opini wajar tanpa pengecualian (wtp) terhadap tingkat korupsi
DESCRIPTION
Audit Keuangan NegaraTRANSCRIPT
TUGAS MATA KULIAH
AUDIT KEUANGAN NEGARA
‘’ OPINI WAJAR TANPA PENGECUALIAN (WTP)
TERHADAP TINGKAT KORUPSI”
DISUSUN OLEH :
BADAI TRI DHARMAWAN ( 1102120919 )
FADHILLAH ASRI ( 1102120964 )
RIZKI DARMAWAN (1102136429)
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS RIAU
2013
OPINI WAJAR TANPA PENGECUALIAN (WTP)
Opini WTP menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan secara
wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha, dan
arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.Opini WTP
merupakan penilaian tertinggi atas laporan keuangan, dimana ini bisa
tercapai apabila memenuhi kondisi-kondisi sebagai berikut.
1. Bukti pemeriksaan yang cukup memadai telah terkumpul, dan
pemeriksa telah melaksanakan penugasan sedemikian rupa
sehingga mampu menyimpulkan bahwa ketiga standar pekerjaan
lapangan telah dipatuhi;
2. Semua aspek dari standar umum SPKN telah dipatuhi dalam
penugasan pemeriksaan;
3. Seluruh laporan keuangan (neraca, laporan realisasi anggaran,
laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan) telah lengkap
disajikan;
4. Laporan keuangan yang disajikan telah sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum. Hal ini juga berarti bahwa
pengungkapan informatif yang cukup telah tercantum dalam
catatan atas laporan keuangan serta bagian-bagian lainnya dari
laporan keuangan tersebut;
5. Tidak terdapat situasi yang membuat pemeriksa merasa perlu untuk
menambahkan sebuah paragraf penjelasan atau memodifikasi
kalimat dalam laporan pemeriksaan.
Dalam hal terjadi keadaan tertentu yang perlu penjelasan,
pemeriksa bisa menambahkan suatu paragraf penjelasan dalam laporan
hasil pemeriksaannya. Dalam kondisi ini, pemeriksa dapat menyatakan
opini modifikasi yaitu WTP Dengan Paragraf Penjelasan.
Adapun kondisi-kondisi yang memungkinkan terjadinya
penambahan penjelasan adalah sebagai berikut:
1. Tidak Ada Konsistensi Dalam Penerapan Prinsip Akuntansi
Yang Berlaku Umum
Suatu paragraf penjelasan diperlukan baik untuk perubahan prinsip
akuntansi yang dilakukan secara sukarela maupun yang terjadi
kerena adanya pernyataan akuntansi yang baru.
2. Ketidakpastian Atas Kelangsungan Hidup Organisasi (Going
Concern)
Meskipun bukan merupakan isu penting dalam sektor publik,
persoalan keberlangsungan hidup organisasi pemerintah juga harus
menjadi pertimbangan pemeriksa.
3. Ada Penekanan Pada Suatu Masalah
Dalam beberapa situasi, pemeriksa barangkali ingin memberikan
penekanan pada beberapa masalah tertentu yang terkait dengan
laporan keuangan, meskipun ia bermaksud memberikan opini wajar
tanpa pengecualian. Biasanya informasi tambahan yang
menjelaskan masalah tersebut harus dinyatakan pada suatu
paragraf terpisah dalam laporan pemeriksaan. Contohnya apabila
pemeriksa berpikir bahwa ia harus menjelaskan transaksi dengan
pihak lain yang bernilai sangat besar, dan peristiwa penting setelah
tanggal neraca.
4. Terkait Laporan Yang Melibatkan Pemeriksa Lain
Pemeriksa mengeluarkan opini wajar tanpa pengecualian dengan
paragraf penjelasan apabila menyandarkan diri pada pemeriksa lain
(misalnya kantor akuntan publik) untuk melaksanakan sebagian
proses pemeriksaan. Dalam hal ini yang dilakukan biasanya
memberikan referensi dalam laporan, karena sang pemeriksa tidak
mungkin melakukan reviu atas pekerjaan pemeriksa lain, terutama
apabila proporsi laporan keuangan yang dipemeriksaan oleh
pemeriksa lain material terhadap keseluruhan laporan keuangan.
OPINI WAJAR TANPA PENGECUALIAN TERHADAP TINGKAT KORUPSI
WTP artinya bahwa Laporan Keuangan (LK) telah disajikan secara
wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan (neraca), hasil
usaha atau laporan realisasi anggaran (LRA) , laporan arus kas,sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum. Penjelasan laporan
keuangan juga telah disajikan secara memadai, informatif, dan tidak
menimbulkan penafsiran yang menyesatkan.
Wajar di sini dimaksudkan bahwa laporan keuangan bebas dari
keraguan dan ketidakjujuran serta lengkap informasinya. Pengertian wajar
tidak hanya terbatas pada jumlah-jumlah dan ketepatan pengklasifikasian
aktiva dan kewajiban, namun yang terpenting meliputi pengungkapan
yang tercantum dalam Laporan Keuangan.
Lalu apa makna opini WTP ini? Apakah penilaian wajar tanpa
pengecualian merupakan jaminan tidak terjadi penyelewengan atau
korupsi dalam birokrasi? Ternyata tidak. Penilaian WTP oleh BPK terhadap
laporan keuangan pemerintah daerah tidak menjamin pejabat daerah itu
bebas dari kasus korupsi. Sebab, opini WTP diberikan hanya untuk menilai
pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh pemda sudah baik.
Pemeriksaan laporan keuangan oleh BPK pun tidak ditujukan secara
khusus untuk mendeteksi adanya korupsi.
Hal ini ditegask an oleh Wakil Ketua BPK Hasan Bisri mengatakan
(selasa, 24/7) predikat opiniWajar Tanpa Pengecualian (WTP) yang
diberikan pihaknya kepada pihak-pihak yang diauditnya belum tentu
menggambarkan satu instansi atau lembaga bebas dari korupsi. Menurut
Hasan, audit atas laporan keuangan tidak didesain secara khusus untuk
menemukan dugaan korupsi. Audit atas laporan keuangan ditujukan
untuk menilai kewajaran penyajian laporan keuangan entitas. Hasan Bisri
mengatakan Opini WTP tidak menjamin bebas korupsi, karena laporan
keuangan dibuat bukan untuk melaporkan korupsi suatu perusahaan. Ia
menjelaskan, kewajaran dalam suatu laporan keuangan tergantung dari
kesepakatan target program dan kriteria yang telah ditentukan bersama.
Kriteria tersebut antara lain memenuhi standar akuntansi pemerintah,
kehandalan sistem pengendalian intern (SPI), kecukupan pengungkapan
dan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku. Hasan menambahkan
audit dirancang sedemikian rupa, termasuk penggunaan metode sampling
untuk menghindari resiko adanya kesalahan penyajian atau
ketidakpatuhan yang secara material berpengaruh terhadap kewajaran
laporan keuangan, namun tidak diketahui oleh pemeriksa.
Hasan menambahkan WTP dapat dijadikan salah satu indikator
akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan dan
pertanggungjawaban keuangan Negara. Namun tidak menjamin bahwa
tidak ada korupsi, karena korupsi sendiri bersifat tersembunyi dan para
pelakunya selalu berusaha menutupi sedemikian rupa. Menurut wakil
anggota BPK tersebut jadi bisa saja suatu lembaga ditentukan WTP tapi
belum mampu berikan layanan bagi masyarakat atau bisa saja BUMN
merugi terus tapi laporan dapat predikat WTP.
Hal senada juga ditegaskan atasan Hasan Basri yang merupakan
ketua BPK Hadi Purnomo yang mengatakan bahwa jika BPK memberikan
opini WTP, bukan berarti menjamin institusi yang menjadi auditee (pihak
yang diperiksa BPK) tidak terjadi penyimpangan atau korupsi dalam
mengelola keuangan negara. Pasalnya, tanggung jawab pemeriksa hanya
terbatas pada opini yang diberikannya. Tanggung jawab untuk
memastikan bila terjadi korupsi dalam pengelolaan keuangan negara
sebuah entitas (auditee), terletak pada manajemennya sendiri. Biasanya
dikenal dengan Management Representation Letter (MRL) yang
ditandatangani oleh pimpinan entitas yang mengelola keuangan
negara.Namun demikian, lanjutnya, tujuan pemeriksaan BPK atas laporan
keuangan memang bukan untuk mengungkap adanya penyimpangan,
ketidakpatuhan, dan dugaan korupsi. Dia menegaskan pemeriksa BPK
yang memberikan opini WTP harus yakin bahwa semua informasi
signifikan yang dimuat dalam laporan keuangan telah diuji dari aspek
teknis akuntansi, aspek legal, dan aspek substansinya.
Saat ini opini WTP menjadi obsesi para pimpinan lembaga
pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah. Dengan penilaian
WTP, mereka ingin menunjukkan kepada publik bahwa lembaganya bersih
dari penyimpangan dan penyelewengan.
Faktanya berkata lain, Kementerian Agama misalnya, pada tahun
lalu juga mendapatkan opini WTP dari BPK RI. Namun hanya selang
beberapa hari kemudian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
membongkar kasus korupsi pengadaan Alquran. Begitu pula dengan
Kementerian Pemuda dan Olahraga mendapatkan penilaian WTP, namun
di dalamnya terjadi praktik korupsi. Kasus Hambalang yang merugikan
negara hingga ratusan miliar rupiah, bahkan menyeret menteri dan
sekretarisnya menjadi tersangka.