannya dapat tercapai dan tentunya dengan dukungan

oleh berbagai pihak termasuk orang tua, karena orang tualah yang paling

mengerti dan berkewajiban besar untuk melindungi anaknya. Anak berhak atas

perlindungan-perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat

membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan dengan

36 Nadia Oktaviani Zulfa, dkk, “Implementasi Diversi Sebagai Wujud Perlindungan Hak

Anak”, hal. 1815 37 Nadia Oktaviani Zulfa, dkk, “Implementasi Diversi Sebagai Wujud Perlindungan Hak

Anak”, hal. 18120

Page 62: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

46

wajar. Di sini menunjukkan betapa undang-undang ingin melindungi hak-hak

anak dari awal kejadian dan sepanjang proses pertumbuhannya hingga dewasa.

C. HAM

HAM merupakan hak yang melekat pada diri manusia, dan tanpa hak-hak

tersebut manusia tidak dapat dikatakan hidup layak sebagaimana manusia

semestinya secara bebas. Hak tersebut diperoleh bersama dengan kehadirannya di

dalam kehidupan masyarakat. HAM bersifat umum (universal), karena dimilki

tanpa perbedaan antar bangsa, ras, atau jenis kelamin. HAM juga bersifat

supralegal, artinya tidak tergantung pada adanya suatu negara atau undang-undang

dasar, kekuasaan pemerintah, bahkan memiliki kewenangan lebih tinggi karena

berasal dari sumber yang lebih tinggi, yaitu Tuhan Yang Maha Esa.38

1. Definisi HAM

Secara definitif “hak” merupakan unsur normatif yang berfungsi

sebagai pedoman berperilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta

menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan

martabatnya.39 Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap

manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan

dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau

dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Masyhur

Efendi dalam bukunya menukil pendapat John Locke yang menyebutkan

bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan oleh Tuhan Yang

Maha Kuasa sebagai hak yang kodrati. Maka dari itu, tidak berhak bagi

kekuasaan manapun di dunia yang dapat mencabutnya. Hak ini sifatnya sangat

38 Rozali Abdullah. Perkembangan HAM dan keberadaan Peradilan HAM di Indonesia.

(Jakarta, Ghalia Indonesia), 2001. hal 4 39 Tim ICCE UIN Jakarta. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,

(Jakarta : Prenada Media,2003) hal. 199

Page 63: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

47

mendasar (fundamental) bagi hidup dan kehidupan manusia dan merupakan

hak kodrati yang tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan manusia.40

Problematika HAM merupakan hal yang sering kali dibicarakan dan

dibahas dalam era reformasi ini. HAM lebih dihormati dan dijunjung serta

diperhatikan lebih pada era reformasi daripada era sebelumnya. Penting untuk

diketahui, bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak hanya sendiri,

namun kita hidup bersosialisasi dengan orang lain, sebisa mungkin untuk tidak

melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam mendapakan atau

memenuhi HAM pada diri kita sendiri. Hak ini dimiliki oleh manusia semata–

mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian

negara, sebab Hak Asasi Manusia tidak tergantung dari pengakuan manusia

lain. Hak asasi tiap manusia diperoleh dan didapat manusia dari Tuhan Yang

Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diganggu gugat.41

2. Macam-Macam HAM

Hak-hak asasi manusia itu dapat dibeda-bedakan menjadi:42

a) Hak-hak asasi pribadi atau personal rights, yang meliputi

kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama,

kebebasan bergerak, dan sebagainya.

b) Hak-hak asasi ekonomi atau property rights yaitu hak untuk

memiliki sesuatu, membeli, dan menjual serta memanfaatkannya.

c) Hak-hak asasi politik atau political rights yaitu hak untuk ikut

serta dalam pemerintahan, hak pilih (dipilih dan memilih dalam

suatu pemilihan umum), hak untuk mendirikan partai politik dan

sebagainya.

40 Masyhur Effendi. Dimensi dan Dinamika Hak Asasi Manusia dalam Hukum Nasional

dan Internasional, (Jakarta, Ghalia Indonesia, 1994), hal. 3 41 Tim ICCE UIN Jakarta. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, hal

201 42 Ramdlon Naning, Cita dan Citra Hak-Hak Asasi Manusia di Indonesia, (Jakarta, Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, 1983), hal. 17

Page 64: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

48

d) Hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam

hukum dan pemerintahan atau rights of legalequality

e) Hak-hak asasi sosial dan kebudayaan atau social and culture

rights yaitu hak untuk memilih pendidikan, hak untuk

mengembangkan kebudayaan dan sebagainya.

f) Hak asasi untuk mendapatkan perlakuan tata cara peradilan dan

perlindungan atau procedural rights yaitu peraturan dalam

penahanan, penangkapan, penggeledahan, peradilan dan

sebagainya.

Pemenuhan hak asasi manusia dalam suatu negara, tidak lepas dari

adanya suatu kewajiban yang timbul, baik oleh suatu negara atau masyarakat

dalam negara tersebut sehingga muncul suatu keharmonisan yang berjalan

secara selaras dan seimbang antara hak dan kewajiban manusia. Dalam

pemenuhan terhadap HAM, negara tidak boleh membeda-bedakan antara orang

yang satu dengan yang lain, dikarenakan pada hakikatnya setiap orang adalah

subjek yang sama di mata hukum. Hal ini sesuai dengan Pasal 28 nomor 1

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi, “setiap

orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum

yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.43

Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa

Indonesia adalah negara hukum, dengan demikian negara menjamin hak-hak

warga negaranya dengan memberikan perlindungan hukum bagi setiap warga

negara. Menurut Philipus M. Hadjon, Perlindungan hukum adalah

perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap HAM yang

dimiliki oleh subjek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan

atau sebagai kumpulan peraturan atau kaidah yang akan dapat melindungi

suatu hal dari hal lainnya.44

43 Undang-Undang Dasar 1945. 44 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: Bina

Ilmu, , 1987), hal. 25

Page 65: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

49

Disebutkan dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999

tentang HAM bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang

melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang

Maha Esa dan merupakan anugerah Nya yang wajib dihormati, dijunjung, dan

dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap komponen masyarakat,

demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.

Menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia (HAM) adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 tahun dan

belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal

tersebut adalah demi kepentingannya.45 Hak anak telah dimasukkan dalam

instrumen internasional dan instrumen nasional karena hak anak merupakan

hak asasi manusia yang memerlukan perlindungan dan penegakan dengan baik,

sebab apabila hak anak tidak dilindungi dan tidak ditegakkan maka sama

halnya tidak ada perlindungan terhadap hak asasi manusia.46 Upaya

perlindungan hak anak, oleh masyarakat internasional telah diwujudkan dengan

menerima secara bulat konvensi tentang hak anak (Convention on The Right of

The Child) yang telah disahkan oleh majelis umum PBB pada tanggal 20

November 1989. Konvensi Hak Anak tersebut mengakui perlunya jaminan dan

perawatan khusus yang tepat bagi anak sebelum dan setelah kelahirannya.47

Pemenuhan hak dasar anak merupakan bagian integral dari

implementasi pemenuhan hak asasi manusia. Dalam perspektif Islam, hak asasi

anak merupakan pemberian Allah yang harus dijamin, dilindungi dan dipenuhi

oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara.48 Dalam Islam

dikenal lima macam hak asasi yang terkenal dengan sebutan adh-dharuriyatu

al-khamsah, yaitu pemeliharaan atas kehormatan (hifdzul’ird) dan

45 Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, No. 35 Tahun 1999

Pasal 1 Angka 5 46 H. Muladi, Hak Asasi Manusia Hakekat, Konsepdan Implikasinya dalam Perspektif Hukum dan Masyarakat, (Bandung, PT Refika Aditama, 2005), hal. 6

47 Nadia Oktaviani Zulfa, dkk, “Implementasi Diversi Sebagai Wujud Perlindungan Hak

Anak”, hal. 1834 48 Masdar F. Mas’udi, Hak Asasi Manusia dalam Islam, (Yogyakarta: UII Press, 2003),

hal. 103

Page 66: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

50

keturunan/nasab (hifdzu al nasab), pemeliharaan atas hak beragama (hifdzu al

dîn), pemeliharaan atas jiwa (hifdzu al nafs), pemeliharaan atas akal (hifdzu al

aql), dan pemeliharaan atas harta (hifdzu al mâl).49

Dalam merumuskan prinsip-prinsip perlindungan hukum di Indonesia,

landasannya adalah pancasila sebagai ideologi dan falsafah Negara. Konsepsi

perlindungan hukum bagi rakyat di barat bersumber pada konsep-konsep

Rechtstaat dan “Rule of The Law”. Dengan menggunakan konsepsi barat

sebagai kerangka berfikir dengan landasan pada Pancasila, prinsip

perlindungan hukum di Indonesia adalah prinsip pengakuan dan perlindungan

terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada pancasila. Prinsip

perlindungan terhadap tindak pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep

tentang pengakuan dan perlindungan terhadap HAM, diarahkan kepada

pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan

pemerintah.50

3. Peran Negara untuk HAM

Kewajiban dan tanggung jawab negara dalam rangka perlindungan anak

yang berbasis hak asasi manusia bisa dilihat dalam tiga bentuk:

a. Menghormati (obligation to respect): merupakan kewajiban Negara

untuk tidak turut campur dalam mengatur warga negaranya ketika

melaksanakan haknya. Dalam hal ini, Negara memiliki kewajiban

untuk melakukan tindakan-tindakan yang akan menghambat

pemenuhan dari seluruh hak asasi anak.

b. Melindungi (obligation to protect): merupakan kewajiban negara

agar bertindak aktif untuk memberi jaminan perlindungan terhadap

hak asasi warganya. Dalam hal ini negara berkewajiban untuk

49 Syukron Mahbub, Kekerasan Terhadap Anak Perspektif HAM dan Hukum Islam serta

Upaya Perlindungannya, (Jurnal Studi KeIslaman, Vol. 1 No. 2 Desember 2015: ISSN 2442-

8566), hal. 223 50 Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, hal. 39

Page 67: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

51

mengambil tindakan-tindakan untuk mencegah pelanggaran semua

hak asasi anak oleh pihak ketiga.

c. Memenuhi (obligation to fulfill): merupakan kewajiban dan

tanggung jawab Negara untuk bertindak secara aktif agar semua

warga Negara itu bisa terpenuhi hak-haknya. Negara berkewajiban

untuk mengambil langkah-langkah legislatif, administratif, hukum,

dan tindakan-tindakan lain untuk merealisasikan secara penuh hak

asasi anak.51

Teori dan konsep mengenai perlindungan hukum sangat relevan untuk

menjawab permasalahan dalam penelitian ini yang membahas perlindungan

hukum bagi korban perkosaan yang melakukan aborsi. Membahas persoalan

aborsi dari dulu hingga sekarang selalu saja menuai kontroversi dan perdebatan

di berbagai kalangan. Di dunia internasional sendiri dikenal dua kelompok

besar mengenai aborsi yaitu kelompok prolife (yang menentang aborsi) dan

prochoice (yang tidak menentang aborsi).52

Kelompok yang dikenal dengan sebutan prolife adalah sebuah

kelompok yang menentang adanya aborsi, mereka berpendapat bahwa janin

memiliki hak hidup yang tidak boleh diambil dan dirampas oleh siapapun,

termasuk oleh ibu yang mengandungnya. Pandangan prolife ini memandang

bahwa melakukan aborsi itu sama dengan melakukan pembunuhan, dan

pembunuhan merupakan dosa besar. Menurut mereka yang yang menganut

prolife bahwa melegalisasi aborsi bertentangan dengan agama karena sebagian

besar mereka yang menganut pandangan ini adalah kaum agamawan, tetapi

banyak juga yang berasal dari bukan agamawan. Sedangkan prochoice adalah

pandangan yang menyatakan bahwa keputusan menggugurkan atau

51 Nadia Oktaviani Zulfa, dkk, “Implementasi Diversi Sebagai Wujud Perlindungan Hak

Anak”, hal 1836 - 1837 52 Siska Elvandari, Hukum Penyelesaian Sengketa Medis, (Yogyakarta: Thafamedia,) hal.

60

Page 68: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

52

mempertahankan kandungan adalah hak mutlak dari si ibu yang mengandung

bayi tersebut.53

Gerakan prolife menekankan hak janin untuk hidup. Bagi mereka yang

mengaborsi janin sama dengan pembunuhan (murder), sedangkan gerakan

prochoice mengedepankan pilihan si perempuan apakah mau melanjutkannya

atau mengakhirinya dengan aborsi. Pendapat mereka yang prochoice,

perempuan mempunyai hak atas tubuhnya sendiri, jadi ia berhak untuk

memilih antara dua kemungkinan itu sedangkan orang lain dalam masalah ini

tidak dapat ikut campur.54

Kesehatan dan perlindungan medis sebagai isu HAM, dalam hal ini hak

atas derajat kesehatan yang optimal, dengan konsekuensi setiap manusia

berhak atas derajat kesehatan yang optimal dan negara berkewajiban

memenuhi hak itu, tentu bukan sesuatu yang tanpa dasar. Kesehatan

merupakan isu krusial yang harus dihadapi setiap negara karena berkorelasi

langsung dengan pengembangan integritas pribadi setiap individu supaya dapat

hidup bermartabat.55 Hak atas pelayanan kesehatan dalam hukum kesehatan

juga merupakan salah satu hak asasi individual (pribadi) atau hak untuk

menentukan nasib sendiri. Menurut Ruud Verbane, dasarnya hak-hak asasi

pribadi subjek hukum, yaitu pasien mencakup:

a. Hak untuk hidup;

b. Hak untuk mati secara wajar;

c. Hak atas penghormatan terhadap integritas badaniah dan rohaniah;

d. Hak atas tubuh sendiri.56

Hak atas tubuh sendiri sebagaimana disebutkan di atas adalah hak

pasien untuk menentukan sendiri apa yang akan dia lakukan terhadap

tubuhnya. Dikaitkan dengan aborsi terhadap korban tindak pidana perkosaan,

53 Siska Elvandari, Hukum Penyelesaian Sengketa Medis, hal. 61 54 K. Bertens, Etika, (Jakarta: Gramedia Utama, 2007), hal. 67 55 Siska Elvandari, Hukum Penyelesaian Sengketa Medis, hal. 43 56 Irzal Rias, Bahan Kuliah Hukum Kesehatan, (Padang: Fakultas Hukum Universitas

Andala, s2007,), hal. 18

Page 69: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

53

hak tersebut adalah hak individual (pribadi) yakni korban untuk menggugurkan

kandungannya. Namun di sisi lain, hak tersebut bertentangan dengan hak

individual (pribadi) yang dimiliki oleh janin yang ada di dalam rahim korban

perkosaan tersebut yakni hak untuk hidup dan mempertahankan kehidupan.57

Aborsi berkaitan dengan Hak Asasi Manusia terkait dalam Pengertian

HAM sesuai Pasal 1 (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan Undang-

Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan, HAM merupakan seperangkat

hak yang melekat pada diri manusia untuk melindungi harkat dan martabat

manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-

Nya yang harus dijunjung tinggi, dihormati, dan dilindungi oleh negara,

hukum, pemerintah dan setiap komponen masyarakat.58

Menurut pandangan hukum pidana di Indonesia tindakan pengguguran

kandungan tidak selalu merupakan perbuatan jahat atau merupakan tindak

pidana, hanya abortus provokatus criminalis saja yang dikategorikan sebagai

suatu tindak pidana, adapun pengguguran kandungan yang lainnya terutama

yang bersifat spontan dan medikalis, bukan merupakan suatu tindak pidana.

Sebagaimana ketentuan yang ada dalam pasal 346 sampai 349 KUHP. Dari

pasal-pasal tersebut jelas bahwa tindakan aborsi yang disengaja baik dengan

persetujuan ibu maupun tidak tetap ada sanksinya. Dengan adanya sanksi

hukum tersebut mengindikasikan bahwa secara formal hukum Indonesia

menolak adanya aborsi.59

Mereka yang melakukan tindak aborsi berkeyakinan bahwa ketika

kandungan baru berumur tiga atau empat minggu belum terdapat kehidupan

pada embrio. Jadi, menggugurkan kandunggan ketika usia kandungan masih

muda itu tidak melanggar HAM, karena mereka tidak membunuh. Padahal,

kalau kita lihat masalah ini dari sudut pandang medis, pada saat umur

57 Siska Elvandari, Hukum Penyelesaian Sengketa Medis, hal. 46 58 El Muhtaj Madja . Dimensi-Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya.

(Jakarta, PT. Grafindo Persada., 2008), hal. 42 59 Moeljatno, KUHP =Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ,(Jakarta : Bumi Aksara ,

2007) , hal. 124

Page 70: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

54

kandungan 3 minggu, zigot hasil pembuahan sudah mulai menempel pada

endometrium (dinding uterus). Kemudian minggu-minggu selanjutnya sudah

terjadi proses pembentukan organ-organ dan struktur anatomi lainnya.60

Di Indonesia, aborsi dilihat dari sisi kemanusiaan dilarang karena

dianggap melanggar hak asasi manusia, yaitu hak untuk hidup. Perilaku aborsi

dianggap sama dengan pembunuhan, Mengapa demikian? Dijelaskan dalam

ilmu biologi, bahwa embrio terbentuk karena ada pertemuan sel sperma dan sel

telur, kemudian sel sperma yang melebur dengan sel telur akan membentuk

menjadi zygot. Sel zygot tersebut kemudian terbelah menjadi morula, dan

dalam proses selanjutnya menjadi sel yang disebut dengan gastrula. Gastrula

inilah yang kemudian berkembang menjadi embrio. Lalu, kehidupan janin itu

mulai dari mana? Sebenarnya, sel sperma dan sel telur itu sendiri merupakan

sel hidup, sehingga mulai dari awal pembuahan pun, sudah dapat dikatakan ada

kehidupan.61

Hak-hak yang diatur dalam UU no 39 tahun 1999 adalah hak untuk

hidup, hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan, hak mengembangkan diri,

hak memperoleh keadilan, hak atas kebebasan pribadi, hak atas rasa aman, hak

atas kesejahteraan, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita, dan hak

anak. Hak untuk hidup pasal 14 mencantumkan larangan pembunuhan. Aborsi

adalah pembunuhan, itu artinya aborsi dilarang. Bahkan perbuatan aborsi

dikategorikan sebagai tindak pidana sehingga kepada pelaku dan orang yang

membantu melakukannya dikenai hukuman.62

Meskipun alasan mengapa aborsi dilarang sudah jelas, namun bagi

mereka yang “berkepentingan” melakukan tindak aborsi tetap mempunyai

dalih. Bukankah menggugurkan kandungan itu hak bagi individu yang

mempunyai kandungan? Kalau ada larangan, berarti larangan itu yang

melanggar HAM. Mari kita lihat, batasan HAM menurut Undang-Undang.

60 Siska Elvandari, Hukum Penyelesaian Sengketa Medis, hal. 48 61 Irzal Rias, Bahan Kuliah Hukum Kesehatan, hal. 21 62 Moeljatno, KUHP =Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, hal. 125

Page 71: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

55

Pasal 28J (1) menyebutkan bahwa setiap orang wajib menghormati hak

asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara. Pasal 28J (2) menyebutkan: Dalam menjalankan hak dan

kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan

Undang-Undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan

serta penghormatan atas hak dan kebebasan yang dimilki orang lain juga

dituntut untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan

moral, sosial masyrakat, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum

dalam lingkungan masyarakat yang demokratis. Sehingga, meskipun seorang

wanita memiliki hak untuk menggugurkan kandungannya, wanita tersebut juga

dibatasi oleh hak janin yang memiliki hak untuk hidup seperti layaknya

manusia lain, karena atas dasar apapun janin tersbut tidak memiliki dosa dan

salah hingga hidupnya harus diakhiri. Pada pasal 28 A disebutkan, bahwa

setiap orang berhak untuk hidup serta berhak untuk mempertahankan

kehidupannya. Karena telah dijelaskan tadi bahwa embrio atau janin adalah

manusia juga, maka mereka juga mempunyai hak untuk hidup.63

Selanjutnya, pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau

kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja ataupun tidak disengaja

atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan

atau mencabut hak asasi seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh

Undang-Undang ini, dan tidak didapatkan atau dikhawatirkan tidak akan

memperoleh penyelesaian hukum yang berlaku (UU No. 26/2000 tentang

pengadilan HAM).64

63 Siska Elvandari, Hukum Penyelesaian Sengketa Medis, hal. 49-50 64 Soetandyo Wignjosoebroto, hak asasi Manusia Konsep Dasar dan Perkembangan

Pengertiannya dari Masa ke Masa, (Jakarta, ELSAM, 2007), hal. 12

Page 72: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

56

BAB III

ABORSI DALAM PANDANGAN LBM NU, MT

MUHAMMADIYAH DAN FATWA MUI

Sekarang ini Fiqih Islam dianggap mandul karena peran kerangka teoretik

ilmu ushul fiqih dirasa kurang relevan lagi untuk menjawab problem

kontemporer. Karena itu, muncul banyak tawaran metodologi baru dari para pakar

Islam kontemporer dalam usaha mengkaji hukum Islam dari sumber aslinya untuk

disesuaikan dengan dinamika kemajuan zaman. Salah satunya adalah konsep

bermazhab secara manhaji yang telah diputuskan oleh Pengembangan Pemikiran

Islam (PPI) Muhammadiyah dan Musyawarah Nasional (MUNAS) NU dan Fatwa

MUI sebagai salah satu metode untuk memecahkan masalah-masalah hukum

adalah salah satu bentuk produk kebudayaan tanpa keluar dari koridor hukum

Islam yang telah ada.1

Dalam membahas aborsi, lembaga Muhamadiyah, NU dan MUI hanya

membatasi hukum aborsi dalam ruang lingkup haram/boleh, tanpa menyinggung

nominal hukuman yang dijatuhkan, sebab telah diserahkan sepenuhnya pada

tatanan hukum Indonesia. Melihat adanya kesamaan keputusan akan tetapi dalam

tahap metode pengambilan keputusan terdapat variasi yang berbeda bahkan

berseberangan dalam pemikiran ketiga organisasi tersebut, maka penulis tertarik

untuk menyingkap dan mengkomparasikan kerangka pemikiran ketiganya melalui

pendekatan saintifik dalam hukum Islam serta segi operasionalisasinya dalam

merumuskan hukum Islam.

Beberapa faktor mengapa NU, Muhammadiyah dan MUI yang dijadikan

objek penelitian. Pertama, NU, Muhammadiyah dan MUI adalah tiga organisasi

Islam terbesar di Indonesia yang mempunyai massa pengikut terbanyak dari pada

organisasi Islam lainnya. Kedua, para ulama kedua organisasi tersebut adalah para

tokoh agama yang posisinya sangat penting dalam kehidupan masyarakat, mereka

1 Abdul Aziz Dahlan, Dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia,, (Jakarta: Penerbit Djambatan,

2002), Jilid II, hal. 540

Page 73: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

57

sangat dihormati dan menempati strata sosial tertinggi di bidang otoritas agama.

Ketiga, para ulama merupakan penyampai risalah Islam dan uswatun hasanah,

atau dalam bahasa lain mereka berperan sebagai perantara budaya lokal, budaya

Islam dan budaya global. Keempat, ulama dipandang memiliki otoritas dalam

menafsirkan agama sehingga pandangan-pandangannya akan sangat berpengaruh

terhadap pola pikir, sikap dan perilaku umat.2

Dan karena kajian ini merupakan kajian hukum, maka pendekatan yang

digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis dan komparatif, yaitu

pendekatan yang digunakan untuk mengetahui ketentuan hukum aborsi serta segi

hukum dari ketiga organisasi tersebut.

1. Aborsi dalam Lembaga Bahtsul Masa`il NU

A. Sejarah Nahdhatul Ulama dan Munculnya Lembaga Bahtsul Masa'il

Nahdlatul Ulama (NU)3 adalah salah satu organisasi Islam terbesar dengan

jumlah anggota terbanyak di Indonesia, dan merupakan suatu organisasi yang

berbasis massa di bawah kepemimpinan ulama. NU memliki makna penting dan

ikut menentukan perjalanan sejarah Bangsa Indonesia4. Sebelum NU lahir dalam

bentuk jam'iyyah (organisasi), ia terlebih dahulu ada dan berwujud jama'ah

(community) yang terikat kuat oleh aktivitas sosial keagamaan yang mempunyai

karakteristik tersendiri5

Latar belakang berdirinya Nahdlatul Ulama tidak bisa dilepaskan dari

keadaan umat Islam Indonesia saat itu, hal ini dapat dilihat dari dua sisi. Pertama,

umat Islam Indonesia pada saat itu sedang berada dalam cengkraman kaum

penjajah belanda, sehingga ketentraman umat Islam dalam menjalankan ibadah

2 Abdul Aziz Dahlan, Dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jilid 2, hal. 537 3 Nahdlatul Ulama berasal dari bahasa Arab “nahdlah" yang berarti bangkit atau

bergerak, dan “ulama”, jamak dari alim yang berarti mengetahui atau berilmu. Kata “nahdlah”

kemudian disandarkan pada “ulama” hingga menjadi Nahdlatul Ulama yang berarti kebangkitan

ulama atau pergerakan ulama. Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia (Jakarta: Yayasan

penerjemah/Penafsir Alquran, 1973), hal. 278 dan 471 4 Slamet Effendi Yusuf, Mengukuhkan Tradisi Memodemisasi Organisasi (Semarang,

Airlangga, 2007), hal. 19 5 Chairul Anam, Pertumbuhan dan Perkernbangan Nahdlatul Ularna (Surabaya: Duta

Aksara Mulia, 2010), hal. 3.

Page 74: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

58

banyak terganggu, sebab hak-hak mereka dirampas oleh kaum penjajah. Kedua,

hadirnyanya gerakan pembaruan Islam yang yang dikenal dengan sekte Wahabi,

yang mana mereka menentang tradisi umat Islam yang ada di Nusantara yang

sudah sejak lama ada dan dilakukan oleh umat islam Indonesia sebagai warisan

dari para wali. Mereka beranggapan bahwa keislaman masayarakat Nusantara

waktu itu belum sempurna, karena penuh dengan praktek-praktek tahayul, bid'ah

dan khurafat. Tidak jarang tuduhan syirik dialamatkan pada umat islam Indonesia

yang berpegang pada tradisi yang sudah lama dilakuan sebagai warisan dari para

wali.6

Sekitar tahun 1920 daerah Surabaya Jawa Timur menjadi tempat yang

dinamis, tidak hanya bagi kalangan pedagang, tetapi juga bagi kaum pergerakan.7

Pada saat itu mulai bermunculan kelompok modernis pengikut ajaran Muhammad

'Abduh dan muridnya Rasyid Rida yang mengikuti pemikiran Muhammad bin

Abdul Wahab. Muhammad bin Abdul Wahab merupakan murid dan pengikut

setia Ibn Taimiyyah dan muridnya Ibn Qayyim al-Jauzi dan Ibn Abdul Hadi,

Kelompok ini mengklaim sebagai pemurni akidah yang dikenal dengan slogan

mereka kembali kepada al Qur'an dan hadist. Selain itu muncul pula kelompok

Syi'ah Rafâdah yang selalu menghujat para sahabat khususnya Abȗ bakr, 'Umar

bin Khattâb, Utsmȃn bin 'Affȃn, Ummul Mu’minîn 'Aisyah dan sahabat lainnnya

serta berlebihan dalam mengkultuskan sahabat Ali dan ahlu bait.8

Dengan sebab inilah ulama nusantara menjadi cemas, terlebih kepada

gerakan pemurnian syariat yang seringkali menyerang praktek peribadahan seperti

tahlilan, istighasah, tawassul, tabarruk, yasinan, ziarah kubur, serta perayaan

dengan hari kelahiran Nabi Muhammad.9 Kecemasan ulama nusantara memuncak

ketika Sayyid Husen (Pemimpin Khilafah Utsmaniyah saat itu) dikalahkan oleh

Abdul Aziz seorang wahabisme yang telah bersekutu dengan Muhammad bin

6 Nur Khalik Ridwan, Nu dan Bangsa 1914-2010 (Depok, Sleman Jogjakarta, Cet 2, 2014

Al-Ruz) hal. 38-39 7 Nur Khalik Ridwan, Nu dan Bangsa 1914-2010, hal. 41 8 Abdurrahman Navis, dan Kawan-Kawan, khazanah Aswaja ,(Surabaya, Aswaja NU

Center PWNU Jawa Timur), 2010, hal. 409 9 Abdurrahman Navis, dan Kawan-Kawan, khazanah Aswaja , hal 409-410

Page 75: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

59

Abdul Wahab karena lakunya yang melakukan pembersihan terhadap praktek

keagamaan mazhab empat, memaksakan ajaran Wahabi kepada umat islam,

mengusir para ulama yang tidak setuju terhadap kebijakan pemerintahan baru.

Raja Saud mengadakan Muktamar Khilafah untuk mengukuhkan dirinya

menggantikan daulah Utsmaniyah sebagai pusat kekuasaan Islam, umat Islam dari

seluruh dunia diundang termasuk juga Indonesia.10

Delegasi Indonesia diwakili oleh tokoh Syarikat Islam Muhammadiyah

dan dari kalangan Pesantren. Namun dari kalangan Pesantren ditolak, sebab tidak

mewakili organisasi. Padahal kalangan Pesantren sangat berkepentingan dalam

muktamar itu, mereka akan mengusulkan kepada raja Saud agar memberikan

kebebasan dalam bermazhab. Kekecewaan ulama pesantren memuncak ketika

kaum modernis menolak usulan K.H. Wahab Hasbullah agar raja Saud menjamin

kebebasan bermazhab untuk semua kaum muslimin di Mekkah, bahkan pada awal

januari 1926 pimpinan mereka mengadakan konferensi di Cianjur tanpa

melibatkan ulama pesantren, kemudian memutuskan perwakilan sebagai delegasi

dalam pertemuan di Mekkah yaitu Mas Mansur (Muhammadiyah) dan

Cokroaminoto dari (Syarikat Islam).11

Kemenangan Raja Saud di anggap negatif oleh kalangan pesantren karena

berpahaman wahabi, sedangkan kalangan muda islam modernis menganggap

positif hal tersebut, sebab menurut mereka penyerangan Ibn Saud kepada Sayyid

Husen itu bertujuan baik yaitu untuk memperbaiki tata pelaksanaan haji yang

sebelumnya kacau, serta sering terjadi perampokan. Selanjutnya melalui KH

Abdul Wahab kalangan pesantren meluapkan kecemasan mereka pada saat

sidang-sidang komite khilafah.12

Pertengahan Januari 1926 KH Abdul Wahab Hasbullah dengan izin dari

KH Hasyim Asya’ri mengundang para pemuka dan tokoh pesantren untuk

meresmikan pendirian panitia komite Hijaz yang akan diutus ke Makkah untuk

10 Greay Fealy, Tradisionalisme Radikal, Persinggunhan Nahdhatul Ulama-Negara,

(LKIS Yogyakarta, 1997), hal. 26 11 Abdurrahman Navis, dan Kawan-Kawan khazanah Aswaja , hal 411 12 Abdurrahman Navis, dan Kawan-Kawan khazanah Aswaja , hal 412

Page 76: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

60

memenuhi undangan Ibn Saud dan menyampaikan beberapa hal mengenai

kemaslahatan umat Islam. Pertemuan ini memutuskan dua hal yang sangat penting

yaitu:

1) Mengirim utusan indonesia ke muktamar dunia islam dimakkah dengan

tujuan memperjuangkan hukum-hukum berdasarkan mazhab empat.

2) Membentuk organisasi ataupun Jam’iyyah Nahdhatul Ulama, atas

usulan Kiyai Mas Alwi Abdul Aziz oraganisasi tersebut diberi nama

jam’iyyah Nahdhatul Ulama.13

Setelah kepengurusan NU terbentuk, diputuskanlah KH. Raden Asnawi

sebagai delegasi NU ke muktamar di Makkah, namun karena ada suatu halangan

akhirnya di gantikan oleh KH. Abdul Wahab Hasbullahh dengan KH al-ghanȃim

al-Mishri. Dan akhirnya usulan mereka pun diterima Ibn Saud. KH. Hasyim

Asyari menyarankan agar komite Hijaz ini tidak hanya untuk sekedar urusan

Muktamar saja, tetapi dikembangkan menjadi organisasi permanen untuk

memperjuangkan dan melestarikan ajaran Islam Ahlus-sunnah wal-jama'ah.

Akhirnya usulan tersebut disepakati oleh para ulama yang hadir dalam pertemuan

tersebut dengan suara bulat, dan dibentuklah Jam'iyyah Nahdlatul Ulama pada

tanggal 16 Rajab 1344 H atau 13 Januari 1926 M..14

Lahirnya NU tidak ubahnya seperti mewadahi suatu barang yang sudah

ada. Dengan kata lain, wujud NU sebagai organisasi keagamaan itu, hanyalah

sekedar penegasan formal dari mekanisme informal para ulama sepaham,

pemegang teguh salah satu dari empat mazhab: Syafi'i, Maliki, Hanafi, dan

Hambali yang sudah berjalan dan sudah ada jauh sebelum lahirnya NU.15

Organisasi NU ini berdiri untuk mempertahankan ajaran Islam Ahlus-

Sunnah wal-Jama'ah yang mengakui dan mengikuti mazhab, juga se!agai bentuk

perlawanan terhadap kaum kolonial Belanda dalam perjuangan kemerdekaan. Dan

13 Abdurrahman Navis, dan Kawan-Kawan khazanah Aswaja , hal 412 14 Nur Khalik Ridwan, Nu dan Bangsa 1914-2010, hal 42-43 15 Masdar Farid Mas'udi, Membangun NU Berbasis Masjid dan Umat (Jakarta: LTMI-

NU, 2007), hal. 3

Page 77: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

61

salah satu tujuan didirikannya NU adalah memelihara, melestarikan,

mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam Ahlusunnah wal jamaah yang

menganut salah satu dari mazhab empat, dan mempersatukan langkah para ulama

dan pengikut-pengikutnya serta melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan

untuk menciptakan kemaslahatan masyarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian

harkat serta martabat manusia.16 Dalam perkembangannya NU di Indonesia juga

membuka cabang-cabang organisasi di berbagai daerah di seluruh Indonesia.

Selanjutnya di kalangan Nahdhatul Ulama, Bahtsul Masa'il merupakan

tradisi intelektual yang sudah lama berlangsung. Sebelum NU berdiri dalam

bentuk organisasi formal, aktivitas Bahtsul masa'il telah berlangsung sebagai

praktek yang berjalan di tengah masyarakat muslim Nusantara, khususnya

kalangan pesantren. Kegiatan tersebut merupakan implementasi tanggung jawab

ulama terhadap umat dalam membimbing dan memandu kehidupan keagamaan

masyarakat.17

NU kemudian melanjutkan tradisi itu dan mengadopsinya sebagai bagian

kegiatan ke organisasian. Bahtsul Masa'il sebagai bagian aktivitas formal

organisasi pertama dilakukan tahun 1926 beberapa bulan setelah NU berdiri,

tepatnya pada kongres pertama NU tanggal 21 - 23 September 1926. Selama

beberapa dekade forum Bahtsul masa'il ditempatkan sebagai salah satu komisi

yang membahas materi Muktamar belum ditampung dalam organ tersendiri.18

Setelah lebih dari setengah abad NU berdiri, metode bahtsul Masail baru

dibuatkan organ tersendiri bernama Lajnah Bahtsul Masail Diniyah, hal itu

dimulai dengan adanya rekomendasi Muktamar Nu ke 28 di Yogyakarta tahun

1989, Komisi 1 Muktamar 1989 itu merekomendasikan PBNU untuk membentuk

Lajnah Bahtsul Masail Diniyah sebagai lembaga permanen. 4 bulan kemudian

pada tahun 1990 PBNU akhirnya membentuk Lajnah Bahtsul Masa'il Diniyah,

dengan SK PBNU nomor 30/A.1.05/ 5/1990. Sebutan "lajnah" ini berlangsung

16 PWNU Jawa Timur, Aswaja an-Nahdah (Surabaya: Khalista, 2007), hal. 1 17 Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Panduan Bahtsul Masa'il, (Jakarta, LBM PBNU,

2017), hal. 1 18 Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Panduan Bahtsul Masa'il,, hal. 1

Page 78: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

62

lebih satu dekade. Namun demikian status lajnah dinilai masih mengandung

makna kepanitiaan ad hoc, bukan organ yang permanen. Karena itulah setelah

Muktamar 2004 status "lajnah" ditingkatkan menjadi "lembaga" sehingga

bernama Lembaga Bahtsul Masa'il Nahdlatul Ulama.19

B. Metode Istinbath Hukum LBM NU

Secara garis besar metode pengambilan keputusan Bahtsul Masail NU

dibedakan menjadi dua bagian: (1) ketentuan umum, (2) sistem pengambilan

keputusan hukum atau metode penetapan fatwa. Ketentuan umum menjelaskan

tentang pengertian teknis pengambilan hukum untuk dijadikan fatwa.

Sedangkan teknis pengambilan hukum untuk dijadikan fatwa forum Bahtsul

Masa'il menggunakan 3 metode secara berjenjang yakni: qauli, ilhaqi dan

manhaji.20

1. Metode Qauli adalah suatu cara istinbath hukum yang digunakan

oleh ulama NU dalam kerja Bahtsul Masail dengan mempelajari

masalah yang dihadapi kemudian mencari jawabannya pada kitab-

kitab fiqh dari mazhab empat dengan mengacu dan merujuk secara

langsung pada bunyi teksnya. Atau dengan kata lain mengikuti

pendapat-pendapat yang sudah jadi dalam lingkup mazhab tertentu.

2. Metode Ilhaqi adalah menyamakan hukum suatu kasus/masalah yang

belum dijawab oleh kitab (belum ada ketetapan hukumnya) dengan

kasus/masalah serupa yang telah dijawab oleh kitab (telah ada

ketetapan hukumnya) atau menyamakan dengan pendapat yang

sudah jadi.

3. Metode Manhaji adalah suatu cara menyelesaikan masalah

keagamaan yang ditempuh dalam Bahtsul Masail dengan mengikuti

19 Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Panduan Bahtsul Masa'il,, hal. 2 20 Ahmad Muhtadi Anshor, Bahth Al-Masail Nahdlatul Ulama: Melacak Dinamika

Pemikiran Mazhab Kaum Tradisionalis, (Yogyakarta: Teras, 2012), hal. 132

Page 79: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

63

jalan pikiran dan kaidah-kaidah penetapan hukum yang telah disusun

imam mazhab.21

Permasalahan yang diajukan sebelum diproses pada lembaga Bahtsul

Masail, dilakukan analisa terlebih dahulu terhadap masalah-masalah yang

muncul sebagai upaya merespon permasalahan yang diajukan, mengingat

permasalahan yang sering diajukan saat ini lebih bernuansa kontemporer dan

menyentuh dimensi multidisipliner. Agar dapat ditemukankan solusi yang

terbaik, maka analisa masalah dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu; Sebab

kenapa terjadi kasus, analisa dampak, dan analisa hukum.22

Analisa sebab mengapa terjadi kasus ditinjau dari berbagai faktor yang

kemungkinan dilatar belakangi oleh faktor tersebut, antara lain; faktor

ekonomi, politik, budaya, sosial, atau faktor-faktor lainnya. Dengan

mengetahui latar belakang permasalahan itu, maka akan diketahui dimensi

yang berkembang dalam masalah tersebut tentunya sekaligus merupakan

indikasi pendekatan apa yang tepat untuk menyelesaikan masalah ini. Setelah

mengetahui latar belakang masalah yang diajukan, harus dipikirkan pula

dampak yang dimunculkan dari permasalahan ini. Analisa dampak juga akan

mempelajari apakah dampak dari masalah dan keputusan fatwa akan

berpengaruh baik atau sebaliknya terhadap faktor tersebut.23

Dengan mempertimbangkan latar belakang dan dampak dari masalah

tersebut, maka untuk memberikan fatwa dilaksanakan melalui analisa hukum

Islam dan mempertimbangkan pula dari sisi yuridis formal. Dari dasar ini

Bahtsul Masail akan melakukan proses pengambilan keputusan fatwa dengan

memperhatikan status hukum al Ahkam al Khamsah, dasar dan ajaran Ahlus

Sunnah Wal Jamaah dan hukum positif. Hal ini merupakan line form (standar

utama) yang harus ditaati dalam pengambilan keputusan fatwa yang akan

21 Ahmad Muhtadi Anshor, Bahth Al-Masail Nahdlatul Ulama: Melacak Dinamika

Pemikiran Mazhab Kaum Tradisionalis, hal. 133 22 Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Panduan Bahtsul Masa'il,, hal. 9 23 Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Panduan Bahtsul Masa'il,, hal. 9

Page 80: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

64

dioperasionalkan pada bagian-bagian istinbath hukum dilingkungan bahtsul

masail dan difatwakan ke masyarakat luas.24

Selanjutnya, LBM NU dalam memecahkan suatu masalah sepakat akan

berpedoman kepada salah satu mazhab yang empat yang disepakati, dan

mengutamakan bermazhab secara qaulî, oleh karena itu prosedur penyelesaian

masalah disusun dalam urutan sebagai berikut : 25

1. Dalam kasus yang ditemukan jawabannya dalam ibaroh kitab dan

hanya satu qaul (pendapat), maka qaul itu yang diambil.

2. Dalam kasus yang hukumnya terdapat dua pendapat maka dilakukan

taqrȋr jamȃ’i dalam memilih salah satunya.

3. Bila jawaban tidak diketemukan dalam ibaroh kitab sama sekali,

dipakai ilhȃq al-masȃil bi al- nazariha secara jamai oleh para

ahlinya.

4. Masalah yang dikemukakan jawabannya dalam ibarat kitab dan tidak

bisa dilakukan ilhȃq, maka dilakukan istinbat secara jamȃ’i dengan

prosedur bermazhab secara manhaji oleh para ahlinya.

C. Aborsi Menurut LBM NU

Keputusan hukum menurut LBM NU adalah sebagai berikut:26

1. Ketentuan Umum

Keadaan darurat ialah suatu keadaan di mana seseorang

diperbolehkan melakukan sesuatu yang diharamkan, jika tidak

mlakukan hal tersebut maka ia akan mati atau membahyakan dirinya.

Keadaan hajat adalah suatu keadaan yang dibutuhkan yang

mana apabila seseorang tersebut tidak melakukan sesuatu yang dilarang

tadi, maka ia akan mengalami kesulitan besar.27

24 Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Panduan Bahtsul Masa'il,, hal. 10 25 Abdurrahman Navis, lc, M.H.I dan Kawan-Kawan khazanah Aswaja , hal. 205 26 Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Hasil Keputusan Komisi Bahtsul Masa'il Diniyah

Musyawarah Nasional Alim Ulama NU, Jakarta 2014.

Page 81: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

65

2. Ketentuan Hukum

Pada dasarnya, hukum melakukan aborsi adalah haram. Namun

diperbolehkan dalam keadaan darurat atau hajat yang dapat mengancam

ibu dan/atau janin, aborsi diperbolehkan berdasarkan pertimbangan tim

dokter ahli. Namun sebagian ulama memperbolehkan aborsi sebelum

usia janin berumur 40 hari terhitung sejak pembuahan meskipun tanpa

sebab.28 Menurut ilmu kedokteran hal itu dapat diketahui dari hari

pertama haid terakhir.

Aborsi pada kehamilan yang terjadi sebab zina hukumnya tetap

haram dilakukan. Adapun batas peniupan ruh para ulama sepakat

bahwa batasan peniupan ruh adalah 120 hari hal ini berdasarkan ijma’

sahabat.29

Dalil masyhur yang digunakan LBM NU dalam memutuskan hukum

aborsi dapat kita lihat dalam kitab-kitab berikut ini;

Dalam kitab Bughyat al-Mustarsyidîn Hal 522 :

نالحاطقسحإفحب ب سالت م ر يح لبحق وحلوة غضحم وحأة قلرعاصنحأ،بمحالر فحهاررقحتسادعحب يح

لر ال)الق،وةفححالت افحمكحوحالر خفحن .خفحالن دعحب ل إم ر يح(:لي مح

Artinya: “Haram menggugurkan janin yang ada di rahim baik yang berupa

segumpal darah ataupun segumpal daging ketika sudah berada dalam

rahim sekalipun sebelum peniupan ruh sebagaimana yang disebutkan di

dalam tuhfah, al-ramli berkata tidak haram ,kecuali setelah peniupan

ruh.” 30

27 Abdullah Ibn Abdurrahman al-Bassâm, , Taudhih Al-Ahkaam jilid 5 hal. 188-189. 28 Seperti yang telah dijabarkan di atas. Pendapat sebagian Besar Ulama Syafi,I, Hanafi,

dan Hanbali. Terlepas dari makruh atau tidaknya. 29 Muhammad Ibn Ahmad al-Anshâri al-Qurtubî, al-Jâmi’ li ahkâm al-Qur’ân,

(Beirut,daar al Kutub, 2006), jilid 12 hal. 8; Syaraf al-Din al-Nawâwi, Sahîh Muslim bi syarh al-

Nawâwi jilid 16 hal. 191; Ahmad Ibn Ali Ibn Hajar al-‘Asqallâni, Fath al-bâri jilid 11 hal. 588 30 Abdurrahman Ibn Muhammad Ibn Husaen Ibn Umar Ba’alawi, Bugyat al-

Mustarsyidin, (Damaskus, Dar al-Fikr, 2004, hal. 522

Page 82: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

66

Dalam kitab Hâsyiyah i’ânat al-talibîn Hal 147 :

فحوحف لت اخحو فحهاررقحتسحادعحب ةفطحالن اءقلحإلإبب سالت ازوجا اقحسحإوحب أالقف محالر ا

لزحعالحثحبحمفحاءيححالحفحوةفي حنحبحأنحعكلذلقن وةقلعالحوةفطحالن اءقلحإز وحي ي زورحالح

حوحالر خفحن لأي هم الحقل خالت لإة لآياررقحتسحالحدعحاب هن ؛له جوحالحوه ،وهيحرىتحلع ل د ايم

.ل زحعالحكلذكلو

Artinya:“Para ulama berbeda pendapat tentang hukum mengeluarkan sperma

setelah menetapnya di rahim, menurut abi ishaq al-marwazy boleh, dan

begitu juga kalau dalam bentuk segumpal darah, seperti itulah yang

dinukil dari abu hanifah, adapunpendapat imam ghazali didalam kitab

ihya yaitu condrong kepada keharamanalasannya karena yang demikian

itu merupakan pembentukan yang siap ditiupkan ruh padanya, beda

Halnya al-‘azl (mengeluarkan sperma diluar kemaluan istri).31

2. Aborsi dalam Majelis Tarjih Muhammadiyah

A. Sejarah Muhammadiyah dan Majelis Tarjihnya

Pada permulaan abad dua puluh munculah golongan yang mengaku

sebagai pembaharu Islam yang merupakan rangkaian dari gerakan

pembaharuan Islam yang telah ada sejak dari masa Ibn Taimiyyah di Siria,

setelah itu diteruskan oleh Muhammad Ibn ‘Abd al-Wahâb (Saudi Arabia) dan

kemudian Jamâl al Dîn al Afghâni bersama muridnya Muhammad Abduh

(Mesir).32 Yang beranggapan dalam mencapai puncak kebenaran perlu untuk

memahami ulang ajaran-ajaran Islam, dan selanjutnya berbuat sesuai dengan

apa yang mereka anggap sebagai standard Islam yang benar.

Kemudian muncullah tindakan dan respon dari berbagai organisasi dan

perkumpulan kaum muslimin,, Salah satu organisasi tersebut dikenal dengan

sebutan Muhammadiyah. Muhammadiyah didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan

31 Abu Bakar Al-Dimyâti, Hasyiyah I’ânat al-tâlibîn, hal. 147 32 Abdurrahman Yazid. Metode Penelitian Sejarah Muhammadiyah. (Jakarta: Logas

Wacana Ilmu, 2001), hal. 37

Page 83: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

67

pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H bertepatan dengan 18 Nopember 1912 M.33

Muhammadiyah secara etimologi memiliki makna ”pengikut Nabi

Muhammad”. Pemilihan kata ”Muhammadiyah” dimaksudkan untuk

menisbatkan pada ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad SAW.34

Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada awal berdirinya tidak

lepas dan merupakan implikasi dari gagasan pemikiran Muhammad Darwis

yang dikenal dengan KH Ahmad Dahlan sebagai pendirinya. Setelah

menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan bermukim disana untuk yang kedua

kalinya pada tahun 1903, ketika kembali ke tanah air, Kyai Dahlan mulai

menuangkan benih pemikirannya untuk pembaruan di Tanah Air.

Ide tentang pembaruan pemikiran ini diperoleh Kyai Dahlan setelah

menimba ilmu kepada ulama-ulama Indonesia yang menetap di Mekkah

seperti; Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Syekh Nawawi al Jawi dari

Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Faqih dari

Maskumambang, juga setelah membaca pemikiran-pemikiran para pembaru

Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin Al-

Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan modal kecerdasan

dirinya serta interaksi selama bermukim di Arabi Saudi, dan bacaan atas karya-

karya para pembaru pemikiran Islam itu telah menanamkan ide-ide pembaruan

dalam dirinya.35

Menurut Hamka, munculnya Muhammadiyah didasari oleh tiga faktor;

Pertama, keterbelakangan dan ketertinggalan umat Islam Indonesia hampir

dalam setiap bidang kehidupan. Kedua kesulitan dibidang ekonomi yang

33 Alwi Shihab, Membendung Arus: Respons Muhammadiyah terhadap Penetrasi

Misi Kristen di Indonesia, Mizan, Khazanah Ilmu-ilmu Islam, Amerika Serikat, 1995, hal 25 34 Abdul Aziz Dahlan, Dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jilid 2, (Jakarta: Penerbit

Djambatan, 2002), hal. 571 35 Abdul Aziz Dahlan, Dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jilid 2, hal. 572

Page 84: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

68

diderita umat dalam suatu negara kaya seperti Indonesia. Ketiga, sistem

pendidikan Islam yang sudah sangat kuno seperti yang dilihat di Pesantren.36

Dengan berkembangnya organisasi ini, munculah berbagai inovasi dan

ide-ide untuk kemaslahatan umat, salah satunya adalah berdirinya Majelis

Tarjih Muhammadiyah yang memiliki fungsi mengeluarkan fatwa atau

memastikan hukum tentang masalah-masalah tertentu. Masalah itu tidak

semata-mata terletak pada bidang agama dalam arti sempit, tetapi mungkin

juga terletak pada masalah yang dalam arti biasa tidak terletak dalam bidang

agama, tetapi pendapat apapun juga haruslah dengan didasarkan asas syari’ah,

yaitu Qur’an dan Hadits, yang dalam proses pengambilan hukumnya

didasarkan pada ilmu ushul fiqh, baik masalah itu semula sudah ada

hukummnya dan berjalan di masyarakat tetapi masih diperselisihkan di

kalangan umat Islam, ataupun yang merupakan masalah-masalah baru, yang

sejak semula memang belum ada ketentuan hukumnya.37

Secara resmi Majlis Tarjih didirikan atas dasar keputusan kongres

Muhammadiyah ke- XVI pada tahun 1927, atas usul dari K.H. Mas

Mansyur.38

B. Metode Istinbath Hukum MT Muhammadiyah

Dalam bidang keagamaan, Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi

Islam yang memutuskan tidak terikat dengan suatu mazhab tertentu, baik dalam

merumuskan ketentuan-ketentuan agama maupun dalam menafsirkan al Qur'an

dan Sunnah. Untuk merumuskan ketentuan-ketentuan hukum baru tersebut

muhammadiyah melakukan ijtihad dengan ketentuan-ketentuannya.39

36 Hamka, K. H. Ahmad Dahlan, Peringatan 40 Tahun Muhammadiyah, (Jakarta: 1952),

hal. 31. 37 “Laporan Penelitian Majlis Tarjih Muhammadiyah (Suatu Studi tentang Sistem dan

Metode Penentuan Hukum). Tim Peneliti: Drs. H Asjmuni A. Rahman, dkk., (Yogyakarta: IAIN

Sunan Kalijaga, 1985, hal 120 38 Laporan Penelitian Majlis Tarjih Muhammadiyah (Suatu Studi tentang Sistem dan

Metode Penentuan Hukum). Tim Peneliti: Drs. H Asjmuni A. Rahman, dkk., hal 108 39 Djamil, Faturrahman, Metode Ijtihad Majelis Tarjih Muhammadiyah, Jakarta:

Logos Publishing House, 1997, hal 17

Page 85: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

69

Adapun dalil-dalil Muhamamdiyah dalam hal ini adalah sebagai berikut:

وحب )ألوحاق وحك ر ات حفمل سوهيحلعىالل ل صلوحس الر رب خوالعت اللابتكف الي ل وحق تلحاق ذإ(ةفي حنح

Artinya:“Tinggalkanlah perkataanku jikalau menyalahi apa yang ada di kitab

Allah dan al-sunnah.” (Abu Hanîfah)40

امل ك وه وحذ خ فةن الس وابتكالحقافاومل ك فيحيأحرافحوحر ظ انحفب يحصأ وئ طخحأ ر شابناان إ(س نأن بحك ال)م.هوحك ر ات حفةنالس وابتالكقافوي لح

Artinya:“Saya hanyalah seorang manusia uang juga bisa benar dan salah, maka

koreksilah pendapatku, jikalau semua itu sesuai dengan al-kitab dan al-

sunnah maka ambilah, jikalau tidak maka tinggalkanlah.” (Malik ibn

Anas)41

الللوحس رةن س ابوحل وحق ف مل سوهيحلعىالل ل صالللوحس رةن فس لخابحتكفت حدحجاوذإ(يعافالش سيحردحإن بح د م )م مل سوهيحلعىالل ل ص

Artinya:“Jikalau kalian mendapati didalam kitabku perkara yang menyalahi

sunnah, maka ambilah dengan Sunnah.” (Muhammad bin Idris al-

Syafi’i)42

كوحم ل عت وي روحالث لوي اعزوحاللوي ع افالش لوكا المد ل قت لونحد ل قت ل د حح)أانمحل عات ما(ل بنححن بح

Artinya:“Jangan kalian mengikut kepadaku, kepada al-Syafi'i, Auzai’ dan tidak

pula al-Tsaury tetapi belajarlah sebagaimana mereka belajar menuntut

ilmu” (Ahmad bin Hanbal)43

Adapun ijtihad yang dilakukan muhammadiyah adalah sebagai berikut :

1) Ijtihad Bayani, yakni ijtihad terhadap nash mujmal, baik karena

belum jelas makna/maksudnya, maupun karena suatu lafal tertentu

40 Al-fallȃni, Îqazul Humȃm Ulil Absȃr, (Dar al-fath cet ,1 1997), Hal 50

41 Ibn Abdil al-Bâr, al-Jâmi’ jilid 2, Hal. 32 42 Ibn Sholaah, Fatawa Ibnu Sholaah, (Maktabah al-Ulum, Beirut) 1994, Hal 51. 43 Muhammad bin husein al Jiyzani, Ma'alim al Ushul Inda Ahli al Sunnah, (Dâr ibn

Jauziy, Jeddah 2003), Hal 500.

Page 86: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

70

mengandung musytarak (makna ganda), mutasyabih (multi tafsir), dan lain

sebagainya.

2) Ijtihad Qiyasi, yakni menganalogikan apa yang disebut dalam

nash pada masalah baru yang belum ada ketentuan hukumnya, karena

persamaan ‘illat/sebab.

3) Ijtihad Istislâhi, yakni pencarian maslahat berupa perlindungan

terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.44

Berdasarkan kenyataan ini, meski Muhammadiyah memproklamirkan diri

tidak bermazhab, namun dalam praktiknya Muhammadiyah tidak dapat

melepaskan diri dari pemikiran mazhab, meskipun hanya pada tingkat metode

atau yang akrab disebut Mazhab Manhaji. Metode Istinbath Majelis Tarjîh

Muhammadiyah dilakukan dalam beberapa dasar berikut;45

a) Nash yang qat’î. Mengenai Hal ini tidak ada masalah. Tidak boleh

diperdebatkan lagi, tidak ada larangan ijtihad padanya.46

b) Terdapat nash namun masih diperselisihkan, atau nash itu saling

bertentangan dengan nash yang lain, atau nash itu mempunyai nilai

yang berbeda, MT Muhammadiyah menempuh cara sebagai berikut:

Tawaqquf, yaitu bersikap membiarkan tanpa mengambil

keputusan, karena kedua dalil atau lebih yang saling bertentangan

tersebut tidak lagi dapat dikompromikan dan tidak dapat dicarikan

alternatif mana yang dianggap terkuat.47

Tarjîh, yaitu mengambil jalan yang lebih kuat di antara dalil-dalil

yang bertentangan dengan rumusan dibawah ini , yaitu:

44 Abdurrahman Yazid. Metode Penelitian Sejarah Muhammadiyah. (Jakarta: Logas

Wacana Ilmu, 2001), Hal. 18 45 Djamil, Faturrahman, Metode Ijtihad Majelis Tarjih Muhammadiyah, (Jakarta:

Logos Publishing House, 1997), hal 24-25 46 Abd al-Wahhab KHalaf, Khulashah Tarikh Tasyri’ al-Islamy,( Jakarta: al-Majelis al-

A’la al-Indonesia li al-Da’wah al-Islamiyah, Cet. 8), Hal 13-14 47 PP Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tajdid, Hal 369

Page 87: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

71

Jarh (cela) itu didahulukan dari pada ta’dil sesudah keterangan

yang jelas dan sah menurut anggapan syara’.

Riwayat orang yang telah terkenal suka melakukan tadlis dapat

diterima bila ia menerangkan bahwa apa yang ia riwayatkan itu

bersanad sambung, sedang tadlisnya itu tidak sampai tercela.

Pendapat sahabat pada hal-hal yang sama pada salah satu artinya

wajib diterima.

Penafsiran sahabat antara arti kata yang tersurah dengan yang

tersirat, maka yang tersurah itu yang diutamakan.

Menggabung atau menghimpun antara kedua dalil atau lebih yang

saling bertentangan dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian.

Misalnya jika ada hadis âhâd yang sahîh namum bertentangan

dengan prinsip dasar ajaran Islam, maka bisa jadi atau ada

kemungkinan hadist itu bersifat insidental atau anjuran yang tidak

mengikat.48

Mengenai masalah-masalah yang tidak ada nashnya, sedangkan diperlukan

ketentuan hukumnya dalam masyarakat. Dalam Hal semacam ini Majelis Tarjîh

Muhammadiyah berusaha mengeluarkan hukum atau menetapkan dengan jalan

ijtihad dengan berpedoman kepada prinsip-prinsip ajaran Islam, seperti prinsip

kemaslahatan atau menolak kerusakan, memberikan atau menetapkan sesuatu

hukum dengan beralasan adanya darurat yang dapat memunculkankan

kemudaratan.49

C. Aborsi Menurut MT Muhammadiyah

Menurut Muhammadiyah aborsi sejak pembuahan hukumnya haram.50Hal

ini berarti, bahwa usia kandungan empat bulan atau 120 hari seperti dijelaskan

48 Majelis Tarjih Muhammadiyah, “Pembinaan Hukum Fiqh di Bidang Muamalat”,

(Yogyakarta, Suara Muhammadiyah. Cet I, 15 Juli 1995), Hal 31 49 Majelis Tarjih Muhammadiyah, “Pembinaan Hukum Fiqh di Bidang Muamalat”, hal.

17 50 Berita Resmi Muhammadiyah Nomor Khusus, Tanfidz Keputusan Muktamar Tarjih

Muhammadiyah, 1990, Hal 16

Page 88: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

72

dalam Hadis di atas tidak dianggap sebagai batas mulai kehidupan manusia. Maka

dari itu, Muhammadiyah tidak begitu saja menyerap penjelasan dari Hadis Nabi

tentang peniupan ruh itu secara dhohir. Muhammadiyah tidak menerima pendapat

bahwa ruh dalam Hadis itu berarti nyawa yang menyebabkan janin menjadi hidup

Alasan yang dikemukakannya adalah bahwa kenyataan menunjukan bahwa

pembuahan itu sendiri telah dinyatakan hidup kemudian berkembang menjadi

segumpal darah, dan berikutnya menjadi segumpal daging sampai 120 hari.51

Menurut Muhammadiyah, ruh yang ditiupkan oleh Malaikat ke dalam

janin yang telah berusia empat bulan itu bukanlah ruh hayati, melainkan adalah

ruh insani.52 Mungkin, penalaran Muhammadiyah dalam hal ini telah dipengaruhi

oleh pemikiran filsafat Islam dan ahli kedokteran. Dalam filsafat Islam, jiwa itu

bukanlah hayat. Manusia, dalam konsep filsafat Islam terdiri dari tiga unsur:

tubuh, hayat dan jiwa. Dengan demikian, kehidupan itu saja sudah ada sejak

terjadinya pembuahan, bukan setelah janin berusia empat bulan.

Tegasnya, dengan melalui analisis di atas, Muhammadiyah berpendapat

bahwa abortus provocatus criminalis (aborsi yang terjadi karena tindakan yang

tidak legal atau tidak berdasarkan indikesi medis tanpa memperhitungkan umur

bayi) sejak terjadinya pembuahan hukumnya haram. Sedangkan abortus

artificialis therapicus atau abortus provocatus medicinalis (pengguguran

kandungan yang tujuannya menyelematkan sang ibu ataupun menyembuhkannya)

dapat dibenarkan ketika dalam keadaan darurat, terutama karena adanya

kekhawatiran atas keselamatan ibu waktu mengandung. Adapun dalil-dalil lainnya

adalah sebagai berikut:

ل كةول ﴿ إلالت هح سن وات لحق وابأيحديك مح سنيوأحح الحم حح ب ﴾ إن الل هي

51 Berita Resmi Muhammadiyah Nomor Khusus, Tanfidz Keputusan Muktamar Tarjih

Muhammadiyah, 1990, Hal. 17 52 Harun Nasution, “Konsep Manusia dalam Islam, Dikaitkan dengan Hayat dan

Maut”, dimuat dalam Lembaga Penelitian IAIN Jakarta, Kajian Islam tentang Berbagai

Masalah Kontemporer” ( Jakarta: 1988), Hal 261

Page 89: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

73

Artinya:“Dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan

dengan tangan sendiri, dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai

orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S. Al-Baqarah: 195)

كانبك محرحيم ﴿ ت ل واأن حف سك محإن الل ه ﴾ ولت قحArtinya:"Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha

Penyayang kepadamu." (Q.S. An-Nisa': 29)

رحيم ﴿ ولعاد فلإثحعليحهإن الل هغف ور غي حرباغ ﴾ فمناضحط ر Artinya:“Barangsiapa terpaksa bukan karena menginginkannya dan tidak (pula)

melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah Maha

Pengampun, Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Baqarah:173)

Selain ayat-ayat al Qur'an di atas, Muhammadiyah juga menggunakan

kaidah usul fiqih, sebagai berikut:

اتروحظ ححمالحح يحبت ات روحر الضArtinya:“Keadaan memaksa menjadikan bolehnya hal yang terlarang.”53

امهف خأابكتارحبرا راضمه م ظعحأيعوحر انتدسفحمتحضارعات ذإArtinya“Ketika terdapat dua hal yang merusak saling bertentangan maka harus

dihindari yang lebih besar bahayanya, dengan melakukan yang lebih

ringan resikonya.”54

Berdasarkan dalil-dalil di atas, dapat disimpulkan bahwa menyelamatkan

ibu, yang keberadaannya sudah jelas harus didahulukan dari menyelamatkan

janin yang belum dilahirkan. Pengguguran janin dengan kesengajaan seperti itu

adalah mudarat, namum kematian ibu seperti ini, disebabkan menyelamatkan

janin juga adalah mudarat. Mudarat yang kedua jauh lebih besar dari pada yang

pertama. Kematian ibu akan membawa dampak yang tidak baik bagi keluarga

yang ditinggalkannya. Oleh karenanya diperbolehkan melakukan aborsi dalam

kondisi darurat.

53 Zainuddin Ibn Ibrahim Ibn Nujaim, Asybȃh Wan nazȃ'ir. (Beirut, Dar al-Kutub al-

Ilmiyyah 1999) jilid 1, hal 77 54 Zainuddin Ibn Ibrahim Ibn Nujaim, Asybȃh Wan nazȃir, hal. 81

Page 90: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

74

3. Aborsi dalam Fatwa MUI

A. Sejarah MUI

MUI atau Majelis Ulama Indonesia adalah lembaga Swadaya Masyarakat

yang mewadahi ulama, zu’ama, dan cendikiawan Islam di Indonesia untuk

membimbing, membina dan mengayomi kaum muslimin di seluruh Indonesia.

Selain itu MUI juga sebagai wadah silaturahim yang menggalang ukhuwah

islamiyah ukhuwah wathaniyah dan ukhuwah insaniyah demi untuk mencapai dan

mewujudkan kehidupan masyarakat yang harmonis, aman, damai dan sejahtera

dalam negara kesatuan Republik Indonesia.55

Majelis Ulama Indonesia berdiri pada tanggal, 7 Rajab 1395 Hijriah,

bertepatan dengan tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta, sebagai hasil Musyawarah

Nasional I Majelis Ulama Indonesia yang berlangsung pada tanggal 12-18 Rajab

1395 H atau bertepatan dengan tanggal 21-27 Juli 1975 di balai Sidang Jakarta.56

Musyawarah ini diselenggarakan oleh sebuah panitia yang diangkat oleh

Menteri Agama dengan Surah Keputusan No. 28 tanggal 1 Juli 1975, yang

diketuai oleh Letjen. Purn. H. Soedirman dan Tim Penasehat yang terdiri dari

Prof. Dr. Hamka, KH Abdullah Syafe’i dan KH M. Syukri Ghazali.57 Peristiwa

berdirinya MUI sebagai hasil dari pertemuan atau musyawarah para ulama, dan

cendikiawan kemudian diabadikan dalam bentuk penanda tanganan piagam

berdirinya MUI yang ditanda tangani oleh 53 ulama dari berbagai penjuru tanah

air.

Antara lain meliputi 26 (dua puluh enam) orang ulama yang mewakili 26

(dua puluh enam) Provinsi di Indonesia, 10 (sepuluh) orang ulama yang

merupakan unsur dari Organisasi Masyarakat (ORMAS) Islam tingkat pusat,

yaitu, NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti. Al-Washliyah, Math‟laul

Anwar, GUPPI, PTDI, DMI dan Al-Ittihadiyyah, 4 orang ulama dari Dinas

55 Muhammad Atho Mudzhar, Fatwa Fatwa Majelis Ulama Indonesia; Sebuah Studi

Tentang Pemikiran Hukum Islam di Indonesia 1975-1988, ( Jakarta: INIS, 1993), hal. 62 56 Muhammad Atho Mudzhar, Fatwa Fatwa Majelis Ulama Indonesia; Sebuah Studi

Tentang Pemikiran Hukum Islam di Indonesia 1975-1988, hal. 63

57 20 Tahun Majelis Ulama Indonesia, (Jakarta: Sekretariat MUI, 1995), hal. 13

Page 91: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

75

Rohani Islam, AD, AU, AL dan POLRI serta 13 orang tokoh/cendekiawan yang

merupakan tokoh perorangan.58

Adapun kesepuluh Ormas Islam yang hadir dalam konferensi tersebut

adalah Nahdlatul Ulama (NU) yang diwakili KH. Mohammad Dahlan,

Muhamadiyah diwakili oleh Ir. H. Basit Wahid, Syarikat Islam diwakili oleh H.

Syafi’i Wira Kusumah, Perti diwakili oleh H. Nurhasan dan Ibnu Hajar, Al-

Wasliyah diwakili oleh Anas Tanjung, Mathla’ul Anwar diwakili oleh KH. Saleh

Su’aidi, GUPP diwakili oleh KH. S. Qudratullah, PTDI diwakili oleh H.

Sukarsono, DMI diwakili oleh K. H. Hasyim Adnan, dan Al-Ittihadiyah oleh H.

Zainal Arifin Abbas.59

Berdasarkan musyawarah tersebut, dihasilkan sebuah kesepakatan untuk

membentuk wadah tempat bermusyawarahnya para ulama dan cendekiawan

muslim, yang tertuang dalam sebuah “Piagam Berdirinya MUI”, Pertemuan alim

ulama yang melahirkan MUI tersebut ditetapkan sebagai Munas (Musyawarah

Nasional) MUI Pertama.60

Dengan demikian, sebelum adanya MUI Pusat, terlebih dahulu di daerah-

daerah telah terbentuk Majlis Ulama. Buya Hamka, tokoh yang awalnya menolak

pendirian sebuah majelis, terpilih menjadi Ketua Umum MUI pertama kali yaitu

untuk periode 1975-1981. Hamka memberikan dua alasan atas penerimaan jabatan

ketua umum MUI. Pertama, umat Islam harus bekerja sama dengan pemerintah

Soeharto, sebab pemerintah Soeharto anti-komunis. Kedua, pendirian MUI harus

bisa meningkatkan hubungan antara pemerintah dan umat islam.61

Majelis ini bertujuan mengamalkan ajaran Islam untuk ikut serta

mewujudkan masyarakat yang aman, damai, adil dan makmur, rohaniah serta

jasmaniah yang diridhai Allah swt dalam wadah Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang berdasarkan Pancasila. MUI Adalah salah satu wadah di Indonesia

yang berfungsi menegakkan syariat Islam di tengah masyarakat yang majemuk

58 20 Tahun Majelis Ulama Indonesia, (Jakarta: Sekretariat MUI, 1995), hal. 16 59 Gambaran Umum Organisasi MUI dalam Pedoman Penyelenggaraan Organisasi

MUI, (Jakarta: Sekretariat MUI, 2002), hal. 6 60 Rusjdi Hamka, Pribadi dan Martabat Prof. Dr Hamka, (Jakarta: Pustaka Panji Mas,

1981), hal. 67 61 Rusjdi Hamka, Pribadi dan Martabat Prof. Dr Hamka, hal. 68

Page 92: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

76

ketika wacana NKRI bersyariat digulirkan, sudah biasa terdapat sambutan pro dan

kontra pihak yang pro dan setuju adalah umat yang merindukan pemimpin yang

mampu mewujudkan NKRI yang lebih bersih dari berbagai konflik keagamaan,

baik disebabkan oleh masalah politik, paham liberal, aliran sesat dan lain

sebagainya.62

Dengan hadirnya MUI dapat meminimalisir dan menjadi wadah yang

berfungsi menegakkan syariat-syariat Islam. Tidak hanya berupa kaidah dan

akhlak, tetapi meliputi seluruh hukum yang menyangkut hubungan dengan Allah

dan hukum yang berkaitan dengan muamalah, yakni hubungan sesama manusia

dan alam sekitar. Karena itu syariat Islam diturunkan menjadi rahmat kepada ada

alam seluruhnya hal ini. Tentunya sulit ditegakkan apabila tidak ada lembaga

yang sah dan berwenang mengayomi masalah-masalah tersebut oleh sebab itu

dibentuklah MUI sebagai jawaban atas kebutuhan masyarakat Islam di

Indonesia.63

B. Metode Istinbath Hukum Fatwa MUI

Dalam pelaksanaan kegiatan harian, lembaga ini juga membentuk komisi

pengkajian hukum yang disebut dengan komisi fatwa. Dengan tugas pokok

sebagai penampung, peneliti, pengkaji dalam merumuskan fatwa serta hukum-

hukum yang berkaian keagamaan di tengah-tengah masyarakat. Jadi fatwa adalah

sebagai alternatif hukum dalam memberi jawaban permasalahan kehidupan dalam

perspektif keagamaan bagi masyarakat ataupun pemerintah.64

Pada hakekatnya, wilayah fatwa MUI adalah wilayah di mana

dimungkinkan dilakukan ijtihad, yang telah diintrodusir oleh ahli Ushul fiqh.

Secara garis besar hukum Islam itu ada yang sudah diketahui secara jelas dan

62 Rizieq Shihab, Wawasan Kebangsaan Menuju NKRI Bersyariah, (Jakarta Selatan,

Suara Islam Press(, hal. 5. 63 Muhammad Atho Mudzhar, Fatwa Fatwa Majelis Ulama Indonesia; Sebuah Studi

Tentang Pemikiran Hukum Islam di Indonesia 1975-1988, hal. 72 64 Pedoman dan Prosedur Penetapan Fatwa MUI dalam Himpunan Fatwa MUI, (Jakarta:

Sekretariat MUI, 2010), hal. 2

Page 93: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

77

tidak lagi memerlukan penafsiran (Qath’i al Dalâlah) dan ada pula yang baru

diketahui melalui ijtihad (Qath’i al Zhann).65

Dalam mendefinisikan ijtihad para ahli ushul fiqh berbeda pendapat, di

antaranya ijtihad didefinisikan:

ةل دالفحرظالن فحعسحالو لذحبمكحب ن الظ وحأعطحقىالحلعلوحص ح لحلث ححبالحوه اد هتجحال ي عرحش

Artinya:“Ijtihad adalah pencurahan segenap kemampuan dengan maksimal yang

dilakukan seorang ahli fiqh untuk mendapatkan pengetahuan tingkat

zhann (dugaan kuat) tentang hukum syar’i ”.66

Secara umum MUI sudah menyusun Pedoman Penetapan Fatwa Majelis

Ulama Indonesia Nomor: U- 596/MUI/X/1997. Dalam pedoman tersebut

disebutkan bahwa setiap fatwa harus berupa pendapat hukum yang mempunyai

dasar-dasar paling kuat dan membawa maslahat bagi umat. Dasar-dasar yang

dijadikan pegangan dalam melahirkan fatwa adalah al-Quran, hadits, ijma’, qiyas

dan dalil-dalil hukum lainnya.

Dalam pasal 2 ayat (1 dan 2) dijelaskan tentang dasar-dasar umum

penetapan fatwa MUI. Pada ayat 1 dijelaskan bahwa setiap keputusan fatwa harus

berupa pendapat hukum yang mempunyai dasar-dasar (adillat al-ahkam) paling

kuat dan membawa kemaslahatan bagi umat. Ayat 2 dtegaskan bahwa dasar-dasar

dimaksud adalah alQuran, Hadits, Ijma, Qiyâs dan dalil-dalil hukum lainnya. Dari

segi prosedur penetapan fatwa dijelaskan dalam pasal 3.67

Berdasarkan Pedoman dan Prosedur Penetapan Fatwa MUI, dalam bab VI

disebutkan bahwa kewenangan dan wilayah fatwa MUI adalah masalah- masalah

keagamaan secara umum, terutama masalah hukum fiqih dan masalah aqidah yang

menyangkut kebenaran dan kemurnian keimanan umat Islam Indonesia.68

65 Muhammad Atho Mudzhar, Fatwa Fatwa Majelis Ulama Indonesia; hal. 84 66 Muhammad Ibn Ahmad al-Mahallî, Syarh ‘alâ Matn Jam’i al-Jawâmi’, (Mesir:

Musthafâ al-Bâb al-Halabi), Juz II hal. 379 67 Pedoman dan Prosedur Penetapan Fatwa MUI dalam Himpunan Fatwa MUI, hal. 5

68 Pedoman dan Prosedur Penetapan Fatwa MUI dalam Himpunan Fatwa MUI, hal. 7

Page 94: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

78

MUI mempunyai tata cara dalam penetapan fatwa yang tertuang dalam

prosedur penetapan fatwa pada 1986, yang pada tahun 1997 diganti menjadi

“Pedoman Tata Cara Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia”, dan kemudian

disempurnakan dengan judul “ Pedoman dan Prosedur Penetapan Fatwa MUI”

tahun 2001. Lalu pedoman ini disempurnakan kembali pada forum Ijtima’ Ulama

Komisi Fatwa se- Indonesia I pada tahun 2003.

Secara operasional, dalam pedoman penetapan fatwa MUI disebutkan ada

beberapa hal yang menjadi dasar dan metode penetapan fatwa MUI, yaitu dalam

Bab II tentang Dasar Umum dan Sifat Fatwa disebutkan bahwa:69

1. Penetapan fatwa didasarkan pada al Qur'an, sunnah (hadits),

Ijma’, dan Qiyas serta dalil lain yang mu’tabar.

2. Aktifitas penetapan fatwa dilakukan secara kolektif oleh suatu

lembaga fatwa yang dinamakan Komisi Fatwa.

3. Penetapan fatwa bersifat responsif, proaktif dan antisipatif.

Secara ringkas, langkah-langkah penetapan fatwa MUI adalah dapat

dijelaskan dalam uraian berikut:70

1. Sebelum fatwa ditetapkan hendaklah ditinjau lebih dahulu

pendapat para imam mazhab dan ulama yang mu’tabar tentang

masalah yang akan difatwakan tersebut, secara seksama berikut

dalil-dalilnya.

2. Masalah yang telah jelas hukumnya hendaklah disampaikan

sebagaimana adanya.

3. Dalam masalah yang terjadi khilafiyah di kalangan mazhab,

maka:

a. Penetapan fatwa didasarkan pada hasil usaha penemuan titik

temu di antara pendapat ulama-ulama mazhab melalui metode

al-jam’u wa al-Taufiq; dan

b. Jika usaha penemuan titik temu tidak berhasil dilakukan,

69 Pedoman dan Prosedur Penetapan Fatwa MUI dalam Himpunan Fatwa MUI, h. 4 70 Pedoman dan Prosedur Penetapan Fatwa MUI dalam Himpunan Fatwa MUI, hal. 4-5

Page 95: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

79

penetapan fatwa didasarkan pada hasil tarjih melalui metode

muqaranah dengan menggunakan kitab-kitab Ushul Fiqh

Muqaran.71

4. Dalam masalah yang tidak ditemukan pendapat hukumnya di

kalangan mazhab, penetapan fatwa didasarkan pada hasil ijtihad

jama’i (kolektif) melalui metode bayani, ta’lili (Qiyâsi,

Istihsâni, Ilhâqi),Istishlahi, dan Sadd al Zdari’ah.

5. Penetapan fatwa harus memperhatikan kemaslahatan umum

(mashalih ‘ammah) dan maqashid al-syari’ah.

C. Aborsi Menurut Fatwa MUI

Pada tahun 2005, Majelis Ulama Indonesia mengesahkan fatwa

tentang status hukum aborsi. Fatwa tersebut dibentuk dengan alasan bahwa

semakin lama malah semakin banyak orang-orang yang melakukan aborsi tanpa

berpedoman pada agama. Banyak yang melakukan aborsi dibantu oleh orang-

orang yang tidak mempunyai keahlian sehingga akan membahayakan ibu yang

mengandung, bayi yang ada dalam kandungan dan masyarakat umum. Dengan

demikian, persoalan aborsi dan status hukumnya menjadi tanda tanya yang besar

bagi masyarakat. Apakah status hukumnya jatuh kepada keharaman secara mutlak

atau dibolehkan pada keadaan tertentu. Maka dari itu, MUI merasa bahwa sangat

penting untuk menetapkan fatwa mengenai aborsi agar dijadikan pedoman oleh

masyarakat.

Mengingat sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam QS al An'am:

151;

ت عالوحاح ت ل واحق لح ت قح ول سان ا إحح وبالحوالديحن شيحئ ا به رك واح ت شح أل عليحك مح رب ك مح حر م ما أتحل بطن وما من حها ظهر ما الحفواحش ت قحرب واح ول وإي اه مح ن رحز ق ك مح ن حن إمحلق م نح ولأوحلدك م

71 Ma’ruf Amin, Fatwa dalam Sistem Hukum Islam, (Jakarta: Paramuda Advertising,

2008), hal. 52

Page 96: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

80

ت ت عحقل ون)ت قح لعل ك مح به وص اك مح ذلك مح ق الل ه إل بالح (ولت قحرب واح151ل واحالن فحسال تحر مطل ه وأوحف واحالحكيحلوالحميزانبالحقسح ي ب حل غأش د حت سن مالالحيتيمإل بال تهيأحح ن كل ف

وص اك أوحف واحذلك مح الل ه د وبعهح ق رحب ذا كان ولوح فاعحدل واح ق لحت مح وإذا عها إل و سح بهن فحس ا م لعل ك محتذك ر ون

Artinya: "Katakanlah "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh

Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia,

berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu

membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi

rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati

perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun

yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan

Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.

demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu

memahami(nya)."

Dalam QS al Isra: 31;

كبير ا ء ا كانخطح وإي اك مإن ق ت حله مح ن حن ن رحز ق ه مح يةإمحلق أوحلدك محخشح ت ل واح ولت قح

Artinya:"Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.

kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu.

Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar."

Dalam al Hajj: 5;

ث م نالحب عحثفإن اخلقحناك مم نت راب فريحب ك نت مح إن علقة ياأي هاالن اس منح منن طحفة ث م أجل إل نشاء ما الرححام ف ون قر لك مح ل ن ب ي م ل قة وغيرح م ل قة سمىث ث منم ضحغة

وم ومنك مم ني ت وف أش د ك مح طفحل ث لتب حل غ وا لكيحلن حرج ك مح الحع م ر أرحذل إل نك مم ني رد وأنب وربتح ت ز تح شيحئ اوت رىالرحضهامدة فإذاأنزلحناعلي حهاالحماءاهح ي عحلممنب عحدعلحم تتح

بيج منك ل زوحج

Artinya:"Hai manusia, jika kamu dalam keraguan tentang kebangkitan (dari

kubur), maka (ketahuilah) sesungguhnya Kami telah menjadikan kamu

dari tanah, kemudian dari setetes mani, kemudian dari segumpal darah,

kemudian dari segumpal daging yang sempurna kejadiannya dan yang

tidak sempurna, agar Kami jelaskan kepada kamu dan Kami tetapkan

dalam rahim, apa yang Kami kehendaki sampai waktu yang sudah

ditentukan, kemudian Kami keluarkan kamu sebagai bayi, kemudian

(dengan berangsur-angsur) kamu sampailah kepada kedewasaan, dan di

Page 97: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

81

antara kamu ada yang diwafatkan dan (ada pula) di antara kamu yang

dipanjangkan umurnya sampai pikun, supaya dia tidak mengetahui lagi

sesuatupun yang dahulunya telah diketahuinya. Dan kamu lihat bumi ini

kering, kemudian apabila telah Kami turunkan air di atasnya, hiduplah

bumi itu dan suburlah dan menumbuhkan berbagai macam tumbuh-

tumbuhan yang indah."

Dalam Hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah

رى اال خح داه إحح ،ف رمتح ه ذيحل رأتانمنح أباه ري حرةرضيالل ه عنحه ،قال:اق حتت لتامح بجر أن تصم واإلالن ب صل ىالل عليحهوسل م،ف ديةجنينها»قت لت حهاومافبطحنها،فاخح ف قضىأن

وليدة غ ر ة ،عبحد أوح

Artinya:"Dua orang perempuan suku Huzail berkelahi. Lalu satu dari keduanya

melemparkan batu kepada yang lain hingga membunuhnya dan

(membunuh pula) kandungannya. Kemudian mereka melaporkan kepada

Rasulullah. Maka, beliau memutuskan bahwa diyat untuk (pembunuhan)

janinnya adalah (memberikan) seorang budak laki-laki atau perempuan.72

Dan Hadits Ibnu Majah yang diriwayatkan dari Ibn Abbas:

الل هص ،قال:قالرس ول عليحهوسل م:عنابحنعب اس لضررولضرارل ىالل

Artinya:"Tidak boleh membahayakan diri sendiri dan tidak boleh pula

membahayakan orang lain.73

Selanjutnya dari Qaidah Fiqhiyyah;

حالصمالحبلحىجلعم د قم داسفمالحء رحدArtinya:"Menghindarkan kerusakan (hal-hal negatif) lebih diutamakan dari pada

mendatangkan kemaslahatan74

اتروحظ ححمالحح يحبت ات روحر الض

72 (Hadist muttafaq ‘alaih --riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim- - dari Abu Hurairah;

lihat ‘Abdullah bin ‘Abdur Rahman al-Bassam, Tawdhîh al Ahkam min Bulugh al-Marâm,

[Lubnan: Mu’assasah al-Khidamat al-Thiba’iyyah,1994], juz V, h. 185). 73

74 Ade Dedi Rohayana, Ilmu Qawa’id Fiqhiyyah Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Jakarta:

2008, hlm. 88

Page 98: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

82

Artinya“Keadaan darurat membolehkan hal-hal yang dilarang (diharamkan)75

ةروحر الض ةلزنحمل زنحت ة اجالحArtinya:“Hajat terkadang dapat menduduki keadaan darurat” 76

Selanjutnya dengan memperhatikan pendapat para ulama, Fatwa Munas

Majelis Ulama Indonesia No.1/Munas VI/MUI/2000 tentang Aborsi, dan Rapat

Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, 3 Pebruari 2005; 10 Rabi‟ul Akhir 1426

H/19 Mei 2005 dan 12 Rabi‟ul Akhir 1426h/21 Mei 2005 menteapkan bebrapa

ketntuan sebagai berikut:77

Ketentuan Umum;

1) Keadaan darurat adalah suatu keadaan di mana apabila seseorang tidak

melakukan sesuatu yang harus dia lakukan meski hal tersebut

diharamkan, maka ia akan mati atau membahayakan dirinya.

2) disebut sebgaia kadaan hajat ialah suatu keadaan di mana seseorang

apabila tidak melakukan hal yang diharamkan, maka ia akan mengalami

masyaqqah (kesulitan berat).

Ketentuan Hukum;

1) Aborsi haram hukumnya sejak proses tertempelnya balstosis (struktur

awal setelah terjadinya pembuahan) pada dinding rahim ibu atau yang

dikenal dengan istilah nidasi.

2) Aborsi dibolehkan karena ada udzur, baik bersifat darurat ataupun hajat.

a. Darurat yang berkenaan dengan kehamilan hingga diperbolehkannya

aborsi adalah:

1) Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti

kanker stadium lanjut, TBC dengan caverna dan penyakit-

penyakit fsik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh tim dokter.

75 Ade Dedi Rohayana, Ilmu Qawa’id Fiqhiyyah Kaidah-Kaidah Hukum Islam, hlm. 217 76 Ade Dedi Rohayana, Ilmu Qawa’id Fiqhiyyah Kaidah-Kaidah Hukum Islam, hlm 98 77 Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975, (Jakarta: Emir Penerbit

Erlangga, 2015), h., 479

Page 99: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

83

2) Keadaan di mana kehamilan tersebut membahyakan bagi nyawa si

ibu.

b. Keadaan hajat yang berkenaan dengan kehamilan yang mana

diperbolehkan aborsi sebabnya adalah:

1) Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetik yang

kalau lahir kelak sulit disembuhkan.

2) Kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh tim yang

berwenang yang di dalamnya terdapat antara lain; keluarga

korban, dokter, dan ulama.

c. Diperbolehkannya aborsi sebagaimana yang dimaksud pada huruf B

dengan syarat dilakukan sebelum janin berusia 40 hari.

d. Diperbolehkannya aborsi sebab uzur sebagaimana yang dimaksud

pada angka 2 hanya boleh dilaksanakan di rumah sakit yang

memiliki fasilitas kesehatan yang telah memenuhi syarat yang

ditetapkan oleh pemerintah.

e. Tindakan aborsi haram dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat

zina.

Fatwa ini mulai berlaku pada tanggal 12 Rabi‟ul Akhir 1426/21 Mei 2005,

agar setiap muslim yang memerlukan dapat mengetahuinya, menghimbau semua

pihak untuk menyebarluaskan fatwa Majelis Ulama Indonesia yang ditetapkan di

Jakarta.78

78 Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975, hal., 480- 481

Page 100: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

84

BAB IV

PERBANDINGAN LBM NU, MT MUHAMMADIYAH DAN

FATWA MUI TENTANG ABORSI

Ada tiga pokok dalam kajian ini yakni abortus therapeuticus, abortus

nontherapeuticus setelah ditiupkan ruh dan Abortus nontherapeuticus merupakan

hal paling esensial sebelum ditiupkan ruh atau sebelum usia 120 hari. Karena kasus

inilah yang banyak menimbulkan perbedaan pendapat di kalangan para fuqaha.

Aborsi yang dilakukan setelah berusia 120 hari dan sudah ditiupkan ruh, fuqaha

bersepakat haram hukumnya. Karena hal itu dianggap sama dengan membunuh

nyawa manusia yang sudah berwujud.

Sebaliknya, pengguguran kandungan yang dilakukan atas dasar diagnosis

dokter, atau disebut juga abortus therapeuticus, para fuqaha telah sepakat

menyatakannya boleh. Alasannya adalah untuk menyelamatkan jiwa si ibu dari

bahaya yang mengancamnya tanpa melihat usia kandungan atau janin. Dalam

abortus nontherapeuticus sebelum ditiup ruh, secara umum Ulama terbagi menjadi

tiga kelompok, kelompok yang membolehkan tanpa ada kemakruhan, yang

membolehkan tapi makruh, dan yang terakhir yang mengatakan haram.

Dalam firman Allah surah al Isra’ ayat 33:

طانا فلا ولا ت قت لوا الن فس التي حرم الله إيلا بيالحق ومن قتيل مظلوما ف قد جعلنا ليولييهي سل القتلي إينه كان منصورايسريف ف

Artinya:"Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah

(membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan

barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah

memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu

melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang

mendapat pertolongan." (QS. Al Isra’: 33).

Ayat selanjutnya yaitu tentang dimana manusia diciptakan dan permulaan

manusia terjadinya manusia.

Page 101: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

85

نسان مين سلالة من طيين ) ( ث 13( ث جعلناه نطفة في ق رار مكيين )12ولقد خلقنا الإيا ث خلقنا النطفة علقة فخلقنا العلقة مضغة فخلقنا المضغة عيظاما فكسونا العيظام لحم

(14أناه خلقا آخر ف تبارك الله أحسن الاليقيين )أنش

Artinya:"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati

(berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang

disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami

jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal

daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang

belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia

makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang

Paling Baik." (QS. Al Mu’minun 12-14)

Berawal dari pemahaman ayat di atas, ayat tersebut menerangkan

bahwasanya para ulama berbeda pendapat mengenai kapan peniupan roh pertama

kali dan batasan waktu boleh tidaknya melakukan aborsi. Pembahasan aborsi dalam

literatur klasik hanya berkisar pada masa janin ketika sebelum terjadinya proses

penyawaan, maksudnya ialah masa kehamilan sebelum peniupan ruh dalam janin,

karena kehamilan setelah penyawaan atau proses peniupan ruh semua ulama

sepakat melarang kecuali dalam kondisi darurat yang mengancam kehidupan nyawa

ibunya.1

Menurut fuqaha, melakukan aborsi bagi janin yang telah berusia 120 hari

hukumnya haram. Sedang usia sebelum 120 hari terjadi perbedaan pendapat. Ada

yang berpendapat boleh, makrûh, dan haram. Argumen yang digunakan sebagai

dalil bagi kelompok ulama yang mengharamkan aborsi setelah usia 120 hari dan

membolehkan sebelum 120 hari adalah hadis yang diriwayatkan oleh Muslim dari

Ibnu Mas’ud yang menjelaskankan tentang proses penciptaan janin, dari nuthfah ke

‘alaqah, ke mudghah hingga ditiupkannya ruh pada usia ke 40 hari menurut riwayat

Hadits yang lain.2

1 Dr, Wahbah Ibn Mustafa al-Zuhaili, Al-Fiqh al-Islâmi wa adillatuh, (Damaskus, Dar al-

Fikr, Cet.4) jilid 4 Hal 2646 2 Imâm al-Faraj Jamâl al-Din ‘Abd al-Rahmân bin Muhammad al-Jauzi al-Qurasy al-

Baghdâdi, Kitâb al-Ahkâm al-Nisa, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1989), h. 182

Page 102: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

86

Menurut pendapat ‘Abd al Rahmân al Baghdâdi3, jika pengguguran itu

dilakukan setelah 40 hari masa kehamilan, yaitu saat mulai terbentuknya janin,

maka hukum pengguguran adalah haram. Sama halnya pengguguran janin setelah

ditiupkan ruh. Sebab, janin yang sedang dalam proses pembentukan organ organnya

dapat dipastikan sebagai janin yang sedang mengalami proses terbentuknya

manusia sempurna. Alasannya adalah surah al-Mukminûn [23]: 14 yang berbunyi:

ث فكسونا العيظام لحما ث خلقنا النطفة علقة فخلقنا العلقة مضغة فخلقنا المضغة عيظاما الله أحسن الاليقيين أنشأناه خلقا آخر ف تبارك

Artinya;"Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal

darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami

jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan

daging. kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka

Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik."

Ayat di atas menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan kata “Khalqan

Âkhar” adlah yang ditakwil dan ditafsirkan bahwa sebelum menjadi bentuk

“mahluk lain”. Karena ada fase-fase tertentu yang sudah dianggap memiliki ruh

atau suatu kehidupan, yaitu rûh hayawâni dan rûh insâniyah. Rûh hayawâni telah

dimiliki sejak pembuahan terjadi, sedangkan rûh insâni berada ketika janin sudah

berbentuk lengkap.4 Kemudian selanjutnya mereka mengemukakan pendapat pada

surah Nuh [71]: 14 yang berbunyi:

وقد خلقكم أطوارا

Artinya;"Padahal sesungguhnya Dia Allah telah menciptakan kamu dalam

beberapa tingkatan kejadian."

Menurut Imam al-Ramli dari mazhab Imam Syâf’i, melakukan aborsi bagi

janin yang sudah berusia 120 hari, haram hukumnya. Karena diperkirakan bahwa

janin sudah bernyawa. Bagi yang melakukannya maka sangsinya adalah ghurrah,

3 Al-Baghdadi, Abdurrahman. Emansipasi Adakah Dalam Islam. (Jakarta: Gema Insani

Press. 1998), hal. 127 4 Abdurrahman Al-Baghdadi, Emansipasi Adakah Dalam Islam. Hal. 128

Page 103: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

87

yakni diyat yang harus dipenuhi oleh orang yang melakukan pembunuhan janin,

berupa membayar seorang budak laki-laki atau perempuan kepada keluarga si janin

atau membayar kafarah senilai dengan seperdua puluh diyat biasa, yaitu lima ekor

unta. Sedangkan menggugurkan janin sebelum usia 120 hari hukumnya boleh.5

Al Ghazâli berpendapat bahwa pengguguran dan pembunuhan terselubung

merupakan tindakan kejahatan terhadap suatu wujud yang telah ada. Wujud itu

mempunyai beberapa tingkatan, tingkat yang pertama adalah masuknya sperma ke

dalam rahim dan telah bercampur dengan sel telur (ovum) dan telah siap untuk

menerima tahapan selanjutnya untuk proses kehidupan.6 Maka argumentasi al

Ghazali adalah mencakup embriologi, dimana sudah ada kehidupan pada saat

terjadi konsepsi atau pembuahan, walaupun ruh belum ditiupkan. Implikasinya

embrio atau zigot itu bukanlah benda mati yang eksistensinya boleh dizalimi.

د و ج و ال ، و ل اصي ح د و ج و ى م ل ع ة اي ن جي ك لي ذ ن لي دي أ الو و اضي ه ج الإي ك « ل ز ع ال ي أ »ا ذ ه س ي ل و

ة ف ط الن ع ق ت ن أ دي و ج و ال بي اتي ر م ل و أ . و ب اتي ر م ه ل لي و ب ق لي د عي ت س ت و ةي أ ر م ال اءي بي ط لي ت ي و مي حي الر في

ح و الر ه ي في خ في ن ن إي . و ش ح ف أ ة اي ن الي تي ان ك ة ق ل م ة ف ط ن ت ار ص ن إي ، ف ة اي ن جي ك لي د ذ ا س ف إي ، و اةي ي الح

ش اح ف ى الت ه ت ن م ا. و ش اح ف ت ة اي ن الي تي اد د ز اي ة ق ل الي تي و ت اس و الي صي ف ن الاي د ع ب ب ه ةي اي ن الي في

7 ا ي ح

Artinya:"Persoalan ini (maksudnya adalah upaya pencegahan kehamilan) jelas

tidak sama dengan aborsi dan menguburkan bayi hidup-hidup, karena dua

hal tersebut merupakan tindak pidana terhadap suatu nyawa yang telah

nyata eksistensinya. Masalah ini memiliki tingkatan-tingkatan seperti pada

upaya pencegahan kehamilan, tingkatan pertama, apabila aborsi dilakukan

ketika nutfah(sperma laki-laki dan sel telur perempuan) telah menetap di

dala rahim telah bercampur dan telah siap menyambut datangnya

5 Syihâbuddin al-Ramli, Nihâyat al-Mukhtaj, Syarh alMinhaj fî al-Fiqh’ alâ Mazhab al-

lmâm Syâf’i, jilid VII, (alHalabi, 1357 H), hal. 416 6 Al-Ghâzali, Ihyâ ‘Ulûm al-Din, Juz II, (Kairo: Dâr Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah, 2001),

hal. 53. 7 Al-Ghâzali, Ihyâ ‘Ulûm al-Din,), hal. 55, lihat Mahmud Syaltut, al-Fatawa, (Kairo, Dâr

al Syurûq, tth) hal. 248.

Page 104: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

88

kehidupan, sehingga merusak/mengganggu proses tersebut dianggap

sebagai suatu tindakan pidana, lebih-lebih jika (calon janin) tersebut telah

berwujud alaqah, pada tingkatan seperti ini tindak pidana yang

dilakukannya semakin keji, bahkan jika telah terjadi peniupan roh ke dalam

janin tersebut, bentuk penciptaannya pun telah semakin sempurna, maka

tindak pidana pelaku semakin bertambah keji, sehingga tingkatan yang

paling parah jika aborsi dilakukan setelah bayi bisa mandiri dalam keadaan

hidup. Sesungguhnya saya berprinsip bahwa permulaan eksistensi seorang

manusia adalah pada saat terjadi peristiwa masuknya air sperma laki-laki

ke dalam rahim seoramh wanita, bukan pada saat sperma tersebut keluar

dari saluran kencing laki-lak, sebab seorang anak manusia tidak tercipta

hanya semata-mata dari sperma laki-laki.

Meskipun demikian, dalam keadaan darurat yang dikategorikan sebelumnya

boleh dilakukan aborsi, asalkan belum mencapai usia 120 hari, aborsi boleh

dilakukan oleh tenaga medis yang benar-benar terampil serta harus dengan

persetujuan pasangan, orangtua, atau si ibu hamil itu sendiri agar tidak

menimbulkan penyesalan dikemudian hari.8

Kemudian dari Fuqaha Syafî’iyah (kecuali al-Ghâzali), dan mayoritas

fuqaha Hanâbilah (kecuali Ibn Rajab) serta mayoritas fuqaha Hanafiyah,

berpendapat bahwa penguguran kandungan (aborsi) yang dilakukan atas

persetujuan suami istri dan tidak menggunakan alat yang membahayakan serta janin

yang digugurkan tersebut belum berusia 40 hari, maka hukumnya makrûh, alasan

dari mazhab Hanafi adalah karena janin itu belum berbentuk.9

Imâm al-Subki berpendapat bahwa pengguguran kandungan dari hasil

perbuatan zina, dibolehkan asal masih berupa nutfah atau ‘alaqoh, yaitu sebelum

delapan puluh hari, demikian juga pendapat Imâm al Ramli. Argumen yang

digunakan adalah hadis yang diriwayatkan oleh Bukhâri dan Muslim tentang

penciptaan janin yang berusia 120 hari untuk kemudian ditiupkan ruh.10 Sedangkan

Abû Ishâq al Marwazi berpendapat bahwa seseorang yang minum obat untuk

menggugurkan kandungannya selama berbentuk ‘alaqah atau mudghah, maka hal

8 M.Nurul Irfan,Gratifikasi & Kriminalitas Seksual Dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta :

Amzah,2014, hal 95-99 9 Ibn Nujaim, al-Bahr al-Raiq, Juz VIII, (Beirut: Dâr al Ma’rifah, 2001). hal. 233 10 Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, Bogor: Ghalia Indonesia.

2010, hal. 33

Page 105: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

89

itu dibolehkan, demikian pula pendapat kelompok Hanafiyah yang

membolehkannya secara mutlak.11

Sedangkan Muhammad Sa'id Ramadhan al-Bûti menilai pengguguran

kandungan dibolehkan asal ada kesepakatan antara ayah dan ibu si janin. Karena

menurut hukum syara’, seorang ayah bisa sah jika dia mempunyai anak yang

dilahirkan dari istri yang sah. Sedangkan zina tidak menjadikannya ayah yang sah.

Dalam kasus seperti ini, hakim dapat menggantikan kedudukan sebagai ayah untuk

memberi izin dan pertimbangan, namun hakim tidak memiliki hak untuk

memaafkan dalam urusan qisâs meskipun dia menjadi wali dari anak zina. Karena

hal tersebut bertentangan dengan maslahah. Tetapi hakim bisa menggantikan dalam

keadaan darurat. Diperbolehkannya dalam keadaan tersebut karena sperma setelah

masuk ke dalam rahim belumlah hidup, namun memiliki hak perlindungan hukum

sebagai manusia hidup. Oleh sebab itu, ahli tahqîq berkata, “maka kebolehan

mengugurkan kandungan itu harus diartikan karena dalam keadaan uzur.”12

Menurut mayoritas dan pendapat yang kuat dalam Mazhab Maliki,

pengguguran janin sebelum peniupan ruh adalah haram. Mereka berpendapat

bahwa jika rahim telah menangkap air mani, maka tidak boleh menggugurkan janin,

menurut pendapat ibn al Arabi karena seoarang anak itu memiliki tiga keadaan:13

1. Keadaan sebelum percampuran antara sperma dan ovum

2. Keadaan setelah rahim menangkap sperma

3. Keadaan setelah janin mencapai kesempurnaan bentuk.

Berdasarkan tiga keadaan di atas, mayoritas ulama Mazhab Maliki

berpendapat dalam istihsannya bahwa akan diberi rukhsah bagi pengguguran janin

sebelum peniupan ruh jika janin itu hasil dari perbuatan zina dan khususnya jika si

11 Muhammad bin ‘Arafah al-Dasuqi, Hâsiyyah al-Dasuki alâ al-Syarah al-Kabir, Juz II,

(Beirut: Dâr al-Fikr, 2004), hal. 266-267 12 ‘Abd al-Rahmân al-Baghdâdi, Emansipasi Adakah Dalam Islam, (Jakarta: Gema Insani

Press, 1988), hal. 129 13 Ibn Qudâmah, al-Mughnî, Juz VI, (Mesir: Dâr al-Fikr, 1992), hal. 84-85

Page 106: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

90

wanita takut akan dibunuh jika ketahuan hamil. menurut Ulama Malikiyah,

kehidupan sudah dimulai sejak terjadi konsepsi. Oleh karena itu, menurut mereka

aborsi tidak diizinkan bahkan janin dalam usia empat puluh hari. Berdasarkan

pernyataan Imam Malik tersebut, dapat diketahui bahwa aborsi tetap haram meski

dilakukan sebelum janin berusia empat bulan atau sebelum ruh ditiupkan. Bila

aborsi tetap dilakukan, maka pelakunya wajib membayar denda dan memerdekakan

budak. Menurut Imam Malik sebaiknya dikenakan kaffarat (denda) dan ghurrah

sekaligus.14

Demikian menurut Mazhab Maliki dapat disimpulkan bahwa mereka

sepakat mengharamkan aborsi jika janin berusia empat puluh hari. Sedangkan

sebelum janin berusia empat puluh hari, mayoritas ulama malikiyah

mengharamkan, ada sebagian memakruhkan, dan sebagai lainya memberikan

rukhsah (keringanan) jika dilakukan sebelum peniupan ruh jika janin itu merupakan

hasil hubungan zina.

Menurut pendapat Ibn Rusyd15, dari kelompok Mazhab Maliki, jika terjadi

pemukulan terhadap wanita yang sedang hamil dan menyebabkan kematian

janinnya, maka sanksinya adalah tidak wajib kafârah, tapi sebaiknya kafârah.

Alasannya seperti apa yang telah dilakukan pada kasus perkelahian dua orang

wanita suku Huzail di dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dari sahabat

Abu Hurairah:

ي الله عنه أن أبا ه جر ري رة رضي قال: اق تت لتي امرأتاني مين هذيل، ف رمت إيحداها الخرى بي صلى الله عليهي وسلم، ف قضى أن ديية جنيينيها »ف قت لت ها وما في بطنيها، فاختصموا إيل النبي

رأةي على عاقيلتيهاغرة ، عبد أو ولييدة ، وق «ضى أن ديية الم

Artinya:“Sesungguhnya Abū Hurayrah ra, dia berkata: Berselisih dua orang

wanita dari suku Huzail, kemudian salah satu wanta tersebut melempar

batu ke wanita yang lain sehingga mengakibatkan kematian wanita tersebut

beserta janin yan dikandungnya. Maka ahli waris dari wanita yang

meninggal tersebut mengadukan peristiwa tersebut kepada nabi

14 Ahmad bin Rusyd Al-Qurtubi. Bidayah Al Mujtahid. Beirut: Daar Al-Ma‟rifah. 1405 H.

Jilid 2, Hal. 435. 15 Ahmad bin Rusyd Al-Qurtubi. Bidayah Al Mujtahid. Hal. 415.

Page 107: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

91

Muhammad saw., maka Rasululah saw., memutuskan ganti rugi dari

pembunuhan dari janin tersebut dngan pembebasan seorang budak laki-laki

atau perempuan, dan memutuskan ganti rugi kematian wanita tersebut

dengan uang darah (diyat) yang dibayarkan oleh ‘āqilah-nya (kerabat dari

orang tua laki-laki).” (HR. Bukhārī)

Ibn Qudâmah berpendapat bahwa jika ternyata janin itu mati akibat dari

suatu pemukulan pada perut ibunya, maka pelakunya diberi hukuman berupa

kafarah, di samping diyat dan ghurrah, yaitu memerdekakan seorang budak yang

beriman. Jika tidak dapat melakukannya, maka ia harus berpuasa selama dua bulan

berturut-turut. Bahkan, hal itu diwajibkan atasnya baik janin itu hidup atau mati.

Dasarnya adalah surah al- Nisâ’ [4]: 29, tentang sanksi hukum terhadap si

pembunuh karena tersalah.16 Apa saja yang terlepas dari rahim ibu hamil, walaupun

dalam bentuk mudghah atau alaqah, apabila ia diyakini sebagai anak dalam

kandungan, maka pihak yang bertanggung jawab menebusnya dengan ghurrah.17

Ibn Hazm dari kalangan Dzohiriyyah juga berpendapat bahwa pembunuhan

janin setelah ditiupkannya ruh dan usianya mencapai 120 hari dianggap sebagai

tindakan kejahatan pembunuhan dengan sengaja dan dijatuhkan hukuman qishâs,

kecuali dimaafkan oleh si korban. Tindakan tersebut wajib ghurrah dan tidak wajib

membayar kafarah karena dianggap sebagai pembunuhan sengaja.18

Oleh sebab itu, Hassan Hathoud, seorang guru besar bidang Obstetri dan

Ginekologi Fakultas Kedokteraan Universitas Kuwait, menganggap para ulama

saat itu menanggapi hadits tersebut masih terbatas. Itu disebabkan keterbatasan

perkembangan sains dan teknologi, terutama tentang embriologi, pada saat mereka

memberi makna yang sama antara “asal mula kehidupan janin” dengan

“ditiupkannya ruh”.19

Adapun alasan ulama yang membolehkan atau setidaknya

memakruhkan aborsi sebelum usia janin mencapai 120 hari adalah karena

16 Ibn Qudâmah, al-Mughnî, Juz VI, (Mesir: Dâr al-Fikr, 1992), hal. 86. 17 Ahmad bin Rusyd Al-Qurtubi. Bidayah Al Mujtahid Hal. 416. 18 Ibn Hazm, al-Muhallâ, jilid XI, (Kairo: al-Muniria, 1352 H), h. 234 19 Hassan Hothout, Revolusi Seksual Perempuan, (Bandung: Mizan, 1995), h.167

Page 108: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

92

ruh manusia belum ditempatkan di dalamnya. Oleh karena itu, embrio

dianggap sebagai benda mati yang merupakan bagian tubuh si ibu. Jika si

ibu menggugurkan kandungan yang belum bernyawa itu, dianggap tidak

melanggar hukum. Meskipun demikian, tetap tidak tepat jika berasumsi bahwa

janin yang belum ditiupkan ruh itu dianggap sebagai benda mati yang bebas

diperlakukan apa pun.

A. Perbandingan Vertikal

1. Fatwa LBM NU tentang Aborsi dengan pendapat Fuqaha Mazhab

Para ulama fiqih sepakat bahwa menggugurkan kandungan setelah

peniupan ruh (aborsi) tanpa ada uzur adalah haram, tidak boleh dilakukan,

karena perbuatan tersebut merupakan kejahatan terhadap nyawa. Adapun

sebelum ditiupkan ruh maka terdapat perselisihan pendapat antara mazhab

yang empat.

a. Mazhab Mȃliki20 dan Imam al-Gazȃli dan as-Sarakhsi dari Mazhab

Hanbali sepakat dengan keharaman aborsi secara mutlak (jika

sperma telah bercampur dengan ovum dalam rahim) 21.

b. menurut ulama Hanafi dan sekelompok ulama Syafi`i mubah

karena ada alasan medis dan makruh jika tanpa `uzur kecuali

dalam keadaan darurat. Pengertian darurat ialah sampai ke

suatu batas kalau ia tidak mengerjakan yang terlarang akan

membinasakan jiwanya atau hampir binasa seperti mana jika

dibiarkan maka akan mengancam jiwa sang ibu, maka dalam hal

ini boleh hukumnya.

c. Menurut sekelompok ulama Hanafi sebagian ulama Syafi`i, serta

sejumlah ulama Maliki dan Hanbali (mubah) boleh.

d. makruh secara mutlak. dan ini menurut sebagian ulama Maliki dan

sebagian besar ulama Syafii dan Hanafi.

20 Al-Disuqi, hasyiyah al-disuqi ‘ala syar al-kabir, maktabah zahron, jilid 2 Hal 266-267 21 Al-Ghazali Muhammad Ibn Muhammad Ihya Ulumiddin, tahqiq Sayyid `Imrab (Al-

Qâhirah: Dar al-Hadits, 2004), jilid 2, Hal.67

Page 109: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

93

Selanjutnya pendapat ahli fiqih dari mazhab Syafi'i adalah sebagai

berikut:

a. Aborsi sebelum ditiupkan ruh hukumnya adalah boleh. Syaikh

Qalyȗbi mengakhiri perkataannya “Walaupun dengan obat obatan”

begitu juga menurut Imam al – Ramli di dalam Nihȃyah al –

Muhtaj.

b. Aborsi ketika usia janin sudah mendekati waktu peniupan ruh

makruh hukumnya, sebagaimana disebutkan oleh al Ramli.22

Adapun keputusan hukum menurut LBM NU; hukum melakukan

aborsi adalah haram. Namun diperbolehkan dalam keadaan darurat yang

dapat mengancam ibu dan/atau janin, aborsi diperbolehkan berdasarkan

pertimbangan tim dokter ahli. Namun sebagian ulama memperbolehkan

aborsi sebelum usia janin berumur 40 hari terhitung sejak pembuahan

meskipun tanpa sebab.

Dalam fatwanya tentang aborsi, LBM NU lebih dekat terhadap

pendapat mayoritas pendapat Ulama Syafi`iyyah.

2. Fatwa MT Muhammadiyah tentang Aborsi dengan pendapat Fuqaha

Mazhab

Menurut Muhammadiyah aborsi sejak pembuahan (konsepsi)

hukumnya haram.23 Hal ini berarti, bahwa usia kandungan empat bulan

maupun 120 hari, batasan waktu diperbolehkannya aborsi tanpa sebab seperti

dijelaskan sebelumnya, tidak dianggap sebagai batas mulai kehidupan

manusia. Oleh karena itu, Muhammadiyah tidak begitu saja menerima

penjelasan yang terdapat dalam Hadits tentang peniupan ruh itu.

Muhammadiyah tidak menerima pendapat bahwa ruh dalam Hadis itu berarti

nyawa yang menyebabkan janin menjadi hidup. Alasan yang dikemukakan

adalah bahwa kenyataan menunjukan bahwa pembuahan itu sendiri telah

22 Zainuddin Ahmad Ibn Abd Aziz al-Malibari, Fath al Mu'in jilid 4, Hal 130-131. 23 Berita Resmi Muhammadiyah Nomor Khusus, Tanfidz Keputusan Muktamar Tarjih

Muhammadiyah, 1990, Hal 16

Page 110: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

94

dinyatakan hidup, kemudian berkembang menjadi segumpal darah, dan

berikutnya menjadi segumpal daging sampai 120 hari, dan pembuahan

tersebut sudah menunjukkan awal dari sebuah kehidupan. 24

Menurut Muhammadiyah, ruh yang ditiupkan oleh Malaikat ke dalam

janin yang telah berusia empat bulan itu bukanlah ruh hayati, melainkan

adalah ruh insani25. Penalaran Muhammadiyah dalam hal ini telah

dipengaruhi oleh pemikiran filsafat Islam dan ahli kedokteran. Dalam filsafat

Islam, jiwa itu bukanlah hayat. Manusia, dalam konsep filsafat Islam

terdiri dari tiga unsur: tubuh, hayat dan jiwa. Dengan demikian, kehidupan

itu saja sudah ada sejak terjadinya pembuahan, bukan setelah janin

berusia empat bulan.26

Tegasnya, dengan melalui analisis di atas, Muhammadiyah berpendapat

bahwa abortus provocatus criminalis (aborsi yang terjadi karena tindakan

yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikesi medis tanpa

memperhitungkan umur bayi) sejak terjadinya pembuahan hukumnya haram.

Sedangkan abortus artificialis therapicus atau abortus provocatus

medicinalis (pengguguran kandungan atas indikasi medis) dapat dibenarkan

ketika dalam keadaan darurat, terutama karena adanya kekhawatiran atas

keselamatan ibu dalam yang mengandung. Adapun dalil-dalil lainnya adalah

sebagai berikut:

نوات لقوا بيأ ولا ﴿ نيين يدييكم إيل الت هلكةي وأحسي ﴾ إين الله ييب المحسيArtinya:“Dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan

dengan tangan sendiri, dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai

orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S. Al-Baqarah: 195)

يم ولا ت قت لوا أن فسكم ﴿ ﴾ ا إين الله كان بيكم رحي

24 Berita Resmi Muhammadiyah Nomor Khusus, Tanfidz Keputusan Muktamar Tarjih

Muhammadiyah, Hal 17. 25 Harun Nasution, “Konsep Manusia dalam Islam, Dikaitkan dengan Hayat dan

Maut”, ( Jakarta: 1988), Hal 261 26 Harun Nasution, “Konsep Manusia dalam Islam. Hal 262

Page 111: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

95

Artinya:"Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha

Penyayang kepadamu." (Q.S. An-Nisa': 29)

يم إيث عليهي فمني اضطر غي ر باغ ولا عاد فلا ﴿ ﴾ إين الله غفور رحيArtinya:“Barangsiapa terpaksa bukan karena menginginkannya dan tidak

(pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sungguh, Allah

Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Q.S. Al-Baqarah:173)

Selain ayat-ayat al Qur'an di atas, Muhammadiyah juga menggunakan

qaidah usul fiqih, sebagai berikut:

اتي ر و ظ ح م ال ح يي تب ات ر و ر الض Artinya:“Keadaan memaksa menjadikan bolehnya hal yang terlarang.”27

ام هي ف خ أ ابي ك تي ار بي را ر ا ض م ه م ظ ع أ ي عي و ر اني ت د س ف م ت ض ار ع ا ت ذ إي Artinya:“Ketika terdapat dua hal yang merusak saling bertentangan maka harus

dihindari yang lebih besar bahayanya, dengan melakukan yang lebih

ringan resikonya.”

Berdasarkan dalil-dalil di atas, dapat disimpulkan bahwa

menyelamatkan ibu, yang keberadaannya sudah jelas harus didahulukan dari

menyelamatkan janin yang belum dilahirkan. Pengguguran janin dengan

kesengajaan seperti itu adalah mudarat, namum kematian ibu seperti ini,

disebabkan menyelamatkan janin juga adalah mudarat. Mudarat yang kedua

jauh lebih besar dari pada yang pertama. Kematian ibu akan membawa

dampak yang tidak baik bagi keluarga yang ditinggalkannya. Oleh karenanya

diperbolehkan melakukan aborsi dalam kondisi darurat.

Dalam penetapan fatwanya Muhammadiyyah beristinbat melalui ayat-

ayat Quran dan hadits-hadits nabi yang telah disebutkan sebelumnya dan

melihat dari segi kaidah fiqhiyyah. Dalam praktiknya, fatwa MT

Muhammadiyyah tentang aborsi sejalan dengan pendapat jumhur Ulama

27 Zainuddin Ibn Ibrahim Ibn Nujaim, Asybȃh Wan nazȃir. (Beirut, Dar al-Kutub al-

Ilmiyyah 1999) jilid 1 Hal 77

Page 112: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

96

Malikiyyah, yang mana dalam hal ini lebih memilih tentang keharaman aborsi

yang dilakukan tanpa alasan sejak terjadinya pembuahan (konsepsi).

3. Fatwa MUI Tentang Aborsi dengan Pendapat Fuqaha Mazhab

Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2005 Tentang Aborsi

setelah menimbang bahwa akhir-akhir ini semakin banyak terjadi tindakan

aborsi yang dilakukan oleh masyarakat tanpa memperhatikan tuntunan

agama, aborsi tersebut banyak dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak

memiliki kompetensi sehingga menimbulkan bahaya bagi ibu yang

mengandung dan bagi masyarakat pada umumnya. Aborsi sebagaimana yang

telah dijelaskan, dalam implikasinya menimbulkan pertanyaan masyarakat

tentang hukum melakukan aborsi, apakah haram secara mutlak ataukah boleh

dalam kondisi-kondisi tertentu, oleh karena itu Majelis Ulama Indonesia

memandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum aborsi untuk dijadikan

pedoman.

Fatwa Munas Majelis Ulama Indonesia No.1/Munas VI/MUI/2000

tentang Aborsi, dan Rapat Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, 3 Februari

2005; 10 Rabi‟ul Akhir 1426 H/19 Mei 2005 dan 12 Rabi‟ul Akhir 1426 H/21

Mei 2005; Dengan memperhatikan pendapat para ulama dan perbedaan

pendapat di dalamnya, telah menentukan hukum aborsi atas beberapa

pertimbangan. dan berikut Pendapat para ulama tersebut, di antaranya:

1) Imam al-Ghozâli dari kalangan Mazhab Syafi‟i, menjelaskan, jika

nutfah (sperma) telah bercampur (ikhtilât) dengan ovum di dalam

rahim dan siap menerima kehidupan (isti‟dad li-qabul al-hayah),

maka merusaknya dipandang sebagai tindak pidana (jinâyah).28

2) Menurut Ulama al Azhar, pendapat mereka yang dijelaskan dalam

kitab Bayan li al Nas min al Azhar al-Syarif, jika aborsi dilakukan

sebelum nafkhi ar-ruh, hukumnya terdapat empat pendapat fuqaha'.

28 Abu Hâmid al Ghazâli, Ihya' ulûm al-Din, tahqîq Sayyid Imrab (al-Qahirah: Dar al-

Hadis, 2004), juz II, hal.67:

Page 113: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

97

Pertama, boleh (mubâh) secara mutlak, tanpa harus ada alasan medis

(udzur); ini menurut ulama sekelompok ulama Hanafi walaupun

sebagaian mereka membatasi dengan keharusan adanya alasan

medis, sebagian ulama Syafi‟i, serta sejumlah ulama Maliki dan

Hanbali. Kedua, mubah karena ada alasan medis dan makruh jika

tanpa sebab apabila sebelum 120 hari. Ketiga makruh jika sebelum

40 hari dan haram lebih dari itu, menurut beberapa ulama

Malikiyyah dan Syafi'iyyah. Keempat, haram dilakukan tanpa sebab,

sejak terjadinya konsepsi29

MUI menentukan hukum Aborsi haram dilakukan sejak terjadinya

implantasi blastosis pada dinding rahim ibu (nidasi). Selanjutnya Aborsi

dibolehkan karena ada udzur, baik bersifat darurat ataupun hajat.

Dalam penetapannya, MUI tidak terpaku pada pandangan ulama

mazhab saja, namun juga melihat dari sisi medis dan maslahah atas keadaan

yang terjadi dimasa saat ini, dimana dalam pilihan membatasi tindak aborsi

yang semakin marak dan juga melihat korban kekerasan seksual seperti

korban perkosaan yang hamil. Hal inilah yang membuat MUI lebih memilih

untuk berijtihad dalam menetapkan hukum aborsi, namun tetap berdasarkan

dan berasas pendapat ulama mazhab dalam implikasinya.

B. Perbandingan Horizontal

1. Persamaan dan Perbedaan LBM NU, MT Muhammadiyah dan MUI

dalam Fatwa dan Metode Istinbath Hukum Tentang Aborsi

Penulis tertarik untuk menjelaskan permasalahan tersebut, berkaitan

dengan konsep serta pemikiran para fuqaha' secara komprehensif tentang

aborsi. Analisis yang dipakai adalah analisis sintesis, yaitu untuk menelaah

secara kritis, meneliti ungkapan atau istilah, pengertian yang dikemukakan

oleh para fuqaha maupun pihak medis kedokteran, sehingga dapat diketahui

29 Bayân li al Nâs min al Azhar asy-Syarîf (Kairo; Matba`ah al-Mushaf al-Syarîf, 2003),

juz II, hal. 256:

Page 114: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

98

kelebihan dan kekurangan masing-masing pandangan mereka, untuk

kemudian menemukan pengertian baru yang lebih sempurna. Dengan sintesis

dimaksudkan untuk menemukan satu kesatuan pemikiran yang utuh dalam

rangka memecahkan permasalahan. Dan terakhir adalah melalui metode

komparatif, digunakan untuk mengetahui dan membandingkan pendapat

fuqaha sehingga diketahui argumentasi serta faktor apa yang menjadikan

mereka berbeda dalam menentukan pendapatnya.

Berkenaan dengan metode yang digunakan oleh Komisi Fatwa MUI

dalam upaya menetapkan fatwa, berdasarkan 3 (tiga) pendekatan, yakni

dengan pendekatan nash qath’i, melalui pendekatan Qauli, dan pendekatan

Manhaji. Yang dimaksud dengan pendekatan yang pertama (nash qath’i)

merupakan pendekatan di dalam upaya dalam menetapkan fatwa yang

berpegang pada al Qur’an atau Hadits yang apabila masalahnya secara

gamblang telah ada dalam alQur’an dan hadits. Pendekatan nas qat’i yang

digunakan oleh MUI dalam istilah lain juga disebut dengan pendekatan

bayâni.30

Namun, pendekatan nash qath’i yang dipergunakan oleh lembaga

fatwa MUI ini, hanya sebatas pada perbentangan dalil al Qur'an dan Hadist

yang shahih tanpa menjelaskan petunjuk (dalâlah) makna pada masalah yang

dikaji. Menurut hemat penulis, MUI dalam menggunakan pendekatan ini

hanya melihat pada teks ayat saja tanpa melakukan pengkajian yang

mendalam terhadap dalalah (petunjuk) dari ayat itu sendiri. Dengan kata lain

pendekatan nas qat’i ini sangat berbeda dengan pendekatan bayâni

sebagaimana yang telah dilakukan oleh para ulama dalam mengkaji sebuah

teks ayat yang terdapat dalam al Qur’an.

Selain Komisi Fatwa MUI pendekatan semacam ini pun juga

digunakan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah dalam menetapkan fatwa.

30 Atâ' al Rahman al Nadawiy, al Ijtihâd wa Dauruhu fi Tajdîd al Fiqh al Islâmi, Dalam

dirasat al Jami'ah al Islamiyyah, Desember 2006, Jilid 3, hal. 82

Page 115: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

99

Majelis Tarjih Muhammadiyah memprioritaskan al Qur’an dan Hadist shahîh

sebagai sumber primer (utama) dalam berijtihadnya. Hanya saja Majelis

Tarjih Muhammadiyah dalam memperlakukan teks al Qur’an dan Hadist

berbeda dengan Komisi Fatwa MUI. Majelis Tarjih Muhammadiyah benar-

benar mengkaji teks al Qur’an dan al Hadist dengan memakai pendekatan

bayâni (semantik) yakni ijtihad terhadap nash mujmal baik karena masih

tidak jelas maknanya, ataupun pada lafal tertentu bermakna dua/ganda

(musytarak), mutasyâbih (multi tafsir) dan sebagainya31. Inilah yang menjadi

perbedaan antara Muhammadiyah dan dan MUI yang hanya berpaku pada

perbentangan al Qur’an dan Hadist.

Selanjutnya, jika tidak ditemukan dalam nash al Qur'an atau hadits,

maka penentuan hukumnya melalui pendekatan manhaji dan qauli.

Pendekatan qauli merupakan pendekatan dalam upaya menetapkan fatwa

yang berpegangan akan pandangan imam mazhab yang terdapat pada kitab-

kitab fiqih terkemuka (al kutub al mu’tabarah), yang dilakukan seandainya

jawaban sudah cukup dalam menyelesaikan dan menjawab persoalan yang

ada. Namun, apabila qaul tersebut dianggap tidak sesuai untuk dipegangi

karena sangat sukar untuk dijalankan, karena adanya perubahan keadaan atau

sebab (illat), maka dilakukan telaah ulang.

Selain Komisi Fatwa MUI, pendekatan qauli juga dipergunakan oleh

Lembaga Bahtsul Masail NU dalam berijtihad atau mengeluarkan fatwa.

Namun, dalam penerapannya terdapat sebuah perbedaan yang sangat

mencolok antara pendekatan qauli yang dipergunakan oleh MUI dan

Muhammadiyah dengan pendekatan qauli yang dipakai oleh LBM NU dalam

menetapkan sebuah fatwa. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari qaul

(pendapat) yang dinukil oleh keduanya, dalam menetapkan fatwa Komisi

Fatwa MUI dan MT Muhammadiyyah tidak hanya menukil pendapat empat

imam mazhab saja tapi MUI terkadang juga menukil pendapat dari luar empat

31 Muhammad bin Sulaiman al Kurdi, Fawâid al Madaniyyah, Beirut, Dâr al Fikr, 2002,

hal. 33-34

Page 116: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

100

imam mazhab beserta pengikutnya itu seperti mazhab Imamiyah dan

Dzahiriyah. Bahkan terkadang MUI dan Muhammadiyah juga menukil

pendapat yang bersifat kolektif, Kitab yang menjadi rujukan MUI dan

Muhammadiyah pun tidak terbatas pada kitab-kitab yang dikarang oleh

Fuqaha empat mazhab.

Sedangkan qaul (pendapat) yang dinukil oleh LBM NU dalam

menetapkan fatwa hanya terbatas pada pendapat empat imam mazhab saja.

bahkan penukilan pendapat dalam LBM NU lebih banyak menggunakan

pendapat yang terdapat dalam kitab-kitab yang ditulis oleh kalangan pengikut

mazhab Syafi’i, seperti kitab Jam'u al-Jawami', al-Mushtasyfa, al Rhoudhoh,

Minhaj al Tholibin, Tuhfah al Muhtaj, Nihayah al Muhtaj, al-Asybah wan al-

Nazha'ir dan kitab-kitab lainnya yang banyak dijumpai.

Menurut penulis tidak berlebihan rasanya apabila dikatakan bahwa

pendekatan qauli yang dipakai oleh LBM NU dikatakan sebagai pendekatan

qauli al-Syafi’i (Syafi’i centris) karena setiap mengeluarkan fatwa pendapat

yang dinukil oleh LBM NU didominasi oleh pendapat para pengikutnya

Imam Syafi’i seperti imam Nawawi, Rafi’i, Ibnu Hajar, al Ramli, dan lain

sebagainya. Hal tersebut lumrah dilakukan oleh kalangan Ulama NU karena

mayoritas masyarakat Indonesia bermazhab Syafi'i dan masyarakat Indonesia

sejak kecil telah terbiasa dan sudah dikenalkan dengan mazhab syafi'i,

sehingga tidak perlu merubah dan mempelajari mazhab lain dari salah satu

empat mazhab fiqih yang mu'tabar.

Adapun pendekatan Manhaji merupakan suatu cara penyelesaian

persoalan hukum berdasarkan jalan pikiran serta kaidah dalam menetapkan

sebuah hukum yang digagas oleh imam mazhab. Pendekatan manhaji

Menurut Abdul Muchith Muzadi sebagaiamana yang dikutip oleh Ahmad

Muhtadi Anshor,32 menyatakan bahwa sistem bermazhab ini merupakan jalan

32 Ahmad Muhtadi Anshor, Bahtsul al Masâil Nahdatul Ulama Melacak Dinamika

Pemikiran Mazhab Kaum Tradisionalis, (Solo, Teras, 2012), hal. 17-18

Page 117: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

101

untuk mewariskan ajaran al Qur'an dan juga Hadits demi terpeliharanya

kelurusan serta kemurnian agama. Hal ini juga disebabkan dalam kandungan

ajaran al Qur’an dan Sunnah harus dipahami juga ditafsiri dengan pola

pemahaman serta metode yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

Pendekatan manhaji merupakan suatu pendekatan yang cukup

populer dan banyak dipraktikkan sejak dulu di Indonesia. Dalam proses

penetapan fatwa, bukan MUI saja yang menggunakan pendekatan tersebut,

melainkan juga digunakan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah dan juga

LBM NU juga menggunakan pendekatan tersebut dalam berijtihad atau

menetapkan fatwa. Dalam Majelis Tarjih Muhammadiyah pendektan manhaji

digunakan hanya apabilah metode nash qoth’i dan qouli tidak mampu

memberikan jawaban yang memuaskan atau tidak menyelesaikan pada

permasalahan yang sedang dikaji atau tidak tidak sesuai dengan konteks dan

tidak mendatangkan kemaslahatan. Demikian juga dalam Lembaga Bahtsul

Masail NU, Dalam LBM NU pendekatan manhaji digunakan apabila belum

ditemukan satupun pendapat (qaul) dan tidak mungkin dilakukan. Pendekatan

manhaji yang dipakai oleh MUI tidak jauh berbeda dengan yang dipakai oleh

Majelis Tarjih Muhamadiyah dan LBM NU.

Dalam menetapkan fatwa, Komisi Fatwa MUI terkadang tidak

konsisten dalam menggunakan ketiga pendekatan sebagaimana yang telah

kami sebutkan. Secara prosedur seharusnya Komisi Fatwa MUI sebelum

menetapkan fatwanya mula-mula harus melihat nash al Qur'an dan Hadits

shahih kemudian qaul ulama dan setelah itu barulah pendekatan manhaji

digunakan33. Namun, terkadang Komisi Fatwa MUI langsung menggunakan

pendekatan yang terakhir (manhaji) dalam menetapkan fatwanya tanpa

memperhatikan kedua pendekatan yang ada di atasnya.

Inkonsistensi Komisi Fatwa MUI dalam menggunakan ketiga

pendekatan tersebut lebih disebabkan oleh situasi dan kondisi saat fatwa

33 Pedoman dan Prosedur Penetapan Fatwa MUI dalam Himpunan Fatwa MUI, hal. 17

Page 118: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

102

tersebut dikeluarkan. Hal tersebut dilakukan semata-mata demi

kemaslahatan, khususnya bagi umat muslim sebagaimana fatwa tentang

haramnya menikahi wanita ahlul kitab fatwa haram ini dikeluarkan untuk

kemaslahatan agama Islam (hifdz al-din) dan kaum muslimin.34

Majelis Tarjîh Muhammadiyah Dan Lembaga Bahtsul Masâil

Nahdlatul Ulama serta MUI ketiganya sama-sama menggunakan Hadits

dalam penetapan fatwanya tentang aborsi, pendapat ini disepakati oleh

fuqaha’ baik dari kalangan para imam mazhab yang diikuti oleh Majelis

Tarjîh Muhammadiyah ataupun dari kalangan Lembaga Bahtsul Masâil

Nahdlatul Ulama dan MUI, ketiga lembaga tersebut sepakat mengharamkan

aborsi setelah ditiupkannya ruh, hal ini berdasarkan hadits yang

diriwayatkan Bukhori dan Muslim dari Ibnu Mas’ûd yang artinya:

ثل ذليك، ث يكون إين أحدكم يمع خلقه في بطني أمهي أربعيين ي وما، ث يكون في ذليك علقة ميفخ فييهي الروح في ذليك مضغة ميثل ذليك، ث ي رسل الملك ف ي ن

Artinya:“Sesungguhnya setiap kamu kamu terkumpul kejadadiannya dalam

perut ibumu selama empat puluh hari dalam bentuk nuthfah kemudian

dalam bentuk alaqoh kemudian mudghoh selama itu juga kemudian

ditiupkan roh kepadanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan MUI,

Muhammadiyah dan NU sepakat dalam hukum keharamannya, disebabkan

masuk dalam kategori membunuh makhluk yang sudah bernyawa, Hal ini

termasuk pembunuhan yang keharamannya antara lain didasarkan dalil-

dalil syar’i seperti berikut firman Allah yang artinya:

اهمن ن رزقكم وإيي ولا ت قت لوا أولادكم من إملاق ن

Artinya:“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan.

Kami akan memberikan rejeki kepada mereka dan kepadamu.” (Q.S. al-

Isra: 31)

34 Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975, hal., 480- 481

Page 119: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

103

ولا ت قت لوا الن فس التي حرم الله إيلا بيالحق

Artinya:“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah

(membunuhnya) melainkan dengan alasan yang benar (menurut syara’)”

(Q.S. al-Isra: 33)

(9( بيأي ذنب قتيلت )8وإيذا الموؤودة سئيلت )

Artinya:“Dan apabila bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup ditanya karena dosa

apakah ia dibunuh.” (QS. al-Takwir: 8, 9)

Berdasarkan dalil-dalil tersebut jelaslah keharaman aborsi pada

kandungan yang berusia empat bulan, sebab dalam keadaan tersebut

aborsi jelas merupakan tindakan kejahatan pembunuhan.

Secara ringkas persamaan dan perbedaan dari ketiga lembaga

tersebut dalam metode dan penetapan hukum aborsi dapat dijelaskan dalam

beberapa hal berikut:

Persamaan:

Menetapkan hukum kasus yang baru dengan menggunakan

pendekatan istinbath hukum untuk menghasilkan hukum

baru dan di sahkan secara kolektif;

Memakai dalil yang dianggap paling kuat kedudukannya.

Memakai kaidah-kaidah usul fiqih, Tentunya dengan

mempertimbangkan beberapa aspek, dari segi kapasitas

dan kredibilitas keilmuannya;

Menggunakan metode pendekatan bayani, pada awal

langkah dalam memahami al Quran dan Hadits yang

digunakan sebagai dalil meskipun berbeda dalam implikasi

pendekatannya;

Penetapan hukum (Itsbât al hukmi) dari ketiga lembaga

tersebut tidak dimaksudkan sebagai aktifitas menetapkan

hukum yang secara langsung bersumber langsung dari al

Quran dan Hadits, melainkan dalam konteks sebagai

Page 120: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

104

penetapan hukum dengan cara mentahqiq

(mencocokkan/menerapkan) secara tepat dan dinamis dari

qaul dan ibâroh fiqih ulama mazhab mu'tabaroh;

Mencantumkan al Quran, Hadits dan dalil-dalil syara'

lainnya dalam setiap fatwanya, karena pada hakikatnya

setiap hukum pasti berdasarkan al Quran, Hadits dan dalil-

dalil syara' dengan ketentuan hal tersebut merupakan bagian

dari pendapat ulama yang terdapat dalam kutub mu'tabaroh;

Lebih dahulu melihat pendapat Ulama mazhab, selanjutnya

merujuk kepada ayat al Quran beserta tafsirnya, hadits

beserta syarhnya dan dalil-dalil syara' lainnya. Karena al

Quran, Hadits dan dalil-dalil syara' tidak dijadikan sebagai

dalil yang mandiri, tetapi merupakan bagian dari ijtihad

ulama.

Perbedaan;

a. Majelis Tarjîh Muhammadiyah

1) Hukum terdahulu bisa dihapus jika ada dalil yang lebih

kuat untuk dijadikan hukum.

2) Tidak memakai fatwa ulama terdahulu sebagai rujukan

melainkan mengadakan pembaharuan ulang.

3) Proses dalam pengambilan hukum, Peradaban kehidupan

masyarakat yang semakin komplek, maka demikian pula

produk hukum dituntut untuk menjawab berbagai

permasalahan umat, maka Majelis Tarjîh Muhammadiyah

merumuskan dengan ijtihad secara kolektif dan tidak

diperkenankan membuat putusan secara parsial. ketetapan

tersebut merupakan fatwa yang harus diikuti oleh pengikut

dari lembaga Muhammadiyah, hal ini menunjukkan bahwa

Majelis Tarjîh Muhammadiyah dalam strukturalnya sangat

tertib dan dipatuhi oleh pengikutnya.

b. Lembaga Bahstul Masâil Nahdlatul Ulama

Page 121: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

105

1) Lebih mengutamakan Memakai fatwa atau keputusan ulama

terdahulu.

2) Kitab-kitab yang dipakai dominan dari Mazhab Syafi’i

sebagai rujukan para ulama di dalamnya, dan mayoritas

warga Nahdlatul Ulama berkiblat pada Imam Syafi’i.

3) Diberikan kewenangan untuk memunculkan prodak hukum

yang nantinya prodak hukum tersebut akan di patuhi oleh

seluruh umat pengikutnya dan hasilnya akan langsung di

fatwakan kemudian dijadikan sumber hukum yang sah.

c. Majelis Fatwa MUI

1) Lebih melihat keadaan dan efek fatwa bagi keadaan

masyarakat dalam menentukan hukum tetapi tetap dalam

koridor standar taqlid mazhab.

2) Tidak terpaku pada satu mazhab tertentu dan tidak condong

pada satu mazhab yang empat.

3) Proses pengambilan hukum tidak hanya kepada kitab kitab

klasik, melainkan dengan menggunakan sistem Tarjih

(memilih pendapat yang kuat) yang juga memudahkan dan

cocok untuk keadaan masyarakat modern.

4) Tidak memiliki pengikut khusus seperti kedua lembaga

sebelumnya, tetapi lebih dekat dengan lembaga resmi

pemerintahan dan sering dijadikan rujukan oleh pemerinthan

dalam penetapan hukum positif dan memecahkan berbagai

permasalahan dalam sebuah kasus.

Page 122: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

106

BAB V

PENDAPAT NU, MUHAMMADIYAH DAN MUI TENTANG

ABORSI DITINJAU DARI PERSPEKTIF PERLINDUNGAN

ANAK DAN HAM

A. Fatwa LBM NU, MT Muhammadiyah dan MUI ditinjau dari Perspektif

Perlindungan Anak

Pada hakikatnya, anak di dalam kandungan termasuk dalam domain

perlindungan anak. Hal ini menjadi landasan dari dilarangnya praktik aborsi ilegal.

UU Kesehatan dan UU Perlindungan Anak telah memberikan ancaman kepada

siapa pun yang mempraktikkan pengguguran kandungan di luar aturan yang telah

ditetapkan.1

Seorang anak memiliki hak hidup sejak ditiupkan ruh di dalam rahim hingga

dia lahir ke alam dunia ini. Hak hidup tersebut dijelaskan dalam UU Perlindungan

Anak No. 23 Tahun 2002 yang kemudian diperbarui dengan UU No. 35 Tahun

2014. Hak hidup ini tidak boleh dirampas dengan alasan apa pun karena dia menjadi

anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa. UU No. 23 Tahun 2002 No. UU 35 Tahun

2014 tentang perlindungan anak telah menjelaskan Secara eksplisit bahwasannya

janin yang masih di dalam kandungan sudah termasuk kategori anak.

Namun, dalam perjalanan hidup manusia, akan ada suatu kondisi yang tidak

dapat dielakkan, sebuah keadaan yang kita sebut sebagai kondisi darurat.

Pemerintah telah melahirkan undang-undang yang tertuang dalam Peraturan

Pemerintah (PP) No. 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Di dalamnya,

terdapat pasal yang memperbolehkan aborsi dengan dua alasan, indikasi

kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan. Penerapan peraturan ini

dilakukan setelah melalui rangkaian persyaratan yang ketat, antara lain, jika

didasarkan kedaruratan medis, melalui pernyataan dokter yang kompeten dan jika

1 Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2011), hal. 23

Page 123: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

107

korban pemerkosaan melalui hasil visum dan penyidikan aparat berwenang. Usia

kehamilan yang diizinkan untuk diaborsi pun dibatasi paling lama 40 hari sejak haid

terakhir. Jika lebih dari 40 hari, tidak diperkenankan oleh UU dan agama.

Disebutkan dalam Peraturan Pemerintah tersebut, pasal 31 ayat 2 tindakan aborsi

akibat perkosaan hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama berusia

40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.

Tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea IV yang memuat salah

satu tujuan didirikannya Negara Republik Indonesia dan menjadi landasan politik

hukum Indonesia yaitu "Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia." Dari penjelasan sebelumnya dapat kita pahami bahwa arti

perlindungan yang diberikan dan diembankan oleh negara yaitu umumnya

diberikan kepada segenap komponen bangsa Indonesia dan semua tumpah darah

Indonesia, sebab itu dapat disimpulkan bahwa perlindungan terhadap seseorang

tidak hanya diberikan kepada orang dewasa pada umumnya, tetapi juga kepada

anak dalam kandungan. Dengan demikian anak dalam kandungan berhak untuk

mendapatkan perlindungan dari negara.2

Dalam konteks kedokteran aborsi atau abortus adalah pengakhiran

kehamilan baik belum cukup waktu, yaitu di bawah usia 20 sampai 26 minggu,

maupun belum cukup berat, yaitu di bawah 400 gr sampai 1000 gr. Anak baru

mungkin hidup di dunia luar kalau beratnya mencapai 1000 gr atau usia kehamilan

26 minggu.3

Aborsi hanya berlaku pada janin yang masih berusia kurang dari 20-

24 minggu.4 Apabila upaya pengeluaran janin dilakukan pada usia di atas

24 minggu maka sudah masuk dalam pembunuhan anak dengan menggunakan

kekerasan. Pengertian kekerasan adalah setiap pelukaan baik secara fisik maupun

2 P.J. Suwarno, Pancasila Budaya Bangsa Indonesia; Penelitian Pancasila dengan

Pendekatan Historis, Filosofis & SosioYuridis Kenegaraan, (Yogyakarta, Penerbit Kanisius, 1993),

hal. 86 3 Fakultas Kedokteran UNPAD, Obstetri Patologi, (Bandung: UNPAD, Elstrar, 1984), hal.

7 4 Fadlun & Achmad Feryanto, Asuhan Kebidanan Patologis, (Jakarta: Salemba Medika,

2012), hal. 40

Page 124: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

108

secara psikis, selain itu “kekerasan juga dapat diartikan sebagai paksaan. Paksaan

di sini diartikan sebagai suatu bentuk kekerasan terhadap anak yang masih di dalam

kandungan untuk dikeluarkan sebelum waktunya ia lahir, namun ia telah memiliki

kemampuan untuk hidup di luar kandungan.”5

Dalam konteks Islam dijelaskan bahwa kehidupan janin (anak dalam

kandungan) adalah kehidupan yang harus dihormati. Oleh sebab itu, adalah suatu

pelanggaran jika melakukan pengguguran terhadap janin yang sedang dikandung

(aborsi), terlebih aborsi tersebut tanpa alasan yang sah atau dikuatkan oleh tim

medis. Dari berbagai pendapat yang kita dapatkan dari para ulama tentang aborsi,

terutama masalah usia janin yang haram dan yang boleh untuk dilakukannya aborsi,

ternyata berbeda dengan persepsi yang dipaparkan oleh dunia medis kedokteran.

Secara medis, janin menjelang minggu keenam sampai ketujuh sudah

memperlihatkan adanya denyut jantung.

Aborsi menurut pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan pasal 1 angka 2 dan pasal 1 angka 12 , karena pada Undang-Undang

Perlindungan Anak, hak anak untuk hidup harus dijamin dan dipenuhi sepenuhnya

oleh orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan Negara.

Dalam pasal 1 angka 2 UndangUndang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang

Perlindungan Anak yang dinyatakan: “Perlindungan Anak adalah segala kegiatan

untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh,

berkembang dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat

kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi". Pasal

1 angka 12 dinyatakan: “Hak Anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib

dijamin, dilindungi, dan dipenuhi orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan

negara".

5 Tristiadi Ardi, Ilhamuddin Nukman. Kekerasan Terhadap Anak (Perspektif Psikologi dan

al Quran), PsikoIslamika: Jurnal Psikologi dan KeIslaman, 2 Juli 2004

Page 125: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

109

Dilihat dari materi hukum, untuk spesifikasi perlindungan anak

sudah kuat, secara konstitusional Undang-Undang Dasar 1945 melalui Pasal 26 B

Junto Pasal 28 G telah mengamanatkan pada pemerintah juga masyarakat untuk

melakukan perlindungan terhadap kepentingan anak, dan secara operasional telah

didukung oleh aturan hukum lainnya antara lain: Keppres Nomor 36 Tahun 1990

yang meratifikasi Konvensi PBB tentang Hak-Hak Anak, Undang-Undang Nomor

4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang

Perlindungan Anak yang secara rinci mengatur tentang perlindungan hukum

terhadap hak-hak anak.

Hukuman melakukan aborsi terkadang belum sepenuhnya ditegakkan.

Padahal tindakan abortus tanpa alasan medis adalah suatu tindak kejahatan yang

dilakukan dalam keadaan sadar. Tentunya hal ini pantas mendapatkan hukuman.

Permasalahannya adalah apakah si pelaku abortus dapat disamakan dengan

pembunuhan terhadap orang yang hidup di alam nyata yang telah memiliki hak dan

kewajiban dihadapan hukum. Tampaknya menyamakan hukuman abortus dengan

pembunuhan menurut penulis adalah suatu tindakan yang tidak adil. Lantas,

hukuman yang lebih pantas adalah orang yang melakukan abortus secara sengaja

tanpa alasan medis baik pada kandungan sebelum empat bulan apalagi setelah

empat bulan harus dikenai hukuman denda.

Berdasar uraian di atas dapat kita pahami bahwa janin yang berada dalam

kandungan dalam batas usia yang telah ditentukan memiliki hak yang sama sebagai

seorang anak yang harus dilindungi dijaga, dijamin keberlangsungan hidupnya oleh

orang tua , pemerintah dan negara. atas dasar itu maka menjaga keturunan dan

regenerasi manusia diawali dari upaya menjaga janin dalam rahim setiap istri yang

mengandung janin suaminya, karena janin yang ada dalam rahim seorang istri

adalah calon penerus sebuah keluarga dan penerus bangsa, sehingga keberadaannya

di dalam kandungan ibunya harus dijaga dan dihormati untuk menjaga kelestarian

keturunan tersebut.

Page 126: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

110

Perlindungan hukum terhadap janin harus lebih tegas dengan memberi

sanksi hukum kepada pelaku pengguguran janin, baik suami istri maupun orang

lain, dapat dikiaskan kepada hukuman terhadap pengguguran janin akibat

pembunuhan. Keberadaan janin dalam rahim seorang ibu harus dilindungi dari

berbagai upaya untuk menggugurkan janin, karena janin merupakan bentuk yang

pasti dalam melestarikan kehidupan umat manusia.6

Perbedaan ketetapan hukum dari MUI Muhammadiyyah dan NU atas

batasan diperbolehkannya aborsi berimplikasi pada perbedaan pandangan

masyrakat umum terhadap masalah ini, apalagi undang-undang tentang aborsi juga

masih belum eksplisit dalam menjelaskan batasan-batasan dan ketentuan keadaan

diperbolehkan atau tidaknya melakukan aborsi.

Hal ini disebabkan keadaan masyarakat Indonesia yang tidak terlalu

mengerti peraturan perundang undangan kecuali hanya terbatas pada sebuah buku

peraturan, namun masyarakat kita begitu menjaga moral dan budaya serta norma-

norma keagaman, maka dari itu perbedaan pendapat di kalangan ulama Indonesia

berimplikasi pada cara pandang masyarkat, dimana hal ini diwakili tiga lembaga

besar yang ada di Indonesia yakni NU, MUI dan Muhammadiyah.

NU, Muhammadiyyah dan MUI adalah tiga organisasi Islam terbesar di

Indonesia yang mempunyai massa pengikut terbanyak daripada organisasi Islam

lainnya, para tokoh agama di dalamnya memiliki posisi yang sangat penting dalam

kehidupan mesyarakat, mereka sangat dihormati dan menempati strata sosial

tertinggi di bidang otoritas agama. Ulama ataupun ahli agama merupakan

penyambung risalah Islam dan sebagai pembimbing umat, para ulama juga

berperan sebagai perantara budaya lokal, budaya Islam dan budaya global.

Keempat, ulama dipandang memiliki otoritas dalam menafsirkan agama sehingga

pandangan-pandangannya akan sangat berpengaruh terhadap pola pikir, sikap dan

prilaku umat.

6 Zaitunah Subhan, al Quran dan Perempuan, Menuju Kesetaraan Gender Dalam

Penafsiran, Jakarta, Kencana, 2015, hal. 50.

Page 127: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

111

MUI yang mengharamkan aborsi sejak terjadinya proses nidasi dalam hal

ini sama dengan NU yang menjelaskan batas keharaman aborsi sejak nidasi, namun

berbeda pada korban perkosaan, yang mana MUI membolehkannya dan NU

melarangnya, berbeda dengan Muhmammadiyah yang mengharamkan aborsi sejak

proses konsepsi. Dari putusan ketiga lembaga tersebut secara keseluruhan sesuai

dengan konsep perlindungan anak, yang mana janin atau calon anak apabila dilihat

dari sisi kedokteran dilarang aborsi sapabila telah melewati sekitar 20 -24 minggu.

Di mana hal ini Ulama lebih melindungi calon anak dari diskriminasi dan lebih

menjaga hak untuk hidup bagi calon anak meskipun belum sampai pada batas

sesuatu itu bisa dikatakan sebagai anak.

Hal tersebut selaras dengan tujuan dan konsep negara dalam perlindungan

anak, sebagai mana telah disebutkan sebelumnya, perlindungan terhadap segala

kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,

berkembang dan ikut berpartisipasi secara optimal untuk bangsa dan negara sesuai

dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari segala

bentuk diskriminasi. Dalam hal ini calon anak tersebut meskipun belum memiliki

wujud seperti halnya manusia namun perlu mendapatkan hak dan perlindungan

sebgaimana manusia umumnya, karena dia adalah awal mula proses dari

terbentuknya manusia.7

B. Fatwa LBM NU, MT Muhammadiyah dan MUI ditinjau dari Perspektif

HAM

Aborsi atau abortus menurut hukum pidana, yaitu kejahatan yang dilakukan

dengan suatu perbuatan yang mengakibatkan kandungan lahir sebelum waktunya

melahirkan menurut alam.8 Pada tindak kejahatan terhadap pengguguran

kandungan ini diartikan juga sebagai pembunuhan anak yang berencana, di mana

pada pengguguran kandungan harus ada kandungan (vrucht) atau bayi (kidn) yang

hidup yang kemudian dimatikan. Persamaan inilah yang juga menyebabkan tindak

7 Muhammad Joni, dkk. Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Prespektif Konvensi Hak

Anak. hal.62 8 Soekidjo Notoadmojo, 2010, Etika dan Hukum Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta, hal.135.

Page 128: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

112

pidana penguguran (abortus) dimasukkan ke dalam titel buku II KUHP tentang

kejahatan terhadap nyawa orang.9

Terlepas dari hukum positif yang mengatur, aborsi tidak dapat dipisahkan

dari persoalan-persoalan yang terkait dengan nilai-nilai sosial, budaya dan agama

yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Indonesia sebagai negara yang

penduduknya mayoritas beragama Islam, tentu tidak bisa terlepas dari hukum Islam

yang turut menjadi pertimbangan dalam memandang suatu persoalan. Di dalam

Islam, memelihara jiwa dan melindunginya dari berbagai ancaman berarti

memelihara eksistensi kehidupan umat manusia dan sekaligus melindungi

keberadaan komunitas muslim secara keseluruhan.10

Masalah aborsi adalah isu kontroversial, karena aborsi tidak hanya terkait

dengan masalah kesehatan, tetapi juga erat dengan etika, sosial, moral, agama, dan

hukum. Adanya kontroversi yang terjadi di kalangan ulama erat kaitannya dengan

masalah aborsi yang non therapeuticus pada usia sebelum 120 hari. Para ulama

fiqih berbeda pendapat dalam masalah ini, sebagian ada yang membolehkan,

memakruhkan, bahkan sebagian yang lain mengharamkan.

Sejalan dengan keadaan tersebut, praktik aborsi telah menuai kontroversi di

berbagai kalangan, salah satunya di kalangan para ulama, terutama Majelis Ulama

Indonesia yang selanjutnya disingkat MUI. Pada mulanya seluruh lembaga fatwa

Indonesia yakni Bahtsul Masail NU (Nahdatul Ulama), Majelis Tarjih

Muhammadiyah, MUI, dewan hisbah PERSIS (Persatuan Islam), mereka sepakat

bahwasannya aborsi sejak terjadinya pembuahan hukumnya adalah haram, kecuali

darurat, ada alasan medis. Demikian pula mereka sepakat tentang batas haramnya

aborsi adalah sejak terjadinya konsepsi (persenyawaan).11

9 Moelijatno, Azas-Azas Hukum Pidana, hal. 71. 10 Chuzaimah T Yanggo dan Hafiz Anshary AZ, 2009, Problematika Hukum Islam

Kontemporer, (Jakarta: Pustaka Firdaus), hal. 113 11 Lysa Anggraini, “Aborsi Dalam Pandangan Islam Dan Hukum Positif Di Indonesia”

dalam Jurnal Hukum Islam Vol. VII No. 5 Juli 2007

Page 129: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

113

Akan tetapi, dalam perkembangan berikutnya, MUI sebagai lembaga fatwa

terbesar di Indonesia kemudian pada Munas tahun 2005 memberikan pengecualian

yakni membolehkan aborsi dalam keadaan darurat maupun hajat. Keadaan darurat

yang dimaksud adalah keadaan apabila ibu tidak diaborsi maka nyawanya akan

terancam. Sedangkan keadaan hajat yang dimakasud adalah keadaan ketika si ibu

hamil karena diperkosa atau keadaan ketika janin diperkirakan akan mengalami

cacat fatal jika dilahirkan.

MUI memberikan batasan dan syarat tertentu, yakni aborsi boleh dilakukan

sebelum usia kandungan 40 hari, direkomendasikan oleh keluarga, dokter dan

ulama, dan pelaksanaannya dilakukan di rumah sakit tertentu.12 Fatwa MUI yang

dikeluarkan pada tahun 2005 tersebut telah menuai kontroversi di berbagai

kalangan, termasuk di kalangan lembaga fatwa lainnya seperti Majelis Tarjih

Muhammadiyah, LBM NU dan Dewan Hisbah PERSIS.

Majelis Tarjih Muhammadiyah belum melakukan revisi atau perubahan

fatwa seperti MUI yakni membolehkan korban perkosaan untuk melakukan aborsi,

Majelis Tarjih Muhammadiyah tetap menggunakan fatwa lama yang dikeluarkan

pada Tahun 1998 yang isinya hanya membolehkan aborsi dengan alasan

kedaruratan medis (indikasi medis), begitu juga dengan NU, tetap tidak

mengkategorikan korban perkosaaan sebagai hajat yang memperboehkan aborsi,

namun NU sedikit merubah yang awalnya aborsi haram saat tsetelah terjadinya

proses pembuahan, kini mnjadi lebih lama hingga jangka nidasi, perubahan ini

diumumkan pada Muktamar NU pada tahun 2014.13

Dalam pandangan Hukum Islam, dijelaskan bahwa kehidupan janin

merupakan kehidupan yang harus dihormati.14 Oleh sebab itu, adalah suatu

pelanggaran jika melakukan pengguguran terhadap janin yang sedang dikandung

(aborsi), apalagi aborsi tersebut tanpa alasan yang sah atau dikuatkan oleh tim

12 Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975, hal., 480- 481 13 Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Hasil Keputusan Komisi Bahtsul Masa'il Diniyah

Musyawarah Nasional Alim Ulama NU, Jakarta 2014. 14 Yûsuf Qaradhâwi, Fatwa-Fatwa Kontemporer, (Jakarta: Gema Insani Pres, 1995), jilid

II, hal. 70

Page 130: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

114

medis. Sedang MUI dan NU memberikan rambu-rambu mengijinkan aborsi selama

kehamilan belum berusia 40 hari.

Dalam studi hukum Islam terdapat perbedaan pendapat tentang aborsi di

dalam empat Mazhab Fiqih. Imam Hanafi misalnya yang menjadi mazhab yang

paling fleksibel memandang bahwa, sebelum empat bulan masa kehamilan, aborsi

bisa dilakukan apabila mengancam kehidupan si perempuan yang sedang

mengandung; Mazhab Maliki melarang aborsi setelah terjadinya pembuahan;

Mazhab Syâfi‘î memandang bahwa apabila setelah terjadi vertilasi zigot tidak boleh

diganggu, dan intervensi terhadapnya adalah sebagai kejahatan; sedangkan Mazhab

Hanbali menegaskan bahwa aborsi adalah dosa, dengan adanya pendarahan yang

menyebabkan keguguran sebagai petunjuk bahwa aborsi itu haram.

Pandangan hukum pidana di Indonesia, tindakan pengguguran kandungan

tidak selalu merupakan perbuatan jahat atau merupakan tindak pidana, hanya

abortus provokatus criminalis saja yang dikategorikan sebagai suatu tindak pidana,

adapun pengguguran kandungan yang lainnya terutama yang bersifat spontan dan

medicalis, bukan merupakan suatu tindak pidana. Sebagaimana ketentuan yang ada

dalam pasal 346 sampai 349 KUHP. Dari pasal-pasal tersebut jelas bahwa tindakan

aborsi yang disengaja baik dengan persetujuan ibu maupun tidak, tetap ada

sanksinya. Dengan adanya sanksi hukum tersebut mengindikasikan bahwa secara

formal hukum Indonesia menolak adanya aborsi.15

Resiko kesehatan dan keselamatan fisik yang akan dihadapi seorang wanita

pada saat melakukan aborsi adalah kematian mendadak, karena pendarahan yang

hebat, pembiusan yang gagal, dan sebab-sebab lain yang tidak bisa diantisipasi, atau

kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan, rahim yang

robek, kerusakan pada leher rahim, indung telur, kanker hati, menjadi mandul tidak

15 Moeljatno, KUHP =Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ,Jakarta : Bumi Aksara ,2007

, hal. 124

Page 131: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

115

memiliki keturunan lagi, infeksi rongga panggul, dan infeksi pada lapisan rahim

dan penyakit-penyakit lainnya.16

Sebagian kalangan menilai aturan tentang dilegalkannya aborsi terhadap

korban perkosaan dapat menjadi pembenaran bagi pasangan yang tidak

bertanggung jawab untuk menggugurkan janin yang merupakan hasil hubungan

haram (perzinahan) dengan alasan perkosaan. Namun di sisi lain, banyak kalangan

yang menilai bahwa dilegalkannya aborsi merupakan suatu bentuk perlindungan

hukum yang diberikan kepada korban perkosaan, mengingat besarnya dampak

psikis yang ditimbulkan akibat perkosaan yang terjadi padanya. Kemudian

pelegalan aborsi dengan syarat dan ketentuan yang diatur berguna untuk mencegah

tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) akibat aborsi tidak aman (unsafe abortion).17

Dalam konsep perlindungan Hak Asasi Manusia yang digagaskan dalam

Deklarasi Universal HAM (DUHAM) disebutkan "Hak asasi manusia merupakan

hak yang secara hakiki dimiliki oleh manusia karena martabatnya sebagai manusia

yang dimilikinya sejak dalam kandungan". Menurut O’Conner,18 sejak awal perlu

ditegaskan kembali dasar putusan Roe v. Wade dan Doe v. Bolton, yang

memberikan teori tiga kerangka waktu tentang aborsi berdasarkan pengertian atas

HAM tersebut, yaitu:

1. Pengertian tersebut merupakan pengakuan terhadap hak privasi

perempuan untuk memilih aborsi sebelum janin mampu hidup di luar

rahim dan dapat melakukannya tanpa campur tangan negara. Sebelum

janin mampu hidup di luar rahim kepentingan negara tidak cukup kuat

untuk mendukung larangan aborsi atau memberikan hambatan terhadap

hak privasi perempuan untuk memilih prosedur aborsi.

16 R.S Ridho Syahputra Manurung “Legalisasi Aborsi, Nilai Pancasila, Agama dan

Hukum”, (Suara Media, Jakarta, 2005), hal. 11 17 Lysa Anggraini, “Aborsi Dalam Pandangan Islam Dan Hukum Positif Di

Indonesia”dalam Jurnal Hukum Islam Vol. VII No. 5 Juli 2007. 18 S. D. O’Conner, “Majority Opinion”, dalam M. Ethan Katsh (ed), Taking Sides: Clashing

Views on Controversial Legal Issues, (Guilford, Dushkin Publisihing Group, 1995), hal. 113

Page 132: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

116

2. Pengertian tersebut merupakan konfirmasi terhadap kekuasaan negara

untuk melarang induksi setelah janin mampu hidup di luar rahim, apabila

hukum mengatur tentang pengecualian terhadap kehamilan yang

membahayakan kehidupan atau kesehatan perempuan.

3. Prinsip bahwa negara mempunyai kepentingan yang sah untuk

melindungi kehidupan janin yang dapat menjadi seorang anak. Prinsip-

prinsip ini tidak bertentangan dengan setiap prinsip yang menjadi

pegangan HAM.

Oleh karena itu O’Conner19 menyimpulkan bahwa batas waktu aborsi harus

ditarik pada saat janin mampu hidup di luar rahim, sehingga sebelum waktu

tersebut, perempuan mempunyai hak privasi untuk memilih menghentikan atau

melanjutkan kehamilannya.

O'Conner berpegang pada prinsip ini karena dua alasan:

1. Setiap tindakan pengadilan untuk menarik garis batas sesuatu merupakan

suatu perbuatan yang sewenang-wenang, dan dianggap tidak sesuai

dengan tujuan HAM, maka dari itu keputusan Roe dan Doe dalam hal

tersebut tidak dipandang hanya satu sudut pandang, namun telah

dielaborasi dengan sangat teliti.

2. Konsep kemampuan hidup di luar rahim, sebagaimana dapat diketahui

dalam putusan Roe dan Doe, adalah saat dimana terdapat kemungkinan

yang realistik untuk mempertahankan dan mengasuh kehidupan di luar

rahim, sehingga keberadaan yang bebas dari kehidupan anak dalam

kandungan mendapatkan perlindungan dari negara yang sekarang

melebihi hak perempuan.

Menurut Adjie,20 putusan Roe v. Wade dan Doe v. Bolton, menerbitkan

sebuah keputusan, bahwa pilihan seorang wanita untuk melakukan aborsi pada

19 S. D. O’Conner, “Majority Opinion”, dalam M. Ethan Katsh (ed), Taking Sides: Clashing

Views on Controversial Legal Issues, (Guilford, Dushkin Publisihing Group, 1995), hal. 119 20 O. S. H. Adji, Hukum-Hakim Pidana, (Cet. Ke-2,Jakarta, Erlangga, 1984), hal. 206.

Page 133: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

117

trimester pertama merupakan hak fundamental yang menyangkut kebebasan dan

merupakan privasi dari wanita hamil yang bersangkutan, maka dari itu perlu

dilindungi terhadap pelanggaran dan hukuman yang tak sesuai dari negara.

Lebih lanjut Adjie menjelaskan bahwa dia memutuskan tentang hukum

aborsi tersebut menghubungkan dengan kaidah “right of privacy”, yang dikatakan

bahwa hak tersebut adalah cukup luas dalam meliputi pilihan dari wanita yang

bersangkutan untuk menyudahi kehamilannya dan mengakhiri nyawa janin atau

memlih untuk menjaga dan meneruskan kehamilannya (“is broad enough to

encompass a woman’s decision whether or not to terminate her pregnancy”).

Namun bagaimanapun juga, putusan tersebut menunjukkan dengan jelas, bahwa

wanita ataupun dokter yang bersangkutan dapat mengambil ketentuan sendiri tanpa

adanya campur tangan pemerintah dalam trimester pertama.21

Dari berbagai alasan dan problematika yang ada saat ini, serta macam-

macam argumen yang disampaikan dalam upaya mengantisipasi segala sesuatunya

terhadap sebab dan akibat dan terutama masalah aborsi serta dampak dan implikasi

sosialnya, maka pendapat Mazhab Maliki yang mana dalam hal ini oleh ulama

Nusantara diwakili Muhammadiyah lewat lembaga fatwanya yang melarang

praktek aborsi sejak terjadinya proses konsepsi, paling relevan dengan tuntutan

perkembangan zaman. Pendapat ini dikuatkan oleh teori-teori embriologi yang bisa

dipertanggung jawabkan secara akurat dan objektif. Dengan kata lain, aborsi tidak

boleh dilakukan kecuali dengan alasan syar’i, yaitu benar-benar dalam kondisi

sangat darurat setelah terjadinya proses kosepsi.

Namun bukan berarti pendapat lembaga lain tidak relevan dengan keadaan

saat ini, hanya saja penulis melihat bahwa larangan aborsi sejak awal permulaan

proses kehamilan lebih efektif untuk melindungi hak calon anak dari diskriminasi

orang tuanya, dan seorang wanita tidak dapat berargumen bahwasanya

pengguguran janin tersebut sebagai hak prerogatifnya, sebagaimana alasan yang

telah diuraikan sebelumnya, juga karena dalam janin tersebut kita tidak pernah tahu

21 O. S. H. Adji, Hukum-Hakim Pidana, hal. 207.

Page 134: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

118

potensi apa yang tersimpan dalam calon anak tersebut yang akan dibawa ketika ia

menjadi penerus orang tuanya dan masa depan bangsa ini.

Hal ini sesuai dengan konsep dari tujuan hak asasi manusia itu sendiri

seperti yang dijelaskan dan dideklarasikan oleh DUHAM bahwa hak asasi manusia

dapat dilaksanakan oleh seorang manusia dengan identitasnya sebagai individu dan

identitasnya dalam komunitas, organisasi, keluarga dan negara atau kolekti

Sehingga keberadaan yang bebas dari kehidupan anak dalam kandungan

mendapatkan perlindungan dari negara melebihi hak perempuan yang sedang

mengandung janin tersebut.

Dalam penetuan HAM, negara kita juga memiliki ikatan erat dengan

Deklarasi Kairo, pengaruh Deklarasi Kairo dalam tatanan HAM di negara kita,

karena Deklarasi Kairo sarat dengan ketentuan Hukum Islam, hal ini mampu untuk

mengakomodir masyrakat Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam,

sebab di dalam Islam sendiri, HAM terlebih khusus penghargaan terhadap

perempuan dan hak-hak anak sangat dijunjung tinggi.22

Ajaran HAM dalam Islam hadir jauh sebelum dokumen PBB lahir. Islam

membebaskan anak dari pembunuhan (mengubur hidup-hidup anak perempuan),

diskriminasi, sebab anak adalah amanah dari Allah SWT, yang dengannya melekat

tanggung jawab orang tua. Dalam hal ini termasuk janin yang berada dalam

kandungan, karena semua proses dari awal pembuahan sel telur hingga

terbentuknya janin secara sempurna merupakan awal pembentukan manusia. Bila

tidak dilindungi dari sejak awal proses tersebut, dengan kata lain kita tidak

menghargai manusia itu sendiri.

22 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005). Hal, 64

Page 135: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

119

Tabel putusan aborsi;

No Lembaga Putusan

1 Majelis Tarjih Muhammadiyah Haram dilakukan sejak proses

konsepsi (masa pembuahan sperma)

2 Lembaga Bahtsul Masa'il

Nahdatul Ulama

Pada dasarnya hukum aborsi adalah

haram sejak proses pembuahan,

meskipun janin tersebut akibat

perkosaan. Namun sebagian Ulama

memperbolehkan sebelum usia janin

berumur 40 hari terhitung dari hari

pertama haid terakhir

3 Komisi Fatwa Majelis Ulama

Indonesia

Aborsi haram hukumnya sejak

proses tertempelnya balstosis

(struktur awal setelah terjadinya

pembuahan) pada dinding rahim ibu

(nidasi), aborsi diperbolehkan karena

ada udzur, baik bersifat darurat

ataupun hajat, salah satu keadaan

hajat yang menyebabkan

diperbolehkannya aborsi adalah

kehamilan akibat perkosaan, namun

dengan syarat hal itu dilakukan

sebelum janin berusia 40 hari

Page 136: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

120

4 Hukum Perlindungan Anak

anak yang ada di dalam rahim telah

memiliki hak hidup hingga dia lahir

ke alam dunia ini. Hak hidup

tersebut dijelaskan dalam UU

Perlindungan Anak No. 35 Tahun

2014

(Tidak menjelaskan batas waktu

tertentu)

5 Hak Asasi Manusia

Dalam konsep perlindungan Hak

Asasi Manusia yang digagaskan

dalam Deklarasi Universal HAM

(DUHAM) disebutkan "Hak asasi

manusia merupakan hak yang secara

hakiki dimiliki oleh manusia karena

martabatnya sebagai manusia yang

dimilikinya sejak dalam kandungan

(Tidak menyebutkan batas waktu

tertentu)

Page 137: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

121

Aborsi menurut Ulama Fiqih;

No Mazhab Hukum

1

Pendapat dari Mazhab Mȃliki yang paling

kuat, al-Gazȃli dan as-Sarakhsi dari Mazhab

Hanbali, Mahmud Syaltut

Haram aborsi secara

mutlak. (apabila

sperma telah

bercampur dengan

ovum dalam rahim

2 al-Ramli dari Mazhab Syâfi’i Boleh selama belum

usia mencapai 120 hari

3

Mayoritas Syafî’iyah (kecuali al-Ghâzali dan

al-Ramli), mayoritasFfuqaha Hanâbilah

(kecuali Ibn Rajab) serta mayoritas Fuqaha

Hanafiyah

Haram setelah usia

janin melewati 40 hari,

dan makruh sebelum

usia janin 40 hari

4 al-Subki dan Abu Ishaq al Marwazi

pengguguran

kandungan dari hasil

perbuatan zina,

dibolehkan asal masih

berupa nutfah atau

‘alaqoh, yaitu sebelum

80 hari

5 Ibnu Qudamah dari kalangan Malikiyyah

Pengguguran terhadap

janin yang masih

berbentuk mudghah

hukumnya makruh,

namun wajib

membayar denda

ghurrah

Page 138: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

122

BAB VI

Penutup

Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, penulis akan memberikan

beberapa kesimpulan sebagai berikut:

A. Kesimpulan

Dari penjelasan bab-bab terdahulu dan untuk mengakhiri pembahasan dalam

tesis ini, penulis membuat beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Aborsi yang dilakukan setelah 120 hari tanpa ada sebab kedharuratan

ataupun sebab medis, Ulama sepakat atas keharamannya, adapun

sebelumnya terbagi menjadi beberapa mazhab, dimulai dari kalangan

Malikiyyah yang dipegang dan diikuti oleh Muhammadiyyah yang

mengharamkan aborsi sejak masa konsepsi, selanjutnya dari kalangan

sebagian Syafi'iyyah, Hanfiyyah dan Hanabilah memakruhkan jika tanpa

sebab sebelum proses peniupan ruh, selanjutnya menurut al Ramli, al

Subki dan beberapa ulama lainnya membolehkan tanpa ada kemakruhan,

adapun MUI dan NU mengambil jalan tengah dari pendapat-pendapat

ulama terdahulu, yaitu haram meski sebelum janin memasuki usia 40 hari

jika dilakukan tanpa sebab.

2. Menurut Undang-Undang batasan waktu maksimal diperbolehkannya

aborsi belum diatur secara eksplisit, hanya dijelaskan pada UU No. 35

tahun 2014 bahwa janin dalam kandungan merupakan anak yang harus

dilindungi, sedang dalam konteks kedokteran, dijelaskan pada UU

tentang kesehatan No. 39 tahun 2009 apabila janin belum mampu hidup

di luar maka belum dapat dianggap sebagai anak.

3. Aborsi dalam konteks HAM perilaku aborsi terbagi menjadi dua

kelompok besar, yaitu kelompok prolife dan prochoice. Prolife adalah

pandangan yang menentang adanya aborsi, mereka berpandangan bahwa

janin mempunyai hak hidup yang tidak boleh dirampas oleh siapapun,

termasuk oleh ibu yang mengandungnya, kelompok prolife ini

Page 139: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

123

memandang bahwa melakukan aborsi itu sama dengan melakukan

pembunuhan. Sedangkan prochoice adalah pandangan yang menyatakan

bahwa keputusan menggugurkan atau mempertahankan kandungan

adalah hak mutlak dari si ibu yang mengandung bayi tersebut.

4. Dari keputusan hukum ketiga lembaga di atas, ketika dilihat dari sudut

pandang Perlindungan Anak dan HAM, Mazhab Maliki yang lebih cocok

dan sesuai diterapkan di keadaan saat ini, di mana pergaulan bebas dan

hubungan seks di luar nikah semakin marak perlu dibatasai dan lebih

ketat untuk meminimalisir peluang-peluang tindakan aborsi.

B. Saran

Atas apa yang telah diuraikan dari keterangan dalam penelitian ini, penulis

ingin menyampaikan beberapa saran sebagai berikut terhadap pihak-pihak terkait;

1. Menyamakan hukuman abortus dengan hukuman pembunuhan menurut

penulis adalah suatu tindakan yang tidak adil. Lantas, hukuman yang

lebih pantas adalah bagi orang yang melakukan abortus secara sengaja

tanpa alasan medis, baik pada kandungan sebelum empat bulan apalagi

setelah empat bulan harus dikenai hukuman denda. Seperti yang

dijelaskan oleh para ulama yang mengatakan aborsi sebelum 4 bulan

diwajibkan membayar ghurrah/denda, dapat di praktekkan di negara kita,

tidak harus sama bentuknya, namun subtansinya untuk sebuah hukuman.

2. Setiap manusia harus menyadari bahwa Hak Asasi Manusia merupakan

hak yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun, meskipun itu oleh

orang tuanya sendiri. Pentingnya perhatian dan pengawasan yang ketat

oleh pemerintah terhadap kasus aborsi, perlunya pendidikan dan

pemahaman agama yang baik dari orang tua, sekolah dan lingkungan

untuk para remaja agar tidak terjumus dalam perbuatan yang memaksa

untuk melakukan aborsi. Kita bisa memulai dari diri kita sendiri untuk

bisa menghargai hak asasi orang lain. Misalnya, dengan tidak

mengganggu hak orang lain, terutama anak – anak.

Page 140: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

124

3. Perlindungan hukum terhadap janin harus lebih tegas dengan memberi

sanksi hukum kepada pelaku pengguguran janin, baik suami istri maupun

orang lain. Penentuan hukum dapat dikiaskan pada hukuman terhadap

pengguguran janin akibat pembunuhan. Karena dalam hal

apapun,kecuali sebab medis, janin yang berada dalam Rahim tidak

memiliki salah apapun, maka sebab itu dalam bentuk apapun dan dalam

kondisi apapun manusia itu harus dihormati Dari awal penciptaannya

sampai akhir hayat.

4. Hendaknya seluruh lapisan masyarakat menyadari dan mengetahui

bahwa antara negara dan agama merupakan hal yang tidak dapat

dipisahkan, karena keduanya mempunyai hubungan yang saling

membutuhkan antara satu dengan yang lainnya.

Dan akhirnya Alhamdulillah Penulis panjatkan syukur kehadirat Allah yang

telah memberikan rahmat, taufik serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih

terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Maka dari itu, penulis mengharapkan

saran dan kritik konstruktif demi perbaikan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat

bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Page 141: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

125

DAFTAR PUSTAKA

Al Quran

al-Quran dan Terjemahan, Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci al Qur'an

Departemen Agama RI, 1971

Buku

Âbâdy, al-Fayrûz, Qamus al-Muhith, Beirut, Maktabah al-‘Ilmiyyah, 2013

Abdullah Ahmad bin Muhammad bin Qudamah, Abi Muhammad, al-Mughnî,

Cairo: Hajar, 1992.

Abdullah, Rozali, Perkembangan HAM dan keberadaan Peradilan HAM di

Indonesia.Jakarta, Ghalia Indonesia, 2004

Abrori, Di Simpang Jalan Aborsi, Semarang, Gigih Pustaka Mandiri, 2014

Abshor, Maria Ulfa, Fikih Aborsi, Cet I, Jakarta, Kompas. 2006

Absjah, Budi Utomo Hendartini dkk, Insiden dan aspek psiko-sosial aborsi di

Indonesia Jakarta, Word Press, 2001.

Âmidî, al, Ali ibn Muhammad, al-Ihkam fi Usul al-Ahkam, Kairo, Dar al-Sami’,

1998.

Amin, Ma’ruf, Fatwa dalam Sistem Hukum Islam, Jakarta: Paramuda Advertising,

2008

Anam, Chairul, Pertumbuhan dan Perkernbangan Nahdlatul Ularna Surabaya:

Duta Aksara Mulia, 2010

Anshor, Ahmad Muhtadi, Bahth al-Masail Nahdlatul Ulama: Melacak Dinamika

Pemikiran Mazhab Kaum Tradisionalis, Yogyakarta: Teras, 2012

Anshori, Ibnu, Perlindungan Anak dalam Agama Islam, Jakarta: Komisi

Perlindungan Anak Indonesia, 2006

AS. Harley, AP Cowie, Ac Ginson Oxford Advenced Teories Dictionary of Corent

English, New York: Toronto Oxford University, 1997

Asqallâni, al, Ahmad Ibn Ali Ibn Hajar, Fath al-bâri, , Beirut, Dar al Fikr, 2001.

Ata Ujan, Andre, Multikultularisme Belajar Hidup Bersama dalam Perbedaan,

Jakarta, Bhuana Ilmu Populer 2009

Aziz et al, Moh. Ali, Fiqih Medis, Surabaya: Rumah Sakit Islam Jemursari, 2012.

Baghdadi, al, Abdurrahman. Emansipasi Adakah Dalam Islam. Jakarta: Gema

Insani Press. 1998

Page 142: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

126

Bâjuri, al, Ibrâhim hâsyiyah al-Bâjûri `ala jauharah al-tauhîd, Dâr al-Salâm, Cet 1

2002.

Bassâm, al, Abdullah Ibn Abdurrahman, Taudhih Al-Ahkaam. Dâr Ihya’ al-Kutub

al-Arabiyah, 2002

Bayan li al Nas, min al Azhar asy-Syarif Kairo; Mathba`ah al-Mushaf al-

Syarif,2003.

Berita Resmi Muhammadiyah Nomor Khusus, Tanfidz Keputusan Muktamar

Tarjih Muhammadiyah, 1990.

Bertens, K. Etika, Jakarta: Gramedia Utama, 2007.

Dahlan, Abdul Aziz, Dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jilid 2, Jakarta: Penerbit

Djambatan, 2002.

Dasuqi, al, Muhammad, ‘Arafah Hâsiyyah al-Dasuki alâ al-Syarah al-Kabîr,

Beirut: Dâr al-Fikr, 2004

Dimyâti, al, Abu Bakar, Hasyiyah I’ânat al-tâlibîn, , Kairo, Dar al-Hadits, 1998

Disuqi, al Hasyiyah al-dusûqi ‘ala syar al-kabir, Jeddah, Maktabah Zahron, 2001.

Djamil, Faturrahman, Metode Ijtihad Majelis Tarjih Muhammadiyah, Jakarta:

Logos Publishing House, 1997.

Djamil, M. Nasir, Anak Bukan untuk DiHukum, Jakarta, Sianar Grafika, 2013.

Efendi, Ali Ghufron dan Adi Heru Sutomo, Abortus, Bayi Tabung, Euthanasia,

transplantasi Ginjal dan Operasi Kelamin dalam Tinjauan Medis, Hukum

dan Agama Islam, Cet. 1, Yogyakarta: Aditya Media, 2006

Effendi, Masyhur. Dimensi dan Dinamika Hak Asasi Manusia dalam Hukum

Nasional dan Internasional, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1994

Elvandari, Siska, Hukum Penyelesaian Sengketa Medis, Yogyakarta: Thafamedia,,

2010.

Fadlun, & Achmad Feryanto, Asuhan Kebidanan Patologis, Jakarta: Salemba

Medika, 2012.

Fak. Kedokteran, UNPAD, Obstetri Patologi, Bandung: Elstar. 1994

Fallȃni, al, îqadzul humȃm ulil absȃr, Beirut, Dar al-fath cet ,1 1997

Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor : 4 Tahun 2005 Tentang Aborsi.

Fayyûmi, al, Ahmad Ibn ‘Ali, Misbâh al-Munîr Fi Garîb al-Syarh al-Kabîr, Beirut,

Maktabah al-‘Ilmiyyah, 2005.

Page 143: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

127

Fealy, Greay, Tradisionalisme Radikal, Persinggunhan Nahdhatul Ulama-Negara,

LKIS Yogyakarta, 1997

Ghâzali, al, Ihyâ ‘Ulûm al-Din, Juz II, Kairo: Dâr Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah, 2001

Gultom, Maidin, 2012, Perlindungan Hukum terhadap Anak dan Perempuan, PT

Refika, Aditama, Bandung,

Hadjon, Philipus M. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya: Bina

Ilmu, , 1987

Hamka, K.H. Ahmad Dahlan, Peringatan 40 Tahun Muhammadiyah, Jakarta: 1952.

Hamka, Rusjdi, Pribadi dan Martabat Prof. Dr Hamka, Jakarta: Pustaka Panji Mas,

1981

Harum Pudjiarto, St, Hak Asasi Manusia di Indonesia:Suatu Tinjauan Filosofis

Berdasarkan Pancasila dan Permasalahannya dalam Hukum Pidana.

Yogyakarta, Universitas Atma Jaya, 1993

Hazm, Ibnu, al-Muhallâ, jilid XI, Kairo: al-Muniria, 1352 H

Hothout, Hassan, Revolusi Seksual Perempuan, Bandung: Mizan, 1995

Husein al Jiyzani, Muhammad, Ma'alim al Ushul Inda Ahli al Sunnah, dâr Ibn

Jauziy, Jeddah 2003

Ibn ‘Abid Muhammad, ‘Alauddîn, Hâsyiyah Ibn ‘Abidîn ‘ala al-Durril al-Mukhtâr,

Dâr al-Fikr, Beirut, 2000.

Ibn Abdil Al-Bar, al-jâmi’ , Kairo: Dâr al-Taufiqiyyah, 2001.

Ibn Asy’ats, Sulaiman, Sunan Abi Daud Dâr al- Risalat al-‘Alamiyyah, Cet 1 2009.

Ibn Ismȃil, Muhammad. Sahih al-Bukhȃri, Dâr Tauqi al-Najȃh,Cet ,1 1422 H.

Ibn Nujaim, Zainuddin Ibn Ibrahim Asybȃh Wan nazȃir. Beirut, Dâr al-Kutub al-

Ilmiyyah 1999

Ibn Nujaim, Zainuddîn, al-Bahr al-Râiq fi Syarh Kanz al-Daqâiq, Cairo, Dâr al-

Hadits, 2003

Ibn Sholaah, Fatawa Ibnu Sholaah, Maktabah al-Ulum, Beirut 1994,

Ibn Umar Ba’alawi, Abdurrahman Ibn Muhammad Ibn Husaen, Bugyat al-

Mustarsyidin, Damaskus, Dâr al-Fikr, 2004,

Irfan, M. Nurul, Hukum Pidana Islam,Jakarta : Amzah, 2016

Irfan, M. Nurul,Gratifikasi & Kriminalitas Seksual Dalam Hukum Pidana Islam,

Jakarta : Amzah,2014.

Page 144: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

128

Jauzi, al, Imâm al-Faraj Jamâl al-Din ‘Abd al-Rahmân bin Muhammad, al-Qurasy

al-Baghdâdi, Kitâb al-Ahkâm al-Nisa, Beirut: Dâr al-Fikr, 1989

Joni, Muhammad, dkk. Aspek Hukum Perlindungan Anak Dalam Prespektif

Konvensi Hak Anak. Bandung, Citra Aditya Bakti, 1999

K. Prent, C. M. J. Adisubrata, WJS. Poerwadarminta, Kamus Latin Indonesia,

Yogyakarta, Kanisius, 1994

Keputusan Komisi Bahtsul Masail Diniyah Musyawarah Nasional Alim Ulama NU

2014

Khalaf, Abd al-Wahhab, Khulashah Tarikh Tasyri’ al-Islamy,Jakarta: al-Majelis al-

A’la al-Indonesia li al-Da’wah al-Islamiyah, Cet. 8 2007.

Kurdi, al, Muhammad bin Sulaiman, Fawaid al Madaniyyah, Beirut, Dar al Fikr,

2002.

Laqqânî, al, Burhân al-Dîn, matn jauharah al-tauhîd, Dâr al-Kutub, Beirut, 2001

M.

Madja El Muhtaj. Dimensi-Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi, Sosial dan

Budaya. Jakarta, PT. Grafindo Persada., 2008

Magnis Suseno, Franz, Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern, Jakarta

Gramedia Pustaka Utama, 1994

Mahallî, al, Muhammad Ibn Ahmad Syarh ‘alâ Matn Jam’i al-Jawâmi’, Mesir:

Musthafâ al-Bâb al-Halabi,2002

Mahbub, Syukron, Kekerasan Terhadap Anak Perspektif HAM dan Hukum Islam

serta Upaya Perlindungannya, Jurnal Studi KeIslaman, Vol. 1 No. 2

Desember 2015: ISSN 2442-8566

Majelis Tarjih Muhammadiyah, “Pembinaan Hukum Fiqh di Bidang Muamalat”,

Yogyakarta, Suara Muhammadiyah. Cet I, 15 Juli 1995

Majelis Ulama Indonesia, Gambaran Umum Organisasi MUI dalam Pedoman

Penyelenggaraan Organisasi MUI, Jakarta: Sekretariat MUI, 2002

Majelis Ulama Indonesia, Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975, Jakarta: Emir

Penerbit Erlangga, 2015

Malibari, al, Zainuddin Ahmad Ibn Abd Aziz, Fath al Mu'in . Kairo, Dâr al-Hadits,

1997

Manurung, R.S Ridho Syahputra, “Legalisasi Aborsi, Nilai Pancasila, Agama dan

Hukum”, Suara Media, Jakarta : 25 November 2005.

Mas’udi, Masdar F, Hak Asasi Manusia dalam Islam, Yogyakarta: UII Press, 2003

Page 145: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

129

_________, Islam dan Hak-hak Reproduksi Perempuan, Bandung: Mizan, 1997.

_________, Membangun NU Berbasis Masjid dan Umat Jakarta: LTMI-NU, 2007

Miri, M. Djamaluddin, Lc, MA, Terjemah Ahkamul fuqaha Solusi Problematika

Aktual Hukum Islam , Keputusan Muktamar, Munas Dan Konbes Nahdhatul

Ulama (1926-2004) Surabaya, Cet 3 , 2005.

Moelijatno, Azas-Azas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1985.

_________, KUHP =Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ,Jakarta : Bumi Aksara,

2007

Mudzhar, Muhammad Atho, Fatwa Fatwa Majelis Ulama Indonesia; Sebuah Studi

Tentang Pemikiran Hukum Islam di Indonesia 1975-1988, Jakarta: INIS,

1993

Muhammad al-Tahir, Ibn ‘Asyur, Maqasid al-Syari’ah al-Islâmiyyah Kairo, Dâr

al-Nafais, Cet. 2, 2001.

Muhammad bin Muhammad, al-Ghazali, al-Mustasyfa Kairo, Dâr al-Hadits, 2004.

Muhammad Ibn Mukrim, Ibn Manzûr, lisân al-‘arab, al-Qâhirah, Dâr al-Ma’ârif ,

1998

Muladi, H. Hak Asasi Manusia Hakekat, Konsepdan Implikasinya dalam Perspektif

Hukum dan Masyarakat, Bandung, PT Refika Aditama, 2005

Muslich, Ahmad Wardi, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005

Nadawiy, al, Atha' al Rahman, al Ijtihâd wa Dauruhu fi Tajdîd al Fiqh al Islâmi,

Dalam dirasat al Jami'ah al Islamiyyah, Desember 2006.

Naning, Ramdlon, Cita dan Citra Hak-Hak Asasi Manusia di Indonesia, Jakarta,

Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, 1983

Nashriana, Perlindungan Hukum Pidana Bagi Anak Di Indonesia, Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2011

Navis, Abdurrahman, dan Kawan-Kawan, Khazanah Aswaja ,Surabaya, Aswaja

NU Center PWNU Jawa Timur, 2010

Nawâwi, al, Syaraf al-Din, Sahîh Muslim bi syarh al-Nawâwi , Kairo, Dâr al-

Hadîts, 1998

Notoadmojo, Soekidjo, Etika dan Hukum Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta, 2010

Nujaim, Ibnu, al-Bahr al-Raiq, Juz VIII, Beirut: Dâr al Ma’rifah, 2001

O. S. H. Adji, Hukum-Hakim Pidana, Cet. Ke-2, Jakarta, Erlangga, 1984.

Page 146: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

130

Pedoman dan Prosedur Penetapan Fatwa MUI dalam Himpunan Fatwa MUI,

Jakarta: Sekretariat MUI, 2010

Pedoman Penetapan Fatwa MUI Nomor: U-596/MUI/X/1997.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Hasil Keputusan Komisi Bahtsul Masa'il

Diniyah Musyawarah Nasional Alim Ulama NU, Jakarta 2014.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Panduan Bahtsul Masa'il, Jakarta, LBM PBNU,

2017

PWNU Jawa Timur, Aswaja an-Nahdah Surabaya: Khalista, 2007

Qaradhawi,Yûsuf, Fatwa-Fatwa Kontemporer, jilid II, Jakarta: Gema Insani Pres,

1995.

Qudâmah, Ibnu, al-Mughnî, Juz VI, Mesir: Dâr al-Fikr, 1992

Qurtubî, al, Ahmad bin Rusyd, Bidayah al Mujtahid. Beirut: Dâr Al-Ma‟rifah. 1405

H.

Qurtubî, al, Muhammad Ibn Ahmad al-Anshâri, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân,

Beirut,dâr al Kutub, 2006

Ramli, al, Syihâbuddin, Nihâyat al-Mukhtaj, Syarh al Minhaj fî al-Fiqh’ Alâ

Mazhab al-lmâm Syâf’i, Jilid VII, al-Halabiy, 1357 H.

Ridwan, Nur Khalik, Nu dan Bangsa 1914-2010, Sleman Jogjakarta, al-Ruz Cet 2,

2014

Risûni, al, Ahmad, madkhal ilâ maqâsid al-syari`ah, Mesir Dâr al-kalimah li al-

Nasyr wa al-Tauzi’, Cet 1 2010.

Rohayana, Ade Dedi, Ilmu Qawa’id Fiqhiyyah Kaidah-Kaidah Hukum Islam,

Jakarta: 2008,

S. D. O’Conner, “Majority Opinion”, dalam M. Ethan Katsh (ed), Taking Sides:

Clashing Views on Controversial Legal Issues, Guilford, Dushkin

Publisihing Group, 1995.

Sa’ud Ibn Abd al-‘Âli al-Bârudî, al-‘Utaibî, Al-Mausu’ât al-Jinâiyyah al-

Islâmiyyah al-Muqâranat al-Ma’mûl bihâ fi al-Mamlakat al Su’udiyyahat,

Riyâd, al-Maktabah al-Islamiyah, Cet 2, 2003.

SCJ, CB. Kusmaryanto, Kontroversi Aborsi, Cet. II, Jakarta: Grasindo, 2004

Shihab, Alwi, Membendung Arus: Respons Muhammadiyah terhadap Penetrasi

Misi Kristen di Indonesia, Mizan, Khazanah Ilmu-ilmu Islam, Amerika

Serikat, 1995.

Page 147: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

131

Shihab, Rizieq, Wawasan Kebangsaan Menuju NKRI Bersyariah, Jakarta Selatan,

Suara Islam Press, 2004

Soetodjo, Wagianti, Hukum pidana anak, Bandung, Refika Aditama, 2006,

Subhan, Zaitunah, al Quran dan Perempuan, Menuju Kesetaraan Gender Dalam

Penafsiran, Jakarta, Kencana, 2015

Suherman, Ade Maman, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum Civil Law,

Common Law dan Hukum Islam, Jakarta: Grafindo Persada, 2004

Suwarno, P.J, Pancasila Budaya Bangsa Indonesia; Penelitian Pancasila dengan

Pendekatan Historis, Filosofis & SosioYuridis Kenegaraan, Yogyakarta,

Kanisius, 1993.

Syaltut, Mahmud, al-Fatâwa, Kairo, Dâr al-Syurûq, tth.

Syatibi, al, Abu Ishâq, al-Muwafaqât fi Usul al-Syarî’ah, Kairo: Dâr al-

Taufiqîyyah, 2003.

Syirbini, al, Syamsuddin Khatib, Mughni al-Muhtaj, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah,

1994

Tanfidz Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah, Muktamar Tarjih

Muhammadiyah XXII, 2015.

Tholabi Kharlie, Ahmad, Hukum Keluarga Indonesia Jakarta, Sinar Grafika, 2013

Tim ICCE UIN Jakarta. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani,

Jakarta : Prenada Media, 2003.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangn Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia, Bandung, Mizan, 2004

Undang-Undang Dasar 1945.

Wawan Gunawan, Abd. Wahid Himpunan Putusan Tarjîh Muhammadiyah 1,

Yogyakarta, Pustaka Jogja. 2009.

Wignjosoebroto, Soetandyo, hak asasi Manusia Konsep Dasar dan Perkembangan

Pengertiannya dari Masa ke Masa, Jakarta, ELSAM, 2007

Yanggo, Huzaemah T, dan Hafiz Anshary AZ, Problematika Hukum Islam

Kontemporer, Jakarta: Pustaka Firdaus. 2009.

_________, Fikih Perempuan Kontemporer, Bogor: Ghalia Indonesia.2010

Yazid., Abdurrahman, Metode Penelitian Sejarah Muhammadiyah. Jakarta:

Logas Wacana Ilmu, 2001

Page 148: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

132

Yeni, Fariyanto, Pandangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Terhadap Fatwa

MUI Pusat Nomer 4 Tahun 2005 Tentang Aborsi dan Hukum Positif,

Universitas Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta. 2009

Yunus, Mahmud, Kamus Arab Indonesia Jakarta: Yayasan penerjemah/Penafsir

Alquran, 1973

Yusuf, Slamet Effendi, Mengukuhkan Tradisi Memodemisasi Organisasi

Semarang, Airlangga, 2007

Zainuddin, Ibn Ibrahim Ibn Nujaim, Asybȃh Wan nazȃir. Beirut, Dâr al-Kutub al-

Ilmiyyah 1999

Zuhaili, al, Wahbah Ibn Mustafa, Al-Fiqh al-Islâmi wa adillatuh, Damaskus, Dâr

al-Fikr, Cet.4. 2008.

Zuhaily, al, Wahbah al-Wajîz fii ushuli fiqhi, Kairo, Dâr al-Hadits, 2009

Zuhdi, Masjfuk, Masa’il Fiqhiyah, Jakarta: Bulan Bintang, 1998.

Zulfa, Nadia Oktaviani, dkk, “Implementasi Diversi Sebagai Wujud Perlindungan

Hak Anak”, Yogyakarta, Gema, 2015

Jurnal

Alwi, Zulfahmi, Abortus Dalam Hukum Islam, Jurnal UIN Alaudin 2013, Vol 10,

No. 2 Desember

Anggraini, Lysa, “Aborsi Dalam Pandangan Islam Dan Hukum Positif Di

Indonesia” dalam Jurnal Hukum Islam Vol. VII No. 5 Juli 2007

Islam, Saiful, Aborsi dan Resikonya Bagi Perempuan Dalam Pandangan Hukum

Islam, Jurnal Sosial Humaniora ITS 2011, Vol. 4, No. 1 Juni 2011

Laporan Penelitian Majlis Tarjih Muhammadiyah (Suatu Studi tentang Sistem dan

Metode Penentuan Hukum). Tim Peneliti: Drs. H Asjmuni A. Rahman, dkk.,

Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 1985.

Lavia Nongie, Yuke, Tinjauan Yuridis Atas Aborsi di Indonesia Studi kasus di

kota Manado, Unsrat Lex et Societatis, Vol. II/No. 2/Februari/2014.

Nasution, Harun Konsep Manusia dalam Islam, Dikaitkan dengan Hayat dan

Maut, dimuat dalam Lembaga Penelitian IAIN Jakarta, Kajian Islam

tentang Berbagai Masalah Kontemporer” Jakarta: 1988.

Nurul Irfan, M, Aborsi Akibat Perkosaan Perspektif KUHP dan Hukum Islam,

Nuansa, Jurnal Studi Islam dan Kemasyarakatan, No. 1, Juni 2014.

Page 149: PANDANGAN ULAMA INDONESIA TENTANG ABORSI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789...darurat dan hajat yang mendesak dengan syarat sebelum kandungan berusia . 40

133

Purwaningrum, Elisa Dyah, Arulita Eka Febriana, Faktro Risiko Kejadian Abortus

Spontan, Higeia Journal of Public Health Research and Development,

Unnes, Juli 2017.

Rias, Irzal Bahan Kuliah Hukum Kesehatan, Padang: Jurnal Fakultas Hukum

Universitas Andala, No. 3 September 2007

Romli, Dewani, Aborsi dalam Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam

Kajian Komparatif, Jurnal IAIN Ar Raniri 2011, Vol. 10 No. 2 Juli

Susilawati, Nilda, Aborsi Dalam Tinjauan Hukum Islam, Jurnal IAIN Bengkulu,

Fak. Syari’ah dan Ekonomi, 2015, Vol 25 No. 2 Agustus 2015

Tristiadi, Ardi, Ilhamuddin Nukman. Kekerasan Terhadap Anak (Perspektif

Psikologi dan Al quran), PsikoIslamika: Jurnal Psikologi dan KeIslaman, 2

Juli 2004

Sumber Online

Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor : 4 Tahun 2005 Tentang Aborsi , dari

http://mui.or.id/wp-content/uploads/files/fatwa/35.-Aborsi.

Keputusan Komisi Bahtsul Masail Diniyah Musyawarah Nasional Alim Ulama NU

2014, dari https://Islam.nu.or.id/post/read/55645/hukum-aborsi-dalam-

Islam.

Pedoman Penetapan Fatwa MUI, dari

https://www.academia.edu/33240679/PEDOMAN_PENETAPAN_FATW

A_MUI

Tanfidz Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-47, dari

http://www.muhammadiyah.or.id.