nota keuangan - anggaran.depkeu.go.id nk dan rapbnp 2007.pdf · undang-undang nomor 18 tahun 2006...

79
NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2007 REPUBLIK INDONESIA

Upload: lammien

Post on 07-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

NOTA KEUANGAN

DAN

RANCANGANUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR TAHUN 2007TENTANG

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2006TENTANG

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARATAHUN ANGGARAN 2007

REPUBLIK INDONESIA

i

DAFTAR ISI ..................................................................................................

DAFTAR TABEL ......................................................................................

DAFTAR GRAFIK ....................................................................................

BAB I PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR APBN TAHUNANGGARAN 2007 .................................................................

Pendahuluan ...............................................................................

Gambaran Umum Ekonomi Indonesia Tahun 2007 ...................

Perkembangan Indikator Ekonomi Makro 2006 - 2007 .............

PertumbuhanEkonomi .......................................................

Inflasi ................................................................................

Nilai Tukar Rupiah ..............................................................

Suku Bunga SBI 3 Bulan ........................................................

Harga Minyak Internasional ...............................................

Neraca Pembayaran ..........................................................

BAB II ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA ...

Pendahuluan ..............................................................................

Perkiraan Pendapatan Negara dan Hibah .......................................

Penerimaan Dalam Negeri ...................................................

Penerimaan Perpajakan ....................................................

Penerimaan Negara Bukan Pajak ......................................

Hibah .................................................................................

Perkiraan Belanja Negara ...............................................................

Belanja Pemerintah Pusat .....................................................

Belanja Pemerintah Pusat Menurut Jenis .........................

Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi ................

Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi .......................

Belanja ke Daerah .................................................................

Dana Perimbangan ...........................................................

DAFTAR ISI

Halaman

i

iii

iv

I-1

I-1

I-2

I-3

I-4

I-8

I-10

I-11

I-13

I-14

II-1

II-1

II-3

II-4

II-4

II-9

II-13

II-14

II-14

II-15

II-20

II-24

II-24

II-25

Daftar Isi

ii

Halaman

Dana Bagi Hasil .........................................................

Dana Alokasi Umum ....................................................

Dana Alokasi Khusus ...................................................

Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian ............................

Dana Otonomi Khusus .................................................

Dana Penyesuaian .......................................................

Defisit Anggaran ........................................................................

Pembiayaan Defisit Anggaran ....................................................

Daftar Isi

II-26

II-28

II-29

II-29

II-29

II-30

II-30

II-31

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I.1 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro, 2006 – 2007 ........

Tabel I.2 Laju Pertumbuhan PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 (y-o-y),2006-2007................................................................................

Tabel I.3 Perkembangan Suku Bunga SBI dan Perbankan ..........................

Tabel I.4 Neraca Pembayaran Indonesia, 2006 – 2007 ...........................

Tabel II.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, Tahun 2006-2007......

Tabel II.2 Pendapatan Negara dan Hibah, Tahun 2006-2007 ....................

Tabel II.3 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Jenis, Tahun 2006-2007 .........................................................................................

Tabel II.4 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi, Tahun2007 .........................................................................................

Tabel II.5 Anggaran Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi, Tahun2007..........................................................................................

Tabel II.6 Belanja ke Daerah, Tahun 2006-2007........................................

Tabel II.7 Pembiayaan Anggaran, Tahun 2006-2007 ................................

Daftar Tabel

I-3

I-8

I-12

I-16

II-3

II-13

II-21

II-22

II-25

II-31

II-35

iv

DAFTAR GRAFIK

Halaman

Grafik I.1 Pertumbuhan Ekonomi Triwulanan ...........................................

Grafik I.2 Perkembangan Inflasi 2005-2007 .............................................

Grafik I.3 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS dan REER,2005-2007 ...............................................................................

Grafik I.4 Perkembangan SBI 3 Bulan, BI Rate, Fed Fund Rate ...................

Grafik I.5 Perkembangan Harga Minyak Brent, OPEC, dan ICP, Desember2005 - Mei 2007.......................................................................

Daftar Grafik

I-5

I-9

I-10

I-11

I-14

Bab IPerkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2007

I-1RAPBN-P 2007

BAB I

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR APBN

TAHUN ANGGARAN 2007

Pendahuluan

Kinerja perekonomian Indonesia yang menunjukkan arah perkembangan yang membaiksejak pertengahan tahun 2006, diperkirakan akan semakin menguat selama tahun 2007.Penguatan ini didukung oleh faktor eksternal dan faktor internal. Dari sisi eksternal, meskipunpertumbuhan ekonomi dan volume perdagangan dunia diperkirakan sedikit melambat,kinerja perekonomian global masih kondusif bagi perkembangan ekonomi Indonesia. Darisisi internal, penguatan kinerja ekonomi ditopang oleh stabilitas ekonomi makro yang tetapterjaga, sebagaimana tercermin pada inflasi yang relatif terkendali, suku bunga yang rendah,nilai tukar yang stabil dan daya beli masyarakat yang membaik. Selain itu, kebijakan yangditempuh pemerintah di bidang fiskal turut berperan dalam mempertahankan kestabilanekonomi makro dan memperkuat fundamental perekonomian.

Dukungan kebijakan fiskal ini tercermin pada kemampuan Anggaran Pendapatan dan BelanjaNegara (APBN) dalam menjalankan fungsi alokasi, distribusi, stabilisasi dan stimulasi dalamrangka mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Namunperan kebijakan fiskal tanpa partisipasi sektor swasta tidak cukup memadahi dalammendorong pertumbuhan ekonomi. Secara optimal menyadari keterbatasan tersebut,pemerintah terus berusaha mendorong peran yang lebih besar dari sektor swasta sebagaipenggerak utama pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Peningkatan peranan sektorswasta ini diupayakan dengan terus mempertahankan stabilitas ekonomi makro dan ikliminvestasi yang kondusif, melalui perbaikan dalam rancangan, pelaksanaan, dan koordinasiyang baik dan harmonis dari kebijakan fiskal, kebijakan moneter dan perbankan, sertakebijakan di sektor riil agar momentum pertumbuhan ekonomi dapat terjaga dan terusterbangun.

Undang-undang Nomor 18 tahun 2006 tentang APBN Tahun 2007 menetapkan bahwapenyusunan APBN 2007 didasarkan pada asumsi pertumbuhan ekonomi 6,3 persen, tingkatinflasi 6,5 persen (y-o-y), rata-rata nilai tukar rupiah Rp9.300 per dolar Amerika Serikat,rata-rata suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) 3 bulan 8,0 persen, rata-rata hargaminyak mentah US$63 per barel, dan rata-rata volume lifting minyak mentah 1,0 juta barelper hari. Namun demikian, sejak ditetapkannya undang-undang tersebut telah terjadiberbagai perubahan dan perkembangan yang cukup berarti, baik yang bersumber dariperubahan faktor-faktor eksternal maupun internal yang mempengaruhi pokok-pokokkebijakan fiskal dan pelaksanaan APBN 2007. Berdasarkan perubahan dan perkembanganyang terjadi tersebut, Pemerintah mengajukan perubahan atas Undang-undang APBN 2007dengan tujuan agar keberlangsungan kebijakan fiskal dapat terjaga dan sasaranpembangunan ekonomi 2007 dapat tercapai.

Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2007

I-2 RAPBN-P 2007

Dengan memperhatikan kondisi terkini, baik lingkup global maupun domestik, beberapaasumsi dasar ekonomi makro yang terdapat dalam APBN 2007 perlu disesuaikan dalamAPBN Perubahan (APBN-P) tahun 2007 sehingga menjadi sebagai berikut: pertumbuhanekonomi 6,3 persen, inflasi 6,5 persen, rata-rata nilai tukar rupiah Rp9.100 per dolar AmerikaSerikat, rata-rata suku bunga SBI 3 bulan 8,0 persen, rata-rata harga minyak mentahIndonesia (Indonesia Crude Oil Price/ICP) US$60 per barel, dan rata-rata lifting minyak0,950 juta barel per hari. Perubahan asumsi dasar ekonomi makro tersebut akan berimplikasipada berubahnya besaran-besaran APBN, baik pada sisi pendapatan dan hibah maupunpada sisi belanja negara dan pembiayaan anggaran. Perubahan atas APBN 2007 jugadimaksudkan untuk mengakomodasikan pertambahan kebutuhan dana yang diperlukanuntuk anggaran peningkatan produksi beras, subsidi listrik, tunjangan pendidikan, danpenanganan bencana alam di sejumlah daerah, termasuk penanganan banjir di DKI Jakartadan sekitarnya.

Gambaran Umum Ekonomi Indonesia Tahun 2007

Memasuki tahun 2007, kinerja perekonomian Indonesia menunjukkan perkembangan yangpositif dengan dukungan pertumbuhan ekonomi yang mulai berakselerasi. Pertumbuhanekonomi dalam triwulan I tahun 2007 mencapai 5,97 persen, lebih tinggi dari pertumbuhanekonomi dalam periode yang sama tahun 2006 sebesar 4,98 persen (y-o-y). Peningkatanpertumbuhan ekonomi ini ditopang oleh perbaikan permintaan, terutama ekspor barangdan jasa, konsumsi, dan investasi.

Pertumbuhan ekonomi yang menguat dalam triwulan I tahun 2007 dibarengi pula denganterpeliharanya stabilitas ekonomi makro di dalam negeri. Hal ini antara lain ditunjukkanoleh inflasi yang relatif terkendali, nilai tukar yang relatif stabil dan suku bunga yang rendah.Secara kumulatif, inflasi dalam periode Januari-Mei 2007 terkendali di tingkat 1,84 persen,lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2006 (2,41 persen). Inflasi y-o-y jugatrecatat lebih rendah, yaitu 6,01 persen dibandingkan dengan 15,53 persen dalam periodeyang sama tahun 2006. Sementara itu, rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerikadalam periode yang sama mencapai Rp9.048 per US$, relatif lebih kuat dibandingkan denganrata-rata nilai tukar rupiah periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp9.168 per US$.Demikian pula dengan suku bunga SBI 3 bulan yang menunjukkan kecenderungan menurunsejak akhir tahun 2006, hingga mencapai 7,83 persen pada akhir Mei 2007.

Dengan tetap terjaganya stabilitas ekonomi makro, optimisme dan kepercayaan investorjuga meningkat. Hal ini antara lain ditunjukkan oleh perkembangan realisasi penanamanmodal, baik dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun dalam rangkaPenanaman Modal Asing (PMA), yang meningkat masing-masing dari Rp10.220 miliardan US$2.610 juta dalam periode Januari-April tahun 2006 menjadi Rp14.939 miliar danUS$3.011 juta dalam periode Januari-April tahun 2007. Demikian pula dalam perdaganganefek di bursa saham, minat investor terlihat semakin meningkat yang berdampak padamenguatnya indeks harga saham gabungan (IHSG). Pada penutupan perdagangan 21 Juni2007, IHSG mencapai 2.152,3, lebih tinggi dibandingkan indeks akhir tahun 2006 yangmencapai 1.805,5.

Bab IPerkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2007

I-3RAPBN-P 2007

Terkendalinya stabilitas ekonomi makro ini diiringi pula dengan meningkatnya posisicadangan devisa yang pada akhir Mei mencapai US$50,11 miliar. Sampai dengan akhirtahun 2007 cadangan devisa diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai US$54,18atau US$10,60 miliar lebih tinggi dibandingkan dengan cadangan devisa dalam APBN sebesarUS$43,58 miliar. Hal ini antara lain disebabkan oleh meningkatnya surplus neraca transaksiberjalan (current accounts) dibandingkan dengan perkiraan neraca transaksi berjalan dalamAPBN 2007.

Perbaikan kinerja perekonomian tersebut diharapkan dapat terus berlanjut sampai akhirtahun 2007. Hal paling mendasar yang perlu dipertahankan adalah terjaganya stabilitasekonomi makro, sehingga dapat mempertahankan kepercayaan pasar dan kalangan duniausaha terhadap prospek perekonomian Indonesia ke depan. Salah satu langkah penting dalamupaya tersebut adalah mempercepat penyelesaian, penyempurnaan dan pelaksanaan paket-paket kebijakan reformasi sektor riil di bidang investasi, perpajakan, bea cukai, perburuhan,dan perbaikan kinerja birokrasi. Selain itu, pembangunan infrastruktur perlu segeradirealisasikan. Untuk itu diperlukan langkah kebersamaan dan koordinasi yang erat dankonsisten diantara otoritas fiskal dan moneter, pemerintah daerah, kalangan dunia usaha,politisi, dan masyarakat pada umumnya.

Perkembangan Indikator Ekonomi Makro 2006 – 2007

Beberapa variabel ekonomi makro tahun 2007 yang digunakan sebagai asumsi dasarpenyusunan APBN 2007 adalah tingkat pertumbuhan ekonomi, inflasi, rata-rata nilai tukarrupiah, rata-rata suku bunga SBI 3 bulan, rata-rata harga dan volume lifting minyakmentah. Perkembangan indikator-indikator ekonomi makro tersebut dapat dilihat dalamTabel I.1.

Tabel I.1 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro, 2006 – 2007

2006 2007 Indikator

Realisasi APBN APBN-P

1 Pertumbuhan ekonomi (%) 5,5 6,3 6,3

2 Tingkat inflasi (%) 6,6 6,5 6,5

3 Rata-rata Nilai Tukar Rupiah (Rp/US$) 9.164 9.300 9.100

4 Suku bunga SBI-3 bulan (%) 11,74 8,5 8,0

5 Harga Minyak ICP (US$/Barel) 63,8 63,0 60,0

6 Lifting Minyak (Juta Barel/Hari) 0,959 1,000 0,950

Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2007

I-4 RAPBN-P 2007

Pertumbuhan Ekonomi

Dalam tahun 2006, realisasi laju pertumbuhan ekonomi mencapai 5,5 persen, sedikit lebihrendah dibandingkan sasaran asumsi pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2006 sebesar5,8 persen. Lebih rendahnya angka realisasi laju pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2006tersebut, terutama disebabkan oleh masih lemahnya daya beli masyarakat akibat dampaklanjutan dari kenaikan harga BBM pada Oktober 2005 dan tingginya suku bunga. Pengaruhkedua faktor ini terlihat sangat kuat sampai paro pertama tahun 2006. Selain itu, adanyaberbagai permasalahan struktural, seperti iklim investasi yang kurang kondusif danketersediaan infrastruktur yang terbatas masih menjadi kendala bagi perekonomian untukberakselerasi lebih cepat. Kondisi ini kemudian diperburuk dengan merebaknya wabahpenyakit, seperti flu burung serta terjadinya berbagai bencana alam di sejumlah daerahseperti gempa bumi, tsunami, kemarau panjang, kebakaran hutan, lumpur panas, banjirdan tanah longsor.

Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi tahun 2006 lebih bertumpu pada konsumsipemerintah dan ekspor, sementara pada sisi penawaran (sektoral) lebih ditopang oleh sektoryang berbasis komoditi primer dan sektor jasa. Pengeluaran konsumsi pemerintah dalamtahun 2006 tumbuh sebesar 9,6 persen, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan tahunsebelumnya sebesar 6,6 persen, terutama ditopang oleh meningkatnya belanja barang danbelanja pegawai, sehingga dapat menahan dampak melambatnya pertumbuhan konsumsimasyarakat terhadap konsumsi agregat. Konsumsi masyarakat dalam tahun 2006 hanyatumbuh sebesar 3,2 persen, melambat dibanding pertumbuhan tahun sebelumnya sebesar4,0 persen akibat melemahnya daya beli masyarakat. Penurunan daya beli masyarakatjuga telah menyebabkan berkurangnya daya dorong permintaan di dalam negeri, sehinggamengurangi insentif bagi pelaku dunia usaha untuk melakukan kegiatan investasi. Sementaraitu, pertumbuhan ekspor barang dan jasa dalam tahun 2006 masih tetap tinggi, yaitu sebesar9,2 persen, meskipun lebih lambat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 16,4 persen.Pertumbuhan ekspor tahun 2006 terutama didukung oleh masih tingginya permintaan duniaterhadap beberapa produk ekspor unggulan, terutama barang tambang, seperti batu bara,aluminium, serta nikel dan produk pertanian seperti kelapa sawit dan karet.

Dari sisi penawaran, kinerja pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2006 ditandai denganpertumbuhan positif pada semua sektor (lapangan usaha). Pertumbuhan tertinggi terjadipada sektor-sektor non-tradable, seperti sektor pengangkutan dan komunikasi (13,6 persen),sektor bangunan (9,0 persen), sektor jasa-jasa (6,2 persen) dan industri pengolahan (4,6persen).

Memasuki triwulan I tahun 2007, laju pertumbuhan ekonomi mencapai 5,97 persen, lebihtinggi dibanding laju pertumbuhan ekonomi periode yang sama tahun 2006 yang mencapai4,98 persen. Dari sisi permintaan agregat, pengeluaran konsumsi masih memberikankontribusi tertinggi dalam pembentukan PDB, dimana dalam triwulan I tahun 2007 tumbuhsebesar 4,48 persen, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yangtumbuh sebesar 3,75 persen. Peningkatan konsumsi ini terutama dipengaruhi olehmembaiknya daya beli masyarakat terkait dengan meningkatnya pendapatan riil masyarakat.Hal ini sejalan dengan menurunnya suku bunga domestik, relatif stabilnya tingkat harga,meningkatnya upah minimum provinsi (UMP) dan terealisirnya berbagai program sertaproyek Pemerintah sebagai wujud dari pelaksanaan tekad pemerintah untuk mengentaskankemiskinan secara konsisten dan bertahap. Peningkatan konsumsi ini antara lain tercermin

Bab IPerkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2007

I-5RAPBN-P 2007

pada peningkatan pertumbuhan kreditkonsumsi riil seiring dengan kecenderunganlaju inflasi yang menurun. Selain itu,peningkatan konsumsi masyarakat jugatercermin pada meningkatnya penjualanmobil dan motor dalam tiga bulan pertamatahun 2007 masing-masing sebesar 6,44persen dan 20,78 persen dibanding periodeyang sama tahun 2006 sebesar minus 44,84persen dan minus 24,10 persen.Pertumbuhan penjualan mobil dan motortersebut diperkirakan akan terus berlanjutyang sampai dengan bulan Mei masing-masing tumbuh 26,48 persen dan 19,02 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhanpada periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing sebesar minus 49,25 persendan minus 25,83 persen. Demikian pula pertumbuhan penjualan semen dan listrikdiperkirakan mengalami peningkatan. Indikasi perbaikan konsumsi masyarakat, juga terlihatpada meningkatnya pertumbuhan kredit konsumsi selama empat bulan pertama tahun 2007yang mencapai 4,5 persen. Berdasarkan perkembangan tersebut, dalam tahun 2007konsumsi diperkirakan tumbuh sekitar 5,6 persen, lebih tinggi dibandingkan sasaran yangditetapkan dalam APBN 2007.

Sementara itu, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) dalam triwulan I tahun 2007tumbuh sebesar 7,5 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2006yang tumbuh sebesar 1,1 persen. Pulihnya kegiatan investasi antara lain tercermin padamembaiknya perkembangan indikator investasi bangunan, seperti konsumsi semen, yangmencatat pertumbuhan positif. Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan PenanamanModal Dalam Negeri (PMDN) menunjukkan pertumbuhan yang membaik, masing-masingsebesar 15,4 persen dan 16,3 persen. Pertumbuhan investasi yang positif ini juga ditopangoleh peningkatan kredit investasi, meskipun belum terlalu kuat. Selain itu berbagai kebijakanuntuk mendukung pertumbuhan investasi seperti percepatan pembangunan infrastrukturdan pembenahan sektor jasa keuangandan kebijakan investasi lainnya, diharapkan dapatmendongkrak pertumbuhan investasi menjadi lebih tinggi. Dalam tahun 2007 investasidiperkirakan tumbuh sekitar 12,3 persen, lebih tinggi dibandingkan target pertumbuhanyang ditetapkan dalam APBN 2007 sekitar 11,8 persen.

Kinerja ekspor barang dan jasa dalam triwulan I tahun 2007 melemah menjadi sebesar 8,9persen dibanding pertumbuhan dalam periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 11,6persen. Melemahnya ekspor barang dan jasa selain disebabkan oleh melambatnya permintaandunia juga dipicu oleh adanya gangguan produksi akibat curah hujan yang terlalu besarsehingga menghambat ekspor Indonesia. Selain itu bencana banjir yang melanda DKI Jakartajuga turut menghambat kelancaran kegiatan ekspor. Dengan memperhatikan perkiraanmelemahnya permintaan dunia dan harga internasional dalam tahun 2007, pertumbuhankegiatan ekspor barang dan jasa dalam keseluruhan tahun 2007 diperkirakan mencapai9,9 persen, lebih rendah dibandingkan sasaran pertumbuhan yang ditetapkan dalam APBN2007 sekitar 11,2 persen.

Gra fik I.1Pert u m bu h a n Ekonom i T riwu la na n

6,0

6%

5,8

7%

5,8

1%

4,9

8%

4,9

6%

5,8

7% 6,1

1%

5,0

0%

5,9

7%

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1

2005 2006 2007*

Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2007

I-6 RAPBN-P 2007

Sementara itu, pertumbuhan impor barang dan jasa dalam triwulan I tahun 2007 mencapai8,5 persen, lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Melambatnyapertumbuhan impor barang dan jasa diantaranya disebabkan oleh impor barang modalyang menurun. Namun demikian, apabila dilihat rincian impor barang modal berdasarkangolongan barang, terdapat peningkatan pertumbuhan impor barang yang terkait denganpeningkatan kapasitas produksi. Jenis impor barang modal tersebut antara lain besi/baja,mesin serta pesawat mekanik, serta mesin dan peralatan listrik. Sementara itu, impor barangkonsumsi dan bahan baku/penolong meningkat, sejalan dengan naikknya pertumbuhankegiatan konsumsi dan produksi. Kecenderungan peningkatan impor bahan baku dan barangkonsumsi antara lain disebabkan oleh meningkatnya pendapatan masyarakat. Kondisi sepertiini diperkirakan akan terus berlanjut hingga akhir tahun 2007, sehingga impor barang danjasa untuk keseluruhan tahun tumbuh sekitar 14,2 persen, lebih tinggi dibandingkan sasaranpertumbuhan impor barang dan jasa yang ditetapkan dalam APBN 2007 sekitar 12,8 persen.

Dari sisi penawaran, kinerja perekonomian pada triwulan I tahun 2007 ditandai denganmeningkatnya pertumbuhan hampir seluruh sektor ekonomi, kecuali sektor pertanian yangmengalami perlambatan. Pembentukan PDB masih didominasi oleh sektor-sektor yangbersifat tradable, seperti sektor industri pengolahan (27,4 persen) dan sektor pertanian (13,8persen). Sedangkan dari sektor-sektor yang bersifat non-tradable, pembentukan PDBterutama didukung oleh sektor perdagangan, hotel, dan restoran (14,7 persen), sertakeuangan, persewaan, dan jasa perusahaan (8,1 persen).

Sektor industri pengolahan pada triwulan I tahun 2007 tumbuh sebesar 5,4 persen, lebihtinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 2,9 persen. Pertumbuhansektor industri pengolahan terutama didukung oleh masih kondusifnya permintaan pasar,baik dari dalam maupun luar negeri, tingkat inflasi yang lebih rendah, dan penurunan sukubunga, serta membaiknya harga minyak yang mendorong pertumbuhan industripengilangan minyak bumi. Dukungan faktor-faktor tersebut diperkirakan akan terus berlanjuthingga akhir tahun, sehingga secara keseluruhan dalam tahun 2007, sektor ini diperkirakantumbuh sekitar 7,2 persen, lebih tinggi dari sasaran pertumbuhan dalam APBN 2007 sekitar6,9 persen.

Sementara itu, sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh sebesar 8,5 persen, lebihtinggi dibanding pertumbuhan dalam periode yang sama tahun 2006 sebesar 4,4 persen.Walaupun terjadi banjir di wilayah provinsi DKI Jakarta dan daerah-daerah sekitarnya dansejumlah daerah lainnya pada awal Februari 2007, namun pengaruhnya tidak begitusignifikan terhadap pertumbuhan sektor ini. Secara keseluruhan tahun 2007, sektorperdagangan diperkirakan tumbuh sekitar 7,0 persen, sedikit lebih rendah dibandingkansasaran pertumbuhan dalam APBN 2007 sekitar 8,3 persen.

Sektor pertanian menunjukkan pertumbuhan yang jauh melambat dibandingkan periodeyang sama tahun sebelumnya, yaitu dari 6,4 persen dalam triwulan I tahun 2006 menjadiminus 0,5 persen dalam triwulan I tahun 2007. Perlambatan ini terutama disebabkan karenaturunnya produksi padi pada bulan Januari dan Februari 2007 akibat mundurnya musimtanam. Walaupun terjadi panen raya pada bulan Maret 2007, namun tidak mampumendorong pertumbuhan produksi padi yang lebih tinggi dalam triwulan I tahun 2007.Selain itu, penurunan produksi padi juga terjadi akibat penurunan luas panen, serta banjiryang melanda wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya pada awal Februari 2007. Namundemikian, pemerintah terus berupaya untuk mendorong peningkatkan produksi sektor ini

Bab IPerkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2007

I-7RAPBN-P 2007

dengan dukungan pertumbuhan subsektor tanaman bahan makanan dan tanamanperkebunan. Untuk meningkatkan produksi subsektor tanaman bahan makanan, terutamapadi dengan target sebesar 2 juta ton, pemerintah berupaya melakukan perbaikan saranaproduksi padi, seperti harga benih yang lebih murah, subsidi bibit untuk 8,2 juta hektarlahan, dan perbaikan saluran irigasi. Sementara itu, peningkatan produksi subsektorperkebunan antara lain ditempuh melalui melalui kebijakan pemberian subsidi bunga sebesarRp1 triliun kepada petani plasma yang mengajukan kredit pengembangan energi nabatidan revitalisasi perkebunan kepada perbankan. Berdasarkan perkiraan tersebut pertumbuhansektor pertanian diharapkan mencapai 2,7 persen, sama dengan sasaran yang ditetapkandalam APBN 2007.

Sektor pertambangan dan penggalian pada triwulan I tahun 2007 tumbuh sebesar 5,6 persen,lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun 2006, yang tumbuh sebesar 2,7 persen.Pertumbuhan sektor ini didukung oleh pertumbuhan ekspor batu bara, dan membaiknyakinerja sub sektor pertambangan bukan migas karena meningkatnya produksi dan eksporkomoditi nikel, batubara, tembaga dan emas. Membaiknya kinerja sektor ini diperkirakanakan terus berlanjut hingga akhir tahun, sehingga dalam keseluruhan tahun sektor inidiperkirakan tumbuh sekitar 2,9 persen, lebih tinggi dibandingkan sasaran pertumbuhanyang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar 2,8 persen.

Sementara itu, sektor pengangkutan dan komunikasi dalam periode yang sama tumbuhsebesar 11,1 persen. Walaupun tumbuh sedikit melambat dibanding triwulan I tahun 2006,tingginya mobilitas masyarakat serta perkembangan kemajuan teknologi dan inovasi dibidang komunikasi telah memberikan kontribusi yang positif dalam mendukung tingginyapertumbuhan di sektor ini. Subsektor pengangkutan mengalami pertumbuhan yang negatifkarena berkurangnya minat masyarakat untuk bepergian dengan menggunakan berbagaijenis moda transportasi terkait dengan terjadinya kecelakaan pesawat, kapal laut, dan keretaapi. Dalam tahun tahun 2007 sektor ini diperkirakan tumbuh 13,7 persen, lebih tinggidibandingkan sasaran pertumbuhan yang ditetapkan dalam APBN 2007 yaitu 12,9 persen,seiring dengan masih tingginya kegiatan produksi di sektor industri, sektor pertambangandan penggalian, serta sektor perdagangan, hotel dan restoran.

Sektor bangunan dalam triwulan I tahun 2007 tumbuh sebesar 9,3 persen, lebih tinggidibandingkan pertumbuhan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,4 persen.Peningkatan pertumbuhan sektor ini tercermin dari tingginya pertumbuhan pembangunanproperti komersial, terutama untuk perkantoran, apartemen, dan lahan industri. Untukkeseluruhan tahun 2007, sektor ini diperkirakan tumbuh sekitar 9,4 persen, lebih tinggidibandingkan perkiraan dalam APBN 2007, terutama karena masih stabilnya suku bungaperbankan. Realisasi dan perkiraan realisasi pertumbuhan ekonomi tahun 2006 - 2007 dapatdilihat dalam Tabel I.2.

Prospek ekonomi Indonesia pada tahun 2007 diperkirakan akan membaik sejalan denganberkurangnya tekanan inflasi yang juga diharapkan akan diikuti dengan menurunnya sukubunga secara bertahap. Selain itu stabilitas nilai tukar rupiah yang terkendali, kemajuanrealisasi percepatan pembangunan infrastruktur dan pembenahan sektor riil, serta tambahanstimulasi yang berasal dari dana luncuran anggaran tahun 2006, juga diharapkan akanmendorong pertumbuhan ekonomi tahun 2007. Dari sisi eksternal, kinerja perekonomianglobal yang masih relatif cukup kuat diharapkan akan memberikan peluang bagi

Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2007

I-8 RAPBN-P 2007

perekonomian Indonesia. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi dalam tahun 2007diperkirakan mencapai 6,3 persen, sama dengan sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2007.

Inflasi

Inflasi pada tahun 2007 diperkirakan tidak akan jauh berbeda dengan tahun 2006. Tingkatinflasi (y-o-y) pada tahun 2006 mencapai 6,6 persen, namun jauh lebih rendah dibandingkantahun 2005 (y-o-y) yang mencapai 17,11 persen. Penurunan inflasi ini dipengaruhi olehperkembangan faktor-faktor fundamental dan nonfundamental. Dari sisi fundamental,penurunan inflasi terutama didorong oleh ekspektasi inflasi yang tetap terjaga sebagai hasildari kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah yang terkoordinasi dalam upaya meredamtekanan inflasi, perkembangan nilai tukar yang mengalami apresiasi sehingga mengurangitekanan inflasi impor (imported inflation) dan kondisi permintaan agregat yang belumsepenuhnya pulih akibat daya beli yang masih lemah. Berdasarkan faktor fundamental ini,penurunan tekanan inflasi tercermin pada menurunnya laju inflasi inti (core inflation) dari9,75 persen (y-o-y) pada 2005 menjadi 6,03 persen (y-o-y) pada 2006. Sementara itu, faktornonfundamental yang menyebabkan turunnya inflasi adalah minimalnya dampak inflasibarang-barang yang harganya dikendalikan pemerintah (administered prices) serta

Tabel I.2 Laju Pertumbuhan PDB

Atas Dasar Harga Konstan 2000 (y-o-y), 2006 – 2007

(persen)

Uraian 2006

(realisasi) 2007

(APBN)

2007 (perkiraan realisasi)

Produk Domestik Bruto 5,5 6,3 6,3 Menurut Penggunaan

Pengeluaran Konsumsi 3,9 4,8 5,6 Masyarakat 3,2 4,5 5,1 Pemerintah 9,6 6,3 8,9

Pembentukan Modal Tetap Bruto 2,9 11,8 12,3 Ekspor Barang dan Jasa 9,2 11,2 9,9 Impor Barang dan Jasa 7,6 12,8 14,2 Menurut Lapangan Usaha

Pertanian 3,0 2,7 2,7 Pertambangan dan Penggalian 2,2 2,1 2,9 Industri Pengolahan 4,6 6,9 7,2

Migas -1,2 -2,9 -1,2 Non migas 5,3 7,9 7,9

Listrik, gas, air bersih 5,9 6,4 6,2 Bangunan 9,0 7,6 9,4 Perdagangan, hotel, dan restoran 6,1 8,3 7,0 Pengangkutan dan komunikasi 13,6 12,9 13,7 Keuangan, persewaan, jasa perush. 5,7 6,3 6,0 Jasa-jasa 6,2 5,0 4,2 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Bab IPerkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2007

I-9RAPBN-P 2007

membaiknya perkembangan inflasi kelompok komoditas makanan kebutuhan pokok(volatile foods). Minimalnya dampak inflasi administered prices terkait dengan tidak adanyapenyesuaian harga komoditas bersifat strategis dan penundaan kenaikan tarif dasar listrik(TDL), sehingga laju inflasi administered prices menurun dari 41,71 persen (y-o-y) padatahun 2005 menjadi 1,84 persen (y-o-y) pada tahun 2006. Sementara itu, laju inflasi volatilefoods mencapai 15,27 persen, sedikit lebih rendah dibanding tahun sebelumnya sebesar 15,51persen. Hal ini terutama karena pengaruh pasokan dan distribusi, serta mundurnya masatanam terkait dengan musim kemarau yang berkepanjangan.

Dalam periode Januari - Mei 2007 laju inflasi mencapai 1,84 persen, menurun biladibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 2,41 persen. Demikianpula dengan inflasi tahunan (y-o-y) yang mencapai 6,01 persen, lebih rendah dibandingkaninflasi akhir periode yang sama tahun 2006 yang tercatat sebesar 15,60 persen (y-o-y).Relatif rendahnya laju inflasi dalam paroh pertama tahun 2007 ini terutama didorong olehkebijakan moneter yang efektif, minimalnya tekanan inflasi kelompok barang yang harganyadikendalikan pemerintah (administered prices), dan tercukupinya pasokan komoditas bahanmakanan khususnya sayur mayur sehingga mengurangi tekanan inflasi akibat kenaikanharga beras. Dilihat dari komponennya, inflasi kelompok barang yang harganya dikendalikanpemerintah (administered prices) pada periode Januari – Mei 2007 mencapai 1,56 persen,meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai 0,86 persen.Peningkatan inflasi kelompok administered prices berasal dari kenaikan tarif PAM di beberapadaerah seperti Banjarmasin, Jakarta, Palembang dan kenaikan harga rokok sebagai antisipasikenaikan Harga Jual Eceran (HJE) di bulan Maret 2007 sebesar 7 persen.

Inflasi volatile foods dalam periode Januari – Mei tahun 2007 mencapai 1,93 persen, jauhlebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,1 persen. Meskipundemikian, inflasi volatile foods (y-o-y) masih cukup tinggi, yaitu sebesar 11,79 persen.Sementara itu, inflasi inti (core inflation) dalam periode Januari – Mei 2007 mencapai 2,01persen, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 2,40 persen.Penurunan inflasi inti ini sangat dipengaruhi oleh arah kebijakan moneter yang ditetapkanBank Indonesia sebelumnya, menguatnya nilai tukar rupiah, serta masih belum menguatnyapermintaan agregat. Sementara itu, tekanan inflasi yang berasal dari sisi eksternal relatifrendah seiring dengan tren penguatan nilai tukar rupiah. Perkembangan inflasi tahun 2005-2007 dapat dilihat pada Grafik I.2

Grafik I.2Perkembangan Inflasi 2005 - 2007

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

Jan

Feb

Mar Apr

Mei

J un

Jul

Ags

t

Sep

Okt

No

p

Des

Jan

Feb

Mar Apr

Mei

Jun

Jul

Ag u

st

Sep

Okt

No

p

Des

Jan

Feb

Mar Apr

Mei

2005 2006 2007

y-o

-y, p

erse

n

-1

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

m-o

-m,

pers

en

y-o-y (axis kiri) m-o-m (axis kanan)

Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2007

I-10 RAPBN-P 2007

Dengan mempertimbangkan realisasi laju inflasi sampai dengan bulan Mei 2007, berbagaikebijakan yang dilakukan, dan perkiraan inflasi pada tujuh bulan ke depan, maka asumsilaju inflasi sebesar 6,5 persen dalam APBN 2007 diperkirakan dapat dicapai.

Nilai Tukar Rupiah

Nilai tukar rupiah yang pada awal tahun 2006 rata-rata sebesar Rp9.493/US$ cenderungmenguat hingga mencapai US$9.135 pada bulan November 2006, bahkan pernah mencapaiRp8.937/US$ pada bulan April 2006. Namun, seiring dengan meningkatnya aliran masukinvestasi portofolio, rupiah terus menunjukkan penguatan hingga mencapai rata-rataRp9.087/US$ pada bulan Desember 2006. Dengan perkembangan tersebut, selama tahun2006 rata-rata nilai tukar rupiah mencapai Rp9.164/US$.

Dalam periode Januari – Mei 2007 nilai tukar rupiah mengalami penguatan dibandingkanperiode yang sama tahun sebelumnya, yaitu dari rata-rata Rp9.168 per US$ menjadi rata-rata Rp9.048 per US$. Penguatan tersebut ditopang oleh membaiknya faktor fundamental,seperti peningkatan cadangan devisa, imbal hasil rupiah yang tetap menarik, serta faktorrisiko yang terjaga. Indeks nilai tukar rupiah secara riil (real effective exchange rate, REER)dengan tahun dasar tahun 2003, sejak bulan April 2006 sampai bulan Mei 2007 terlihattidak mengalami perubahan, yaitu 117,30. Demikian pula indeks nilai tukar rupiah terhadapdolar Amerika (bilateral regional exchange rate, BRER) tetap sebesar 78,57. Indeks BRERterhadap dolar Amerika pada mata uang bath Thailand, ringgit Malaysia, dolar Singapura,dan won Korea juga tidak mengalami perubahan dalam periode tersebut. Hal inimengindikasikan bahwa daya saing Indonesia cenderung tidak mengalami perubahan sejakbulan April 2006, walaupun sedikit lebih rendah dibandingkan negara-negara kawasanregional kecuali Korea. Perkembangan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikatdapat dilihat pada Grafik I.3

Grafik I.3

Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS dan REER,

2005 - 2007

8.500

9.000

9.500

10.000

10.500

Jan

Feb Ma

Apr

Me

Jun

Jul

Agu Sep

Okt No

De

Jan

Feb Ma

Apr

Me

Jun

Jul

Ags Sep

Okt No

De

Jan

Feb Ma

Apr

Me

2005 2006 2007

Sumber : Bank Indonesia (diolah)

60

7 0

80

90

1 00

1 1 0

1 20

1 30

Rupiah/US$ REER

Bab IPerkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2007

I-11RAPBN-P 2007

Dengan memperhatikan perkembangan nilai tukar rupiah dalam lima bulan pertama tahun2007, dan perkiraan tujuh bulan ke depan, maka selama tahun 2007 rata-rata nilai tukarrupiah diperkirakan mencapai sekitar Rp9.100/US$, lebih rendah dari perkiraan dalam APBNsebesar Rp9.300/US$.

Suku Bunga SBI 3 Bulan

Dalam tahun 2006, rata-rata suku bunga SBI 3 bulan mencapai 11,74 persen, lebih tinggidari rata-rata tahun 2005 sebesar 9,09 persen. Hal ini disebabkan karena Bank Indonesiamenempuh kebijakan moneter yang cenderung ketat (tight bias), terutama dalam paropertama tahun 2006 terkait dengan masih tingginya ekses likuiditas di sektor perbankan,relatif tingginya laju inflasi, sedikit melemahnya nilai tukar rupiah, dan meningkatnya sukubunga internasional. Namun, sejak bulan Mei 2006, Bank Indonesia mulai menurunkansuku bunga BI Rate secara bertahap, terukur dan berhati-hati. Langkah penurunan sukubunga yang ditempuh Bank Indonesia ini sekaligus menandai adanya perubahan posisikebijakan moneter dari kebijakan sebelumnya yang cenderung ketat (tight bias) menjadisedikit longgar (cautious easing). Perkembangan suku bunga SBI, BI Rate dan Fed Ratedapat dilihat pada Grafik I.4.

Memasuki tahun 2007, suku bunga SBI 3 bulan terus menunjukkan penurunan, hinggamencapai 7,83 persen pada bulan Mei 2007. Penurunan tersebut terjadi seiring denganpenurunan BI rate yang dilakukan Bank Indonesia secara hati-hati dan terukur hingga kelevel 9,0 persen pada akhir Maret 2007 dan cenderung menurun hingga menjadi 8,5 persenpada Juni 2007. Langkah Bank Indonesia dengan menurunkan suku bunga BI Rate initidak terlepas dari terkendalinya laju inflasi dan nilai tukar rupiah yang cenderung menguatdengan tingkat volatilitas yang rendah. Penurunan suku bunga SBI ini juga direspon olehturunnya suku bunga deposito pada semua tenor. Suku bunga deposito 1 bulan turun dari

Gra fik I.4Perkem ba nga n SBI 3 Bu la n, BI Ra t e, Fed Fu n d Ra t e

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A S O N D J F M A M

2005 2006 2007

Su

ku B

un

ga

Sel i si h BI-Fed BI Rate Fed Fund Rate SBI 3 BLN

3 ,5 %

Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2007

I-12 RAPBN-P 2007

8,96 persen pada akhir tahun 2006 menjadi 7,93 persen pada bulan April 2007. Namundemikian, penurunan BI Rate dan suku bunga SBI tersebut masih ditransmisikan secaraterbatas ke suku bunga kredit dalam arti penurunan suku bunga kredit berlangsung lebihlambat daripada penurunan BI Rate dan SBI. Hal ini terlihat pada penurunan suku bungakredit modal kerja (KMK) dan suku bunga kredit investasi (KI) masing-masing dari 15,07persen dan 15,10 persen pada Desember 2006 menjadi masing-masing 14,30 persen dan14,38 persen pada April 2007. Demikian pula dengan suku bunga kredit konsumsi (KK),dalam periode yang sama juga mengalami penurunan dari 17,58 persen pada Desember2006 menjadi 17,24 persen pada April 2007. Perkembangan suku bunga SBI dan perbankandapat dilihat pada Tabel I.3.

Di sektor perbankan, tren penurunan suku bunga ini secara umum membawa implikasimembaiknya kinerja industri perbankan. Hal ini antara lain tercermin pada pertumbuhantotal aset, jumlah dana pihak ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun oleh perbankan danjumlah kredit yang disalurkan. Total aset industri perbankan sampai bulan April 2007

Tabel I.3 Perkembangan Suku Bunga SBI dan Perbankan

2001-2007

SBI Kredit Deposito Periode

1 Bln 3 Bln PUAB

KMK KI KK 1 Bulan

2001 Desember 17,62 17,60 15,66 19,19 17,90 19,85 16,07 2002 Desember 12,99 13,12 8,89 18,25 17,82 20,21 12,81 2003 Desember 8,31 10,16 4,65 15,07 15,68 18,69 6,62 2004 Desember 7,43 7,29 3,76 13,41 14,05 16,57 6,43

2005 Desember 12,75 12,83 9,44 16,23 15,66 16,83 11,98

2006 Januari 12,75 12,92 9,32 16,32 15,81 17,08 12,01

Februari 12,74 12,92 10,09 16,34 15,87 17,28 11,85 Maret 12,73 12,73 10,28 16,35 15,90 17,52 11,61 April 12,74 12,74 10,59 16,29 15,90 17,65 11,51 Mei 12,50 12,16 10,35 16,25 15,89 17,77 11,45

Juni 12,50 12,16 10,23 16,15 15,94 17,82 11,34 Juli 12,25 12,16 10,95 16,14 15,91 17,87 11,09 Agustus 11,75 11,36 11,00 16,05 15,85 17,83 10,80

September 11,25 11,36 8,90 15,82 15,66 17,88 10,47 Oktober 10,75 11,36 6,75 15,62 15,54 17,85 10,01

Nopember 10,25 9,50 5,74 15,35 15,38 17,79 9,50 Desember 9,75 9,50 5,97 15,07 15,10 17,58 8,96

Januari 9,50 9,50 4,96 14,90 14,85 17,64 8,64 Februari 9,25 8,10 5,17 14,71 14,71 17,51 8,43

Maret 9,00 8,10 7,52 14,49 14,53 17,64 8,13 April 9,00 8,10 8,53 14,30 14,38 17,24 7,93

2007

Mei 8,75 7,83 6,93 - - - - Sumber: Bank Indonesia

Bab IPerkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2007

I-13RAPBN-P 2007

meningkat menjadi Rp1.713,1 triliun, atau lebih tinggi 1,14 persen dari total aset akhir tahun2006. Sementara itu, DPK yang berhasil dihimpun mencapai Rp1.299,8 triliun, ataumeningkat sekitar 0,95 persen dibanding akhir tahun 2006. Demikian pula jumlah kredityang disalurkan perbankan secara keseluruhan bertambah menjadi Rp812,9 triliun ataumeningkat sekitar 2,60 persen, meskipun fungsi intermediasi perbankan masih belumberjalan sesuai dengan yang diharapkan. Peningkatan DPK yang dibarengi denganpeningkatan kredit perbankan menyebabkan LDR (loan to deposit ratio) meningkat dari61,6 persen pada bulan Desember 2006 menjadi 62,5 persen pada bulan April 2007. Namundemikian, posisi pinjaman bermasalah (non-performing loans, NPL) pada April 2007 jugameningkat menjadi 6,1 persen dibandingkan posisi akhir tahun 2006 sebesar 6,03 persen.Sementara itu, indikator lainnya seperti rasio kecukupan modal bank (capital adequacyratio/CAR) meningkat dari 21,27 persen pada akhir tahun 2006 menjadi 22,05 persen.Demikian pula dengan return on assets (ROA) meningkat dari 2,64 persen menjadi 2,92persen.

Pada bulan-bulan mendatang, suku bunga SBI 3 bulan diperkirakan akan menurun seiringdengan menurunnya BI Rate dan laju inflasi (y-o-y), sehingga perkiraan suku bunga rata-rata SBI 3 bulan sebesar 8,0 persen selama tahun 2007 optimis dapat dicapai.

Harga Minyak Internasional

Dalam tahun 2006, harga minyak mentah internasional masih berada pada level yang cukuptinggi, meskipun dengan kecenderungan yang menurun. Tingginya harga minyak mentahini selain dipengaruhi oleh faktor fundamental akibat peningkatan permintaan yang lebihbesar dibandingkan penawaran, juga dipicu oleh sentimen negatif yang muncul akibatketegangan geopolitik di Timur Tengah, serta isu nuklir Iran dan Korea Utara. Harga rata-rata minyak mentah jenis Dated Brent di pasar internasional pada periode Desember 2006 -Mei2007 mencapai US$61,91 per barel atau turun US$1,95 per barel (3,05 persen) dibandingharga pada periode Desember 2005 – Mei 2006 yang mencapai US$63,85 per barel. Hargarata-rata minyak mentah basket OPEC pada periode Desember 2006 - Mei 2007 jugamengalami penurunan dibanding periode Desember 2005 – Mei 2006, yaitu dari US$59,16per barel menjadi US$58,32 per barel (turun 1,42 persen). Sejalan dengan menurunnyaharga minyak mentah internasional tersebut, harga rata-rata minyak mentah Indonesia(Indonesian Crude Oil Price/ICP) dalam periode Desember 2006 - Mei 2007 jugamenunjukkan kecenderungan penurunan. Realisasi harga rata-rata minyak mentah ICPdalam periode tersebut sebesar US$61,43 per barel atau turun US$1,69 per barel (2,68 persen)dibandingkan periode Desember 2005 – Mei 2006. Dengan memperhatikan perkembanganharga minyak yang terjadi di pasar internasional dalam periode Desember 2006 - Mei 2007,maka realisasi harga minyak mentah ICP dalam tahun 2007 diperkirakan mencapai US$60per barel. Perkembangan harga rata-rata minyak mentah di pasar internasional dapat dilihatpada Grafik I.5.

Volume lifting minyak mentah Indonesia dalam APBN-P 2007 diperkirakan mencapai 0,950juta barel per hari atau sedikit lebih rendah dari asumsi lifting dalam APBN 2007 sebesar 1,0juta barel per hari. Belum meningkatnya secara berarti lifting minyak tersebut terkait dengancukup tingginya natural declining rate sumur-sumur minyak di Indonesia yang sudah tua

Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2007

I-14 RAPBN-P 2007

yang mencapai sekitar 5 - 11 persen per tahun, sementara minyak dari sumur-sumur baruseperti Blok Cepu dan Lapangan Jeruk masih belum dapat berproduksi secara optimal.

Neraca Pembayaran

Perkiraan membaiknya kinerja perekonomian yang didukung oleh terjaganya stabilitasekonomi makro Indonesia serta masih cukup kondusifnya kinerja perekonomian dunia dalamtahun 2007 akan membawa implikasi yang positif terhadap kinerja neraca pembayaran.Hal ini terlihat pada posisi cadangan devisa yang diperkirakan meningkat dibandingkandengan tahun sebelumnya. Bila dalam tahun 2006 cadangan devisa mencapai US$42.586juta, maka dalam APBN-P 2007 cadangan devisa diperkirakan meningkat sebesarUS$11.5978 juta menjadi US$54.183 juta. Peningkatan cadangan devisa tersebut antaralain disebabkan oleh meningkatnya ekspor terkait dengan menguatnya permintaan duniadan meningkatnya arus masuk modal asing.

Dalam APBN-P 2007, realisasi surplus neraca transaksi berjalan (current accounts)diperkirakan mencapai US$9.706 juta, yang berarti lebih tinggi dibandingkan denganperkiraan neraca transaksi berjalan di dalam APBN 2007 dengan surplus sebesar US$6.654juta. Peningkatan surplus transaksi berjalan tersebut terutama bersumber dari surplus neracaperdagangan yang lebih besar dibandingkan dengan defisit neraca jasa-jasa.

Realisasi surplus neraca perdagangan dalam APBN-P 2007 diperkirakan mencapaiUS$30.712 juta atau lebih tinggi dibandingkan perkiraan dalam APBN 2007 sebesarUS$29.003 juta. Kenaikan tersebut terutama bersumber dari peningkatan ekspor yang lebihtinggi dibanding peningkatan impor. Realisasi nilai ekspor diperkirakan mencapaiUS$111.860 juta, atau 9,95 persen lebih tinggi bila dibandingkan dengan APBN 2007.Meningkatnya ekspor tersebut antara lain bersumber dari ekspor nonmigas dan migas sebagaiakibat dari harga beberapa komoditas primer di pasar internasional yang diperkirakan masih

Grafik I.5

Perkembangan Harga Minyak Brent, OPEC, dan ICP

Desember 2005 - Mei 2007

40

50

60

70

80

Dec

05

Jan

06

Feb

Mar

Ap

r

May

Jun

Jul

Au

g

Sep

Oct

Nov

Dec

Jan

07

Feb

Mar

Ap

r

May

US$

/bar

el

OPEC Dated Brent ICP

Bab IPerkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2007

I-15RAPBN-P 2007

tinggi serta meningkatnya volume ekspor terkait dengan permintaan yang juga masih tetaptinggi. Sementara itu, realisasi nilai impor diperkirakan mencapai US$81.148 juta atau 11,56persen lebih tinggi dari perkiraan pada APBN 2007 sebesar US$72.737 juta. Peningkatannilai impor tersebut terutama didorong oleh impor nonmigas seiring dengan akselerasikegiatan ekonomi di dalam negeri yang lebih cepat. Realisasi neraca jasa-jasa dalam APBN-P 2007 diperkirakan mengalami defisit sebesar US$21.006 juta atau lebih rendahdibandingkan defisit pada APBN 2007 yang mencapai US$22.349 juta. Penurunan initerutama bersumber dari penurunan transfer ke luar negeri atas pendapatan investasi asingyang berasal dari PMA

Dalam APBN-P 2007, realisasi neraca modal dan finansial diperkirakan mencatat surplussebesar US$2.401 juta, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan APBN 2006 yang mengalamidefisit sekitar US$584 juta. Membaiknya posisi neraca modal tersebut terkait denganmembaiknya perkiraan realisasi neraca modal sektor publik yang mengalami surplus sebesarUS$2.174 juta, lebih besar dibandingkan dengan surplus dalam APBN 2007 yang mencapaiUS$238 juta. Surplus neraca modal sektor publik terutama bersumber dari penerbitan obligasipemerintah dalam valuta asing (global bond) dan tingginya pembelian surat utang negara(SUN) oleh investor luar negeri (net-buying).

Realisasi neraca modal sektor swasta dalam APBN-P 2007 diperkirakan mencatat surplussebesar US$227 juta, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan dalam APBN tahun2007 yang menunjukkan defisit sebesar US$822 juta. Perbaikan kinerja neraca modal sektorswasta ini didukung oleh peningkatan aliran masuk penanaman modal asing (PMA) yaitudari US$842 juta dalam APBN 2007 menjadi US$1.918 juta dalam APBN-P 2007.Peningkatan aliran masuk PMA ini terkait dengan iklim investasi di Indonesia yang mulaimembaik. Investasi jangka pendek (portfolio investment) diperkirakan masih surplus sebesarUS$216 juta, lebih rendah dibandingkan dengan perkiraan dalam APBN 2007 yang mencapaiUS$1.843 juta. Sementara itu, investasi lainnya (neto) dalam APBN-P 2007 diperkirakanmengalami defisit sebesar US$1.907 juta, lebih rendah dibandingkan dengan APBN 2007yang mengalami defisit sebesar US$3.507 juta. Relatif rendahnya defisit investasi lainnyaini terutama disebabkan oleh bertambahnya jumlah pinjaman sektor swasta danberkurangnya kewajiban pembayaran utang luar negeri yang jatuh tempo. Ringkasan neracapembayaran Indonesia tahun 2006, APBN dan APBN-P tahun 2007 dapat dicermati padaTabel I.4.

Bab I Perkembangan Asumsi Dasar APBN Tahun Anggaran 2007

I-16 RAPBN-P 2007

Real. APBN APBN-P

A. 9.931 6.654 9.706

29.636 29.003 30.712a. 103.505 101.740 111.860b. -73.869 -72.737 -81.148

-19.705 -22.349 -21.006

B. 3.180 -584 2.4012.538 238 2.174

- 8.622 6.275 8.212a. Bantuan program dan lainnya 1.804 4.144 2.133b. Bantuan proyek dan lainnya 6.818 2.131 6.079

- -6.084 -6.037 -6.038

642 -822 227- 3.308 842 1.918- -369 1.843 216- -2.297 -3.507 -1.907

C. 13.111 6.070 12.107

D. 1.924 0 -510

E. 15.035 6.070 11.597

F. -15.035 -6.070 -11.597

-7.428 -4.079 -11.59742.586 43.583 54.183

2,7 1,8 2,4

*) Tanda negatif berarti penambahan devisa dan tanda positif berarti pengurangan devisa

Tabel I.4

I T E M2006

TRANSAKSI BERJALAN

2007

Neraca PerdaganganEkspor, fobImpor, fob

Neraca Jasa-jasa, neto

NERACA MODAL DAN FINANSIALSektor Publik, neto

Penerimaan pinjaman dan bantuan

SELISIH YANG BELUM DIPERHITUNGKAN

Pelunasan pinjaman

Sektor Swasta, netoPenanaman modal langsung, netoInvestasi portfolio

Sumber : Bank Indonesia, Depkeu (diolah)

NERACA PEMBAYARAN INDONESIA, 2006- 2007

(US$ juta)

PEMBIAYAAN

Perubahan cadangan devisa*)

Cadangan devisaTransaksi berjalan/PDB (%)

Lainnya, neto

TOTAL (A + B)

KESEIMBANGAN UMUM

Bab IIAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-1RAPBN-P 2007

BAB II

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

Pendahuluan

Sejak ditetapkannya Undang-undang Nomor 18 Tahun 2006 tentang APBN Tahun Anggaran2007, telah terjadi perubahan yang cukup signifikan pada berbagai indikator ekonomi makroyang merupakan dasar perhitungan besaran-besaran APBN, seperti sasaran pendapatannegara dan hibah, belanja negara, defisit anggaran, serta kebutuhan dan sumber-sumberpembiayaan anggaran. Pada saat ditetapkan, asumsi ekonomi makro yang menjadi dasarperhitungan APBN 2007 adalah sebagai berikut: pertumbuhan ekonomi 6,3 persen, inflasi6,5 persen, rata-rata nilai tukar rupiah Rp9.300,00 per US$, rata-rata suku bunga SBI 3bulan 8,5 persen, rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) US$63,0 per barel, danrata-rata lifting minyak 1,0 juta barel per hari.

Dalam perkembangannya, asumsi dasar ekonomi makro tersebut mengalami perubahansesuai dengan kinerja perekonomian Indonesia yang menunjukkan adanya pemulihan danperbaikan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tahun 2007 diperkirakan sama dengan asumsidalam APBN 2007, yaitu 6,3 persen, namun masih lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomitahun 2006 yang mencapai 5,5 persen. Pertumbuhan ekonomi yang mulai berakselerasitersebut tetap ditopang oleh perbaikan permintaan, terutama ekspor barang dan jasa,konsumsi, dan investasi. Di samping itu, penguatan pertumbuhan ekonomi juga didukungoleh tetap terpeliharanya stabilitas ekonomi makro yang ditunjukkan oleh inflasi yang relatifterkendali, nilai tukar yang relatif stabil, dan suku bunga yang rendah. Sejalan denganmeningkatnya kegiatan ekonomi, kebutuhan valuta asing untuk impor, khususnya imporbahan baku dan barang modal dalam tahun 2007 diperkirakan akan meningkat, sementarakegiatan ekspor masih diperkirakan stabil atau bahkan menguat.

Berdasarkan kondisi tersebut, rata-rata nilai tukar rupiah dalam tahun 2007 diperkirakanmencapai Rp9.100,0 per US$, laju inflasi diperkirakan mencapai 6,5 persen, dan rata-ratasuku bunga SBI 3 bulan mencapai sekitar 8,0 persen. Sedangkan, rata-rata harga minyakmentah Indonesia (ICP) diperkirakan mencapai US$60 per barel dengan rata-rata liftingminyak 0,950 juta barel per hari.

Berdasarkan perubahan berbagai indikator ekonomi makro dalam tahun 2007 tersebut,serta berbagai perubahan kebijakan yang dilakukan untuk menghadapi tantangan-tantangandalam tahun 2007, maka dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN 2007 perludilakukan penyesuaian atas sasaran-sasaran pendapatan negara dan hibah, belanja negara,defisit anggaran, serta kebutuhan dan sumber-sumber pembiayaan anggaran, agar menjadilebih realistis dan mampu mendukung pencapaian sasaran-sasaran pembangunan ekonomitahun 2007.

Dalam tahun 2007, pendapatan negara dan hibah diperkirakan Rp684.467,9 miliar(18,1 persen PDB) lebih rendah dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN sebesarRp723.057,9 miliar (19,1 persen terhadap PDB). Sementara itu, volume anggaran belanja

Bab II Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-2 RAPBN-P 2007

negara diperkirakan Rp746.418,0 miliar (19,8 persen terhadap PDB), lebih rendah darisasaran yang ditetapkan dalam APBN Rp763.570,8 miliar (20,2 persen terhadap PDB).Berbagai perkembangan tersebut akan memberikan implikasi pada meningkatnya defisitanggaran yang diperkirakan menjadi Rp61.950,1 miliar (1,6 persen terhadap PDB) yangberarti lebih tinggi dari target yang ditetapkan dalam APBN sebesar Rp40.512,9 miliar(1,1 persen terhadap PDB).

Di sisi penerimaan, menurunnya perkiraan pencapaian target penerimaan perpajakan tahun2007 selain dipengaruhi oleh perkembangan berbagai variabel ekonomi makro, jugadipengaruhi antara lain: (i) realisasi penerimaan pajak tahun 2006 yang lebih rendah daritarget; (ii) pemberian fasilitas-fasilitas perpajakan; (iii) kemungkinan disetujuinyaamandemen UU Perpajakan; dan (iv) percepatan penyelesaian restitusi. Oleh karena itu,rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB (tax ratio) juga mengalami penurunan darisasaran semula dalam APBN 2007 sebesar 13,5 persen terhadap PDB, menjadi 13,0 persenterhadap PDB.

Di sisi belanja negara, bencana alam yang terjadi diberbagai daerah, dan percepatan program-program khusus pemerintah membawa dampak pada peningkatan belanja negara. Program-program tersebut antara lain untuk penanggulangan banjir dan bencana alam, subsidi, sertapeningkatan produksi beras dua juta ton. Pada sisi lain, penurunan anggaran belanjapemerintah pusat dalam tahun 2007 antara lain dipengaruhi oleh perkembangan berbagaiasumsi ekonomi makro dari yang telah ditetapkan dalam APBN 2007, serta perkiraankemampuan daya serap kementerian/lembaga dalam membelanjakan anggarannya.

Selanjutnya, dalam rangka menutup defisit anggaran sebesar 1,6 persen terhadap PDBtersebut akan diupayakan pembiayaan yang berasal dari sumber-sumber dalam negeri antaralain: (i) penggunaan sebagian dana dari saldo rekening pemerintah; dan (ii) penambahanpenerbitan surat berharga negara (SBN) neto. Selain itu, untuk mendukung pengelolaanutang yang baik, pemanfaatan sumber pembiayaan luar negeri, baik dari pinjaman program(program loan) maupun pinjaman proyek (project loan) harus dilakukan secara selektif.Berdasarkan langkah-langkah yang telah dilakukan untuk mengantisipasi peningkatan defisittersebut, rasio stok utang pemerintah dalam tahun 2007 masih menunjukkan penurunanmenjadi 35,6 persen terhadap PDB, lebih rendah dibandingkan rasionya dalam tahun 2006sebesar 38,8 persen terhadap PDB.

Dengan demikian, Pemerintah tetap berkeyakinan bahwa pengelolaan APBN 2007 dankeuangan negara pada umumnya akan tetap dapat dilakukan secara aman dan terkendalisesuai dengan arah kebijakan fiskal yang ditetapkan dalam APBN 2007. Secara lebih rinci,besaran perkiraan realisasi dari masing-masing komponen APBN 2007 sebagaimanatercantum dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatandan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007 akan mengalami perubahan menjadi sebagaimanadisusun dan dituangkan dalam Rancangan Undang-undang Perubahan atas Undang-undang Nomor 18 Tahun 2007 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara TahunAnggaran 2007. Gambaran selengkapnya tentang perkiraan realisasi APBN 2007 dapatdiikuti dalam Tabel II.1.

Bab IIAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-3RAPBN-P 2007

Perkiraan Pendapatan Negara dan Hibah

Realisasi anggaran pendapatan negara dan hibah hingga akhir tahun 2007 diperkirakanmencapai Rp684.467,9 miliar (18,1 persen terhadap PDB), yang berarti turun sebesarRp38.590,1 miliar atau 5,3 persen lebih rendah dari sasaran anggaran pendapatan dan hibahyang semula ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp723.057,9 miliar (19,1 persen terhadapPDB). Perkiraan realisasi pendapatan negara dan hibah tahun 2007 tersebut, apabiladibandingkan dengan realisasi pendapatan dan hibah dalam tahun 2006 sebesar Rp637.796,2miliar (19,1 persen terhadap PDB), berarti mengalami peningkatan sebesar Rp46.671,7 miliaratau 7,3 persen.

A. Pendapatan Negara dan Hibah 637.796,2 19,1 723.057,9 19,1 684.467,9 18,1 94,7

I. Penerimaan Dalam Negeri 635.939,0 19,1 720.389,0 19,1 681.760,1 18,0 94,6

1. Penerimaan Perpajakan 409.054,3 12,3 509.462,0 13,5 489.891,8 13,0 96,2

a. Pajak Dalam Negeri 395.821,5 11,9 494.591,6 13,1 472.756,9 12,5 95,6

b. Pajak Perdagangan Internasional 13.232,7 0,4 14.870,4 0,4 17.134,9 0,5 115,2

2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 226.884,7 6,8 210.927,0 5,6 191.868,2 5,1 91,0

a. Penerimaan SDA 164.773,2 4,9 146.256,9 3,9 112.172,6 3,0 76,7

b. Bagian Laba BUMN 21.450,5 0,6 19.100,0 0,5 21.557,6 0,6 112,9

c. Surplus Bank Indonesia 1.522,5 0,0 0,0 0,0 13.669,3 0,4 0,0

d. PNBP Lainnya 39.138,5 1,2 45.570,0 1,2 44.468,7 1,2 97,6

II. Hibah 1.857,2 0,1 2.669,0 0,1 2.707,8 0,1 101,5

B. Belanja Negara 670.590,8 20,1 763.570,8 20,2 746.418,0 19,8 97,8

I. Belanja Pemerintah Pusat 444.196,6 13,3 504.776,2 13,4 493.880,7 13,1 97,8

1. Belanja Pegawai 72.872,6 2,2 101.202,3 2,7 99.912,2 2,6 98,7

2. Belanja Barang 47.066,1 1,4 72.186,3 1,9 62.523,6 1,7 86,6

3. Belanja Modal 58.931,1 1,8 73.130,0 1,9 68.314,1 1,8 93,4

4. Pembayaran Bunga Utang 79.025,8 2,4 85.086,4 2,3 86.290,5 2,3 101,4

5. Subsidi 107.409,5 3,2 102.924,3 2,7 105.153,9 2,8 102,2

6. Belanja Hibah 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0

7. Bantuan Sosial 43.392,0 1,3 51.409,0 1,4 47.532,0 1,3 92,5

8. Belanja Lain-lain 35.499,5 1,1 18.837,9 0,5 24.154,5 0,6 128,2

II. Belanja Ke Daerah 226.394,2 6,8 258.794,6 6,8 252.537,3 6,7 97,6

1. Dana Perimbangan 222.347,6 6,7 250.342,8 6,6 244.085,4 6,5 97,5

2. Dana Otonomi Khusus dan Peny. 4.046,6 0,1 8.451,8 0,2 8.451,8 0,2 100,0

C. Keseimbangan Primer 46.231,1 1,4 44.573,6 1,2 24.340,4 0,6 54,6

D. Surplus/Defisit Anggaran (A - B) -32.794,6 -1,0 -40.512,9 -1,1 -61.950,1 -1,6 152,9

E. Pembiayaan (I + II) 32.975,2 1,0 40.512,9 1,1 61.950,1 1,6 152,9

I. Pembiayaan Dalam Negeri 52.291,7 1,6 55.068,3 1,5 74.559,7 2,0 135,4

1. Perbankan dalam negeri 15.222,5 0,5 12.962,0 0,3 10.621,6 0,3 81,9

2. Non-perbankan dalam negeri 37.069,2 1,1 42.106,3 1,1 63.938,1 1,7 151,8

II. Pembiayaan Luar negeri (neto) -19.316,4 -0,6 -14.555,4 -0,4 -12.609,6 -0,3 86,6

1. Penarikan Pinjaman LN (bruto) 33.408,7 1,0 40.274,6 1,1 42.443,6 1,1 105,4

2. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN -52.725,2 -1,6 -54.830,0 -1,5 -55.053,2 -1,5 100,4

1) Perbedaan satu angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan adalah karena pembulatan.

2) Menggunakan PDB dengan basis perhitungan realisasi PDB tahun 2006.

RAPBN-P % thd PDB

% thd APBN

2007

(miliar rupiah)

Tabel II. 1

Realisasi Revisi I

% thd PDB

% thd PDB

APBN

2006

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA, TAHUN 2006-2007 1)

2)

Bab II Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-4 RAPBN-P 2007

Faktor-faktor yang memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap sasaran pendapatannegara dan hibah tahun 2007 adalah perubahan asumsi ekonomi makro sepertipertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar rupiah, suku bunga SBI 3 bulan, harga minyakmentah Indonesia (ICP), dan lifting minyak, serta langkah-langkah kebijakan danadministrasi yang ditempuh dalam tahun 2007.

Penerimaan Dalam Negeri

Realisasi penerimaan dalam negeri dalam tahun 2007 diperkirakan mencapai Rp681.760,1miliar atau 18,0 persen terhadap PDB. Jumlah ini berarti Rp38.628,9 miliar atau 5,4 persenlebih rendah dari sasaran penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN 2007sebesar Rp720.389,0 miliar (19,1 persen terhadap PDB). Apabila dibandingkan denganrealisasi penerimaan dalam negeri dalam tahun 2006 sebesar Rp635.939,0 miliar (19,1 persenterhadap PDB), maka perkiraan realisasi penerimaan dalam negeri dalam tahun 2007 tersebutmenunjukkan peningkatan sebesar Rp45.821,1 miliar atau 7,2 persen. Lebih tingginyaperkiraan realisasi penerimaan dalam negeri tahun 2007 dibandingkan dengan realisasinyadalam tahun 2006 tersebut terutama disebabkan oleh lebih tingginya perkiraan realisasipenerimaan perpajakan, khususnya yang bersumber dari penerimaan PPh nonmigas, PPNdan PPnBM, PBB, serta cukai. Sementara itu, perkiraan realisasi penerimaan negara bukanpajak lebih rendah dibandingkan realisasinya dalam tahun 2006, terutama disebabkan olehlebih rendahnya penerimaan SDA migas sebagai dampak dari lebih rendahnya perkiraanharga minyak.

Penerimaan Perpajakan

Realisasi penerimaan perpajakan dalam tahun 2007 diperkirakan mencapaiRp489.891,8 miliar atau 13,0 persen terhadap PDB. Jumlah ini berarti lebih rendahRp19.570,2 miliar atau 3,8 persen bila dibandingkan dengan sasaran penerimaan perpajakanyang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp509.462,0 miliar (13,5 persen terhadap PDB).Demikian pula, apabila dilihat dari rasionya terhadap PDB, perkiraan realisasi penerimaanperpajakan tersebut menunjukkan penurunan. Namun, apabila dibandingkan denganrealisasi penerimaan perpajakan tahun 2006 sebesar Rp409.054,3 miliar (12,3 persenterhadap PDB), maka perkiraan realisasi penerimaan perpajakan tahun 2007 tersebut justrumenunjukkan peningkatan sebesar Rp80.837,6 miliar atau 19,8 persen. Faktor-faktor yangmempengaruhi perkiraan realisasi penerimaan perpajakan dalam tahun 2007 tersebutdiantaranya adalah: (i) perkembangan berbagai variabel ekonomi makro; (ii) berbagailangkah kebijakan perpajakan yang telah dan akan dilakukan dalam tahun 2007, sepertikenaikan harga jual eceran (HJE) rokok, pengenaan tarif spesifik atas cukai tembakau, danpemberian fasilitas perpajakan (PPh, PPN dan PPnBM, dan bea masuk); serta (iii) langkah-langkah administrasi perpajakan yang telah dan akan dilakukan dalam tahun 2007.Perkiraan realisasi penerimaan perpajakan tersebut terdiri dari penerimaan pajak dalamnegeri sebesar Rp472.756,9 miliar atau 12,5 persen terhadap PDB, dan pajak perdaganganinternasional Rp17.134,9 miliar atau 0,5 persen terhadap PDB. Penerimaan pajak dalamnegeri tersebut terdiri dari PPh, PPN dan PPnBM, PBB, BPHTB, cukai, dan pajak lainnya,sedangkan pajak perdagangan internasional terdiri dari bea masuk dan pajak/pungutanekspor.

Bab IIAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-5RAPBN-P 2007

Penerimaan Pajak Penghasilan (PPh)

Realisasi penerimaan PPh dalam tahun 2007 diperkirakan mencapai Rp249.954,2 miliaratau 6,6 persen terhadap PDB. Jumlah ini, berarti sebesar Rp11.744,1 miliar atau 4,5 persenlebih rendah bila dibandingkan dengan sasaran penerimaan PPh yang ditetapkan dalamAPBN 2007 sebesar Rp261.698,3 miliar (6,9 persen terhadap PDB). Namun, apabiladibandingkan dengan realisasi penerimaan PPh dalam tahun 2006 yang mencapaiRp208.833,9 miliar (6,3 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi penerimaan PPhdalam tahun 2007 tersebut menunjukkan peningkatan Rp41.120,3 miliar atau 19,7 persen.

Dari perkiraan realisasi penerimaan PPh tahun 2007 tersebut, realisasi penerimaan PPhnonmigas dalam tahun 2007 diperkirakan mencapai Rp212.480,7 miliar atau 5,6 persenterhadap PDB. Jumlah ini, berarti Rp7.975,9 miliar atau 3,6 persen lebih rendah biladibandingkan dengan sasaran penerimaan PPh nonmigas yang ditetapkan dalam APBN2007 sebesar Rp220.456,6 miliar (5,8 persen terhadap PDB). Namun, apabila dibandingkandengan realisasi penerimaan PPh nonmigas dalam tahun 2006 sebesar Rp165.643,8 miliar(5,0 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi penerimaan PPh nonmigas tahun 2007tersebut berarti lebih tinggi Rp46.836,9 miliar atau 28,3 persen. Lebih tingginya perkiraanrealisasi penerimaan PPh nonmigas tahun 2007 tersebut terutama dipengaruhi oleh langkah-langkah administrasi perpajakan yang telah diambil selama tahun 2007, antara lain berupa:(i) langkah-langkah ekstensifikasi perpajakan; (ii) langkah-langkah intensifikasi pemungutanpajak; (iii) penyempurnaan sistem teknologi informasi; (iv) penyempurnaan manajemenpemeriksaan pajak; (v) peningkatan penyidikan dan penagihan; serta (vi) penyempurnaanefektivitas dan efisiensi organisasi.

Di sisi lain, kebijakan di bidang PPh nonmigas dalam tahun 2007 lebih diarahkan untukmemberikan stimulus fiskal, sehingga berpotensi mengurangi penerimaan PPh nonmigas,berupa pemberian fasilitas PPh untuk penanaman modal di bidang usaha tertentu dan/ataudi daerah-daerah tertentu yang berlaku sejak tanggal 1 Januari 2007 yang ditetapkan dalamPMK Nomor 16/PMK.03/2007. Dalam peraturan tersebut ditetapkan bahwa terdapat empatfasilitas PPh yang diberikan, pertama, pengurangan penghasilan neto sebesar 30 persendari jumlah penanaman modal, dibebankan selama enam tahun masing-masing sebesar 5persen per tahun. Kedua, penyusutan dan amortisasi yang dipercepat diberikan atas kelompokaktiva tetap berwujud bukan bangunan maupun bangunan. Ketiga, pengenaan PPh atasdividen yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri sebesar 10 persen, atau tarif yanglebih rendah menurut persetujuan penghindaran pajak berganda yang berlaku. Keempat,kompensasi kerugian yang lebih lama dari lima tahun tetapi tidak lebih dari sepuluh tahun,dengan ketentuan tambahan satu tahun apabila antara lain: (i) mempekerjakan sekurang-kurangnya 500 orang tenaga kerja Indonesia selama lima tahun berturut-turut;(ii) penanaman modal baru memerlukan investasi untuk infrastruktur ekonomi dan sosialdi lokasi usaha paling sedikit sebesar Rp10 miliar; dan (iii) menggunakan bahan baku danatau komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70 persen sejak tahun keempat.

Sementara itu, realisasi penerimaan PPh migas dalam tahun 2007 diperkirakan mencapaiRp37.473,5 miliar atau 1,0 persen terhadap PDB. Jumlah ini, berarti lebih rendah, baikdibandingkan dengan sasaran penerimaan PPh migas yang ditetapkan dalam APBN 2007sebesar Rp41.241,7 miliar (1,1 persen terhadap PDB) maupun dibandingkan dengan realisasipenerimaan PPh migas dalam tahun 2006 sebesar Rp43.190,1 miliar atau 1,3 persen terhadap

Bab II Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-6 RAPBN-P 2007

PDB. Lebih rendahnya perkiraan realisasi penerimaan PPh migas dalam tahun 2007 tersebutdipengaruhi antara lain oleh faktor-faktor eksternal, diantaranya: (i) lebih rendahnyaperkiraan harga minyak mentah Indonesia (ICP) dibandingkan dengan asumsi yangditetapkan dalam APBN 2007, yaitu dari US$63 per barel menjadi US$60 per barel;(ii) perkiraan menguatnya nilai tukar rupiah dibandingkan dengan asumsi yang ditetapkandalam APBN 2007, yaitu dari Rp9.300 per US$ menjadi Rp9.100 per US$, dan (iii) lebihrendahnya perkiraan lifting minyak mentah dibandingkan dengan asumsi yang ditetapkandalam APBN 2007, yaitu dari 1,0 MBCD menjadi 0,950 MBCD.

Penerimaan PPN dan PPnBM

Dalam tahun 2007, realisasi penerimaan PPN dan PPnBM diperkirakan mencapaiRp152.057,2 miliar atau 4,0 persen terhadap PDB. Jumlah ini, secara nominal Rp8.987,0miliar atau 5,6 persen lebih rendah bila dibandingkan dengan sasaran penerimaan PPN danPPnBM yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp161.044,2 miliar (4,3 persen terhadapPDB). Meskipun demikian, perkiraan realisasi penerimaan PPN dan PPnBM tahun 2007tersebut menunjukkan peningkatan Rp29.024,6 miliar atau 23,6 persen apabila dibandingkandengan realisasi penerimaan PPN dan PPnBM tahun 2006 yang mencapaiRp123.032,6 miliar (3,7 persen terhadap PDB). Lebih tingginya perkiraan realisasi penerimaanPPN dan PPnBM tahun 2007 dibandingkan realisasi penerimaan PPN dan PPnBM padatahun 2006 tersebut, terutama didukung oleh berbagai upaya dan langkah-langkahpenyempurnaan di bidang administrasi perpajakan (tax administration) yang ditempuh olehpemerintah sepanjang tahun 2007, antara lain berupa: (i) penyidikan dan penagihan PPNyang tertunda; (ii) perhitungan kembali atas pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan;serta (iii) peningkatan pelayanan kepada WP.

Namun, di lain pihak sebagai wujud kepedulian pemerintah dalam menggerakkan sektorriil, kebijakan di bidang PPN dan PPnBM yang telah ditempuh pemerintah sepanjang tahun2007 lebih banyak diarahkan untuk memberikan stimulus fiskal, sehingga berpotensimengurangi penerimaan PPN dan PPnBM dalam tahun 2007, antara lain berupa:(i) kebijakan percepatan pembayaran restitusi PPN yang diperuntukkan bagi wajib pajakpatuh; (ii) pemberian fasilitas pembebasan PPN atas barang kena pajak (BKP) tertentu yangbersifat strategis, yang ditandai dengan diberlakukannya PP Nomor 7 Tahun 2007 tentangbarang strategis yang dibebaskan dari PPN, serta (iii) pembebasan PPN atas penyerahanrumah sederhana (RS), rumah sangat sederhana (RSS), rumah susun, pondok boro, asramamahasiswa dan pelajar, serta perumahan lain yang diperuntukkan bagi korban bencanaalam sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK)Nomor 36/PMK.03/2007 yang berlaku sejak 11 April 2007 dan berdaya laku surut sejak1 Januari 2007. Faktor lain yang mempengaruhi perkiraan realisasi penerimaan PPN danPPnBM dalam tahun 2007 tersebut adalah adanya perubahan perkiraan asumsi nilai tukarrupiah terhadap dolar Amerika Serikat, yaitu dari semula ditetapkan sebesar Rp 9.300 perUS$ dalam APBN tahun 2007 menjadi Rp 9.100 per US$ dalam RAPBN-P tahun 2007.

Bab IIAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-7RAPBN-P 2007

Penerimaan PBB dan BPHTB

Realisasi penerimaan PBB dalam tahun 2007 diperkirakan mencapai Rp22.025,8 miliar(0,6 persen terhadap PDB) yang berarti Rp758,8 miliar atau 3,6 persen lebih tinggi darisasaran penerimaan PBB yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp21.267,0 miliar(0,6 persen terhadap PDB). Demikian pula, apabila dibandingkan dengan realisasipenerimaan PBB dalam tahun 2006 sebesar Rp20.716,3 miliar (0,6 persen terhadap PDB),maka perkiraan realisasi penerimaan PBB dalam tahun 2007 tersebut berarti mengalamikenaikan Rp1.309,5 miliar atau 6,3 persen. Kenaikan tersebut terutama dipengaruhi olehlangkah-langkah administrasi perpajakan berupa penyempurnaan terhadap sistem danadministrasi PBB, antara lain: (i) integrasi database pajak bumi dan bangunan ke databasenasional; (ii) pembangunan data prosessing center (DPC); dan (iii) pengembangan sistemtax payer account.

Sementara itu, realisasi penerimaan BPHTB dalam tahun 2007 diperkirakan mencapaiRp3.965,5 miliar (0,1 persen terhadap PDB). Jumlah tersebut, berarti Rp1.424,4 miliar atau26,4 persen lebih rendah dari sasaran penerimaan BPHTB yang ditetapkan dalam APBN2007 sebesar Rp5.389,9 miliar (0,1 persen terhadap PDB). Namun, apabila dibandingkandengan realisasi penerimaan BPHTB tahun 2006 sebesar Rp3.179,3 miliar (0,1 persenterhadap PDB), maka perkiraan realisasi penerimaan BPHTB tahun 2007 tersebutmenunjukkan peningkatan sebesar Rp786,2 miliar atau 24,7 persen. Faktor utama yangmempengaruhi perkiraan realisasi penerimaan BPHTB tahun 2007 adalah perkembanganjumlah transaksi jual beli tanah dan bangunan. Sementara itu, untuk mengamankanpenerimaan BPHTB tahun 2007 tersebut akan dilakukan langkah-langkah peningkatanefektivitas dan efisiensi pemungutan BPHTB, antara lain memperbaiki koordinasiantarinstansi yang menangani penerimaan BPHTB, seperti Badan Pertanahan Nasional(BPN), PPAT/Notaris, dan pemerintah kabupaten/kota.

Penerimaan Cukai dan Pajak Lainnya

Dalam tahun 2007, realisasi penerimaan cukai diperkirakan mencapai Rp42.034,7 miliaratau 1,1 persen terhadap PDB, yang berarti sama dengan sasaran penerimaan cukai yangditetapkan dalam APBN 2007. Apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan cukaidalam tahun 2006 sebesar Rp37.772,1 miliar (1,1 persen terhadap PDB), maka perkiraanrealisasi penerimaan cukai tahun 2007 tersebut berarti lebih tinggi sebesar Rp4.262,6 miliaratau 11,3 persen. Lebih tingginya perkiraan realisasi penerimaan cukai dalam tahun 2007tersebut selain berkaitan dengan adanya peningkatan volume produksi barang kena cukai(BKC), seperti meningkatnya volume produksi rokok dan minuman mengandung ethylalcohol, juga sebagai dampak dari dikeluarkannya kebijakan penyesuaian terhadap hargajual eceran (HJE) rokok yang ditetapkan melalui PMK Nomor 118/PMK.04/2006 tentangKebijakan Cukai Tahun 2007 pada tanggal 1 Desember 2006. Dalam PMK tersebut antaralain diatur mengenai: (i) kenaikan HJE sebesar 7 persen, yang diberlakukan secara efektifmulai tanggal 1 Maret 2007; serta (ii) pengenaan tarif spesifik untuk: (a) rokok golongan Iyang ditetapkan sebesar Rp7 per batang; (b) rokok golongan II yang ditetapkan sebesarRp5 per batang; dan (c) rokok golongan III yang ditetapkan sebesar Rp3 per batang, yangdiberlakukan secara efektif mulai tanggal 1 Juli 2007. Kebijakan tersebut, selain diharapkan

Bab II Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-8 RAPBN-P 2007

mampu mengamankan target penerimaan cukai dalam tahun ini, juga dimaksudkan untukmemperbaiki struktur, mengurangi distorsi dan kelangsungan industri hasil tembakau, sertamemberikan arah secara gradual bagi kebijakan cukai menuju ke pola spesifik. Di sampingitu, lebih tingginya perkiraan realisasi penerimaan cukai tahun 2007 tersebut juga didukungoleh berbagai langkah penyempurnaan administratif yang telah dilaksanakan sejak tahunsebelumnya. Berbagai langkah penyempurnaan administratif tersebut, antara lain meliputi:(i) peningkatan operasi intelijen, khususnya pada entry point strategis; (ii) modernisasi kantorpelayanan bea dan cukai; (iii) peningkatan audit di bidang cukai; serta (iv) pembaruan danpenyempurnaan design dan security pita cukai.

Sementara itu realisasi penerimaan pajak lainnya, dalam tahun 2007 diperkirakan mencapaiRp2.719,5 miliar, atau 0,1 persen terhadap PDB. Jumlah ini berarti Rp438,0 miliar atau13,9 persen lebih rendah dari sasaran penerimaan pajak lainnya yang ditetapkan dalamAPBN 2007 sebesar Rp3.157,5 miliar (0,1 persen terhadap PDB). Namun demikian, apabiladibandingkan dengan realisasi penerimaan pajak lainnya dalam tahun 2006 sebesarRp2.287,4 miliar (0,1 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi penerimaan pajaklainnya tahun 2007 tersebut berarti mengalami peningkatan sebesar Rp432,1 miliar atau18,9 persen. Perkiraan realisasi penerimaan pajak lainnya tahun 2007 tersebut sangatdipengaruhi oleh jumlah transaksi yang menggunakan bea meterai.

Penerimaan Pajak Perdagangan Internasional

Pajak perdagangan internasional terdiri dari bea masuk dan pajak/pungutan ekspor. Beamasuk merupakan pungutan negara yang dikenakan atas barang-barang yang masuk kewilayah pabean Indonesia, sedangkan pajak/pungutan ekspor merupakan pungutan negarayang dikenakan atas barang-barang tertentu yang diekspor. Karakteristik pajak perdaganganinternasional pada hakikatnya lebih dititikberatkan pada fungsi regulasi daripadapengumpulan pendapatan (revenue collection). Khusus untuk pajak perdaganganinternasional ini lebih ditekankan pada upaya untuk memfasilitasi perdagangan antarnegaradan perlindungan konsumen dalam negeri. Dalam tahun 2007, realisasi penerimaan pajakperdagangan internasional diperkirakan mencapai Rp17.134,9 miliar atau 0,5 persen terhadapPDB. Jumlah tersebut berarti lebih tinggi Rp2.264,5 miliar atau 15,2 persen dari sasaranpenerimaan pajak perdagangan internasional yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesarRp14.870,4 miliar (0,4 persen terhadap PDB). Demikian pula, apabila dibandingkan denganrealisasi penerimaan pajak perdagangan internasional dalam tahun 2006 sebesarRp13.232,7 miliar, maka perkiraan realisasi pajak perdagangan internasional dalam tahun2007 tersebut menunjukkan peningkatan sebesar Rp3.902,2 miliar atau 29,5 persen.Perkiraan realisasi penerimaan pajak perdagangan internasional dalam tahun 2007 tersebut,84,2 persen berasal dari penerimaan bea masuk, sedangkan sisanya 15,8 persen berasal daripajak/pungutan ekspor.

Dalam tahun 2007, realisasi penerimaan bea masuk diperkirakan mencapaiRp14.417,6 miliar (0,4 persen terhadap PDB), yang berarti sama dengan sasaran penerimaanbea masuk yang ditetapkan dalam APBN 2007. Selanjutnya, apabila dibandingkan denganrealisasi penerimaan bea masuk dalam tahun sebelumnya sebesar Rp12.141,6 miliar (0,4persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi penerimaan bea masuk tahun 2007 tersebutmenunjukkan kenaikan sebesar Rp2.276,0 miliar, atau 18,7 persen. Lebih tingginya perkiraan

Bab IIAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-9RAPBN-P 2007

realisasi penerimaan bea masuk tahun 2007 tersebut berasal dari impor beras yang terkenabea masuk, serta berbagai langkah perbaikan di bidang administrasi kepabeanan yangberdampak positif terhadap kinerja penerimaan bea masuk. Berbagai langkah perbaikanadministrasi di bidang kepabeanan yang ditempuh pemerintah sepanjang tahun 2007, antaralain berupa peningkatan peran analis intelijen, pengembangan database nilai pabean dankomoditi, peningkatan efektivitas verifikasi dan audit, serta pengefektifan penagihantunggakan. Selanjutnya, dalam upaya menggerakkan sektor riil, selama tahun 2007Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan di bidang kepabeanan, seperti pemberiankeringanan bea masuk atas impor chassis bus berbahan bakar gas, serta pembebasan tarifbea masuk atas impor bahan baku untuk pembuatan komponen kendaraan bermotor.

Sementara itu, realisasi penerimaan pajak/pungutan ekspor dalam tahun 2007 diperkirakanmencapai Rp2.717,3 miliar, yang berarti lebih tinggi sebesar Rp2.264,5 miliar atau 500,1persen dari sasaran penerimaan pajak/pungutan ekspor yang ditetapkan dalam APBN 2007sebesar Rp452,8 miliar. Demikian pula, apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaanpajak/pungutan ekspor dalam tahun 2006 sebesar Rp1.091,1 miliar, maka perkiraan realisasipenerimaan pajak/pungutan ekspor dalam tahun 2007 tersebut berarti mengalami kenaikansebesar Rp1.626,3 miliar atau 149,1 persen. Lebih tingginya perkiraan realisasi penerimaanpajak/pungutan ekspor tahun 2007 tersebut terutama sebagai dampak dari dikeluarkannyakebijakan penyesuaian tarif pungutan ekspor atas kelapa sawit, crude palm oil (CPO), danproduk turunannya sebagaimana tertuang dalam PMK Nomor 61/PMK.011/2007 tentangPerubahan Kelima Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 92/PMK/02/2005 tentangPenetapan Jenis Barang Ekspor Tertentu dan Besaran Tarif Pungutan Ekspor pada tanggal15 Juni 2007. Dalam PMK tersebut diatur mengenai kenaikan tarif pungutan ekspor: (i) buahdan kernel kelapa sawit dari 3 persen menjadi 10 persen; (ii) crude palm oil (CPO) dari 3persen menjadi 6,5 persen; serta (iii) crude olein (CRD Olein), refined bleached deodorizedpalm oil (RBD PO), dan refined bleached deodorized palm olein (RBD Olein) masing-masingdari 1 persen menjadi 6,5 persen. Kebijakan tersebut, selain diharapkan mampu menjaminterpenuhinya kebutuhan bahan baku untuk industri minyak goreng, juga diharapkan mampumenjaga stabilitas harga minyak goreng di dalam negeri.

Penerimaan Negara Bukan Pajak

Dalam APBN 2007, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) berperan sebesar 28,0 persendari seluruh pendapatan negara dan hibah. Realisasi PNBP dalam tahun 2007 diperkirakanmencapai Rp191.868,2 miliar atau 5,1 persen terhadap PDB, yang berarti lebih rendahRp19.058,7 miliar atau 9,0 persen, bila dibandingkan dengan sasaran PNBP yang telahditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp210.927,0 miliar. Demikian pula, apabiladibandingkan dengan realisasi PNBP dalam tahun 2006 sebesar Rp226.884,7 miliar, makaperkiraan realisasi PNBP tahun 2007 tersebut berarti mengalami penurunan Rp35.016,5miliar atau 15,4 persen. Lebih rendahnya perkiraan realisasi PNBP tersebut terutamaberkaitan dengan rendahnya perkiraan realisasi PNBP yang berasal dari sumber daya alam(SDA) migas dan PNBP lainnya.

Penerimaan SDA sebagai penerimaan yang bersumber dari pengelolaan kekayaan alam,hingga akhir tahun 2007 realisasinya diperkirakan mencapai Rp112.172,6 miliar atau 3,0persen terhadap PDB. Jumlah tersebut, berarti Rp34.084,3 miliar atau 23,3 persen lebih

Bab II Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-10 RAPBN-P 2007

rendah dari sasaran penerimaan SDA yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp146.256,9miliar. Demikian pula, apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan SDA dalam tahun2006 sebesar Rp164.773,2 miliar, maka perkiraan realisasi penerimaan SDA tahun 2007tersebut, berarti mengalami penurunan Rp52.600,6 miliar atau 31,9 persen. Faktor-faktoryang mempengaruhi turunnya perkiraan realisasi penerimaan SDA dalam tahun 2007tersebut, terutama berkaitan dengan perubahan perkiraan asumsi makro, antara lain nilaitukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, harga minyak mentah di pasar internasional(ICP), serta konsumsi BBM sebagai akibat perubahan pertumbuhan ekonomi.

Penerimaan SDA minyak bumi dan gas alam (migas) hingga akhir tahun 2007 realisasinyadiperkirakan mencapai Rp105.444,6 miliar (2,8 persen terhadap PDB), yang berartiRp34.448,1 miliar, atau 24,6 persen lebih rendah bila dibandingkan dengan sasaranpenerimaan SDA migas yang ditetapkan APBN 2007 sebesar Rp139.892,7 miliar. Jumlahtersebut, bersumber dari perkiraan penerimaan SDA minyak bumi sebesar Rp76.933,9 miliar(2,0 persen terhadap PDB) dan penerimaan SDA gas alam sebesar Rp28.510,7 miliar (0,8persen terhadap PDB). Lebih rendahnya perkiraan realisasi penerimaan SDA minyak bumidan gas alam dalam tahun 2007 tersebut, antara lain dipengaruhi oleh perubahan perkiraanasumsi makro, terutama (i) perkiraan lifting dari 1.000 barel per hari menjadi 950 barel perhari, (ii) menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dari Rp9.300 perdolar menjadi Rp9.100 per dolar, dan (iii) lebih rendahnya perkiraan harga minyak mentahIndonesia di pasar internasional (ICP) dari US$63 per barel dalam APBN 2007 menjadiUS$60 per barel dalam perkiraan realisasi APBN tahun 2007, serta (iv) adanya kenaikanbiaya produksi minyak dan kenaikan komponen pengurang (PBB, PPN, dan PDRD).

Penerimaan SDA minyak bumi dalam tahun 2007 diperkirakan mencapai Rp76.933,9 miliar(2,0 persen terhadap PDB), yang berarti Rp26.969,8 miliar atau 26,0 persen lebih rendahdari sasaran penerimaan SDA minyak bumi yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesarRp103.903,7 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan SDA minyak bumidalam tahun sebelumnya sebesar Rp125.146,2 miliar, maka perkiraan realisasi penerimaanSDA minyak bumi dalam tahun 2007 tersebut, berarti mengalami penurunan Rp48.212,3miliar atau 38,5 persen.

Dalam periode yang sama, penerimaan SDA gas alam diperkirakan mencapai Rp28.510,7miliar (0,8 persen terhadap PDB), yang berarti Rp7.478,3 miliar atau 20,8 persen lebih rendahdari sasaran penerimaan SDA gas alam yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesarRp35.989,0 miliar. Demikian pula, apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan SDAgas alam dalam periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp32.940,8 miliar, makaperkiraan realisasi penerimaan SDA gas alam dalam tahun 2007 tersebut, berarti mengalamipenurunan Rp4.430,1 miliar atau 13,4 persen.

Sementara itu, realisasi penerimaan SDA pertambangan umum dalam tahun 2007diperkirakan mencapai Rp3.914,7 miliar, atau 0,1 persen terhadap PDB. Jumlah ini, berartimengalami peningkatan Rp350,5 miliar atau 9,8 persen bila dibandingkan dengan sasaranpenerimaan SDA pertambangan umum yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesarRp3.564,2 miliar. Perkiraan realisasi penerimaan SDA pertambangan umum tahun 2007tersebut, meliputi perkiraan realisasi penerimaan iuran tetap (landrent) Rp59,2 miliar, danperkiraan realisasi iuran eksploitasi (royalty) Rp3.855,5 miliar. Peningkatan perkiraanrealisasi penerimaan SDA pertambangan umum tersebut, terutama disebabkan oleh adanya

Bab IIAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-11RAPBN-P 2007

peningkatan iuran eksploitasi (royalty) sebagai akibat dari (i) kenaikan harga sumber dayamineral di pasar internasional, (ii) pembayaran tunggakan kontraktor pertambanganbatubara (PKP2B), dan (iii) royalty kuasa pertambangan (KP) yang diterbitkan PemerintahDaerah. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan SDApertambangan umum dalam tahun 2006 sebesar Rp4.110,7 miliar, maka perkiraan realisasipenerimaan SDA pertambangan umum tahun 2007 tersebut, berarti mengalami penurunanRp196,0 miliar atau 4,8 persen.

Di sisi lain, realisasi penerimaan SDA kehutanan hingga akhir tahun 2007 diperkirakanmencapai Rp2.563,2 miliar atau 0,1 persen terhadap PDB. Jumlah ini, berarti mengalamipeningkatan Rp13,2 miliar atau 0,5 persen bila dibandingkan dengan sasaran penerimaanSDA kehutanan yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp2.550,0 miliar. Demikianpula, apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan SDA kehutanan dalam periode yangsama tahun sebelumnya sebesar Rp2.377,8 miliar, maka perkiraan realisasi SDA kehutanandalam tahun 2007 tersebut berarti mengalami peningkatan Rp185,4 miliar atau 7,8 persen.Lebih tingginya perkiraan realisasi penerimaan SDA kehutanan tahun 2007 dibandingkandengan sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2007, terutama disebabkan olehmeningkatnya perkiraan penerimaan Iuran Hak Pengusahaan Hutan (IHPH) yangditerbitkan oleh Pemerintah Daerah sebagai akibat penertiban ijin pemanfaatan hutan didaerah.

Dalam periode yang sama, realisasi penerimaan SDA perikanan diperkirakan mencapaiRp250,0 miliar, atau sama dengan sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2007. Namundemikian, apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan SDA perikanan dalam periodeyang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 197,7 miliar, maka perkiraan realisasi penerimaanSDA dalam tahun 2007 tersebut berarti mengalami kenaikan Rp52,3 miliar atau 26,5 persen.Lebih tingginya perkiraan penerimaan SDA perikanan tahun 2007 dibandingkan denganrealisasinya dalam tahun sebelumnya, terutama disebabkan oleh langkah-langkah kebijakanyang diambil pemerintah selama tahun 2007, yaitu antara lain berupa: (i) peningkatanproduksi perikanan; (ii) pemberdayaan masyarakat nelayan, pembudidaya ikan, pengolah,dan masyarakat lainnya; (iii) peningkatan sistem pengawasan mutu produk perikanan; serta(iv) peningkatan pengelolaan sumber daya pesisir, laut, dan pulau-pulau kecil.

Sementara itu, realisasi penerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN (dividen) dalamtahun 2007 diperkirakan mencapai Rp21.557,6 miliar atau 0,6 persen terhadap PDB, yangberarti Rp2.457,6 miliar atau 12,9 persen lebih tinggi bila dibandingkan dengan sasaranpenerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesarRp19.100,0 miliar. Demikian pula, apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan bagianpemerintah atas laba BUMN pada tahun sebelumnya yang mencapai Rp21.450,5 miliar,maka perkiraan realisasi penerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN (dividen) dalamtahun 2007 tersebut berarti sedikit mengalami peningkatan sebesar Rp107,1 miliar atau 0,5persen. Peningkatan penerimaan bagian pemerintah atas laba BUMN tahun 2007 tersebutterutama berkaitan dengan meningkatnya jumlah setoran dividen BUMN tahun buku 2006,serta adanya rencana penarikan dividen interim dari PT Pertamina terkait dengan usulantambahan anggaran untuk pembiayaan program konversi energi dari bahan bakar minyaktanah rumah tangga ke bahan bagar gas (LPG).

Sebagai BUMN penyetor dividen terbesar, PT Pertamina dalam tahun 2007 diperkirakandapat menyetor dividen sebesar Rp11.127,5 miliar atau 0,3 persen terhadap PDB. Jumlah

Bab II Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-12 RAPBN-P 2007

tersebut terdiri dari setoran dividen tahun buku 2006 sebesar Rp9.669,9 miliar dan setorandividen interim sebesar Rp1.457,6 miliar. Apabila dibandingkan dengan setoran dividen PTPertamina pada tahun sebelumnya yang mencapai Rp11.951,0 miliar, maka setoran dividenPT Pertamina pada tahun 2007 lebih rendah 6,9 persen. Penurunan perkiraan realisasi setorandividen PT Pertamina pada tahun 2007 tersebut, terutama karena tidak lagimemperhitungkan penerimaan dividen tahun-tahun sebelumnya (carry over) sebagaimanaditerima pada tahun 2006. Pada tahun 2006, setoran dividen PT Pertamina menampungpenerimaan (carry over) dividen tahun buku 2003 dan 2004 masing-masing sebesar Rp31,0miliar dan Rp3.692,0 miliar. Di sisi lain, jumlah setoran dividen murni PT Pertaminadiperkirakan meningkat dari Rp8.228,0 miliar pada tahun 2006 menjadi Rp9.669,9 miliarpada tahun 2007.

Selanjutnya, pada tahun 2007 Pemerintah menerima setoran yang berasal dari kelebihansurplus Bank Indonesia sebesar Rp13.669,3 miliar atau 0,4 persen terhadap PDB. Jumlahtersebut merupakan sisa surplus dari hasil kegiatan Bank Indonesia setelah dikurangi 30persen untuk cadangan tujuan dan cadangan umum sebagai penambah modal sehinggarasio jumlah modal mencapai 10 persen terhadap total kewajiban moneter Bank Indonesia.Sesuai pasal 62 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang telahdiubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004, setoran kelebihan surplus BankIndonesia tersebut digunakan untuk melunasi sebagian pokok kewajiban Pemerintah kepadaBank Indonesia (SRBI-01). Jumlah penerimaan kelebihan surplus Bank Indonesia padatahun 2007 tersebut meningkat 797,8 persen bila dibandingkan dengan penerimaan kelebihansurplus Bank Indonesia pada tahun sebelumnya sebesar Rp1.522,5 miliar.

Sementara itu, realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) lainnya, yang sumberutamanya berasal dari PNBP kementerian/lembaga hingga akhir tahun 2007 diperkirakanmencapai Rp44.468,7 miliar atau 1,2 persen terhadap PDB. Jumlah tersebut, berarti Rp1.101,3miliar atau 2,4 persen lebih rendah bila dibandingkan dengan sasaran PNBP lainnya yangditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp45.570,0 miliar. Faktor utama yang mempengaruhiperubahan perkiraan realisasi PNBP lainnya dalam tahun 2007 antara lain adalah: (i)berkurangnya pendapatan pendidikan, terkait dengan masih adanya konflik dalampengaturan PNBP perguruan tinggi negeri (PTN), terutama yang telah berstatus sebagaibadan hukum milik negara (BHMN); dan (ii) menurunnya pendapatan minyak mentahDMO sebagai dampak dari kecenderungan menurunnya harga dan lifting minyak mentah,serta menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Namun demikian,apabila dibandingkan dengan realisasi PNBP lainnya dalam tahun sebelumnya yangmencapai Rp39.138,5 miliar, maka perkiraan realisasi PNBP lainnya dalam tahun 2007tersebut meningkat sebesar Rp5.330,2 miliar atau 13,6 persen. Peningkatan perkiraan realisasiPNBP lainnya tahun 2007 tersebut antara lain disebabkan oleh: (i) adanya rencanapenerimaan piutang negara dana hasil produksi batubara; (ii) ditampungnya rencanapenerimaan yang berasal dari hasil penanganan illegal logging; (iii) rencana penerimaanberkaitan dengan pembentukan badan layanan umum (BLU) baru pada DepartemenKehutanan; (iv) meningkatnya penerimaan sehubungan dengan penyelenggaraan programgerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan (GNRHL) tahun 2007; serta (v) telahdilaksanakannya beberapa peraturan baru mengenai tarif dan jenis PNBP pada beberapakementerian/lembaga antara lain: Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM),Departemen Kesehatan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Arsip Nasional, serta BadanPusat Statistik (BPS).

Bab IIAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-13RAPBN-P 2007

Hibah

Sementara itu, realisasi penerimaan hibah hingga akhir tahun 2007 diperkirakan mencapaiRp2.707,8 miliar atau mengalami peningkatan sebesar Rp38,8 miliar bila dibandingkandengan sasaran penerimaan hibah yang dianggarkan dalam APBN 2007 sebesarRp2.669,0 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasi penerimaan hibah tahun 2006sebesar Rp1.857,2 miliar, maka perkiraan realisasi penerimaan hibah dalam tahun 2007tersebut berartilebih tinggi Rp850,6 miliar atau 45,8 persen. Lebih tingginya perkiraan realisasipenerimaan hibah tahun 2007 tersebut terutama disebabkan oleh adanya pencairan hibahtahun 2006.

Perkiraan realisasi pendapatan negara dan hibah tahun 2007 dapat diikuti dalam tabelII.2.

I. Penerimaan Dalam Negeri 635.939,0 19,1 720.389,0 19,1 681.760,1 18,0 94,6

1. Penerimaan Perpajakan 409.054,3 12,3 509.462,0 13,5 489.891,8 13,0 96,2

a. Pajak Dalam Negeri 395.821,5 11,9 494.591,6 13,1 472.756,9 12,5 95,6

i. Pajak penghasilan 208.833,9 6,3 261.698,3 6,9 249.954,2 6,6 95,5

1. PPh Migas 43.190,1 1,3 41.241,7 1,1 37.473,5 1,0 90,9

2. PPh Non-Migas 165.643,8 5,0 220.456,6 5,8 212.480,7 5,6 96,4

ii. Pajak pertambahan nilai 123.032,6 3,7 161.044,2 4,3 152.057,2 4,0 94,4

iii. Pajak bumi dan bangunan 20.716,3 0,6 21.267,0 0,6 22.025,8 0,6 103,6

iv. BPHTB 3.179,3 0,1 5.389,9 0,1 3.965,5 0,1 73,6

v. Cukai 37.772,1 1,1 42.034,7 1,1 42.034,7 1,1 100,0

vi. Pajak lainnya 2.287,4 0,1 3.157,5 0,1 2.719,5 0,1 86,1

b. Pajak Perdagangan Internasional 13.232,7 0,4 14.870,4 0,4 17.134,9 0,5 115,2

i. Bea masuk 12.141,6 0,4 14.417,6 0,4 14.417,6 0,4 100,0

ii. Pajak/pungutan ekspor 1.091,1 0,0 452,8 0,0 2.717,3 0,1 600,1

2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 226.884,7 6,8 210.927,0 5,6 191.868,2 5,1 91,0

a. Penerimaan SDA 164.773,2 4,9 146.256,9 3,9 112.172,6 3,0 76,7

i. Migas 158.087,0 4,7 139.892,7 3,7 105.444,6 2,8 75,4

ii. Non Migas 6.686,2 0,2 6.364,2 0,2 6.727,9 0,2 105,7

b. Bagian Laba BUMN 21.450,5 0,6 19.100,0 0,5 21.557,6 0,6 112,9

c. Surplus Bank Indonesia 1.522,5 0,0 0,0 0,0 13.669,3 0,4 0,0

d. PNBP Lainnya 39.138,5 1,2 45.570,0 1,2 44.468,7 1,2 97,6

II. Hibah 1.857,2 0,1 2.669,0 0,1 2.707,8 0,1 101,5

637.796,2 19,1 723.057,9 19,1 684.468,0 18,1 94,7

1) Perbedaan satu angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan adalah karena pembulatan.2) Menggunakan PDB dengan basis perhitungan realisasi PDB tahun 2006.

Jumlah

PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH, TAHUN 2006-2007 1)

% thd PDB

% thd PDB

APBN

2006

Realisasi Revisi I

(miliar rupiah)

Tabel II. 2

2007

RAPBN-P % thd PDB

% thd APBN2)

Bab II Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-14 RAPBN-P 2007

Perkiraan Belanja Negara

Seperti halnya pada anggaran pendapatan negara dan hibah, dalam tahun 2007 anggaranbelanja negara juga memerlukan perubahan dan penyesuaian. Disamping berkaitan denganperubahan asumsi ekonomi makro, perubahan dan penyesuaian di sisi belanja negara jugaterkait dengan langkah-langkah kebijakan yang ditempuh setelah ditetapkannya Undang-undang Nomor 18 tahun 2006 tentang APBN 2007, serta adanya kejadian luar biasa yangmemerlukan intervensi Pemerintah untuk menyelesaikannya.

Perubahan asumsi ekonomi tersebut, yang menyebabkan adanya perubahan belanja negara,diantaranya adalah menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, turunnyasuku bunga SBI, dan lebih rendahnya harga minyak mentah Indonesia dari yang telahditetapkan dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 2006. Sementara itu, langkah-langkahkebijakan yang ditempuh setelah adanya penetapan Undang-undang Nomor 18 tahun 2006,yang berdampak pada bertambahnya belanja negara, antara lain meliputi: (i) peningkatanproduksi beras menjadi 2 juta ton; (ii) konversi energi dari minyak tanah menjadi gas;(iii) persiapan pelaksanaan program reforma agraria; dan (iv) kenaikan harga pembelianpemerintah (HPP) untuk beras, sesuai dengan Inpres No. 3 Tahun 2007. Di sisi lain, kejadianluar biasa yang menuntut intervensi pembiayaan APBN, sehingga berdampak padadiperlukannya tambahan anggaran belanja, antara lain untuk perbaikan infrastruktur dibeberapa wilayah Indonesia, seperti percepatan pembangunan banjir kanal timur (BKT)dan banjir kanal barat (BKB) untuk mencegah terjadinya banjir besar yang melanda wilayahJakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi-Cianjur (Jabodetabekjur).

Dengan memperhitungkan berbagai perubahan yang akan terjadi sampai dengan akhir tahun2007, maka realisasi anggaran belanja negara dalam tahun 2007 diperkirakan akanmencapai Rp746.418,0 miliar (19,8 persen terhadap PDB), atau sedikit lebih rendah daripagu alokasi anggaran belanja negara yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesarRp763.570,8 miliar. Lebih rendahnya perkiraan realisasi anggaran belanja negara dalamtahun 2007 tersebut berkaitan dengan lebih rendahnya perkiraan realisasi anggaran belanjapemerintah pusat maupun turunnya anggaran belanja untuk daerah.

Belanja Pemerintah Pusat

Dalam tahun 2007, anggaran belanja pemerintah pusat diperkirakan menjadi Rp493.880,7miliar, atau Rp10.895,5 miliar lebih rendah dari pagu anggaran belanja pemerintah pusatyang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp504.776,2 miliar. Lebih rendahnya perkiraanrealisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam tahun 2007 tersebut terutama berkaitandengan beberapa faktor. Pertama, perkembangan asumsi ekonomi makro dari yang telahditetapkan dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 2006, yaitu: (a) lebih rendahnyaperkiraan harga minyak Indonesia dari yang ditetapkan dalam APBN dari US$ 63 per barelmenjadi US$60 per barel; (b) menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikatdari Rp9.300 per US$ menjadi Rp9.100 per US$; dan (c) turunnya suku bunga SBI dari 8,5persen menjadi 8,0 persen. Kedua, perkiraan kemampuan daya serap kementerian/lembagadalam membelanjakan anggarannya, yang diperkirakan sebesar 92,4 persen. Ketiga,

Bab IIAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-15RAPBN-P 2007

perbaikan berbagai infrastruktur akibat perubahan fenomena alam, seperti banjir besar yangsetiap tahun melanda wilayah ibu kota dan sekitarnya (Jabodetabekjur). Keempat, kebijakanpemerintah yang ditetapkan setelah penetapan Undang-undang Nomor 18 tahun 2006,yaitu: (a) kenaikan harga pokok pemerintah (HPP) untuk pembelian beras, sebagaimanaditetapkan dalam Inpres Nomor 3 tahun 2007; (b) program reforma Agraria 2007-2014,dalam rangka pendistribusian tanah untuk rakyat miskin yang berasal dari hutan konversi;dan (c) penyediaan tambahan cadangan beras pemerintah (CBP) sebesar 350 ribu ton.

Dibandingkan dengan realisasi belanja pemerintah pusat tahun 2006 sebesar Rp444.196,6miliar, maka perkiraan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam tahun 2007tersebut berarti lebih tinggi Rp49.684,1 miliar atau 11,2 persen. Lebih tingginya perkiraanrealisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam tahun 2007 dibandingkan denganrealisasinya dalam tahun 2006 tersebut antara lain berkaitan dengan: (i) membaiknya dayaserap K/L dalam membelanjakan anggarannya; (ii) diperlukannya tambahan anggaranuntuk pembangunan beberapa infrastruktur akibat perubahan fenomena alam; dan(iii) adanya kebijakan untuk menyediakan tambahan cadangan beras pemerintah.

Belanja Pemerintah Pusat Menurut Jenis

Dalam tahun 2007, realisasi belanja pegawai diperkirakan mencapai Rp99.912,2 miliar, yangberarti Rp1.290,1 miliar atau 1,3 persen lebih rendah dari pagu anggaran belanja pegawaiyang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp101.202,3 miliar. Lebih rendahnya perkiraanrealisasi belanja pegawai dalam tahun 2007 tersebut, terutama berkaitan dengan lebihrendahnya perkiraan realisasi belanja gaji dan tunjangan, serta belanja honorarium, vakasidan lain-lain. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan realisasi belanja pegawaidalam tahun 2006 sebesar Rp72.872,6 miliar, maka perkiraan realisasi belanja pegawaidalam tahun 2007 tersebut mengalami peningkatan sekitar 37,1 persen. Peningkatanperkiraan realisasi belanja pegawai dalam tahun 2007 tersebut, terutama disebabkan olehadanya berbagai kebijakan untuk memperbaiki penghasilan dan kesejahteraan pegawai negerisipil, anggota TNI/Polri dan para pensiunan, serta adanya kebijakan memperbaiki sharingbeban APBN untuk pembayaran pensiun. Upaya peningkatan penghasilan dan kesejahteraanpegawai dalam tahun 2007 tersebut antara lain diberikan dalam bentuk kenaikan gaji pokokdan pensiun pokok sebesar 15 persen, pemberian gaji dan pensiun bulan ke-13, kenaikantunjangan fungsional bagi pegawai yang menduduki jabatan fungsional, kenaikan tunjanganjabatan struktural, serta kenaikan uang makan/lauk pauk bagi anggota TNI/Polri.

Dalam tahun 2007, realisasi belanja gaji dan tunjangan diperkirakan mencapai Rp56.730,3miliar, yang berarti sedikit lebih rendah dari pagu anggaran belanja gaji dan tunjanganyang ditetapkan dalam APBN 2007, sebesar Rp56.779,4 miliar. Hal ini terutama berkaitandengan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, yang menyebabkanrealisasi belanja pegawai luar negeri diperkirakan sedikit lebih rendah dari yang dianggarkandalam APBN 2007. Demikian pula, realisasi belanja honorarium, vakasi dan lain-lain dalamtahun 2007 diperkirakan mencapai Rp13.352,3 miliar, yang berarti Rp1.241,0 miliar atausekitar 8,5 persen lebih rendah dari anggaran belanja honorarium dan vakasi yang ditetapkandalam APBN 2007, sebesar Rp14.593,3 miliar. Lebih rendahnya perkiraan realisasi belanjahonorarium dan vakasi dalam tahun 2007 ini, disebabkan oleh rendahnya perkiraan realisasi

Bab II Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-16 RAPBN-P 2007

anggaran belanja pegawai penunjang, sehubungan dengan menguatnya nilai tukar rupiahterhadap dolar Amerika Serikat, dan kemampuan penyerapan K/L terhadap belanja pegawaipenunjang. Sementara itu, realisasi anggaran belanja kontribusi sosial dalam tahun 2007diperkirakan tidak mengalami perubahan bila dibandingkan dengan pagu anggaran belanjakontribusi sosial yang ditetapkan dalam APBN 2007, sebesar Rp29.829,6 miliar.

Realisasi belanja barang dalam tahun 2007 diperkirakan mencapai Rp62.523,6 miliar, yangberarti Rp9.662,8 miliar atau 13,4 persen lebih rendah dari pagu anggaran belanja barangyang dianggarkan dalam APBN 2007 sebesar Rp72.186,3 miliar. Lebih rendahnya perkiraanrealisasi anggaran belanja barang dalam tahun 2007 tersebut, selain dipengaruhi olehmenguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat juga berkaitan dengankebijakan peningkatan efisiensi anggaran belanja barang, dampak pelaksanaan standar biayabaru sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.02/2006tentang Standar Biaya Tahun Anggaran 2007, serta kemampuan penyerapan K/L terhadapbelanja barang. Apabila dibandingkan dengan realisasi belanja barang dalam tahun 2006sebesar Rp47.066,2 miliar, maka perkiraan realisasi anggaran belanja barang dalam tahun2007 tersebut berarti mengalami peningkatan Rp15.457,4 miliar atau 32,8 persen. Hal iniantara lain berkaitan dengan: (i) perkembangan jumlah dan jenis kegiatan yangmembutuhkan dukungan pembiayaan operasional dan pemeliharaan; (ii) penanganan pascabanjir; dan (iii) pengadaan vaksin flu burung.

Dari jumlah perkiraan realisasi anggaran belanja barang dalam tahun 2007 tersebut, realisasibelanja barang untuk kegiatan operasional diperkirakan mencapai Rp35.122,1 miliar, yangberarti 10,6 persen lebih rendah dari pagu alokasi anggaran belanja barang yang ditetapkandalam APBN 2007. Sementara itu, realisasi belanja jasa dan belanja pemeliharaan dalamtahun 2007 diperkirakan masing-masing mencapai Rp12.047,4 miliar, dan Rp4.171,7 miliar,atau masing-masing lebih rendah 12,1 persen dan 20,0 persen dari pagu alokasi anggaranbelanja jasa dan belanja pemeliharaan yang ditetapkan dalam APBN 2007. Sedangkanrealisasi belanja perjalanan diperkirakan mencapai Rp11.182,4 miliar, yang berarti lebihrendah Rp2.795,6 miliar atau 20,0 persen dari pagu alokasi belanja perjalanan yang ditetapkandalam APBN 2007.

Realisasi anggaran belanja modal dalam tahun 2007 diperkirakan mencapai Rp68.314,7miliar, yang berarti Rp4.815,2 miliar atau 6,6 persen lebih rendah dari pagu alokasi belanjamodal yang ditetapkan dalam APBN 2007. Lebih rendahnya perkiraan realisasi anggaranbelanja modal dalam tahun 2007 tersebut, terutama disebabkan oleh menurunnya anggaranbelanja modal yang bersumber dari pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN) terkait denganmenguatnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan kemampuan penyerapanK/L terhadap anggaran belanja modal. Namun, apabila dibandingkan dengan realisasianggaran belanja modal dalam tahun 2006 yang mencapai Rp58.931,1 miliar, makaperkiraan realisasi anggaran belanja modal dalam tahun 2007 tersebut diperkirakanmengalami peningkatan Rp9.383,7 miliar atau 15,9 persen. Peningkatan perkiraan realisasianggaran belanja modal dalam tahun 2007 tersebut, terutama berkaitan dengan lebih baiknyadaya serap anggaran K/L dalam tahun 2007, dan adanya tambahan anggaran dalam rangkaperbaikan infrastruktur, seperti percepatan pembangunan banjir kanal timur dan banjir kanalbarat dalam rangka penanggulangan banjir di wilayah Jabodetabekjur. Selain itu, peningkatanperkiraan realisasi anggaran belanja modal tahun 2007 juga terkait denganpembangunan Bandara Kuala Namu di Medan dan pengembangan Bandara Hasanuddin di

Bab IIAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-17RAPBN-P 2007

Makassar. Peningkatan perkiraan realisasi anggaran belanja modal dalam tahun 2007tersebut diharapkan dapat mendukung percepatan pembangunan dan kegiatan ekonominasional.

Beban pembayaran bunga utang selain tergantung kepada besarnya outstanding utang,juga dipengaruhi oleh perkembangan nilai tukar, suku bunga, serta kebijakan pengelolaanutang. Berdasarkan perkiraan realisasi pembayaran bunga utang pada semester I tahun2007, dan memperhitungkan perkembangan beban aspek yang dapat mempengaruhipembayaran bunga utang, maka realisasi anggaran pembayaran bunga utang dalamkeseluruhan tahun 2007 diperkirakan mencapai Rp86.290,5 miliar, yang berarti Rp1.204,1miliar atau 1,4 persen lebih tinggi dari pagu anggaran pembayaran bunga utang yangditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp85.086,4 miliar. Peningkatan beban pembayaranbunga utang dalam tahun 2007 tersebut, terutama bersumber dari pembayaran bunga utangdalam negeri, walaupun pada saat yang sama beban pembayaran bunga utang luar negeridiperkirakan justru mengalami penurunan. Sementara itu, apabila dibandingkan denganrealisasi pembayaran bunga utang dalam tahun 2006 sebesar Rp79.025,8 miliar, makaperkiraan realisasi pembayaran bunga utang dalam tahun 2007 tersebut berarti mengalamipeningkatan Rp7.264,7 miliar atau 9,2 persen. Peningkatan beban pembayaran bunga utangdalam tahun 2007 tersebut, terutama disebabkan oleh lebih tingginya perkiraan realisasipembayaran bunga utang dalam negeri.

Realisasi pembayaran bunga utang dalam negeri dalam tahun 2007 diperkirakan mencapaiRp61.401,9 miliar, yang berarti meningkat Rp2.980,2 miliar atau 5,1 persen bila dibandingkandengan pagu anggaran pembayaran bunga utang dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN2007 sebesar Rp58.421,7 miliar. Demikian pula, apabila dibandingkan dengan realisasipembayaran bunga utang dalam negeri dalam tahun 2006 sebesar Rp54.897,2 miliar, makaperkiraan realisasi pembayaran bunga utang dalam negeri pada tahun 2007 tersebut, berartimenunjukkan peningkatan Rp6.504,7 miliar atau 11,8 persen. Hal tersebut selain disebabkanoleh meningkatnya beban bunga utang sebagai akibat dari meningkatnya penerbitan SBNdalam negeri untuk menutup defisit APBN yang semakin meningkat, juga diakibatkan olehmeningkatnya biaya-biaya yang timbul akibat dilakukannya program debt switching, danpembelian kembali (buyback).

Sementara itu, beban pembayaran bunga utang luar negeri dalam tahun 2007 diperkirakanmencapai Rp24.888,7 miliar atau 6,7 persen lebih rendah dari pagu anggaran pembayaranbunga utang luar negeri yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp26.664,8 miliar.Lebih rendahnya perkiraan realisasi beban pembayaran bunga utang luar negeri dalamtahun 2007 tersebut, selain disebabkan oleh menguatnya nilai tukar rupiah dari Rp9.300per US$ menjadi Rp9.100 per US$, juga berkaitan dengan menurunnya perkiraan realisasipembayaran bunga SBN internasional. Namun demikian, apabila dibandingkan denganrealisasi pembayaran bunga utang luar negeri dalam tahun 2006 sebesar Rp24.128,6 miliar,maka perkiraan realisasi pembayaran bunga utang luar negeri dalam tahun 2007 tersebut,menunjukkan peningkatan sebesar Rp760,0 miliar atau 3,1 persen. Hal tersebut terutamasebagai akibat dari meningkatnya perkiraan realisasi pembayaran bunga utang multilateral.

Di sisi lain dalam tahun 2007, realisasi anggaran subsidi diperkirakan mencapai Rp105.153,9miliar, yang berarti mengalami peningkatan Rp2.229,6 miliar, atau 2,2 persen biladibandingkan dengan pagu anggaran subsidi yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesarRp102.924,3 miliar. Kenaikan beban anggaran subsidi dalam tahun 2007 tersebut, terutama

Bab II Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-18 RAPBN-P 2007

disebabkan oleh meningkatnya beban subsidi listrik dan subsidi pupuk. Demikian pula, apabiladibandingkan dengan realisasi subsidi dalam tahun 2006 sebesar Rp107.409,6 miliar, makaperkiraan beban anggaran subsidi dalam tahun 2007 tersebut, berarti lebih rendah sebesarRp2.255,7 miliar atau 2,1 persen, terutama sebagai akibat dari lebih rendahnya beban subsidiBBM.

Dari beban anggaran subsidi tahun 2007 tersebut, realisasi subsidi BBM yang disalurkankepada PT Pertamina hingga akhir tahun 2007 diperkirakan mencapai Rp56.361,2 miliar,atau mengalami penurunan Rp5.476,7 miliar atau 8,9 persen dari pagu anggaran subsidiBBM yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp61.837,9 miliar. Penurunan beban subsidiBBM tahun 2007 tersebut, selain dipengaruhi oleh lebih rendahnya perkiraan harga minyakmentah Indonesia, dari US$63 per barel pada saat penyusunan APBN 2007 menjadi US$60per barel pada perkiraan realisasi tahun 2007, juga berkaitan dengan perkiraan menguatnyanilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dari Rp9.300 per US$ menjadi Rp9.100per US$, dan menurunnya volume konsumsi BBM bersubsidi. Demikian pula, apabiladibandingkan dengan realisasi subsidi BBM dalam tahun 2006 sebesar Rp64.211,9 miliar,maka perkiraan beban anggaran subsidi BBM dalam tahun 2007 tersebut, berarti lebih rendahsebesar Rp7.850,6 miliar atau 12,2 persen. Penurunan perkiraan beban subsidi BBM dalamtahun 2007 tersebut, terutama disebabkan oleh lebih rendahnya perkiraan harga minyakmentah Indonesia di pasar internasional dalam tahun 2007 dari realisasinya dalam tahun2006, yaitu US$63,8 per barel dalam tahun 2006, diperkirakan turun menjadi US$60 perbarel dalam tahun 2007.

Sementara itu, subsidi listrik yang disalurkan kepada PT PLN dalam tahun 2007 diperkirakanmencapai Rp32.487,5 miliar, yang berarti Rp6.649,3 miliar atau 25,7 persen lebih besar biladibandingkan dengan pagu anggaran subsidi listrik yang ditetapkan dalam APBN 2007sebesar Rp25.838,2 miliar. Peningkatan beban anggaran subsidi listrik tahun 2007 tersebutberkaitan dengan terkendalanya pasokan gas, dan tidak tercukupinya air pada waduk untukmenggerakkan PLTA, sehingga beberapa pembangkit listrik terpaksa beralih menggunakanbahan bakar lain yang biayanya relatif lebih mahal. Demikian pula, bila dibandingkan denganrealisasi subsidi listrik dalam tahun 2006 sebesar Rp30.393,3 miliar, maka perkiraan bebananggaran subsidi listrik tahun 2007 tersebut berarti mengalami peningkatan sebesarRp2.094,2 miliar, atau 6,9 persen. Hal tersebut, selain disebabkan oleh adanya kenaikanbiaya pokok produksi listrik, juga berkaitan dengan meningkatnya volume penjualan listrikke masyarakat.

Sejalan dengan itu, realisasi subsidi pangan, termasuk biaya perawatan beras hingga akhirtahun 2007 diperkirakan mencapai Rp6.584,3 miliar, yang berarti Rp176,4 miliar atau 2,6persen lebih rendah bila dibandingkan dengan pagu anggaran subsidi pangan dan biayaperawatan beras yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp6.760,7 miliar. Penurunanbeban anggaran subsidi pangan dan biaya perawatan beras dalam tahun 2007 tersebut,terutama karena adanya kebijakan untuk memberikan subsidi raskin dari 12 bulan menjadi11 bulan. Sementara itu, apabila dibandingkan dengan realisasi subsidi pangan dalam tahun2006 sebesar Rp5.805,6 miliar, maka perkiraan beban anggaran subsidi pangan dalam tahun2007 tersebut menunjukkan kenaikan sebesar Rp778,7 miliar atau 13,4 persen. Hal tersebutdiakibatkan oleh bertambahnya jumlah sasaran rumah tangga miskin (RTM) penerimasubsidi dari 10,8 juta RTM pada tahun 2006 menjadi 15,8 juta RTM dalam tahun 2007.

Bab IIAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-19RAPBN-P 2007

Dalam periode yang sama, realisasi anggaran subsidi pupuk yang disalurkan melalui beberapaBUMN produsen pupuk, seperti PT Pusri, PT Pupuk Kaltim, PT Pupuk Kujang, dan PT PupukPetro Kimia Gresik diperkirakan mencapai Rp6.981,3 miliar, yang berarti Rp1.184,3 miliaratau 20,4 persen lebih besar dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesarRp5.797,0 miliar. Demikian pula, bila dibandingkan dengan realisasi anggaran subsidi pupukdalam tahun 2006 sebesar Rp3.190,8 miliar, maka perkiraan beban anggaran subsidi pupuktahun 2007 tersebut, berarti lebih tinggi sebesar Rp3.790,5 miliar atau 118,8 persen. Lebihtingginya perkiraan beban subsidi pupuk dalam APBN 2007 tersebut, selain disebabkan olehadanya pembatalan kebijakan untuk menaikkan harga eceran tertinggi (HET) pupuk perJanuari 2007, juga berkaitan dengan adanya program nasional untuk meningkatkan produksiberas menjadi sebanyak dua juta ton, yang memerlukan tambahan volume penggunaanpupuk bersubsidi sekitar 800 ribu ton.

Sementara itu, realisasi anggaran subsidi benih yang disalurkan melalui PT Sang HyangSeri dan PT Pertani dalam tahun 2007 diperkirakan sama dengan pagu anggaran subsidibenih yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp125,0 miliar. Jumlah tersebut, apabiladibandingkan dengan realisasi subsidi benih dalam tahun 2006 yang mencapai Rp131,1miliar, berarti mengalami penurunan Rp6,1 miliar atau 4,7 persen. Penurunan perkiraanbeban anggaran subsidi benih dari realisasinya pada tahun 2006 tersebut, disebabkanterutama oleh perkiraan penurunan volume benih yang disalurkan melalui mekanismesubsidi, karena pengadaan benih tersebut juga disalurkan melalui mekanisme bantuan sosial.

Demikian pula, realisasi anggaran subsidi/bantuan untuk beberapa BUMN yang mendapatpenugasan untuk melaksanakan kewajiban pelayanan publik (public service obligation/PSO)dalam tahun 2007 diperkirakan mengalami peningkatan sebesar Rp25,0 miliar atau 2,6persen dari pagu anggaran subsidi/bantuan PSO yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesarRp950,0 miliar. Lebih tingginya perkiraan subsidi/bantuan PSO dalam tahun 2007 tersebut,disebabkan terutama oleh lebih tinggginya subsidi/bantuan PSO untuk PT KAI. Perkiraanrealisasi bantuan PSO dalam tahun 2007 tersebut terdiri atas PSO untuk PT Kereta ApiRp400,0 miliar, PT Posindo Rp125,0 miliar, dan PT Pelni Rp450,0 miliar. Apabiladibandingkan dengan realisasi anggaran subsidi/bantuan PSO dalam tahun 2006 yangmencapai Rp1.215,0 miliar, maka perkiraan beban subsidi/bantuan PSO tahun 2007 tersebutberarti menunjukkan penurunan sebesar Rp240,0 miliar atau 19,8 persen. Penurunanperkiraan beban anggaran subsidi/bantuan PSO dalam tahun 2007 tersebut berkaitan denganketerbatasan kemampuan keuangan negara.

Selanjutnya, beban anggaran subsidi bunga kredit program, baik yang disalurkan melaluilembaga keuangan milik negara, maupun lembaga keuangan milik swasta dalam tahun2007 diperkirakan mencapai Rp1.639,5 miliar, yang berarti Rp24,1 miliar atau 1,5 persenlebih tinggi dari pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp1.615,4 miliar.Lebih tingginya perkiraan beban anggaran subsidi kredit program dalam tahun 2007 tersebut,disebabkan terutama oleh adanya subsidi bunga pengusaha NAD sebesar Rp40,0 miliar.Demikian pula, bila dibandingkan dengan realisasi anggaran subsidi bunga kredit programdalam tahun 2006 yang mencapai Rp598,1 miliar, maka perkiraan beban anggaran subsidibunga kredit program tahun 2007 tersebut berarti mengalami peningkatan sebesar Rp1.041,4miliar atau 174,1 persen. Peningkatan beban anggaran subsidi bunga kredit program tahun2007 yang sangat signifikan tersebut, selain berkaitan dengan program pemerintah untukmeningkatkan volume pembangunan rumah bersubsidi, juga berkaitan dengan

Bab II Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-20 RAPBN-P 2007

dilakukannya program pemerintah dalam rangka subsidi energi nabati dan revitalisasiperkebunan sejak tahun 2007 dengan perkiraan dana sebesar Rp1.000,0 miliar.

Dilain pihak, realisasi anggaran belanja hibah sampai akhir tahun 2007 diperkirakan tetapnihil, sedangkan realisasi anggaran bantuan sosial dalam tahun 2007 diperkirakan mencapaiRp47.532,0 miliar, yang berarti Rp3.877,1 miliar (7,5 persen) lebih rendah dari pagu anggaranbantuan sosial yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp51.409,0 miliar. Sama halnyadengan belanja barang dan belanja modal, lebih rendahnya perkiraan realisasi anggaranbantuan sosial dalam tahun 2007 tersebut, juga terkait dengan menguatnya nilai tukarrupiah terhadap dolar Amerika Serikat dan kemampuan penyerapan K/L terhadap anggaranbantuan sosial. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan realisasi belanja bantuansosial tahun 2006 yang mencapai Rp43.392,0 miliar, perkiraan realisasi anggaran bantuansosial tahun 2007 tersebut berarti lebih tinggi Rp4.140,0 miliar atau 9,5 persen. Hal initerutama berkaitan dengan bertambahnya cakupan penerima bantuan sosial, kebutuhanpendanaan untuk pelaksanaan program reforma agraria yang mulai dilaksanakan tahun2007, penanganan pasca banjir, dan penyediaan vaksin flu burung.

Selanjutnya, alokasi anggaran belanja lain-lain dalam tahun 2007 diperkirakan mencapaiRp24.154,5 miliar, yang berarti Rp5.316,6 miliar atau 28,2 persen lebih tinggi dari pagualokasi anggaran belanja lain-lain yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp18.837,9miliar. Lebih tingginya perkiraan realisasi belanja lain-lain dalam tahun 2007 tersebut selainberkaitan dengan pelaksanaan kegiatan GNRHL tahun 2007 dan kegiatan pasca MoUAceh, juga berkenaan dengan diperlukannya tambahan anggaran untuk menampungpembiayaan antara lain dalam rangka: (i) pembelian beras untuk cadangan beraspemerintah, (ii) pengadaan sarana konversi dan distribusi LPG, dan (iii) pendanaan BLUBPPH yang dananya merupakan pemindahbukuan dari rekening pembiayaan hutan.Apabila dibandingkan dengan realisasi anggaran belanja lain-lain dalam tahun 2006 sebesarRp35.499,5 miliar, maka perkiraan realisasi belanja lain-lain dalam tahun 2007 tersebutberarti lebih rendah Rp11.345,6 miliar atau 32,0 persen. Lebih rendahnya perkiraan realisasitahun 2007 tersebut terkait dengan tidak dialokasikannya program BLT dalam tahun 2007.

Rincian lebih lanjut perkiraan realisasi belanja pemerintah pusat tahun 2007 menurut jenisdapat diikuti dalam tabel II.3.

Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi

Secara garis besar, belanja pemerintah pusat menurut organisasi dibedakan atas: (i) belanjapemerintah pusat yang dikelola oleh K/L, dan (ii) belanja pemerintah pusat yang dikelolaoleh bendahara umum negara (BUN), atau disebut juga sebagai bagian anggaranperhitungan dan pembiayaan (APP). Dalam tahun 2007, belanja pemerintah pusat yangdikelola K/L diperkirakan mencapai Rp238.359,0 miliar, atau 92,4 persen dari pagu anggaranbelanja K/L yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp258.004,7 miliar. Berdasarkanperkiraan belanja dalam tahun 2007, terdapat 7 (tujuh) K/L yang realisasinya diperkirakanlebih tinggi dari yang ditetapkan dalam APBN 2007, yaitu (i) Kementerian Negara BadanUsaha Milik Negara (52,1 persen lebih tinggi dari pagunya); (ii) Komisi PemberantasanKorupsi (31,1 persen lebih tinggi dari pagunya); (iii) Kementerian Koordinator Bidang Politik,Hukum, dan Keamanan (23,8 persen lebih tinggi dari pagunya), (iv) Pusat Pelaporan dan

Bab IIAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-21RAPBN-P 2007

Analisis Transaksi Keuangan (15,3 persen lebih tinggi dari pagunya); (v) Badan PertanahanNasional (14,7 persen lebih tinggi dari pagunya) ; (vi) Departemen Pekerjaan Umum (4,4persen lebih tinggi dari pagunya) dan (vii) Komisi Yudisial (0,8 persen lebih tinggi daripagunya).

Selain 7 (tujuh) K/L yang realisasinya lebih tinggi dari pagu anggaran yang ditetapkandalam APBN 2007, terdapat beberapa K/L yang direncanakan mendapat anggaran belanjatambahan (ABT), namun realisasinya lebih rendah dari pagu anggaran yang ditetapkandalam APBN 2007, antara lain: (i) Badan Pemeriksa Keuangan; (ii) Departemen DalamNegeri; (iii) Departemen Pertahanan; (iv) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia; (v)Departemen Perhubungan; (vi) Departemen Kesehatan dan (vii) Kementerian PemberdayaanPerempuan.

Anggaran belanja tambahan pada beberapa K/L tersebut diperlukan antara lain dalam rangkameningkatnya kebutuhan pembangunan infrastruktur di beberapa daerah, pelaksanaansertifikasi tanah, dan pencegahan penyakit menular.

Sementara itu, perkiraan realisasi bagian APP sebesar Rp255.521,7 miliar terdiri dari(i) pembayaran bunga utang sebesar Rp86.290,6 miliar atau 1,4 persen lebih tinggi daripagu anggaran pembayaran bunga utang yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesarRp85.086,4 miliar, (ii) subsidi dan transfer lainnya sebesar Rp134.960,4 miliar, atau 0,03persen dari pagu anggarannya dalam APBN 2007 sebesar Rp134.939,8 miliar, dan (iii) belanja lain-lain sebesar Rp34.270,7 miliar atau 28,1 persen dari pagu anggaran belanjalain-lain yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp26.745,2 miliar. Lebih tingginyaperkiraan realisasi pembayaran bunga utang dari pagu anggarannya dalam APBN 2007tersebut antara lain terkait dengan lebih tingginya perkiraan realisasi pembayaran bungautang dalam negeri, sebagai akibat dari meningkatnya penerbitan SBN dalam negeri untukmenutup defisit APBN yang semakin meningkat, dan meningkatnya biaya-biaya yang timbul

1. Belanja Pegawai 72.872,6 2,2 101.202,3 2,7 99.912,2 2,6 98,7

2. Belanja Barang 47.066,1 1,4 72.186,3 1,9 62.523,6 1,7 86,6

3. Belanja Modal 58.931,1 1,8 73.130,0 1,9 68.314,1 1,8 93,4

4. Pembayaran Bunga Utang 79.025,8 2,4 85.086,4 2,3 86.290,5 2,3 101,4

i. Utang Dalam Negeri 54.897,2 1,6 58.421,7 1,5 61.401,9 1,6 105,1

ii. Utang Luar Negeri 24.128,6 0,7 26.664,8 0,7 24.888,7 0,7 93,3

5. Subsidi 107.409,5 3,2 102.924,3 2,7 105.153,9 2,8 102,2

6. Belanja Hibah - - 0,0 - - - -

7. Bantuan Sosial 43.392,0 1,3 51.409,0 1,4 47.532,0 1,3 92,5

8. Belanja Lainnya 35.499,5 1,1 18.837,9 0,5 24.154,5 0,6 128,2

444.196,6 13,3 504.776,2 13,4 493.880,7 13,1 97,8

1) Perbedaan satu angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan adalah karena pembulatan.

2) Menggunakan PDB dengan basis perhitungan realisasi PDB tahun 2006.

Jumlah

ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT JENIS, TAHUN 2006-2007 1)

% thd PDB

% thd PDB

APBN

2006

Realisasi Revisi I

(miliar rupiah)

Tabel II. 3

2007

RAPBN-P % thd PDB

% thd APBN2)

Bab II Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-22 RAPBN-P 2007

akibat dilakukannya program debt switching dan pembelian kembali (buy back). Sedangkanlebih tingginya perkiraan realisasi subsidi dan transfer lainnya dari pagu anggarannya dalamAPBN 2007 tersebut, antara lain terkait dengan tambahan anggaran subsidi listrik sebagaiakibat dari meningkatnya biaya produksi listrik dan tambahan anggaran subsidi pupuksebagai akibat dari pembatalan kebijakan untuk menaikkan HET pupuk per Januari 2007dan pelaksanaan program nasional peningkatan produksi beras sebanyak 2 juta ton.Sementara itu, lebih tingginya perkiraan realisasi belanja lain-lain dari pagu anggarannyadalam APBN 2007 tersebut terkait dengan gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan(GNRHL) tahap 2, dan kebutuhan pengadaan cadangan beras pemerintah.

Rincian lebih lanjut perkiraan realisasi belanja pemerintah pusat menurut organisasi dapatdiikuti dalam tabel II.4.

KODE NAMA KEMENTERIAN/LEMBAGA APBN Perkiraan Realisasi

% thd APBN

001 MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT 196,1 176,5 90,0

002 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT 1.519,2 1.365,0 89,9

004 BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 1.105,4 1.072,3 97,0

005 MAHKAMAH AGUNG 3.091,7 2.763,5 89,4

006 KEJAKSAAN AGUNG 1.716,1 1.541,7 89,8

007 SEKRETARIAT NEGARA 1.594,8 1.435,7 90,0

010 DEPARTEMEN DALAM NEGERI 3.839,1 3.459,7 90,1

011 DEPARTEMEN LUAR NEGERI 5.447,2 4.870,1 89,4

012 DEPARTEMEN PERTAHANAN 32.640,1 29.578,6 90,6

013 DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI 4.039,9 3.762,3 93,1

015 DEPARTEMEN KEUANGAN 9.607,7 8.647,5 90,0

018 DEPARTEMEN PERTANIAN 8.789,6 7.889,7 89,8

019 DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN 1.899,4 1.713,9 90,2

020 DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 6.458,2 5.826,6 90,2

022 DEPARTEMEN PERHUBUNGAN 10.467,8 9.899,4 94,6

023 DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 44.058,4 39.396,8 89,4

024 DEPARTEMEN KESEHATAN 17.236,3 15.900,2 92,2

025 DEPARTEMEN AGAMA 13.799,3 12.360,2 89,6

026 DEPARTEMEN TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI 2.882,6 2.617,4 90,8

027 DEPARTEMEN SOSIAL 3.347,1 2.996,0 89,5

029 DEPARTEMEN KEHUTANAN 2.503,9 2.344,4 93,6

032 DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN 3.265,9 2.933,1 89,8

033 DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM 24.213,4 25.266,9 104,4

034 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG POLITIK DAN KEAMANAN 151,0 186,9 123,8

035 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN 143,0 128,6 89,9

036 KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT 104,5 94,6 90,5

040 DEPARTEMEN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA 982,3 879,8 89,6

041 KEMENTERIAN NEGARA BADAN USAHA MILIK NEGARA 217,3 330,6 152,1

042 KEMENTERIAN NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI 446,2 404,1 90,6

Tabel II.4

ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT ORGANISASI,

TAHUN 2007 1)

(miliar rupiah)

Bab IIAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-23RAPBN-P 2007

KODE NAMA KEMENTERIAN/LEMBAGA APBN Perkiraan Realisasi

% thd APBN

043 KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP 530,2 482,4 91,0

044 KEMENTERIAN NEGARA KOPERASI DAN UKM 1.488,4 1.334,5 89,7

047 KEMENTERIAN NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN 165,1 151,8 91,9

048 KEMENTERIAN NEGARA PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA 247,5 223,8 90,4

050 BADAN INTELIJEN NEGARA 1.072,6 966,1 90,1

051 LEMBAGA SANDI NEGARA 913,9 824,2 90,2

052 DEWAN KETAHANAN NASIONAL 30,2 27,0 89,3

054 BADAN PUSAT STATISTIK 1.297,8 1.161,0 89,5

055 KEMENTERIAN NEGARA PPN / BAPPENAS 360,5 326,6 90,6

056 BADAN PERTANAHAN NASIONAL 1.971,7 2.262,4 114,7

057 PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 211,3 190,3 90,1

059 DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA 2.458,8 2.320,1 94,4

060 KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA 20.041,5 17.800,6 88,8

063 BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN 456,5 414,7 90,8

064 LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL 151,5 137,3 90,7

065 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 347,1 313,9 90,4

066 BADAN NARKOTIKA NASIONAL 278,2 251,2 90,3

067 KEMENTERIAN NEGARA PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 658,0 587,1 89,2

068 BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL 1.045,6 945,9 90,5

074 KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA 59,7 53,3 89,3

075 BADAN METEOROLOGI DAN GEOFISIKA 657,1 594,9 90,5

076 KOMISI PEMILIHAN UMUM 781,5 708,2 90,6

077 MAHKAMAH KONSTITUSI RI 196,8 177,0 90,0

078 PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN 98,0 113,0 115,3

079 LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA 545,3 494,0 90,6

080 BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL 333,2 301,7 90,6

081 BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI 522,5 483,4 92,5

082 LEMBAGA PENERBANGAN DAN ANTARIKSA NASIONAL 204,4 184,4 90,2

083 BADAN KOORDINASI SURVEY DAN PEMETAAN NASIONAL 252,2 228,0 90,4

084 BADAN STANDARISASI NASIONAL 66,0 60,4 91,4

085 BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR 63,2 56,6 89,5

086 LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 201,6 185,8 92,2

087 ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 108,7 98,1 90,2

088 BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA 374,2 337,5 90,2

089 BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN 562,0 509,4 90,6

090 DEPARTEMEN PERDAGANGAN 1.600,6 1.437,9 89,8

091 KEMENTERIAN NEGARA PERUMAHAN RAKYAT 532,7 482,7 90,6

092 KEMENTERIAN NEGARA PEMUDA DAN OLAH RAGA 663,4 600,7 90,5

093 KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI 247,7 324,8 131,1

094 BADAN REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI NAD - NIAS 9.998,8 9.952,4 99,5

095 DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) 281,6 254,3 90,3

100 KOMISI YUDISIAL RI 101,9 102,7 100,8

103 BAKORNAS PENANGGULANGAN BENCANA DAN PENGUNGSI 61,5 55,0 89,4

JUMLAH BAGIAN ANGGARAN KEMENTERIAN/LEMBAGA 258.004,7 238.359,0 92,4

Bab II Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-24 RAPBN-P 2007

Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi

Berdasarkan perkiraan realisasi program-program yang dilaksanakan oleh K/L maupunoleh bendahara umum negara (BUN), anggaran belanja fungsi pelayanan umum dalamtahun 2007 diperkirakan mencapai Rp304.670,6 miliar, yang berarti lebih tinggi Rp7.843,1miliar atau 2,6 persen dari pagu anggaran belanja tahun 2007 sebesar Rp296.827,5 miliar.Peningkatan alokasi anggaran belanja dalam fungsi pelayanan umum tersebut dikarenakanmeningkatnya alokasi anggaran pada beberapa program dalam fungsi pelayanan umumyang merupakan tugas BUN, yaitu program pembayaran bunga utang, serta belanja lain-lain, yang dalam perkiraan realisasi tahun 2007 mengalami peningkatan dari pagunya dalamAPBN tahun 2007, sebagai akibat dari perubahan asumsi ekonomi makro, serta perubahankebijakan dalam pelaksanaan APBN tahun 2007.

Sementara itu, alokasi anggaran belanja dalam fungsi-fungsi yang lain realisasinyadiperkirakan lebih rendah dari yang ditetapkan dalam APBN 2007, antara lain disebabkanoleh: (i) lebih rendahnya realisasi anggaran pada program-program yang pembiayaannyabersumber dari pinjaman dan hibah luar negeri (PHLN), sebagai akibat menguatnya nilaitukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat; dan (ii) belum optimalnya penyerapananggaran pada program-program yang dilaksanakan K/L.

Namun demikian, terdapat tambahan anggaran untuk beberapa program dalam fungsiekonomi antara lain sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan pembangunaninfrastruktur dalam upaya menanggulangi banjir Jabodetakejur, serta pembangunanBandara Kuala Namu di Medan dan Bandara Hasanudin di Makasar;

Perkiraan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat menurut fungsi dalam tahun 2007dapat dilihat pada tabel II.5.

Belanja ke Daerah

Dalam tahun 2007, realisasi anggaran belanja ke daerah diperkirakan mencapai Rp252.537,3miliar (6,7 persen terhadap PDB), yang berarti lebih rendah Rp6.257,3 miliar (2,4 persen)dari pagu anggaran belanja ke daerah yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp258.794,6miliar (6,8 persen terhadap PDB). Lebih rendahnya perkiraan realisasi anggaran belanja ke

KODE NAMA KEMENTERIAN/LEMBAGA APBN Perkiraan Realisasi

% thd APBN

061 CICILAN DAN BUNGA UTANG 85.086,4 86.290,6 101,4

062 SUBSIDI DAN TRANSFER LAINNYA 134.939,8 134.960,4 100,0

069 BELANJA LAIN-LAIN 26.745,2 34.270,7 128,1

246.771,5 255.521,7 103,5

504.776,2 493.880,7 97,8

1) Perbedaan satu angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan adalah karena pembulatan.

JUMLAH BAGIAN ANGGARAN PEMBIAYAAN DAN PERHITUNGAN

JUMLAH ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT

Bab IIAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-25RAPBN-P 2007

daerah tahun 2007 tersebut terutama berkaitan dengan lebih rendahnya perkiraan realisasidana bagi hasil. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan realisasi anggaran belanjake daerah dalam tahun 2006 yang mencapai Rp226.394,2 miliar (6,8 persen terhadap PDB),maka perkiraan realisasi anggaran belanja ke daerah dalam tahun 2007 tersebut berartilebih tinggi Rp26.143,1 miliar atau 11,5 persen. Hal ini terutama berkaitan dengan lebihtingginya perkiraan dana alokasi umum, dana alokasi khusus, serta dana otonomi khususdan penyesuaian.

Dana Perimbangan

Dalam tahun 2007, realisasi dana perimbangan, yang terdiri dari dana bagi hasil (DBH),dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK) diperkirakan mencapaiRp244.085,4 miliar (6,5 persen terhadap PDB). Jumlah tersebut, berarti lebih rendahRp6.257,3 miliar (2,5 persen) bila dibandingkan dengan pagu anggaran dana perimbanganyang ditetapkan dalam APBN sebesar Rp250.342,8 miliar (6,6 persen terhadap PDB). Lebihrendahnya perkiraan realisasi dana perimbangan dalam tahun 2007 tersebut terutamadisebabkan oleh lebih rendahnya perkiraan realisasi DBH. Namun demikian, apabiladibandingkan dengan realisasi dana perimbangan dalam tahun sebelumnya sebesarRp222.347,6 miliar (6,7 persen terhadap PDB), maka perkiraan realisasi dana perimbangandalam tahun 2007 tersebut berarti lebih tinggi Rp21.737,8 miliar atau 9,8 persen. Lebihtingginya perkiraan realisasi dana perimbangan dalam tahun 2007 tersebut, terutama

APBNPerkiraanRealisasi

% thdAPBN

01 PELAYANAN UMUM 296.827,5 304.670,6 102,6

02 PERTAHANAN 32.722,1 29.391,2 89,8

03 KETERTIBAN DAN KEAMANAN 29.210,7 22.791,5 78,0

04 EKONOMI 51.249,6 47.839,8 93,3

05 LINGKUNGAN HIDUP 5.478,5 4.852,6 88,6

06 PERUMAHAN DAN FASILITAS UMUM 10.659,5 9.560,5 89,7

07 KESEHATAN 17.467,1 16.130,6 92,3

08 PARIWISATA DAN BUDAYA 1.676,3 1.438,8 85,8

09 AGAMA 2.208,1 1.931,3 87,5

10 PENDIDIKAN 54.067,1 52.445,8 97,0

11 PERLINDUNGAN SOSIAL 3.209,7 2.827,9 88,1

504.776,2 493.880,7 97,8

1) Perbedaan satu angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan adalah karena pembulatan.

JUMLAH

Tabel II.5ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT MENURUT FUNGSI,

TAHUN 2007 1)

(miliar rupiah)

FUNGSI KODE

2007

Bab II Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-26 RAPBN-P 2007

disebabkan oleh lebih tingginya perkiraan DAU, meskipun di lain pihak perkiraan realisasiDBH justru mengalami penurunan.

Dana Bagi Hasil

Realisasi dana bagi hasil (DBH), yang terdiri dari DBH pajak dan DBH sumber daya alam(SDA) dalam tahun 2007 diperkirakan mencapai Rp62.203,9 miliar, yang berarti lebih rendahRp6.257,3 miliar (9,1 persen) dari pagu anggaran DBH yang ditetapkan dalam APBN 2007sebesar Rp68.461,3 miliar. Lebih rendahnya perkiraan realisasi DBH dalam tahun 2007tersebut terutama berkaitan dengan lebih rendahnya perkiraan realisasi DBH bea perolehanhak atas tanah dan bangunan serta DBH minyak bumi dan gas bumi. Demikian pula, apabiladibandingkan dengan realisasi DBH dalam tahun 2006 yang mencapai Rp65.132,6 miliar,maka perkiraan realisasi DBH dalam tahun 2007 tersebut, berarti lebih rendah Rp2.928,7miliar (4,5 persen). Lebih rendahnya perkiraan realisasi DBH dalam tahun 2007 tersebutterutama berkaitan dengan lebih rendahnya perkiraan realisasi DBH minyak bumi dan gasbumi.

Realisasi DBH pajak, yang terdiri dari DBH pajak penghasilan (PPh), DBH pajak bumi danbangunan (PBB), dan DBH bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) dalamtahun 2007 diperkirakan mencapai Rp32.435,4 miliar. Jumlah tersebut berarti mengalamipenurunan sebesar Rp629,9 miliar (1,9 persen) dari pagu DBH pajak yang ditetapkan dalamAPBN 2007 sebesar Rp33.065,3 miliar. Penurunan alokasi DBH pajak dalam tahun 2007tersebut terutama berkaitan dengan lebih rendahnya perkiraan realisasi penerimaan BPHTB.Namun demikian, apabila dibandingkan dengan realisasi DBH pajak dalam tahun 2006yang mencapai Rp28.420,5 miliar, maka perkiraan realisasi DBH pajak dalam tahun 2007tersebut berarti menunjukkan peningkatan sebesar Rp4.014,9 miliar (14,1 persen).Peningkatan perkiraan realisasi DBH pajak dalam tahun 2007 tersebut selain disebabkanoleh meningkatnya perkiraan realisasi penerimaan perpajakan yang dibagihasilkan ke daerahdalam tahun 2007, juga berkaitan dengan ditampungnya kekurangan pembayaran DBHpajak tahun-tahun sebelumnya.

Kekurangan pembayaran DBH pajak tahun-tahun sebelumnya yang perlu diselesaikan dalamtahun 2007 tersebut diperkirakan mencapai Rp51,1 miliar, terdiri dari kekuranganpembayaran DBH pajak tahun 2005 sebesar Rp11,6 miliar, dan kekurangan pembayaranDBH pajak tahun 2006 sebesar Rp39,5 miliar.

Dari perkiraan realisasi DBH pajak dalam tahun 2007 tersebut, realisasi DBH PPhdiperkirakan mencapai Rp7.494,2 miliar atau lebih tinggi Rp18,9 miliar (0,3 persen) daripagu anggaran DBH PPh yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp7.475,3 miliar.Sementara itu, apabila dibandingkan dengan realisasi DBH PPh dalam tahun 2006 sebesarRp6.062,0 miliar, maka perkiraan realisasi DBH PPh dalam tahun 2007 tersebut mengalamipeningkatan Rp1.432,2 miliar (23,6 persen). Peningkatan perkiraan realisasi DBH PPh dalamtahun 2007 dari realisasinya dalam tahun 2006 tersebut, selain dipengaruhi olehmeningkatnya target penerimaan PPh yang dibagihasilkan ke daerah dalam tahun 2007,juga berkaitan dengan diperlukannya tambahan anggaran untuk menampung kekuranganpembayaran DBH PPh tahun 2005 dan 2006, masing-masing sebesar Rp3,8 miliar dansebesar Rp16,5 miliar.

Bab IIAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-27RAPBN-P 2007

Sementara itu, realisasi DBH PBB dalam tahun 2007 diperkirakan mencapai Rp20.968,3miliar, yang berarti mengalami kenaikan Rp769,6 miliar (3,8 persen) dari pagu anggaranDBH PBB yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp20.198,7 miliar. Demikian pula,apabila dibandingkan dengan realisasi DBH PBB dalam tahun 2006 sebesar Rp19.174,3miliar, maka perkiraan realisasi DBH PBB dalam tahun 2007 tersebut mengalamipeningkatan Rp1.794,0 miliar (9,4 persen). Peningkatan perkiraan realisasi DBH PBB dalamtahun 2007 tersebut selain disebabkan oleh peningkatan perkiraan realisasi penerimaanPBB yang akan dibagihasilkan ke daerah dalam tahun 2007, juga berkaitan dengandiperlukannya tambahan anggaran untuk menampung kekurangan pembayaran DBH PBBtahun 2005 dan tahun 2006, masing-masing sebesar Rp5,4 miliar dan sebesar Rp18,1 miliar.

Selanjutnya, realisasi DBH BPHTB dalam tahun 2007 diperkirakan mencapai Rp3.972,9miliar, yang berarti Rp1.418,4 miliar (26,3 persen) lebih rendah dari pagu anggaran DBHBPHTB yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp5.391,3 miliar. Hal ini terutamaberkaitan dengan menurunnya target penerimaan BPHTB dalam keseluruhan tahun 2007.Namun demikian, apabila dibandingkan dengan realisasi DBH BPHTB dalam tahun 2006sebesar Rp3.184,2 miliar, maka perkiraan realisasi DBH BPHTB dalam tahun 2007 tersebutberarti mengalami peningkatan Rp788,7 miliar (24,8 persen). Peningkatan perkiraan realisasiDBH BPHTB dalam tahun 2007 tersebut selain dipengaruhi oleh target penerimaan BPHTBdalam tahun 2007, juga karena ditampungnya kekurangan pembayaran DBH BPHTB tahun2005 dan 2006, masing-masing sebesar Rp2,5 miliar dan sebesar Rp4,9 miliar.

Sejalan dengan perkiraan penurunan penerimaan SDA, khususnya minyak bumi dan gasbumi, maka realisasi DBH SDA dalam tahun 2007 diperkirakan mencapai Rp29.768,6 miliar,yang berarti mengalami penurunan Rp5.627,4 miliar (15,9 persen) dari pagu anggaran DBHSDA yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp35.396,0 miliar. Demikian pula, biladibandingkan dengan realisasi DBH SDA dalam tahun 2006 sebesar Rp36.712,2 miliar,perkiraan realisasi DBH SDA dalam tahun 2007 tersebut berarti lebih rendah Rp6.943,6miliar (18,9 persen). Lebih rendahnya perkiraan realisasi DBH SDA dalam tahun 2007tersebut terutama berkaitan dengan menurunnya perkiraan realisasi penerimaan minyakdan gas bumi yang berakibat pada menurunnya DBH minyak dan gas bumi. Perkiraanrealisasi DBH SDA tersebut sudah memperhitungkan kekurangan pembayaran DBH SDAtahun-tahun sebelumnya sebesar Rp226,4 miliar dan bagian daerah atas penerimaan piutangdana hasil produksi batubara sebesar Rp3.148,8 miliar.

Realisasi DBH SDA minyak bumi dalam tahun 2007 diperkirakan mencapai Rp11.914,9miliar, yang berarti Rp3.912,2 miliar (24,7 persen) lebih rendah dari pagu anggaran DBHSDA minyak bumi yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp15.827,1 miliar. Demikianpula, bila dibandingkan dengan realisasi DBH SDA minyak bumi dalam tahun 2006 sebesarRp17.806,7 miliar, maka perkiraan realisasi DBH SDA minyak bumi dalam tahun 2007tersebut berarti menunjukkan penurunan Rp5.891,8 miliar (33,1 persen). Penurunanperkiraan realisasi DBH SDA minyak bumi dalam tahun 2007 tersebut terutama berkaitandengan menurunnya perkiraan realisasi penerimaan minyak bumi, selain sebagai akibatdari menurunnya asumsi harga minyak mentah internasional dari US$63 per barel menjadiUS$60 per barel, juga disebabkan oleh perkiraan penguatan asumsi nilai tukar rupiahterhadap dolar Amerika Serikat, dari Rp9.300 per US$ menjadi Rp9.100 per US$.

Dalam periode yang sama, realisasi DBH SDA gas bumi dalam tahun 2007 diperkirakanmencapai Rp9.617,0 miliar, atau mengalami penurunan Rp2.006,2 miliar (17,3 persen)

Bab II Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-28 RAPBN-P 2007

dari pagu anggaran DBH SDA gas bumi yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesarRp11.623,2 miliar. Demikian pula, apabila dibandingkan dengan realisasi DBH SDA gas bumidalam tahun 2006 sebesar Rp13.868,2 miliar, maka perkiraan realisasi DBH SDA gas bumidalam tahun 2007 tersebut berarti mengalami penurunan Rp4.251,2 miliar (30,7 persen).Penurunan perkiraan realisasi DBH SDA gas bumi dalam tahun 2007 tersebut terutamamerupakan konsekuensi dari menurunnya perkiraan realisasi penerimaan gas bumi akibatdari menurunnya asumsi harga minyak mentah internasional dari US$63 per barel menjadiUS$60 per barel, dan perkiraan menguatnya asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolarAmerika Serikat, dari Rp9.300 per US$ menjadi Rp9.100 per US$.

Sementara itu, realisasi DBH SDA pertambangan umum dalam tahun 2007 diperkirakanmencapai Rp6.316,0 miliar, yang berarti Rp280,4 miliar (4,6 persen) lebih tinggi dari paguanggaran DBH SDA pertambangan umum yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesarRp6.035,5 miliar. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan realisasi DBH SDApertambangan umum dalam tahun 2006 sebesar Rp3.624,9 miliar, maka perkiraan realisasiDBH SDA pertambangan umum dalam tahun 2007 tersebut berarti lebih tinggi Rp2.691,0miliar (74,2 persen). Lebih tingginya perkiraan realisasi DBH SDA pertambangan umumdalam tahun 2007 dari realisasinya dalam tahun 2006 tersebut, selain berkaitan denganlebih tingginya target penerimaan SDA pertambangan umum dalam tahun 2007, jugaberkaitan dengan ditampungnya kekurangan pembayaran DBH SDA pertambangan umumtahun-tahun sebelumnya sebesar Rp35,3 miliar.

Dalam keseluruhan tahun 2007, realisasi DBH kehutanan diperkirakan mencapai Rp1.720,8miliar, yang berarti Rp10,6 miliar (0,6 persen) lebih tinggi dari pagu anggaran DBHkehutanan yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp1.710,3 miliar. Namun demikian,apabila dibandingkan dengan realisasi DBH kehutanan dalam tahun 2006 sebesar Rp1.212,7miliar, maka perkiraan realisasi DBH kehutanan dalam tahun 2007 tersebut berarti lebihtinggi Rp508,1 miliar (41,9 persen). Lebih tingginya perkiraan realisasi DBH kehutanandalam tahun 2007 dari realisasinya dalam tahun 2006 tersebut, selain berkaitan denganlebih tingginya target penerimaan kehutanan yang dibagihasilkan ke daerah dalam tahun2007, juga berkaitan dengan ditampungnya kekurangan pembayaran DBH kehutanantahun-tahun sebelumnya sebesar Rp191,1 miliar .

Selanjutnya, realisasi DBH perikanan dalam tahun 2007 diperkirakan mencapai Rp200,0miliar, atau sama dengan pagu anggaran DBH perikanan yang ditetapkan dalam APBN2007. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan realisasi DBH perikanan dalam tahun2006 sebesar Rp199,7 miliar, maka realisasi DBH perikanan dalam tahun 2007 tersebutberarti lebih tinggi Rp0,3 miliar (0,2 persen). Lebih tingginya perkiraan realisasi DBHperikanan dalam tahun 2007 tersebut dipengaruhi oleh lebih tingginya target penerimaanperikanan dalam tahun 2007.

Dana Alokasi Umum

Realisasi DAU dalam tahun 2007 diperkirakan mencapai Rp164.787,4 miliar (4,4 persenterhadap PDB), atau sama dengan pagu anggaran DAU yang ditetapkan dalam APBN 2007.Perkiraan realisasi DAU dalam tahun 2007 tersebut didasarkan atas jumlah rincian alokasiDAU untuk masing-masing daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan

Bab IIAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-29RAPBN-P 2007

dengan Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2006 tentang Dana Alokasi Umum DaerahProvinsi, Kabupaten, dan Kota Tahun 2007. Sementara itu, penyaluran DAU ke setiap daerahmengikuti mekanisme yang telah baku, sesuai amanat Pasal 36 UU Nomor 33 Tahun 2004tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, yaitudilaksanakan setiap bulan masing-masing sebesar 1/12 (satu per dua belas) dari DAU daerahyang bersangkutan. Jumlah tersebut, apabila dibandingkan dengan realisasi DAU dalamtahun 2006 sebesar Rp145.651,9 miliar (4,4 persen terhadap PDB), berarti lebih tinggiRp19.135,5 miliar atau 13,1 persen.

Dana Alokasi Khusus

Dalam tahun 2007, realisasi dana alokasi khusus (DAK) diperkirakan tidak mengalamiperubahan atau sama dengan pagu anggaran DAK yang ditetapkan dalam APBN 2007,yaitu sebesar Rp17.094,1 miliar (0,5 persen terhadap PDB). Sementara itu, bila dibandingkandengan realisasi DAK dalam tahun 2006 sebesar Rp11.563,1 miliar, maka perkiraan realisasiDAK dalam tahun 2007 dari realisasinya dalam tahun 2006 tersebut berarti lebih tinggiRp5.531,0 miliar (47,8 persen). Lebih tingginya perkiraan realisasi DAK dalam tahun 2007tersebut, selain sejalan dengan semakin besarnya pengalihan dana dekonsentrasi dan tugaspembantuan ke dalam DAK, juga berkaitan dengan ditampungnya kekurangan pembayaranDAK tahun 2005 sebesar Rp1,6 miliar. Alokasi DAK dalam tahun 2007 tersebut akandigunakan untuk membiayai berbagai pembangunan fisik di daerah di bidang pendidikan(30,4 persen), bidang kesehatan (19,8 persen), bidang infrastruktur (29,5 persen), bidangprasarana pemerintah (3,2 persen), bidang kelautan dan perikanan (6,4 persen), bidangpertanian (8,7 persen), serta bidang lingkungan hidup (2,1 persen).

Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian

Dalam tahun 2007, realisasi dana otonomi khusus dan penyesuaian diperkirakan mencapaiRp8.451,8 miliar, atau sama dengan pagu anggaran yang ditetapkan dalam APBN 2007.Apabila dibandingkan dengan realisasi dana otonomi khusus dan penyesuaian dalam tahun2006 sebesar Rp4.046,6 miliar, maka jumlah tersebut berarti lebih tinggi Rp4.405,3 miliaratau 108,9 persen. Lebih tingginya perkiraan realisasi dana otonomi khusus dan penyesuaiandalam tahun 2007 tersebut disebabkan terutama oleh dialokasikannya dana penyesuaianinfrastruktur dalam tahun 2007.

Dana Otonomi Khusus

Realisasi dana otonomi khusus (Otsus) dalam tahun 2007 diperkirakan mencapai Rp4.045,7miliar (0,1 persen terhadap PDB), atau sama dengan pagu anggaran dana Otsus yangditetapkan dalam APBN 2007. Apabila dibandingkan dengan realisasi dana Otsus dalamtahun 2006 sebesar Rp3.488,3 miliar, maka jumlah tersebut berarti lebih tinggi Rp557,5miliar atau 16,0 persen. Lebih tingginya perkiraan realisasi dana Otsus dalam tahun 2007tersebut sejalan dengan lebih tingginya perkiraan realisasi DAU tahun 2007, mengingatbesaran dana Otsus Papua sesuai UU ditetapkan setara dengan 2 persen dari pagu DAU

Bab II Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-30 RAPBN-P 2007

nasional. Perkiraan realisasi dana Otsus dalam tahun 2007 tersebut terdiri dari perkiraanrealisasi dana Otsus Provinsi Papua sebesar Rp3.295,7 miliar (81,5 persen), dan danatambahan infrastruktur bagi Provinsi Papua sebesar Rp750,0 miliar (18,5 persen). Mengacupada UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, penggunaandana otonomi khusus Papua tersebut, terutama ditujukan untuk pembiayaan pendidikan,dan kesehatan, sedangkan dana tambahan dalam rangka pelaksanaan otonomi khususditujukan terutama untuk pembiayaan pembangunan infrastruktur. Sementara itu,mekanisme penyaluran dana otonomi khusus diatur dalam Keputusan Menteri KeuanganNomor 47 Tahun 2002, yang menetapkan bahwa penyaluran dana otonomi khusus dilakukansetiap triwulan.

Dana Penyesuaian

Realisasi dana penyesuaian dalam tahun 2007 diperkirakan sama dengan pagu anggaranyang ditetapkan dalam APBN, yaitu sebesar Rp4.406,1 miliar. Apabila dibandingkan denganrealisasi dana penyesuaian dalam tahun 2006 sebesar Rp558,3 miliar, maka perkiraanrealisasi dana penyesuaian dalam tahun 2007 tersebut berarti lebih tinggi sebesar Rp3.847,8miliar atau 689,2 persen. Lebih tingginya perkiraan realisasi dana penyesuaian tersebut karenadalam tahun 2007, selain dialokasikan dana penyesuaian DAU, juga disediakan danapenyesuaian infrastruktur.

Dari perkiraan realisasi dana penyesuaian tahun 2007 tersebut, perkiraan realisasi danapenyesuaian DAU diperkirakan mencapai Rp842,9 miliar (19,1 persen), sedangkan perkiraanrealisasi dana penyesuaian infrastruktur diperkirakan mencapai Rp3.563,2 miliar (80,9persen). Dana penyesuaian DAU dialokasikan kepada daerah yang menerima alokasi DAUtahun 2007 lebih rendah daripada penerimaan tahun sebelumnya (Hold Harmless DAU).Dana penyesuaian DAU tersebut sepenuhnya menjadi wewenang daerah, dan dapatdigunakan sesuai dengan prioritas kebutuhan daerah dalam rangka peningkatan pelayanandan kesejahteraan masyarakat. Mekanisme penyaluran dana penyesuaian DAU,sebagaimana diamanatkan Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 129/PMK.07/2006tentang Penetapan Rincian Dana Penyesuaian Tahun 2007, dilakukan bersamaan denganpenyaluran DAU.

Sementara itu, dana penyesuaian infrastruktur dialokasikan kepada daerah tertentu yangmemenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Panitia Anggaran DPR-RI, dan diprioritaskanpenggunaannya untuk penyediaan sarana dan prasarana fisik infrastruktur jalan dan lainnya,meliputi prasarana pemerintahan, irigasi dan pengairan, pendidikan, kesehatan, pertanian,kelautan dan perikanan, yang pelaksanaannya disesuaikan dengan kebutuhan daerah.Perubahan anggaran belanja ke daerah dalam tahun 2007 dapat dilihat dalam Tabel II.6.

Defisit Anggaran

Berdasarkan perkiraan realisasi pendapatan negara dan hibah sebesar Rp684.467,9 miliar,dan perkiraan realisasi belanja negara sebesar Rp746.418,0 miliar, maka dalam RAPBN-Ptahun 2007 diperkirakan terdapat defisit anggaran sebesar Rp61.950,1 miliar (1,6 persendari PDB). Perkiraan realisasi defisit anggaran tersebut lebih tinggi Rp21.437,3 miliar (52,9

Bab IIAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-31RAPBN-P 2007

persen) dari target defisit yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp40.512,9 miliar (1,1persen dari PDB). Apabila dibandingkan dengan realisasi defisit dalam tahun 2006 sebesarRp39.983,9 miliar, maka perkiraan realisasi defisit dalam tahun 2007 tersebut berarti lebihtinggi Rp29.155,5 miliar atau 68,9 persen.

Pembiayaan Defisit AnggaranSejalan dengan perkembangan defisit anggaran, maka realisasi pembiayaan anggaran dalamtahun 2007 diperkirakan mencapai Rp61.950,1 miliar (1,6 persen terhadap PDB), yang berartiRp21.437,3 miliar (52,9 persen) lebih tinggi dari sasaran pembiayaan anggaran yangditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp40.512,9 miliar. Apabila dibandingkan denganrealisasi pembiayaan anggaran dalam tahun 2006 sebesar Rp32.975,2 miliar, maka perkiraanrealisasi pembiayaan anggaran dalam tahun 2007 tersebut berarti lebih tinggi Rp33.096,6miliar atau 81,7 persen. Jumlah ini terdiri dari perkiraan realisasi pembiayaan dalam negerisebesar Rp74.559,8 miliar (2,0 persen terhadap PDB), dan perkiraan realisasi pembiayaanluar negeri sebesar negatif Rp12.609,6 miliar (0,3 persen terhadap PDB).

Perkiraan realisasi pembiayaan dalam negeri tahun 2007 tersebut berarti lebih tinggiRp19.491,4 miliar (35,4 persen) bila dibandingkan dengan sasaran pembiayaan dalam negeri

Belanja Ke Daerah 226.394,2 6,8 258.794,6 6,8 252.537,3 6,7 97,6

1. Dana Perimbangan 222.347,6 6,7 250.342,8 6,6 244.085,4 6,5 97,5

a. Dana Bagi Hasil 65.132,6 2,0 68.461,3 1,8 62.203,9 1,6 90,9

1. Pajak 28.420,5 0,9 33.065,3 0,9 32.435,4 0,9 98,1

- Pajak Penghasilan 6.062,0 0,2 7.475,3 0,2 7.494,2 0,2 100,3

- Pajak Bumi dan Bangunan 19.174,3 0,6 20.198,7 0,5 20.968,3 0,6 103,8

- Bea perolehan hak atas tanah

3.184,2 0,1 5.391,3 0,1 3.972,9 0,1 73,7

2. Sumber Daya Alam 36.712,2 1,1 35.396,0 0,9 29.768,6 0,8 84,1

- Minyak bumi 17.806,7 0,5 15.827,1 0,4 11.914,9 0,3 75,3

- Gas 13.868,2 0,4 11.623,2 0,3 9.617,0 0,3 82,7

- Pertambangan umum 3.624,9 0,1 6.035,5 0,2 6.316,0 0,2 104,6

- Kehutanan 1.212,7 0,0 1.710,3 0,0 1.720,8 0,0 100,6

- Perikanan 199,7 0,0 200,0 0,0 200,0 0,0 100,0

b. Dana Alokasi Umum 145.651,9 4,4 164.787,4 4,4 164.787,4 4,4 100,0

c. Dana Alokasi Khusus 11.563,1 0,3 17.094,1 0,5 17.094,1 0,5 100,0

2. Dana Otonomi Khusus dan Peny. 4.046,6 0,1 8.451,8 0,2 8.451,8 0,2 100,0

a. Dana Otonomi Khusus 3.488,3 0,1 4.045,7 0,1 4.045,7 0,1 100,0

b. Dana Penyesuaian 558,3 0,0 4.406,1 0,1 4.406,1 0,1 100,0

226.394,2 6,8 258.794,6 6,8 252.537,3 6,7 97,6

1) Perbedaan satu angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan adalah karena pembulatan.

2) Menggunakan PDB dengan basis perhitungan realisasi PDB tahun 2006.

dan bangunan

Jumlah

RAPBN-P % thd PDB

% thd PDB

APBN Realisasi

Revisi I % thd PDB

% thd APBN

2006 2007

(miliar rupiah)

Tabel II. 6

BELANJA KE DAERAH, TAHUN 2006-2007 1)

2)

Bab II Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-32 RAPBN-P 2007

yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp55.068,3 miliar (1,6 persen terhadap PDB).Apabila dibandingkan dengan realisasi pembiayaan dalam negeri dalam tahun 2006 sebesarRp52.291,7 miliar, maka perkiraan realisasi pembiayaan dalam negeri dalam tahun 2007tersebut berarti lebih tinggi Rp22.268,0 miliar atau 40,4 persen. Jumlah tersebut berasaldari pembiayaan perbankan dalam negeri dan pembiayaan nonperbankan dalam negeri.

Realisasi pembiayaan perbankan dalam negeri hingga akhir tahun 2007 diperkirakanmencapai Rp10.621,6 (0,3 persen terhadap PDB), yang berarti Rp2.340,4 miliar atau 18,1persen lebih rendah dari target pembiayaan perbankan dalam negeri yang ditetapkan dalamAPBN 2007 sebesar Rp12.962,0 miliar (0,4 persen terhadap PDB). Apabila dibandingkandengan realisasi pembiayaan perbankan dalam negeri dalam tahun 2006 sebesar Rp15.222,5miliar, maka perkiraan realisasi pembiayaan perbankan dalam negeri dalam tahun 2007tersebut berarti lebih rendah Rp4.600,8 miliar atau 35,5 persen. Perkiraan realisasipembiayaan perbankan dalam negeri dalam tahun 2007 tersebut terutama berasal dariperkiraan realisasi penggunaan rekening pemerintah sebesar Rp4.279,0 miliar (0,1 persenterhadap PDB), yang terdiri dari Rekening Dana Investasi Rp4.000,0 miliar (0,1 persenterhadap PDB), saldo anggaran lebih (SAL) Rp279,0 miliar. Disamping itu, perkiraan realisasipembiayaan perbankan dalam negeri dalam tahun 2007 juga berasal dari penggunaan danaeks moratorium NAD-Nias sebesar Rp6.342,6 miliar (0,2 persen terhadap PDB), yangpenggunaannya direncanakan khusus untuk melanjutkan program rehabilitasi danrekonstruksi NAD dan Nias.

Sementara itu, realisasi pembiayaan nonperbankan dalam negeri dalam tahun 2007diperkirakan mencapai Rp63.938,1 miliar (1,7 persen terhadap PDB), yang berarti Rp21.831,8miliar atau 51,8 persen lebih tinggi dibandingkan dengan target pembiayaan nonperbankandalam negeri yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp42.106,3 miliar (1,2 persenterhadap PDB). Apabila dibandingkan dengan realisasi pembiayaan nonperbankan dalamnegeri dalam tahun 2006 sebesar Rp37.069,2 miliar, maka perkiraan realisasi pembiayaanperbankan dalam negeri dalam tahun 2007 tersebut berarti lebih tinggi Rp26.868,9 miliaratau 63,8 persen. Peningkatan pembiayaan nonperbankan dalam negeri yang cukupsignifikan tersebut terutama berasal dari meningkatnya penerbitan Surat Berharga Negara(neto). Kebutuhan pembiayaan untuk dukungan infrastruktur dalam tahun 2007diperkirakan masih sama dengan target yang ditetapkan dalam APBN 2007.

Realisasi pembiayaan dari hasil privatisasi dalam tahun 2007 diperkirakan mencapaiRp4.700,0 miliar atau lebih tinggi Rp1.400,0 miliar (42,4 persen) dari sasaran privatisasiyang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp3.300,0 miliar (0,1 persen terhadap PDB).Apabila dibandingkan dengan realisasi privatisasi dalam tahun 2006 sebesar Rp2.371,7 miliar,maka perkiraan realisasi privatisasi dalam tahun 2007 tersebut berarti lebih tinggi Rp2.328,3miliar atau 70,6 persen. Penerimaan dari privatisasi BUMN tersebut diantaranya berasaldari hasil privatisasi BUMN sektor konstruksi, pengelolaan jalan tol, dan perbankan.Sementara itu, realisasi penyertaan modal negara (PMN) dalam tahun 2007 diperkirakanmencapai Rp2.700,0 miliar atau mengalami peningkatan sebesar Rp1.400,0 miliar (107,7persen) dari sasaran yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp1.300,0 miliar. Apabiladibandingkan dengan realisasi PMN dalam tahun 2006 sebesar Rp1.972,0 miliar, makaperkiraan realisasi PMN dalam tahun 2007 tersebut berarti lebih tinggi Rp728,0 miliar atau56,0 persen. Peningkatan alokasi dana PMN secara cukup signifikan tersebut dikarenakanadanya tambahan PMN bagi PT Askrindo sebesar Rp1.400,0 miliar yang dalam APBN 2007

Bab IIAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-33RAPBN-P 2007

belum dianggarkan. Perkiraan realisasi PMN tersebut terdiri dari penyertaan modal negarapada PT Pupuk Iskandar Muda Rp200,0 miliar, PT Kertas Leces Rp175,0 miliar, PT KeretaApi Indonesia Rp100,0 miliar, PT Garuda Indonesia Rp500,0 miliar, PT SaranaPengembangan Usaha Rp50,0 miliar, PT Industri Kereta Api Rp100,0 miliar, PT Boma BismaIndra Rp75,0 miliar, PT Perkebunan Nusantara XIV Rp100,0 miliar, serta PT AskrindoRp1.400,0 miliar. Dengan meningkatnya perkiraan realisasi PMN dan peneriman privatisasidalam tahun 2007 dalam jumlah yang sama, maka penerimaan privatisasi (neto) dalamtahun 2007 diperkirakan akan sama dengan penerimaan privatisasi (neto) yang ditetapkandalam APBN 2007 sebesar Rp2.000,0 miliar.

Dalam periode yang sama, realisasi penerimaan yang berasal dari penjualan aset programrestrukturisasi perbankan diperkirakan mencapai Rp1.657,7 miliar atau meningkat Rp157,7miliar (10,5 persen) bila dibandingkan dengan target penerimaan hasil penjualan asetprogram restrukturisasi perbankan yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar Rp1.500,0miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasi penjualan aset program restrukturisasiperbankan dalam tahun 2006 sebesar Rp2.684,0 miliar, maka perkiraan realisasi penjualanaset program restrukturisasi perbankan dalam tahun 2007 tersebut berarti lebih rendahRp1.026,3 miliar atau 68,4 persen. Jumlah tersebut berasal dari hasil pengelolaan aset olehPT PPA dan hasil lelang bank dalam likuidasi (BDL) yang dilakukan oleh Direktorat JenderalKekayaan Negara.

Sementara itu, realisasi pembiayaan yang berasal dari Surat Berharga Negara (neto) dalamtahun 2007 diperkirakan mencapai Rp62.280,4 miliar, atau Rp21.674,1 miliar (53,4 persen)lebih tinggi dari sasaran pembiayaan dari Surat Berharga Negara (neto) yang ditetapkandalam APBN 2007 sebesar Rp40.606,3 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasi SBNdalam tahun 2006 sebesar Rp35.985,5 miliar, maka perkiraan realisasi SBN dalam tahun2007 tersebut berarti lebih tinggi Rp26.294,8 miliar atau 64,8 persen. Perkiraan realisasiSBN (neto) tersebut berasal dari penerbitan SBN sebesar Rp103.000,2 miliar dikurangidengan pembayaran pokok SBN yang jatuh tempo dan pembelian kembali (buy back) SBN,termasuk debt switching, sebesar Rp40.719,9 miliar. Dari sisi penerbitan SBN, perkiraanrealisasi penerbitan SBN tersebut terdiri dari penerbitan SBN dalam negeri, termasukpenerimaan utang bunga sebesar Rp89.050,2 miliar, dan penerbitan obligasi valuta asingsebesar US$ 1,5 miliar.

Untuk memenuhi target pembiayaan defisit tahun 2007, pengelolaan SBN tetap diarahkanpada (i) Prioritas yang besar pada SBN yang diterbitkan di pasar domestik; (ii) Penerbitan dipasar domestik tersebut akan dilakukan secara reguler dengan mempertimbangkan dayaserap dan likuiditas pasar; (iii) penerbitan benchmark bond yang dapat menjadi acuan dalampembentukan kurva imbal hasil, dan (iv) Penerbitan SBN valas akan dilakukan sebagaicomplement/pelengkap, dengan tujuan utama untuk: (a) menghindari terjadinya crowding-out effect di pasar domestik; (b) me-refinance kewajiban pembayaran pokok pinjaman dalamvaluta asing agar tidak terlalu banyak mengganggu cadangan devisa; dan (c) menjadibenchmarking instrument utang Indonesia di pasar internasional.

Di samping kondisi-kondisi tersebut, Pemerintah tetap harus mempertimbangkan risiko-risiko yang dihadapi di masa mendatang, terutama risiko pembiayaan kembali (refinancingrisk) pada tahun 2007 sampai dengan 2009 dan risiko pasar seperti risiko tingkat bunga danrisiko nilai tukar.

Bab II Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-34 RAPBN-P 2007

Realisasi dana dukungan pemerintah dalam rangka percepatan pembangunan infrastrukturdalam tahun 2007 diperkirakan mencapai Rp2.000,0 miliar (0,1 persen terhadap PDB) atausama dengan target yang ditetapkan dalam APBN 2007.

Selanjutnya, mengingat sumber pembiayaan dalam negeri belum dapat sepenuhnyamemenuhi kebutuhan APBN, maka sumber-sumber pembiayaan yang berasal dari luarnegeri juga masih tetap dibutuhkan. Dalam tahun 2007, realisasi pembiayaan luar negeri(neto) diperkirakan mencapai negatif Rp12.609,6 miliar (0,3 persen terhadap PDB). Apabiladibandingkan dengan realisasi pinjaman luar negeri (neto) dalam tahun 2006 sebesarRp19.316,4 miliar, maka perkiraan realisasi pinjaman luar negeri (neto) dalam tahun 2007tersebut berarti lebih tinggi Rp6.706,9 miliar atau 46,1 persen. Jumlah tersebut berarti lebihtinggi sebesar Rp1.945,9 miliar (13,4 persen) bila dibandingkan dengan sasaran pembiayaanluar negeri neto yang ditetapkan dalam APBN 2007 sebesar negatif Rp14.555,4 miliar (0,4persen terhadap PDB). Lebih tingginya perkiraan realisasi pembiayaan luar negeri bersihdalam tahun 2007 tersebut sebagai akibat dari lebih tingginya perkiraan realisasi penarikanpinjaman program, yang disertai dengan lebih tingginya perkiraan realisasi pembayarancicilan pokok utang luar negeri.

Realisasi penarikan pinjaman luar negeri dalam tahun 2007 diperkirakan mencapaiRp42.443,6 miliar (1,1 persen terhadap PDB), yang berarti Rp2.169,0 miliar (5,4 persen)lebih tinggi dari sasaran penarikan pinjaman luar negeri yang ditetapkan dalam APBN 2007sebesar Rp40.274.6 miliar (1,1 persen terhadap PDB). Apabila dibandingkan dengan realisasipenarikan pinjaman luar negeri dalam tahun 2006 sebesar Rp33.408,8 miliar, makaperkiraan realisasi penarikan pinjaman luar negeri dalam tahun 2007 tersebut berarti lebihtinggi Rp9.034,8 miliar, atau 22,4 persen. Lebih tingginya perkiraan realisasi penarikanpinjaman luar negeri dalam tahun 2007 tersebut disebabkan oleh kenaikan pinjamanprogram.

Dari perkiraan realisasi penarikan pinjaman luar negeri dalam tahun 2007 tersebut,penarikan pinjaman program diperkirakan mencapai Rp19.110,0 miliar atau Rp2.835,0 miliar(17,4 persen) lebih tinggi dari sasaran penarikan pinjaman program yang direncanakandalam APBN 2007 sebesar Rp16.275,0 miliar. Pinjaman program yang diperkirakan akanterealisasi dalam tahun 2007 tersebut meliputi pinjaman program dari ADB sebesar US$900,0juta (ekuivalen dengan Rp8.190,0 miliar), Bank Dunia US$800,0 juta (ekuivalen denganRp7.280,0 miliar), serta cofinancing dari Jepang US$400,0 juta (ekuivalen dengan Rp3.640,0miliar). Di lain pihak, perkiraan realisasi penarikan pinjaman proyek mengalami penurunanRp666,0 miliar atau 2,8 persen, yaitu dari Rp23.999,6 miliar dalam APBN 2007, menjadiRp23.333,6 miliar. Perkiraan realisasi pinjaman proyek dalam tahun 2007 tersebut terdiridari pinjaman proyek dalam rangka reguler pledge sebesar Rp22.870,1 miliar (97,8 persendari pagu APBN), dan pinjaman proyek dalam rangka tsunami pledge sebesar Rp613,3 miliar(97,8 persen dari pagu APBN).

Sementara itu, realisasi pembayaran cicilan pokok utang luar negeri dalam tahun 2007diperkirakan mencapai Rp55.053,2 miliar, atau Rp223,2 miliar (0,4 persen) lebih tinggi daripagu pembayaran cicilan pokok utang luar negeri yang ditetapkan semula dalam APBN2007 sebesar Rp54.830,0 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasi pembayaran cicilanpokok utang luar negeri dalam tahun 2006 sebesar Rp52.725,2 miliar, maka perkiraanrealisasi pembayaran cicilan pokok utang luar negeri dalam tahun 2007 tersebut berarti

Bab IIAnggaran Pendapatan dan Belanja Negara

II-35RAPBN-P 2007

lebih tinggi Rp2.328,0 miliar atau 4,2 persen. Lebih tingginya perkiraan realisasi pembayarancicilan pokok utang luar negeri yang harus dibayarkan dalam tahun 2007 tersebut terkaitdengan lebih tingginya jumlah utang luar negeri yang jatuh tempo dalam tahun 2007.Perkiraan realisasi pembiayaan anggaran tahun 2007 disajikan dalam Tabel II.7.

I. Pembiayaan Dalam Negeri 52.291,7 1,6 55.068,3 1,5 74.559,7 2,0 135,4

1. Perbankan dalam negeri 15.222,5 0,5 12.962,0 0,3 10.621,6 0,3 81,9

2. Non-perbankan dalam negeri 37.069,2 1,1 42.106,3 1,1 63.938,1 1,7 151,8

a. Privatisasi 399,7 0,0 2.000,0 0,1 2.000,0 0,1 100,0

b. Penj. Aset Prog. Restr. Perbankan 2.684,0 0,1 1.500,0 0,0 1.657,7 0,0 110,5

c. Surat Berharga Negara (neto) 35.985,5 1,1 40.606,3 1,1 62.280,4 1,6 153,4

d. Dukungan Infrastruktur -2.000,0 -0,1 -2.000,0 -0,1 -2.000,0 -0,1 100,0

II. Pembiayaan Luar negeri (neto) -19.316,4 -0,6 -14.555,4 -0,4 -12.609,6 -0,3 86,6

1. Penarikan Pinjaman LN (bruto) 33.408,7 1,0 40.274,6 1,1 42.443,6 1,1 105,4

a. Pinjaman Program 13.579,6 0,4 16.275,0 0,4 19.110,0 0,5 117,4

b. Pinjaman Proyek 19.829,2 0,6 23.999,6 0,6 23.333,6 0,6 97,2

2. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN -52.725,2 -1,6 -54.830,0 -1,5 -55.053,2 -1,5 100,4

32.975,2 1,0 40.512,9 1,1 61.950,1 1,6 152,9

1) Perbedaan satu angka di belakang koma terhadap angka penjumlahan adalah karena pembulatan.

2) Menggunakan PDB dengan basis perhitungan realisasi PDB tahun 2006.

% thd PDB

PEMBIAYAAN ANGGARAN, TAHUN 2006-2007 1)

Realisasi Revisi I

20072006

% thd PDB

APBN

(miliar rupiah)

Tabel II. 7

Jumlah

RAPBN-P % thd PDB

% thd APBN2)

LAMPIRAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR TAHUN 2007

TENTANG

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

TAHUN ANGGARAN 2007

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara disusun

dalam rangka mewujudkan perekonomian nasional yang berdasarkan atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, dan kemandirian, guna mencapai Indonesia yang aman dan damai, adil dan demokratis, serta meningkatkan kesejahteraan rakyat;

b. bahwa sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007, telah terjadi berbagai perkembangan dan perubahan keadaan yang sangat mendasar yang berdampak signifikan pada berbagai indikator ekonomi yang berpengaruh pada pokok-pokok kebijakan fiskal dan pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2007 sehingga diperlukan adanya perubahan perkiraan atas APBN 2007;

c. bahwa dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2007, perlu segera dilakukan penyesuaian atas berbagai sasaran pendapatan negara, belanja negara, defisit anggaran, serta kebutuhan dan sumber-sumber pembiayaan anggaran, agar menjadi lebih realistis dan mampu mendukung pencapaian sasaran-sasaran pembangunan ekonomi tahun 2007 dan jangka menengah, baik dalam rangka penyediaan lapangan kerja baru maupun pengurangan jumlah penduduk miskin secara bertahap sesuai dengan program pembangunan nasional;

d. bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang APBN Perubahan Tahun Anggaran 2007 dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bersama Pemerintah telah memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan DPD Nomor 00/DPD/2007 tanggal 00 Juli 2007;

e. bahwa…

- 2 -

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007.

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4), Pasal 23, Pasal

31 ayat (4), dan Pasal 34 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);

3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3843) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357);

4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151);

5. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 110, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4236);

6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

7. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297);

8. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

9. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

10. Undang-…

- 3 -

10. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

11. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);

12. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

13. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);

14. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

15. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4633);

16. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4662).

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2007.

Pasal I Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4662) diubah sebagai berikut:

1. Ketentuan Pasal 1 angka 16 diubah, sehingga Pasal 1 angka 16 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1…

- 4 -

Pasal 1

16. Belanja Hibah adalah semua pengeluaran negara dalam bentuk uang, barang, atau jasa dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Pemerintah Negara lain, atau Lembaga/Organisasi Internasional yang tidak perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus.

2. Ketentuan Pasal 2 ayat (2) sampai dengan ayat (5) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 2 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 2

(1) Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah Tahun Anggaran 2007 diperoleh dari sumber-sumber: a. Penerimaan perpajakan; b. Penerimaan negara bukan pajak; dan c. Penerimaan hibah.

(2) Penerimaan perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperkirakan sebesar Rp489.891.843.000.000,00 (empat ratus delapan puluh sembilan triliun delapan ratus sembilan puluh satu miliar delapan ratus empat puluh tiga juta rupiah).

(3) Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diperkirakan sebesar Rp191.868.218.724.000,00 (seratus sembilan puluh satu triliun delapan ratus enam puluh delapan miliar dua ratus delapan belas juta tujuh ratus dua puluh empat ribu rupiah).

(4) Penerimaan hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diperkirakan sebesar Rp2.707.800.000.000,00 (dua triliun tujuh ratus tujuh miliar delapan ratus juta rupiah).

(5) Jumlah Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah Tahun Anggaran 2007 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) diperkirakan sebesar Rp684.467.861.724.000,00 (enam ratus delapan puluh empat triliun empat ratus enam puluh tujuh miliar delapan ratus enam puluh satu juta tujuh ratus dua puluh empat ribu rupiah).

3. Ketentuan Pasal 3 ayat (2) sampai dengan ayat (4) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 3

(1) Penerimaan perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a terdiri dari: a. Pajak dalam negeri; dan b. Pajak perdagangan internasional.

(2) Penerimaan pajak dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperkirakan sebesar

Rp472.756.900…

- 5 -

Rp472.756.900.000.000,00 (empat ratus tujuh puluh dua triliun tujuh ratus lima puluh enam miliar sembilan ratus juta rupiah).

(3) Penerimaan pajak perdagangan internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diperkirakan sebesar Rp17.134.943.000.000,00 (tujuh belas triliun seratus tiga puluh empat miliar sembilan ratus empat puluh tiga juta rupiah).

(4) Rincian penerimaan perpajakan Tahun Anggaran 2007 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) adalah sebagaimana tercantum dalam Penjelasan ayat ini.

4. Ketentuan Pasal 4 diubah, dan diantara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3a), sehingga keseluruhan Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 4

(1) Penerimaan negara bukan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b terdiri dari: a. Penerimaan sumber daya alam; b. Bagian pemerintah atas laba badan usaha milik negara; c. Sisa surplus Bank Indonesia; dan d. Penerimaan negara bukan pajak lainnya.

(2) Penerimaan sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperkirakan sebesar Rp112.172.576.000.000,00 (seratus dua belas triliun seratus tujuh puluh dua miliar lima ratus tujuh puluh enam juta rupiah).

(3) Bagian pemerintah atas laba badan usaha milik negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diperkirakan sebesar Rp21.557.600.000.000,00 (dua puluh satu triliun lima ratus lima puluh tujuh miliar enam ratus juta rupiah).

(3a) Sisa surplus Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diperkirakan sebesar Rp13.669.320.724.000,00 (tiga belas triliun enam ratus enam puluh sembilan miliar tiga ratus dua puluh juta tujuh ratus dua puluh empat ribu rupiah).

(4) Penerimaan negara bukan pajak lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diperkirakan sebesar Rp44.468.722.000.000,00 (empat puluh empat triliun empat ratus enam puluh delapan miliar tujuh ratus dua puluh dua juta rupiah).

(5) Rincian penerimaan negara bukan pajak Tahun Anggaran 2007 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) adalah sebagaimana tercantum dalam Penjelasan ayat ini.

5. Ketentuan Pasal 5 ayat (2) sampai dengan ayat (4) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 5…

- 6 -

Pasal 5

(1) Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 2007 terdiri dari: a. Anggaran belanja pemerintah pusat; dan b. Anggaran belanja ke daerah.

(2) Anggaran belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperkirakan sebesar Rp493.880.718.370.500,00 (empat ratus sembilan puluh tiga triliun delapan ratus delapan puluh miliar tujuh ratus delapan belas juta tiga ratus tujuh puluh ribu lima ratus rupiah).

(3) Anggaran belanja ke daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diperkirakan sebesar Rp252.537.288.539.000,00 (dua ratus lima puluh dua triliun lima ratus tiga puluh tujuh miliar dua ratus delapan puluh delapan juta lima ratus tiga puluh sembilan ribu rupiah).

(4) Jumlah Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 2007 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diperkirakan sebesar Rp746.418.006.909.500,00 (tujuh ratus empat puluh enam triliun empat ratus delapan belas miliar enam juta sembilan ratus sembilan ribu lima ratus rupiah).

6. Ketentuan Pasal 6 ayat (2) sampai dengan ayat (5) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 6

(1) Anggaran belanja pemerintah pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dikelompokkan atas: a. Belanja pemerintah pusat menurut organisasi; b. Belanja pemerintah pusat menurut fungsi; dan c. Belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja.

(2) Belanja pemerintah pusat menurut organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperkirakan sebesar Rp493.880.718.370.500,00 (empat ratus sembilan puluh tiga triliun delapan ratus delapan puluh miliar tujuh ratus delapan belas juta tiga ratus tujuh puluh ribu lima ratus rupiah).

(3) Belanja pemerintah pusat menurut fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diperkirakan sebesar Rp493.880.718.370.500,00 (empat ratus sembilan puluh tiga triliun delapan ratus delapan puluh miliar tujuh ratus delapan belas juta tiga ratus tujuh puluh ribu lima ratus rupiah).

(4) Belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diperkirakan sebesar Rp493.880.718.370.500,00 (empat ratus sembilan puluh tiga triliun delapan ratus delapan puluh miliar tujuh ratus delapan belas juta tiga ratus tujuh puluh ribu lima ratus rupiah).

(5) Belanja…

- 7 -

(5) Belanja pemerintah pusat menurut unit organisasi, fungsi, dan jenis belanja sebesar Rp493.880.718.370.500,00 (empat ratus sembilan puluh tiga triliun delapan ratus delapan puluh miliar tujuh ratus delapan belas juta tiga ratus tujuh puluh ribu lima ratus rupiah) sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) berasal dari perkiraan daya serap alamiah kementerian negara/lembaga sekitar 90 (sembilan puluh) persen dari pagu anggaran kementerian negara/lembaga dalam APBN Tahun Anggaran 2007 dan tambahan anggaran belanja pemerintah pusat sebesar Rp18.265.410.508.000,00 (delapan belas triliun dua ratus enam puluh lima miliar empat ratus sepuluh juta lima ratus delapan ribu rupiah).

7. Ketentuan Pasal 7 diubah, sehingga keseluruhan Pasal 7 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 7

(1) Tambahan anggaran belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf c terdiri dari: a. Belanja pegawai; b. Belanja barang; c. Belanja modal; d. Pembayaran bunga utang; e. Subsidi; f. Belanja hibah; g. Bantuan sosial; dan h. Belanja lain-lain.

(2) Tambahan anggaran belanja pemerintah pusat tahun anggaran 2007 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) dirinci lebih lanjut dalam Satuan Anggaran Per Satuan Kerja (SAPSK).

8. Ketentuan Pasal 9 ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 9 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 9

(1) Anggaran belanja ke daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b terdiri dari: a. Dana perimbangan; dan b. Dana otonomi khusus dan penyesuaian.

(2) Dana perimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperkirakan sebesar Rp244.085.440.539.000,00 (dua ratus empat puluh empat triliun delapan puluh lima miliar empat ratus empat puluh juta lima ratus tiga puluh sembilan ribu rupiah).

(3) Dana otonomi khusus dan penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diperkirakan sebesar Rp8.451.848.000.000,00 (delapan triliun empat ratus lima puluh satu miliar delapan ratus empat puluh delapan juta rupiah).

9. Ketentuan…

- 8 -

9. Ketentuan Pasal 10 ayat (2) dan ayat (6) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 10

(1) Dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a terdiri dari: a. Dana bagi hasil; b. Dana alokasi umum; dan c. Dana alokasi khusus.

(2) Dana bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperkirakan sebesar Rp62.203.940.539.000,00 (enam puluh dua triliun dua ratus tiga miliar sembilan ratus empat puluh juta lima ratus tiga puluh sembilan ribu rupiah).

(3) Dana alokasi umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diperkirakan sebesar Rp164.787.400.000.000,00 (seratus enam puluh empat triliun tujuh ratus delapan puluh tujuh miliar empat ratus juta rupiah).

(4) Dana alokasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diperkirakan sebesar Rp17.094.100.000.000,00 (tujuh belas triliun sembilan puluh empat miliar seratus juta rupiah).

(5) Pembagian lebih lanjut dana perimbangan dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

(6) Rincian dana perimbangan Tahun Anggaran 2007 sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) adalah sebagaimana tercantum dalam Penjelasan ayat ini.

10. Ketentuan Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2) diubah, sehingga keseluruhan Pasal 12 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 12

(1) Jumlah Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah Tahun Anggaran 2007 sebesar Rp684.467.861.724.000,00 (enam ratus delapan puluh empat triliun empat ratus enam puluh tujuh miliar delapan ratus enam puluh satu juta tujuh ratus dua puluh empat ribu rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5), lebih kecil dari jumlah Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 2007 sebesar Rp746.418.006.909.500,00 (tujuh ratus empat puluh enam triliun empat ratus delapan belas miliar enam juta sembilan ratus sembilan ribu lima ratus rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4), sehingga dalam Tahun Anggaran 2007 diperkirakan terdapat Defisit Anggaran sebesar Rp61.950.145.185.500,00 (enam puluh satu triliun sembilan ratus lima puluh miliar seratus empat puluh lima juta seratus delapan puluh lima ribu lima ratus rupiah), yang akan dibiayai dari Pembiayaan Defisit Anggaran Tahun Anggaran 2007.

(2) Pembiayaan…

- 9 -

(2) Pembiayaan Defisit Anggaran Tahun Anggaran 2007 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari sumber-sumber: a. Pembiayaan dalam negeri sebesar

Rp74.559.742.185.500,00 (tujuh puluh empat triliun lima ratus lima puluh sembilan miliar tujuh ratus empat puluh dua juta seratus delapan puluh lima ribu lima ratus rupiah); dan

b. Pembiayaan luar negeri (neto) sebesar negatif Rp12.609.597.000.000,00 (dua belas triliun enam ratus sembilan miliar lima ratus sembilan puluh tujuh juta rupiah).

(3) Rincian Pembiayaan Defisit Anggaran Tahun Anggaran 2007 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah sebagaimana tercantum dalam Penjelasan ayat ini.

Pasal II

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ANDI MATALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR

- 10 -

PENJELASAN A T A S

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR TAHUN 2007 TENTANG

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2006 TENTANG ANGGARAN

PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2007

I. UMUM

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2007 sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2006, mengacu pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2007, Kerangka Ekonomi Makro, serta Pokok-pokok Kebijakan Fiskal tahun 2007. Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007, telah terjadi perubahan dan perkembangan yang cukup berarti pada faktor-faktor internal dan eksternal yang berdampak signifikan pada berbagai indikator ekonomi makro, yang berpengaruh pada pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2007. Besaran-besaran asumsi ekonomi makro yang menjadi dasar perhitungan APBN Tahun Anggaran 2007 adalah sebagai berikut: pertumbuhan ekonomi 6,3 persen, inflasi 6,5 persen, rata-rata nilai tukar rupiah Rp9.300,00 per US$, rata-rata suku bunga SBI 3 bulan 8,5 persen, rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) US$63,0 per barel, dan rata-rata lifting minyak 1,0 juta barel per hari. Dalam perkembangannya, asumsi dasar ekonomi makro tersebut mengalami perubahan sesuai dengan kinerja perekonomian Indonesia yang menunjukkan adanya pemulihan dan perbaikan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi tahun 2007 diperkirakan sama dengan asumsi dalam APBN Tahun Anggaran 2007 yaitu 6,3 persen, yang berarti lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi tahun 2006 yang mencapai 5,5 persen.

Pertumbuhan ekonomi yang mulai berakselerasi tersebut tetap ditopang oleh perbaikan permintaan, terutama ekspor barang dan jasa, dan konsumsi. Di samping itu, penguatan pertumbuhan ekonomi juga didukung oleh tetap terpeliharanya stabilitas ekonomi makro yang ditunjukkan oleh inflasi yang relatif terkendali, nilai tukar yang relatif stabil, dan suku bunga yang rendah. Sejalan dengan meningkatnya kegiatan ekonomi, kebutuhan valuta asing untuk

impor, khususnya…

- 11 -

impor, khususnya impor bahan baku dan barang modal dalam tahun 2007 diperkirakan akan meningkat, sementara kegiatan ekspor masih diperkirakan stabil atau bahkan menguat.

Berdasarkan kondisi tersebut, rata-rata nilai tukar rupiah dalam tahun 2007 diperkirakan mencapai Rp9.100,00 per US$, laju inflasi diperkirakan mencapai 6,5 persen, dan rata-rata suku bunga SBI 3 bulan mencapai sekitar 8,0 persen. Sedangkan, rata-rata harga minyak mentah Indonesia (ICP) diperkirakan mencapai US$60 per barel dengan rata-rata lifting minyak 0,95 juta barel per hari.

Berdasarkan perubahan berbagai indikator ekonomi makro dalam tahun 2007 tersebut, serta berbagai perubahan kebijakan yang dilakukan untuk menghadapi tantangan-tantangan yang dihadapi dalam tahun 2007, maka dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2007 perlu dilakukan penyesuaian atas sasaran-sasaran pendapatan negara dan hibah, belanja negara, defisit anggaran, serta kebutuhan dan sumber-sumber pembiayaan anggaran, agar menjadi lebih realistis dan mampu mendukung pencapaian sasaran-sasaran pembangunan ekonomi tahun 2007.

Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah Tahun Anggaran 2007 diperkirakan berubah menjadi sebesar Rp684.467.861.724.000,00 (enam ratus delapan puluh empat triliun empat ratus enam puluh tujuh miliar delapan ratus enam puluh satu juta tujuh ratus dua puluh empat ribu rupiah). Perkiraan pendapatan negara dan hibah tersebut didasarkan oleh adanya perkembangan variabel-variabel asumsi dasar ekonomi makro, yang ditetapkan dalam APBN Tahun Anggaran 2007. Pendapatan dalam negeri yang bersumber dari penerimaan perpajakan diperkirakan akan mencapai Rp489.891.843.000.000,00 (empat ratus delapan puluh sembilan triliun delapan ratus sembilan puluh satu miliar delapan ratus empat puluh tiga juta rupiah). Menurunnya perkiraan pencapaian target penerimaan perpajakan tahun 2007, selain dipengaruhi oleh perkembangan berbagai variabel ekonomi makro, juga dipengaruhi antara lain: (i) realisasi penerimaan pajak tahun 2006 yang lebih rendah dari target; (ii) pemberian fasilitas-fasilitas perpajakan; (iii) kemungkinan disetujuinya amandemen Undang-Undang Perpajakan, dan (iv) percepatan penyelesaian restitusi. Oleh karena itu, rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB (tax ratio) juga mengalami penurunan dari sasaran semula dalam APBN Tahun Anggaran 2007 sebesar 13,5 persen dari PDB, menjadi 13,0 persen PDB. Penerimaan negara bukan pajak diperkirakan akan mencapai Rp191.868.218.724.000,00 (seratus sembilan puluh satu triliun delapan ratus enam puluh delapan miliar dua ratus delapan belas juta tujuh ratus dua puluh empat ribu rupiah). Adapun penyebab lebih rendahnya perkiraan realisasi PNBP terutama berkaitan dengan rendahnya perkiraan realisasi PNBP yang berasal dari sumber daya alam (SDA) migas, dan PNBP lainnya. Sementara itu, penerimaan yang bersumber dari hibah diperkirakan mencapai Rp2.707.800.000.000,00 (dua triliun tujuh ratus tujuh miliar delapan ratus juta rupiah).

Sebagaimana…

- 12 -

Sebagaimana halnya dengan pendapatan negara dan hibah, anggaran belanja negara diperkirakan berubah menjadi Rp746.418.006.909.500,00 (tujuh ratus empat puluh enam triliun empat ratus delapan belas miliar enam juta sembilan ratus sembilan ribu lima ratus rupiah). Alokasi anggaran belanja pemerintah pusat diperkirakan akan mencapai Rp493.880.718.370.500,00 (empat ratus sembilan puluh tiga triliun delapan ratus delapan puluh miliar tujuh ratus delapan belas juta tiga ratus tujuh puluh ribu lima ratus rupiah). Alokasi belanja ke daerah diperkirakan akan mencapai Rp252.537.288.539.000,00 (dua ratus lima puluh dua triliun lima ratus tiga puluh tujuh miliar dua ratus delapan puluh delapan juta lima ratus tiga puluh sembilan ribu rupiah). Lebih rendahnya perkiraan realisasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam tahun 2007 tersebut terutama berkaitan dengan beberapa faktor. Pertama, adanya perubahan beberapa asumsi dasar ekonomi makro yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2006, terutama pada harga minyak, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan suku bunga SBI 3 bulan. Kedua, perkiraan kemampuan daya serap kementerian negara/lembaga dalam membelanjakan anggarannya, yang diperkirakan sekitar 90,0 persen. Ketiga, pembangunan dan perbaikan berbagai infrastruktur di beberapa wilayah Indonesia. Keempat, kebijakan pemerintah yang dilaksanakan setelah penetapan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2006, yaitu: (a) kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk pembelian beras, sebagaimana ditetapkan dalam Inpres Nomor 3 Tahun 2007 tentang Kebijakan Perberasan; (b) program Reforma Agraria 2007-2014, dalam rangka pendistribusian tanah untuk rakyat miskin yang berasal dari hutan konversi; dan (c) penyediaan tambahan cadangan beras pemerintah (CBP) sebesar 350 ribu ton. Sementara itu, lebih rendahnya perkiraan realisasi anggaran belanja ke daerah tahun 2007 tersebut terutama berkaitan dengan lebih rendahnya perkiraan realisasi dana bagi hasil.

Meskipun terjadi perubahan pada hampir semua asumsi dasar ekonomi makro, yang pada gilirannya berpengaruh pula pada besaran-besaran APBN, namun upaya-upaya untuk menyehatkan APBN melalui pengendalian defisit anggaran terus dilakukan. Berdasarkan pada perkiraan Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah, dan perkiraan Anggaran Belanja Negara, maka Defisit Anggaran dalam Tahun Anggaran 2007 diperkirakan akan berubah menjadi sebesar Rp61.950.145.185.500,00 (enam puluh satu triliun sembilan ratus lima puluh miliar seratus empat puluh lima juta seratus delapan puluh lima ribu lima ratus rupiah). Defisit Anggaran tersebut akan dibiayai melalui sumber-sumber pembiayaan dalam negeri sebesar Rp74.559.742.185.500,00 (tujuh puluh empat triliun lima ratus lima puluh sembilan miliar tujuh ratus empat puluh dua juta seratus delapan puluh lima ribu lima ratus rupiah), dan pembiayaan luar negeri neto sebesar negatif Rp12.609.597.000.000,00 (dua belas triliun enam ratus sembilan miliar lima ratus sembilan puluh tujuh juta rupiah).

Sesuai dengan…

- 13 -

Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara juncto Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2006 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007, maka perubahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2007 perlu diatur dengan Undang-Undang.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1

Pasal 1 Angka 16

Cukup jelas Angka 2

Pasal 2 Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Penerimaan perpajakan semula direncanakan sebesar Rp509.462.000.000.000,00 (lima ratus sembilan triliun empat ratus enam puluh dua miliar rupiah).

Ayat (3) Penerimaan negara bukan pajak semula direncanakan sebesar Rp210.926.957.783.000,00 (dua ratus sepuluh triliun sembilan ratus dua puluh enam miliar sembilan ratus lima puluh tujuh juta tujuh ratus delapan puluh tiga ribu rupiah).

Ayat (4) Penerimaan hibah semula direncanakan sebesar Rp2.668.965.000.000,00 (dua triliun enam ratus enam puluh delapan miliar sembilan ratus enam puluh lima juta rupiah).

Ayat (5) Jumlah Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah Tahun Anggaran 2007 semula direncanakan sebesar Rp723.057.922.783.000,00 (tujuh ratus dua puluh tiga triliun lima puluh tujuh miliar sembilan ratus dua puluh dua juta tujuh ratus delapan puluh tiga ribu rupiah).

Angka 3 Pasal 3

Ayat (1) Cukup jelas

Ayat (2) Penerimaan pajak dalam negeri semula direncanakan sebesar Rp494.591.600.000.000,00 (empat ratus sembilan

puluh empat…

- 14 -

puluh empat triliun lima ratus sembilan puluh satu miliar enam ratus juta rupiah).

Ayat (3) Penerimaan pajak perdagangan internasional semula direncanakan sebesar Rp14.870.400.000.000,00 (empat belas triliun delapan ratus tujuh puluh miliar empat ratus juta rupiah).

Ayat (4) Penerimaan perpajakan semula direncanakan Rp509.462.000.000.000,00 (lima ratus sembilan triliun empat ratus enam puluh dua miliar rupiah) berubah menjadi sebesar Rp489.891.843.000.000,00 (empat ratus delapan puluh sembilan triliun delapan ratus sembilan puluh satu miliar delapan ratus empat puluh tiga juta rupiah).

Rincian Penerimaan Perpajakan Tahun Anggaran 2007 adalah sebagai berikut

Jenis Penerimaan Semula Menjadi a. Pajak dalam negeri 494.591.600.000.000,00 472.756.900.000.000,00 4111 Pajak penghasilan (PPh) 261.698.300.000.000,00 249.954.200.000.000,00 41111 PPh minyak bumi dan gas alam 41.241.700.000.000,00 37.473.500.000.000,00 411111 PPh minyak bumi 16.072.300.000.000,00 13.912.100.000.000,00 411112 PPh gas alam 25.169.400.000.000,00 23.561.400.000.000,00 41112 PPh nonmigas 220.456.600.000.000,00 212.480.700.000.000,00 411121 PPh Pasal 21 34.905.000.000.000,00 34.905.000.000.000,00 411122 PPh Pasal 22 nonimpor 5.546.300.000.000,00 5.326.400.000.000,00 411123 PPh Pasal 22 impor 19.494.900.000.000,00 17.395.400.000.000,00 411124 PPh Pasal 23 24.659.900.000.000,00 20.327.300.000.000,00 411125 PPh Pasal 25/29 orang pribadi 2.465.200.000.000,00 2.465.200.000.000,00 411126 PPh Pasal 25/29 badan 86.882.700.000.000,00 86.196.700.000.000,00 411127 PPh Pasal 26 13.989.900.000.000,00 13.927.000.000.000,00 411128 PPh final dan fiskal luar negeri 32.512.700.000.000,00 31.937.700.000.000,00

4112 Pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN dan PPnBM) 161.044.200.000.000,00 152.057.200.000.000,00

4113 Pajak bumi dan bangunan (PBB) 21.267.000.000.000,00 22.025.800.000.000,00 4114 Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) 5.389.900.000.000,00 3.965.500.000.000,00

4115 Pendapatan cukai 42.034.700.000.000,00 42.034.700.000.000,00 4116 Pendapatan pajak lainnya 3.157.500.000.000,00 2.719.500.000.000,00 b. Pajak perdagangan internasional 14.870.400.000.000,00 17.134.943.000.000,00 4121 Pendapatan bea masuk 14.417.600.000.000,00 14.417.600.000.000,00 4122 Pendapatan pajak/pungutan ekspor 452.800.000.000,00 2.717.343.000.000,00

Angka 4 Pasal 4 Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Penerimaan …

- 15 -

Penerimaan sumber daya alam semula direncanakan sebesar Rp146.256.914.000.000,00 (seratus empat puluh enam triliun dua ratus lima puluh enam miliar sembilan ratus empat belas juta rupiah).

Ayat (3) Penerimaan bagian pemerintah atas laba badan usaha milik negara semula direncanakan sebesar Rp19.100.000.000.000,00 (sembilan belas triliun seratus miliar rupiah).

Ayat (3a) Cukup jelas

Ayat (4) Penerimaan negara bukan pajak lainnya semula direncanakan sebesar Rp45.570.043.783.000,00 (empat puluh lima triliun lima ratus tujuh puluh miliar empat puluh tiga juta tujuh ratus delapan puluh tiga ribu rupiah).

Ayat (5) Penerimaan negara bukan pajak semula direncanakan sebesar Rp210.926.957.783.000,00 (dua ratus sepuluh triliun sembilan ratus dua puluh enam miliar sembilan ratus lima puluh tujuh juta tujuh ratus delapan puluh tiga ribu rupiah) berubah menjadi sebesar Rp191.868.218.724.000,00 (seratus sembilan puluh satu triliun delapan ratus enam puluh delapan miliar dua ratus delapan belas juta tujuh ratus dua puluh empat ribu rupiah).

Rincian Penerimaan Negara Bukan Pajak Tahun Anggaran 2007 adalah sebagai berikut :

Jenis Penerimaan Semula Menjadi a. Penerimaan sumber daya alam 146.256.914.000.000,00 112.172.576.000.000,00 4211 Pendapatan minyak bumi 103.903.700.000.000,00 76.933.920.000.000,00 421111 Pendapatan minyak bumi 103.903.700.000.000,00 76.933.920.000.000,00 4212 Pendapatan gas alam 35.989.000.000.000,00 28.510.710.000.000,00 421211 Pendapatan gas alam 35.989.000.000.000,00 28.510.710.000.000,00 4213 Pendapatan pertambangan umum 3.564.214.000.000,00 3.914.746.000.000,00 421311 Pendapatan iuran tetap 59.246.000.000,00 59.246.000.000,00 421312 Pendapatan royalti batubara 3.504.968.000.000,00 3.855.500.000.000,00 4214 Pendapatan kehutanan 2.550.000.000.000,00 2.563.200.000.000,00 42141 Pendapatan dana reboisasi 1.302.000.000.000,00 1.302.000.000.000,00 42142 Pendapatan provisi sumber daya hutan 1.217.000.000.000,00 1.217.000.000.000,00 42143 Pendapatan iuran hak pengusahaan hutan 31.000.000.000,00 44.200.000.000,00 4215 Pendapatan perikanan 250.000.000.000,00 250.000.000.000,00 421511 Pendapatan perikanan 250.000.000.000,00 250.000.000.000,00 b. Bagian pemerintah atas laba BUMN 19.100.000.000.000,00 21.557.600.000.000,00 4221 Bagian pemerintah atas laba BUMN 19.100.000.000.000,00 21.557.600.000.000,00 c. Penerimaan negara bukan pajak lainnya 45.570.043.783.000,00 44.468.722.000.000,00 42311 Pendapatan penjualan hasil produksi/sitaan 8.257.489.294.000,00 8.137.489.294.000,00 423111 Pendapatan penjualan hasil pertanian, kehutanan, dan perkebunan 2.564.483.000,00 2.564.483.000,00 423112 Pendapatan penjualan hasil peternakan dan perikanan 7.287.484.000,00 7.287.484.000,00 423113 Pendapatan penjualan hasil tambang 6.111.487.733.000,00 6.111.487.733.000,00 423114 Pendapatan penjualan hasil sitaan/ rampasan dan harta peninggalan 2.128.061.143.000,00 2.008.061.143.000,00 423115 Pendapatan penjualan obat-obatan dan hasil farmasi lainnya 206.253.000,00 206.253.000,00 423116 Pendapatan penjualan informasi, penerbitan, film, survey, pemetaan dan hasil cetakan lainnya 5.081.970.000,00 5.081.970.000,00

423117…

- 16 -

423117 Penjualan dokumen-dokumen pelelangan 307.912.000,00 307.912.000,00 423119 Pendapatan penjualan lainnya 2.492.316.000,00 2.492.316.000,00 42312 Pendapatan penjualan aset 26.845.790.000,00 26.845.790.000,00 423121 Pendapatan penjualan rumah, gedung, bangunan, dan tanah 101.548.000,00 101.548.000,00 423122 Pendapatan penjualan kendaraan bermotor 622.282.000,00 622.282.000,00 423123 Pendapatan penjualan sewa beli 25.035.073.000,00 25.035.073.000,00 423124 Penjualan aset bekas milik asing - - 423129 Pendapatan penjualan aset lainnya yang berlebih/rusak/dihapuskan 1.086.887.000,00 1.086.887.000,00 42313 Pendapatan sewa 33.911.252.000,00 33.911.252.000,00 423131 Pendapatan sewa rumah dinas/rumah negeri 13.020.709.000 13.020.709.000,00 423132 Pendapatan sewa gedung, bangunan, dan gudang 18.529.089.000,00 18.529.089.000,00 423133 Pendapatan sewa benda-benda bergerak 1.825.172.000,00 1.825.172.000,00 423139 Pendapatan sewa benda-benda tak bergerak lainnya 536.282.000,00 536.282.000,00 42314 Pendapatan jasa I 9.397.752.526.000,00 9.397.752.526.000,00 423141 Pendapatan rumah sakit dan instansi kesehatan lainnya 1.930.095.690.000,00 1.930.095.690.000,00 423142 Pendapatan tempat hiburan/taman/ museum dan pungutan usaha pariwisata alam (PUPA) 20.669.382.000,00 20.669.382.000,00 423143 Pendapatan surat keterangan, visa, paspor, SIM, STNK, dan BPKB 2.354.471.257.000,00 2.354.471.257.000,00 423144 Pendapatan hak dan perijinan 2.936.949.473.000,00 2.936.949.473.000,00 423145 Pendapatan sensor/karantina, pengawasan/pemeriksaan 44.788.490.000,00 44.788.490.000,00 423146 Pendapatan jasa tenaga, pekerjaan, informasi, pelatihan, teknologi, pendapatan BPN, pendapatan DJBC (jasa pekerjaan dari cukai) 1.754.794.035.000,00 1.754.794.035.000,00 423147 Pendapatan jasa Kantor Urusan Agama 64.972.350.000,00 64.972.350.000,00 423148 Pendapatan jasa bandar udara, kepelabuhanan, dan kenavigasian 289.366.224.000,00 289.366.224.000,00 423149 Pendapatan jasa II lainnya 1.645.625.000,00 1.645.625.000,00 42315 Pendapatan jasa II 2.120.027.217.000,00 2.120.027.217.000,00 423151 Pendapatan jasa lembaga keuangan (jasa giro) 477.359.738.000,00 477.359.738.000,00 423152 Pendapatan jasa penyelenggaraan telekomunikasi 820.000.000.000,00 820.000.000.000,00 423153 Pendapatan iuran lelang untuk fakir miskin 5.469.068.000,00 5.469.068.000,00 423154 Pendapatan jasa pencatatan sipil 423155 Pendapatan biaya penagihan pajak-pajak negara dengan surat paksa 3.025.600.000,00 3.025.600.000,00 423156 Pendapatan uang pewarganegaraan - - 423157 Pendapatan bea lelang 28.527.961.000,00 28.527.961.000,00 423158 Pendapatan biaya pengurusan piutang dan lelang negara 86.184.011.000,00 86.184.011.000,00 423159 Pendapatan jasa II lainnya 699.460.839.000,00 699.460.839.000,00 42316 Pendapatan bukan pajak dari luar negeri 310.155.927.000,00 310.155.927.000,00 423161 Pendapatan dari pemberian surat perjalanan Republik Indonesia 28.890.927.000,00 28.890.927.000,00 423162 Pendapatan dari jasa pengurusan dokumen konsuler 281.265.000.000,00 281.265.000.000,00 42317 Pendapatan bunga - - 423171 Pendapatan bunga atas investasi dalam obligasi - - 423172 Pendapatan BPPN atas bunga obligasi - - 423173 Pendapatan bunga dari piutang dan penerusan pinjaman - - 423179 Pendapatan bunga lainnya - - 42321 Pendapatan kejaksaan dan peradilan 27.573.415.000,00 64.588.998.000,00 423211 Pendapatan legalisasi tanda tangan 1.057.856.000,00 2.477.000.000,00 423212 Pendapatan pengesahan surat di bawah tangan 250.459.000,00 586.693.000,00 423213 Pendapatan uang meja (leges) dan upah pada panitera badan pengadilan (peradilan) 615.300.000,00 1.441.324.000,00 423214 Pendapatan hasil denda/tilang dan sebagainya 15.759.000.000,00 36.915.043.000,00 423215 Pendapatan ongkos perkara 8.525.600.000,00 19.970.993.000,00 423219 Pendapatan kejaksaan dan peradilan lainnya 1.365.200.000,00 3.197.945.000,00 42331 Pendapatan pendidikan 5.597.840.314.000,00 3.150.699.999.000,00 423311 Pendapatan uang pendidikan 4.631.979.130.000,00 2.607.072.697.000,00 423312 Pendapatan uang ujian masuk, kenaikan tingkat, dan akhir pendidikan 27.008.385.000,00 15.201.455.000,00 423313 Uang ujian untuk menjalankan praktik 15.510.000,00 8.729.000,00 423319 Pendapatan pendidikan lainnya 938.837.289.000,00 528.417.118.000,00 Pendapatan lain-lain 19.798.448.048.000,00 21.227.250.997.000,00 42341 Pendapatan dari penerimaan kembali belanja tahun anggaran berjalan 6.649.898.000,00 6.649.898.000,00

423411…

Menjadi Semula

- 17 -

423411 Penerimaan kembali belanja pegawai pusat 5.190.312.000,00 5.190.312.000,00 423412 Penerimaan kembali belanja pensiun 1.310.027.000,00 1.310.027.000,00 423413 Penerimaan kembali belanja lainnya rupiah murni 149.559.000,00 149.559.000,00 423414 Penerimaan kembali belanja lain Pinjaman LN - - 423415 Penerimaan kembali belanja lain hibah - - 423416 Penerimaan kembali belanja swadana - - 42342 Pendapatan dari penerimaan kembali belanja tahun anggaran yang lalu 4.098.991.000,00 4.098.991.000,00 423421 Penerimaan kembali belanja pegawai pusat 2.453.685.000,00 2.453.685.000,00 423422 Penerimaan kembali belanja pensiun 1.250.000,00 1.250.000,00 423423 Penerimaan kembali belanja lainnya rupiah murni 1.625.035.000,00 1.625.035.000,00 423424 Penerimaan kembali belanja lain pinjaman luar negeri 19.021.000,00 19.021.000,00 423425 Penerimaan kembali belanja lain hibah - - 423426 Penerimaan kembali belanja swadana - - 42343 Pendapatan laba bersih BBM - 6.210.530.000.000,00 423431 Pendapatan penjualan bahan bakar minyak - - 423431 Pendapatan minyak mentah DMO 6.210.530.000.000,00 42344 Pendapatan pelunasan piutang 7.850.929.172.000,00 7.850.929.172.000,00 423441 Pendapatan pelunasan piutang non- bendahara 7.850.000.000.000,00 7.850.000.000.000,00 423442 Pendapatan pelunasan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara (masuk TP/TGR) bendahara 929.172.000,00 929.172.000,00 42345 Pembetulan pembukuan TA berjalan - - 423451 Pembetulan pembukuan belanja rupiah murni - - 423452 Pembetulan pembukuan belanja dari pinjaman luar negeri - - 423453 Pembetulan pembukuan dari hibah - - 423454 Pembetulan pembukuan belanja swadana - - 423455 Pembetulan pembukuan belanja subsidi pajak - - 423456 Pembetulan pembukuan belanja subsidi bea - - 42347 Pendapatan lain-lain 11.943.419.885.000,00 7.161.692.834.000,00 423471 Penerimaan kembali persekot/ uang muka gaji 2.284.821.000,00 2.284.821.000,00 423472 Penerimaan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pemerintah 1.960.426.000,00 1.960.426.000,00 423473 Pendapatan kembali/ganti rugi atas kerugian 1.818.676.000,00 1.818.676.000,00 423473 Pendapatan atas denda administrasi BPHTB - - 423474 Penerimaan premi penjaminan perbankan nasional - - 423475 Pendapatan denda pelanggaran di bidang pasar modal 13.000.000.000,00 13.000.000.000,00 423476 Pendapatan dari gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan (GNRHL) 4.200.000.000.000,00 5.379.915.529.000,00 423479 Pendapatan anggaran lain-lain 7.724.355.962.000,00 1.762.713.382.000,00 d. Sisa surplus Bank Indonesia - 13.669.320.724.000,00

Angka 5

Pasal 5 Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Anggaran belanja pemerintah pusat semula direncanakan sebesar Rp504.776.199.968.000,00 (lima ratus empat triliun tujuh ratus tujuh puluh enam miliar seratus sembilan puluh sembilan juta sembilan ratus enam puluh delapan ribu rupiah).

Ayat (3)…

Menjadi Semula

- 18 -

Ayat (3) Anggaran belanja ke daerah semula direncanakan sebesar Rp258.794.599.050.000,00 (dua ratus lima puluh delapan triliun tujuh ratus sembilan puluh empat miliar lima ratus sembilan puluh sembilan juta lima puluh ribu rupiah).

Ayat (4) Jumlah anggaran belanja negara semula direncanakan sebesar Rp763.570.799.018.000,00 (tujuh ratus enam puluh tiga triliun lima ratus tujuh puluh miliar tujuh ratus sembilan puluh sembilan juta delapan belas ribu rupiah).

Angka 6 Pasal 6 Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Belanja pemerintah pusat menurut organisasi/bagian anggaran semula direncanakan sebesar Rp504.776.199.968.000,00 (lima ratus empat triliun tujuh ratus tujuh puluh enam miliar seratus sembilan puluh sembilan juta sembilan ratus enam puluh delapan ribu rupiah).

Ayat (3) Belanja pemerintah pusat menurut fungsi semula direncanakan sebesar Rp504.776.199.968.000,00 (lima ratus empat triliun tujuh ratus tujuh puluh enam miliar seratus sembilan puluh sembilan juta sembilan ratus enam puluh delapan ribu rupiah).

Ayat (4) Belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja semula direncanakan sebesar Rp504.776.199.968.000,00 (lima ratus empat triliun tujuh ratus tujuh puluh enam miliar seratus sembilan puluh sembilan juta sembilan ratus enam puluh delapan ribu rupiah).

Ayat (5) Cukup jelas

Angka 7 Pasal 7 Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Cukup jelas Angka 8

Pasal 9 Ayat (1)

Cukup jelas…

- 19 -

Cukup jelas Ayat (2)

Dana perimbangan semula direncanakan sebesar Rp250.342.751.050.000,00 (dua ratus lima puluh triliun tiga ratus empat puluh dua miliar tujuh ratus lima puluh satu juta lima puluh ribu rupiah).

Ayat (3) Dana otonomi khusus dan penyesuaian semula direncanakan sebesar Rp8.451.848.000.000,00 (delapan triliun empat ratus lima puluh satu miliar delapan ratus empat puluh delapan juta rupiah).

Angka 9 Pasal 10 Ayat (1)

Cukup jelas Ayat (2)

Dana bagi hasil semula direncanakan sebesar Rp68.461.251.050.000,00 (enam puluh delapan triliun empat ratus enam puluh satu miliar dua ratus lima puluh satu juta lima puluh ribu rupiah).

Ayat (3) Dana alokasi umum semula direncanakan sebesar Rp164.787.400.000.000,00 (seratus enam puluh empat triliun tujuh ratus delapan puluh tujuh miliar empat ratus juta rupiah).

Ayat (4) Dana alokasi khusus semula direncanakan sebesar Rp17.094.100.000.000,00 (tujuh belas triliun sembilan puluh empat miliar seratus juta rupiah).

Ayat (5) Cukup jelas

Ayat (6)

Dana perimbangan sebesar Rp244.085.440.539.000,00 (dua ratus empat puluh empat triliun delapan puluh lima miliar empat ratus empat puluh juta lima ratus tiga puluh sembilan ribu rupiah), termasuk pembayaran kekurangan DBH dan DAK tahun 2000 sampai dengan 2006 serta bagian daerah atas proyeksi piutang negara hasil produksi batubara, terdiri atas:

Semula Menjadi

1. Dana bagi hasil (DBH) 68.461.251.050.000,00 62.203.940.539.000,00 a. DBH Perpajakan 33.065.254.400.000,00 32.435.368.289.000,00 i DBH Pajak Penghasilan 7.475.290.420.000,00 7.494.228.881.000,00 - Pajak penghasilan Pasal 21 6.982.154.090.000,00 6.982.154.090.000,00 - Pajak penghasilan Pasal 25/29 orang pribadi 493.136.330.000,00 512.074.791.000,00 ii DBH Pajak Bumi dan Bangunan 20.198.655.280.000,00 20.968.274.281.000,00 iii DBH Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan 5.391.308.700.000,00 3.972.865.127.000,00 b. DBH Sumber Daya Alam 35.395.996.650.000,00 29.768.572.250.000,00 i DBH Minyak Bumi 15.827.070.000.000,00 11.914.850.000.000,00

ii. DBH Gas Alam…

- 20 -

ii DBH Gas Alam 11.623.150.000.000,00 9.616.970.000.000,00 iii DBH Pertambangan Umum 6.035.525.550.000,00 6.315.951.150.000,00 - Iuran Tetap 47.396.800.000,00 47.396.800.000,00 - Royalti 5.988.128.750.000,00 6.268.554.350.000,00 iv DBH Kehutanan 1.710.251.000.000,00 1.720.801.100.000,00 - Provisi Sumber Daya Hutan 1.152.615.880.000,00 1.152. 615.880.000,00 - Iuran Hak Pengusahaan Hutan 36.835.220.000,00 47.385.220.000,00 - Dana Reboisasi 520.800.000.000,00 520.800.000.000,00 v DBH Perikanan 200.000.000.000,00 200.000.000.000,00 2. Dana Alokasi Umum (DAU) 164.787.400.000.000,00 164.787.400.000.000,00 3. Dana Alokasi Khusus (DAK) 17.094.100.000.000,00 17.094.100.000.000,00 a. DAK bidang pendidikan 5.195.290.000.000,00 5.195.290.000.000,00 b. DAK bidang kesehatan 3.381.270.000.000,00 3.381.270.000.000,00 c. DAK bidang infrastruktur 5.034.340.000.000,00 5.034.340.000.000,00 i Jalan 3.113.060.000.000,00 3.113.060.000.000,00 ii Irigasi 858.910.000.000,00 858.910.000.000,00 iii Air bersih dan sanitasi 1.062.370.000.000,00 1.062.370.000.000,00 d. DAK bidang kelautan dan perikanan 1.100.360.000.000,00 1.100.360.000.000,00 e. DAK bidang pertanian 1.492.170.000.000,00 1.492.170.000.000,00 f. DAK bidang prasarana pemerintahan 539.060.000.000,00 539.060.000.000,00 g. DAK bidang lingkungan hidup 351.610.000.000,00 351.610.000.000,00

Angka 10

Pasal 12 Ayat (1)

Jumlah Anggaran Pendapatan Negara dan Hibah Tahun Anggaran 2007 semula direncanakan sebesar Rp723.057.922.783.000,00 (tujuh ratus dua puluh tiga triliun lima puluh tujuh miliar sembilan ratus dua puluh dua juta tujuh ratus delapan puluh tiga ribu rupiah), jumlah Anggaran Belanja Negara semula direncanakan sebesar Rp763.570.799.018.000,00 (tujuh ratus enam puluh tiga triliun lima ratus tujuh puluh miliar tujuh ratus sembilan puluh sembilan juta delapan belas ribu rupiah), dan Defisit Anggaran Tahun Anggaran 2007 semula direncanakan sebesar Rp40.512.876.235.000,00 (empat puluh triliun lima ratus dua belas miliar delapan ratus tujuh puluh enam juta dua ratus tiga puluh lima ribu rupiah). Defisit Anggaran Tahun Anggaran 2007 berubah dari semula Rp40.512.876.235.000,00 (empat puluh triliun lima ratus dua belas miliar delapan ratus tujuh puluh enam juta dua ratus tiga puluh lima ribu rupiah) menjadi sebesar Rp61.950.145.185.500,00 (enam puluh satu triliun sembilan ratus lima puluh miliar seratus empat puluh lima juta seratus delapan puluh lima ribu lima ratus rupiah). Rincian Defisit Anggaran Tahun Anggaran 2007 adalah sebagai berikut:

Uraian Semula Menjadi

Pendapatan Negara dan Hibah 723.057.922.783.000,00 684.467.861.724.000,00 Belanja Negara 763.570.799.018.000,00 746.418.006.909.500,00 Defisit Anggaran – 40.512.876.235.000,00 -61.950.145.185.500,00

Ayat (2)

a. Pembiayaan dalam negeri semula ditetapkan sebesar Rp55.068.296.235.000,00 (lima puluh lima triliun

enam puluh…

- 21 -

enam puluh delapan miliar dua ratus sembilan puluh enam juta dua ratus tiga puluh lima ribu rupiah);

b. Pembiayaan luar negeri bersih semula ditetapkan sebesar negatif Rp14.555.420.000.000,00 (empat belas triliun lima ratus lima puluh lima miliar empat ratus dua puluh juta rupiah).

Ayat (3)

Pembiayaan defisit anggaran sebesar Rp61.950.145.185.500,00 (enam puluh satu triliun sembilan ratus lima puluh miliar seratus empat puluh lima juta seratus delapan puluh lima ribu lima ratus rupiah) terdiri atas:

1. Pembiayaan Dalam Negeri sebesar Rp74.559.742.185.500,00 (tujuh puluh empat triliun lima ratus lima puluh sembilan miliar tujuh ratus empat puluh dua juta seratus delapan puluh lima ribu lima ratus rupiah) terdiri atas:

Semula menjadi a. Perbankan dalam negeri 12.962.028.920.000,00 10.621.643.909.500,00 b. Non-perbankan dalam negeri 42.106.267.315.000,00 63.938.098.276.000,00

i Privatisasi (neto) 2.000.000.000.000,00 2.000.000.000.000,00 - Penerimaan privatisasi 3.300.000.000.000,00 4.700.000.000.000,00 - Penyertaan modal negara -1.300.000.000.000,00 -2.700.000.000.000,00

ii Penjualan aset program restrukturisasi perbankan 1.500.000.000.000,00 1.657.719.000.000,00 iii Surat berharga negara (neto) 40.606.267.315.000,00 62.280.379.276.000,00 iv Dukungan infrastruktur -2.000.000.000.000,00 -2.000.000.000.000,00

Pembiayaan perbankan dalam negeri berasal dari rekening Pemerintah di Bank Indonesia sebesar Rp10.621.643.909.500,00 (sepuluh triliun enam ratus dua puluh satu miliar enam ratus empat puluh tiga juta sembilan ratus sembilan ribu lima ratus rupiah) termasuk penggunaan SAL sebesar Rp279.043.909.500,00 (dua ratus tujuh puluh sembilan miliar empat puluh tiga juta sembilan ratus sembilan ribu lima ratus rupiah) untuk membiayai kekurangan pembayaran DBH dan DAK dari berbagai daerah tahun 2000 sampai dengan tahun 2006. Privatisasi neto merupakan selisih antara penerimaan privatisasi dengan penyertaan modal negara. Pelaksanaan privatisasi dan penyertaan modal negara diatur lebih lanjut oleh Pemerintah. SBN neto merupakan selisih antara penerbitan dengan pembayaran pokok dan pembelian kembali. Jumlah rupiah penerbitan, pembayaran pokok, dan pembelian kembali surat berharga negara diatur lebih lanjut oleh Pemerintah. Untuk mendukung pembangunan kelistrikan di Indonesia, Pemerintah akan memberikan surat jaminan pada pembiayaan proyek pembangunan listrik menggunakan pembangkit batubara sebesar 10.000

MW dengan…

- 22 -

MW dengan memperhitungkan risiko finansial yang mungkin terjadi.

2. Pembiayaan Luar Negeri neto sebesar negatif Rp12.609.597.000.000,00 (dua belas triliun enam ratus sembilan miliar lima ratus sembilan puluh tujuh juta rupiah) terdiri atas:

Semula Menjadi a. Penarikan pinjaman luar negeri (bruto) 40.274.580.000.000,00 42.443.583.000.000,00

– Pinjaman program 16.275.000.000.000,00 19.110.000.000.000,00 – Pinjaman proyek 23.999.580.000.000,00 23.333.583.000.000,00

b. Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri -54.830.000.000.000,00 -55.053.180.000.000,00

Pasal II Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR