novel cintaku terkait di jerman bab 2 balkon bintang

6
Penggalan cerita pendek diangkat dari novel yang baru mau akan ditulis dengan judul: “ Cintaku Terkait di Jerman” Bab 2: “ Balkon Bintang” isudut remang balkon kamar ini, aku duduk berkontemplasi diri, meluruskan benang-benang yang terbelit indah dalam simulakrum yang terhampar bersama kilau bintang dilangit. Ku gunakan otakku untuk mengingat penggalan kalimat ilmiah yang pernah dikatakan padaku. Dia pernah bilang bahwa sinar bintang yang kita lihat itu hanyalah tinggal sinarnya, bisa jadi bintang itu telah hilang, pecah dan musnah. Walaupun demikian bintang itu tetap meninggalkan keindahan yang sering kali membuat mulut kita ternganga saat menatap kelip-kelip malam. So seperti apa kita nanti, harus tetap meninggalkan sinar kemilau seperti itu. Kalimat yang simple but so sure masuk menerobos labirin otakku kala itu. D Sesekali bibirku tersenyum konyol, memikirkan nasibku yang gak jelas di atas balkon ini. Belum lagi dingin angin serasa mencubit pipi dan hidungku dengan belaian mesranya. Sungguh malam ini benar-benar sangat dramatis, romantisme intelektual yang berkelebatan di atas kepalaku pun menutupi seluruh rambut dan tubuh seperti selendang sari yang dipakai Kajol sebelum ditarik oleh Shah Rukh Khan. Ooooiii… stop stop stop, tuh kan lagu suraj hua madam serasa dengan ajaib bergema mengisi atmosfer di sekelilingku (*kedua artis india ini emang dah ber-chemistry banget dengan hidupku) Pandanganku lalu melayang melihat rasi-rasi bintang di langit, pikiran ku pun di penuhi dengan peristiwa- peristiwa beberapa minggu ini yang menguras emosi jiwa dan raga (yang penting gak menguras keringat aja, ampyuun dah kalau harus kerja rodi juga dengan beban tugas kuliah yang sedang paduan suara memanggil-manggil namaku… “ichaaa…….aku disini…..peluklah diriku, jangan kau lepaskan, agar engkau tahu betapa rinduku”). Biyuuuhhh tuli mendadak dah rasanya. Hehehe…. terkadang menghiberbolakan sesuatu yang sudah hiperbola itu asyik, tapi sumpah, untuk kasus satu ini gak asyik sama sekali. Maklum sebagai mahasiswi semester 7 Jurusan Kimia, dah lumayan banyak beban praktikum dan mesti segera menyelesaikan tugas akhir. Belum lagi aku harus bener-bener prepare tes beasiswa untuk studi S2 ke Jerman nanti. Sekelebat bayangan wajah dan senyum ramah itu hadir di pelupuk mata. Sudah berkali-kali mata ini aku cuci dan aku tetesi insto (*merk obat mata yang paling terkenal di kampungku), masih juga

Upload: respati-jenar

Post on 20-Feb-2016

6 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

free

TRANSCRIPT

Page 1: Novel Cintaku Terkait Di Jerman Bab 2 Balkon Bintang

Penggalan cerita pendek diangkat dari novel yang baru mau akan ditulis dengan judul:

“ Cintaku Terkait di Jerman”Bab 2: “ Balkon Bintang”

isudut remang balkon kamar ini, aku duduk berkontemplasi diri, meluruskan benang-benang yang terbelit indah dalam simulakrum yang terhampar bersama kilau bintang dilangit. Ku gunakan otakku

untuk mengingat penggalan kalimat ilmiah yang pernah dikatakan padaku. Dia pernah bilang bahwa sinar bintang yang kita lihat itu hanyalah tinggal sinarnya, bisa jadi bintang itu telah hilang, pecah dan musnah. Walaupun demikian bintang itu tetap meninggalkan keindahan yang sering kali membuat mulut kita ternganga saat menatap kelip-kelip malam. So seperti apa kita nanti, harus tetap meninggalkan sinar kemilau seperti itu. Kalimat yang simple but so sure masuk menerobos labirin otakku kala itu.

D

Sesekali bibirku tersenyum konyol, memikirkan nasibku yang gak jelas di atas balkon ini. Belum lagi dingin angin serasa mencubit pipi dan hidungku dengan belaian mesranya. Sungguh malam ini benar-benar sangat dramatis, romantisme intelektual yang berkelebatan di atas kepalaku pun menutupi seluruh rambut dan tubuh seperti selendang sari yang dipakai Kajol sebelum ditarik oleh Shah Rukh Khan. Ooooiii… stop stop stop, tuh kan lagu suraj hua madam serasa dengan ajaib bergema mengisi atmosfer di sekelilingku (*kedua artis india ini emang dah ber-chemistry banget dengan hidupku) Pandanganku lalu melayang melihat rasi-rasi bintang di langit, pikiran ku pun di penuhi dengan peristiwa-peristiwa beberapa minggu ini yang menguras emosi jiwa dan raga (yang penting gak menguras keringat aja, ampyuun dah kalau harus kerja rodi juga dengan beban tugas kuliah yang sedang paduan suara memanggil-manggil namaku… “ichaaa…….aku disini…..peluklah diriku, jangan kau lepaskan, agar engkau tahu betapa rinduku”). Biyuuuhhh tuli mendadak dah rasanya. Hehehe…. terkadang menghiberbolakan sesuatu yang sudah hiperbola itu asyik, tapi sumpah, untuk kasus satu ini gak asyik sama sekali. Maklum sebagai mahasiswi semester 7 Jurusan Kimia, dah lumayan banyak beban praktikum dan mesti segera menyelesaikan tugas akhir. Belum lagi aku harus bener-bener prepare tes beasiswa untuk studi S2 ke Jerman nanti. Sekelebat bayangan wajah dan senyum ramah itu hadir di pelupuk mata. Sudah berkali-kali mata ini aku cuci dan aku tetesi insto (*merk obat mata yang paling terkenal di kampungku), masih juga gak bisa mengobati mataku dari virus yang satu ini. Dia, semua orang memanggilnya Nabhan (eits…tiba-tiba nyamuk-nyamuk pada ngamuk nih menyerang telingaku…helooo, Ok. Fine. Namanya bapak Nur Nabhan Hady, hadeeh ini nyamuk kalau sudah puas denger namanya langsung pada ngacir, gak doyan darahku kali ya). Nabhan, (*aku manggilnya gitu untuk konsumsi pribadiku, hehehe. Kalau sampe ketahuan orang bisa-bisa di gebukin orang sejurusan) – adalah dosen kimia kuantum yang menjadi idola para mahasiswi, sepertinya mulai jaman batu sampe jaman nanomaterial sekarang deh. Tiada kusadari, entah sejak kapan aku mulai terbelit perasaan ini (sumpah, gengsi banget kalau mesti gabung dengan mahasiswi-mahasisiwi yang pada

Page 2: Novel Cintaku Terkait Di Jerman Bab 2 Balkon Bintang

terang-terangan mengakui punya perasaan ke Nabhan, padahal jelas-jelas mereka bukan levelnya *aku juga bukan c, hehehe. Eits tapi buka itu pointnya). Sore itu, aku berdiri bersandar di tembok samping jurusan Kimia, menunggu hujan reda tapi sial banget dah hampir setengah jam, hujan masih aja main perosotan dari langit. Tanpa ku sadari, ada sebuah payung yang disodorkan padaku, setelah ku liat siapa pemilik payung itu… Oh my God… Nabhan (*bisikku dalam hati sambil menahan senyum). “O… Pak Nabhan, tidak usah pak, terima kasih” ucapku spontan sambil diikuti kutukan dalam hati (*jangan sombong Cha, jangan nolak, please deh guaya bener, sok artis luh). “Gak papa”, kata Nabhan sambil tersenyum dah tetap meyodorkan payung biru miliknya. Sebagai mahasiswi yang baik, aku gak boleh langsung menerima payungnya, harus memikirkan juga nanti beliau mau pake apa kalau payungnya diberikan ke aku. “ Maaf pak, kalau payungnya saya bawa, nanti Pak Nabhan memakai apa? Kan sekarang masih deras?” ucapku dengan senyum penuh ketulusan (*asli saat itu aku gak bisa bedakan senyum ketulusan atau ketololan? Hehehe). “Kamu mau kuliah di gedung O6 kan? Payung ini kita pakai sama-sama, kan jaraknya jauh. Itupun kalau kamu mau?” senyum itu mengembang lagi dibibirnya. Akhirnya pun aku berjalan di sampingnya dan tersenyum menyesali ke-GR-an ku. Sejak saat itu, aku sering diminta membantu beliau dalam penelitian yang sedang beliau kerjakan dengan beberapa mahasiswa yang terkenal prestasinya di jurusan (*kadang mikir juga ngapain aku terima tawarannya, alhasil jadi terlihat bodo mendadak saat bersama mahasiswa lain yang super duper itu) tapi dari simbiosis mutualisme ini bahkan aku yang malah dapat rejeki nomplok karena bisa download artikel-artikel jurnal internasional dari berbagi web jurnal gratisssss dari laptop beliau. Sungguh akses yang hanya dimiliki mahasiswa eksklusif plus dah agak ketularan smart (*hahaha, sombong dah)Perkenalan yang tak disengaja itu hingga pertemuan beberapa minggu terakhir ini mulai menggangguku sekarang. Perhatian-perhatian kecil yang entah sengaja atau tidak darinya, membuatku begitu nyaman, membuatku begitu bersemangat. Kadang aku pernah berpikir betapa bahagianya bila memiliki pasangan seperti dia (*sadar Non, elu bukan levelnya dia… Plakkk! Iya deh gue sudah sadar sesadar-sadarnya, huft). Sering juga kita sharing tentang analisis kimia anorganik sampe bahas gejolak perminyakan dunia dengan seru banget (*gak nyangka ternyata kita punya passion yang sama soal topik in). Kalau argumenku dah mentok saat berdebat dan aku mulai mengelus pipiku yang tidak gatal, tiba-tiba tangan halus itu secara sengaja mengusah kepalaku perlahan seraya berkata “ idemu brilian, perlu diasah lebih tajam dikit”(*suwer… kebiasaan tangan itu, membuat jantungku kayak disambar petir 1 juta megavolt – dalam konteks fisika tu tegangan dah bisa bikin orang gosong apa belum y?). Kalau sudah begitu meleleh rasanya nih badan, kadang aku merasa pak Nabhan pun tahu kalau aku memiliki rasa simpatik padanya tapi aku berusaha sebaik mungkin tidak menunjukkan hal itu. Aku gak mau mengalami nasib tragis kayak mahasiswi lain yang mesti mewek (*dibacanya nangis) gak jelas, gara-gara dicuekin sama pak Nabhan karena mengungkapkan perasaan mereka. Lagipula gengsi kalau mesti patah hati gara-gara cowok.

Page 3: Novel Cintaku Terkait Di Jerman Bab 2 Balkon Bintang

Tapi untuk seorang Nabhan emang beda c, para cewek layak patah hati gara-gara dia. Postur tubuhnya yang tegap, dadanya yang bidang, gaya pakaian yang modis dan cara berpikirnya yang HOT banget (*Bacanya Higher Order Thinking). Wajarlah dia adalah seorang Magister dari Belanda, pemikirannya yang sangat brilian dan smart membuatnya berhasil meraih cumlaude dan segudang prestasi lain (*ni tipe makhluk yang membuat cowok-cowok di fakultas turun standarnya… hehehe. Peace). Hingga di suatu malam,” Cha, mau pulang sama-sama?”, ucapan Nabhan dengan tulus. “ O… tidak pak, terima kasih, saya saat masih nyelesaikan satu titrasi lagi, mungkin 15 menit lagi selesai”, balasku dengan penuh penyesalan. “ Ok. Kalau begitu saya pulang dulu ya, kebetulan ada yang sudah menunggu” ucapnya sembari tersenyum. Tak lama kemudian, ada seorang wanita menunggunya di depan jurusan pukul jam 8 malam itu, seperti hendak dinner berdua dan akhirnya aku juga tahu bahwa dia memiliki someone special, aku hanya bisa tersenyum melihat kenyataan itu di balik jendela (*harusnya hal itu membuat aku senang dan gembira tapi sekarang rasanya berganti halilintar dan badai topan yang mengelilingiku – dalam hatiku muncul satu pertanyaan, “apakah ini rasanya patah hati?”). Pikiranku pun menenangkan hatiku, tetes se tetes seiring laju titrasi NaOH dihadapanku. Wajarlah dengan usianya yang 8 tahun jauh diatasku, sudah saatnya bagi dia untuk ke jenjang yang lebih serius daripada menggubris celotehan dari para mahasiswi yang gak jelas. Hanya satu yang aku tahu kini, aku hanya ingin dia bahagia, just it. Untuk menjaga perasaanku yang masih shock culture(*mending shock disini aja, jangan di Jerman biar gak malu-maluin bangsa nanti), aku lebih sering menghindar dari dia. Aku tidak ingin dia terlalu baik padaku, sehingga banyak hal yang mulai aku tolak saat dia menawarkan sesuatu ataupun bantuan, pesan sms yang jarang aku balas, dengan alasan sibuk atau paling aman bilang aja pulsa habis, bahkan kadang senyumpun tersungging dengan tidak tulus dari bibirku. Sebenarnya sakit rasanya bersikap seperti itu, apakah ini benar ataukah ini salah, aku pun kurang tahu. Sampai sore tadi, aku melihatnya tersenyum tapi sungguh terlihat bahwa itu senyum yang hanya berlaku sesaat saja. Ada kesedihan disana….begitu juga dihatiku. Setidaknya kita kan masih bisa berpartner.Malam ini seusai sholat jamaah di mushola dan menyelesaikan tilawahku, aku memikirkan betapa egoisnya diriku. Di atas balkon ini, pikiranku pun menerawang ke langit bersama bintang mencari nasehat-nasehat tua yang selalu awet muda di setiap jaman ditambah pesan moral yang pernah ku baca dari beberapa buku perkembangan psikologi remaja dan novel-novel cinta (*pengalaman kan tidak harus datang dari diri sendiri, bisa dari pengalaman orang lain. Nah untuk yang satu ini, aku tambahi, pengalaman juga bisa dari novel, walaupun kadang cerita cinta dalam novel itu terjadi terlalu sempurna buat diterapakan di dunia nyata, hehehe).Kata-kata bijak itu mulai menghampiriku dan memelukku lembut, dia berkata bahwa orang suka atau tertarik itu kadang tidak bisa di logika atau dibatasi, hanya bisa di kelola, Bagaimana semuanya di kelola?(pertanyaan pertama nih). Sering berinteraksi, berkomunikasi, bertemu diiringi obrolan dan pemikiran yang nyambung itu sesuatu yang wajar dan membuat sesuatu yang nyaman, tinggal bagaimana semua itu dikelola?(pertanyaan kedua nih,

Page 4: Novel Cintaku Terkait Di Jerman Bab 2 Balkon Bintang

perasaan pertanyaannya sama deh, gubrakkk). Lalu, kata-kata bijak itu muncul lagi bergelayutan di kepalaku, dikelola bagaimana? Ya dikelola sesuai porsi dan keadaan objektif yang ada dan tidak ada salah paham. Itulah langkah yang tepat untuk diambil, dikelola dengan bijak dalam konteks yang jelas. Ada istilah baru dalam kepala ku dengan singkatan 4-D yaitu dijalani, dinikmati, disyukuri dan diusahakan, untuk selalu pada fokus dan tujuan. Dalam hal ini terkadang kata “Jujur” perlu disembunyikan disini dan pilihan tepat adalah speechless aja. Jika terjadi perubahan perasaan dari nyaman menjadi tidak nyaman itu dalam rangka menata hati agar tidak larut dengan kedekatan yang pada akhirnya tidak bisa diraih. So keep positive thinking, keep in red, bersikap wajar dan apa adanya. Jika dekat, ya biarlah alamiah dekat, gak usah terlalu apriori, khawatir atau apa.Yang penting sama-sama tahu kedudukan dan batas masing-masing, saling support dalam hal positif, setidaknya ada teman berbagi yang nyambung dan saling menyemangati meraih mimpi dan tujuan yang identik sama. Kan gak apa-apa hal seperti itu? Kan gak masalah? Kalaupun pikiranmu mulai ruwet dan berpikir hal aneh, tinggal di jedhok (*bacanya dibenturkan) tuh di pintu kamar dan kl dah terasa sakit, berarti dah lurus lagi tuh kepala, waktunya untuk dimaafin dah.( Hehehe, kalau emang semudah itu caranya, pasti gak ada orang stress parah dah di bumi biru ini)The point is keep wise, yang sangat dibutuhkan untuk menata hati dan perasaan. Menata bagaimana berjalan normal kembali dengan mu dan dia, so itu sangat wajarlah dan kuncinya perlu ikhlas juga. Susah lo, merubah sikap 180 derajat dalam waktu yang singkat apalagi kalau orang itu termasuk tipe supel ramah hanya karena profesi. Kata-kata bijak itu masih terus melaju menyusuriAda pepatah lama “ semua akan indah pada waktunya”. I believe it. Dan sekarang waktunya aku prepare tugas akhir dan meraih kesempatan studi ke Jerman.Dan aku janji aku gak akan menghindari apapun lagi, selalu tersenyum untuk diriku dan semua, saling menjaga hati dan kedudukan. Biarkan Allah sang Pemilik waktu yang bekerja dalam cita dan cintaku. Geist! Senyumku mengambang puas, setelah menarik kesimpulan terakhir kontemplasiku malam ini. Aku pun mengerlingkan mata pada salah satu bintang di langit yang begitu terang dan berwarna merah, belum sempat aku hirup nafas selanjutnya, tiba-tiba smartphone ku menyanyikan lagu BCL- wanita terbahagia, tanda ada telepon masuk. Sekejap nafasku tertahan membaca nama di layar itu… Nur Nabhan Hady… . perlahan ku tekan tombol answer “ Assalamua’alaikum. Icha, …..”, dan bla..bla..bla…, (hehehe) suara itu sudah sangat cukup membuat bintang ini bersemangat lagi. Keep smile and be positive always. Thanks to Allah for all.