otitis media akut
DESCRIPTION
omaTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Otitis media sering terjadi pada anak kecil. 50% terjadi pada anak usia satu tahun
dan di bawah satu tahun. Sedangkan 80% terjadi pada anak usia 3 tahun dan dibawah 3 tahun.
Sebagaimana halnya dengan kejadian infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), otitis media
juga merupakan salah satu penyakit langganan anak. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75%
anak mengalami setidaknya satu episode otitis media sebelum usia tiga tahun dan hampir
setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris, setidaknya 25% anak
mengalami minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun. Di negara tersebut otitis media
paling sering terjadi pada usia 3-6 tahun.
1.2 TUJUAN
Tujuan penulisan adalah untuk mengingatkan dan menambah pengetahuan bagi
penulis dan pembacanya tentang otitis media akut yang terdiri dari definisi, anatomi, etiologi,
faktor risiko, patofisiologi, gejala klinik, dan lain sebagainya.
1.3 SUMBER TEORI
Sumber teori yang digunakan adalah teori-teori yang terdapat dibuku-buku ajar
kuliah THT dan beberapa internet. Teori-teori pada pembahasan dituliskan menggunakan
bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa istilah kedokteran (medis).
1
BAB II
KASUS
2.1 IDENTITAS
Nama : An. NY
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 7 tahun
Alamat : Jalan Taruna RT 06/02 Sukapura Jakarta Utara
No. Medrek : 159030
Tanggal Masuk RS : 02 April 2012
2.2 ANAMNESIS (AUTO-ALLOANAMNESIS)
Keluhan Utama : Nyeri telinga kiri sejak 1 minggu yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang : Os datang ke poliklinik THT dengan keluhan nyeri pada
telinga sebelah kiri sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan pada
telinga disertai dengan suara berdengung di sebelah kiri dan
pendengaran sedikit menurun. Riwayat keluar cairan dari
telinga sebelumnya disangkal. Selain itu os mengeluh
demam sejak 1 minggu yang lalu. Demam dirasakan hilang
timbul secara bertahap dan hilang setelah minum obat.
Keluhan juga disertai dengan batuk pilek sejak 1 minggu
yang lalu. Batuk berdahak. Menurut pengakuan ibu os,
dalam setahun os mengalami keluhan batuk pilek lebih dari
4 x. Os menyangkal pernah terpapar dengan penderita TB
paru. Keluhan BB menurun disangkal. Selain itu os
mengeluh nyeri menelan sehingga nafsu makan os
menurun.
Riwayat Penyakit Dahulu : Os belum pernah mengalami keluhan yang sama seperti ini.
Riwayat Penyakit Keluarga : Keluhan yang sama di keluarga disangkal.
2
Riwayat Alergi : Alergi makanan, obat-obatan, debu disangkal.
Riwayat Pengobatan : Os belum pernah mendapat pengobatan dalam jangka
waktu yang lama.
Riwayat Kebiasaan : Os sering konsumsi makanan chiki-chikian, sering
membersihkan telinga dengan cotton buds, dan tidur
mengorok.
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda Vital
Tekanan darah : Tidak diukur
Pernafasan : 22 x/ menit
Nadi : 88 x/menit
Suhu : Afebris
BB : 30 kg
Status Lokalis
Telinga
Telinga kanan Telinga Kiri
Normotia
Tanda radang (-)
Sekret (-)
Nyeri tekan aurikula (-)
Nyeri tarik aurikula (-)
Nyeri tragus(-)
Aurikula Normotia
Tanda radang (-)
Sekret (-)
Nyeri tekan aurikula (-)
Nyeri tarik aurikula (-)
Nyeri tragus(-)
Lapang
Serumen (-)
MAE Lapang
Serumen (-)
3
Tanda radang (-) Tanda radang (-)
Intak (+)
Refleks cahaya (+)
Hiperemis (-)
Membran timpani Intak (+)
Refleks cahaya (+)
Hiperemis (+)
+ Tes Bisik ↓
+ Rinne +
W → Weber W →
Tidak dilakukan Schwabah Tidak dilakukan
Interpretasi : membran timpani sebelah kiri hiperemis dan pada pem. pendengaran kesan : tuli konduktif AS
Hidung
Bentuk : normonasi
Epistaksis : -/-
Cavum nasi : Hiperemis -/-, sekret -/-
Mukosa : Hiperemis -/-
Concha : Hipertropi -/-
Septum : tidak ada deviasi
Sinus paranasal : nyeri tekan pada: pangkal hidung (-), pipi (-), dahi (-), tidak
terlihat pembengkakan pada daerah muka
Tenggorokan :
Mukosa : Hiperemis (+/+), Granul (-/-)
Uvula : Deviasi (-/-)
Tonsil : T4 - T3, Hiperemis (+), kripta melebar (+/+), detritus (+/+)
KGB : Pembesaran (-/-)
4
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium tanggal 02 April 2012
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai NormalPembekuan
Masa PendarahanMasa Pembekuan
2’00”3’00”
menitmenit
1 – 32 – 6
Kimia KlinikGDS 102 mg/dL <120
EnzymSGOTSGPT
3329
U/LU/L
0 – 370 – 40
Faal GinjalUreumCreatinin
170,7
mg/dLmg/dL
20 – 400,6 – 1,2
HematologiDLK, Ht, Trombo
Darah Lengkap KecilLEDHemoglobinLeukositDiff :
BasofilEosinofilBatangN. SegmenLimfositMonosit
HematokritTrombosit
512,58,900
00275203
36,4266
mm/jamg/dL/mm3
%%%%%%%
ribu/mm3
0 – 2011,3 – 15,54,3 – 10,4
0 – 0,32 – 41 – 5
51 – 6720 – 302 – 6
38,0 – 47,0132 – 440
PembekuanMasa ProtombinAPTT
12,2 k 11,034,3 k 32,0
detikdetik
11 – 1426 – 36
Foto Thoraks tanggal 02 April 2012
Kesan : cor tidak membesar
Bronkhitis chronis DD/ TB Paru lama
2.5 RESUME
Seoarang anak perempuan diantar oleh orang tuanya datang ke poliklinik THT RSIJ
Sukapura dengan keluhan nyeri pada telinga sebelah kiri sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan
disertai dengan suara berdengung dan pendengaran menurun. Riwayat keluar cairan dari
telinga disangkal. Selain itu os mengeluh demam, batuk pilek sejak 1 minggu yang lalu.
5
Batuk berdahak. Dalam setahun os mengalami batuk pilek lebih dari 4 x. Os menyangkal
pernah terpapar dengan penderita TB paru. Keluhan BB menurun disangkal. Selain itu os
mengeluh nyeri menelan sehingga nafsu makan os menurun. Kebiasaan os sering konsumsi
makanan chiki-chikian, sering membersihkan telinga dengan cotton buds, dan tidur
mengorok.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit ringan. Kesadaran
komposmentis dan status gizi tampak baik. Pada status lokalis di telinga, membran timpani
tampak hiperemis disebelah kiri serta pemeriksaan penala terdapat kesan tuli konduktif pada
telinga kiri. Pada pemeriksaan pendengaran kesan tuli konduktif pada telinga kiri. Hidung
dalam batas normal. Tenggorokan tampak hiperemis, tonsil T4-T3, hiperemis dan kripta
melebar.
Pada pemeriksaan penunjang yaitu laboratorium didapatkan kesan dalam batas
normal dan foto toraks didapatkan kesan bronchitis chronic dengan DD/ TB paru lama.
2.6 DIAGNOSIS
OMA stadium hiperemis AS
Tonsilofaringitis
Bronkitis kronik DD/ TB paru lama
2.7 PENATALAKSANAAN
a. Terapi medikamentosa :
- Antibiotik : amoksisilin (dosis : 40 mg/kgBB/hr dalam 3 dosis) 3 x 400 mg
selama 7 hari
- Obat tetes hidung : HCl efedrin 1% dalam larutan fisiologik
- Analgetika – antipiretik
- Kortikosteroid : dexametason (dosis 0,08 – 0,3 mg/kgBB) 1 x 2,4 – 9 mg
b. R/ pemeriksaan BTA dan Mantoux test
c. R/ Tonsilektomi setelah mendapat pengobatan radang pada faring dan TB paru.
d. Edukatif : meningkatkan daya tahan tubuh dan makan makanan yang bergizi.
6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 DEFINISI
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid.
3.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA
Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu telinga luar, tengah dan
dalam. Sepertiga liang telinga bersifat tulang rawan sedangkan duapertiga-nya bertulang
sejati.1
A. TELINGA LUAR
Telinga luar atau pinna (aurikula = daun telinga) merupakan gabungan dari rawan
yang diliputi kulit. Bentuk rawan tersebut unik dan dalam merawat trauma telinga luar, harus
diusahakan untuk mempertahankan bangunan ini. Kulit dapat terlepas dari rawan di
bawahnya oleh hematom atau pus, dan rawan yang nekrosis dapat menimbulkan deformitas
kosmetik pada pinna (telinga kembang kol).2
7
Liang telinga (Meatus Akustikus Eksternus) berbentuk huruf S, dengan rangka
tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga bagian dalam rangkanya
terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 - 3 cm dan berdiameter 0,5 cm. Pada sepertiga
bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen (modifikasi kelenjar keringat
= kelenjar serumen) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang telinga.
Pada duapertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.1
Liang telinga memiliki tulang rawan pada bagian lateral namun bertulang di sebelah
medial. Seringkali terdapat penyempitan liang telinga pada perbatasan tulang dan tulang
rawan tersebut. Sendi temporomandibularis dan kelenjar parotis terletak di depan liang
telinga, sementara prosesus mastoideus terletak dibelakangnya. Saraf fasialis meninggalkan
foramen stilomastoideus dan berjalan ke lateral menuju prosesus stiloideus di posterior liang
telinga, dan kemudian berjalan di bawah liang telinga untuk memasuki kelenjar parotis.
Rawan liang telinga merupakan salah satu patokan pembedahan yang digunakan untuk
mencari saraf fasialis; patokan lainnya adalah sutura timpanomastoideus.2
Membran timpani atau gendang telinga adalah suatu bangunan berbentuk kerucut
dengan puncaknya, umbo, mengarah ke medial. Umbo (prosesus lateralis maleus) adalah
penonjolan dari bagian bawah lateral maleus. Membrana timpani umumnya bulat. Penting
untuk disadari bahwa bagian dari rongga telinga tengah yaitu epitimpanium yang
mengandung korpus maleus dan inkus, meluas melampaui batas bawah membrana timpani.
Membrana timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di
bagian tengah di mana tangkai maleus dilekatkan, dan lapisan mukosa bagian dalam. Lapisan
8
fibrosa tidak terdapat di atas prosesus lateralis maleus dan ini menyebabkan bagian
membrana timpani yang disebut membrana Sharpnell menjadi flaksid (lemas).2
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan mnarik garis searah dengan
prosessus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga
didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah depan serta bawah-belakang, untuk
menyatakan letak perforasi membran timpani.1
B. TELINGA TENGAH
Telinga tengah terdiri dari gendang telinga (membran timpani) dan sebuah ruang
kecil berisi udara yang memiliki 3 tulang kecil yang menghubungkan gendang telinga dengan
telinga dalam. 2
9
Tuba Auditiva
Ketiga tulang tersebut adalah:
Maleus (bentuknya seperti palu, melekat pada gendang telinga)
Inkus (menghubungkan maleus dan stapes)
Stapes (melekat pada jendela oval di pintu masuk ke telinga dalam). Getaran dari
gendang telinga diperkuat secara mekanik oleh tulang-tulang tersebut dan dihantarkan ke
jendela oval.
Telinga tengah juga memiliki 2 otot yang kecil-kecil:
Otot tensor timpani (melekat pada maleus dan menjaga agar gendang telinga tetap
menempel)
Otot stapedius (melekat pada stapes dan menstabilkan hubungan antara stapedius dengan
jendela oval)
Telinga tengah berbentuk kubus dengan:
Batas luar : membran timpani
Batas depan : tuba eustachius
Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
Batas belakang : auditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
Batas atas : tegmen timpani (meningen/ otak)
Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah, kanalis semi sirkularis horizontal,
kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round
window), dan promontorium.
Tuba auditiva adalah saluran kecil yang menghubungkan telinga tengah dengan
hidung bagian belakang, yang memungkinkan masuknya udara luar ke dalam telinga tengah.
Tuba eustakius membuka ketika kita menelan, sehingga membantu menjaga tekanan udara
yang sama pada kedua sisi gendang telinga, yang penting untuk fungsi pendengaran yang
normal dan kenyamanan.
10
C. TELINGA DALAM
Telinga dalam (labirin) adalah suatu struktur yang kompleks, yang terjdiri dari 2
bagian utama:
Koklea (organ pendengaran)
Kanalis semisirkuler (organ keseimbangan)
Koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang terdiri
dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema,
menghubungkan perilimfa skala timpani dengan skala vestibuli.1
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea, tampak skala vestibuli di sebelah
atas media (duktus koklearis) di antaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfa,
sedangkan skala media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda
dengan endolimfa. Hal ini penting untuk pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai
membran vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan dasar skala media adalah membrana
basalis. Pada membran ini terletak Organo Corti.1
Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran
tektoria, dan pada membran basalis melekat sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis
Corti, yang membentuk Organ Corti.1
11
Bagian vestibulum telinga dibentuk oleh sakulus, utrikulus, dan kanalis
semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel rambut.
Menutupi sel-sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh silia, dan
pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan dengan berat jenis yang
lebih besar daripada endolimfe. Karena pengaruh gravitasi, maka gaya dari otolit akan
membengkokkkan silia sel-sel rambut dan menimbulkan rangsangan pada reseptor.2
Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus sempit yang juga
merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak pada bidang yang
tegak lurus terhadap makula sakulus. Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus.
Masing-masing kanalis mempunyai suatu ujung yang melebar membentuk ampula dan
mengandung sel-sel rambut krista. Sel-sel rambut menonjol pada suatu kupula gelatinosa.
Gerakan endolimfe dalam kanalis semisirkularis akan menggerakkan kupula yang selanjutnya
akan membengkokkan silia sel-sel rambut dan merangsang sel reseptor.2
D. FISIOLOGI PENDENGARAN
Proses mendengar diawali bunyi dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun
telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian
tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang
pendengaran dan perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong (oval window).
Energi yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap
lonjong, sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui
membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerakan relatif
antara membran basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan
terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan potensial
aksi pada saraf auditoris, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks
pendengaan (area 39-40) di lobus temporalis.1
E. FISIOLOGI ALAT KESEIMBANGAN3
Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan di sekitarnya
tergantung pada input sensorik dari resptor vestibuler di labirin, organ visual dan
12
proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di SSP,
sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh pada saat itu.
Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan
pelebaran labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin tulang. Pada tiap
pelebarannya terdapat makula utrikulus yang didalamnya terdapat sel-sel reseptor
keseimbangan. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis semisirkularis dimana tiap kanalis
terdapat pelebaran yang berhubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya
terdapat krista ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan seluruhnya
tertutup oleh suatu substansi gelatin yang disebut kupula.
Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan
endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia
menyebabkan permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke
dalam sel yang menyebabkan terjadinya proses depolarisasi dan akan merangsang
penglepasan neurotransmiter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris
melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah
berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi.
Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik
akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis menjadi
energi biolistrik, sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan posisi tubuh akibat
percepatan sudut. Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai semua gerak tubuh
yang sedang berlangsung.
Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem tubuh yang lain, sehingga kelainannya
dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh bersangkutan. Gejala yang timbul dapat berupa
vertigo, rasa mual dan muntah. Pada jantung berupa bradikardi atau takikardi dan pada kulit
reaksinya berkeringat dingin.
3.3 ETIOLOGI
Kuman penyebab pada OMA ialah bakteri piogenik seperti Streptococcus
hemolitikus, Stafilokokus aureus, Pneumokokus. Selain itu kadang-kadang ditemukan juga
Hemofilus influenza, Eshericia colli, Streptokokus anhemoliticus, Proteus vulgaris dan
Pseudomonas aurugenosa.1
13
Haemofilus influenzae sering ditemukan pada anak yang berusia di bawah 5 tahun.
Hal tersebut dikarenakan Tuba eustachius pada anak lebih pendek, lebih horizontal dan relatif
lebih lebar daripada dewasa.1
3.4 FAKTOR RISIKO3
Faktor risiko terhadap tuan rumah (host) diantaranya usia, prematuritas, ras, alergi,
abnormalitas craniofasial, refluks gastroesophageal, adanya adenoid, dan predisposisi
genetik.
Faktor risiko karena lingkungan terdiri dari infeksi saluran napas atas, level sosial
ekonomi, perawatan kesehatan harian, dan lain-lain.
Riwayat Infeksi Saluran Napas Atas.
Insiden meningkat pada saat musim gugur dan musim dingin
Riwayat keluarga adanya penyakit pada telinga tengah dapat meningkatkan insiden.
Adanya saudara kandung yang terkena OMA berulang, dapat menjadi salah satu faktor
risiko penyebab OMA.
Riwayat OMA pada usia ≤ 1 tahun, meningkatkan risiko adanya OMA berulang.
3.5 PATOFISIOLOGI
Infeksi pada saluran nafas atas akan menyebabkan edema pada mukosa saluran nafas
termasuk mukosa tuba eustakius dan nasofaring tempat muara tuba eustakius. Edema ini akan
menyebabkan oklusi tuba yang berakibat gangguan fungsi tuba eustakius yaitu fungsi
ventilasi, drainase dan proteksi terhadap telinga tengah.3
Tuba berperan dalam proteksi kuman dan sekret dari nasofaring hingga ke telinga
tengah, diantaranya melalui kerja silia. Ketika terjadi oklusi tuba, fungsi silia tidak efektif
untuk mencegah kuman dan sekret dari nasofaring ke kavum timpani dengan akumulasi
sekret yang baik untuk pertumbuhan kuman. Sehingga terjadi proses supurasi di telinga
tengah.3
14
3.6 STADIUM OMA
Perubahan mukosa telinga tengah sebagai akibat infeksi dapat dibagi atas 5 stadium,
stadium oklusi tuba eustachius, stadium hiperemis, stadium supurasi, stadium perforasi,
stadium resolusi.1
1. Stadium Oklusi Tuba Eustachius
Adanya gambaran retraksi membran timpani akibat terjadinya tekanan negatif di
dalam telinga tengah, karena adanya absorpsi udara. Kadang-kadang membran timpani
tampak normal (tidak ada kelainan) atau berwarna keruh pucat. Efusi mungkin telah
terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi. Stadium ini sukar dibedakan dengan otitis media
serosa yang disebabkan virus atau alergi.
2. Stadium Hiperemis (Stadium Presupurasi)
Tampak pembuluh darah yang melebar di membran timpani atau seluruh
membran timpani tampak hiperemis serta edem. Sekret yang telah terbentuk mungkin
masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
3. Stadium Supurasi
Edema yang hebat pada mukosa telinga tengah dan hancurnya sel epitel
superfisial, serta terbentuknya eksudat yang purulen di kavum timpani, menyebabkan
membran timpani menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.
Pada keadaan ini pasien tampak sangat sakit, nadi dan suhu meningkat, serta
rasa nyeri di telinga bertambah hebat.
Apabila tekanan nanah di dalam kavum timpani tidak berkurang, maka terjadi
iskemia, akibatnya tekanan pada kapiler-kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena-
vena kecil dan nekrosis mukosa dan submukosa. Nekrosis ini pada membran timpani
terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan berwarna kekuningan. Di tempat ini akan
terjadi ruptur.
Bila tidak dilakukan insisi membran timpani (miringotomi) pada stadium ini,
maka kemungkinan besar membran timpani akan ruptur dan nanah keluar ke liang
telinga luar. Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan menutup kembali,
sedangkan apabila terjadi ruptur, maka lubang (perforasi tidak mudah menutup kembali.
4. Stadium Perforasi
15
Terjadi ruptur membran timpani terjadi karena beberapa sebab, antara lain
karena terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi. Setelah
terjadi ruptur, nanah akan keluar dan mengalir dari telinga tengah ke liang telinga luar.
Anak yang tadinya gelisah akan menjadi tenang, suhu badan turun dan anak dapat
tertidur nyenyak.
5. Stadium Resolusi
Bila membran timpani tetap utuh, maka keadaan membran timpani perlahan-
lahan akan normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi, maka sekret akan berkurang dan
menjadi kering. Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah, maka resolusi
dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. OMA berubah menjadi OMSK bila perforasi
menetap dengan sekret yang terus menerus atau hilang timbul. OMA dapat menimbulkan
gejala sisa (sequele) berupa Otitis Media Serosa bila sekret menetap di kavum timpani
tanpa terjadinya perforasi.
3.7 GEJALA KLINIK
Gejala klinik tergantung dari stadium serta usia pasien. Pada anak yang sudah dapat
berbicara, keluhan utama adalah rasa nyeri di dalam telinga, keluhan di samping suhu tubuh
yang tinggi. Biasanya terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada anak yang lebih besar
atau pada orang dewasa, di samping rasa nyeri terdapat pula gangguan pendengaran berupa
rasa penuh di telinga atau rasa kurang dengar. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA
ialah suhu tinggi hingga mencapai 39,50 C (pada stadium supurasi), anak gelisah dan sukar
tidur, tiba-tiba anak menjerit waktu tidur, diare, kejang-kejang dan kadang-kadang anak
memegang telinga yang sakit. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret mengalir ke
liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.1
3.8 TERAPI
Pengobatan OMA tergantung pada stadium penyakitnya.1
Stadium Oklusi
Tujuan pengobatan untuk membuka kembali tuba Eustachius, sehingga tekanan
begatif di telinga hilang. Dapat diberikan obat tetes hidung berupa HCl efedrin 0,5 %
16
dalam larutan fisiologik (anak <12 tahun) atau HCl efedrin 1 % dalam larutan fisiologik
untuk yang berumur > 12 tahun dan pada orang dewasa.
Di samping itu, sumber infeksi harus diobati. Antibiotika diberikan apabila
penyebab penyakit adalah kuman, bukan virus atau alergi.
Stadium Presupurasi
Dapat diberikan antibiotika, obat tetes hidung dan analgetika. Bila membran
timpani sudah terlihat hiperemis difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Antibiotik
yang dianjurkan adalah golongan penisilin intramuskular agar didapatkan konsentrasi
yang adekuat di dalam darah, sehingga tidak terjadi mastoiditis yang terselubung,
gangguan pendengaran sebagai gejala sisa, dan kekambuhan. Pemberian antibiotik
dianjurkan minimal selam 7 hari. Bila pasien alergi terhadap penisilin, maka diberikan
eritromisin.
Pada anak, ampisilin diberikan dengan dosis 50-100 mg/kg BB per hari, dibagi
dalam 4 dosis, atau amoksisilin 40 mg/ kg BB/ hari dibagi dalam 3 dosis, atau eritromisin
40 mg/kg BB/hari.
Stadium Supurasi
Diberikan antibiotika dan lebih baik disertai miringotomi, bila membran timpani
masih utuh. Dengan miringotomi gejala-gejala klinis lebih cepat hilang dan ruptur dapat
dihindari.
Stadium Perforasi
Sering terlihat sekret banyak keluar dan kadang terlihat keluarnya sekret secara
berdenyut (pulsasi). Pengobatan yang diberikan adalah obat cuci telinga H2O2 3 %
selama 3-5 hari serta antibiotika yang adekuat. Biasanya sekret akan hilang dan perforasi
dapat menutup kembali dalam waktu 7-10 hari.
Stadium Resulosi
Membran timpani berangsur kembali normal, sekret tidak ada lagi dan perforasi
membran timpani menutup. Bila tidak terjadi resolusi biasanya akan tampak sekret
mengalir di liang telinga luar melalui perforasi di membran timpani. Keadaan ini dapat
disebabkan karena berlanjutnya edem mukosa telinga tengah. Pada keadaan demikian
17
antibiotika dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah pengobatan sekret
masih tetap banyak, kemungkinan telah terjadi mastoiditis.
Bila OMA berlanjut dengan keluarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3
minggu, maka keadaan ini disebut Otitis Media Supuratif Subakut. Bila perforasi
menetap dan sekret tetap keluar lebih dari satu setengah bulan atau dua bulan, maka
keadaan ini disebut Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK).
3.9 KOMPLIKASI
Sebelum ada antibiotika, OMA dapat menimbulkan komplikasi, yaitu abses sub-
periosteal sampai komplikasi yang berat (meningitis dan abses otak). Sekarang setelah ada
antibiotika, semua jenis komplikasi tersebut biasanya didapatkan sebagai komplikasi dari
OMSK.1
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Soeparti EA, Iskandar N, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala Leher Edisi Kelima. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
2. Liston SL, Duval AJ. Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Telinga. Dalam: Adams GL,
Boies LR, Higler PA. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: EGC; 1997.
3. http://www.emedicine.com
19