norma dan perannya di masyarakat dalam konsep … · berlaku bagi komunitas karo, pada hal-hal...
TRANSCRIPT
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
1
NORMA DAN PERANNYA DI MASYARAKAT
DALAM KONSEP NEGARA HUKUM
B a h m i d
Staf Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Asahan
Penerapan sanksi administrasi di Indonesia memang dirasa sangat perlu
dijalankan sebab tidak adanya lembaga paksa atau eksekusi riil oleh
Kepaniteraan di bawah Pengadilan seperti perkara perdata yang di atur
dalam pasal 195 s/d pasal 208 HIR dan pasal 1033 RV serta dalam upaya
paksa putusan pidana yang di atur dalam pasal 270 KUHAP, seperti halnya
dalam Peradilan Agama ada ketentuan hokum ada upaya eksekusi yang
dijumpai dalam pasal 95, 98, dan 103 UU No. 50 Tahun 2009, tentang
Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama, sementera dalam penerapan sanksi administrasi tidak ada
ketentuan yang mengatur tentang adanya upaya paksa (eksekusi) nya,
melainkan hanya teguran melalui oleh pejabat tata usaha Negara secara
hierarki berjenjang dari atas kebawah.
Kata Kunci : Norma, peranan norma, negara hokum
A. Norma Sosial dan Norma
Hukum
Dinamika social dalam
kehidupan masyarakat, merupakan
suatu pola kehidupan mengatur
tatanan dari segala yang mengatur
kepentingan kehidupan
masyarakat tersebut, pengaturan
kehidupan masyarakat itu disebut
sebagai norma atau kaedah yaitu:
“pengaturan hidup yang
mempengaruhi tingkah laku
manusia di dalam masyarakat.14
Sejak manusia mampu menggukan
akal nya, manusia sudah mulai
diatur oleh norma-norma dalam
kehidupan manusia dalam upaya
memenuhi kebutuhan hidup nya,
contoh: anak yang masih kecil jika
ingin menerima sesuatu dari orang
14
C.S.T. Kansil, Pengantar
Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Indonesia (Jakarta:Balai Pustaka,
1986), hlm84
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
lain sudah dibelakukan norma bagi
nya dengan aturan kehidupan yang
bagi masyarakat umum di pandang
baik, seperti menerima pemberian
orang lain dengan menggunakan
tangan kanan. Satjipto Raharjo
dalam bukunya Pengantar Ilmu
Hukum mengemukakan pengertian
norma;
Norma adalah sarana yang di
pakai oleh masyarakatnya
untuk menertibkan,
menuntut dan mengerahkan
tingkah laku anggota
masyarakat dalam
hubungannya satu sama lain.
Untuk bisa menjalankan
fungsinya yang demikian itu,
barang tentu ia harus
mempunyai kekuatan yang
bersifat memaksa.15
15 Satjipto Raharjo, Pengantar
Ilmu Hukum, (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2010), hal 15
Norma awalnya dirasa
sebagai pembuatan tingkah laku
pada diri manusia secara individual
dalam keluarga, dan skala yang
lebih kemudian berlaku dalam
suatu lingkungan masyarakat dan
dalam cakupan yang sangat luas
bagi dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Individu-individu
masyarakat mulai merasakan
bahwa norma berperan membatasi
segala sector kehidupan manusia
baik dalam mempertahankan
kehidupan nya, maupun dalam
persoalan menjaga perasaan orang
lain dalam pergaulan kehidupan
dalam bermasyarakat.
Dari pengertian norma yang
telah di kemukakan diatas, maka
secara sederhana dapat di
kemukakan unsure-unsur dari
pengertian norma sebagai berikut:
1. Sarana untuk menertibkan
masyarakat
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
2. Menuntut individu bertingkah
laku yang telah di sepakati
secara umum yang telah
terbentuk di tengah-tengah
masyarakat.
3. Mengikat karena mempunyai
kekuatan yang memaksa (dapat
berupa sanksi)
Norma yang berfusi mengatur
tata kehidupan yang harmonis
yang menghindarkan manusia dari
persoalan yang timbul, untuk
tercipta nya kehidupan yang
teratur, bersahaja dalam
kedamaian. Secara sederhana
dapat di kemukakan bahwa norma
diperlukan untuk menciptakan rasa
keamanan, kenyaman, serta
ketertiban ditengah-tengah
masyarakat. Fungsi ini berkembang
sesuai dengan perkembangan
gejala social masyarakat itu sendiri
yang meliputi berbagai aspek
kehidupan masyarakat yang
bersifat dinamis.
Para sarjana hokum dalam
beberapa buku-buku, telah
membedakan norma menjadi 2
(dua) yaitu:
1. Norma Sosial: terdiri dari (norma
kesusilaan, norma sopan santun
dan norma agama).
2. Norma Hukum.
Masing-masing norma mempunyai
karateristik yang berbeda-beda
yang akan di uraikan dalam
pembahasan berikut ini.
a. Norma Sosial
Kehidupan manusia yang
heterogen dengan berbagai
kepentingan manusia yang cukup
kompleks dalam masyarakat, di
pastikan dalam keadaan tertentu
terjadi persinggungan atau
benturan hokum dalam
mempertahankan kepentingan
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
antara manusia yang satu dengan
yang lain nya.
Seiring kebutuhan aturan
dalam kehidupan masyarakat,
maka dapat di kelompok kan
norma social yang terdapat dalam
kehidupan masyarakat, yaitu
norma keagamaan, norma
kesusilaan, norma sopan santun,
yang dapat di kelompokkan
sebagai berikut:
1. Dalam struktur kehidupan yang
di jumpai dalam kehidupan
bermasyarakat norma social
dapat di kelompokkan :
a. Norma Agama
b. Norma Kesusilaan
2. Tata kaedah dengan aspek
kehidupan atanra pribadi yang di
bagi lebih lanjut menjadi:
a. kaedah sopan santun atau
adat
b. kaedah hukum16
Kebutuhan manusia akan
terciptanya keteraturan dalam
masyarakat maka di perlukan agar
masing-masing kebutuhan tersebut
dalam terurai manakala ada aturan
yang di jadikan sebagai bingkai
membatasi kepentingan-
kepentingan orang dengan orang
lain, atau kelompok masyarakat
dengan kelompok masyarakat,
sehingga tercipta keteraturan.
Berlaku nya norma social
dalam masyarakat kemudian di
patuhi olehHukum,
masyarakat itu, yang menimbulkan
kewajiban yang harus di taati oleh
masyarakat dalam hal ini
kepatuhan untuk mematuhi uturan
hokum itu di sebut sebagai
menjadi norma moral positif,
16 Purnadi Purbacaraka &
Soerjono Soekanto, Perihal Kaedah
Hukum, (Bandung:Alumni, 1978)
hal, 6
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
maksud nya keseluruhan aturan
norma social itu sudah di
berlakukan pada saat masyarakat
mematuhi nya menjadi suatu
norma yang berlaku di tengah-
tengah masyarakat.
Dalam pembahasan ini akan di
bahas secara terpisah
pengelompokan norma social
tersebut menjadi :
a. Norma Agama
b. Norma Kesusilaan
c. kaedah sopan santun atau adat
Kebutuhan manusia akan
terciptanya keteraturan dalam
masyarakat maka di perlukan agar
masing-masing kebutuhan tersebut
dalam terurai manakala ada aturan
yang di jadikan sebagai bingkai
membatasi kepentingan-
kepentingan orang dengan orang
lain, atau kelompok masyarakat
dengan kelompok masyarakat,
sehingga tercipta keteraturan.
Norma social yang di jumpai di
tengah-tengah masyarakat dapat di
pisahkan menjadi 3 (tiga) norma
yaitu: norma kesusilaan, norma
kesopanan dan norma agama.
a. Norma Kesusilaan
Dalam norma kesusilaan yang
menjadi dasar norma ini adalah
rasa kemanusiaan Contohnya:
orang tidak membiarkan seorang
nenek tua yang melintas di jalan
raya, norma itu muncul sendiri nya
kepada manusia tanpa ada
perintah dari orang lain, rasa itu
muncul dengan sendiri nya dari
manusia sebagai makhluk social.
Keberadaan manusia sebagai
makhluk social mendorong orang
untuk melakukan sesuatu yang
dapat membantu kepentingan
orang lain.
Norma kesusilaan
berhubungan dengan manusia
sebagai individu karena
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
menyangkut kehidupan pribadi
manusia. Sebagai pendukung
kaedah kesusilaan adalah nurani
individu dan bukan manusia
sebagai makhluk social atau sebagi
anggota masyarakat yang
terorganisir. Kaedah ini dapat
melengkapi ketidak seimbangan
hidup pribadi mencegah
kegelisahan diri sendiri17
Norma kesusilaan di sebut
juga norma etik atau adat
kebiasaan, norma ini secara fitrah
sudah ada pada diri manusia,
karena manusia sebagai makhluk
social yang pada diri setiap
manusia sudah tertanam suatu
tindakan baik buruk yang sudah
menjiwai manusia sebagai makhluk
social. Kebiasaan-kebiasaan dalam
kehidupan manusia dan diaplikasi
dalam kehidupan sehari-hari.
17
Ibid, hal. 24.
Asal atau sumber kaedah
kesusilaan adalah dari manusia
sendiri, jadi bersifat otonom dan
tidak di tujukan kepada sikap lahir,
tetapi di tujukan pada sikap batin
manusia juga, batinnya sendirilah
yang mengancam perbuatan yang
melanggar kaedah kesusilaan
dengan sanksi. Tidak ada
kekuasaan diluar dirinya yang
memaksakan sanksi itu. Kalau
terjadi pelanggaran kaedah
kesusilaan, misalnya pencurian
atau penipuan, maka akan
timbullah dalam hati nurani si
pelanggar rasa penyesalan, rasa
malu, takut merasa bersalah
sebagai sanksi atau reaksi
terhadap pelanggaran kaedah
kesusilaan tersebut18
Kaedah kesusilaan
berhubungan dengan manusia
18
Sudikno Merto Kesumo,
Mengenal Hukum Suatu Pengantar,
(Yogyakarta: Liberti, 2005), hal. 5.
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
sebagai individu karena
menyangkut kehidupan pribadi
manusia.
Sebagai pendukung kaedah
kesusilaan adalah nurani individu
dan bukan manusia sebagai
makhluk social atau sebagi
anggota masyarakat yang
terorganisir. Kaedah ini dapat
melengkapi ketidak seimbangan
hidup pribadi mecegah kegelisahan
diri sendiri19
b. Norma Kesopan
Norma kesonan merupakan
norma yang timbul di tengah-
tengah masyarakat, yang
berhubungan dengan sikap
manusia sehari-hari dalam
pergaulan di masyarakat sebagaia
makhluk social. Norma
kesopanan biasanya di ukur dari
kebiasaan yang hidup secara turun
19
Purnadi Purbacaraka & Soerjono
Soekanto, ibid, hal. 24.
temurun dalam bergaul kepada
sesame masyarakat, kepatutan
sikap dalam bertindak dan berbuat
atau pantas atau tidak pantasnya
suatu perbuatan dalam suatu
keadaan tertentu.
Norma kesopanan dapat juga
diartikan sebagai “peraturan yang
hidup yang timbul dari pergaulan
segolongan manusia.20
Pergaulan
yang hidup di masyarakat yang
tumbuh dari pergaulan dan akal
budi manusia secara turun
temurun menjadi kebiasaan dan
dipatuhi oleh masyarakat yang
meyakini atau taat terhadap
kebiasaan yang telah di lakukan
secara turun temurun oleh nenek
moyang mereka dari sejak dahulu
kala.
Faktor penyebab muncul nya
norma kesopan di dukung oleh
kebiasaan manusia itu sendiri
20
Ibid, hlm, 85
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
sebagai makhluk social. Tindakan
yang dilakjukan secara yang
berulang mengenai peristiwa yang
sama berkenaan dengan hal yang
bersamaan pula, secara
berkelanjutan akan di lakukan oleh
manusia, kepatuhan manusia
terhadap suatu tindakan/perbuatan
hingga menjadi
Suatu tradisi di masyarakat
hingga di patuhi suatu kebiasaan
itu oleh masyarakat tertentu, maka
kebiasaan itu menjadi hokum adat
kebiasaan bagi masyarakat
tertentu. Adat kebiasaan mengikat
bila orang sudah merasa bahwa
kebiasaan itu patut untuk ditaati /
dipatuhi.
Kebiasaan-kebiasaan individu
masyarakat yang muncul dari diri
individu setiap orang yang di
anggap suatu kepantasan dalam
bergaul dalam masyarakat, contoh:
jika seseorang bertemu dalam
suatu pertemuan dengan orang
yang usia nya lebih tua, maka ada
semacam kewajiban bagi yang
lebih muda untuk melakukan tegur
sapa kepada yang lebih muda.
Tapi, jika dalam pertemuan itu
orang yang lebih muda itu lupa
untuk menyapa orang yang lebih
tua dari nya itu malah orang yang
lebih tua lebih duluan melakukan
tegur sapa, maka aka nada
perasaan semacam kurang pantas
bagi orang yang lebih muda itu
bersikap kepada orang yang lebih
tua itu.
Kepatuhan masyarakat
terhadap norma kesopanan ini
hanya berlaku pada kelompok
masyarakat tertentu saja atau
disebut juga norma fatsoen
(kelompok), karena daya laku dari
norma ini hanya bagi masyarakat
yang merasa bahwa itu merupakan
kebiasaan yang dilakukan secara
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
turun temurun oleh masyarakat
adat masyarakat tertentu saja.
Contoh: norma kesopanan yang
berlaku bagi masyarakat hanya
berlaku bagi komunitas Karo, pada
hal-hal tertentu tidak berlaku
masyarakat Jawa atau Padang atau
masyarakat lain nya.
Sebagai norma social yang
bersifat fatsoen, Norma kesopanan
ini sering tidak mengikat secara
umum karena criteria kesopanan
antar daerah kadang sangat
berbeda. Contohnya bagi
masyarakat Karo, menantu
perempuan di larang untuk bicara
atau dekat dengan mertua laki-laki,
apa bila itu dilakukan oleh seorang
menantu maka hal tersebut
diaanggap melanggar norma
kesopanan. Berbeda contohnya
bagi masyarakat Jawa yang sudah
tinggal di sumatera, bila ada anak
menantu perempuan yang tidak
mau berkomunikasi dengan
mertuanya, maka anak menantu
yang melakukan hal tersebut
malah dianggap tidak sopan. Jadi
saya laku norma kesopanan hanya
berlaku dalam satu kelompok adat
tertentu saja.
Daya laku norma kesopanan
bergantung pada tempat dimana
lingkungan norma itu
diberlakukan, artinya norma
kesopanan itu berlaku di tempat
norma itu muncul dan diakui oleh
masyarakat nya saja, dan tidak
berlaku di tempat atau lingkungan
lain yang tidak taat terhadap
norma kesopanan tertentu itu. Bagi
individu dari lingkungan
masyarakat lain yang masuk dalam
suatu tempat di berlakukan nya
norma kesopanan itu wajib taat
terhadap norma yang sedang di
berlakukan suatu tempat. Contoh:
orang Ambon yang baru pindah
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
atau bahkan menikahi perempuan
suku batak di Toba Samosir, maka
orang Ambon tersebut harus
patuh terhadap norma kesopanan
yang berlaku di Toba Samosir,
bahkan tak jarang di daerah Toba
Samosir, bahkan orang itu akan di
tabalkan Marga tertentu yang ada
dalam lingkungan masyarakat adat
tersebut, sebaga ujud
penghormatan kepada masyarakat
adat dimana ia tinggal.
Sopan santun dalam pergaulan
di masyarakat senantiasa berlaku
karena dari setiap generasi kepada
generasi berikut nya tanpa di
minta, secara moral mereka
melakukan pendidikan sopan
santun kepada para generasi nya.
Contoh: seorang ayah
yang sedang menerima tamu di
rumah nya akan mengatakan
kepada anak nya yang sedang
menghampiri nya duduk, agar
jangan duduk bersama tamu.
Keadaan sopan santun semacam
itu akan tetap terpertahankan
karena akan berkelanjutan secara
turun temurun. Berbeda dengan
sopan santun pergaulan dengan
fashion atau mode.
Beda sopan santun dalam
pergaulan (etiquette) dengan
fashion atau mode terletak
pada sifat perubahannya.
Mode mengalami perubahan
yang lebih cepat. “Gelung
cioda” yang lahir di zaman
pendudukan Jepang, baju “you
can see”, new look” misalnya
tidak pernah kita jumpai lagi,
tetapi bahwa orang saling
menegur apabila bertemu di
jalan kalau saling mengenal,
sampai sekarang, masih tetap
berlaku21
21
Sudikno Merto Kesumo,
Mengenal Hukum Suatu Pengantar,
Loc-cit.
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
Fashion atau Mode berproses
dengan cepat berubah sebab
sejalan dengan cara pandang
orang secara individual, sementera
sopan santun dalam pergaulan
terikat dalam pergaulan dan cara
pandang manusia lain nya yang
hidup dalam suatu komunitas
masyarakat. Sopan santun manusia
dalam bergaul secara individu
dalam masyarakat akan di nilai
oleh individu atau masyarakat lain
nya, bahkan bila dinggap telah
menyimpang dari kebiasaan di
masyarakat, maka secara individual
atau secara kolektif, manusia atau
masyarakat akan menjatuhkan
sanksi kepada invidu yang telah
melanggar sopan santun yang
sudah menjadi kebiasaan.
Sanksi dalam arti luas yang
dapat di terima oleh orang yang
melanggar sopan santun
berdampak negative ditengah-
tengah masyarakat,
mengakibatkan rasa tidak
menyenangkan atau negative
berupa hukuman seperti sikap
antipasti, celaan atau pidana.
Sedangkan memenuhi sikap sopan
santun yang menyenangkan atau
posifit, yang berupa penghargaan
(ganjaran) seperti respek (rasa
hormat), simpati, pemberian
penghargaan seperti satya lencana,
bintang dan sebagainya22
Dalam kehidupan masyarakat,
sanksi dalam bersopan santun
berfungsi sebagai:
1. Mencegah terjadi terjadi
pelanggaran sopan santun.
2. Menyeimbangkan tingkah laku
individu dengan masyarakat.
22 Ibid, hal, 8
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
3. Menselarasakan perasaan
manusia dengan keadaan yang
ideal di masyarakat.
Sedangkan penghargaan bagi
orang yang mentaati sopan santun
merupakan suatu dorongan
sebagai suatu prestasi agar
individu-individu yang lain
terangsang untuk melakukan suatu
sikap yang di nilai masyarakat
secara umum merupakan suatu
tindakan terpuji.
c. Norma Agama
Manusia sebagai makhluk
social merupakan individu-invidu
dalam masyarakat yang percaya
terhadap ada nya Tuhan, dalam
bertingkah laku norma agama
merupakan norma yang
mempunyai pengaruh yang sangat
kuat dalam merubah keadaan
individu masyarakat kearah yang
lebih baik. Norma agama yang
merupakan ajaran-ajaran agama
yang dijalankan oleh pemeluk nya,
yang oleh pemeluk nya di yakini
seluruh isi dari kitab suci
merupakan ucapan Tuhan yang di
sampaikan melalui manusia pilihan
(dalam Agama Islam di sebut nabi
atau Rasul). Norma agama adalah
norma yang bersumber pada
wahyu Tuhan dan ini berisi
larangan-larangan, perintah dan
anjuran yang wajib ditaati oleh
umat manusia bagi yang
melanggar nya ada ancaman dosa.
Berlaku nya norma agama di
masyarakat tergantung pada
keyakinan orang yang menjalankan
nya. Dengan demikian norma
agama bersifat individual, artinya
orang menjalankan norma-norma
agama karena suatu keyakinan
yang ada pada diri masing-masing,
di samping itu pengaruh penguasa
dalam suatu Negara dalam
menjalankan kekuasaan nya sangat
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
dominan mempengaruhi
berkembang nya agama, hingga
mempengaruhi pelaksanaan
norma agama dalam
pemberlakukaan nya di
masyarakat.
Ketentuan norma agama, tidak
hanya pada sikap lahiriyah tapi
juga sikap batiniyah, artinya dalam
norma agama tidak hanya dari
pelanggaran yang sudah terjadi
saja yang mendapat sanksi (dosa)
atau pembalasan yang baik
(pahala), apa yang ada dalam
fikiran manusia (masih dalam
bentuk pikiran) akan berbuat suatu
tindakan baik atau buruk, sudah di
janjikan dosa dan pahala. Contoh:
seorang laki-laki berfikir dan
menhayalkan berbuat zina dengan
perempuan yang berpakaian yang
tidak sopan kebetulan lewat di
hadapan nya, maka perbuatan
seorang laki-laki itu sudah
merupakan perbuatan dosa yang di
ancam sanksi oleh norma agama.
Kuat lemahnya pelaksanaan
norma agama di suatu masyarakat
dapat juga di pengaruhi pula oleh
pengaruh pemegang kewenangan.
Contoh: dalam sejarah Negara
spayol pernah di kuasai oleh masa
kekuasaan Islam di bawah
pemerintahan
Bani umayyah, pada masa itu
berdiri megah sebuah mesjid
bernama Cordoba, setelah
reconquista atau penaklukkan
Kembali Spanyol oleh kaum
Kristen, mesjid ini diubah fungsi
menjadi sebuah gereja katolik.
Contoh lain Saat
Konstantinopel ditaklukkan
Sultan Mehmed II dan memasuki
kota itu, lalu pergi ke Gereja Hagia
Sophia dan memerintahkan
mengubahnya menjadi mesjid yang
dikenal dengan Aya Sofia.
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
Demikian hal nya dengan
penduduk yang daerah nya telah di
taklukkan, norma-norma agama
yang sudah di patuhi terdahulu
tidak lagi di patuhi, karena
penguasa yang baru menjalankan
kewenangan nya menjalankan
norma agama yang sesuai dengan
kepercayaan si penguasa sebagai
penakluk kekuasaan yang baru.
Norma agama selain mengatur
hubungan antara Tuhan dengan
manusia juga mengatur hubungan
antara sesame manusia Misalnya di
hokum Islam ada ajaran
habblumminallah dan
hablumminannas, contoh :
- Dalam Al-Qur’an: Dan Tuhan
maju telah memerintahkan
supaya kamujangan selain Dia
dan hendaklah kamu berbuat
pada Ibu Bapak mu dengan
sebaik-baik nya. Jika salah
seorang diantara kedua nya
atau kedua-dua nya sampai
sudah lanjutdan pemeliharaan
mu, maka sekali-kali janganlah
kamu mengatakan “ah” dan
janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah
perkataan yang mulia (Al-
Qur’an, Surat Al-Isra’ ayat 23).
Dalam ajaran agama Kristen
juga. Ada memerintahkan
melakukan hubungan baik dengan
orang tua missal nya:
- Dengarlah Ayah mu yang
memperankan engkau, dan
janganlah menghina Ibu kalau
ia sudah tua “(Amsal 23:22)
Tujuan norma agama agar
manusia sempurna, agar tidak ada
manusia menjadi jahat. Norma
agama ditujukan kepada sikap
batin yang digugah, ada nya nilai-
nilai baik dan buruk, di tujukan
kepada ke imanan manusia, karena
kaidah agama semata-mata di
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
percayai sebagai sesuatu yang
bersumber dari Tuhan.
Norma agama yang di
perintahkan Tuhan kepada
pemeluknya, akan dilaksanakan
atau bahkan mengikat pada setiap
individu masyarakat terhadap
ajaran itu tergantung keimanan
pemeluknya. Dalam norma agama
juga menjanjikan sanksi bagi
mereka yang melanggar nya
berupa siksa dalam neraka,
kemudian terhadap perbuatan baik
akan mendapat pahala dengan
ganjaran mendapat kebahagiaan di
akhir zaman yaitu syorga.
Kepercayaan terhadap norma
agama yang mengental dikalangan
masyarakat dan bahkan sudah
menjadi pandangan hidup bagi
masyarakat tertentu, Oleh
karena agama itu acap kali menjadi
dasar padangan hidup manusia,
maka dengan sendirinya sering
agama mempengaruhi juga hokum,
bahkan menjadi hukum.23
norma
akan secara utuh menjadi
hokum apabila sudah mendapat
pengesahan formal dari pembuat
Undang-undang.
B. Norma Hukum
Mendefinisikan secara
terperinci mengenai pengertian
hokum sangat sulit, bahkan para
sarjana hokum yang
terkemuka keilmuan nya beragam
mendefinisikan pengertian hokum.
Apa lagi memang bahwa
mempelajari ilmu hokum
merupakan kajian ilmu
pengetahuan social, sehingga tidak
mungkin dapat di rumuskan secara
konkrit atau terperinci tentang
defenisi hokum. Setiap sarjana
hokum akan mendefenisikan
23
Ibid, hlm. 6
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
norma hokum itu dari sudut
padang masing-masing.
Mengenai pengertian norma
hokum E. Utrech dalam Bukunya
Pengantar Dalam Hukum
Indonesia mengutip pendapat
Soediman Kartohadiprodjo dalam
buku berjudul, Pengantar Tata
Hukum, menyatakan bahwa
sebagai kaidah (norma hokum
dapat di rumuskan sebagai berikut:
hokum adalah himpunan petunjuk
hidup yang berisikan perintah dan
larangan mengatur tata tertib
masyarakat, serta adanya
keharusan bagi masyarakat untuk
mematuhinya. Akibat dari
pelanggaran terhadap peraturan
yang telah di buat oleh penguasa,
mengakibatkan timbulnya tindakan
dari penguasa masyarakat yang
membuat ketentuan itu24
24
E. Utrech (Disadur oleh Moh.
Saleh Djindang), Pengantar Hukum
Norma Hukum adalah sautu
peraturan yang dibuat berdasarkan
kesepakatan, atau oleh pemegang
kekuasaan yang berwenang serta
adanya kewajiban bagi mereka
yang menyepakati dan tuntuk atas
kekuasaan itu untuk patuh, bagi
mereka yang secara tegas
melanggar diancama sanksi yang
telah di tentukan sebelum
perbuatan itu dilakukan.
Tidak setiap kaedah hokum di
sertai sanksi. Kaedah hokum
tanpa sanksi ini sebut lex
inperfecta. Ketentuan yang
tercantum dalam pasal
298BW misalnya, yaitu bahwa
seorang anak berapapun
umurnya wajib menghoarmati
dan menyegani orang tuanya,
merupakan lex imperfect.
Indonesia, (Jakarta, PT. Ikhtiar Baru,
Cet ke XI), 1989) hlm.
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
Ketentuan ini tidak ada
sanksinya25
Norma hokum menitik
beratkan pada pencegahan suatu
tindakan yang dilarang dan
penindakan secara tegas terhadap
suatu ketentuan peraturan yang
sudah di berlakukan. Pelanggaran
perbuatan hokum tersebut harus
sudah dilaksanakan baru dapat di
ancam sanksi, artinya jika
perbuatan itu masih dalam
perencanaan dalam pemikiran
manusia tidak ada penjatuhan
sanksi sebelum perbuatan tersebut
benar-benar nyata-nyata di
lakukan.
Isi kaedah hokum itu
ditujukan kepada sikap lahir
manusia. Kaedah hokum
25 12
Sudikno Merto Kesumo, Op-Cit,
hlm 19
12
Sudikno Merto Kesumo, Op-
Cit, hlm 19
mengutamakan perbuatan
lahir. Pada hakekatnya apa
yang dibati, apa yang di
pikirkan manusia tidak
menjadi soal, asal lahirnya ia
tidak melanggar kaedah
hokum. Apakah sesorang
dalam mematuhi peraturan
lalulintas (misalnya berhenti
pada waktu lampu lalu lintas
menyala merah) sambil
menggerutu karena ia
tergesa-gesa mau pergi
kuliah, tidaklah penting bagi
hokum. Yang penting ialah
bahwa, lahirnya, apa yang
tampak dari luar, ia patuh
terhadap peraturan lalulintas.
Menghayalkan atau
mengangan-angankan untuk
memiliki sebuah pesawat
televise yang ditempatkan di
etalage dengan jalan mencuri,
dalam batinnya ingin
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
memukul temannya:
“perbuatan-perbuatan” itu
semuanya tidak di kenakan
sanski, “pemikirannya”
tidak dapat di hokum. Orang
tidak akan di hokum atau di
beri sanksi hokum hanya
karena apa yang difikirkan
atau batinnya: tidak
seorangpun dapat di hokum
karena apa yang difikirkan
atau batinnya (cogitationis
poenam nemo petitum).
Memang benar bahwa hokum
pada hakekatnya tidak
memperhatikan sikap batin
manusia dalam arti bahwa
hokum tidak member
pedoman tentang bagaimana
seyogyanya batin manusia
itu26
.
26
Ibid, hlm 12
Dari apa yang telah
dikemukakan diatas maka dapat di
rumuskan karateristik dari norma
hokum yatiu:
a. Menciptakan eteraturan atau
ketertiban masyarakat.
b. Norma hokum bersifat konkrit,
Sifatnya memaksa dan
melindungi.
c. Sifat memaksa tampak pada
sanski yang diterapkan apabila
terjadi pelanggaran dan berlaku
untuk umum.
d. Sanksi norma hokum bersifat
tegas, diatur dalam peraturan
perundang-undangan.
Norma hokum yang berlaku
di suatu masyarakat jika di tinjau
dari segi ilmu pengetahuan hokum,
dapat di bedakan dan ditinjau dari
beberapa perbedaan. Agar lebih
mempermudah memahami
pembeda nya akan di muat dalam
table sebagai berikut:
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
No Pembela
Hukum
Karateristik Pembeda Keterangan
1 Sumber
Hukum
1. Undang-undang (UU)
2. Kebiasaan-kebiasaan
3. Traklat
4. Yurisprudensi
5. Doktrin
Jika tidak diatur hukumnya secara
tegas dalam suatu Undang-
undang maka hakim diberikan ke
bebeasan untuk menentukan
sumber hokum yang di gunakan
nya dalam membuat dasar hokum
putusan hakim.
2 Isi 1. Hukum Publik: mengatur
hubungan hokum yang
menyangkut kepentingan
umum hubungan hokum
antara orang dengan dengan
lembaga-lembaga Negara
yang menitikkan beratkan
kepentingan masayrakat.
2. Hukum Privat: mengatur
hubungan hokum
menyangkut kepentingan
perseorangan dengan menitik
beratkan kepentingan yang
bersifat ke pribadian
Hukum Publik: Seperti, Hukum
Pidana
Hukum Pajak, Hukum Ketenaga
kerjaan, Hukum-hukum Acara
Hukum Tata Negara, Hukum
Administrasi Negara, dll
Hukum Privat terdiri atas: Hukum
Perdata, Hukum Dagang, dll
18
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
3 Daya
Mengikatnya
1. Hukum pelengkap (hokum
fakulatif, aanvullend recht)
ialah peraturan hokum yang
boleh di samapingkan atau
disimpangi oleh orang-orang
yang berkepentingan.
Peraturan hokum mana hanya
berlakujika orang-orang yang
berkepentingan tidak
mengatur sendiri
kepenteingannya.
2. Hukum memaksa (hokum
imperative, dwingend recht)
ialah peraturan hokum yang
tidak boleh di kesampingkan
atau disimpangi oleh orang-
orang yang berkepentingan.
Peraturan hokum mana mau
tidak mau harus di taati oleh
orang-orang yang
berkepentingan27
1. Contoh Hukum Pelengkap lihat
pasal 1477 KUHPerdata:
Penyerahan harus terjadi di
tempat dimana barang yang
terjual berada pada waktu
penjualan, jika tentang itu
tidak telah diperjannjikan lain
2. Contoh Hukum: Pemaksa
dalampasal 147 KUHPerdata:
atas ancaman kebatalan, setiap
perjanjian perkawinan harus di
buat dihadapan notaries
sebelum perkawinan
berlangsung.
27
Ridwan Syarani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2010), hlm 78
19
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
20
4 Menurut
wujudnya
1. Hukum objektif ialah segala
macam hokum yang ada
dalam suatu Negara yang
berlaku umum. Hukum ini
hanya menyebut peraturan
hokum saja yang mengatur
hubungan-hubungan hokum.
2. Hukum subjektif ialah
peraturan hokum (hokum
objektif) yang di hubungkan
dengan seseorang tertentu
dan demikian menimbulkan
hak dan kewajiban. Hukum
subjektif timbul jika hokum
objektif beraksi karena
adanya hubungan hukum15
.
1. Contoh Hukum objektif. UU
Pokok Agria, Hukum
Lingkungan, UU Perkawinan,
UU Lalu Lintas, dsb
(Pemberlakuan nya secara
umum dan menyebut peraturan
hokum saja yang mengatur
hubungan hokum nya)
2. Contoh hokum objektif;
transaksi jual beli dimana ada
hak dan kewajiban antara
penjual dan pembeli
5 Tempat
berlaku
1. Hukum Nasional
2. Hukum Internasional
1. Hukum Nasional hanya berlaku
pada suatu Negara tertentu
saja.
2. Hukum Internasional berlaku
bagi Negara-negara yang
15
Ibid, hlm 78,
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
21
membuat perjanjian baik,
bilateral, multilateral
6. Di tinjau dari
bentuk
Hukum tertulis (geschreven
recht) ialah hokum sebagaimana
tercantum dalam peraturan
perunadang-unadangan.
Hukum tak tertulis
(ongeschreven recht) ialah
hokum yang hidup di dalam
masyarakat, meskipun tidak
tertulis tetapi di taati dalam
pergaulan hokum di
masyarakat, mengenai hokum
tak tertulis ini, ada
kemungkinan hokum tersebut
betul-betul tak tertulis, dan ada
pula hokum tak tertulis yang
tercatat (artinya, mungkin di
catat oleh pemimpin-pemimpin
formal dan informal, atau oleh
sarjana atas dasar
penelitiannya16
1. Contoh hokum tertulis: UUD
45, UU, PP, Perpers, Perda, dll
2. Contoh hokum tidak tertulis:
Hukum kebiasaan-kebiasaan
atau hokum adat.
7. Ditinjau dari
Pemeliharaan
1. Hukum materiil, ialah hokum
yang mengatur isi daripada
1. Contoh Hukum Materil: Pidana,
Hukum Perdata, Hukum Tata
16
Purnadi Purbacaraka & Soerjono Soekanto, Op-Ct, hlm. 36
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
22
hubungan-
nya Hubungan hokum
(rechtsverhouding,
rechtsbetreking) dalam
masyarakat. Hubungan-
hubungan hokum dalam
lapangan peradata diatur
oleh hokum peradata, dan
hubungan-hubungan hokum
dalam lapangan hokum
public di atur oleh hokum
public.
2. Hukum formil, ialah hokum
yang mengatur tentang
bagaimana caranya
mempertahankan atau
menegakkan hokum materiil.
Hukum formil ini bias juga di
sebut hokum acara, yang
terdiri atas hokum acara
peradata, hokum acara
pidana dan hokum acara tata
Usaha Negara.
2. Contoh Hukum Formil: KUHAP,
HIR, RBG, Buku ke IV KUH
Perdata
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
23
usaha neagara. Hukum
materiil sering juga disebut
“hokum subtantif” sedangkan
hokum formil sering juga di
sebut “hokum ajektif”17
8 Ditinjau dari
Waktu
berlakunya
1. Ius constitutum di sebut juga
sebagai hokum positip yaitu
hokum yang berlaku saat ini.
2. Ius constituendum yaitu
hokum yang di idam-idamkan
(masih di cita-citakan) belum
berbentuk hokum dalam arti
formil
1. Contoh: UU. No. 1 Tahun 1974
tentang perkawinan, UU. No.
30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris, UU. No. 5
Tahun 1960 Tentang
Peraturan dasar pokok-pokok
Agraria, UU. No. 418 Tahun
2003 Tentang Advokat, dsb
(Intinya UU masih berlaku saat
ini)
2. Contoh: ada nya keinginan
dari sebagaian kelompok
masyarakat agar perbuatan
hidup bersama (kumpul
kebo) atau santet di atur
dalam hokum pidana (di
muat dalam UU Pidana)
17
Ridwan Syarani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, loc-cit.
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
24
9 Di Tinjau dari
Penerapannya
1. Hukum in abstacto yaitu
semua peraturan hokum
yang berlaku suatu Negara
yang penerapan nya belum
pernah di terapkan di
Pengadilan
1. Contoh: UU. No. 22 Tahun
2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, dalam Pasal
273 ayat (1) menyebutkan:
setiap
(berlaku umum termuat dalam
peraturan perundang-
undangan.
2. Hukum in concreto yaitu
hokum yang berlaku suatu
Negara dan telah di terapkan di
pengadilan terhadap sautu
case yang terjadi dalam
masyarakat (hanya berlaku
bagi yang berpekara termuat
dalam putusan)
Penyelenggara jalan yang tidak
dengan segera dan patut
memperbaiki jalan yang rusak
yang mengakibatkan kecelakaan
lalu lintas sebagaimana di
maksud dalam pasal 24 ayat (1)
sehingga menimbulkan korban
luka ringan dan/atau barang di
pidana penjara paling lama 6
(enam) bulan atau denda paling
banyak Rp. 120.000.000
(seratus dua puluh juta rupiah),
demikian hal nya yang
tercantum dala ayat (2), (3)
mengatur pemidanaan bagi
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
25
penyelenggaraan jalan raya.
Ketentuan ini berlaku secara
umum tapi belum pernah di
terapkan bagi penyelenggara
jalan raya di Pengadilan.
2. Contoh: UU. No.1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, dalam hal
perceraian dll, sengketa sudah
sering di terapkan di pengadilan
yang termuat dalam putusan
cerai oleh pengadilan dan
putusan nya hanya berlaku bagi
mereka yang berperkara itu saja.
B. Hubungan dan Perbedaan
antara norma agama,
Kesusilaan dan Kesopan
dengan Norma Hukum
Norma social (kesusilaan,
kesopanan, agama) dan norma
hokum dalam kehidupan sehari-hari
dalam kehidupan nya di
masyarakat, membaur dan saling
melengkapi dalam mengatur
kehidupan dan tata tertib
kehidupan individu-individu
masyarakat. Sehingga dapat
dikatakan antara norma social dan
norma hokum satu kesatuan yang
tak dapat di pisahkan
Van Apeldoorn menganggap
norma hokum, agama, kesusilaan
dan kesopanan sebagai etika.
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
26
Dengan kata lain etika memuat
peraturan agama, kesusilaan,
kesopanan dan hokum18
Lebih lanjut Wirjono
Prodjodikoro dalam tulisannya yang
berjudul “Rasa Keadilan Sebagai
Dasar Segala Hukum” menyatakan :
Baik norma hokum maupun
norma agama, kesusilaan dan
kesopanan mengandung
jawaban atas pertanyaan,
apakah yang harus patut
dilakukan oleh orang sebagai
anggota masyarakat?
Perbedaannya hanya bersifat
gradueel, dimana kepatutan itu
meningkat sampai pada suatu
tingkatan, dimana pemerintah
terutama para hakim untuk
kepentingan masyarakat harus
memperhatikan adanya norma
itu, maka di situlah dapat di
katakana bahwa norma dalam
masyarakat adalah norma
hukum19
Norma social yang sudah
menyatu dalam kehidupan
masyarakat, seiring waktu akan
terjadi pergeseran cara pandang
masyarakat yang berkeinginan agar
norma social yang sudah terbentuk
itu, terujud dalam bentuk konkrit
dalam norma hokum, karena norma
social dianggap tidak mampu
menerapkan sanksi yang lebih
tegas sehingga si pelaku jera untuk
melakukan nya. Contoh: sudah
sejak dahulu bahwa perbuatan
hidup bersama tanpa ikatan
perkawinan (kumpul kebo) bagi
masyarakat merupakan perbuatan
yang dilarang oleh norma social,
tapi norma social tidak mampu
memberikan sanksi pemidanaan
yang ebrlaku dalam norma hokum,
sehingga adanya keinginan dari
19
Wirjono Prodjodikoro, Bunga Rampai Hukum, (Jakarta: PT Ikhtiar Baru,
1974), hlm, 12
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
27
sekelompok masyarakat untuk
menjadikan perbuatan hidup
bersama itu masuk dalam norma
hokum yang berlaku dengan sanksi
yang tegas. Saat ini pemerintah
terlah mengusulkan agar perbuatan
kumpul kebo masuk dalam
Rancangan Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) untuk di sah
kan menjadi Undang-Undang oleh
DPR.
Dari apa yang di kemukakan di
atas, maka yang menjadi hubungan
antara norma social dan norma
hokum adalah “keselamatan dan
ketertiban masyarkat” yang justru
menjadi tujuan hokum. Oleh karena
itu dapatlah di simpulkan, apabila
suatu norma dalam masyarakat
sudah menyangkut keselamatan
dan ketertiban masyarakat, dimana
pelanggaran norma tersebut
diraskan sudah mengganggu dan
menggoyangkan sendi-sendi
keselamatan dan ketertiban
masyarakat. Maka norma itu telah
meningkat sampai pada suatu
tingkatan, dimana pemerintah atau
pengadilan harus
memperhatikannya, di jadikan nya
suatu norma social sebagai dasar
hokum hakim untuk memutuskan
suatu perkara atau oleh penguasa
di jadikan sebagai Undang-undang
maka sesungguhnya norma itulah
dinamakan “norma hokum”20
Sementara itu terdapat pula
perbedaan-perbedaan norma social
dan norma hokum yang di jumpai
dalam masyarakat, perbedaan yang
dilihat dari beberapa anggapan
mengenai perumusan norma,
kewenangan, sumber hokum
hingga norma itu berlaku di tengah-
tengah masyarakat.
Dalam Norma agama
bersumber dari ajaran-ajaran dalam
kitab-kitab suci terhadap
18
Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum (terjemah, Mr. Oetarid Sadino: Inleiding
tot de studie van het Nederlandse Recht Mr. Oetarid Sadino), (Jakarta: Noor Komala,
1962, hlm 39
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
28
kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa. Norma
kesusilaan bersumber pada moral
entitas individu masyarakat. Norma
kesopanan bersumber pada
anggapan/pandangan suatu
Masyarakat tentang sopan
santun yang baik. Sedangkan
norma hokum bersumber pada
perumusan-perumusan yang di
tentukan oleh pembentuk
hokum yang berwenang21
Pembela sangat menonjol
antara norma social dan norma
hokum menurut Sudikno
Mertokesumo terletak pada sanksi
nya, sanksi hokum dapat di
paksakan terhadap pelanggar nya
oleh penguasa, sanksi yang di
jatuhkan merupakan di luar
kemauan si pelanggar ada pihak
atau alat-alat ektern (Pihak
Penguasa) yang menjalankan sanksi
tersebut sehingga pihak pelanggar
itu tak berdaya terhadap sanksi
yang di jatuhkan. Contoh seseorang
yang melakukan perjanjian hutang
piutang dengan menjaminkan
rumah nya sebagai jaminan nya,
maka apabila si berhutang tak
mampu atau tidak mau membayar
hutang-hutang nya, maka oleh
pihak yang merasa di rugikan dapat
mengajukan kepengadilan untuk
menjatuhkan putusan dan dapat
dimintakan penyitaan terhadap
objek jaminan, penyitaan yang
dilakukan ini merupakan suatu
tindakan di luar keinginan yang
bersangkutan22
Terdapat pula perbedaan
antara hokum dan norma adat pada
satu pihak dan kesusilaan pada
pihak lain, perbedaan yang
mengenai asal-usul kehidupan.
Perbedaan tersebut, oleh Immanuel
Kant dirumuskan sebagai berikut :
kesusilaan adalah otonom, hokum
20
Ridwan Syarani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Op-Cit, hlm 12
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
29
(demikian juga adat) adalah
heteronom. Dalam hokum, sanksi
yang di jatuhkan dating dari luar
keinginan manusia sebagai
pelanggar melaikan
datang dari si penguasa, adanya
suatu kekuatan yang dating dari
luar pada diri kita, kekuatan diluar
“diri sendiri” yakni masyarakat. Kita
takluk pada hokum diluar kehendak
kita ; hokum mengikat kita pada
dengan tiada bersyarat. Sebaliknya
norma kesusilaan adalah suatu
tuntutan yang di lakukan orang
terhadap dirinya sendiri, apakah
yang dituntut oleh kesusilaan
terhadap dirinya sendiri. Kesusilaan
mengikat kita karena kehendak kita
sendiri23
Para sarjana hokum dalam
beberapa literature membedakan
norma social dan norma agama
yang akan di rangkum dan akan di
uraikan sebagai berikut :
a. Ditinjau dari tujuannya
norma hokum bertujuan
untuk menciptakan tata
tertib masyarakat dan
melindungi manusia segala
keinginan dan kepentingan
nya. Sedangkan norma
agama dan kesusilaan
bertujuan untuk
memperbaiki pribadi agar
menjadi manusia sempurna.
b. Ditinjau daya Ikat hokum
nya: pelaksanaan kaidah
hokum dipaksakan secara
nyata oleh kekuasaan dari
luar individu yaitu ada
campur tangan orang lain
atau penguasa, sedangkan
pelaksanaan kaidah agama
dan kesusilaan pada asasnya
tergantung pada individu-
individu masyarakat tertentu
saja.
19
Wirjono Prodjodikoro, Bunga Rampai Hukum, (Jakarta: PT Ikhtiar Baru, 1974),
hlm, 12
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
30
c. Ditinjau dari isinya kaidah
hokum memberikan dan
kepada masing individu-
individu masyarakat sedang
kaidah agama dan kaidah
kesusilaan hanymemberikan
kewajiban tanpa mengatur
tentang hak.
d. Ditinjau dari sasarannya :
kaidah hokum mengatur
tingkah laku manusia dan
diberi sanksi tegas bagi
setiap pelanggarnya,
sedangkan kaidah
kesusilaan mengatur sikap
batin manusia sebagai
pribadi dan kaidah agama
mengatur batiniaah pribadi
secara individu dan dengan
Tuhan. Kaidah hokum
menghendaki tingkah laku
manusia sesuai dengan
aturan hokum yang di
ciptakan oleh penguasa
sedangkan kaidah agama
dan norma kesusilaan
menghendaki sikap batin
yang sempurna.
e. Ditinjau dari sanksinya
norma hokum: norma
Norma hokum mengikat
karena ada sanksi yang
tegas dari penguasa,
sedangkan norma
kesusilaan bersifat otonom
(dari individu masing-
masing), sementara norma
agama sanksi nya dating
nya dari Tuhan dan
merupakan janji yang akan
dib alas setelah kematian di
dunia.
f. Di tinjau dari pergeseran
waktu: Batas antara sopan
santun dan hokum itu selalu
berubah, bergeser, seiring
waktu sebagai contoh
misalnya dapat disebutkan
23
Van Apeldoorn, Loc-Cit
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
31
pertunangan yang dulu
merupakan lembaga
hokum, sekarang hanya
merupakan sopan santun
atau adat kebiasaan saja24
g. Ditinjau daya laku : norma
kesusilaan dan kesopanan
terbatas kepada individu
dalam kelompok
masyarakat tertentu, norma
hokum di batasi oleh daya
laku batas-batas
Wilayah suatu Negara
(nasionalitas), sementara
norma agama tidak mengenal
batas-batas wilayah suatu
Negara (internasionalime)
Dalam mengatur tata
kehidupan dan kepentingan-
kepentingan individu-individu
masyarakat norma hokum masih
sangat diperlukan, walau dalam
kehidupan masyarakat sudah ada
norma yang mengatur tentang
tingkah laku manusia dalam
pergaulan hidupnya seperti norma
agama dan lain nya, hal ini
karenakan masih banyak
kepentingan-kepentingan lain dari
manusia dalam pergaulan hidup
yang memerlukan perlindungan
karena belum mendapat
perlindungan yang sepenuhnya dari
kaidah agama, kesusilaan dan
kaidah sopan santun, kebiasaan
maupun adat di samping norma
hokum di anggap bersifat tegas
karena mempunyai sanksi yang
tegas dan nyata.
C. Hukum & Kekuatan
1. Hakekat kekuasaan dan
hubungannya dengan hokum
Pada umumnya masyarakat
menyamakan pengertian kekuasaan
(power) dengan kekuatan ( force ),
kekuasaan merupakan keterampilan
seseorang atau sekelompok orang
24
Ibid, hal 26.
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
32
untuk menanamkan pengaruhnya,
untuk mempengaruhi tingkah laku,
sikap, untuk menjadi patuh dan
taat terhadap keinginan dari
seseorang atau sekelompok orang,
sehingga sikap sedemikian rupa
mengkerucut pada keinginan orang
yang menanamkan pengaruh itu.
Robet M. Maclver membuat
defines kekuasaan sebagaimana
yang di kutip oleh Miriam
Budiarjo, menyatakan bahwa
kekuasaan social adalah
kemampuan untuk
mengendalikan tingkah laku
orang lain, baik secara langsung
dengan jalan member perintah,
maupun secara tidak langsung
dengan mempergunakan segala
alat dan cara yang tersedia
“(social power is the capacity to
control the behavior of others
either directly by fiat or
indirectly by the manipulation of
available means)25
Perintah yang diberikan
seseorang atau sekelompok orang
kepada orang atau sekelompok
untuk mengikuti kemauan dari si
pemberi perintah, secara tidak
langsung bahwa si pemberi
perintah itu sedang menjalankan
kekuasaan nya, kekuasaan yang di
jalankan seseorang di mungkinkan
karena pengaruh pribadi atau
bahkan karena kekuatan (ekonomi,
social, politik, dsb) yang dimiliki
oleh si penguasa, contoh: orang
yang mempunyai kekuatan fisik
seringkali dikuasai oleh orang yang
mempunyai kekuasaan.
Kekuasaan yang dimiliki
seseorang atau sekelompok orang
dapat bersumber dari:
a. Adanya kekuatan fisik
b. Kekuatan ekonomi
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
33
c. Tingkat pemahaman dan
pengalaman agama yang tinggi
dalam diri seseorang.
d. Kekuasaan politik
e. dsb
Kekuasaan yang dimiliki
seseorang atau sekelompok orang
dalam masyarakat secara umum
dapat di kelompokkan kedalam 2
(dua) sumber yaitu kekuasaan yang
bersumber dari non formal dan
kekuasaan yang bersumber dari
wewenang formal (formal
authority). Kekuasaan non formal di
masudkan bahwa kekuasaan yang
dimiliki oleh orang atau
sekelompok orang secara alami
contoh: seseorang pemilik
perkebunan akan berkuasa
terhadap buruh yang bekerja pada
diri nya, si pemilik perkebunan itu
berkuasa karena harta benda yang
dimiliki nya. Sedangkan kekuasaan
(formal authority) dimiliki oleh
seseorang karena adanya
pemberian/pelimpahan kekuasaan
dari suatu lembaga melalui
mekanisme hokum yang berlaku.
Namun tak jarang juga pelaksanaan
perolehan kekuasaan di suatu
Negara di peroleh dari proses yang
wajar sesuai mekanisme hokum
yang berlaku yang selama ini di
taati.
Di dalam sejarah tidak jarang
kita jumpaihukum yang tidak
bersumber pada kekuasaan
yang sah atau kekuasaan yang
menurut hokum yang berlaku
sesungguhnya tidak
berwenang. Revolusi misalnya
merupakan kekuasaan yang
tidak sah (coup de’etat) dan
sering merupakan kekerasan
atau kekuatan fisik. Kekuatan
fisik ini sering kali menghapus
hokum yang lama dan
menciptakan hokum atau
25
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta;Gramedia;1992) hlm,35
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
34
revolusi itu mendapat
dukungan dari rakyat dan
berhasil. Kalau tidak berhasil
maka revolusi tidak merupakan
sumber hokum. Dalam UU No.
19 tahun 1964 revolusi disebut
sebagai sumber hokum. Jadi
hokum dapat pula bersumber
pada kekautan fisik, tetapi
kekuatan fisik bukan
merupakan unsure hokum.26
Hukum yang di ciptakan tanpa
ada nya kekausaan formal, maka
hokum yang terbentuk itu tidak
mempunyai pengaruh apapun
kepada masyarakat, sehingga dapat
di katakana bah kekuasaan
merupakan suatu alat untuk
menegakkan hokum. Hukum akan
berwibawa apabila adanya
kekuasaan yang menegakkan
hokum itu dengan kekuasaan yang
dimilikinya. Tanpa kekuasaan, maka
penegakan hokum sulit terlaksana
karena hokum tidak ada yang
mengawasi dan melaksanakan
penjatuhan sanksi apa bila terjadi
pelanggaran terhadap hokum yang
sudah terbentuk.
Hukum dapat berjalan
maksimal dan ditegakkan, apabila
hokum di berikan suatu daya
kekuatan mendorong agar hokum
berjalan, ke kuatan daya pendorong
itu membutuhkan kekuasaan.
Kekuasaan akan memberikan
kekuatan kepada penguasa untuk
menjalankan fungsi hokum, seperti
misalnya sebagai kekuatan untuk
mengendalikan proses-proses
hokum dalam masyarakat. Kita bias
mengatakan, bahwa hokum tanpa
kekuasaan akan tinggal sebagai
cita-cita atau ide-ide belaka27
Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa hokum dan
kekuasaan satu kesatuan yang utuh
yang tak dapat di pisahkan satu
26
Sudikno Merto Kusumo, Op-Cit, hlm. 20
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
35
sama lin, karena hokum tanpa
kekuasaan hanyalah merupakan
hayalan dalam penegakan hokum,
demikian juga kekuasaan tanpa
hokum merupakan kesewenang-
wenangan, yaitu kekuasaan nya,
atau sering di idiomkan dengan
hokum rimba.
Di samping hokum sebagai
bingkai agar seseorang penguasa
tidak keluar dari Prosedur hokum
yang berlaku, maka dalam diri
penguasa baik penguasa formal
maupun normal di butuhkan sikap
yang mampu menjadi pendorong
agar kekuasaan dapat berjalan
dengan dan berwibawa dengan
memperhatikan:
a. Kelebihan moral pada seseorang
merupakan kekuatan yang
berasal dari dukungan diri
orang-orang yang dalam
penguasaannya.
b. Pemegang kekuasaan tidak
boleh orang yang bermoral
rendah ( Harus ada persiapan
moral untuk dapat menjadi
penguasa).
c. Penguasa yang baik adalah yang
memiliki semangat mengabdi
kepada kepentingan umum
2. Hubungan hokum dan
kekuasaan dalam Negara hokum
Negara merupakan ujud dari
bentuk adanya kekuasaan, di
damana dalam unsure Negara itu
membutuhkan adanya
pemerintahan yang berkuasa dalam
menjalan roda pemerintahan dan
dalam menegakkan hokum.
Kekuasaan pemerintahan dalam
suatu Negara hokum haruslah
dibatasi oleh hokum agar
kekuasaan pemerintahan yang
berjalan tidak melakukan
kesewenang-wenangan kepada
rakyatnya
27
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Op-Cit, hlm.46
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
36
Keharusan untuk menjalankan
kekuasaan sesuai dengan hokum
yang telah di gariskan oleh hokum.
Dalam Negara hokum merupakan
suatu kewajiban untuk
menempatkan hokum di atas
segala-galanya dan berlaku untuk
semua orang tanpa memandang
status, harta, pengaruh politi
kekuasaan dan sebagai nya. Hokum
harus di jadikan sebagai panglima
dalam suatu Negara hokum agar
tercipta nya supremasi hokum agar
tercipta nya supremasi hokum yang
kuat. Supremasi hokum yang kuat
tercipta apabila penguasa
suatu Negara menjalankan
kekuasaan nya sesuai dengan
semua sector kehidupan berbangsa
dan bernegara pengaturan nya
diatur oleh aturan hokum atau
dalam bahasa hokum popular di
sebut sebagai “rule of law”
Dalam mempelajari ilmu
hokum sering sekali di ketengahkan
peristilahan “rule of law”, jika
diberikan defenisi secara sederhana
maka kata “rule of law”
mengandung pengertian
pengaturan oleh hokum. Jadi yang
mengatur segala sesuatu dalam
tindakan apapun adalah hokum,
hukumlah yang memerintahkan
atau yang berkuasa atau di sebut
juga sebagai panglima, maka dapat
pulalah di persamakan antara “rule
of law” dengan supremasi hokum
karena mengandung maksud yang
sama. Memang rule of law biasanya
secara singkat diartikan sebagai
“governance not by man but by law
(pemerintah bukan oleh manusia
tapi oleh hokum).” Perlu diingat
bahwa hokum adalah untuk
manusia, sehingga “governance not
by man but by law” tidak boleh
diartikan bahwa manusianya pasif
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
37
sama sekali dan menjadi budak
hokum, karena bagaimana pun juga
tetaplah manusia yang menjalankan
kehendak hokum itu.28
Pengertian rule of law ini
timbul pada tahun 1955,
yaitu pada waktu diadakan
Kongres Internasional
pertama yang disponsori oleh
Internasional Commission of
Jurist yangdiadakan di Atena
dan dihadiri oleh sarjana
hokum dari 48 negara. Dalam
Act of Athena (18 Juni 1955)
sebagai kristalisasi dari
perundingan dalam Kongres,
The rule of Law diuraikan
sebagai berikut : “springs
from the rights of the
individual developed trough
history in the age-old
struggle of mankind for
freedom, which rights
included freedom of speech,
press, worship, assembly and
association an the right to
free election to the end that
laws are enacted by the duty
elected representative of the
people and afford equal
protection to all”.29
Rule of law merupakan
pembatas yang jelas bagi penguasa
dalam menjalankan kewenangan
yang diberikan kepada penguasa,
rule of law juga berfungsi untuk
menghindari penafsiran ganda
terhadap rumusan kewenangan
penguasa. Yaitu suatu kewenangan
yang telah di berikan oleh Undang-
undang dalam menyelenggarakan
pemerintahan yang bersih dan
berwibawa termasuk dalam
penegakan hokum, sehingga
dengan adanya konsep “rule of law”
preseden buruk seperti apa yang
pernah terjadi di negeri ini,
terjadinya persitiwa perebutan
28
Ibid, hlm. 21
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
38
kewenangan penyelidikan dugaan
kasus korupsi simulator di tubuh
Polri, dimana terjadi nya tarik
menarik kewenangan penyelidikan
antara Komisi Pemberantas Korupsi
dan Komisi Pemberantas Korupsi,
tentang lembaga mana yang
berwenang untuk melakukan
dugaan tindakan pindana korupsi.
Rumusan atau batasan yang
tidak jelas mengenai kewenangan
akan mengakibatkan adanya
kecenderungan penyalah gunaan
kewenangan. Penyalah gunaan
kewenangan yang dilakukan oleh
penguasa terhadap rakyat dapat
mencedrai rasa keadilan bagi
masyarakat. Sehingga di
Butuhkan batasan-batasan
kewenangan bagi penguasa,
sehingga si penguasa dapat
berjalan sesuai dengan rule (garis)
hokum yang telah di tentukan.
Batasan yang jelas suatu
kewenangan dari pemegang
kekuasaan dalam menjalankan
kekuasaan nya, harus dituangkan
dalam suatu peraturan perundang-
undangan. Di tuangkan nya
batasan-batasan suatu kewenangan
penguasa agar ada rambu-rambvu
atau penunjuk pembatas dalam hal
penguasa menjalankan kekuasaan
nya sesuai dengan kewenangan nya
atau sudah di luar kewenangan.
Dalam Negara hokum “The Rule
of Law” dalam system hokum Anglo
Saxon dan Aliran Eropa Continental,
A.V. Dicey yang terkenal beraliran
Anglos Saxon, membedakan ciri-ciri
konsep dalam implementasi
penegakan rule of law. Negara yang
menganut system Anglo Saxon ciri-
ciri konsep rule of law yaitu :
1. Supremasi hokum (Supremacy of
law)
29
Ibid, hlm. 22
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
39
2. Persamaan Hak (equalitiy before
the law)
3. Asas Legalitas (Legality atau due
process of law)30
Sedangkan menurut Julis
Sthal, Negara yang menganut
system hokum atau aliran hokum
Eropa Continental, ciri-ciri konsep
rule of law mencakup 4 (empat)
elemen penting terdiri atas:
1. Perlindungan Hak ASasi Manusia
2. Pembagian Kekuasaan
3. Pemerintahan berdarkan
Undang-undang dan
4. Peradilan tata usaha Negara 31
Selanjutnya dalam beberapa
teori hokum, seperti yang di
kemukakan oleh Montesquieu
seorang pemikir politik Prancis
mengemukakan pembagian
kekausaan Negara di suatu Negara
dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian
yaitu :
1. Kekuasaan Legislatif: Pembuatan
Hukum, Contoh: Lembaga
Pembuat Undang-undang (DPR,
DPRD Provinsi, DPRD
Kabupaten/Kota)32
2. Kekuasaan Eksekutif : Lembaga
yang berfungsi menjalankan
Undang-undang Contoh
Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah (Presiden,
Gubernur, Bupati, dsb)33
3. Kekuasaan Yudikatif : Lembaga
berfungsi Pengawas jalan nya
Undang-undang contoh :
Mahkamah Konstitusi,
Mahakamah Agung, Komisi
Yudisial, Pengadilan Tinggi,
Pengadilan Negeri, Kejaksaan,
Kepolisian dsb)34
Dalam Negara hokum Apabila
ada penguasa dalam
menjalankan kekuasaan yang
melakukan penyalah gunaan
kewenangan, maka pasti disitu
30
Mirza Nasution, Diktat Hukum Tata Negara Indonesia, (Medan;Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, 2013) hal 8-9
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
40
telah terjadi suatu pelanggaran
norma dan masyarakatlah yang
pasti akan dirugikan. Maka
dengan adanya pembatasan
kewenangan terhadap suatu
kekuasaan oleh kekuasaan lain
nya, contoh: Penyelenggara
Administrasi Negara
32
Pembuat Undang-undang di
Amerika Contohnya adalah Kongres, di
Inggris Perlemen
33
Pemegang Kekuasaan Eksekutif
(Kepala Pemerintahan) di Negara-negara
lain selain sebutan Preside nada yang
kepala pemerintahan nya Perdana Menteri
(Ingris, Malaysia, Thailand, Jepang dsb,
34
Kekuasaan Yudikatif seperti di
Amerika, kekuasaan Yudisial adalah bagian
dari pemerintah Federal (Distrik court,
Appel Court, supreme of court) seperti
Bupati mempunyai keterbatasan
dalam menjalankan ke kuasaan nya
dalam bidang administrasi Negara,
apabila ada kewenangan yang di
jalan oleh Bupati di luar
kewenangan nya maka warga
Negara yang merasa di rugikan atas
keputusan Bupati tersebut dapat
mengajukan upaya hhukum ke
Pengadilan Tata Usaha Negara.
Contoh lain: seorang penegak
hokum melakukan penahanan
terhadap seorang warga Negara,
padahal menurut keyakinan warga
Negara tersebut bahwa polisi salah
menangkap orang karena identitas
yang berbeda, maka oleh warga
Negara yang merasa keberatan
terhadap tindakan polisi tersebut
dapat mengajukan upaya hokum
praperadilan di Pengadilan Negeri
(Peradilan Umum).
Pengajuan upaya hhukum
oleh warga Negara yang hak-hak
nya terlanggar dalam penegakan
hokum oleh kekuasaan Negara,
dalam Negara hokum di jamin dan
di lindungi dalam rangka
menegakkan supremasi hokum dan
meletakkan hokum sebagaimana
31
Ibid
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
41
mestinya dalam menempatkan Rule
of law diatas kekuasaan apapun.
D. Hukum & Masyarakat
1. Arti dan perananan masyarakat
dalam Hukum
Manusia sebagai makhluk
social yang berkeinginan menyatu
dengan sesame individu masyarakat
lain nya dalam lingkungan di
sekitarnya. Manusia memberi reaksi
dan melakukan interaksi dengan
lingkungannya, untuk memenuhi
kebutuhannya baik yang bersifat
rohaniah maupun bersifat batiniah.
Bentuk interaksi social dihasilkan
oleh hubungan yang
berkesinambungan dalam suatu
masyarakat akan banyak
menimbulkan konflik-konflik
kepada diri sendiri individu itu
sendiri maupun dengan individu-
invidu masyarakat yang lainnya.
Secara sederhana dapat di
defenisikan masyarakat adalah
kumpulan individu manusia yang
terbentuk apabila ada dua orang
atau lebih hidup bersama, di dalam
pergaulan hidup itu menimbulkan
interaksi individu masyarakat
dengan individu masyarakat
lainnya. Masyarakat oleh Hegel
digambarkan dan segi pendapat-
pendapat liberal tentang
masyarakat. Menurut Hegal, bahwa
manusia bertindak atas dasar
kepentingan diri sendiri, tetapi
manusia hanya dapat mengujudkan
segala kepentingan pribadinya
apabila orang lain bersedia bekerja
dengan orang-orang lain. Oleh
karena itu Hegel mendefinisikan
masyarakat sebagai “system
keperluan-keperluan.35
Pada prinsipnya manusia di
pandang pandang sebagai makhluk
yang lemah dari segi kekuatan
fisik/badaniah, manusia itu
tergolong makhluk yang lemah oleh
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
42
karena keterbatasan manusia itu
tidak mampu memenuhi kebutuhan
nya sendiri-sendiri tanpa bantuan
orang lain. Oleh karena itu manusia
seorang diri sulit untuk
mempertahankan hidupnya tanpa
bantuan orang lain. Manusia
memerlukan orang lain untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya
dalam mempertahankan diri
sendiri, keluarga dan kelompoknya
terhadap kebutuhan pangan
perlindungan terhadap, penyakit,
serangan dari binatang buas, atau
pun mengatasi bencana alam, dsb.
Hasrat membela diri itu adalah satu
sebab yang menimbulkan keinginan
hidup bersama,
Hidup bermasyarakat. Termasuk
kodrat manusia mempunyai
keinginan untuk memperoleh
keturunan nya untuk
mempertahankan generasinya,
hasrat manusia untuk berkeluarga
dengan sendiri nya akan
membentuk masyarakat yang lebih
lingkup nya lebih besar (masyarakat
keluarga), yang kemudian
masyarakat dalam himpunan-
himpunan masyarakat keluarga ini
secara berkeseimbangan akan
membentuk menjadi masyarakat
Negara.
Dinamika social dalam
kehidupan masyarakat, merupakan
suatu pola kehidupan yang
beraneka ragam dengan
kepentingan yang bermacam-
macam pula, sehingga diperlukan
suatu hokum yang mengatur
tatanan dari segala kepentingan
kehidupan masyarakat tersebut,
guna menghindari konflik dan
persoalan yang timbul, secara
sederhana hokum berfsungsi
menciptakan rasa keamanan serta
ketertiban ditengah-tengah
masyarakat. Fungsi ini berkembang
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
43
sesuai dengan perkembangan
gejala social masyarakat itu sendiri
yang meliputi berbagai aspek
kehidupan masyarakat yang bersifat
dinamis yang memerlukan
kepastian, ketertiban, dan
perlindungan hokum yang
berintikan kebenaran dan keadilan.
Seorang filsuf bangsa Yunani
dahulu kala Aristoteles
menyatakan, manusia itu adalah
makhluk social (“zoon poliyicon”),
yakni makhluk yang pada dasarnya
mempunyai keinginan, serta
kepentingan untuk hidup
bermasyarakat dengan individu-
individu masyarakat yang lain.
Artinya setiap manusia mempunyai
keinginan dan kebutuhan untuk
berkumpul dan melakukan
hubungan yang satu dengan yang
lain dan sesamanya untuk Mencapai
kebutuhan hidup nya sebagai
bagian dari masyarakat sosial36
Peranan hokum dalam mengatur
kehidupan masyarakat sudah
dikenal sejak masyarakat
mengenal hokum itu sendiri,
sebab hokum itu dibuat untuk
mengatur kehidupan manusia
sebagai makhluk social.
Hubungan antara masyarakat
dan hokum diungkapkan dengan
sebuah adagium yang sangat
terkenal dalam ilmu hokum yaitu
: ubi societies ibi ius (dimana ada
masyarakat di sana ada
hokum).37
Hukum merupakan suatu tatan
peraturan yang bermula dari
bentukan manusia itu sendiri,
hokum tidak tercipta begitu saja,
hokum membutuhkan campur
tangan individu-individu masyarakat
untuk membentuk nya, selain
adanya hokum yang berumber dari
Tuhan. Terbentuk nya hokum itu
kadangkala karena terjadi benturan-
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
44
benturan kepentingan individu
masyarakat. Oleh karena itu
masyarakat dan hokum sangat
saling berkaitan artinya, agar
hokum itu ada, maka perlu ada
masyarakat. Bilamana masyarakat
tidak ada maka tentu tidak ada
yang dapat membentuk hokum,
karena hokum terbentuk karena
ada nya masyarakat, kemudian
tidak dapat pula hokum itu di
berlakukan karena hokum itu di
berlakukan untuk kepentingan
masyarakat.
2. Pengaruh Perkembangan
masyarakat dalam tebentuknya
hokum
Dinamika perubahan-perubahan
pada masyarakat di dunia pada
dewasa ini merupakan suatu gejala
yang normal yang pengaruhnya
menjalar dengan cepat ke bagian-
bagian lain termasuk kepentingan-
kepentingan manusia, yang secara
linier mempengaruhi juga tata
perubahan manusia sebagai
makhluk social. Pengaruh-pengaruh
tata perubahan manusia itu akan
menyentuh kepentingan-
kepentingan individu maupun
kepentingan masyarakat social.
Tata perubahan social dewasa
yang sangat berpengaruh seperti
penemuan-penemuan baru di
bidang ilmu pengetahuan, sehingga
mengakibatkan terjadi suatu
revolusi yang sangat cepat terhadap
beberapa sector kehidupan,
modernisasi fashion, pendidikan,
informasi teknologi yang cepat dan
canggih, komunikasi yang dapat di
akses secara on-line yang di suatu
tempat dengan cepat dapat
diketahui oleh masyarakat-
masyarakat lain yang bertempat
tinggal jauh dari pusat terjadinya
peristiwa tersebut di atas.
Perubahan-perubahan dalam
Ridw
Syarani, Op-Cit,hal 15.
37
Satjipto Raharjo, Masalah Penegakan Hukum, (Bandung:Sinar Baru, 1983)
halaman 127
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
45
masyarakat dapat mengenai nilai-
nilai, norma, pola-pola perilaku,
organisasi, strafikasi social,
kekuasaan, interaksi social dan lain
sebagainya.
Laju perkembangan
perkembangan masyarakat,
mengakibatkan posisi hokum selalu
tertinggal di belekang laju nya
perkembangan dan tata perubahan
yang terjadi dalam masyarakat, oleh
karena itu tidak ada suatu
masyarakatpun yang berhenti pada
suatu titik tertentu di dalam
perkembangannya sepanjang masa.
Tata kehidupan masyarakat akan
terus
berkembang mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan
masyarakat itu sendiri.
Perkembangan masyarakat yang
sangat cepat dalam melakukan
interaksi dalam memenuhi
kebutuhan nya, memerlukan
keseimbangan baik bagi individu
masyarakat maupun dengan
individu-individu masyarakat lain
nya. Keseimbangan dalam
masyarakat dapat merupakan suatu
keadaan yang diidam-idamkan oleh
setiap warga masyarakat, dengan
keseimbangan di dalam masyarakat
dimaksudkan sebagai suatu
keadaan di mana para individu-
individu masyarakat atau lembaga-
lembaga kemasyarakatan yang
pada prinsip nya berfungsi
melengkapi satu sama lain nya
dalam berinteraksi dalam
masyarakat. Saling melengkapi
demikian akan membuat individu-
individu masyarakat merasa akan
adanya suatu ketentraman. Akan
tetapi kadang-kadang suatu
masyarakat tidak dapat menolak
suatu keadaan akan terjadi nya
benturan-benturan kepentingan
yang tak dapat di selesaikan dalam
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
46
masyarakat itu sendiri. Keadaan
yang membutuhkan adanya suatu
paksaan dari luar kekuatan
masyarakat itu sendiri, yaitu
masuknya suatu kekuatan hokum
dari penguasa yang harus di patuhi
oleh masyarakat.
Hukum harus di perhatikan dan
diindahkan (diataati) oleh setiap
orang (manusia) selaku anggota
masyarakat dalam hubungannya
dengan orang lain. Dengan
memperhatikan dan menaati
norma, setiap orang dapat
mengadakan hubungan dengan
sesamanya, buat memenuhi
segala kebutuhan hidupnya dan
segala kepentingan dengan
sebaik-baiknya, tanpa
menggoyahkan sendi- sendi
ketertiban dan ketentraman
dalam masyarakat.38
Masuknya kekuatan hokum dari
penguasa kadang kekuatan hokum
itu tidak dapat di terima semua
pihak dalam masyarakat itu, maka
hokum itu akan menimbulkan
kegoncangan, maka untuk
menghindarkan kegoncangan
ditengah-tengah masyarakat di
perlukan hokum yang bersifat
aspiratif yang mengatur tata
kehidupan masyarakat, dimana
hokum tidak hanya bersifat
pemaksa yang di anggap menakut-
nakutkan masyarakat tetapi mampu
berfungsi sebagai pengendali social
dalam mengatur tata tertib
masyarakat.
Fungsi hokum sebagai sarana
pengendali social, yaitu di mana
hokum berfungsi dan berperan
dalam menjalankan tugas untuk
mempertahankan ketertiban atau
pola kehidupan yang ada. Hokum di
sini hanya sekedar menjaga agar
setiap orang menjalankan
peranannya sebagai yang telah
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
47
ditentukan. Sedangkan fungsi
hokum sebagai social engineering
lebih bersifat dinamis, yaitu hokum
di gunakan sebagai sarana untuk
melakukan perubahan-perubahan di
dalam masyarakat. Jadi hokum
tidak hanya sekedar
mempertahankan keadaan-keadaan
yang ada dalam masyarakat.
Melainkan hokum yang terbentuk
akan berusaha untuk menciptakan
hal-hal atau hubungan-hubungan
yang baru39
Hukum dalam masyarakat
berfungsi sebagai sarana
perubahan, atau konsep hukum
pembangunan atau sisebut juga
sebagai Teori Hukum
Pembangunan40
atau lebih dikena
dengan Mazhab Universitas
Padjadjaran (UNPAD). Mochtar
pokok hokum bila direduksi pada
satu hal saja adalah ketertiban yang
dijadikan syarat pokok bagi adanya
masyarakat yang teratur. Tujuan
lain hokum adalah tercapainya
keadilan yang berda-beda
masyarakat secara individu-
individu, menurut masyarakat dan
jamannya. Untuk kepastian hokum
dalam pergaulan manusia di
masyarakat, karena tidak mungkin
manusia dapat mengembangkan
bakat dan kemampuan yang
diberikan tuhan kepadanya secara
optimal tanpa adanya kepastian
hokum dan keteriban42
Pendapat Mochtar
Kusumaatmadja, yang menyatakan
fungsi hokum dalam masyarakat
Indonesia yang sedang membangun
tidak cukup untuk menjamin
kepastian dan ketertiban. Hokum
diharapkan agar berfungsi lebih
dari itu yakni sebagai sarana
pembaharuan masyarakat atau
dikenal dengan “law as a tool of
social engineering” atau sarana
38
Ridwan Syarani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, loc-cit
39
Satjipto Raharjo, Pemanfaatan Ilmu-ilmu Sosial bagi pengembangan Studi
Hukum, Alumni, (Bandung, cet, I, 1977), hal 143-145
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
48
pembangunan. Hokum mampu
membentuk pembaharuan-
pembaharuan pradigma masyarakat
dari sesuatu unsur-unsur pola
kehidupan yang lama menjadi
paradikma baru dalam kehidupan
bermasyarakat.
Adakalanya unsure-unsur baru
dan lama akan bertentangan,
sehingga mempengaruhi kaedah-
kaedah dan nilai-nilai, yang
kemudian berpengaruh pula
terhadap para warga masyarakat.
Hal ini dapat merupakan gangguan
yang kontinyu terhadap
keseimbangan dalam masyarakat.
Keadaan tersebut berarti bahwa
ketegangan-keterangan serta
kekecewaan-kekecewaan di antara
para warga masyarakat tidak
mempunyai saluran yang menuju
kearah suatu pemecahan. Untuk itu
perlulah kiranya adanya
keseimbangan seimbangan yang
dapat memulihkan keadaan itu
kembali melalui suatu perubahan
yang dapat menyesuaikan dengan
cultur masyarakat, bukan semata-
mata merupakan keinginan
penguasa yang ingin menertibkan
masyarakat dengan konsep yang di
kehendakinya.
E. Sanksi Hukum Dalam Negara
Hukum
Sanksi mempunyai peranan
sangat penting dalam penegakan
hokum, bahkan sanksi merupakan
salah satu factor orang patuh
terhadap hokum yang berlaku,
selain memang banyak factor-faktor
lain orang mematuhi hokum hokum
selain karena ada nya sanksi. Sanski
hokum adalah bentuk hukuman
yang dijatuhkan pada seseorang
yang melanggar hokum.
Bentuk sanksi dalam setiap
norma yang berlaku tentunya
sangat bermacam-macam bentuk
40 L
Rasjidi dan Ida Bagus Wiyasa Putra, Hukum Sebagai suatu system,
(Bandung:Mandar Maju, 20013), hlm, 182, lihat juga bukti Otje Salman, Ikhtisar Filsafat
Hukum, (Bandung:Armico, 1987), halaman 17
41
Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam
pembangunan Nasional, (Bandung:Bina Cipta), tanpa tahun, halam. 2-i3
42
Ibid
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
49
sanksinya bagi si pelanggar sanksi
itu, seperti norma kesusilaan sanksi
nya bias saja seperti rasa bersalah
pada diri sendiri, pada norma
agama contoh nya adanya
ancaman-ancaman neraka bagi
orang telah melanggar norma
agama, terhadap norma kesopanan
missal nya, di kucilkan di tengah-
tengah masyarakat karena telah
melanggar norma kesopanan.
Dalam pembahasan ini yang akan di
bahas adalah sanksi hokum dalam
Negara hokum.
Kepatuhan terhadap yang di
pengaruhi terhadap adanya
ancaman sanski hokum, maka di
perlukan ada nya pengawasan dan
penegakan hokum dari penegak
hokum. Jika tidak maka hokum
tidak akan di patuhi oleh
masyarakat sebagai contoh: orang
yang berkendaraan sepeda motor
cendrung akan patuh memakai
helm jika jalan di lintasi nya akan
melalui pos-pos satuan lalu lintas
atau jalan-jalan yang biasa nya ada
petugas razia atau sedang melintasi
daerah perkotaan karena khawatir
akan di razia oleh polisi lalu lintas.
Padahal undang-undang tidak
menentukan zona (daerah) wajib
pakai helm. Tetapi semua orang
yang berkendaraan sepeda motor
wajib memakai helm. Dengan
demikian selain adanya sanksi
dalam peraturan, maka diperlukan
pula ada nya pengawasan dalam
peraturan dalampelaksanaan nya
dan penegakan hokum terhadap
pelanggaran sanksi hokum dari
kekuasaan Negara.
Kekuasan dalam menjalankan
sanksi dalam pelaksanaan sanksi
adalah hak penuh oleh penguasa
(Negara). Perorangan dilarang
melaksanaakan sanksi untuk
menegakkan hokum. Memukul
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
50
orang yang telah mengingkari janji
atau meninju diri kita, menyekap
seseorang yang tidak mau melunasi
hutang, “mencuri” sepeda motor
milik sendiri daipencurinya, itu
semuanya merupakan tindakan
menghakimi sendiri, aksi sepihak
atau “eigenrichting”. Perbuatan
menghakimi sendiri tidak lain
merupakan tindakan untuk
melaksanakan hak menurut
kehendak sendiri yang bersifat
wewenang dan merupakan suatu
tindakan melawan hokum, atau apa
yang dianggap oleh kehendak
sebagai sanksi bersama itu dalam
menjalankan nya tanpa persetujuan
pihak lain yang berkepentingan
contoh: A dan B membuat
perjanjian hutang piutang dengan
perjanjian A memberikan sejumlah
uang kepada si B dengan jaminan
sebidang tanah dan rumah yang
melekat diatasnya, setelah jauh
tempo, A tidak boleh menjatuhkan
saksi kepada si B untuk mengambil
sebidang tanah dan rumah tersebut
sebagai pelaksanaan perjanjian
tersebut tanpa adanya persetujuan
si B, melainkan harus ada putusan
dari pengadilan yang berwenang
untuk itu dan memerintahkan
dilakukan nya eksekusi (upaya
hokum paksaan dalam menjalankan
keputusan). Sehigga dapat dikatan
bahwa pada hakekatnya tindakan
menghakimi sendiri ini merupakan
pelaksanaan sanksi oleh
perorangan. 43
Kekuasaan Negara dalam
memaksanakan hokum kepada
masyarakat merupakan bentuk
perwujudan yang paling jelas dari
kekuasaan Negara dalam
pelaksanaan kewajibannya untuk
memaksakan ditaatinya hokum.
Dalam Negara hokum saksi hokum
di bagi kepada sanksi pidana,
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
51
sanksi perdata, sanksi administrasi
Negara yang mempunya karateristik
masing-masing.
1. Sanksi pidana
Penjatuhan sanksi hokum
pidana merupakan bentuk
hukuman kepada seseorang yang
telah melanggar ketentuan hokum
pidana. Sanksi pidana merupakan
sanksi yang di jatuhkan oleh
kekuasaan Negara kepada
masyarakat nya dalam rangka
melindungi kekuasaan Negara itu
serta bentuk perlindungan Negara
kepada warga nya terhadap
perbuatan kejahatan oleh warga
lain nya.
Sanksi pidana yang di jatuhkan
oleh Negara hokum haruslah
berdasarkan peraturan perundang-
undangan, aritnya tidak boleh ada
pemidanaan tak peraturan
perundang-undangan, sebagaimana
azas legalitas yang dikenal dalam
hokum pidana “Nullum dilectum
nulla poena sine previa lege
poenali” tiada suatu perbuatan yang
dapat diancam dengan pidana
sepanjang peraturan perundang-
undangan tiada yang mengaturnya.
Asas ini menjasi asas konkrit
dengan di cantumkan nya dalam
pasal 1 ayat (1) Kita Undang-
undang Hukum Pidana (KUHPidana)
yang berbunyi: suatu perbuatan
tidak dapat di pidana kecuali
berdasarkan ketentuan-ketentuan
perundang-undangan pidana yang
telah ada sebelumnya.
Ketentuan asas legalitas ini
mengisyaratkan tidak ada suatu
tindakan yang diancam sanksi
pidana terhadap suatu perbutan
sebelum adanya peraturan
prundang-undangan yang
mengaturnya contoh: sebelum
adanya Undang-undang 11 Tahun
2008 tetang Informasi dan
43 Sudikno Mertokesuno, Op-Cit,
hlm. 23
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
52
Transasksi Elektronik, orang yang
melakukan perbuatan kejahatan
yang menggunakan media
elektronik seperti, penyebaran
video a moral, seperti contoh lain
mencemarkan nama baik melalui
email, seorang tersebut tidak dapat
dilakukan pemidaan karena
pelanggaran hokum Informasi dan
Transaksi Elektronik sebelumnya
sebelum lahirnya Informasi dan
Transaksi Elektronik tersebut. Maka
dengan demikian suatu perbuatan
kejahatan melalui informasi
elektronik dapat di ancam
pemidaan nya setelah di undangkan
nya undang-undang 11 Tahun 2008
tentang informasi dan Transaksi
Elektronik.
Bentuk sanksi hokum pidana
yang di temui dalam berbagai
Undang-undang, sanksi hokum
yang dijatuhkan dalam pelanggaran
hokum pidana dapat berupa:
1. Perampasan kebebasan
(hukuman penjara).
2. Penyitaan harta benda.
3. Perampasan jiwa seseorang
(hukuman mati).
Dalam penerapan sanksi
pidana di setiap Negara tentunya
sangat berbeda khususnya dengan
pemidanaan mati. Contoh: di
Malaysia missal nya, pemidanaan
mati dilakukan dengan cara di
gantung, di Arab Saudi terpidana
mati penerapan pidana nya dengan
cara di pancung pakai pedang,
sementara di Indonesia sendiri
pemidanaan mati di lakukan
dengan cara ditembak. Hukum
pidana Indonesia yang masih di
pergunakan saat ini adalah huukum
pidana yang dibawa oleh
pemerintah Belanda yang di
terapkan di daerah jajahan nya
Hindia Belanda (Indonesia) yang
mengenal ada nya sanksi
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
53
pemidanaan mati. Sementara di
Negara Belanda sendiri pemidanaan
mati sudah di hapuskan.
Penerapan hokum pidana yang
dapat membuat orang merasa hak-
hak nya terampas bahkan jiwanya,
maka proses dan dalam penerapan
harus mendasarkan pada hokum
acara pidana yang jelas. Hal ini
untuk memberikan hak kepada
seseorang untuk membela diri
dalam proses penyelidikan,
penyidikan bahkan di muka
pengadilan berkaitan pula dengan
penerapan asas legalitas.
2. Sanksi perdata
Hukum perdata yang
merupakan hokum yang mengatur
hubungan hokum subjek hokum
dengan subjek hokum lain nya yaitu
mengatur hubungan hokum antara
orang (naturlijk person) dengan
orang (naturlijk person) yang
berhubungan dengan hak dan
kewajiban pribadi (perseorangan ),
bahkan dalam perkembangan nya,
termasuk mengatur hokum antara
badan hokum recht person) dengan
badan hokum (recht person)
maupun hubungan hokum badan
hokum (recht person) dengan orang
(naturlijk person) yang bersifat
personal.
Hubungan keperdataan yang di
lakukan oleh subjek hokum dalam
bentuk perikatan seperti jual beli,
sewa menyewa, hibah dan lain nya,
sepenuhnya menjadi kewenangan
dari subjek hokum itu sendiri yang
mengatur nya, tanpa adanya
campur tangan dari Negara. Namun
pada pelaksanaan nya pihak-pihak
yang membuat perikatan itu ada
yang ingkar janji (wanprestasi),
dalam pelaksanann nya
membutuhkan kekuasaan Negara
dalam menjalankan perikatan itu,
yaitu pemaksaan Negara berupa
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
54
sanksi, setelah mendapat putusan
dari pengadilan yang berwenang
untuk itu.
Sanski keperdataan yang
diterapkan kepada seseorang yang
telah melanggar ketentuan hokum
yang telah dibuatnya dalam suatu
perikatan. Bentuk sanksi yang akan
di jatuhkan berupa:
1. Ganti rugi
2. Denda
Bentuk sanksi baik ganti rugi
maupun denda yang di putuskan
oleh pengadilan yang berwenang,
terhadap besarnya ganti rugi
maupun denda tersebut merupakan
atas dasar permintaan dari pihak
yang merasa di rugikan (dalam hal
ini penggugat) kepada hakim,
hakim tidak boleh membuat
putusan ganti rugi maupun denda
melebihi apa yang telah di
mohonkan oleh penggugat.
3. Sanski administrasi.
Ruang lingkup sanksi
administrasi merupakan bagian dari
hokum public yaitu hokum yang
mengatur “kekuasaan dan
wewenang penguasa/Negara serta
hubungan-hubungan antara
masyarakat.44
sanksi hokum yang
dapat di jatuhkan kepada
penyelenggara Negara, orang
pribadi mau Badan Hukum yang
menjalankan fungsi berdasarkan
keputusan pemerintah.
Tugas penyelenggara
administrasi Negara hanya di
serahakan kepada pemerintah
bukan kepada orang pribadi atau
badan hokum privat swasta, kecuali
pihak-pihak swasta yang secara
sukarela atas inisiatif sendiri
melakukan pekerjaan social dalam
bidang pendidikan seperti
Universitas/Sekolah
Muhammadiyah, Katolik,
Alwasliyah, Nomensen atau dalam
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
55
bentuk yayasan-yayasan lain yang
menyelenggarakan kegiatan social
pendidikan. Dengan demikian
bahwa administrasi Negara itu
mempunyai tugas khusus yaitu
tugas administrasi yang di serahkan
kepada pemerintah bukan kepada
orang pribadi atau badan hokum
privat swasta, terkecuali pihak-
pihak pengelola kegiatan social
pendidikan sebagaimana telah di
kemukakan sebelumnya45
Administrasi Negara yang di
selenggarakan oleh pejabat tata
usaha Negara tersebut akan di
berlakukan kepada pejabat tata
usaha Negara itu sendiri sesuai
dengan jenjang nya, contoh nya
kenaikan / penurunan,
pengangkatan Pegawai Negeri Spil
(PNS), kemudian administrasi yang
dibelakukan bagi hokum privat
misalnya penerbitan izin tambang,
selain itu juga di mungkingkan di
berlakukan kepada orang pribadi
seperti contoh pemberian Izin
Mendirikan Bangunan (IMB)
Dalam penyelenggaraan
hokum administrasi Negara,
tentunya dalam
penegakan hokum nya di perlukan
sanksi dapat berupa sebagai
berikut :
1. Bestuursdwang (paksaan
pemerintah)
2. Penarikan kembali keputusan
(ketetapan) yang menguntungkan
(izin, pembayaran, subsidi)
3. Pengenaan denda administrative
4. Pengenaan uang paksa oleh
pemerintah (dwangsom).
Dalam penerpan sanksi
administrasi di Indonesia memang
dirasa sangat di jalankan sebab
tidak adanya lembaga paksa atau
eksekusi rill oleh Kepniteraan di
bawah Pengadilan seperti perkara
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
56
perdata yang di atur dalam pasal
195 s/d pasal 208 HIR dan pasal
1033 RV serta dalam upaya paksa
putusan pidana yang di autr dalam
pasal 270 KUHAP, seperti hal nya
dalam Peradilan agama ada
ketentuan hokum ada upaya
eksekusi yang di jumpai dalam
pasal 95, 98, dan 103 UU No. 50
Tahun 2009, tengan Perubahan
Kedua atas Undang-undang Nomor
7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama, sementara dalam
penerapan sanksi administrasi tidak
ada ketentuan yang mengatur
tentang adanya upaya paksa
(eksekusi) nya, melainkan hanya
teguran melalui oleh pejabat tata
usaha Negara secara hirarki
berjenjang dari atas kebawah.
DAFTAR PUSTAKA
Apeldoorn, Van Pengantar Ilmu
Hukum (terjemah, Mr. Oetarid
Sadino: Inleiding tot de studie van
het Nederlandse Recht, Noor
Komala, Jakarta, 1962
Budiarjo, Miriam Dasar-dasar Ilmu
Politik, Gramedia, Jakarta, 1992
Ichsan, Achmad Hukum Perdata IA,
Pembimbing Masa, Cet I, Jakarta,
1969
Kansil, C.S.T. Pengantar Ilmu
Hukum dan Tata Hukum
Indonesia Balai Pustaka, Jakarta,
1986
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
57
Kusumaatmadja, Mochtar Fungsi
dan Perkembangan Hukum
dalam Pembangunan Nasional,
(Bandung:Bina Cipta), tanpa
tahun.
Laeyenddecker, L, Tata Perubahan,
dan Tata Ketimpangan Suatu
Pengantar Sejarah Sosiologi, PT.
Gramedia, Jakarta 1983
Mertokesomo, Sudikno Mengenal
Hukum Suatu Pengantar, Liberti,
Yogyakarta, 2005
Nasution, Mirza, Diktat Hukum Tata
Negara Indonesia,
(Medan:Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara,
2013) Hal 8-9
Prodjodikoro, Wirjono Bunga
Rampai Hukum, PT. Ikhtiar Baru,
Jakarta, 1974
Purbacaraka, Purnadi & Soerjono
Soekanto, Perihal Kaedah
Hukum, Alumni, Bandung, 1978
Riharjo, Satjipto, Pengantar Ilmu
Hukum, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2010
___________, Masalah Penegakan
Hukum, Sinar Baru, Bandung,
1983
___________, Pemanfaatan Ilmu-Ilmu
Sosial bagi Pengembangan Studi
Hukum, Alumni, cet. I, Bandung
1977
Rasjidi, Lili dan Ida Bagus Wiyasa
Putra, Hukum Sebagai Suatu
Sistem, (Bandung:Mandar Maju,
2003
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
58
Ridwan Syarani, Rangkuman Intisari
Ilmu Hukum: Citra Aditya Bakti
Bandung 2010
Salman, Otje Ikhtisar Filsafat
Hukum, Armico, Bandung, 1987
Uttrech, E (Disadur Oleh Moh, Saleh
Djindang), Pengantar Hukum
Indonesia, PT. Ikhtiar Baru, Cet ke
XI), Jakarta, 1989
CITRA JUSTICIA ISSN : 1411-0717
Vol. XIII No. 2 Oktober 2014
59