orogenic gold

19

Click here to load reader

Upload: luchazt-strike

Post on 25-Apr-2015

181 views

Category:

Documents


20 download

TRANSCRIPT

Page 1: Orogenic Gold

Orogenic gold deposite

5

ENDAPAN EMAS PADA SABUK METAMORFIK (OROGENESIS)

Sabuk metamorfik adalah daerah kompleks dimana terdapat akresi dan kolisi dan melibatkan kerak benua. Proses tektonik yang terjadimerupakan skala litosferik, keterlibatan temperatur dan tekanan, dikarenakan oleh proses magmatik pada busur depan dengan asosiasi prisma akresi dan cekungan ekstensional pada bagian busur belakang, deformasi dan metamorfosa umumnya berasosiasi dengan magmatisme granitoid plutonik, dan pengangkatan serta erosi yang diikuti pembentukan cekungan dimana material sedimen dapat terakumulasi.

Endapan emas dapat terbentuk pada berbagai tingkat dari evolusi orogenik, sehingga muncul sabuk metamorfik yang mengandung bermacam-macam tipe endapan yang dapat saling sejajar atau memotong. Groves et al. (2003) membedakan endapan emas yang terbentuk pada sabuk metamorfik selama proses orogen pada fase kompresi berdasar genesa dan bentuk geometri. Tipe-tipe endapan tersebut antara lain, endapan emas orogenik, endapan emas yang berasosiasi dengan intrusi, dan endapan emas yang berasosiasi dengan logam dasar (Gambar 3).

Endapan emas orogenik merupakan tipe endapan yang paling dominan atau umum dijumpai pada sabuk metamorf dan memasok kurang lebih 250 ton emas dunia (9% dari produksi total dunia), sehingga untuk pembahasan selanjutnya akan difokuskan pada endapan tersebut.

Page 2: Orogenic Gold

Gambar 3. Skema keterdapatan endapan emas orogenik, endapan emas anomalous metal association/typical metal association, dan endapan emas berasosiasi dengan intrusi, dan memperlihatkan korelasi kedalaman dan tatanan struktur serta litologi batuan pembawa (Groves, et al., 2003).

Endapan emas orogenik

Endapan emas orogenik merupakan endapan hasil dari bentuk terakhir pada siklus orogen dari air metamorfik yang berasal dari bagian tengah hingga bagian bawah kerak,

walaupun ada kumungkinan fluida juga berasal dari air magmatik yang dalam. Untuk endapan jenis ini, terkadang digunakan pula terminologi yang berkaitan dengan asosiasi bijih host sequence, seperti greenstone-hosted,greenstone belt, slate-belt style, turbidite hosted. Juga dipergunakan sebutan yang berkaitan denga bentuk bijih yang ditemukan, seperti lode gold, urat kuarsa-karbonat, atau disseminated deposit.

Batuan asal pada endapan emas orogenik ini mayoritas terkena metamorfosa regional membentuk sekishijau hingga fasies amfibolit bawah. Bijih pada endapan ini terbentuk secara sinkinematik, dengan setidaknya 1 tahap deformasi penetrasi pada batuan asal, yang tentunya menghasilkan kontrol struktur yang kuat meliputi sesar, shear zone, lipatan dan atau zone of competency contrast (Hudgons, 1989 dalam Grove et al., 2003).

Endapan ini memperlihatkan dimensi vertikal sekitar 1 km hingga 2 km, menunjukkan penzonaan logamyang halus dengan kenampakan yang khusus dan kuat. Pada endapan ini urat kuarsa±karbonat ada di mana-mana dan pada umumnya mengandung sedikit emas, walaupun pada kebanyakan sistem tersulfidasi, batuan samping dengan kandungan Fe/(Fe+Mg+Ca) yang tinggi berdampingan dengan urat-urat yang mengandung bijih (Bohlke, 1988 dalam Grove et al., 2003).

Kebanyakan dari endapan emas yang ditemukan pada jumlah yang besar adalah jenis endapan emas orogenik. Secara garis besar endapan ini terbagi menjadi 2, yaitu (1) endapan yang mengalami pengkayaan Cu±Mo (contohnya adalah pada McIntyr Timmins/Kanada dan Boddington/Australia) dan (2) endapan yang mengalami pengkayaan Cu-Zn±Pb±Ag dan/atau pirit yang melimpah (contohnya pada Bousquet/ Kanada; Mount Gibson/Australia, dan beberapa endapan yang ditemukan di Tanzania dan Kenya; Carolina slate belt/USA dan endapan VMS di Mount Read/Australia, yang keduanya memiliki unsur yang berasosiasi dengan endapan emas orogenik (contohnya: As, B, Bi, Sb, Te,W). Endapan emas orogenik ini sangat luas penyebarannya, sehingga dibagi-bagi lagi berdasarkan segmen kedalamannya (Gebre-Mariam et al., 1995). Secara garis besar terbagi menjadi 3 yaitu “epizonal” pada kedalaman < 6 km, “mesozonal” pada kedalaman 6 km – 12 km, dan “hipozonal” pada kedalaman >12 km (Gambar 4).

Page 3: Orogenic Gold

Gambar 4 Pembagian zona pada endapan emas orogenik dan dikorelasikan dengan derajat metamorfosa pada batuan pembawa (Gebre-Mariam et al., 1995).

Karakteristik mineralogi, geokimia dan fluida endapan emas orogenik

a. Kondisi geologi host terrane dan tatanan tektonik

Satu karakteristik geologi yang pasti adalah endapan emas orogenik pasti berasosiasi dengan daerah yang terkena proses deformasi sehingga termetamorfkan secara regional dengan umur yang bervariasi. Observasi yang dilakukan pada greenstone belt Archaean hingga sabuk metamorfik Phanerozoik mengindikasikan adanya asosiasi emas dengan batuan fasies sekishijau. Endapan yang memiliki prospek yang baik ditemukan pada daerah berumur Archaen yang terkena metamorfosa tingkat tinggi atau pada daerah yang terkena metamorfosa tingkat rendah yang terbentuk pada sabuk metamorf yang memiliki umur yang bervariasi. Protolit yang terbentuk sebelum metamorfosa pada Archaeangreenstone belt yang mengandung emas, penyusun utamanya merupakan daerah vulkano-plutonik, yang mengandung oceanic back arc basalt dan batuan yang bersifat felsik hingga mafik yang terbentuk pada busur. Daerah lain yang penting yang berumur Archaen memiliki penyusun utama berupa batuan

Page 4: Orogenic Gold

sedimen laut klastik yang termetamorfkan, dimana bijih yang lebih muda ditemukan adalah batuan greywacke, argilit, sekis, dan filit (Groves et al., 1998).

Endapan emas tipe ini terbentuk pada bagian akhir dari urutan deformasimetamorfosa- magmatik pada perkembangan orogen. Endapan emas tipe ini terbentuk selama proses deformasi pada batas lempeng konvergen (orogeny) terkena proses akresi, translasi dan kolisi yang tentunya sangat berkaitan dengan tumbukan lempeng yang terjadi (Gambar 5), terlepas dari apakah endapan ini terdapat pada Archaean atau Phanerozoic greenstone belt atau pada sekuen batuan sedimen berumur Proterozoik dan Fanerozoik.

Gambar 5. Tatanan tektonik pembentukan berbagai endapan. Tatanan tektonik pembentukan endapan orogenik berada pada batas kontinen, zona akresi atau kolisi (Groves et al, 1998).

Perlu ditekankan bahwa endapan emas orogenik bukan merupakan endapan synvulkanik. Endapan ini terbentuk pada akhir siklus orogen, puluhan juta tahun setelah vulkanisme terjadi (Gebre-Mariam et al., 1995). Terdapat kontrol struktur yang kuat terhadap proses mineralisasi dengan skala yang bervariasi. Endapan biasanya ditemukan pada struktur orde kedua atau ketiga, dan sangat sering ditemukan berupa struktur akibat kompresi dengan skala yang sangat besar. Terdapat sangat banyak variasi tipe struktur yang ditemukan (Groves et al,. 1998), yaitu:

1. Patahan brittle hingga ductile shear zone dengan sesar naik yang memiliki sudut yang kecil hingga sudut yang besar, strike-slip atau oblique-slip motion

2. Fracture array, stockwork atau zona breksiasi pada batuan

3. Zona foliasi (rekahan yang terbentuk akibat tekanan), atau

Page 5: Orogenic Gold

4. Puncak lipatan pada sekuen turbidit yang bersifat ductile.

Struktur mineralisasi mengalami syn- atau post-mineralization displacement, namun endapan emas biasanya memiliki penyebaran yang luas, terus menunjam ke bawah (ratusan meter hingga kilometer). Berbagai aspek geologi mempengaruhi bentuk mineralisasi dari endapan seperti terlihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Macam-macam bentuk mineralisasi pada lode gold Proterozoik (Partington dan Williams, 2000).

b. Fasies metamorfik batuan samping

Endapan emas pada batuan metamorf tentunya berkaitan dengan proses metamorfosa yang menghasilkan batuan metamorf. Stüwe (1998, dalam Groves et al., 2003) menyatakan bahwa endapan emas orogenik biasanya terkena proses metamorfosa regional membentuk batuan metamorf fasies sekishijau hingga fasies amfibolit-bawah. Sedangkan Gebre-Mariam et al. (1995) menyatakan bahwa

Page 6: Orogenic Gold

endapan emas pada batuan metamorf ditemukan pada fasies prehnit-pumpelit, fasies sekishijau, fasies amfibolit, dan granulit bawah. Namun, mayoritas endapan emas ditemukan pada fasies sekishijau.

c. Mineralogi endapan

Endapan ini dicirikan dengan sistem urat dominan kuarsa dengan mineral sulfida ≤ 3-5% (umumnya sulfida Fe) dan mineral karbonat ≤ 5-15%. Mineral albit, mika putih atau fushsite, klorit, scheelite dan turmalin sangat sering menjadi pengotor pada urat yang ditemukan pada batuan pembawa fasies sekishijau. Sistemurat bisa menerus secara vertikal mencapai 1-2 km dengan sedikit perubahan mineralogi atau kadar emas. Zoning mineral ditemukan pada beberapa endapan. Perbandingan emas : perak bervariasi dari 10 (normal) hingga 1 (sangat sedikit), dengan bijih yang terdapat pada urat dan pada batuan samping yang tersulfidasi. Kadar emas relatif tinggi, tercatat mencapai 5–30 g/t. mineralogi sulfida biasanya menunjukkan litogeokimia batuan pembawa. Arsenopirit merupakan mineral sulfida yang paling sering ditemukan pada batuan asal metasedimen, sedangkan mineral pirit atau pirotit ditemukan pada batuan beku yang termetamorfkan. Urat yang mengandung sedikit emas memperlihatkan pengkayaan akan As, B, Bi, Hg, Sb, Te dan W yang bervariasi; konsentrasi Pb dan Zn pada umumnya hanya sedikit di atas keadaan regional awal (Groves et al., 1998).

d. Alterasi batuan samping

Endapan ini menunjukkan zonasi lateral yang kuat pada fase alterasi dari proksimal hingga distal yang mencapai skala meter hingga kilometer yang terjdi baik pada skala camp maupun skala endapan. Alterasi yang umum terjadi adalah kloritisasi dan karbonatisasi dapatmencapai lebar 1 kmdari endapan. Sedangkan untuk zona alterasi yang terbentuk pada fase awal zona sesar transcrustal dan dikontrol struktur skala besar, hanya terbatas atau terpusat dengan karakteristik alterasi karbonatisasi pada batuan pembawa. Kumpulan mineral yang sering ditemukan pada zona alterasi umumnya karbonat, seperti ankerit, dolomit atau kalsit, dan sulfida, seperti pirit, pirotit, atau arsenopirit. Kehadiran metasomatisme alkali menyebabkan proses serisitisasi atau ditemukan (sangat jarang) mineral fuchsite, biotit, atau K-feldspar dan albitisasi, dan mineral mafik yang mengalami kloritisasi tinggi. Amfibol atau diopsid ditemukan pada kerak yang lebih dalam dan mineral karbonat semakin sedikit keberadaannya. Sulfidasi sangat ekstrim pada BIF dan batuan pembawa batuan mafik yang kaya Fe. Berikut ini karakteristik alterasi yang umum dijumpai pada zona alterasi endapan orogenik:

Kloritisasi. Klorit dapat muncul sendiri atau hadir bersama-sama dengan kuarsa atau turmalin dalam bentuk kumpulan mineral. Namun, kehadiran mineral propilitik lain juga sering ditemukan, dan terkadang juga muncul anhidrit. Klorit hasil alterasi hidrotermal seringkali menunjukkan perubahan rasio Fe : Mg yang sebanding dengan jarak dari tubuh bijih. Perkembangan mineral klorit sekunder dapat dihasilkan dari alterasi mineral mafik yang ada pada batuan asal atau dari magnesium dan besi yang ada sebelumnya (Evans, 1993).

Karbonatisasi. Alterasi tipe karbonatisasi akanmenghasilkanmineral dolomit yang terbentuk dari aktivitas hidrotermal. Dolomit hasil alterasi memiliki ukuran butir yang lebih kasar (Evans, 1993).

Page 7: Orogenic Gold

Serisitisasi. Tipe alterasi ini adalah tipe alterasi yang paling sering ditemukan pada batuan yang kaya aluminium, seperti batusabak, granit, dan lain sebagainya (Evans, 1993).

e. Fluida Bijih

Konsep sistem mineral hampir sama dengan konsep sistem minyak bumi, dimana terdapat sumber, migrasi, trap, kontrol struktur dan lapisan pelindung impermeabel (seal), namun konsep sistem mineral lebih kompleks. Faktor geologi mengontrol keterdapan endapan mineral dan serta adanya gaya yang mendorong (mobilisasi) komponen bijih dari sumber yang kemudian terangkut dan terakumulasi ke dalam bentuk konsentrat bijih. Berbagai macam faktor geologi antara lain, sumber energi (sumber panas dan gradien termal dari lingkungan geodinamik) mendorong sistem padaterrane maupun skala regional, sumber larutan mineralisasi, yang mengangkut ligands dan logam dan komponen bijih lainnya, karakteristik jalur migrasi sebagai jalan untuk mengalirkan larutan sehingga sampai pada trap, kontrol struktur dan lapisan penutup (seal) yang impermeabel yang terdapat pada trap atau jebakan, proses kimia dan/atau fisika yang bekerja pada jebakan (Hagemann dan Cassidy, 2000). Penelitian mengenai inklusi fluida pada endapan ini menghasilkan kesimpulan bahwa bijih emas berasal dari fluida dengan salinitas rendah, hampir netral, fluida H2O-CO2±CH4mengangkut emas berupa sulfur yang tereduksi. Fluida berasosiasi dengan endapan emas inimemiliki konsentrasi CO2yang tinggi yaitu≥5mol.%. Fluida hidrotermal pada greenstone belt Archaean memiliki isotop tipe 18O sekitar 5–8 permil, sedangkan pada lode gold Phanerozoik lebih tinggi sekitar 2 per mil (Groves et al., 1998). Penelitian juga menunjukkan bahwa fluida bercampur dengan fluida aquaeous-carbonic, yang jelas sangat berbeda dengan endapan emas lain pada umumnya (seperti epitermal, porfiri Cu-Au, VMS). Walaupun demikian beberapa endapan individualmenunjukkan pengecualian. Fakta menunjukkan bahwa endapan sinmetamorfik ditemukan pada fasies amfibolit. Ridleyet al. (2000, dalam Groves et al., 2003) menunjukkan bahwa fluida diperoleh dari puncak dari proses metamorfosa dan berasal dari sumbersumber yang dalam. Walaupun data mengenai isotop radiogenik dan stabil tersebar secara luas, namun kesimpulan yang pasti mengenai asal dari fluida ini belum dapat dipastikan. Ridley andDiamond (2000, dalam Groves et al., 2003)menyatakan bahwa terdapat beberapa unsur yangmendominasi fluida pada endapat emas orogenik ini, seperti unsurN, Br, Cl, C, dan H, yang memiliki karakteristik isotropik yang dapat memberikan batasansumber-sumber yang mungkin. Dijelaskan pula bahwa isotop H memperlihatkan kecenderungan perpindahan, kimiaN, Br, dan Cl pada kerak yang lebih dalamtidak diketahui, dan reservoar C dalam bentuk grafit atau alterasi karbonat sepanjang jalur fluida dapat mengubah rasio isotropik. Data yang ditemukan mengenai inklusi fluida, geokimia danisotropik tidak dapat dibedakan secara jelas antara sumber metamorfik dan magmatik dalam untuk fluida bijih pada sistem emas orogenik (Groves et al., 2003).

Page 8: Orogenic Gold

BATUAN dan MINERALOGI  EMAS  

Batuan (Rocks) adalah bahan padat bentukan alam yang umumnya tersusun oleh kumpulan atau kombinasi dari satu macam mineral atau lebih, sedangkan Mineral (Minerals) itu sendiri tersusun dari berbagai jenis unsur kimia. Ganesa/pembentukan sumber daya mineral ditentukan oleh asosiasi batuannya. Dengan demikian untuk menemukan emas dan berbagai mineral logam lainnya diperlukan pengetahuan mengenai batuan (petrologi). Setiap jenis batuan mengandung mineral-mineral tertentu, oleh karena untuk mendapatkan mineral tertentu harus dicari pada batuan-batuan tertentu pula. Sebagai contoh, mineral emas, perak, dan tembaga akan berasosiasi dengan batuan beku intermediate (Andesit dan Diorit).

Batuan (Rocks)

Secara petrologi, batuan yang terdapat di alam ini dapat  dibagi menjadi tiga jenis, yaitu batuan beku (igneous rocks), batuan endapan (sedimentary rocks), dan batuan malihan (metamorphic rocks).

1. Batuan Beku (Igneous Rocks) Batuan yang terbentuk dari proses pembekuan/pengkristalan lelehan materi bertemperatur tinggi yang mengalir dari daerah bagian dalam bumi menuju permukaan, termasuk hasil aktivitas gunung api.  Produk utama adalah magma, materi lain yang diakibatkan terhamburnya lelehan ke permukaan bumi disebut lava (kristal batuan volcanic). Batuan ini biasanya berupa batu gunung yang massif dan tebal lapisannya. Mineral utama pembentuk batuan beku adalah kuarsa, feldspar, piroksin dan hornblende, mika, magnetit dan olivin. Contoh batuan beku adalah : obsidian, perlit, Andesit, basalt, dll.

Menurut Hulburt (1977), batuan beku dibagi berdasarkan komposisi yang menjadi standar dalam geologi menjadi empat golongan  yaitu :

Batuan Beku AsamTermasuk golongan ini bila batuan beku tersebut mengandung silika (SiO2) lebih dari 66%.contoh batuan ini dalah Granit dan Ryolit. Batuan yang tergolong kelompok ini mempunyai warna terang (cerah) karena (SiO2) yang kaya akan menghasilkan batuan dengan kandungan kuarsa, dan alkali feldspar dengan atau tanpa muskovit.

Batuan Beku Menengah (intermediat)Apabila batauan tersebut mengandung 52 – 66% silika maka termasuk dalam kelas ini. Batuan ini akan berwarnagelap karena tingginya kandungan mineral feromagnesia. Contoh batuan ini adalah Diorit dan Andesit.

Batuan Beku Basa Yang termasuk kelompok batuan beku ini adalah bataun yang mengandung 45 – 52% silika. Batuan ini akan memiliki warna hitam kehijauan karena terdapat kandungan mineral olivine. Contoh batuan ini adalah Gabbro dan Basalt.

Batuan Beku Ultra BasaGolongan batuan beku ini adalah apabila bataun beku mengnadung 45% SiO2 . Warna batuan ini adalah hijau kelam karena tidak terdapat silika bebas sebagai kuarsa. Contoh batuan ini adalah Peridotit dan Dunit.

Klasifikasi batuan beku menurut Russell B Travis (1955), dalam klasifikasi ini tekstur batuan beku yang didasarkan pada ukuran butir mineralnya dapat dibagi menjadi :

Batuan beku dalam = batuan plutonik, batuan yg membeku jauh di bawah permukaan bumi.  Bertekstur faneritik yang berarti mineral-mineral menyusun batuan tersebut dapat dilihat dengan mata biasa tanpa bantuan alat pembesar.contoh: granit

Page 9: Orogenic Gold

Batuan beku korok/gang = batuan intrusif / hipabisal, batuan yg membeku sebelum sampai ke permukaan bumi. Bertekstur porfiritik dengan masa dasar faneritik maupun afanitik. contoh: granit porfiri

Batuan beku luar/lelehan = batuan ekstrusif / efusif, batuan yg membeku di permukaan bumi. Bertekstur afanitik, dimana individu mineralnya tidak dapat dibedakan atau dilihat dengan mata biasa. contoh: batuan vulkanis

2. Batuan Sedimen / Endapan / Lapisan (Sedimentary Rocks)Batuan yang terbentuk dari proses pengendapan bahan lepas (fragmen) hasil perombakan/pelapukan batuan lain yang terangkut dari tempat asalnya oleh air, es atau angin, yang kemudian mengalami proses diagenesa/pembatuan (pemadatan dan perekatan). Batuan ini terbentuk karena pengaruh udara, air, proses biologis, dan proses kimia seperti hidrolisis, pengendapan, oksidasi, dan reduksi. Contoh batuan sedimen adalah : batupasir( sandstone) terbentuk dari pasir (sand), batukapur (limestone) terbentuk dari kapur (lime),batu serpih (shale) terbentuk dari lumpur (mud).

kapur (batu gamping), batu bara, batu karang, dll.

Batuan sedimen klastik / mekanis = batuan yg terendapkan dari hasil rombakan batuan asal, contoh: konglomerat, breksi, batu pasir, serpih, napal, batu lempung

Batuan sedimen organik = batuan yg berasal dari endapan bahan organis (binatang & tumbuhan), contoh: batugamping, batubara, batu gambut, diatomit

Batuan sedimen kimiawi = batuan endapan akibat proses kimiawi, contoh: evaporit, travertin, anhidrit, halit, batu gips

Batuan sedimen piroklastik = batuan endapan hasil erupsi gunung api berupa abu/debu, contoh: tufa

3. Batuan Metamorf / Malihan / Ubahan (Metamorphic Rocks) Batuan yang terbentuk dari proses perubahan batuan asal (batuan beku maupun sedimen), baik perubahan bentuk/struktur maupun susunan mineralnya akibat pengaruh tekanan dan/atau temperatur yang sangat tinggi, sehingga terjadi perubahan pada bentuk dan komposisi. Beberapa batuan metamofik ini mempunyai perbedaan pada struktur orientasi bidang dan garis yang disebabkan pengarahan tekanan selama proses metamorfis. Contoh batuan metamorf adalah : karena pengaruh suhu dan tekanan, batu gamping(limestone) berubah menjadi marmer (marble), batupasir (sandstone) berubah menjadikuarsa (quartzite), batu serpih (shale) berubah menjadi batu tulis (slate) dan mika.

Batuan metamorf kontak / sentuh / termal = batuan malihan akibat bersinggungan dengan magma, contoh: marmer, kuarsit.

Batuan metamorf tekan / dinamo / kataklastik = batuan malihan akibat tekanan yang sangat tinggi, contoh: batu sabak (Slate), sekis (Schisst), filit (Phyllite)

Batuan metamorf regional / dinamo-terma = batuan malihan akibat pengaruh tekanan dan temperatur yang sangat tinggi, contoh: genes, amfibolit, grafit

Penyebaran berbagai batuan tersebut di alam tidak merata, sehingga keterdapatan dan penyebaran sumber daya mineral juga ditentukan oleh penyebaran batuannya. Keterdapatan sumber daya mineral termasuk emas di alam sangat tergantung pada kondisi geologinya. Mineral logam khusunya emas berkaitan erat dengan proses magmatik, lingkungan pembentukannya yang di dalam batuan volkanik (vocanic heasted rocks) sering ditemukan diberbagai cebakan. Cebakan emas dalam batuan volkanik pada umumnya terdapat dalam bentuk urat-urat tipis sebagai hasil penyusupan larutan air panas (hydrothermal) yang mengandung mineral ke dalam celah-celah, kemudian karena proses pendinginan, dicelah tersebut terjadi pengendapan. Batuan volkanik yang menjadi rumah dari endapan itu biasanya terdiri dari breksi kemudian berinteraksi dengan lava, sehingga menghasilkan intrusi. Intrusi ini menyebabkan terbentuknya retakan/celah-celah disekitar zona intrusi (Sudradjat, 1999).

Mineralogi Emas

Page 10: Orogenic Gold

Pengetahuan tentang mineralogi emas sangat diperlukan dalam memahami teknologi pengolahan emas. Mineralogi dari batuan (bijih) emas perlu diketahui sebelum menentukan teknologi pengolahan yang akan diterapkan. Sehingga resiko kegagalan akibat salah memilih suatu teknologi pengolahan yang tidak sesuai dengan kondisi mineralogi bijih emas yang sedang dikerjakan dapat dihindari.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perolehan emas dalam pengolahan emas adalah :

1. Mineral-mineral pembawa emas2. Mineral-mineral induk3. Asosiasi mineral pembawa emas dengan mineral induk4. Ukuran butiran mineral emas

1. Mineral Pembawa EmasMineral pembawa emas biasanya berasosiasi dengan mineral ikutan (gangue minerals. Mineral ikutan tersebut umumnya kuarsa, karbonat, turmalin, flourpar, dan sejumlah kecil mineral non logam. Mineral pembawa emas juga berasosiasi dengan endapan sulfida yang telah teroksidasi. Mineral pembawa emas terdiri dari emas nativ, elektrum, emas telurida, sejumlah paduan dan senyawa emas dengan unsur-unsur belerang, antimon, dan selenium.

Page 11: Orogenic Gold

 

Page 12: Orogenic Gold

Emas native merupakan mineral emas yang paling umum ditemukan di alam. Sedangkan elektrum, keberadaannya di alam menempati urutan kedua. Mineral-mineral pembawa emas lainnya jarang atau bahkan langka.

Emas native mengandung perak antara 8 - 10%, tetapi biasanya kandungan tersebut lebih tinggi, dan kadang-kadang mengandung sedikit tembaga atau besi. Oleh karenanya, warna emas native bervariasi dari kuning emas, kuning muda, sampai keperak-perakan, bahkan berwarna merah oranye. Berat jenis emas native bervariasi antara 19,3 (emas murni) sampai 15,6 tergantung pada kandungan peraknya. Bila berat jenisnya 17,6 maka kandungan peraknya sebesar 6%, dan bila berat jenisnya 16,9 kandungan peraknya sebesar 13,2%.

Sementara itu elektrum adalah  jenis lain dari emas native yang mengandung perak di atas 18%. Dengan kandungan perak yang lebih tinggi, warna elektrum bervariasi antara kuning pucat sampai warna perak kekuning-kuningan. Berat jenisnyapun bervariasi antara 15,5 - 12,5. Bila kandungan emas dan perak berbanding 1 : 1 berarti kandungan peraknya 36%, dan bila perbandingannya 2,5 : 1 berarti kandungan peraknya 18%.

2. Mineral IndukEmas berasosiasi dengan kebanyakan mineral-mineral yang biasanya membentuk batuan. Emas biasanya berasosiasi dengan sulfida (mineral yang mengandung sulfur/belerang). Pyrite merupakan mineral induk yang paling umum. Emas ditemukan dalam pyrite sebagai emas nativ dan elektrum dalam berbagai bentuk dan ukuran, yang tergantung pada kadar emas dalam bijih dan karakteristik lainnya. Urutan selanjutnya Arsenopyrite, Chalcopyrite mineral sulfida lainnya berpotensi sebagai mineral induk terhadap emas. Bila mineral sulfida tidak terdapat dalam batuan, maka emas berasosiasi dengan oksida besi ( magnetit dan oksida besi sekunder), silica dan karbonat, material berkarbon serta pasir dan kerikil (endapan plaser).

Terkadang sulit mengidentifikasi emas dengan mineral yang menyerupainya, seperti pyrite, chalcopyrite, pyrrhotite, pentlandite dan mika berwarna emas. Pyrite berwarna kuning dengan bau khas logam dengan bentuk kristal kubus. Chalcopyrite juga kuning-kuningan dengan dengan bau khas logam tetapi bentuknya kristal bersegi empat. Sebuah uji kimia dengan menggunakan acid nitric (HNO3) mungkin diperlukan untuk membedakan pyrite dan chalcopyrite.

Pyrrhotite mudah diidentifikasi menggunakan batang magnet karena bersifat magnetis. Arsenopyrite adalah perak putih ke-abu-abu baja dengan kilau logam dan biasanya kristal berbentuk prisma. Arsenopyrite bila dipukul dengan palu sering tercium aroma bawang putih. Emas berbentuk butiran sedangkan bentuk mika adalah kepingan.

3.  Asosiasi Mineral Pembawa Emas

Page 13: Orogenic Gold

Ditinjau dari kajian metallurgi/pengolahan, ada tiga variasi distribusi emas dalam bijih :

1. Emas didistribusikan dalam retakan-retakan atau di batas di antara butiran-butiran yang sama (misalnya : retakan dalam butiran mineral pyrite atau di batas antara dua butiran pyrite)

2. Emas didistribusikan sepanjang batas di antara butiran-butiran dua mineral yang berbeda (misalnya : di batas antara butiran pyrite dan arsenopyrite atau di batas antara butiran chalcopyrite dan butiran silica.)

3. Emas yang terselubung dalam mineral induk (misalnya : emas terbungkus ketat dalam mineral pyrite)

4. Ukuran ButiranUkuran butiran mineral-mineral pembawa emas (misalnya emas native atau elektrum) mulai dari berupa partikel-partikel berukuran fraksi (bagian) dari satu mikron (1 mikron = 0,001 mm), hingga  butiran berukuran beberapa mm yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Ukuran butiran biasanya sebanding dengan kadar bijih, kadar emas yang rendah dalam batuan (bijih) menunjukkan ukuran butiran yang halus.Berdasarkan ukuran butirannya, emas dibagi dalam enam kategori :

1. Emas native dengan butiran sebesar > 2mm ukuran yang dikenal sebagai nuggets.

2. Potongan emas dan gangue (kuarsa, ironstone dll) yang dikenal sebagai spesimen.

3. Emas native dengan butiran kasar sebesar 2 mm hingga sehalus 150 microns yang terlihat dengan mata telanjang.

Page 14: Orogenic Gold

4. Emas Microcrystalline ukuran 150-0,8 microns yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop.

5. Partikel emas submicroscopic yang terdapat di sisi kristal mineral sulfida tertentu, terutama pyrite, chalcopyrite, arsenopyrite dan pyrrhotite.

6. Dalam compounds dengan tellurium.

Mineralisasi Emas dan Logam Lainnya dalam Sistem Hydrothermal :

1. HIGH SULPHIDE EPITHERMALSistem ini menghasilkan logam Au (emas), Hg (merkuri), Bi (bismut), As (arsen), dan Te (telurium). Mineral yang terbentuk pada umumnya adalah Cinabar (HgS) dan Cavalerite (AuTe).

2. LOW SULPHIDE EPITHERMALSistem ini menghasilkan logam Au (emas), dan Ag (perak). Mineral yang terbentuk pada umumnya adalah Electrum (Au,Ag) dan Argentite (Ag2S).

3. Au BASE METALSistem ini menghasilkan logam Au (emas), Zr (zirkon), W (tungsten), dan Mo (molibdonium).

4. SKARNSistem ini menghasilkan logam Mn (mangan), Fe (besi), Cu (tembaga), Zn (seng), dan Pb (timbal). Mineral yang terbentuk pada umumnya adalah Pyrolusite (MnO2), Magnetit (Fe3O4), Galena (PbS), Chalcopyrite (CuFeS2), Cuprite (Cu2O).

5. PORPHYRYSistem ini menghasilkan logam Cu (tembaga) dan Au (emas). Mineral yang terbentuk umumnya Azurite (Cu3(CO3)2(OH)2) dan Malachite (Cu2CO3(OH)2).

Page 15: Orogenic Gold

6. SEDIMENT HOSTED (PLACER DEPOSIT)Sistem ini menghasilkan Au dan Ag dalam bentuk logam murni.