pajak dipungut pihak lain (withholding system)

18
1 PAJAK DIPOTONG/DIPUNGUT PIHAK LAIN (Withholding Tax) - PPh 21, 22, 23, 26 Salah satu sistem pemungutan pajak yang diterapkan di Indonesia adalah Withholding Tax system(pemotongan/pemungutan pajak). Dalam sistem Withholding Tax, pihak ketiga diberikan kepercayaan untuk melaksanakan kewajiban memotong atau memungut pajak atas penghasilan yang dibayarkan kepada penerima penghasilan sekaligus menyetorkannya ke kas Negara. Di akhir tahun pajak, pajak yang telah dipotong atau dipungut dan telah disetorkan ke kas negara itu akan menjadi pengurang pajak atau kredit pajak bagi pihak yang dipotong dengan melampirkan bukti pemotongan atau pemungutan. Sistem Withholding Tax di Indonesia diterapkan pada mekanisme pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan (PPh). Istilah pemotongan dimaksudkan untuk menyatakan jumlah pajak yang dipotong oleh pemberi penghasilan atas jumlah penghasilan yang diberikan kepada penerima penghasilan sehingga menyebabkan berkurangnya jumlah penghasilan yang diterimanya (misal: PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23). Sedangkan yang dimaksud dengan pemungutan adalah jumlah pajak yang dipungut atas sejumlah pembayaran yang berpotensi menimbulkan penghasilan kepada penerima pembayaran (misal: PPh Pasal 22). Pemotong Pajak Pemotong PPh Pasal 21 Termasuk pemotong PPh pasal 21 dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/KMK.03/2008 adalah : 1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusatmaupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan prmbayaran lain dengan nama dan bentuk apapun. 2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara atau pemegang kas pada Pemerintah pusat. 3. Dana pensiun, badan penyelenggaran jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua. 4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar : Honorarium, komisi, fee atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa/ kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak dalam negeri

Upload: refinia-widiastuty

Post on 25-Oct-2015

34 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

tugas pajak

TRANSCRIPT

Page 1: Pajak Dipungut Pihak Lain (Withholding System)

1

PAJAK DIPOTONG/DIPUNGUT PIHAK LAIN (Withholding Tax) - PPh 21, 22, 23, 26

Salah satu sistem pemungutan pajak yang diterapkan di Indonesia adalah Withholding

Tax system(pemotongan/pemungutan pajak). Dalam sistem Withholding Tax, pihak ketiga

diberikan kepercayaan untuk melaksanakan kewajiban memotong atau memungut pajak atas

penghasilan yang dibayarkan kepada penerima penghasilan sekaligus menyetorkannya ke kas

Negara. Di akhir tahun pajak, pajak yang telah dipotong atau dipungut dan telah disetorkan ke

kas negara itu akan menjadi pengurang pajak atau kredit pajak bagi pihak yang dipotong dengan

melampirkan bukti pemotongan atau pemungutan.

Sistem Withholding Tax di Indonesia diterapkan pada mekanisme

pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan (PPh). Istilah pemotongan dimaksudkan untuk

menyatakan jumlah pajak yang dipotong oleh pemberi penghasilan atas jumlah penghasilan yang

diberikan kepada penerima penghasilan sehingga menyebabkan berkurangnya jumlah

penghasilan yang diterimanya (misal: PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23). Sedangkan yang

dimaksud dengan pemungutan adalah jumlah pajak yang dipungut atas sejumlah pembayaran

yang berpotensi menimbulkan penghasilan kepada penerima pembayaran (misal: PPh Pasal 22).

Pemotong Pajak

Pemotong PPh Pasal 21

Termasuk pemotong PPh pasal 21 dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor

252/KMK.03/2008 adalah :

1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusatmaupun

cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan

prmbayaran lain dengan nama dan bentuk apapun.

2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara atau pemegang kas pada

Pemerintah pusat.

3. Dana pensiun, badan penyelenggaran jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang

membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.

4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang

membayar :

Honorarium, komisi, fee atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa/

kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak dalam negeri

Page 2: Pajak Dipungut Pihak Lain (Withholding System)

2

Honorarium, komisi, fee atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan

jasa/kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak luar negeri

Honorarium, komisi, fee atau pembayar lain kepada peserta pendidikan, pelatihan dan

pegawai magang.

5. Penyelenggara kegiatan termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan

internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya.

Pemotong PPh Pasal 22

PPh Pasal 22 merupakan pajak yang dipungut oleh bendaharawan pemerintah baik

Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-

lembaga negara lain, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang; dan badan-badan

tertentu baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau

kegiatan usaha di bidang laindan juga atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

Pemotong PPh Pasal 23

Pemotong pajak PPh pasal 23 terdiri dari :

1. Badan Pemerintah

2. Subyek Pajak Badan dalam negeri

3. Penyelenggara kegiatan

4. Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau perwakilan perusahaan luar negeri

5. Orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh Kepala Kantor

Pelayanan Pajak, yaitu:

a. Akuntan, arsitek, dokter, notaris, PPAT (kecuali Camat), pengacara, konsultan, yang

melakukan pekerjaan bebas.

b. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas

pembayaran berupa sewa.

Pemotong PPh Pasal 26

Pemotongan PPh pasal 26 wajib dilakukan oleh :

1. Badan Pemerintah

2. Subjek Pajak dalam Negeri

Page 3: Pajak Dipungut Pihak Lain (Withholding System)

3

3. Penyelenggaran kegiatan

4. Bentuk Usaha Tetap

5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya

Penerima Penghasilan yang Dipotong

PPh Pasal 21

Penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan :

1) Pegawai

2) Penerima uang pesangon,pensiun atau uang manfaat pensiun, jaminan hari tua, termasuk

ahli warisnya

3) Bukan pegawai yang menerima pengahsilan sehubungan dengan pemberian jasa meliputi:

Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan,

arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris

Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,

bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama,

penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya

Olahragawan

Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator

Pengarang, peneliti, dan penerjemah

Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya,

telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada

suatu kepanitiaan

Agen iklan

Pengawas atau pengelola proyek

Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara

Petugas penjaja barang dagangan

Petugas dinas luar asuransi

Distributor perusahaan multilevel marketing atau kegiatan sejenis lainnya

4) Anggota dewan komisaris yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan

yang sama

5) Mantan pegawai

Page 4: Pajak Dipungut Pihak Lain (Withholding System)

4

6) Peserta kegiatan yang menerima penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam

suatu kegiatan.

PPh Pasal 22:

Pihak yang dipungut PPh Pasal 22 :

1. Mereka yang melakukan kegiatan impor barang

2. Rekanan yang menerima pembayaran dari Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan

Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN/BUMD BPPN, dan Bank Indonesia atas penyerahan/

penjualan barang yang pembayarannya berasal dari dana APBN/ APBD

3. Penyalur atau agen Pertamina

4. Penyalur atau agen badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak

jenis premix dan gas.

5. Penyalur dan agen gula pasir dan tepung terigu dari Bulog, serta pembeli lainnya yang

langsung dari Bulog

6. Penyalur, dealer, agen, dan grosir semen, rokok putih dan rokok kretek, kertas, baja, dan

otomotif, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri.

PPh Pasal 23

Penerima penghasilan yang dipotong PPh 23 adalah :

1) Wajib pajak dalam negeri (orang pribadi dan badan)

2) Bentuk Usaha Tetap (BUT)

PPh Pasal 26

Wajib Pajak luar negeri dari Indonesia.

Objek Pajak

Objek PPh Pasal 21

Obyek pemotongan PPh Pasal 21 adalah :

1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat

teratur maupun tidak teratur.

Page 5: Pajak Dipungut Pihak Lain (Withholding System)

5

2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang

pensiun atau penghasilan sejenisnya.

3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan

dengan pensiun yang diterima secara sekaligus.

4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan,

upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan.

5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan

sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan.

6. Imbalan kepada peserta kegiatan antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat,

honorarium,hadiah atau penghargaan dengan nama apapun.

7. Penerimaan dalam bentuk natura dan atau kenikmatan lainnya dengan namadan dalam bentuk

apapun.

Bukan Obyek Pemotongan PPh Pasal 21

1. Pembayaran klaim asuransi dari perusahaan asuransi, baik asuransi kesehatan, asuransi

kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, maupun asuransi beasiswa.

2. Imbalan dalam bentuk natura, kecuali : yang diberikan oleh bukan subyek pajak, diberikan di

daerah terpencil, atau diberikan oleh pemerintah.

3. Iuran pensiun yang dibayar pemberi kerja kepada dana pensiun, iuran taspen yang dibayar

pemberi kerja kepada Badan Penyelenggara Taspen, iuran THT/tunjangan hari tua yang dibayar

pemberi kerja kepada dana pensiun, iuran jamsostek yang dibayar pemberi kerja kepada Badan

Penyelenggara Jamsostek. (pengenaan pajaknya akan dilakukan pada saat penerimaan uang

pensiun atau tunjangan hari tua).

4. Penghasilan berupa beasiswa yang di terima warga Negara Indonesia dari wajib pajak pemberi

beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan didalam negeri.

5. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan

oleh Pemerintah.

6. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang

dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.

PPh Pasal 22

Page 6: Pajak Dipungut Pihak Lain (Withholding System)

6

Obyek pemotongan PPh Pasal 22

1. Impor barang

2.Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh bendahara pemerintah dan kuasa

pengguna anggaran (KPA)

3. Pembayaran yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP) oleh bendahara

pengeluaran

4. Penjualan hasil produksi di dalam negeri yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak di

bidang industri semen, industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri

otomotif.

5. Penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau importer bahan bakar

minyak, gas dan pelumas.

6. Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor industri dan eksportir yang

bergerak dalam sektor perhutanan, perkebunan, pertanian dan perikanan dari pedagang

pengumpul.

7. Penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

8. Pembayaran kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung

(LS) oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)

Bukan Obyek Pemotongan PPh Pasal 22

1. Impor barang atau penyerahan barang di dalam negeri yang berdasarkan Peraturan Perundang-

undangan tidak terutang Pajak Penghasilan.

2. Impor barang yang dibebaskan dari bea masuk, yaitu terdiri dari:

Barang perwakilan negara asing dan pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan

asas timbal balik.

Barang untuk keperluan badan internasional dan pejabatnya yang bertugas di Indonesia

yang dinyatakan sebagai bukan subyek pajak.

Barang untuk musium, kebun binatang, dan tempat sejenis untuk kepentingan umum.

Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, agama, sosial, dan kebudayaan.

Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Barang untuk keperluan tuna netra dan penyandang cacat lainnya.

Page 7: Pajak Dipungut Pihak Lain (Withholding System)

7

Persenjataan, amunisi, perlengkapan militer, suku cadang untuk keperluan pertahanan

dan keamanan Negara.

Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah untuk kepentingan

umum

Peti mati atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah.

Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama.

Barang pindahan

Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkutan, pelintas batas, barang kiriman

(sampai nilai pabean tertentu).

Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan

pertahanan dan dan keamanan negara.

Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN).

Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, dan kapal angkutan

penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan

suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan manusia yang

diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan

penangkapan ikan nasional.

Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan

manusia, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh

Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional.

Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta

prasarana yang diimpor dan digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia.

Peralatan yang digunakan untuk Penyediaan data batas dan photo udara wilayah Negara

Republik Indonesia yang dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia.

3. Impor sementara yang semata-mata untuk diekspor kembali

4. Pembayaran oleh Bendaharawan Pemerintah (beban APBN/APBD) atas pembelian

barang/jasa yang nilainya paling banyak Rp 1.000.000,00 (tanpa penerbitan SKB).

5. Pembayaran oleh Bendaharawan Pemerintah (beban APBN/APBD) atas pembelian bahan

bakar minyak, listrik, telepon, gas, air PAM, benda-benda pos (tanpa penerbitan SKB).

6. Emas batangan yang diproses untuk menghasilkan barang perhiasan emas untuk tujuan ekspor.

Page 8: Pajak Dipungut Pihak Lain (Withholding System)

8

7. Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor Perbendaharaan dan

Kas Negara (tanpa SKB).

8. Impor kembali (re-impor) atas barang-barang yang telah diekspor atau barang yang diimpor

kembali untuk perbaikan, pengerjaan dan pengujian sepanjang memenuhi syarat yang ditentukan

oleh Dirjen Bea dan Cukai.

9. Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh BULOG

PPh Pasal 23

Obyek pemotongan PPh Pasal 23 adalah :

1. Deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari perusahaan asuransi

kepada pemegang polis, dan pembagian hasil usaha koperasi.

2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.

3. Royalti.

4. Hadiah, penghargaan bonus, dan sejenisnya.

5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau

bangunan, dan

6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan

jasa lain selain jasa yang telah dipotong.

Bukan Obyek Pemotongan PPh Pasal 23

1. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank

2. Sewa yang dibayar atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi

(capital lease).

3. Dividen yang dibayarkan atau terutang kepada Perseroan Terbatas (PT), Koperasi, Yayasan

atau sejenisnya, BUMN/BUMD, yang merupakan wajib pajak dalam negeri dari penyertaan

modal pada badan usaha yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia, sepanjang :

Dividen tersebut berasal dari cadangan laba yang ditahan

Dalam hal penerima dividen adalah perseroan terbatas, BUMN, dan BUMD, kepemilikan

saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang

disetor dan harus memiliki usaha aktif di luar kepemilikan saham tersebut

4. Bagian laba yang diterima anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi

Page 9: Pajak Dipungut Pihak Lain (Withholding System)

9

5. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.

6. Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi

sebagai penyalur pinjaman ( perusahaan pembiayaan)

PPh Pasal 26

Obyek pemotongan PPh Pasal 26

1) Deviden,

2) Bunga termasuk premium diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan

pengembalian utang

3) Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta

4) Imbalan sehubungan jasa, pekerjaan dan kegiatan

5) Hadiah dan penghargaan

6) Pensiun dan pembayaran berkala lainnya

7) Keuntungan karena pembebasan utang.

Pengurangan yang Diperbolehkan

Pengurangan-pengurangan yang diperbolehkan untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak untuk

pegawai tetap:

1. Biaya jabatan sebesar 5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 6.000.000,00 per tahun, atau

Rp 500.000,00 per bulan.

2. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai ke dana pensiun atau penyelenggara

Tabungan Hari Tua atau Jaminan hari Tua, yang pendiriannya disahkan Menteri Keuangan,

maksimal Rp 2.400.000,00 per tahun, atau Rp 200.000,00 per bulan.

3. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP):

PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK

Penghasilan Tidak Kena Pajak, disingkat PTKP adalah pengurangan terhadap

penghasilan bruto orang pribadi atau perseorangan sebagai wajib pajak dalam negeri dalam

menghitung penghasilan kena pajak yang menjadi objek pajak penghasilan yang harus dibayar

wajib pajak di Indonesia. PTKP diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang

Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

Page 10: Pajak Dipungut Pihak Lain (Withholding System)

10

sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor:

162/PMK.011/2012 tentang penyesuaian besarnya penghasilan tidak kena pajak menjadi sebagai

berikut:

a) Rp24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) untuk diri Wajib Pajak

orang pribadi

b) Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang

kawin

c) Rp24.300.000,00 (dua puluh empat juta tiga ratus ribu rupiah) tambahan untuk seorang

isteri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36

Tahun 2008

d) Rp2.025.000,00 (dua juta dua puluh lima ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota

keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat,

yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap

keluarga.

Dalam hal wajib pajak wanita kawin, PTKP yang dikurangkan hanya untuk dirinya

sendiri, dan dalam hal tidak kawin pengurangan PTKP selain untuk dirinya sendiri juga ditambah

dengan PTKP keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak

angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang.

Untuk pegawai tidak tetap pengurangan yang diperkenankan dalam menghitung Penghasilan

Kena Pajak adalah hanya Penghasilan Tidak Kena Pajak.

Untuk pensiunan pengurangan yang diperbolehkan dikurangkan dalam menghitung Penghasilan

Tidak Kena Pajak adalah:

a) biaya pensiun adalah sebesar 5% dari jumlah pensiun bruto, maksimum Rp 432.000,00

per tahun atau Rp 36.000,00 per bulan

b) Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

Untuk pegawai harian, mingguan, pemagang, dan pegawai tidak tetap lainnya pengurangan

yang diperkenankan adalah pengurang sebesar Rp 150.000,00 per hari, dengan syarat

penghasilan dalam satu bulan takwim tidak melebihi Rp 2.025.000,00 dan upahnya tidak

dibayarkan secara bulanan.

Page 11: Pajak Dipungut Pihak Lain (Withholding System)

11

Dalam hal penghasilan dalam satu bulan takwim melebihi Rp 2.025.000,00 atau upahnya

dibayarkan secara bulanan, maka PTKP yang dapat dikurangkan adalah PTKP sebenarnya dibagi

dengan 360.

PENGHITUNGAN PPH PASAL 21, 22, 23 DAN 26

PPh Pasal 21

Tarif PPh Orang Pribadi

1) Tarif pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagimana diubah terakhir dengan

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dengan ketentuan sebagai berikut:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 50.000.000,00 5%

Diatas Rp 50.000.000,00 s/d Rp 250.000.000,00 15%

Diatas Rp 250.000.000,00 s/d Rp 500.000.000,00 25%

Diatas Rp 500.000.000,00 30%

2) Tarif Khusus

a. Tarif khusus yang diterapkan atas penghasilan yang bersumber dari APBN yang

diterima oleh PNS, anggota TNI/Polri, dan pensiunannya.

Pengenaan Pajak dari jumlah bruto honorarium atau imbalan

bagi : Tarif Pajak

PNS Gol I & II , Anggota TNI/Polri berpangkat Perwira Tamtama

dan Bintara, dan pensiunannya 0%

PNS Gol III, Anggota TNI/Polri pangkat Perwira Pertama, dan

Pensiunannya 5%

PNS Gol IV, Anggota TNI/Polri pangkat Perwira Menengah dan

Tinggi, dan pensiunannya 15%

b. Tarif khusus yang diterapkan atas penghasilan berupa uang pension yang diterima

sekaligus

Lapisan Penghasilan Kena Pajak (dari

Penghasilan Bruto) Tarif Pajak

Sampai dengan Rp 50.000.000,00 0%

Page 12: Pajak Dipungut Pihak Lain (Withholding System)

12

Di atas Rp50.000.000,00 – Rp. 100.000.000 5%

Di atas Rp 100.000.000,00 – Rp 500.000.000,00 15%

Di atas Rp 500.000.000,00 25%

c. Tarif berikut diterapkan atas penghasilan berupa uang manfaat pension, tunjangan

hari tua atau jaminan hari tua

Tarif 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000,00

Tarif 5% atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,00

d. Tarif khusus 5% atas upah/uang saku harian, mingguan, borongan, satuan yang

diterima oleh tenaga kerja lepas yang mempunyai total upah sebulan kurang dari

Rp 7.000.000,00 (dibayar tidak secara bulanan)

Tarif pajak penghasilan pasal 21 yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak

memiliki NPWP menjadi lebih tinggi 20% daripada tarif yang ditetapkan terhadap Wajib Pajak

yang dapat menunjukkan NPWP.

Contoh:

Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 400.000.000,00

PPh yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP:

5% x Rp 50.000.000,00 Rp 2.500.000,00

15% x Rp 200.000.000,00 Rp 30.000.000,00

25% x Rp 150.000.000,00 Rp 37.500.000,00

Rp 70.000.000,00

PPh yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP:

5% x 120% x Rp 50.000.000,00 Rp 3.000.000,00

15% x 120% x Rp 200.000.000,00 Rp 36.000.000,00

25% x 120% x Rp 150.000.000,00 Rp 45.000.000,00

Rp 84.000.000,00

Tarif PPh Badan

Mulai tahun pajak 2009, tarif PPh Badan menganut sistem tarif tunggal atau single tax yaitu 28%

dan akan menjadi 25% pada tahun 2010. Jadi berapapun penghasilan kena pajaknya, tarif yang

Page 13: Pajak Dipungut Pihak Lain (Withholding System)

13

dikenakan adalah satu yaitu 28% atau 25%. Khusus untuk perusahaan terbuka yang memenuhi

syarat tertentu, tarif PPh Badan nya adalah 5% lebih rendah dari tarif umum.

PPh Pasal 22

Besarnya Pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:

1. Atas impor:

a) yang menggunakan Angka Pengenal Impor (APl), sebesar 2,5% dari nilai impor, kecuali

atas impor kedelai, gandum dan tepung terigu sebesar 0,5% dari nilai impor

b) yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API), sebesar 7,5% dari nilai impor

c) Impor yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh setengah persen) dari harga jual lelang.

2. Atas pembelian barang yang dilakukan oleh bendahara pemerintah, bendahara pengeluaran,

dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), dikenakan tarif sebesar 1,5% dari harga pembelian

dan tidak final.

3. Atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas oleh produsen atau importir bahan

bakar minyak, gas dan pelumas adalah sebagai berikut:

a) Bahan Bakar Minyak sebesar:

0,25% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada SPBU Pertamina

0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN untuk penjualan kepada SPBU bukan Pertamina

dan Non SPBU

b) Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN

c) Pelumas sebesar 0,3% dari penjualan tidak termasuk PPN

4. Atas penjualan hasil produksi di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak dalam bidang

usaha industri semen, industri kertas, industri baja, dan industri otomotif

penjualan kertas di dalam negeri sebesar 0,1% dari dasar pengenaan pajak PPN

penjualan semua jenis semen di dalam negeri sebesar 0,25% dari dasar pengenaan pajak

PPN

penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih di dalam negeri sebesar

0,45% dari dasar pengenaan pajak PPN

penjualan baja di dalam negeri sebesar 0,3% dari dasar pengenaan pajak PPN

5. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri

atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan

Page 14: Pajak Dipungut Pihak Lain (Withholding System)

14

yang ditunjuk sebagai pemungut Pajak Penghasilan Pasal 22 dari pedagang pengumpul

sebesar 0,25% dari harga pembelian tidak termasuk PPN

6. Tarif 5% dari harga jual untuk penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

PPh Pasal 23

Dalam ketentuan baru Undang-undang Pajak Penghasilan, struktur tarif PPh pasal 23 adalah:

1. Tarif 15% x Penghasilan Bruto dan bersifat tidak final dikenakan terhadap penghasilan

berupa dividen, bunga, royalti dan hadiah, penghargaan dan bonus selain yang sudah

dipotong PPh Pasal 21.

2. Sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:

sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan

penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenai Pajak

Penghasilan

imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan,

dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan

Berdasarkan Pasal 23 ayat (1a) Undang-undang Pajak Penghasilan yang baru, Wajib Pajak

yang menerima atau memperoleh penghasilan yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23

dan tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka besarnya tarif pemotongan PPh

Pasal 23 adalah lebih tinggi 100% daripada tarif PPh Pasal 23 umumnya.

PPh Pasal 26

1. Dikenakan PPh Pasal 26 = 20% dari jumlah bruto penghasilan wajib pajak luar negeri

berupa:

a) Dividen

b) Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan

pengembalian utang

c) Royalti, sewa, dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta

d) Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan

e) Hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun

f) Pensiun dan pembayaran berkala lainnya

Page 15: Pajak Dipungut Pihak Lain (Withholding System)

15

2. Dikenakan PPh Pasal 26 = 20% dari Perkiraan Penghasilan Netto atas penghasilan wajib

pajak luar negeri berupa:

a) Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia

b) Penghasilan berupa premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi di luar

negeri, yaitu:

20% x 50% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi di Luar Negeri

20% x 10% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi LN oleh

perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia

20% x 5% x Premi yang dibayarkan kepada perusahaan reasuransi LN oleh

perusahaan asuransi yang berkedudukan di Indonesia

c) Dikenakan PPh Pasal 26 sebesar 20% dari Laba Neto setelah pajak dari suatu BUT di

Indonesia. Jika penghasilan setelah dikurangi pajak tersebut ditanamkan kembali di

Indonesia maka penghasilan tersebut tidak dipotong PPh pasal 26.

Dalam hal telah dilakukan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda antara Pemerintah RI

dengan negara lain (treaty partner), penghitungan besarnya PPh Pasal 26 didasarkan pada Tax

Treaty tersebut (dibebaskan dari pengenaan PPh Pasal 26 atau dikenakan PPh Pasal 26 dengan

tarif yang lebih rendah)

PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PPH FINAL

1. Pemotong PPh Final:

a. Badan Pemerintah

b. Subyek Pajak Badan dalam negeri

c. Penyelenggara kegiatan

d. Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau perwakilan perusahaan luar negeri

e. Orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh Dirjen Pajak, yaitu:

Akuntan, arsitek, dokter, notaris, PPAT (kecuali Camat), pengacara, konsultan, yang

melakukan pekerjaan bebas.

Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas

pembayaran berupa sewa.

Page 16: Pajak Dipungut Pihak Lain (Withholding System)

16

2. Jenis-jenis dan Obyek Pemotongan PPh Final:

Pajak Penghasilan atas Bunga, Sewa dan Imbalan Jasa Konsultan dan Jasa Konstruksi yang

diatur dengan Peraturan Pemerintah (PPh Pasal 4 ayat 2). Pasal 4 ayat 2 Undang-undang Pajak

Penghasilan menyebutkan, bahwa:

”Atas penghasilan berupa bunga deposito, dan tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari

transaksi saham dan sekuritas lainnya di bursa efek penghasilan dari pengalihan harta berupa

tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan

Peraturan Pemerintah”.

Penghasilan tertentu sebagaimana dimaksud dalam UU PPh Pasal 4 ayat 2, dikenakan tarif

khusus. Jenis penghasilan tersebut antara lain:

a. Penghasilan berupa bunga deposito/ tabungan, diskonto SBI dan jasa giro (tarif final 20%)

b. Penghasilan dari transaksi penjualan saham, baik saham pendiri maupun bukan saham pendiri

(tarif final 0,1%)

c. Penghasilan dari transaksi penjualan obligasi

d. Penghasilan dari penyerahan hadiah undian (tarif final 25%)

e. Penghasilan dari sewa tanah dan bangunan (tarif final 10%)

f. Penghasilan dari penyerahan jasa konstruksi

g. Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah/ dan bangunan

h. Penghasilan dari jasa pelayaran atau penerbangan luar negeri (tarif final 2,64%)

i. Penghasilan dari jasa penerbangan dalam negeri (tarif final 1,8%)

j. Penghasilan dari jasa pelayaran dalam negeri (tarif final 1,2%)

3. Dikecualikan dari Pemotongan Pajak penghasilan:

a. Bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau

cabang bank luar negeri di Indonesia.

b. Bunga deposito dan tabungan serta Serifikat Bank Indonesia, sepanjang jumlah deposito dan

tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000,00 (tujuh juta

lima ratus ribu rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang terpecah-pecah.

c. Bunga deposito dan tabungan, serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh dana pensiun

yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

Page 17: Pajak Dipungut Pihak Lain (Withholding System)

17

d. Bunga tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka pemilikan rumah

sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat

sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni

sendiri.

e. Bunga deposito dan tabungan, serta diskonto SBI yang diterima atau diperoleh bukan Subjek

Pajak.

Pencatatan Akuntansi Atas Pajak Dipotong/Dipungut

PPh Pasal 21

Dalam hal ini perusahaan sebagai pihak pemotong PPh 21, terjadi pemotongan yang telah

dilaksanakan, timbul utang kepada pemerintah sampai dilakukan penyetoran ke kas Negara,

dibuatkan jurnal sebagai berikut:

Pada saat pemotongan (dilakukan saat pembayaran gaji)

Biaya Gaji xxx

Utang PPh Pasal 21 xxx

Kas(gaji yang dibayarkan) xxx

Pada saat menyetor ke kas Negara

Utang PPh Pasal 21 xxx

Kas xxx

PPh Pasal 22

PPh pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga sehubungan

dengan pembayaran atas penyerahan barang, impor barang, dan kegiatan usaha di bidang-bidang

tertentu (seperti penyerahan barang oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah). Jurnal

pencatatan PPh Pasal 22 oleh Importir pada saat barang impor diterima adalah sebagai berikut:

Pembelian xxx

Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 22) xxx

Kas xxx

Page 18: Pajak Dipungut Pihak Lain (Withholding System)

18

PPh Pasal 23

PPh pasal 23 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga sehubungan

dengan penghasilan tertentu (seperti deviden, bunga, royalti, sewa, dan jasa) yang diterima WP

badan dalam negeri dan BUT. Jurnal Pencatatan PPh Pasal 23 oleh pemotong pajak adalah

sebagai berikut:

Pada saat pemotongan (dilakukan pada saat pembayaran imbalan jasa)

Beban Jasa xxx

Utang PPh Pasal 23 xxx

Kas xxx

Pada saat penyetoran ke kas Negara

Utang PPh Pasal 23 xxx

Kas xxx

Sedangkan jurnal PPh Pasal 23 oleh penerima imbalan jasa adalah sebagai berikut:

Kas xxx

Pajak dibayar dimuka (PPh Pasal 23) xxx

Pendapatan Jasa xxx