nurnowo paridjo kebijakan perkebunan dalam pengelolaan perkebunan yang lestari berkontribusi pada...

74
KEBIJAKAN PERKEBUNAN DALAM PENGELOLAAN PERKEBUNAN YANG LESTARI, BERPOTENSI EKONOMI DAN BERKONTRIBUSI PADA REDD+ (KOMODITI NON KELAPA SAWIT) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN Disampaikan pada WORKSHOP KEANEKARAGAMAN HAYATI, PERTUMBUHAN YANG BERKELANJUTAN DAN MITIGASI EMISI GAS RUMAH KACA-PENGUATAN SEKTOR EKONOMI PERKEBUNAN ANEKA TANAMAN Jakarta, 9 November 2012

Upload: gegeduk

Post on 28-Nov-2015

123 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Nurnowo Paridjo Kebijakan Perkebunan Dalam Pengelolaan Perkebunan Yang Lestari

TRANSCRIPT

KEBIJAKAN PERKEBUNAN DALAM PENGELOLAAN PERKEBUNAN YANG LESTARI, BERPOTENSI

EKONOMI DAN BERKONTRIBUSI PADA REDD+ (KOMODITI NON KELAPA SAWIT)

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Disampaikan pada WORKSHOP KEANEKARAGAMAN HAYATI, PERTUMBUHAN YANG BERKELANJUTAN DAN MITIGASI

EMISI GAS RUMAH KACA-PENGUATAN SEKTOR EKONOMI PERKEBUNAN ANEKA TANAMAN Jakarta, 9 November 2012

Tambang Batubara

Proses Industri

Pemupukan

Transportasi

Kebakaran Hutan

Pembukaan Lahan

Pertanian

Kebakaran Perkebunan

Tambang Minyak Bumi

Tambang Minyak Bumi

Pembangunan Gedung

2

EMISI GRK SEKTOR PERTANIAN TAHUN/ URAIAN 2000 2001 2002 2003 2004 2005

CO2 2,178 3,232 3,215 3,457 3,692 3,837

CH4 50,800 50,677 50,833 52,547 49,342 50,670

N2O 22,441 23,592 22,982 23,825 24,828 25,672

Total (Gg CO2e) 75,420 77,501 77,030 79,030 77,863 80,179

Sumber: Indonesia Second National Communications, 2010 dalam makalah Kementerian LH disampaikan pada acara Pertemuan Koordinasi Kebijakan Perlindungan Perkebunan Tahun 2011 di Bandung 27 Juli 2011

3

SUMBER EMISI SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2005

No Kegiatan pertanian Emisi GRK (%) 1 Padi 64.07

2 Peternakan 20.06

3 Tanah pertanian 3.89

4 Pembakaran lahan 3.75

5 Pembakaran sisa pertanian 8.23

Jumlah 100.00

Sumber: dimodifikasi dari RAN MAPI, 2007

4

KARAKTERISTIK PERKEBUNAN

1. Ditinjau dari Aspek Komoditas tanaman tahunan, semusim, rempah penyegar

2. Ditinjau dari Aspek Produksi sbg bahan baku industri

3. Ditinjau dari bentuk pengusahaannya perkebunan besar negara (6%), perkebunan besar swasta (21%), perkebunan rakyat (72%)

5

6

• Sumber Devisa ekspor komoditi primer perkebunan > US$ 35,7 milyar /tahun (2011) sawit 19,7 M, Karet 11,7 M dan Kakao 1,3 M

• Penerimaan Negara penerimaan dari cukai rokok > Rp50trilyun, Pajak Ekspor (2011) Rp. 28,3 trilyun

• Bahan Baku Industri industri ban, oleochemical, rokok, minyak makan, gula, coklat dll.

• Bahan Pangan tebu, kelapa, minyak sawit, kakao, j.mente

• Sumber energi kelapa sawit, kelapa, tebu, sagu, jarak pagar

• Kesempatan Kerja dan Sumber Pendapatan Pekebun lebih dari 18 juta KK tergantung dari on farm perkebunan

• Pengembangan wilayah banyak daerah berkembang karena ekonomi berbasis perkebunan

• Pelestarian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup memanfaatkan lahan yang sudah terbuka, fiksasi CO2, dalam pengembangan mengikuti kaidah-kaidah konservasi.

PERAN PENTING PERKEBUNAN:

7

1. Profit (menguntungkan secara ekonomi),

2. People (berkeadilan sosial dengan memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat), dan

3. Planet (mempertahankan kelestarian lingkungan hidup).

ORIENTASI PEMBANGUNAN PERKEBUNAN BERKELANJUTAN:

8

1. UU No 18/2004 tentang Perkebunan; 2. PP RI No. 6/1995 tentang Perlindungan Tanaman; 3. PP RI No. 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara

Pemerintah, Pemerintah Prov, dan Pemerintah Kab/Kota; 4. PP RI No. 4/2001 tentang Pengendalian Kerusakan dan/atau pencemaran

lingkungan hidup berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan; 5. Permentan No.26/2007 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan 6. Peraturan Menteri Pertanian No.14/2009 tentang

Pedoman Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Budidaya Kelapa Sawit 7. Peraturan Menteri Pertanian No.19/2011 tentang Pedoman Perkebunan

Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil/ISPO)

8. SE Mentan 321/2007: Morotorium sementara pemanfaatan lahan gambut penyempurnaan kriteria & evaluasi ulang lahan konsesi Permentan No.14/2009

DASAR HUKUM TERKAIT KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERKEBUNAN BERKELANJUTAN

STRATEGI UMUM PEMBANGUNAN PERKEBUNAN BERKELANJUTAN

Strategi adaptasi dilakukan melalui penyesuaian sistem produksi terhadap pemanasan dan perubahan iklim global untuk mencegah/memperlambat perubahan iklim/pemanasan global

Strategi mitigasi dilakukan untuk: menurunkan emisi gas rumah kaca (source) maupun penyediaan wadah (sink), menghasilkan energi terbarukan, sehingga dapat meredam pemanasan dan perubahan iklim global

9

Penurunan Emisi GRK Menyediakan wadah (sink) untuk menampung GRK Perluasan areal perkebunan dengan tidak membuka

“hutan” Pemanfaatan limbah Perkebunan Pemanfaatan limbah Ternak

STRATEGI MITIGASI

10

Pembangunan kebun kelapa sawit dapat menyerap karbon (CO2) sebesar 22.470 ton/ha

Menyediakan wadah (sink) untuk menampung GRK

Pembangunan Kebun Tebu dapat menyerap karbon 4.87 juta ton CO2.

11

Pengembangan kelapa sawit dengan pola tanpa bakar (zero burning) dapat menghasilkan O2, menyerap karbon dan menghasilkan sumber energi terbarukan.

Penanaman tanpa bakar akan mereduksi emisi gas rumah kaca 22.470 ton/ha.

Pohon karet mampu menyerap karbon (CO2) sebesar 123.9 ton/ha sedangkan pohon Acacia mangium mampu menyerap karbon (CO2) sebesar 133,39 ton/ha. (jurnalisme.com).

Perluasan areal Perkebunan dengan tidak membuka hutan

12

BIOFUEL (ton)

TANPA PEMBAKARAN

CO2 turun 2.246,96 g/m2

Menyerap CO2 25 ton/th

Diubah menjadi O2

Energi ~ BBM ~ 0.8 kl

13

PENJELASAN GAMBAR

Penanaman tanpa bakar akan mereduksi emisi gas rumah kaca 2.246 gram/m2

Menyerap CO2 dan menghasilkan Oksigen untuk kehidupan

Menghasilkan bahan bakar Biofuel yang ramah lingkungan dan terbarukan

14

Pemanfaatan sisa Sawit, Tebu dan Karet sebagai biofuels, mengurangi emisi CO2 sampai 78% . maka emisi CO2 yang dapat diturunkan adalah 250 juta ton x 78% = 195 juta ton CO2 per tahun. Penggunaan Bagas (sisa tanaman tebu) sebagai sumber bahan bakar terbarukan (setiap 3,564 kg bagas dapat menghasilkan listrik 1 kWh). Dapat menurunkan emisi CO2 sebesar = 6.088,66 kWh x 800 gr/kWh = 48.709.315 gr atau setara dengan 48,7 ton CO2. Satu hektar kebun sawit menghasilkan biomassa berupa batang, pelepah dan tandan sawit 36 ton per tahun. Jumlah biomassa sebanyak ini dapat menyerap pencemar udara CO2 sebanyak 25 ton per tahun dan mengubahnya menjadi udara bersih O2 sebanyak 18 ton per tahun

PEMANFAATAN LIMBAH PERKEBUNAN

15

ENERGI/LISTRIK

3.564 kg bagas listrik 1 kwH

Mengurangi CO2 4.870,928 ton

16

PENJELASAN GAMBAR

Menghasilkan bio etanol, sebagai sumber energi terbarukan

Menyerap karbon 4.87 juta ton CO2 Bagas yang dihasilkan dapat digunakan sebagai

sumber energi listrik Potensi ini juga dapat ditransaksikan untuk

mekanisme pembangunan bersih (clean development mechanism/CDM)

17

TANTANGAN PENERAPAN PROGRAM MITIGASI

Perkebunan bukan merupakan “primadona” dalam mitigasi perubahan iklim

Perkebunan menerima beban penyediaan lapangan kerja tanpa insentif yang proporsional

Rendahnya apresiasi terhadap kontribusi sektor perkebunan dalam absorbsi gas rumah kaca

Senjang pemahaman dan komitmen dalam mitigasi perubahan iklim sektor pertanian

Aksesibilitas teknologi (property right) Hambatan diseminasi dan aplikasi teknologi

18

19

NO RENCANA AKSI

KEGIATAN/ SASARAN

PERIODE LOKASI REALISASI

1. Optimalisasi lahan

Terlaksananya Pengelolaan lahan pertanian tanpa bakar seluas 300.500 ha

2011-2014 8 provinsi rawan kebakaran (Sumut, Riau, Jambi, Sumsel, Kalbar, Kalsel, Kaltim dan Kalteng

Tahun 2011 telah dilaksanakan di 8 provinsi

2 Penerapan teknologi budidaya tanaman

Terlaksananya penggunaan teknologi untuk melindungi tanaman dari gangguan OPT dan dampak perubahan iklim

2011-2014

Seluruh provinsi kecuali DKI

Telah dilaksanakan pengendalian OPT dengan PHT, penggunaan APH, SL-PHT, dll di provinsi sesuai dana yang tersedia

3 Pemanfaatan pupuk organik dan bio-pestisida

Terlaksananya pemanfaatan pupuk organik dan biopestisida pada lahan seluas 250.000 ha

2011-2014

Seluruh provinsi

Telah dikembangkan dan diterapkan penggunaan pupuk organik dan bio-pestisida. pada budidaya perkebunan

RENCANA AKSI DAN REALISASI STRATEGI ADAPTASI DAN MITIGASI DITJEN. PERKEBUNAN

20

NO RENCANA AKSI

KEGIATAN/ SASARAN

PERIODE LOKASI REALISASI

4 Pengembangan areal perkebunan (sawit, karet, dan kakao) di lahan tidak berhutan/lahan terlantar/lahan terdegradasi/APL

Terlaksananya pengembangan areal bun dan peningkatan produksi dan produktivitas serta mutu tanaman tahunan dengan sasaran luas sawit 860.000 ha, karet 105.200 ha

2011-2014

Kelapa sawit 19 provinsi dan karet 14 provinsi

Telah dilaksanakan 2011 : 171.601 ha

Terlaksananya pengembangan areal bun dan peningkatan produksi dan produktivitas serta mutu tanaman pahgar (kakao ,kopi, dll) seluas 687.000 ha

2011-2014

16 provinsi potensial Telah dilaksanakan s/d/ 2011: 324.713 ha

(LANJUTAN)

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOPI NASIONAL

21

22

Kopi merupakan salah satu dari 15 komoditas yang diprioritaskan pengembangannya dan termasuk kelompok pengembangan komoditas ekspor unggulan serta memiliki peran tidak hanya dari aspek ekonomi, yaitu penghasil devisa dan pendapatan petani, akan tetapi juga penyedia kesempatan kerja, pembangunan wilayah dan konservasi lingkungan.

Kondisi pertanaman kopi pada tahun 2011 seluas 1.292.965 ha yang terdiri dari TBM : 195.945 ha, TM : 944.118 ha, TTM/TR : 152.902 ha dengan produksi sebesar 633.991 ton dan hampir seluruhnya (96%) diusahakan oleh rakyat. Dengan tingkat produktivitas rendah saat ini rata-rata sebesar 672 kg/ha/th pada tahun 2011 baru mencapai 60% dari potensi produktivitasnya. Komoditi kopi memberikan kontribusi lapangan kerja bagi sekitar 1,88 juta KK.

Saat ini Indonesia menjadi produsen utama kopi ke-3 (tiga) setelah Brazil dan Vietnam.

Sebagian besar komoditi kopi baru diolah dalam bentuk biji kopi kering, sedangkan pengolahan produk hilirnya belum dilakukan secara intensif, sehingga peluang untuk memperoleh nilai tambah (added value) serta penciptaan lapangan pekerjaan di pedesaan menjadi kurang optimal.

GAMBARAN UMUM

No. Kepemilikan Luas Areal

(Ha) Produksi

(Ton) Produktivitas

(Kg/Ha)

1 Perkebunan Rakyat 1.245.176 (96,30%)

604.840 (95,40 %) 667

2 Perkebunan Negara 22.873

(1,77%) 14.164

(2,23%) 785

3 Perkebunan Swasta 24.916

(1,93%) 14.987

(2,36%) 764

Total 1.292.965 (100%)

633.991 (100%) 672

KERAGAAN KOPI INDONESIA BERDASARKAN STATUS PENGUSAHAAN TAHUN 2011

Sumber: Statistik Perkebunan 2011

23

Presenter
Presentation Notes
  Source: Plantation Statistics 2010, Directorate General Estate Crops, Ministry of Agriculture.

Sumber : Statistik Perkebunan 2011

Keterangan: *) Angka Sementara **) Estimasi

KERAGAAN KOPI NASIONAL

LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KOPI NASIONAL

No Uraian 2008 2009 2010 2011*) 2012**) Rata2

Ptmbhn/Thn (%)

1 Luas Areal (Ha) 1.295.111 1.266.235 1.210.365 1.292.965 1.305.895 0,3

2 Produksi (Ton) 698.016 682.591 686.921 633.991 748.109 2,18

3 Produktivitas (Kg/Ha) 749 748 779 672 783 1,7

24

No KET 2007 2008 2009 2010 2011*) 2012**) +/- (%)

A AREAL (ha)

1.295.912 1.295.111 1.266.235 1.210.365 1.292.965 1.305.895 0,22

1 KopiRobusta 1.058.477 1.009.214 984.838 958.782 1.041.212 1.053.250 0,01

2 Kopi Arabika 237.435 285.897 281.397 251.583 251.753 252.645 1,73

B PRODUKSI (ton)

676.476 698.016 682.591 686.921 633.991 748.109 2,38

1 Kopi Robusta 549.085 550.920 534.961 540.280 487.230 601.092 2,40

2 Kopi Arabika 127.391 147.096 147.630 146.641 146.761 147.017 3,08

C PRODUKTIVITAS (kg/ha)

1 Kopi Robusta 681 716 724 766 724 771 2,61

2 Kopi Arabika 782 783 773 925 925 920 3,59

25

LUAS AREAL, PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS KOPI ROBUSTA DAN ARABIKA

TAHUN 2007-2012

Sumber : Statistik Perkebunan Indonesia 2011

Keterangan: *) Angka Sementara **) Estimasi

26

Kecenderungan konsumen dunia saat ini mengarah pada produk non konvensional seperti :

• Gourmet Coffee

• Kopi Spesialty (Specialty Coffee)

• Kopi Organik (Organic Coffee atau Bio Coffee)

a). Kopi Arabika

Kopi arabika di pasaran dunia dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu kopi arabika biasa/komersial (regular/commercial), kopi spesialti (specialty) dan kopi organik.

Kopi spesialti merupakan jenis kopi yang terbaik citarasanya dan mempunyai citarasa bersifat khas, karena itu pasarnya juga khusus.

Pangsa pasar kopi spesialti masih terbuka, terutama dengan bergesernya konsumen kopi biasa ke kopi spesialti di Amerika Serikat.

PROSPEK KOMODITI KOPI 1. Keunggulan Kopi Indonesia, yaitu:

Kopi Arabika Spesialty Dari Indonesia Saat Ini Antara Lain : 1. Mandailing dan Lintong Coffee : Sumatera Utara 2. Gayo Mountain Coffee : A c e h 3. Java Arabika Coffee : Jawa Timur 4. Bali – Kintamani Coffee : B a l i 5. Toraja, Kalosi Coffee : Sulawesi Selatan 6. Flores – Bajawa Coffee : Nusa Tenggara Timur 7. Baliem Coffee : Papua 8. Luwak Coffee : Jawa

MASYARAKAT PERLINDUNGAN

KOPI GAYO 27

b). Kopi Robusta

Provinsi Lampung, Bengkulu dan Sumatera Selatan menghasilkan sekitar 50 persen dari total produksi kopi robusta nasional, sehingga dijuluki dengan kawasan “segitiga emas kopi” (robusta) di Indonesia.

Kopi robusta merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai strategis dalam rangka perberdayaan ekonomi rakyat di pedesaan, karena:

Kopi robusta mudah dibudidayakan oleh petani; Gangguan hama penyakit relatif lebih sedikit; Kopi robusta dapat ditanam di bawah tanaman penaung produktif; Pengolahan pasca panen mudah dilakukan; Biji kopi tahan disimpan dan mudah diangkut; Biji kopi dapat diekspor dan dikonsumsi domestik.

2. Masih tersedianya lahan untuk pengembangan tanaman kopi. 3. Indonesia memiliki keunggulan geografis dan iklim yang

menghasilkan kopi yang mempunyai cita rasa dan aroma yang sangat digemari masyarakat dunia.

lanjutan...

28

29

PERMASALAHAN, TANTANGAN DAN PELUANG PENGEMBANGAN KOPI

1. PERMASALAHAN

Areal tanaman kopi 96% merupakan Perkebunan Rakyat (PR) yang sebagian besar diusahakan secara monokultur, dengan teknik budidaya belum sesuai dengan anjuran/GAP.

Produktivitas tanaman masih rendah (60% dari potensi produksi), karena masih menggunakan bibit asalan, kesadaran akan benih unggul bermutu masih rendah, serta sebagian tanaman dalam kondisi tua dan rusak.

Meningkatnya serangan hama/penyakit tanaman, khususnya hama Penggerek Buah Kopi/PBKo (Hypothenemus hampei), penggerek cabang (Xylosandrus sp.), kutu dompolan (Pseudococcus sp.) dan penyakit karat daun (Hemileia vastarix), serta nematoda (Meloidogyne dan Pratylenchus). Serangan OPT dapat menurunkan hasil 40-60%.

Masih lemahnya kelembagaan petani

Rendahnya penguasaan teknologi pasca panen oleh petani sehingga mutu rendah.

Sebagian besar produk yang dihasilkan dan diekspor berupa kopi biji (green bean).

Tingkat konsumsi kopi per kapita di dalam negeri masih rendah (0,86 kg/kapita/th) dibanding dengan Brazil dan Columbia (3-4 kg/kapita/th).

Specialty coffee belum dikelola secara optimal.

Terbatasnya akses permodalan.

30

2). TANTANGAN Kesadaran akan lingkungan, telah mengubah preferensi konsumen

yang tidak hanya mendasarkan pada kualitas dan batas maksimal residu, namun juga teknologi produksi yang ramah lingkungan.

Penerapan standar ISO 9000, 14000.

Penerapan kopi berkelanjutan.

Tingkat pendidikan yang lebih baik, mengubah pola hidup dan kesadaran pada aspek kesehatan, yang menyebabkan semakin ketatnya toleransi terhadap komponen bahan kimia yang berbahaya bagi tubuh seperti Ochratoxin dan residu pestisida.

Kesepakatan dari anggota ICO bahwa tidak akan mengekspor kopi dengan kualitas rendah.

31

3. PELUANG Adanya upaya perluasan areal tanaman kopi arabika, khususnya di

wilayah yang secara agroklimat sesuai

Penerapan sistem budidaya perkebunan kopi yang baik (GAP) dan berkelanjutan (sustainable coffee production)

Perkembangan teknologi dalam industri pengolahan kopi, seperti Instant dan Liquid coffee

Adanya upaya peningkatan konsumsi kopi per kapita di dalam negeri kopi robusta dari 0,86 kg/kapita/th menjadi 1 kg/kapita/th

Peningkatan mutu khususnya kopi Arabika yang dapat diarahkan menjadi kopi Spesialty

Tersedianya teknologi budidaya

Tersedianya peneliti/tenaga ahli di bidang kopi

32

4. HARAPAN Sistem budidaya kopi yang sesuai GAP mengarah pada indikasi

geografis* dan sistem perkebunan berkelanjutan

Adanya upaya untuk mempertahankan citarasa kopi sehingga

mampu meningkatkan bargaining position kopi Indonesia di pasar

nasional maupun internasional

Kopi spesialty Indonesia dapat diarahkan untuk melakukan

sertifikasi sehingga dapat meningkatkan daya saing kopi Indonesia

terutama memberikan nilai tambah bagi petani

Peningkatan mutu kopi khususnya untuk konsumsi dalam negeri.

*) Menurut UU No 15 tahun 2001 pasal 56 : ” Indikasi geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang,

yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan“.

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOPI A. Kebijakan Umum Mensinergikan seluruh potensi sumberdaya tanaman kopi

dalam rangka peningkatan daya saing usaha, nilai tambah, produktivitas dan mutu produk, melalui partisipasi aktif para pemangku kepentingan dan penerapan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan berlandaskan kepada ilmu pengetahuan dan teknologi serta didukung dengan tata kelola pemerintah yang baik

B. Kebijakan Teknis

o Pengembangan komoditi kopi o Peningkatan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) o Pengembangan kelembagaan dan kemitraan o Peningkatan investasi usaha o Pengembangan sistem informasi manajemen

33

PROGRAM & KEGIATAN

Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Kopi

Berkelanjutan

STRATEGI

• Revitalisasi lahan

• Revitalisasi perbenihan

• Revitalisasi infrastruktur dan sarana

• Revitalisasi SDM

• Revitalisasi pembiayaan petani

• Revitalisasi kelembagaan petani

• Revitalisasi teknologi dan industri hilir

PROGRAM

34

Keamanan Pangan

Standar Mutu

Kepastian Jumlah Produksi Kopi yang

Sustainable

Keamanan Lingkungan

Rasional

Sustainable Coffee

Production

Penerapan pembatasan

Maximum Residu Limit (MRL)

Undang-Undang No. 18/2004 tentang

Perkebunan

Pembangunan perkebunan

dilaksanakan dengan azas berkelanjutan

UUD 1945

Pasal 33

Penerapan GAP Kopi

Perlunya Sertifikasi

35

1. Meningkatkan kepedulian terhadap pentingnya memproduksi kopi berkelanjutan;

2. Meningkatkan tingkat kompetisi kopi Indonesia di pasar dunia;

3. Mendukung komitmen Indonesia dalam pelestarian Sumber Daya Alam dan fungsi lingkungan hidup.

Tujuan Kopi Berkelanjutan

Indonesia

36

1. Komoditi kopi sebagian besar diusahakan oleh rakyat, sehingga apabila biaya sertifikasi dibebankan kepada petani akan menjadi beban;

2. Belum adanya jaminan premium harga dan jaminan pasar untuk kopi yang telah memperoleh sertifikasi;

3. Perlunya kriteria penilaian kopi berkelanjutan. Saat ini sertifikasi kopi memiliki kriteria yang berbeda-beda tergantung pada konsumen. Apabila akan dibuat standar/kriteria Kopi Berkelanjutan Indonesia dalam satu standar nasional, belum tentu dapat diterima oleh konsumen yang lain sehingga memerlukan persepsi yang sama dari para konsumen (harmonisasi).

Contoh sertifikasi kopi di dunia : Fairtrade, Utzkapeh, Organic Coffee, Common Code for Coffee Community (C4), Rainforest Alliance, Coffee And Farmer Equity (CAPE), Practices (Starbucks).

HAL-HAL YANG PERLU DIPERTIMBANGKAN DALAM PENGEMBANGAN KOPI BERKELANJUTAN

37

sebagai sumber devisa negara, sumber pendapatan petani, penciptaan lapangan kerja, terbentuknya pusat –pusat pertumbuhan, mendorong agribisnis dan agroindustri kakao.

Luas areal 1.677.254 ha

Ekspor

salah satu komoditi utama dan unggulan perkebunan

didominasi oleh perkebunan rakyat (94,51%), melibatkan

petani secara langsung sebanyak 1.563.669 KK. Produksi 712.231 ton

Volume 436,9 ribu ton Nilai US$ 1,410 milyar

penghasil devisa terbesar ketiga

subsektor perkebunan

setelah kelapa sawit dan karet.

KAKAO

39

PENYEBARAN KAKAO NASIONAL TAHUN 2011*

No. Wilayah

Areal Produksi

(Ton) Ha % thd Nasional

1. Sulawesi 988.309 58,92 448.344

2. Sumatera 377.032 22,47 166.609

5. Maluku + Papua 107.641 6,42 33.568

4. Jawa 92.435 5,51 31.453

3. NTT + NTB + Bali 68.637 4,09 18.121

6. Kalimantan 43.201 2,58 14.136

TOTAL 1.677.254 100 712.231

Keterangan: *) Angka sementara

40

Perkembangan Areal Tanaman Kakao Tahun 2007-2011* (Ha)

No Pengusahaan 2007 2008 2009 2010 2011* Rata2

pertb/th (%)

1 PR 1,272,782 1,326,784 1,491,808 1,558,421 1,585,153 5,72

2 PBN 57,342 50,584 49,489 48,932 48,932 -3,77

3 PBS 49,156 47,848 45,839 43,268 43,169 -3,17

Total 1,379,280 1,425,216 1,587,136 1,650,621 1,677,254 5,08

Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia, Ditjen Perkebunan Keterangan: *) Angka Sementara

No Pengusahaan 2007 2008 2009 2010 2011* Rata2 pertb/th (%)

1 PR 671,370 740,681 741,981 772,771 644,688 -0,48

2 PBN 34,643 31,130 34,604 34,740 34,373 0,09

3 PBS 33,992 31,783 32,998 30,407 33,170 -0,36

Total 740,005 803,593 809,583 837,918 712,231 -0,54

Perkembangan Produksi Kakao Tahun 2007-2011* (Ton)

41

Perkembangan Produktivitas Kakao Tahun 2006-2011* (kg/ha)

No Pengusahaan 2006 2007 2008 2009 2010 2011* Rata2 pertb/th (%)

1 PR 843 796 779 811 793 648 -4,82

2 PBN 880 787 834 941 958 911 1,03

3 PBS 961 874 884 994 944 957 0,18

Nasional 849 801 832 822 898 837 -0,11 Sumber: Statistik Perkebunan Indonesia, Ditjen Perkebunan Keterangan: *) Angka Sementara

Produktivitas perkebunan rakyat paling rendah dibandingkan dengan produktivitas perkebunan besar dan produktivitasnya menunjukkan penurunan. Hal ini karena pengelolaan tanaman pada perkebunan rakyat belum dilakukan secara intensif sesuai dengan standar teknis.

Produktivitas pada beberapa tahun terakhir memang menunjukkan penurunan. Namun, dengan adanya Gernas Kakao sejak tahun 2009, diharapkan produktivitas akan meningkat hingga mencapai 1,5 ton/tahun.

42

Produksi Kakao Dunia (4 juta ton)

Pantai Gading 1,4 juta ton (35%)

Ghana: 0,860 juta ton (21,5%)

Indonesia: 0,712 juta ton (17,8%)

Lainnya: 1,028 juta ton (25,7%)

43

No EKSPOR BIJI & OLAHAN KAKAO 2008 2009 2010 2011 2012*

1 Volume (ribu ton) 531,3 554,8 578,3 436,9 187,3

2 Nilai (US$ juta) 1.307,2 1.460,9 1.701,9 1.410,1 511,0

PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR TAHUN 2008 - 2012

No IMPOR BIJI & OLAHAN KAKAO 2008 2009 2010 2011 2012*

1 Volume (ribu ton) 56,1 48,2 49,5 44,7 20,6

2 Nilai (US$ juta) 122,6 124,3 171,5 180,1 75,7

Sumber: BPS diolah Kementerian Perdagangan Keterangan: *) Januari – Mei 2012

44

Penurunan tingkat produktivitas akibat sebagian besar tanaman tua/rusak, belum menggunakan bibit unggul, kurangnya perawatan tanaman, serangan hama penyakit utamanya VSD dan PBK;

Rendahnya tingkat diseminasi teknologi akibat minimnya tenaga penyuluh, luasnya cakupan wilayah, terbatasnya sarana dan prasarana pendukung;

Terbatasnya akses terhadap permodalan;

Kelembagaan petani belum kuat;

Kualitas biji kakao masih rendah (sebagian besar biji kakao yang dihasilkan belum difermentasi);

Masih terbatasnya kemitraan antara pengusaha/industri dengan petani pekebun;

Tata niaga biji kakao yang masih panjang (didominasi oleh tengkulak);

1

2

4

5

3

7

6

PROSPEK & POTENSI

Meningkatnya permintaan kakao dunia (terbukanya

pasar baru di China, Rusia, India, Jepang dan Timur

Tengah)

Terbuka peluang untuk pengembangan industri kakao

menjadi produk jadi dan produk setengah jadi serta

pengembangan pasar dalam negeri

Keterbatasan negara produsen utama (Pantai

Gading dan Ghana) untuk meningkatkan pasokan

biji kakao

Tersedianya teknologi budidaya

Tersedianya peneliti dan tenaga ahli di bidang

kakao

Minat masyarakat untuk menanam kakao cukup

tinggi

Masih tersedianya lahan yang sesuai untuk

pengembangan tanaman kakao

Kakao Indonesia memiliki karakteristik khusus yang tidak dimiliki negara lain yaitu rasa

fruity dengan melting point yang tinggi sehingga tidak mudah meleleh pada suhu setempat

46

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAKAO

• Mensinergikan seluruh potensi sumberdaya tanaman kakao dalam rangka peningkatan daya saing usaha, nilai tambah, produktivitas dan mutu produk, melalui partisipasi aktif para pemangku kepentingan dan penerapan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan berlandaskan kepada ilmu pengetahuan dan teknologi serta didukung dengan tata kelola pemerintah

Kebijakan Umum

• Pengembangan komoditi kakao • Peningkatan kemampuan Sumber Daya Manusia

(SDM) • Pengembangan kelembagaan dan kemitraan • Peningkatan investasi usaha • Pengembangan sistem informasi manajemen

Kebijakan Teknis

47

Revitalisasi Lahan

Revitalisasi perbenihan

Revitalisasi teknologi dan industri hilir

Revitalisasi insfrastruktur dan sarana

Revitalisasi kelembagaan petani

Revitalisasi SDM

Revitalisasi Pembiayaan petani

S T R A T E G I

48

Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Kakao Berkelanjutan

GERNAS KAKAO Pengembangan

Revitalisasi Kakao

Pengembangan Kakao Non Revitalisasi

Pengembangan Integrasi Kakao-

Ternak

Pengembangan melalui APBD

Gernas Kakao mulai dilaksanakan tahun 2009 di sentra produksi kakao dengan kegiatan utama yaitu peremajaan 70.000 ha, rehabilitasi 235.000 ha, intensifikasi 145.000 ha serta kegiatan pendukung

upaya percepatan pengembangan perkebunan rakyat melalui perluasan, peremajaan dan rehabilitasi tanaman dengan pembiayaan melalui kredit perbankan (KPEN-RP) dengan subsidi bunga dari pemerintah

pengembangan kakao rakyat dengan sumber dana APBN melalui pemberian bibit unggul bermutu dan pupuk dengan Pola Bantuan Sosial (Bansos), kegiatannya meliputi perluasan.

usaha tani terpadu kakao dan ternak melalui pemanfaaatan limbah tanaman (sebagai pakan) dan limbah ternak (sebagai pupuk). Kegiatan ini meliputi bantuan kepada kelompok tani berupa 10-15 ekor ternak (sapi/kerbau) dan 1 set alat pengolah limbah kakao (alat pencacah dan alat penepung kulit buah kakao).

Pengembangan kakao rakyat dengan sumber dana dari APBD Provinsi dan Kabupaten

50

Keamanan Pangan

Standar Mutu

Kepastian Jumlah Produksi Kakao

Yang Sustain

Keamanan Lingkungan

Rasional

Sustainable Cocoa

Production

Penerapan pembatasan

Maximum Residu Limit (MRL)

Undang-Undang No. 18/2004 tentang

Perkebunan

Pembangunan perkebunan dilaksanakan dengan azas berkelanjutan

UUD 1945 Pasal 33

51

DESAIN PENGEMBANGAN KAWASAN AGRIBISNIS KAKAO

UNIT FERMENTASI BIJI KAKAO

• Bangunan Unit Pengolah Kapasitas 1 ton/50 ha/4 hr

• BIBIT TANAMAN UNGGUL BERMUTU

• SUMBER ENTRES UNGGUL • PUPUK DAN

PESTISIDA/AGENSIA HAYATI

• PERBAIKAN TANAMAN MELALUI PEREMAJAAN, REHABILITASI, INTENSIFIKASI

• PERLUASAN TANAMAN

KELEMBAGAAN • GAPOKTAN • KOPERASI

• PEMBERDAYAAN PETANI • PENINGKATAN MANAJEMEN

ADMINISTRASI

INDUSTRI PENGOLAHAN KAKAO

1) Output : * Cocoa Butter * Cocoa Powder

* Cocoa Pasta * Cocoa Cake

2) Output : Industri pengolahan cokelat (consume product)

52

ISU PENTING SAAT INI

Terjadinya anomali iklim pada tahun 2010/2011 yang berakibat pada penurunan produktivitas.

Selisih harga antara biji kakao non fermentasi dengan biji kakao fermentasi sangat rendah.

Sebagian besar kualitas biji kakao yang diproduksi petani belum memenuhi standar mutu yang ditetapkan,

Komoditas kakao belum memiliki brand sehingga nilai tambah kakao olahan masih relatif rendah.

Pengembangan kakao berkelanjutan/sertifikasi kebun kakao menjadi issu penting bagi konsumen terkait dengan kepastian jumlah produksi kakao yang memenuhi standar mutu, keamanan pangan dan lingkungan.

Pengembangan kakao menjadi prioritas untuk memenuhi kebutuhan industri kakao dalam negeri dan luar negeri

Perlu dibentuk cocoa linkers sebagai wadah untuk berkoordinasi bagi para pemangku kepentingan di bidang kakao

53

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KARET NASIONAL

54

Luas areal, Produksi dan Produktivitas Karet Indonesia

Tahun Area (Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (Kg/ Ha)

2005 3,279,391 2,270,891 862

2006 3,346,427 2,637,231 967

2007 3,413,717 2,755,172 993

2008 3,424,217 2,754,356 994

2009 3,435,270 2,440,347 901

2010 3,445,415 2,734,854 986

2011* 3,456,527 3,029,427 1.085

2012** 3,467,000 2,900,497 1.092

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan

55

Year Luas Areal (000ha) Rakyat Pemerintah Swasta Total

2005 2,767

237

276

3,279

2006 2,833

238

275

3,346

2007 2,899

238

276

3,414

2008 2,910

238

276

3,424

2009 2,912

239

284

3,435

2010 2,922 240 284 3,445

2011)* 2,932 240 284

3,456

LUAS AREAL BERDASARKAN KEPEMILIKAN

85% 56

Provinsi TBM (Tanaman

Belum Menghasilkan)

TM (Tanaman Menghasilkan)

TTM/TR (Tanaman Tua Mati/Tanaman

Rusak) Jumlah Produktivitas

(Kg/ha)

1 ACEH 15.099 98.055 6.079 119.233 949 2 SUMUT 47.044 408.031 8.319 463.394 1.054 3 SUMBAR 28.471 90.223 11.853 130.547 1.054 4 RIAU 37.581 349.276 4.856 391.713 1.045 5 KEPRI 5.931 25.058 1.068 32.057 888

6 JAMBI 72.164 365.201 6.805 444.170 839 7 SUMSEL 120.589 538.288 7.584 666.461 1.009 8 BANGKA 9.090 20.311 66 29.467 977 9 BENGKULU 16.717 54.994 1.959 73.670 935

10 LAMPUNG 23.936 59.171 660 83.767 1.147 SUMATERA 376.622 2.008.609 49.249 2.434.479 993 Persentase 64% 72% 60% 71%

NON SUMATERA 213.631 764.214 33.089 1.010.936 NASIONAL 590.253 2.772.823 82.338 3.445.415 986

c. Luas Areal Karet Berdasarkan Keadaan Tanam, Tahun 2010

57

Program Pemerintah untuk Revitalisasi Karet Rakyat

1.Revitalisasi Perkebunan

melalui KPEN – RP 2.Pengembangan (peremajaan &

perluasan) karet rakyat (bantuan APBN dan APBD)

3.Rencana Gernas Karet

58

TUJUAN PROGRAM

• Meningkatkan produksi & produktivitas & mutu • Meningkatkan pendapatan petani (harga yang

diterima petani saat ini adalah 60% dari harga pasar) dan masyarakat

• Mengurangi tingkat pengangguran di perdesaan • Meningkatkan pendapatan wilayah • Membantu penumbuhan kekuatan ekonomi

masyarakat di wilayah spesifik • Mendukung peningkatan kualitas lingkungan

hidup 59

Upaya Percepatan Pengembangan Perkebunan Rakyat Melalui Perluasan, Peremajaan dan Rehabilitasi Tanaman Perkebunan;

Dalam rangka meningkatkan produksi, produktivitas, mutu dan kesejahteraan petani terutama untuk komoditi ekspor (sawit, karet dan kakao);

Dukungan Kredit Investasi Perbankan dan Subsidi Bunga Oleh Pemerintah;

Melibatkan Perusahaan Dibidang Usaha Perkebunan Sebagai Mitra Pengembangan Dalam Pembangunan Kebun, Pengolahan dan Pemasaran Hasil.

60

RUANG LINGKUP KEGIATAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN

NO. TANAMAN PERLUASAN PEREMAJAAN 1. KELAPA

SAWIT - PR SEKITAR PB - IUP PUSAT TIDAK AKTIF - IUP DAERAH - LAHAN TRANS

- EKS PIR

2. KARET - PR SEKITAR PB - LAHAN TRANS

- EKS PIR - EKS PROYEK - SWADAYA

3. KAKAO - INTEGRASI DGN KELAPA - PR - LAHAN TRANS

- PEREMAJAAN PR - REHABILITASI PR

PR = Perkebunan Rakyat PB = Perkebunan Besar IUP = Ijin Usaha Perkebunan PIR = Perkebunan Inti Rakyat

61

LANDASAN HUKUM

1. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 33/Permentan/OT.140/7/2006 tentang Pengembangan Perkebunan Melalui Program Revitalisasi Perkebunan;

2. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 117/PMK.06/2006 Tentang Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP);

3. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.26/MENHUT-II/2007 tentang Perubahan Kedua atas Keputusan Menteri Kehutanan Nomor. 292/KPTS-II/1995, tentang Tukar Menukar Kawasan Hutan;

4. Surat Menteri Keuangan Nomor S-313/MK.05/2007 tentang subsidi bunga KPEN-RP;

5. Perjanjian Kerjasama Pendanaan antara Bank Pelaksana (enam belas Bank Pelaksana) dengan Pemerintah Republik Indonesia (Menteri Keuangan) Dalam Rangka Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan;

6. Surat Edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional, Nomor 3817-310.21-D.II, tanggal 6 Desember 2007 tentang Standar Satuan Biaya Sertifikat Hak Milik Program Revitalisasi Perkebunan;

62

Lanjutan

7. SK Menteri Pertanian Nomor 143/Kpts/LB.310/2/2008 tanggal 15 Pebruari 2008 tentang Penunjukan Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (LRPI) untuk melaksanakan penelitian di bidang perkebunan mendukung Revitalisasi Perkebunan Indonesia;

8. SK Direktur Jenderal Perkebunan, tentang Satuan Biaya Maksimum Pembangunan Kebun Peserta Program Revitalisasi Perkebunan di Lahan Kering dan Basah yang diterbitkan setiap tahun;

9. Keputusan Direktur Jenderal Perkebunan Nomor 141/Kpts/LB.110/06/2010 tanggal 23 Juni 2010 tentang Sistem Penilaian Fisik Kebun Kelapa Sawit Rakyat Yang Dikaitkan Dengan Program Revitalisasi Perkebunan;

10. Surat Menteri Keuangan Nomor S-623/MK.05/2010 tanggal 29 November 2010 Perihal Perpanjangan Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi Perkebunan (KPEN-RP);

11. Nota Kesepahaman (MoU) Antara Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Pertanian Nomor 13/1/BI/DKBU/NK dan Nomor 03/MOU/RC.110/M/3/2011 Tentang Kerjasama Pengembangan Usaha Di Sektor Pertanian.

63

KONSEPSI REVITALISASI PERKEBUNAN

a. Pengembangan perkebunan melalui kemitraan baik pola PIR maupun kemitraan lainnya. Untuk wilayah yang tidak tersedia mitranya dilakukan langsung oleh petani pekebun;

b. Setiap lokasi pengembangan diarahkan untuk terwujudnya hamparan yang kompak serta memenuhi skala ekonomi;

c. Luas lahan maksimum adalah 4 ha per KK, kecuali untuk wilayah khusus yang pengaturannya ditetapkan oleh Menteri Pertanian;

d. Untuk memberikan jaminan kepastian dan keberlanjutan usaha, dapat dilakukan pengelolaan kebun dalam Satu Manajemen minimal satu siklus tanaman.

64

MITRA USAHA

KOPERASI

BANK PELAKSANA

3. Akad Kredit Kemitraan

2. Perjanjian Kerjasama

DEPARTEMEN KEUANGAN

9. Usulan Subsidi Bunga

DEPARTEMEN PERTANIAN

Petani Peserta

ALUR PROSES PELAKSANAAN PROGRAM REVITALISASI PERKEBUNAN

1. Penunjukan Calon Petani Peserta

5. Daftar Calon Mitra Usaha

10. Subsidi Bunga

6. Persetujuan Mitra Usaha

Gubernur Cq Kadisbun

Prov

Bupati Cq Kadisbun

Kab

2. Perjanjian Kerjasama

3. Permohonan sbg mitra usaha

4. Permohonan sbg calon mitra usaha

Permohonan

4. Permohonan sbg Calon Mitra Usaha

7. Penunjukan mitra usaha

2. Perjanjian Kerjasama

1. POLA KEMITRAAN

8. Akad Kredit Kemitraan

65

PETANI PESERTA

KOPERASI

BANK PELAKSANA

6. Akad Kredit Non Kemitraan

3. Perjanjian Kerjasama

DEPARTEMEN KEUANGAN

8. Subsidi Bunga

DEPARTEMEN PERTANIAN

7. Usulan Subsidi Bunga

Gubernur Cq Kadisbun

Prov

Bupati Cq Kadisbun

Kab

1. Penunjukan calon petani peserta

1. Cc. Penunjukan calon Petani peserta

4. Permohonan

2.Usulan Rev-Bun

5. Penetapan petani peserta

2. POLA NON KEMITRAAN

1. Penunjukan petani peserta

66

1.Peremajaan karet rakyat tua/rusak/berasal dari benih asalan seluas 9.485 ha dengan penyediaan benih karet unggul dan pupuk dasar,

2.Perluasan karet rakyat seluas 1.200 ha di wilayah spesifik, yaitu wilayah perbatasan , pasca bencana, pasca konflik

Ruang Lingkup Kegiatan :

67

1. Peremajaan karet rakyat tua/rusak/berasal dari benih asalan dengan penyediaan benih karet unggul, pupuk, pestisida dan bantuan upah tenaga kerja serta alat pertanian kecil seluas 300.000 Ha

2. Intensifikasi tanaman karet rakyat yang berasal dari benih unggul dan berumur produktif dengan penyediaan pupuk, pestisida seluas 50.000 Ha;

3. Pengendalian OPT dengan menerapkan konsep PHT; 4. Perbaikan cara panen dan penanganan pasca panen; 5. Revitalisasi sarana unit manajemen di tingkat lapangan (perbaikan UPP); 6. Pemberdayaan petani, melalui pelatihan dan pendampingan.

Ruang Lingkup Kegiatan GERNAS KARET :

68

a)Peremajaan tanaman adalah upaya penggantian tanaman tidak produktif (tua/rusak, eks bencana alam) dengan tanaman baru secara keseluruhan atau bertahap dengan menerapkan inovasi teknologi.

b)Intensifikasi tanaman adalah upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman melalui penerapan teknis budidaya standar seperti pemupukan sesuai standar teknis dan tepat waktu;

c)Pengendalian hama dan penyakit adalah kegiatan yang meliputi pengamatan, peramalan, pemeriksaan, pengasingan dan pengendalian OPT, bimbingan pengendalian OPT, pengembangan metode pengamatan/ peramalan/ pengendalian/ tindakan karantina, pemantauan daerah sebar OPT pembuatan koleksi, visualisasi dan informasi;

Batasan Kegiatan GERNAS KARET :

69

d)Pengendalian hama dan penyakit adalah kegiatan yang meliputi pengamatan, peramalan, pemeriksaan, pengasingan dan pengendalian OPT, bimbingan pengendalian OPT, pengembangan metode pengamatan/ peramalan/ pengendalian/ tindakan karantina, pemantauan daerah sebar OPT pembuatan koleksi, visualisasi dan informasi;

e)Pemberdayaan petani adalah upaya untuk meningkatkan kemandirian dan posisi tawar petani melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap petani dalam mengelola usaha taninya;

f) Pendampingan oleh petugas lapangan sebagai fasilitator dalam menghubungkan petani dengan mitra/instansi terkait dan penerapan teknologi;

Batasan Kegiatan GERNAS KARET :

70

Pengembangan kelapa dilakukan melalui gerakan dengan mensinergikan seluruh pemangku kepentingan dengan tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :

A. PEMERINTAH PUSAT : a)Memfasilitasi pembiayaan untuk kegiatan peremajaan, seperti benih

karet siap tanam, benih tanaman pangan (tumpangsari dengan komoditas tanaman semusim/pangan sebagai pengganti cover crop), pupuk, obat-obatan dan upah tenaga kerja pada tahun pertama (paket utuh penanaman);

b) Memfasilitasi pembiayaan untuk kegiatan intensifikasi, seperti pupuk, obat-obatan dan upah tenaga kerja;

c) Memfasilitasi pembiayaan untuk pengawalan dan pembinaan, monitoring dan evaluasi, sosialisasi dan koordinasi;

d) Memfasilitasi pembiayaan untuk kegiatan pemberdayaan petani melalui pelatihan manajemen pengelolaan kebun dan peningkatan produktivitas dengan teknologi anjuran;

e) Memfasilitasi pembiayaan sertifikasi lahan petani peserta.

Pola Gerakan Kegiatan GERNAS KARET :

71

B. PEMERINTAH PROVINSI a)Memfasilitasi pembiayaan melalui dana Pemerintah Daerah

untuk mendukung kegiatan Gerakan Nasional Peningkatan Produktivitas dan Mutu Karet Rakyat;

b)Memfasilitasi penyediaan biaya untuk penyebaran informasi tentang pelaksanaan Gerakan Nasional Peningkatan Produktivitas dan Mutu Karet Rakyat;

c)Memfasilitasi penyediaan lahan untuk penyediaan sumber perbenihan;

d)Memfasilitasi pembiayaan permodalan atau dana perbankan untuk kegiatan lanjutan/pemeliharaan.

Lanjutan

72

C. PEMERINTAH KABUPATEN

a)Memfasilitasi pembiayaan melalui dana Pemerintah Daerah untuk mendukung kegiatan Gerakan Nasional Peningkatan Produktivitas dan Mutu Karet Rakyat;

b) Memfasilitasi penyediaan lahan untuk penyediaan sumber

perbenihan;

Lanjutan

73

74

Terima Kasih