oleh: maya jurusan pendidikan bahasa dan sastra …

91
PERSPEKTIF MORFOLOGI DERIVASIONAL DAN INFLEKSIONAL PADA VERBA BERAFIKS BAHASA INDONESIA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Jurusan Pendidikan Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar Oleh: MAYA 10533 7283 13 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2017

Upload: others

Post on 03-Oct-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAHASA INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Jurusan Pendidikan Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh:
MAYA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
dan teman dalam kesepian
Dengan segala kerendahan hati
Ayahanda Ramatta (ALM) dan ibunda Muli tercinta,
Saudara-saudaraku terkasih abang Eko, mbak Pasma,
adik Arman, dan sartika, keluarga dan sahabat-sahabatku,
atas waktu, doa dan kasih sayang yang
tulus, perhatian serta semangat yang diberikan
demi mewujudkan mimpi dan cita-cita penulis.
ABSTRAK
Masalah utama dalam penelitian ini adalah bagaimana proses pembentukan derivasional dan infleksional pada verba berafiks bahasa Indonesia. Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran mengenai proses pembentukan derivasioanl dan infleksioal pada verba berafiks dalam novel origami hati karya Boy Candra.
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif. data dari penelitian ini berupa kata yang mengalami proses afiksasi yaitu proses penambahan afiksasi pada kata kerja (verba). Sumber data dari penelitian ini adalah sebuah novel origami hati karya Boy Candra yang menjadi fokus penelitian, selain itu peneliti juga mengunakan referensi lain untuk menambah pengetahuan dalam mengkaji pembentukan derivasi dan infleksi. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik catat, metode catat yang dilakukan dengan mencatat dan menganalisis kata-kata kerja yang mengalami pembentukan derivasi dan infleksi. Morfologi mengkaji tentang proses pembentukan derifasional dan infleksional pada verba berafiks yang timbul sebagai akibat adanya afiks-afiks yang mengakibatkan adanya kata yang mengalami perubahan kelas kata atau sifatnya mengubah kelas kata dari kata dasarnya yaitu derivasional sedangkan pembentukan proses infleksional tidak yang mengalami perubahan bentuk kelas kata.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam perspektif morfologi proses pembentukan derivasional dan infleksional pada verba berafiks bahasa Indonesia yang terdapat dalam novel origami hati karya Boy Candra yang menjadi objek kajian. Berdasarkan hasil penelitian, bahwa perspektif morfologi dalam proses pembentukan derivasional dan infleksional pada verba berafiks bahasa Indonesia dalam novel origami hati karya Boy Candra pada pembentuka derivasional terdapat 14 kata dan proses afiksasi 4 morfem diantaranya prefiks peng- 4, sufiks –an 7, sufiks –kan 2 dan konfiks ber-/-kan 1. sedangkan pada pembentukan infleksional verba berafiks terjadi 225 kata dan proses afiksasi 9 morfem diantaranya prefiks meng-, ber-, ter-, dan di-, sufiks -kan, konfiks yaitu meng-/- kan, meng-/-i, ber-/-kan, di-/-kan, dan di-/-i. (Prefiks meng- 96 kata, ber- 20, ter- 24, di- 21, sufiks –kan 3 kata, konfiks meng-/-kan 42, meng-/-i 6, di-/-kan 11, dan konfiks di-/-i ada 2 kata).
Kata kunci: Derivasional, Infleksional, dan Afiksasi Verba
vii
KATA PENGANTAR
Tak ada kata yang patut penulis ucapkan selain rasa syukur alhamdulillah
atas karunia Ilahi Rabbi, atas rahmat dan hidayah-Nya jualah sehingga penulis
masih diberikan kekuatan dan kesehatan untuk menyelesaikan karya sederhana
(skripsi) ini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada sang
revolusioner sejati nabiullah Muhammad saw. Sosok pemimpin teladan yang
terpercaya, jujur, dan berakhlakul karimah, yang telah mengeluarkan manusia
dari zaman kebiadaban menuju suatu zaman perubahan yang beradab.
Setiap orang dalam berkarya selalu mencari kesempurnaan, tetapi terkadang
kesempurnaan itu terasa jauh dari kehidupan seseorang. Kesempurnaan bagaikan
fatamorgana yang semakin dikejar semakin menghilang dari pandangan, bagai
pelangi yang terlihat indah dari kejauhan, tetapi kapasitas penulis dalam
keterbatasan. Segala daya dan upaya telah penulis kerahkan untuk membuat
tulisan ini selesai dengan baik dan bermanfaat dalam dunia dan pendidikan,
khususnya dalam ruang lingkup Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Muhammadiyah Makassar.
ayahanda Ramatta (ALM) dan ibunda Muli tercinta yang telah memberikan
pengorbanan mulia demi masa depan, yang telah berjuang, mengasuh,
membesarkan, mendidik, membiayai penulis, serta doa restu yang tak henti-
hentinya menjadi penerang bagi langkah penulis penuh ketulusan. Terima kasih
juga kepada saudara-saudaraku terkasih abang Eko, mbak Pasma, adikku Arman
dan Sartika yang senantiasa memberikan cinta, doa restu, dukungan, serta
semangat kepada penulis.
M.Pd., dan Andi Paida, S.Pd., M.Pd., yang tak henti-hentinya memberikan
motivasi dan dorongan, menyemangati penulis, dan telah bersedia meluangkan
waktunya dengan penuh kesabaran dalam membimbing penulis.
Tidak terkecuali penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada seluruh
rekan mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia khususnya kelas B
Angkatan 2013, atas segala cinta, ketulusan, keikhlasan, kebersamaan, motivasi,
saran, waktu, dan bantuannya kepada penulis yang tak terhingga nilainya. Semoga
segala yang telah diberikan kepada penulis dapat bernilai ibadah di sisi Allah
Swt,.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk
kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk
menyempurnahkan skripsi ini. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan.
Makassar, Oktober 2017
4. Pengertian Kata, Akar Kata, Stem, dan Basis .............................. 10
5. Pengertian Derivasional dan Infleksional ..................................... 13
6. Afiksasi dalam Bahasa Indonesia................................................. 22
B. Kerangka Pikir .................................................................................. 33
D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 38
E. Teknik Analisis Data ......................................................................... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian ................................................................................. 41
A. Simpulan ............................................................................................. 67
B. Saran .................................................................................................... 68
perkembangan bahasa. Hal tersebut menunjukkan, makin maju suatu bangsa serta
makin modern kehidupannya, makin berkembang pula bahasanya. Perkembangan
bahasa harus sejalan dan seiring dengan kemajuan kebudayaan serta peradaban
bangsa sebagai pemilik dan pemakai bahasa tersebut. Ba’dudu, (1993) (dalam
Putrayasa, 2010). Bahasa merupakan suatu ungkapan yang mengandung maksud
untuk menyapaikan sesuatu kepada orang lain. Sesuatu yang dimaksudkan oleh
pembicara dapat dipahami dan dimengerti oleh pendengar atau lawan bicara
melalui bahasa yang diungkapkan.
maupun khusus. Bahasa merupakan alat kumunikasi yang penting bagi manusia,
karena dengan bahasa kita dapat mengetahui informasi yang kita butuhkan dan
dapat pula menyampaikan ide dan gagasan kita mealui bahasa. Bahasa memiliki
peranan penting bagi manusia. Oleh sebab itu, kita harus mampu menguasai
bahasa dan elemen-elemennya, seperti kosa kata, struktur dan lain sebagainya.
Dalam hal ini bahasa menjadi garapan kerangka untuk membedakan aspek
kebahasaan dengan tujuan mengurai unsur dan strukturnya. Tataran tersebut
meliputi fonetik, fonemik, morfologi, sintaksis, semantik, morfosintaksis, dan
leksikologi. Menganai hal tersebut, maka penelitian ini berfokus pada tataran
morfologi.
1
2
fonologi dan sintaksis. Morfologi merupakan salah satu cabang lingiustik yang
mengkaji pembentukan kata. Objek kajian morfologi adalah satuan-satuan
morfologis, proses morfologis, dan alat-alat dalam proses morfologi itu. Alat
pembentukan dalam proses morfologi berupa afiksasi, reduplikasi, komposisi,
akronimisasi, dan konversi.
pengaruhnya terhadap golongan dan arti kata, Ramlan, 1987:21 (dalam Munirah,
2009:3). Selajutnya Verhaar, (1992) morfologi merupakan bagian ilmu bahasa
yang membicarakan atau mempelajari seluk-beluk struktur kata serta pengaruh
perubahan-perubahan struktur kata terhadap kelas kata dan arti kata. Morfologi
mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal.
Salah satu gejala dalam bidang morfologi dalam bahasa Indonesia yang
memiliki peluang permasalahan dan menarik untuk dikaji adalah kajian tentang
afiks sebagai pembentukan kata (polimorfemis). Mengenai hal ini proses
pembentukan dibagi menjadi dua dan sekaligus menjadi objek kajian yaitu bentuk
derivasional dan infleksional. Alasan penulis mengangkat objek kajian ini, karena
kajian ini merupakan hal yang penting dan perlu untuk dikaji dan harapan penulis,
semoga hasil kajian ini bisa bermanfaat bagi masyarakat. Dapat diketahuai bahwa
derivasional adalah proses pengubahan bentuk kata yang mengubah identitas,
sedangkan infleksional adalah proses pengubahan bentuk kata yang tidak
mengubah identitas. Hal ini bisa dipahami sebagai (1) pembentukan kata yang
3
mengubah identitas (untuk derivasional) dan (2) pembentukan kata yang tidak
mengubah identitas (untuk infleksional).
sedangkan infleksional bersifat tidak mengubah kelas kata Djajasudarma, (1993)
dalan Ba’dudu dan Herman (2010). Derivasional dan infleksional dalam
berbahasa sangat penting karena kekurangtepatan membubuhkan afiks pada
sebuah kata akan mempengaruhi arti dan fungsi kata dalam kalimat. Makin cermat
seseorang membubuhkan afiks pada sebuah kata dasar dalam kalimat, makin
mudah maksud kata tersebut dipahami, baik boleh pendengar maupun pembaca.
Afiksasi atau pengimbuhan merupakan proses pembentukan kata dengan
membubukan afiks (imbuhan) pada bentuk dasar, baik bentuk dasar tunggal
maupnn kompleks. Afikasi merupakan alat pembentukan dalam prosese
morfologis yang terdiri dari (prefiks, sufiks, infiks dan konfiks). Dalam proses
afiksasi bukan hanya perubahan bentuk, melainkan juga pembentukan leksem
menjadi kelas. Oleh karena itu, dengan terjadinya afiks maka terjadinya kelas kata
salah satunya terbentuknya afiks verba. Verba merupakan subkategori kata yang
memiliki ciri dapat bergabung dengan partikel tidak, tetapi tidak dapat bergabung
dengan partikel di, ke, dari, sangat, lebih, atau sangat. Verba atau kata kerja
biasanya dibatasi dengan kata-kata yang menyatakan perbuatan dan tindakan.
Pada verba afiksasi, keberadaan afiks derivasional sangat berbeda dengan
afiks infleksional. Secara semantis, afiks derivasi adalah afiks yang menyatu
dengan derivasional dalam rangka membentuk leksikal (leksem), sedangkan afiks
infleksional adalah afiks yang tidak menyatu dengan derivasionalkarena hanya
4
derivasional tidak bisa dilesapkan atau diganti oleh afiks derivasional yang lain.
Jika afiks derivasional dilesapkan atau diganti dengan afiks derivasional yang lain
akan mengubah makna leksikalnya. Sebaliknya, afiks infleksional bisa dilesapkan
dan atau diganti oleh afiks infleksional yang lain. Jika dilesapkan dan/atau diganti
dengan afiks infleksional yang lain tidak akan mengubah makna leksikal tetapi
hanya mengubah kategori infleksional kata gramatikal itu.
Jika sebuah afiks mengubah bentuk bentuk dasarnya, afiks itu bersifat
derivasional. Afiks-afiks yang tidak mengubah kelas kata bentuk dasarnya
biasanya termasuk afiks infleksional. Contohnya pelari adalah nomina, lari adalah
verba berarti pen- telah mengubah kelas kata sehingga termasuk afiks
derivasional. lari verba dan berlari juga verba; berarti ber- tidak mengubah kelas
kata sehingga kemungkinan termasuk afiks infleksional.
Penelitian ini berfokus pada proses pembentukan derivasional dan
infleksional pada verba berafiks bahasa Indonesia. karena jika terjadinya proses
afiks yang akan menghasilkan bentuk-bentuk kelas yang baru dari leksem
dasarnya maka pembentukan kata ini disebut pembentukan derivasional, tetapi
apabila kata tersebut menghasilkan leksem baru dari kata dasarnya, disebut
pembentukan infleksional.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat
diangkat dalam penelitian ini adalah; “Bagaimanakah proses derivasional dan
infleksional pada verba berafiks dalam bahasa Indonesia?”
5
Dari rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penulis
menyimpulkan tujuan yang hendak dicapai, adalah sebagai berikut; “Untuk
mendeskripsikan proses derivasional dan infleksional pada verba berafiks dalam
bahasa Indonesia.”
teoretis maupun bersifat praktis;
1. Secara teoretis penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat untuk
mengembangkan teori kebahasaan dan menambah informasi khazanah
penelitian penelitian kajian morfologi sebagai disiplin ilmu linguistik yamg
memusatkan proses morfologi bentuk derivasional dan bentuk infleksional
pada verba afiksasi bahasa Indonesia.
2. Secara praktis
a) Bagi Peneliti
dalam perkuliahan, khususnya morfologi serta mendapatkan pengalaman dalam
penelitian ilmiah.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi inspirasi dan menjadi salah satu
bahan referinsi dalam melakukan penelitian yang sejenis.
6
pertama kali dilakukan, sudah ada penelitian terdahulu mengenai masalah itu.
Penelitian yang relevan mengenai penelitian ini adalah sebagai berikut;
Dwi Purmato (2006) dalam jurnal Kajian Morfologi Derivasional dan
Infleksional dalam Bahasa Indonesia. FX. Samingin (2013) dalam jurnal
Morfologi Infleksonal dan Derivasional dalam Proses Morfologi Bahasa
Indonesia. Ermanto dan Emidar (2011) dalam jurnal Afiks Derivasi Per-/-An
dalam Bahasa Indonesia: Tinjauan dari Perspektif Morfologi Derivasi dan
Infleksi.
Berdasarkan hasil kajian yang relevan di atas, maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan dan persamaan dengan penelitian yang dilakukan.
Perbedaan penelitian pertama yaitu membahas mengenai penerapan morfologi
derivasional dan morfologi infleksional dalam bahasa Indonesia, Peneliti kedua
membahas mengenai ihwal afiks derivasional dan irnfleksional dan
kemungkinannya untuk diterapkan dalam proses morfologis bahasa Indonesia,
mengingat afiks bahasa Indonesia memang berbeda dengan afiks bahasa lnggis,
yang tergolong dalam bahasa fleksi. Kemudian pada peneliti ketiga yaitu
mengungkapkan proses afiksasi menggunakan imbuhan derivatif per-/-an pada
kata benda yang berasal Indonesia berdasarkan pada teori morfologi derivasi dan
infleksi .
6
7
Perbedaan dari ketiga penelitian di atas yaitu pada objek kajiannya, tetapi
ketiga penelitian ini juga memiliki persamaan yaitu mesing-masing mengkaji
mengenai proses morfologi bentuk derivasional dan infleksional dalam bahasa
Indonesia.
Maka hasil penelitian sebelumnya mengenai bentuk derivasional dan
infleksional dapat meliputi informasi dan acuan bagi peneliti saat ini dalam
meneliti proses morfologi derivasional dan infleksional pada verba berafiks
bahasa Indonesia
Secara etimoligi kata morfologi berasal dari kata morf yang berarti
“bentuk” dan kata logi berarti “ilmu”. Jadi secara harfiah kata morfologi berarti
ilmu mengenai bentuk-bentuk dan pembentukan kata. (Chaer, cet. 1, 2008; cet.
2015).
Tridalaksana mengemukakan bahwa morfolgi (morpholgy) adalah bidang
linguistik yang mempelajari morfem dan kombinasi-kombinasinya).
Munirah, (2009:3) menambahkan bahwa morfologi adalah salah satu cabang
dari ilmu bahasa atau lingiustik yang secara khusus mempelajari seluk-beluk
morfem serta gabungan antara morfem-morfem.
Morfologi juga merupakan bagian ilmu bahasa yang membicarakan atau
mempelajari seluk-beluk struktur kata serta pengaruh perubahan-perubahan
struktur kata terhadap kelas kata dan arti kata. Morfologi mengidentifikasi satuan-
satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal, Verhaar, (1992) (dalam Ida Bagus
8
morfologi merupakan kajian bahasa dari bentuk kata.
Menurut Crystal (1980:232-233) (dalam Ba’dudu dan Herman, 2010:1),
morfologi adalah cabang tata bahasa yang menelaah struktur atau bentuk kata,
utamanya melalui penggunaan morfem.
Ramlan (1985) (dalam Muh. Darwis, 2012:8) mendefenisikan morfologi
sebagai bagian dari ilmu bahasa yang mempelajari seluk beluk bentuk kata serta
perubahan bentuk kata terhadap arti dan golongan kata. Menurut defenisi ini kata
itu memiliki ciri bentuk dan setiap kata dapat mengalami perubahan bentuk yang
berpengaruh terhadap arti dan penjenisan atau kategorisasinya.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
morfologi merupakan ilmu bahasa atau lingiustik yang mengkaji atau mempelajari
tentang seluk-beluk struktur kata dan pembentukan kata serta pengaruh
perubahan-perubahan terhadap kelas kata atau arti kata.
3. Pengertian Morfem, Alomorf, dan Morf
a. Morfem
Morfem adalah satuan morfologi yang tidak dapat dibagi lagi menjadi
satuan-satuan yang lebih kecil, dalam arti kata yang ada dalam rangkain kata-kata
mempunyai fungsi formal yang sama dan tidak dapat dibagi lagi. Bentuk
linguistik di atas diartikan sebagai setiap kombinasi fonem yang mengadung
makna. Jadi morfem merupakan satuan gramatikal terkecil yang mempunyai arti.
Menurut Bauer (1987:13-17) menyatakan bahwa satuan-satuan dasar
analisis yang dikenal dalam morfologi adalah morfem. Selajutnya O’Grady dan
Dobrovolsky (1989:91) menyatakan bahwa kata bukanlah suatu bahasa terkecil
9
yang bermakna, karena kata dapat diuraikan lebih lanjut. Satuan-satuan bahasa
terkecil yang makna adalah morfem yang bersifar arbitrer, yang berarti hubungan
antara bunyi dari suatu morfem dengan maknanya sama sekali bersifat
konvensional, bukan berakar pada objek yang mewakilinya.
Menurut Bloomfield, morfem adalah satu bentuk bahasa yang sebagiannya
tidak mirip dengan bentuk lain manapun juga, baik bunyi maupun arti, adalah
bentuk tunggal atau morfem.
Sejalan dengan defenisi ini, Akmajian dkk, (1984:58) dalam Ba’dudu dan
Herman, (2010:6-7). menyatakan bahwa morfem adalah suatu bentuk terkecil dari
pembentukan kata dalam suatu bahasa yang tidak dapat diuraikan lebih lanjut ke
dalam bagian-bagian yang bermakna atau dapat dikenal.
Jadi, morfem adalah unit terkecil dalam bahasa sebagai unsur pembentuk
kata yang bersifat abstrak. Dalam Bahasa Indonesia, morfem bisa berupa imbuhan
atau kata yang bisa berdiri sendiri tanpa adanya imbuhan.
Berdasarkan distribusinya, morfem dibagi menjadi 2 macam, yaitu morfem
bebas dan morfem terikat. Morfem bebas adalah morfem yang tanpa keterkaitanya
dengan morfem lain dapat langsung digunakan dalam penuturan. Chaer
(2007:152) menyatakan bahwa morfem bebas adalah morfem yang tanpa adanya
morfem lain dapat muncul dalam penuturan. Misalnya, morfem pulang, merah,
dan pergi. Morfem bebas itu tentunya berupa morfem dasar. Sedangkan morfem
terikat adalah morfem yang harus terlebih dahulu bergabung dengan morfem lain
untuk dapat digunakan dalam penuturan. Dalam hal ini semua afiks dalam bahasa
Indonesia termasuk morfem terikat. Di samping itu banyak juga morfem terikat
yang berupa morfem dasar, seperti, henti, juang, dan geletak. Untuk dapat
10
digunakan ketiga morfem lain. Misalnya, juang menjadi berjuang, pejuang, dan
daya juang.
Morfem sebenarnya merupakan barang abstrak karena ada konsep.
Sedangkan yang konkret, yang ada dalam pertuturan adalah alomorf, yang tidak
lain dari relisasi dari morfem itu. Jadi sebagai realisasi dari morfem itu, alomorf
bersifat nyata atau ada.
ada juga morfem yang direalisasikan dalam beberapa bentuk alomorf. Misalnya,
morfem (ber-) memiliki tiga bentuk alomorf, yautu ber-, be-, dan bel-.
Berdasarkan beberapa contoh di atas dapat disimpulkan bahwa alomorf adalah
anggota dari himpunan yang digunakan morf yang mewakili morfem khusus yang
ditentukan secara fonetis, leksikal, dan gramatikal.
Morf adalah bentuk yang belum diketahui statusnya, apakah sebagai
morfem atau sebagai alomorf. Maka dapat dikatakan bahwa wujud fisik morf
adalah sama wujud fisik alomorf. Sedangkan morfem merupakan abstraksi dari
alomorf atau alomorf-alomorf yang ada.
4. Pengertian Kata, Akar Kata, Stem, dan Basis
a. Kata
mengungkapkan bahwa kata adalah suatu ujaran yang mempunyai pengenalan
intuitif universal oleh penutur asli, baik dalam bahasa lisan maupun dalam bahasa
tulisan. Menurut Loenard Bloomfield, kata adalah satuan terkecil yang dapat
membantuk suatu ujaran lengkap.
menjelaskan kata sebagai satuan fonologis sebagai berikut:
Ciri fonologis untuk kata dalam bahasa Indonesia adalah: (1) pola
fonotaktik tertentu, yaitu pola umum suku kata V, VK, KV, KVK, KKV, VKK,
KVKK, KKKV, dan KKKVK; (2) tidak ada gugus konsonan pada suku terakhir,
kecuali /ns/ dan /ks/, itupun yang berasal dari bahasa asing; (3) tidak memiliki
ciri-ciri suprasegmental untuk menentukan batas kata; (4) jeda potensial; (5)
apabila ditemukan urutan fonem seperti /mg/, /mt/, /td/, /kg/, dapat dipastikan
bahwa fonem yang kedua merupakan bagian kata lain.
O’grady dan Dobrovolsky (1989:91) menyatakan bahwa defenisi kata
yang paling umum diterima oleh para lingius adalah bahwa kata merupakan suatu
bentuk bebas yang terkecil, yaitu suatu unsur yang dapat muncul tersendiri dalam
berbagai posisi dalam kalimat.
Parere (1994) dalam Ida Bagus Putrayasa (2008) mengatakan bahwa: (1)
kata mendapatkan tempat yang penting dalam analisis bahasa. Kata adalah satu
kesatuan sintaksis dalam tutur atau kalimat; (2) kata dapat merupakan satu
kesatuan penuh dan komplet dalam ujar sebuah bahasa, kecuali partikel; dan (3)
kata dapat ditersendirikan. Hal tersebut berarti sebuah kata dalam kalimat dapat
dipisahkan dari yang lain dan juga dipindahkan. Dari uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa kata adalah bentuk bebas terkecil yang mempunyai kesatuan
fonologis dan kesatuan gramatis yang mengandung suatu pengertian.
12
Akar kata, stem, dan basis adalah istilah-istilah yang digunakan dalam
literatur untuk menunjukkan bagian kata yang tersisa ketika semua afiks telah
dikeluarkan. Akar kata adalah suatu bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih
lanjut, apakah dalam kaitanya dengan morfologi derivasional maupun morfologi
infleksional. Akar kata adalah bagian suatu bentuk kata yang tersisa apabila
semua afiks infleksional dan derivasional dibuang. Akar kata adalah bagian
mendasar yang selalu hadir dalam suatu leksem. Misalnya pada kata
memberlakukan setelah semua afiksnya ditinggalkan (yaitu prefiks me-, prefiks
ber-, dan sufiks-kan) dengan cara tertentu, maka yang tersisa adalah akar laku.
Akar laku ini tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi tanpa merusak makna akar
tersebut.
Stem menjadi perhatian hanya apabila menyangkut morfologi infleksional.
Stem boleh kompleks, boleh pula tidak. Stem kompleks boleh mengandung afiks
derivasional, boleh pula mengandung lebih dari satu akar. Afiks infleksional
ditambahkan kepadanya, bukan afiks derivadional. Stem adalah bagian bentuk
kata yang tersisa apabila semua afiks infleksional dibuang. Stem digunakan untuk
menyebut bentuk dasar dalam proses pembentukan kata inflektif, atau
pembubuhan afiks inflektif. Dalan bahasa Indonesia proses pembentukan kata
inflektif hanya terjadi pada proses pembentukan verba transitif, yakni verba yang
berafikfs me- (yang dapat diganti dengan di-, prefiks ter-, dan prefiks zero).
Misalnya, pada kata membeli pangkalnya adalah beli, pada kata mendaratkan
13
pangkalnya adalah daratkan, dan pada kata menagisi pangkalnya adalah bentuk
tangisi.
Basis adalah suatu bentuk yang kepadanya afiks ditambahkan afiks apa
saja. Hal ini berarti bahwa suatu akar kata atau stem dapat disebut basis, namun
himpunan basis tidak dilengkapi dengan penggabungan himpunan akar dan
himpunan stem, suatu bentuk yang dapat diuraikan secara derivasional yang
kepadanya afiks derivasional dapat ditambahkan disebut basis. Istilah bentuk
dasar atau dasar (base) biasanya digunakan untuk menyebut sebuah bentuk yang
menjadi dasar dalam suatu proses morfologi. Bentuk dasar ini dapat berupa
morfem tunggal, tetapi dapat juga berupa gabungan morfem. Umpamanya pada
kata berbicara yang terdiri dari morfem ber- dan morfem bicara maka morfem
bicara adalah bentuk dasar dari kata berbicara itu, kebetulan juga berupa morfem
dasar.
a. Bentuk Derivasional
kontruksi yang berbeda distribusinya dari dasarnya. Selanjutnya, Suparman, 1979
dalan Clark, (1981) menyatakan derivasional merupakan proses morfologi karena
afiksasi yang menyebabkan terbentuknya berbagai macam bentukan dengan
ketentuan bahwa bentukan tersebut berubah kelas katanya dari kata dasarnya.
Subroto, (2012:10) derivasi adalah perubahan morfemis yang menghasilkan
kata dengan identitas leksikal yang berbeda (kata baru atau leksem baru). Hal ini
mengandung pengertian bahwa derivasional mengacu pada konsep perubahan
14
struktur internal kata dilihat dari urutan morfem-morfemnya yang secara umum
dilabeli dengan “Pembentukan kata”.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Derivation adalah
proses pembentukan kata dengan cara memberi afiks atau imbuhan pada kata
tersebut, sehingga pembentukan kata baru yang dihasilkan tersebut akan
menghasilkan perubahan kelas kata dan perubahan makna. Afiks-afiks yang dapat
membentuk derivasional anatara lain; ke-/-an dalam kebaikan, per-/--an dalam
pertunjukkan, pe-/-an dalam penurunan.
1) Afiks Formator Derivasional
derivasional antara lain:
a) meng- digabungkan dengan kata benda Misalnya: -meng- + gunting = menggunting (kata kerja)
-meng- + sapu = menyapu (kata kerja) -meng- + gambar = menggambar (kata kerja) -meng- + sampul = menyampul (kata kerja) -meng- + lem = mengelem (kata kerja) -meng- + bor = mengebor (kata Kerja)
b) ber- digabungkan dengan kata benda Misalnya: -ber- + sepeda = bersepeda (kata kerja)
-ber- + kebun = berkebun (kata kerja) -ber- + sampan = bersampan (kata kerja) -ber- + sepatu = bersepatu (kata kerja) -ber- + jalan = berjalan (kata kerja)
c) per- digabungkan dengan kata sifat Misalnya: -per- + panjang = perpanjang (kata kerja)
-per- + lebar = perlebar (kata kerja) -per- + tinggi = pertinggi (kata kerja) -per- + besar = perbesar (kata kerja) -per- + sulit = persulit (kata kerja)
15
membentuk kata, yaitu konfiks atau imbuhan gabung pembentuk kata yang
sifatnya mengubah kelas kata. Berikut adalah beberapa contoh afiks majemuk
derivasional.
a) Per-an digabungkan dengan kata kerja Misalnya: -tunjuk + per-an = pertunjukan (kata benda)
-kerja + per-an = pekerjaan (kata benda) -sentuh + per-an = persentuhan (kata benda) -mandi + per-an = permandian (kata benda)
b) peng-an digabungkan dengan kata kerja Misalnya: -turun + peng-an = penurunan (kata benda)
-tarik + peng-an = penarikan (kata benda) -tunjuk + peng-an = penunjukan (kata benda) -tembak+ peng-an = penembakan (kata benda) -angkut + peng-an = pengangkutan (kata benda)
Keterangan:
Dari beberapa contoh bentuk afiks majemuk derivasional di atas yaitu
dengan adanya penambahan afiksasi atau imbuhan maka kata tersebut mengalami
perubahan kelas kata seperti pada kata kerja dasar mandi dengan mengalami
penambahan konfiks per-an menjadi permandian maka secara langsung kata
tersebut akan mengalami perubahan kelas kata menjadi kata benda. Sama hal
dengan kata kerja dasar angkat ditambahkan konfiks peng-an menjadi
pengangkutan maka kata tersebut akan mengalami perubahan kelas kata dari kelas
kata kerja menjadi kata benda.
16
dengan dasarnya, (Samsuri, 1980) (dalam Putrayasa, 2010:113). Dapat juga
dikatakan bahwa infleksional adalah proses morfologi karena afiksasi yang
menyebabkan terbentuknya berbagai bentukan dengan ketentuan bahwa bentukan
tersebut tetap dalam kelas kata-kata yang sama. Jadi tidak terjadi perubahan kelas
kata, (Clark, 1981).
yang berbeda yang disesuaikan dengan katagori gramatikalnya. Bentuk-bentuk
tersebut dalam morfologi infleksional disebut paradigma infleksional”.
Menurut Kridalaksana, (1993:830) mengatakan bahwa infleksi adalah
perubahan bentuk kata yang menunjukkan berbagai hubungan gramatikal yang
mencakup deklinasi nomina, pronomina, ajektiva, dan konjungsi verba, serta
merupakan unsur yang ditambahkan pada sebuah kata untuk menunjukkan suatu
hubungan gramatikal.
Menurut Bickford dkk, (dalam Ba’dulu dan Herman, 2005:12)
morfologi infleksional tidak mengubah satu kata menjadi kata yang lain dan tidak
pernah mengubah kategori sintaksis sebaliknya menghasilkan bentuk lain dari
kata yang sama”. Pembentukan kata secara inflektif, tidak membentuk kata baru,
atau kata lain yang berbeda identitas leksikalnya dengan bentuk dasarnya. Hal ini
berbeda dengan pembentukan kata secara derivatif atau derivasional.
Pembentukan kata secara derivatif membentuk kata baru, kata yang identitas
leksikalnya tidak sama dengan kata dasarnya.
17
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa infleksional adalah
perubahan bentuk kata tanpa mengubah identitas leksikal kata itu atau tanpa
mengubah kelas katanya. Secara khusus perubahan bentuk sebuah kata kerja
dengan tetap mempertahankan identitas kata kerja itu sama saja artinya dengan
mengubah bentuk kata itu, tapi makna kata seperti yang terkandung dalam kata itu
tidak berubah.
makna tetap, sedangkan afiks derivasional belum tentu (Bauer, 1988:77). Pada
proses infleksi, perubahan kata dasar menjadi kata bentukan tidak mengubah
makna, sedangkan pada proses derivasi kata bentukan yang dihasilkan biasanya
memiliki makna yang berbeda atau relatif berbeda dari makna bentuk dasarnya.
Secara infleksional, pada kata tembak, perubahan menjadi menembak,
ditembak, dan tertembak tidak mengubah makna bentuk kelas kata, namun hanya
mengubah makna gramatikal.
menjadi penembak (adjektiva) memiliki makna yang sangat berbeda dari bentuk
dasarnya. Dengan demikian, selain terjadi perubahan makna pada derivasi,
sebagaimana telah diungkapakan pada prinsip (1), terjadi pula perubahan kelas
atau identitas kata. Afiks derivasional lebih dekat dengan akar kata daripada afiks
infleksional (Bauer, 1988: 80).
Alat yang digunakan untuk penyesuaian bentuk itu biasanya berupa afiks,
yang mungkin berupa prefiks, infiks, dan sufiks; atau juga berupa modifikasi
internal, yakni perubahan yang terjadi di dalam bentuk dasar itu.
Perubahan atau penyesuaian bentuk pada verba disebut konjugasi, dan perubahan
18
atau penyesuaian pada nomina dan adjektif disebut deklinasi. Konjugasi pada
verba biasanya berkenaan dengan kala (tense), aspek, modus, persona, jumlah,
dan jenis. Sedangkan deklinasi biasanya berkenaan dengan jumlah, jenis, dan
kasus. Hanya bentuknya saja yang berbeda, yang disesuaikan dengan kategori
gramatikalnya. Bentuk-bentuk tersebut dalam morfologi infleksional disebut
paradigma infleksional. Afiks-afiks yang membentuk infleksional adalah meng-
pada kata mendengar, ber- pada kata berlari, ter- pada kata terangkat, peng- pada
kata peladang, di- pada kata dipukul, -i pada kata tulisi, -kan pada kata ambilkan,
-an pada kata lautan. Pada umumnya, perubahan bentuk atau proses morfologis
(infleksional) tersebut hanya menyatakan hubungan sintaksis dan tidak membawa
pemindahan dari satu kelas kata ke kelas kata yang lain.
Selain itu, infleksional selalu berkaitan dengan konjugasi dan deklinasi.
Konjugasi adalah alternasi infleksional pada verba, dan deklinasi adalah alternasi
infleksional pada nomina dan pada kelas-kelas kata yang dapat disebut
“Nominal”, seperti “Pronomina” dan “Adjektiva”. Pronomina adalah dekat pada
nomina karena mengganti nomina (maka dari itu: “pro-”, artinya sebagai
pengganti), yaitu dalam konteks; dan adjektiva adalah dekat pada nomina oleh
karena “Menyesuaikan diri” pada nomina yang dimodifikasi olehnya dengan cara
yang bermacam-macam.
dibagi menjadi dua, yaitu afiksasi dan reduplikasi. Fleksi afiksasional adalah
fleksi dengan afiks. Afiks dalam bahasa indonesia ada beberapa macam
berdasarkan tempatnya yaitu, prefiks, sufiks, infiks dan konfiks. Bila
nonsegmental dapat berupa modifikasi vokal dan suprasegmental.
19
Afiks formator adalah afiks-afiks yang membentuk kata, yaitu afiks-afiks
pembentuk kata yang sifatnya tidak mengubah kelas kata. Berikut akan diberikan
beberapa contoh afiks formator.
a. Meng- digabungkan dengan kata kerja Contoh: - meng- + dengar = mendengar (kata kerja)
- meng- + pukul = memukul (kata kerja) - meng- + tendang = menendang (kata kerja) - meng- + tulis = menulis (kata kerja) - meng- + karang = mengarang (kata kerja)
b. Ber- digabungkan dengan kata kerja Contoh: - ber- + lari = berlari (kata kerja)
- ber- + kerja = bekerja (kata kerja) - ber- + main = bermain (kata kerja) - ber- + tinju = bertinju (kata kerja)
c. Ter- digabungkan dengan kata kerja Contoh: - ter- + angkat = terangkat (kata kerja)
- ter- + injak = terinjak (kata kerja) - ter- + pukul = terpukul (kata kerja) - ter- + ambil = terambil (kata kerja) - ter- + jual = terjual (kata kerja)
d. Di- digabungkan dengan kata kerja Contoh: - di- + pukul = dipukul (kata kerja)
- di- + tikam = ditikam (kata kerja) - di- + tendang = ditendang (kata kerja) - di- + ambil = diambil (kata kerja) - di- + sodok = disodok (kata kerja)
2) Afiks Majemuk Infleksional
Afiks majemuk adalah konfiks maupun imbuhan gabung yang membentuk
kata, yaitu konfiks dan imbuhan gabung pembentuk kata yang sifatnya tidak
mengubah kelas kata. Berikut adalah beberapa contoh afiks majemuk.
20
a) Ber-/-an digabungkan dengan kata kerja Contoh: -pukul + ber-/-an = berpukulan (kata kerja)
-lari + ber-/-an = berlarian (kata kerja) -kejar + ber-/-an = berkejaran (kata kerja) -senggol + ber-/-an = bersenggolan (kata kerja) -tentang + ber-/-an = bertentangan (kata kerja)
b) Meng-/-kan digabungkan dengan kata kerja Contoh: -kerja + meng-/-kan = mengerjakan (kata kerja)
-terjun + meng-/-kan = menerjunkan (kata kerja) -tembak + meng-/-kan = menembakkan (kata kerja) -tunjuk + meng-/-kan = menunjukkan (kata kerja) -buat + meng-/-kan = membuatkan (kata kerja)
c. Perbedaan Bentuk Derivasional dan Infleksional
Sejumlah cara membedakan afiks derivasi dengan afiks infleksi menurut
Bauer adalah: (1) jika suatu afiks mengubah kelas kata, berarti afiks derivasi, dan
jika tidak mengubah kelas kata, biasanya, afiks infleksi (tetapi dapat pula afiks
derivasi); (2) afiks derivasi mempunyai makna yang tidak tetap (tidak teratur),
sedangkan afiks infleksi selalu mempunyai makna yang tetap (teratur); (3) suatu
kaidah umum adalah afiks derivasi kurang produktif sedangkan afiks infleksi
sangat produktif.
memaparkan beberapa perbedaan antara derivasional dan infleksional
adalahsebagai berikut;
1) Dervasional cenderung formasi dalam, muncul lebih dekat ke stem ketimbang
afiks derivsional. Sedangkan infleksi cenderung mrupakan formasi luar,
muncul lebih jauh dari stem ketimbang afiks derivasional.
21
terbatas, sedangkan infleksional cenderung kurang bervariasin namun dengan
distribusi yang luas.
3) Derivasional digunakan untuk menetapkan kata-kata dalam suatu kelas dan
umunnya mengubah kelas kata, sedangkan infleksi digunakan ntuk
mencocokkan kata-kata bagi pemekaian dalam sintaksis, namun tidak pernah
mengubah kelas kata.
4) Kata-kata yang dibentuk melalui derivasional termasuk kelas distribusi yang
sama dengan anggota-anggota yang tidak diturunkan. Perubahan yang
diakibatkan oleh derivasi relevan secara morfologis, sedangkan kata-kata
yang dibentuk melalui infleksi tidak termasuk kelas distribusi yang sama
dengan anggota-anggota yang tidak diinflikasikan dari kelas kata yang sama
infleksi secara sintaksis.
5) Paradigma derivasional cenderung tidak dibatasi dengan baik heterogen, dab
hanya menentukan kata-kata tunggal, sedangkan paradigma infleksional
cenderung dibatasi dengan baik, homogen dan menentukan kelas-kelas kata
bentuk mayor.
Di pihak lain, morfologi Infleksional tidak mengubah suatu kata menjadi
kata yang lain dan tidak pernah mengubah ketegori sintaksis sebaliknya
menghasilkan bentuk lain dari kata yang sama. Ada tiga perbedaan penting lain
antara infleksi dan derivasi.
produktif, sedangkan derivasional biasanya tidak priduktif. Hal ini berarti bahwa
jika kita mengambil afiks infleksional yang biasanya muncul dengan verba, maka
22
kita akan dapat menambahkannya kepada kata-kata yang baru dibentuk atau
dipinjam. Di pihak lain, afiks derivasional tidak dapat digunakan dengan
keumuman seperti ini. Sesungguhnya afiks derivasional sering tidak dapat
digunakan bahkan pada kata-kata berbeda dalam bahasa itu selama berabad-abad.
Tentu saja, beberapa afiks derivasional lebih produktif dari yang lainnya.
Perbedaan lainnya adalah bahwa afiks derivasional sering memiliki makna
leksikal, sedang afiks infleksional biasanya memiliki makna gramatikal.
Perbedaan ketiga antara infleksi dan derivasi ialah bahwa infleksi biasanya
disusun ke dalam suatu paradigma, sedangkan derivasi tidak.
Pada prinsipnya derivasi merupakan proses pembentukan kata yang
menghasilkan leksem baru (menghasilkan leksem baru (menghasilkan kata-kata
yang berbeda dari paradigma yang berbeda). Berbeda dengan derivasi, infleksi
berdasarkan paparan di atas dapat dimaknai sebagai proses pembentukan kata
yang menghasilkan bentukan kata-kata yang berbeda dengan paradigma yang
sama. Pembentukan derivasi bersifat tidak dapat diramalkan sedangkan
pembentukan infleksi bersifat teramalkan (predictable).
6. Afiksasi dalam Bahasa Indonesia
Ada beberapa ahli bahasa Indonesia yang telah meneliti morfologi bahasa
Indonesia, antara lain Abdul Chaer (2008), Gorys Keraf (1991), Harimurti
Kridalaksana (2007), Hasan Alwi et al. (2003), dan Ramlan (1987). Salah satu
bagian yang diteliti dalam bidang morfologi adalah afiksasi.
Afiksasi atau pengimbuhan adalah proses pembentukan kata dengan
membubuhkan afiks (imbuhan) pada bentuk dasar, baik bentuk dasar tunggal
maupun kompleks.
Ramlan (1987: 54) menyebut afiksasi sebagai proses pembubuhan afiks,
yaitu pembubuhan afiks pada sesuatu satuan, baik satuan itu berupa bentuk
tunggal maupun bentuk kompleks, untuk membentuk kata. Afiks adalah bentuk
(atau morfem) terikat yang dipakai untuk menurunkan kata (Alwi et al., 2003: 31)
Richards (1992) dalam Putrayasa (2008:5) juga menjelaskan bahwa dalam
pembentukan kata dengan proses afiksasi, afikslah yang menjadi dasar untuk
membentuk kata. Afiks adalah bentu linguistik yang pada suatu kata yang
merupakan unsur langsung dan bukan kata atau pokok kata, yang memiliki
kemampuan melekat pada bentuk-bentuk lain untuk membentuk kata atau pokok
kata baru. Afiks merupakan bentuk terikat yang dapat ditambahkan pada awal,
akhir atau tengah kata.
Selanjutnya Kridalaksana (1993) dalam Putrayasa (2010:5) menyebutkan
bahwa afiks merupakan bentuk terika yang jika ditambahkan pada bentuk lain
akan mengubah bentuk gramatikalnya.
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk
dasar. Dalam proses ini terlibat unsur-unsur: (1) dasar atau bentuk dasar, (2) afiks,
(3) makna gramatikal yang dihasilkan. Proses ini dapat bersifat inflektif dan dapat
pula bersifat derivatif. Namun, proses ini tidak berlaku untuk semua bahasa. Ada
sejumlah bahasa yang tidak mengenal proses afiksasi ini. Bentuk dasar atau kata
dasar yang menjadi dasar dalam proses afiksasi dapat berupa akar, yakni bentuk
terkecil yang tidak dapat disegmentasikan lagi, misalnya; meja, beli, makan, dan
sikat.
prefiks, sufiks, infiks, dan konfiks.
24
Afiks yang ditempatkan di bagian muka suatu kata dasar disebut prefiks.
Prefiks yaitu afiks yang diimbuhkan di awal bentuk dasar. Prefiks dalam bahasa
Indonesia antara lain ber-, di-, meng-, per-, se-, peng-, dan ter-. seperti meng-
pada kata menghibur.
Infiks adalah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar. Dalam bahasa
Indonesia antara lain; -el-, -em-, dan –er-, misalnya infiks -el- pada kata telunjuk,
dan -er- pada kata seruling.
Sufiks adalah afiks yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar.
Sufiks dalam bahasa Indonesia antara lain -an, -i, -nya, dan -kan. Umpamanya,
dalam bahasa Indonesia, sufiks -an pada kata bagian, dan sufiks -kan pada kata
bagikan.
Konfiks adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian pertama
berposisi pada awal bentuk dasar, dan bagian yang kedua berposisi pada akhir
bentuk dasar. Kombinasi afiks dalam bahasa Indonesia antara lain ber-/-an, ber-/-
kan, ke-/-an, per-/-kan, di-/-i, di-/-kan, diper-/i, diper-/-kan, diber-/-kan meng-/-i,
meng-/-kan, memper-/-i, memper-/-kan, per-/-i, ter-/-i, member-/-kan, terper-/-i,
terper-/-kan, terber-/-kan, dan ter-/-kan. Seperti pada kata verba lari ditambah
konfiks meng-/-kan menjadi kata verba melarikan.
Untuk dapat digunakan di dalam kalimat atau pertuturan tertentu, maka
setiap bentuk dasar, terutama dalam bahasa fleksi dan aglutunasi, harus dibentuk
lebih dahulu menjadi sebuah kata gramatikal, baik melalui proses afiksasi, proses
reduplikasi, maupun proses komposisi. Pembentukan kata ini mempunyai dua
sifat, yaitu pertama membentuk kata-kata yang bersifat inflektif, dan kedua yang
bersifat derivatif.
25
Afiks dapat dibagi menjadi dua jenis afiks, yaitu afiks-afiks infleksional dan
afiks-afiks derivasional. Afiks infleksional adalah afiks yang mampu
menghasilkan bentuk-bentuk kata yang baru dari leksem dasarnya, sedangkan
afiks derivasional adalah afiks yang menghasilkan leksem baru dari leksem dasar.
Misalnya dalam bahasa Indonesia dibedakan prefiks meng- yang infektif dan
prefiks meng- yang derivatif. Sebagai afiks inflektif prefiks meng- menandai
bentuk kalimat indikatif aktif, sebagai kebalikan dari prefiks di- yang menandai
bentuk indikatif pasif. Sebagai afiks derivatif, prefiks meng- membentuk kata baru
yaitu kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan bentuk dasarnya.
Misalnya, terdapat pada kata membesar yang berkelas verba dari dasar ajektiva
besar atau mematung yang berkelas verba dari dasar nomina patung.
Proses afiksasi bukan hanya perubahan bentuk, melainkan juga
pembentukan leksem menjadi kelas tertentu. Oleh karena itu, Kridalaksana (2007)
dalan Putrayasa (2008) mengelompokkan afiks-afiks menjadi afiks-afiks
pembentuk verba, afiks-afiks pembentuk adjektiva, afiks-afiks pembentuk
nomina, afiks-afiks pembentuk adverbia, afiks-afiks pembentuk numeralia, dan
afiks-afiks pembentuk interogativa. Hal yang sama juga dilakukan oleh Chaer
(2008: 106-168) yang mengelompokkan afiks-afiks menjadi afiksafiks pembentuk
verba, afiks-afiks pembentuk nomina, dan afiks-afiks pembentuk adjektiva.
7. Verba dalam Bahasa Indonesia
Banyak pakar bahasa mengemukakan pendapatnya mengenai verba. Chaer
(2007: 166) mengemukakan bahwa verba adalah kata yang menyatakan tindakan
atau perbuatan. Di samping itu, menurut Kridalaksana (2008:51) bahwa verba
merupakan kata yang memiliki ciri dapat bergabung dengan partikel tidak, tetapi
26
tidak dapat bergabung dengan partikel di, ke, dari, sangat, lebih, atau agak. Selain
itu, verba juga dapat dicirikan oleh perluasan kata tersebut dengan rumus verba +
dengan kata sifat. Misalnya, bernyanyi dengan lembut. Kata bernyanyi merupakan
verba
dalam frasa, yakni dalam hal kemungkinannya satuan itu didampingi partikel
tidak dalam konstruksi dan dalam hal tidak dapat didampinginya satuan itu
dengan partikel di, ke, dari, atau dengan partikel seperti sangat, lebih, atau agak
Kridalaksana, 1986:50ff) dalam Muh. Darwis (2012:29).
Selain itu verba juga dapat dicirikan oleh perluasan kata tersebut dengan
rumus V+ dengan kata sifat. Verba atau kata kerja biasanya dibatasi dengan kata-
kata yang menyatakan perbuatan atau tindakan. Namun batasan ini masih kabur
karena tidak mencakup kata-kata seperti tidur dan meninggal yang dikenal
sebagai kata kerja tetapi tidak menyatakan perbuatan atau tindakan sehingga verba
disempurnakan dengan menambah kata-kata yang menyatakan gerak badan ...,
atau terjadinya sesuatu sehingga batasan itu menjadi kata kerja adalah kata-kata
yang menyatakan perbuatan, tindakan, proses, gerak, keadaan dan terjadinya
sesuatu (Keraf, 1991 :72).
Menurut Alwi, dkk (2003: 87), secara umum verba dapat diidentifikasi dan
dibedakan dari kelas kata yang lain, terutama dari adjektiva, karena ciri-ciri
berikut. (1) Verba memiliki fungsi utama sebagai predikat atau sebagai inti
predikat dalam kalimat walaupun dapat juga mempunyai fungsi lain. (2) Verba
mengandung makna inheren “Perbuatan” (aksi), “Proses”, atau “Keadaan” yang
bukan sifat atau kualitas. (3) Verba, khususnya yang bermakna “Keadaan”, tidak
27
dapat diberi prefiks ter- yang berarti “Paling”. (4) Pada umumnya verba tidak
dapat bergabung dengan kata-kata yang menyatakan makna kesangatan.
Menurut Kridalaksana (1986) dalam Muh. Darwis, (2012:24:25) verba
merupakan kategori kata yang dalam frasa memiliki memungkinan didampingi
kata tidak dan tidak dapat didampingi kata di, ke, dari, sangat, lebih, atau agak.
Kategori kata verba ini disubkategorikan lebih lanjut menjadi sebagai berikut;
a. Dilihat dari segi bentuknya, yaitu verba dasar bebas, yaitu verba yang berupa
morfem dasar bebas, misalnya makan, tidur, minum dll. dan verba turunan,
yaitu verba yang telah mengalami afiksasi, reduplikasi, gabungan proses, atau
berupa paduan leksem, misalnya (1) Verba berafiks adalah verba yang
mengalami afiksasi. (penambahan imbuhan pada kata dasar).
Contoh: tertawa, berbuat, memasak. (2) Verba berduplikasi adalah verba
yang mengalami reduplikasi (pengulangan). Contoh : pergi-pergi, membaca-
baca, pulang-pulang. (3) Verba berkomposisi adalah verba yang mengalami
penggabungan (menggabungkan dua kata dasar atau lebih). Contoh: berunjuk
rasa, berjalan kaki, berpangku tangan.
b. Apabila ditilik dari segi banyaknya argumen, verba dapat dibedakan menjadi
verba transitif, yaitu verba yang menghindarkan objek,
Contoh : Ibu membaca buku, dan verba tak transitif yaitu verba yang dapat
mempunyai atau harus mendampingi objek. Contoh: Adik menangis.
c. Dalam kaitannya dengan nominal, verba dapat dibedakan menjadi; 1) verba
aktif yaitu verba yang subjeknya berperan sebagai pelaku; 2) verba pasif,
yaitu verba yang subjeknya berperan sebagai penderita, sasaran, atau hasil. 3)
Verba antiaktif (ergatif), yaitu verba pasif yang tidak dapat diubah menjadi
28
merasakan, menderita, mengalami). Dan 4) Verba antipasif, yaitu verba aktif
yang tidak dapat diubah menjadi verba pasif.
d. Dari segi interaksi antarnomina yang menjadi pendampinya, verba dapat
dibedakan menjadi verba resiprokal, yaitu verba yang menyatakan perbuatan
yang dilakukan oleh dua pihak, dan perbuatan tersebut dilakukan dengan
saling berbalasan, dan verba nonresiprokal, yaitu verba yang tidak
menyatakan perbuatan yang dilakukan oleh dua pihak dan tidak saling
berbalasan.
refleksi, yaitu verba yang kedua argumennya mempunyai referen yang sama
dan verba nonrefleksi, yaitu verba yang kedua argumennya mempunyai
referen yang berlainan.
yaitu verba kopulatif, yaitu verba yang mempunyai potensi untuk
ditanggalkan tanpa mengubah konstruksi predikatif yang bersangkutan dan
verba ekuatif, yaitu verba yang mengungkapkan ciri salah satu argumennya.
g. Terakhir adalah kategori verba telis, yaitu verba yang menyatakan perbuatan
tuntas atau bersasaran, biasanya berprefiks meng-, dan verba atelis, yaitu
verba yang menyatakan perbuatan belum tuntas atau belum selesai, biasanya
berprefiks ber-.
h. Verba performatif, yaitu verba dalam kalimat yang secara langsung
mengungkapkan pertuturan yang dibuat pembicara pada waktu mengujarkan
29
kalimat; (b) Verba konstatatif, yaitu verba dalam kalimat yang menyatakan
atau mengandung gambaran tentang suatu peristiwa.
Ramlan (1985:50) dalam Muh. Darwis (2012:27) termasuk seorang pakar
yang melihat verbal bahasa Indonesia hanya terdiri atas dua sebkategori; transitif
dan tak transitif. Karena disadarinya bahwa ada sejumlah verba yang
membutuhkan lebih dari satu maujud pendamping belakang/kanan, maka
disamping verba transitif, dikenalkan pula dwitransitif. Verba transitif itu
memerlukan satu objek. Misalnya, membaca, mengarang, mempertajam, dan
sebagainya. Sedangkan verba dwitransitif memerlukan dua objek. Misalnya,
menjadikan, dan memberi. Lalu verba transitif itu tidak memerlukan objek sama
sekali, tetapi kadng-kadang mewajibkan kehadiran sebuah pelengkap. Misalnya,
verba tak transitif itu ialah menjadi (berpelengkap; tukang masak) dan kata berdiri
(tak berpelengkap).
kaidah urutan afiks berikut.
a. Jika prefiks tertentu mutlak diperlukan untuk mengubah kelas kata dari
dasar tertentu menjadi verba, prefiks itu tinggi letaknya dalam hierarki
penurunan verba. Contohnya mendarat, berlayar, menguning, dan bersatu.
b. Jika prefiks tertentu digunakan bersama-sama dengan sufiks tertentu dan
kehadiran kedua afiks itu terpadu dan maknanya pun tak terpisahkan, dalam
hierarki penurunan verba kedua afiks yang bersangkutan mempunyai tempat
yang sama tingginya. Dengan kata lain, prefiks dan sufiks itu merupakan
konfiks. Contohnya; kejatuhan, kebanjiran, berdatangan, dan bepergian.
30
c. Jika prefiks tertentu terdapat pada verba dengan dasar nomina yang
bersufiks tertentu, prefiks itu lebih tinggi letaknya daripada sufiks dalam
hierarki penurunan verba. Contohnya; berhalangan, berkaitan,
berpasangan, berurutan, dan berhubungan.
tersendiri, dan penambahan prefiks tidak mengubah makna leksikalnya,
maka tempat sufiks dalam hierarki penurunan verba lebih tinggi daripada
prefiks. Contohnya; mendaratkan, menguningkan, merestui, mengadili,
membelikan, dan mendekati.
hubungan antara prefiks dan dasar kata telah menghasilkan perubahan kelas
kata, dan penambahan sufiks tidak mengubah kelas kata lagi, maka dalam
hierarki penurunan verba prefiks itu lebih tinggi daripada sufiks.
Contohnya; berasaskan, beratapkan, berdasarkan, dan bersuamikan.
f. Jika prefiks tertentu digunakan bersama-sama dengan sufiks tertentu, dan
gabungan keduanya bukan merupkan konfiks tetapi menentukan makna
leksikal, maka maknalah yang kita anggap menentukan hierarki
pembentukan verba. Verba transitif berhentikan, misalnya, kita anggap
diturunkan dari berhenti lalu ditambah -kan, dan bukan dari hentikan lalu
ditambah ber-. Hal ini disebabkan oleh makna verba berhentikan, yakni
“menyebabkan berhenti” dan bukan “ditandai oleh hentikan”
Untuk lebih jelasnya mengenai proses verba berafiks, perhatikan beberapa
contoh di bawah ini;
ambil menjadi mengambil
bantu menjadi membantu
pinjam menjadi meminjam
simpan menjadi menyimpan
tusuk menjadi menusuk
pijat menjadi memijat
ganggu menjadi menggangu
terima menjadi menerima
lempar menjadi melempar
isap menjadi mengisap
lempar menjadi lempari
pukul menjadi pukuli
tanam menjadi tanami
kirim menjadi kirimi
antar menjadi antari
lempar menjadi lemparkan
pukul menjadi pukulkan
beli menjadi belikan
dengar menjadi dengarkan
buat menjadi buatkan
main menjadi memainkan
masuk menjadi memasukkan
beli menjadi membelikan
cari menjadi mencarikan
lari menjadi melarikan
B. Kerangka Pikir
Berdasarkan uraian dan tinjauan pustaka di atas, berikut ini akan diuraikan
kerangka pikir sebagai landasan dalam membahas masalah dan untuk
mengerahkan penelitian dalam mengumpulkan data, mengolah data, dan
memecahkan masalah. Adapun landasan berpikir dan kerangka pikir yang di
maksud ialah proses pembentukan derivasioanl dan infleksional verba berafiks
bahasa Indonesia.
derivasioanl dan infleksional dengan melihat perubahan pembentukan kata dan
kelas katanya. Perubahan itu dapat dilihat dari bentuk prefiks, sufiks, infiks dan
konfiks, serta dalam penelitian ini berdasarkan teori struktural.
Derivasional adalah suatu perubahan proses kelas kata (kata kerja) dengan
tanpa pemindahan kelas kata. Sedangkan Infleksional adalah perubahan bentuk
kata dengan mengubah identitas leksikal kata itu dengan atau mengubah kelas
katanya. Secara khusus perubahan bentuk sebuah kata kerja dengan tetap
mempertahankan identitas kata kerja itu sama saja artinya dengan mengubah
bentuk kata itu, tapi makna kata seperti yang terkandung dalam kata itu tidak
berubah. Afiksasi atau pengimbuhan adalah proses pembentukan kata dengan
membubuhkan afiks (imbuhan) pada bentuk dasar, baik bentuk dasar tunggal
maupun kompleks. Alwi, dkk. (2014:178) mengklasifikasikan afiks menjadi
empat jenis, yaitu prefiks, sufiks, infiks, dan konfiks. Kemudian verba merupakan
kata yang menyatakan makna perbuatan, pekerjaan, tindakan, proses atau
keadaan. Dan sebuah kata dapat dikatakan berkategori verba hanya dari
perilakunya dalam frasa, yakni dalam hal kemungkinannya satuan itu didampingi
34
partikel tidak dalam konstruksi dan dalam hal tidak dapat didampinginya satuan
itu dengan partikel di, ke, dari, atau dengan partikel seperti sangat, lebih, atau
agak Kridalaksana, 1986:50ff) dalam Muh. Darwis (2012:29).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dengan adanya pembentukan
kata derivasional maupun infleksional proses afiksasi atau imbuhan, maka
afikslah yang menjadi dasar untuk membentuk kata. Dalam hal ini, dengan adanya
proses afiksasi pada verba akan membantuk suatu kata bentuk derivasional dan
bentuk infleksional.
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal tersebut
terdapat empak kata kunci yang perlu diperhatikan yaitu, cara ilmiah, data, tujuan,
dan kegunaan. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu berdasarkan pada ciri
keimuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan
penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau
oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat
diamati oled indera manusia, sehingga orag lain dapat mengamati dan mengatahui
cara-cara yang digunakan. Sistematis berarti proses yang digunakan dalam
penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis.
(Sugiyono, Cet.14 2011:2, Cet.19 2014).
Penggunaan metode atau teknik penelitian sama halnya dengan cara
melaksanakan aktivitas penelitian dalam menjawab persoalan yang terdapat dalam
penelitian. Metode berkaitan dengan fokus, situasi, dan jadwal yang merupakan
tiga hal yang sangat menentukan bagaimana sebuah data dapat terkumpul
sehingga dapat dianalisis, disajikan dan dibahas. Metode juga menentukan peran
peneliti. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif deskriptif. Pada
penelitian kualitatif, data yang terkumpul umumnya kata-kata, gambar-gambar,
dan kebanyakan bukan angka-angka. Paradigma penelitian kualitatif
menganjurkan bahwa masalah-masalah kehidupan ini harus didekati dengan
36
37
menggunakan asumsi bahwa tidak ada satu hal pun yang sifatnya sepele,
melainkan bermakna.
deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif adalah merupakan penelitian yang
menghasilkan prosedur analisis yang tidak menggunakan prosedur analisis
statistik atau cara kualifikasi lainnya. Penelitian deskriptif bertujuan untuk
mendeskripsikan prosedur atau cara memecahkan masalah penelitian dengan
memaparkan keadaan obyek yang diselidiki. Penelitian ini dilaksanakan untuk
menjelaskan dan mendorong pemahaman tentang pengalaman manusia dalam
berbagai bentuk. Penelitian kualitatif berorientasi pada upaya untuk memahami
fenomena secara menyeluruh. Dengan demikian metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif yaitu bertujuan
untuk mendeskripsikan proses pembentukan derivasional dan infleksional verba
berafiks bahasa Indonesia.
B. Definisi Istilah
Untuk lebih memahami definisi istilah ini, berikut akan diuraikan definisi istilah,
yaiu;
1. Derivasional adalah proses pembentukan kata dengan cara memberi afiks atau
imbuhan pada kata dasar, sehingga kata yang dihasilkan mengalami
perubahan kelas kata dari kelas katanya dan perubahan makna.
2. Infleksional adalah perubahan bentuk kata tanpa mengubah identitas leksikal
kata itu atau tanpa mengubah kelas katanya. Secara khusus perubahan bentuk
sebuah kata kerja dengan tetap mempertahankan identitas kata kerja itu sama
38
saja artinya dengan mengubah bentuk kata itu, tapi makna kata seperti yang
terkandung dalam kata itu tidak berubah.
3. Afiksasi atau pengimbuhan adalah proses pembentukan kata dengan
membubuhkan afiks (imbuhan) pada bentuk dasar, baik bentuk dasar tunggal
maupun kompleks.
4. Verba adalah merupakan kata yang memiliki ciri dapat bergabung dengan
partikel tidak, tetapi tidak dapat bergabung dengan partikel di, ke, dari,
sangat, lebih, atau agak. Selain itu, verba juga dapat dicirikan oleh perluasan
kata tersebut dengan rumus verba + dengan kata sifat.
C. Data dan Sumber Data
1. Data
berupa kata yang mengalami pembentukan kata derivasional dan infleksional pada
verba berafiks dalam bahasa Indonesia.
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini yaitu, novel origami hati karya Boy
Candra yang digunakan pengarang mengenai pembentukan derivasional dan
infleksional, selain itu peneliti juga menggunakan referensi lain berupa jurnal,
skripsi dan beberapa literatur untuk menambah pengetahuan dalam mengkaji
proses bentuk derivasional dan infleksional.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik catat. Teknik tersebut digunakan karena penulis tidak terlibat secara
39
sumber-sumber tertulis atau buku-buku yang relevan dengan tujuan penelitian.
Adapun sebagai cara peneliti untuk melaksanakan, menerapkan, atau
memanfaatkan teknik secara objektif maka peneliti menggunakan kiat tertentu
yaitu menggarisbawahi sebagai kiat data dalam mencatat data. Tujuan
penggunaan garis bawah tersebut dapat membantu mengidentifikasi data berupa
kata-kata yang mengalami proses pembentukan derivasional dan infleksional.
E. Teknik Analisis Data
derivasional dan infleksional pada verba berafiks dalam bahasa Indonesia, yaitu
sebagai berikut;
1. Mencatat contoh bentuk dervasional dan inflesional verba berafiks dari
berbagai referensi. Hasil langkah (a) digunakan sebagai panduan dalam
melakukan analisis pada langkah (b).
2. Menganalisis makna-makna bentuk dervasional dan inflesional verba berafiks
dalam bahasa Indonesia.
inflesional dalam bahasa Indonesia.
bentuk dervasional dan inflesional pada verba berafiks dalam bahasa
Indonesia.
40
derivasional dan inflesional verba berafiks dalam bahasa Indonesia.
41
A. Hasil Penelitian
Pada bab ini akan diuraikan secara rinci hasil penelitian secara sistematis
dan konkrit, maka dalam penyajian analisis data, penulis menguraikan fokus
penelitian terhadap proses pembentukan derivasional dan infleksional pada verba
berafiks dalam bahasa Indonesia, yang digunakan pengarang dalam novel origami
hati karya Boy Candra dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Hasil
penelitian ini akan dikemukakan beberapa data yang diperoleh sebagai bukti hasil
penelitian. Data yang akan disajikan pada bagian ini adalah data berupa berupa
kata-kata kerja (verba) yang digunakan pengarang dalam novel yang berjudul
origami hati karya Boy Candra dan menjadi objek kajian dalam penelitian dalam
perspektif morfologi yang mengalami afiksasi yang akan membentuk derivasional
dan infleksional pada verba berafiks dalam bahasa Indonesia.
Morfologi merupakan pembentukan kata. Proses morfologi pada dasarnya
adalah proses pembentukan kata dari sebuah bentuk dasar melalui pembubuhan
afiks (dalam proses afiksasi), pengulangan (dalam proses reduplikasi),
penggabungan (dalam proses komposisi), pemendekan (dalam proses
akronimisasi), dan pengubahan status (dalam proses konversi). Proses morfologi
melibatkan komponen bentuk dasar, alat pembentuk (afiksasi, reduplikasi,
komposisi, akronimisasi, dan konversi), makna gramatikal, dan hasil proses
pembentukan. Dalam hal ini akan ditampilkan kata-kata kerja (verba) berafiks
41
42
yang termasuk derivasional dan infleksional sebagaimana yang tertera pada fokus
penelitian. Maka data dapat dideskripsikan sebagai berikut;
Afiks-afiks yang dianalisis dalam penelitian ini adalah afiks-afiks yang
dinilai sangat produktif, ditandai dengan jumlah data terbanyak. Dari data yang
diketahui ada tiga afiks dengan jumlah data terbanyak, yaitu prefiks, sufiks, dan
konfiks. Dalam bahasa Indonesia terdapat prefiks verba meng-, per-, dan ber-,
selain itu, terdapat pula prefiks di-, dan ter- yang menggantikan meng- pada jenis
klausa atau kalimat tertentu. Jumlah sufiks verba ada tiga, yakni –kan, -i, dan –an.
Konfiks verba adalah ke-/-an, dan ber-/-an.
Prefiks: meng- per-, ber-, di-, dan ter-.
Sufiks: -kan, dan -an,
1. Afiks Verba Derivasional
Proses afiksasi pembentukan kata kerja (verba) adalah pembubuhan morfem
yang berupa afiks kepada morfem dasar untuk membentuk verba derivasi yang
mengakibatkan terjadinya pembentukan perubahan kelas kata dari kata dasarnya.
Dengan adanya proses afiksasi maka kata tersebut akan mengalami perubahan
kelas kata.
Contoh:
1) Dari kata jaga (verba) menjadi penjaga (kata benda). (hal. 46)
2) Dari kata ajar (verba) menjadi pengajar (kata benda). (hal. 49)
3) Dari kata antar (verba) menjadi pengantar (kata benda). (hal. 107)
43
4) Dari kata dengar (verba) menjadi pendengar (kata benda). (hal. 209)
Dari data di atas, terdapat kata jaga, ajar, antar, dan dengar kata tersebut
termasuk kata kerja (verba) mengalami proses afiksasi yaitu prefiks peng- berubah
menjadi dari kata jaga menjadi penjaga (orang yang berprofesi sebagai), ajar
menjadi pengajar (orang yang berprofesi sebagai pengajar), antar menjadi
pengantar (orang yang berprofesi sebagai pengantar/kurir), dan dengar menjadi
pendengar (orang yang suka mendengar), pembentukan tersebut merupakan hasil
dari derivasi karena kata-kata tersebut memiliki kelas kata yang berbada dari kata
dasarnya yaitu dari kata kerja (verba) menjadi kata benda (nomina). Hal ini dapat
dinyatakan bahwa, pemaparan di atas kata kerja (verba) telah mengalami
pembentukan derivasional yaitu prefiks peng-.
Sufiks
Contoh:
1) Dari kata tulis (verba) menjadi tulisan (nomina). (hal. 25)
2) Dari kata ikat (verba ) menjadi ikatan (nomina). (hal. 91)
3) Dari kata rekam (verba) menjadi rekaman (nomina). (hal. 64)
4) Dari kata jepret (verba) menjadi jepretan (nomina). (hal. 65)
5) Dari kata lukis (verba) menjadi lukisan (nomina). (hal. 13)
1) Dari kata panggil (verba) menjadi panggilan (nomina). (hal. 69)
2) Dari kata tawar (verba) menjadi tawaran (nomina). (hal. 113)
3) Dari kata pikir (verba) menjadi pikiran (nomina). (hal. 114)
4) Dari kata bawa (verba) menjadi bawaan (nomina). (hal. 148)
5) Dari kata Makan (verba) menjadi makanan (nomina). (hal.175)
44
6) Dari kata ingat (verba) menjadi ingatan (nomina). (hal. 220)
7) Dari kata cubit (verba) menjadi cubitan (nomina). (hal. 162)
Dari data di atas terdapat kata tulis, ikat, rekam, jepret, dst. kata-kata
tersebut termasuk kata kerja (verba) yang mengalami proses afiksasi yaitu sufiks
-an maka kata-kata tersebut mengalami perubahan kelas kata dari kata kerja
(verba) menjadi kata kata benda (nomina) seperti pada kata tulis menjadi tulisan,
(sebuah tulisan/catatan), ikat menjadi ikatan (sebuah benda yang terikat), rekam
menjadi rekaman (sudah terekam), jepret menjadi jepretan (hasil jepretan/foto),
dst. pembentukan tersebut merupakan hasil dari derivasi sufiks –an karena kata-
kata tersebut mengalami perubahan kelas kata dari kata dasarnya yaitu dari kata
kerja (verba) menjadi kata benda (nomina). Hal ini dapat dinyatakan bahwa,
pemaparan di atas kata kerja (verba) telah mengalami pembentukan derivasional
yaitu sufiks –an.
Contoh:
Dari kata tulis (verba) menjadi bertuliskan (nomina). (hal. 202)
Dari data di atas terdapat kata tulis, kata tersebut termasuk kata kerja (verba)
mengalami proses afiksasi yaitu konfiks ber-/-an yaitu dari tulis menjadi
bertuliskan. pembentukan tersebut merupakan hasil dari derivasi sufiks –an
karena kata-kata tersebut mengalami perubahan kelas kata dari kata dasarnya
yaitu dari kata kerja (verba) menjadi kata benda (nomina). Hal ini dapat
dinyatakan bahwa, pemaparan di atas kata kerja (verba) telah mengalami
pembentukan derivasional yaitu sufiks ber-/-an.
45
a. Afiks Infleksi Prefiks meng- Digabung Kata Kerja
Verba berafiks meng- dapat berbentuk me-, mem-, men-, meny-, meng-, dan
menge-. Bentuk atau alomorf meng- digunakan apabila bentuk-bentuk dasarnya
dimulai dengan fonem [r, l, w. y, m, ny, dan ng].
Perlu diketahui bahwa ada dua macam prefiks me- yaitu me- infleksi dan
prefiks derivasi. Prefiks me- infleksi secara gramatikal dapat diganti dengan
prefiks di-, dan ter-. Sedangkan prefiks me- derivasi tidak dapat diganti dengan
prefiks di-, ataupun prefiks ter-. Bentuk dasar verba prefiks me- infleksi memiliki
komponen makna (+ tindakan) dan (+ sasaran). Jadi, bentuk dasar dalam
pembentukan verba infleksi selain berbentuk morfem dasar atau akar juga
termasuk verba bersufiks –kan, dan -i, prefiks per-, konfiks per-/-kan, dan
berkonfiks per-/-i.
1) Dari kata bangun (verba) menjadi membangun (verba). (hal. 1)
2) Dari kata tanam (verba) menjadi menanam (verba). (hal. 2)
3) Dari kata tikam (verba) menjadi menikam (verba). (hal. 2)
4) Dari kata ambil (verba) menjadi mengambil (verba). (hal. 2)
5) Dari kata tahan (verba) menjadi menahan (verba). (hal. 3)
6) Dari kata tumpuk (verba) menjadi menumpuk (verba). (hal. 3)
7) Dari kata peluk (verba) menjadi memeluk (verba). (hal. 3)
8) Dari kata jaga (verba) menjadi menjaga (verba). (hal.3)
9) Dari kata buat (verba) menjadi membuat (verba). (hal. 4)
46
10) Dari kata tolak (verba) menjadi menolak (verba). (hal. 5)
11) Dari kata terima (verba) menjadi menerima (verba). (hal. 5)
12) Dari kata tunjuk (verba) menjadi menunjuk (verba). (hal. 6)
13) Dari kata buang (verba) menjadi membuang (verba). (hal. 10)
14) Dari kata tusuk (verba) menjadi menusuk (verba). (hal. 10)
15) Dari kata kutuk (verba) menjadi mengutuk (verba). (hal. 10)
16) Dari kata lihat (verba) menjadi melihat (verba). (hal. 11)
17) Dari kata dengar (verba) menjadi mendengar(verba). (hal. 12)
18) Dari kata tatap (verba) menjadi menatap (verba). (hal. 12)
19) Dari kata lukis (verba) menjadi melukis (verba). (hal. 13)
20) Dari kata lompat (verba) menjadi melompat (verba). (hal. 13)
21) Dari kata tangkap (verba) menjadi menangkap (verba). (hal. 14)
22) Dari kata buka (verba) menjadi membuka (verba). (hal. 18)
23) Dari kata tarik (verba) menjadi menarik (verba). (hal. 19)
24) Dari kata langkah (verba) menjadi melangkah (verba). (hal. 20)
25) Dari kata tunggu menjadi menunggu (verba). (hal. 21)
26) Dari kata lihat (verba) menjadi melihat (verba). (hal. 22)
27) Dari kata santap (verba) menjadi meyantap (verba). (hal. 24)
28) Dari kata gigit (verba) menjadi mengigit (verba). (hal. 29)
29) Dari kata tebak (verba) menjadi menebak (verba). (hal. 30)
30) Dari kata coba (verba) menjadi mencoba (verba). (hal. 36)
31) Dari kata cari (verba) menjadi mencari (verba). (hal. 36)
32) Dari kata bantu (verba) menjadi membantu (verba). (hal. 39)
33) Dari kata lipat (verba) menjadi melipat (verba). (hal. 39)
47
34) Dari kata rawat (verba) menjadi merawat (verba). (hal. 41)
35) Dari kata cubit (verba) menjadi mencubit (verba). (hal. 53)
36) Dari kata catat (verba) menjadi mencatat (verba). (hal. 54)
37) Dari kata bakar (verba) menjadi membakar (verba). (hal. 55)
38) Dari kata bunuh (verba) menjadi membunuh (verba). (hal. 55)
39) Dari kata rampas (verba) menjadi memrampas (verba). (hal. 55)
40) Dari kata susun (verba) menjadi menyususn (verba). (hal. 57)
41) Dari kata tulis (verba) menjadi menulis (verba). (hal. 58)
42) Dari kata curi (verba) menjadi mencuri (verba). (hal. 68)
43) Dari kata rebut (verba) menjadi merebut (verba). (hal. 71)
44) Dari kata beri (verba) menjadi (verba). (hal 72)
45) Dari kata bayar (verba) menjadi membayar (verba). (hal. 76)
46) Dari kata beli memjadi membeli (verba). (hal. 77)
47) Dari kata baca menjadi membaca (verba). (hal. 77)
48) Dari kata dekat (verba) menjadi mendekat (verba). (hal. 77)
49) Dari kata bawa (verba) menjadi membawa (verba). (hal. 80)
50) Dari kata belah (verba) menjadi membelah (verba). (hal. 81)
51) Dari kata balas (verba) menjadi membalas (verba). (hal. 81)
52) Dari kata pukul (verba) menjadi memukul (verba). (hal. 82)
53) Dari kata bagi (verba) menjadi membagi (verba). (hal. 89)
54) Dari kata sentuh (verba) menjadi (verba). (hal. 100)
55) Dari kata tusuk (verba) menjadi menusuk (verba). (hal. 100)
56) Dari kata gandeng (verba) menjadi menggandeng (verba). (hal. 101)
57) Dari kata tuduh (verba) menjadi menuduh (verba). (hal. 108)
48
58) Daro kata goda (verba) menjadi menggoda (verba). (hal. 108)
59) Dari kata hapus (verba) menjadi menghapus (verba). (hal. 117)
60) Dari kata gantung (verba) menjadi menggantung (verba). (hal. 128)
61) Dari kata sandar (verba) menjadi menyandar (verba). (hal. 135)
62) Dari kata jemput (verba) menjadi menjemput (verba). (hal. 139)
63) Dari kata simpan (verba) menjadi menyimpan (verba). (hal. 140)
64) Dari kata kontrol (verba) menjadi mengontrol (verba). (hal. 141)
65) Dari kata hantam (verba) menjadi menghantam (verba). (hal. 142)
66) Dari kata langkah (verba) menjadi melangkah (verba). (hal. 145)
67) Dari kata lepas (verba) menjadi melepas (verba). (hal. 146)
68) Dari kata periksa (verba) menjadi melmeriksa (verba). (hal. 146)
69) Dari kata tempuh (verba) menjadi menempuh (verba). (hal. 148)
70) Dari kata panggil (verba) menjadi memanggil (verba). (hal. 155)
71) Dari kata tuntut (verba) menjadi menuntut (verba). (hal. 158)
72) Dari kata hirup (verba) menjadi menghirup (verba). (hal. 168)
73) Dari kata tunggu (verba) menjadi menunggu (verba). (hal. 171)
74) Dari kata pijit (verba) menjadi memijit (verba). (hal. 175)
75) Dari kata jepret (verba) menjadi menjepret (verba). Hal. 178)
76) Dari kata cegah (verba) menjadi mencegah (verba). (hal. 180)
77) Dari kata larang (verba) menjadi melarang (verba). (hal. 193)
78) Dari kata ingat (verba) menjadi mengingat (verba). (hal. 202)
79) Dari kata inap (verba) menjadi menginap (verba). (hal. 215)
80) Dari kata iris (verba) menjadi mengiris (verba). (hal. 217)
81) Dari kata pakai (verba) menjadi memakai (verba). (hal. 224)
49
82) Dari kata kirim (verba) menjadi mengirim (verba). (hal. 234)
83) Dari kata angkat (verba) menjadi mengangkat (verba). (hal. 239)
84) Dari kata lompat (verba) menjadi melompat (verba). (hal. 240)
85) Dari kata pengang (verba) menjadi memegang (verba). (hal. 256)
86) Dari kata ajak (verba) menjadi mengajak (verba). (hal. 266)
87) Dari kata hibur (verba) menjadi menghibur (verba). (hal. 267)
88) Dari kata pilih (verba) menjadi memilih (verba). (hal. 268)
89) Dari kata dorong (verba) menjadi mendorong (verba). (hal. 268)
90) Dari kata kenal (verba) menjadi mengenal (verba). (hal. 269)
91) Dari kata rebut (verba) menjadi merebut (verba). (hal. 271)
92) Dari kata lempar (verba) menjadi melempar (verba). (hal. 277)
93) Dari kata lirik (verba) menjadi melirik (verba). (hal. 278)
94) Dari kata atur (verba) menjadi mengaturs (verba). (hal. 280)
95) Dari kata usap (verba) menjadi mengusap (verba). (hal. 285)
96) Dari kata hapus (verba) menjadi menghapus (verba). (hal. 285)
Dari data di di atas, terdapat kata bangun, tanam, tikam, ambil, tahan,
tumpuk, jaga, peluk, buat, tolak, terima, tunujk, buang, tusuk, kutuk, lihat, dengar,
tatap, lukis, tangkap, buka, tarik, langkah, tunggu, santap, gigit, tebak, coba, cari,
bantu, lipat, rawat, cubit, catat, bakar, bunuh, susun, tulis, curi, tolak, beri,
bayar, beli, baca, dekat, bawa, belah, balas, pukul, bagi, tusuk, gandeng, tuduh,
goda, hapus, gantung, sandar, jemput, simpan, lepas, langkah, panggil, tunggu,
dst. semua kata-kata tersebut termasuk kata kerja (verba) mengalami afiksasi yaitu
prefiks meng- namun kata-kata tersebut tidak mengalami perubahan kelas kata
dari kata dasarnya dari kata kerja (verba) menjadi kata benda (nomina) seperti
50
menjadi mengambil (melakukan sesuatu dengan mengambil), tahan menjadi
menahan (sedang menahan sakit) dst. Proses afiksasi meng- pada kata-kata
tersebut tidak mengalami perubahan kelas kata dari kata dasarnya, pembentukan
tersebut merupakan pembentukan infleksi karena kata-kata tersebut memiliki
kelas kata yang sama yaitu kelas verba dan dapat dinyatakan bahwa, kata verba
tersebut mengalami pembentukan infleksional.
Contoh:
1) Dari kata ajar (verba) menjadi belajar (verba). (hal. 2)
2) Dari kata bisik (verba) menjadi berbisik (verba). (hal. 3)
3) Dari kata jalan (verba) menjadi berjalan (verba). (hal. 13)
4) Dari kata debat (verba) menjadi betdebat (verba). (hal. 14)
5) Dari kata kerja (verba) menjadi bekerja (verba). (hal. 17)
6) Dari kata henti (verba) mejadi berhenti (verba). (hal. 18)
7) Dari kata pikir (verba) menjadi berpikir (verba). (hal. 20)
8) Dari kata geser (verba) mejadi bergeser (verba). (hal. 40)
9) Dari kata lari (verba) menjadi berlari (verba). (hal. 58)
10) Dari kata kumpul (verba) menjadi berkumpul (verba). (hal. 58)
11) Dari kata gabung (verba) menjadi bergabung (verba). (hal. 59)
12) Dari kata main (verba) menjadi bermain (verba). (hal. 63)
13) Dari kata belanja (verba) menjadi berbelanja (verba). (hal. 75)
14) Dari kata temu (verba) menjadi bertemu (verba). (hal. 78)
51
15) Dari kata bicara (verba) menjadi berbicara (verba). (hal. 87)
16) Dari kata kemas (verba) menjadi berkemas (verba). (hal. 108)
17) Dari kata angkat (verba) menjadi berangkat (verba). (hal. 124)
18) Dari kata gerak (verba) menjadi bergerak (verba). (hal. 190)
19) Dari kata cakap (verba) menjadi bercakap (verba). (hal. 266)
20) Dari kata keliling (verba) menjadi berkeliling (verba). (hal. 266)
Dari data di atas, terdapat kata ajar, bisik, jalan, kerja, henti, pikir, geser,
lari, kumpul, main, belanja, temu, bicara, angkat, cakap, keliling, debat, gabung,
kemas, dan gerak semua kata-kata tersebut termasuk kata kerja (verba) yang
mengalami proses afiksasi yaitu prefiks ber- namun kata-kata tersebut tidak
mengalami perubahan kelas kata dari kata dasarnya semua masih termasuk dalam
kata kerja (verba) walaupun telah mengalami proses afiksasi ber- seperti pada kata
ajar menjadi berlajar (sedang belajar), bisik menjadi berbisik (sedang
berbisik/membisikkan sesuatu), jalan menjadi berjalan (sedang
berjalan/melakukan perjalanan), dan kerja menjadi berkerja (sedang
berkerja/melakukan suatu pekerjaan), henti menjadi berhenti (sedang berhenti),
pikir menjadi berpikir (sedang berpikir) dst. pembentukan tersebut merupakan
hasil infleksi prefiks ber- dan kata-kata tersebut tetap memiliki kelas kata yang
sama dari kata dasarnya yaitu kata kerja (verba). Hal ini dapat katakan kata-kata
tersebut telah mengalami pembentukan infleksional yaitu prefiks ber-.
c. Afiks Infleksi Prefiks ter- Digabung Kata Kerja
Ada dua macam verba berprefiks ter- yaitu verba berprefiks ter- infleksi dan
verba berprefiks derivasi, verba berprefiks ter- infleksi adalah verba pasif keadaan
52
dari verba berprefiks meng- memiliki makna gramatikal yaitu dapat dan sanggup
apabila bentu dasarnya memiliki komponen makna (+ tindakan) dan (+ sasaran).
Verba berprefiks ter- infleksi adalah verba pasif keadaan dari verba
berprefiks me- infleksi. Makna gramatikal verba berprefiks ter- infleksi, selain
sebagai kebalikan pasif keadaan dari verba berprefiks me- infleksi juga memiliki
makna gramatikal.
1) Dari kata lihat (verba) menjadi terlihat (verba). (hal. 2)
2) Dari kata hempas (verba) menjadi terhempas (verba). (hal. 2)
3) Dari kata tidur (verba) menjadi (verba). (hal. 5)
4) Gdari kata jebak (verba) menjadi terjebak (verba). (hal.7)
5) Dari kata rekam (verba) menjadi terekam (verba). (hal. 10)
6) Dari kata dengar (verba) menjadi terdengar (verba). (hal. 12)
7) Dari kata bakar (verba) menjadi terbakar (verba). (hal. 14)
8) Dari kata tarik (verba) menjadi tertarik (verba). (hal. 23)
9) Dari kata tulis (verba) menjadi tertulis (verba). (hal. 25)
10) Dari kata lempar (verba) menjadi terlempar (verba). (hal. 35)
11) Dari kata himpit (verba) menjadi terhimpit (verba). (hal. 35)
12) Dari kata jepit (verba) menjadi terjepit (verba). (hal. 35)
13) Dari kata lelap (verba) menjadi terlelap (verba). (hal. 36)
14) Dari kata bawa (verba) menjadi terbawa (verba). (hal. 57)
15) Dari kata bangun (verba) menjadi terbangun (verba). (hal. 57)
16) Dari kata lambat (verba) menjadi terlambat (verba). (hal. 58)
17) Dari kata lipat (verba) menjadi terlipat (verba). (hal. 88)
53
18) Dari kata hanyut (verba) menjadi terhanyut (verba). (hal. 250)
19) Dari kata tumpah (verba) menjadi tertupah (verba). (hal. 152)
20) Dari kata tiup (verba) menjadi tertiup (verba). (hal. 256)
21) Dari kata injak (verba) menjadi terterinjak (verba). (hal. 57)
22) Dari kata sentuh (verba) menjadi tersentuh (verba). (hal. 269)
23) Dari kata tunduk (verba) menjadi tertunduk (verba). (hal. 270)
24) Dari kata jatuh (verba) menjadi terjatuh (verba). (hal. 281)
Dari data di atas terdapat kata lihat, hempas, tidur dst. Semua kata tersebut
termasuk kata kerja (verba) yang mengalami proses afiksasi yaitu prefiks ter-
menjadi terihat (dapat dilihat), hempas menjadi terhempas (dihempaskan), tidur
menjadi tertidur (tiba-tiba tertidur) dst. pembentukan tersebut merupakan hasil
dari inflesi karena kata-kata tersebut memiliki kelas kata yang sama yaitu kelas
verba dan dapat dinyatakan bahwa kata verba tersebut dapat katakan telah
mengalami pembentukan infleksional yaitu prefiks ter-.
d. Afiks Infleksi Prefiks di- Digabung Kata Kerja
Telah dipaparkan bahwa verba prefiks meng- secara gramatikal dapat
diganti dengan prefiks di-. Tetapi prefiks meng- derivasi tidak dapat diganti
dengan prefiks di-. Verba berprefiks di- infleksi adalah verba pasif. Tindakan dari
verba berprefiks me- infleksi. Maka makna gramatikalnya adalah kebalikan dari
bentuk aktif verba berprefiks me- infleksi.
Contoh:
1) Dari kata tahan (verba) menjadi ditahan (verba). (hal. 2)
2) Dari kata tangkap menjadi ditangkap (verba). (hal. 14)
3) Dari kata bawa (verba) menjadi dibawa (verba). (hal. 16)
54
4) Dari kata jemput (verba) menjadi dijemput (verba). (hal. 18)
5) Dari kata antar (verba) menjadi diantar (verba). (hal. 19)
6) Dari kata ajak menjadi diajak (verba). (hal. 20)
7) Dari kata sambut menjadi disambut (verba). (hal. 26)
8) Dari kata kirim menjadi dikirim (verba). (hal. 72)
9) Dari kata beli (verba) menjadi dibeli (verba). (hal. 76)
10) Dari kata rebut (verba) menjadi direbut (verba). (hal. 89)
11) Dari kata bunuh (verba) menjadi dibunuh (verba). (hal. 114)
12) Dari kata peluk (verba) menjadi dipeluk (verba). (hal. 165)
13) Dari kata tuntut (verba) menjadi dituntut (verba). (hal. 171)
14) Dari kata minta (verba) menjadi diminta (verba). (hal. 175)
15) Dari kata lihat (verba) menjadi dilihat (verba). (hal. 178)
16) Dari kata tatap (verba) menjadi ditatap (verba). (hal. 178)
17) Dari kata belai (verba) menjadi dibelai (verba). (hal. 178)
18) Dari kata goda (verba) menjadi digoda (verba). (hal. I81)
19) Dari kata tulis (verba) menjadi ditulis (verba). (hal. 191)
20) Dari kata balas (verba) menjadi dibalas (verba). (hal. 209)
21) Dari kata cetak (verba) menjadi dicetak (verba). (hal. 239)
Dari data di atas terdapat kata tahan, tangkap, susun, bawa, jemput, antar,
dst. semua kata tersebut termasuk kata kerja (verba) mengalami proses afiksasi
yaitu prefiks di- seperti pada kata tahan menjadi ditahan (terkena tahan), tangkap
menjadi ditangkap (terkena tangkap), susun menjadi disusun, (sedang disusun
oleh), bawa menjadi dibawa (dibawa oleh/ikut terbawa), jemput menjadi dijemput
(sedang dijemput), antar menjadi diantar (diantar oleh/seseorang) dst.
55
Pembentukan tersebut merupakan hasil dari infleksi di- karena kata-kata tersebut
tetap atau masih menduduki kelas kata yang sama pada kata dasarnya yaitu kelas
kerja (verba) dapat dinyatakan bahwa, kata verba tersebut telah mengalami
pembentukan infleksional yaitu prefiks prefiks di-.
Sufiks
Dalam prosesnya, sufiks –kan bila diimbuhkan pada dasar yang memiliki
komponen makna (+tindakan) dan (+sasaran) akan membentuk verba bitransitif
yaitu verba yang berobjek dua. Bila diimbuhkan pada dasar yang lain, sufiks –kan
akan membantuk pangkal (stem)yang menjadi dasar dalam pembentukan verba
infleksi. Verba bersufiks –kan lazim menjadi dasar dalam pembentukan
verba berprefiks me- inflektif, di- inflektif dan ter- inflektif, seperti terdapat pada
kata melompatkan, dilompatkan dan terlompatkan. Jadi, dalam bentuk verba
berklofiks me-/-kan, di-/-kan dan ter-/-kan, dimana verba me-/-kan digunakan
dalam kalimat akif transitif, verba di-/-kan digunakan dalam kalimat pasif tinda-
kan dan verba ter-/-kan dalam kalimat pasif keadaan.
Contoh:
1) Dari kata titip (verba) mejadi titipkan (verba). (hal. 3)
2) Dari kata tunjuk (verba) mejadi tunjukan (verba). (hal. 4)
3) Dari kata kerja (verba) mejadi kerjakan (verba). (hal. 202)
Dari data dia atas terdapat kata titip, tunjuk, dan kerja, kata-kata tersebut
termasuk kata kerja mengalami proses afiksasi yaitu sufiks –kan seperti kata titip
menjadi titipkan (menitipkan sesuatu/barang), tunjuk menjadi tunjukan
(memperlihatkan sesuatu kepada seseorang), dan kerja menjadi kerjakan
56
(melakukan pekerjaan). pembentukan tersebut merupakan hasil infleksi dari sufiks
-kan dengan menduduki kelas kata yang sama dari kata dasarnya yaitu kata kerja
(verba). Hal ini dapat dinyatakan bahwa, kata kerja (verba) tersebut telah
mengalami pembentukan infleksional yaitu sufiks –kan.
Konfiks
Contoh:
1) Dari kata kendali (verba) mejadi mengendalikan (verba). (hal. 1)
2) Dari kata kumpul (verba) mejadi mengumpulkan (verba). (hal. 2)
3) Dari kata lepas (verba) mejadi melepaskan (verba). (hal. 3)
4) Dari kata hancur (verba) mejadi menghancurkan (verba). (hal. 6)
5) Dari kata hempas (verba) mejadi menghempaskan (verba). (hal. 10)
6) Dari kata dekat (verba) mejadi mendekatkan (verba). (hal. 13)
7) Dari kata kirim (verba) mejadi mengirimkan (verba). (hal. 23)
8) Dari kata habis (verba) mejadi menghabiskan (verba). (hal. 23)
9) Dari kata rebah (verba) mejadi merebahkan (verba). (hal. 36)
10) Dari kata ingat (verba) mejadi mengingatkan (verba). (hal. 36)
11) Dari kata tulis (verba) mejadi menuliskan (verba). (hal. 40)
12) Dari kata masuk (verba) mejadi memasukan (verba). (hal. 40)
13) Dari kata beli (verba) mejadi membelikan (verba). (hal. 41)
14) Dari kata sembunyi (verba) mejadi menyembunyikan (verba). (hal. 45)
15) Dari kata beri (verba) mejadi memberikan (verba). (hal. 52)
16) Dari kata sandar (verba) mejadi menyandarkan (verba). (hal. 53)
17) Dari kata jepret (verba) mejadi menjepretkan (verba). (hal. 55)
57
18) Dari kata langkah (verba) mejadi melangkahkan (verba). (hal. 58)
19) Dari kata tanya (verba) mejadi menanyakan (verba). (hal. 74)
20) Dari kata dengar (verba) mejadi mendengarkan (verba). (hal. 90)
21) Dari kata kumpul (verba) mejadi mengumpulkan (verba). (hal. 92)
22) Dari kata pikir (verba) mejadi memikirkan (verba). (hal. 92)
23) Dari kata paksa (verba) mejadi memaksakan (verba). (hal. 95)
24) Dari kata tawar (verba) mejadi menawarkan (verba). (hal. 113)
25) Dari kata lempar (verba) mejadi melemparkan (verba). (hal. 131)
26) Dari kata tampil (verba) mejadi menampilkan (verba). (hal. 141)
27) Dari kata turun (verba) mejadi menrunkan (verba). (hal. 148)
28) Dari kata pejam (verba) mejadi memejamkan (verba). (hal. 168)
29) Dari kata duduk (verba) mejadi mendudukan (verba). (hal. 175)
30) Dari kata ambil (verba) mejadi mengambilkan (verba). (hal. 175)
31) Dari kata terbit (verba) mejadi menerbitkan (verba). (hal. 178)
32) Dari kata kerja (verba) mejadi mengerjakan (verba). (hal. 188)
33) Dari kata ucap (verba) mejadi mengucapkan (verba). (hal. 190)
34) Dari kata diskusi (verba) mejadi mendiskusikan (verba). (hal. 202)
35) Dari kata lari (verba) mejadi melarikan (verba). (hal. 215)
36) Dari kata pasang (verba) mejadi memasangkan (verba). (hal. 265)
37) Dari kata tiru (verba) mejadi menirukan (verba). (hal. 265)
38) Dari kata tumpah (verba) mejadi menumpahkan (verba). (hal. 268)
39) Dari kata hadir (verba) mejadi menghadirkan (verba). (hal. 268)
40) Dari kata serah (verba) mejadi menyerahkan (verba). (hal. 273)
41) Dari kata ikat (verba) mejadi mengikatkan (verba). (hal. 273)
58
Dari data di atas terdapat kata kendali, kumpul, lepas, hancur, hempas,
dekat, kirim, rebah, ingat, tulis, beli, sembunyi, masuk, beri, jepret, langkah,
dengar, paksa, pasang, tiru, tumpuk, hadir, serah, ikat, dst. Kata-kata tersebut
termasuk kata kerja (verba) mengalami proses afiksasi yaitu konfiks meng-/-kan
seperti pada kata kendali menjadi mengendalikan (suasana/keadaan), k