p u t u s a n no. 01.k/kppu/2005hukum.unsrat.ac.id/ma/ma_01_k_kppu_2005.pdf · memerintahkan...

46
Hal. 1 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005 P U T U S A N No. 01.K/KPPU/2005 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G memeriksa perkara perdata dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara : KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA, berkedudukan di Jalan Ir.H.Juanda No.36, Jakarta Pusat, yang diwakili oleh : Dr.Ir.SUTRISNO IWANTONO, MA., Ketua KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA, dan dalam hal ini memberi kuasa kepada R. KURNIA SYA’RANIE, SH., Direktur Penegakan Hukum pada Sekretariat Komisi Pengawas Persaingan Usaha, dan kawan- kawan, berkantor di Jalan Ir.H.Juanda No.36, Jakarta, Pemohon Kasasi dahulu Termohon ; m e l a w a n : PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA, TBK., berkedudukan di Jalan Japati No.1, Bandung, yang diwakili oleh : KRISTIONO, Direktur Utama PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA, TBK., dan dalam hal ini memberi kuasa kepada STEFANUS HARYANTO, SH., LLM., Advokat, dan kawan-kawan, berkantor di Chase Plaza Lt.18, Jalan Jenderal Sudirman Kav. 21, Jakarta, Termohon Kasasi dahulu Pemohon ; Mahkamah Agung tersebut ; Membaca surat-surat yang bersangkutan ; Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang Termohon Kasasi dahulu sebagai Pemohon telah mengajukan keberatan terhadap putusan Pemohon Kasasi dahulu sebagai Termohon di muka persidangan Pengadilan Negeri Bandung pada pokoknya atas dalil-dalil : bahwa yang menjadi objek keberatan adalah Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia (KPPU) Nomor : 02/KPPU-I/2004 tanggal 13 Agustus 2004, yang amarnya berbunyi sebagai berikut : 1. Menyatakan bahwa PEMOHON tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 15 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) huruf a Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 ; 2. Menyatakan bahwa PEMOHON terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 15 ayat (3) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999;

Upload: hoangtruc

Post on 21-Apr-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Hal. 1 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

P U T U S A N

No. 01.K/KPPU/2005

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

M A H K A M A H A G U N G

memeriksa perkara perdata dalam tingkat kasasi telah memutuskan sebagai

berikut dalam perkara :

KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK

INDONESIA, berkedudukan di Jalan Ir.H.Juanda No.36, Jakarta

Pusat, yang diwakili oleh : Dr.Ir.SUTRISNO IWANTONO, MA.,

Ketua KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK

INDONESIA, dan dalam hal ini memberi kuasa kepada

R. KURNIA SYA’RANIE, SH., Direktur Penegakan Hukum pada

Sekretariat Komisi Pengawas Persaingan Usaha, dan kawan-

kawan, berkantor di Jalan Ir.H.Juanda No.36, Jakarta,

Pemohon Kasasi dahulu Termohon ;

m e l a w a n :

PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA, TBK., berkedudukan di

Jalan Japati No.1, Bandung, yang diwakili oleh : KRISTIONO,

Direktur Utama PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA, TBK., dan

dalam hal ini memberi kuasa kepada STEFANUS HARYANTO,

SH., LLM., Advokat, dan kawan-kawan, berkantor di Chase

Plaza Lt.18, Jalan Jenderal Sudirman Kav. 21, Jakarta,

Termohon Kasasi dahulu Pemohon ;

Mahkamah Agung tersebut ;

Membaca surat-surat yang bersangkutan ;

Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa sekarang

Termohon Kasasi dahulu sebagai Pemohon telah mengajukan keberatan

terhadap putusan Pemohon Kasasi dahulu sebagai Termohon di muka

persidangan Pengadilan Negeri Bandung pada pokoknya atas dalil-dalil :

bahwa yang menjadi objek keberatan adalah Putusan Komisi Pengawas

Persaingan Usaha Republik Indonesia (KPPU) Nomor : 02/KPPU-I/2004 tanggal

13 Agustus 2004, yang amarnya berbunyi sebagai berikut :

1. Menyatakan bahwa PEMOHON tidak terbukti secara sah dan meyakinkan

melanggar Pasal 15 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) huruf a Undang-Undang

No. 5 Tahun 1999 ;

2. Menyatakan bahwa PEMOHON terbukti secara sah dan meyakinkan

melanggar Pasal 15 ayat (3) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999;

Hal. 2 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

3. Menyatakan bahwa PEMOHON terbukti secara sah dan meyakinkan

melanggar Pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ;

4. Menyatakan bahwa PEMOHON tidak terbukti secara sah dan meyakinkan

melanggar Pasal 19 huruf c Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 ;

5. Menyatakan bahwa PEMOHON tidak terbukti secara sah dan meyakinkan

melanggar Pasal 25 Undang-Undang No.5 Tahun 1999 ;

6. Menetapkan pembatalan klausula yang menyatakan bahwa pihak

penyelenggara atau pengelola Warung Telkom hanya boleh menjual jasa

dan atau produk PEMOHON dalam perjanjian kerja sama antara

PEMOHON dengan penyelenggara atau pengelola warung Telkom ;

7. Memerintahkan PEMOHON untuk menghentikan kegiatan yang terbukti

menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha

tidak sehat dengan cara (a) meniadakan persyaratan PKS atas pembukaan

akses SLI dan atau jasa telepon internasional lain selain produk PEMOHON

di Wartel ; (b) membuka akses SLI dan atau jasa telepon internasional lain

selain produk PEMOHON di Warung Telkom ;

bahwa terhadap Putusan tersebut di atas, PEMOHON menerima diktum

Putusan ke-1 (satu), ke-4 (empat), dan ke-5 (lima); namun secara tegas

menyatakan menolak dan berkeberatan terhadap diktum Putusan Termohon di

bawah ini :

1. Diktum ke 2 (dua) yang menyatakan bahwa PEMOHON terbukti secara sah

dan meyakinkan melanggar Pasal 15 ayat (3) huruf b Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1999 ;

2. Diktum ke 3 (tiga) yang menyatakan bahwa PEMOHON terbukti secara sah

dan meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang Nomor

5 Tahun 1999 ;

3. Diktum ke 6 (enam) yang menetapkan pembatalan klausula yang menya-

takan bahwa pihak penyelenggara atau pengelola Warung Telkom hanya

boleh menjual jasa dan atau produk PEMOHON dalam Perjanjian Kerjasama

antara PEMOHON dengan Penyelenggara atau pengelola Warung Telkom ;

4. Diktum ke 7 (tujuh) yang memerintahkan PEMOHON untuk menghentikan

kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan atau

menyebabkan persaingan usaha tidak sehat dengan cara (a) meniadakan

persyaratan PKS atas pembukaan akses SLI dan atau jasa telepon

internasional lain selain produk PEMOHON di Wartel ; (b) membuka akses

SLI dan atau Jasa telepon internasional lain selain produk PEMOHON di

Warung Telkom ;

Hal. 3 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

bahwa keberatan PEMOHON ini diajukan karena adanya kekeliruan yang

berkaitan dengan fakta-fakta yang menjadi bahan pertimbangan putusan

Termohon, maupun oleh adanya kekeliruan penerapan hukum oleh Termohon

yang akan PEMOHON uraikan dalam permohonan keberatan ini.

bahwa Permohonan Keberatan ini diajukan dalam tenggang waktu 14

(empat belas) hari sebagaimana diatur dalam Pasal 44 (2) Undang-Undang

No.5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat (Selanjutnya disebut UU No.5/1999), dan karena itu Permohonan

Keberatan ini memenuhi persyaratan dan harus diterima oleh Pengadilan Negeri

Kelas I Bandung.

Penjelasan tentang duduk perkara .

bahwa PEMOHON melakukan kegiatan usaha sebagai Penyelenggara

Jaringan Tetap dan Jasa Telekomunikasi di Indonesia berdasarkan izin dari

Pemerintah RI yang beberapa kali diubah dan diperbaharui, terakhir

berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan R.I. Nomor : KP.162/2004

Tentang Izin Penyelenggaraan Jaringan Tetap dan penyelenggaraan Jasa

Telepon Dasar PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (Bukti. P.1) ;

bahwa berdasarkan Undang-Undang No.3 Tahun 1989 tentang

Telekomunikasi khususnya Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan

Telekomunikasi Nomor KM 60/PT.102/MPPT-95 Tahun 1995, PEMOHON

memiliki hak ekskusif (exclusive right) untuk menyelenggarakan jasa

Telekomunikasi lokal menggunakan jaringan tetap sampai dengan tahun 2010

dan jasa Telekomunikasi jarak jauh sampai dengan tahun 2005 (Bukti P2) ;

bahwa berdasarkan KM 6/PT.102/MPPT-95 Tahun 1995, PT.

Indonesian Sattelite Corporation, Tbk (selanjutnya disebut sebagai "PT

INDOSAT") bersama PT Satelit Palapa Indonesia (PT SATELINDO) memiliki

hak eksklusif untuk menyelenggarakan jasa telekomunikasi sambungan

langsung internasional sampai dengan tahun 2005 (Bukti P3) ;

bahwa berdasarkan Pasal 61 UU No. 36 Tahun 1999 tentang

Telekomunikasi yang untuk selanjutnya disebut UU No. 36 Tahun 1999

dinyatakan bahwa : "Jangka waktu hak tertentu yang diberikan Pemerintah

kepada Badan Penyelenggara (PEMOHON) dapat dipersingkat sesuai dengan

kesepakatan antara Pemerintah dengan Badan Penyelenggara (Badan

penyelenggara tersebut adalah PEMOHON dan PT INDOSAT) ;

bahwa berkaitan dengan pengakhiran monopoli, telah diputuskan oleh

Pemerintah melalui Sidang Kabinet Terbatas tanggal 20 November 2003 untuk

Hal. 4 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

mengakhiri hak eksklusif yang dimiliki oleh PEMOHON dan PT INDOSAT

dengan pemberian kompensasi, sebagaimana dituangkan dalam Pengumuman

Menteri Perhubungan No.2 Tahun 2004. (Bukti P.4);

bahwa hingga saat ini, kompensasi sebagaimana dimaksud pada angka

5 di atas, belum diterima oleh PEMOHON, dan dengan demikian PEMOHON

sesungguhnya masih memiliki hak eksklusif dalam Penyelenggaraan jaringan

dan jasa telekomunikasi, khususnya Penyelenggaraan jasa telekomunikasi

menggunakan Jaringan Tetap lokal dan jasa telekomunikasi menggunakan

jaringan jarak jauh ;

bahwa dengan demikian secara de jure PEMOHON masih memiliki hak

eksklusif dalam menjalankan usahanya, sehingga berdasarkan ketentuan Pasal

50 (a) UU No.5/1999 kalaupun betul bahwa PEMOHON telah melakukan

perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh ketentuan UU No.5/1999, quod non,

perbuatan-perbuatan tersebut bukanlah suatu pelanggaran terhadap UU

No.5/1999 mengingat perbuatan PEMOHON tersebut adalah pelaksanaan dari

suatu peraturan Perundangan yang berlaku (yaitu Undang-Undang No.3/1989

tentang Telekomunikasi). Berdasarkan ketentuan Pasal 50 (a) UU No.5/1999

yang berbunyi : Yang dikecualikan dari ketentuan undang-undang ini adalah :

(a) perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan untuk melaksanakan suatu

peraturan perundang-undangan yang berlaku" ; jelas terbukti bahwa PEMOHON

tidak dapat dinyatakan melanggar ketentuan UU No.5/1999 oleh Termohon

mengingat perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh PEMOHON sudah sesuai

dengan ketentuan Pasal 50 (a) UU No.5/1999 tersebut diatas.

bahwa kalaupun digunakan asumsi bahwa pemberian hak eksklusif

(monopoli) kepada PEMOHON memang sudah berakhir dengan adanya

Pengumuman Menteri Perhubungan No.2/2004, quod non, PEMOHON tetap

berpendirian bahwa PEMOHON sama sekali TIDAK MELANGGAR ketentuan

UU No.5/1999 sebagaimana dinyatakan dalam Putusan Termohon dalam

Perkara No.02/KPPU-I/2004, sehingga PEMOHON sangat berkeberatan

terhadap Putusan Termohon yang mengandung kekeliruan dalam menilai fakta

maupun dalam menerapkan peraturan perundangan yang berlaku ;

bahwa sejak tanggal 25 Juli 2001 PEMOHON mendapat ijin

penyelenggaraan Internet Telepon untuk Keperluan Publik (selanjutnya disebut

ITKP) atau lebih dikenal dengan istilah Voice over Internet Protokol (VoIP)

berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Pos dan Telekomunikasi Nomor : 159

Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Jasa Internet Telepon Untuk Keperluan

Publik dengan menggunakan kode akses 017 ;

Hal. 5 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

bahwa selain PEMOHON, pada periode yang bersamaan PT. INDOSAT

juga mendapatkan ijin penyelenggaraan ITKP dengan kode akses 016, PT.

Gaharu dengan kode akses 019, PT. Atlasat dengan kode akses 018;

bahwa penyelenggara-penyelenggara ITKP tersebut dapat melayani

jasa telekomunikasi jarak jauh dan telekomunikasi internasional dengan moda

yang berbeda dibandingkan jasa Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ) yang

diselenggarakan oleh PEMOHON dan Sambungan Langsung Internasional

(SLI) yang diselenggarakan oleh PT INDOSAT ;

bahwa PT.INDOSAT menyelenggarakan jasa telepon internasional atau

yang dikenal dengan sebutan SLI dengan menggunakan kode akses 001 dan

kode akses 008 ;

bahwa dalam penyelenggaraan SLI-nya, PT INDOSAT menjalin

kerjasama dengan PEMOHON yang dituangkan dalam Perjanjian Interkoneksi

untuk menghubungkan jaringan milik PT.INDOSAT dengan jaringan milik

PEMOHON (Bukti P5) ;

bahwa dalam perjanjian kerja sama tentang Penagihan Jasa

Telekomunikasi Internasional antara PT INDOSAT dan PEMOHON telah

sepakat bahwa untuk aktivasi (pembukaan akses) layanan SLI di sentral telepon

PEMOHON dilakukan atas permintaan dari pelanggan PEMOHON dan PT

INDOSAT dapat mengajukan pendaftaran aktivasi untuk dan atas nama

pelanggan (Bukti. P6). Jadi, berdasarkan Perjanjian antara PEMOHON dengan

PT.INDOSAT yang menganut system “normally closed”, pelanggan harus aktif

meminta agar akses sambungan langsung Internasionalnya dibuka bila hendak

menggunakan jasa PT.INDOSAT ;

bahwa setidak-tidaknya sejak tahun 1989 mulai dikenal

penyelenggaraan warung telekomunikasi (dikenal dengan sebutan wartel)

sebagai salah satu tempat yang dapat digunakan untuk melayani kebutuhan

masyarakat akan jasa telekomunikasi ;

bahwa berdasarkan Keputusan Direksi Nomor 39/HK220/JAS-51/2003

tanggal 17 Juni 2003 tentang Pedoman Pengelolaan Outlet Telkom melalui

Warung TELKOM, PEMOHON menyelenggarakan saluran distribusi internal

jasa telekomunikasi dalam bentuk outlet dengan nama Warung TELKOM (Bukti

P7) ;

bahwa Warung TELKOM diselenggarakan berdasarkan perjanjian

kerjasama antara PEMOHON dengan pengelola Warung TELKOM atas dasar

permohonan baik dari Pengelola Wartel lama yang ingin berubah menjadi

Warung TELKOM maupun dari penyelenggara/pengelola yang sama sekali baru

Hal. 6 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

(Bukti P8) ;

bahwa perbedaan antara Wartel dengan Warung TELKOM pada

pokoknya adalah sebagai berikut : Wartel menyediakan layanan jasa

telekomunikasi produk penyelenggara telekomunikasi manapun, sedangkan

Warung TELKOM yang merupakan outlet PEMOHON hanya menyediakan jasa

telekomunikasi produk PEMOHON ;

Keberatan dan Bantahan terhadap hal-hal yang menj adi dasar

pertimbangan Termohon dalam menjatuhkan Putusannya.

bahwa karena pernyataan atau keterangan atau penjelasan dari para

Saksi dan Saksi Ahli termasuk namun tidak terbatas pada fakta, dugaan, dan

pernyataan yang dijadikan pertimbangan oleh Termohon menjatuhkan

Putusannya tidak pernah dikonfirmasikan oleh Termohon kepada

PEMOHON, maka PEMOHON tidak dapat atau tidak diberi kesempatan untuk

memberikan tanggapan atas pernyataan atau keterangan atau penjelasan

terhadap keterangan para Saksi dan Saksi Ahli yang diajukan oleh Termohon

dimaksud. Oleh karena itu, PEMOHON mengajukan bantahan atas duduk

perkara yang dijadikan pertimbangan oleh Termohon tersebut sebagai berikut :

1.Bahwa PEMOHON membantah Duduk Perkara angka 1.8 yang menyatakan

bahwa TIM dari Termohon menduga PEMOHON telah melakukan tindakan

pemblokiran terhadap SLI kode akses 001 dan 008 milik PT. INDOSAT yang

dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1.1 Menutup layanan SLI kode akses 001 dan 008 dibeberapa Warung Tele-

komunikasi (Wartel), dan menyediakan layanan Internasional dengan

kode akses 017 (Bagian duduk perkara Putusan Termohon angka 1.8.1) ;

Pernyataan Termohon di atas adalah tidak benar sama sekali.

PEMOHON tidak pernah menutup layanan SLI kode akses 001 dan 008

di Wartel manapun. Kalaupun dalam praktek ditemukan adanya kesulitan

dalam memperoleh akses ke-001 atau 008, banyak sekali faktor yang

menjadi penyebabnya dan secara teknis telah diuraikan kepada

Termohon oleh Saksi VI tanggal 30 Juni 2004. Namun demikian,

PEMOHON tidak pernah menutup akses SLI 001 maupun 008 dari

SENTRAL jaringan milik PEMOHON.

1.2 Mengubah perjanjian kerjasama dengan Pemilik Wartel bahwa Wartel

hanya dibolehkan menjual produk PEMOHON dan PEMOHON berhak

melakukan bloking/menutup akses layanan milik operator

(penyelenggara) lain dari Wartel (Bagian duduk perkara Putusan

Hal. 7 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

Termohon angka 1.8.2) ;

Pernyataan Termohon di atas tidak benar . PEMOHON tidak pernah

mengubah perjanjian kerjasama dengan Pemilik Wartel (warung

telekomunikasi) yang isinya mengatur wartel hanya dibolehkan menjual

produk PEMOHON. Secara yuridis maupun faktual, PEMOHON tidak

pernah dan tidak berhak melakukan penutupan kode akses SLI 001/008

di warung telekomunikasi (Wartel) sesuai dengan klausula yang terdapat

di dalam perjanjian kerjasama antara PEMOHON dengan pemilik wartel

(Bukti P9).

2. Bahwa PEMOHON membantah pernyataan Saksi 1 tanggal 5 Februari 2004

pada bagian Duduk Perkara Putusan TERMOHON angka 7.2 yang

menyatakan : "untuk layanan telepon internasional penyelenggaranya adalah

PEMOHON dengan layanannya ITKP 017 dan PT INDOSAT dengan

layanannya SLI 001 dan 008". Pernyataan ini adalah pernyataan yang tidak

benar, karena :

2.1 Sesuai dengan perizinan yang ada saat itu, layanan Internasional hanya

diselenggarakan oleh PT INDOSAT secara duopoli bersama PT

SATELINDO (Vide.Bukti P3).

2.2 Layanan ITKP bukanlah layanan telepon Internasional sebagaimana

layanan SLI 001 dan 008. Layanan ITKP tidak hanya diselenggarakan

oleh PEMOHON namun juga diselenggarakan oleh PT INDOSAT, PT

Gaharu, PT Atlasat dan konsorsium PIJ sebagaimana telah PEMOHON

uraikan pada Penjelasan tentang Duduk Perkara yang terurai di atas.

2.3 PEMOHON baru mulai menyelenggarakan layanan telepon internasional

yang setara dengan SLI yang dikelola oleh PT INDOSAT dengan kode

akses 001 dan 008 terhitung sejak bulan Juni 2004, dengan nama

produk Telkom Internasional Call 007 (TIC 007), sedangkan layanan

ITKP 017 bukan layanan Internasional sebagaimana diutarakan oleh

TERMOHON.

Atas pernyataan Saksi 1 tersebut, PEMOHON tidak pernah mendapat

kesempatan melakukan konfirmasi atas kesaksian tersebut.

3. Bahwa PEMOHON perlu menjelaskan dan atau meluruskan pernyataannya

pada tanggal 12 Februari 2004, sebagaimana dikutip oleh TERMOHON

pada bagian Duduk Perkara Putusan TERMOHON angka 8.14 yang

menyatakan : " bahwa meskipun secara prosedur teknologi dan regulasi

antara ITKP dan SLI berbeda, namun dari sisi konsumen tidak ada

perbedaan antara keduanya, sehingga dari keduanya memang bisa muncul

Hal. 8 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

persaingan".

Dikaitkan dengan pernyataan TERMOHON selanjutnya pada angka 8.17,

yang menyatakan bahwa ITKP 017 membidik pelanggan retail dan yang

sensitive dengan harga, maka keterangan atau pernyataan TERMOHON

pada angka 8.14 tersebut perlu diluruskan, karena antara ITKP dan SLI dari

sisi konsumen sesungguhnya sangat berbeda. Perbedaan dimaksud adalah

perbedaan dari sisi kualitas dimana kualitas SLI jauh lebih baik dari ITKP

dan harga SLI jauh lebih mahal dari pada harga ITKP, sehingga segmen

pasar konsumen yang menggunakan SLI berbeda dengan segmen pasar

konsumen yang menggunakan ITKP. Dengan demikian karena segmen

pasar konsumen antara SLI dan ITKP berbeda, maka sesungguhnya tidak

ada persaingan antara layanan SLI dengan layanan ITKP.

Bahwa antara SLI dengan ITKP bukan layanan yang saling bersaing, diakui

secara tegas oleh TERMOHON yang menyatakan bahwa pesaing SLI 001

milik PT.INDOSAT adalah SLI 007 milik PEMOHON sebagaimana tercantum

pada bagian Tentang Hukum angka 1.3.4.

Pernyataan TERMOHON tersebut di atas harus diartikan bahwa ITKP 017

termasuk ITKP lainnya bukan sebagai Pesaing SLI 001 dan 008 milik PT

INDOSAT ;

4. Bahwa PEMOHON membantah keterangan atau pernyataan Saksi Ahli I

yang dikemukakan pada tangggal 3 Maret 2004 sebagaimana dikutip

TERMOHON pada Putusan bagian Duduk Perkara angka 17.1 yang

menyatakan : “bahwa fixed line memang selalu monopoli. Yang tidak

monopoli dan gampang untuk tidak monopoli adalah wireless karena entry

dan exit bebas dan orang punya banyak pilihan sedangkan sunk cost-nya

rendah"

Pernyataan fixed line selalu monopoli tersebut adalah tidak benar. Bahwa

fixed line tidak selalu monopoli, bahkan sejak PT. Ratelindo dan PT. Batam

Bintan beroperasi sesungguhnya penyelenggaraan fixed line sudah tidak

monopoli, bahkan PT. INDOSAT sejak 2003 telah memperoleh izin

penyelenggaraan fixed line.

Atas pernyataan Saksi Ahli I tersebut, PEMOHON tidak pernah mendapat

kesempatan melakukan konfirmasi atas kesaksian tersebut. Hal ini jelas

bertentangan dengan asas 'due process of law' (proses yang adil di depan

hukum) yang merupakan prinsip hukum universal yang dianut di seluruh

dunia.

5. Bahwa PEMOHON membantah keterangan atau pernyataan Saksi Ahli I

Hal. 9 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

pada Duduk Perkara angka 17.5 yang menyatakan : "bahwa permasalahan

blocking muncul setelah adanya kebijakan duopoli, mungkin karena Terlapor

(dalam hal ini PEMOHON) masih belum yakin bahwa dengan adanya

kompetisi Terlapor (dalam hal ini PEMOHON) masih dapat melakukan

bisnisnya".

Pernyataan yang dikemukakan Saksi Ahli I TERMOHON tersebut adalah

tidak benar dan sangat naif, karena permasalahan blocking tidak dapat

begitu saja dikaitkan dengan adanya kebijakan duopoli. Pernyataan ini

sangat tendensius yang mengarah kepada tuduhan bahwa PEMOHON telah

melakukan tindakan blocking tanpa didukung dengan bukti yang cukup.

Bahwa PEMOHON sampai kapanpun tidak pernah meragukan kemampuan

bisnisnya meskipun adanya kompetisi, bahkan PEMOHON sangat yakin

dengan adanya kompetisi pelayanan PEMOHON kepada konsumen akan

semakin membaik ;

Atas pernyataan Saksi I tersebut, PEMOHON tidak pernah mendapat

kesempatan melakukan konfirmasi atas kesaksian tersebut. Hal ini jelas

bertentangan dengan asas 'due process of law' (proses yang adil di depan

hukum) yang merupakan prinsip hukum universal yang dianut di seluruh

dunia.

6. Bahwa PEMOHON membantah keterangan atau pernyataan Saksi Ahli I pa-

da Duduk Perkara angka 17.6 yang menyatakan : "sebenarnya kebijakan

normaly closed yang diterapkan dengan alasan untuk mengurangi bad debt

adalah terbantahkan dengan ditanggungnya resiko tersebut oleh PT.

INDOSAT”.

Pernyataan yang dikemukakan Saksi Ahli I TERMOHON tersebut adalah di

atas tidak benar sangat tendensius yang cenderung menyalahkan

PEMOHON. PEMOHON tidak pernah menetapkan kebijakan tentang

normally closed. PEMOHON melaksanakan normaly closed semata-mata

untuk melaksanakan perjanjian kerjasama antara PEMOHON dengan PT.

INDOSAT atas keinginan dan permintaan PT. INDOSAT dengan alasan

untuk mengurangi terjadinya bad debt, meskipun apabila terjadi bad debt

menjadi tanggungan PT. INDOSAT sepenuhnya (Vide Bukti P6 ) ;

Atas pernyataan Saksi Ahli I tersebut, PEMOHON tidak pernah mendapat

kesempatan melakukan konfirmasi atas kesaksian tersebut. Hal ini jelas

bertentangan dengan asas 'due process of law' (proses yang adil di depan

hukum) yang merupakan prinsip hukum universal yang dianut di seluruh

dunia.

Hal. 10 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

9. Bahwa PEMOHON membantah keterangan atau pernyataan Saksi I tanggal

18 Juni 2004 pada duduk perkara angka 23.16 yang menyatakan : "bahwa

wartel adalah layanan publik, sehingga dengan adanya perubahan menjadi

warung TELKOM yang hanya menyediakan produk dari Terlapor

(PEMOHON), maka masyarakat dan pengelola wartel menjadi tidak punya

pilihan".

Pernyataan yang dikemukakan Saksi I tersebut adalah di atas tidak benar,

karena wartel dan warung TELKOM bukan layanan publik yang didirikan

khusus untuk melayani masyarakat secara umum. Dalam telekomunikasi

istilah layanan publik dikenal dengan istilah USO (universal service

obligation) sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UU No. 36 Tahun 1999 jo.

Pasal 26 PP 52 Tahun 2000.

Selain itu keberadaan warung TELKOM tidak mengakibatkan masyarakat

dan pengelola wartel menjadi tidak punya pilihan, karena masih banyak

alternatif lain bagi masyarakat, misalnya menggunakan wartel yang

tersambung kepada penyelenggara telekomunikasi lainnya, baik jaringan

tetap maupun seluler (warsel).

Atas pernyataan Saksi I tersebut, PEMOHON tidak pernah mendapat

kesempatan melakukan konfirmasi atas kesaksian tersebut. Hal ini jelas

bertentangan dengan asas 'due process of law' (proses yang adil di

depan hukum) yang merupakan prinsip hukum universal yang dianut di

seluruh dunia.

10. Bahwa PEMOHON membantah keterangan atau pernyataan Saksi I pada

Duduk Perkara angka 23.17 yang menyatakan : " bahwa indikasi blocking

setelah Terlapor (PEMOHON) memperoleh ijin ITKP 017 sekitar akhir

tahun 2001".

Pernyataan ini sangat menyesatkan dan sangat tendensius yang mengarah

kepada tuduhan bahwa PEMOHON telah melakukan tindakan blocking

tanpa didukung dengan bukti.

Atas pernyataan Saksi I tersebut, PEMOHON tidak pernah mendapat

kesempatan melakukan konfirmasi atas kesaksian tersebut. Hal ini jelas

bertentangan dengan asas 'due process of law' (proses yang adil di

depan hukum) yang merupakan prinsip hukum universal yang dianut di

seluruh dunia.

Keberatan dan Bantahan Terhadap Pertimbangan Hukum TERMOHON.

bahwa pertimbangan TERMOHON yang menyatakan PEMOHON

Hal. 11 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

melanggar Pasal 15 ayat (3) huruf b UU No.5 Tahun 1999 karena memenuhi

seluruh unsur-unsur yang ada pada Pasal 15 ayat (3) huruf b tersebut adalah

tidak benar atau tidak mempunyai landasan hukum. Setidaknya ada 2 (dua)

unsur yang tidak terpenuhi atau tidak terbukti, yaitu : unsur pelaku usaha

pemasok (Putusan TERMOHON tentang Hukum angka 8.3) dan unsur

perjanjian harga atau potongan harga tertentu (Putusan TERMOHON tentang

Hukum angka 8.2).

1.1 Unsur pelaku usaha pemasok.

1.1.1 Pasal 15 ayat (3) huruf b UU No.5 Tahun 1999 menentukan bahwa

"Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian mengenai harga atau

potongan harga tertentu atas barang dan atau jasa, yang memuat

persyaratan bahwa pelaku usaha yang menerima barang dan atau

jasa dari pelaku usaha pemasok tidak akan membeli barang dan

atau jasa yang sama atau sejenis dari pelaku usaha lain yang

menjadi pesaing dari pelaku usaha pemasok".

Menurut ketentuan tersebut diatas, yang dimaksud dengan pelaku

usaha menurut Pasal 15 Ayat (3) huruf b adalah pelaku usaha yang

melakukan kegiatan memasok;

1.1.2 Bahwa pengertian memasok disini dapat ditemui dalam Penjelasan

dari Pasal 15 Ayat (1) yang menyatakan bahwa "Yang termasuk

dalam pengertian memasok adalah menyediakan pasokan, baik

barang maupun jasa, dalam kegiatan jual beli, sewa menyewa,

sewa beli dan sewa guna usaha (leasing)".

Bahwa pengertian memasok sebagaimana diuraikan pada

Penjelasan Pasal 15 Ayat (1) di atas berlaku pula bagi pengertian

memasok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3). Hal

tersebut disebabkan dalam Pasal 15 seluruhnya mengatur tentang

perjanjian yang dilarang dilakukan oleh pelaku usaha dalam /

kegiatan memasok atau pemasokan.

1.1.3 Bahwa berdasarkan Penjelasan Pasal 15 ayat (1) dan ketentuan

Pasal 15 Ayat (3) huruf b UU No.5 Tahun 1999 tersebut diatas,

maka secara hukum jelas-jelas PEMOHON tidak memenuhi unsur

sebagai Pelaku Usaha pemasok atau yang menyediakan pasokan,

baik barang maupun jasa, dalam kegiatan jual beli, sewa beli dan

sewa guna usaha (leasing) dengan pengelola Warung TELKOM.

Hal tersebut dikarenakan:

1.1.3.1 Pengelola Warung TELKOM tidak melakukan kegiatan jual

Hal. 12 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

beli, sewa-menyewa, sewa-beli barang dan atau jasa

dengan PEMOHON.

1.1.3.2 PEMOHON bukan sebagai pihak yang memasok (menjual)

barang atau jasa kepada pengelola Warung TELKOM dan

pengelola Warung TELKOM bukan pihak yang menerima

barang atau jasa untuk dijual kembali (resale), karena di

Warung TELKOM tidak ada kegiatan jual beli.

1.1.3.3 Warung TELKOM semata-mata hanya merupakan tempat

untuk menjualkan jasa produk dari PEMOHON;

1.1.3.4 Pengertian menjualkan jasa dimaksud adalah bahwa Wa-

rung TELKOM berfungsi sebagai kepanjangan tangan dari

PEMOHON (atau dikenal dengan istilah outlet) untuk

melakukan pemasaran jasa Telekomunikasi produk

PEMOHON ;

1.1.3.5 Bahwa Warung TELKOM yang merupakan outlet PEMO-

HON adalah saluran distribusi internal atas produk yang

dihasilkan oleh PEMOHON yang pengelolaannya

diserahkan kepada badan usaha lain yang bertindak

sebagai Pengelola Warung TELKOM ;

1.1.3.6 Bahwa Warung TELKOM sebagai tempat menjualkan, pro-

duk PEMOHON, diakui secara tegas oleh TERMOHON

pada Putusan tentang Hukum Angka 8.3.3, yang

menyatakan bahwa dalam Pasal 1 angka 16 PKS standar

Warung Telkom, diatur bahwa pengelolaan Outlet

PEMOHON adalah pengelolaan tempat untuk menjualkan

serta memberikan pelayanan jasa telekomunikasi produk

PEMOHON" ;

1.1.3.7 Bahwa oleh karena itu PEMOHON keberatan dengan

pernyataan TERMOHON yang jelas-jelas keliru, yaitu

pernyataan yang menyatakan bahwa PEMOHON bertindak

sebagai pemasok jasa telekomunikasi dan pengelola

Warung TELKOM adalah pihak yang menerima jasa

telekomunikasi untuk dijual kembali sebagaimana Putusan

tentang Hukum angka 8.3.4 ;

1.1.4 Bahwa untuk lebih menegaskan keberadaan Warung TELKOM

merupakan outlet PEMOHON untuk menjualkan jasa (saluran

distribusi internal), maka sambungan yang digunakan adalah

Hal. 13 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

sambungan dinas berbayar, artinya tidak perlu membayar biaya

pasang baru dan abonemen tetapi tetap membayar biaya

penggunaan jasa. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 9

Keputusan Direksi PEMOHON No.KD.39 Tahun 2003 yang

menetapkan status sambungan layanan telekomunikasi untuk

Warung TELKOM adalah Dinas Berbayar.

1.1.5 Bahwa berdasarkan dalil-dalil tersebut di atas maka dalam Perjanji-

an PEMOHON dengan pengelola Warung TELKOM tidak terdapat

adanya unsur pelaku usaha pemasok, sehingga dapat

disimpulkan bahwa unsur pelaku usaha pemasok TIDAK terpenuhi.

1.2 Unsur perjanjian harga atau potongan harga.

1.2.1 Bahwa pernyataan TERMOHON dalam kesimpulan pada Angka

8.2.4 atas dasar pertimbangan tentang Hukum angka 8.2.3 dan

angka 8.2.2 yang menyatakan bahwa dibebaskannya biaya pasang

baru dan abonemen terhadap Warung TELKOM sebagai

kompensasi tidak menjual produk penyelenggara telekomunikasi

yang lain sehingga unsur perjanjian harga atau potongan harga

tertentu dalam perjanjian Warung TELKOM menjadi terpenuhi

adalah sangat keliru, sangat dipaksakan dan tidak mempunyai

landasan hukum ;

1.2.2 Bahwa memang benar pada perjanjian PEMOHON dengan pengelo-

la Warung TELKOM, pengelola Warung TELKOM dibebaskan dari

biaya pasang baru dan abonemen sedangkan terhadap pengelola

warung telekomunikasi dikenakan biaya pasang baru dan

abonemen, karena keberadaan Warung TELKOM adalah sebagai

saluran distribusi internal PEMOHON yang diperlakukan sebagai

sambungan dinas berbayar (lihat keberatan PEMOHON butir

1.1.4), dan bukan disebabkan karena kompensasi tidak menjual

produk jasa telekomunikasi dari penyelenggara telekomunikasi

lainnya. Sedangkan Wartel adalah sebagai mitra usaha untuk

melakukan kegiatan jual kembali (resale) jasa produk PEMOHON

sehingga sewajarnya dikenakan biaya pasang baru dan abonemen

untuk menyewa sambungan/jaringan milik PEMOHON ;

1.2.3 Bahwa biaya pasang baru dan abonemen bukan merupakan harga

yang harus dibayar oleh pelaku usaha yang akan melakukan

perjanjian kerjasama dengan PEMOHON, karena yang dimaksud

dengan harga dalam perjanjian pengelolaan warung telekomunikasi

Hal. 14 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

dan perjanjian Warung TELKOM adalah harga dari jasa

telekomunikasi yang dijual, antara lain meliputi jasa telepon

domestik (SLJJ dan lokal), jasa telepon internasional, yang dihitung

atas dasar satuan harga pulsa telepon serta air time dari

penyelenggara jaringan bergerak seluler, sebagaimana diatur dalam

Keputusan Menteri perhubungan Nomor 46 Tahun 2002 tentang

penyelenggaraan warung telekomunikasi (selanjutnya disebut KM

46 Tahun 2002) ;

1.2.4 Bahwa KM 46 Tahun 2002 mengatur tentang bagian pendapatan

dari tarif dasar wartel yang menjadi hak penyelenggara wartel

meliputi pendapatan domestik sekurang-kurangnya 30 %,

internasional sekurang-kurangnya 8 % dan air time dari

penyelenggara jaringan bergerak seluler sekurang-kurangnya 10 %

sebagai harga yang kemudian harus diacu dalam perjanjian

kerjasama wartel dan sama sekali tidak menyatakan biaya pasang

baru dan abonemen sebagai harga ;

1.2.5 Bahwa sehubungan pernyataan TERMOHON angka 8.2.4 yang

menyatakan unsur perjanjian harga atau potongan harga tertentu

dalam perjanjian Warung TELKOM terpenuhi adalah keliru dan oleh

karenanya PEMOHON memohon kepada Majelis Hakim yang

memeriksa dan mengadili perkara ini untuk mengabaikan

pertimbangan dan pernyataan TERMOHON terkait dengan masalah

unsur perjanjian harga atau potongan harga tertentu dalam

perjanjian Warung TELKOM dimaksud ;

1.2.6 Bahwa berdasarkan penjelasan butir 1.2.2 sampai dengan 1.2.5 di

atas, maka unsur adanya perjanjian harga atau potongan harga

tertentu dalam perjanjian Warung TELKOM tidak terpenuhi ;

1.3 Dengan memperhatikan bahwa perjanjian antara PEMOHON dengan

Pengelola Warung TELKOM tidak memenuhi semua unsur yang terdapat

dalam Pasal 15 Ayat (3) huruf b, maka tidak ada perjanjian yang dilakukan

oleh PEMOHON yang melanggar Pasal 15 Ayat (3) huruf b UU No.5 Tahun

1999 ;

1.4 Bahwa dengan tidak terpenuhinnya semua unsur Pasal 15 ayat (3) huruf

b UU No.5 Tahun 1999 khususnya unsur pelaku usaha pemasok dan

unsur perjanjian harga atau potongan harga tertentu, deng an ini

PEMOHON secara tegas menolak diktum Putusan TERMOHON yang

menyatakan bahwa PEMOHON telah melanggar Pasal 15 ayat (3) huruf b

Hal. 15 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

UU No.5 Tahun 1999 ;

1.5 Untuk itu PEMOHON memohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa

dan mengadili perkara keberatan ini untuk :

1.5.1 Membatalkan putusan TERMOHON pada diktum Putusan Angka 2

yang menyatakan bahwa PEMOHON telah terbukti secara sah dan

meyakinkan melanggar Pasal 15 Ayat (3) huruf b UU No.5 Tahun

1999 ;

1.5.2 Membatalkan dan mencabut diktum ke 6 (enam) putusan TER-

MOHON yang menetapkan pembatalan klausula yang menyatakan

bahwa pihak penyelenggara atau pengelola Warung TELKOM

hanya boleh menjual jasa dan atau produk PEMOHON dalam

perjanjian kerjasama antara PEMOHON dengan Penyelengara atau

pengelola Warung TELKOM ;

2. Bahwa Putusan TERMOHON yang menyatakan bahwa PEMOHON telah

melanggar Pasal 19 huruf a dan b UU No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan

Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah tidak benar ,

karena kegiatan PEMOHON tidak memenuhi unsur menghalangi pelaku

usaha pesaing maupun menghalangi konsumen untuk melakukan

hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaing.

2.1 Dalam teori mengenai hukum antimonopoli dikenal adanya dua macam

doktrin, yaitu doktrin yang disebut dengan 'illegal per se' dan doktrin

yang disebut dengan 'rule of reason'. Suatu perbuatan atau perjanjian

disebut 'illegal per se' jika perbuatan itu sendiri sudah cukup untuk

membuktikan adanya pelanggaran.Sedangkan 'rule of reason'

memerlukan timbulnya akibat yang dilarang oleh peraturan

perundangan.

2.1.1 Pasal 19 huruf a dan b UU No.5 Tahun 1999 menentukan

bahwa "Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa

kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain,

yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan

atau persaingan usaha tidak sehat berupa : a). menolak dan

atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan

kegiatan usaha yang sama pada pasar bersangkutan, b).

menghalangi konsumen atau pelanggan atau pelaku usaha

pesaingnya untuk tidak melakukan hubungan usaha dengan

pelaku usaha pesaingnya" ;

2.1.2 Berdasarkan ketentuan Pasal 19 huruf a dan b tersebut di atas

Hal. 16 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

yang secara hukum bersifat "rule of reason", maka pelaku

usaha baru dapat dinyatakan terbukti melakukan pelanggaran

apabila dapat dibuktikan telah terjadinya monopoli atau

persaingan usaha tidak sehat sebagai akibat dari tindakan

tertentu yang dilakukan oleh pelaku usaha. Dalam kasus ini,

FAKTANYA tidak mungkin PEMOHON melakukan praktek

monopoli karena pangsa pasar PEMOHON dalam bisnis

sambungan langsung internasional hanyalah sebesar 10%; ) ;

2.1.3 Bahwa TERMOHON dalam Putusan sebagaimana dimaksud

pada angka 16.3.12 sampai dengan 16.4.11 tidak dapat

membuktikan telah terjadinya praktek monopoli dan atau

persaingan usaha tidak sehat, yang dilakukan oleh

PEMOHON.

2.2 Unsur menghalangi pelaku usaha pesaing.

2.2.1 Bahwa dasar hukum yang diajukan oleh TERMOHON untuk

membuktikan bahwa PEMOHON telah melarang atau

menghalangi pengelola Wartel untuk menjual produk yang

dihasilkan oleh penyelenggara jasa telekomunikasi lain,

sebagaimana dimaksud dalam Pertimbangan Hukum butir

16.4.10 berupa Surat KADITEL Purwokerto Nomor C.

Tel.213/YN000/ RE4-D35/2003 tanggal 23 Oktober 2003, adalah

TIDAK BENAR.

2.2.1.1 Bahwa surat KADITEL tersebut di atas isinya berupa

pemberitahuan kepada pengelola Warung TELKOM

untuk hanya menjual produk PEMOHON, bukan berisi

pemberitahuan tentang larangan kepada Wartel untuk

menjual produk jasa Telekomunikasi penyelenggara lain

(PT. INDOSAT) (Bukti P11).

2.2.1.2 Bahwa pemberitahuan oleh PEMOHON kepada Pe-

ngelola Warung TELKOM tersebut bukanlah merupakan

perbuatan yang melanggar hukum, karena sesuai

dengan keberadaannya Warung TELKOM adalah

sebagai outlet PEMOHON yang memang hanya menjual

jasa telekomunikasi produk PEMOHON.

2.2.2 Bahwa dalam Pertimbangan TERMOHON tentang Hukum pada

angka 16.4.11., TERMOHON menyatakan bahwa PEMOHON

menghambat PT. INDOSAT untuk mengadakan kegiatan atau

Hal. 17 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

penyediaan jasa telepon di jaringan tetap dengan adanya (i)

kewajiban menunjukan PKS antara pengelola wartel dengan PT.

INDOSAT (ii) wartel tidak boleh membeli atau mengelola jasa

telepon internasional milik PT INDOSAT adalah tidak benar

karena :

2.2.2.1 PEMOHON tidak pernah melakukan tindakan yang meng-

halangi dan atau menolak pelaku usaha pesaingnya

dalam menjalankan kegiatan usahanya menjual jasa

telekomunikasi di jaringan tetap.

Terbukti sampai saat ini tidak ada pelaku usaha atau

badan usaha yang dihalangi PEMOHON untuk bekerja-

sama dengan PT.INDOSAT dalam menyelenggarakan

wartel yang menggunakan jaringan tetap milik PT.

INDOSAT ;

Bahwa dengan demikian PT. INDOSAT tidak dihambat

oleh PEMOHON untuk melakukan kegiatan usaha yang

sama yaitu mengadakan perjanjian kerjasama

penyelenggaraan Wartel di jaringan tetap milik PT.

INDOSAT.

2.2.2.2 Bahwa pencantuman syarat pengelola wartel yang akan

menjual jasa SLI 001/008 untuk menunjukkan PKS

langsung dengan PT. INDOSAT sama sekali tidak terkait

dengan kegiatan PT. INDOSAT dalam penyelenggaraan

jasa telepon di jaringan tetap, akan tetapi dimaksudkan

untuk dasar pembagian pendapatan antara Pengelola

Wartel dengan PEMOHON maupun dengan PT.

INDOSAT dalam rangka melaksanakan perjanjian antara

PEMOHON dengan PT. INDOSAT, karena sampai

dengan saat ini penagihan terhadap Wartel dilakukan oleh

PEMOHON, sehingga pembayaran atas bagian

pendapatan PT. INDOSAT yang dihasilkan oleh Wartel

dilakukan oleh PEMOHON. Untuk itu Pengelola Wartel

harus menunjukkan PKS-nya dengan PT. INDOSAT ;

2.2.2.3 PEMOHON tidak pernah sekalipun melarang untuk menju-

al jasa telepon internasional milik PT INDOSAT.

2.2.3 Pada Pertimbangan Hukum TERMOHON pada angka 16.3.13 yang

mendasarkan pada Pasal 19 UU No. 36 Tahun 1999 Tentang

Hal. 18 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

Telekomunikasi berkaitan dengan adanya persyaratan PKS di

Wartel adalah keliru. Karena ketentuan Pasal 19 UU No. 36 Tahun

1999 tersebut di satu pihak tidak mengatur tentang persyaratan

dalam PKS di pihak lain justru dengan adanya persyaratan untuk

menunjukkan adanya PKS antara Pengelola Wartel dengan PT.

INDOSAT tersebut dilakukan untuk kepentingan dan keuntungan

PT. INDOSAT, karena berdasarkan PKS tersebut, PT. INDOSAT

dapat melakukan monitoring terhadap wartel yang memasarkan

produk SLI 001 dan 008, khususnya untuk memudahkan PT.

INDOSAT dalam menentukan wartel-wartel mana saja yang

memperoleh pembagian pendapatan sebesar 8% atas percakapan

internasional, sebagaimana diatur dalam Pasal 16 Keputusan

Menteri Perhubungan No. 46 Tahun 2002 Tentang

Penyelenggaraan Warung Telekomunikasi (selanjutnya disebut

dengan KM No. 46 Tahun 2002).

2.2.4 Pada Pertimbangan Hukum TERMOHON angka 16.3.17 sampai

dengan 16.3.27 yang menyatakan bahwa KM No. 46 Tahun 2002

yang tidak mewajibkan adanya PKS langsung antara

penyelenggara Wartel dengan penyedia jasa atau jaringan

Telekomunikasi lain tidak dapat dijadikan dasar bagi TERMOHON

untuk menyatakan bahwa kebijakan PEMOHON yang

mensyaratkan adanya PKS langsung dimaksud bertentangan

dengan KM No.46 Tahun 2002. Karena dengan tidak adanya

larangan untuk mempersyaratkan adanya PKS dimaksud. Terlebih

lagi maksud perlunya PKS ini bukan untuk menghalangi pesaing

tetapi untuk kepentingan PT. INDOSAT sebagaimana telah

diuraikan oleh PEMOHON pada angka 2.2.2.2.

2.2.5 Bahwa PEMOHON membantah Pertimbangan TERMOHON pada

Putusan bagian Tentang Hukum angka 10.12 yang menyatakan

bahwa PEMOHON sebagai penyedia jaringan tetap lokal dan jasa

telepon lokal yang telah melakukan perjanjian interkoneksi dengan

PT. INDOSAT sebagai penyedia jasa SLI dan jaringan tetap

sambungan internasional berdasarkan Pasal 19 dan

penjelasannya berkewajiban untuk menjamin konsumen atau

penggunanya untuk :

(i) tetap tersambungnya atau tersedianya jasa SLI 001 atau 008

PT. INDOSAT sebagai pilihan jasa selain 017 atau 007 milik

Hal. 19 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

PEMOHON ;

(ii) kebebasan untuk memilih jenis jasa-jasa telepon internasional

baik yang menggunakan kode akses 001, 008, 017 maupun

kode akses 007 ;

2.2.6 Bahwa PEMOHON membantah pertimbangan Hukum TER-

MOHON pada angka 16.3.19 yang menyatakan bahwa "Jika

suatu penyelenggara jaringan telekomunikasi telah mengadakan

perjanjian interkoneksi dengan penyelenggara jasa

telekomunikasi lain, maka berdasarkan Pasal 19 UU No. 36

Tahun 1999, penyelenggara jaringan itu de jure berkewajiban

menjamin akses pada pelanggannya atau pengguna atau

konsumennya dalam menggunakan penyelenggara jaringan lain

yang telah ter interkoneksi itu tanpa perlu mewajibkan badan

usaha penyelenggara wartel yang hendak menjual jasa telepon

lain mengadakan PKS sendiri dengan penyelenggara jaringan

telekomunikasi lain yang telah ter interkoneksi itu ;

Berdasarkan praktek interkoneksi pertimbangan tentang Hukum

TERMOHON angka 10.12. dan angka 16.3.19 adalah tidak

benar.

2.2.7 Berdasarkan Pasal 1 Angka 16 UU No. 36 Tahun 1999 me-

nentukan bahwa "Interkoneksi adalah keterhubungan antar

jaringan telekomunikasi dari penyelenggara jaringan teleko-

munikasi yang berbeda". Untuk itu penyelenggara jaringan

membuat kesepakatan atau perjanjian interkoneksi ;

2.2.8 Bahwa antara PEMOHON dengan PT. INDOSAT sudah menan-

datangani Perjanjian Kerjasama tentang Kesepakatan Bersama

Penyelenggaraan Jasa Telekomunikasi Nomor : PKS

63/HK800/UTA-00/97 tanggal 21 Agustus 1997, namun

perjanjian tersebut bukan perjanjian interkoneksi sebagaimana

dimaksud UU No.36 Tahun 1999, karena (i) Dalam prakteknya,

setiap panggilan internasional baik out going maupun in coming

PT. INDOSAT diwajibkan membayar kepada PEMOHON.

Sedangkan pengertian interkoneksi yang sebenarnya

sebagaimana dimaksud dalam UU No.36 Tahun 1999, setiap

penyelenggara jaringan yang menggunakan jaringan milik

penyelenggara lain wajib membayar kepada penyelenggara lain

dimaksud. Dengan demikian, maka dalam perjanjian tersebut

Hal. 20 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

jelas bahwa PT. INDOSAT bertindak sebagai penyelenggara

jasa telekomunikasi, bukan sebagai penyelenggara jaringan

telekomunikasi (ii) Perjanjian antara PEMOHON dan PT.

INDOSAT tersebut di atas yang dibuat pada tanggal 21 Agustus

1997, belum mengacu kepada UU No. 36 Tahun 1999.

Dengan demikian maka pertimbangan hukum TERMOHON pada

angka 10.12.1 dan 10.12.2 serta 16.3.19 adalah tidak benar dan

sudah sewajarnya untuk dibatalkan.

2.2.9 Berdasarkan dalil-dalil PEMOHON tersebut di alas, maka masa-

lah interkoneksi tidak ada kaitannya dengan penyelenggaraan

jasa telekomunikasi sehingga tidak terkait pula dengan masalah

prefiks number (001,008 atau 007 untuk jasa Sambungan

Langsung Internasional ("SLI") maupun 011 dan 017 untuk jasa

sambungan Langsung Jarak Jauh ("SLJJ"). Oleh karena itu,

pertimbangan hukum TERMOHON Angka 16.3.15 yang

mengaitkan antara interkoneksi dengan kode akses SLI 001 dan

008 milik PT. INDOSAT adalah sangat keliru.

Disamping hal di atas, kode akses 007 sangat tidak relevan

dikaitkan dengan permasalahan yang diangkat oleh

TERMOHON, karena PEMOHON baru menyelenggarakan jasa

telekomunikasi internasional dengan kode akses 007 sejak

tanggal 7 Juni 2004 ;

2.2.10 Untuk itu, PEMOHON memohon kepada Majelis Hakim yang

memeriksa dan mengadili perkara keberatan ini untuk

mengesampingkan pertimbangan hukum TERMOHON dimaksud

dan tidak dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam

memutus perkara ini.

2.2.11 Berdasarkan dalil-dalil tersebut di atas maka PEMOHON

membuktikan bahwa tidak ada tindakan atau perbuatan

PEMOHON yang menghalangi konsumen atau pelanggan jasa

Telekomunikasi untuk menggunakan atau memanfaatkan jasa

Telekomunikasi produk pesaing PEMOHON, sehingga

TERMOHON sangat keliru memutuskan bahwa PEMOHON telah

melanggar Pasal 19 huruf b UU No.5 Tahun 1999.

2.2.12 Berdasarkan dalil-dalil yang dikemukakan PEMOHON tersebut di

atas, maka sangatlah tidak tepat TERMOHON memerintahkan

PEMOHON (a) untuk meniadakan persyaratan PKS atas

Hal. 21 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

pembukaan akses SLI dan/atau jasa telepon internasional lain

selain produk PEMOHON di Wartel serta (b) membuka akses

SLI dan atau jasa telepon internasional lain selain produk

PEMOHON di Warung TELKOM sebagaimana diputuskan dalam

diktum ke 7 (tujuh), dan sepantasnya Keputusan TERMOHON

yang berupa perintah kepada PEMOHON tersebut dibatalkan.

2.2.13 Dengan demikian PEMOHON memohon kepada Majelis Hakim

yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk membatalkan

diktum ke 7 (tujuh) putusan TERMOHON.

2.3 Bahwa pernyataan TERMOHON yang menyatakan PEMOHON telah

memenuhi unsur menghalangi konsumen untuk tidak melakukan

hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya sehingga PEMOHON

telah melanggar Pasal 19 huruf b UU No.5 Tahun 1999 adalah

pernyataan dan atau keputusan yang tidak benar.

2.3.1 Unsur menghalangi konsumen untuk tidak melakukan hubungan

usaha dengan pelaku usaha pesaingnya tidak terpenuhi, karena

berdasarkan Pasal 19 huruf b UU No.5 Tahun 1999 menentukan

"Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan,

baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat

mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan

usaha tidak sehat berupa : "menghalangi konsumen atau

pelanggan pelaku usaha pesaingnya untuk tidak melakukan

hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya itu" ;

2.3.2 Bahwa pelaku usaha dapat dikatakan melakukan pelanggaran

terhadap Pasal 19 huruf b UU No.5 Tahun 1999 dimaksud apabila

pelaku usaha tersebut terbukti melakukan perbuatan yang

menghalangi konsumen atau pelanggan pelaku usaha pesaingnya

untuk melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha

pesaingnya tersebut ;

2.3.3 Bahwa pertimbangan hukum adanya unsur hubungan usaha an-

tara konsumen dengan pelaku usaha pesaing sebagaimana

dikemukakan oleh TERMOHON pada pertimbangan hukum angka

16.7 adalah sebagai berikut :

2.3.3.1 Berdasarkan Pasal 1 angka 11 UU 36 Tahun 1999 yang

dimaksud dengan pengguna adalah pemakai dan

pelanggan.

2.3.3.2 Berdasarkan Pasal 1 angka 9 UU 36 Tahun 1999, yang

Hal. 22 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

dimaksud dengan pelanggan adalah perseorangan,

badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan

jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi

berdasarkan kontrak.

2.3.3.3 Berdasarkan Pasal 1 angka 10 UU No. 36 Tahun 1999.

yang dimaksud dengan pemakai adalah perseorangan,

badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan

jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi

yang tidak berdasarkan kontrak.

2.3.3.4 Bahwa pertimbangan hukum TERMOHON angka 16.8

yang menyatakan bahwa bagi konsumen atau pengguna

atau pemakai jasa telekomunikasi persyaratan perjanjian

Warung TELKOM yang dikeluarkan PEMOHON ini

menyebabkan konsumen atau pengguna atau pemakai

tidak dapat menggunakan jasa SLI 001 dan 008 yang

dihasilkan oleh PT. INDOSAT yang merupakan pesaing

PEMOHON dalam pasar bersangkutan adalah tidak

benar, karena :

2.3.3.4.1 Bahwa yang dimaksud dengan pengguna jasa

produk PEMOHON adalah terdiri dari pemakai

dan pelanggan. Adapun pelanggan PEMOHON

terdiri dari Residensial, Bisnis dan sosial ;

2.3.3.4.2 Mengingat pengertian pengguna meliputi pela-

nggan dan pemakai sedangkan Warung

TELKOM tidak termasuk didalamnya, maka

persyaratan perjanjian Warung TELKOM yang

berisi ketentuan dan klausula wajibnya

pengelola Warung TELKOM untuk hanya

menjual jasa PEMOHON termasuk didalamnya

ITKP Telkom Global 017 tidak menghalangi

konsumen dalam hal ini pelanggan baik

pelanggan PEMOHON maupun pelanggan PT.

INDOSAT untuk menggunakan jasa SLI 001

dan atau 008, karena khusus untuk pelanggan

yang akan menggunakan jasa SLI 001 atau 008

tidak perlu menggunakan Warung TELKOM,

karena dapat langsung mengakses dari terminal

Hal. 23 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

milik pelanggan sendiri. Hal ini diakui juga oleh

TERMOHON sebagaimana dinyatakan dalam

pertimbangan hukum TERMOHON angka

16.3.11 bahwa tidak terbukti adanya halangan

bagi pelanggan residential, bisnis untuk

menggunakan jasa SLI 001 dan atau 008.

2.3.3.5 Bahwa keberadaan Wartel yang sambungan

telekomunikasinya menggunakan jaringan

telekomunikasi tetap milik PEMOHON tetap

dipertahankan. PEMOHON tidak pernah

melakukan tindakan yang menghambat dan

atau menghalangi konsumen atau pengguna

jasa telekomunikasi untuk memanfaatkan atau

membeli jasa telekomunikasi produk penye-

lenggara lain (PT. INDOSAT), karena di wartel

tersebut konsumen masih dapat menggunakan

jasa telekomunikasi produk penyelenggara jasa

telekomunikasi lain (misalnya produk SLI 001

atau 008 milik PT. INDOSAT).

2.3.4 Dengan demikian terbukti bahwa dengan adanya persya-

ratan atau klausula perjanjian Warung TELKOM tidak

mengakibatkan konsumen (pelanggan dan pemakai)

terhalangi untuk menggunakan jasa SLI 001 dan atau 008

milik PT. INDOSAT.

2.3.5 Berdasarkan dalil-dalil tersebut di atas maka PEMOHON

membuktikan bahwa tidak ada tindakan atau perbuatan

PEMOHON yang menghalangi konsumen (pelanggan dan

pemakai) jasa Telekomunikasi untuk menggunakan atau

memanfaatkan jasa Telekomunikasi produk pesaing

PEMOHON, sehingga TERMOHON sangat keliru

memutuskan bahwa PEMOHON telah melanggar Pasal 19

huruf b UU No.5 Tahun 1999.

2.3.6 Sehubungan dengan hal itu PEMOHON memohon kepada

Majelis Hakim untuk membatalkan Putusan TERMOHON

sebagaimana dimaksud dalam Diktum ke 3 (tiga) yang

menyatakan bahwa PEMOHON terbukti secara sah dan

meyakinkan melanggar Pasal 19 huruf b UU No. 5

Hal. 24 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

Tahun 1999.

3. PEMOHON membantah pertimbangan TERMOHON mengenai penurunan

trafic out going dan pendapatan SLI PT. INDOSAT.

bahwa pertimbangan TERMOHON pada bagian Tentang Hukum

angka 1.3.6 dan angka 1.4.8 yang menyatakan bahwa sejak

dikeluarkannya produk PEMOHON berupa ITKP 017 mengakibatkan

penurunan trafic out going dan pendapatan SLI 001 dan 008 milik PT.

INDOSAT dari jaringan tetap PEMOHON adalah sangat prematur dan

mengada-ada, karena tidak didukung dengan bukti-bukti yang cukup.

Apabila pernyataan ini didasarkan pada keterangan saksi I sebagaimana

tercantum pada bagian Duduk Perkara angka 23.6, maka PEMOHON

dengan tegas menolak pertimbangan TERMOHON dimaksud. Atas

pernyataan Saksi Ahli I tersebut, PEMOHON tidak pernah mendapat

kesempatan melakukan konfirmasi atas kesaksian tersebut.

bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Pemohon mohon

kepada Pengadilan Negeri Bandung agar memberikan putusan sebagai

berikut :

1. MENGABULKAN seluruh Permohonan Keberatan PEMOHON ;

2. Membatalkan diktum ke 2 (dua) Putusan TERMOHON yang menyata-

kan bahwa PEMOHON terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar

Pasal 15 Ayat (3) huruf b UU No.5 Tahun 1999 ;

3. Membatalkan diktum ke 3 (tiga) Putusan TERMOHON yang menyata-

kan bahwa PEMOHON terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar

Pasal 19 huruf a dan b UU No.5 Tahun 1999 ;

4. Membatalkan diktum ke 6 (enam) Putusan TERMOHON yang menetap-

kan pembatalan klausula yang menyatakan bahwa pihak

penyelenggara atau pengelola Warung TELKOM hanya boleh menjual

jasa dan atau produk PEMOHON dalam Perjanjian Kerja Sama antara

PEMOHON dengan Penyelenggara atau Pengelola Warung TELKOM ;

5. Membatalkan Diktum ke 7 (tujuh) atas Putusan TERMOHON yang me-

merintahkan PEMOHON untuk menghentikan kegiatan yang terbukti

menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan

usaha tidak sehat dengan cara (a) Meniadakan persyaratan PKS atas

pembukaan akses SLI dan atau jasa telepon international lain selain

produk PEMOHON di Wartel. (b) Membuka akses SLI dan atau jasa

telepon internasional lain selain produk PEMOHON di Warung

TELKOM.

Hal. 25 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

Dan dengan mengadili sendiri memutuskan :

1. PEMOHON TIDAK TERBUKTI telah melakukan pelanggaran apapun

terhadap ketentuan-ketentuan Undang-Undang No.5 Tahun 1999 ;

2. Perjanjian antara PEMOHON dan Pengelola Warung Telkom adalah

sah dan mengikat para pihak serta tidak bertentangan dengan

ketentuan UU No.5 Tahun 1999 ;

3. Perjanjian antara PEMOHON dan Pengelola Wartel adalah sah dan

mengikat para pihak serta tidak bertentangan dengan ketentuan UU

No.5 Tahun 1999 ;

4. Menghukum TERMOHON untuk membayar seluruh biaya yang timbul

dalam perkara ini ;

Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, maka PEMOHON memohon

putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono)

bahwa terhadap permohonan Pemohon tersebut Pengadilan

Negeri Bandung telah mengambil putusan, yaitu putusan

No. 256/PDT/G/2004/PN.BDG. tanggal 08 November 2004 yang amarnya

sebagai berikut :

M E N G A D I L I

- Menerima permohonan keberatan dari Pemohon PT.Telekomunikasi Indonesia

Tbk ;

- Membatalkan Putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indo-

nesia (KPPU) tanggal 13 Agustus 2004 Nomor : 02/KPPU-1/2004 ;

M E N G A D I L I S E N D I R I

1. Mengabulkan Permohonan Keberatan Pemohon untuk sebagian ;

2. Menyatakan Pemohon Keberatan yaitu PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk,

tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran terhadap

ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, membatalkan oleh karena itu :

Diktum ke-2 (dua), ke-3 (tiga), ke-6 (enam) dan ke-7 (tujuh) PUTUSAN

KPPU – Tanggal 13 Agustus 2004 Nomor : 02/KPPU-I/2004 ;

3. Menghukum Termohon KPPU membayar biaya perkara sebesar Rp.144.000.

4. Menolak permohonan keberatan Pemohon untuk selain dan selebihnya ;

Menimbang, bahwa sesudah putusan Pengadilan Negeri ini

diberitahukan kepada Termohon pada tanggal 14 Desember 2004 kemudian

terhadapnya oleh Termohon (dengan perantaraan kuasanya, berdasarkan

surat kuasa khusus tanggal 15 Desember 2004 ) diajukan permohonan kasasi

Hal. 26 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

secara lisan pada tanggal 24 Desember 2004 sebagaimana ternyata dari akte

permohonan kasasi No. 74/Pdt/Ks/2004/PN.BDG. yang dibuat oleh Panitera

Pengadilan Negeri Bandung, permohonan mana diikuti oleh memori kasasi

yang memuat alasan-alasan yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri

tersebut pada tanggal 04 Januari 2005 ;

bahwa setelah itu oleh Pemohon yang pada tanggal 05 Januari 2005

telah diberitahu tentang memori kasasi dari Termohon diajukan jawaban

memori kasasi yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bandung pada

tanggal 18 Januari 2005 ;

Menimbang, bahwa permohonan kasasi a quo beserta alasan-alasannya

telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan seksama, diajukan dalam

tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan dalam undang-undang,

maka oleh karena itu permohonan kasasi tersebut formal dapat diterima ;

Menimbang, bahwa alasan-alasan yang diajukan oleh Pemohon

Kasasi/Termohon dalam memori kasasinya tersebut pada pokoknya ialah :

I. Bahwa sesuai ketentuan Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun

2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985

disebutkan antara lain bahwa Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam

tingkat kasasi membatalkan putusan dari semua lingkungan peradilan

karena salah menerapkan hukum yang berlaku dan lalai memen uhi

syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perund ang-undangan

yang mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang

bersangkutan.

II. Bahwa Putusan Judex Facti yang dimohonkan kasasi tidak hanya salah

dalam menerapkan hukum yang berlaku, tetapi juga sama sekali tidak

memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh undang-undang. Hal tersebut

terbukti dari uraian dan fakta hukum sebagai berikut :

A. TENTANG PROSEDURAL .

Pertimbangan Berlebihan Dan Menguntungkan Pihak Termohon Kasasi.

Bahwa permohonan keberatan terhadap Putusan KPPU yang diajukan

oleh PEMOHON Keberatan/Termohon Kasasi dalam hal prosedural

sebenarnya hanya dan hanya menuntut dan atau mempersoalkan dalam

hal PEMOHON Keberatan/Termohon Kasasi menganggap diriny a

tidak diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan atas

pernyataan, atau keterangan para saksi dan ahli dimana menurut

pendapat PEMOHON Keberatan/Termohon Kasasi hal tersebut

bertentangan dengan asas due process of law. Substansi tersebut itulah

Hal. 27 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

yang menjadi dasar tuntutan PEMOHON Keberatan/Termohon Kasasi

dalam hal prosedural (vide, halaman 7 sampai dengan 12 angka 1

sampai dengan 10 Memori Keberatan PEMOHON Keberatan).

Permasalahannya adalah mengapa dan atas dasar apa pertimbangan

hukum Judex Facti sama sekali tidak mempertimbangkan dasar tuntutan

PEMOHON Keberatan/Termohon Kasasi tersebut, tetapi justru

memberikan pertimbangan hukum lain yang sama sekali tidak dijadikan

dasar tuntutan PEMOHON Keberatan/Termohon Kasasi dalam

keberatannya, yaitu tentang keabsahan prosedur tata cara pemeriksaan

perkara yang dilakukan Termohon Keberatan/Pemohon Kasasi (vide,

halaman 76 alinea 1 Putusan Judex Facti).

Fakta hukum tersebut membuktikan bahwa Judex Facti telah melakukan

penyimpangan dan atau melebihi dari apa yang dituntut yang lebih

menguntungkan bagi pihak PEMOHON Keberatan/Termohon Kasasi.

Menurut kaidah hukum yurisprudensi Mahkamah Agung RI

No. 399 K/Sip/1969 tanggal 21 Februari 1970, putusan yang demikian itu

harus dibatalkan.

Selanjutnya, berkaitan dengan pertimbangan Judex Facti mengenai

prosedural yang dilakukan oleh Termohon Keberatan/PEMOHON Kasasi,

maka PEMOHON Kasasi akan menjelaskan bahwa pertimbangan Judex

Facti tersebut jelas salah dalam penerapan hukumnya. Hal tersebut

didasarkan pada alasan hukum sebagai berikut :

1. Mengenai Majelis Komisi.

Bahwa pertimbangan hukum Judex Facti pada halaman 76 sampai

dengan halaman 80 yang pada pokoknya menyatakan, pemeriksaan

lanjutan atas perkara larangan praktek monopoli dan persaingan

usaha tidak sehat (Perkara KPPU No.02/KPPU-1/2004) yang

dilakukan bukan oleh Majelis Komisi (karena dilakukan oleh 2 orang

anggota komisi) merupakan pemeriksaan perkara yang mengandung

cacad prosedural sehingga merupakan pemeriksaan yang tidak sah

karena mengandung cacad yuridis dan hal itu merupakan salah satu

alasan batalnya putusan.

Bahwa pertimbangan Judex Facti tersebut salah dan berlebihan

dengan alasan sebagai berikut :

1.1. Bahwa kelengkapan anggota Majelis Komisi telah disyaratkan dan

diharuskan hanya pada saat pengambilan keputusan

sebagaimana diatur dalam Penjelasan ketentuan Pasal 43 UU

Hal. 28 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

No.5 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa Pengambilan

keputusan Komisi sebagaimana dimaksud ayat (3) dilakukan

dalam suatu sidang Majelis yang beranggotakan sekurang-

kurangnya 3 (tiga) orang anggota Komisi.

Kemudian, hal tersebut diperkuat dengan ketentuan Pasal 7 ayat

(2) Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 Tentang Komisi

pengawas Persaingan usaha yang menyatakan : “Pengambilan

keputusan Komisi dilakukan dalam sidang majelis sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) yang beranggotakan sekurang-kurangnya

3 (tiga) orang anggota Majelis.

1.2. Bahwa meskipun demikian, apabila jumlah Majelis Komisi dalam

proses pemeriksaan lanjutan tidak lengkap, maka hal tersebut

ditawarkan kepada pihak yang diperiksa apakah keberatan atau

tidak apabila pemeriksaan dilanjutkan.

Dalam perkara a quo, pihak yang diperiksa (dalam ha l ini

Termohon Kasasi) tidak pernah menyatakan keberatann ya

sehingga pemeriksaan lanjutan tetap dilakukan sebag aimana

tercantum dalam berkas perkara a quo.

2. Mengenai Risalah Permintaan Keterangan Instansi Pemerintah.

Bahwa pertimbangan hukum Judex Facti pada halaman 80 sampai

dengan halaman 83 yang pada pokoknya menyatakan bahwa

Putusan KPPU No.02/KPPU-I/2004 yang telah mengambil

keterangan yang tidak berdasarkan berita acara pemeriksaan atau

berita acara pemeriksaan lanjutan maka putusan tersebut terbukti

pula telah mengandung cacad yuridis dalam pembuatan atau

penyusunannya.

Bahwa atas hal tersebut Judex Facti juga memberikan pertimbangan

yang menyatakan bahwa menurut ketentuan Pasal 22 (koreksi,

seharusnya Pasal 42 UU No.5 Tahun 1999) dalam memutuskan telah

terjadinya pelanggaran terhadap Undang-Undang, Majelis Komisi

harus mendasarkan pada alat-alat bukti yang diperoleh dalam

pemeriksaan dan penyidikan, sehingga pemeriksaan untuk meminta

keterangan dari Pemerintah, apabila hal itu dimaksudkan untuk

mendapatkan bukti dan bahan pertimbangan Putusan Majelis Komisi

harus didasarkan pada adanya pemeriksaan lanjutan yang hasilnya

dituangkan dalam sebuah Berita Acara Pemeriksaan dan bukan

dituangkan dalam risalah pertemuan yang tidak jelas dasar

Hal. 29 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

hukumnya (vide, halaman 81 alinea 4 Putusan Judex Facti).

Bahwa pertimbangan Judex Facti tersebut salah bahkan berlebihan

karena alasan-alasan sebagai berikut :

2.1. Bahwa dalam memutuskan perkara, Majelis Komisi (dalam hal

ini PEMOHON Kasasi) selalu berdasarkan alat bukti

sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 42 UU No.5 Tahun 1999

yang meliputi : keterangan saksi, keterangan ahli, surat dan

atau dokumen, petunjuk, dan keterangan pelaku usaha ,

sehingga tidak semata-mata hanya didasarkan pada keterangan

yang termuat dalam Berita Acara Pemeriksaan (selanjutnya

disebut BAP) saja.

2.2. Bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 36 huruf h UU No.5 Tahun

1999, menetapkan bahwa Komisi berwenang :

“meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya

dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku

usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini “

2.3. Bahwa selain itu, berdasarkan ketentuan Pasal 17 huruf f

Keputusan KPPU No. 05/KPPU/KEP/IX/2000 Tentang Tata

Cara Penyampaian Laporan dan penanganan Dugaan

Pelanggaran Terhadap UU No.5 Tahun 1999, menetapkan

bahwa Majelis Komisi berwenang :

“meminta keterangan dari instansi Pemerintah berkaitan dengan

dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Terlapor"

2.4. Bahwa secara hukum sebenarnya masalah bentuk penuangan

(risalah atau berita acara) bukanlah merupakan hal yang

penting untuk dipersoalkan karena secara substansi mempunyai

esensi yang sama.

Secara substansial, permintaan keterangan pemerintah dalam

perkara a quo bertujuan untuk mencari bukti petunjuk guna

menjelaskan kebijakan atau regulasi yang merupakan peraturan

perundangan yang telah dikeluarkannya.

2.5. Bahwa oleh karena itu, proses meminta keterangan dari

pemerintah bukanlah acara pemeriksaan sebagaimana

dilakukan terhadap para saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang

dianggap mengetahui pelanggaran terhadap ketentuan UU No.5

Tahun 1999 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf f UU

No.5 Tahun 1999 sehingga cukup dituangkan dalam bentuk

Hal. 30 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

risalah dan bukan dalam bentuk berita acara pemeriksaan.

2.6. Bahwa kemudian Judex Facti menyatakan bahwa risalah

tersebut tidak jelas dasar hukumnya guna dijadikan alat bukti

adalah merupakan pertimbangan hukum yang salah (dalam

menerapkan hukum) dan berlebihan serta mengabaikan

kewenangan PEMOHON Kasasi sebagaimana tertuang dalam

Pasal 36 huruf i UU No.5 Tahun 1999 yang menyebutkan

bahwa PEMOHON Kasasi berwenang mendapatkan,

meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau ala t bukti

lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan.

3. Mengenai Penyumpahan Saksi.

Bahwa pertimbangan hukum Judex Facti pada halaman 83 sampai

dengan halaman 88 yang pada pokoknya menyatakan bahwa

Termohon Kasasi telah diperlakukan tidak sama di depan hukum yaitu

tidak diberi kesempatan yang sama untuk membela hak-haknya di

depan hukum, dengan tidak disumpahnya seluruh saksi yang

diajukannya guna membantah keterangan saksi yang

memberatkannya maupun apa yang dituduhkan kepadanya.

Bahwa pertimbangan Judex Facti tersebut jelas salah dan tidak

sesuai dengan fakta hukum yang sebenarnya terjadi. Hal tersebut

didasarkan atas alasan sebagai berikut :

3.1. Bahwa dalam pemeriksaan pendahuluan perkara a quo yang

dilakukan Tim Pemeriksa adalah meminta keterangan terhadap

pihak-pihak yang dianggap mengetahui dan atau patut diduga

mengetahui terjadinya pelanggaran UU No.5 Tahun 1999. Oleh

karena masih bersifat meminta keterangan maka

penyumpahan bukan merupakan suatu yang diharuskan dalam

tahap ini.

3.2. Bahwa apalagi keterangan-keterangan saksi dalam peme-

riksaan pendahuluan tersebut, diperiksa lagi dalam

pemeriksaan lanjutan yang sudah pasti dilakukan

penyumpahan terlebih dahulu.

3.3. Bahwa setiap saksi selalu dilakukan penyumpahan terlebih da-

hulu dalam pemeriksaan lanjutan. Hal yang sama juga

dilakukan dalam pemeriksaan terhadap saksi Arief Yahya dan

saksi I Nyoman G. Wirya.

Dari hal tersebut nampak sangat jelas dan terbukti bahwa

Hal. 31 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

Judex Facti tidak teliti dan tidak membacanya secar a

lengkap Berkas Perkara a quo (dalam hal ini BAP yang

bersangkutan).

3.4. Bahwa seandainya quad non ada satu saksi yang menurut

pendapat Judex Facti tidak dilakukan penyumpahan, bukan

berarti serta merta keterangannya dapat dikesampingkan atau

dibuang begitu saja. Apalagi menurut Pasal 42 huruf d UU

No.5 tahun 1999, keterangan saksi tersebut dapat

diklasifikasikan sebagai bukti petunjuk karena yang penting

dan prinsip adalah keterangan saksi yang bersangkutan telah

bersesuaian dengan bukti-bukti lainnya yang terkait.

3.5. Bahwa selain daripada itu, untuk mendapatkan bukti-bukti

adanya pelanggaran UU No.5 Tahun 1999, PEMOHON Kasasi

dapat melakukan penyelidikan (vide, Pasal 36 huruf c UU No.5

Tahun 1999). PEMOHON kasasi juga mempunyai

kewenangan untuk mendapatkan, meneliti dan menilai surat,

dokumen atau alat bukti lainnya (vide, Pasal 36 huruf i UU No.5

Tahun 1999).

3.6. Bahwa dengan demikian, jelas terbukti bahwa Judex Facti

telah salah dalam menerapkan hukum dan memberikan

pertimbangan hukum yang tidak sesuai dengan fakta

hukum yang sebenarnya terjadi serta mengabaikan

kewenangan PEMOHON Kasasi sebagaimana diatur dalam

Pasal 36 huruf c dan huruf i UU No.5 Tahun 1999.

B. TENTANG SUBSTANSI PERKARA

1. Pelanggaran Pasal 15 ayat (3) huruf b UU No .5 Tahun 1999.

Bahwa sebelum PEMOHON Kasasi membahas mengenai unsur pelaku

usaha pemasok dan unsur perjanjian harga atau potongan harga,

terlebih dahulu PEMOHON Kasasi membahas hal yang sangat prinsip

dan fundamental yang mutlak harus dipertimbangkan oleh Judex Juris

adalah bahwa dalam menilai ada tidaknya pelanggaran Pasal 15 ayat

(3) huruf b, Judex Facti hanya mengacu pada :

- Keputusan Direksi Termohon Kasasi Nomor KD 39/HK.220/JAS-

51/2003 tentang Pedoman Pengelolaan Outlet Telkom melalui

Warung Telkom tertanggal 17 Juni 2003 (selanjutnya disebut KD

39/Warung Telkom) dan ;

- Keputusan Direksi Termohon Kasasi Nomor KD 40/HK.220/JAS-

Hal. 32 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

51/2003 tentang pedoman Penyelenggaraan Kemitraan Warung

Telekomunikasi (Wartel) tertanggal 17 Juni 2003 (selanjutnya

disebut KD 40/Wartel).

Hal tersebut terbukti dari pertimbangan Judex Facti pada halaman 92

alinea 5 yang menyatakan :

“menimbang, bahwa untuk menilai dan mempertimbangkan hal di atas,

Majelis akan meneliti 2 (dua) surat bukti utama dalam perkara a quo

yaitu : Keputusan Direksi PT. Telkom/Termohon Kasasi Nomor KD

39/HK.220/ JAS-51/2003 tentang Pedoman Pengelolaan Outlet Telkom

melalui Warung Telkom tertanggal 17 Juni 2003 dan Keputusan Direksi

PT. Telkom / Termohon Kasasi Nomor KD 40/HK.220/JAS-51/2003

tentang Pedoman Penyelenggaraan Kemitraan Warung Telkom

(Wartel) tertanggal 17 Juni 2003"

Judex Facti telah menempatkan kedua keputusan direksi tersebut

sebagai satu-satunya landasan dan satu-satunya pembenaran

untuk menilai ada tidaknya pelanggaran yang dilakukan oleh Termohon

Kasasi atas UU No.5 Tahun 1999.

Padahal justru seharusnya Judex Facti menilai dan atau

mempertimbangkan terlebih dahulu apakah keputusan direksi tersebut

bertentangan atau tidak dengan UU No.5 Tahun 1999.

Bahwa oleh karena itu, pertimbangan Judex Facti tersebut jelas salah

dalam menerapkan hukum dan tidak obyektif karena selain hanya

mengacu pada 1 (satu) alat bukti saja, hal tersebut diperkuat oleh

alasan-alasan sebagai berikut :

a. Bahwa keputusan direksi tersebut jelas merupakan produk yang

dikeluarkan oleh Termohon Kasasi secara sepihak guna melindungi

kepentingan bisnis Termohon Kasasi saja, sehingga secara

otomatis konsekuensinya, pertimbangan hukum yang hanya

mengacu pada ketentuan tersebut pasti juga tidak tepat, tidak

obyektif dan anti persaingan ;

b. Bahwa secara prinsip sebenarnya kedua keputusan direksi tersebut

mengatur hal yang sama, namun Termohon Kasasi memberikan

perlakuan yang berbeda yang menimbulkan persaingan usaha tidak

sehat. Hal tersebut terbukti dari hal-hal sebagai berikut :

- bahwa secara prinsip sebenarnya tidak ada perbedaan antara

Warung Telkom dengan Warung Telekomunikasi (Wartel) pada

umumnya ;

Hal. 33 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

- bahwa peraturan perundang-undangan yang berlakupun hanya

mengenal adanya 1 (satu) Warung Telekomunikasi yaitu

sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 1 Kepmen

Perhubungan No. 46 Tahun 2002 Tentang Penyelenggaraan

Warung Telekomunikasi (selanjutnya disebut KM No. 46 Tahun

2002) yang menyatakan :

“Warung Telekomunikasi yang selanjutnya disebut Wartel adalah

tempat yang disediakan untuk pelayanan jasa telekomunikasi

untuk umum yang ditunggu baik bersifat sementara maupun

tetap"

Ketentuan tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 52

Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi

(selanjutnya disebut PP No. 52 Tahun 2000 ) yang hanya

mengatur 1 (satu) Warung Telekomunikasi yaitu sebagaimana

dimaksud dalam Penjelasan Pasal 14 ayat (1) huruf a PP No. 52

Tahun 2000 yang pada prinsipnya menyatakan bahwa salah satu

contoh penyelenggaraan jasa telepon dasar penyelenggaraan

warung telekomunikasi.

Dengan demikian jelas terbukti bahwa peraturan peru ndang-

undangan yang berlaku jelas tidak mengenal adanya

pembedaan antara Warung Telekomunikasi dan Warung

Telkom.

- bahwa kemudian Termohon Kasasi membuat kebijakan yang

membedakan hal tersebut dengan menciptakan Warung Telkom

(melalui KD 39/Warung Telkom) jelas bertentangan dan tidak

mempunyai dasar hukum.

Kemudian dipergunakannya dalil bahwa Warung Telkom

merupakan usaha/bisnis perpanjangan tangan dari Termohon

keberatan (vide, halaman 93 alinea 4 Putusan Judex Facti),

maka dalil atau pertimbangan tersebut merupakan

pertimbangan yang salah (tanpa dasar hukum) karena secara

prinsip antara pengelola Warung Telkom dengan Termohon

Kasasi bukan dalam satu badan hukum yang sama (merupakan

badan hukum yang berbeda) bahkan resiko kerugian usaha tetap

ditanggung masing-masing.

- bahwa terlebih lagi, KD 39/Warung Telkom tersebut memuat

substansi yang melanggar UU No.5 Tahun 1999, karena secara

Hal. 34 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

prinsip telah membatasi produk yang dijual Warung Telkom atau

dengan kata lain melarang pengelola Warung Telkom untuk

menjual produk dari pelaku usaha pesaing (barrier to entry).

- bahwa selain itu, Termohon Keberatan juga menciptakan

diskriminasi dimana untuk Warung Telkom dibebaskan dari biaya

abonemen bulanan sedang untuk Warung Telekomunikasi tetap

dikenakan biaya abonemen bulanan (vide, Pasal 9 KD

39/Warung Telkom dan Pasal 8 KD 40/Wartel).

Bahwa dengan demikian jelas terbukti Judex Facti telah salah

dalam pertimbangan hukum yang fundamental tersebut

sehingga sudah barang tentu pertimbangan hukum-

pertimbangan hukum selanjutnya menjadi salah dan ti dak

sesuai dengan hukum persaingan usaha.

Selanjutnya berkaitkan dengan unsur-unsur Pasal 15 ayat (3) huruf

b UU No.5 Tahun 1999 yang dilanggar oleh Termohon Kasasi, maka

Pemohon Kasasi akan menjelaskan secara rinci sebagai berikut :

1.1 Unsur Pelaku Usaha Pemasok.

Bahwa pertimbangan hukum Judex Facti pada halaman 93

sampai dengan halaman 94 yang pada pokoknya menyatakan

bahwa berdasarkan isi Pasal 1 angka b sampai dengan 10, KD

39/Warung TELKOM, Majelis berkesimpulan bahwa hubungan

hukum antara PT. Telkom dengan Pengelola Warung Telkom,

bukanlah hubungan antara penjual dengan pembeli barang

atau jasa karena sebagai pengelola outlet Telkom, pengelola

tidak membeli produk dari Telkom melainkan mengelola

tempat, mengelola penjualan serta mengelola pelayanan jasa

telekomunikasi produk Telkom.

Bahwa selanjutnya, pertimbangan hukum Judex Facti pada

halaman 94 sampai dengan halaman 95 yang pada pokoknya

menyatakan bahwa Majelis berpendapat bahwa hubungan

hukum PT. Telkom dengan Mitra Penyelenggara Wartel adalah

hubungan jual beli produk PT. Telkom yang mana PT. Telkom

berperan sebagai penyedia/pemasok jasa telekomunikasi bagi

Mitra Penyelenggara Wartel dan Mitra Penyelenggara Wartel

sebagai penerima/pembeli jasa telekomunikasi dari PT.

Telkom.

Bahwa pertimbangan Judex Facti tersebut jelas salah dalam

Hal. 35 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

menerapkan hukum dengan alasan-alasan sebagai berikut :

1.1.1 Bahwa sebagaimana dijelaskan sebelumnya, secara

prinsip sebenarnya tidak ada perbedaan antara Warung

Telkom dengan Warung Telekomunikasi (Wartel) pada

umumnya.

1.1.2 Bahwa kesalahan pertimbangan Judex Facti tersebut

dikarenakan acuan yang digunakannya (yaitu hanya

pada kedua keputusan direksi tersebut di atas) padahal

hubungan jual beli jelas dinyatakan dalam Penjelasan

Pasal 14 ayat (1) huruf a PP No. 52 Tahun 2000 dengan

menguraikan bahwa penyelenggaraan jasa telepon

dasar adalah penyelenggaraan telepon “telegrap" teleks

dan faksimil. Penyelenggaraan jasa telepon dasar dapat

dilakukan secara jual kembali. Penyelenggaraan jasa

jual kembali jasa telepon dasar adalah

penyelenggaraan jasa yang atas dasar kesepakatan

usaha menjual kembali jasa telepon dasar. Contohnya

antara lain penyelenggaraan warung telekomunikasi.

1.1.3 Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut jelas terbukti

bahwa produk yang dijual belikan/jual kembali, baik

pada Warung Telkom maupun Warung Telekomunikasi

(karena memang keduanya sama) adalah jasa telepon

dasar sehingga yang dipasok adalah jasa layanan

telekomunikasi berupa jasa telepon dasar dan atau jasa

multimedia termasuk didalamnya telkom global-017

(sebagaimana diatur juga dalam pasal 7 ayat (1) KD

40/Wartel).

1.1.4 Bahwa selanjutnya, pasokan jasa tersebut dijual kembali

oleh Warung Telkom dan Warung Telekomunikasi

(Wartel) kepada konsumen. Kemudian, atas pasokan

yang diterima, Warung Telkom dan Warung

Telekomunikasi (Wartel) membayar harga jasa sebesar

70% dari tarif jasa telekomunikasi yang berlaku.

1.1.5 Bahwa dengan demikian, jelas terbukti bahwa hu-

bungan jual beli tetap terdapat pada Warung

Telkom/Warung Telekomunikasi dimana pemasokan

jasa dipasok oleh Termohon Kasasi ;

Hal. 36 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

1.2 Unsur Perjanjian Harga Atau potongan Harga .

Bahwa pertimbangan hukum Judex Facti pada halaman 95

sampai dengan halaman 98 yang pada pokoknya berisi

bahwa Majelis berpendapat bahwa baik dalam KD 40/Wartel

maupun KD 39/Warung Telkom tidak ditentukan adanya

perjanjian harga atau potongan harga tertentu, atas produk

jasa telekomunikasi Pemohon/Termohon Kasasi”.

Bahwa pertimbangan Judex Facti tersebut jelas salah. Hal

tersebut didasarkan atas alasan sebagai berikut :

1.2.1 Bahwa Judex Facti hanya memahami pengertian harga

tersebut secara sempit padahal yang dimaksud

dengan harga dalam konteks hukum persaingan

adalah semua komponen yang mempengaruhi

pembayaran atas suatu barang dan atau jasa

tertentu.

1.2.2 Bahwa oleh karena itu, komponen biaya untuk pasang

baru dan biaya abonemen bulanan adalah termasuk

komponen harga.

1.2.3 Bahwa biaya yang harus dibayarkan oleh Warung

Telkom atas pasokan yang diterima dari Termohon

Kasasi menjadi lebih kecil dari biaya yang harus

dibayarkan oleh Warung Telekomunikasi (Wartel) ; Hal

tersebut dikarenakan Warung Telkom tidak perlu

membayar biaya abonemen bulanan, padahal

abonemen tersebut jelas merupakan komponen harga

yang seharusnya dibayar kepada Termohon Kasasi.

Hal tersebut terbukti dari ketentuan Termohon Kasasi

sebagai berikut :

Pasal 8 KD 40/Wartel yang menetapkan :

"Status sambungan layanan telekomunikasi untuk

Wartel adalah sambungan telekomunikasi pelanggan

biasa dan dikenakan biaya pasang baru serta

abonemen bulanan dengan klasifikasi pelanggan

bisnis” ;

sementara, Pasal 9 KD 39/Warung Telkom menetap-

kan:

"status sambungan layanan telekomunikasi untuk

Hal. 37 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

Warung Telkom adalah Dinas Berbayar sehingga

tidak dikenakan biaya pasang baru dan abonemen

bulanan” ;

(vide, angka 7.2.1 halaman 49 Putusan Pemohon Kasasi)

2. Pelanggaran Pasal 19 huruf a dan b UU No.5 Ta hun 1999 .

Unsur Menghalangi Pelaku Usaha Lain dan Unsur Me nghalangi

Konsumen Pelaku Usaha Pesaingnya.

Bahwa pertimbangan hukum Judex Facti pada halaman 101 sampai

dengan halaman 106 yang pada pokoknya berisi bahwa Majelis

berpendapat bahwa baik dalam KD 40/Wartel maupun KD 39/Warung

Telkom serta PKS Standar Pemohon lainnya, tidaklah menghalangi

PT. Indosat selaku pelaku usaha pesaing Pemohon untuk melakukan

kegiatan usaha yang sama yaitu sambungan internasional pada pasar

bersangkutan”.

Bahwa disamping itu, pertimbangan Judex Facti juga dinyatakan

bahwa Majelis berpendapat bahwa Warung Telkom sebagai outlet

yang hanya memasarkan produk Pemohon bukanlah satu-satunya

tempat/pasar untuk menjual produk-produk PT. Indosat yaitu SLI

001/008 (vide, halaman 105 alinea 4 Putusan Judex Facti).

Bahwa pertimbangan Judex Facti tersebut jelas salah. Hal tersebut

didasarkan atas alasan sebagai berikut :

2.1.1 Bahwa Judex Facti masih memberikan pengertian yang

berbeda antara Warung Telkom dan Warung Telekomunikasi

(Wartel), padahal sebagaimana diuraikan dan dijelaskan

sebelumnya tersebut di atas oleh Pemohon Kasasi, bahwa

tidak ada pembedaan antara Warung Telkom dan Warung

Telekomunikasi (Wartel), sehingga seharusnya tidak boleh

ada klausul yang mensyaratkan adanya batasan bahwa

Warung Telkom hanya menjual produk dari Termohon Kasasi

atau melarang menjual produk pelaku usaha lain.

2.1.2 Bahwa persyaratan tersebut jelas merupakan upaya meng-

halangi yang dilakukan Termohon Kasasi dengan tidak

diberikan kesempatan bagi pelaku usaha pesaingnya untuk

menjual produknya di Warung Telkom ; Hal tersebut terbukti

dengan adanya kebijakan Termohon Kasasi melalui KD

39/Warung Telkom dan perjanjian kerja sama pelaksanaan-

nya.

Hal. 38 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

2.1.3 Bahwa berkaitan dengan pertimbangan Judex Facti yang me-

nyatakan pesaing Termohon Kasasi (Indosat) masih dapat

memasarkan produk SLI selain di Warung Telkom, maka

pertimbangan Judex Facti tersebut jelas salah dalam

menerapkan hukum. Hal tersebut terbukti dari uraian sebagai

berikut :

2.1.3.1 Bahwa mengenai hal tersebut tidak menjadi masalah

manakala dilakukan oleh pelaku usaha keciI atau

pelaku usaha yang masih memiliki pangsa pasar

yang kecil (atau belum signifikan).

2.1.3.2 Bahwa ternyata Judex Facti tidak pernah memper-

timbangkan adanya penguasaan essential fasilities

dan market power yang dimiliki Termohon Kasasi,

dimana Termohon Kasasi menguasai kurang lebih

95 % (sembilan puluh lima persen) jaringan lokal di

Indonesia yang merupakan essential facilities dalam

penyelenggaraan SLI, karena sangat mustahil dan

tidak mungkin apabila Wartel maupun Warung

Telkom menggunakan layanan SLI tanpa memakai

fasilitas jaringan lokal terlebih dahulu.

2.1.3.3 Bahwa penjualan produk SLI sebagian besar dila-

kukan melalui jaringan lokal yang dikuasai Pemohon

Keberatan.

2.1.3.4 Bahwa sebagian dari jaringan lokal yang digunakan

oleh konsumen untuk menggunakan jasa SLl adalah

jaringan Wartel dan Warung Telkom.

2.1.3.5 Bahwa tindakan menghalangi pelaku usaha lain yang

dilakukan oleh Pemohon Keberatan sangat terbukti

jelas dengan adanya suatu grand design

implementasi Warung Telkom dimana secara

kebijakan dibuat untuk hanya menjual jasa dan atau

produk Pemohon Keberatan saja dan apabila

Pengelola Warung Telkom melakukan kerja sama

dengan operator lain, termasuk menggunakan

produk dan atau jasa operator lain dalam bentuk

apapun di lokasi outlet Warung Telkom, maka

PKSnya dapat diputus sepihak oleh Pemohon

Hal. 39 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

Keberatan tanpa adanya tuntutan dari Pengelola.

2.1.3.6 Bahwa selain itu, dampak dari hal tersebut jelas me-

nyebabkan pelaku usaha lain (dalam hal ini operator

lain) terhalang karena tidak dapat menjual produknya

di Warung Telkom.

2.1.3.7 Bahwa dampak tersebut jelas juga dialami oleh

konsumen karena konsumen menjadi kehilangan hak

untuk memilih jasa dan atau produk telekomunikasi

yang akan digunakannya. Bahkan hal tersebut jelas

bertentangan dengan ketentuan Pasal 19 Undang-

Undang 36 Tahun 1999 yang menyatakan

"mewajibkan setiap operator untuk menyediakan

interkoneksi antar operator”, tetapi oleh Pemohon

Keberatan/Termohon Kasasi justru dihambat.

2.1.3.8 Bahwa dengan demikian jelas terbukti tindakan Ter-

mohon Kasasi menghambat operator lain tersebut

memang telah dirancang sejak awal melalui

kebijakan pendirian Warung Telkom dengan cara

melarang menjual jasa dan atau produk dari operator

lain.

Hal tersebut sama sekali tidak dipertimbangka n oleh

Judex Facti dan justru membuat pertimbangan yang

salah (dalam menerapkan hukum) karena hanya

mengacu pada keputusan direksi Termohon Kasasi saja

dan mengabaikan prinsip-prinsip hukum persaingan

usaha.

3. Mengenai Hak Eksklusif dan Pengecualian.

Bahwa pertimbangan hukum Judex Facti pada halaman 112 sampai

dengan halaman 116 yang pada pokoknya menyatakan bahwa

"Majelis berpendirian sejauh KD 39/Warung Telkom dan KD 40/Wartel

serta PKS Standar Telkom lainnya bertujuan melaksanakan hak

eksklusifnya yang tertera dalam UU No.3 Tahun 1989 jo Keputusan

Menteri Parpostel Nomor 60/PT/102/MPPT-95 Tahun 1995, maka

perbuatan dan perjanjian tersebut termasuk yang dikecualikan oleh

Pasal 50 huruf a UU No.5 Tahun 1999” ;

Bahwa pertimbangan Judex Facti tersebut jelas salah, karena baik

secara de facto terlebih lagi secara de jure, hak ekslusif sudah tidak

Hal. 40 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

dimiliki lagi oleh Pemohon Keberatan/Termohon Kasasi dengan

alasan sebagai berikut :

3.1 Bahwa ketentuan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999

Tentang Telekomunikasi sebenarnya sangat jelas mendukung

terciptanya persaingan usaha yang sehat dengan mengatur

upaya penghentian hak eksklsusif (vide, Pasal 61 ayat (2) UU

No. 36 Tahun 1999).

Selanjutnya, implementasi dari ketentuan tersebut salah satunya

dilakukan dan dibuktikan dengan adanya pengumuman Menteri

Perhubungan Nomor 2 Tahun 2004 yang menuangkan terkait

dengan hasil Sidang Kabinet Terbatas tanggal 20 November

2003 dimana telah diputuskan untuk mengakhiri hak eksklusif

yang dimiliki oleh Pemohon Keberatan/Termohon Kasasi dan

PT. Indosat.

3.2 Bahwa berkaitan dengan pemberian kompensasi, maka menurut

Pemohon Kasasi hal tersebut jelas berbeda konteks dan tidak

relevan karena secara de jure regulasi dan kebijakan pemerintah

telah memutuskan pengakhiran hak eksklusif. Masalah

pembayaran kompensasi merupakan hal yang berbeda dan tidak

urgensif karena terkait dengan kemampuan pemerintah dan

kondisi keuangan negara yang belum memungkinkan, sehingga

jelas tidak dapat dijadikan alasan untuk menghambat penegakan

hukum persaingan usaha.

3.3 Bahwa selain penjelasan mengenai pengakhiran hak eksklusif

tersebut, dalam ketentuan Pasal 10 Bagian Ketiga UU No. 36

Tahun 1999 telah secara tegas mengatur korelasinya dengan

UU No.5 Tahun 1999 dengan memberikan penegasan sebagai

berikut:

(1) Dalam penyelenggaraan telekomunikasi dilarang melakukan

kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik

monopoli dan persaingan usaha tidak sehat diantara

penyelenggara telekomunikasi ;

(2) Larangan sebagaimana dimaksud ayat (1) sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku (yang

dimaksud adalah UU No. 5 Tahun 1999).

3.4 Bahwa berdasarkan ketentuan tersebut, telah membuktikan bah-

wa UU No. 36 Tahun 1999 jelas mendukung adanya persaingan

Hal. 41 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

usaha yang sehat.

3.5 Bahwa oleh karena itu, pertimbangan hukum Judex Facti yang

menyatakan perbuatan dan atau perjanjian Termohon Kasasi

dikecualikan karena melaksanakan peraturan perundang-

undangan adalah salah dan tidak sesuai dengan UU No. 36

Tahun 1999.

Berkaitan dengan memori kasasi angka 3, Pemohon Kasasi

mohon agar Judex Juris memberikan perhatiannya agar tidak

menjadi dan menimbulkan preseden buruk bagi penegak an UU

No. 36 Tahun 1999 dan UU No.5 Tahun 1999.

Sebagai penutup, Pemohon Kasasi perlu menyampaikan pula bahwa

sebenarnya strong point penegakan hukum persaingan adalah perubahan

perilaku dari pelaku usaha yang telah melakukan pelanggaran UU No.5

Tahun 1999. Hal tersebut justru tidak pernah ditunjukkan oleh Termohon

Kasasi. Oleh karena itu, Pemohon Kasasi menyampaikan 2 (dua) hal yang

perlu mendapatkan perhatian Judex Juris sebagai lembaga tertinggi dalam

penegakan hukum persaingan di Indonesia. Kedua hal tersebut adalah :

1. Pemohon Keberatan ingin mempertahankan status qu o.

Bahwa Termohon Kasasi jelas menunjukkan dan membuktikan semangat

atau keinginannya yang anti persaingan serta ingin mempertahankan

status quo dengan menarik kembali ke dalam pemahaman industri

telekomunikasi era lampau yang monopolis.

Dengan berlakunya UU No.5 Tahun 1999, hal tersebut tidak sesuai lagi

karena semangat dan keinginan Termohon Kasasi dapat menghambat

terciptanya persaingan usaha yang sehat di bidang industri telekomunikasi

yang saat ini telah jelas dapat dinikmati oleh masyarakat.

2. Kebijakan Warung Telkom.

Bahwa kebijakan Termohon Kasasi yang melarang produk atau jasa

operator lain dijual di Warung Telkom, jelas merupakan tindakan yang

bertentangan dengan prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat, terlebih

lagi dilakukan oleh Termohon Kasasi yang jelas menguasai essential

facilities dengan menguasai kurang lebih 95 % (sembilan puluh persen)

jaringan lokal sehingga jelas menghambat masyarakat untuk melakukan

akses secara bebas.

Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan tersebut Mahkamah Agung

berpendapat :

Hal. 42 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

mengenai alasan ad A :

bahwa alasan-alasan tersebut dapat dibenarkan, oleh karena Judex Facti

telah salah menerapkan hukum dengan pertimbangan sebagai berikut :

1. bahwa Pasal 38 sampai dengan Pasal 44 Undang-Undang No. 5 Tahun

1999 mengatur tentang Tata Cara Penanganan Perkara oleh KPPU, karena

itu objek pemeriksaan Judex Facti adalah putusan KPPU yang diambil

berdasarkan tata cara dalam ketentuan undang-undang tersebut.

2. bahwa tidak ada suatu ketentuan dalam Undang-Undang No.5 Tahun 1999

yang mengatur tentang bagaimana seharusnya bentuk suatu pemeriksaan

yang dilakukan oleh KPPU, sehingga risalah pertemuan yang mencatat

keterangan saksi, ahli ataupun keterangan pihak-pihak lain (termasuk

keterangan Pelaku Usaha), dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan

putusan KPPU ;

3. bahwa putusan KPPU, menurut Pasal 43 ayat (4) Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1999 harus dibacakan dalam suatu sidang yang dinyatakan terbuka

untuk umum, dan sesuai dengan Penjelasan Pasal 43 ayat (3) Undang-

Undang yang sama, pengambilan putusan oleh KPPU dilakukan dalam

suatu sidang Majelis yang beranggotakan sekurang-kurangnya 3 orang

anggota Komisi ;

4. bahwa mengenai saksi-saksi, sebagaimana yang telah dipertimbangkan oleh

Judex Facti dalam putusannya halaman 87, seyogianya dipertimbangkan

oleh Judex Facti setelah memasuki pemeriksaan pokok perkara dalam

menilai apakah keterangan saksi-saksi tersebut mempunyai kekuatan

pembuktian, dan bukannya sebagai salah satu alasan prosedural untuk

membatalkan putusan KPPU ;

5. bahwa dengan demikian putusan Judex Facti harus dibatalkan dan Mah-

kamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini dengan pertimbangan

sebagai berikut ;

Menimbang, bahwa Termohon Kasasi/Pelaku Usaha berkeberatan atas

putusan KPPU No.02/KPPU-I/2004 tanggal 13 Agustus 2004 sepanjang

mengenai amar putusan yang berbunyi :

- Menyatakan bahwa Terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar

Pasal 15 ayat (3) huruf b Undang-Undang No.5 Tahun 1999 ;

- Menyatakan bahwa Terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar

pasal 19 huruf a dan b Undang-Undang No.5 Tahun 1999 ;

- Menetapkan pembatalan klausula yang menyatakan bahwa pihak penye-

lenggara atau pengelola warung Telkom hanya boleh menjual jasa dan atau

Hal. 43 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

produk Terlapor dalam perjanjian kerja sama antara Terlapor dengan

penyelenggara atau pengelola warung Telkom ;

- Memerintahkan Terlapor untuk menghentikan kegiatan yang terbukti

menimbulkan praktek monopoli dan atau menyebabkan persaingan usaha

tidak sehat dengan cara (a) meniadakan persyaratan PKS atas pembukaan

akses SLI dan atau jasa telepon internasional lain selain produk Terlapor di

wartel (b) membuka akses SLI dan atau jasa telepon internasional lain selain

produk Terlapor di warung Telkom ;

bahwa yang dimaksud dengan Terlapor dalam putusan KPPU tersebut

adalah Pelaku Usaha (kini Termohon Kasasi) ;

Menimbang, bahwa pertimbangan dan putusan KPPU tidak bertentangan

dengan undang-undang dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :

1. bahwa hak eksklusif yang diberikan kepada Termohon Kasasi / Pemohon

untuk menyelenggarakan jaringan jasa telekomunikasi lokal maupun jarak

jauh telah berakhir berdasarkan Pengumuman Menteri Perhubungan No.2

Tahun 2004 (bukti P4) dengan pemberian kompensasi kepada Pemohon ;

2. bahwa meskipun pembayaran kompensasi tersebut belum diterima oleh

Pemohon, tidaklah berarti bahwa hak eksklusif tersebut tetap melekat.

Masalah hak eksklusif atau hak monopoli tidak dapat dikaitkan dengan

belum terlaksananya pembayaran kompensasi ;

bahwa pembayaran kompensasi dapat diajukan kepada Pemerintah cq

Menteri Perhubungan secara terpisah melalui jalur yang telah ditentukan ;

3. bahwa dengan berakhirnya hak eksklusif, maka perjanjian-perjanjian yang

dilakukan oleh Pemohon yang bertujuan sebagai pelaksanaan hak eksklusif

juga berakhir dan tidak lagi termasuk hal-hal yang dikecualikan seperti yang

diatur dalam pasal 50 huruf e Undang-Undang No.5 Tahun 1999 ;

4. bahwa benar Pemohon telah mendapat ijin menyelenggarakan Internet

Telepon untuk keperluan publik atau Voice over internet Protokol (Vo.I.P),

berdasarkan Surat Keputusan Dirjen dan Telekomunikasi N0.159 Tahun

2001 dengan menggunakan kode akses 017 ;

5. bahwa sebagai tindak lanjut dari ijin tersebut, maka Pemohon berdasarkan

Keputusan Direksi No.39/HK 220/JAS : 51/2003 tanggal 17 Juni 2003, telah

menyelenggarakan saluran distribusi internal jasa telekomunikasi dalam

bentuk surat pembukaan outlet dengan nama Warung Telpon (bukti P7).

Pengadaan warung telpon tersebut dapat diperoleh oleh pemohon baru,

maupun dari wartel-wartel lainnya yang sudah ada terlebih dahulu, penyedia

layanan jasa telekomuinikasi dari produk-produk lainnya ;

Hal. 44 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

6. bahwa warung-warung telpon yang menyediakan jasa layanan teleko-

munikasi yang hanya membuka akses milik Pemohon saja, tidak perlu

membayar biaya pemasangan dan biaya abonemen bulanan. Kemudahan-

kemudahan/fasilitas-fasilitas ini tidak diberikan pada wartel penyedia jasa

layanan telekomunikasi lainnya dari produk manapun juga ;

7. bahwa Pemohon telah menutup/memblokir akses layanan telekomunikasi

lainnya selain dari pada 017 milik Pemohon, sehingga hanya outlet-outlet

Warung Telpon bentukan Pemohon dengan kode akses 017 saja yang jalan,

sedangkan wartel-wartel penyedia layanan telekomunikasi lainnya tidak

jalan, karena salurannya diblokir / dipersulit.

Hal ini berdasarkan bukti-bukti yang diajukan :

- Pengaduan wartel-wartel dari beberapa kota.

- Pengaduan dari pelanggan-pelanggan perusahaan-perusahaan besar yang

menggunakan jasa telekomunikasi lainnya.

- Hasil uji coba sendiri dari tim penyidik KPPU.

- Adanya perjanjian kerja sama antara outlet-outlet Warung Telpon dengan PT.

Telkom bahwa mereka hanya dapat membuka layanan internasional dengan

kode akses 017 saja.

- Tertutupnya akses saluran lain dari pada 017 telah dibuktikan oleh survey

dari Tim Direktorat Jenderal Pos dan Telekomunikasi dan PT. Indosat,

dimana saluran telpon lainnya dialihkan ke 017 denga harga/rate yang

ditentukan.

- Karena perbuatan Termohon Kasasi/PT. Telkom telah terbukti melakukan

pelanggaran Undang-Undang No.5 Tahun 1999 khususnya pasal 19 huruf a

dan b.

- Menolak dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegi-

atan usaha yang sama pada pasar yang bersangkutan.

- Menghalangi konsumen atau pelanggan atau pelaku usaha pesaingnya untuk

tidak melakukan hubungan usaha dengan pelaku usaha pesaingnya ;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di

atas, menurut pendapat Mahkamah Agung terdapat cukup alasan untuk

mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : KOMISI PENGAWAS

PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA tersebut dan membatalkan

putusan Pengadilan Negeri Bandung No. 256/PDT/G/2004/PN.BDG. tanggal 08

November 2004 serta Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara ini dengan

amar putusan sebagaimana yang akan disebutkan dibawah ini ;

Hal. 45 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005

Menimbang, bahwa oleh karena Termohon Kasasi berada di pihak yang kalah,

maka ia harus dihukum untuk membayar biaya perkara dalam dua tingkat peradilan ;

Memperhatikan pasal-pasal dari Undang-Undang No. 4 Tahun 2004,

Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 sebagaimana yang telah diubah dan

ditambah dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 dan peraturan perundang-

undangan lain yang bersangkutan ;

M E N G A D I L I :

Mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : KOMISI

PENGAWAS PERSAINGAN USAHA REPUBLIK INDONESIA tersebut ;

Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Bandung

No.256/PDT/G/2004/PN.BDG. tanggal 08 November 2004 ;

MENGADILI SENDIRI :

Menolak permohonan keberatan dari Pemohon Keberatan : PT.

TELEKOMUNIKASI INDONESIA Tbk. tersebut ;

Menghukum Termohon Kasasi/Pemohon untuk membayar biaya perkara

dalam dua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini ditetapkan sebesar

Rp.500.000,- (lima ratus ribu rupiah) ;

Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Mahkamah

Agung pada hari SENIN tanggal 15 JANUARI 2007 oleh Marianna Sutadi, SH.,

Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua

Majelis, Susanti Adi Nugroho, SH.,MH., dan Dr.H.Harifin A.Tumpa, SH.,MH.,

Hakim-Hakim Agung sebagai Anggota, dan diucapkan dalam sidang terbuka

untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua Majelis beserta Hakim-Hakim

Anggota tersebut dan dibantu oleh Nani Indrawati, SH.,M.Hum., Panitera

Pengganti dengan tidak dihadiri oleh para pihak ;

Hakim-Hakim Anggota Ketua ttd./ Susanti Adi Nugroho, SH.,MH. ttd./ ttd./ Dr.H.Harifin A.Tumpa, SH.,MH. Marianna Sutadi, SH. Panitera Pengganti ttd./ Nani Indrawati, SH., MHum. Biaya-Biaya : 1.M e t e r a i ……………… Rp. 6.000,- 2.R e d a k s i …………….. Rp. 1.000,- Untuk Salinan 3.Administrasi kasasi…….. Rp.493.000,- MAHKAMAH AGUNG RI J u m l a h …………… Rp. 500.000,- an. Panitera =========PANITERA MUDA PERDATA KHUSUS

H.PARWOTO WIGNJOSUMARTO, SH.

NIP.040018142

Hal. 46 dari 45 hal. Put. No.01.K/KPPU/2005