otonomi daerah
DESCRIPTION
Otonomi DaerahTRANSCRIPT
Tugas Administrasi Pemerintahan di Daerah (SON 341)
“Implementasi Otonomi Daerah Kota Batu Dalam Sektor Pariwisata”
Disusun oleh :
Herlambang Bagus P. 071111061
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat serta hidayah-
Nya saya dapat menyelesaikan tugas Administrasi Pemerintahan di Daerah yang berjudul
“Implementasi Otonomi Daerah Kota Batu Dalam Sektor Pariwisata” untuk memenuhi nilai
mata kuliah Administrasi Pemerintahan di Daerah pada Semester Ganjil Tahun ajaran
2014/2015.
Sektor pariwisata merupakan sektor yang memiliki peran vital dalam suatu daerah
karena sektor ini dapat turut menyumbang pemasukan bagi daerah. Sektor pariwisata yang
sudah mendunia dan menyedot banyak wisatawan mancanegara bahkan lintas negara, juga
pada akhirnya mampu menjadi duta bangsa yang mengabarkan pada dunia, eksistensi Banga
dan Negara Indonesia. Menjadi duta kepada dunia dan mengabarkan kepada dunia bahwa
Indonesia adalah negara yang merdeka, aman, kondusif, maju dan sejahtera. Sektor
pariwisata ini dapat memberi gambaran wajah Indonesia kepada dunia internasional.
Semenjak diberlakukannya otonomi daerah, yang berarti bahwa setiap daerah memiliki
kewenangan dalam hal mangatur segala kepentingan atau urusan daerahnya sendiri, sektor
pariwisata ikut menggeliat menjadi salah satu sektor yang ditingkatkan kualitasnya oleh
pemerintah daerah khususnya sektor pariwisata di Kota Batu. Otonomi daerah memberikan
kebebasan bagi pemerintah daerah untuk mengelola sektor pariwisata dan mendapat profit
dari sektor tersebut, tentunya dengan pengelolaan yang sistematis, terukur dan kebijakan
yang tepat sasaran.
Demikian makalah ini saya susun, begitupun tak ada gading yang tak retak, saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat saya harapkan demi lebih lengkapnya makalah ini
untuk yang mendatang.
Surabaya, Desember 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor pariwisata merupakan sektor yang memiliki peran vital dalam suatu daerah
karena sektor ini dapat turut menyumbang pemasukan bagi daerah. Sektor pariwisata yang
sudah mendunia dan menyedot banyak wisatawan mancanegara bahkan lintas negara, juga
pada akhirnya mampu menjadi duta bangsa yang mengabarkan pada dunia, eksistensi Banga
dan Negara Indonesia. Menjadi duta kepada dunia dan mengabarkan kepada dunia bahwa
Indonesia adalah negara yang merdeka, aman, kondusif, maju dan sejahtera. Sektor
pariwisata ini dapat memberi gambaran wajah Indonesia kepada dunia internasional.
Sementara itu, Indonesia sedang berada ditengah masa transformasi dalam hubungan
antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota yang diatur menurut Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah telah dibuka saluran baru bagi pemerintah provinsi dan kabupaten untuk mengambil
tanggung jawab yang lebih besar dalam pelayanan umum kepada masyarakat setempat, untuk
mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri.
Penyesuaian kewenangan dan fungsi penyedian pelayanan antara pemerintah pusat,
provinsi, dan kabupaten/kota sudah memuat tujuan politis, maupun teknis.Secara politis,
desentralisasi kewenangan pada masing-masing daerah menjadi perwujudan dari tuntutan
reformasi yang disuarakan mahasisawa yang turun ke jalan berdemonstran pada bulan Mei
tahun 1998.
Untuk menjamin proses desentralisasi berlangsung dan berkesinambungan, pada
prinsipnya acuan dasar dari otonomi daerah telah diwujudkan melalui Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004.
Dalam acuan dasar tersebut setiap daerah harus membentuk suatu paket otonomi yang
konsisten dengan kapasitas dan kebutuhannya. Dalam Negara yang majemuk seperti
Indonesia misalnya Pemerintah Kota Batu dalam bidang pariwisata belum tentu sama ukuran
dengan kabupaten/kota lainnya. Penyusunan paket otonomi dalam perancangannya. Dalam
proses ini komunitas-komunitas lokal perlu dilibatkan pemerintah Kota Batu dan DPRD
untuk menjamin proses desentralisasi secara lebih baik dan bertanggungjawab, di mana
mereka sebagai salah satu stakeholder yang memiliki kepentingan mendalam untuk
mensukseskan otonomi daerah.
Pariwisata di era otonomi daerah adalah wujud dari cita-cita Bangsa Indonesia untuk
memajukan kesejahteraan umum dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Memajukan kesejahteraan umum dalam
arti bahwa pariwisata jika di kelola dengan baik, maka akan memberikan kontribusi secara
langsung pada masyarakat di sekitar daerah pariwisata, terutama dari sektor perekonomian.
Secara tidak langsung pariwisata memberikan kontribusi signifikan kepada PAD suatu daerah
dan tentu saja pemasukan devisa bagi suatu negara.
Oleh sebab itulah makalah ini membahas bagaimana mengimplikasikan Otonomi
Daerah terhadap relasi hubungan terhadap pemerintahan pusat yang kewenangannya telah
diserahkan terhadap pemerintahan daerah langsung yang bebas untuk mengurus rumah
tangganya sendiri yang telah diatur dalam Undang-Undang.
1.1 Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dalam otonomi daerah ?
b. Bagaimanakah prinsip otonomi daerah ?
c. Bagaimanakah kondisi kepariwisataan Nasional di era otonomi daerah ?
d. Bagaimana implementasi otonomi daerah Kota Batu dalam Pembangunan sektor pariwisata?
e. Bagaimana Implikasi otonomi daerah pemerintah kota Batu terhadap pemerintah
pusat dalam sektor pariwisata ?
1.2 Tujuan
a. Mengetahui apa yang dimaksud dengan otonomi daerah
b. Mengetahui seperti apa konsep dari otonomi daerah
c. Mengetahui otonomi yang berkaitan dengan dunia atau bidang pariwisata yang ada di
Indonesia khususnya di kota Batu
d. Mengetahui bagaimana implikasi otonomi daerah terhadap pemerintahan daerah dan
pemerintahan pusat
Bab II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Otonomi Daerah
Pengertian Otonomi dan daerah otonom
Otonomi daerah berasal dari bahasa yunani “ autonomie” yang berarti auto adalah
sendiri dan nomos adalah undang-undang. Jadi secara harfiah otonomi dapat diartikan
sebagai pemberian hak dan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri kepada instansi, perusahaan, dan daerah.
Selain itu otonomi dapat diterjemahkan sebagai berikut:
Otonomi adalah kebebasan untuk membuat keputusan sendiri dengan tetap menghormati
perundang-undangan ( Charles Einsemen).
Otonomi adalah wewenang untuk menyelenggarakan kepentingan sekelompok penduduk
yang berdiam dalam suatu lingkungan wilayah tertentu yang mencakup mengatur,
mengurus, dan mengendalikan, dan mengembangkan berbagai hal yang perlu bagi kehidupan
penduduk ( the liang gie).
Dalam UU No 22/1999 dan UU No. 32/2004 disebutkan bahwa prinsip otonomi yang
dianut adalah;
1. Otonomi luas
Adalah keluasan daerah utnuk menyelenggarakan fungsi pemerintahan yang
mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan di dalam bidang
politik luar negri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiscal dan agama. Daerah
memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memeberikan pelayanan,
peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada
peningkatan kesejahteraan. Selain itu terdapat kewenangan bidang lainnya yang meliputi:
a. Kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara
makro.
b. Dana perimbangan Keuangan.
c. Sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara
d. Pembinaan dan pemeberadyaan sumber daya manusia.
e. Pendayagunaan Sumber daya alam serta teknologi yang strategis.
f. Konservasi dan standarisasi nasional.
2. Otonomi Nyata
Otonomi nyata adalah keluasan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan
berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban pemerintah dibidang tertentu yang secara nyata
ada dan diperlukan serta tumbuh, hidup dan berkembangan didaerah yang berpotensi dengan
khas. Bidang yang wajib dilaksanakan oleh daerah kabupaten dan kota, meliputi Pekerjaan
Umum, Kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industry dan
perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja.
Sementara itu, otonomi yang bertanggungjawab adalah otonomi yang dalam
penyelenggaraanya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemeberian
otonomi yang pada dasarnya utnuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat yang merupakan tujuan utama dari tujuan nasional.
3. Otonomi yang bertanggung jawab
Adalah perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan
kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah
dalam mencapai pemberian otonomi daerah, Sementara itu, otonomi yang bertanggungjawab
adalah otonomi yang dalam penyelenggaraanya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan
maksud pemeberian otonomi yang pada dasarnya utnuk memberdayakan daerah termasuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan tujuan utama dari tujuan nasional.
yang berupa:
a. Peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik.
b. Pengembangan hidup demokrasi.
c. Keadilan dan pemerataan pembangunan.
d. Pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dalam rangka menuju NKRI.
4. Keserasian hubungan antara daerah dengan daerah lainnya
Artinya mampu membangun kerjasama anata daerah untuk meningkatkan kesejahteraan
bersama dan mencegah ketimpangan antar daerah, hal yang tidak kalah pentingnya bahwa
otonomi daerah juga harus mampu menjamin hubungan yang serasi antar daerah dengan
pemerintah, artinya harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah negara dan
tetap tegaknya negara republic Indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan negara.
Adapun, pengertian otonomi daerah menurut UU Nomor 32 Tahun 2004 yaitu hak,
kewenangan dan kewajiban daerah otonom utnik mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-
undangan”. Atau otonomi daerah juga dapat diartikan sebagai hak penduduk yang tinggal
dalam suatu daerah sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yang mengatur, mengurus,
mengendalikan, mengembangkan, urusannya sendiri sesuai dengan aspirasi masyarakat
setempat dengan tetap menghormati peraturan perundangan yang berlaku.
Sedangkan daerah otonom menurut UU No. 32/2004 daerah otonom selanjutnya
disebut daerah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang
berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dan system negara
kestuan republik Indonesia.
Pengertian otonomi daerah sering disalahgunakan atau dipertukarkan penggunaanya
dengan istilah desentralisasi, secara singkat pengertian desentralisasi mengandung pengertian
adanya pemebentukan daerah otonom dan atau penyerahan wewenang tertentu kepada
(daerah yang di bentuk) oleh pemerintah pusat. Sementara itu, otonomi daerah adalah
pemerintahan oleh, dari, dan untuk rakyat dibagian wilayah nasional suatu negara melalui
lembaga pemerinatahan yang secra formal baerada di luar pemeriantahan pusat.
Prinsip Otonomi Daerah
Prinsip-prinsip otonomi daerah sebenarnya telah diterapkan jauh sebelum lahirnya
Undang- Undang Nomor 5 tahun 1974 yaitu prinsif otonomi yang nyata, dinamis, dan
bertanggungjawab dalam tahap ini implementasinya lebih berkonotasi kepada hak dari pada
kewajiban dimana banyak memerlukan koordinasi dengan pemerintahan pusat sehingga
muncul kesan sentralistik,disamping itu apabila diakji oleh undang-undang Nomor 5 tahun
1974 maka pengertian otonomi bagi suatu daerah tersebut harus mampu :
a. Berinisiatif sendiri (menyusun kebijaksanaan daerah dan menyusun rencana, dan
pelaksanaanya).
b. Memiliki alat pelaksanaan sendiri yang qualified ( memenuhi persyaratan)
c. Membuat pengaturan sendiri (PERDA).
d. Menggali sumber- sumber keuangan sendiri (menetapkan pajak, retribusi, dan lain- lain
usaha yang sah sesuai dengan peraturan yang berlaku ).
Namun konsep otonomi daerah yang diperkenalkan dalam undang-undang tersebut berbeda
dengan konsep undang-undang nomor 22 tahun 1999. Adapun konsep pemberian otonomi
daerah menurut UU No. 22 Tahun 1999 adalah:
1. Penyelenggaran otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi,
keadilan, pemerataan serta potensii dan keanekaragaman daerah;
2. Pelaksanaan otonomi daerah diadasarkan pada otonomi luas, nyata dan
bertanggungjawab;
3. Pelaksanaan otnomi yang luasdan utuh diletakan pada kabupaten dan kota, sedangakn
otonomi daerah provinsi meruapakan otonomi yang terbatas;
4. Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan konstitusi negara, sehingga tetap
terjalin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serat antar daerah;
5. Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom dan
karenanya dalam kabupaten dan kota tidak ada lagi wilayah administrasi. Demikian pula
kawasan-kawasan khusus yang di bina oleh pemerintah atau pihak lain, seperti badan otorita,
kawasan pelabuhan, perumahan, kawasan industry, pertambangan, prkebunan, kawsan
peruhutanan dan perkotaan baru, pariwisata, dan semacamnya berlaku peraturan daerah
otonom.
6. Pelaksanaan ontonomi daerah harus lebih meningkatakan peranan dan fungsi legislatif
daerah, baik sebagai legislasi, pengawasan, maupun fungsi anggaran atas penyelenggaraan
pemerintahan daerah.
7. Pelaksanaan asas dekosentrasi diletakan pada daerah provinsi dalam kedudukanya
sebagai wilayah administrasi untik melaksanakan kewenangan pemrintahan tertentu yang
dilimpahkan kepada gubernur sebagi wakil pemerintah pusatPelaksanaan asas tugas
pembantuan dimungkinkan tidak hanya dari pemerintah pusat kepada daerah, tetapi juga dari
pemerintah pusat dan daerah kepada desa yang disertai denganh pembiayaan, sarana dan
prasarana dan sumberdaya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaan.
Tetapi pada saat ini prinsip otonomi daerah yang digunakan berdasarkan ketentuan
Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 yang menekankan pada perwujudan otonomi yang
seluas-luasnya nyata dan bertanggungjawab denagn memperhatikan keseimbangan
hubuangan antara pemerintah. Dengan kata lain prinsif otonomi saat ini berdasarkan asas
desentralisasi berkeseimbangan.
Adapun tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk mengembangkan
mekanisme demokrasi di tingkat daerah dalam bentuk menampung dan menyalurkan aspirasi
masyarakat , baik untuk kepentingan daerah setempat maupun untuk mendukung
kebijaksanaan politik nasional dalam era reformasi saat ini.
Adapun lima variable sebagai faktor pokok untuk mengukur kemampuan suatu daerah
untuk berotonomi adalah:
a. Kemampuan keuangan daerah, nilainnya ditentukan oleh berapa besar peranan
pendapatan asli daerah terhadap jumlah total pembiayaan daerah.
b. Mengangkut kemampuan aparatur berapa ratio jumlah pegawai terhadap jumlah
penduduk.
c. Partisifasi masyarakat yang menyangkut berbagai macam pelayanan.
d. Variabel ekonomi di daerah dengan mengukur indicator nilai rata-rata pendapatan
perkapita dalam lima tahun terakhir.
e. Variabel demografi, pendapatan penduduk, pertumbuhan penduduk, dll.
Otonomi darah dapat dipandang sebagai cara untuk mewujudkan secara nyata
penyelenggaraan pemerintah yang efektif, efisien, dan berwibawa guna mewujudkan
pemberian pelayanan kapada masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan otonomi
daerah juga merupakan keterikatan yang kuat antara daerah yang satu dengan daerah yang
lainnya disamping menumbuh kembangkan semangat kebersamaan da;lam simpul Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
2.3 Kondisi Kepariwisataan Nasional di Era Otonomi DaerahPada masa lalu pembangunan ekonomi lebih diorientasikan pada kawasan Indonesia
bagian barat. Hal ini terlihat lebih berkembangnya pembangunan sarana dan prasarana di
kawasanbarat Indonesia, dibandingkandengan yang terdapat di kawasan timur Indonesia. Hal
ini juga terlihat dari pembangunan di sektor pariwisata, dimana kawasan Jawa-Bali menjadi
kawasan konsentrasi utama pembangunan kepariwisataan.Sementara dilihat dari
kecenderungan perubahan pasar global, yang lebih mengutamakan sumber daya alami
sebagai destinasi wisata, maka potensi sumber daya alam di kawasan timur Indonesia lebih
besar dibandingkan kawasan barat. Kualitas sumber daya alam yang dapat dijadikan daya
tarik wisata unggulan di kawasan timur Indonesia, jauh lebih baik dan memiliki peluang yang
besar untuk dikembangkan. Namun demikian tidak secara otomatis kawasan timur Indonesia
dapat dikembangkan menjadi kawasan unggulan,karena adanya beberapa masalah mendasar,
seperti kelemahan infrastruktur, sumber daya manusia, dan sebagainya.
Beberapa dampak yang ditimbulkan dari ketidakseimbangan pembangunan di sektor
pariwisata adalah:
a. Pembangunan pariwisata yang tidak merata, khususnya di kawasan timur Indonesia,
sehingga tingkat
pertumbuhan ekonomi kawasan Indonesia timur dari sektor pariwisata masih rendah.
b. Indonesia hanya bertumpu pada satu pintu gerbang utama, yaitu Bali.
c. Lemahnya perencanaan pariwisata di kawasan timur Indonesia dan kurang
termanfaatkannya potensi
pariwisata di kawasan tersebut secara optimal.
d. Rendahnya fasilitas penunjang pariwisata yang terbangun.
e. Terbatasnya sarana transportasi, termasuk hubungan jalur transportasi yang terbatas.
Dan lebih lanjut lagi, Akibat langsung yang timbul dari pemberian otonomi daerah
adalah adanya daerah basah dan daerah kering. Hal ini disebabkan potensi dan kondisi
masing-masing daerah di Indonesia tidak sama. Daerah yang kaya akan sumber daya alam
otomatis menjadi daerah basah seiring dengan bertambahnya perolehan PAD-nya dari sektor
migas misalnya, sedangkan daerah yang minus sumber daya alam otomatis menjadi daerah
kering. Namun demikian tidak berarti daerah yang miskin dengan smber daya alam tidak
dapat meningkatkan PAD-nya, karena jika dicermati ada beberapa potensi daerah yang dapat
digali dan dikembangkan dari sektor lain seperti sektor pariwisata.
Dalam lingkup nasional, sektor pariwisata dianggap sebagai sektor yang potensial di
masa yang akan datang. Menurut analisis World Travel and Tourism Council (WTTC),
industri pariwisata menyumbang 9,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada
saat ini dan diperkirakan pada tahun 2007 akan meningkat menjadi 10,1%. Jumlah perjalanan
wisatawan mancanegara (wisman) di Indonesia pada tahun 2004 mengalami pertumbuhan
sebesar 19,1% dibanding tahun 2003. Sedangkan penerimaan devisa mencapai US$ 4,798
miliar, meningkat 18,8% dari penerimaan tahun 2003 sebesar US$ 4,037 miliar.
Berdasarkan catatan sementara dari Biro Pusat Statistik, jumlah wisman ke Indonesia
pada tahun 2005 berjumlah 5,007 juta atau mengalami penurunan sebesar 5,90%. Penerimaan
devisa diperkirakan mencapai US$ 4,526 miliar atau mengalami penurunan sebesar 5,66%
dibanding tahun 2004. Namun demikian angka perjalanan wisata di dalam negeri (pariwisata
nusantara) tetap menunjukan pertumbuhan yang berarti. Di tahun 2005 diperkirakan terjadi
206,8 juta perjalanan (trips) dengan pelaku sebanyak 109,9 juta orang dan menghasilkan
pengeluaran sebesar Rp 86,6 Triliun. Keseluruhan angka tersebut di atas, mencerminkan
kemampuan pariwisata dalam meningkatkan pendapatan negara, baik dalam bentuk devisa
asing maupun perputaran uang di dalam negeri.
Berdasarkan analisis tersebut wajar jika industri pariwisata di Indonesia dinilai
sebagai sektor andalan penyumbang devisa negara terbesar dalam bidang nonmigas. Terlebih
ketika pemerintah Indonesia mencanangkan program otonomi daerah, maka industri
pariwisata merupakan salah satu alternatif yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber
penerimaan daerah.
Yang perlu mendapat perhatian bahwa pengembangan industri pariwisata daerah
terkait dengan berbagai faktor yang mau tidak mau berpengaruh dalam perkembangannya.
Oleh karena itu perlu diketahui dan dipahami apa saja faktor- faktor yang secara faktual
memegang peranan penting dalam pengembangan industri pariwisata daerah khususnya
dalam rangka penerapan otonomi daerah, sehingga pada akhirnya pengembangan industri
pariwisata daerah diharapkan mampu memberikan kontribusi yang cukup besar bagi
peningkatan PAD dan mendorong program pembangunan daerah.
Ada beberapa isu strategis (politik, ekonomi, sosial dan budaya) yang terkait dengan
pariwisata di era otonomi daerah yaitu: pertama dalam masa penerapan otonomi daerah di
sektor pariwisata adalah timbulnya persaingan antar daerah, persaingan pariwisata yang
bukan mengarah pada peningkatan komplementaritas dan pengkayaan alternatif berwisata.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti:
a. lemahnya pemahaman tentang pariwisata
b. lemahnya kebijakan pariwisata daerah
c. tidak adanya pedoman dari pemerintah pusat maupun provinsi.
Akibatnya pengembangan pariwisata daerah sejak masa otonomi lebih dilihat secara
parsial. Artinya banyak daerah mengembangkan pariwisatanya tanpa melihat,
menghubungkan dan bahkan menggabungkan dengan pengembangan daerah tetangganya
maupun propinsi/kabupaten/kota terdekat. Bahkan cenderung meningkatkan persaingan antar
wilayah, yang pada akhirnya akan berdampak buruk terhadap kualitas produk yang
dihasilkan. Padahal pengembangan pariwisata seharusnya lintas Provinsi atau lintas
Kabupaten/Kota, bahkan tidak tidak lagi mengenal batas karena kemajuan teknologi
informasi.
Isu kedua terkait dengan kondisi pengembangan pariwisata Indonesia yang masih
bertumpu pada daerah tujuan wisata utama tertentu saja, walaupun daerah-daerah lain
diyakini memiliki keragaman potensi kepariwisataan. Hal yang mengemuka dari pemusatan
kegiatan pariwisata ini adalah dengan telah terlampauinya daya dukung pengembangan
pariwisata di berbagai lokasi, sementara lokasi lainnya tidak berkembang sebagaimana
mestinya.
Selain itu kekhasan dan keunikan atraksi dan aktivitas wisata yang ditawarkan masih
belum menjadi suatu daya tarik bagi kedatangan wisatawan mancanegara, karena produk
yang ditawarkan tidak dikemas dengan baik dan menarik seperti yang dilakukan oleh negara-
negara pesaing. Salah satu kelemahan produk wisata Indonesia, yang menyebabkan Indonesia
kalah bersaing dengan negara-negara tetangga adalah kurangnya diversifikasi produk dan
kualitas pelayanan wisata Indonesia. Para pelaku kepariwisataan Indonesia kurang
memberikan perhatian yang cukup untuk mengembangkan produk- produk baru yang lebih
kompetitif dan sesuai dengan selera pasar.
Isu ketiga berhubungan dengan situasi dan kondisi daerah yang berbeda baik dari
potensi wisata alam, ekonomi, adat budaya, mata pencaharian, kependudukan dan lain
sebagainya yang menuntut pola pengembangan yang berbeda pula, baik dari segi cara atau
metode, prioritas, maupun penyiapannya. Proses penentuan pola pengembangan ini
membutuhkan peran aktif dari semua pihak, agar sifatnya integratif, komprehensif dan
sinergis.
Isu keempat dapat dilihat dari banyaknya daerah tujuan wisata yang sangat potensial
di Indonesia apabila dilihat dari sisi daya tarik alam dan budaya yang dimilikinya. Namun
sayangnya belum bisa dijual atau mampu bersaing dengan daerahdaerah tujuan wisata baik di
kawasan regional maupun internasional. Hal tersebut semata-mata karena daya tarik yang
tersedia belum dikemas secara profesional, rendahnya mutu pelayanan yang diberikan,
interpretasi budaya atau alam yang belum memadai, atau karena belum dibangunnya citra
(image) yang membuat wisatawan tertarik untuk datang mengunjungi dan lain sebagainya.
Memperbanyak variasi produk baru berbasis sumber daya alam, dengan prinsip
pelestarian lingkungan dan partisipasi masyarakat, merupakan strategi yang ditempuh untuk
meningkatkan pemanfaatan keunikan daerah dan persaingan di tingkat regional dengan
daerah lain. Selain kualitas kemasan dan pelayanan, produk pariwisata berbasis alam harus
memberikan pengalaman lebih kepada wisatawan. Selanjutnya, pengemasan produk wisata
dan pemasarannya, haruslah memanfaatkan teknologi terkini. Produk-produk wisata yang
ditawarkan harus sudah berbasis teknologi informasi, sebagai upaya meningkatkan pelayanan
dan sekaligus meningkatkan kemampuan pariwisata daerah menembus pasar internasional.
Sebagai konsekuensi untuk menjawab tantangan isu dan mencapai tujuan-tujuan besar
tersebut, daerah-daerah harus melakukan inovasi, kreasi dan pengembangan-pengembangan
terhadap potensi-potensi pariwisata masing-masing daerah dengan mencari dan menciptakan
peluang-peluang baru terhadap produk-produk pariwisata yang diunggulkan.
.
2.4 Implementasi otonomi daerah dalam Pembangunan sektor pariwisata dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Batu
Kota Batu mengalami fase-fase metamorfosis. Berawal dari salah satu kecamatan
yang berada di wilayah Kabupaten Malang kemudian berubah menjadi kota administratif
pada tahun 1997, hingga pada tanggal 17 Oktober 2001, Batu menjadi kota yang daerah
otonominya telah benar-benar terpisah dari Kabupaten Malang Melihat fenomena di atas,
Pemerintah Kota Batu, dibawah kepemimpinan Walikota Eddy Rumpoko menggagas brand
baru Kota Batu, yaitu Kota Wisata Batu. Berbagai upaya dilakukan untuk memperkuat brand
Kota Wisata, salah satunya dengan pengadaan mobil dinas berlogo KWB sebagi ikon Kota
Wisata Batu. Brand Kota Wisata Batu diharapkan dapat memperluas dan memperkuat posisi
Kota Batu di dunia pariwisata.
Metamorfosis Kota Batu menjadi Kota Wisata Batu mengalami proses yang cukup
panjang, mulai dari perubahan struktur organisasi di tingkat pemerintahan pusat, perbaikan
tempat-tempat wisata, penambahan objek-objek wisata, dan perbaikan infra struktur jalan
raya atau jalan alternatif. Selain itu fasilitas umum seperti Rumah Sakit, Kantor Polisi juga
diperbarui. Berbagai jenis kegiatan atau tujuan wisata yang spektakuler telah dibangun,
sehingga Kota Batu bisa tampil sebagai sebuah “Jagad Wisata” atau kawasan “Mega Wisata”.
Selain mengolah kekayaan alam, berbagai jenis wisata lain disuguhkan sehingga tercipta
kawasan wisata serba ada, termasuk kesenian dan menciptakan event internasional sesering
mungkin.
Kota Wisata Batu melalui Dinas Pariwisata telah melakukan city branding untuk
mengetahui pandangan konsumen atau pengunjung pada Kota Wisata Batu. Berdasarkan
penulisan yang dilakukan mengenai implementasi dari strategi city marketing, yang
dilakukan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan di bidang branding city untuk mencapai sebuah
Competitive Identity sebuah ikon kota wisata untuk Kota Batu. Teknik pemasaran kota atau
city branding sangat diperlukan dalam mempromosikan dan memasarkan suatu kota. Seluruh
elemen di dalam sebuah kota dapat dikembangkan untuk selanjutnya dijadikan suatu
kekuatan kota dalam proses pemasaran.
Dukungan dari elemen internal yaitu masyarakat sangat diperlukan untuk
mempromosikan sebuah kota kepada wisatawan, karena masyarakat di dalamnya yang akan
menjadi tuan rumah sekaligus pemandu wisata untuk wisatawan yang sedang berkunjung.
Kawasan Kota Wisata Batu yang dikenal dengan Kota penghasil apel adalah kawasan
pertama di Propinsi Jawa Timur yang berani membranding dengan sebutan Kota Wisata.
Dengan sebutan Kota Wisata, Kota Batu mulai membenahi sarana dan prasarana, fasilitas
umum, serta pelayanan yang maksimal.
Suksesnya pariwisata tidak akan berjalan lancar hanya dari kemajuan dan
keberagaman industri pariwisata saja, tetapi suksesnya pariwisata juga bergantung dari peran
serta masyarakat dan pemerintah dalam membangun dan mempertahankan Kota Wisata Batu.
Sinkronisasi dari masyarakat dan pemerintah sangat dibutuhkan untuk bersama-sama
memberikan pelayanan yang terbaik bagi wisatawan, agar wisatawan merasa nyaman dan
selalu mengingat dalam benak, pikiran mereka bahwa Kota Wisata Batu mampu memberikan
dan menyuguhkan wisata yang menarik, sehingga mereka akan kembali lagi mengunjungi
Kota Wisata Batu sebagai daerah tujuan wisata.
Dinas Pariwisata sebagai salah satu bagian dari Pemerintahan Kota Wisata Batu
yang bertanggung jawab untuk mempromosikan Kota Wisata Batu kepada wisatawan, tidak
hanya wisatawan dalam negeri, tetapi juga wisatawan luar negeri bekerja keras berupaya
menjaga dan mempertahankan branding wisata Kota Batu, dengan merancang dan
melaksanakan berbagai program-program untuk menunjang keberadaan Kota Wisata Batu.
Program-program yang telah dilaksanakan oleh Dinas Pariwisata sangat beragam dan variatif,
khususnya program-program yang melibatkan masyarakat Kota Wisata Batu.
Dinas Pariwisata melibatkan masyarakat dalam program-program yang dilaksanakan
bertujuan agar masyarakat Kota Wisata Batu siap dengan perubahan kotanya menjadi daerah
tujuan wisata. Selain itu Dinas Pariwisata, melalui program-programnya, juga memberikan
mata pencaharian bagi masyarakat dengan program-program yang dilaksanakan.
Kegiatan perekonomian di Kota Batu yang tercermin pada besaran nilai PDRB
(Produk Domestik Regional Bruto). Nilai PDRB Kota Batu merupakan semua nilai tambah
barang dan jasa dari sembilan sektor ekonomi yang ada di Kota Batu tanpa melihat siapa
yang memiliki usaha tersebut. PDRB Kota Batu didominasi oleh sektor Perdagangan, Hotel,
restoran, hampir separuh dari nilai PDRB Kota Batu merupakan sumbangan dari sektor
tersebut. Sektor-sektor lain yang cukup besar peranannya adalah sektor pertanian dan jasa.
Sumbangan ketiga sektor tersebut terhadap PDRB Kota Batu sejalan dengan posisi Kota Batu
sebagai Kota agro wisata dan agro politan. Artinya sebagai Kota Wisata yang berbasis
pertanian Kota Batu masih mempertahankan sektor pertanian sebagai penggerak roda
perekonomian hal ini juga dibuktikan dengan mata pencaharian penduduk Kota Batu yang
sebagian besar di sektor pertanian.
Pertumbuhan Ekonomi Kota Batu pada tahun 2012 mencapai 8,25 persen
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya pertumbuhan ekonomi Kota Batu selalu mengalami
kenaikan. Capaian pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi tersebut tidak lepas dari berbagai
kebijakan dalam rangka mewujudkan Kota Batu sebagai ikon wisata di tanah air. Kebijakan
tersebut meliputi kemudahan berinvestasi, pembangunan infra struktur dan kemudahan-
kemudahan lainnya misalnya kemudahan perijinan dan keringan pajak. Selain itu tingginya
pertumbuhan ekonomi di Kota Batu juga tidak lepas dari peranan pelaku usaha di Kota Batu.
Berikut disajikan gambaran Pertumbuhan Ekonomi Kota Batu dari tahun 2006-2012.
Pertumbuhan ekonomi di Kota Batu yang cukup tinggi diiringi dengan berkurangnya
angka pengangguran yang ada, berarti pertumbuhan ekonomi Kota Batu masuk kategori
pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, artinya pertumbuhan ekonomi diperoleh dari
tumbuhnya semua kegiatan ekonomi terutama yang digeluti oleh masyarakat luas. Dengan
pengembangan tempat-tempat wisata baru, tumbuhnya hotel-hotel baru dan menjamurnya
restoran, rumah makan dan pusat oleh-oleh yang bertujuan memanjakan wisatawan
menunjukkan bahwa hampir sebagian masyarakat Kota Batu bermain di dalamnya. Bahkan
Pertumbuhan yang cukup tinggi pada sektor konstruksi menjelaskan bahwa semakin banyak
developer swasta yang membangun perumahan di Kota Batu dengan tujuan sebagian besar
digunakan sebagai Villa.
Perkembangan Kota Batu sebagai Kota Wisata juga didukung oleh perubahan pola
masyarakatnya yang sebagian besar memilih menjadi “enterpreneur”. Hal ini membuktikan
bahwa kesempatan ekspansi usaha menjadi lebih meluas dan menginspirasi orang lain.
Kegiatan usaha (UMKM) yang ditekuni masyarakat Kota Batu sebagian besar di sektor
pertanian, perdagangan dan restoran. Peranan UMKM dalam pertumbuhan ekonomi Kota
Batu masih cukup dominan. Dengan dukungan dari pemerintah daerah masyarakat Kota Batu
yang ingin berusaha di sektor-sektor tersebut bisa melakukan dengan optimal. Dengan
memberikan fasilitas untuk berkembangnya UMKM di Kota Batu dapat memberikan iklim
yang lebih baik bagi UMKM untuk tumbuh dan berkembang cepat.
Dibandingkan dengan daerah lain yang selevel, pertumbuhan ekonomi Kota Batu jauh
lebih tinggi, hampir disemua sektor. Bahkan untuk wilayah Kabupaten/Kota se-Jawa Timur,
pertumbuhan ekonomi Kota Batu masih diatas rata-rata. Sebagai daerah yang baru terbentuk
wajar kalau Kota Batu mencapai pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata, kalau kita cermati
pertumbuhan ekonomi tertinggi pada sektor Konstruksi, hal ini disebabkan dalam tiga tahun
terakhir banyak sekali kegiatan konstruksi yang dilakukan di Kota Batu mulai dari
pembangunan Kantor Pemkot, Jembatan Kali Lanang yang merupakan akses menuju
Kabupaten Malang, tempat Wisata (BNS,Jatim Park II, Alun-Alun), Hotel (Jambu Luwuk,
Singasari, Batu Suki) dan Restoran. Tingginya pertumbuhan ekonomi di Kota Batu tidak
harus membuat terlena Pemerintah Kota, bagaimanapun pemerintah daerah harus tetap
berbenah untuk mengelola sesuatu yang sudah dicapai saat ini. Mampukah Kota Batu
mempertahankan pertumbuhan yang telah dicapai selama ini. Kemudahan fasilitas bagi
investor diharapkan tidak menjadi boomerang bagi kelestarian dari daerah ini. Dalam
memberikan perijinan Kota Batu hendaknya lebih ketat dan mempertimbangkan kondisi
lingkungan di sekitar. Terutama menjaga kelestarian alam Kota Batu yang memang sudah
terkenal dengan keindahan dan kesejukannya. Jangan sampai mengorbankan lingkungan
untuk membuat tempat-tempat wisata baru tanpa memperhatikan tata Kota sehingga bisa
menyebabkan bencana banjir atau longsor. Bukan Tidak mungkin anak cucu kita akan
mewarisi keadaan yang tidak kita inginkan. Selain itu Pemerintah Kota Batu tidak boleh
berpuas diri dengan pencapaian selama ini. Banyak sekali yang harus diperbaiki dalam
rangka mewujudkan Kota Wisata yang berbasis Agro Wisata dan Agro Politan. Infra struktur
terutama jalan raya hendaknya diperlebar sehingga tidak terjadi kemacetan dimana-mana.
Ketersediaan angkutan yang memadai juga merupakan kebutuhan yang mendesak untuk
menunjang bidang pariwisata.
2.5 Implikasi otonomi daerah pemerintah kota Batu terhadap pemerintah pusat dalam sektor pariwisata
Pemerintahan pusat sebagai pemerintahan yang utama telah menyerahkan
kewenangannya terhadap pemerintahan daerah. Desentralisasi inilah yang menimbulkan
otonomi daerah atau dengan kata lain otonomi daerah adalah konsekuensi dari desentralisasi.
Desentralisasi merupakan penyerahan wewenangan kepada daerah sedangkan otonomi daerah
adalah kemampuan daerah untuk meyelenggarakan pemerintahan sendiri. Dan
penyelenggaraan pemerintahan dilaksanakan oleh pemerintahan daerah. Penyerahan
wewenang ini telah diatur oleh undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.
Pemerintahan pusat juga menyerahkan wewenangnya kepada pemerintahan daerah
mengenai pariwisata. Pariwisata pada pemerintahan pusat diatur dalam undang-undang
Nomer 10 Tahun 2009 yang menjelaskan berbagai hal mengenai sistem dan aturan dalam
kepariwisataan yang ada di Indonesial. Setelah wewenangnya diberikan kepada pemerintahan
daerah khususnya Kota Batu maka peraturan yang dipakai adalah Peraturan Daerah Kota
Batu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan. Secara keseluruhan
raperda yang dirumuskan oleh pemerintah kota Batu nyaris sama dengan Undang-undang
kepariwisataan. Namun dalam salah satu peraturan terdapat berberapa poin mengenai
pariwisata salah satunya adalah pemerintah kota Batu menambah inovasi baru yaitu
menambahkan pasal tentang desa wisata alam dalam raperda. Sejauh ini baru Kota Batu yang
memasukkan desa wisata dalam raperda. Sebab, keinginan terbesar dari pelaku wisata adalah
agar perda itu menjadi pengayom dan masa depan kota ini. Sebab, tantangan di masa datang
sungguh sangatlah berat. Maka dengan menyusun berbagai tatanan, khususnya di bidang
kepariwisataan, pihak pemerintah kota Batu optimistis kota ini memiliki masa depan yang
lebih baik. Masa depan kota Batu, khususnya di bidang pariwisata akan sangat tergantung
dengan berbagai tatanan yang terukur dan terencana.
Meski ada penambahan pasal baru dalam raperda kota Batu, namun penambahan
tersebut bukanlah hal yang bertentangan dengan UU yang telah dirumuskan oleh pemerintah
pusat. Pemerintah kota Batu sendiri malah menggunakan UU kepariwisataan sebagai rujukan
dalam pembentukan raperda pariwasata tersebut. Masyarakat yang semakin dinamis dan
kebutuhan masyarakat akan tempat/jenis pariwisata yang baru direspon dengan baik oleh
pemerintah kota Batu dengan mencetuskan desa wisata alam. Pemerintah pusat pun telah
menyetujui raperda tersebut. Inovasi-inovasi seperti yang dilakukan oleh pemerintah kota
Batu ini mendapat respon positif dari pemerintah pusat mengingat ide baru dan inovasi baru
dalam bidang pariwisata sangatlah penting untuk meningkatkan jumlah wisatawan agar
semakin antusias untuk pergi ke kota Batu (karena ada obyek wisata baru). Selain itu, inovasi
baru pada raperda ini juga menyebabkan pendapatan daerah khususnya dari sektor pariwisata
semakin meningkat karena jumlah wisatawan yang kian meningkat. Hal ini tentunya juga
berdampak pada peningkatan pendapatan yang didapat oleh pemerintah pusat dan berdampak
positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Disini jelas terlihat bagaimana pemerintah kota Batu dapat mengimplementasikan
Otonomi daerah yang telah diberikan oleh pemerintahan pusat dengan berbagai inovasi-
inovasi baru yang ditambahkan dalam raperda kota Batu, tanpa harus meninggalkan
pemerintahan pusat. Hal ini dapat dilihat dengan berbagai pertimbangan dan persetujuan dari
berbagai pihak tentang rencana pariwisata ini. Dalam kegiatan inilah terlihat hubungan yang
baik antara pemerintahan pusat dengan pemerintahan daerah melalui desentralisasi.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Pemerintahan pusat sebagai pemerintahan yang utama telah menyerahkan
kewenangannya terhadap pemerintahan daerah atau yang biasa disebut dengan otonomi
daerah. Otonomi daerah adalah konsekuensi dari desentralisasi. Desentralisasi merupakan
penyerahan kewenangan kepada daerah sedangkan otonomi daerah adalah kemampuan
daerah untuk meyelenggarakan pemerintahan sendiri. Dan penyelenggaraan pemerintahan
dilaksanakan oleh pemerintahan daerah. Penyerahan wewenang ini telah diatur oleh undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004.
Pengimplementasian undang-undang ini dapat terlihat dari rencana pemerintahan
Kota Batu tentang bagaimana menjadikan kota Batu sebagai kota pariwisata, dengan cara
peningkatan jumlah obyek pariwisata di Kota Batu dan dengan menambahkan ide-ide kreatif
dalam pembangunan sektor pariwisata, seperti pada merumuskan kebijakan branding kota
menjadi kota wisata Batu, program “desa wisata alam”, dan lain sebagainya. Pemerintah kota
Batu mengatur segala hal tentang kebijakan-kebijakan tersebut ke dalam pasal tersendiri agar
ketentuan yang mengatur hal tersebut semakin sistematis dan spesifik sehingga target-target
yang ingin dicapai pemerintah kota Batu dapat tercapai, yaitu menjadi kota wisata nomor satu
di Jawa Timur bahkan di Indonesia. Rencana pemerintah Kota Batu ini melibatkan
permerintahan pusat dan daerah-daerah lainnya untuk melakukan pertimbangan.
DAFTAR PUSTAKA
A, Yoeti, Oka. 1996, Pengantar Ilmu Pariwisata. Penerbit Angkasa, Bandung.
Dinas Pariwisata Batu, 2012.Statistik Pariwisata Batu, 2011Hailstone,Thomas.J. Basic Economics, South-western Publising CoKaryono, M. 1997. Kepariwisataan. Jakarta. IKAPI.
Marpaung, Happy. Pengetahuan Kepariwisataan. Bandung. Penerbit Alfabeta. 2002
http://dedeh26netnutz.blogspot.com/2012/06/konsep-otonomi-daerah.html
http://www.kotawisatabatu.com