oleh: mudrajadkuncoro sejak tahun 1966, pemerintah orde

13
STRUKTUR DAN KINERJA INDUSTRI INDONESIA SETELAH 50 TAHUN WIERDEKA: Adakah peluang kedl ? Oleh: MudrajadKuncoro Sejak tahun 1966, pemerintah Orde Bamtelah membangim suatu pemer- intahan nasional yang kuat menem- patkan stabilitas politik sebagai landasan untuk mempercepat pembangunan ek- onomi Indonesia. Politik sebagai panglima telah diganti dengan ekonomi sebagai pan glima, dan mobilisasi massa atasdasarpartai secara perlahan digeser oleh birokrasi dan politik teknokratis. Dalam konstelasi politik yangbam ini,militertelahmenempati posisi yang paling atas dalam herarki kekuasaan. Sejarah mencatat, pemerintah Orba telah berhasil dalam melenyapkan hyperinflasi (inflasi beratus- ratus persen), mengubah modal yang hengkang ke luar negeri men- jadi ams masuk swasta yang substansial, mengubah defisit cadangan devisa menjadi selalu positif, mempertahankan haiga beras dan meningkatkan produksi beras hingga mencapai tingkat swasembada, mencip- takan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dan menentukan jumlah pendudukyang berada dalamgaris kemiski- nan. Dibalik prestasi yang banyak mendapat pujian tersebut, hams diakui masih banyak "catatan pinggir" yang masih layak untuk ditelaah lebih mendalam. Salah satunya adalah masalah dualisme yang masih d- rasakan di berbagai sektor perekonomian. Makalah ini akan menelusur dualisme in- dustri Indonesia. Dualisme ini muncul karena orientasi industrialisasi yang ber- basis modal besar dan teknologi tinggi, na- mun kurang berdasar atas kekuatan ek onomi rakyat. Padahal, pengalaman Tai wan, misalnya,justm menunjukkan bahwa ekonominya dapat tumbuh pesatkarena di- topang oleh sejumlah usaha kecil dan me- nengah, yang sering disebut community basedindustry. Olehkarenaitu,makalahini akan menelaah bagaimana struktur serta kinerja industri Indonesia setelah 50 tahun merdeka. Analisis temtama difoluskan pada periode setelah tahun 1965 mengingat ber bagaidataindustrisebelum periodetersebut amat sulit dipercaya keakuratannya karena hiperinflasy maupun kekacauan- politik. Pertanyaan mendiar yang menarik untuk dikaji lebih lanjut adalah: Apakah peluang bagi usaha kecil dalam era globalisaasi? Upaya apakah yang hams ditempuh agar dapat mengembangkan stmktur indiwtri yang mampu menggerakkan dinamika kerakyatan dengan basis usaha kecil dan koperasi? DUALISME INDUSTRI INDONESIA Tidak dapat dipungkiri bahwa industrial isasi di Indonesia sejak Pelita I hingga saat ini telah mencapai hasil yang diharapkan. Setidaknya indutrialisasi telah mengakibat- kan tranformasi struktural di Indonesia. Pola pertumbuhan ekonomi secara sektoral di Indonesia agaknya sejalan dengan ke- *. Staf pengajar dan peneliti pada Fakultas Ekonomi UGM. Saat Ini mendapatkan kepercayaan sebagai Kepala Devisi Industri dan Energi PAU Studi Ekonomi dan Pengelolaan Pusat Konsultasi Penqusaha Kecil UGM.

Upload: others

Post on 26-Oct-2021

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

STRUKTUR DAN KINERJA INDUSTRI INDONESIASETELAH 50 TAHUN WIERDEKA:

Adakah peluang kedl ?

Oleh: Mudrajad Kuncoro

Sejak tahun 1966, pemerintah OrdeBamtelahmembangim suatupemer-intahan nasional yang kuat menem-

patkan stabilitas politik sebagai landasanuntuk mempercepat pembangunan ek-onomi Indonesia. Politik sebagai panglimatelah diganti dengan ekonomi sebagai panglima, danmobilisasi massa atasdasarpartaisecara perlahan digeser oleh birokrasi danpolitik teknokratis. Dalam konstelasi politikyangbam ini,militertelahmenempati posisiyang paling atas dalam herarki kekuasaan.Sejarah mencatat, pemerintah Orba telahberhasil dalam melenyapkan hyperinflasi(inflasi beratus- ratus persen), mengubahmodal yang hengkang ke luar negerimen-jadi ams masuk swasta yang substansial,mengubah defisit cadangan devisa menjadiselalupositif, mempertahankan haiga berasdan meningkatkan produksi beras hinggamencapai tingkat swasembada, mencip-takan pertumbuhan ekonomi yangberkelanjutan, dan menentukan jumlahpendudukyang berada dalamgaris kemiski-nan.

Dibalik prestasi yang banyak mendapatpujian tersebut, hams diakui masih banyak"catatan pinggir" yang masih layak untukditelaah lebih mendalam. Salah satunyaadalah masalah dualisme yang masih d-rasakan di berbagai sektor perekonomian.Makalah ini akan menelusur dualisme in-dustri Indonesia. Dualisme ini munculkarena orientasi industrialisasi yang ber-

basis modal besar dan teknologi tinggi, na-mun kurang berdasar atas kekuatan ekonomi rakyat. Padahal, pengalaman Taiwan, misalnya,justm menunjukkan bahwaekonominya dapat tumbuh pesatkarena di-topang oleh sejumlah usaha kecil dan me-nengah, yang sering disebut communitybasedindustry. Olehkarena itu,makalahiniakan menelaah bagaimana struktur sertakinerja industri Indonesia setelah 50 tahunmerdeka. Analisis temtamadifoluskan padaperiode setelah tahun 1965mengingat berbagaidataindustrisebelum periodetersebutamat sulit dipercaya keakuratannya karenahiperinflasy maupun kekacauan- politik.Pertanyaan mendiar yang menarik untukdikaji lebih lanjut adalah: Apakah peluangbagi usaha kecil dalam era globalisaasi?Upaya apakah yang hams ditempuh agardapat mengembangkan stmktur indiwtriyang mampu menggerakkan dinamikakerakyatan dengan basis usaha kecil dankoperasi?

DUALISME INDUSTRI INDONESIA

Tidak dapat dipungkiri bahwa industrialisasi di Indonesia sejak Pelita I hingga saatini telah mencapai hasil yang diharapkan.Setidaknya indutrialisasi telah mengakibat-kan tranformasi struktural di Indonesia.Pola pertumbuhan ekonomi secara sektoraldi Indonesia agaknya sejalan dengan ke-

*. Stafpengajar dan peneliti pada Fakultas Ekonomi UGM. Saat Ini mendapatkan kepercayaan sebagaiKepala Devisi Industri dan Energi PAU Studi Ekonomi dan Pengelolaan Pusat Konsultasi PenqusahaKecil UGM.

Tabel 1. Distribusi Produk Domestik Bruto dan LajuPertumbuhan sektor (%).

Sektor PangsaDaiamPDB

1965 1992

Rata-rata Pertumbuhan

perlahuu1985-80 1980-1992

Perindustrian 56,0 19,0 4.3 3,1

Industri 13,0 40,0 11,9 6.1

I Industri manufaktur} 8,0 21,0 12,0 12,0

Jasa, dil 31,0 .40,4 7.3 6.8

Sumber: WorldBank (1991; '1994.)" '

cenderungaanproses transform^i struktu-ral yang terjadi di berbagainegara, dimanateijadi penurunan' konstnbusi sektor per-tanian Xsering' disebuf sektor primer), se-mentara konstribusi sektor sekunder dantersier cenderung meningkat.'• Kecenderiingan mi'pada.taberi. Pada ta-hun 1965,sektorpertanianmerupakansek- .tor penyumbarig terbesar terhadap ProdukDomestikBruto (56 persen); sementara sek-.tor industi bani menyumbang):13 peKendari PDB. Dengan pertumbuhan'rata-rata -pertahunsebesar Il,9persenselama 1980- ,1992; sektpr=industri telah meuggeser.per-anan sektor pertanian dalam pembangunan.Pada tahun 1992, sektor industri secara ke-

seluruhan menymbang 40 persen terhadapPDB. Pada tahun yang sama, sumbangansektor pertanian merosot. drastis hinggatinggai 19 pei^ndari PDB. Ini sejalan den-g^ menurunnya laju pitumbuhan- sektorpertanian,. dari rata- rata 4j3 percen pertahun. selam.a 1965-1980'menjadi 3,1

' persen selama 1980-1992."Singkatnya, sek-•tor industri. manufaktur muncul menjadipenyumbang, nilai tambah dominan dan

buhan-sektor pertanian. Para ahli sejarahpereknomiah tahpa ragu akan menilai ba-hwa pertumbuhan dan transforniasi industri 'selama .'25 tahun terakhir merupakan

Tabel 2. Kontribusi Usaha Kecil dalam Industri Manufaktur.

1. Industri"'

Menengah;... • i •dan besafi'. • •; .

2. industri Kecil.c i. • 94.5343; Industri

-./'rumah^ 1 416 935.'^tangga v-

Sumber: BPS (1991). -•

Unit Usaha

lumlah <^)

12.765 O.a

Tenaga KerjaOrang %

1.691.435

t ' 1 .

• 770.144

32,7

.14.9

Nilai Tambah

JutatRp.) %

9.348.483 82,2

775.304 6,8

2.7-14.264 52 4 ...1 ;254>419 • '11,0

mmm

label 3. Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan PekerjaanUtama, 1971-1988 (persen).

Sektor

1. Pertanian

2. Pertambangan dan Pengalian3. Industri Pengolahan4. Listrik, air dan gas5. Bangunan6. Perdagangan7. Transportasi dan komunlkasi8. Perbankan, Keuangan Jasa.9. Pelayanan umum dan jasa lain.

SU\ILAH

Sumber:BPS, berbagai tahun.

1971 1980 .1985 1990 . 199a,

67,04 56,30 54,72 50,43 46.220,21 0,76 0,67 1,01 0,906,92 9,14 9,29 11,53 13,240,09 0,13 0,11 0,20 0,221,72 3,23 3,36 4,13 4,34

10,96 13,04 14,98 14,87 17,052,42 2,87 3,14 3,69 4,120,23 0,59 0,04 0,96 0,76

13,95 13,95 13,33 13,18 13,13

salah satu prestasi Orde Baru yang layakdicatat.

Hanya saja strategi industrialisasi yangbanyak mengandalkan akumulasi modal,proteksi,dan teknologitinggi telah menim-bulkan polarisasi dan dualisme dalamproses pembagunan. Fakta menunjukkansektormanufakturyangmodemhidup ber-dampingan dengan sektor pertaniantradisional dan kurang produktif. Dualismedalam sektormanufaktiirjuga terjadi antaraindustri kecil dan kerajinan rumah tanggayang berdampingan dengan industri me-nengah dan besar.

Tabel 2 menunjukkan bahwa industri kecildan mmah tangga(IKRT) memiliki perananyang cukup besar dalam industri manufaktur dilihat dari sisi jumlah unit usaha dandaya serap^ tenaga kerja, namun lemahdalam menyumbang nilai tambah. Dari totalunit usaha manufaktur di Indonesia seban-yak 1,524 juta, temyata 99,2 persen mem-pakan unit usaha IKRT. IKRT, dengan jumlah tenaga kerja kurang dari 20 orang,mampu menyediakan, sumbangan nilaitambah IKRT terhadap industri manufakturhanya sebesar 17,8 persen.

Sementara itu, tranformasi ekonomiagaknya tidakse-Ialusejalan dengantrans-

formasi sosial sebagaimana ter-cermindalam perubahan lapangan kerja penduduk. Tabel 3 menunjukkan ternyatapersentasependuduk yangbekerja di sektorpertanian terhadap total penduduk yangbekerja tidak anjlok sedrastis penurunansumbangan sektor pertanian terhadap PDB.Pada tahun 1971, penduduk yang bekerjadi sektor pertanian sebesar 67,04 persen.Pada tahun 1994,, meskipun menurun,temyata penduduk yang bekerja di sektorpertanian masih sebesar 46,22 persen.Karena itutidak berkelebihan bila di^takanbahwa perekonomian Indonesia padadasamya masih bersifat agraris, karena se-bagian besar penduduk masih meng-gan-tungkan diri pada sektor pertanian.

STRUKTUR DAN KINERJA INDUSTRI

Di Indonesia, struktur industri masihbelum dalam (shallow) dan belum seim-bang (unbalance). Berbagai studi denganmemanfaatkan tabel input-output menunjukkan bahwa kaitan ekonomis antara industri berskala besar, menengah dan kecilmasih amat minim, kecuali untuk sebsektormakanan, prc^uk kayu dan kulit. Hal ini

fl. Struktur Sekarang

Usoho Besor

Usoho Menenooh

Usoho Kecil

semakin diperarah dengan struktur industriyang masih kuasi-monopolistik dan oli-gopolistik. Struktur industri dapat dilihatdaii rasio konsentrasinya sebagai berikut(lihat tabel 4). Pertama, rata-rata tingkatkonsentrasl untuk sektor manufaktur sebe-sar 47 persen, lebih tinggi dibandingkandengan konsentrasi industri dinegara maju(Inggris 22 persen dan AS 36 persen).Kedua, berdasarkan standar intemasional,suatu industri dikatakan berstruktur oU-gopoli bila empat perusahaan terbesardalamindustriyangsamamempunyai konsentrasi di atas 40 persen. Karena itu, tidakberkelebihan bila dikatakan struktur pasarindustri manufaktur Indonesia berciri oli-gopolis.

Menurut survei yang .dilakukan olehEconit (1995), penyebab teijadinya oli-gopoli di Indonesia karena 4 hal, yaitu: (1)proteksi (tata niaga), (2) besamya modalyang diperlukan untuk investasi, (3) ting-ginya teknologi yang digunakan, (4) prefer-ensi terhadap produk. tabel 5 secara rincimenggambarkan beberapa sektor industriologopolis.

Struktur semacam ini menyebabkantiadanya tekarian persaingan untukmelakukan minimisasi biaya. yang terkahir

B. Struktur Ideol

Usoho Besor

Usoho Menenooh

Usoho Kecll

ini semakin siilit diatasi karena masih men-dapatproteksi tarifdannontarifyangtinggid^ pemerintah. A-kibatnya, haiga domes-tik dari produk seperti tepimg teri-gu, min-yakgoreng,semen,bahanplastik, dan mobiljauh lebih tinggi diban^ng harga inter-nasional.

Lebih menarik lagi apabila fakta konsentrasi industri dikaitkan dengan kineija industri dalam bidang ekspor. Orientasi ek-spor diharapkari dapat digunakan sebagaiindikator efisiensi (mengingat data efisiensiyang akurat secara sektoral tidak tersedia),karena eksportir mau tidak mau harus ber-saing dengan efisien di pasar global. Studiempiris yang dilakukan Iqbal (1995)menunjukkan adanya korel^i negatif an-tara orientasi ekspor dengan konsentrasi industri. Subsektoryangkonsentrasinya tinggicenderung tidak mau banyak terlibat dalamaktivitas ekspor. Hal ini kemungkinan besarkarena subsektor'yangberkonsentrasi tinggitidak dapat bersaing di pasar ter-buka yangtidak diproteksi; Tabel 6 menyajikanrangkuman studi Iqbal (1995) yangmelakukan analisis berdasarkan observasi118 subsektor industri bukan logam, barangberorientasi ekspor tinggi sekaligus tingkatkon-sentrasinya rendah, meliputi industri

Tabel 4.Rasio Kosentrasi dalam Sektor Manufaktur,i^ngsg_4£erusj^aanterbesar, dalam persentase).

31

32

33

34

35

36

37

38

39

KlasifihasiMakanan, minuman, tembakauTekstil, pakaian jadi, kulitProduk KayuKertas

Kimia

Barang galian bukan logamlogam Dasarbarang dari logam, mesin dan peralatannyapengolahan lain

59,124,913,4

43.8

46,475,782,049,7

71.9

61.524.015,9

50,244.658.171,857.4

^ 49,0

Sumber: Diolah dari data BPS Oleh Mudrajad Kuncoro dan Anggito Abimanyu (1995).

Tabel 5.Penyebab Teriqdinva Oligopoli diIndonesia.Sehtorlndustri

Minyak Gorengtepung TerlguTembakau

Produk kacaSemen

Industri non best

Peralatan profesional

Penyebab terjadinya ONgopoljFrotehsj Modal Tehnologi

[Tata niaga) Besar ' Tinggi

Sumber: Econit sebagaimana dikutib oleh KOMPAS, 6Juni 1995, hal 13.

Tabel6. Konsentrasi dan Qrientasi Ekspor.

PreferensiProduk ^

OrieniasiEkaorTinggi Orientasi Ekspor Rendah

Konsentrasi Tinggi

Konsentrasi rendab Banns dariKaviTtkstil/sepiii

BukaDlioamBarang dad LogamKmia

Keitas

Mahanan

Logam Dasar

Catalan: Konsentrasi tinggi bila konsentrasi subseklor (rasio 4 perusahaan terbesar padatahun 1991 ) lebih tinggi dibanding rata-rata tertimbang industri sebesar 47persen; orientasi ekspor tinggi bila pangsa total produksi yang diekspor lebihtinggi diabnding rata-rata industri sebesar 25persen (padatahun 19921 »

Sumber: Iqbal (1995).

barang dari kayu dan industri tek-stil/sepatu. Bukti-buktiempiris ini menun-jukkanbahwaderegulasi telahmenurun^nkonsentrasi indnstri secara umum, melaluikenaikan pangsa subsektor yang berorien-tasi ekspor.Kenerja ekspor dapat pula dilihat dari

derajat keter- gantungan ekspor Derajatketergantungan ekspor menunjukkan pro-porsi produksi suatu subsektor yang secara

' langsung maupun tidak langsung diman-faatkan untuk memenuhi kebu-tuhan ekspor.dengan kata lain, indikator ini menunjukkan keterkaitan suatu subsektor denganaktivitas ekspor. Semakin tinggi derajatketergantungan eksporsuatu subsektorber-arti semakin ketergantungan ekspor ter-hadap subsektor tersebut. Penelitian Kun-coro dan Pradiptyo (1995), yang mengolahtabel Input-Output 1980-X985-1990,menunjukkan bahwa peringkat top tendalam derajat keter-gantungan ekspor di-dominasi oleh subsektor agroindustri yangmencakup produk pertanian, indutri pen-golah hasil pertanian, dan industri penyediainput pertanian. Sedang industri se-men,rokok, tepung, mineral bukan logam,mesin. Besi baja mempunyai angka ketergantungan ekspor yang rendah. Subsektoragroindustri yang masuk dalam kelompokini adalah unggas, temak, padi l^cang, jag-ing, cengkeh, tebu, pemotongan hewan,serat, dan industri penggilingan padi. Ren-dahnya derajat ketergantungan ekspormembuktikan bahwa subsektor-subsektortersebut lebih berorientasi pada pasar dalamnegeri dibanding melayanipasar ekspor.

MENGAPA USAHA KECIL PERLUDIKEMBANGKAN?

Sejaktahun 1983,pemerintah secara kon-sisten telah melakukan berbagai upaya deregulasi sebagai upaya penyesuaian struk-tural dan restrukturisasi perekonomian.Kendatidemikian, banyak yang mensinyalirderegulasi di bidang perdagangan dan in-

vestasi tidak memberi banyak keimtunganbagi perusahaan kecil dan menengah; ba-hkan justru perusahaan besar dan konglom-erat yang mendapat keuntungan (Abimayu,1994). Setidaknya ini terlihat dari tabel 7yang menunjukkan pola pertumbuhan(graduation) perusahaan dilihat dari jum-lah perusahaan kecilrelatif rendah (9,31%),dibanding perusahaan menengah (12,3%)dan perusahaan kecil yang grduate lebihtinggi dibanding yang lain. Masalahnyatemyata pertambahan nilai tambah tidakdinikmati oleh perusahaan baik berskalakecil, sedang dan besar. justru perusahaanmilikkonglomeratyaiigberskalaamat besar(dengantenagaketja lebihdari 1000 orang)yang menikmati kenaikan nilai tambah secara absolut maupun per rata- rata perusahaan.

Dalam konstelasi inilah, perhatian untukmenumbuhkembangkan industri kecil dankerajinan rumah tangga (IKKRI) setidaknyadilandasi oleh tiga alasan. pertama, IKKRTmenyerap banyak tenaga kerja., Kedua,IKKRT memegangperanan pentindalam ekspor ndn migas, yang pada tahun 1990mencapai US$ 1.031 juta atau menempatiranking kedua setelahekspordari kelompokaneka industri. Ketiga, adanya urgensi untuk struktur ekononii yang berbentuk' pi-ramida pada PJPT I menjadi semacam"gunungan" pada PJFTII. Strukturekonomibentuk piramida terbukti telah mene-mukan isyu konsentrasi dan konglomerasi,serta banyak dituding melestarikan dual-isme perekonomian nasional. Bentuk "ideal"yang banyak disarankan adalah "gunungan", dimana: pada bagian atas adalahkelopok usaha besar yang memang mem-berikan konstribusi terbesar bagi perekonomian Indonesia tetapi proporsinya relatif kecil dari pada kelompok usahamencegah; di bagian tengah menunjukkankelompok atau usaha menengah yangmerupakan proporsi terbesar dari strukturekonominasional;sedangkanbagianbawahhanyalah sebagian kecil saja dari keselu-ruhan ekonomi nasional.

label 7. Graduation dan Degredasi Perusahaan Manufaktur Indonesia1980-1985,1986-1992.

iumlah Perusahaan1985 ^ Small Mediuni Medium large Very exit 1980 1985

1980

Small

Medium iMedium 2

LargeUeryLarge

„ . Jumlah PerusahaanSmall Medium „ Medium ^ large Very

1 " 2 large>1992 1986

1986

Small

Medium I ^Medium 2

Large

Very large

NilfllTAMBAHTotaHMiiyarRupiaiil

92 "PerPerusahaan (MilyarRupiah I

85

Menengah

Konglomerat 22,78

0,02

0.763.84

25,23

Catalan: Perusahaan Kecil (small): Jumlah tenaga keija 20-49 orang, perusahaan menengah I (medium 1^jumlah tenaga keija 50-99; Perusahaan Menengah 2 (medium 2): Jumlah tenaga kerja 100-499;Perusahaan besar (large): Jumlah Tenaga kerja 500-1000; Perusahaan sangat besar (verylarge):jumlah tenaga kerja 1000 keatas.

Sumber: Data mentah Perusahaan Mnaufaktur,BPSdan Bank Dunia.

-0.09-1,35-2,77

Laiigkah strategis agar membuat strukturekonomi di mana lapisan menengah se-makin banyak adalah mendorong pertum-buhan usaha kecil yang tangguh dan,syukur, dapat graduate menjadi usaha menengah yang mandiri.

pertanyaan yang barangkali muncul, ke-mudian, adalah: bagaimana profil indus-tri/pengusaha kecil di Indonesia? Adakahbagi usaha kecil dalam era globalisasi yangpenuh dengan persaingan.

PROFIL USAHA KECIL

Dalam setiap diskusi mengenai usaha kecilselalu timbul ketidaksamaan presepsi ten-tang siapa yang dimaksud dengan perusa-haan/industri kecil. Biro Pusat Statistikmemberikan klasifikasi industri berdasarkaskala penggunaan tenaga keijanya, yaitu:(1) industri besar bila menggunakan tenagakerja lebih dari 100 or^g; (2) industri se-dang bila menggunakan tenaga keija antara20 hingga 99 orang; (3) industri kecil bilamenggunakan tenaga keija antara 5 hingga19 orang; (4) industri rumah tangga bilamenggunakan tenaga keija kurang dari 5orang.

Departemen Perdagangan lebih menitikberatkan pada aspek permodalan, bahwasuatu usaha disebut usaha kecil apabila per-modalanya kurang dari Rp25 juta. Departemen Perindustrian mendifinisikan industri

kecil sebagai industriyang mempunyai assettidak lebih dari Rp 600Juta. KADIN mende-finisikan indutri kecil sebagai aktor usahayang memiliki asset maksimal Rp 250 juta,tenaga kerja paling banyak 300 orang dannilai penjualan di bawah Rp 100 Juta. departemen Koperasi dan PPK agaknya sepen-dapat dengan Bank Indonesia, yang meng-golongkan pengusaha kecil (PK) ber-dasarkan kriteria omset Usaha tidak lebihdari 2 milyar dan kekayaan (tidak termasuktanah dan bangunan) tidak lebih dari Rp600 juta.

Perbedaan persepsi mengenai pen-gusaha/industri kecil ini pada gilirannyamenyebabkan pembinaan PK masih terko-tak-kotakatausectororiented, di mana mas-ing-masing instansi pembina menekankanpada sektor atau bidang binaannya sendiri-sendiri. Akibatnya terjadilah dua hal: (1)ketidak efektifan arah pembinaan; (2)tiadanya indikatorkeberhasilan yang sera-gam, kareha masing-masing instansi pembina berupaya mengejar target dan sasaransesuai dengan kriteria yang telah merekatetapkan sendiri. Karena egoisme sek-toral/departemen, dalam praktek sering di-jumpai terjadihya "persaingann" antar or-ganisasi pembi-na. Bagi pengxisaha kecilpun, mereka sering mengeluh karena hanyaselalu dijadikan "obyek" binaan tanpa ada-tindak lanjut atau pemecahah masalahmereka secara langsung.

Kendata banyak definisi mengenai PK,na-mun agaknya PKmempunyai karakteristikyang hampir seragam. Pertama, tidakadanya pembagian tugas yang jelas-^tarabidang administrasi dan operasi. Keban-yakan industri kecil dikelola oleh peroran-gan yang merangkap sebagai pemilik seka-ligus pengelola perusahaan, serta meman-faatkan tenaga keija dari keluaiga dan ker-abat dekatnya, data BPS menunjukkanhingga saat ini jumlah pengusaha kecilmandiri (tanpa menggimakan tenaga keijalain), I8,227juta orang yang mengguankantenaga keija anggota keluara sendiri serta54 ribu orang pengusaha kecil yangmemiliki tenaga keija tetap.

Kedua, rendahnya akses industri kecil ter-hadap lembaga-lembaga kredit formal se-hingga mereka cenderung menggan-tungkan pembiayaan usahanya dari modalsendiri atau sember-sumber lain sepertikeluaiga, kerabat, pedagang perantara, ba-hkan rentenir.

ketiga, sebagian besar usaha kecil ditandaidengan belum dipunyainya status badanhukum. Menumt catatan BPS (1993), darijumlah perusahaan kecil sebanyak124.990, temyata 90,6 persen merupakan

perusahaan perorangan yang tidak beraktanotaris; 4,7 persen teigolong perusahaanperorangan berakta notaris; dan hanya 1,7persen yang sudah mempunyai badanhukum (FT/NV,CV, FIRMA, atau Koperasi).Secara garis besar, kita dapat membagi

tantangan yang dihadapi pengusaha kecildalara dua katagori: pertama, bagi PK den-gari omset kurang dari 50 juta umixmnyatantangan yang dihadapinya adalah bagai-mana menjaga kelangsungan hidup usa-hanya. Bagi mereka, umumnya asal dapatberjalan dengan aman sudah cukup.Mereka umumnya tidak membutuhkan modal yang besar untuk ekspansi produksi; bi-asanya modal yang diperlukan sekedarmembantu kelancaran cashflow saja. Bisadipahami kredit dari BPR-BFR, BKK, TPSP,(Tempat Pelayanan simpan Pinjam-KUD)amat membantu modal keija mereka.

Kedua, bagi PKdengan omset antara RP 50juta hingga 2 milyar, tantangan yang dihadapi jauh lebih kompleks. Umumnyamereka muUi memikirkan untuk

melakukan ekspansi usaha lebih lanjut. Ber-dasarkan studi Pusat Konsultasi PengusahaKecil UGM, urutan prioritas permasalahanyang dihadapi oleh PKjenis adalah: Pertama,masalah belum dipunyainya sistem admin-istrasi keuangan dan manajemen yang baikkarena belum dipisahkannya kepemilikandan pengelolaan perusahaan. Kedua,masalah bagaimana menyusun proposaldam membuat studi kelayakan untuk pin-jaman baik dari Bar^ maupun modal Ventura. Ketiga, masalah perbaikan kualitasbarang dan efisiensi terutama bagi yangsudah menggarap pasar ekspor.

ADAKAH FELUANG BAGI USAHA

KECIL?

Melihat konstelansi usaha kecil di Indone

sia,-, masalahnya sekarang adalah: Adakahpeliiang bagi usaha kecil dan bagaimanastrategi mereka dalam era globalisasi danperdagangan bebas?

10

Setidaknya ada 2 macam strategiyang relevan bagi usaha kecil. Pertama,karena kata kunci dalam era globalisasiadalah persaingan, maka usaha kecil dankoperasi perlu memusatkan diri pada ke-unggulan kompetitif yang dimilikinya. Michael Porter (1980; 1985) mengajarkan ba-hwa perusahaan dapat meraih keunggulankompetitif dalam suatu industri denganmemilih satu diantara tiga generic strategies, yaitu: (1) kepemimpinan ongkos:men-gasilkan dan mendistribusikan produk dengan biaya rendah relatif diban^g para pe-saingnya; (2) deferensiasi: upaya pencip-taan sesuatu yang baru yang dirasakan unikoleh keseluruhan industri; (3) fokus: perusahaan dapat melayani pasar yang jelasterdefinisi namun sepit secara lebih baikdibanding pesaing yang melayani pasaryang lebih luas. Analisis Porter (1991)mengenai keunggulan kompetitif lebih me-nekankan padakemampuan usaha kecil untuk meraih sukses dengan secara cermatmendefinisikan pangsa dan segmen (niches)pasar mereka.

Porter mengidentifikasi dua strategi fokusyaitu: (a) strategi fokus berdasarkan biayarendah, yang teigantung pada adanya targetsegmen yang menginginkan biaya rendah;(b) strategi fokus berdasarkan diferensiasi,yang tergantung pada adanya target segmenuang menginginkan atribut keunikan produk. dengan Diamond model-nya,keunggu-lan kompetitif berasal dari perusahaan yangdapat mengembangkan suatu strategi yangjitu yang didesain untuk mefokuskansegenap kekuatannya pada suatu segmenpasar tertentu. Pada tingkat intemasionalatau global, dimensi strategi kompetitiftersebut mencakup ruang lingkup m^tido-mestik ataukah global. Tabel 8 merangkupperbedaan dua spektrum dasar ini. Kuncisiikses bagi usaha kecil, menurut Howard(1990), adalah melakukan adaptasi secaracepat terhadap tekanan persaingan. Kendatidemikian, asumsi implisit dari modelpengembangan usaha kecil tersebut adalahiklim yang kondusif bagi interaksi dan

Tabel 8. Ciri Persaingan dan Strategi Industri

1. Persaingan

2. Strategi

industri

MultldomestlK* Persaingan di tiapnegara pada dasarnyatidak berkaitan denganpersaingan di negaralain.

* Industri Internasionalmenjadi kumpulamyang menarik

* Perusahaan harus

mengelola aktivitasinternasionalnyasebagai suatuportofolio.* Strategi nasionalharus menikmatiotonomi yang tinggi.* Strategi perusahaandi suatu negara amatditehtukan oleh kondisi

persaingan di negaratsb ( country centeredstrategy )* Strategi internasionaljatuh ke dalamseperangkat strategidomestik.

Industri Global

* Suatu industri di mana

posisi kompetitif suatuperusahaan di suatu negarasangat dipengaruhiposisinya di negara lain,vice versa.

* Industri tidak hanya suatukumpulan industri tap! jugaindustri yang berkaitandimana pesaing salingbersaing pada skala dunia.

* Perusahaan harusmengintegerasikanaktivitasnya di tingkat duniauntuk menangkapketerkaitan antar negara.* Pesaing global harusmemandang aktivitasinternasionalnya sebagaisuatu sistem yangrrienyeluruh namun masihtetap menjaga beberapaperspektif negara.

Sumber: Peter Dicken (1992, h.l43); Porter (1986).

11

keterkaitan antara usaha kecil dengan pe-merintah daerah, asosiasi, dan perguruantinggi.

Kedua, apabila peluang imtuk bersaing ti-dak memungkinkan, altematif yang dapatdipilih adalah melalaikan aliansi bisnis. Idedasar aliansi adalah dari pada bersaing sal-ing mematikan lebih baik bekeija sama sal-ing menguntungkan. Secara umum aliansistrategik dalam skala global dapat dikate-gorikan menjadi dua, yaitu: Pertama, aliansipatungan (alliance joint venture), denganciri partner tetap sebagaibadan usaha yangterpisah. Kedua, aliansi khusus-fungsional(functional-specific alliances), dengan ciritidak terjadi pemisahan badan hukum danaliansi terbatas pada sau atau fungsi-fungsikhusus tertentu. Perbedaan dua kategorialiansi ini dapat dilihat pada tabel 9. Baikaliansi strategik yang pertama maupunkedua sebaiknya dUakukanatas pertimban-gan yang bisnis-rasional dan tidakbrdasarkan anjuran pejabat Xsa-ja. Penga-matan di lapangan menunjukkan bahwaprogram kemitraan yang didasarkan ataspetunjuk Bapak X cenderung tidakmendidik dan hanya bersifat musiman.

PENUTUP

Hanya saja para pemikir yang kritis mulaimempertanyakan: ke mana arah sistem ek-onomi kita nantinya ? GBHN memang sudahmenegaskan bahwa perekonomian Indonesia tidak raenganut free-fight leberalismmaupun etatisme. Sistem Ekonomi Pancasilaversi Mubyarto dan Emil Salim, seta isyudemokrasi ekonomi yang sempat ramai be-berapa waktu lalu, nampaknya baru padataraf "normatif dan belum mampu men-jawab dinamika perekonomian Indonesiayang dinilai banyak pihak semakin terbukadan" ke kanan".

Kalaupun ada yang mendengungkanpengembangan koperasi dan usaha kecilbarangkali hanya akan dianggap sebagaiupaya membuat agar perekonomian Indo

12

nesiaberwajahlebih"merakyat". Tanpaber-.maksud mengecilkan arti dan Tcemajuan'koperasi pada saat ini, nampaknya T?ebanberat' koperasi mengmban amanat sebagaisokoguru ekonomi perlu ditinjau kembali.Menjadikankoperasisebagaisokoguru memang sebuah ide mulia, sekaligus menjadimasalah besar. Krena yang terakhir ini se-lalu diartikanperlunya campur tangan pe-merintah dalam pengembangan koperasi,hingga munculah gerakan koperatisasi:koperasi sarat dengan pesan-pesan konsti-tusional dan misi departemental. Koperasidalam konteks ekonomi Indonesia modemharuslah koperasi yang modem pula; iaharus sedinamis perekonomian itu sendiri.Karena persaingan adalah kata kunci dalamekonomiglobal, mau tidak mau, ide koperasi sebagai organisasi ekonomi berwatakbisnis (tidaklagi berwataksosial) simgguhlayak untuk dipertimbangkan. Barangkalisudah saatnya dilakukan semacam businessreengineering bagi koperasi.

Olehkarena itu, apabilakita ingin berbi-cara banyak dalam pasar global, mau tidakmau distorsi semacam itu harus dihilang-kan. Sudah saatnya proteksi bagi industriyangtidak efisien dan "jago kandang" dihi-langkan, setidaknya dikurangi porsinya.Momentum liberalisasi perdaganngandunia dan disepakatinya WTO agaknyamerupakan external pressure untukmeniadakan berbagai proteksi yangmenimbulkan ekonomi biaya tinggi. Iniperlu dibarengi dengan berbagai persiapankelembagaan, infrastruktur dan superas-truktur dalam upaya meningkatkan dayasaing di pasar global. Pengembangan usahakecil dan koperasi sebagai basis ekonomikerakyatan merupakan salah satu langkahstrategik yangperluditindaklanjutidenganlangkah nyata dan tidak hanya berhentipada retorika politifc semata. Agar dapatbersaingdipasarglobal,sudahsaatnyaiklimpersaingan di dalam negeri dibenahi. Dengan langkah semacam itu, Insya Allah, katatidak hanya menjadi "penggembira" dalampersaingan global.

Tabel 9. Duajenis aliansi strategi intemasional.

Alliance joint ventures

Badan hukum terpisahdengan, atau kadang-kadang 'tanpa, kontribusi ekuitas.Kerjasama dapat terbataspada suatu fungsi ataumencakup fungsi yang luasAdalah umum bagi partneryang bekerjasama- dalarnsuatu produk atau segmenpasar tertentu, sementara

pada saat yang sama tetapberoperasi sebagai pesaingdi pasar yang lain.

Fuctionai specific competitive

aiiiance

Badan hukum tidak

terpisah

Kerjasama terbatas padasatu atau sejumlah fungsitertentu , misalnya : (a)dalam litbang (kerjasamadalam riset produk baru.dan teknologi ); (b)persetujuan tisensi sitang(perluasan produk denganmemasarkan produkperusahaan lain dalamsuatu pasar tertentu); (c)persetujuan lisensi silang {hampir sama dengandistribusi silang ,hanyaditambah kemungkin-anmenciptakan standarglobal untuk teknologitertentu ); (d) persetujuankerjasama manufaktur (untuk mencapai skalaekonomis dan mengatasikekurangan/ kelebihankapasitas produksi ); (e)joint bidding consortia (sangat pehting dalamproyek mega ).

Suraber: Business Intemasional (1987) dalam Mudrajad Kuncoro ( 1994).

Daftar pustakaAbimanyu, Anggito (1994),"Orientasi Usaha dan kinerja Bisnis Konglomerat",makalah dalam Seminar Nasiorial "Mencari Keseimbangan Antara Konglomerat danPengusaha kecil-menengah di Indonesia: Permasalahan dan Strategi", Dies NatalisSTIE Widya Wiwaha, Yogyakarta, 30 i^ril.Booth, Anne, ed. (1992), The Oil Boom and after: Indonesian Economic Policydan Performance in the Soeharto Era, Oxford: Oxford Univercity Press.Budiman, Arief (1989), Sistem Perekonomian Pancasila dan Ideologi ilmu sosialdi Indonesia, PT Gramedia, Jakarta.Ducken, peter (1992), Global Shift: The Internationalization of Economic

Activity, edisi ke-2, Paul Chapman Publising Ltd, London.Hill, hal (1990), " Indonesia's Industrial Transformation: Part II", Bulletinof Indonesian Economic Syudies, No. 3, Vol.26, Desember.

(1992),"Manufacturing Industry", dalam Anne Booth (ed.), The Oil Boom and

After: Indonesian Economin Policy and Performance in the Soeharto Era, OxfordUnivercity Press, Singapore.Howard, R. (1990), Can Small Business Help Countries Compete", Havard BusinessReview, November-December.

Kuncoro, Mudrajad (1994), "Struktural Adjustment in Indonesia: A survey of RecentDevelopment", Kelola (Gadjah Mada University Business Review),no.5/111/Januari.

(1994)," Peta Bisnis Aliansi Strategik", Manajemen dan Usahawan Indonesia,November.

(1993),"Indonesia Menjelang Tahun 2000: sebuah renungan", Analisis CSIS,tahun XXII, no.2, maret-April.

Kuncoro, Mudrajad dan Anggito Abimayu (1995),"Struktur dan Kinerja IndutriIndonesia: Adakah Peluang Bagi Usaha Kecil?", kelola Gadjah Mada UniversityBusiness Review, akan segera terbit.Kuncoro, Mudrajad dan Rimawan Pradiptyo (1995), Analisis Struktur-Perilaku-Kinerja Agroindustri Indonesia, laporan Penelitian, program Magister ManajemenUGM, Yogyakarta.

Kustituanto, Bambang, Maskur Wiratmo, Mudrajad Kuncoro, dan R. Agus Sartono(1995), Laporan Akhir Pengembangan Pusat Konsultasi Pengusaha Kecil di PropinsiDaerah Istimewa Yogyakarta, kerjasama Depkop & PPK dengan PPE-FE-UGM,Yogyakarta.

Mubyarto (1990), Sistem dan Moral Ekonomi Pancasila, LP3ES, Jakarta.Porter, Michael E. (1990), The Competitive Advantage of Nations, The Macmillan

Press Ltd, -London and Basingtoke.

(1987)," frCm Competiitve Advantage to Corporate Strategies", HarvardBusiness Review, May-june, pp.43-59.

(1980), Competitive Strategy: Techniquaes for Analizing and'Copetitors,The Free Press, New York.

Rahrdjb, M. Dawam (1995),"Aplikasi dan kritik Perkembangan Koperasi Dewasaihi:, makalah dalam seminar Nasional Apresiasi dan kritik Perkembangan KoperasiIndonesia, Depkop & PPK, Jakarta, 6 Juli.Sumodiningrat, Gunawan (1994), "tantangan dan Peluang Pengembangan Usaha Kecil",Jurnal Tahunan CIDES, no.l,h.157-164.

Swasono, Sri-Edi (ed.) (1987), Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi, Ul-Press,

Jakarta.

World Bank (1993) The Asiah Miracle: Economic Growth and Policy, Oxford: OxfordUniversity Press.

14