panama pappers

9
Kasus mengenai Panama Pappers terus menyeret nama-nama besar di Indonesia, bakan dunia, ke dalam pusaran korupsi dan kejahatan pajak. Mulai dari para kepala negara, agen rahasia, pesohor sampai buronan, menyembunyikan uangnya di surga bebas pajak. Seiring dengan bocornya data tersebut, khalayak ramai dapat menyaksikan bagaimana korupsi dan praktek money loundry secara global terjadi sekaligus para pelakunya. Pertama mari kita bahas terkait apa itu Panama Pappers, Panama Pappers adalah sebutan bagi setumpuk dokumen dari sebuah firma hukum di Panama atas nama Mossack Fonseca. Lalu mengapa setumpuk dokumen, dengan jumlah total kurang lebih 11,5 juta dokumen, dapat menggemparkan dunia. Jawabannya adalah karena di dalamnya dapat kita temukan bagaimana dunia offshore bekerja serta siapa saja pelakunya. Di dalam dokumen tersebut terdapat informasi sejak tahun 1977 sampai dengan awal 2015 atau selama 40 tahun. Kemudian dilakukan investigasi oleh International Consortium of Investigative Journalists, sebuah organisasi wartawan global, dan dibantu lebih dari 100 organisasi pers dunia. Indonesia diwakili oleh Tempo. Dokumen ini memuat email, tabel keuangan, pasport dan catatan pendirian perusahaan, yang mengungkapkan identitas rahasia dari pemilik akun bank. Mossack Foncesa memiliki kantor cabang di hampir 38 negara. Didirikan oleh para tokoh yang sangat dikenal di dunia politik dan publik Panama. Jürgen Mossack adalah seorang imigran asal Jerman yang sejak kecil tumbuh di Panama. Sebelumnya ayah Jürgen Mossack bekerja sebagai tentara Waffen-SS pada era Hittler, kemudian keluarga tersebut pindah ke Panama. Ramon Foncesa adalah novelis sekaligus penasehat untuk presiden Panama. Panama memang sudah lama dikenal sebagai zona rahasia finansial dunia, Mossack Fonseca melahirkan perusahaan-perusahaan anonim di Panama, British Virgin Islands dan surga finansial lainnya. Firma ini telah bekerja berdampingan dengan bank besar dan kantor 1

Upload: rima

Post on 11-Jul-2016

11 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

analisis panama

TRANSCRIPT

Kasus mengenai Panama Pappers terus menyeret nama-nama besar di Indonesia, bakan dunia, ke dalam pusaran korupsi dan kejahatan pajak. Mulai dari para kepala negara, agen rahasia, pesohor sampai buronan, menyembunyikan uangnya di surga bebas pajak. Seiring dengan bocornya data tersebut, khalayak ramai dapat menyaksikan bagaimana korupsi dan praktek money loundry secara global terjadi sekaligus para pelakunya.

Pertama mari kita bahas terkait apa itu Panama Pappers, Panama Pappers adalah sebutan bagi setumpuk dokumen dari sebuah firma hukum di Panama atas nama Mossack Fonseca. Lalu mengapa setumpuk dokumen, dengan jumlah total kurang lebih 11,5 juta dokumen, dapat menggemparkan dunia. Jawabannya adalah karena di dalamnya dapat kita temukan bagaimana dunia offshore bekerja serta siapa saja pelakunya. Di dalam dokumen tersebut terdapat informasi sejak tahun 1977 sampai dengan awal 2015 atau selama 40 tahun. Kemudian dilakukan investigasi oleh International Consortium of Investigative Journalists, sebuah organisasi wartawan global, dan dibantu lebih dari 100 organisasi pers dunia. Indonesia diwakili oleh Tempo. Dokumen ini memuat email, tabel keuangan, pasport dan catatan pendirian perusahaan, yang mengungkapkan identitas rahasia dari pemilik akun bank.

Mossack Foncesa memiliki kantor cabang di hampir 38 negara. Didirikan oleh para tokoh yang sangat dikenal di dunia politik dan publik Panama. Jürgen Mossack adalah seorang imigran asal Jerman yang sejak kecil tumbuh di Panama. Sebelumnya ayah Jürgen Mossack bekerja sebagai tentara Waffen-SS pada era Hittler, kemudian keluarga tersebut pindah ke Panama. Ramon Foncesa adalah novelis sekaligus penasehat untuk presiden Panama. Panama memang sudah lama dikenal sebagai zona rahasia finansial dunia, Mossack Fonseca melahirkan perusahaan-perusahaan anonim di Panama, British Virgin Islands dan surga finansial lainnya. Firma ini telah bekerja berdampingan dengan bank besar dan kantor pengacara ternama di tempat seperti Belanda, Meksiko, Amerika Serikat dan Swiss, membantu klien memindahkan uang atau memotong tagihan pajak mereka. Firma ini adalah salah satu pembuat perusahaan cangkang (shell companies) terbaik di dunia. Perusahaan cangkang adalah sebuah struktur korporasi yang bisa digunakan untuk menyembunyikan kepemilikan aset perusahaan. Kurang lebih ada 214.488 nama perusahaan offshore dalam dokumen yang bocor ini. Ratusan ribu perusahaan itu terhubung dengan orang-orang dari 200 negara. Rencanya ICIJ akan mempublikasikan seluruh nama perusahaan ini pada awal Mei 2016. 

Panama Pappers telah banyak mengundang perhatian karena nama-nama yang tercantum adalah mereka yang punya reputasi bukan main-main. Sebut saja Presiden Tiongkok Xi Jinping, Presiden Ukraina Petro Poroshenko, pemimpin Rusia Vladimir Putin serta beberapa pemimpin dunia yang lain. Bahkan nama pesepakbola dunia, Messi, juga tercantum di dalamnya. Dari Indonesia ada nama Muhammad Riza Chalid dan Djoko Soegiarto Tjandra. Itu baru segelintir nama dan masih banyak nama-nama lain yang ada di dalamnya. Mereka kebanyakan terlibat dalam pendirian perusahaan palsu yang lepas dari pajak.

1

Meskipun kebanyakan dari tokoh yang namanya ada dalam daftar dokumen tersebut menyangkal keterlibatannya. Namun seharusnya ini menjadi langkah awal investigasi di negara-negara seluruh dunia untuk membongkar praktek offshore milik Mossack Foncesa. Selain itu bantahan juga datang dari pihak Mossack Foncesa sendiri, Ramon Foncesa (salah satu pendiri Mossack) menyatakan bahwa perusahaannya sama sekali tidak bertanggungjawab terhadap segala perbuatan kliennya dalam menggunakan perusahaan offshore yang dijual Mossack. Selanjutnya disebutkan pula bahwa Mossack layaknya pabrik mobil yang batas tanggung jawab hukumnya selesai ketika mobil keluar dari pabrik.

Meskipun dibantah oleh pihak perusahaan sekaligus para pihak yang terkait, informasi yang terlanjur bocor digunakan dasar penyelidikan oleh beberapa negara. Di Jerman misalnya pada Februari 2015, koran SüddeutscheZeitung memberitakan telah dilakukan penggeledahan kantor bank terbesar Jerman, Commerzbank, oleh pihak yang berwenang yang akhirnya menetapkan sejumlah karyawan Mossack Foncesa sebagai tersangka kasus kriminal. Lalu di Brazil, kantor Mossack Foncesa juga digeledah dengan dugaan kasus penyuapan dan pencucian uang. Hasilnya pada Januari 2015 pengadilang menetapkan 5 (lima) pegawai Mossack Foncesa sebagai tersangka dalam peristiwa tersebut. Yang walaupun lagi-lagi dibantah oleh Mossack keterlibatannya dalam peristiwa ini.

Langkah yang dilakukan oleh Jerman dan Brazil semestiya ditiru oleh negara-negara lainnya, utamanya negara dimana daftar klien Mossack berada. Mengingat peristiwa ini merupakan peristiwa global yang apabila dapat terpecahkan akan mampu menguak sekaligus merestrukturisasi bisnis offshore ini.

Dalam dokumen tersebut ditemukan sebuah perusahaan gelap yang dikendalikan oleh 33 orang dan perusahaan yang masuk daftar hitam pemerintah Amerika Serikat karena memiliki koneksi dengan kartel narkoba Meksiko, organisasi teroris seperti Hizbullah atau terkoneksi dengan negara yang pernah mendapat sanksi internasional seperti Korea Utara dan Iran.  Salah satu dari perusahaan itu bahkan menyediakan bahan bakar untuk pesawat jet yang digunakan pemerintah Suriah untuk mengebom dan menewaskan ribuan warga negaranya sendiri.

Tidak berhenti sampai disana, hasil analisis ICIJ menyebutkan apabila terdapat kurang lebih 58 anggota keluarga dan orang dekat perdana menteri, presiden, dan raja-raja yang jadi klien firma ini. Salah satunya adalah keluarga Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev yang menggunakan yayasan dan perusahaan di Panama untuk menguasai saham rahasia di tambang emas dan sebuah real estate di London.  Anak-anak dari Perdana Menteri Pakistan Nawaz Sharif juga memiliki sebuah real estate di London, lewat sebuah perusahaan yang dibuatkan oleh Mossack Fonseca.  Di Cina, anggota keluarga dari setidaknya delapan mantan maupun pejabat aktif Komite Pusat Politbiro Partai Komunis Cina, organ utama pemerintahan negeri itu, memiliki perusahaan offshore yang didirikan via Mossack Fonseca. Bahkan saudara ipar Presiden Xi Jinping termasuk yang mendirikan dua perusahaan di British Virgin Islands pada 2009. Permohonan konfirmasi atas berita ini tidak dijawab oleh juru bicara Pemerintahan Azerbaijan, Pakistan dan Cina.

2

Lalu ada juga nama Presiden Argentina, Mauricio Macri, yang pernah menjabat Direktur dan Wakil Presiden sebuah perusahaan berbasis di Panama, yang dikelola Mossack Fonseca. Kabar ini dibantah oleh juru bicara pemerintah Argentina yang menegaskan bahwa Macri tak pernah memiliki saham perusahaan itu secara personal, melainkan memilikinya atas nama keluarga. 

Bisnis offshore memang merupakan bisnis yang cukup menjanjikan terlebih jika dilakukan di wilayah dengan sistem kerahasiaan yang sangat tinggi. Meskipun dilakukan berbagai upaya untuk membuatnya menjadi sedikit lebih terbuka, nyatanya berbagai daerah tersebut tidak mengizinkan dilakukan reformasi terkait aturan tersebut. Alasannya tentu saja jika digunakan sistem keterbukaan maka dikhawatirkan bisnis offshore akan tidak lagi kondusif. Di Amerika Serikat, negara bagian seperti Delaware dan Nevada, yang memang memperbolehkan perusahaan didaftarkan secara anonym, terus melawan semua upaya reformasi untuk memaksa mereka jadi lebih terbuka. Panama juga menolak untuk terlibat dalam rencana global untuk saling bertukar informasi mengenai rekening bank nasabah. Pejabat Panama mengaku siap bertukar informasi, namun dalam skala yang lebih kecil. Hal ini tentu semakin mempersulit upaya menghapuskan kerahasiaan berlebih yang dimanfaatkan orang-orang tertentu untuk kepentingannya.  

Indonesia tidak lepas dari booming Panama Pappers. Menteri Keuangan RI Bambang Brodjonegoro menyebutkan nilai aset WNI yang ada di luar negeri mencapai ribuan triliun rupiah. Tentu dengan nilai yang sedemikian besar dapat dilakukan pembangunan yang lebih maksimal di Indonesia. Untuk itu mulai digagas Undang-Undang Tax Amnesty (Pengampunan Pajak). Hal ini sebabkan agar dana yang ada di luar negeri dapat ditarik kembali masuk Indonesia, karena memang tidak semuanya dana tersebut merupakan hasil tindak kriminal, terkadang memang mereka menginvestasikan dollarnya yang hasil ekspor diluar negeri. Belum lama ini Pemerintah mengklarivikasi telah melakukan validasi terhadap dokumen yang bocor tersebut, hasilnya kurang lebih 80 persen nama-nama WNI di dokumen tersebut sama dengan data yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak. Tentu sangat kita nantikan sejauh mana UU Tax Amnesty nantinya berperan memulangkan harta warga negara Indonesia yang ada di luar negeri tersebut. Karena instrumen hukum merupakan landasan yang kuat dalam menyelesaikan masalah seperti Panama Pappers ini.

Lalu apa daya tarik yang ditawarkan oleh Mossack Foncesa sehingga banyak sekali pihak yng memilih firma ini untuk memulai bisnis offshore. Mossack Foncesa bisa membuat struktur korporasi dengan kerahasiaan berlapis, yang membuat kepemilikan asli atau beneficial owner dari sebuah perusahaan, nyaris tak bisa dilacak. Dalam kasus yang menyangkut Riza Chalid membuktikan asumsi tersebut. Pada 1998 ditemukan sertifikat kepemilikan untuk perusahaan offshore bernama Epcots International Ltd yang ditandatangani oleh Riza Chalid dan pengusaha Rosano Barack. Perusahaan offshore itu didirikan pada 2 Juli 1998 atau dua bulan setelah Presiden Soeharto mengundurkan diri. 

Rosano Barack adalah pengusaha yang dekat dengan Bambang Trihatmodjo (salahsatu anak Soeharto). Mereka bersama-sama mendirikan PT Bimantara Citra pada 1981. Sampai

3

sekarang, Rosano adalah Komisaris Utama PT Global Mediacom dan PT Media Nusantara Citra (MNC), sebelum Harry Tanoesoedibjo mengakuisisi Bimantara pada 2007 silam. 

Yang menarik, Riza Chalid dan Rosano Barack bukanlah pemilik semua saham Epcots International. Ada 10 nama lain yang disembunyikan dan hanya disebut sebagai ‘The Bearer’. Mereka semua menggunakan alamat yang sama, yakni Chartwells Management Services di Singapura. Praktek seperti inilah yang membuat pihak yang berwenang kesulitan melacak siapa pemilik asli dari perusahaan offshore tersebut dan kemungkinan seperti ini juga yang selalu ditawarkan Mossack Foncesa pada semua kliennya.

Tidak berhenti disitu saja, pada tahun 2005 sebuah kapal wisata bernama Ethan Allen tenggelam di Danau George, New York, AS. Korban tercatat sejumlah 20 orang turis yang semuanya berusia lanjut. Kemudian keluarga korban mengajukan tuntutan, disini terungkap bahwa perusahaan wisata pemilik kapal tidak memiliki asuransi sama sekali karena telah ditipu oleh pemalsu polis asuransi.

Malchus Irvin Boncamper, seorang akuntan di St Kitts, di kepulauan Karibia, mengaku bersalah di pengadilan Amerika Serikat, atas perbuatannya membantu para penipu memuluskan upaya pemalsuan asuransi itu. 

Kemudian masalah hadir bagi Mossack Foncesa karena Boncamper rupanya sudah lama punya pekerjaan sambilan menjadi "frontman" atau "nominee" (nama bayangan) untuk lebih dari 30 perusahaan yang dibuat Mossack. 

Setelah vonis untuk Boncamper diketahui, Mossack bertindak cepat. Perusahaan ini mengganti nama Boncamper di semua perusahaan yang pernah melibatkan namanya, dan memundurkan tanggal dokumen agar tampak bahwa penggantian ini sudah dilakukan setidaknya satu dekade yang lalu.

Kasus Boncamper ini membuktikan bagaimana firma hukum kerap menggunakan taktik yang tak terpuji dengan tujuan agar metode mereka atau perilaku klien mereka dapat lolos dari penyidikan penegak hukum. 

Ketika kita memutuskan untuk terjun ke dunia offshore bukan berarti kita dinyatakan melawan hukum, lalu apakah firma-firma semacam Mossack Foncesa ini juga melawan hukum? Tidak karena di Panama dan beberapa tempat lain firma atau perusaahaan semacam ini tidak melanggar hukum di wilayah mereka. Ketika kita terjun ke dunia offshare pun tidak lantas membuat kita melanggar hukum. Jadi jika ditinjau dari kacamata hukum bisnis ini legal dan sah-sah saja. Dari segi ekonomi pun tidak ada masalah. Bahkan dalam kondisi tertentu, melakukan bisnis offshore adalah pilihan yang tepat. Namun jika kita tinjau dari segi etika, etis atau tidak, menurut saya tergantung dari keadaan kasusnya.

Sebelum berbicara etis tidak etis, alangkah lebih baiknya mengetahui kapan sesuatu itu dianggap etis dan tidak etis. Sebenarnya masalah etis tidak etis ini setiap orang memiliki pendapat yang berbeda-beda. Hal ini tergantung pada seseorang itu menganggap dari sudut

4

pandang yang mana. Namun umumnya suatu kejadian, tindakan atau perilaku akan dianggap etis ketika tidak melanggar dari norma atau peraturan yang ada.

Kembali pada kasus Panama Papper, seperti yang saya singgung sebelumnya etis tidak etis tergantung dari keadaannya. Jika dilihat dari sudut pandang orang yang menanamkan modal, Menurut saya akan dikatakan etis ketika seseorang yang menginvestasikan dananya di Mossack Foncesa merupakan orang baik-baik dalam artian bahwa uang yang diinvestasikan memang uang yang benar (bukan hasil korupsi atau hal-hal lain yang tidak baik). Selain itu akan dikatakan etis ketika tujuan orang yang menginvestasikan itu tidak bermaksud untuk menyembunyikan. Tentunya dalam hal ini menyembunyikan diartikan sebagai menyembunyikan dari perbuatan buruk yang ia lakukan. Lalu kapan akan diangap tidak etis? Menurut saya akan dianggap tidak etis ketika seseorang sengaja menyembunyikan uang hasil korupsi atau perbuatan yang tidak benar di Mossack Foncesa.

Jika dilihat dari sudut pandang perusahaannya, menurut saya tidak etis karena sisi kerahasiaan dari Mossack Foncesa serta adanya dugaan pihak mereka tidak berusaha menyelidiki dari mana asal uang klien mereka. Dalam sejumlah laporan Mossack Foncesa sangat tertutup terkait transaksi dengan para kliennya. Sifat kerahasiaan ini memang lumrah dalam sebuah perusahaan namun Mossack Foncesa lebih ke arah menutup-nutupi asal uang dari klien mereka. Hal ini terlihat dalam usaha keras dari karyawan Mossack Fonseca untuk mengaburkan kaitan antara kantor firma itu di Las Vegas dan kantor pusat mereka di Panama. Alasannya adalah mengantisipasi perintah pengadilan AS yang akan memaksa mereka membuka informasi soal 123 perusahaan yang mereka dirikan di sana. Mossack menyatakan bahwa kantor cabangnya di Las Vegas yang bernama MF Nevada, bukanlah kantor cabang sama sekali. Markas utama Mossack di Panama tidak punya kewenangan apapun di kantor itu. Padahal dalam dokumen yang bocor menyebutkan bahwa Mossack di Panama memang mengendalikan rekening bank MF Nevada. Seorang pendiri dan seorang karyawan Mossack merupakan pemegang 100 persen saham MF Nevada. Publikasi atas dokumen rahasia ini seharusnya mendorong pemerintah untuk bekerjasama memberikan sanksi tegas pada yurisdiksi dan institusi yang terlibat dalam jejaring kerahasiaan finansial di dunia offshore.

Lalu sebagai perusahaan yang membantu membuatkan perusahaan dan rekening bank seharusnya Panama Pappers melakukan cross check atas indikasi dilakukannya korupsi, penggelapan pajak, pencucian uang atau kejahatan lainnya. Bahkan dalam review internal yang dilakukan Mossack Foncesa didapat kesimpulan bahwa penilaian resiko (Risk Assesment) mereka sangat lemah. Hal ini dibuktikan dengan laporan audit pada tahun 2015 bahwa Mossack hanya mengetahui identitas asli dari klien sejumlah 204 perusahaan, padahal total perusahaan adalah sejumlah 14.086 perusahaan (yang mereka dirikan di Seychelles, sebuah kawasan surga bebas pajak di Samudera India). 

Selain sikap Mossack Fonseca yang cenderung melindungi identitas klien dengan sangat rapat, alasan yang lain adalah seringnya mereka membuat dokumen dengan tanggal mundur (backdated documents) untuk membantu klien mereka mendapatkan keuntungan dari berbagai perjanjian bisnis mereka. Praktek semacam ini ditemukan pada sebuah

5

komunikasi pada tahun 2007 yang mana setiap pemunduran satu bulan dikenakan biaya sejumlah US$ 8,75 pada Mossack. Selain itu pembuatan dokumen tanggal mundur juga kerap dimanfaatkan untuk mengaburkan serta menguatkan asumsi bahwa perjanjian tersebut sudah ada sejak tempo waktu yang lama.

Perlu diingat juga bahwa peristiwa bocornya dokumen Mossack Foncesa ini membuat kepercayaan publik akan tercedera. Ketika kelompok kaya dengan perusahaan besarnya bebas menyembunyikan kekayaannya dan terhindar dari pajak tanpa melanggar hukum. Sudah semestinya pemerintah memperhatikan peristiwa ini dengan seksama dan menjadikannya landasan mengeluarkan kebijakan-kebijakan publik yang bersifat mencegah kejadian seperti ini terulang.

Dari berbagai hal yang di paparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah etis tidak etis itu tergantung dari mana kita melihat masalah tersebut. Jika dilihat di beberapa sudut pandang hal ini dianggap etis. Namun secara garis besar jika dilihat dari perusahaanya menurut saya tidak etis yang mana alasan-alasannya sudah dijelaskan di atas.

6