noer rafikah zulyanti *) abstrak · dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ......

41
1 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562 PELAPORAN DAN PENGENDALIAN BIAYA KUALITAS SEBAGAI SARANA UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS PADA PERUSAHAAN BATIK TULIS SIDO MAKMUR SENDANGAGUNG PACIRAN LAMONGAN Noer Rafikah Zulyanti *) Universitas Islam Lamongan Abstrak Persaingan yang semakin kompetitif mendorong perusahaan untuk melaksanakan kegiatan operasionalnya secara efesien agar tetap bertahan. Dewasa ini perusahaan menyadari akan pentingnya kualitas produk suatu barang sehingga perusahaan secara berkesinambungan berusaha untuk memperbaiki kualitas produk yang di hasilkannya.Pada penulisan skripsi ini metode penelitian yang di gunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif dan menghasilkan kesimpulan yaitu perusahaan BATIK TULIS SIDO MAKMUR SENDANGAGUNG PACIRAN LAMONGAN belum menerapkan pencatatan dan pelaporan biaya kualitas. Pencatatan dan pelaporan biaya kualitas dapat membantu manajer mengukur besarnya masalah kualitas. Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di lihat bahwa total biaya kualitas mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Prosentase total biaya kualitas terhadap penjualan aktual pada tahun 2012-2013 menunjukan angka 2-3% setiap tahunya. Hal tersebut merupakan hasil yang di capai perusahaan dalam melakukan pengendalian kualitas terhadap produknya selama periode tersebut. Oleh karena itu perlu di alkukan perencanaan dan pengendalian biaya kualitas untuk membantu pihak manajemen perusahaan dalam mengendalkan besarnya biaya kualitas yang timbul. Dengan di terapkanya pelaporan dan pengendalian biaya kualitas secara khusus, di harapkan kualitas produk maupun tingkat produktivitas perusahaan dapat di tingkatkan dan dapat di ketahui secara pasti berapa biaya yang telah di keluarkan perusahaan untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan standar kualitas sehingga akan mudah untuk melakukan analisis lebih lanjut mengenai program pengembangan kualitas yang telah di lakukan. Kata kunci : Pelaporan, Pengendalian biaya kualitas, produktivitas LATAR BELAKANG Dewasa ini sebagian perusahaan telah menyadari akan pentingnya kualitas produknya yang berupa barang dan jasa sehingga perusahaan secara berkesinambungan terus berusaha untuk melakukan perbaikan kualitas pada setiap jenis produk yang di hasilkan. Hal tersebut didasarkan akan semakin tingginya tingkat persaingan dagang dengan makin bertambahnya produk-produk sejenis dari perusahaan lain. Perjuangan untuk tetap bertahan dalam persaingan tersebut juga semakin keras karena konsumen telah semakin sadar akan kualitas barang yang akan di konsumen memahami pentingnya kulitas sebagai dasar menentukan produk mana yang akan di pilih. Artinya perusahaan tidak mempunyai cara lain untuk memikat konsumen,yaitu hanya dengan memberikan kualitas yang terbaik yang dapat di berikan dalam produknya.Agar suatu perusahaaan dapat bertahan hidup, perusahaan harus memperhatikan 3 aspek penting yaitu : flesibilitas, produk bermutu, dan biaya ( cost effective). aspek penting lainnya adalah produk bermutu (berkualitas) dan biaya mutu produk berupa barang dan jasa yang baik serta biaya merupakan faktor penting lainnya dalam menjamin keunggulan perusahaan dari para pesaingnya. konsumen akan selalu memilih produsen atau perusahaan yang mampu menghasilkan barang dan jasa yang memiliki kualitas yang baik dengan biaya serendah mungkin. selanjutnya yang harus di perhatikan adalah bahwa upaya peningkatan kualitas tidak dapat di pisahkan dengan usaha peningkatan produktivitas. Menurut Mulyadi (2007:382) menyatakan bahwa produktivitas berhubungan dengan produksi keluaran secara efesien dan terutama di ajukan pada hubungan antara keluaran (output) dengan masukan (input) yang di gunakan untuk menghasilkan keluaran tersebut. Perhatian produktivitas bukan hanya tertuju pada output, tetapi juga input. Suatu perusahaan di sebut produktif bila dapat mempertahankan tingkat output dengan penggunaan input.di dalam persaingan yang semakin kompetitif seperti sekarang ini, perusahaan yang tidak berproduksi secara produktif akan kalah bersaing, dan sebaliknya hanya perusahaan yang beroperasi secara produktif yang dapat

Upload: doanmien

Post on 06-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

1 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

PELAPORAN DAN PENGENDALIAN BIAYA KUALITAS SEBAGAI SARANA

UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS PADA PERUSAHAAN BATIK

TULIS SIDO MAKMUR SENDANGAGUNG PACIRAN LAMONGAN

Noer Rafikah Zulyanti *)

Universitas Islam Lamongan

Abstrak

Persaingan yang semakin kompetitif mendorong perusahaan untuk melaksanakan kegiatan

operasionalnya secara efesien agar tetap bertahan. Dewasa ini perusahaan menyadari akan pentingnya

kualitas produk suatu barang sehingga perusahaan secara berkesinambungan berusaha untuk

memperbaiki kualitas produk yang di hasilkannya.Pada penulisan skripsi ini metode penelitian yang

di gunakan adalah metode kualitatif dan kuantitatif dan menghasilkan kesimpulan yaitu perusahaan

BATIK TULIS SIDO MAKMUR SENDANGAGUNG PACIRAN LAMONGAN belum menerapkan

pencatatan dan pelaporan biaya kualitas. Pencatatan dan pelaporan biaya kualitas dapat membantu

manajer mengukur besarnya masalah kualitas. Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di

lihat bahwa total biaya kualitas mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Prosentase total biaya

kualitas terhadap penjualan aktual pada tahun 2012-2013 menunjukan angka 2-3% setiap tahunya.

Hal tersebut merupakan hasil yang di capai perusahaan dalam melakukan pengendalian kualitas

terhadap produknya selama periode tersebut. Oleh karena itu perlu di alkukan perencanaan dan

pengendalian biaya kualitas untuk membantu pihak manajemen perusahaan dalam mengendalkan

besarnya biaya kualitas yang timbul. Dengan di terapkanya pelaporan dan pengendalian biaya kualitas

secara khusus, di harapkan kualitas produk maupun tingkat produktivitas perusahaan dapat di

tingkatkan dan dapat di ketahui secara pasti berapa biaya yang telah di keluarkan perusahaan untuk

menghasilkan produk yang sesuai dengan standar kualitas sehingga akan mudah untuk melakukan

analisis lebih lanjut mengenai program pengembangan kualitas yang telah di lakukan.

Kata kunci : Pelaporan, Pengendalian biaya kualitas, produktivitas

LATAR BELAKANG

Dewasa ini sebagian perusahaan telah

menyadari akan pentingnya kualitas produknya

yang berupa barang dan jasa sehingga

perusahaan secara berkesinambungan terus

berusaha untuk melakukan perbaikan kualitas

pada setiap jenis produk yang di hasilkan. Hal

tersebut didasarkan akan semakin tingginya

tingkat persaingan dagang dengan makin

bertambahnya produk-produk sejenis dari

perusahaan lain.

Perjuangan untuk tetap bertahan dalam

persaingan tersebut juga semakin keras karena

konsumen telah semakin sadar akan kualitas

barang yang akan di konsumen memahami

pentingnya kulitas sebagai dasar menentukan

produk mana yang akan di pilih. Artinya

perusahaan tidak mempunyai cara lain untuk

memikat konsumen,yaitu hanya dengan

memberikan kualitas yang terbaik yang dapat di

berikan dalam produknya.Agar suatu

perusahaaan dapat bertahan hidup, perusahaan

harus memperhatikan 3 aspek penting yaitu :

flesibilitas, produk bermutu, dan biaya (cost

effective). aspek penting lainnya adalah produk

bermutu (berkualitas) dan biaya mutu produk

berupa barang dan jasa yang baik serta biaya

merupakan faktor penting lainnya dalam

menjamin keunggulan perusahaan dari para

pesaingnya. konsumen akan selalu memilih

produsen atau perusahaan yang mampu

menghasilkan barang dan jasa yang memiliki

kualitas yang baik dengan biaya serendah

mungkin. selanjutnya yang harus di perhatikan

adalah bahwa upaya peningkatan kualitas tidak

dapat di pisahkan dengan usaha peningkatan

produktivitas.

Menurut Mulyadi (2007:382) menyatakan

bahwa produktivitas berhubungan dengan

produksi keluaran secara efesien dan terutama

di ajukan pada hubungan antara keluaran

(output) dengan masukan (input) yang di

gunakan untuk menghasilkan keluaran tersebut.

Perhatian produktivitas bukan hanya tertuju

pada output, tetapi juga input. Suatu perusahaan

di sebut produktif bila dapat mempertahankan

tingkat output dengan penggunaan input.di

dalam persaingan yang semakin kompetitif

seperti sekarang ini, perusahaan yang tidak

berproduksi secara produktif akan kalah

bersaing, dan sebaliknya hanya perusahaan

yang beroperasi secara produktif yang dapat

Page 2: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

2 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

tetap bertahan dan memperoleh keuntungan.

Banyak perusahaan perusahaan yang jauh dari

efisien dalam melakukan proses produksinya.

Banyaknya pemborosan dalam proses produksi

yang menyebabkan harga jual semakin tinggi

sehingga produk menjadi sulit bersaing di

pasaran.kondisi tersebut masih di tambah

dengan tingginya tingkat internal failure

maupun external failure sehingga produktivitas

perusahaan menjadi semakin rendah masalah -

masalah tersebut sebenarnya bisa di antisipasi

apabila pihak manajemen punya satu sarana

monotoring yang dapat memberikan informasi

akurat tentang biaya- biaya yang terjadi dalam

setiap kegiatan produksi perusahaan, Selama ini

biaya yang timbul di anggap sebagai biaya

produksi sehingga perusahaan mengalami

kesulitan untuk mengetahui sejauh mana

masalah kualitas yang sedang di hadapi serta

tingkat kemajuan perbaikan kualitas telah

berhasil di laksanakan.menyusun laporan dan

melakukan pengendalian biaya kualitas

merupakan salah satu langkah yang dapat di

ambil perusahaan untuk menciptakan produk

yang berkualitas tinggi dengan biaya yang

paling ekonomis.

Menurut Hasen Mowen (2000:18), Tujuan

utama dari pelaporan biaya kualitas adalah

untuk meningkatkan kemampuan dan

memfasilitasi manajer dalam melakukan

perencanaan, pengendalian, serta pengambilan

keputusan.dengan menyusun laporan tersebut,

perkembangan biaya kualitas yang terjadi dapat

selalu di amati oleh pihak manajemen.

Pengendalian terhadap berbagai macam biaya

kualitas tersebut pada akhirnya dapat

menciptakan produktivitas tertentu. Perbaikan

kualitas pada produk yang di hasilkan mampu

meningkatkan produktivitas proses produksi,

perbaikan kualitas berati menggurangi

terjadinya produk cacat atau pengerjaanya

ulang suatu produk, hal ini berati penggurangan

sumber daya yang di gunakan. Dengan

demikian peningkatan produktivitas di

karnakan output yang meningkat dan input

yang menurun jadi perbaikan kualitas sangat

erat hubunganya dengan peningkatan

produktivitasnya. Dengan meminimalkan biaya

kegagalan serta penurunan total biaya kualitas

yang di sertai oleh peningkatan kualitas, maka

biaya yang di perlukan untuk menghasilkan

produk tersebut akan berkurang serta dengan

berkurangnya jumlah produk cacat yang di

hasilkan akan menambah jumlah output berati

peningkatan produktivitas perusahaan.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang di gunakan adalah

deskriptif kuantitatif dengan alasan bahwa

penelitian di lakukan dengan tujuan

menginterprestasikan hasil analisis dari laporan

biaya kualitas bedasarkan pemahaman,

pemikiran dan presepsi penulis tanpa di lakukan

pengujian dengan metode statistik.

Dalam sebuah penelitian metode teknik

analisis data yang di gunakan dalam Skripsi ini

menggunakan Langkah-Langkah sebagai

berikut :

1. Mengidentifikasi dan memisahkan semua

data biaya kualitas dari biaya produksi yang

ada dalam perusahaan untuk produk yang di

hasilkan.

2. Melakukan pengelompokan biaya kualitas

yang teridentifikasi ke dalam empat kategori

biaya kualtas, yaitu biaya pencegahan, biaya

penilaian, biaya kegagalan internal dan

biaya kegagalan eksternal.

3. Menyusun laporan biaya kualitas perusahaan

ke tiga tipe pelaporan biaya kualitas, yaitu

bedasarkan penjualan aktual, bedasarkan

anggaran dan bedasarkan trend satu tahun.

4. Melakukan analisis terhadap perkembangan

biaya kualitas bedasarkan tiga metode

pelaporan tersebut.

5. Melakukan pengukuran produktivitas secara

persial pada input produksi yang berupa

biaya bahan baku, biaya tenaga kerja

langsung dan biaya overhead pabrik

6. Mengidentifikasi manfaat yang dapat di

peroleh atas perencanaan biaya kualitas bagi

peningkatan produktivitas.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Hasil Penelitian

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah di

dapat oleh penulis maka penulis memberikan

analisa dengan perencanaan dan pengendalian

biaya kualitas yang berkesinambungan di

harapkan dapat di peroleh hasil yang lebih baik

dari pengelolaan kegiatan-kegiatan yang di

lakukan dalam mencapai kualitas yang telah di

tetapkan sebelumnya, sehingga produk yang di

hasilkan dapat memuaskan konsumen. Pihak

manajemen perusahaan melakukan perencanaan

dan pengendalian biaya kualitas, perusahaan

juga harus merencanakan tindakan-tindakan

khusus yang di perlukan untuk meenciptakan

kondisi yang lebih baik pada priode berikutnya.

1. Berdasarkan penjualan aktual

Page 3: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

3 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Metode ini bertujuan untuk memantau

pelaksanaan operasional biaya kualitas dengan

menggunakan penjualan bersih aktual sebagai

dasar analisis. Dari hasil laporan biaya kualitas

yang telah disusun dapat di lihat bahwa total

biaya kualitas tahun 2013 mengalami

penurunan di banding total biaya kualitas tahun

2012, Total biaya kualitas dengan hasil

penjualan aktual pada tahun 2012 sebesar

3,26% kemudian mengalami penurunan sebesar

1,82% pada tahun 2013 penurunan total biaya

kualitas ini menunjukan bahwa perusahaan

telah melakukan pengendalian ini dapat

berjalan secara optimal dan mendorong

peningkatan penjualan perusahaan.

2. Bedasarkan biaya kualitas satu periode

sebelumnya

Analisis biaya kualitas bedasarkan satu periode

sebelumnya di lakukan dengan cara

meembandingkan biaya kualitas yang terealisasi

periode berjalan dengan periode sebelumnya.

Analisis tersebut menunjukan penyimpangan

yang terjadi apakah menguntungkan atau

merugikan bagi perusahaan. Hasil analisis yang

disusun pada biaya kualitas menunjukan bahwa

pada tahun 2013 terjadi selisih sebesar

Rp.4.237.000 dibandingkan dengan tahun 2012.

Hal ini menujukan bahwa perusahaan terus

berusaha meningkatkan biaya pencegahan dan

penilaian dan berusaha menurunkan baiaya

kegagalan produk agar produktivitas

perusahaan dapat di tingkatkan.

3. Pengukuran produktivitas bahan baku,

tenaga kerja langsung dan biaya overhead

pabrik.

Perbaikan kualitas berati mengurangi terjadinya

produk cacat atau pengerjaan ulang suatu

produk. Peningkatan produktivitas di karnakan

jumlah output yang meningkat dan penggunaan

output yang menurun. Dari hasil pengukuran

produktivitas yang telah di sunsun diatas dapat

di analisis mennjukan bahwa produktivitas

bahan baku pada tahun 2012 dan 2013 adalah

sebesar 2,2 : 2,5 adanya peningkatan rasio

produktivitas bahan baku menunjukan bahwa

pemakaian bahan baku dalam menghasilkan

output adanya peningkatan biaya pencegahan

dan penilaian sehingga mengurangi adanya

scarp dan rework.Rasio produktivitas tenaga

kerja langsung pada tahun 2012 dan 2013

adalah sebesar 2,5:4,0 adanya peningkatan

keterampilan para perkerja yang telah

mendapatkan pendidikan dan pelatihan dari

perusahaan. Keterampilan bagian produksi yang

semakin meningkat tersebut menyebabkan

jumlah produk cacat atau produk gagal menjadi

menurun dan perusahaan sedikit melakukan

pengerjaan ulang produk, Rasio produktivitas

biaya overhead pabrik pada tahun 2012 dan

2013 adalah sebesar 52,4 : 93,7 adanya

peningkatan rasio produktivitas biaya overhead

pabrik ini meenunjukan adanya penambahan

pada biaya perawatan mesin atau peraratan

produksi oleh perusahaan sehingga berdampak

positif pada peningkatan kualitas produk yang

di hasilkan karena pemakaian mesin atau

peraratan yang optimal.

Hubungan biaya kulitas terhadap

produktivitas

Hubungan biaya kualitas dengan produktivitas

sangat berkaitan karena dengan adanya

perbaikan kualitas terhadap produk akan

berpengaruh terhadap produktivitas perusahaan.

Apabila pelaporan dan pengendalian biaya

kualitas selalu di amati maka pihak manajemen

dapat memperoleh informasi mengenai

perkembangan biaya kualitas sehingga dapat di

gunakan untuk melakukan perbaikan guna

meningkatkan produktivitas perusahaan.

Hubungan biaya kualitas dalam meningkatkan

produktivitas apakah dengan adanya pelaporan

dan pengendalian biaya kualitas dapat

meningkatkan produktivitas dijelaskan dalam

table dibawah ini:

.

Tabel 1: Perbandingan Biaya Kualitas Terhadap Produktivitas

keterangan tahun 2012 tahun 2013

biaya kualitas Rp 31.891.000 Rp. 36.128.000

3,26% 1,86%

produksi 7.649 unit 14.713 unit

994.370.000 1.986.255.000

produktivitas 52,5% 70,1%

Sumber data: data intern yang di olah penulis

Page 4: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

4 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Dari hasil analisis di atas dapat di jelaskan

bahwa biaya kualitas pada tahun 2012 sebesar

dan mengalami penurunan sebesar pada tahun

2013 dengan jumlah produksi dari tahun 2012

ke tahun 2013 mengalami peningkatan sebesar

3,26% dan mengalami penurunan sebesar

1,86% pada tahun 2013 mengalami peningkatan

sebesar 99% Selisih total produksi tahun 2013

sebesar Rp.994.370.000 Dengan tahun 2012

sebesar Rp.1.986.255.000

Peran biaya kualitas terhadap produktivitas

Peran biaya kualitas terhadap produktivitas

tidak lain adalah untuk mengukur tingkat

produktivitas perusahaan karena dengan

menerapkan atau memakai pelaporan dan

pengendalian biaya kualitas memudahkan

perusahaan dalam mengetahui seberapa besar

output yang di hasilkan input yang di gunakan.

Dari hasil tabel diatas di sebutkan total

produktivitas tahun 2012 sebesar dan total

produktivitas tahun 2013 sebesar . ini

menunjukan kalau perusahaan batik tulis SIDO

MAKMUR sendangagung paciran lamongan

mengalami peningkatan dari adanya

pengendalian biaya kualitas. Sehingga korelasi

antara biaya kualitas terhadap produktivitas

yaitu apabila biaya kualitas semakin menurun

maka produktivitas akan meningkat dan biaya

kualitas tidak termasuk dalam perhitungan HPP

(harga pokok produksi) akan tetapi perhitungan

biaya kualitas dapat di gunakan sebagai sarana

untuk mengukur kualitas perkerjaan dan

produktivitas perusahaan

PEMBAHASAN

Pelaporan biaya kualitas bedasarkan penjualan

dapat memberikan manfaat bagi pihak

manajemen dalam membuat suatu analisis

mengenai jumlah biaya yang telah di keluarkan

oleh perusahaan. Perencanaan dan pelaporan

biaya kualitas dapat di gunakan oleh

manajemen untuk memperoleh informasi

mengenai perkembangan biaya kualitas,

sehingga dapat di gunakan untuk melakukan

perbaikan untuk meningkatkan produktivitas

perusahaan. Pihak manajemen perusahaan

melakukan perencanaan dan pengendalian biaya

kualitas, perusahaan juga harus merencanakan

tindakan-tindakan khusus yang di perlukan

untuk meenciptakan kondisi yang lebih baik

pada priode berikutnya. Tindak lanjut ini

merupakan hal terpenting dari di sunsunya

laporan biaya kualitas tidak di ikuti dengan

tindak lanjut atas keadaan yang tercermin dalam

laporan tersebut, maka pelaporan biaya kualitas

percuma sumber daya. Selanjutnya, dalam

perencanaan dan pengendalian biaya kualitas

yang menjadikanya sebagai dasar bagi

pengambilan keputusan yang sesuai dengan

menggunakan metode sebagai berikut:

1. Bedasarkan penjualan aktual

Metode ini menggunakan penjualan bersih

aktual sebagai dasar analisis

2. Bedasarkan biaya kualitas satu priode

sebelumnya

Metode ini menggunakan cara

perbandingan biaya kualitas yang

terealisasi periode berjalan dengan periode

sebelumnya.

3. Pengukuran biaya bahan baku , tenaga

kerja langsung dan biaya overhead pabrik

Metode ini menggunakan cara

membandingkan output yang di hasilkan

dengan input yang di gunakan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari hasil analisis dan uraian serta pembahasan

yang penulis kemukakan dan di dukung dengan

data, maka dapat di tarik kesimpulan sebagai

berikut :

1. Selama ini perusahaan telah melakukan

kegiatan dalam mencapai kualitas sehingga

data-data yang menyangkut biaya kualitas telah

ada, namun perusahaan belum menerapkan

sistem pencatatan dan pelaporan biaya kualitas

secara khusus sebagai sarana untuk

perencanaan dan pengendalian biaya kualitas.

Biaya yang timbul di anggap sebagai baiaya

produksi sehingga manajemen perusahaan

mengalami kesulitan untuk mengetahui sejauh

mana masalah kualitas yang sedang di hadapi

serta tingkat kemajuan kualitas yang telah di

laksanakan.

2. Dari hasil laporan biaya kualitas selama

2 periode dapat di lihat bahwa total biaya

kualitas terus mengalami penurunan setiap

tahunya. Hal ini menunjukan kalau perusahaan

melakukan pengendalian kualitas terhadap

produknya selama periode tersebut, meskipun

perusahaan belum mengidentifikasikan

kategori-kategori ke dalam biaya kualitas,

presentase total biaya kualitas terhadap total

penjualan aktual telah menunjukan \angka

penurunan yang cukup baik.

3. Pada tahun 2012 ke tahun 2013 terjadi

peningkatan produktivitas pada input produksi

perusahaan. Walaupun perusahaan belum

menerapkan laporan biaya kualitas secara

Page 5: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

5 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

khusus, akan tetapi nampak adanya peningkatan

kualitas berupa semakin menurunya biaya

produk gagal dan di ikuti pula dengan

peningkatan rasio produktivitas selama jangka

waktu tersebut. Perbaikan kualitas memiliki

dampak secara langsung terhadap peningkatan

produktivitas perusahaan.

Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah di

kemukakan di atas, maka penulis mencoba

untuk mengemukakan saran antara lain sebagai

berikut :

1. Perusahaan harus terus meningkatkan

perhatian terhadap kualitas produknya agar

pelaksanaan perencanaan dan

pengendalian kualitas tetap berjalan

dengan baik.

2. Pelaporan biaya kualitas perlu di sunsun

oleh perusahaan untuk mendukung

keberhasilan program pengendalian

kualitas yang selama ini telah di lakukan.

3. Perlu adanya tindakan perbaikan secara

terus menerus pada penerapan laporan

biaya kualitas yang benar-benar sesuai

dengan kondisi dan kebutuhan perusahaan

agar produktivitas akan dapat semakin di

tingkatkan.

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur

penelitian. Suatu pendekatan praktek.

Edisi revisi VI. Jakarta : Rineka cipta.

Blotcher, chen, lin. 2000. Manajemen Biaya.

Edisi pertama. Di Terjemahkan A.Susty

Ambarriani jakarta: salemba empat.

Dina hikmah Wati, 2004, pelaporan dan

pengendalian biaya kualitas sebagai

salah satu sarana untuk meningkatkan

produktivitas perusahaan (studi kasus

pada PT.X), skripsi, surabaya, Fakultas

Ekonomi Universitas Airlangga.

Hansen, Don R. And Maryanne M. Mowen,

2000 Akuntansi Manajemen. Jilid 2,

Jakarta: Erlangga.

http://jasa pembuatan web.c0.id/ artikel

ilmiah/tujuan dan manfaat pengukuran

produktivitas, pengendalian biaya.

Mulyadi, 2000. Akuntansi Biaya. Edisi lima,

yogyakarta : Aditiya Media.

Mulyadi, 2007. Sistem Perencanaan dan

pengendalian manajemen, jakarta:

salemba empat.

Suryadi prawirosentono, Drs. 2002. Manajemen

Mutu Terpadu: total quality

management, jakarta : Bumi Aksara.

Sugiyono, prof.Dr.2011. Metode penelitian

kuantitatif, kualitatif dan R & D. Edisi

revisi, Bandung : CV.alfabeta

________2012. Pedoman penyusunan skripsi,

fakultas ekonomi. Universitas islam

Lamongan

Page 6: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

6 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

TANGGUNGJAWAB PERUSAHAAN PENYEDIA JASA AKIBAT

PERBUATAN MELAWAN HUKUM YANG DILAKUKAN

OLEH PEKERJA OUTSOURCING

Dhevy Nayasari Sastradinata *)

*)Dosen Fakultas hukum Universitas Islam Lamongan

ABSTRAK

Iklim persaingan usaha yang makin ketat, perusahaan berusaha untuk melakukan efisiensi biaya

produksi (cost of production). Salah satu solusinya adalah dengan sistem pegawai kontrak, dimana

dengan sistem ini perusahaan dapat menghemat pengeluaran dalam membiayai sumber daya manusia

yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan. Outsourcing diartikan sebagai pemindahan atau

pendelegasian beberapa proses bisnis kepada suatu badan penyedia jasa, dimana badan penyedia jasa

tersebut melakukan proses administrasi dan manajemen berdasarkan definisi serta kriteria yang telah

disepakati oleh para pihak. Outsourcing dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia diartikan sebagai

pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa tenaga kerja, sedangkan untuk mengkaji hubungan

hukum antara karyawan outsourcing dengan perusahaan pemberi pekerjaan, akan diuraikan terlebih

dahulu secara garis besar pengaturan outsourcing dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

yaitu Pasal 64, Pasal 65 (terdiri dari 9 ayat), dan Pasal 66 (terdiri dari 4 ayat).

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan yang akan diteliti yaitu

Bagaimana perngaturan tentang outsourcing menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003,

dan Bagaimana tanggung jawab perusahaan penyedia jasa akibat perbuatan melawan hukum

yang dilakukan oleh pekerja outsourcing.

Kata kunci :Penyedia jasa, Perbuatan melawan hukum, Pekerja Outsourcing.

PENDAHULUAN

Persaingan dalam dunia bisnis antar perusahaan

membuat perusahaan harus berkonsentrasi pada

rangkaian proses atau aktivitas penciptaan

produk dan jasa yang terkait dengan

kompetensi utamanya.Iklim persaingan usaha

yang makin ketat, perusahaan berusaha untuk

melakukan efisiensi biaya produksi (cost of

production).Salah satu solusinya adalah dengan

sistem pegawai kontrak, dimana dengan sistem

ini perusahaan dapat menghemat pengeluaran

dalam membiayai sumber daya manusia yang

bekerja di perusahaan yang bersangkutan.

Outsourcing (Alih Daya) diartikan sebagai

pemindahan atau pendelegasian beberapa

proses bisnis kepada suatu badan penyedia

jasa, dimana badan penyedia jasa tersebut

melakukan proses administrasi dan manajemen

berdasarkan definisi serta kriteria yang telah

disepakati oleh para pihak.

Gagasan awal berkembangnya outsourcing

(Alih Daya) adalah untuk membagi resiko

usaha dalam berbagai masalah, termasuk

ketenagakerjaan. Outsourcing (Alih Daya)

merupakan bisnis kemitraan dengan tujuan

memperoleh keuntungan bersama, membuka

peluang bagi berdirinya perusahaan-perusahaan

baru di bidang jasa penyedia tenaga kerja, serta

efisiensi bagi dunia usaha.

Outsourcing (Alih Daya) dalam hukum

ketenagakerjaan di Indonesia diartikan sebagai

pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa

tenaga kerja.Pengaturan hukum outsourcing

(Alih Daya) di Indonesia diatur dalam Undang-

Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun

2003 (Pasal 64, 65 dan 66) dan Keputusan

Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi

Republik Indonesia Nomor Keputusan.

101/Menteri/ VI/2004 Tahun 2004 tentang Tata

Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa

Pekerja/Buruh.

Undang - Undang Nomor 13 Tahun 2003

tentang Ketenagakerjaan sebagai dasar hukum

diberlakukannya outsourcing (Alih Daya) di

Indonesia, membagi outsourcing (Alih Daya)

menjadi dua bagian, yaitu: pemborongan

pekerjaan dan penyediaan jasa pekerja/buruh.

Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003,

yang menyangkut outsourcing (Alih Daya)

adalah Pasal 64, Pasal 65 (terdiri dari 9 ayat),

dan Pasal 66 (terdiri dari 4 ayat). Undang-

Undang tersebut dapat dipergunakan dan

berfungsi untuk menyelesaikan masalah

tanggung jawab perusahaan penyedia

jasa dalam perbuatan melawan hukum

Page 7: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

7 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

yang dilakukan oleh pekerja outsourcing

adalah

a. Dapat dijadikan literatur dibidang hukum

khususnya hukum perdata

b. Dapat digunakan bagi pihak yang terkait

dalam penyelesaian permasalahan pekerja, yang

berkaitan dengan perbuatan melawan hukum.

Peranan perusahaan outsourcing yang

merupakan pihak ketiga dalam perjanjian kerja

antara perusahaan dengan tenaga kerja

membawa dampak hubungan

pertanggungjawaban, pada perusahaan yang

memberikan jasa keamanan kepada perusahaan

yang membutuhkan.

Maka perusahaan tersebut dapat pula dimintai

pertanggung jawaban apabila perbuatan

melawan hukum yang dilakukan pekerja

outsourcing dapat merugikan perusahaan

peminta jasa tenaga kerja. Rumusan masalah

yang dikemukakan dalam penelitian ini

adalah

a. Bagaimana pengaturan tentang

outsourcing menurut Undang-Undang

Nomor 13 Tahun 2003?

b. Bagaimana tanggung jawab perusahaan

penyedia jasa akibat perbuatan melawan

hukum yang dilakukan oleh pekerja

outsourcing?

METODE PENELITIAN

Penelitian hukum ini menggunakan

pendekatan perundang-undangan (Statute

Approach). Pendekatan tersebut melakukan

pengkajian pengaturan perundang-undangan

yang berhubungan dengan pokok

permasalahan. Selain itu juga digunakan

pendekatan analisis (Analitical Approach),

pendekatan ini maksudnya menganalisa

tanggung jawab perusahaan penyedia jasa

akibat perbuatan melawan hukum yang

dilakukan oleh pekerja outsourcing.

Adapun bahan yang diperoleh dalam

penelitian studi kepustakaan, aturan perundang-

undangan, yang penulis uraikan dan

dihubungkan sedemikian rupa. Cara pengolahan

data dilakukan secara deduktif yakni menarik

kesimpulan dari suatu permasalahan yang

bersifat umum terhadap permasalahan kongkrit

yang dihadapi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tinjauan Terhadap Tanggung Jawab

Pengaturan Tentang Outsourcing

Untuk menentukan tingkatan besar

tanggungjawabnya, dan yang wajib

bertanggungjawab, berikut akan dijelaskan

beberapa prinsip tanggung jawab:1

a. Prinsip tanggung jawab berdasarkan

unsur kesalahan. Prinsip ini menyatakan

bahwa seseorang baru bisa dimintakan

pertanggungjawabannya secara hukum jika

ada unsur kesalahan yang dilakukan.

Dalam Kitab Undang–Undang Hukum

Perdata Pasal 1365, yang dikenal sebagai

perbuatan melawan hukum, mensyaratkan

terpenuhinya unsur pokok yaitu:

a. Adanya perbuatan

b. Adanya unsur kesalahan

c. Adanya kerugian yang diderita

d. Adanya hubungan sebab akibat antara

kesalahan dan kerugian.

2. Prinsip praduga untuk selalu

bertanggung jawab. Bahwa tergugat selalu

dianggap bertanggung jawab (presumption

of liability), sampai dapat membuktikan

sebaliknya. Prinsip pembuktian ini dalam

hukum pidana baru diterapkan pada tindak

pidana korupsi.

3. Prinsip praduga untuk selalu tidak

bertanggung jawab. Prinsip ini hanya

dikenal dalam lingkup transaksi konsumen

yang sangat terbatas, misal hukum

pengangkutan.

4. Prinsip tanggung jawab mutlak

(strict liability). Istilah strict liability ini

sering diidentikkan dengan tanggung jawab

mutlak. Ada pakar yang membedakan

antara strict liability dengan absolute

liability. Pada strict liability adalah prinsip

tanggungjawab yang menetapkan

kesalahan tidak sebagai faktor yang

menentukan, namun ada pengecualian yang

memungkinkan untuk dibebaskan dari

tanggung jawab, misal force majeur.

Sebaliknya absolute liability adalah prinsip

tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak

ada pengecualiannya. Pembedaan tanggung

jawab tersebut juga dapat dilihat dari ada

tidaknya hubungan kausalitas antara

subyek yang bertanggungjawab dengan

kesalahan.

5. Prinsip tanggung jawab dengan

pembatasan. Prinsip ini sangat

menguntungkan pelaku usaha karena dalam

klausul perjanjian selalu mencantumkan

pembatasan tanggung jawab yang dikenal

1 Celina Tri Siwi Kristiyanti. Hukum Perlindungan

Konsumen. Sinar Grafika. Jakarta. 2008. h.87.

Page 8: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

8 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

dengan klausul eksonerasi atau lepas dari

tanggung jawab.

Dalam melaksanakan pengaturan tentang

outsourcing menurut Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2003, yaitu :

1. Pengertian Perusahaan

Mengenai pengertian perusahaan ini secara

ilmiah terdapat beberapa pendapat,

diantaranya adalah: Menurut pemerintah

Belanda perusahaan ialah keseluruhan

perbuatan, yang dilakukan secara tidak

terputus-putus, dengan terang-terangan,

dalam kedudukan tertentu dan untuk

mencari laba. Menurut Molengraff,

perusahaan adalah keseluruhan perbuatan

yang dilakukan secara terus menerus,

bertindak keluar, untuk mendapatkan

penghasilan dengan cara memperniagakan

barang-barang, menyerahkan barang-

barang, atau mengadakan perjanjian-

perjanjian perdagangan.2

2. Pengaturan Tentang Outsourcing

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2003

Outsourcing merupakan perjanjian

pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa

pekerja/buruh karena semua kegiatan yang

berkaitan dengan pekerjaan maupun tenaga

kerja yang seharusnya menjadi urusan dan

ditangani langsung oleh perusahaan pengguna

dialihkan kepada perusahaan penyedia jasa

untuk kemudian ditangani dan menjadi

tanggung jawab perusahaan penyedia jasa,

maka itu perjanjian outsourcing sebagai

perjanjian pemborongan pekerjaan atau

penyediaan jasa pekerja/buruh.

Perjanjian kerja harus memenuhi ketentuan

asas-asas hukum kontrak, yang meliputi asas

konsensualisme, asas kebebasan berkontrak dan

asas kekuatan mengikatnya perjanjian. Pada

asas kebebasan berkontrak, terdapat kebebasan

kehendak yang mengimplikasikan adanya

kesetaraan minimal. Di sini antara pekerja

dengan pemberi kerja harus mempunyai

kedudukan yang sama tidak dalam kedudukan

sub ordinasi (di bawah perintah) harus sebagai

mitra kerja. Pada asas kekuatan mengikatnya

kontrak, ditentukan oleh isi kontrak itu sendiri,

kepatutan atau iktikad baik, kebiasaan dan

peraturan perundang-undangan.

2 H.M.N. Purwosutjipto. Pengertian Hukum Dagang Indonesia 1. Djambatan. Jakarta 2003. halaman 15.

3. Perusahaan Penyedia Jasa

Perjanjian dalam outsourcing (Alih Daya)

juga tidak semata-mata hanya mendasarkan

pada asas kebebasan berkontrak sesuai Pasal

1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

namun juga harus memenuhi ketentuan

ketenagakerjaan, yaitu Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Hal ini dimaksudkan apabila perusahaan

pengguna jasa outsourcing hendak mengakhiri

kerjasamanya dengan perusahaan outsourcing,

maka pada waktu yang bersamaan berakhir pula

kontrak kerja antara karyawan dengan

perusahaan outsource. Bentuk perjanjian kerja

yang lazim digunakan dalam outsourcing

adalah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

(PKWT). Bentuk perjanjian kerja ini dipandang

cukup fleksibel bagi perusahaan pengguna jasa

outsourcing, karena lingkup pekerjaannya yang

berubah-ubah sesuai dengan perkembangan

perusahaan.3

4. Perbuatan Melawan Hukum Dinamakan perbuatan melawan hukum

apabila perbuatan itu bertentangan dengan

hukum pada umumnya. Hukum bukan saja

berupa ketentuan-ketentuan undang-undang,

tetapi juga aturan-aturan hukum tidak tertulis,

yang harus ditaati dalam hidup

bermasyarakat. Kerugian yang ditimbulkan

itu harus disebabkan karena perbuatan yang

melawan hukum itu antara lain kerugian-

kerugian dan perbuatan itu harus ada

hubungannya yang langsung, kerugian itu

disebabkan karena kesalahan pembuat.

Secara prinsip, pelaku Perbuatan Melawan

Hukum telah melakukan perbuatan yang

mengakibatkan yang bersangkutan wajib

mengganti kerugian (moril dan materil)

terhadap pihak-pihak yang telah dirugikan

(saudara serta pembeli) sebagaimana yang

diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata. Berbicara tentang

Perbuatan Melawan Hukum tentunya akan

menghadapkan kita pada hal menentukan

apakah suatu perbuatan itu merupakan

Perbuatan Melawan Hukum atau wanprestasi.

Hal ini terjadi karena mungkin saja hal yang

kita nilai sebagai Perbuatan Melawan Hukum

ternyata hanya merupakan wanprestasi

semata. Kita perlu mengingat kembali bahwa

wanprestasi terjadi apabila seorang yang telah

ditetapkan prestasi sesuai dengan perjanjian

3 Djumadi. 2008. Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja. Jakarta: Raja Grafindo Persada, h. 49-54.

Page 9: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

9 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

tersebut tidak melaksanakan atau tidak

memenuhi prestasi sesuai dengan ketentuan

yang berlaku.

5. Tanggung Jawab Perusahaan Penyedia

Jasa Akibat Perbuatan Melawan Hukum

Yang Dilakukan Pekerja Outsourcing

Bahwa meluasnya tanggung jawab berkaitan

dengan perbuatan melawan hukum merupakan

konsekuensi logis dari perkembangan

peradaban manusia itu sendiri, terutama dimulai

ketika pola relasi antara manusia yang satu

dengan yang lain semakin kompleks. Harus

diakui konsep hukum common law jauh lebih

berkembang dalam kaitannya dengan

pertanggungjawaban pengusaha atau

perusahaan penyedia jasa ini dibandingkan

dengan system hukum kita (civil law). Dalam

sistem common law, doktrin Respondeat

Superior Liability adalah salah satu doktrin

utama yang diterima luas sebagai dasar

pertanggungjawaban perusahaan penyedia jasa

dalam konteks menjalankan pekerjaan.

Menurut doktrin respondeat superior ini,

seorang perusahaan penyedia jasa bertanggung

jawab atas perbuatan melawan hukum yang

dilakukan oleh pegawai atau karyawannya jika

karyawan tersebut bertindak masih dalam

cakupan menjalankan pekerjaannya atau dalam

lingkup pekerjaannya. Perumusan

pertanggungjawaban dalam Pasal 1367 KUH

Perdata sebagai mana disebutkan di atas, masih

sangat umum dan luas sehingga agak

menyulitkan dalam aplikasinya.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pengaturan tentang outsourcing adalah

diawali dengan adanya kesepakatan antara

perusahaan pengguna tenaga kerja (jasa)

dengan perusahaan penyedia jasa, kesepakatan

tersebut dibuat dalam bentuk perjanjian

kerjasama pemborongan penyediaan tenaga

kerja, setelah itu perusahaan penyedia jasa

melakukan perjanjian dengan pekerja.

2. Tanggung jawab perusahaan penyedia

jasa akibat perbuatan melawan hukum yang

dilakukan pekerja outsourcing yaitu seorang

perusahaan penyedia jasa bertanggung jawab

atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan

oleh pegawai atau karyawannya jika karyawan

tersebut bertindak masih dalam cakupan

menjalankan pekerjaannya atau dalam lingkup

pekerjaannya. Perumusan pertanggungjawaban

dalam Pasal 1367 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata sebagai mana disebutkan di

atas, masih sangat umum dan luas sehingga

agak menyulitkan dalam aplikasinya.

Saran

1. Agar setiap perusahaan yang menggunakan

jasa tenaga kontrak (outsourcing) dapat

memberikan hak-hak pekerja kontrak menurut

peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

2. Agar para pekerja kontrak dalam

melakukan pekerjaan dapat bekerja dengan baik

dan sekaligus hak-hakya sebagai pekerja dapat

dipenuhi/diperjuangkan, maka pemerintah

seharusnya memfasilitasi pekerja kontrak

(outsourcing) dalam memperoleh hak-haknya

dengan membuka posko-posko pengaduan

terhadap tenaga kerja, melalui asosiasi tenaga

kerja di dalam perusahaan yaitu Serikat Pekerja

Seluruh Indonesia (SPSI).

DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Muhammad. Hukum Perusahaan

Indonesia. Citra Aditya Bakti, Bandung,

2002.

Abdul. R Saliman. Esensi Hukum Bisnis

Indonesia. Kencana Prenada Media,

Jakara, 2004.

Ahmadi Miru. Hukum Kontrak Perancangan

Kontrak. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Jakarta, 2008.

Celina Tri Siwi Kristiyanti. Hukum

Perlindungan Konsumen.: Sinar

Grafika. Jakarta, 2008.

Djumadi. Hukum Perburuhan Perjanjian

Kerja. Raja Grafindo Persada. Jakarta,

2008.

H.M.N. Purwosutjipto. Pengertian Hukum

Dagang Indonesia 1, Djambatan. Jakarta,

2003.

Johnny Ibrahim, Teori Metode Penelitian

Normatif, Banyu Media Publishing,

Malang , 2005.

Lalu Husni. Pengantar Hukum

Ketenagakerjaan Indonesia. Raja Grafindo

Persada, Jakarta, 2000.

R. Soeroso. Pengantar Ilmu Hukum. Sinar

Grafika. Jakarta, 2002.

Sentosa Sembiring. Hukum Dagang. Citra

Aditya Bakti, Bandung, 2008.

Peraturan Perundang-Undangan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH

Perdata)

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Tentang Ketenagakerjaan

Page 10: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

10 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

PARADIGMA BARU PENGEMBANGAN MANAJEMEN MADRASAH

Tsalits Fahami

(FKIP Universitas Islam Lamongan)

Abstract: The new paradigm of madrasah management development that must be addressed is

the managerial problems. Sothat educational institutions Madrasah should be able to manage,

direct and guidestudents to face the changes and is able to create scholars, educators and

parents in thefuture. The effective Madrasah in general have a number of characteristics of the

process asfollows: The process of teaching and learning effectiveness is high, strong

leadershipmadrasah, madrasah environment that is safe and orderly, effective management of

educational personnel, Madrasah has a quality culture, Madrasah has cohesive teamwork,

Smart, and Dynamic, Madrasah has the authority (self-reliance), high participation of

madrasah citizens and public, Madrasah has openness (transparency) management, Madrasah

has a willingnessto change (psychological and physical), Madrasah get evaluation and

continuous improvement, Madrasah is responsive and adaptable to the needs, Having good

communication, Madrasah has accountability, Madrasah has the ability to maintain

sustainability.

Kata kumci : Paradigma baru, Manajemen madrasah

Pendahuluan

Pembicaraan tentang manajemen akhir-

akhir ini hangat dibincangkan. Hal tersebut

bukan saja merupakan hal baru bagi dunia

pendidikan. Sumber daya manusia merupakan

unsure aktif dalam penyelenggaraan

organisasi. Sedangkan unsure-unsur yang

lainnya merupakan unsure pasif yang bisa

diubah oleh kreativitas manusia. Dengan

pengelolaan (nanajemen) yang berkualitas,

diharapkan akan dapat mengkondisikan unsur-

unsur yang lain agar bisa mencapai tingkat

produktifitas suatu organisasi. Madrasah

diyakini menjadi lembaga pendidikan yang

mampu mengantarkan peserta didik pada

ranah yang lebih komprehensif, seperti aspek

intelektual, moral, spiritual, dan keterampilan

secara padu. Madrasah diyakini akan mampu

mengintegrasikan kematangan religius dan

keahlian ilmu modern kepada peserta didik

sekaligus (suprayogo, 2007). Dengan

kemampuan itu, madrasah akan mampu pula

mencetak insan-insan cerdas, kreatif, dan

beradab untuk menghadapi era globalisasi.

Memperbincangkan mengenai lembaga

pendidikan yang bernama madrasah, agaknya

akan selalu menarik dan tidak ada habis-

habisnya. Terlebih yang dibicarakan adalah

dari aspek manajemennya. Karena manajemen

dalam suatu lembaga apa pun akan sangat

diperlukan, bahkan – disadari atau tidak –

sebagai prasyarat mutlak untuk tercapainya

tujuan yang ditetapkan dalam lembaga

tersebut. Semakin baik manajemen yang

diterapkan, semakin besar pula kemungkinan

berhasilnya lembaga tersebut dalam mencapai

tujuannya. Demikian pula sebaliknya.

Realitas di lapangan lembaga-lembaga

pendidikan Islam khususnya madrasah

tingkat produktifitas masih jauh dari yang

diharapkan. Madrasah sebagai lembaga

pendidikan formal sering kurang mampu

mengikuti dan menanggapi arus perubahan

cepat yang terjadi dalam masyarakat.

Selama ini madrasah danggap sebagai

lembaga pendidikan islam yang mutunya lebih

rendah dari pada mutu lembaga pendidikan

lainnya, terutama sekolah umum, walaupaun

beberapa madrasah justru lebih maju dari pada

sekolah umum. Namun keberhasilan beberapa

madrasah dalam jumlah yang terbatas itu

belum mampu menghapus kesan negative

yang sudah terlanjur melekat (Qomar, 2007).

Dunia pendidikan masa depan perlu

semakin mengintegrasikan kedalam

berbabagai kegiatannya. Baik yang

bersifat kurikuler maupun ekstra kurikuler.

Dalam kehidupan budaya, globalisasi

menantang dunia pendidikan untuk

menghasilkan lulusan yang kenal,

Page 11: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

11 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

mencintai dan mampu mengekspresikan

budaya bangsanya seraya mampu menjalin

dialog terbuka dan kritis dengan budaya-

budaya lain. Kalau tidak, yang akan

muncul adalah generasi yang tak punya

identitas atau yang gamang, takut dan

bingung menghadapi berbagai perubahan

yang terjadi. Untuk itu diperlukan

manajemen pendidikan yang professional.

Pengertian Manajemen

Dalam kamus besar Bahasa

Indonesia manajemen diartikan ; proses

penggunaan sumber daya secara efektif

untuk mencapai sasaran; Pejabat pimpinan

yang bertanggungjawab atas jalannya

perusahaan dan organisasi (kamus besar

Bahasa Indonesia, 1990).

Istilah manajemen dalam bahasa Indonesia

belum ada keseragaman dalam

menerjemahkan, diantaranya adalah

manajemen, management, pengolahan,

pembinaan, ketatalaksanaan, pengurusan,

kepemimpinan, pemimpin,

ketatapengurusan dan sebagainya.

Ada kaitan yang erat antara organisasi,

administrasi dan manajemen. Organisasi

ialah sekumpulan dari sekelompok orang

yang mengadakan suatu aktivitas bersama

untuk mmencapai tujuan bersama. Mula-

mula mereka mengintegrasikan sumber-

sumber materi maupun sikap para anggota

yang dikenal sebagai manajemen, dan

barulah mereka melaksanakan kegiatan-

kegiatan untuk mencapai cita-cita tersebut.

Baik manajemen maupun melaksanakan

kegiatan itu disebut administrasi.

Pada abad ini telah banyak para teoritis

maupun para praktisi yang yang menaruh

minat untuk mempelajari ilmu

manajemen, baik bedasarkan study

konsepsi maupun berdasarkan penelitian

yang telah mereka lakukan, karena

banyaknya tinjauan mereka sehingga

banyak definisi yang mereka ajukan sesuai

dengan disiplin ilmu tempat mereka

berpijak. Namun pada pada prinsipnya

mereka berbendapat bahwa manajemen

sebagi suatu keahlian, kemahiran,

kemampuan dan ketrampilan (seni) dan

sebagai ilmu pengetahuan yang diperlukan

dalam setiap aktifitas.

Pengertian manajemen sebagaimana yang

dikemukakan para ahli yang tampil dalam

formulasi yang berbeda-beda, antara lain :

John D. Millet dalam bukunya

management the public dikutup oleh

Maman Ukas dalam pengantar

management, membatasi managemen

sebagai berikut ; manajemen diartikan

sebagai suatu proses pengarahan,

penjurusan dan pemberian fasilitas kerja

kepada orang-orang yang diorganisasikan

dalam kelompok-kelompok formal untuk

mencapai tujuan yang diharapkan.

M. Manullang dalam bukunya Dasar-

Dasar Management bahwa manajemen

adalah seni dan ilmu perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan,

pengkoordinasian dan pengontrolan dari

Humam and Natural recuces (terutama

Human rescurces) untuk mencapai tujuan

yang telah ditentukan terlebih dahulu.

Sedangkan menurut Dale bahwa

manajemen sebagai 1). Mengelola orang-

orang, 2). Pengambilan keputusan, 3).

Proses mengorganisasi dan memakai

sumber-sumber untuk menyelesaikan

tujuan yang sudah ditentukan. Suatu

pandangan yang bersifat umum

mengatakan bahwa manajemen ialah

proses mengintegrasikan sumber-sumber

yang berhubungan menjadi sistem total

untuk menyelesaikan suatu tujuan. Yang

dimaksud sumber disini ialah mencakup

orang-orang, alat-alat, media, bahan-

bahan, uang, dan sarana. semuanya

diarahkan dan dikoordinasikan agar

terpusat dalam rangka menyelesaikan

tujuan.

Bedasarkan batasan yang telah

dikemukakan diatas dan terlepas dari

sudut mana para ahli tersebut memberikan

batasan, maka manajemen dapat diartikan

sebagai seni dan ilmu dalam perencanaan,

perorganisasian, pengarahan, pemberian

motivasi dan pengawasan terhadap orang

mekanisme kerja untuk mencapai tujuan

yang selalu ditetapkan.

Dari definisi manajemen tersebut

diperoleh unsur-unsur sebagai berikut :

1. Unsur sifat.

a. Manajemen sebagai suatu seni (art)

yaitu sebagai suatu keahlian,

kemahiran, kemampuan dan

ketrampilan dalam aplikasi ilmu

pengetahuan untuk mencapai tujuan

yang diharapkan.

b. Manajemen sebagai suatu ilmu

(science) yaitu merupakan akumulasi

Page 12: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

12 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

yang telah disistematisasikan dan

diorganisasikan untuk mencapai suatu

kebenaran umum.

2. Unsur fungsi

a. Perencanaan (planing) yaitu suatu

proses dan rangkaian kegiatan untuk

menetapkan terlebih dahulu tujuan

yang diharapkan pada suatu jangka

waktu tertentu atau periode waktu

yang telah ditetapkan, serta tahapan

yang harus dilalui untuk mencapai

tujuan tersebut.

b. Perorganisasian (organizing). Yaitu

suatu proses dan rangkaian kegiatan

dalam pembagian pekerjaan yang

derencanakan untuk diselesaikan oleh

anggota kelompok pekerjaan,

penentuan hubungan yang baik

diantara mereka, dan pemberian

lingkungan dan fasilitas pekerjaan

yang sepatutnya.

c. Pengarahan (directing), yaitu suatu

rangkaian kegiatan dalam rangka

memberikan petunjuk atau intrksi dari

seorang atasan kepada

bawahan/beberapa bawahan atau

kepada orang yang diorganisasikan

dalam kelompok formal dan dalam

rangka pencapaian tujuan yang telah

ditetapkan terlebih dahulu.

d. Pengawasan (controling). Yaitu suatu

proses dan rangkaian kegiatan untuk

mengusahakan agar sesuatu pekerjaan

dapat dilaksanakan sesuai dengan

rencana dan tahapan tersebut,

diadakan suatu tindakan perbaikan

seperlunya (corerrective actin).

Manajemen Madarasah dapat diartikan

sebagai aktifitas memadukan sumber-

sumber pendidikan agar terpusat dalam

usaha mencapai tujuan Madrasah yang

telah ditentukan sebelumnya.

Pengertian Madrasah

Kata "madrasah" dalam bahasa Arab

adalah bentuk kata "keterangan tempat"

(zharaf makan) dari akar kata "darasa". Secara

harfiah "madrasah" diartikan sebagai "tempat

belajar para pelajar", atau "tempat untuk

memberikan pelajaran". Dari akar kata

"darasa" juga bisa diturunkan kata "midras"

yang mempunyai arti "buku yang dipelajari"

atau "tempat belajar"; kata "al-midras" juga

diartikan sebagai "rumah untuk mempelajari

kitab Taurat’.

Kata "madrasah" juga ditemukan dalam

bahasa Hebrew atau Aramy, dari akar kata

yang sama yaitu "darasa", yang berarti

"membaca dan belajar" atau "tempat duduk

untuk belajar". Dari kedua bahasa tersebut,

kata "madrasah" mempunyai arti yang sama:

"tempat belajar". Jika diterjemahkan ke dalam

bahasa Indonesia, kata "madrasah" memiliki

arti "sekolah" kendati pada mulanya kata

"sekolah" itu sendiri bukan berasal dari bahasa

Indonesia, melainkan dari bahasa asing, yaitu

school atau scola.

Secara teknis, dalam proses belajar-

mengajarnya secara formal, madrasah tidak

berbeda dengan sekolah, namun di Indonesia

madrasah tidak lantas dipahami sebagai

sekolah, melainkan diberi konotasi yang lebih

spesifik lagi, yakni "sekolah agama", tempat di

mana anak-anak didik memperoleh

pembelajaran hal-ihwal atau seluk-beluk

agama dan keagamaan (dalam hal ini agama

Islam).

Dalam prakteknya memang ada

madrasah yang di samping mengajarkan ilmu-

ilmu keagamaan (al-'ulum al-diniyyah), juga

mengajarkan ilmu-ilmu yang diajarkan di

sekolah-sekolah umum. Selain itu ada

madrasah yang hanya mengkhususkan diri

pada pelajaran ilmu-ilmu agama, yang biasa

disebut madrasah diniyyah. Kenyataan bahwa

kata "madrasah" berasal dari bahasa Arab, dan

tidak diterjemahkan ke dalam bahasa

Indonesia, menyebabkan masyarakat lebih

memahami "madrasah" sebagai lembaga

pendidikan Islam, yakni "tempat untuk belajar

agama" atau "tempat untuk memberikan

pelajaran agama dan keagamaan".

Sejarah Kelahiran Madrasah di Indonesia

Kehadiran lembaga pendidikan Islam di

Nusantara tidak lama berselang setelah masuk

dan tersebarnya Islam, justru proses Islamisasi

diperkuat oleh lembaga pendidikan sebagai

medianya (Tjandrasasmita, 2007). Madrasah

tidak lahir secara instan, melainkan ia bagian

dari pembaruan pendidikan sistem pendidikan

sebelumnya, seperti maktab, kuttâb, istana,

kedai buku, shuffah, halaqah, masjid, khân,

ribâth, toko buku dan perpustakaan.

Sedangkan di Indonesia madrasah ia

merupakan bagian dari pembaruan pendidikan

sistem pendidikan masjid, pesantren,

meunasah, rangkang, dayah, dayah teuku cik

Page 13: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

13 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

dan surau. Baik masjid, pesantren, surau,

dayah, rangkang dan meunasah tidak memiliki

perbedaan yang berarti sebagai sebuah sistem

pendidikan. Azyumardi (2003) Perbedaannya

adalah keragaman, kekayaan dan elastisitas

pendidikan Islam. Islam nyaris menjadikan

pranata-pranata di Nusantara yang telah

berlaku di komunitas setempat sebagai basis

penyiaran Islam, agar dapat dengan mudah

diterima oleh masyarakat setempat, yang

kemudian diislamisasikan.

Kelahiran madrasah di Indonesia tidak

dapat dilepaskan dari konteks sejarahnya,

yakni merupakan respon atau ketidakpuasan

terhadap dua hal, Pertama, stagnasi atau

ketertinggalan sistem yang diterapkan oleh

lembaga-lembaga pendidikan Islam tradisional

yang ada di Indonesia, seperti Surau,

Meunasah, dan Pesantren. Lembaga-lembaga

pendidikan ini umumnya, (a) memiliki

manajemen pendidikan yang konvensional dan

tradisional, yang cenderung terpusat pada

seseorang, terutama kyai atau buya, sehingga

kepemimpinan (leadership) bersipat individual

atau tidak kolektif; (b) mempertahankan

sistem pendidikan yang tradisional, yakni

menggunakan metode yang konvensional

(yakni sorogan dan bandungan) serta

menerapkan kurikulum pembelajaran yang

cenderung berorientasi pada penghapalan dan

pemahaman ilmu-ilmu agama (doktriner); dan

(c) mereka cenderung menafikan [bahkan

sebagian mengharamkan] untuk mempelajari

ilmu-ilmu "umum",seperti matematika, logika,

fisika, kimia, biologi, hingga teknologi. Tidak

salah, sebagian orang menyebutkan bahwa

lembaga pendidikan tradisional hanya

mempelajari ilmu yang berorientasi pada

keakhiratan atau berakhlakul karimah, sedang

aspek kecerdasan (melek ipteks), seringkali

diabaikan.

Kedua, sistem pendidikan sekolah

umum -- untuk tidak menyebut sekuler-- yang

diterapkan oleh pemerintah (Belanda, Orde

Lama, dan Orde Baru). Pada institusi

pendidikan ini, ilmu-ilmu sains modern dan

teknologi dipelajari, dan sebaliknya ilmu-ilmu

agama "dimarginalkan" atau dipinggirkan.

Siswa dicetak menjadi cerdas dan pintar, serta

profesional, tetapi mengabaikan aspek "baik"

dalam perilaku/etika. Umumnya, siswa-siswa

diajarkan menggunakan metode yang modern

dan diorientasikan untuk mempelajari ilmu-

ilmu yang dibutuhkan untuk memenuhi

lapangan kerja atau industri. Dengan kata lain,

siswa dicetak sebagai pekerja atau berorientasi

kerja atau "materi' (upah atau uang).

Dari kegelisahan ini, sebagian pemikir

pendidikan Islam, kemudian mengambil upaya

untuk mengkonvergensi sistem pendidikan

dari keduanya. Hasil konvergensi inilah yang

kemudian, kini, menghasilkan institusi

pendidikan yang bernama "madrasah". Potret

sederhananya dapat dilihat dalam

kurikulumnya yang merupakan gabungan dari

dua jenis kurikulum, yakni kurikulum yang

ada pada lembaga pendidikan tradisional

[misal pesantren] dan kurikulum sekolah.

Hasilnya adalah integrasi ilmu dan pendidikan

karakter [akhlak mulia]. Madrasah tidak hanya

mendidik siswa cerdas dan pintar, tetapi

berakhlak mulia; atau dengan kata lain,

cageur, pinter, dan bageur. Inilah keunggulan

dari madrasah.

Dari segi kurikulum, madrasah pun

mengikuti kurikulum yang ditetapkan oleh

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

(Sisdiknas) nomor 20 tahun 2003. Berdasarkan

pada undang-undang ini, madrasah memiliki

kesetaraan dengan sekolah (umum).

Perbedaannya hanya terletak pada

penekanannya terhadap matpel agama Islam.

Inilah yang menyebabkan madrasah

diasumsikan “lebih Islami” daripada sekolah

lainnya. Selebihnya, Kemenag RI pun

berusaha merumuskan dan

mengimplementasikan, apa yang disebut para

ahli sebagai, “nuansa islam” dalam kurikulum.

Paradigma Baru Pengembangan

Manajemen Madrasah Dalam memenuhi target jangka

pendek, Madrasah harus mampu

memberikan arahan dan menuntun anak

didik secara massal, untuk menjadi umat

beragama (Islam) yang mampu

menghadapi dan menjalani perubahan,

sedangkan untuk jangka panjang,

penekanannya adalah bahwa Madrasah

mampu melahirkan ulama’, pendidik,

orang tua yang konsisten menunjukkan

kemampuan dalam mengarahkan dan

menuntun anaknya agar menjadi generasi

berkemajuan dunia atas landasan

keakhiratan.

Sisi pertama yang cukup tertantang

adalah masalah kualifikasi tenaga

kependidikan. Aspek tersebut menuntut

para pengampu Madrasah masa sekarang

dan masa mendatang adalah mereka yang

Page 14: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

14 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

tidak hanya sekedar menguasai ajaran

agama secara kontektual, tapi juga tekstual

dan perkembangan ilmu pengetahuan

pada umumnya. Sisi lainnya adalah bahwa

para pengampu yang qualified tersebut,

harus membuktikan kemampuannya

dengan menghindarkan proses

pembelajarannya pada semata-mata

pencapaian target kognitif. Sebab aspek

afektif dan spikomotorik merupakan

penentu tersosialisasikannya ajaran-ajaran

moral dan budi pekerti pada

perkembangan prilaku anak didik, sebagai

calon ulama’, calon pendidik dan orang

tua di masa datang.

Dalam konteks ini, maka

keberadaan para pengampu disetiap

jenjang Madrasah, lebih kuat tuntutan

tanggungjawab moral dibanding

tanggungjawab kedinasan. Jabatan

memang untuk mencari nafkah

sebagaimana juga profesi-profesi lain.

Tapi keberadaannya dilingkari oleh

tanggungjawab untuk mewujudkan tujuan

pendidikan nasional yang sangat tegas

menunjukkan sasaran moral, ketrampilan

dan kecerdasan.

Dalam konteks tersebut, maka

kelemahan-kelemahan lain yang dinilai

masih disandang madrasah, dan

melemahnya dalam menjawab tantangan

yang dibawa zaman, perlu segera

dibenahi. Arahnya bukan untuk bersaing,

tetapi senuhnya untuk memenuhi dan

melaksanakan tanggungjawab untuk

melahirkan manusia-manusia yang

bijaksana, cendekia dan bermoral. Ini

sekaligus sebagai antisipasi keberadaan

Madrasah untuk tidak semakin marginal

dalam percaturan global, dalam Indonesia

modern dan Indonesia Industrial.

Kepala Madrasah misalnya bisa

berperan sebagai administrator dalam

mengemban misi, sebagai manajer dalam

memadukan sumber-sumber pendidikan dan

sebagai supervisor dalam membina guru-guru

pada proses mengajar, ini berarti organisasi

sekolah melaksanakan administrasi,

manajemen dan supervisi. Walaupun ada

manajemen disekolah yang dilaksanakan oleh

kepala sekolah, namun pada hakekatnya

manajemen itu ada pada setiap unit kerja

Madrasah, naumun dalam praktek sehari-hari

kepala-kepala unit kerja itu tidak bisa disebut

manajer, sehingga seolah-olah di situ tidak ada

manajemen, walaupun mereka melakukan

pekerjaan manajer.

Pengembangan Manajemen Madarasah

dengan manangani individu-individu peserta

didik yang hidup dinamis dan unik yang

sedang berkembang dan tumbuh, bantuhan dan

kesempatan berkembang kearah positif inilah

yang harus dicapai oleh manajemen Marsah,

manajemen ini membutuhkan banyak variasi,

kreasi dan kiat, sebab manajemen ini bermuara

pada keberhasilan proses pendidikan, dengan

demikian kapanpun penyelenggara Madrasah

memegang peranan utama dalam lembaga

pendidikan. jadi penyelenggara Madarasah

mutlak harus seorang professional dalam

manajemen pendidikan.

Kewajiban-kewajiban seorang

penyelenggara Madrasah :

1. menjadi manajer dengan tugas-ugas

sebagai berikut :

a. mengadakan prediksi tentang

kemungkinan perubahan lingkungan.

b. Merencanakan dan melakukan inovasi

dalam pendidikan

c. Menciptakan strategi dan kebijakan

lembaga agar proses pendidikan tidak

mengalami hambatan.

d. Menagakan perencanaan dan

menemukan sumber-sumber

pendidikan.

e. Menyediakan dan mengkoodinasi

fasilitas pendidikan

f. Melakukan pengendalian terhadap

pelaksanaan agar tidak terlanjur

berbuat kesalahan.

2. menjadi pemimpin:

a. memimpin semua bawahan

b. memotivasi agar bekerja dengan rajin

dan giat

c. meningkatkan kesejahteraan para

bawahan

d. mendisplin para pendidik dan pegawai

dalam melaksanakan tugasnya.

3. Sebagai supervisi atau pengawas

a. mengawasi dan menilai cara kerja dan

hasil kerja pendidik dan pegawai

b. memberi supervisi dalam meningkat

cara bekerja

c. mencari dan memberi peluang untuk

meningkatkan profesi para penddidik.

4. sebagai pencipta iklim bekerja dan belajar

yang kondusif.

5. Sebagai pencipta lingkungan bekerja dan

belajar yang kondusif.

Page 15: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

15 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

6. Mejadi administrator lembaga pendidikan

dengan tugas menyelenggarakan kegiatan

kegiatan rutin yang dioperasikan oleh para

personalia lembaga.

7. Menjadi koordinator kerjasama lembaga

pendidikan dengan masyarakat.

Oleh karena itu dalam memasuki abad

XXI, reposisi dan reaktualisasi Madrasah

merupakan keharusan, antara lain lewat

transformasi Madrasah yang bertumpu

pada tiga pilar; a). Reformasi aspek

regulatori pendidikan; dititik beratkan

pada reformasi kurikulum, b). reformasi

aspek profesi, c). Reformasi manajemen

Madrasah. Ini ditujukan untuk mengubah

pusat-pusat pengambilan keputusan dan

kendali pendidikan pada level yang lebih

dekat dengan proses belajar-mengajar.

Dalam reformasi manajemen Madrasah

yang harus dilakukan adalah ; pertama,

memberikan kesempatan yang lebih luas

kepada kepala Madrasah untuk mengambil

keputusan berkaitan dengan pendidikan.

Bentuk kebijakan ini adalah

menumbuhkan school based management.

Kedua, memberikan kesempatan yang luas

kepada warga masyarakat untuk

berpartisipasi dalam mengelola sekolah.

Dengan demikian peran masyarakat akan

semakin besar untuk kemudian

mewujudkan cummunity based school

(Zamroni, 2001).

Untuk memasuki era globalisasi

Madrasah harus bergeser kearah

pendidikan yang berwawasan global, dari

perspektif kurikuler pendidikan

berwawasan global bearti menyajikan

kurikulum yang bersifat interdisipliner,

multidisipliner dan transdisipliner.

Berdasarkan perspektif reformasi,

Madrasah berwawasan global menuntut

kebijakan pendidikan tidak semata sebagai

kebijakan sosial dan kebijakan yang

mendasarkan mekanisme pasar. Oleh

karena itu pendidikan harus memiliki

kebebasan dan bersifaat demokratis,

fleksibel dan adaptif.

Madrasah yang efektif pada umumnya

memiliki sejumlah karakteristik proses

sebagai berikut:

a. Proses belajar mengajar yang

efektivitasnya tinggi

Madrasah yang menerapkan manajemen

peningkatan mutu berbasis madrasah

(MPMBM) memiliki efektivitas proses

belajar mengajar (PBM) yang tinggi. Ini

ditunjukkan oleh sifat PBM yang

menekankan pada pemberdayaan peserta

didik. PBM bukan sekadar memorisasi

dan recall, bukan sekadar penekanan pada

penguasaan pengetahuan tentang apa

yang diajarkan (logos), akan tetapi lebih

menekankan pada internalisasi tentang

apa yang diajarkan sehingga tertanam dan

berfungsi sebagai muatan nurani dan

dihayati (ethos) serta dipraktekkan dalam

kehidupan sehari-hari oleh peserta didik

(pathos). PBM yang efektif juga lebih

menekankan pada belajar mengetahui

(learning to know), belajar bekerja

(learning to do), belajar hidup bersama

(learning to live together), dan belajar

menjadi diri sendiri (learning to be).

b. Kepemimpinan madrasah yang kuat

Pada madrasah yang menerapkan

MPMBM, kepala madrasah memiliki

peran yang kuat dalam

mengkoordinasikan, menggerakkan, dan

menyerasikan semua sumberdaya

pendidikan yang tersedia. Kepemimpinan

kepala madrasah merupakan salah satu

faktor yang dapat mendorong madrasah

untuk dapat mewujudkan visi, misi,

tujuan, dan sasaran madrasahnya melalui

program-program yang dilaksanakan

secara terencana dan bertahap. Oleh

karena itu, kepala madrasah dituntut

memiliki kemampuan manajemen dan

kepemimpinan yang tangguh agar mampu

mengambil keputusan dan

inisiatif/prakarsa untuk meningkatkan

mutu madrasah. Secara umum, kepala

madrasah tangguh memiliki kemampuan

memobilisasi sumberdaya madrasah,

terutama sumberdaya manusia, untuk

mencapai tujuan madrasah.

c. Lingkungan madrasah yang aman dan

tertib

Madrasah memiliki lingkungan (iklim)

belajar yang aman, tertib, dan nyaman

sehingga proses belajar mengajar dapat

berlangsung dengan nyaman (enjoyable

learning). Karena itu, madrasah yang

efektif selalu menciptakan iklim

madrasah yang aman, nyaman, tertib

melalui pengupayaan faktor-faktor yang

dapat menumbuhkan iklim tersebut.

Dalam hal ini, peranan kepala madrasah

sangat penting sekali.

Page 16: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

16 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

d. Pengelolaan tenaga kependidikan yang

efektif

Tenaga kependidikan, terutama guru,

merupakan jiwa dari madrasah. Madrasah

hanyalah merupakan wadah. madrasah

yang menerapkan MPMBM menyadari

tentang hal ini. Oleh karena itu,

pengelolaan tenaga kependidikan, mulai

dari analisis kebutuhan, perencanaan,

pengembangan, evaluasi kinerja,

hubungan kerja, hingga sampai pada

imbal jasa, merupakan garapan penting

bagi seorang kepala madrasah.

Terlebih-lebih pada pengembangan

tenaga kependidikan, ini harus dilakukan

secara terus-menerus mengingat

kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi yang sedemikian pesat.

Pendeknya, tenaga kependidikan yang

diperlukan untuk menyukseskan

MPMBM adalah tenaga kependidikan

yang mempunyai komitmen tinggi, selalu

mampu dan sanggup menjalankan

tugasnya dengan baik.

e. Madrasah memiliki budaya mutu

Budaya mutu tertanam di sanubari semua

warga madrasah, sehingga setiap perilaku

selalu didasari oleh profesionalisme.

Budaya mutu memiliki elemen-elemen

sebagai berikut: (a) informasi kualitas

harus digunakan untuk perbaikan, bukan

untuk mengadili/mengontrol orang; (b)

kewenangan harus sebatas

tanggungjawab; (c) hasil harus diikuti

penghargaan (rewards) atau sanksi

(punishment); (d) kolaborasi dan sinergi,

bukan kompetisi, harus merupakan basis

untuk kerjasama; (e) warga madrasah

merasa aman terhadap pekerjaannya; (f)

atmosfir keadilan (fairness) harus

ditanamkan; (g) imbal jasa harus sepadan

dengan nilai pekerjaannya; dan (h) warga

madrasah merasa memiliki Madrasah .

f. Madrasah Memiliki “Teamwork” yang

Kompak, Cerdas, dan Dinamis

Kebersamaan (teamwork) merupakan

karakteristik yang dituntut oleh

MPMBM, karena output pendidikan

merupakan hasil kolektif warga

Madrasah, bukan hasil individual. Karena

itu, budaya kerjasama antar fungsi dalam

madrasah, antar individu dalam

madrasah, harus merupakan kebiasaan

hidup sehari-hari warga madrasah .

g. Madrasah memiliki kewenangan

(kemandirian)

Madrasah memiliki kewenangan untuk

melakukan yang terbaik bagi

madrasahnya, sehingga dituntut untuk

memiliki kemampuan dan kesanggupan

kerja yang tidak selalu menggantungkan

pada atasan. Untuk menjadi mandiri,

Madrasah harus memiliki sumberdaya

yang cukup untuk menjalankan tugasnya.

h. Partisipasi yang tinggi dari warga

madrasah dan masyarakat

Madrasah yang menerapkan MPMBM

memiliki karakteristik bahwa partisipasi

warga madrasah dan masyarakat

merupakan bagian kehidupannya. Hal ini

dilandasi oleh keyakinan bahwa makin

tinggi tingkat partisipasi, makin besar

rasa memiliki; makin besar rasa

memiliki, makin besar pula rasa tanggung

jawab; dan makin besar rasa tanggung

jawab, makin besar pula tingkat

dedikasinya.

i. Madrasah memiliki keterbukaan

(transparansi) manajemen

Keterbukaan/transparansi dalam

pengelolaan madrasah merupakan

karakteristik madrasah yang menerapkan

MPMBM. Keterbukaan/ transparansi ini

ditunjukkan dalam pengambilan

keputusan, perencanaan dan pelaksanaan

kegiatan, penggunaan uang, dan

sebagainya, yang selalu melibatkan

pihak-pihak terkait sebagai alat kontrol.

j. Madrasah memiliki kemauan untuk

berubah (psikologis dan pisik)

Perubahan harus merupakan sesuatu yang

menyenangkan bagi semua warga

madrasah . Sebaliknya, kemapanan

merupakan musuh madrasah. Tentu saja

yang dimaksud perubahan adalah

peningkatan, baik bersifat fisik maupun

psikologis. Artinya, setiap yang

dilakukan perubahan, hasilnya

diharapkan lebih baik dari sebelumnya

(ada peningkatan) terutama mutu peserta

didik.

k. Madrasah melakukan evaluasi dan

perbaikan secara berkelanjutan

Evaluasi belajar secara teratur bukan

hanya ditujukan untuk mengetahui

tingkat daya serap dan kemampuan

peserta didik, tetapi yang terpenting

adalah bagaimana memanfaatkan hasil

evaluasi belajar tersebut untuk

Page 17: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

17 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

memperbaiki dan menyempurnakan

proses belajar mengajar di madrasah .

Oleh karena itu, fungsi evaluasi menjadi

sangat penting dalam rangka

meningkatkan mutu peserta didik dan

mutu madrasah secara keseluruhan dan

secara terus menerus.

Perbaikan secara terus-menerus harus

merupakan kebiasaan warga madrasah.

Tiada hari tanpa perbaikan. Karena itu,

sistem mutu yang baku sebagai acuan

bagi perbaikan harus ada. Sistem mutu

yang dimaksud harus mencakup struktur

organisasi, tanggungjawab, prosedur,

proses dan sumberdaya untuk

menerapkan manajemen mutu.

l. Madrasah responsif dan antisipatif

terhadap kebutuhan

Madrasah selalu tanggap/responsif

terhadap berbagai aspirasi yang muncul

bagi peningkatan mutu. Karena itu,

madrasah selalu membaca lingkungan

dan menanggapinya secara cepat dan

tepat. Bahkan, Madrasah tidak hanya

mampu menyesuaikan terhadap

perubahan/tuntutan, akan tetapi juga

mampu mengantisipasi hal-hal yang

mungkin bakal terjadi.

m. Memiliki Komunikasi yang Baik

Madrasah yang efektif umumnya

memiliki komunikasi yang baik, terutama

antar warga madrasah, dan juga

madrasah-masyarakat, sehingga kegiatan-

kegiatan yang dilakukan oleh masing-

masing warga madrasah dapat diketahui.

Dengan cara ini, maka keterpaduan

semua kegiatan madrasah dapat

diupayakan untuk mencapai tujuan dan

sasaran madrasah yang telah dipatok.

Selain itu, komunikasi yang baik juga

akan membentuk teamwork yang kuat,

kompak, dan cerdas, sehingga berbagai

kegiatan madrasah dapat dilakukan

secara merata oleh warga madrasah

n. Madrasah memiliki akuntabilitas

Akuntabilitas adalah bentuk pertanggung

jawaban yang harus dilakukan madrasah

terhadap keberhasilan program yang telah

dilaksanakan. Akuntabilitas ini berbentuk

laporan prestasi yang dicapai dan

dilaporkan kepada pemerintah, orangtua

siswa, dan masyarakat. Berdasarkan

laporan hasil program ini, pemerintah

dapat menilai apakah program MPMBM

telah mencapai tujuan yang dikendaki

atau tidak. Jika berhasil, maka

pemerintah perlu memberikan

penghargaan kepada madrasah yang

bersangkutan, sehingga menjadi faktor

pendorong untuk terus meningkatkan

kinerjanya di masa yang akan datang.

Sebaliknya jika program tidak berhasil,

maka pemerintah perlu memberikan

teguran sebagai hukuman atas kinerjanya

yang dianggap tidak memenuhi syarat.

Demikian pula, para orangtua siswa dan

anggota masyarakat dapat memberikan

penilaian apakah program ini dapat

meningkatkan prestasi anak-anaknya

secara individual dan kinerja madrasah

secara keseluruhan. Jika berhasil, maka

orangtua peserta didik perlu memberikan

semangat dan dorongan untuk

peningkatan program yang akan datang.

Jika kurang berhasil, maka orangtua

siswa dan masyarakat berhak meminta

pertanggung jawaban dan penjelasan

madrasah atas kegagalan program

MPMBM yang telah dilakukan.

o. Madrasah memiliki kemampuan menjaga

sustainabilitas

Madrasah yang efektif juga memiliki

kemampuan untuk menjaga kelangsungan

hidupnya (sustainabilitasnya) baik alam

program maupun pendanaannya.

Sustainabilitas program dapat dilihat dari

keberlanjutan program-program yang

telah dirintis sebelumnya dan bahkan

berkembang menjadi program-program

baru yang belum pernah ada sebelumnya.

Sustainabilitas pendanaan dapat

ditunjukkan oleh kemampuan madrasah

dalam mempertahankan besarnya dana

yang dimiliki dan bahkan makin besar

jumlahnya. madrasah memiliki

kemampuan menggali sumberdana dari

masyarakat, dan tidak sepenuhnya

menggantungkan subsidi dari pemerintah

bagi madrasah-madrasah negeri.

Penutup Dari uraian singkat diatas dapat

disimpulkan bahwa paradigma baru

pengembangan managemen madrasah

adalah suatu proses perencanaan,

pengorganisasian, pengkoordinasian dan

pengkontrolan aktivitas pendidikan untuk

mencapai tujuan pendidikan yang telah

ditentukan sebelumnya.

Page 18: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

18 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Paradigma baru pengembangan

manajemen madrasah yang harus segera

dibenahi adalah masalah manajerialnya.

Sehingga lembaga pendidikan Madrasah

harus mampu memanaj, mengarahkan dan

menuntun anak didik menghadapi

perubahan dan mampu melahirkan

ulama’, pendidik dan orang tua dimasa

yang akan datang.

Madrasah yang efektif pada

umumnya memiliki sejumlah

karakteristik proses sebagai berikut:

Proses belajar mengajar yang

efektivitasnya tinggi, Kepemimpinan

madrasah yang kuat, Lingkungan

madrasah yang aman dan tertib,

Pengelolaan tenaga kependidikan yang

efektif, Madrasah memiliki budaya

mutu, Madrasah Memiliki “Teamwork”

yang Kompak, Cerdas, dan Dinamis,

Madrasah memiliki kewenangan

(kemandirian), Partisipasi yang tinggi

dari warga madrasah dan masyarakat,

Madrasah memiliki keterbukaan

(transparansi) manajemen, Madrasah

memiliki kemauan untuk berubah

(psikologis dan pisik), Madrasah

melakukan evaluasi dan perbaikan

secara berkelanjutan, Madrasah

responsif dan antisipatif terhadap

kebutuhan, Memiliki Komunikasi yang

Baik, Madrasah memiliki akuntabilitas,

Madrasah memiliki kemampuan

menjaga sustainabilitas.

Apa yang diuriakan tulisan ini,

masih telaah awal dan belum dan belum

merupakan kesimpulan final, karena

diskursus intektual tentang pengembangan

manajemen perlu terus dikembangkan. Hal

ini dalam kerangka ikut aktif dalam

menemukan formulasi paradigma baru

pengembangan manajemen Madrasah

ideal. baik dalam tataran teoi maupun

parktis.

Wallahua’lam Bisshawab.

Daftar Rujukan

A. Admadi dan Y. Setianingsih (ed),

Tronformasi Pendidikan Memasuki

Milenium Ketiga, Yogyakarta: Kanisus,

2000

Abuddin Nata, Metodologi Study Islam,

Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000

Ahmad Suyuthi, Manajemen Lembaga

Pendidikan Islam, Jurnal Studi Islam

Akademika Fakultas Agama Islam

Universitas Islam Lamongan, Volume 5,

Nomor 1, Juni 2011

Azyumardi Azra, Surau; Pendidikan Islam

Tradisional dalam Transisi dan

Modernisasi. Ciputat: Logos, 2003.

Azyumardi Azra, Pendidikan Islam; Tradisi

dan Modernisasi Menuju Milenium

Baru. Ciputat: Logos, 2002.

Bedjo Siswanto, Manajemen Tenaga Kerja,

Bandung: Sinar Baru, 1989

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,

Kamus Besar Bahasa Indonesia,

Jakarta: Balai Pustaka, 1990

Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan

dan Pembaruan Pendidikan Islam di

Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2007.

Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di

Indonesia; Lintasan Sejarah

Pertumbuhan dan Perkembangan.

Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

1990.

Imam Suprayogo, Quo Vadis Madrasah

Gagasan, Aksi dan Solusi

Pembangunan Madrasah, Yogyakarta:

Hikayat Publishing, 2007.

Made Pidarta, Manajemen Pendidikan

Indonesia, Jakarta: Bina Aksara, 1988.

Made Pidarta , Landasan pendidikan, Stimulus

Ilmu Pendidikan bercorak Indonesia,

Jakarta: Rineka Cipta, 1997

Maman Ukas, Pengantar Ilmu Management,

Bandung: IKIP Bandung, 1997.

M. Manullang, Dasar-Dasar Management,

Jakarta: Ghalia Indonesia, 1997.

Muslih Usa dan Aden Wijdan SZ (ed),

Pendidikan Islam Dalam Peradaban

Industrial, Yogyakarta: Adtya Media,

1997 Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam,

Jakarta: Erlangga, 2007

Nurcholish Majid, Bilik-bilik Pesantren;

Sebuah Potret Perjalanan. Jakarta:

Paramadina, 1997.

S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, Bandung:

Jemmars, 1992

Syamsul Ma’arif, Revitalisasi Pendidikan

Islam, Yogyakarta: Penerbit Graha

Ilmu, 2007.

Tim. MKDK, Ilmu Pendidikan, Surabaya:

IKIP Surabaya, 1992

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum

Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai

Pustaka, cet. II, 1991

Page 19: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

19 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Zamroni, Pendidikan Untuk Demokrasi

tantangan Menuju Civil Society,

Yogyakarta: Biagraf Publishing,

Yogyakarta, 2001

Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa

Depan, Yogyakarta: Biagraf Publishing,

2000

Page 20: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

20 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

MENUMBUHKAN JIWA KEWIRAUSAHAAN MAHASISWA

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN

Maskun *)

Dosen Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan

Abstrak

Fluktuasi pertumbuhan suatu bangsa tidak terlepas dari meningkatnya jumlah penduduk yang berjiwa

wirausaha. Kurangnya jumlah masyarakat yang memiliki jiwa wirausaha di Indonesia, antara lian disebabkan

oleh kurangnya pengetahuan tentang kewirausahaan, etos kerja yang kurang menghargai kerja keras. Dalam hal

ini, sikap mental yang baik dalam mendukung pembangunan, khususnya pertumbuhan perekonomian, perlu

ditanamkan pada diri individu masing-masing masyarakat khususnya oleh mahasiswa.

Berdasarkan hasil penelitian bahwa keberhasilan sesorang ditentukan oleh pendidikan formal hanya

sebesar 15% dan selebihnya 85% ditentukan sikap mental atau kepribadian. Saat ini pengangguran tidak hanya

berstatus lulusan SD sampai SMA saja, tetapi banyak juga sarjana. Perusahaan makin selektif menerima

karyawan baru sementara tingkat persaingan semakin tinggi. Tidak ada jaminan seorang sarjana memperoleh

pekerjaan. Sebagai mahasiswa yang ingin membangun jiwa wirausaha, harus mampu belajar merubah sikap

mental yang kurang baik dan perlu dimulai dengan kesadarn dan kemauan untuk mempelajari ilmu

kewirausahaan kemudian menghayati dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Kata Kunci : kewirausahaan, mahasiswa, program kewirausahaan.

Latar Belakang

Ada beberapa identifikasi masalah yang

mempengaruhi wacana penumbuhan kreatifitas

pada mahasiswa. Yaitu : a. Terdapat banyak sarjana

pengangguran, b. kurangnya kesadaran mahasiswa

dalam dunia kewirausahaan, c. tidak adanya

sosialisasi kewirausahan terhadap mahasisiwa dan

d) saat ini sangat di perlukan mahasiswa yang

kreatif dan inovatif dalam kewirausahaan. Keempat

faktor ini merupakan permasalahan yang muncul

dan perlu dicarikan solusi dan pemikiran yang

mendalam dari praktisi akademis maupun

pemerintah dalam rangka menumbuhkan

kreativitas mahasiswa dalam meningkatkan jiwa

kewirausahaan pada mahasiswa. Perlu diingat

bahwa wirausaha di Indonesia sangat minim

dibandingkan dengan jumlah penduduknya.

Rumusan permasalahan dari makalah ini

adalah bagaimana menumbuhkan jiwa

kewirausahaan mahasiswa untuk menopang

perekonomian yang akan datang , dan bagaimana

hasil yang nampak setelah di terapkanya jiwa

kewirausahaan dalam diri mahasiswa itu sendiri.

Pengertian Mahasiswa Mahasiswa adalah sebutan bagi orang-orang

yang melanjutkan studinya diperguruan tinggi,

mahasiswa selalu memiliki kedudukan lebih tinggi

dimata masyarakat karena mereka dianggap bahwa

mahasiswa adalah jaminan didunia kerja selepas

dari itu mahasiswa harus belajar dengan baik agar

berhasil didunia kerja. Menurut fakta masih banyak

lulusan mahasiswa yang menjadi pengangguran,

jadi tidak sepenuhnya anggapan dari masyarakat

semua itu benar. Mahasiswa mempunyai peranan

yang amat penting bagi masyarakat selain belajar

mahasiswa merupakan penyalur aspirasi

masyarakat ke dunia kerja. Mahasiswa mempunyai

banyak akses untuk menyalurkan keterampilan

yang di peroleh di bangku perkuliahan untuk

memajukan masyarakat untuk berwirausaha.

Kewirausahaan Wirausaha adalah kemampuan untuk berdiri

sendiri, berdaulat, merdeka lahir batin, sumber

peningkatan kepribadian, suatu proses dimana

orang mengajar peluang, merupakan sifat mental

dan sifat jiwa yang selalu aktif, dituntut untuk

mampu mengelola, menguasai, mengetahui dan

berpengalaman untuk memacu kreatifitas.

Robert Argene (2003: 1) mengartikan wirausaha

sebagai usaha-usaha yang mempunyai keunggulan

tertentu untuk memodifikasi produk lama menjadi

produk baru, dengan menciptakan lapangan

pekerjaan, yang memanfaatkan pemberdayaan

manusia dan kekayaan alam lainnya.

Dapat di simpulkan bahwa pengertian

kewirausahaan/kewiraswastaan adalah semangat,

sikap, perilaku, dan kemampuan seseorang dalam

menangani usaha atau kegiatan yang mengarah

pada upaya mencari, menciptakan, menerapkan

cara kerja, teknologi dan produk baru dengan

meningkatkan efisiensi dalam rangka memberikan

pelayanan yang baik atau memperoleh keuntungan

yang lebih besar dengan memanfaatkan sumber

kekayaan yang ada dengan bersumber pada

kekayaan sendiri.

Perlu diingat bahwa kegiatan wirausaha akan

menunjang ekonomi keluarga / pemerintah, baik

industri dan perdagangan. Pertumbuhan industri

yang diikuti kemajuan perdagangan akan

melahirkan kesempatan kerja baru. Lapangan kerja

Page 21: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

21 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

baru ini akan menampung tenaga kerja baru, yang

pada hakekatnya mengurangi pengangguran,

mengatasi ketegangan sosial, meningkatkan taraf

hidup masyarakat, memajukan ekonomi bangsa dan

negara, pada akhirnya menentukan pula

keberhasilan pembangunan nasional.

Wirausaha dalam bekerja selalu menekankan

segi kemampuannya untuk berdiri sendiri bukan

berarti dia tidak mau bekerja sama dengan orang

lain, seperti diungkapkan (Soersarsono Wijadi,

1988: 22). Berdiri sendiri dalam arti wirausaha

tidak di artikan sebagai suatu tindakan menutup diri

sendiri atau menyendiri, akan tetapi lebih di

tekankan pada pengertian kepercayaan pada dirinya

sendiri yang memang sangat di perlukan dalam

mengatasi hidup.

Berdasarkan dari pendapat di atas maka dapat di

simpulkan bahwa seorang wira usaha dalam

bekerja selalu menekankan segi kemampuan:

1) Kepercayaan pada diri sendiri.

2) Rasa tanggung jawab terhadap pekerjaan.

3) Berkemauan keras untuk maju.

4) Berdisiplin dan menghargai waktu.

5) Inovatif.

6) Pengelolaan usaha.

7) Pengambilan resiko yang layak.

Ciri-ciri Wirausaha

Diungkapkan oleh Amin Aziz (1978) dalam

Sugeng Karjito (1995; 29) bahwa wirausaha

memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Innovational menemukan dan menerima ide-

ide baru dalam berproduksi.

b. Capital Acumulation (pembinaan modal) yakni

menginginkan pemupukan modal yang di

gunakan untuk proses kelangsungan

selanjutnya.

c. Leadhership (kepemimpinan) yang menunjuk

ciri merancang, melaksanakan an

mengarahkan pada proses tujuan.

d. Risk taking (keinginan mengambil resiko)

dengan mempertimbangkan dan menerima

resiko yang layak.

e. Manajerial (pinata laksanaan) yang baik untuk

di terapkan untuk merencanaka, melaksanakan,

mengevaluasi produksi yang telah di jalankan.

Membangun Jiwa Wirausaha Pada Mahasiswa

Jiwa wirausaha dan pantang menyerah,

memang tidak dimiliki oleh semua orang. Ada

orang-orang yang sejak kecil memiliki jiwa yang

kuat dan pantang menyerah menghadapi

permasalahan yang dihadapinya, tetapi ada pula

orang-orang yang jika tidak disuruh atau

ditunjukkan secara jelas, tidak bisa berbuat apa-apa

alias pasif dalam menghadapi kehidupan. Namun

bukan berarti jiwa itu tidak bisa dibangkitkan.

Menurut teori yang sekarang dianut oleh

banyak pengembang bahwa jiwa kewirausahaan

itu bisa dibangkitkan melalui pembelajaran dan

pelatihan.

Salah satu alternatif untuk membangkitkan

jiwa wirausaha mahasiswa adalah dengan

memberikan pendidikan dan pelatihan tentang

kewirausahaan. Mungkin setiap mahasiswa yang

akan lulus dari perguruan tinggi, perlu dikasih

wawasan dan bekal tentang kewirausahaan.

Pembekalan secara teoritis tentang kewirausahaan

bisa dilakukan secara bersama-sama dalam satu

gedung pertemuan selama beberapa hari, lalu

dilanjutkan dengan survey ke beberapa perusahaan

atau tempat usaha yang mungkin bisa diaplikasikan

oleh para mahasiswa.

Adapun dorongan yang diupayakan untuk

membangun jiwa mahasiswa untuk berwirausaha

dari pemerintah dan perkampusan yaitu peran

corporate social responsibility(CSR) kian nyata.

Tak hanya menjaga citra perusahaan, CSR kini

sudah mulai masuk kampus untuk menumbuhkan

sikap wirausaha di kalangan mahasiswa.

Kewajiban pelayanan sosial berbagai korporasi

masih terlalu jamak disinonimkan sebagai

kewajiban moral bagi lingkungan sosial secara ala

kadarnya.Tak heran bila terkadang CSR masih

belum dilihat sebagai satu hal penting dalam

memberikan manfaat lebih besar CSR sebetulnya

memiliki kekuatan dahsyat daripada sekadar yang

kita bayangkan selama ini. Lebih dari itu, CSR bisa

menjadi sarana sangat efektif dalam membangun

jiwa wirausaha para mahasiswa Executive Director

CSR dari CSR Indonesia, koperasi di dalam negeri

bisa melakukan berbagai langkah dalam

mengarahkan program CSR sebagai instrumen

pendorong lahirnya sikap wirausaha mahasiswa di

berbagai perguruan tinggi. Di antaranya

menjadikan perguruan tinggi sebagai mitra

perusahaan dengan cara membuka dirinya dalam

kegiatan penelitian dan pemagangan yang

dilakukan perguruan tinggi. “Bisa juga

(perusahaan) menyediakan dukungan finansial dan

sumber daya lain untuk mempromosikan CSR dan

menyediakan berbagai jenis dukungan untuk usaha

mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan

businessman up. terutama yang berkaitan dengan

bisnis inti perusahaan dengan melibatkan

perguruan tinggi, koperasi sebaiknya mengubah

paradigma bahwa program CSR semata-mata

bertujuan memberikan citra yang baik bagi

perusahaan. Lebih dari itu, dia menilai, CSR bisa

membangun komunitas (community development)

wirausaha. CSR juga bisa digunakan sebagai

investasi komunitas (community investment)

tersebut. “Seperti program pengenalan

kewirausahaan dilingkungan kampus semacam ini,

perusahaan dapat membantu meningkatkan

pemahaman dosen dan mahasiswa, sekaligus

memotivasi mereka menjadi para pelaku usaha

pada masa depan,” katanya. perusahaan selama ini

menempatkan CSR sebagai bagian dari strategi

Page 22: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

22 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

“mematuhi” dan “melampaui” atas berbagai

tantangan sosial di lingkungan sekitarnya. Dengan

bersikap mematuhi, perusahaan tersebut berbuat

untuk berbagai perubahan signifikan dalam kinerja

sosial dan lingkungan. “Sedangkan dengan sikap

melampaui, perusahaan akan melakukan perubahan

kinerja sebelum mendapat tekanan dari

masyarakat,” mahasiswa sekarang sudah harus

menanamkan diri kemandirian berupa jiwa

wirausaha. Dengan begitu, diharapkan mahasiswa

siap hidup mandiri selepas meninggalkan bangku

kuliah. “Ubah paradigma dari sekarang dari job

seeker menjadi job creator. Bentuk karakter yang

produktif, jangan konsumtif. Bersiap menghadapi

berbagai kendala yang dapat menghambat

kemajuan usaha kita,” bekal pertama yang harus

dimiliki mahasiswa dalam membentuk jiwa

wirausahanya adalah memiliki keyakinan kuat

dalam menggapai cita-citanva melalui aktivitas

kewirausahaan. para mahasiswa untuk

mengembangkan minat berwirausaha ini sejak di

bangku kuliah “Unpad telah menjaring berbagai

proposal kewirausahaan dari mahasiswa untuk

ditindaklanjuti menjadi sebuah usaha bisnis baru

yang dijalankan mahasiswa dengan bantuan

pembiayaan dari berbagai pihak, seperti pihak

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depdiknas

dan pihak perbankan.” Kendati begitu, para dosen

juga berperan penting dalam mendorong jiwa

wirausaha mahasiswa para dosen bisa menyisipkan

dan menggiatkan materi kewirausahaan ini kepada

para mahasiswa melalui materi perkuliahan

Pemerintah berharap, jumlah wirausaha

dalam negeri bisa naik menjadi 2%-3% dari saat ini

0,18% melalui pendidikan kewirausahaan di

berbagai lembaga pendidikan dalam negeri. Tahun

2010 misalnya, ditargetkan 10.000 mahasiswa siap

menjadi wirausaha muda yang mandiri. Depdiknas

melalui Ditjen Dikti memiliki banyak skema dalam

mendorong wirausaha mahasiswa. Skema pertama

adalah pemberian dana bantuan kepada perguruan-

perguruan tinggi sebagai bentuk bantuan

permodalan bagi mahasiswa dalam Program

Mahasiswa Wirausaha (PMWi Dikti). Skema ini

diterapkan melalui perguruan tinggi negeri badan

hukum milik negara 1 BUMN sebesar Rp2 miliar,

Rp l miliar untuk universitas, institut dan sekolah

tinggi negeri non BUMN, Rp500 juta untuk

politeknik negeri, dan Rp l miliar untuk setiap

Koordinator Perguruan Tinggi Swasta. Skema

kedua adalah pendampingan mahasiswa yang

menerima bantuan permodalan. Melalui skema ini

telah melatih 1000 dosen dari 300an perguruan

tinggi dalam Training Trainer Dosen

Kewirausahaan yang bekerja sama dengan

Universitas Ciputra Enter-preneurship Center

(UCECI.) Skema ketiga merealisasikan program

Cooperative Academic Education (COOP

Program). Melalui program ini diikuti memberikan

pengajaran wirausaha bagi mahasiswa S-l yang

telah mencapai semester enam dan diberikan

kesempatan bekerja di industri, perusahaan, dan

usaha kecil dan menengah (UKM selama 3-6

bulan). Skema keempat, membangun jaringan

sinergi business intellectual government (BIG)

antara Depdiknas dan Kamar Dagang dan Industri

Indonesia (Kadin).

Pemerintah dalam hal ini Dikti melalui

ditjen Simlitabmas senantiasa menganggarkan

anggaran yang begitu besar untuk perguruan tinggi

dalam rangka meningkatkan jiwa kreatifitas

mahasiswa dalam kewirausahaan. Persoalannya

adalah sosialisasi dan pembinaan yang mendalam

kepada para mahasiswa agar tergugah untuk

meningkatkan kemampuan diri untuk ikut dan

berpartisipasi dalam program tersebut.

Peluang Wirausaha Mahasiswa Fakultas Teknik

Sejak pemberlakuan kurikulum muatan lokal di

Fakultas Teknik , program studi memasukkan mata

kuliah kewirausahaan di kurikulum pembelajaran.

Aplikasi dari mata kuliah ini bukan hanya

diimplimentasikan dalam bentuk terori saja,

melainkan harus diwujudkan dalam sosialisasi

pelaksanaan wirausaha itu sendiri sebagai output

dari pembelajaran.

Melihat perkembangan teknologi informasi

dan elektronika di masa sekarang, peluang-peluang

wirausaha sangat terbuka lebar. Ada beberapa

peluang wirausaha yang dapat dikembangkan

diantaranya :

a. Pada sektor jasa, masing-masing program studi

dapat mengaplikasikan keahliannya di bidang

konsultasi jasa konstruksi, jasa konsultasi

teknik informasi dan komputer dan juga

konsultasi di bidang kelistrikan.

b. Pada sektor marketing, masing-masing program

studi dapat bersosi lisasi di bidang wirausaha

penjualan produk aplikasi program software,

produk perencanaan gambar konstruksi dan

perencanaan biaya konstruksi dan bagi prodi

elektro dapat berkreasi dengan inovasi-inovasi

produk elektronika sederhana semisal : power

suply, inverter rakitan, service elektronika dll.

c. Sektor-sektor berbasis masyarakat yang

memiliki kesesuaian dengan program studi atau

umum yang dapat menciptakan lapangan

pekerjaan atau peluang usaha.

Masing-masing pengelolaan produk dan jasa

haruslah dikelola dan dimanage dengan baik dan

terstruktur dengan tahapan-tahapan : sosialisa,

pembinaan dan evaluasi berkesinambungan

sehingga produk dan jasa dapat bersaing di pasar

dan memiliki standarisasi tertentu.

Dikti dalam hal melatih mahasiswa dalam

berwirausaha melaksanakan program PKM

kewirausahaan yang berkelanjutan tiap tahun. Ini

menunjukkan betapa peluang-peluang mahasiswa

dalam mengembangkan ide-ide kewirausahaan

Page 23: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

23 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

dalam program PKM semakin terbuka lebar. Hal

ini juga menumbuhkan semangat mereka untuk

berlomba-lomba berkreasi dan melakukan inovasi

peluang usaha yang memungkinkan untuk

dilaksanakan.

PENUTUP Usaha menumbuhkembangkan kewirausahaan di

kalangan mahasiswa ini untuk: (1) meningkatkan

kualitas daya saing alumni dalam pasar kerja; (2)

memfasilitasi mahasiswa dalam hal menemukan

karir di dunia kerja; (3) membangun dan

mengembangkan mahasiswa atau calon alumni

sebelum terjun ke dunia kerj ; (4) memberikan

pengalaman berwirausaha; (5) mengurangi masa

tunggu lulusan; (6) memperpendek masa

penyesuaian saat bekerja; (7) membina calon

”pemimpin” di dunia usaha atau pencipta kerja.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dikemukakan

beberapa simpulan sebagai berikut:

1. Kewirausahaan dapat didefinisikan sebagai

suatu kemampuan kreatif dan inovatif (create

new and different) yang dijadikan kiat, dasar,

sumber daya, proses, dan perjuangan untuk

menciptakan nilai tambah barang dan jasa yang

dilakukan dengan keberanian untuk

menghadapi resiko.

2. Kewirausahaan pada dasarnya adalah semangat,

sikap, perilaku dan kemampuan seseorang

dalam menangani usaha dan atau kegiatan yang

mengarah pada upaya mencari, menciptakan,

menerapkan cara kerja, teknologi dan produk

baru dengan meningkatkan efisiensi dalam

rangka memberikan pelayanan yang lebih baik

dan atau memperoleh keuntungan yang

maksimal.

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi

keberhasilan kewirausahaan adalah sebagai beri

kut:

(1) memiliki komitmen yang tinggi dan tekad yang

kuat; (2) berambisi untuk mencaripeluang; (3)

memiliki semangat kerja yang tinggi dan tidak

mudah putus asa; (4) percaya diri yang kuat; (5)

memiliki k reativitas yang tinggi ; (6) memiliki

kemampuan melihat masa depan

denganperencanaan yang tepat; (7) tahan terhadap

resiko dan ketidakpastian; (8) memiliki

kemampuan memimpin orang banyak.

PUSTAKA

Buchari Alma 2006, Kewirausahaan, Alfabeta,

Bandung

Endang Tri W, 2008. Upaya

Menumbuhkembangkan Kewirausahaan di

kalangan Mahasiswa. Jurnal Akmenika UPY.

Vol 2 2008

Mas’ud M, 2005, Kewirausahaan, BPFE,

Yogyakarta.

Panji A dan Djoko S, 2002, Koperasi,

Kewirausahaan, dan Usaha Kecil , Bineka

Cipta, Jakarta.

Rani Kusawara, 2007, Bisnis Sampingan untuk

Mahasiswa , Trans Media Pustaka, Jakarta.

Suryana,2003, Kewirausahaan, Salemba Empat ,

Jakarta

Sutrisno Wibowo, 2007, Makalah CDM-

UMY dan Program Belajar Bekerja Terpadu,

Seminar Pengembangan Diri Mahasiwa,

UMY

Page 24: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

24 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

PERTANGGUNG JAWABAN PERUSAHAAN PERS TERKAIT DENGAN

LIPUTAN KRIMINAL (DELIK PERS)

Ayu Dian Ningtias *)

*) Dosen Fakultas Teknik Universitas Islam Lamongan

ABSTRAKSI

Pers sebagai media informasi merupakan pilar ke-empat demokrasi yang berjalan seiring dengan

penegakan hukum untuk terciptanya kesimbangan dalam suatau negara. Berbicara mengenai pers

maka tidak akan lepas berbicara mengenai kebebasan pers, karena kebebasan pers merupakan

bagian penting atau ruh hidup matinya pers. Kebebasan pers yang bertanggung jawab merupakan

prasyarat utama bagi sebuah negara dalam memperjuangkan kemajuan bangsa dan rakyatnya. Ini

menjadi keniscayaan dalam masyarakat yang demokratis. Kebebasan pers seperti ini sangat perlu

dan penting, bukan hanya bagi para pekerja pers, tetapi juga bagi seluruh rakyat dan bangsa. Tanpa

kebebasan pers, mustahil jurnalis atau pers akan mampu menjalankan tugas/peran sosialnya dengan

baik dan optimal.

Kata kunci : pertanggungawaban perusahaan pers, liputan kriminal, delik pers

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Pers merupakan institusi yang memiliki

pengaruh yang kuat dalam pembentukan opini

publik dan efektif penyebarluasan informasi.4

Dibanding mekanisme penyebaran informasi

lainnya, seperi seminar, lokakarya, penataran,

rapat umum dan sebagainya. Pers memiliki

potensi menjangkau audien jauh lebih banyak

dan menyebarkan informasi ke lingkungan yang

lebih jauh, lebih luas dalam waktu relatif yang

singkat. Sejak awal perkembangannya, surat

kabar sebagai media massa tertua sudah

menjadi lawan nyata ketidak terbukaan

informasi. Surat kabar dan media massa

seringkali berada pada posisi lemah dan amat

mudah ditundukkan oleh kekuasaan.5

Selama 60 tahun merdeka, Indonesia

pernah mengalami beberapa kali kebebasan

pers, yaitu pada awal kemerdekaan, selama

Republik lndonesia menerapkan sistem

pemerintahan Kabinet Parlementer, pada awal

Pemerintahan Orde Baru dan para era

Reformasi saat ini. Pada waktu-waktu lainnya,

kebebasan pers di Indonesia mengalami

berbagai tekanan. Setidak-tidaknya ada enam

4 Oemar Seno Adji, Mass Media Hukum,

Erlangga, Jakarta, 1997,hal. 13. 5 MacQuail, Denis, Teori Komunikasi

Massa, suatu Pengantar (Terjemahan), Airlangga,

Jakarta, 1989: hal10.

ketentuan hukum yang dapat dicatat yang

membatasi kebebasan pers di Indonesia, yaitu:

(1) Peperti Nomor 10 tahun 1960 tentang Surat

Izin Terbit; (2) Peperti Nomor 2 Tahun 1961

tentang Pengawasan Dan Promosi Perusahaan

Cetak Swasta; (3) Kepres Nomor307 tahun

1962 tentang Pendirian LKBN Antara; (4)

Dekrit Presiden Nomor 6 Tahun 1963 tentang

Pengaturan Memajukan Pers; (6) Peraturan

Menpen Tahun 1970 tentang Surat Izin Terbit,

dan (6) Peraturan MenpenNomor 1 Tahun 1984

tentang SIUPP6. Dari berbagai peraturan

perundangan tersebut, salah satu diantaranya

yang mendapat sorotan selama pemerintahan

Orde Baru adalah Peraturan Menpen Nomor 1

Tahun 1984 tentang SIUPP, karena ketentuan

hukum ini memberikan kekuasaan yang amat

luas kepada pemerintah dalam membatasi

kebebasan pers melalui pembekuan perusahaan

penerbitan pers sewaktu-waktu, yang sangat

bertentangan dengan UUD 1945, khususnya

pasal 28.

Sekarang ini keberadaan jurnalisme

warga seperti tidak terbatas dan terkontrol.

Bermunculannya saluran media baru sejenis

facebook, twitter, blog, atau youtube memberi

tantangan baru bagi masyarakat dalam

pengembangan informasi di luar media pers.

6 Anwar, Rosihan dalam Jurnal Pers

Indonesia, Nomor 5 Tahun XIX, Maret 1999

Page 25: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

25 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Melalui saluran media baru tersebut diharapkan

informasi yang berkembang di masyarakat tidak

berdampak negatif bagi masyarakat itu sendiri

Berbeda dengan perusahaan pers. Perusahaan

pers, menurut UU No.40/1999 tentang Pers,

harus berbadan hukum sehingga dapat diketahui

keberadaan dan penanggungjawabnya. Untuk

membangun jurnalisme warga yang baik, Kode

Etik Jurnalistik yang dikeluarkan Dewan Pers

diharapkan dapat dijadikan panduan.

Perusahaan pers menurut pasal 1 angka 2 UU

Pers adalah :

“Perusahaan pers adalah badan hukum

Indonesia yang menyelenggarakan usaha pers

meliputi perusahaan media cetak, media

elektronik, dan kantor berita, serta perusahaan

media lainnya yang secara khusus

menyelenggarakan, menyiarkan, atau

menyalurkan informasi”.

Perusahaan pers sebagai penyelenggara

penerbitan dan sebagai penanggung jawab

dalam hal penerbitan yang harus dilakukan

secara preventif, edukasi dan represif. Preventif

dalam hal ini penerbit (perusahaan pers) harus

bertanggung jawab memberikan edukasi

terhadap SDM (sumber daya manusia) /

wartawan / redaktur tentang persaingan

penerbitan pers saat ini. Dan juga melihat asset-

aset perusahaan bila terjadi delik pers harus

banyak memberikan kode etik- kode etik

tentang pers / jurnalistik . Represif dalam hal ini

adalah perusahaan pers meminta pihak yang

merasa dirugikan oleh pemberitaan sesasional /

delik pers/ untuk menggunakan hak jawab

terlebih dahulu jika dirasa tidak bisa maka baru

melakukan mediasi dengan dewan pers. Dan

apabila belum mendapatkan kesepakatan maka

dapat melakukan gugatan.

Pers yang meliputi media cetak dan

media elektronik dan media lainnya, merupakan

salah satu sarana untuk mengeluarkan pikiran

dengan lisan atau tulisan tersebut. Kebebasan

pers kadang kebablasan karena berita atau

tayangan yang diekspose mediacetak/elektronik

telah menyimpang dari koridor hukum,budaya

dan agama. Dimana jika pemberitaan pers

digunakan sebagai alat untuk memfitnah atau

menghina seseorang atau institusi dan tidak

mempunyai nilai berita (news), dan di dalam

pemberitaan tersebut terdapat unsur

kesengajaan sebagai unsur kesalahan yang

memenuhi unsur-unsur tindak pidana.

Delik pers disebut juga sebagai tindak

pidana pers , yaitu suatu tindak pidana yang

berkaitan dengan fungsi pers. 7 subyek hukum

pers antara lain ; pers , perusahan pers dan

organisasi pers. 8 sebagai subyek hukum pers

perusahaan pers sebagai koorporasi dapat

dikenakan pertanggung jawaban pidana.

Adanya subyek hukum korporasi ini telah

memerluas asas pertanggungjawaban dalam

hukum pidana. Pada mulanya hanya dikenal

asas “ Siapa yang berbuat, maka ia yang

bertanggungjawab” untuk subyek hukum orang,

kemudian diperluas menjadi asas “Siapa yang

bertanggungjawab, maka ia yang berbuat”.

Dalam menetapkan siapa yang bertanggung

jawab terhadap isi berita yang dimuat di media

yang melanggar hukum adalah redaksi, karena

redaksilah yang menurut organisasi pers

sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap

isi berita yang dimuat dalam media yang

dipimpinnya.9 Hal ini terlihat pada Pasal 2 UU

Nomor 40 Tahun 1999:

“Perusahaan pers wajib mengumumkan nama,

alamat, dan penanggung jawab secara terbuka

melalui media yang bersangkutan, khususnya

untuk penerbitan pers ditambah nama dan

alamat percetakan.”

Atas dasar ketentuan tersebut,

merupakan kewajiban hukum bagi media cetak

memuat kolom nama, alamat dan penanggung

jawab penerbitan serta nama dan alamat

percetakan. Atas dasar ketentuan tersebut dan

sesuai dengan kebiasaan dalam menjalankan

profesi di bidang pers (masyarakat pers) bahwa

yang bertanggung jawab adalah redaksi.

Perusahaan pers dituntut untuk memfasilitasi

kebebasan pers, yang sangat rentan dengan

pelanggaran pidana pers, disisi lain perusahaan

pers harus tetap menjalankan fungsinya sebagai

badan hukum berkepentingan komersial. Dan

sebagai perusahaan perusahaan pers terus

bersaing dengan perusaahaan lain tentang

bagaimana eksistensi perusahaan pers dalam

terus bersaing dengan memperhatikan kaidah-

kaidah jurnalistik dan delik pers dalam

persaingan usaha antar perusahaan pers.

Apabila perusahaan pers terjerat delik

pers dan kemudian dihukum maka perusahaan

tersebut bisa bangkrut atau gulung tikar atau

tidak terbit lagi akibat persaingan tidak sehat,

7 Aliansi Nasional Reformasi KUHP, Seminar

Nasional“Mengurai Delik Pers dalam RUU KUHP” Hotel Sofyan Betawi,Kamis, 24 Agustus 2006. hal. 23.

8 Kejahatan Pers Dalam Perspektif Hukum dalam

http://angga.org. diakses pada tanggal 12 januari 2012. 9 Rifqi Sjarief Assegaf , Pers Diadili, Jurnal Kajian

Putusan Pengadilan, Edisi 3, 2004, hal. 35.

Page 26: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

26 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

melainkan karena kewajiban membayar

tuntutan ganti rugi. Demikian juga kalau

pimpinan perusahaan terlalu sering dijatuhi

hukuman karena delik pers oleh majelis hakim,

akan mengancam eksistensi media

bersangkutan akibat citranya di mata publik

sudah hancur yang akan mempengaruhi

kelangsungan perusahaan pers tersebut .

Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah diatas

timbul permasalahan hukum sebagai berikut ;

Bagaimana pertanggung jawaban perusahaan

pers terkait delik pers ?

KAJIAN PUSTAKA

Pers adalah salah satu media

komunikasi massa yang bersifat umum dan

terbitsecara teratur berupa buku-buku, majalah-

majalah, surat kabar dan barang-barangcetakan

yang lain bersifat sebagai sarana

penyebarluasan informasi. Berkaitan

dengan pengertian tersebut, maka yang

dimaksud dengan pengertian delik

atau pertanggungjawaban pidana pers dalam

skripsi ini adalah semua kejahatan

yangdilakukan melalui sarana pers.Dalam Kitab

Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak

didapatkan suatu rumusan yang pasti tentang

pers. Dengan demikian untuk mengetahui

kriteria yangharus dipenuhi oleh suatu

kejahatan melalui pers dapat dikatakan sebagai

delik pers.Oemar Seno Adji dengan

berpedoman kepada pendapat dari W.F.C.

VanHattun memberikan tiga kriteria yang harus

dipenuhi dalam suatu delik persantara lain :10

1 . Harus d i lakukan dengan barang

cetakan

2. Perbutan yang dipidana harus

terdiri atas pernyataan pikiran dan

perasaan.

3. Perumusan delik harus ternyata

bahwa publikasi merupakan suatu

syarat untuk menumbuhkan suatu

kejahatan, apabila kenyataan tersebut

dilakukand engan tulisan-tulisan.

Kriteria ketiga itulah yang khusus dapat

mengangkat suatu delik menjadi delik pers.

Tanpa dipenuhinya kriteria tersebut, suatu delik

tidak akan memperoleh sebutandelik pers dalam

arti yuridis.Pendapat lain soal delik pers

10 Dewan Pers, 2003, Delik Pers Dalam Hukum Pidana,

Dewan Pers dan Lembaga Informasi Nasional, Jakarta.

Hal 66.

disampaikan R.Moegono. Menurutnya, delik

persharus memenuhi beberapa syarat antara lain

:11

1. Perbuatan yang diancam hukuman

harus terdiri dari pernyataan

pikiran dan perasaan orang.

2. Harus dilakukan dengan barang

cetakan .

3. Harus ada publikasi

Unsur ketiga inilah yang paling

menentukan, karena tanpa publikasi tak

akan mungkin ada delik pers. Dari kedua

pendapat di atas, jelas bahwa suatu delik baru

dikatakan memenuhi syarat sebagai delik pers,

jika perbuatan kejahatan itu mengandung

pernyataan pikiran atau perasaan seseorang

yang kemudian diwujudkan dalam bentuk

barang cetakan dan disebarluaskan kepada

khalayak ramai atau dipublikasikan. Delik

pers dalam KUHP bukanlah suatu delik

yang diatur suatu bab tertentu,melainkan

delik-delik yang tersebar dalam beberapa pasal

dalam KUHP.

Pertanggungjawaban penerbit diatur dalam

pasal 61 KUHP sebagai berikut:

a. Jika kejahatan dilakukan dengan

memprgunakan percetakan, maka

penerbit(uitgever) sebagai demikian tidak

dituntut jika pada barang cetakan itu

disebutkan nama dan tempat tinggalnya dan

sipembuat itu sudah diketahui, atau pada

waktu diberi peringatan yang pertama kali

sesudah penuntutan muali

berjalandiberitahukan oleh penerbit.

b. Peraturan ini tidak berlaku, jika

sipembuat kejahatan pada waktu barang

cetakanitu diterbitkan tak dapat dituntut

atau berdiam di luar negeri.

Dari ketentuan pasal tersebut dapat kita

lihat bahwa seorang penerbit tiidak akandapat

dituntut apabila;

1. Pada barang cetakan telah dimuat nama

dan tempat tinggal penerbit;

2. Penulis, penggambar atau pembuat

berita tersebut sudah diketahui atau

sesudah penuntutan sudah berjalan pada

waktu itu diberi peringatan pertama kepada

penerbit.

Pembuat termasuk pemotret, pelukis

atau penggambar.P embuatnya dapat dituntut

11 R.Moegono, Kumpulan Kuliah Delik Pers, Tindaka

Pidana Korupsi, Tindak Pidana Ekonomo

PadaPusdiklat Kejaksaan Agung RI (Jakarta, 1975) hal. 14.

Page 27: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

27 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

pada waktu diterbitkan tulisan, gambar atau

potretoleh penerbit. Artinya sipenulis atau

penggambar dari pemberitaan tersebut

tidak dalam sakit ingatan atau tidak meninggal

dunia pada waktu pemberitaan itu diterbitkan.

Disamping itu perlu diingat bahwa dalam

perusahaan penerbitan pers seperti

dimaksudkan oleh pasal 14 Undang-undang

Nomor 11 Tahun1966 sebagaimana telah

diubah dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun

1967 danUndang-undang Perubahan kedua

Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan

Pokok Pers, (UU NO. 21/ 1982) ditetapkan

bahwa "Pimpinan suatu penerbit persterdiri atas

Pimpinan Umum, Pimpinan Redaksi dan

Pimpinan Perusahaan". Denganadanya

ketentuan tersebut timbul permasalahan di

tangan siapakah letak tanggung jawab jika

terjadi suatu tindk pidana pers. Dalam hal ini

kita harusmenghubungkannya dengan ketentua

pasal 15 dari Undang-undang Nomor 11

Tahun1966 sebagaimana telah diubah dengan

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1967

danUndang-undang Perubahan Kedua Undang-

undang Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok

Pers sebagai berikut Pokok Pers, (UU NO. 21/

1982) ditetapkan bahwa "Pimpinan suatu

penerbit pers terdiri atas Pimpinan Umum,

Pimpinan Redaksi dan Pimpinan Perusahaan".

Dalam ketentuan pasal 15 dari Undang-

undang Nomor 11 Tahun1966 sebagaimana

telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4

Tahun 1967 danUndang-undang Perubahan

Kedua Undang-undang Tentang Ketentuan-

ketentuan Pokok Pers sebagai berikut :

(1) Pimpinan Umum bertanggungjawab

atas keseluruhan penerbitan baik

kedalam maupun keluar.

(2) Per tanggungan jawab P impinan

Umum terhadap hukum

dapatdipindahkan kepada Pimpinan

Redaksi mengenai isi

penerbitan(redaksional) dan kepada

Pimpinan Perusahaan mengenai soal-

soal perusahaan.

(3) Pimpinan Redaksi bertanggungjawab

atas pelaksanaan redaksional danwajib

melayani hak jawab dan koreksi.

(4) Pimpinan Redaksi dapat memindahkan

pertanggungjawabannya

terhadaphukum mengenai sebuah tulisan

kepada anggota redaksi yang lain

ataukepada penulisnya yang bersangkutan.

Melihat ketentuan Pasal 15 Undang-

undang Nomor 11 Tahun 1966 sebagaimana

telah diubah dengan Undang-undang Nomot 4

Tahun 1967 dan Undang undang Perubahan

Kedua tentang ketentuan-ketentuan pokok pers,

terutama dalam ayat (4) bahwa pertanggun

jawaban pidana terhadap deli pers terletak pada

pihak siapa pertanggung jawaban hukum

dilimpahkan ketika berita itu diterbitkan. Bisa

pada Pimpinan Umum, Pimpinan Redaksi,

anggota redaksi atau bahkan pada

penulisnya,tergantung pada ada atau tidaknya

pemindahan pertanggung jawaban.

Untuk memudahkan ada atau tidaknya

pemindahan pertanggung jawaban hukum

dalam penerbitan pers, di dalam undang-undang

seharusnya sudah ditentukan

bahwa pemindahan pertanggung jawaban

hukum tersebut hanya bisa dilakukan secara

tertulis. Karena disamping memudahkan dalam

pembuktian, juga akan menjamin adanya

kepastian hukum dalam pertanggungjawaban

penerbitan pers.

Seperti dalam kasus Bambang

Harymurti sebagai pemimpin Redaksi Majalah

Tempo dijatuhi vonis 1 tahun penjara.

Kemudian pada tingkat banding, Pengadilan

Tinggi Jakarta Pusat menguatkan Putusan

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan pada

tingakt kasasi, MA menyatakan bahwa

Bambang Harymurti tidak terbukti secara sah

atas dakwaan primair, Pasal 311 ayat (1) KUHP

Jo Pasal 55 ayat(1) KUHP dan Susidair, Pasal

310 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) KUHP,

dan membebaskan Bambang Harymurti dari

segala dakwaan.12

Berdasarkan putusan di atas, yang

menjadi alasan pemimpin redaksi sebagai

penanggung jawab terhadap berita yang dimuat

didalam media adalah karena pemimpin redaksi

adalah orang yang bertanggung jawab diseluruh

bidang keredaksian dan mempunyai hak untuk

menentukan diturunkan atau tidaknya suatu

berita. Pemimpin redaksi sebagai orang yang

bertanggung jawab dalam hal pemberitaan yang

merugikan kehormatan dan nama baik orang

lain, sesuai dengan sistem pertanggungjawaban

pidana dianut uu pers yaitu

pertanggungjawaban dengan sistem bertangga

(Stair System) yang menyatakan bahwa

pemimpin redaksi harus bertanggung jawab

terhadap sajian didalam pers. Stair system biasa

pula disebut fiktif pertanggung jawaban karena

yang melakukan perbuatan (delik pers) bukan

12 http://majalah.tempointeraktif.com/ diakses pada

tanggal 12 januari 2012

Page 28: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

28 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

dia melainkan orang lain, tetapi dia harus

bertanggung jawab.

Sebelum adanya UU No. 40 Tahun

1999 tentang Pers, sistem pertanggung jawaban

pidana atas sajian pers diatur dalam pasal 15

ayat (4) UU No.21 Tahun 1982 tentang

Ketentuan ketentuan Pokok Pers yang bunyinya

sebagai berikut : Pemimpin umum bertanggung

jawab atas keseluruhan penerbitan baik ke

dalam maupun keluar; Pertanggungjawaban

pemimpin umum terhadap hukum dapat

dipindahkan kepada pemimpin redaksi

mengenai isi penerbitan dan kepada pemimpin

perusahaan mengenai soal-soal perusahaan;

Pemimpin redaksi bertanggungjawab atas

pelaksanaan redaksionil dan wajib melayani

hak jawab dan koreksi. Pemimpin redaksi

dapat memindahkan pertanggungjawabannya

terhadap hukum, mengenai suatu tulisan kepada

anggota redaksi atau kepada penulisnya yang

bersangkutan.

Dalam mempertanggungjawabkan

terhadap hukum, pemimpin umum, pemimpin

redaksi, anggota redaksi atau penulisnya

mempunyai hak tolak. Wartawan yang karena

pekerjaanya mempunyai kewajiban menyimpan

rahasia, dalam hal ini nama, jabatan, alamat,

atau identitas lainnya dari orang yang menjadi

sumber informasi, mempunyai hak tolak.

Ketentuan-ketentuan hak tolak akan diatur oleh

pemerintah, setelah mendengar pertimbangan-

pertimbangan dari dewan pers. Ketentuan ini

memperlihatkan suatu bentuk

pertanggungjawaban yang bisa dialihkan

kepada anggota redaksi yang lain. Dimana

pemimpin redaksi dapat mengalihkan tanggung

jawab hukum kepada anggota redaksi yang lain

atau kepada penulisnya yang memang mungkin

pelaku delik pers. Sistem pertanggungjawaban

pidana ini disebut pertanggung jawaban pidana

dengan sistem air terjun (Waterfall System).

Berbeda dengan pertanggungjawaban

pidana sistem air terjun (Waterfall System),

pertanggungjawaban pidana sistem bertangga

(Stair System) pemimpin redaksi harus

bertanggungjawab terhadap tulisan (gambar)

yang menyerang kehormatan dan nama baik

orang lain.meskipun pemimpin redaksi tidak

memenuhi 2(dua) hal pokok dalam penetapan

ada atau tidaknya pertanggung jawaban pidana

dari pemimpin redaksi.

PENUTUP

Kesimpulan

Dalam ketentuan pasal 15 dari Undang-

undang Nomor 11 Tahun1966 sebagaimana

telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4

Tahun 1967 dan Undang-undang Perubahan

Kedua Undang-undang Tentang Ketentuan-

ketentuan Pokok Pers sebagai berikut :

1. Pimpinan Umum bertanggungjawab

atas keseluruhan penerbitan baik

kedalam maupun keluar.

2. Per tanggungan jawab P impinan

Umum terhadap hukum

dapatdipindahkan kepada Pimpinan

Redaksi mengenai isi

penerbitan(redaksional) dan kepada

Pimpinan Perusahaan mengenai soal-

soal perusahaan.

3. Pimpinan Redaksi bertanggungjawab

atas pelaksanaan redaksional danwajib

melayani hak jawab dan koreksi.

4. Pimpinan Redaksi dapat memindahkan

pertanggungjawabannya

terhadaphukum mengenai sebuah tulisan

kepada anggota redaksi yang lain

ataukepada penulisnya yang bersangkutan.

DAFTAR BACAAN

Buku Arief, Barda Nawawi, Beberapa Aspek Hukum

Pidana , Badan Universitas Diponegoro,

2007,Semarang.

Artadi, Ibnu, Hukum Pidana dan Dinamika

Kriminalitas , Syariah Fakultas Hukum

Unswagati 2006, Cirebon.

Borjesson, Kristina, Mesin Penindas Pers , Terj.

Yanto Musthofa, Q-Press, 2006,Bandung.

Dewan Pers, Delik Pers Dalam Hukum Pidana,

Dewan Pers dan Lembaga Informasi

Nasional, 2003, Jakarta.

_ _ _ _ _ _ _ _. Data Penerbitan Pers Indonesia.

2006, Dewan Pers Jakarta.

Girsang, Juniver, Penyelesaian Sengketa Pers ,

Gramedia Pustaka Utama, 2007,Jakarta.

Oemar Seno Adji, Mass Media Hukum, Erlangga,

1997,Jakarta.

MacQuail, Denis, Teori Komunikasi Massa, suatu

Pengantar (Terjemahan), Airlangga, Jakarta,

1989 Panjaitan, Hinca IP dan Siregar, Amir Effendi, 1001

Alasan UU Pers Lex Spesialis, Serikat

Penerbit Surat kabar, 2004,Jakarta

Page 29: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

29 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

USING REALIA TO IMPROVE VOCABULARY MASTERY

RIRYN FATMAWATY1)

1)Email : [email protected]

ABSTRACT Language is a system of arbitrary conventionalized vocal, written or gestural symbols that

enable members of a given community to communicate intelligibly with one another (Douglas

Brown: 2000). There are many kinds of language in the world. One of them is English. As we know,

English is the international language that is important to be mastered, especially to face the

globalization era. In education, realia include objects used by educators to improve students’

understanding of other cultures and real life situations. A teacher of foreign language often employs

realia to strengthen students’ associations between words for everyday objects and the objects

themselves. Realia consists of actual objects or items or facsimiles there of, which are used in the

classroom to illustrate and teach vocabulary or to serve as an aid to facilitate language acquisition and

production. It allows language learners to see, hear and in some cases touch the objects.

The results of this study show that the teaching and learning process of vocabulary (concrete

noun) by using realia have been implemented maximally. All of the teaching learning processes are

conducted based on the planning that have been planned. It can be seen from the result of observation

during the process of it. Then about the students’ responses toward the implementation of realia in

vocabulary (concrete noun) teaching and learning process can be seen from the result of

questionnaire. It shows that the realia technique are accept well by the students. They participate

actively during the teaching learning process.

For about the students’ improvement in mastery vocabulary (concrete noun), the results of this

study show that realia can improve the students vocabulary mastery (concrete noun). It can be seen

from the results of students’ assessment, the scores always improve in every meeting.

Keywords : Realia, Improve, Vocabulary, Mastery

INTRODUCTION

Language is a system of arbitrary

conventionalized vocal, written or gestural

symbols that enable members of a given

community to communicate intelligibly with

one another (Douglas Brown: 2000). There are

many kinds of language in the world. One of

them is English. As we know, English is the

international language that is important to be

mastered, especially to face the globalization

era.

One of English’s component is

vocabulary. Vocabulary is a core component

of language proficiency and provides much of

the basis for how well learners speak, listen,

read and write. Without an extensive

vocabulary and strategies for acquiring new

vocabulary, learners often achieve less than

their potential and may be discouraged from

making use of language learning opportunities

around them such as listening to the radio,

listening to native speaker, using the language

in different contexts, reading or watching

television (Jack and Willy: 2002). The

statements above show how important

vocabulary in learning English is.

Teaching English vocabulary is not as

easy as we think. The teacher often find the

problems during the process of it. The

common problems found are about the lack of

students’ vocabulary and students’ boredom.

Both of those problem make the students are

unmotivated well during the process of

teaching learning. To overcome those

problems, the teacher must think more about

how to create the students motivation, in order

to make them are not bore and participate

actively during the learning teaching process.

In education, realia include objects used

by educators to improve students’

understanding of other cultures and real life

situations. A teacher of foreign language often

employs realia to strengthen students’

associations between words for everyday

objects and the objects themselves. Realia

consists of actual objects or items or facsimiles

thereof, which are used in the classroom to

illustrate and teach vocabulary or to serve as

Page 30: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

30 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

an aid to facilitate language acquisition and

production. It allows language learners to see,

hear and in some cases touch the objects.

The using of realia can attrack the

students interest in learning English

vocabulary. When the students are interested

in learning process, they will be motivated to

participate actively in the class. It is because,

students feel the learning teaching process are

interesting, fun and not bore. Moreover, realia

will make the students are easier to memorize

words, because they directly see the real

objects and have correct concept in their minds

about that words.

Not all of vocabulary can be introduced

by realia. In this study is specified on concrete

noun. Marcella Frank (1972) said, a concrete

noun is a word for a physical object that can

be perceived by the senses, we can see, touch,

smell the object (flower, girl). The kinds of

concrete noun that are introduced by realia in

this study, based on the English materials of

the students.

METHOD

The design of this study is Collaborative

Classroom Action Research (CCAR). Iskandar

(2009) defined Classroom action research is an

action done by the teacher or collaborates with

another people that has purpose to improve the

quality of learning process in the classroom.

Collaborative action research processes

strengthen the opportunities for the results of

research on practice to be fed back into

educational system in a more substantial and

critical way. Anne Burns (2003) said, They

have the advantage of encouraging teachers to

share common problems and to work

cooperatively as a research community. In this

case, the researcher collaborated with the

English teacher of MTs. Sunan Drajat Sugio

lamongaan at seventh class.

Suharsimi Arikunto (2008) classified,

there are some experts suggesting the different

model of action research, but generally, there

are four steps that common to be passed, they

are:

1. Planning

2. Implementing

3. Observing

4. Reflecting

The first step of this study was begun

with preliminary study to identify the students

of MTs. Sunan Drajat lamongan at seventh

class as the object in this study and to get more

information about students’ problem in

mastering vocabulary. It was conduct on

December 1, 2009.

In the first preliminary study, the

researcher met the headmaster of MTs. Su to

discuss about the plan to do research in that

school. Next, the second preliminary study, the

researcher met the English teacher at seventh

class for an informal interview and direct

observation in the teaching learning process.

After doing them, the analysis was found and

the data from preliminary study was used to

set up the next action.

The subject of this study was the students at

the seventh class. The researcher choosed the

seventh class based on the assumption that

vocabulary mastery of the students in this level

are still low and lack. Considering, the

students of junior high school especially

seventh class, they just graduated from

elementary school and some characteristics of

children were still they have. Based on this

case, the students needed an interesting

technique to motivate them in the learning

process. Therefore, it is suitable to use a

technique that was called as realia to help

them learning vocabulary.

There are five classes at the seventh

class, they are from 7-A until 7-E and each

class is consist of 35 students. From 7-A until

7-E, the researcher chooses 7-B because this

class is easier to control than the other class,

according to the information of English

teacher in that school.

The data of this study was taken from

the seventh class students at MTs. Sunan

Drajat Sugio Lamongan that is located on Jl.

Raya No. 397 Sugio Lamongan.

The researcher choosed this school as

the setting of this study for some reasons.

First, the English ability of the students were

still low, especially their vocabulary mastery.

Second, the technique of realia never had been

implemented before. Finally, the location of

this school was easy to be reached because it

was on the edge of highway.

The study was conducted under the

following steps: planning, implementing,

observing and reflecting. The model of action

research can be illustrated as the following

picture:13

13 Ibid

Page 31: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

31 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Picture 3.1 (The illustration model of action

research by Suharsimi Arikunto)

1. Planning

In this step, the researcher and her

collaborative teacher made a preparation based

on the problem that had been identified in the

preliminary study. Both of them, prepare a

suitable model of lesson plan, instructional

material, media and instrument.

a. Lesson Plan

In conducting the study, the lesson plan

of realia technique in teaching vocabulary

(concrete noun) was made by the researcher

and collaborative teacher. It described the

activities of teacher and students during the

teaching learning process.

b. Instructional Material

In this study, both the researcher and

collaborative teacher prepared the instructional

material that would be taught to the students.

c. Media

The media used in this study were real

objects. The researcher and collaborative

teacher prepared kinds of realia (real things)

based on the material of students. All of those

realia were brought into the class to be

introduced one by one to the students.

d. Instrument

In order to make easier the process of

data collection, some instruments were

needed. The instruments used by the

researcher in this study were:

1. Observation Checklist

The observation checklist was used to observe

the activities of the teacher and students during

the teaching learning process in the classroom.

2. Field Note

The field note was used to make a note of

problem or weakness appeared during the

teaching learning process in the class.

3. Assessment

The assessment was used to know how far the

students master of the material that had been

taught.

4. Questionnaire

The questionnaire was used to know students’

opinion about realia technique in teaching

vocabulary. It was also used to know whether

the technique was helpful to solve their

problem in learning vocabulary.

2. Implementing The next step was implementing.

What the researcher and collaborative teacher

had planned in the planning step was

implemented in this step.

3. Observing

The observing step was done while the

implementing step was being done. The

observer observed the class during teaching

learning process. The component that was

observed based on the observation checklist

and made field note toward the weaknesses

appeared during teaching learning process.

4. Reflecting

In the reflecting step, the researcher

and collaborative teacher evaluated the results

during teaching learning process. The

weaknesses were identified to be looked for

the solution, so it would be better in the next

cycle.

The data of this study was collected

through assessment, observation and

questionnaire:

1. Assessment

Assessment is the series of questions or

exercise and the other tool that are used to

measure the skill, knowledge, intelligence,

ability or talent that is had by individual or

group (Suharsimi Arikunto: 2002). In this

study, the assessment was done in the last

section of each meeting, to measure how far

the students master of vocabulary given.

2. Observation

According to Burhan Nurgiyantoro

(2001) observation is an evaluation by

observing to the object directly, accurately and

systematically. This observation was about the

situation of teaching learning process when the

teacher implemented realia technique in

teaching vocabulary (concrete noun). The

components that observed were about how

was the material given to the students by using

realia, how did the teacher implement realia to

introduce vocabulary (concrete noun) and how

were the student’s activities in the class when

realia was implemented.

Reflecting

Planning

Cycle I

Observing

Planning

Cycle II

Observing

Reflecting

Implementing

Implementing

?

Page 32: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

32 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

In this observation, the researcher

made form of observation checklist. The

observer gave thick sign (√) to the every

component in the observation checklist and

field note toward the weaknesses appeared

during teaching learning process.

3. Questionnaire

Based on Sanapiah Faisal (1989),

questionnaire is a tool of data collection that

consist of question list in writing that is

pointed to the subject or respondent of study.

The questionnaire was used to know students’

opinion about realia technique in teaching

vocabulary. It was also used to know whether

the technique was helpful to solve their

problem in learning vocabulary. There were

some questions in the questionnaire made to

find out about what were the students’

responses toward the material given by using

realia, what were the students’ responses

toward the implementation of realia in

teaching learning process and what were the

problems that might arise during the

implementation of realia in teaching learning

process.

The questionnaire was done in last

section of the last meeting. Before the students

answer the questionnaire, the researcher would

explain each question in the questionnaire.

After all the data had been collected,

then they were analyzed. First, the data was

obtained from assessment. The analysis was

done from the result of test. The score was

summed up to find the average score. The

data was contain of how far the students

master of vocabulary given in each meeting.

Second, the data was obtained from

observation, the analysis was done by

describing the process of teaching learning

vocabulary by realia in the class. The data that

was contain of how was the material given to

the students by using realia, how did the

teacher implements realia to introduce

vocabulary (concrete noun) and how were the

students activities in the class when realia was

implemented.

Third, the data was obtained from

questionnaire, the analysis was done from

result of students’ answer toward the questions

in questionnaire. The data was contain of what

were the students responses toward the

material given by using realia, what were the

students’ responses toward the implementation

of realia in teaching learning process and what

was the problem that might arise during the

implementation of realia in teaching learning

process.

The researcher will describe all results

of the study based on the explanations above.

And to make them clear, the researcher

describes all of them one by one in these

following sections.

A. Result of the Study

1. Result of the Learning and Teaching

Process

a. First Meeting

1. Planning

It was held on May 8, 2013. The time

used was 2 x 40 minutes. The teacher was the

researcher. The researcher used realia in

teaching learning process. The material was

about “Things Around Us 1” and the topic was

about “Classroom Equipments”. The

researcher took material from text book.

2. Implementing

Before the teaching learning process was

started by the researcher, the collaborative

teacher (English teacher of that school)

introduced the researcher to the students. After

that, the teacher let researcher to start the

lesson. The researcher said greeting to the

students then checked the students’ attendance

and gave motivation to the students.

a. Pre-Realia Activity

In the pre-realia activity, the researcher

wrote topic on the whiteboard and asked

students some questions related to the topic.

Then, the researcher gave statements related

the topic to stimulate students background

knowledge.

b. While-Realia Activity

In this activity, the researcher

showed realia (real things) in front

of the class, then introduced the name of

realia, wrote it on whiteboard and pronounce it

loudly. Next, the researcher asked students to

pronounce it together, after that asked some of

the students to pronounce it alone. The

researcher asked the students to write the name

and meaning of realia in the book. The

researcher repeated these activities until all of

the vocabulary were introduced.

To refresh the students’ mind and to

make students’ comprehension and

memorization stronger, the researcher

conducted a game in the while of teaching

learning process. The name of game was

“Whispering Game”. The researcher divided

students into some groups. Each group made a

line, then the researcher whispered two words

33

Page 33: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

33 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

to the last student of each line (the words of

each group were different). The student that

got words from the researcher must whispered

them to the other students in one group. After

that, the students in first line of each group

must wrote the words were whispered on

whiteboard. And, the group that could write

words correctly and quickly was the winner of

this game.

Next step after conducted the game was

assessment. The researcher gave questions that

related with the material that was taught. It

must be collected to be scored by the

researcher.

c. Post-Realia Activity

After conducting the assessment, the

researcher reviewed the content of material

and checked the students’ comprehension,

then made conclusion of the material.

Before closing class, the researcher

evaluated teaching learning process by asking

the students about the difficulties and

responses toward the using of realia technique.

3. Observing

In first meeting, the observer was the

English teacher of that school. The teacher

observed cycles during the teaching learning

process that were conducted by the researcher

and signed the observation checklist that was

provided by the researcher while made notes

of the weaknesses during teaching learning

process.

According to observer, the condition of

class in first meeting was very crowded

especially when the researcher showed realia

in front of the class. Some of the students

stood up, some others came forward and the

others just sat on their desk. It might caused of

that day was the first meeting for students and

researcher and also the first time using realia

in teaching learning process. This condition

was natural because they still need to adapt

with the new person and new technique.

Then, about the material was quite good.

The material made students interesting and it

was understandable by the students.

And about the time, the researcher had

managed the time well. All of the activities

during teaching learning process could be

finished at the time.

For about the researcher’s performance

was good, the voice could be heard by the

students. Then, about the researcher’s

explanation and instruction were clear enough

but sometimes the researcher was too fast in

giving instruction. It made the students often

asked researcher to repeat the instruction.

When the researcher explained material, the

researcher was not only in front of class but

the researcher also walked around the students

to make sure that all of students could catch

the material that was taught by the researcher.

4. Reflecting

According to the explanation of

observation above, the researcher and teacher

made some reflection, that were:

- First, because in first meeting the condition of

class was very crowded, so, in the next

meeting, the researcher must be able to control

it. It was to keep the effectiveness of teaching

learning in the class.

- Second, because in first meeting the researcher

too fast in giving instruction, so, in the next

meeting, the researcher must be slower. It was

to avoid the repetition of teacher’s instruction

that was often asked by the students.

b. Second Meeting

1. Planning

It was held on May 15, 2013. The time

used was 2 x 40 minutes. The teacher was the

researcher. The researcher used realia in

teaching learning process. The topic was about

“Things Around Us 1” and the material was

about “School Equipments”. The researcher

took material from text book.

Based on the reflection in first meeting,

the researcher planned everything to be better

in the second meeting.

2. Implementing

The researcher started the learning

teaching process by saying greeting to the

students then checked the students’ attendance

and gave motivation to the students.

a. Pre-Realia Activity

In the pre-realia activity, the researcher

wrote topic on the whiteboard and asked

students some questions related to the topic.

Then, the researcher gave statements related

the topic to stimulate students background

knowledge.

b. While-Realia Activity

In this activity, the researcher showed

realia (real things) in front of the class, then

introduced the name of realia, wrote it on

whiteboard and pronounce it loudly. Next, the

researcher asked students to pronounce it

together, after that asked some of the students

to pronounce it alone. The researcher asked

the students to write the name and meaning of

Page 34: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

34 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

realia in the book. The researcher repeated

these activities until all of the vocabulary were

introduced.

To refresh the students’ mind and to

make students’ comprehension and

memorization stronger, the researcher

conducted a game in the while of teaching

learning process. The name of game was

“Matching Game”. The researcher divided

students into some group. Then, the students

prepared one table for each group in front of

the class. After that, the researcher gave some

papers to each group (the papers consist of

some words in English and their meaning in

Indonesia). Next, the students work in group to

match the words and meanings. The students

must put the words and meanings on the table

in front of class that had prepared for each

group. Last, the group that could match the

words and meanings correctly and put them on

table quickly was the winner.

Next step after conducted the game was

assessment. The researcher gave questions that

related with the material that was taught. It

must be collected to be scored by the

researcher.

c. Post-Realia Activity

After conducting the assessment, the

researcher reviewed the content of material

and checked the students’ comprehension,

then made conclusion of the material.

Before closing class, the researcher

evaluated teaching learning process by asking

the students about the difficulties and

responses toward the using of realia technique.

3. Observing

In second meeting, the observer was the

English teacher of that school. The teacher

observed cycles during the learning teaching

process that were conducted by the researcher

and signed the observation checklist that was

provided by the researcher while made notes

of the weakness during learning teaching

process.

According to observer, the condition of

class in second meeting was still crowded,

especially when the researcher showed realia

in front of the class. Some of the students

stood up, some others came forward and the

others just sat on their desk. It might caused

that the realia technique to introduce

vocabulary still new for them. So, it attracted

students’ attention.

Then, about the material was quite good.

The material made the students interesting and

it was understandable by the students.

And about the time, in this second

meeting the time did not manage well. The

researcher spent many times in conducting the

game. It took the time of assessment, so the

students were hurry in finishing their task and

cheated each other.

For about the researcher’s performance

was good, the voice could be heard by the

students. Then, about the researcher’s

explanation and instruction were clear and

slower than the first meeting. When the

researcher explained material, the researcher

was not only in front of class but the

researcher also walked around the students to

make sure that all of students could catch the

material that was taught by the researcher.

4. Reflecting

According to the explanation of

observation above, the researcher and teacher

made some reflection, that were:

- First, similar with the first meeting, the

condition of class in second meeting also still

crowded. It might caused the researcher use

the new way in introducing vocabulary

(realia), so it attracted the students’ attention.

And, for the next meeting, the researcher must

be able to control it.

- Second, in this second meeting, the researcher

could not manage time well. The researcher

spent many times in conducting the game, as

the result, the time for assessment was less.

This condition made students were hurry in

finishing the task and cheated each other. So,

for the next meeting, the time must be

controlled well.

c. Third Meeting

1. Planning

It was on May 22, 2013. The time used

was 2 x 40 minutes. The teacher of third

meeting was the researcher. The researcher

used realia in teaching learning process. The

topic was about “Things Around Us 2” and the

material was about “Kitchen Equipments”.

The researcher took material from the text

book.

Based on the reflection in second

meeting, the researcher planned everything to

be better in the third meeting.

2. Implementing

The researcher started the learning

teaching process by saying greeting to the

Page 35: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

35 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

students then checked the students’ attendance

and gave motivation to the students.

a. Pre-Realia Activity

In the pre-realia activity, the researcher

wrote topic on the whiteboard and asked

students some questions related to the topic.

Then, the researcher gave statements related

the topic to stimulate students background

knowledge.

b. While-Realia Activity

In this activity, the researcher showed

realia (real things) in front of the class, then

introduced the name of realia, wrote it on

whiteboard and pronounce it loudly. Next, the

researcher asked students to pronounce it

together, after that asked some of the students

to pronounce it alone. The researcher asked

the students to write the name and meaning of

realia in the book. The researcher repeated

these activities until all of the vocabulary were

introduced.

To refresh the students’ mind and to

make students’ comprehension and

memorization stronger, the researcher

conducted a game in the while of teaching

learning process. The name of game was

“Guessing Name Game”. The researcher

divided students into some groups. Then, all of

the students of each group prepared one piece

of paper. The researcher showed realia one by

one and asked the students to write down

names of those realia. After that, the

researcher gave time to all groups to discuss

with their friends in one group about the

answer. Last, the group that could collect the

answer (in one piece of paper) correctly and

quickly in front of the class was the winner.

Next step after conducted the game was

assessment. The researcher gave questions that

related with the material that was taught. It

must be collected to be scored by the

researcher.

c. Post-Realia Activity

After conducting the assessment, the

researcher reviewed the content of material

and checked the students’ comprehension,

then made conclusion of the material.

Before closing class, the researcher

evaluated teaching learning process by asking

the students about the difficulties and

responses toward the using of realia technique.

3. Observing

In third meeting, the observer was the

English teacher of that school. The teacher

observed cycles during the learning teaching

process that were conducted by the researcher

and signed the observation checklist that was

provided by the researcher while made notes

of the weakness during teaching learning

process.

According to observer, the condition of

class in third meeting was good enough. It was

better than the first and second meeting. The

researcher had closed with students and they

began familiar with realia in the teaching

learning process.

Then, about the material was quite good.

The material made students interesting and it

was understandable by the students.

And about the time, the researcher had

managed time well. All of the activities during

teaching learning process could be finished at

the time. But, there was a bit trouble when the

researcher conducted game. There were some

students did not pay attention and made noisy

in the class, they did not participate actively in

the game.

For about the researcher’s performance

was good. The researcher’s voice was loud

and could be heard by the students well. The

researcher’s explanation and instruction were

clear.

4. Reflecting

According to the explanation of

observation above, the researcher and teacher

made a reflection, that was according to

observation of the observer, the whole process

of learning teaching in third meeting was

good. But, there was a bit trouble. It was about

students’ naughty, there were some students

made noisy and did not pay attention dyring

the game. For the next meeting, the teacher

must able to manage this problem, the teacher

must make sure that all of the students are

participate in the whole of teaching learning

activities.

d. Fourth Meeting

1. Planning

It was held on May 29, 2013. The time

used was 2 x 40 minutes. The teacher of fourth

meeting was the researcher. The researcher

used realia in learning process. The topic was

about “Things Around Us 2” and the material

was about “Drink and Food Materials”. The

teacher took material from the text book.

Based on the reflection in third meeting,

the researcher planned everything to be better

in the fourth meeting.

2. Implementing

Page 36: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

36 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

The researcher started the learning

teaching process by saying greeting to the

students then checked the students’ attendance

and gave motivation to the students.

a. Pre-Realia Activity

In the pre-realia activity, the researcher

wrote topic on the whiteboard and asked

students some questions related to the topic.

Then, the researcher gave statements related

the topic to stimulate students background

knowledge.

b. While-Realia Activity

In this activity, the researcher showed

realia (real things) in front of the class, then

introduced the name of realia, wrote it on

whiteboard and pronounce it loudly. Next, the

researcher asked students to pronounce it

together, after that asked some of the students

to pronounce it alone. The researcher asked

the students to write the name and meaning of

realia in the book. The researcher repeated

these activities until all of the vocabulary were

introduced.

To refresh the students’ mind and to

make students’ comprehension and

memorization stronger, the researcher

conducted a game in the while of teaching

learning process. The name of game was “Last

Letter Game”. The teacher divided students

into some group. Then, all of the students

prepared one piece of paper. The teacher wrote

on whiteboard the last letter of each word that

related with realia (the teacher gave clue with

mention the number of letter). After that, the

teacher gave time for each group to discuss

about the answer with their friends in one

group. Last, the group that can answer

correctly and quickly was the winner.

Next step after conducted the game was

assessment. The researcher gave questions that

related with the material that was taught. It

must be collected to be scored by the

researcher.

c. Post-Realia Activity

After conducting the assessment, the

researcher reviewed the content of material

and checked the students’ comprehension,

then made conclusion of the material.

Before closing class, the researcher

evaluated teaching learning process. Next, in

this last meeting, the researcher distributed

questionnaire to the students and asked them

to collect it. The result of questionnaire would

show students’ opinion about the using of

realia technique to improve students’

vocabulary mastery.

3. Observing

In forth meeting, the observer was the

English teacher of that school. The teacher

observed cycles during the learning teaching

process that were conducted by the researcher

and signed to observation checklist that was

provided by the researcher while made notes

of the weakness during teaching learning

process.

According to observer, the condition of

class in fourth meeting was good. The class

condition was not crowded anymore. The

students participate actively during teaching

learning process.

Then, about the material was quite good.

The material made students interesting and it

was understandable by the students.

And about the time, the teacher had

managed time well. All of the activities during

teaching learning process could be finished at

the time.

For about the teacher’s performance was

good. The teacher’s voice was loud and could

be heard by the students. And, the teacher’s

explanation and instruction were clear.

4. Reflecting

According to the explanation of

observation above, the researcher and teacher

made a reflection, that was according to

observation of the observer, the whole process

of learning teaching in fourth meeting was

good. The students participate actively during

teaching learning process. The realia technique

had been accepted well by them.

2. Result of the Questionnaire To know the students’ responses toward

teaching learning process, the researcher gave

questionnaire to the students. The

questionnaire consists of 10 questions and it

was given to the students in the last meeting.

After that, the researcher analyzed every

number of questions one by one. To measure

the students’ responses, researcher used the

pattern:

The questions of questionnaire can be

seen in appendix. The results of questionnaire

are:

Page 37: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

37 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

For question number 1, do the students

like to learn English using realia technique?

the results are:

Table 4.1 No Criteria Score

1. Sangat senang 20 %

2. Senang 65,71 %

3. Kurang senang 8,57 %

4. Tidak senang 5,71 %

For question number 2, how does the using of

realia technique in the English class? the

results are:

Table 4.2

For question number 3, does the teacher

explain material using realia technique

clearly? the results are:

Table 4.3 No Criteria Score

1. Sangat jelas 20 %

2. Jelas 77,14 %

3. Kurang jelas 2,86 %

4. Tidak jelas 0 %

For question number 4, does the teacher

explain material using realia technique

maximally? the results are:

Table 4.4

For question number 5, does the using of

realia technique help the students to

comprehend the lesson material? the results

are:

Table 4.5 No Criteria Score

1. Sangat membantu 20 %

2. Membantu 65,71 %

3. Kurang membantu 8,57 %

4. Tidak membantu 5,71%

For question number 6, does the

material given to the students by using realia

technique is interesting? the results are:

Table 4.6 No Criteria Score

1. Sangat menarik 37,14 %

2. Menarik 57,14 %

3. Kurang menarik 5,71%

4. Tidak menarik 0 %

For question number 7, does the using of

realia make the students more motivated in

learning vocabulary? the results are:

Table 4.7 No Criteria Score

1. Sangat termotivasi 54,29 %

2. Termotivasi 22,86 %

3. Kurang termotivasi 14,29 %

4. Tidak termotivasi 8,57 %

For question number 8, do the

students have progress in mastering

vocabulary during the using of realia

technique? the results are:

Table 4.8 No Criteria Score

1. Sangat ada 42,86 %

2. Ada 51,43 %

3. Kurang ada 5,71 %

4. Tidak ada 0 %

For question number 9, do the students

often find difficulties during the using of realia

technique? the results are:

Table 4.9 No Criteria Score

1. Sangat sering 0 %

2. Sering 2,86 %

3. Kurang sering 31,43 %

4. Tidak sering 65,71 %

For question number 10, does the

realia technique needed to use in the school?

the results are:

Table 4.10 No Criteria Score

1. Sangat perlu 45,71 %

2. Perlu 54,29 %

3. Kurang perlu 0 %

4. Tidak perlu 0 %

From the result of questionnaire above,

it shows that the students response well toward

the implementation of realia in their teaching

learning process.

3. Result of the Assessment

To measure the students’

comprehension to the material, the researcher

gave assessment to the students in each

meeting. The assessment was given during

four meetings. The kinds of assessments that

were given in each meeting, can be seen in

appendix.

The assessments that were given in

every meeting, then were scored by the

researcher. All of the students’ scores in each

No Criteria Score

1. Sangat bagus 20 %

2. Bagus 51,43 %

3. Kurang bagus 17,14 %

4. Tidak bagus 11,43 %

No Criteria Score

1. Sangat maksimal 37,14 %

2. Maksimal 48,57 %

3. Kurang maksimal 14,29 %

4. Tidak maksimal 0 %

Page 38: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

38 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

meeting are summed up to get the average

scores. To measure the average score,

researcher used the pattern:

The results of them, can be seen in the table

4.11 below:

Table 4.11

No Students Scores

I II III IV

1 AR 8 10 10 10

2 AL 8 8 10 10

3 AMH 10 10 10 10

4 AP. 7 9 9 10

5 AN T 8 9 10 10

6 AT 8 9 10 10

7 BD 6 8 8 9

8 BJU 9 9 9 10

9 CU 8 8 9 10

10 CNT 10 10 10 10

11 DA 9 10 10 10

12 EP 6 7 7 8

13 FRE 8 8 9 10

14 HY 9 9 10 10

15 IJ 6 7 8 8

16 MA 7 7 8 8

17 MB 7 9 10 10

18 MH 10 10 10 10

19 MFD 7 8 10 10

20 MK 9 10 10 10

21 MT 6 7 8 8

22 NDC 10 10 10 10

23 NP 8 9 10 10

24 PW 8 8 10 10

25 RB 6 8 8 9

26 RC 8 9 10 10

27 RS 10 10 10 10

28 RN 6 7 7 9

29 SA 8 10 10 10

30 SH 6 8 9 9

31 SK 9 9 10 10

32 SAL 8 8 10 10

33 SA 7 8 8 9

34 TAP 10 10 10 1

35 YS 6 7 9 9

Total

Score 276 303 326 336

Average

Score 7,9 8,7 9,3 9,6

From the result of assessment above, it

shows that realia is the effective technique for

the students in learning vocabulary. The

student’s scores always improve in each

meeting.

B. Discussion of the Study

1. Learning and Teaching Process

From the results during teaching

learning process, the researcher makes the

analysis that the weaknesses during teaching

learning process from first meeting until last

meeting that often happened are about the

students’ crowded and their naughty. This

condition was natural, considering the students

are still at seventh class of junior high school.

At this level, the students are categorized as

adolescent learner that is often seen as the

problem students. But, during four meetings,

the students have followed all activities in

teaching learning process well.

According to Harmer (2007),

adolescence is bound up, after all, with a

pronounced search for identity and a need for

self esteem, adolescents need to feel good

about themselves and valued. All of this is

reflected in the secondary student who

convincingly argued that a good teacher is

someone who knows our name.

2. Questionnaire From the results of questionnaire, the

researcher makes an analysis that the students’

of 7 B at MTs. Sunan Drajat Sugio Lamongan,

as the object of this study response well

toward the implementation of realia in their

teaching learning process. The students can be

more interested and motivated when realia

implemented in their class.

This results can be seen from the

students’ responds toward ten questions that

are given by the researcher in questionnaire.

All of students answers in the questionnaire

are analyzed for each number and categorize

one by one.

The results of questionnaire are shown

in percentage forms. For the clear and

complete questionnaire results can be seen in

table 4.1 until 4.10.

3. Assessment From the results of assessment during

four meetings, the researcher makes an

analysis that realia is the effective technique in

teaching learning vocabulary especially

concrete noun. This result can be seen from

the students’ scores that always improve for

each meeting.

The result of all tests from first until

fourth meeting can be seen clearly and

completely in table 4.11. In that table, the

scores of students one by one during fourth

meeting and the average scores of them are

shown.

CONCLUSION

Based on the data in last chapter, the

researcher can make some conclusions:

The results of this study show that the

teaching and learning process of vocabulary

(concrete noun) by using realia have been

implemented maximally. All of the teaching

learning processes are conducted based on the

planning that have been planned. It can be

seen from the result of observation during the

Page 39: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

39 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

process of it. Then about the students’

responses toward the implementation of realia

in vocabulary (concrete noun) teaching and

learning process can be seen from the result of

questionnaire. It shows that the realia

technique are accept well by the students.

They participate actively during the teaching

learning process.

For about the students’ improvement

in mastery vocabulary (concrete noun), the

results of this study show that realia can

improve the students vocabulary mastery

(concrete noun). It can be seen from the results

of students’ assessment, the scores always

improve in every meeting.

REFFERENCES

Anne Burns, (2003) Collaborative Action

Research for English Language Teachers,

Cambridge: Cambridge University Press

Burhan Nurgiyantoro, (2001) Penilaian dalam

Pengajaran Bahasa dan Sastra, Yogyakarta:

PT BPFE

H. Douglas Brown, (2000) Principles of

Language Learning and Teaching (fourth

edition), Longman: San Fransisco State

University

Iskandar, (2009) Penelitian Tindakan Kelas,

Jakarta: Gaung Persada Press

Jack C. Richards and Willy A. Renandya,

(2002) Methodology in Language Teaching

(an anthology of current practice),

Cambridge: Cambridge University Press

Jeremy Harmer, (2007) The Practice of

English Language Teaching (fourth edition),

Longman: Pearson Education Limited

Marcella Frank, (1972) Modern English (a

practical reference guide), (USA: Prentice-

Hall, Inc

Suharsimi Arikunto, (2002) Prosedur

Penelitian (suatu pendekatan praktek edisi

revisi v), Jakarta: PT Rineka Cipta

Suharsimi Arikunto, (2008) Penelitian

Tindakan Kelas, Jakarta: Bumi Aksara

Sanapiah Faisal, (1989) Format-Format

Penelitian Sosial, (Jakarata: PT Raja Grafindo

Persada

http://en.wikipedia.org/wiki/realia (August 29,

2009 07.00 p.m.)

http://www.usingenglish.com (October 10,

2009 09.00 a.m.)

Page 40: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

40 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Petunjuk bagi Pengirim Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

1. Artikel yang ditulis untuk Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora meliputi hasil pemikiran dan hasil penelitian

atau kajianpustaka yang mempunyai kontribusi baru di bidang Ilmu Sosial. Naskah diketik degan huruf

TimesNew Roman, ukuran 11 pts, dengan spasi ganda, dicetak pada kertas HVS kuarto sepanjang maksimum15 halaman, dan diserahkan dalam bentuk print-out sebanyak 3 eksemplar beserta disketnya. Berkas(file) dibuat dengan Microsoft word. Pengiriman file juga dapat dilakukan sebagai attacment e-mail ke

alamat: [email protected] 2. Nama penulis artikel dicantumkan tanpa gelar akademik dan ditempatkan dibawah judul artikel. Jikapenulis

terdiri 4 orang atau lebih, yang dicantumkan di bawah judul artikel adalah nama penulis utama;nama penulis-penulis lainnya dicantumkan pada catatan kaki halaman pertama naskah. Dalam halnaskah ditulis

oleh tim, penyunting hanya berhubungan dengan penulis utama atau penulis yangnamanya tercantum pada urutan pertama. Penulis dianjurkan mencantumkan alamat e-mail untukmemudahkan komunikasi.

3. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris dengan format esai, disertai judul pada

masingmasingbagian artikel, kecuali bagian pendahuluan yang disajikan tanpa judul bagian. Judul artikeldicetak dengan huruf besar ditengah-tengah, dengan huruf sebesar 14 poin. Peringkat judul bagian dinyatakan dengan jenis huruf yang berbeda (semua judul bagian dan sub-bagian dicetak tebal atautebal

dan miring), dan tidak menggunakan angka/nomor pada judul bagian:PERINGKAT 1 (HURUF BESAR SEMUA, TEBAL, RATA TEPI KIRI)Peringkat 2 (Huruf Besar Kecil, Tebal, Rata Tepi Kiri)Peringkat 3 (Huruf Besar Kecil, Tebal-Miring, Rata Tepi Kiri)

4. Sistematika artikel hasil pemikiran adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak(maksimum 200 kata); kata kunci; pendahuluan (tanpa judul) yang berisi latar belakang dan tujuan atauruang lingkup tulisan; bahasan utama (dapat dibagi ke dalam beberapa sub-bagian); penutup ataukesimpulan; daftar

rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk). 5. Sistematika artikel hasil penelitian adalah: judul; nama penulis (tanpa gelar akademik); abstrak(maksimum

200 kata) yang berisi tujuan, metode dan hasil penelitian; kata kunci; pendahuluan (tanpajudul) yang berisi

latar belakang, sedikit tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian; metode; hasil;pembahasan; kesimpulan dan saran; daftar rujukan (hanya memuat sumber-sumber yang dirujuk)

6. Sumber rujukan sedapat mungkin merupakan pustaka-pustaka terbitan 10 tahun terakhir. Rujukan yangdiutamakan adalah sumber-sumber primer berupa laporan penelitian (termasuk skripsi, tesis,

disertasi)atau artikel-artikel penelitian dalam jurnal dan/atau majalah ilmiah. 7. Perujukan dan pengutipan menggunakan teknik rujukan berkurang (nama, tahun). Pencantuman

sumberpada kutipan langsung hendaknya disertai keterangan tentang nomor halaman tempat asal

kutipan.Contoh: (Davis, 2003: 47). 8. Daftar Rujukan disusun dengan tata cara seperti contoh berikut dan diurutkan secara alfabetis dankronologis.

Buku:

Anderson, D, W., Vault, V. D. & Dickson, C. E. 1999. Problem and Prospects for the Decades Ahead: Competency Based Teacher Education. Berkeley: McCutchan Publising Co. Buku kumpulan artikel:

Saukah, A. & Waseso, M.G. (Eds.). 2002. Menulis Artikel untuk Jurnal Ilmiah (Edisi ke-4, cetakan ke- 1). Malang: UM Press. Artikel dalam buku kumpulan artikel:

Russel, T. 1998. An Alternative Conception: Representing Represensation. Dalam P.J. Black & A. Lucas (Eds), Children’s Informal Ideas in Science (hlm. 62-84). London: Routledge. Artikel dalam jurnal atau majalah:

Kansil, C.L. 2002. Orientasi Baru Penyelenggaraan Pendidikan Program Profesional dalam Memenuhi kebutuhan Dunia Industri. Transpor, XX (4): 57-61. Artikel dalam koran: Pitunov, B. 13 Desember, 2002. Sekolah Unggulan ataukah Sekolah Pengunggulan? Majapahit Pos, hlm. 4 & 11. Tulisan/berita dalam koran (tanpa nama pengarang): Jawa Pos. 22 April, 1995. Wanita Kelas Bawah Lebih Mandiri, hlm. 3.

Dokumen resmi: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1978. Pedoman Penulisan Laporan Penelitian. Jakarta: Depdikbud. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 1990. Jakarta: PT. Armas Duta Jaya. Buku terjemahan: Ary, D., Jacobs, L.C. & Razavieh, A. 1976. Pengantar Penelitian Pendidikan. Terjemahan oleh Arief

Furchan. 1982. Surabaya: Usaha Nasional. Skripsi, Tesis, Disertasi, Laporan Penelitian: Kuncoro, T. 1996. Pengembangan Kurikulum Pelatihan Magang di STM Nasional Malang Jurusan Bangunan, Program Studi Bangunan Gedung: Suatu Studi Berdasarkan Kebutuhan Dunia Usaha Jasa Konstruksi. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPS IKIP MALANG.

Page 41: Noer Rafikah Zulyanti *) Abstrak · Dari laporan biaya kualitas selama 2 periode dapat di ... produksi keluaran secara efesien dan terutama ... scarp dan rework.Rasio produktivitas

41 Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora

Volume 3 No 1 Maret 2015 ISSN 2302-3562

Makalah seminar, lokakarya, penataran: Waseso, M.G 2001. Isi dan Format Jurnal Ilmiah. Makalah disajikan dalam Seminar Lokakarya

Penulisan Artikel dan Pengelolaan Jurnal Ilmiah, Universitas Lambungmangkurat, Banjarmasin, 9-11 Agustus. Internet (karya individual)

Hitchcock, S., Carr, L. & Hall, W. 1996. A Survey of STM Online Journals, 1990-1995 : The Calm before the Storm, (Online), (http://journal.ecs.soton.ac.uk/survey/survey.html, diakses 12 Juni 1996)

Internet (artikel dalam jurnal online): Kumaidi. 1998. Pengukuran Bekal Awal Belajar dan Pengembangan Tesnya. Jurnal Ilmu Pendidikan. (Online), jilid 5,No. 4,(http://www.malang.ac.id, diakses 20 Januari 2000). Internet (bahan diskusi):

Wilson, D. 20 November 1995. Summary of Citing Internet sites. NETTRAIN Discussion List, (Online), ([email protected], diakses 22 November 1995). Internet (e-mail pribadi):

Naga, D.S ([email protected]). 1 Oktober 1997. Artikel Untuk JIP. E-mail kepada Ali Saukah ([email protected]).

9. Tata cara penyajian kutipan, table, dan gambar mencontoh langsung tata cara yang digunakan dalam artikel

yang telah dimuat. Artikel berbahasa Indonesia menggunakan Pedoman Umum Ejaan BahasaIndonesia yang Disempurnakan (Depdikbud, 1987). Artikel bahasa Inggris menggunakan ragam baku.

10. Semua naskah ditelaah secara anonim oleh mitra bestari reviewers yang ditunjuk oleh penyunting menurut

bidang kepakarannya. Penulis artikel diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan (revisi) naskah atas dasar rekomendasi/saran dari mitra bestari atau penyunting, kepastian pemuatan atau penolakan naskah akan diberitahukan secara tertulis.

11. Pemeriksaan dan penyuntingan cetak-coba dikerjakan oleh penyunting dan/atau dengan melibatkan penulis. Artikel yang sudah dalam bentuk cetak-coba dapat dibatalkan pemuatannya oleh penyunting jika diketahui bermasalah.

12. Segala sesuatu yang menyangkut perjanjian pengutipan atau penggunaan software komputer untuk pembuatan naskah atau ihwal lain yang terkait dengan HAKI yang dilakukan oleh penulis artikel, berikut konsekuensi hukum yang mungkin timbul karenanya, menjadi tanggung jawab penuh penulis artikel tersebut.