paj bersambung
DESCRIPTION
cermi(cerita mini)TRANSCRIPT
SEMUANYA BERMULA DARI SEORANG GADIS BUTA.
Bagaimana aku bisa menjadi orang lain se-
dangkan aku nggak tahu bagaimana menjadi diri
sendiri. Aku juga tidak mampu melukis wajah
bapak dan ibuku ke dalam kanvas putih apalagi
membayangkan secara nyata di dunia ini.
Orang tuaku bahagia sekali ketika aku
dilahirkan di dunia ini. Kalimat pertama yang
kudengar dari bapak ibuku adalah bahwa aku can-
tik seperti permaisuri yang turun dari kerajaan
cinta. Kalimat kedua yang kudengar adalah bahwa
aku mewarisi kecantikan ibuku.
Namun kalimat itu tidak bertahan lama ketika
bapak dan ibu menitipkanku kepada pakdhe dan
budhe. Aku tak akan menyalahkan kedua orang
tuaku, bahkan aku sangat senang menjalani ke-
hidupan ini walau aku tidak bisa merasakan kasih
sayang kedua orang tuaku.
Aku nggak akan pernah menyerah menjalani
hidup ini, dan aku tidak akan menyalahkan Tuhan
sedikit pun walau keadaanku seperti ini. Umurku
sudah dua puluh tahun. Selama ini aku tidak
pernah duduk di bangku sekolah. Aku juga tidak
menyalahkan pakdhe dan budhe yang sudah mem-
besarkanku hingga saat ini. Maklum pakdhe dan
budhe berkerja sebagai petani di desa. Hari-hari
aku lalui bersama mereka, hingga malam itu aku
berbicara kepada pakdhe dan budheku.
“Pakdhe, Budhe, Gres mau merantau ke kota
ya.”
“Mau ke mana kamu, Gres?” jawab pakdhe. “Di
sini kamu akan hidup bahagia.”
Budhe memotong pembicaraan kami, “Gres,
Budhe nggak mau kamu pergi meninggalkan
Pakdhe dan Budhemu ini. Jangan neko-neko toh!”
“Tapi aku ingin melihat dunia di luar sana
Budhe!” jawabku dengan penuh amarah. “Apakah
kekuranganku ini menjadi hambatan untuk
berusaha melihat dunia luar? Aku sudah bosan
menjalani kehidupan di sini, Pakdhe. Pakdhe dan
Budhe nggak pernah ngerti perasaanku!”
Malam itu aku memang sedang kacau,
pikiranku dipenuhi dengan keinginan dan
harapanku untuk berkelana di dunia luar. Seperti
yang aku dengar di radio, penyiar itu menyebutnya
perkotaan atau ibu kota. Tempat di mana banyak
orang mencari uang. Tempat banyak orang meraih
kesuksesan.
“Kalau aku sukses, semuanya untuk pakdhe
dan budhe juga,” pikirku geram
Tapi, pakdhe dan budhe tidak pernah
mengizinkanku pergi meninggalkan mereka.
Mereka khawatir dengan keadaanku yang tidak
bisa melihat, ditambah lagi aku seorang wanita.
Tetap saja setiap hari aku menyampaikan kemau-
anku kepada pakdhe dan budhe, dan selalu saja
jawaban yang sama, selalu mengalihkan kemau-
anku dengan pembicaraan yang lain. Aku hanya
bisa bersabar.
Akhirnya, aku sudah tidak sabar lagi! Sudah
bulat tekadku untuk pergi ke kota. Cuaca pagi ini
berembun dan sedikit basah. Hawa dingin dan
segar yang kurasakan menusuk-nusuk tulangku.
Sepertinya ini masih menunjukkan jam 4 pagi hari.
Terdengar suara ayam yang begitu merdu. Aku
pergi dengan hanya membawa pakaian yang
melekat di tubuhku. Meninggalkan pakdhe dan
budhe yang masih tidur nyenyak. Perlahan
langkahku menuju pintu kayu yang berada di
depan.
“Aku berteman dengan kegelapan bukan
berarti aku tidak mampu berjalan menuju terang
dunia” kalimat ini yang memotivasiku untuk terus
maju.
Dengan alat bantuku yaitu sepotong tongkat
kayu, aku berjalan menuju jalan raya. Aku hanya
bisa berdoa kepada Tuhan supaya aku bisa sampai
di kota. Sesampainya aku di jalan raya, aku
mendengarkan banyak suara mobil yang berlalu
lalang di dekatku. Beberapa jam berjalan di pinggir
jalan raya, matahari mulai terasa panas, tiba-tiba
terdengar suara mobil berhenti tepat di
sampingku.