pajak penghasilan pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

51
PPH PASAL 21 Seperti yang telah kita ketahui, mulai bulan Januari 2013, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) telah berubah. Sekarang untuk Wajib Pajak yang berstatus tidak kawin dan tidak mempunyai tanggungan jumlah PTKP- nya sebesar Rp 24.300.000,00 atau setara dengan Rp 2.025.000,00 per bulan. Dengan adanya perubahan itu, tatacara penghitungan PPh Pasal 21 juga mengalami perubahan. Perubahan itu diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi. Dalam aturan baru tersebut, yang berkewajiban melakukan Pemotongan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah pemberi kerja, bendahara atau pemegang kas pemerintah, yang membayarkan gaji, upah dan sejenisnya dalam bentuk apapun sepanjang berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan; dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua; orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar honorarium, komisi atau pembayaran lain dengan kondisi tertentu dan penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah,

Upload: myla-rezietha

Post on 24-Jan-2015

10.475 views

Category:

Education


2 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

PPH PASAL 21

Seperti yang telah kita ketahui, mulai bulan Januari 2013, Penghasilan

Tidak Kena Pajak (PTKP) telah berubah. Sekarang untuk Wajib Pajak yang

berstatus tidak kawin dan tidak mempunyai tanggungan jumlah PTKP-nya sebesar

Rp 24.300.000,00 atau setara dengan Rp 2.025.000,00 per bulan. Dengan adanya

perubahan itu, tatacara penghitungan PPh Pasal 21 juga mengalami perubahan.

Perubahan itu diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor

Per-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan

Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26

Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.

Dalam aturan baru tersebut, yang berkewajiban melakukan Pemotongan

PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah pemberi kerja, bendahara atau

pemegang kas pemerintah, yang membayarkan gaji, upah dan sejenisnya dalam

bentuk apapun sepanjang berkaitan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan

kegiatan; dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan

badan-badan lain yang membayar uang pensiun secara berkala dan tunjangan hari

tua atau jaminan hari tua; orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau

pekerjaan bebas serta badan yang membayar honorarium, komisi atau pembayaran

lain dengan kondisi tertentu dan penyelenggara kegiatan, termasuk badan

pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan,

orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang

membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada

Wajib Pajak orang pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan.

Penghitungan PPh Pasal 21 menurut aturan yang baru tersebut, dibedakan

menjadi 6 macam, yaitu : PPh Pasal 21 untuk Pegawai tetap dan penerima pensiun

berkala; PPh pasal 21 untuk pegawai  tidak tetap atau tenaga kerja lepas; PPh

pasal 21 bagi anggota dewan pengawas atau dewan komisaris yang tidak

merangkap sebagai pegawai tetap, penerima imbalan lain yang bersifat tidak

teratur, dan peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai yang

menarik dana pensiun.  Di kesempatan ini akan dipaparkan tentang contoh

perhitungan PPh pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun Berkala.

Page 2: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

Penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dan penerima pensiun

berkala dibedakan menjadi 2 (dua): Penghitungan PPh Pasal 21 masa atau bulanan

yang rutin dilakukan setiap bulan dan Penghitungan kembali yang dilakukan

setiap masa pajak Desember (atau masa pajak dimana pegawai berhenti bekerja).

Misal, Tuan Sule pegawai pada perusahaan PT Opera Van Java, menikah tanpa

anak, memperoleh gaji sebulan Rp. 10.000.000,00. PT Opera Van Java mengikuti

program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan

Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing 0,50% dan

0,30% dari gaji. PT Opera Van Java menanggung iuran Jaminan Hari Tua setiap

bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Tuan Sule membayar iuran Jaminan Hari

Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT Opera Van Java juga

mengikuti program pensiun untuk pegawainya.

PT Opera Van Java membayar iuran pensiun untuk Tuan Sule ke dana pensiun,

yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar

Rp. 300.000,00, sedangkan Tuan Sule membayar iuran pensiun sebesar Rp.

200.000,00.

Perhatikan, perhitungan untuk mengetahui berapa besarnya pajak (penghasilan)

yang harus dipotong PT Opera Van Java untuk satu bulannya.

Gaji sebulan 10.000.000

Premi Jaminan Kecelakaan Kerja 50.000

Premi Jaminan Kematian 30.000

Jumlah

Penghasilan Bruto

10.080.000

Pengurangan :

1. Biaya Jabatan 500.000

2. Iuran Pensiun 200.000

3. Iuran Jaminan Hari Tua 200.000

Page 3: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

Jumlah Pengurangan 900.000

Penghasilan Neto Sebulan 9.180.000

Penghasilan Neto Setahun 110.160.000

PTKP

- Diri WP Sendiri 24.300.000

- Status Kawin 2.025.000

Jumlah PTKP 26.325.000

Penghasilan Kena Pajak Setahun 83.835.000

Pembulatan 83.835.000

PPh Pasal 21 Setahun (5%, 15%) 7.575.250

PPh Pasal 21 Sebulan (dibagi 12) 631.271

Langkah pertama kita menjumlahkan penghasilan bruto. Penghasilan bruto

ini adalah seluruh penghasilan yang diterima oleh karyawan atau pegawai secara

teratur dalam sebulannya. Yang termasuk dalam penghasilan bruto ini misalnya

adalah gaji, tunjangan-tunjangan, uang lembur dan premi asuransi yang

ditanggung oleh perusahaan. Tidak termasuk dalam penghasilan bruto adalah

imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan. Dalam contoh di atas penghasilan

bruto yang menjadi objek PPh Pasal 21 adalah gaji, premi jaminan kecelakaan

kerja (5% dari gaji) dan premi jaminan kematian (0,3% dari gaji) yang dibayar

atau ditanggung perusahaan.

Langkah berikutnya kita hitung pengurang yang diperbolehkan yaitu pada

dasarnya ada dua macam yaitu biaya jabatan dan iuran pensiun (termsuk iuran

jaminan hari tua). Biaya jabatan sendiri besarnya 5% dari penghasilan bruto 5% x

Rp10.080.000,00 atau sama dengan Rp504.000,00. Jumlah ini masih di atas

maksimum yang diperkenankan yaitu sebesar Rp500.000,00 per bulan sehingga

biaya jabatan adalah sebesar Rp500.000,00.

Page 4: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

Pengurang lainnya adalah iuran pensiun dan iuran JHT yang masing-

masing Rp200.000,00 dan Rp200.000,00 (2% dari gaji) per bulan. Iuran pensiun

dan iuran JHT yang dibayar atau ditanggung oleh perusahaan tidak dapat

dikurangkan. Dengan demikian, jumlah seluruh pengurang adalah Rp900.000,00.

Penghasilan bruto Rp10.080.000,00 dikurangi pengurang Rp900.000 sama

dengan Rp9.180.000,00. Jumlah inilah yang dimaksud dengan penghasilan neto

sebulan. Selanjutnya penghasilan neto sebulan ini kita buat setahun dengan cara

penghasilan neto sebulan dikali 12 bulan atau Rp9.180.000 x 12 =

Rp110.160.000,00.

Setelah itu barulah kita kurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak

(PTKP) yang berlaku pada tahun 2013 yang dalam hal ini jumlahnya adalah

Rp26.325.000,00. Selisihnya  inilah yang merupakan Penghasilan Kena Pajak

(Rp83.835.000,00).

Pajak Penghasilan terutang adalah tarif pajak (berdasarkan tarif Pasal 17 UU

Pajak Penghasilan) dikalikan Penghasilan Kena Pajak.  Besarnya adalah 5% x

Rp50.000.000,00 + 15% x (Rp83.835.000,00 – Rp50.000.000,00) =

Rp7.575.250,00.

Karena kita menghitung PPh Pasal 21 untuk satu bulan, maka PPh Pasal

21 terutang di atas tinggal dibagi 12 sehingga pajak yang dipotong oleh PT Opera

Van Java atas penghasilannya Tuan Sule adalah Rp7.575.250 : 12 =

Rp631.271,00.

Page 5: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

PPH PASAL 22

Pengertian

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:

1. Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah

dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas

penyerahan barang;

2. Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan

dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.

3. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong

sangat mewah.

Pemungut dan Objek PPh Pasal 22

1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), atas impor

barang;

2. Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), Bendahara Pemerintah

Pusat/Daerah yang melakukan pembayaran, atas pembelian barang;

3. BUMN/BUMD yang melakukan pembelian barang dengan dana yang

bersumber dari belanja negara (APBN) dan atau belanja daerah (APBD),

kecuali badan-badan tersebut pada angka 4;

4. Bank Indonesia (BI), Perusahaan Pengelola Aset (PPA), Badan Urusan

Logistik (BULOG), PT. Telekomunikasi Indonesia (Telkom), PT.

Perusahaan Listrik Negara (PLN), PT. Garuda Indonesia, PT. Indosat, PT.

Krakatau Steel, Pertamina dan bank-bank BUMN yang melakukan

pembelian barang yang dananya bersumber baik dari APBN maupun dari

non APBN;

5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang industri semen, industri rokok,

industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh

Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam

negeri;

Page 6: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas

penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas.

7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan,

pertanian, dan perikanan, yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, atas

pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor mereka dari

pedagang pengumpul.

8. Wajib Pajak Badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong

sangat mewah.

Tarif PPh Pasal 22

1. Atas impor :

a. yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API), 2,5% (dua

setengah persen) dari nilai impor;

b. yang tidak menggunakan API, 7,5% (tujuh setengah persen) dari

nilai impor;

c. yang tidak dikuasai, 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual

lelang.

2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah,

BUMN/BUMD (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3, dan 4)

sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk

PPN dan tidak final.

3. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22

butir 5) ditetapkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak, yaitu:

a. Kertas = 0.1% x DPP PPN (Tidak Final)

b. Semen = 0.25% x DPP PPN (Tidak Final)

c. Baja = 0.3% x DPP PPN (Tidak Final)

d. Otomotif = 0.45% x DPP PPN (Tidak Final)

Page 7: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

4. Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau

importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas adalah sebagai berikut:

Catatan:

Pungutan PPh Pasal 22 kepada penyalur/agen, bersifat final. Selain

penyalur/agen bersifat tidak final

5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari

pedagang pengumpul (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 7)

ditetapkan sebesar 2,5 % dari harga pembelian tidak termasuk PPN.

6. Atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir yang

menggunakan API sebagaimana dimaksud pada angka 1 huruf a sebesar

0,5% (setengah persen) dari nilai impor.

7. Atas Penjualan

a. Pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari

Rp20.000.000.000,00

b. Kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari

Rp10.000.000.000,00

c. Rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau harga

pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan luas bangunan

lebih dari 500 m2.

d. Apartemen, kondominium,dan sejenisnya dengan harga jual atau

pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00 dan/atau luas

bangunan lebih dari 400 m2.

e. Kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari

10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle(suv), multi

purpose vehicle (mpv), minibus dan sejenisnya dengan harga jual

lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan dengan

kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc. Sebesar 5% dari harga jual

tidak termasuk PPN dan PPnBM.

Page 8: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

8. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh

Pasal 22

Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22

1. Impor barang dan atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh, dinyatakan dengan

Surat Keterangan Bebas (SKB).

2. Impor barang yang dibebaskan dari Bea Masuk dan atau Pajak

Pertambahan Nilai; dilaksanakan oleh DJBC.

3. Impor sementara jika waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk

diekspor kembali, dan dilaksanakan oleh Dirjen BC.

4. Pembayaran atas pembelian barang oleh pemerintah atau yang lainnya

yang jumlahnya paling banyak Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) dan tidak

merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.

5. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air

minum/PDAM, benda-benda pos.

6. Emas batangan yang akan di proses untuk menghasilkan barang perhiasan

dari emas untuk tujuan ekspor, dinyatakan dengan SKB.

7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor

Perbendaharaan dan Kas Negara.

8. Impor kembali (re-impor) dalam kualitas yang sama atau barang-barang

yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian

yang memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan

Cukai.

9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan atau beras oleh Bulog.

Saat Terutang dan Pelunasan/Pemungutan PPh Pasal 22

1. Atas impor barang terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat

pembayaran Bea Masuk. Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau

Page 9: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat

penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB);

2. Atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 2,3,

dan 4 ) terutang dan dipungut pada saat pembayaran;

3. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22

butir 5) terutang dan dipungut pada saat penjualan;

4. Atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22

butir 6) dipungut pada saat penerbitan Surat Perintah Pengeluaran Barang

(Delivery Order);

5. Atas pembelian bahan-bahan (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22

butir 7) terutang dan dipungut pada saat pembelian.

Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 22

1. PPh Pasal 22 atas impor barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22

butir 1) disetor oleh importir dengan menggunakan formulir Surat Setoran

Pajak, Cukai dan Pabean (SSPCP). PPh Pasal 22 atas impor barang yang

dipungut oleh DJBC harus disetor ke bank devisa, atau bank persepsi, atau

bendahara Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dalam jangka waktu 1 (satu)

hari setelah pemungutan pajak dan dilaporkan ke KPP secara mingguan

paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.

2. PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi bersamaan dengan saat

pembayaran Bea Masuk dan dalam hal Bea Masuk ditunda atau

dibebaskan, PPh Pasal 22 atas impor harus dilunasi saat penyelesaian

dokumen pemberitahuan pabean impor. Dilaporkan ke KPP paling lambat

tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.

3. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal

22 butir 2) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak

rekanan ke bank persepsi atau Kantor Pos pada hari yang sama dengan

pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang. Pemungut menerbitkan

bukti pungutan rangkap tiga, yaitu :

Page 10: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

a. lembar pertama untuk pembeli;

b. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan ke Kantor

Pelayanan Pajak;

c. lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan, dan

dilaporkan ke KPP paling lambat 14 (empat belas ) hari setelah

masa pajak berakhir.

4. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal

22 butir 3) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak

penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10 sepuluh)

bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Dilaporkan ke KPP paling

lambat tanggal 20 setelah masa pajak berakhir.

5. PPh Pasal 22 atas pembelian barang (Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal

22 butir 4 ) disetor oleh pemungut atas nama dan NPWP Wajib Pajak

penjual ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10

(sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan formulir SSP

dan menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat 20 (dua puluh) hari

setelah masa pajak berakhir.

6. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek

PPh Pasal 22 butir 5, dan 7 ) dan hasil penjualan barang sangat mewah

(Lihat Pemungut dan Objek PPh Pasal 22 butir 8) disetor oleh pemungut

atas nama wajib pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos paling lambat

tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya dengan menggunakan

formulir SSP. Pemungut menyampaikan SPT Masa ke KPP paling lambat

20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir.

7. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi (Lihat Pemungut dan Objek

PPh Pasal 22 butir 6) disetor oleh pemungut ke bank persepsi atau Kantor

Pos paling lama tanggal 10(sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak

berakhir. Pemungut wajib menerbitkan bukti pemungutan PPh Ps. 22

rangkap 3 yaitu:

a. lembar pertama untuk pembeli;

Page 11: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

b. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor

Pelayanan Pajak;

c. lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.

Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa ke KPP setempat

paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 22

bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional,

penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Page 12: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

PPH PASAL 23

Pengertian

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan

yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain

yang telah dipotong PPh Pasal 21.

Pemotong dan Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23

1. Pemotong PPh Pasal 23:

a. badan pemerintah;

b. Subjek Pajak badan dalam negeri;

c. penyelenggaraan kegiatan;

d. bentuk usaha tetap (BUT);

e. perwakilan perusahaan luar negeri lainnya;

f. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri tertentu, yang ditunjuk

oleh Direktur Jenderal Pajak.

2. Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23:

a. WP dalam negeri;

b. BUT

Tarif dan Objek PPh Pasal 23

1. 15% dari jumlah bruto atas:

a. dividen kecuali pembagian dividen kepada orang pribadi

dikenakan final, bunga, dan royalti;

b. hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.

2. 2% dari jumlah bruto atas sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan

penggunaan harta kecuali sewa tanah dan/atau bangunan.

Page 13: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

3. 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa

konstruksi dan jasa konsultan.

4. 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa lainnya, yaitu:

a. Jasa penilai;

b. Jasa Aktuaris;

c. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;

d. Jasa perancang;

e. Jasa pengeboran di bidang migas kecuali yang dilakukan oleh

BUT;

f. Jasa penunjang di bidang penambangan migas;

g. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan

selain migas;

h. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;

i. Jasa penebangan hutan

j. Jasa pengolahan limbah

k. Jasa penyedia tenaga kerja

l. Jasa perantara dan/atau keagenan;

m. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang

dilakukan KSEI dan KPEI;

n. Jasa kustodian/penyimpanan-/penitipan, kecuali yang dilakukan

oleh KSEI;

o. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;

p. Jasa mixing film;

q. Jasa sehubungan dengan software komputer, termasuk perawatan,

pemeliharaan dan perbaikan;

Page 14: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

r. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air,

gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib

Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai

izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi

s. Jasa perawatan / pemeliharaan / pemeliharaan mesin, peralatan,

listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang

dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang

konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai

pengusaha konstruksi

t. Jasa maklon

u. Jasa penyelidikan dan keamanan;

v. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;

w. Jasa pengepakan;

x. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media massa, media

luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi;

y. Jasa pembasmian hama;

z. Jasa kebersihan atau cleaning service;

aa. Jasa katering atau tata boga.

5. Untuk yang tidak ber-NPWP dipotong 100% ebih tinggi dari tarif PPh

Pasal 23

6. Yang dimaksud dengan jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan

yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo

pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri,

penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan

luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha

tetap, tidak termasuk:

a. Pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran

lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang

Page 15: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

diabayarkan oleh WP penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja

yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna

jasa;

b. Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material

(dibuktikan dengan faktur pembelian);

c. Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk

selanjutnya dibayarkan kepada pihak ketiga(dibuktikan dengan

faktur tagihan pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis);

d. Pembayaran penggantian biaya (reimbursement) yaitu penggantian

pembayaran sebesar jumlah yang nyata-nyata telah dibayarkan oleh

pihak kedua kepada pihak ketiga (dibuktikan dengan faktur tagihan

atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan kepada pihak ketiga).

Jumlah bruto tersebut tidak berlaku:

e. Atas penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa

katering;

f. Dalam hal penghasilan yang dibayarkan sehubungan dengan jasa,

telah dikenakan pajak yang bersifat final;

Penghitungan PPh Pasal 23 terutang menggunakan jumlah bruto tidak

termasuk PPN

Dikecualikan dari Pemotongan PPh Pasal 23:

1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;

2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha

dengan hak opsi;

3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas

sebagai WP dalam negeri, koperasi, BUMN/BUMD, dari penyertaan

modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di

Indonesia dengan syarat:

a. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;

Page 16: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

b. bagi perseroan terbatas, BUMN/BUMD, kepemilikan saham pada

badan yang memberikan dividen paling rendah 25% ( dua puluh

lima persen) dari jumlah modal yang disetor;

c. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan

komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,

persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi termasuk pemegang

unit penyertaan kontrak investasi kolektif;

d. SHU koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;

e. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas

jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau

pembiayaan.

Saat Terutang, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 23

1. PPh Pasal 23 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran,

disediakan untuk dibayar, atau telah jatuh tempo pembayarannya,

tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.

2. PPh Pasal 23 disetor oleh Pemotong Pajak paling lambat tanggal sepuluh

bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutang pajak.

3. SPT Masa disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak setempat, paling

lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 23

bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional,

penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Bukti Pemotong PPh Pasal 23

Pemotong Pajak harus memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23 kepada

Wajib Pajak Orang Pribadi atau badan yang telah dipotong PPh Pasal 23.

Page 17: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

PPH PASAL 24

• Pajak Penghasilan Pasal 24.

- Merupakan besarnya pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dapat

dikreditkan terhadap penghasilan WPDN

- Pajak terhutang WPDN bersumber dari seluruh penghasilan ( penghasilan

DN dan LN)

• Penggabungan Penghasilan luar negeri.

- Penghasilan usaha : diakui pada saat diperolehnya penghasilan tersebut

(acrrual basis)

- Penghasilan diluar usaha : diakui pada saat diterimanya penghasilan

tersebut (Cash Basis)

- Penghasilan dividen yang diperjualbelikan di Bursa Efek diakui pada saat

ditetapkannya oleh Keputusan Menteri Keuangan

• PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

PT.Serba Usaha menerima dan memperoleh penghasilan neto dari

luar negeri dalam tahun 2009 sebagai berikut :

1. Hasil usaha di negeri Jerman dalam tahun 2009 sebesar

Rp.700.000.000 è sebagai penghasilan tahun 2009 (accrual basis)

2. Dividen dari Belanda untuk kepemilikan sahamn di”ABX Corp”

sebesar Rp.500.000.000 yaitu berasal dari keuntungan tahun 2007

yang ditetetapkan RUPS tahun 2008 dan dibayarkan tahun 2009è

sebagai penghasilan tahun 2009 (cash basis)

3. Penghasilan Bunga semester II tahun 2009 sebesar Rp.350.000.000

dari Bankok Bank di Thailand, bunga tersebut baru akan dibayar

awal Januari 2010è sebagai penghasilan tahun 2010 (cash basis)

Page 18: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

4. Dividen dari Inggris atas kepemilikan saham di”DEF Corp” yang

diperjual belikan di Bursa Efek sebesar Rp.600.000.000 yaitu

berasal dari keuntungan tahun 2007 berdasarkan keputusan

Menteri Keuangan tahun 2009 è sebagai penghasilan tahun 2009

(Kep. Menkeu)

5.

PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

Batas Maksimum Kredit Pajak adalah nilai yang terendah dari unsur 3

perhitungan berikut :

1. Jumlah pajak yang terhutang/dibayar diluar negeri

2. Jumlah pajak yang terhutang untuk seluruh penghasilan

3. (Penghasilan luar negeri : Seluruh Penghasilan Kena Pajak) X PPh

terhutang atas seluruh penghasilan (tarif pasal 17 UU PPh)

Ilustrasi-1

PT.Cemara memperoleh penghasilan neto dalam tahun 2009 sebagai

berikut :

1. Penghasilan luar negeri Rp.500.000.000 dengan tarif pajak 40%

2. Penghasilan usaha di Indonesia Rp.750.000.000,-

Besarnya Penghasilan Kena Pajak adalah Rp.1.250.000.000,--

• PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

Penghitungan Kredit Pajak Yang Diperbolehkan (PPh Pasal 24 )

1. PPh dibayar diluar negeri :

40% X Rp.500.000.000 = Rp.200.000.000,-

2. PPh terhutang sesuai tarif psl 17 :

Page 19: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

28% X Rp.1.250.000.000 = Rp.350.000.000,-

3. PPh berdasarkan perbandingan :

500.000.000 : 1.250.000.000 X Rp.350.000.000,- = Rp.140.000.000

Besarnya kredit pajak (psl 24) adalah Rp.140.000.000,--

• PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

Dalam hal penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka

besarnya batas maksimum kredit pajak dihitung untuk masing-masing negara (per

country limitation).

Ilustrasi-2

PT.Dianawati memperoleh penghasilan dalam tahun 2009 sbb :

1. Negara A, memperoleh penghasilan Rp.400.000.000,--

dengan tarif pajak 20%.

2. Negara B, memperoleh penghasilan Rp.500.000.000,--

dengan tarif pajak 15%

3. Penghasilan usaha di Indonesia Rp.350.000.000,--

Penghitungan Kredit Pajak Yang Diperbolehkan (PPh Pasal 24 ) :

a. Penghasilan kena pajakRp.1.250.000.000,--

b. PPh terhutang (sesuai tarif pasal 17)

28% X Rp.1.250.000.000 Rp.350.000.000,--

• PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

c. Batas maksimum kredit pajak (pph psal 24) masing-masing negara :

- Negara A :

- PPh terhutang di negara A : 20% X Rp.400.000.000 = Rp. 80.000.000,-

Page 20: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

- (400.000.000/1.250.000.000 X Rp.350.000.000) =

Rp.112.000.000,-

Besarnya PPh pasal 24 di negara A adalah Rp.80.000.000,--

- Negara B :

- PPh terhutang di negara B : 15% X Rp.500.000.000 = Rp. 75.000.000,-

- (500.000.000/1.250.000.000 X Rp.350.000.000) =

Rp.140.000.000,-

Besarnya PPh pasal 24 di negara B adalah Rp.75.000.000,--

Total PPh pasal 24 adalah sebesar Rp.155.000.000,-

• PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

Dalam hal usha di luar negeri menderita kerugian , maka kerugian tersebut

tidak dapat diperhitungkan dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena

Pajak.

Ilustrasi-3

PT.Faisal memperoleh penghasilan dalam tahun 2009 sbb :

1. Negara A, memperoleh penghasilan Rp.400.000.000,--

dengan tarif pajak 20%

2. Negara B, memperoleh penghasilan Rp.500.000.000,--

dengan tarif pajak 15%

3. Negara C, merugi sebesar Rp.150.000.000,-

4. Penghasilan usaha di Indonesia Rp.350.000.000,-

Penghitungan Kredit Pajak Yang Diperbolehkan (PPh Pasal 24 ) :

a. Penghasilan kena pajakRp.1.250.000.000,--

b. PPh terhutang (sesuai tarif pasal 17)

Page 21: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

28% X Rp.1.250.000.000 Rp.350.000.000,--

• PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

c. Batas maksimum kredit pajak (pph psal 24) masing-masing negara :

- Negara A :

- PPh terhutang di negara A : 20% X Rp.400.000.000 = Rp. 80.000.000,-

- (400.000.000/1.250.000.000 X Rp.350.000.000) =

Rp.112.000.000,-

Besarnya PPh pasal 24 di negara A adalah Rp.80.000.000,--

- Negara B :

- PPh terhutang di negara B : 15% X Rp.500.000.000 = Rp. 75.000.000,-

- (500.000.000/1.250.000.000 X Rp.350.000.000) =

Rp.140.000.000,-

Besarnya PPh pasal 24 di negara B adalah Rp.75.000.000,--

- Negara C : Nihil

Total PPh pasal 24 adalah sebesar Rp.155.000.000,-

• PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

Dalam hal usaha didalam negeri merugi , maka kerugian dapat diperhitungkan

dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak.

Ilustrasi-4

PT.Findia memperoleh penghasilan dalam tahun 2009 sbb :

1. Negara A, memperoleh penghasilan Rp.800.000.000,--

dengan tarif pajak 30%

2. Negara B, memperoleh penghasilan Rp.600.000.000,--

dengan tarif pajak 30%

3. Negara C, merugi sebesar Rp.150.000.000,- tarif pajak 25%

Page 22: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

4. Kerugian usaha di Indonesia Rp.150.000.000,-

Penghitungan Kredit Pajak Yang Diperbolehkan (PPh Pasal 24 ) :

a. Penghasilan kena pajakRp.1.250.000.000,--

b. PPh terhutang (sesuai tarif pasal 17)

28% X Rp.1.250.000.000 Rp.350.000.000,--

• PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

c. Batas maksimum kredit pajak (pph psal 24) masing-masing negara :

- Negara A :

- PPh terhutang di negara A : 30% X Rp.800.000.000 = Rp.240.000.000,-

- (800.000.000/1.250.000.000 X Rp.350.000.000) =

Rp.224.000.000,-

Besarnya PPh pasal 24 di negara A adalah Rp.224.000.000,--

- Negara B :

- PPh terhutang di negara B : 30% X Rp.600.000.000 = Rp.180.000.000,-

- (600.000.000/1.250.000.000 X Rp.350.000.000) =

Rp.168.000.000,-

Besarnya PPh pasal 24 di negara B adalah Rp.168.000.000,--

- Negara C : Nihil

Total PPh pasal 24 adalah sebesar Rp.392.000.000,-

• PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

Dalam hal penghasilan dalam negeri merupakan pendapatan yang pajaknya

bersifat final, maka penghasilan tersebut tidak dapat diperhitungkan dalam

menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak.

Page 23: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

Ilustrasi-5

PT.Findia memperoleh penghasilan dalam tahun 2009 sbb :

1. Negara A, memperoleh penghasilan Rp.800.000.000,--

dengan tarif pajak 30%

2. Negara B, memperoleh penghasilan Rp.600.000.000,--

dengan tarif pajak 30%

3. Negara C, merugi sebesar Rp.150.000.000,- tarif pajak 25%

4. Keuntungan usaha di Indonesia Rp.250.000.000,-(termasuk

pendapatan bunga deposito Rp.100.000.000)

Penghitungan Kredit Pajak Yang Diperbolehkan (PPh Pasal 24 ) :

a. Penghasilan kena pajakRp.1.550.000.000,--

b. PPh terhutang (sesuai tarif pasal 17)

28% X Rp.1.550.000.000 Rp.434.000.000,--

• PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

c. Batas maksimum kredit pajak (pph psal 24) masing-masing negara :

- Negara A :

- PPh terhutang di negara A : 30% X Rp.800.000.000 = Rp.240.000.000,-

- (800.000.000/1.550.000.000 X Rp.434.000.000) =

Rp.224.000.000,-

Besarnya PPh pasal 24 di negara A adalah Rp.224.000.000,--

- Negara B :

- PPh terhutang di negara B : 30% X Rp.600.000.000 = Rp.180.000.000,-

- (600.000.000/1.550.000.000 X Rp.434.000.000) =

Rp.168.000.000,-

Besarnya PPh pasal 24 di negara B adalah Rp.168.000.000,--

Page 24: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

- Negara C : Nihil

Total PPh pasal 24 adalah sebesar Rp.392.000.000,-

• PAJAK PENGHASILAN PASAL 24

Cara melaksanakan kredit pajak luar negeri adalah WP menyampaikan

permohonan kepada Direktur Jendral Pajak bersamaan dengan penyampaian

SPT tahunan PPh dengan melampirkan :

1. Laporan keuangan dari penghasilan yang berasal dari luar negeri

2. Foto copy Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan diluar negeri

3. Dokumen pembayaran pajak diluar negeri

Page 25: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

PPH PASAL 25

- PPh Pasal 25 adalah besarnya angsuran pajak bulanan yang harus dibayar

sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan.

- Cara pembayaran pajak dalam tahun berjalan :

a. Pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga (PPh psl 21,22,23 dan 24)

b. Dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ( PPh psl 25)

Cara Perhitungan Besarnya PPh Pasal 25 :

- Pajak Penghasilan Terhutang (sesuai SPT Tahunan) Rp…………..

- Pajak yang dipotong/dipungut oleh pihak ketiga :

a. PPh pasal 21 Rp…………….

b. PPh pasal 22 Rp…………….

c. PPh pasal 23 Rp…………….

d. PPh pasal 24 Rp…………….+

Rp…………… -

Pajak yang harus dibayar sendiri…………………………………

Rp……………

- Besarnya PPh Pasal 25 : 1/12 X Pajak yang harus dibayar sendiri

• PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

Ilustrasi 25-1

Jumlah Pajak Terhutang (sesuai SPT 2009) Rp.30.000.000

PPh dipotong/dipungut pihak ketiga selama thn 2009 :

- PPh pasal 21 Rp.5.000.000

- PPh Pasal 22 Rp.2.000.000

- PPh Pasal 23 Rp.2.000.000

Page 26: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

- PPh pasal 24 Rp.3.000.000 + Rp.12.000.000

PPh yang harus dibayar sendiri Rp.18.000.000

Besarnya PPh psl 25 than 2010 : 1/12 X Rp.18.000.000 Rp. 1.500.000

Ilustrasi 25-2

Berdasarkan ilustrasi 25-1 jika diketahui besarnya PPh pasal 25 tahun 2009 adalah

sebesar

Rp.1.000.000 per bulan maka PPh pasal 29 tahun 2009 adalah :

Jumlah Pajak Terhutang (sesuai SPT 2009) Rp.30.000.000

PPh dipotong/dipungut pihak ketiga selama thn 2009

Rp.12.000.000 -

PPh yang harus dibayar sendiri Rp.18.000.000

PPh psl 25 than 2009 : 12 X Rp.1.000.000 Rp.12.000.000

PPh pasal 29 tahun 2009 Rp. 6.000.000

• PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

PERHITUNGAN BESARNYA PPH PSL 25 DALAM HAL-HAL TERTENTU :

a. Sebeleum Batas Waktu Penyampaian SPT Tahunan

- Berdasarkan angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang

lalu

Ilustrasi 25-2

PT.Amanah menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun 2009 pada Maret

2010 dan berdasarkan perhitungan besarnya PPh Psl 25 tahun 2010 adalah sebesar

Rp.3.000.000 . PPh pasal 25 Desember 2009 adalah sebesar Rp.2.500.000

Besarnya PPh Psl 25 Januari dan Februari 2010 masing-masing sebesar

Rp.2.500.000

Page 27: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

b. Jika dalam tahun berjalan, diterbitkan SKP untuk pajak tahun lalu

- Berdasarkan SKP dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan

penerbitan SKP

- Besarnya SKP dapat menghasilkan Pajak Terhutang sama, lebih besar

dan lebih kecil

Ilustrasi 25-3

Berdasarkan SPT Tahunan tahun 2008 yang disampaikan oleh PT.Amanah

pada Maret 2009, besaarnya PPh besarnya PPh Psl 25 tahun 2009 adalah sebesar

Rp.3.000.000 . Pada bulan Mei 2009 terdapat pemeriksaan dan diterbitkan SKP

untuk tahun pajak 2008 tertanggal 15 Juni 2009 dengan jumlah pajak terhutang

yang harus dibayar sendiri sebesar Rp.24.000.000

Besarnya PPh Psl 25 terhitung mulai Juli 2009 adalah sebesar

Rp.2.000.000

• PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

PERHITUNGAN BESARNYA PPH PSL 25 DALAM HAL-HAL TERTENTU :

c. Jika terdapat kerugian yang belum dikompensasi

- Berdasarkan Penghasilan Kena Pajak setelah diperhitungkan kompensasi

kerugian

Ilustrasi 25-4

Penghasilan Kena Pajak PT. Diva Tahun 2009 sebesar Rp.200.000.000,

sisa kerugian tahun 2006 yang belum dikompensasi sebesar Rp.50.000.000. PPh

yang dipotong/dipungut pihak ketiga (PPh Psl 23) sebesar Rp.7.500.000 dan PPh

Psl 25 yang telah dibayar tahun 2009 setiap bulannya sebesar Rp.1.500.000.

Besarnya PPh Psl 25 tahun 2010 adalah :

- Penghasilan Kena Pajak (sebelum kompensasi kerugian)

Rp.200.000.000

- Kompensasi kerugian tahun 2006 Rp. 50.000.000 –

Page 28: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

Penghasilan Kena Pajak (setelah kompensasi kerugian)

Rp.150.000.000

PPh Terhutang (28% X Rp.150.000.000) Rp.

42.000.000

PPh dipungut/dipotong pihak ketiga Rp. 7.500.000 –

PPh yang harus dibayar sendiri Rp. 34.500.000

PPh Psl 25 tahun 2010 ( 1/12 X Rp.34.500.000) Rp.

2.875.000

• KOMPENSASI KERUGIAN

- Kerugian dapat dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak

berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun.

Ilustrasi 25-5

PT.Amanda dalam tahun 2003 menderita kerugian fiskal sebesar

Rp.1.200.000.000 . Dalam 5 tahun berikutnya laba (rugi) fiskal PT.Amanda

sebagai berikut :

Tahun 2004 : laba fiskal Rp.200.000.000

Tahun 2005 : rugi fiskal (Rp.300.000.000)

Tahun 2006 : laba fiskal NIHIL

Tahun 2007 : laba fiskal Rp.100.000.000

Tahun 2008 : laba fiskal Rp.800.000.000

Kompensasi kerugian dilakukan sbb :

Rugi fiskal tahun 2003 (Rp.1.200.000.000)

Laba fiskal tahun 2004 Rp. 200.000.000 +

Sisa Rugi Fiskal tahun 2003 (Rp.1.000.000.000)

Page 29: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

Rugi Fiskal Tahun 2005 ( Rp. 300.000.000) DK BLH

DIKOMPENSASI 2009

Sisa Rugi Fiskal tahun 2003 ( Rp.1.000.000.000)

Laba Fiskal Tahun 2006 N I H I L N I H I L +

Sisa Rugi Fiskal tahun 2003 ( Rp.1.000.000.000)

Laba Fiskal Tahun 2007 Rp. 100.000.000 +

Sisa Rugi Fiskal tahun 2003 ( Rp. 900.000.000)

Laba Fiskal Tahun 2008 Rp. 800.000.000 +

Sisa Rugi Fiskal tahun 2003 ( Rp. 100.000.000) TDK DPT

DKOMPENSASI 2009

• PAJAK PENGHASILAN PASAL 25

PERHITUNGAN BESARNYA PPH PSL 25 DALAM HAL-HAL TERTENTU :

d. Jika terdapat penghasilan tidak teratur

- Berdasarkan Penghasilan Teratur

Ilustrasi 25-6

Penghasilan Kena Pajak PT. Diva Tahun 2009 sebesar Rp.200.000.000,

yang bersumber dari penghasilan teratur Rp.150.000.000 dan penghasilan tidak

teratur Rp.50.000.000 .sisa kerugian tahun 2006 yang belum dikompensasi

sebesar Rp.50.000.000. PPh yang dipotong/dipungut pihak ketiga (PPh Psl 23)

sebesar Rp.7.500.000

Besarnya PPh Psl 25 tahun 2010 adalah :

- Jumlah penghasilan Rp.200.000.000

- Penghasilan tidak teratur Rp. 50.000.000 –

Page 30: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

Penghasilan Kena Pajak (setelah kompensasi kerugian)Rp.150.000.000

PPh Terhutang (28% X Rp.150.000.000) Rp. 42.000.000

PPh dipungut/dipotong pihak ketiga Rp. 7.500.000 –

PPh yang harus dibayar sendiri Rp. 34.500.000

PPh Psl 25 tahun 2010 ( 1/12 X Rp.34.500.000) Rp. 2.875.000

Pengertian PPh Pasal 25

Pajak Penghasilan (disingkat PPh) dikenakan terhadap Wajib Pajak dalam satu

periode tertentu yang dinamakan tahun pajak. Berdasarkan hal ini, maka

perhitungan dan penghitungan PPh dilakukan setahun sekali yang dituangkan

dalam SPT Tahunan. Nah, karena penghitungan PPh dilakukan setahun sekali,

maka penghitungan ini harus dilakukan setelah satu tahun tersebut berakhir agar

semua data penghasilan dalam satu tahun sudah diketahui. Untuk perusahaan,

tentu saja data penghasilan ini harus menunggu laporan keuangan selesai dibuat.

Dengan cara seperti itu tentu saja jumlah PPh terutang yang wajib dibayar baru

dapat diketahui ketika suatu tahun pajak telah berakhir. Agar pembayaran pajak

tidak dilakukan sekaligus yang tentunya akan memberatkan, maka dibuatlah

mekanisme pembayaran pajak di muka atau pembayaran cicilan setiap bulan.

Pembayaran angsuran atau cicilan ini dinamakan Pajak Penghasilan Pasal 25.

Cara Mengitung PPh Pasal 25

Besarnya angsuran PPh Pasal 25 harus dihitung sesuai dengan ketentuan. Pada

umumnya, cara menghitung PPh Pasal 25 didasarkan kepada data SPT Tahunan

tahun sebelumnya. Artinya, kita mengasumsikan bahwa penghasilan tahun ini

sama dengan penghasilan tahun sebelumnya. Tentu saja nanti akan ada perbedaan

dengan kondisi sebenarnya ketika tahun pajak sekarang sudah berakhir.  Selisih

tersebutlah yang kita bayar sebagai kekurangan pajak akhir tahun. Kekurangan

bayar akhir tahun ini biasa dinamakan PPh Pasal 29. Apabila selisihnya

Page 31: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

menunjukkan lebih bayar, maka kondisi ini dinamakan restitusi atau Wajib Pajak

meminta kelebihan pembayaran pajak yang telah dilakukan.

Pada umumnya angsuran pajak ini adalah sebesar Pajak Penghasilan terutang

menurut SPT Tahunan Pajak Penghasilan tahun lalu dikuranggi dengan kredit

pajak Pajak Penghasilan Pasal 21, 22, 23 dan Pasal 24, dibagi 12 atau banyaknya

bulan dalam bagian tahun pajak.

Page 32: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

PPH PASAL 26

Pengertian

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas

penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib

Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.

Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya

dipersamakan dengan subjek pajak badan.

Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau

melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah Negara

tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya

menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner).

Pemotong PPh Pasal 26

1. Badan Pemerintah;

2. Subjek Pajak dalam negeri;

3. Penyelenggara Kegiatan;

4. BUT;

5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia.

Tarif dan Objek PPh Pasal 26

1. 20% (final) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh

Wajib Pajak Luar Negeri berupa :

a. dividen;

b. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan

dengan jaminan pengembalian utang;

c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan

harta;

d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;

e. hadiah dan penghargaan

Page 33: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya.

g. Premi swap dan transaksi lindung lainnya; dan/atau

h. Keuntungan karena pembebasan utang.

2. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto berupa :

a. penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;

b. premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung

maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.

3. 20% (final) dari perkiraan penghasilan neto atas penjualan atau pengalihan

saham perusahaan antara conduit company atau spesial purpose company

yang didirikan atau bertempat kedudukan di negara yang memberikan

perlindungan pajak yang mempunyai hubungan istimewa dengan badan

yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau BUT di

Indonesia;

4. 20% (final) dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari

suatu BUT di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali

di Indonesia.

5. Tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara

Indonesia dengan negara pihak pada persetujuan.

Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh

Pasal 26

1. PPh pasal 26 terutang pada akhir bulan dilakukannya pembayaran atau

akhir bulan terutangnya penghasilan, tergantung yang mana terjadi lebih

dahulu.

2. Pemotong PPh pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan PPh pasal 26

rangkap 3 :

a. lembar pertama untuk Wajib Pajak luar negeri;

b. lembar kedua untuk Kantor Pelayanan Pajak;

c. lembar ketiga untuk arsip Pemotong.

Page 34: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

3. PPh pasal 26 wajib disetorkan ke bank Persepsi atau Kantor Pos dengan

menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), paling lambat tanggal 10 bulan

takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.

4. SPT Masa PPh Pasal 26, dengan dilampiri SSP lembar kedua, bukti

pemotongan lembar kedua dan daftar bukti pemotongan disampaikan ke

KPP setempat paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak berakhir.

Contoh: Pemotongan PPh Pasal 26 dilakukan tanggal 24 Mei 2009, penyetoran

paling lambat tanggal 10 Juni 2009 dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak

paling lambat tanggal 20 Juni 2009.

Dalam hal jatuh tempo penyetoran atau batas akhir pelaporan PPh Pasal 26

bertepatan degan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional,

penyetoran atau pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Pengecualian

1. BUT dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 26 apabila Penghasilan

Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan dari BUT ditanamkan

kembali di Indonesia dengan syarat:

a. Penanaman kembali dilakukan atas seluruh penghasilan kena pajak

setelah dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal pada

perusahaan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai

pendiri atau peserta pendiri, dan;

b. dilakukan dalam tahun berjalan atau selambat-lambatnya tahun

pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperoleh

penghasilan tersebut;

c. tidak melakukan pengalihan atas penanaman kembali tersebut

sekurangkurangnya dalam waktu 2 (dua) tahun sesudah perusahaan

tempat penanaman dilakukan, mulai berproduksi komersil.

2. Badan-badan Internasional yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Page 35: Pajak Penghasilan Pasl 21. 22, 24, 25 dan 26

DAFTAR RUJUKAN

Anonim . 2013 . Contoh perhitungan pajak penghasilan pasal 21 .

http://allinpajak.wordpress.com . diakses 2 Mei 2014

Nasirudin , M.M . Cara Perhitungan Pajak Penghasilan terbaru .

http://www.pajak.go.id . diakses 2 Mei 2014