pajak intl. wpln

26
PEMAJAKAN WP LUAR NEGERI MENURUT UU PAJAK PENGHASILAN

Upload: aayiaruhia

Post on 09-Jul-2016

231 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Perpajakan

TRANSCRIPT

Page 1: Pajak Intl. Wpln

PEMAJAKAN WP LUAR NEGERI MENURUT UU

PAJAK PENGHASILAN

Page 2: Pajak Intl. Wpln

OP SBG WPLN : OP yang tidak bertempat tinggal di Ind, OP yang berada di Ind tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu

12 bulan. Badan sbg WPLN : badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Ind

Yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan

melalui BUT di Ind

Yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Ind tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di

Ind

Pemajakan sesuai ketentuan Pasal 2 ayat

(1a) dan pasal 5 UU PPh

Pemajakan sesuai ketentuan Pasal 26 UU

PPh

Page 3: Pajak Intl. Wpln

BENTUK USAHA TETAP

Pasal 2 ayat (5) UU PPh :Bentuk usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan dan Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia dapat berupa : Tempat kedudukan manajemen Cabang perusahaan Kantor Perwakilan Gedung kantor Pabrik Bengkel Gudang Ruang untuk promosi dan penjualan Pertambangan dan penggalian galian sumber alam Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan atau kehutanan Proyek konstruksi, instalasi atau proyek perakitan Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan Orang atau Badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia Komputer, agen elektronik atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet

3

Page 4: Pajak Intl. Wpln

OBYEK PAJAK BUT

Penghasilan yang menjadi obyek pajak dari BUT dibagi 3 :1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT ybs dan dari

harta yang dimiliki atau dikuasai oleh BUT2. Penghasilan Kantor Pusat dari usaha atau kegiatan

penjualan barang atau pemberian jasa di Indonesia sejenis dengan yang dijalankan atau dilakukan oleh BUT di Indonesia

3. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam pasal 26 yang diterima atau diperoleh Kantor Pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan tersebut.

Page 5: Pajak Intl. Wpln

TIDAK DIANGGAP MEMPUNYAI BUT DI INDONESIAPengertian BUT mencakup Orang pribadi atau Badan selaku

agen yang berkedudukan tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama OP atau Badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia.

Namun apabila OP atau Badan dalam menjalankan kegiatan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia menggunakan agen, broker atau perantara yang mempunyai kedudukan bebas dengan syarat agen atau perantara kenyataan bertindak sepenuhnya dalam rangka menjalankan perusahaan sendiri, maka OP yang tidak bertemapt tinggal atau Badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia tidak dapat dianggap mempunyai BUT di Indonesia

5

Page 6: Pajak Intl. Wpln

PENENTUAN LABA BUTBiaya –biaya yang dikeluarkan oleh BUT tsb (deductible

expenses sesuai pasal 6 dan non deductible expenses sesuai pasal 9 UU PPh)

Biaya –biaya yang berkenaan dengan penghasilan KP dari usaha atau kegiatan penjualan barang atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis serta biaya-biaya yang terkait dengan penghasilan yang mempunyai hub efektif

Biaya administrasi KP yang diperbolehkan dibebankan adalah biaya yang berkaitan dengan BUT dan besarnya ditetapkan DJP

Pembayaran kepada KP yang tidak diperkenankan :- Royalty atau imbalan sehub dengan penggunaan harta,

paten atau hak-hak lainnya- Imbalan sehub dengan jasa manajemen atau jasa lainnya- Bunga, kecuali bunga yang berkenanan dengan usaha

perbankan

6

Page 7: Pajak Intl. Wpln

PENGHASILAN BUT YANG DITANAMKAN KEMBALIPKP – Pajak Penghasilan (tarif ps 17) akan dikenakan pajak

sesuai pasa 26 ayat 4 UU PPh sebesar 20% (Branch profit tax)

Bila penghasilan BUT tsb ditanamkan kembali di Indonesia, maka penghasilan tsb tidak dipotong pajak dengan syarat :

- Penanaman kembali dilakukan atas seluruh PKP setelah dikurangi PPh dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaan yang baru didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri atau peserta pendiri

- Penanaman kembali dilakukan dalam tahun pajak berjalan atau selambat-lambatnya dalam tahun pajak berikutnya dari tahun pajak diterima atau diperolehnya penghasilan tsb

- Tidak melakukan pengalihan atau penanaman kembali tsb paling sedikit dalam jangka waktu 2 tahun sesudah perush tempat penanaman dilakukan berproduksi secara komersial

7

Page 8: Pajak Intl. Wpln

Yang termasuk penghasilan asli BUT adalah penghasilan dari kegiatan usaha BUT dan penghasilan dari harta yang dimiliki BUT

Penghasilan KP yang pertama ditetapkan sebagai penghasilan BUT berdasarkan pertimbangan karena tidak logis suatu transaksi antara KP dengan perusahaan lain di Indonesia dilaksanakan tanpa bantuan BUT di Indonesia, padahal barang yang diperdagangkan /jasa yang diberikan adalah sama dengan yang diperdagangkan/diberikan oleh BUT. Konsep ini disebut “ Force of Attraction Concept” yang disarankan oleh UN Model

Penghasilan KP yang kedua, dianggap sebagai penghasilan BUT apabila terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan yang termasuk penghasilan yang dikenakan withholding berdasarkan pasal 26 UU PPh. Hubungan efektif berasal dari “Effectively connected Income” yaitu konsep yang berasal dari UU pajak domestik Amerika Serikat (Internal Revenue Code)

8

Page 9: Pajak Intl. Wpln

Konsep Effectively Connected Income menurut Masyarakat Perpajakan Internasional

9

Konsep effectively connected income telah dimuat dalam pasal 10 ayat (4) tentang deviden, pasal 11 ayat (4) tentang bunga dan pasal 12 ayat (3) tentang royalty OECD Draft Double taxation Convention on Income and on Capital yang pertama (1963), yang disempurnakan tahun 1977 , 1992 dan 1994 yaitu :

- Model –model tax treaty tidak menentukan BUT sbg Subyek pajak tersendiri, tetapi termasuk dalam Source Rule berkenaan dengan penghasilan dari usaha

Pasal 7 ayat (1) dari Model tax treaty : Penghasilan dari usaha yang didapat oleh WPDN negara domisili hanya dapat dikenakan pajak oleh negara sumber apabila di negara sumber tsb terdapat BUT yang dipergunakan oleh WPDN dari negara domisili ybs guna melakukan kegiatan usaha yang memberikan penghasilan dari usaha tsb.

- Model-model tax treaty tidak memuat ketentuan yang sama dengan pasal 5 ayat (1) huruf a UU PPh yang secara implisit mengatur pengenaan pajak atas bunga, deviden dan royalty serta capital gain yang effectively connected dengan kegiatan dan harta BUT

Page 10: Pajak Intl. Wpln

Konsep Effectively Connected Income menurut Masyarakat Perpajakan Internasional

Dalam UU PPh tidak ada ketentuan yang mengatur bagaimana menentukan suatu penghasilan KP itu mempunyai hubungan efektif dengan BUT di Indonesia.

UU PPh telah menetapkan BUT sebagai Subyek pajak, jadi semua penghasilan yang didapat (attibutable) BUT telah dapat dikenakan kepada BUT. Juga kegiatan KP yang dilakukan di Indonesia, penghasilannya akan dikenakan pajak kepada BUT .

Contoh :-Semua kegiatan usaha perhotelan di Indonesia dari Hilton Internasional

Hotels akan dikenakan kepada BUT nya Hilton di Indonesia. -Hilton Internasional Hotels di samping memberikan lisensi untuk

menggunakan nama Hilton, juga melakukan kegiatan usaha dengan memberikan management service. Jadi di samping kegiatan usaha memberikan jasa manajemen juga didapat royalty untuk membayar pemakaian nama Hilton dan pemakaian informasi untuk berusaha di bidang perhotelan

10

Page 11: Pajak Intl. Wpln

KANTOR PERWAKILAN DAGANG ASING Berdasarkan Kepmenkeu No. 634/1994 jo Kep Dirjen

pajak No.667/2001 : Penghasilan neto bagi WPLN yang mempunyai Kantor Perwakilan dagang di Indonesia sebesar 1% dari nilai ekspor bruto

Pajak Penghasilan bagi WPLN yang mempunyai Kantor Perwakilan dagang di Indonesia : 0,44% dari nilai ekspor bruto bersifat final

Dasar perhitungan 0,44%:- PPh atas pajak penghasilan : 30% x 1 % = 0,30%- Branch Profit Tax 20% x (1-0,3)% = 0,14%- Total = 0,44%

11

Page 12: Pajak Intl. Wpln

PERUSAHAAN PELAYARAN DAN PENERBANGAN LN

Berdasarkan Kepmenkeu No. 417/1996 jo Kep Dirjen pajak No.667/2001 : Penghasilan neto bagi WP Perusahaan pelayaran/penerbangan yang bertempat kedudukan di LN yang melakukan usaha melalui BUT di Indonesia sebesar 6% dari Peredaran bruto

Pajak Penghasilan bagi WPLN tsb: 2,64% dari peredaran bruto bersifat final

12

Page 13: Pajak Intl. Wpln

Pasal 26 : OBYEK PAJAK DARI WPLN SELAIN BUTKelompok I (ps 26 ayat 1) Deviden) Bunga termasuk premium, diskonto dan imbalan untuk jasa menjamin pengembalian

utang Royalty, sewa dan penghasilan lain sehub dengan pemakaian harta Imbalan sehub dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan Hadiah dan penghargaan Pensiun dan pembayaran berkala lainnyaKelompok 2 Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia, kec yang diatur dalam pasal 4 ayat (2) Premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeriKelompok 3 Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonsia, kec

penghasilan tsb ditanamkan kembali di Indonesia

Tarif pajak :Kelompok 1 : 20% x penghasilan brutoKelompok 2 : 20% x perkiraan penghasilan netoKelompok 3 : PKP BUT – pajak dari BUT

13

Page 14: Pajak Intl. Wpln

PPh Pasal 26 atas Deviden, Bunga, Royalty dan Penghasilan lainnya

Pasal 26 ayat (1) diatur bahwa penghasilan dalam ayat (1) dengan nama dan dalam bentuk apapun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan Pemerintah, subyek pajak DN, penyelenggara kegiatan, BUT atau perwakilan perusahaan LN lainnya kepada WPLN selain BUT dipotong pajak sebesar 20% dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan (kecuali tarif ditetapkan dalam P3B maka tunduk pada tarif P3B)

Contoh :1. SPDN membayarkan royalty sebesar Rp 100 juta kepada WPLN,

maka SPDN tsb berkewajiban memotong PPh sebesar 20% dari Rp 100 juta

2. Atlit LN yang ikut perlombaan lari maraton di Indonesia, kemudian mendapat hadiah sebesar Rp 50 juta , maka penyelenggara kegiatan berkewajiban memotong PPh sebesar 20% dari Rp 50 juta

14

Page 15: Pajak Intl. Wpln

DEVIDENDeviden merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang

saham atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi Orang Pribadi.

Termasuk dalam pengertian deviden :• Pembagian laba baik secara langsung atau tidak langsung dengan nama dan

dalam bentuk apapun• Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor• Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran kec saham yang

dilakukan tanpa penyetoran, saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham baru dan revaluasi AT

• Pembagian laba dalam bentuk saham• Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran• Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima pemegang

saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan ybs• Pembayaran kembali seluruh atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika

dalam tahun-tahun lampau diperoleh keuntungan• Pembayaran sehub dengan pemilikan obligasi• Bagian laba yang diterima pemegang polis• Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi• Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang

dibebankan sbg biaya perusahaan

15

Page 16: Pajak Intl. Wpln

BUNGA

Menurut Pasal 11 ayat (3) Model PBB dan pasal 11 ayat (3) Model OECD Tax treaty :

Bunga sebagai penghasilan dari segala jenis tagihan atau piutang, penghasilan dari surat berharga pemerintah dan penghasilan obligasi, termasuk premi dan hadiah yang terikat dengan surat berharga tsb. Tidak termasuk dalam pengertian bunga adalah pembayaran atau kewajiban yang bersifat denda (penalty) sehub dengan keterlambatan pembayaran.

Apabila kewajiban membayar didasarkan atas suatu persentase tertentu setiap bulan keterlambatan melunasi harga yang terutang, maka jumlah yang harus dilunasi tsb adalah Bunga.

Apabila jumlah yang harus dibayar karena keterlambatan ini berupa jumlah tetap maka jumlah tsb adalah penalty.

Premium : penghasilan bagi yang menerbitkan obligasi, bila obligasi dijual di atas nilai nominal

Diskonto : penghasilan bagi yang membeli obligasi, di bawah harga nominal

Imbalan sehub dengan jaminan pengembalian hutang : penghasilan bagi pihak ketiga yang bersedia untuk menjamin bahwa hutang ybs akan dikembalikan apabila pihak peminjam tidak mengembalikan, maka pihak ketiga yang bertanggungjawab atas hutang ybs

16

Page 17: Pajak Intl. Wpln

ROYALTY

Menurut UU PPh , pengertian Royalty terdiri dari 3 kelompok yaitu imbalan sehub dengan penggunaan :- Hak atas harta tak berwujud, misal hak pengarang, merk dagang, formula, paten- Hak atas harta berwujud, misal hak atas alat-alat industri, komersial dan ilmu pengetahuan (setiap peralatan yang mempunyai nilai intelektual, peralatan yang digunakan di beberapa industri khusus, seperti pengeboran minyak- Informasi, yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum, walaupun mungkin diperkenankan, misal pengalaman di bid. Industri. Ciri dari informasi tsb adalah informasi tsb telah tersedia sehingga pemiliknya tidak pelu lagi melakukan riset untuk menghasilkan informasi tsb. Tidak termasuk informasi disini : informasi yang diberikan oleh akuntan publik, ahli hukum, ahli teknik sesuai dengan bidang keahliannya yang dapat diberikan oleh setiap orang yang mempunyai latar belakang disiplin ilmu yang sama.

Menurut Model Tax treaty PBB, pasal 12 ayat (3) :The term royalties as used in this article means payments of any kind received as a consideration for the use of, or the right to use any copyright of literary, artistic or scientific work including cinematography films, or films, or tapes used for radio or television broadcasting, any patent, trade mark, design or model, plan, secret formula or process, or for the used of, or the right to used, industrial, commercial, or scientific equipment, or for information concerning industrial, commercial or scientific experience.

17

Page 18: Pajak Intl. Wpln

Jadi menurut Model PBB, Royalty sebagai imbalan sehub dgn harta tak berwujud ada 2 :-Intelectual property : harta berupa hak cipta atas hasil karya di bid kesusteraan, kesenian dan ilmu pengetahuan termasuk film sinematografi atau film pita yang dipakai untuk siaran radio dan televisi-Industrial property : harta berupa hak paten, merk dagang, pola atau modal, rencana, rumus rahasia atau proses rahasia.Dalam cara berusaha disebut franchising : pihak franchisor memberikan lisensi kepada franchisee untuk melakukan kegiatan usaha dengan mempergunakan nama, merk dagang, merk jasa dan cara berusaha yang dikembangkan oleh franchisor, seperti : Kentucky fried chicken, Holiday Inns dsb.

Menurut Model OECD : imbalan sehub dengan penggunaan harta berwujud berupa alat-alat industri, komersial dan ilmu pengetahuan tidak dikenakan pajak sebagai Royalty, tetapi dikenakan sebagai penghasilan dari usaha (Business profits)

Page 19: Pajak Intl. Wpln

Sewa dan penghasilan lain sehub dgn penggunaan hartaRental income : penghasilan yang didapat dari

persewaan perlengkapan perindustrian, perdagangan dan ilmu pengetahuan (Income derived from leasing of industrial, commercial or scientific equipment =ICSE)

Ada 2 jenis leasing :- Operating lease : persewaan alat perlengkapan

yang dengan mudah dipindahkan dari satu lessee ke lessee lain. Usaha persewaan berdasarkan jangka waktu tertentu dengan jangka waktu lebih pendek.

-Finance lease : penyewaan dengan lessor sebagai lembaga pembiayaan yang membayar semua harga ICSE yang diamortisasi untuk selama masa sewa

Page 20: Pajak Intl. Wpln

Imbalan sehub dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan (income from dependent personal services)Kegiatan usaha jasa dalam perpajakan internasional

mendapatkan perlakuan khusus dibandingkan dengan kegiatan usaha lainnya yang non jasa. Berdasarkan kesepakatan masyarakat perpajakan internasional, bahwa penghasilan dari usaha yang diperoleh WPLN suatu negara tidak boleh dikenakan pajak di negara sumber, kecuali ada BUT. Alat penguji utama adanya BUT adalah tempat tetap (fixed place) atau time test (untuk jasa).

Jadi dalam kegiatan usaha penjualan barang tanpa adanya tempat tetap di Indonesia, WPLN ybs tidak dapat dinyatakan mempunyai BUT. Dengan demikian WPLN tsb tidak dapat dikenakan pajak di Indonesia atas penghasilan dari usaha penjualan barang dagangan di Indonesia itu.

Bila penghasilan dari kegiatan usaha jasa memenuhi time test, maka kegiatan usaha jasa tsb dapat menjadi BUT.

Page 21: Pajak Intl. Wpln

Untuk kegiatan usaha jasa yang dilakukan tanpa adanya BUT, karena jangka waktunya belum memenuhi time test masih dimungkinkan untuk dikenakan pajak, tetapi dibatasi hanya untuk jasa teknik termasuk di dalamnya jasa manajemen (dalam Tax treaty Indonesia-Jerman).

Dalam tax treaty Ind-Jerman, jasa teknik bukan jasa pribadi yang diberikan oleh karyawan kepada pemberi kerja, dalam arti luas pengertian jasa teknik termasuk jasa teknik, jasa manajemen dan jasa konsultansi.

Menurut buku Tax treatment of the remunaration serta buku International taxation of services :

- Jasa tehnik adalah jasa yang merupakan bagian dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh suatu perusahaan

- Oleh karena kegiatan pemberian jasa tehnik diberi perlakuan lebih khusus lagi, maka kesulitan membedakannya jadi timbul dalam hal dua jasa tsb diberikan bersama-sama melalui yang disebut mixed contracts atau turn-key project

- Perlu dibedakan antara pemberian informasi (the supply of technical information) dengan memberikan jasa tehnik/technical assistance/ technical services. Bila perusahaan menjual rencana/design dari pabriknya kepada perusahaan lain tanpa melakukan kegiatan lain apapun maka disebut the supply of technical information. Apabila informasi tentang design ini disampaikan kepada license melalui tenaga ahli dari licensor untuk melatih orang-orangnya the licensee maka menjadi kegiatan tsb menjadi kegiatan jasa teknik. Biasanya dalam jasa teknik ada hubungannya dengan alih teknologi (the transfer of technology schemes).

Page 22: Pajak Intl. Wpln

- Dalam pemberian jasa teknik seharusnya ada hub antara jasa yang diberikan dengan imbalan yang dibayar. Jadi tidak hanya didasarkan atas suatu persentase tertentu dari omzet penjualan atau dari laba, seperti halnya pembayaran royalty untuk pemberian informasi di bidang perindustrian, perdagangan dan ilmu pengetahuan. Informasi teknis yang belum diungkapkan secara terbuka kepada masyarakat umum, baik yang dipatenkan ataupun tidak untuk membuat suatu produk tertentu atau suatu proses ternetu disebut “knowhow”

- Jasa tehnik masih harus dibedakan dengan jasa profesional(jasa pribadi). Jas tehnik adalah kegiatan usaha dengan maksud untuk meneruskan informasi yang didapat dari pengalaman pihak pemberi jasa.

- Oleh karena jasa teknik merupakan kegiatan usaha, maka untuk dapat dikenakan pajak di Indonesia, seharusnya ada kegiatan pemberian jasa yang dilakukan di Indonesia. Apabila tidak ada kegiatan di Indonesia, maka penghasilan yang didapat tentu bukan penghasilan dari usaha. Jadi apabila ada pemberian informasi yang penghasilannya dapat dikenakan pajak di Indonesia, tetapi tidak ada pemberian jasa yang dilakukan berarti the supply of technical information dan bukan jasa tehnik.

- Penghasilan dari kegiatan usaha termasuk jasa tehnik yang diterima WPLN dapat dikenakan pajak di Indoensia, berdasarkan UU PPh yaitu apabila usaha pemberian jasa dilakukan lebih dari 60 hari dalam 12 bulan. Kegiatan itu menjadi BUT, sedangkan pemberian jasa dilakukan kurang dari 60 hari, imbalan tsb dikenakan pasal 26

Page 23: Pajak Intl. Wpln

PPh Pasal 26 atas Premi AsuransiPasal 26 ayat (2) diatur bahwa penghasilan dLN dipotong

pajak sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto

Contoh :Contoh : PT A mengasuransikan gedung kantor ke perush asuransi di LN

dengan jumlah premi Rp 100 juta. Besar PPh ps 26 : 10% x Rp 100juta

PT A mengasuransikan gedung ke PT B sbg peush asuransi di Ind dengan jumlah premi Rp 100 juta. PT B mereasuransi sebag polis ke perush asuransi di LN sebesar Rp 50 juta. Maka PPh ps 26 yang wajib dipotong PT B sebesar 2% dari Rp 50 juta

23

No

Pembayar Premi di Ind

Perkiraan Penghasilan neto

Tarif efektif PPh ps 26

1 Tertanggung 50% dari jumlah premi dibayar

10% dari jumlah premi dibayar

2 Perusahaan Asuransi 10% dari jumlah premi dibayar

2% dari jumlah premi dibayar

3. Perusahaan Reasuransi

5% dari jumlah premi dibayar

1% dari jumlah premi dibayar

Page 24: Pajak Intl. Wpln

PPh Pasal 26 atas Penjualan HartaPasal 26 ayat (2) diatur bahwa penghasilan dari penjualan

harta yang diterima/diperoleh kepada WPLN selain BUT dipotong pajak sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto. (bila dalam P3B hak pemajakan ada pada Indonesia).

Besar perkiraan penghasilan neto : 25% dari harga jual. Tarif PPh ps 26 = 5% di harga jual

Contoh :1. WP LN menjual sebuah lukisan kepada SPDN seharga Rp

100 juta , maka SPDN tsb berkewajiban memotong PPh sebesar 5% dari Rp 100 juta

2. Bila nilai jual dibawah Rp 10 juta, maka dikecualikan dari obyek PPh ps 26

24

Page 25: Pajak Intl. Wpln

PPh Pasal 26 atas Penjualan SahamBerdasarkan Kepmenkeu N0.434/1999 dari

penjualan saham perseroan yang diperoleh WPLN selain BUT dipotong pajak sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto. (bila dalam P3B hak pemajakan ada pada Indonesia).

Besar perkiraan penghasilan neto : 25% dari harga jual. Tarif PPh ps 26 = 5% di harga jual

Contoh :1. WP LN menjual saham PT X di Ind seharga Rp

100 juta , maka SPDN tsb berkewajiban memotong PPh sebesar 5% dari Rp 100 juta

25

Page 26: Pajak Intl. Wpln

26