pancasila sebagai pandangan dan dasar negara.docx

46
NASIONALISME di ERA GLOBALISASI Disusun Oleh: DIPTYA DHINI SUHARJO (101510501055)

Upload: diptya-dhini-s

Post on 26-Sep-2015

32 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

NASIONALISME di ERA GLOBALISASI

Disusun Oleh:

DIPTYA DHINI SUHARJO

(101510501055)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER

2011

Kebangkitan nasional merupakan tonggak pertama pergerakan rakyat yang mengantar ke pintu gerbang kemerdekaan. Kohesi sosial yang semula berdasarkan unsur-unsur primordial (suku, bahasa, tradisi, agama) menjadi perasaan senasib sebagai bangsa terjajah. Rakyat Hindia Belanda memimpikan sebuah masa depan bersama untuk mengatur diri sendiri sebagai warga merdeka. Seabad kemudian dibutuhkan nasionalisme yang sama kuatnya ketika melawan pemerintah kolonial.

Dulu Hindia Belanda, dengan kekayaan alam, menjadi potensi ekonomi dunia yang memasok sumber bahan mentah, tetapi tanpa kepemimpinan dalam perdagangan internasional. Kini situasinya tak berbeda. Indonesia tetap menarik karena kekayaan alamnya, tetapi posisi tawarnya lemah di pasar global. Semestinya globalisasi dimaknai kepentingan kita sebagai bangsa. Semua itu karena nasionalisme baru dipahami sebatas semangat kebangsaan dan geopolitik. Kita belum menjadikan nasionalisme sebagai prinsip politik praktis sesuai dengan realitas bangsa dalam kemajemukannya dan kini dalam keterpurukannya. Sebagai bangsa, kita belum termotivasi membangun negeri dan merebut peluang ekonomi di era globalisasi.[footnoteRef:2]1 [2: 1 http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0605/20/opini/2660411.htm. Nasionalisme di EraGlobalisasi. Diakses tanggal 8 November 2011]

Pancasila sebagai pandangan dan dasar Negara, mambawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai pancasila harus selalu dijadikan landasan poko, landasan fundamental bagi pengaturan serta penyelenggaraan Negara. Sejarah tidak membuktikan bahwa nilai materiil pancasila merupakan sumber kekuatan bagi perjuangan bangsa Indonesia. Nilai-nilai pancasila merupakan sumber kekuatan bagi perjuangan bangsa Indonesia. Nilai-nilai pancasila merupakan pengikat sekaligus pendorong dala usaha menegakkan dan memperjuangkan kemerdekaan. Pancasila merupakan nilai-nilai budaya yang menyatukan masyarakat Indonesia yang beragam suku, ras, bahasa, agama, pulau, menjadi bangsa yang satu. Nilai-nilai yang terkandung dlam pancasila merupakan jiwa kepribadian dan pandangan hidup masyarakat di wilayah nusantara sejak dahulu.

Salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian di era globalisasi sekarang ini adalah masalah identitas kebangsaan. Pesatnya pembangunan dan masuknya era globalisasi membawa politik yang harus dihadapi bangsa Indonesia, baik dampak positif maupun negative. Salah satu dampak negative globalisasi adalah memberikan konsekuensi masuknya budaya asing pada budaya Indonesia, padahal budaya tersebut belum tentu sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia. Pengaruh negative globalisasi dan modernisasi, salah satunya adalah kecenderungan membuat masyarakat Indonesia bersikap mengagung-agungkan budaya dan produk Negara lain, dan cenderung melupakan budaya nasional. Untuk itu diperlukan suatu pengingat atau gerakan-gerakan yang mencerminkan sikap nasionalisme. Nasionalisme meupakan salah satu untuk mengingat generasi muda akan kegigihan usaha para pejuang Indonesia dalam merebut kemerdekaan. Jasa para pahlawan memang harus dikenang, namun dikenang saja tidak cukup. Karena perjuangan belumlah selesai. Para pahlawan bangsa yang telah gugur tentu akan bangga bila perjuangan mereka diteruskan oleh generasi saat ini. Agar dapat meneruskan perjuangan mereka, generasi muda harus meneladani sikap nasionalisme dan patriotism mereka dalam kehidupan sehari-hari.

Nasionalisme adalah satu paham yang menciptakan dan mempertahankan kedaulatan sebuah sekelompok manusia. Para nasionalis menganggap negara adalah berdasarkan beberapa "kebenaran politik" (political legitimacy). Bersumber dari teori romantisme yaitu "identitas budaya", debat liberalisme yang menganggap kebenaran politik adalah bersumber dari kehendak rakyat, atau gabungan kedua teori itu. Ikatan nasionalisme tumbuh di tengah masyarakat saat pola pikirnya mulai merosot. Ikatan ini terjadi saat manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu dan tak beranjak dari situ. Saat itu, naluri mempertahankan diri sangat berperan dan mendorong mereka untuk mempertahankan negerinya, tempatnya hidup dan menggantungkan diri. Dari sinilah cikal bakal tubuhnya ikatan ini, yang notabene lemah dan bermutu rendah. Ikatan inipun tampak pula dalam dunia hewan saat ada ancaman pihak asing yang hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Namun, bila suasanya aman dari serangan musuh dan musuh itu terusir dari negeri itu, sirnalah kekuatan ini.

Dalam zaman modern ini, nasionalisme merujuk kepada amalan politik dan ketentaraan yang berlandaskan nasionalisme secara etnik serta keagamaan, seperti yang dinyatakan di bawah. Para ilmuwan politik biasanya menumpukan penyelidikan mereka kepada nasionalisme yang ekstrem seperti nasional sosialisme, pengasingan dan sebagainya. Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau gerakan (bukan negara) yang populer berdasarkan pendapat warganegara, etnis, budaya, keagamaan dan ideologi. Kategori tersebut lazimnya berkaitan dan kebanyakan teori nasionalisme mencampuradukkan sebahagian atau semua elemen tersebut.

[footnoteRef:3]2Beberapa bentuk dari nasionalisme [3: 2 http://wikipedia.org/wiki/nasionalisme, 8 November 2011.]

1. Nasionalisme kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, "kehendak rakyat"; "perwakilan politik". Teori ini mula-mula dibangun oleh Jean-Jacques Rousseau dan menjadi bahan-bahan tulisan. Antara tulisan yang terkenal adalah buku berjudul Du Contract Sociale (atau dalam Bahasa Indonesia "Mengenai Kontrak Sosial").

2. Nasionalisme etnis adalah sejenis nasionalisme di mana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Dibangun oleh Johann Gottfried von Herder, yang memperkenalkan konsep Volk (bahasa Jerman untuk "rakyat").

3. Nasionalisme romantik (juga disebut nasionalisme organik, nasionalisme identitas) adalah lanjutan dari nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran politik secara semulajadi ("organik") hasil dari bangsa atau ras; menurut semangat romantisme. Nasionalisme romantik adalah bergantung kepada perwujudan budaya etnis yang menepati idealisme romantik; kisah tradisi yang telah direka untuk konsep nasionalisme romantik. Misalnya "Grimm Bersaudara" yang dinukilkan oleh Herder merupakan koleksi kisah-kisah yang berkaitan dengan etnis Jerman.

4. Nasionalisme Budaya adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya "sifat keturunan" seperti warna kulit, ras dan sebagainya. Contoh yang terbaik ialah rakyat Tionghoa yang menganggap negara adalah berdasarkan kepada budaya. Unsur ras telah dibelakangkan di mana golongan Manchu serta ras-ras minoritas lain masih dianggap sebagai rakyat negara Tiongkok. Kesediaan dinasti Qing untuk menggunakan adat istiadat Tionghoa membuktikan keutuhan budaya Tionghoa. Malah banyak rakyat Taiwan menganggap diri mereka nasionalis Tiongkok sebab persamaan budaya mereka tetapi menolak RRC karena pemerintahan RRT berpaham komunisme.

5. Nasionalisme kenegaraan ialah variasi nasionalisme kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri itu selalu kontras dan berkonflik dengan prinsip masyarakat demokrasi. Penyelenggaraan sebuah 'national state' adalah suatu argumen yang ulung, seolah-olah membentuk kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri. Contoh biasa ialah Nazisme, serta nasionalisme Turki kontemporer, dan dalam bentuk yang lebih kecil, Franquisme sayap-kanan di Spanyol, serta sikap 'Jacobin' terhadap unitaris dan golongan pemusat negeri Perancis, seperti juga nasionalisme masyarakat Belgia, yang secara ganas menentang demi mewujudkan hak kesetaraan (equal rights) dan lebih otonomi untuk golongan Fleming, dan nasionalis Basque atau Korsika. Secara sistematis, bila mana nasionalisme kenegaraan itu kuat, akan wujud tarikan yang berkonflik kepada kesetiaan masyarakat, dan terhadap wilayah, seperti nasionalisme Turki dan penindasan kejamnya terhadap nasionalisme Kurdi, pembangkangan di antara pemerintahan pusat yang kuat di Spanyol dan Perancis dengan nasionalisme Basque, Catalan, dan Corsica.

6. Nasionalisme agama ialah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama. Walaupun begitu, lazimnya nasionalisme etnis adalah dicampuradukkan dengan nasionalisme keagamaan. Misalnya, di Irlandia semangat nasionalisme bersumber dari persamaan agama mereka yaitu Katolik; nasionalisme di India seperti yang diamalkan oleh pengikut partai BJP bersumber dari agama Hindu. Namun demikian, bagi kebanyakan kelompok nasionalis agama hanya merupakan simbol dan bukannya motivasi utama kelompok tersebut. Misalnya pada abad ke-18, nasionalisme Irlandia dipimpin oleh mereka yang menganut agama Protestan. Gerakan nasionalis di Irlandia bukannya berjuang untuk memartabatkan teologi semata-mata. Mereka berjuang untuk menegakkan paham yang bersangkut paut dengan Irlandia sebagai sebuah negara merdeka terutamanya budaya Irlandia. Justru itu, nasionalisme kerap dikaitkan dengan kebebasan.[footnoteRef:4]2 [4: 2 http://wikipedia.org/wiki/nasionalisme. Diakses tanggal 8 November 2011]

Kehadiaran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu Negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negative.

1. Pengaruh positif globalisasi terhadap nilai-nilai nasionalisme antara lain:[footnoteRef:5]3 [5: 3 http://www.wikimu.com, Diakses tanggal 8 November 2011]

a. Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis. Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu Negara, jika pemerintahan dijalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif tersebtu berupa rasa nasionalisme terhadapa Negara menjaid meningkat.

b. Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa.

c. Dari globalisasi sosisal budaya kita dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa.

2. Pengaruh negative globalisasi terhadap nilai-nilai nasionalisme, antara lain:

a. Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalism (Kebebasan manusia dalam realisasi demokrasi liberal senantiasa mendasarkan atas kebebasan individu di atas segala-galanya) dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan jika berubah arah dari ideology Pancasila ke ideology liberalism. Jika hal tersebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang.

b. Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza Hut, dll) membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukkan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia.

c. Masyarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh mayarakat dunia dianggap sebagai kiblat.

d. Mengakibatkan adanya kesenjangan social yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan anatar yang kaya dan miskin yang dapat menganggu kehidupan nasional bangsa.

e. Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa.[footnoteRef:6]3 [6: 3 http://www.wikimu.com. Diakses tanggal 8 November 2011]

Didalam bidang politik pun, globalisasi akan nampak dalam gerakan demokrasi dan hak asasi manusia. Dewasa ini dunia sedang dilanda oleh gerakan demokratisasi dan hak asasi manusia. Suatu negara-bangsa yang tidak melaksanakan demokrasi dalam sistem pemerintahannya dan tidak menjunjung tinggi hak asasi manusia dinilai tidak beradab, dan selayaknya dikucilkan dari kehidupan masyarakat dunia, dan bila perlu di-embargo. Instrumen telah disiapkan oleh lembaga yang namanya Perserikatan Bangsa-Bangsa seperti Universal Declaration of Human Rights, Covenant on Civil and Political Rights, Covenant on Economic, Social and Cultural Rights, dan sebagainya. Perlu dicatat bahwa implementasi kesepakatan bangsa-bangsa tersebut perlu disesuaikan dengan adat dan budaya yang berkembang di masing-masing negara-bangsa. Namun ada pihak-pihak tertentu yang berusaha untuk memaksakan suatu sistem demokrasi dan hak asasi manusia yang berlaku di negaranya untuk diterapkan di negara lain. Keadaan ini pasti akan menimbulkan gejolak, karena tidak mustahil adanya prinsip-prinsip yang berbeda yang dianut oleh suatu negara tertentu yang tidak begitu saja tuned in dengan konsep demokrasi yang dipaksakan dimaksud. Sehingga universalisasi dan unifikasi demokrasi dan hak asasi manusia sementara ini pasti akan mendapatkan hambatan. Upaya yang dilakukan oleh sementara pihak dengan menghambat bantuan kepada negara yang dinilai tidak menerapkan demokrasi dan hak asasi manusia, dinilai suatu bentuk paksaan baru. Gerakan demokratisasi dalam pemerintahan adalah dalam bentuk reinventing government, menciptakan clean government and good governance, desentralisasi pemerintahan, dan sebagainya.

Dalam bidang informasi, globalisasi terwujud dalam internet, cybernatic society dan web society, suatu jaringan antar manusia yang bebas tidak dihambat oleh batas-batas antar negara dalam mengadakan tukar menukar informasi. Manusia dan negara-bangsa memiliki kebebasan untuk meng-akses informasi dari mana saja sesuai dengan keinginan dan kemampuan teknologi yang dikuasainya. Dengan perangkat teknologi komunikasi yang sangat canggih, seseorang dapat melakukan deteksi peristiwa-peristiwa yang terjadi di segala penjuru dunia. Terjadilah persaingan yang luar biasa dalam mengembangkan teknologi kemunikasi ini, karena siapa yang menguasai informasi, dialah yang akan menguasai dunia.

Dalam kehidupan sosial berkembang suatu masyarakat yang disebut masyarakat madani sebagai terjemahan civil society. Masyarakat madani adalah suatu masyarakat yang menjamin kebebasan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, suatu masyarakat yang mandiri di luar sistem resmi kenegaraan, suatu masyarakat yang tidak termasuk dalam suprastruktur maupun infrastruktur kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi memiliki kekuatan untuk mengadakan kontrol terhadap jalannya penyelenggaraan negara. Seperti yang dikatakan oleh Gellner bahwa civil society adalah masyarakat yang bersifat otonom, yang mandiri yang mampu mengimbangi negara dan membendung kekuasaan negara. Civil society ini menampakkan wajahnya dalam bentuk Non Governmental Organization, Lembaga Swadaya Masyarakat.

Dalam bidang keamanan dikembangkan konsep keamanan dunia. Diciptakan musuh yang harus dilawan yang dianggap mengganggu ketenteraman dunia. Konsep terorisme dikembangkan dan dijadikan musuh dunia. Suatu negara yang dituduh sebagai sarang teror dipandang sah untuk diserang beramai-ramai. Suatu organisasi yang dipandang menimbulkan ketidak tenteraman divonis sebagai organisasi teror.

Pancasila memiliki konsep tentang kebebasan, tentang hak asasi, mengenai demokrasi, serta cara menghadapi dan memecahkan permasalahan yang dihadapi. Dengan demikian Pancasila tidak anti terhadap globalisasi, tetapi dengan kebijaksanaan khusus yang bersumber dari nilai yang terkandung dalam Pancasila mengadakan antisipasi secara tepat, tidak menentang tetapi memberikan jalan akomodatif terhadap berlangsungnya globalisasi tanpa kehilangan jatidiri. Pancasila akan menjadi kekuatan bangsa yang tangguh dalam mengantisipasi masa depan.

Pancasila sebagai ideologi terbuka tidak alergi terhadap perubahan, namun perubahan tersebut diakomodasikn pada tataran instrumental dan praksis. Dalam menyelenggarakan perubahan Pancasila memberikan pedoman agar perubahan tersebut selalu dalam paradigma keberlanjutan dan kelestarian, sehingga perubahan, keberlanjutan dan kelestarian (change, continuity dan sustainability) akan terikat dalam suatu paradigma perkembangan.

Dalam arti yang bermacam-macam, rasa nasionalisme sangatlah penting untuk di pegang teguh di setiap rakyat Indonesia. Kekalahan akan persaingan dari luar negeri, membuat rasa nasionalisme kita berkurang seperti yang dijelaskan diatas. Era globalisasi ini telah menimbulkan banyak perubahan dalam segala bidang kehidupan manusia, antara lain terciptanya kehidupan dengan arus informasi yang super cepat (information superhighway) dan terbentuknya suatu dunia tanpa batas (borderless world) dimana batas-batas politik, ekonomi dan budaya antar bangsa menjadi samar. Perubahan tersebut telah menimbulkan dampak dimana seluruh ketergantungan dan hubungan antar bangsa menjadi transparan, yang pada akhirnya telah menciptakan implikasi yang luas terhadap seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun hal yang paling mengenaskan adalah yang terkena dampak negatif globalisasi tersebut adalah generasi muda, yang merupakan tulang punggung pembangunan bangsa di masa depan. Oleh karena itu, demi mewujudkan masa depan yang lebih baik bagi bangsa Indonesia, harus segera diupayakan langkah-langkah strategis untuk menangkal dan menanggulangi dampak negatif globalisasi tersebut. Dapat dibayangkan bagaimana keadaan bangsa ini di masa mendatang apabila generasi muda pada saat ini telah rusak karena diracuni globalisasi. Kualitas bangsa Indonesia di masa mendatang akan ditentukan oleh seberapa baik kualitas generasi muda pada saat ini. Apabila generasi muda bangsa Indonesia pada saat sekarang tidak mempunyai kualitas yang baik dan bisa diandalkan, dapat dipastikan di masa mendatang bangsa Indonesia juga tidak akan mempunyai kualitas yang baik dan bisa dibanggakan.

[footnoteRef:7]4Telah dijelaskan bahwa globalisasi akan berdampak negatif pada suatu bangsa apabila tidak memiliki SDM yang berkualitas, karena bangsa tersebut tidak akan mampu beradaptasi dengan perubahan yang super cepat sebagai konsekuensi globalisasi. Perlu dipertegas bahwa SDM yang dimaksudkan disini tidak hanya terbatas pada kemampuan intelektual (kognitif) saja, tapi lebih dimaksudkan pada pola pikir dan sikap serta spirit (jiwa) setiap komponen bangsa terkait kesadaran bahwa dalam kehidupan berbangsa, yang mempunyai kepentingan dan tujuan yang sama, segala pemikiran dan tindakan yang dilakukan seharusnya mampu memberikan manfaat yang konstruktif bagi bangsa itu sendiri dan bukan justru sebaliknya. Namun dengan kondisi SDM yang masih rendah, masyarakat Indonesia seolah latah sehingga tidak mampu mengambil sikap serta posisi yang jelas di era globalisasi tersebut. Bangsa Indonesia justru terlena dibawa arus globalisasi sehingga mengakibatkan kesadaran sebagai sebuah bangsa yang berdaulat menjadi semakin terkikis. Konsekuensi dari keadaan ini adalah semakin memudarnya rasa senasib sebagai satu bangsa dan satu tanah air pada masyarakat Indonesia. [7: 4 Copyright Lbhmawarsaron.or.id. Nasionalisme Dan Integritas Bangsa Di Era Globalisasi Diakses tanggal 8 November 2011]

Sepertinya ada sesuatu yang salah dengan pola pikir bangsa kita dalam menghadapi era globalisasi. Idealnya ketika arus globalisasi semakin deras bergulir, yang harus dijadikan penangkal terhadap dampak negatif globalisasi tersebut adalah dengan meningkatkan semangat nasionalisme pada diri setiap warga bangsa. Namun kenyataan yang terjadi adalah sebaliknya dimana rasa nasionalime kita justru semakin memudar. Mungkin kita harus lebih banyak belajar pada negara-negara lain yang telah menunjukkan kemampuannya dalam mengantisipasi dan bersaing di tengah arus globalisasi. Sebut saja sebagai contoh yaitu negara Jerman atau Jepang yang telah memaknai nasionalisme secara benar dan utuh dan selanjutnya diaplikasikan dalam pembangunan, terutama pembangunan ekonomi dan perdamaian. Apabila kondisi bangsa ini tidak segera diperbaiki, maka seluruh permasalahan sebagaimana telah disebutkan diatas akan berakumulasi dan menimbulkan dampak negatif yaitu semakin memudarnya rasa dan semangat nasionalisme pada masyarakat Indonesia, yang secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap keutuhan (integritas) negara kesatuan Republik Indonesia. Kondisi inilah yang menjadi permasalahan utama bangsa Indonesia pada saat ini, sehingga perlu segera diupayakan langkah-langkah strategis untuk mengatasinya.

[footnoteRef:8]4Langkah-Langkah Strategis dalam Upaya Menumbuhkan Kembali Semangat Nasionalisme pada Bangsa Indonesia. [8: 4 Copyright Lbhmawarsaron.or.id. Nasionalisme Dan Integritas Bangsa Di Era Globalisasi. Diakses tanggal 8 November 2011]

Memudarnya semangat nasionalisme pada masyarakat Indonesia di tengah derasnya arus globalisasi akan menimbulkan dampak yang sangat besar dan tidak mustahil dapat mengancam eksistensi bangsa Indonesia sendiri. Untuk mencegah hal tersebut, maka harus segera diupayakan langkah-langkah strategis untuk mengatasinya, antara lain sebagai berikut:

A. Menggagas Kembali Makna Nasionalisme

Nasionalisme sebagai konsep pemersatu bangsa sebenarnya bukan hal yang baru bagi bangsa Indonesia. Jauh sebelum bangsa Indonesia merdeka, nasionalisme sudah menjadi pembicaraan penting pada sebagian kalangan masyarakat Indonesia. Terbentuknya organisasi Boedi Oetomo pada tahun 1908, yang merupakan tonggak awal lahirnya gerakan kebangkitan nasional, atau diikrarkannya Sumpah Pemuda oleh segenap putera-puteri bangsa Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928, adalah beberapa bukti konkrit. Rasa nasionalisme dan cinta tanah air (patriotisme) yang tertanam dalam diri bangsa Indonesia pada saat itu telah terbukti sangat efektif dalam mempersatukan segenap komponen bangsa untuk berjuang meraih tujuan bersama, yaitu terwujudnya negara Indonesia yang merdeka dan lepas dari penjajahan bangsa asing. Perjuangan tersebut telah berhasil mencapai puncaknya pada saat bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, yaitu pada tanggal 17 Agustus 1945.

Namun saat ini rasa nasionalisme bangsa Indonesia tersebut sudah semakin jauh menurun bila dibandingkan dengan masa perjuangan kemerdekaan dahulu. Hal ini dapat kita lihat dari tingginya tingkat konflik, baik konflik horizontal maupun vertikal, yang terjadi di tengah kehidupan masyarakat. Keadaan tersebut telah menimbulkan kesan bahwa tidak ada lagi semangat kebersamaan pada bangsa Indonesia. Kepentingan kelompok, bahkan kepentingan pribadi, telah menjadi tujuan utama. Akibatnya semangat membela negara pada diri warga masyarakat telah ikut memudar.

Apabila dicermati, penyebab keadaan ini sebenarnya adalah karena egoisme dan fanatisme kelompok dalam masyarakat. Perbedaan pendapat yang merupakan essensi demokrasi akhirnya telah menjadi potensi konflik karena salah satu pihak berkeras dalam mempertahankan pendiriannya sementara pihak yang lain berkeras memaksakan kehendaknya. Dalam keadaan ini, sebenarnya cara terbaik untuk mengatasi perbedaan pendapat adalah musyawarah untuk mufakat. Namun cara yang merupakan ciri khas budaya bangsa Indonesia ini tampaknya tidak sesuai lagi di era globalisasi. Parahnya, cara pengambilan suara terbanyak pun seringkali menimbulkan rasa tidak puas bagi pihak yang "kalah" sehingga mereka akhirnya memilih cara pengerahan massa atau melakukan tindak kekerasan untuk memaksakan kehendaknya.

Kondisi ini perlu mendapat perhatian serius dari segenap komponen bangsa, mengingat instabilitas internal dalam masyarakat kita seringkali mengundang campur tangan pihak asing, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang dimanfaatkan untuk kepentingan mereka. Kita harus segera bangkit dari keterpurukan bangsa ini, dan sudah saatnya energi konflik dalam tubuh masyarakat ditransformasikan menjadi energi solidaritas. Kini bangsa Indonesia mendambakan hadirnya para negarawan yang dapat bertindak sebagai pencipta solidaritas (solidarity maker) yang dengan kearifan dan kebijaksanaan mampu menghimpun kebersamaan dan kekuatan bangsa. Saatnya kearifan dan kebijaksanaan membimbing bangsa ini.

Kembali ke permasalahan utama yaitu memudarnya rasa nasionalisme bangsa Indonesia di era globalisasi dan dampaknya terhadap integritas bangsa. Salah satu faktor penyebab keadaan ini adalah karena pemahaman masyarakat yang masih bias dan tidak utuh akan makna nasionalisme, disamping faktor-faktor lainnya, baik faktor politis, ekonomis maupun psikologis seperti masalah:

1. Pembangunan ekonomi yang tidak merata;

2. Kebijakan dalam bidang pendidikan yang tidak terarah;

3. Kurangnya penghayatan masyarakat atas arti sejarah perjuangan

bangsa;

4. Persaingan yang tidak sehat antar kelompok-kelompok politik, dsb.

Fenomena yang terjadi sekarang ini adalah bahwa pemahaman masyarakat atas makna nasionalisme sudah cenderung dikotomis. Di satu sisi, nasionalisme dimaknai dengan sangat luas (trans-nasionalisme) yang menganggap bangsa Indonesia hanya merupakan bagian dari masyarakat global sehingga harus mengikuti kaedah-kaedah global tersebut. Pemahaman seperti ini tidak lagi mengakui adanya konsep negara bangsa (nation-state), melainkan berpandangan bahwa seluruh masyarakat dunia adalah satu komunitas bersama. Di sisi lain, timbul pemahaman atas makna nasionalisme yang sangat sempit, yang memaknai nasionalisme sebagai ikatan-ikatan primordial (etno-nasionalisme) sebagai unsur pembentuk identitas kebangsaan.

Apabila dicermati secara jernih, kedua pemahaman ini sebenarnya bersifat sejalan dan saling melengkapi (komplementer) sehingga tidak perlu dipisah-pisahkan apalagi dipertentangkan. Oleh sebab itu, di era globalisasi ini kita perlu melakukan redefinisi atas makna nasionalisme. Redefinisi tersebut harus bersifat holistik dan komprehensif, karena kita tidak akan mungkin dapat memilih hanya salah satu dari kedua pemahaman tersebut dimana konsekuensinya bisa sangat merugikan bagi bangsa Indonesia sendiri. Apabila kita hanyut dalam pemahaman yang pertama (trans-nasionalisme), akan mengakibatkan lunturnya rasa nasionalisme dan patriotisme. Sebaliknya jika larut dalam pemahaman yang kedua (etno-nasionalisme), akan menyebabkan tumbuhnya rasa nasionalisme yang picik.

Bertolak dari pemikiran ini, maka kini dapat dimunculkan sebuah paradigma baru atas makna nasionalisme yang kiranya relevan dengan era globalisasi sekarang ini. Di era globalisasi, semangat nasionalisme harus dapat diartikan sebagai kemampuan segenap komponen bangsa Indonesia untuk bersikap kritis terhadap globalisasi. Sikap kritis tersebut tidak berarti menolak globalisasi secara keseluruhan tetapi harus diiringi dengan berbagai agenda untuk membangun keunggulan kompetitif bangsa. Sikap latah yang menerima globalisasi secara salah dan berkiblat kepada pihak asing harus ditinggalkan. Kata kunci untuk dapat mengaplikasikan nasionalisme seperti ini adalah profesionalisme.

Dengan demikian, nasionalisme harus dilengkapi dengan sikap profesionalisme agar mampu memicu spirit kebangsaan dan menjadi kompas atau cermin yang merefleksikan arah dan dinamika bangsa dalam rangka menempatkan posisi serta meraih setiap peluang yang dimunculkan globalisasi guna terciptanya kehidupan masyarakat yang makmur dan sejahtera. Yang tidak kalah pentingnya diingat bahwa wujud nasionalisme tersebut tidak hanya sebatas perkataan atau simbol-simbol yang bersifat formal, tetapi harus dibuktikan dalam perilaku nyata (konkrit).

B. Pembangunan yang Merata dan Berkeadilan

Agenda utama bangsa Indonesia pasca kolonialisme adalah mengisi kemerdekaan yang telah berhasil diraih tersebut dengan pembangunan guna mewujudkan masyarakat yang makmur dan sejahtera. Kemerdekaan bukanlah tujuan utama bagi bangsa Indonesia, melainkan hanya sebagai jembatan emas untuk menciptakan keadaan yang lebih baik, yaitu masyarakat yang hidup sejahtera, baik materil maupun spiritual. Hakekat kemerdekaan adalah menciptakan kesejahteraan dan kemakmuran yang merata bagi segenap komponen bangsa.

Oleh sebab itu, dalam rangka mengisi kemerdekaan tersebut rasa nasionalisme dalam diri setiap warga bangsa harus senantiasa eksis sehingga mampu memberikan warna dalam setiap tahapan pembangunan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia. Semangat nasionalisme tersebut harus tetap diaktualisasikan guna menopang setiap tahapan pembangunan yang dilaksanakan bersama, yang diwujudkan dengan cara ikut serta berpartisipasi dalam mengisi pembangunan sesuai dengan peran masing-masing dalam masyarakat. Dengan demikian rasa nasionalisme akan mampu memberikan sumbangsihnya dalam pembangunan bangsa dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat seutuhnya.

Namun setelah hampir 63 tahun merdeka dan melaksanakan pembangunan, harus diakui bahwa tujuan, bahkan harapan, untuk terciptanya masyarakat Indonesia yang hidup sejahtera belum sepenuhnya tercapai. Faktor penyebab keadaan ini adalah karena pembangunan yang dilaksanakan, baik kebijakan maupun strateginya, tidak tepat arah dan tidak sesuai dengan tujuan pembangunan itu sendiri, sehingga tidak mampu memberikan hasil yang merata dan hanya menguntungkan segelintir orang saja. Pembangunan yang tidak merata tersebut pada akhirnya telah menciptakan kesenjangan sosial ekonomi yang sangat tinggi di dalam masyarakat. Akibatnya, masyarakat yang tidak dapat menikmati hasil pembangunan tersebut akan merasa tidak diperhatikan oleh negara, bahkan sangat mungkin mereka tidak lagi merasa menjadi bagian dari negara Indonesia. Ironisnya, keadaan ini justru semakin diperparah oleh perilaku kalangan elite politik dan elite kekuasaan yang terlibat dalam praktik-praktik negatif kekuasaan seperti praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), buruknya kinerja para birokrat, elite politik maupun aparat hukum, yang berakibat semakin menguatnya gejala ketidakpatuhan sosial dalam masyarakat.

Untuk dapat keluar dari permasalahan ini, maka harus segera dilakukan reorientasi dalam kebijakan pembangunan, yang diikuti dengan perubahan sikap mental setiap aktor pelaksana pembangunan itu sendiri. Langkah tersebut perlu dilakukan karena kemiskinan (dan keterbelakangan) sebagai dampak dari pembangunan yang tidak merata tersebut, terkadang lebih menyakitkan daripada penjajahan. Oleh sebab itu harus diusahakan agar pembangunan yang kita laksanakan mampu memberikan hasil dan manfaat yang merata bagi seluruh warga masyarakat, dan penerapannya harus bertumpu pada penghargaan terhadap manusia dan kemanusiaan. Pembangunan yang kita laksanakan tersebut jangan sampai mengorbankan masyarakat Indonesia sendiri.

Selain itu, bangsa Indonesia juga harus cerdik dalam mengelola setiap peluang yang timbul dari globalisasi. Kita harus sadar bahwa era globalisasi telah mengantarkan dunia ke arah persaingan antar bangsa dan negara dimana dimensi utamanya terletak pada bidang ekonomi, budaya dan peradaban. Konsekuensinya, tinggi rendahnya harkat, derajat dan martabat suatu bangsa akan diukur dari tingkat kesejahteraan, budaya dan peradaban bangsa tersebut (Dadang Iskandar, 2007). Dalam keadaan ini semangat nasionalisme diharapkan mampu mengawal dinamika dan pembangunan dalam segala bidang kehidupan yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia sendiri.

C. Pendidikan yang Mencerdaskan Bangsa

Kualitas SDM bangsa Indonesia yang masih sangat rendah sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari realita bahwa kebijakan pendidikan yang kita laksanakan selama ini telah jatuh ke dalam corak pendidikan yang pragmatis dan tidak sesuai lagi dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Apabila kondisi ini tidak segera diperbaiki maka bangsa Indonesia akan tetap menjadi bangsa yang terbelakang di era globalisasi ini, sehingga tidak akan pernah mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lainnya. Oleh karena itu sekarang ini sangat diperlukan langkah-langkah strategis dan upaya-upaya konkrit untuk dapat meningkatkan kualitas SDM bangsa Indonesia tersebut.

Salah satu langkah strategis tersebut adalah melalui pengembangan suatu paradigma pendidikan yang dapat menimbulkan suasana berbagi (the spirit of sharing) di sekolah antara guru dan murid. Dengan sikap seperti ini, kegiatan mengajar akan menjadi kegiatan berbagi pengetahuan dan ketidaktahuan (sharing of knowladge and ignorance) dan bukan semata-mata sebagai kegiatan mentransfer ilmu. Pendidikan harus dapat dijadikan sebagai sebuah upaya membangun identitas bangsa dan sebagai filter dalam menyeleksi pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia sendiri. Dalam kondisi ini pendidikan akan berfungsi mencerdaskan anak bangsa sehingga mampu menghasilkan manusia-manusia yang berdaya guna dalam kehidupan manusia, yang pandai dan mampu mengelola segala potensi yang dimiliki bangsa ini untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Hanya dengan pendidikan masyarakat dapat tercerahkan dan terbebaskan dari keterbelakangan (kebodohan). Kebangkitan kita sebagai sebuah bangsa bukan dilaksanakan melalui politik kekerasan atau kekuatan massa, tetapi melalui pendidikan. Kita harus menyadari bahwa ukuran kebangkitan nasional di era globalisasi ini adalah menjadi bangsa yang modern dan syarat untuk menjadi bangsa modern adalah melalui penguasaan iptek. Akhirnya kata kunci untuk mengakhiri keterpurukan bangsa ini adalah melalui pendidikan, yang diharapkan mampu menghasilkan pribadi yang unggul dan partisipatoris dalam kehidupan masyarakat.[footnoteRef:9]4 [9: 4 Copyright Lbhmawarsaron.or.id. Nasionalisme Dan Integritas Bangsa Di Era Globalisasi. Diakses tanggal 8 November 2011]

[footnoteRef:10]5Dalam masyarakat nasionalisme juga berperan, tapi berperannya nasionalisme dalam masyarakat bukan sebagai satu paham yang harus mempertahankan kedaulatan sebuah negara dengan cara mewujudkan suatu konsep, melainkan terciptanya sifat-sifat dalam masyarakat tersebut sehingga terwujudnya suatu konsep dalam negara, yang pada akhirnya menajadi nasionalisme sifat- sifat yang tertanam pada masyarakat tersebut sebagai berikut : [10: 5 Copyright 2009 Yudhi'm Blog. Nasionalisme. Diakses tanggal 8 November 2011]

1. Berbuat kebaikan

Kebajikan dapat diartikan kebaikan, sesuatu yang mendatangkan kebaikan keselamatan, keuntungan, dan kebahagiaan. Kebaikan adalah realisasi dari cita-cita atau apa yang dicita-citakan. Kebaikan bersumber pada unsur budaya budaya, yaitu karsa.Berbuat baik berarti kebaikan berbuat buruk berarti kesengsaraan, tidak bahagia. Kebaikan itu datang dari manusia itu sendiri ini memang benar karena manusia itu mahluk sosial yang mempunyai kebutuhan dan kebutuhan itu terpenuhi karena mereka hidup bermasyarakat.

2. Bertanggung Jawab

Konsep tanggung jawab muncul berkenaan dengan pemenuhan kewajiban secara wajar atau seharusnya sesuai dengan norma kehidupan. Memenuhi kewajiban sesuai dengan norma kehidupan sesuai kehidupan disebut tanggung jawab (responsbility), hal ini adalah wajar. Pemenuhan kewajiban tidak wajar atau tidak sesuai dengan norma kehidupan, ini disebut tanggung jawab negatif bersifat tidak sempurna (Incomplete responsbility). Tidak sempurna artinya ada kekurangannya, ada cacatnya, bahkan tidak ada pemenuhan sama sekali. Tanggung jawab negative lazim disebut tidak bertanggung jawab (Unresponsibility). Tidak sesuai dengan norma kehidupan artinya dipenuh, tetapi kurang; atau dipenuhi, tetapi keliru; atau dipenuhi tetapi cacat; atau tidak dipenuhi sama sekali, hal ini adalah tidak wajar

3. Memelihara keindahan dan estetika

Keindahan berasal dari kata dasar indah, yang dapat diartikan bagus, cantik, molek, elok, dan permai, yaitu sifat yang menyenangkan, mengembirakan, menarik perhatian, dan berupa benda, ciptaan, perbuatan, atau keadaan. Melalui pancaindera unsur rasa dalam diri manusia berkomunikasi itu merupakan penilaian atau penanggapan itu disebut nilai. Keindahan merupakan konsep abstrak yang tidak mempunyai arti apa-apa karena tidak dihubungkan dengan suatu bentuk.

4. Konsep Kasih Sayang

Kasih sayang merupakan konsep yang mengandung arti psikologis yang dalam. Mungkin baru dapat dipahami makna yang jelas apabila konsep tersebut sudah diwujudkan dalam bentuk sikap, tingkah laku, dan perbuatan manusia terhadap manusia yang lainnya, atau terhadap alam lingkungnya, atau terhadapTuhan. Kasih sayang yang dilengkapi dengan tanggung jawab menciptakan keserasian, keseimbangan, dan kedamaian antara sesama manusia, antara manusia dan alam lingkungan, serta antara manusia dan Tuhan.

5. Konsep Keindahan dan Keadilan

Adil adalah sifat perbuatan manusia. Menurut arti katanya, Adil artinya tidak sewenang-wenang kepada diri sendiri maupun kepada pihak lain itu meliputi anggota masyarkat, alam lingkungan, dan Tuhan Sang Pencipta. Jadi, konsep adil berlaku kepada diri sendiri sebagai induvidu, dan kepada pihak lain sebagai anggota masyarakat, alam lingkungan dan Tuhan Sang Pecipta.

Tidak sewenang-wenang dapat berupa keadaan yang :

a. Sama (seimbang), nilai bobot yang tidak berbeda

b. Tidak berat sebelah, perlakuan yang sama, tidak pilih kasih;

c. Wajar, seperti ada adanya, tidak menyimpang, tidak lebih dan tidak kurang

d. Patut /layak, dapat diterima karena sesuai, harmonis, dan Proporsional

e. Perlakuan kepada diri sendiri, sama seperti perlakuan kepada pihak lain dan sebaliknya.

Dalam konsep adil berlaku tolak ukur yang sama kepada pihak berbuat dan kepada pihak lain terhadap mana perbuatan ini ditunjukan. Implikasi perlakuan kepada pihak lain. Bagaimana berbuat adil kepada pihak lain jika kepada diri sendiri saja sudah tidak adil. Konsep adil (tidak sewenang-wenang) baru jelas bentuknya apabila sudah diwujudkan dalam perbuatan nyata dan nilai yang dihasilkannya atau akibat yang ditimbulkannya. Situasinya dan kondisi nyata juga ikut menentukan perbuatan manusia.[footnoteRef:11]5 [11: 5 Copyright 2009 Yudhi'm Blog. Nasionalisme. Diakses tanggal 8 November 2011]

[footnoteRef:12]6Era globalisasi juga sangat berpengaruh besar terhadap kualitas seorang mahasiswa. Tidak banyak dari mahasiswa sekarang yang senang mengikuti kegiatan-kegiatan organisasi kemahasiswaan dan kegiatan pengembangan penalaran, minat-bakat, kesejahteraan dan kepedulian social. Mayoritas Mayoritas mahasiswa juga hanya berkutat pada nilai akademis. Semestinya, bidang akademik dan non-akademik merupakan kesatuan yang integral. Mahasiswa merupakan kekuatan moral atau ujung tombak bagi perguruan tinggi. Sebagai ujung tombak kemajuan, mahasiswa sangat dibutuhkan masyarakat. Sebab itu, mahasiswa harus aktif. Mahasiswa belum dikatakan aktifis jika hanya aktif secara akademika saja. Melainkan juga berorganisasi, baik di kampus maupun masyarakat. Aktivitas kurikuler dan ekstrakurikuler pun harus berjalan seimbang dan maksimum. Tidak ada yang dikorbankan. Sebagai agen perubahan, ia diharapkan bermanfaat tidak hanya bagi diri sendiri, tapi juga membaur dan bermanfaat bagi masyarakat. Mahasiswa sebagai agent of social change adalah perubah dan pelopor ke arah perbaikan bangsa. Kendati demikian, paradigma ini belum menjadi kesepakatan bersama antarmahasiswa. Sebab, sebagian mahasiswa masih apriori (cuek) terhadap eksistensi diri sebagai mahasiswa. Bahkan, tak mau tahu-menahu keadaan masyarakat sekitar. Bagi mereka, terpenting adalah duduk di bangku kuliah lantas cepat pulang kr rumah. Ada elemen lain yang lebih penting. Di antaranya; pertama, soft skill. Ini menyangkut kemampuan berkomunikasi, bahasa, bekerja dalam tim, serta kemampuan memimpin dan dipimpin. Kemampuan soft skill tidak diajarkan lewat bangku kuliah. Tetapi, dapat dipelajari sendiri melalui berdiskusi dengan segenap elemen masyarakat kampus. Kampus sebagai miniature masyarakat, di dalamnya terdapat warga yang cukup heterogen, baik dari sisi latar belakang profesi orang tua, agama, suku dan lainnya. Melaluinya, mahasiswa dalam berosialisasi dapat menempatkan diri sesuai kapasitas yang dihadapi. Selain itu, juga dapat dikembangkan lewat organisasi kemahasiswaan, mata kuliah penyuluhan, praktek penyuluhan atau sosialisasi, magang kerja di kampus atau di luar kampus (KKL). Juga turut serta pada penelitian dan pengabdian dosen. Di sana, mahasiswa dapat mengembangkan diri. Kedua, mahasiswa diharapkan mampu berintegrasi, menganalisis situasi, eksplorasi potensi serta kebutuhan dari wilayah yang akan dijadikan target pengabdian (kemampuan berpikir kritis). Mahasiswa perlu menyatukan diri dengan masyarakat dan realitas kehidupan. Kemampuan berfikir kritis diperlukan untuk mengidentifikasi penyebab masalah untuk menemukan solusi dan menentukan pilihan untuk perubahan. Kegiatan dapat berjalan apabila analisis antara mahasiswa dengan masyarakat, saling bersinergi. Ketiga, mampu memotivatori agar masyarakat bersedia bergotong royong membangun wilayahnya. Selain terjun langsung, mahasiswa harus mampu menyatukan berbagai elemen masyarakat yang berbeda ras, suku dan aliran agama. Tidak seperti ketika KKN, sementara mahasiswa bekerja, masyarakat malah menonton. Kemampuan melobi (soft skill) sangat diuji dalam kondisi ini. Keempat, mampu mengaplikasikan ilmu dan teknologi untuk kemudian diadopsi masyarakat setempat, bahkan menjadikan embrio unit usaha masyarakat sehingga menyerap tenaga kerja dan menambah penghasilan. Misalnya, membentuk koperasi simpan pinjam, menyulap enceng gondok menjadi aneka kerajinan, mampu menyulap sampah rumah tangga menjadi pupuk organik. Prinsipnya, tidak asal kegiatan berjalan, tanggung jawab kelar. Namun, pastikan terjadi keberlanjutan oleh masyarakat. PKM sebagai ruh gerakan kemahasiswaan, bukanlah event atau program semata. Tetapi seharusnya, ada nilai pada setiap kegiatan kemahasiswaan. Dengan dasar nilai pengabdian, kegiatan tidak semata terselenggara, tapi menimbulkan hasil nyata, terasa dan bermanfaat bagi orang lain. Mahasiswa ideal, tidak hanya mampu mengukir prestasi untuk kampusnya, tapi juga merubah dan bermanfaat bagi masyarakat. Jika mahasiswa mampu melaksanakan PKM, ada jaminan baginya untuk dapat mengarungi kehidupan bermasyarakat setelah menyandang gelar Sarjana ataupun Diploma. Maka mahasiswa harus mampu menyesuaikan diri dengan perubahan properti zaman, baik KBK atau lapangan kerja. Tugas utamanya bukan hanya mengkritisi situasi sosial di luar, namun juga meningkatkan kualitas diri. Jika terlena, akan terjebak pada dangkalnya analisis dan molornya masa studi. Mahasiswa harus ahli dan terampil di bidangnya. Ini bisa sukses jika gerakannya dilandasi ideologi. Ingat, organisasi tanpa ideologi bak zombie (mayat hidup); bergerak tanpa jiwa dan sangat mudah ditunggangi oleh pihak lain.[footnoteRef:13]6 [12: 6 www.umk.ac.id.Info Muria / Edisi V/ Mei-Juli 2011. Diakses tanggal 8 November 2011] [13: 6 www.umk.ac.id.Info Muria / Edisi V/ Mei-Juli 2011. Diakses tanggal 8 November 2011]

[footnoteRef:14]7DATA POLITIK UMUM: NASIONALISME RAKYAT DALAM ERA GLOBALISASI [14: 7 Harian Kompas/ Sabtu, 18 Agustus 2007. Nasionalisme dan Jati Diri Bangsa di Era Global Diakses tanggal 8 November 2011]

Data tentang Nasionalisme Rakyat dalam Era Globalisasi

Hasil Jejak Pendapat Harian Kompas

Makin Kuat

Makin Lemah

Tidak tahu/tidak jawab

Tenggang rasa dan solidaritas social

23,7 %

74,3 %

2,0 %

Toleransi terhadap perbedaan suku dan etnis

36,1 %

62,8 %

1,1 %

Toleransi terhadap perbedaan agama

45,8 %

52,9 %

1,3 %

Nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari

25,4 %

72,9 %

1,7 %

Sumber data: Jejak Pendapat harian kompas/ Sabtu, 18 Agustus 2007.

Ancaman

Bukan ancaman

Tidak tahu/tidak jawab

Menguatnya sentiment kedaerahan

77,5 %

20,4 %

2,1 %

Menguatnya sentiment keagamaan

72,2 %

25,7 %

2,1 %

Globalisasi/masuknya budaya dan ekonomi asing

62,0 %

35,6 %

2,4 %

Kurangnya perhatian terhadap budaya local

77,3 %

21,2 %

1,5 %

Tiadanya kepemimpinan bangsa yang kuat

88,8 %

9,8 %

1,4 %

Sumber data: Jejak Pendapat harian kompas/ Sabtu, 18 Agustus 2007.[footnoteRef:15]7 [15: 7 Harian Kompas/ Sabtu, 18 Agustus 2007. Nasionalisme Rakyat dalam Era GlobalisasiDiakses tanggal 8 November 2011]

[footnoteRef:16]8Pada abad ke-21, negara-negara berkembang harus mewaspadai adanya tren globalisasi di segala bidang dengan kemajuan teknologi dan perkembangan dunia yang seolah-olah membuat batas-batas negara dan kedaulatan negara menjadi kabur, bahkan dalam bidang ekonomi dinyatakan kini dunia menjadi tanpa batas. Negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, harus mewaspadai globalisasi karena ketidak/kekurang-mampuan dalam menghadapi persaingan dengan negara-negara maju. Negara-negara maju menguasai dunia dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi didukung oleh sumber daya manusia yang handal, sementara negara berkembang masih mengandalkan luas wilayah, kekayaan alam, dan jumlah penduduk. [16: 8 2007 Sekretariat Negara Republik Indonesia. Nasionalisme dan Jati Diri Bangsa di Era Global Diakses tanggal 8 November 2011]

Di sisi lain, sampai kapan pun, di dunia ini akan senantiasa terdapat berbagai bangsa dan negara, dengan ciri khas dan kepentingannya masing-masing. Globalisasi tidaklah menyebabkan lenyapnya bangsa-bangsa dan mengecilnya peran negara. Dunia kita sekarang, semakin mengarah kepada kemitraan dan kerja sama. Masing-masing bangsa dan negara makin menyadari, bahwa mereka tidak mungkin hidup sendiri, tanpa bergantung kepada yang lain. Kerja sama antarbangsa dan antarnegara memang memerlukan penguatan ke dalam. Dengan demikian, posisi tawar dalam kerja sama itu, dapat ditingkatkan untuk mencegah terjadinya ketimpangan dan ketidakadilan. Karena itu, semangat kebangsaan dalam sebuah bangsa tetap relevan dengan dunia masa kini. Bagi Indonesia, rumusan paham kebangsaan telah dirumuskan dengan jelas di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Membangun sebua Negara kebangsaan yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Membina persahabatan dalam pergaulan antar bangsa. Menciptakan perdamian dunia yang berlandaskan keadilan. Menolak penjajahan dan segala bentuk eksploitasi yang bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.

Upaya mengembangkan paham kebangsaan itu, dengan sendirinya akan menyesuaikan diri dengan tantangan perubahan zaman. Namun, esensinya sama sekali tidak berubah. Nasionalisme harus memperkuat posisi ke dalam, dengan memelihara dan mempertahankan kedaulatan dan integritas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Esensinya adalah berjuang membangn kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis, menegakkan hukum, dan membangun ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Esensi ini tidak akan berubahuntuk selama-lamanya.

Memang, di era global, kita harus dapat emberikan makna baru kepada paham dan semangat nasionalisme. Kalau dulu, paham dan semangat itu kita jadikan landasan untuk mengusir penjajah, sekarang harus kita jadikan landasan untuk membangun bangsa, agar kita menjadi bangsa yang maju, terhaormat, dan bermartabat. Globalisasi harus dimaknai dengan kepiawaian untuk tidak menelan bulat-bulataturan main Negara maju. Diperlukan ketetapan strategi dan kerja sama negara-negara yang juga terancam penjajahan gaya baru. Pemerintah Negara berkembang, tentunya dapat bersikap ramah terhadap investor asing tanpa harus kehilangan keberanian menegur pemerintah Negara yang berinvestasi jika kiprahnya merugikan.

Dalam kondisi globaisasi seperti yang saya uraikan diatas, maka pengertian dari kemandirian suatu bangsa itu, perlu disesuaikan. Kemandirian suatu bangsa mengandung arti bahwa bangsa itu benar-benar mandiri secara sepenuhnya sekarang tidak relevan lagi. Tidak ada satu pun bangsa di dunia ini yang benar-benar mandiri secara sepenuhnya dalam berbagai bidang. Marilah kita tengok kondisi kemandirian bangsa kita saat ini. Lebih dari satu dasawarsa, sejak bangsa kita dilanda krisis multidimensional, sejak 1997 hingga sekarang, kita telah mampu bangkit dan berdiri. Sejak Pak Harto menyatakan berhanti dari jabatannya sebagai presiden, pemerintah yang dipimpin oleh Presiden B. J. Habibie, KH. Abdurrahman Wahid, Ibu Megawati Soekarnoputri, hingga Dr. Susilo Bambang Yudhoyono, telah bekerja keras memulihkan keadaan. Kondisi social, ekonomi, politik, dan budaya bangsa kita. Demokrasi tumbuh mekar. Ekonomi mulai bangkit. Tatanan politik, telah mengalami perubahan dari sentralistis menjadi desentralistis. Kinerja perekonomian semakin membaik.

Namun, tentu saja tantangan era global yang kita hadapi ke depan tidaklah ringan. Pengaruh dari krisis globalisasi dapat saja berdampak pada situasi perekonomian dan politik di tanah air. Sebut saja, misalnya, melambungnya harga minyak dunia yang mencapai lebih dari US$ 100 per barrel; krisis finansial (subprime mortgage) di Amerika Serikat; perubahan iklim global (global climate change); hingga konflik yang terjadi di Timur Tengah. Mau tidak mau, suka atau tidak suka, semuanya itu berpengaruh terhadap kondisi politik, ekonomi, dan sosial budaya di tanah air. Naiknya harga minyak dan pangan dunia, telah berimbas pada kondisi ekonomi di negara kita. Dari sisi perekonomian, kita mengalami tekanan berupa kenaikan subsidi BBM dalam APBN, kenaikan biaya produksi di bidang industri, serta melemahnya pasar ekspor khususnya ke Amerika.

Di sisi lain, kita pun tengah menjalani proses reformasi. Negara kita tumbuh menjadi Negara demokrasi dan melakukan desentralisasi secara luas. Dengan sistem demokrasi dan desentralisasi yang begitu besar, tuntutan masyarakat muncul untuk dipuskan secara ekonomi dan politi. Oleh karena itu, untuk mewujudkan bangsa yang mandiri dan bermartabat, maka sebagaimana telah dinyatakan pada Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025, pemerintah telah menetapkan misi pembangunan nasional sebagai upaya untuk memperkuat kemandirian bangsa. Ada pun misi pembangunan nasional kita itu, adalah:

Pertama, mewujudkan masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.

Kedua, mewujudkan bangsa yang berdaya saing dengan mengedepankan pembangunan sumber daya manusia berkualitas.

Ketiga, mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum dengan terus memantapkan kelembagaan demokrasi yang lebih kokoh.

Keempat, mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu dengan membangun kekuatan TNI hingga melampaui kekuatan esensial minimum, serta disegani di kawasan regional dan internasional.

Kelima, mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan dengan terus meningkatkan pembangunan daerah; mengurangi kesenjangan sosial secara menyeluruh, keberpihakan kepada masyarakat, kelompok dan wilayah/daerah yang masih lemah.

Keenam, mewujudkan Indonesia asri dan lestari dengan terus memperbaiki pengelolaan pelaksanaan pembangunan yang dapat menjaga keseimbangan antara pemanfaatan, keberlanjutan, keberadaan, dan kegunaan sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Ketujuh, mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional, dan

Kedelapan, mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional, dengan memantapkan diplomasi Indonesia dalam rangka memperjuangkan kepentingan nasional; melanjutkan komitmen Indonesia terhadap pembentukan identitas dan pemantapan integrasi internasional dan regional; serta mendorong kerja sama internasional, regional, dan bilateral antarmasyarakat, antarkelompok, serta antarlembaga di berbagai bidang.

Kemandirian, merupakan konsep yang dinamis, karena kehidupan dan kondisi saling ketergantungan senantiasa berubah, baik konstelasi, pertimbangan, maupun nilai-nilai yang mendasari dan mempengaruhinya. Sebuah bangsa mandiri adalah bangsa yang mampu mewujudkan kehidupannya sejajar dan sederajat dengan bangsa-bangsa lain yang telah maju. Untuk membangun kemandirian seperti itu, mutlak dibangun kemajuan ekonomi dan kemampuan untuk berdaya saing. Kemajuan ekonomi dan kemampuan berdaya saing, menjadi kunci untuk mencapai kemajuan sekaligus kemandirian.

Kemandirian suatu bangsa tercermin, antara lain, pada ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu memenuhi tuntutan kebutuhan dan kemajuan pembangunannya; kemandirian aparatur pemerintah dan aparatur penegak hukum dalam menjalankan tugasnya; ketergantungan pembiayaan pembangunan yang bersumber dari dalam negeri yang makin kokoh sehingga ketergantungan kepada sumber dari luar negeri menjadi kecil; dan kemampuan memenuhi sendiri kebutuhan pokok. Secara lebih mendasar lagi, kemandirian sesungguhnya mencerminkan sikap seseorang atau sebuah bangsa mengenai dirinya, masyarakatnya, serta semangatnya dalam menghadapi berbagai tantangan. Karena menyangkut sikap, kemandirian pada dasarnya adalah masalah budaya dalam arti seluas-luasnya. Sikap kemandirian harus dicerminkan dalam setiap aspek kehidupan, baik hukum, ekonomi, politik, sosial budaya, maupun pertahanan keamanan. Dan jika kedelapan poin itu (misi pembangunan) dapat kita wujudkan bersama, insya Allah, kita akan dapat memperkokoh nasionalisme dan memperkuat jati diri bangsa untuk menjadi bangsa yang mandiri, maju, dan bermartabat di tengah pusaran arus global.[footnoteRef:17]8 [17: 8 2007 Sekretariat Negara Republik Indonesia. Nasionalisme dan Jati Diri Bangsa di Era Global Diakses tanggal 8 November 2011]

DAFTAR PUSTAKA

Copyright Lbhmawarsaron.or.id. Nasionalisme Dan Integritas Bangsa Di Era Globalisasi Diakses tanggal 8 November 2011

Copyright 2009 Yudhi'm Blog. Nasionalisme. Diakses tanggal 8 November 2011

Harian Kompas/ Sabtu, 18 Agustus 2007. Nasionalisme dan Jati Diri Bangsa di Era Global Diakses tanggal 8 November 2011http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0605/20/opini/2660411.htm. Nasionalisme di EraGlobalisasi. Diakses tanggal 8 November 2011

http://wikipedia.org/wiki/nasionalisme, 8 November 2011.

http://www.wikimu.com, Diakses tanggal 8 November 2011

www.umk.ac.id.Info Muria / Edisi V/ Mei-Juli 2011. Diakses tanggal 8 November 2011

2007 Sekretariat Negara Republik Indonesia. Nasionalisme dan Jati Diri Bangsa di Era Global Diakses tanggal 8 November 2011