paj bersambung

6
SEMUANYA BERMULA DARI SEORANG GADIS BUTA. Bagaimana aku bisa menjadi orang lain se- dangkan aku nggak tahu bagaimana menjadi diri sendiri. Aku juga tidak mampu melukis wajah bapak dan ibuku ke dalam kanvas putih apalagi membayangkan secara nyata di dunia ini. Orang tuaku bahagia sekali ketika aku dilahirkan di dunia ini. Kalimat pertama yang kudengar dari bapak ibuku adalah bahwa aku can- tik seperti permaisuri yang turun dari kerajaan cinta. Kalimat kedua yang kudengar adalah bahwa aku mewarisi kecantikan ibuku. Namun kalimat itu tidak bertahan lama ketika bapak dan ibu menitipkanku kepada pakdhe dan budhe. Aku tak akan menyalahkan kedua orang tuaku, bahkan aku sangat senang menjalani ke- hidupan ini walau aku tidak bisa merasakan kasih sayang kedua orang tuaku. Aku nggak akan pernah menyerah menjalani hidup ini, dan aku tidak akan menyalahkan Tuhan sedikit pun walau keadaanku seperti ini. Umurku sudah dua puluh tahun. Selama ini aku tidak

Upload: angga-pebria-wenda-mahesta

Post on 07-Jul-2015

81 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

cermi(cerita mini)

TRANSCRIPT

Page 1: Paj bersambung

SEMUANYA BERMULA DARI SEORANG GADIS BUTA.

Bagaimana aku bisa menjadi orang lain se-

dangkan aku nggak tahu bagaimana menjadi diri

sendiri. Aku juga tidak mampu melukis wajah

bapak dan ibuku ke dalam kanvas putih apalagi

membayangkan secara nyata di dunia ini.

Orang tuaku bahagia sekali ketika aku

dilahirkan di dunia ini. Kalimat pertama yang

kudengar dari bapak ibuku adalah bahwa aku can-

tik seperti permaisuri yang turun dari kerajaan

cinta. Kalimat kedua yang kudengar adalah bahwa

aku mewarisi kecantikan ibuku.

Namun kalimat itu tidak bertahan lama ketika

bapak dan ibu menitipkanku kepada pakdhe dan

budhe. Aku tak akan menyalahkan kedua orang

tuaku, bahkan aku sangat senang menjalani ke-

hidupan ini walau aku tidak bisa merasakan kasih

sayang kedua orang tuaku.

Aku nggak akan pernah menyerah menjalani

hidup ini, dan aku tidak akan menyalahkan Tuhan

sedikit pun walau keadaanku seperti ini. Umurku

sudah dua puluh tahun. Selama ini aku tidak

Page 2: Paj bersambung

pernah duduk di bangku sekolah. Aku juga tidak

menyalahkan pakdhe dan budhe yang sudah mem-

besarkanku hingga saat ini. Maklum pakdhe dan

budhe berkerja sebagai petani di desa. Hari-hari

Page 3: Paj bersambung

aku lalui bersama mereka, hingga malam itu aku

berbicara kepada pakdhe dan budheku.

“Pakdhe, Budhe, Gres mau merantau ke kota

ya.”

“Mau ke mana kamu, Gres?” jawab pakdhe. “Di

sini kamu akan hidup bahagia.”

Budhe memotong pembicaraan kami, “Gres,

Budhe nggak mau kamu pergi meninggalkan

Pakdhe dan Budhemu ini. Jangan neko-neko toh!”

“Tapi aku ingin melihat dunia di luar sana

Budhe!” jawabku dengan penuh amarah. “Apakah

kekuranganku ini menjadi hambatan untuk

berusaha melihat dunia luar? Aku sudah bosan

menjalani kehidupan di sini, Pakdhe. Pakdhe dan

Budhe nggak pernah ngerti perasaanku!”

Malam itu aku memang sedang kacau,

pikiranku dipenuhi dengan keinginan dan

harapanku untuk berkelana di dunia luar. Seperti

yang aku dengar di radio, penyiar itu menyebutnya

perkotaan atau ibu kota. Tempat di mana banyak

orang mencari uang. Tempat banyak orang meraih

kesuksesan.

Page 4: Paj bersambung

“Kalau aku sukses, semuanya untuk pakdhe

dan budhe juga,” pikirku geram

Tapi, pakdhe dan budhe tidak pernah

mengizinkanku pergi meninggalkan mereka.

Mereka khawatir dengan keadaanku yang tidak

bisa melihat, ditambah lagi aku seorang wanita.

Tetap saja setiap hari aku menyampaikan kemau-

anku kepada pakdhe dan budhe, dan selalu saja

jawaban yang sama, selalu mengalihkan kemau-

Page 5: Paj bersambung

anku dengan pembicaraan yang lain. Aku hanya

bisa bersabar.

Akhirnya, aku sudah tidak sabar lagi! Sudah

bulat tekadku untuk pergi ke kota. Cuaca pagi ini

berembun dan sedikit basah. Hawa dingin dan

segar yang kurasakan menusuk-nusuk tulangku.

Sepertinya ini masih menunjukkan jam 4 pagi hari.

Terdengar suara ayam yang begitu merdu. Aku

pergi dengan hanya membawa pakaian yang

melekat di tubuhku. Meninggalkan pakdhe dan

budhe yang masih tidur nyenyak. Perlahan

langkahku menuju pintu kayu yang berada di

depan.

“Aku berteman dengan kegelapan bukan

berarti aku tidak mampu berjalan menuju terang

dunia” kalimat ini yang memotivasiku untuk terus

maju.

Dengan alat bantuku yaitu sepotong tongkat

kayu, aku berjalan menuju jalan raya. Aku hanya

bisa berdoa kepada Tuhan supaya aku bisa sampai

di kota. Sesampainya aku di jalan raya, aku

mendengarkan banyak suara mobil yang berlalu

lalang di dekatku. Beberapa jam berjalan di pinggir

jalan raya, matahari mulai terasa panas, tiba-tiba

Page 6: Paj bersambung

terdengar suara mobil berhenti tepat di

sampingku.