otoritas jasa keuangan

Upload: karina-ekky-damayanti

Post on 11-Oct-2015

86 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

perekonomian indonesia

TRANSCRIPT

Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Otoritas Jasa Keuangan atau lebih dikenal dengan istilah OJK, adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan yang independen dan mengawasi industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransiOtoritas Jasa Keuangan atau lebih dikenal dengan istilah OJK, adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan yang independen dan mengawasi industri perbankan, pasar modal, reksadana, perusahaan pembiayaan, dana pensiun dan asuransi. Tujuan dibentuknya OJK yaitu untuk mengatasi kompleksitas keuangan global dari ancaman krisis, menghilangkan penyalahgunaan kekuasaan, dan mencari efisiensi di sektor perbankan dan keuangan lainnya.Pembentukan OJK juga dipicu oleh kasus Bank Century yang membuktikan lemahnya fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia. Hal ini terungkap setelah Lembaga Penjamin Simpanan hendak mengucurkan dananya kepada Bank Century, namun jumlahnya membengkak dari yang seharusnya.Menurut Zulkarnaen Sitompul dalam Pilars No.02/Th.VII/12-18 Januari 2004, ide pembentukan OJK sebenarnya adalah hasil kompromi untuk menghindari jalan buntu pembahasan undang-undang tentang Bank Indonesia oleh DPR. Fungsi pengawasan perbankan yang tadinya dipegang oleh Bank Indonesia sebagai bank sentral, kini dipisahkan yang idenya datang dari konsultan asal Jerman. Helmut Schlesinger, mantan Gubernur Bundesbank (Bank Sentral Jerman) yang pada waktu penyusunan RUU (kemudian menjadi Undang-Undang No. 23 Tahun 1999) bertindak sebagai konsultan, mengambil pola bank sentral Jerman yang tidak mengawasi bank.

Namun tentunya, pemerintah harus mempunyai aturan main yang tegas dan transparan.Sangat sulit memisahkan fungsi pengawasan dengan pengaturan industri perbankan. Yang diperlukan dalam hal ini adalah Good Corporate Governance.Bahkan di Jepang pun, lembaga sejenis OJK tidak berjalan dengan sukses. Saat industri perbankan Jepang sedang bermasalah, Jepang mendirikan FSA sebagai lembaga yang menjalankan fungsi pengawasan perbankan. Tapi ternyata FSA tidak dapat mencegah jatuhnya 2 (dua) bank besar yang merekayasa pembukuannya dan masalah kredit macet lainnya.Beberapa negara yang telah mengembalikan fungsi pengawasan ke bank sentral adalah Austria, Belanda, dan Korea Selatan. Inggris yang dikenal dengan kemapanan dalam aspek hubungan antarlembaga sempat dibuat limbung dengan koordinasi yang tidak lancar antara FSA dan BoE. Kini AS yang menjadi episentrum gempa keuangan global pun terlihat mulai mengarah ke sana dengan memperluas peran The Fed (sumber: Menimbang (Kembali) Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan okezone.com).Selama ini, bank sentral fokus pada pengawasan terhadap pelaku sektor keuangan (micro prudential). Tetapi sekarang akan diambil alih oleh OJK. Dengan demikian, BI akan mengoptimalkan perannya pada aspek makro (macro prudential), yakni industri secara keseluruhan untuk mengurangi resiko sistematik krisis terhadap industri keuangan.Apapun nama lembaga yang menjalankan fungsi pengawasan, harus terlindungi dari kepentingan politik pihak-pihak tertentu, dan terdapat komunikasi dan kerjasama yang efektif antar lembaga yang terkait.

OJK Berharap Industri Jasa Keuangan Stabil

Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Rachmat Waluyanto. Foto: SGPUntuk menjaga stabilitas sektor keuangan OJK akan terus melakukan pendalaman pasar keuangan.Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berharap sektor jasa keuangan di Indonesia bergerak stabil meski kondisi ekonomi global dan domestik sedang melambat. Hal ini disampaikan Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Rachmat Waluyanto, dalam seminar "Industri Keuangan dan Peran OJK Mendorong Kemajuan Perekonomian Nasional", Sabtu (7/9).Menurut Rachmat, sektor jasa keuangan yang stabil dapat mendukung perekonomian domestik agar tetap kuat dan dapat melindungi konsumen serta masyarakat dalam melakukan investasi.OJK yang merupakan lembaga baru dan bertugas mengatur pengawasan secara terintegrasi di sektor keuangan, tentu menjadi harapan untuk dapat menstabilkan sektor jasa keuangan dalam negeri.Dia mengatakan, OJK memiliki tujuan untuk mendorong pertumbuhan dan menjaga stabilitas sektor keuangan dengan prinsip kehati-hatian (prudent). Selain itu, OJK telah membuat peraturan serta surat edaran yang harus dipatuhi agar lembaga keuangan tetap sehat.OJK juga memiliki mandat untuk melakukan pencegahan yang ditengarai bisa merugikan konsumen," katanya.Selain itu, untuk menjaga stabilitas sektor keuangan OJK akan terus melakukan pendalaman pasar keuangan. Hal itu diharapkan dapat mendorong pelaku pasar melakukan diversifikasi instrumen investasi meski pasar sedang bergejolak. Dengan pendalaman pasar keuangan ke masyarakat maka nantinya juga akan meningkatkan kepercayaan terhadap industri.Saat ini, sambung Rachmat, di pasar modal juga dibentuk lembaga yang menjamin dana nasabah yakni investor protection fund (IPF). Lembaga ini diharapkan dapat meningkatkan keprcayaan masyarakat berinvestasi di pasar modal.OJK juga akan meningkatkan integritas pasar dengan mengembangkan infrastruktur salah satunya di pasar modal agar transaksi dapat lebih cepat dan efisien. Salah satu infrastruktur yang telah dibangun yakni diterbitkannya single investor identity (SID). SID adalah nomor identitas tunggal yang diberikan kepada setiap nasabah pasar modal Indonesia.Dengan sistem itu maka otoritas dapat mengetahui setiap transaksi yang dilakukan investor apakah sesuai dengan peraturan yang ada di pasar modal, ujarnya.Kepala Divisi Stabilitas Sistem Keuangan OJK Harry Tangguh mengingatkan, gejolak yang terjadi di pasar keuangan Indonesia tidak semuanya menuju pada indikator krisis. Menurutnya, krisis yang terjadi pada 2008 lalu berbeda dengan tahun ini, kendati demikian pihaknya akan menjaga agar krisis yang pernah terjadi pada tahun-tahun sebelumnya tidak terulang.Kendati demikian kita tetap tak boleh lengah kaena bisa bedampak negatif, katanya.Terkait penurunan indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Harry mengatakan, ada potensi beberapa pelaku pasar menggunakan fasilitas trsansaksi short selling sehingga menambah sentimen negatif di pasar modal domestik."Potensi spekulan di pasar saham melakukan short selling ada, dari sistem transaksi bisa dilihat," ujarnya.Dia menjelaskan, pada dasarnya transaksi short selling di Indonesia diperbolehkan. Namun, OJK tetap menentukan rambu-rambu transaksi short selling sesuai dengan ketentuan.Short selling merupakan salah satu cara transaksi saham di mana investor meminjam saham untuk dijual dengan harga tinggi dengan harapan akan membeli kembali dan mengembalikan pinjaman saham itu pada saat saham turun.Perlindungan KonsumenSementara itu, Direktur Pengembangan Kebijakan Perlindungan Konsumen OJK, Anto Prabowo, mengatakan ada dua hal yang menjadi perhatian OJK dalam mengawasi industri keuangan. Pertama, mengawasi perlakuan industri keuangan ke konsumen. Menurutnya, OJK perlu mengatur bagaimana industri keuangan dalam menawarkan produknya, apakah dilakukan dengan terbuka atau tidak. Hal ini penting agar konsumen tahu detail dari konsekuensi membeli suatu produk. Selama ini, kata Anto, banyak konsumen yang belum paham dengan mekanisme risiko dari produk jasa keuangan seperti produk unit link. Oleh sebab itu, ketika investasinya mengalami kerugian, konsumen merasa adanya kecurangan karena industri menjanjikan yield yang tinggi.Informasi ini yang membuat konsumen sering merasa kesal ketika produk-produk yang dibeli merasa merugikan dirinya, katanya.Kedua, OJK mengawasi pertumbuhan industri keuangan yang sehat. Termasuk di dalamnya mengawasi kinerja asuransi, perusahaan pembiayaan dengan program mitigasi risiko yang tepat. Menurutnya, kedua perhatian itu akan menjadi perhatian OJK dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga pengawas keuangan yang memenuhi berbagai sektor jasa keuangan dari berbagai elemen industri yaitu pasar modal, asuransi, perbankan dan perusahaan pembiayaan.

OJK Menghadapi Tantangan yang Tidak Mudah

Kurang tiga bulan lagi, tepatnya pada akhir 2013, kita akan mengalami perubahan penting dan dahsyat dalam sistem keuangan. Pengawasan sistem perbankan yang saat ini dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) akan beralih ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sesuai mandat UU no. 21.Sejauh ini, proses transisi yang dilakukan terhadap fungsi fungsi di Departemen Keuangan, yaitu Pasar Modal (Bapepam) dan Lembaga Keuangan, berlangsung dengan lancar. Ini merupakan modal yang bagus dan bukti bahwa Otoritas Jasa Keuangan mampu melakukan transisi dengan baik.Namun, transisi perbankan membutuhkan perhatian extra dan energi lebih. Selama periode 2008-2011, total aset bank umum tumbuh dari Rp2.310,6 triliun menjadi Rp3.652,0 triliun di tahun 2011. Dengan perkembangan tersebut, sumbangan kredit terhadap pembiayaan perekonomian juga terus meningkat. Pada akhir tahun 2011, rasio nilai kredit yang disalurkan terhadap PDB mencapai sekitar 30%.Itu sebabnya semua tantangan yang sedang dan akan dihadapi dalam proses transisi harus dikaji secara mendalam dan segera dicarikan antisipasi dan jalan keluarnya. Apa saja tantangan dan strategi untuk menghadapi tantangan tersebut?Apa Saja Tantangan OJKPertama adalah keterbatasan jumlah sumber daya manusia (SDM). Saat ini sedang diupayakan agar pegawai BI, khususnya pengawasan perbankan, mau pindah ke Otoritas Jasa Keuangan.Masalahnya, proses pemindahan ini sifatnya sukarela, bukan paksaan. Muncul risiko bahwa jika nanti pegawai BI yang mau pindah jumlahnya jauh dari memadai, transisi akan menghadapi krisis jumlah pengawas.Masalah tidak hanya dari segi jumlah, kemampuan SDM menjadi tantangan tersendiri. Tuntutannya adalah membangun sistem pengawasan yang terintegrasi menghadapi konglomerasi sektor jasa keuangan. Sementara, selama ini pengalaman SDM adalah melakukan pengawasan secara sektoral sesuai bidang masing masing. Misalnya, Bapapem hanya mengawasi pasar modal, lembaga keuangan mengawasi asuransi dan dana pensiun, begitu pula pengawasan perbankan.Kedua adalah soal budaya dan proses kerja. Sebagai organisasi baru yang dibentuk dari gabungan berbagai organisasi yang berbeda sebelumnya, perbedaan budaya kerja dan proses kerja dari masing masing karyawan amat kental, yang perlu segera disatukan dalam satu budaya dan proses kerja baru.Ini adalah hal yang normal dalam sebuah proses pembentukan organisasi baru, apalagi yang dibentuk bukan secara organik, tetapi hasil penggabungan. Namun, tantangan ini harus bisa diatasi secara bertahap. Otoritas Jasa Keuangan diharapkan memiliki budaya dan proses kerja sendiri, yang harus dianut oleh semua pegawainya. Budaya kerja dan proses kerja dari organisasi yang lama harus ditinggalkan dan diganti dengan yang baru. Karena dengan itu, proses organisasi dapat berjalan efektif.Ketiga adalah ketersediaan data yang reliable. Infrastruktur data masih dipegang BI dan Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS). Meskipun saat pengalihan pengawasan dari di akhir 2013, data akan ikut dialihkan ke OJK. Namun, pengalihan tersebut membutuhkan waktu yang tidak cepat. Apalagi, tidak hanya soal pengalihan saja, namun yang lebih penting adalah pemahaman atas data tersebut, bagaimana membaca data tersebut.Dalam proses pengawasan dan pengaturan, data adalah hal yang amat kritikal. Bisa dibayangkan bagaimana proses pengawasan dan pengambil keputusan bisa dilakukan dengan baik, tanpa ketersediaan data yang memadai. Data menjadi basis pengambilan keputusan yang akurat dan tepat.Strategi OJK Mengatasi TantanganKetiga tantangan tersebut merujuk pada kondisi internal. Ya memang tantangan paling besar adalah persiapan internal secara organisasi dan infrastruktur pendukung untuk dapat menjalankan fungsi dan tanggungjawabnya.Ini terkait kenyataan bahwa Otoritas Jasa Keuangan adalah organisasi yang baru, yang dibentuk dalam waktu relatif singkat, sementara fungsi dan tanggungjawabnya amat besar. Ia ibarat superbody dalam pengawasan dan pengaturan lembaga jasa keuangan.Keberhasilan Otoritas Jasa Keuangan sejauh ini melakukan proses transisi yang relatif mulus dan tanpa gejolak, patut diappresiasi. Ini menunjukkan proses dan jajaran pimpinan sudah melakukan sesuatu yang benar.Terkait tantangan yang diuraikan sebelumnya, sejumlah strategi dapat dilakukan.Pertama, mengenai SDM, langkah paling cepat mengatasi kekurangan orang adalah rekruitmen dari luar. Banyak pihak, dari lembaga jasa keuangan, akademisi dan lembaga negara, yang punya kapabilitas dan pengalaman mengenai pengelolaan lembaga jasa keuangan yang sangat dapat membantu. Mereka sebaiknya diajak bergabung melalui proses seleksi masuk terbuka.Terhadap karyawan, perlu dilakukan assessment dan mapping SDM dengan tujuan mengevaluasi di bagian mana kekurangan orang yang paling urgen untuk diisi dan mengetahui potensi potensi yang dimiliki karyawan yang bisa digunakan untuk rotasi mengisi posisi yang kosong.Yang kritikal adalah bagaimana karyawan BI, khususnya pengawasan perbankan, nanti bersedia pindah, saat dilakukan pengalihan fungsi pengawasan dari BI. Kita tahu bahwa perpindahan tersebut bersifat sukarela.Oleh karena itu, Otoritas Jasa Keuangan sebaiknya pro-aktif dan jemput bola dengan mempresentasikan ke karyawan BI, keuntungan pindah. Keuntungan tersebut sebaiknya tidak hanya menyangkut secara keuangan tetapi juga kesempatan perkembangan diri.Kedua, mengenai budaya kerja dan proses kerja, pimpinan perlu melakukan tone from the top dan sosialisasi yang masif soal budaya kerja. Kenapa? Karena tanpa pesan dari pimpinan, budaya kerja baru sulit diadopsi oleh karyawan karyawan telah punya budaya kerja lama dari organisasi sebelumnya yang kuat melekat.Saat ini sudah ada komite etik, ini hal yang bagus karena komite tersebut bisa menjadi pendorong dan bukti keseriusan menerapkan nilai nilai yang diputuskan oleh manajemen OJK. Nilai nilai adalah elemen budaya kerja baru.Sebagai organisasi baru, proses kerja umumnya masih belum lengkap dan karyawan membawa proses kerja dari organisasi lama yang belum tentu sesuai. Cara yang bisa dilakukan adalah menyusun Standard Operating Procedure (SOP) untuk setiap proses kerja. SOP ini dapat dibuat baru atau dimodifikasi dari proses yang sudah ada yang diadopsi sesuai kondisi yang baru.Dengan SOP, proses kerja menjadi sesuai dengan standard baru yang diinginkan oleh organisasi. SOP harus disetujui oleh semua pihak yang berkepentingan, sehingga sebelum sebuah proses diimplementasikan, evaluasi menyeluruh sudah dilakukan terlebih dahulu.Untuk memastikan proses dijalankan sesuai SOP, perlu dibentuk fungsi Quality Assurance (QA) yang tujuannya melakukan evaluasi dan perbaikan atas semua proses kerja secara rutin. SOP menjadi dasar evaluasi QA tersebut.Ketiga, soal data, ini proses yang tidak bisa cepat karena pemahaman data membutuhkan waktu. Paling praktis adalah bekerjasama dengan BI sebagai pihak yang selama ini mengelola data tersebut. Perlu dilakukan crash course mengenai bagaimana cara membaca dan menganalisa data data lembaga keuangan tersebut.Di samping itu, karena data sangat kritikal, pimpinan perlu menyusun road map pembangunan database yang komprehensif. Seiring fungsi dan tanggungjawab melakukan pengawasan terintegrasi, database pun harus didesain terintegrasi. Artinya, jika suatu lembaga keuangan memiliki berbagai jasa keuangan (konglemarasi), maka data di OJK seharusnya dapat menangkap dan menyajikan data tersebut. Jangan sampai, fungsi sudah harus integrasi, sementara data yang dimiliki masih sektoral sifatnya.Ini memang bukan proses yang mudah karena dibutuhkan key tertentu yang dapat menghubungkan cross-ownership antara lembaga jasa keuangan. Namun, karena saat ini semua pengawasan keuangan di dalam satu atap, proses mengidentifikasi cross-ownership tersebut seharusnya lebih mudah dilakukan.OJK menghadapi tantangan yang tidak mudah. Besarnya tanggungjawab dan kompleksnya industri yang harus diawasi membuat tugasnya super berat. Namun, pengalaman sejauh ini menunjukkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan sudah berhasil mengelola proses integrasi antara berbagai lembaga pengawas dengan cukup mulus. Semoga proses transisi pengawasan perbankan dari BI yang akan berlangsung tepat akhir tahun 2013 dapat dilakukan dengan lancar sehingga harapan UU akan pengawasan lembaga jasa keuanganyang terintegrasi dapat diwujudkan.

OJK Pastikan Aman Berinvestasi

JAKARTA- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memastikan masyarakat aman berinvestasi di industri penyedia jasa keuangan baik di pasar modal, industri keuangan non bank (IKNB) maupun perbankan. Hal ini sejalan dengan pengambil alihan tugas dan fungsi Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam LK) yang ada di bawah Kementerian Keuangan oleh OJK sebagai lembaga independen sejak Januari 2013 lalu.Direktur of Communication and International Affairs OJK, Gonthor Ryantori Aziz, saat berbincang dengan Riau Pos di Jakarta, Selasa (20/8) kemarin menjelaskan, secara spesifik tidak ada perbedaan signifikan antara antara fungsi tugas dan kewenangan Bapepam LK dengan OJK, kecuali independensi yang diberikan kepada OJK melebihi Bapepam LK sebagaimana diatur dalam UU nomor 11/2011 tentang otoritas jasa keuangan.Tahun ini OJK mulai beroperasi melaksanakan fungsi, tugas dan peran yang selama ini dijalankan oleh lembaga yang sebelumnya da di bawah Kemenkeu yang namanya Bapepam LK, kata pria kelahiran Batu Raja, Sumatera Selatan itu.Fungsi, tugas dan peran OJK itu yakni mengatur dan mengawasi pasar modal dan industri keuangan non bank. Pasar modal itu mencakup remitance contohnya bursa efek. Sedangkan lembaga industri keuangan non bank mulai dari asuransi, dana pensiun, multi finance, modal pembiayaan, jamsostek, lembaga pembiayaan ekspor indonesia hingga pegadaian.Fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pe ngawasan, pemeriksaan, dan penyidikan yang selama ini ada di Bapepam LK sejak Januari 2013 lalu secara bertahap sudah berpindah ke OJK. Secara status hukum, OJK merupakan lembaga yang independen dalam menjalankan fungsi dan tugasnya, tidak di bawah kementerian apa pun termasuk tidak di bawah Bank Indonesia.Fungsi utamanya mengatur dan mengawasi sektor jasa keuangan di Indonesia yang tahun 2013 ini dimulai pada sektor pasar modal dan industri keuangan non bank, jelasnya.Nah, tahun 2014 mendatang, OJK mulai mengawasi dan mengatur bank yang selama ini diatur dan diawasi oleh BI. Berikutnya pada 2015 sesuai UU Nomor 1 tahun 2013 tentang lembaga keuangan mikro yang keluar tahun ini, OJK juga diharapkan mengatur dan mengawasi lembaga keuangan mikro yang ada di tanah air.Terkait perbedaan fungsi dan tugas OJK dengan BI, pihaknya menyebutkan sejak dulu segmen tugas dan fungsi BI memang terbatas pada sektor perbankan. Di samping tugas BI untuk mengawal kondisi moneter di Indonesia melalui pengaturan dan pengawasan sistem pembayaran.Sejak dulu pasar modal dan industri keuangan non bank diawasi oleh unit instansi lain di luar BI. Bahkan ke depan, tahun 2014 nanti pengaturan dan pengawasan bank yang selama ini ada di BI juga akan beralih ke OJK, tidak lagi diawasi oleh BI meskipun untuk kepentingan stabilitas moneter dan fiskal di tanah air tetap ada ruang koordinasi antara OJK, BI dan Kemenkeu, ujar Gonthor.Peralihan pengawasan perbankan dari BI ke OJK ini menurut Gonthor sebenarnya sudah dimulai dengan adanya tim transisi pengawasan bank di OJK dan pos peralihan pengawasan bank dari BI ke OJK yang ada di BI. ke depan kedua tim ini akan terus berkoordinasi secara intensif memastikan kesiapan peralihan tersebut.Sejak menjalankan fungsinya tahun ini, OJK juga terus secara masif mensosialisasika keberadaan dan eksistensinya ke masyarakat agar masyarakat memahami bahwa peran Bapepam LK telah beralih ke OJK. Pengenalan ini dipandang penting karena diakuinya banyak pihak yang belum mengetahui OJK. Itu makanya dari triwulan pertama tahun ini kita pergi ke berbagai daerah untuk sosialisasi. Baik kerjasama dengan media massa cetak dan elektronik, sosialisasi ke kampus-kampus, ke komunitas, organisasi sampai pada audiensi dengan para Gubernur, tutur pria menyelesaikan Program Master bidang Hukum Internasio nal di Washington Collegue of Law, American University Washington DC, Amerika Serikat tersebut.Ada nilai tambah dari keberadaan OJK dalam posisi begitu terhormat dalam organisasi otoritas jasa keuangan. Hal itu karena kepemimpinan di OJK mengangut sistem komisioner. Nah, dari 9 komisioner yang ada di OJK, satu di antaranya mengemban tugas yang sangat spesifik dan khusus, yakni memberikan edukasi dan perlindungan konsumen.

Lindungi Konsumen, OJK Terapkan Pertahanan 3 Lapis

TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menggunakan pendekatan Three Lines of Defense atau pertahanan tiga lapis untuk implementasikan integrated assurance yang telah ditetapkan Peraturan Dewan Komisionerr (PDK) OJK tentang standar audit internal, standar manajemen risiko, dan standar pengendalian kualitas.Deputi Komisioner Audit Internal Manajemen Risiko dan Pengendalian Kualitas OJK, Anis Baridwan, mengatakan konsepsi Three Lines of Defense membedakan fungsi-fungsi dalam organisasi, yaitu fungsi pemilik risiko (risk owner), fungsi yang menangani risiko (managing risk), fungsi yang mengawasi risiko (overseeing risks) dan fungsi yang melaksanakan asuransi secara independen (independent assurance)."Kesemua fungsi tersebut memainkan peran penting dalam platform enterprise risk management (ERM) yang memiliki pertahanan lapis pertama, kedua, dan ketiga," ujarnya kepada wartawan dalam seminar sehari OJK dengan tema membangun good governance indutri jasa keuangan melalui fungsi assurance yang terintegrasi di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kalbar, Jumat (30/8/2013).Anis menjelaskan, pertahanan lapis pertama dilaksanakan oleh unit organisasi yang melakukan aktivitas operasi sehari-hari, terutama fungsi pelayanan dan front office. OJK telah dibentuk satuan kerja berjumlah 39 deputi dibawah dewan komisioner yang membawahkan 39 direktorat dan unit di bawahnya.Seluruh satuan kerja OJK akan menjalankan fungsi pengelolaan risiko dan pemastian kualitas keluaran yang dihasilkan. Dengan begitu terdapat satu pengawasan yang selama ini sudah berjalan menjadi satuan kerja perbankan.Selama ini perbankan diawasi Bank Indonesia, pasar modal oleh industri pasar modal, dan industri pasar modal keuangan non bank mengawasi dana pensiun, asuransi dan sebagainya."Dengan adanya OJK, semua sektoral ini digabung dalam satu kesatuan yang tidak bisa bicara secara sektoral. Tapi setiap sektoral akan dilakukan pengawasan oleh masing-masing yang memiliki kewenangan. Artinya mereka akan diawasi oleh orang-orang eks BI, Bapepam yang penugasannya sudah dialihtugaskan ke OJK plus rekrutmen baru untuk memperkuat para pengawas," tuturnya.Sementara pertahanan lapis kedua dilaksanakan oleh Direktorat Manajemen Risiko yang menjalankan fungsi pengelolaan risiko OJK-wide dan Direktorat Pengendalian Kualitas yang mempunyai fungsi memastikan bahwa proses bisnis satuan kerja telah dilaksanakan secara berkualitas sehingga menghasilkan output dan outcome yang berkualitas.Pertahanan lapis ketiga dilaksanakan oleh Direktorat Auditor Internal I dan II yang menjalankan fungsi audit internal OJK. Selain itu, pembentukan Dewan Audit yang merupakan amanat dari UU 21 tahun 2011 juga berada pada pertahanan lapis ketiga yaitu sebagai organ pendukung Dewan Komisioner yang bertugas melakukan evaluasi atas pelaksanaan tugas OJK."Karena itu, sebagai lembaga baru, OJK berkomitmen penuh untuk berkomunikasi secara intensif dengan publik untuk mensosialisasikan selurah program-programnya sekaligus untuk menghimpun masukan dan saran dari praktisi, akademisi, para pelaku pasar, serta konsumen lembaga jasa keuangan," katanya.Anis menambahkan, OJK merupakan lembaga regulasi dan supervisi yang memiliki cakupan tugas meliputi pengaturan dan pengawasan Lembaga Jasa Keuangan secara menyeluruh. Selain diamanatkan dalam Undang-undang Bank Indonesia, pendirian OJK dilatarbelakangi oleh berbagai hal, antara lain kondisi sektor keuangan di Indonesia.Dengan demikian terbukanya batas antarnegara, kemajuan teknologi serta inovasi produk jasa keuangan, maka tidak dapat dihindari munculnya dampak positif dan negatif pada Industri Jasa Keuangan. Diantaranya seperti peningkatan kompleksitas produk dan sarana pemasaran Industri Jasa Keuangan."Kompleksitas produk yang sangat bervariasi, membantu para konsumen dalam memilih produk keuangan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi keuangan masing-masing konsumen," tuturnya.Meskipun begitu, dampak negatif dari kompleksitas produk adalah terdapatnya celah yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku kecurangan di Industri Jasa Keuangan untuk menjual produk yang berada di luar produk yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan di Industri Jasa Keuangan.Meningkatnya kompleksitas produk, bersama-sama dengan meningkat jumlah pelaku dalam industri berikut komposisi asetnya, dan tumbuhnya jumlah konglomerasi melalui kepemilikan antar subsektor keuangan. Hal tersebut menunjukkan Industri Jasa Keuangan berkembang pesat.Meski begitu, permasalahan di Industri Jasa Keuangan pun akan semakin kompleks dan lintas sektoral. Permasalahan lintas sektoral tidak bisa hanya ditangani dengan pengawasan yang bersifat parsial. Karena hal tersebut berpotensi menciptakan asymetric information antara para regulator dan ketidakefektifan dalam penyelesaian permasalahan."Menyadari kondisi tersebut, berpotensi mengakibatkan gagalnya upaya perlindungan terhadap konsumen sektor keuangan, maka dibentuklah OJK dalam upaya untuk menata kembali fungsi pengaturan dan pengawasan di industri jasa keuangan," jelasnya.