pancasila dan konflik suku
TRANSCRIPT
MAKALAH PANCASILA
KONFLIK PERANG SUKU DI LAMPUNG SELATAN
BERKAITAN DENGAN
PANCASILA SILA KETIGA
Disusun oleh :
Iqromatul Fadliyah 12/333840/TK/40182
Kartika Vina Pramita 12/333511/TK/39862
Novita Aryani 12/333023/TK/39654
Nurul Indri Astuti 12/333815/TK/40157
Rahmatika Linggar 12/333660/TK/40010
Raudah Husna 12/333135/TK/39665
Retno Agus Pratiwi 12/333239/TK/39671
Rizki Iman Sari 12/333727/TK/40070
Ulfah Syahlianawati 12/333140/TK/39666
KASUS
Perang Suku di Lampung – Sebuah Dendam Lama
Provinsi Lampung yang berada di ujung timur pulau sumatera ini memang memiliki keunikan
tersendiri jika dibandingkan dengan provinsi lainnya di sumatera. Di provinsi yang berpenduduk
7.608.405 jiwa (sensus 2010) ini ditempati oleh berbagai suku, selain suku asli lampung sendiri di
provinsi tersebut juga banyak penduduk / suku yang berasal dari Semendo (sumsel), Bali, Lombok,
Jawa, Minang/Padang, Batak, Sunda, Madura, Bugis, Banten, Palembang, Aceh, Makassar, warga
keturunan, dan Warga asing (China, Arab)
Salah satu keunikan lainnya dari provinsi lampung ialah banyak nama daerah / kecamatan nya
yang dinamai seperti nama daerah di pulau jawa, seperti bantul, wates, wonosari, sidoarjo dsb. Hal
tersebut bisa terjadi karena memang sejak zaman dahulu ( belanda ) provinsi lampung adalah salah
satu tempat tujuan transmigrasi besar – besaran dari tanah jawa. Bahkan banyak masyarakat
Lampung suku Jawa yang belum pernah menginjakkan kakinya di Pulau Jawa.
Jika Anda berkunjung ke Lampung, jangan heran menyaksikan jumlah suku asli lampung lebih sedikit
dibandingkan suku-suku pendatang lainya. Bahasa yang digunakan sehari – hari pun adalah bahasa
Indonesia, berbeda dengan provinsi yang bertetangga dengan lampung seperti bengkulu dan
sumatera selatan yang masih menggunakan bahasa daerah masing – masing sebagai alat komunikasi.
Bahkan di beberapa kota / daerah di lampung bahasa jawa digunakan sebagai bahasa komunikasi.
Tentunya dengan berbaurnya berbagai macam suku tersebut maka tingkat kecenderungan
untuk terjadinya konflik pun semakin tinggi. Sebenarnya konflik – konflik antar suku sudah sering
terjadi di provinsi lampung baik itu antara suku asli lampung dengan bali seperti yang terjadi saat ini,
maupun jawa dengan bali atau lampung dengan jawa. Kenapa hanya ketiga suku tersebut yang sering
terlibat konflik ? ya memang karena ketiga suku tersebutlah populasinya yang paling banyak
Di beberapa daerah di lampung kita bisa menemukan sebuah desa yang seluruh penduduknya
berisi orang bali. Di tempat tersebut juga biasanya terdapat sebuah pura besar tempat mereka
melakukan kegiatan agama, sama persis seperti keadaan di bali.
Pada sisi lain masyarakat asli Lampung yang memiliki falsafah hidup fiil pesenggiri dengan
salah satu unsurnya adalah ”Nemui-nyimah” yang berarti ramah dan terbuka kepada orang lain, maka
tidak beralasan untuk berkeberatan menerima penduduk pendatang. Tetapi dengan seiring waktu
falsafah hidup tersebut mulai luntur dikarenakan berbagai macam hal.
Suku asli Lampung pada dasarnya bersikap sangat baik terhadap para pendatang, mereka
menyambut baik kedatangan para pendatang tersebut tetapi memang terkadang para pendatang lah
yang sering menyulut amarah penduduk asli lampung. Sebagai tuan rumah, suku asli lampung
tentunya tidak akan tinggal diam jika mereka merasa dihina oleh suku lain apalagi hal tersebut
berkaitan dengan masalah •harga diri.
Konflik antar suku dilampung memang bukan merupakan sebuah hal baru, konflik tersebut
sudah pernah terjadi sebelumnya dan pemicunya hanyalah berawal dari masalah sepele. Bahkan di
tempat yang sama dengan saat ini terjadi perang suku saat ini yaitu di Sidorejo kecamatan Sidomulyo
juga pernah terjadi pada bulan januari 2012 kemarin, pemicunya adalah perebutan lahan parkir.
Berikut ini beberapa perang antar suku yang pernah terjadi di Lampung :
• Pembakaran pasar Probolinggo Lampung Timur oleh suku bali.
• 29 Desember 2010 : Perang suku Jawa / Bali vs Lampung berawal dari pencurian ayam.
• September 2011 : Jawa vs Lampung
• Januari 2012 : Sidomulyo Lampung Selatan Bali vs Lampung
• Oktober 2012 : Sidomulyo Lampung Selatan.
Konflik diatas adalah beberapa konflik yang terhitung besar, selain konflik besar yang pernah
terjadi diatas di lampung juga sering terjadi konflik – konflik kecil antar suku namun biasanya hal
tersebut masih bisa diredam sehingga tidak membesar.
Dari konflik – konflik kecil tersebut timbullah dendam diantara para suku – suku tersebut
sehingga jika terjadi insiden kecil bisa langsung berubah menjadi sebuah konflik besar.
Pengelompokan suku di daerah lampung memang sudah terjadi sejak lama, bahkan hal tersebut
sudah terjadi sejak mereka remaja. Di beberapa sekolah didaerah lampung anak – anak suku bali tidak
mau bermain / bersosialisasi dengan anak – anak suku lainnya begitu juga dengan anak – anak dari
suku jawa maupun lampung. Mereka biasanya berkelompok berdasarkan suku mereka sehingga jika
diantara kelompok tersebut terjadi perselisihan tentunya akan melibatkan suku mereka.
Terkait dengan bentrokan di Lampung Selatan, Berikut kronologis lengkap bentrok yang
merenggut 3 nyawa tersebut :
Pada hari Minggu tanggal 28 Oktober 2012 pukul 09.30 WIB di desa Sidorejo kecamatan
Sidomulyo kabupaten Lampung Selatan, telah terjadi bentrokan antara warga suku Lampung dan
warga suku Bali.
Kronologis kejadian : Pada hari Sabtu tanggal 27 Oktober 2012 pukul 17.30 WIB telah terjadi
kecelakaan lalu-lintas di jalan Lintas Way Arong Desa Sidorejo (Patok) Lampung Selatan antara
sepeda ontel yang dikendarai oleh suku Bali di tabrak oleh sepeda motor yang dikendarai An.
Nurdiana Dewi, 17 tahun, (warga Desa Agom Kec. Kalianda Kab. Lampung Selatan berboncengan
dengan Eni, 16 Th, (warga desa Negri Pandan Kec. Kalianda Kab. Lampung Selatan).
Dalam peristiwa tersebut warga suku Bali memberikan pertolongan terhadap Nurdiana Dewi
dan Eni, namun warga suku Lampung lainnya memprovokasi bahwa warga suku Bali telah memegang
dada Nurdiana Dewi dan Eni sehingga pada pukul 22.00 WIB warga suku Lampung berkumpul
sebanyak + 500 orang di pasar patok melakukan penyerangan ke pemukiman warga suku Bali di desa
Bali Nuraga Kec. Way Pani. Akibat penyerangan tersebut 1 (satu) kios obat-obatan pertanian
dan kelontongan terbakar milik Sdr Made Sunarya, 40 tahun, Swasta.
Pada hari Minggu tanggal 28 Oktober 2012 pukul 01.00 WIB, masa dari warga suku Lampung
berjumlah + 200 orang melakukan pengrusakan dan pembakaran rumah milik Sdr Wayan Diase.
Pada pukul 09.30 WIB terjadi bentrok masa suku Lampung dan masa suku Bali di Desa Sidorejo
Kecamatan Sidomulyo Kabupaten Lampung Selatan.
Akibat kejadian tersebut 3 (tiga) orang meninggal dunia masing-masing bernama: Yahya Bin
Abdul Lalung, 40 tahun, Tani, (warga Lampung) dengan luka robek pada bagian kepala terkena
senjata tajam, Marhadan Bin Syamsi Nur, 30 tahun, Tani, (warga Lampung) dengan luka sobek pada
leher dan paha kiri kanan dan Alwi Bin Solihin, 35 tahun, Tani, (warga Lampung), sedangkan 5 (lima)
orang warga yang mengalami luka-luka terkena senjata tajam dan senapan angin
masing-masing : An. Ramli Bin Yahya, 51 tahun, Tani, (warga Lampung) luka bacok pada punggung,
tusuk perut bagian bawah pusar, Syamsudin, 22 tahun, Tani, (warga Lampung) Luka Tembak Senapan
Angin pada bagian Kaki. Ipul, 33 tahun, Swasta, (warga Lampung) Luka Tembak Senapan Angin pada
bagian paha sebelah kanan dan Mukmin Sidik, 25 tahun, Swasta, (warga Lampung) luka Tembak
Senapan Angin di bagian betis sebelah kiri. Kasus ditangani Polres Lampung Selatan Polda Lampung.
PEMBAHASAN
Faktor penyebab konflik
1. Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan
Setiap manusia adalah individu yang unik,artinya setiap orang memiliki perasaan,logika yang
berbeda antara satu dan yang lainnya,perbedaan inilah yang sering menyebabkan konflik sosial,sebab
dalam menjalani hidup sosial seorang tidak selalu sejalan dengan orang yang lainnya.Misalkan ada
acara pesta hiburan ada yang merasa senang dengan pesta itu tetapi adapula yang terganggu dengan
acara itu karena berisik.
2. Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian
kelompoknya,pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan
individu yang dapat memicu konflik.
3. Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok
Manusia memiliki pendirian,logika dan perasaan yang berbeda maupun latarbelakang budaya
yang berbeda.Oleh sebab itu,dalam waktu yang bersamaan,masing-masing orang atau kelompok
memiliki kepentingan yang berbeda-beda.Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang
sama,tetapi untuk tujuan yang berbeda.
4. Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat
Perubahan adalah suatu yang lazim dan wajar terjadi,tetapi jika perubahan itu berlangsung
cepat atau bahkan mendadak,perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik
sosial.Misalnya,pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak
akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya
bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industi.Nilai-nilai yang
berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang
disesuaikan menurut jenis pekerjaannya.
Asumsi setiap orang memiliki kecenderungan tertentu menangani konflik,terdapat 5 kecenderungan
1. Penolakan (konflik menyebabkan tidak nyaman)
2. Kompetisi (konflik memunculkan pemenang)
3. Kompromi (ada kompromi & negosiasi dalam konflik untuk meminimalisasi kerugian)
4. Akomodasi (ada pengorbanan tujuan pribadi untuk mempertahankan hubungan)
5. Kolaborasi ( mementingkan dukungan & kesadaran pihak lain untuk bekerja bersama-sama)
Strategi penyelesaian konflik
Pendekatan penyelesaian konflik oleh pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi ialah
kerjasama dan tegas/tidak tegas.Dengan menggunakan kedua macam dimensi tersebut terdapat 5
macam pendekatan penyelesaian konflik ialah:
1. Kompetisi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan satu pihak mengalahkan atau mengorbankan yang
lain.Penyelesaian bentuk kompetisi dikenal dengan istilah Win-Lose Orientation.
2. Akomodasi
Penyelesaian konflik yang menggambarkan kompetisi bayangan cermin yang memberikan
keseluruhan penyelesaian pada pihak lain tanpa ada usaha memperjuangkan tujuannya sendiri.Proses
tersebut adalah taktik perdamaian.
3. Sharing
Suatu pendekatan penyelesaian konflik antara dominasi kelompok dan kelompok damai.Satu
pihak memberi dan yang lain menerima sesuatu,kedua kelompok berpikiran moderat,tidak
lengkap,tetapi memuaskan.
4. Kolaborasi
Bentuk usaha penyelesaian konflik yang memuaskan kedua belah pihak.Usaha ini adalah
pendekatan pemecahan problem(problem-solving approach)yang memerlukan integrasi dari kedua
pihak
5. Penghindaran
Menyangkut ketidakpedulian dari kedua kelompok.Keadaan ini menggambarkan penarikan
kepentingan atau mengacuhkan kepentingan kelompok lain.
Berfikir menang dan menang memang sikap hidup,suatu rancangan berfikir yang menyatakan
“saya dapat menang dan juga ,kita bisa menang”.berpikir berhasil memang dasar untuk
berdampingan dengan orang lain karena dimulai dari kepercayaan bahwa kita adalah setara,tidak ada
yang dibawah ataupun yang diatas.karena hidup bukanlah kompetisi,mungkin kita menjumpai
sekolah,tempat kerja adalah dunia yang penuh dengan kompetisi.tetapi sebenarnya kita sendirilah
yang menciptakan dunia kompetisi.Hidup sebenarnya adalah relasi dengan orang lain.
Kaitannya dengan Sila Ketiga : Persatuan Indonesia
Persatuan berasal dari kata satu, yang berarti utuh, tidak terpecah belah; persatuan
mengandung pengertian bersatunya bermacam corak yang beraneka ragam menjadi satu kebulatan.
Jadi, persatuan Indonesia ialah persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia. Bangsa
yang mendiami wilayah Indonesia ini bersatu karena didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan
yang bebas dalam wadah Negara yang merdeka dan berdaulat. Persatuan Indoneia merupakan factor
yang dinamis dalam kehidupan bangsa Indonesia, bertujuan memajukan kesejahteraan umum, dan
mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut mewujudkan perdamaian dunia yang abadi.
Persatuan Indonesia adalah perwujudan paham kebangsaan Indonesia yang dijiwai oleh
Ketuhanan Yang Maha Esa serta Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Karena itu, paham kebangsaan
Indonesia tidaklah sempit (chauvinistis), tetapi dalam arti menghargai bangsa lain sesuai dengan sifat
kehidupan bangsa itu sendiri.
Hakikat pengertian di atas sesuai dengan :
a) Pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang berbunyi :
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu undang-undang dasar Negara Indonesia….”
b) Pasal-pasal 1, 32, 35, dan 36 UUD 1945.
c) Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila, memberikan petunjuk-petunjuk nyata dan jelas wujud pengamalan sila “Persatuan
Indonesia” sebagai berikut :
(1) Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan Negara di
atas kepentingan pribadi atau golongan.
(2) Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara.
(3) Cinta tanah air dan bangsa.
(4) Bangga sebagai Bangsa Indonesia dan ber-Tanah air Indonesia.
(5) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhineka Tungga Ika.
Nilai yang terkandung dalam sila Persatuan Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan keempat
sila lainnya karena seluruh sila merupakan suatu kesatuan yang bersifat sistematis. Sila Persatuan
Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan
Beradab serta mendasari dan dijiwai sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Sila ke -3 ini yang mempunyai maksud mengutamakan persatuan atau kerukunan bagi seluruh
rakyat Indonesia yang mempunyai perbedaan agama, suku, bahasa, dan budaya. Sehingga dapat
disatukan melalui sila ini berbeda-beda tetapi tetep satu atau disebut dengan Bhineka Tunggal Ika.
Persatuan Indonesia mengutamakan kepentingan dan keselamatan negara ketimbang
kepentingan golongan pribadi atau kelompok seperti partai. Hal yang dimaksudkan adalah sangat
mencintai tanah air Indonesia dan bangga mengharumkan nama Indonesia. Sila ini menanamkan sifat
persatuan untuk menciptakan kerukunan kepada rakyat Indonesia.
Sila yang mempunyai lambang pohon beringin ini bermaksud memelihara ketertiban yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Persatuan Indonesia adalah satu untuk Indonesia walaupun keadaan dimasyrakat sangat penuh
perbedaan tetapi harus menjadi satu darah Indonesia dan rela mengorbankan kepentingan
golongan demi negara Indonesia. Walaupun sangat kental dengan berbagai budaya yang berbeda
tetap harus rukun menjaga kedamaian Bhineka Tunggal Ika.
Dalam nilai Persatuan Indonesia terkandung nilai bahwa negara adalah sebagai penjelmaan
sifat kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk social. Negara
merupakan suatu persekutuan hidup bersama diantara elemen-elemen yang membentuk negara yang
berupa suku, ras, kelompok, golongan, maupun kelompok agama. Oleh karena itu perbedaan adalah
merupakan bawaan kodrat manusia dan juga merupakan ciri khas elemen-elemen yang membentuk
Negara. Konsekuensinya negara adalah beraneka ragam tetapi satu, mengikatkan diri dalam suatu
persatuan yang dilukiskan dalam suatu seloka Bhineka Tunggal Ika. Perbedaan bukannya untuk
diruncingkan menjadi konnflik dan permusuhan melainkan diarahkan pada suatu sintesa yang saling
menguntungkan yaitu persatuan dalam kehidupan bersama untuk mewujudkan tujuan bersama.
Negara mengatasi segala paham golongan, etnis, suku, ras, individu, maupun golongan agama.
Mengatasi dalam arti memberikan wahana atas tercapainya harkat dan martabat seluruh warganya.
Negara memberikan kebebasan atas individu, golongan, suku, ras, maupun golongan agama untuk
merealisasikan seluruh potensinya dalam kehidupan bersama yang bersifat integral. Oleh karena itu
tujuan negara dirumuskan untuk melindungi segenap warganya dan seluruh tumpah darahnya,
memajukan kesejahteraan umum (kesejahteraan seluruh warganya) mencerdaskan kehidupan
warganya, serta kaitannya dengan pergaulan dengan bangsa-bangsa lain di dunia untuk mewujudkan
suatu ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan social.
Nilai persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Hal itu terkandung nilai bahwa bahwa nasionalisme Indonesia
adalah nasionalisme religious yaitu nasionalisme yang bermoral Ketuhanan Ynag Maha Esa.
Nasionalisme yang humanitik yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk
Tuhan. Oleh karena itu nilai-nilai nasionalisme ini harus tercermin dalam segala aspek
penyelenggaraan Negara termasuk dalam era reformasi dewasa ini. Proses reformasi tanpa
mendasarkan pada moral ketuhanan, kemanusiaan, dan memegang teguh persatuan dan kesatuan
maka bukan tidak mungkin akan membawa kehancuran bagi bangsa Indonesia seperti halnya telah
terbukti pada bangsa lain misalnya Yugoslavia, Srilanka dan lain sebagainya.
Dalam kasus ini terlihat masih adanya rasa kurang bersatu dari masyarakat di Lampung Selatan.
Keberagaman yang ada di sana seharusnya dapat disikapi dengan baik dan menjadi pemersatu dari
masyarakat yang ada di sana. Seperti cerminan pancasila sila ketiga.
Mungkin dengan kejadian ini bisa menjadi pelajaran bagi para penduduk lampung untuk
melakukan instropeksi diri masing – masing. Banyak warga asli lampung mengatakan para pendatang
didaerah mereka tidak tahu diri, tidak sopan atau menghargai mereka sebagai penduduk asli. Begitu
juga dengan warga pendatang jangan karena merasa mereka memiliki kelompok yang banyak dan
memiliki solidaritas yang besar terus bersikap semena – mena terhadap suku lainnya karena walau
bagaimanapun mereka adalah pendatang / tamu dan layaknya seorang tamu tentu harus
menghormati tuan rumah.
Segala macam upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk meredam konflik di Lampung,
sering diadakannya pertemuan antar ketua adat di lampung ternyata belum mampu meredam konflik
– konflik yang sering terjadi, hal tersebut terjadi karena diantara mereka sebenarnya saling
menyimpan dendam.
Walau pada akhirnya tersusun perjanjian perdamaian antar suku tersebut. Inilah isi 10 butir
perdamaian tersebut:
1. Kedua pihak sepakat menjaga keamanan, ketertiban, kerukunan, kehamornisan, kebersamaan,
dan perdamaian antarsuku yang ada di Lamsel
2. Kedua pihak sepakat tidak akan mengulangi tindakan-tindakan anarkis yang
mengatasnamakan suku, agama, rasa (SARA) sehingga menyebabkan keresahan, ketakutan,
kebencian, kecemasan dan kerugian secara material khususnya bagi kedua belah pihak dan
umumnya bagi masyarakat luas
3. Kedua pihak sepakat apabila terjadi pertikaian, perkelahian dan perselisihan yang disebabkan
oleh permasalahan pribadi, kelompok atau golongan agar segera diselesaikan secara langsung
oleh orangtua, ketua kelompok dan atau pimpinan golongan
4. Kedua pihak sepakat apabila , ketua kelompok dan atau pimpinan golongan tidak mampu
menyelesaikan permasalahan seperti yang tercantum pada poin 3, maka akan diselesaikan
secara musyawarah, mufakat dan kekeluargaan oleh tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh
agama, tokoh pemuda serta aparat pemerintahan desa setempat
5. Kedua pihak sepakat apabila penyelesaian permasalahan seperti tercantum pada poin 3 dan 4
tidak tercapai, maka tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda dan aparat
pemerintahan desa setempat menghantarkan dan menyerahkan permasalahan tersebut
kepada pihak berwajib untuk diproses sesuai dengan ketentuan perundangan berlaku
6. Apabila ditemukan oknum warganya yang terbukti melakukan perbuatan, tindakan, ucapan
serta upaya-upaya yang berpotensi menimbulkan dampak permusuhan dan kerusuhan, kedua
pihak bersedia melakukan pembinaan kepada yang bersangkutan. Dan jika pembinaan tidak
berhasil, maka diberikan sanksi adat berupa pengusiran terhadap oknum tersebut dari wilayah
Lampung Selatan
7. Kewajiban pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada poin 6 berlaku juga bagi warga
Lampung Selatan dari suku-suku lainnya yang ada di Lampung Selatan
8. Terhadap permasalahan yang telah terjadi pada 27-29 Oktober yang mengakibatkan jatuhnya
korban jiwa maupun korban luka-luka, kedua pihak sepakat untuk tidak melakukan tuntutan
hukum apapun dibuktikan dengan surat pernyataan dari keluarga yang menjadi korban dan hal
ini juga berlaku bagi aparat kepolisian
9. Kepada masyarakat suku Bali khususnya yang berada di Desa Balinuraga harus mampu
bersosialisasi dan hidup berdampingan secara damai dengan seluruh lapisan masyarakat yang
ada di Lampung Selatan terutama dengan masyarakat yang berbatasan dan atau berdekatan
dengan wilayah Desa Balinuraga Kecamatan Way Panji.
10. Kedua pihak sepakat berkewajiban untuk menyosialisasikan isi perjanjian perdamaian ini
dengan lingkungan masyarakatnya.( Tribunlampung.co.id/ wakos reza gautama)
DAFTAR PUSTAKA
HTTP://ANDRIE07.WORDPRESS.COM/2009/11/25/FAKTOR-PENYEBAB-KONFLIK-DAN-STRATEGI-PENY
ELESAIAN-KONFLIK/
infopublik.kominfo.go.id/?page=news&newsid=35193
http://lampung.tribunnews.com/2012/11/04/inilah-10-butir-kesepakatan-perdamaian-konflik-lamsel
http://bakhrul-25-rizky.blogspot.com/2012/03/analisis-pancasila-sila-ketiga.html
http://moeviccloes.blogspot.com/2010/10/hakikat-pengertian-pancasila-sila_25.html