pajak dipungut pihak lain (withholding system)
DESCRIPTION
tugas pajakTRANSCRIPT
1
PAJAK DIPOTONG/DIPUNGUT PIHAK LAIN (Withholding Tax) - PPh 21, 22, 23, 26
Salah satu sistem pemungutan pajak yang diterapkan di Indonesia adalah Withholding
Tax system(pemotongan/pemungutan pajak). Dalam sistem Withholding Tax, pihak ketiga
diberikan kepercayaan untuk melaksanakan kewajiban memotong atau memungut pajak atas
penghasilan yang dibayarkan kepada penerima penghasilan sekaligus menyetorkannya ke kas
Negara. Di akhir tahun pajak, pajak yang telah dipotong atau dipungut dan telah disetorkan ke
kas negara itu akan menjadi pengurang pajak atau kredit pajak bagi pihak yang dipotong dengan
melampirkan bukti pemotongan atau pemungutan.
Sistem Withholding Tax di Indonesia diterapkan pada mekanisme
pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan (PPh). Istilah pemotongan dimaksudkan untuk
menyatakan jumlah pajak yang dipotong oleh pemberi penghasilan atas jumlah penghasilan yang
diberikan kepada penerima penghasilan sehingga menyebabkan berkurangnya jumlah
penghasilan yang diterimanya (misal: PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23). Sedangkan yang
dimaksud dengan pemungutan adalah jumlah pajak yang dipungut atas sejumlah pembayaran
yang berpotensi menimbulkan penghasilan kepada penerima pembayaran (misal: PPh Pasal 22).
Pemotong Pajak
Pemotong PPh Pasal 21
Termasuk pemotong PPh pasal 21 dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
252/KMK.03/2008 adalah :
1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusatmaupun
cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan
prmbayaran lain dengan nama dan bentuk apapun.
2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara atau pemegang kas pada
Pemerintah pusat.
3. Dana pensiun, badan penyelenggaran jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang
membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang
membayar :
Honorarium, komisi, fee atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa/
kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak dalam negeri
2
Honorarium, komisi, fee atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
jasa/kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak luar negeri
Honorarium, komisi, fee atau pembayar lain kepada peserta pendidikan, pelatihan dan
pegawai magang.
5. Penyelenggara kegiatan termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan
internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya.
Pemotong PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 merupakan pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-
lembaga negara lain, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang; dan badan-badan
tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau
kegiatan usaha di bidang laindan juga atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Pemotong PPh Pasal 23
Pemotong pajak PPh pasal 23 terdiri dari :
1. Badan Pemerintah
2. Subyek Pajak Badan dalam negeri
3. Penyelenggara kegiatan
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau perwakilan perusahaan luar negeri
5. Orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh Kepala Kantor
Pelayanan Pajak, yaitu:
a. Akuntan, arsitek, dokter, notaris, PPAT (kecuali Camat), pengacara, konsultan, yang
melakukan pekerjaan bebas.
b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas
pembayaran berupa sewa.
Pemotong PPh Pasal 26
Pemotongan PPh pasal 26 wajib dilakukan oleh :
1. Badan Pemerintah
2. Subjek Pajak dalam Negeri
3
3. Penyelenggaran kegiatan
4. Bentuk Usaha Tetap
5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
Penerima Penghasilan yang Dipotong
PPh Pasal 21
Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan :
1) Pegawai
2) Penerima uang pesangon,pensiun atau uang manfaat pensiun, jaminan hari tua, termasuk
ahli warisnya
3) Bukan pegawai yang menerima pengahsilan sehubungan dengan pemberian jasa meliputi:
Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan,
arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris
Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama,
penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya
Olahragawan
Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator
Pengarang, peneliti, dan penerjemah
Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya,
telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada
suatu kepanitiaan
Agen iklan
Pengawas atau pengelola proyek
Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara
Petugas penjaja barang dagangan
Petugas dinas luar asuransi
Distributor perusahaan multilevel marketing atau kegiatan sejenis lainnya
4) Anggota dewan komisaris yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan
yang sama
5) Mantan pegawai
4
6) Peserta kegiatan yang menerima penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam
suatu kegiatan.
PPh Pasal 22:
Pihak yang dipungut PPh Pasal 22 :
1. Mereka yang melakukan kegiatan impor barang
2. Rekanan yang menerima pembayaran dari Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan
Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN/BUMD BPPN, dan Bank Indonesia atas penyerahan/
penjualan barang yang pembayarannya berasal dari dana APBN/ APBD
3. Penyalur atau agen Pertamina
4. Penyalur atau agen badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak
jenis premix dan gas.
5. Penyalur dan agen gula pasir dan tepung terigu dari Bulog, serta pembeli lainnya yang
langsung dari Bulog
6. Penyalur, dealer, agen, dan grosir semen, rokok putih dan rokok kretek, kertas, baja, dan
otomotif, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri.
PPh Pasal 23
Penerima penghasilan yang dipotong PPh 23 adalah :
1) Wajib pajak dalam negeri (orang pribadi dan badan)
2) Bentuk Usaha Tetap (BUT)
PPh Pasal 26
Wajib Pajak luar negeri dari Indonesia.
Objek Pajak
Objek PPh Pasal 21
Obyek pemotongan PPh Pasal 21 adalah :
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat
teratur maupun tidak teratur.
5
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang
pensiun atau penghasilan sejenisnya.
3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan
dengan pensiun yang diterima secara sekaligus.
4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan,
upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan.
5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan.
6. Imbalan kepada peserta kegiatan antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat,
honorarium,hadiah atau penghargaan dengan nama apapun.
7. Penerimaan dalam bentuk natura dan atau kenikmatan lainnya dengan namadan dalam bentuk
apapun.
Bukan Obyek Pemotongan PPh Pasal 21
1. Pembayaran klaim asuransi dari perusahaan asuransi, baik asuransi kesehatan, asuransi
kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, maupun asuransi beasiswa.
2. Imbalan dalam bentuk natura, kecuali : yang diberikan oleh bukan subyek pajak, diberikan di
daerah terpencil, atau diberikan oleh pemerintah.
3. Iuran pensiun yang dibayar pemberi kerja kepada dana pensiun, iuran taspen yang dibayar
pemberi kerja kepada Badan Penyelenggara Taspen, iuran THT/tunjangan hari tua yang dibayar
pemberi kerja kepada dana pensiun, iuran jamsostek yang dibayar pemberi kerja kepada Badan
Penyelenggara Jamsostek. (pengenaan pajaknya akan dilakukan pada saat penerimaan uang
pensiun atau tunjangan hari tua).
4. Penghasilan berupa beasiswa yang di terima warga Negara Indonesia dari wajib pajak pemberi
beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan didalam negeri.
5. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan
oleh Pemerintah.
6. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
PPh Pasal 22
6
Obyek pemotongan PPh Pasal 22
1. Impor barang
2.Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh bendahara pemerintah dan kuasa
pengguna anggaran (KPA)
3. Pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP) oleh bendahara
pengeluaran
4. Penjualan hasil produksi di dalam negeri yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak di
bidang industri semen, industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri
otomotif.
5. Penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau importer bahan bakar
minyak, gas dan pelumas.
6. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor industri dan eksportir yang
bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan dari pedagang
pengumpul.
7. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
8. Pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung
(LS) oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
Bukan Obyek Pemotongan PPh Pasal 22
1. Impor barang atau penyerahan barang di dalam negeri yang berdasarkan Peraturan Perundang-
undangan tidak terutang Pajak Penghasilan.
2. Impor barang yang dibebaskan dari bea masuk, yaitu terdiri dari:
Barang perwakilan negara asing dan pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan
asas timbal balik.
Barang untuk keperluan badan internasional dan pejabatnya yang bertugas di Indonesia
yang dinyatakan sebagai bukan subyek pajak.
Barang untuk musium, kebun binatang, dan tempat sejenis untuk kepentingan umum.
Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, agama, sosial, dan kebudayaan.
Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Barang untuk keperluan tuna netra dan penyandang cacat lainnya.
7
Persenjataan, amunisi, perlengkapan militer, suku cadang untuk keperluan pertahanan
dan keamanan Negara.
Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah untuk kepentingan
umum
Peti mati atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah.
Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama.
Barang pindahan
Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkutan, pelintas batas, barang kiriman
(sampai nilai pabean tertentu).
Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan
pertahanan dan dan keamanan negara.
Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN).
Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan
suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang
diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan
penangkapan ikan nasional.
Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan
manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh
Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional.
Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta
prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia.
Peralatan yang digunakan untuk Penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara
Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia.
3. Impor sementara yang semata-mata untuk diekspor kembali
4. Pembayaran oleh Bendaharawan Pemerintah (beban APBN/APBD) atas pembelian
barang/jasa yang nilainya paling banyak Rp 1.000.000,00 (tanpa penerbitan SKB).
5. Pembayaran oleh Bendaharawan Pemerintah (beban APBN/APBD) atas pembelian bahan
bakar minyak, listrik, telepon, gas, air PAM, benda-benda pos (tanpa penerbitan SKB).
6. Emas batangan yang diproses untuk menghasilkan barang perhiasan emas untuk tujuan ekspor.
8
7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor Perbendaharaan dan
Kas Negara (tanpa SKB).
8. Impor kembali (re-impor) atas barang-barang yang telah diekspor atau barang yang diimpor
kembali untuk perbaikan, pengerjaan dan pengujian sepanjang memenuhi syarat yang ditentukan
oleh Dirjen Bea dan Cukai.
9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh BULOG
PPh Pasal 23
Obyek pemotongan PPh Pasal 23 adalah :
1. Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari perusahaan asuransi
kepada pemegang polis, dan pembagian hasil usaha koperasi.
2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
3. Royalti.
4. Hadiah, penghargaan bonus, dan sejenisnya.
5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau
bangunan, dan
6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan
jasa lain selain jasa yang telah dipotong.
Bukan Obyek Pemotongan PPh Pasal 23
1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank
2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi
(capital lease).
3. Dividen yang dibayarkan atau terutang kepada Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, Yayasan
atau sejenisnya, BUMN/BUMD, yang merupakan wajib pajak dalam negeri dari penyertaan
modal pada badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia, sepanjang :
Dividen tersebut berasal dari cadangan laba yang ditahan
Dalam hal penerima dividen adalah perseroan terbatas, BUMN, dan BUMD, kepemilikan
saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang
disetor dan harus memiliki usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut
4. Bagian laba yang diterima anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi
9
5. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.
6. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi
sebagai penyalur pinjaman ( perusahaan pembiayaan)
PPh Pasal 26
Obyek pemotongan PPh Pasal 26
1) Deviden,
2) Bunga termasuk premium diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang
3) Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
4) Imbalan sehubungan jasa, pekerjaan dan kegiatan
5) Hadiah dan penghargaan
6) Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
7) Keuntungan karena pembebasan utang.
Pengurangan yang Diperbolehkan
Pengurangan-pengurangan yang diperbolehkan untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak untuk
pegawai tetap:
1. Biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 6.000.000,00 per tahun, atau
Rp 500.000,00 per bulan.
2. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai ke dana pensiun atau penyelenggara
Tabungan Hari Tua atau Jaminan hari Tua, yang pendiriannya disahkan Menteri Keuangan,
maksimal Rp 2.400.000,00 per tahun, atau Rp 200.000,00 per bulan.
3. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP):
PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK
Penghasilan Tidak Kena Pajak, disingkat PTKP adalah pengurangan terhadap
penghasilan bruto orang pribadi atau perseorangan sebagai wajib pajak dalam negeri dalam
menghitung penghasilan kena pajak yang menjadi objek pajak penghasilan yang harus dibayar
wajib pajak di Indonesia. PTKP diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
10
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor:
162/PMK.011/2012 tentang penyesuaian besarnya penghasilan tidak kena pajak menjadi sebagai
berikut:
a) Rp24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak
orang pribadi
b) Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang
kawin
c) Rp24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) tambahan untuk seorang
isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008
d) Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota
keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat,
yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap
keluarga.
Dalam hal wajib pajak wanita kawin, PTKP yang dikurangkan hanya untuk dirinya
sendiri, dan dalam hal tidak kawin pengurangan PTKP selain untuk dirinya sendiri juga ditambah
dengan PTKP keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak
angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang.
Untuk pegawai tidak tetap pengurangan yang diperkenankan dalam menghitung Penghasilan
Kena Pajak adalah hanya Penghasilan Tidak Kena Pajak.
Untuk pensiunan pengurangan yang diperbolehkan dikurangkan dalam menghitung Penghasilan
Tidak Kena Pajak adalah:
a) biaya pensiun adalah sebesar 5% dari jumlah pensiun bruto, maksimum Rp 432.000,00
per tahun atau Rp 36.000,00 per bulan
b) Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Untuk pegawai harian, mingguan, pemagang, dan pegawai tidak tetap lainnya pengurangan
yang diperkenankan adalah pengurang sebesar Rp 150.000,00 per hari, dengan syarat
penghasilan dalam satu bulan takwim tidak melebihi Rp 2.025.000,00 dan upahnya tidak
dibayarkan secara bulanan.
11
Dalam hal penghasilan dalam satu bulan takwim melebihi Rp 2.025.000,00 atau upahnya
dibayarkan secara bulanan, maka PTKP yang dapat dikurangkan adalah PTKP sebenarnya dibagi
dengan 360.
PENGHITUNGAN PPH PASAL 21, 22, 23 DAN 26
PPh Pasal 21
Tarif PPh Orang Pribadi
1) Tarif pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagimana diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dengan ketentuan sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,00 5%
Diatas Rp 50.000.000,00 s/d Rp 250.000.000,00 15%
Diatas Rp 250.000.000,00 s/d Rp 500.000.000,00 25%
Diatas Rp 500.000.000,00 30%
2) Tarif Khusus
a. Tarif khusus yang diterapkan atas penghasilan yang bersumber dari APBN yang
diterima oleh PNS, anggota TNI/Polri, dan pensiunannya.
Pengenaan Pajak dari jumlah bruto honorarium atau imbalan
bagi : Tarif Pajak
PNS Gol I & II , Anggota TNI/Polri berpangkat Perwira Tamtama
dan Bintara, dan pensiunannya 0%
PNS Gol III, Anggota TNI/Polri pangkat Perwira Pertama, dan
Pensiunannya 5%
PNS Gol IV, Anggota TNI/Polri pangkat Perwira Menengah dan
Tinggi, dan pensiunannya 15%
b. Tarif khusus yang diterapkan atas penghasilan berupa uang pension yang diterima
sekaligus
Lapisan Penghasilan Kena Pajak (dari
Penghasilan Bruto) Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,00 0%
12
Di atas Rp50.000.000,00 – Rp. 100.000.000 5%
Di atas Rp 100.000.000,00 – Rp 500.000.000,00 15%
Di atas Rp 500.000.000,00 25%
c. Tarif berikut diterapkan atas penghasilan berupa uang manfaat pension, tunjangan
hari tua atau jaminan hari tua
Tarif 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000,00
Tarif 5% atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,00
d. Tarif khusus 5% atas upah/uang saku harian, mingguan, borongan, satuan yang
diterima oleh tenaga kerja lepas yang mempunyai total upah sebulan kurang dari
Rp 7.000.000,00 (dibayar tidak secara bulanan)
Tarif pajak penghasilan pasal 21 yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak
memiliki NPWP menjadi lebih tinggi 20% daripada tarif yang ditetapkan terhadap Wajib Pajak
yang dapat menunjukkan NPWP.
Contoh:
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 400.000.000,00
PPh yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP:
5% x Rp 50.000.000,00 Rp 2.500.000,00
15% x Rp 200.000.000,00 Rp 30.000.000,00
25% x Rp 150.000.000,00 Rp 37.500.000,00
Rp 70.000.000,00
PPh yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP:
5% x 120% x Rp 50.000.000,00 Rp 3.000.000,00
15% x 120% x Rp 200.000.000,00 Rp 36.000.000,00
25% x 120% x Rp 150.000.000,00 Rp 45.000.000,00
Rp 84.000.000,00
Tarif PPh Badan
Mulai tahun pajak 2009, tarif PPh Badan menganut sistem tarif tunggal atau single tax yaitu 28%
dan akan menjadi 25% pada tahun 2010. Jadi berapapun penghasilan kena pajaknya, tarif yang
13
dikenakan adalah satu yaitu 28% atau 25%. Khusus untuk perusahaan terbuka yang memenuhi
syarat tertentu, tarif PPh Badan nya adalah 5% lebih rendah dari tarif umum.
PPh Pasal 22
Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:
1. Atas impor:
a) yang menggunakan Angka Pengenal Impor (APl), sebesar 2,5% dari nilai impor, kecuali
atas impor kedelai, gandum dan tepung terigu sebesar 0,5% dari nilai impor
b) yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 7,5% dari nilai impor
c) Impor yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.
2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh bendahara pemerintah, bendahara pengeluaran,
dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dikenakan tarif sebesar 1,5% dari harga pembelian
dan tidak final.
3. Atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau importir bahan
bakar minyak, gas dan pelumas adalah sebagai berikut:
a) Bahan Bakar Minyak sebesar:
0,25% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada SPBU Pertamina
0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada SPBU bukan Pertamina
dan Non SPBU
b) Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN
c) Pelumas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN
4. Atas penjualan hasil produksi di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang
usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif
penjualan kertas di dalam negeri sebesar 0,1% dari dasar pengenaan pajak PPN
penjualan semua jenis semen di dalam negeri sebesar 0,25% dari dasar pengenaan pajak
PPN
penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih di dalam negeri sebesar
0,45% dari dasar pengenaan pajak PPN
penjualan baja di dalam negeri sebesar 0,3% dari dasar pengenaan pajak PPN
5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri
atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan
14
yang ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 dari pedagang pengumpul
sebesar 0,25% dari harga pembelian tidak termasuk PPN
6. Tarif 5% dari harga jual untuk penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
PPh Pasal 23
Dalam ketentuan baru Undang-undang Pajak Penghasilan, struktur tarif PPh pasal 23 adalah:
1. Tarif 15% x Penghasilan Bruto dan bersifat tidak final dikenakan terhadap penghasilan
berupa dividen, bunga, royalti dan hadiah, penghargaan dan bonus selain yang sudah
dipotong PPh Pasal 21.
2. Sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak
Penghasilan
imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan,
dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan
Berdasarkan Pasal 23 ayat (1a) Undang-undang Pajak Penghasilan yang baru, Wajib Pajak
yang menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23
dan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka besarnya tarif pemotongan PPh
Pasal 23 adalah lebih tinggi 100% daripada tarif PPh Pasal 23 umumnya.
PPh Pasal 26
1. Dikenakan PPh Pasal 26 = 20% dari jumlah bruto penghasilan wajib pajak luar negeri
berupa:
a) Dividen
b) Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang
c) Royalti, sewa, dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta
d) Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
e) Hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun
f) Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
15
2. Dikenakan PPh Pasal 26 = 20% dari Perkiraan Penghasilan Netto atas penghasilan wajib
pajak luar negeri berupa:
a) Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia
b) Penghasilan berupa premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi di luar
negeri, yaitu:
20% x 50% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi di Luar Negeri
20% x 10% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi LN oleh
perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia
20% x 5% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan reasuransi LN oleh
perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia
c) Dikenakan PPh Pasal 26 sebesar 20% dari Laba Neto setelah pajak dari suatu BUT di
Indonesia. Jika penghasilan setelah dikurangi pajak tersebut ditanamkan kembali di
Indonesia maka penghasilan tersebut tidak dipotong PPh pasal 26.
Dalam hal telah dilakukan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah RI
dengan negara lain (treaty partner), penghitungan besarnya PPh Pasal 26 didasarkan pada Tax
Treaty tersebut (dibebaskan dari pengenaan PPh Pasal 26 atau dikenakan PPh Pasal 26 dengan
tarif yang lebih rendah)
PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH FINAL
1. Pemotong PPh Final:
a. Badan Pemerintah
b. Subyek Pajak Badan dalam negeri
c. Penyelenggara kegiatan
d. Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau perwakilan perusahaan luar negeri
e. Orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak, yaitu:
Akuntan, arsitek, dokter, notaris, PPAT (kecuali Camat), pengacara, konsultan, yang
melakukan pekerjaan bebas.
Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas
pembayaran berupa sewa.
16
2. Jenis-jenis dan Obyek Pemotongan PPh Final:
Pajak Penghasilan atas Bunga, Sewa dan Imbalan Jasa Konsultan dan Jasa Konstruksi yang
diatur dengan Peraturan Pemerintah (PPh Pasal 4 ayat 2). Pasal 4 ayat 2 Undang-undang Pajak
Penghasilan menyebutkan, bahwa:
”Atas penghasilan berupa bunga deposito, dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari
transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek penghasilan dari pengalihan harta berupa
tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan
Peraturan Pemerintah”.
Penghasilan tertentu sebagaimana dimaksud dalam UU PPh Pasal 4 ayat 2, dikenakan tarif
khusus. Jenis penghasilan tersebut antara lain:
a. Penghasilan berupa bunga deposito/ tabungan, diskonto SBI dan jasa giro (tarif final 20%)
b. Penghasilan dari transaksi penjualan saham, baik saham pendiri maupun bukan saham pendiri
(tarif final 0,1%)
c. Penghasilan dari transaksi penjualan obligasi
d. Penghasilan dari penyerahan hadiah undian (tarif final 25%)
e. Penghasilan dari sewa tanah dan bangunan (tarif final 10%)
f. Penghasilan dari penyerahan jasa konstruksi
g. Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah/ dan bangunan
h. Penghasilan dari jasa pelayaran atau penerbangan luar negeri (tarif final 2,64%)
i. Penghasilan dari jasa penerbangan dalam negeri (tarif final 1,8%)
j. Penghasilan dari jasa pelayaran dalam negeri (tarif final 1,2%)
3. Dikecualikan dari Pemotongan Pajak penghasilan:
a. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau
cabang bank luar negeri di Indonesia.
b. Bunga deposito dan tabungan serta Serifikat Bank Indonesia, sepanjang jumlah deposito dan
tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000,00 (tujuh juta
lima ratus ribu rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang terpecah-pecah.
c. Bunga deposito dan tabungan, serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh dana pensiun
yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
17
d. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka pemilikan rumah
sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat
sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni
sendiri.
e. Bunga deposito dan tabungan, serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh bukan Subjek
Pajak.
Pencatatan Akuntansi Atas Pajak Dipotong/Dipungut
PPh Pasal 21
Dalam hal ini perusahaan sebagai pihak pemotong PPh 21, terjadi pemotongan yang telah
dilaksanakan, timbul utang kepada pemerintah sampai dilakukan penyetoran ke kas Negara,
dibuatkan jurnal sebagai berikut:
Pada saat pemotongan (dilakukan saat pembayaran gaji)
Biaya Gaji xxx
Utang PPh Pasal 21 xxx
Kas(gaji yang dibayarkan) xxx
Pada saat menyetor ke kas Negara
Utang PPh Pasal 21 xxx
Kas xxx
PPh Pasal 22
PPh pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga sehubungan
dengan pembayaran atas penyerahan barang, impor barang, dan kegiatan usaha di bidang-bidang
tertentu (seperti penyerahan barang oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah). Jurnal
pencatatan PPh Pasal 22 oleh Importir pada saat barang impor diterima adalah sebagai berikut:
Pembelian xxx
Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 22) xxx
Kas xxx
18
PPh Pasal 23
PPh pasal 23 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga sehubungan
dengan penghasilan tertentu (seperti deviden, bunga, royalti, sewa, dan jasa) yang diterima WP
badan dalam negeri dan BUT. Jurnal Pencatatan PPh Pasal 23 oleh pemotong pajak adalah
sebagai berikut:
Pada saat pemotongan (dilakukan pada saat pembayaran imbalan jasa)
Beban Jasa xxx
Utang PPh Pasal 23 xxx
Kas xxx
Pada saat penyetoran ke kas Negara
Utang PPh Pasal 23 xxx
Kas xxx
Sedangkan jurnal PPh Pasal 23 oleh penerima imbalan jasa adalah sebagai berikut:
Kas xxx
Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 23) xxx
Pendapatan Jasa xxx