nilai pendidikan dalam budaya appalili di ...budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa sanskerta...
TRANSCRIPT
iv
NILAI PENDIDIKAN DALAM BUDAYA APPALILI DI SAUKANG PADA
MASYARAKAT DI DESA MANJAPAI KECAMATAN BONTONOMPO
KABUPATEN GOWA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana pada
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Makassar
Oleh : MUH.
RUDI
10533733013
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2018
v
MOTO
Tangan yang bekerja lebih baik,
Dari pada lidah yang terus berbicara.
Dan janganlah mengharapkan yang besar,
Jika yang kecil terabaikan.
Dan berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil
Tapi berusahalah menjadi manusia yang berguna.
Ayahanda dan ibunda tercinta
Tetesan keringatmu bagaikan embun pagi hari.
Iringan do’amu menjadi penerang disetiap langkahku
Setiap keping pengorbananmu
Kujadikan cambuk untuk meraih impianku
Akhirnya kupersembahkan skripsi ini
Sebagai wujud baktiku padamu....
vi
ABSTRAK
Muh. Rudi, 2018 “Nilai Pendidikan dalam Budaya Appalili di Saukang pada
Masyarakat di Desa Manjapai Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa”. Skripsi
Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah
Makassar. Dibimbing oleh Andi Sukri Syamsuri dan Munirah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai pendidikan yang terdapat
dalam budaya appalili sebagai kebiasaan turun temurun di desa Manjapai. Penelitian
ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk
mengetahui nilai pendidikan dalam budaya appalili di Saukang. Data dalam
penelitian ini adalah 25 masyarakat yang merupakan perwakilan dari beberapa
penduduk yang ada di desa Manjapai.
Peranan Islam diharapkan dapat mengatasi hal ini agar generasi-generasi
selanjutnya tidak mencontoh lagi dari kebiasaan orang tua yang bertentangan dengan
aqidah, utamanya appalili, agar para tokoh agama sering melakukan pengajian jumat
ibadah serta lebih menfokuskan anak mereka ke sekolah madrasah tsanawiyah dan
pesantren.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ternyata pemahaman masyarakat
appalili adalah karena dilatarbelakangi oleh faktor kebiasaan yang sulit dibuang dari
nenek moyangnya, dan kebanyakan masyarakat appalili di Saukang hanya karena
ikut-ikutan tetapi ada juga dengan alasan karena mereka menganggap dengan ke
Saukang maka tidak ada lagi bahaya atau orang yang sering kesurupan. Dan nilai
pendidikan yang terdapat di dalamnya ialah nilai moral, sosial dan budaya serta yang
dapat dipetik dari kegiatan tersebut ialah tidak terputusnya generasi yang akan
melanjutkan adat, budaya dan kebiasan di desa Manjapai.. Penyebab lainnya adalah
kurangnya nilai pendidikan pengetahuan tentang Agama Islam sehingga kepercayaan
dan keyakinannya tentang hal tersebut sangat kuat. Tekhnik analisis data dalam
penelitian ini yaitu penulis mengelolah data dan menginterpretasikan data yang
bersumber dari data dan sumber data.
Kata kunci: Nilai pendidikan, budaya, masyarakat.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu Alaikum warahmatullahi Wabarakatuh,
Puji syukur kita panjatkan kepada Yang Maha Agung, Maha Mulia, dan
Maha Segala-galanya, Allah Swt yang memberikan nikmat kepada kita yang tak
terhingga jumlahnya dan berkat bimbingan-Nya sehingga penulis dapat
menyelasaikan Skripsi yang sangat sederhana ini dengan judul “Nilai Pendidikan
dalam Budaya Appalili di Saukang pada Masyarakat di Desa Manjapai Kecamatan
Bontonompo Kabupaten Gowa” salam dan shalawat dipersembahkan kepada baginda
Rasulullah Saw sebagai suri tauladan yang mulia di sisi Allah swt.
Selama penulisan skripsi ini penulis menjumpai tidak sedikit kesulitan, sejak
mengajukan judul, pengurusan administrasi beserta pengumpulan data sampai
mengelolah data yang diperoleh dari lokasi desa Manjapai. Namun demikian berkat
kegigihan dengan disertai dengan kesabaran penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih ada kekurangan karena keterbatasan kemampuan penulis.
Oleh karena itu, dengan lapang dada mengharapkan bantuan berupa saran maupun
kritikan dari berbagai pihak yang sifatnya memperbaiki guna memenuhi
kesempurnaan Skripsi ini.
Selanjutnya dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak memperoleh
petunjuk dalam hal teknik maupun literatur yang erat hubungannya dengan
viiiviiiviiiviii
pembahasan skripsi ini. Untuk itu sepantasnya penulis menyampaikan ucapan rasa
terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesi yaitu, Ibu Dr. Munirah,
M.Pd. Dr. Andi Sukri Syamsuri, M. Hum, sebagai Pembimbing pertama dan Ibu
Dosen Dr. Munirah, M.Pd, sebagai pembimbing ke dua yang telah mencurahkan
ilmunya kepada penulis. Kepala Desa Manjapai serta seluruh stafnya dan para
narasumber yang telah memberikan informasi kepada penelitian penulis.
Kedua orang tua yang telah melahirkan penulis, bersusah payah dan
membimbing serta mendidik sejak kecil hingga dewasa dengan penuh pengorbanan
baik lahir maupun batin, moril dan materil. Untuk istriku yang telah banyak
meluangkan waktunya membantuku dan menemaniku dalam pengurusan kuliah serta
skripsi ini.
Akhir kata atas bantuannya dan jasa-jasa baik dari semua pihak yang terkait
dengan harapan semoga Allah swt membalas segala apa yang telah diberikan kepada
penulis dan mendapat imbalan yang setimpal. Amin.
Makassar, Agustus 2018
Penyusun
Muh. Rudi Nim : 10533733013
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. i
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ............................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................................... iii
PENGESAHAN SKRIPSI .................................................................................... iv
MOTO ................................................................................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 7
C. Tujuan Penelitian................................................................................ 7
D. Manfaat Penelitian.............................................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 9
A. Tinjauan Pustaka ................................................................................. 9
1. Budaya........................................................................................... 9
2. Budaya Appalili............................................................................. 15
3. Agama dan Budaya ....................................................................... 16
4. Pendidikan Aqidah ........................................................................ 19
B. Kerangka Pikir .................................................................................... 26
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 28 A. Rancangan Penelitian .......................................................................... 28
B. Definisi Istilah ..................................................................................... 28
C. Data dan Sumber Data ........................................................................ 29
D. Teknik Pengumpulan Data .................................................................. 30
E. Teknik Analisis Data........................................................................... 31
x
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................... 33
A. Pembahasan ........................................................................................ 33
B. Hasil Penelitian ................................................................................... 41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..............................................................
56
A. Kesimpulan ......................................................................................... 56
B. Saran.................................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................
58
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jumlah Penduduk Desa Manjapai Kecamatan Bontonompo ............. 33
Tabel 2 Sejarah Perkembangan Desa Manjapai .............................................. 34
Tabel 3 Jumlah Mesjid Desa Manjapai Kabupaten Gowa .............................. 35
Tabel 4 Jumlah Sarana Pendidikan (Sekolah) Desa Manjapai........................ 36
Tabel 5 Tanggapan masyarakat tentang faktor-faktor yang melatar
Tabel
6
belakangi masayarakat Appalili di Saukang ......................................
Tanggapan masyarakat tentang perbuatan Appalili di Saukang
41
Tabel
7
membawa kebaikan pada kehidupan ..................................................
Tanggapan masyarakat tentang Fenomena yang sering terjadi
42
ketika Appalili di Saukang.................................................................. 43
Tabel 8 Tanggapan masyarakat kalau Appalili memang tradisi.................... 44
Tabel 9 Tanggapan masyarakat terhadap Peranan Islam dalam mengatasi
Fenomena Appalili .............................................................................
45
Tabel 10 Tanggapan Masyarakat terhadap Hukum Appalili ........................... 46
Tabel 11 Tanggapan masyarakat tentang dampak negative Appalili ............... 47
Tabel 12 Tanggapan masyarakat bahwa Appalili perbuatan syirik.................. 48
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan kehendak Allah, manusia diciptakan sebagai khalifah-Nya dimuka
bumi ini. Allah maha kuasa dan maha pencipta yang telah menciptakan alam semesta
beserta isinya termasuk manusia. Manusia sebagai khalifah Allah dimuka bumi ini,
merupakan pencipta kedua sesudah Allah. Sebagai pencipta, oleh Allah manusia
dikaruniai akal budi. Dengan akal budi, manusia mampu memikirkan konsep-konsep
maupun menyusun prinsip-prinsip umum yang diikhtiarkan dari berbagai
pengamatan dan percobaan. Dengan akal budi pula, manusia mampu menciptakan
kebudayaan.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasaan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya
dan masyarakat.
Pendidikan aqidah merupakan usaha sadar untuk mengembangkan potensi
kekuatan spritual keagamaan yang dimiliki seseorang. Pendidikan akhlak dan moral
merupakan usaha sadar untuk mengembangkan potensi manusia untuk berakhlak
mulia dan berkepribadian baik. Sedangkan pendidikan ibadah merupakan salah satu
jalan untuk mengembangkan kemampuan manusia untuk mampu mengendalikan
1
2
dirinya dalam bertingkah laku dan juga untuk memperkuat kekuatan spritual
keagamaannya.
Salah satu elemen dalam diri manusia yang memiliki potensi-potensi yang
perlu dikembangkan adalah jiwa yang memang telah dibawa sejak manusia
dilahirkan ke muka bumi ini.
Kebudayaan Islam adalah hasil olah akal, budi, cipta, rasa, karsa dan karya
manusia yang berlandaskan pada nilai-nilai tauhid. Islam sangat menghargai akal
manusia untuk berkiprah dan berkembang. Hasil olah akal, budi, rasa dan karsa yang
telah terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang bersifat universal berkembang
menjadi sebuah peradaban.
Dalam perkembangannya perlu dibimbing oleh wahyu dan aturan-aturan yang
mengikat agar tidak terperangkap pada ambisi yang bersumber pada nafsu hewani,
sehingga akan merugikan dirinya sendiri. Di sini agama berfungsi untuk
membimbing manusia dalam mengembangkan akal budinya sehingga menghasilkan
kebudayaan yang beradab atau perdaban Islam.
Islam, datang untuk mengatur dan membimbing masyarakat menuju kepada
kehidupan yang baik dan seimbang. Dengan demikian Islam tidaklah datang untuk
menghancurkan budaya yang telah dianut suatu masyarakat, akan tetapi dalam waktu
yang bersamaan Islam menginginkan agar umat manusia ini jauh dan terhindar dari
hal-hal yang yang tidak bermanfaat dan membawa madlarat di dalam kehidupannya,
sehingga Islam perlu meluruskan dan membimbing kebudayaan yang berkembang di
masyarakat menuju kebudayaan yang beradab dan berkemajuan serta mempertinggi
derajat kemanusiaan.
3
Budaya sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Budaya atau
kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk
jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan
budi, dan akal manusia.
Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata
Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai
mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai
"kultur" dalam bahasa Indonesia.
Kebudayaan adalah hasil karya manusia dalam usahanya mempertahankan
hidup, mengembangkan keturunan dan meningkatkan taraf kesejahteraan dengan
segala keterbatasan kelengkapan jasmaninya serta sumber-sumber alam yang ada
disekitarnya. Kebudayaan boleh dikatakan sebagai perwujudan tanggapan manusia
terhadap tantangan-tantangan yang dihadapi dalam proses penyesuaian diri mereka
dengan lingkungan. Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai
makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasi
lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi kerangka landasan bagi mewujudkan
dan mendorong terwujudnya kelakuan. Dalam definisi ini, kebudayaan dilhat sebagai
„mekanisme kontrol” bagi kelakuan dan tindakan-tindakan manusia atau sebagai
“pola-pola bagi kelakuan manusia”. Dengan demikian kebudayaan merupakan
serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, resep-resep, rencana-rencana, dan
strategi-strategi, yang terdiri atas serangkaian model-model kognitif yang digunakan
secara kolektif oleh manusia yang memilikinya sesuai dengan lingkungan yang
dihadapinya.
4
Kebudayaan yang telah menjadi sistem pengetahuannya, secara terus menerus
dan setiap saat bila ada rangsangan, digunakan untuk dapat memahami dan
menginterpretasi berbagai gejala, peristiwa, dan benda-benda yang ada dalam
lingkungannya sehingga kebudayaan yang dipunyainya itu juga dipunyai oleh para
warga masyarakat di mana dia hidup.
Pemahaman ini dimungkinkan oleh adanya kesanggupan manusia untuk
membaca dan memahami serta menginterpretasi secara tepat berbagai gejala dan
peristiwa yang ada dalam lingkungan kehidupan mereka. Kesanggupan ini
dimungkinkan oleh adanya kebudayaan yang berisikan model-model kognitif yang
mempunyai peranan sebagai kerangka pegangan untuk pemahaman. Dan dengan
kebudayaan ini, manusia mempunyai kesanggupan untuk mewujudkan kelakuan
tertentu sesuai dengan rangsangan-rangsangan yang ada atau yang sedang
dihadapinya.
Selain itu, manusia juga adalah makhluk yang ambivalen (mendua) terhadap
tata nilai dan disiplin serta tanggung jawab terhadap semua yang diciptakannya.
Artinya manusia adalah makhluk yang membuat aturan dan manusia pula yang
melanggarnya. Hal ini terjadi karena nilai dan aturan yang dibuatnya walaupun
secara bersama-sama melalui konsensus, namun tidak normatif konstantif (tidak
mutlak), tidak abadi dan tidak baku. Melihat keadaan ini, maka Allah membuatkan
nilai-nilai luhur yang baku bersifat normatif konstantif (abadi).
Sehubungan dengan nilai yang dibuat manusia melalui kebudayaan itu tidak
normatif konstantif, maka hanya Allah-lah yang patut disembah dan diyakini,
5
mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya serta mempersekutukan-Nya
adalah dosa besar.
Islam sebagai suatu norma, maupun segenap aktivitas masyarakat, telah
menjadi pola anutan masyarakat. Dalam konteks inilah, Islam sebagai agama
sekaligus telah menjadi budaya masyarakat. Di sisi lain budaya -budaya lokal yang
ada di masyarakat, tidak otomatis hilang dengan kehadiran Islam. Budaya-budaya
lokal ini sebagian terus dikembangkan dengan mendapat warna-warna Islam.
Perkembangan inilah yang terjadi pada masyarakat di Desa Manjapai Kecamatan
Bontonompo, Kabupaten Gowa.
Anjuran khitanan dalam Islam diwarnai budaya-budaya lokal masyarakat di
desa tersebut, yaitu berupa budaya appalili di saukang sebelum seorang anak
dikhitankan. Budaya appalili di saukang adalah tradisi mengelilingi suatu tempat
yang dianggap keramat oleh masyarakat pada prosesi acara ritual khitanan.
Budaya appalili itu dilakukan turun temurun dari nenek moyang kita yang
berlanjut sampai sekarang. Namun jika kita sebagai generasi muda yang sudah
modern dan berilmu tentunya harus berfikir, mana yang dianjurkan oleh Islam dan
mana yang hanya merupakan kebiasan-kebiasan yang tidak mendapat amalan disisi
Allah Swt, dan tentunya jika kita bertanya kepada nenek atau orang tua dahulu,
merekapun hanya bisa menjawab “karena itu sudah kebiasan yang jika tidak
dilakukan akan ada musibah apalagi pada masyarakat awam yang masih memegang
kebiasaan-kebiasaan yang tradisional yang dianggapnya hal yang penting dalam
acara khitan.
6
Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, peneliiti perlu mengetahui
nilai-nilai pendidikan dalam budaya Appalili di Saukang. Oleh karena itu, peneliti
melakukan penelitian deskriptif dengan judul “Nilai-Nilai Pendidikan dalam Budaya
Appalili di Saukang pada Masyarakat di desa Manjapai, Kecamatan Bontonompo,
Kabupaten Gowa”.
Peneliti memilih Desa Manjapai sebagai lokasi penelitian, karena desa
tersebut merupakan salah satu desa yang masih kental dengan budayanya, selain itu
desa tersebut masih melakukan tradisi budaya Appalili di Saukang pada saat
melakukan salah satu ritual (Khitanan).
Penelitian yang relevan tentang budaya Appalili di Saukang dilakukan oleh
Basmawati (2012) dengan judul penelitian “Pengaruh Budaya Appalili di Saukang
Terhadap Pendidikan Akidah Akhlak Masyarakat di desa Parangbaddo Kecamatan
Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar”.
Maka penulis tertarik menyusun proposal yang berjudul “Nilai-Nilai
Pendidikan dalam Budaya Appalili di Saukang pada Masyarakat di desa Manjapai,
Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa”. Karena memandang budaya
masyarakat tersebut memiliki nilai-nilai pendidikan yang bertentangan dengan ajaran
agama Islam dan akan membawa pada kesesatan. Padahal mayoritas penduduknya
menganut agama Islam.
7
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka penulis dapat mengemukakan tiga
pokok permasalahan yang akan dijadikan sebagai inti pembahasan dalam penulisan
proposal ini, yaitu :
1. Bagaimana budaya appalili masyarakat di Saukang desa Manjapai?
2. Bagaimana peranan pendidikan agama Islam masyarakat di desa Manjapai
terhadap budaya appalili di Saukang?
3. Bagaimana nilai-nilai pendidikan pada budaya Appalilii masyarakat di desa
Manjapai, Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai permasalahan yang akan dikaji maka penalitian ini bertujuan :
1. Untuk mengetahui budaya appalili masyarakat di Saukang desa Manjapai.
2. Untuk mengetahui peranan pendidikan agama Islam masyarakat di desa Manjapai.
3. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan pada budaya Appalilii masyarakat di
desa Manjapai, Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara teoritis, hasil penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui :
a. Budaya appalili masyarakat di Saukang desa Manjapai.
b. Tingkat pendidikan agama Islam masyarakat di desa Manjapai.
c. Nilai-nilai pendidikan budaya appalili di Saukang pada masyarakat di desa
Manjapai, Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa.
8
2. Praktis
a. Sebagai bahan masukan bagi seluruh masyarakat agar menghindari atau
meninggalkan budaya-budaya yang bertentangan dengan akidah yang benar
dalam perspektif Islam.
b. Sebagai bahan masukan untuk menambah karya yang dapat dijadikan literatur
atau sumber acuan dalam penelitian yang relevan dengan penelitian ini.
c. Dapat memberikan sumbangsih terhadap dunia pendidikan secara umum dan
khusus bagi dan sebagai bahan bacaan bagi para pembaca yang budiman.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Pustaka
1. Budaya
Pada bagian ini akan diuraikan beberapa tinjauan berisi teori yang relevan
dengan penelitian ini.
Adapun penelitian sebelumya yang relevan dengan penelitian ini,
diantaranya: Basmawati (2012) yang berjudul “Pengaruh Budaya Appalili di
Saukang terhadap Pendidikan Akhlak Masyarakat di Desa Parangbaddo
Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar”. Selanjutnya, Hardiansyah
Dewa (2009) mengkaji tentang “Pengaruh Budaya Appalili dalam Pengkhitanan di
Desa Lassang Kecamatan Polongbangkeng Utara Kabupaten Takalar Ditinjau dari
Hukum Islam”. Dan Fatmawati (2006) yang berjudul “Pengaruh Kepercayaan
Budaya Appalili terhadap Tingkat Pendidikan Agama Islam Masyarakat Desa
Sayowang” berdasarkan ketiga hasil penelitian di atas mengemukakan bahwa
pemahaman masyarakat tentang budaya Appalili merupakan kebiasaan turun
temurun dan jika dipandang dari sudut Islam merupakan perbuatan musrik.
Kesalahan masyarakat tentang perbutan atau kepercayaannya itu masih dilakukan
dan yang mampu merubah persepsi itu adalah generasi muda yang paham betul
tentang pendidikan agama Islam.
Adapun perbedaan penelitian kali ini dengan ketiga penelitian tersebut
ialah tempat atau lokasi penelitian, dengan perbandingan budaya Appalili ada
9
10
yang terhadap aqidah akhlah, ada tentang pengkhitananya jika dipandang dari
hukum Islam dan ada terhadap pendidikan agama Islam itu sendiri. Namun,
penulis sendiri, mengangkat perbadingan antara appalili dengan aqidah
masyarakat. Sedangkan persamaan penelitian kali ini dibandingkan ketiga
penelitian di atas yang relevan dengan penelitian ini ialah tekhnik analisis
datanya, yaitu sama-sama menggunakan tekhnik product moment. Yang
mengumpulkan data-data dari hasil wawancara dari masyarakat dan angket.
a. Pengertian Budaya
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama
oleh sebuah kelompok orang yang diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa,
sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia
sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.
Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda
budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya
itu dipelajari.
Budaya merupakan suatu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat
kompleks, abstrak dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku
komunikatif. Unsur-unsur sosial budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan
sosial manusia.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Ada beberapa
ahli yang memberikan defenisi tentang kebudayaan antara lain:
11
1) Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinokiw mengemukakan bahwa segala
sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang
dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.
2) Herkovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari
satu generasi ke generasi yang lain.
3) Andreas Eppink, mengemukakan bahwa kebudayaan mengandung keseluruhan
pengertian nilai sosial, norma sosial, ilmu pengetahuan dan religious. Serta
segala upaya pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu
masyarakat.
4) Edwart Burnett Tylor, mengemukakan bahwa kebudayaan merupakan
keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-
kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
5) Selo Soemardjan dan soelaiman Soemardi, mengemukakan bahwa kebudayaan
adalah sarana hasil karya, rasa dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai
kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan
meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga
dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan
perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia
sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat
nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial,
12
religi, seni, dan lain-lain yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia
dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
b. Wujud dan komponen Kebudayaan
1) Wujud Kebudayaan
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga yaitu:
gagasan “wujud ideal”, aktivitas “tindakan” dan artefak “karya” (Rohiman
Notowidagdo 2002 : 22).
a) Gagasan (wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan
ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya yang
sifatnya abstrak (tidak dapat diraba atau disentuh). Wujud kebudayaan ini
terletak dalam kepala atau di alam pemikiran masyarakat. Jika masyarakat
tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi
dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya
para penulis warga masyarakat tersebut.
b) Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari
manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem
sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling
berinteraksi, mengadakan kontak serta bergaul dengan manusia lainnya
menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya
konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan dapat diamati dan
didokumentasikan.
13
c) Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,
perbuatan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau
hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling
konkret diantara ketiga wujud kebudayaan. Dalam kenyataan kehidupan
bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari
wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal
mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak)
manusia.
2) Komponen Kebudayaan
Budaya memiliki beberapa elemen atau komponen, menurut ahli
antropologi Cateora, yaitu:
a) Kebudayaan Material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang
nyata (konkret). Yang termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-
temuan yang dihasilakn dari suatu penggalian arkeologi. Contohnya: mangkok
tanah liat, senjata dan lain-lain. Kebudayan material juga mencakup barang-
barang seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung
pencakar langit dan mesin cuci.
b) Kebudayaan Non Material
Kebudayaan non material adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang
diwariskan dari generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, lagu dan
tradisional.
14
c) Sistem Kepercayaan
Masyarakat mengembangkan dan membangun sistem kepercayaan atau
keyakinan terhadap sesuatu, hal ini akan mempengaruhi dalam kebiasaan,
bagaimana memandang hidup dan kehidupan, cara mereka berkomsumsi,
sampai dengan cara bagaimana berkomunikasi.
d) Estetika
Berhubungan dengan seni dan kesenian, musik, cerita dongeng, hikayat,
drama dan tari-tarian, yang berlaku dan berkembang dalam masyarakat. Seperti
di Indonesia setiap masyarakat memilki nilai estetika sendiri. Nilai estetika ini
perlu dipahami dalam segala peran, agar pesan yang akan kita sampaikan dapat
mencapai tujuan dan efektif. Misalkan di beberapa wilayah dan bersifat
kedaerahan, setiap akan membangun bangunan jenis apa saja harus meletakkan
janur kuning dan buah-buahan, sebagai simbol yang berarti di setiap daerah
berbeda. Tetapi di kota besar seperti Jakarta, jarang mungkin tidak terlihat
masyarakat menggunakan cara tersebut.
e) Bahasa
Bahasa merupakan alat pengantara dalam berkomunikasi, bahasa untuk
setiap wilayah atau Negara memiliki perbedaan yang sangat kompleks, dalam
ilmu komunikasi bahasa merupakan komponen komunikasi yang sulit
dipahami. Bahasa memilki sifat unik dan kompleks, yang hanya dapat
dimengerti oleh pengguna bahasa tersebut. Jadi keunikan dan kekomplekan
bahasa ini harus dipelajari dan dipahami agar komunikasi lebih baik dan efektif
dengan memperoleh nilai empati dan simpati dari orang lain.
15
2. Budaya Appalili
a. Pengertian Budaya Appalili
Appalili adalah mengelilingi kampung yang dimulai dari kompleks rumah
adat menuju ke Bungun Barania. Arak-arakan ini diiringi oleh rapak gendang
khas Makassar serta tari pa’rappunganta yang menunjukkan empat simbol daerah
seperti Makassar, Bugis, Tanah Toraja, dan Mandar. Hal yang unik dalam ritual
appalili adalah tiga gadis kecil yang diusung dalam keranda serta seekor sapi yang
berada di barisan paling depan rombongan.
b. Sejarah Budaya Appalili
Asal mula budaya appalili berawal dari keberadaan Gaukang Karaeng
Galesong, bermula dari temuan gaib dari seorang papekang (pemancing), pada
masa kepemimpinan Karaeng Galesong III, Karaeng Bontomarannu yang
diteruskan oleh Ijakkalangi Daeng Magassing.
Suatu ketika papekang tersebut menghadap ke salah seorang tokoh
masyarakat, Daengta Lowa-Lowa di kampung ujung di sekitar pesisir pantai
Galesong, bahwa dirinya telah dua kali diperlihatkan peristiwa gaib saat
memancing di tengah laut. Peristiwa yang dialami papekang tersebut, dua Jumat
berturut-turut.
Temuan dari papekang itu berupa bunyi-bunyian dari khas gendang,
royong, pui-pui, lesung dan berbagai bunyi lainnya. Suara itu pun terkadang
dirasakannya sangat dekat dan adakalanya sayup-sayup. Tanpa diketahuinya,
seiring matahari terbit dari utara, sebuah benda aneh semacam potongan bambu
abu-abu tiba-tiba muncul dan hilang sekejap dari hadapannya.
16
Papekang ini juga mengaku kalau bermacam-macam suara gaib yang
didengarnya sontak menghilang. Dari laporan inilah, Daengta Lowa-Lowa
mengklaim bahwa peristiwa tersebut kemungkinan rahmat dari Allah Swt, yang
ditujukan untuk keselamatan Galesong dan masyarakatnya. Prof. Dr. Aminuddin
Saleh yang masih merupakan keturunan Karaeng Galesong mengatakan, peristiwa
ini harus dilestarikan. Tanpa terkecuali seluruh masyarakat sekitarnya.
3. Agama dan Budaya
a. Pengertian Agama
Kata agama berasal dari bahasa sansekerta dari kata a berarti tidak dan
gama berarti kacau (Muliyono Sumardi 1982:71). Kedua kata itu jika
dihubungkan berarti sesuatu yang tidak kacau. Jadi fungsi agama dalam
pengertian ini adalah memelihara integrasi dari seseorang atau sekelompok orang
agar hubungannya dengan realitas tertinggi, sesama manusia dan alam sekitarnya,
katidak kacauan itu disebabkan oleh penerapan peraturan agama tentang
moralitas, nilai-nilai kehidupan yang perlu dipegang, dimaknai dan diberlakukan.
Agama itu timbul sebagai jawaban manusia atas penampakan realitas
tertinggi, secara misterius yang menakutkan tapi sekaligus mempesonakan. Dalam
pertemuan itu manusia tidak berdiam diri, ia harus atau terdesak secara batiniah
untuk merespons. Dalam kaitan ini ada juga yang mengartikan agama dalam arti
melihat kembali kebelakang kepada hal-hal yang berkaitan dengan perbuatan
Tuhan yang harus diresponsnya untuk menjadi pedoman dalam hidupnya.
17
b. Hubungan Agama Islam dan Budaya Tradisi
Budaya diperoleh melalui belajar. Tindakan-tindakan yang dipelajari
antara lain cara makan, minum, berpakaian, berbicara, bertani, bertukang, berelasi
dalam masyarakat adalah budaya. Tapi kebudayaan tidak saja terdapat dalam soal
tekhnis tapi dalam gagasan yang terdapat dalam fikiran yang kemudian terwujud
dalam seni, tatanan masyarakat, etos kerja dan pandangan hidup.
Yoyachem Wach berkata tentang pengaruh agama terhadap budaya
manusia yang immaterial bahwa mitologis hubungan kolektif tergantung pada
pemikiran terhadap Tuhan. Interaksi sosial dan keagamaan berpola kepada
bagaimana mereka memikirkan Tuhan, menghayati dan membayangkan Tuhan.
Lebih tegas dikatakan Geetz, bahwa wahyu membentuk suatu struktur
psikologi dalam benak manusia yang membentuk pandangan hidupnya, yang
menjadi sarana individu atau kelompok individu yang mengarahkan tingkah laku
mereka. Tetapi juga wahyu bukan saja menghasilkan budaya immaterial, tetapi
juga dalam bentuk seni suara, ukiran, dan bangunan.
Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa budaya
yang digerakkan agama timbul dari proses interaksi manusia dengan kitab yang
diyakini sebagai hasil daya kreatif pemeluk suatu agama tapi dikondisikan oleh
konteks hidup pelakunya. Yaitu faktor geografis, budaya, dan beberapa kondisi
yang obyektif.
Antara Aqidah dan kebudayaan banyak permasalahan yang terjadi
dikalangan masyarakat Indonesia terutama di pelosok-pelosok di Indonesia yang
masih melekatnya tradisi kebudayaan nenek moyang dengan Aqidah agama Islam,
18
tidak bisa dipungkuri Negara kita memang merupakan Negara yang mempunyai
keanekaragaman berbudaya dibandingkan dengan Negara lain di dunia. Tapi
pandangan sebagian orang terahadap budaya daerah yang masih ada dikalangan
masyarakat berbeda-beda, permasalahan ini diakibatkan perubahan kepercayaan
nenek moyang kita pada zaman dulu, nenek moyang kita dulu menganut ajaran
agama hindu-budha. Memang sampai sekarang ajaran tersebut masih ada di
beberapa pelosok daerah di Negara Indonesia. Tapi sebagian besar wilayah
Indonesia masyarakatnya beragama Islam. Banyak warga Negara Islam di
Indonesia yang masih menjalankan tradisi budaya leluhurnya padahal tradisi
tersebut sangat bertentangan dengan Aqidah Islam. Contohnya, tradisi
memandikan keris, membuat sesajen, ziarah ke kubur luhur untuk meminta
sesuatu dan budaya appalili di Saukang (tradisi mengelilingi tempat yang
dianggap keramat). Bahkan lebih parah lagi, banyak tradisi-tradisi mistis yang
dikerjakan pada momen-momen hari kebesaran agama Islam padahal Islam tidak
menganjurkan seperti itu.
Masyarakat menjunjung tinggi nilai-nilai Aqidah dan tauhid. Akan tetapi,
tidak bisa melepaskan sama sekali pengaruh animisme, dinamisme, hindu dan
budha. Mereka menganggap semua itu merupakan tradisi kearifan lokal yang juga
harus dilestarikan sebagai kekayaan budaya. Hal ini jika diresapi dari segi
positifnya, justru terlihat keberadaan Islam dan tradisi budaya lokal yang bisa
merajut harmoni secara bersamaan. Namun dari sisi negatifnya, masih banyak
nila-nilai tradisi yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam sehingga harus dikikis
habis. Tradisi itu seperti: masih dominannya kepercayaan pada kekuatan magic
19
suatu benda atau tempat tertentu. Mereka lalu memberikan sesajen pada suatu
benda atau tempat yang mereka anggap sakral, keramat atau gaib.
Sekarang ini, Islam belum seratus persen bisa meluruskan tradisi animisme
dan dinamisme yang menurut ajaran Islam yang sudah mengarah kepada
kemusyrikan. Bila dipaparkan, misalnya masyarakat memang melaksanakan
rukun Islam berikrar beriman kepada Allah Swt, tetapi masih saja percaya pada
kekuatan magic benda atau percaya tuah atau kekeramatan suatu tempat. Hal ini
bisa dimaknai, sesungguhnya diluar dibalut dengan kulit Islam. Namun hati tetap
bersemayang semangat kepercayaan animisme dan dinamisme, sehingga masih
diperlukan perjuangan segenap komponen umat Islam untuk saling mengingatkan
dan memberi contoh secara persuasif dasar-dasar Aqidah Islam yang kuat dan
tidak hanya sebagai lambang ataupun simbol-simbol Islam, tetapi sebagai jalan
dan tuntutan segenap isi kehidupan.
4. Pendidikan Aqidah
a. Pengertian Pendidikan
1) Pengertian Pendidikan dari Ragam Bahasa
Pendidikan dalam bahasa Yunani dengan kata paedagogiek berasal dari
kata pais yang berarti anak dan agogos yang berarti penuntun. Paedagogos
berarti bertugas mengantar dan melayani kebutuhan anak yaitu mengantar ke-
dan dari guru. Guru pada masa Yunani disebut Governor (mengajar dari
individual).
Definisi pendidikan ditinjau dari bahasa Belanda dengan kata
Opvoeding berarti membesarkan. Awalnya berarti membesarkan anak dengan
20
makanan sehingga membesarkan dalam arti jasmani, akan tetapi lambat laun
berarti pula membesarkan anak pada pertumbuhan rohani (pikiran, perasaan,
dan kemauan anak serta pertumbuhan wataknya).
Demikian halnya dengan bahasa jerman, yakni Erzicchung, hampir
sama artinya dengan educare yang berarti mengeluarkan dan menuntun.
Educare dalam bahasa Inggris yakni mengeluarkan dan menuntun, istilah itu
menunjukkan tindakan untuk merealisasikan potensi anak yang dibawa waktu
dilahirkan di dunia.
2) Pengertian Pendidikan Secara Terminology
a) J.J. Rousseau, pendidikan adalah memberi kita pembekalan yang tidak
ada pada masa kanak-kanak, akan tetapi dibutuhkan pada waktu dewasa.
b) Ki Hajar Dewantara, pendidikan berarti pada upaya untuk memajukan
perkambangan budi pekerti (kekuatan abtin), pikiran (intelektual) dan
jasmani anak-anak.
c) Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memilki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan Negara.
21
3) Pengertian pendidikan dalam Islam
Pengertian pendidikan dalam konteks Islam dikenal dengan istilah
tarbiyah. Tarbiyah merupakan proses mendidik manusia dengan tujuan untuk
memperbaiki kehidupan manusia kearah lebih baik dan sempurna. Tarbiyah
bukan saja dilihat pada proses mendidik tetapi juga meliputi proses mengurus
dan mengatur proses kehidupan agar berjalan lancar. Hal ini menunjukkan
bahwa tarbiyah meliputi proses pembentukan jasmani, spiritual, material, dan
intelektual.
Secara umum pengertian tarbiyah dapat disimpulkan sebagai suatu
proses yang berhubungan dengan pembentukan individu dalam hal fisik,
mental atau spiritual untuk mencapai kesempurnaan hidup. Proses ini akan
mendidik mereka untuk menghayati nilai-nialai yang sesuai untuk kebahagiaan
di dunia dan di akhirat.
Pendidikan Islami (tarbiyah Islamiyah) adalah usaha sadar yang
dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik. Dapat berupa bimbingan,
nasehat, pertolongan terhadap dirinya maupun alam semesta yang bersumber
dari nilai-nilai ajaran Islam (Mardiawaty Yunus 2010:5).
b. Pendidikan Aqidah
1) Pengertian Aqidah
Aqidah adalah keyakinan : apa yang diyakini oleh hati. Lazimnya
berkenan dengan realitas yang gaib (abstrak-metafisik). Hanya hatilah yang
bersikap yakin atau merasa pasti dalam masalah-masalah gaib tersebut. Akal
hanya mampu membuat konsep atau pendapat, yang boleh benar dan boleh jadi
22
salah, tapi oleh hati diyakini kebenarannya atau kesalahannya. Menurut Islam,
para Rasul menerima wahyu dari Allah Swt, antara lain menunjukkan Aqidah-
Aqidah yang benar, yang semestinya dianut oleh manusia. Aqidah dasar yang
diajarkan oleh Islam antara lain : penciptaan alam ini sungguh-sungguh ada,
Allah itu tunggal tidak beranak/tidak berbapak dan tak satu pun yang serupa
dengan-Nya.
2) Pengertian Pendidikan Aqidah
Pendidikan Aqidah merupakan asas kepada pembinaan Islam pada diri
seseorang. Aqidah merupakan inti kepada amalan Islam seseorang. Seseorang
yang tidak memiliki Aqidah menyebabkan amalannya tidak mendapat
pengiktirafan oleh Allah Swt. Ayat-ayat yang berawal diturunkan oleh Allah
Swt kepada nabi Muhammad di Mekah menjurus kepada pembinaan Aqidah.
Dengan asas pendidikan dan penghayatan Aqidah yang kuat dan jelas maka
nabi Muhammad Saw telah berjaya melahirkan sahabat-sahabat yang
mempunyai daya tahan yang kental dalam mempertahankan dan
mengembangkan Islam ke seluruh dunia. Pendidikan Aqidah amat penting
dalam jiwa setiap muslim agar mereka dapat mempertahankan iman dan agama
Islam di zaman globalisasi.
3) Pengertian Pendidikan Akhlak
Ilmu akhlak adalah ilmu yang memberikan pengertian baik dan buruk
tentang perbuatan yang senantiasa kita lakukan serta menunjukkan jalan yang
semestinya kita tempuh. Meskipun dalam ilmu akhlak telah dijelaskan tentang
baik dan buruk, tentang perbuatan yang semestinya kita lakukan serta diberikan
23
pula jawaban tentang jalan yang kita tempuh. Akan tetapi, apakah dengan
adanya ilmu ini akan menjamin manusia untuk melakukan perbuatan yang
baik? Jawabannya adalah tidak, karena ilmu akhlak itu hanya semacam resep
yang diberikan dokter kepada pasiennya. Mengenai pelaksanaannya tergantung
pada pasiennya.
Pendidikan akhlak harus dilaksanakan sejak masa kecil manusia dengan
jalan membiasakan mereka kepada peraturan sifat yang baik, benar, jujur dan
adil. Dalam hal ini, orang tua sebagai pendidik harus berperan aktif sebagai
pendidik yang pertama dan utama memberi pengertian tentang apa yang benar
dan menghindari cara yang dipandang salah. Maka orang tua harus tahu cara
mendidik, mengerti serta melaksanakan nilai akhlak dalam kehidupannya
sehari-hari. Disamping lingkungan keluarga, juga terhadap lingkungan-
lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangan pendidikan akhlak anak
didik seperti lingkungan sekolah, masyarakat dan lain sebagainya.
Dengan pendidikan akhlak diharapkan dapat menciptakan manusia
yang baik kelakuan dalam hidup serta memiliki akhlak yang luhur dan tatanan
dalam jiwanya serta suatu kesadaran untuk senantiasa berbuat bagi orang lain
maupun bagi dirinya sendiri meskipun tidak ada orang lain yang
mengetahuinya. Sehingga terbentuk moralitas insan yang religius ditengah-
tengah kehidupan bermasyarakat.
4) Hubungan Pendidikan Aqidah dan Pendidikan Akhlak
Hal yang paling mendasar adalah akhlah (perilaku) seorang muslim
harus sesuai dengan aqidah yang diyakininya. Aqidah mempunyai posisi
24
pokok/dasar, sedangkan akhlak mempunyai posisi cabang. Dapat digambarkan
kalau Islam ibarat bangunan maka aqidah adalah sebagai pendasinya yang
tertanam di dalam tanah. Sedangkan akhlak adalah gedung-gedung dan benda-
benda yang didirikan di atasnya. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
aqidah merupakan suatu hal yang sangan fundamental dalam Islam, sedangkan
akhlak merupakan bentuk manifestasi dari aqidah yang diyakininya.
Nabi Muhammad Saw, telah menjelaskan bahwa iman yang kuat itu
dapat melahirkan perangai yang kuat pula, sedang rusaknya akhlak berpangkal
pada kelemahan atau hilangnya iman. Ada orang yang mengaku dirinya
beragama kadang-kadang mempermudah melaksanakan ibadah dan
mempertontonkan ibadahnya kepada masyarakatnya, seakan-akan mereka itu
tekun beribadah, akan tetapi pada waktu yang bersamaan mereka juga
melakukan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan akhlak dan iman
yang benar. Perbuatan tersebut biasa disebut syirik atau mempersekutukan
Allah.
Orang-orang musyrik memohon perlindungan kepada orang-orang yang
sudah mati, baik para nabi, orang-orang saleh, syekh-syekh dan pohon-pohon
atau tempat lain yang dianggap keramat, supaya terselenggara urusan mereka
atau perkara yang mereka pikul, secara berkeluh kesah, itu diadukan kepadanya
lalu hilanglah keresahannya maka mereka menyangka, bahwa yang demikian
itulah keramat atau keluarbiasaan dengan sebab amal perbuatan ini.
Dan diantara mereka ada yang mendatangi kuburan syekh yang dipakai
sebagai sarana mempersekutukan Allah dan dijadikan tempat untuk memohon
25
pertolongan, maka syekh itu melayang ke udara menurunkan makanan, nafkah
atau keperluan lain yang diminta sehingga dia mengira bahwa yang demikian
itu semuanya adalah dari setan. Dan inilah sebab-sebab terbesar disembahnya
berhala-berhala itu.
Allah Swt, berfirman dalam Q.S An-nisa (4) : 48
Terjemahannya:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh
ia Telah berbuat dosa yang besar.
Dan dari ayat di atas dapat kita simpulkan bahwa Allah dapat mengampuni
dosa selain dari syirik (mempersekutukan Allah) bagi hamba yang dikehendaki-Nya.
Namun, tidak ada ampunan disisi-Nya bagi yang berbuat syirik terhadap-Nya dan
tidak meninggalkan penyekutuannya sewaktu di dunia.
Sesungguhnya syirik itu bentuk yang memutuskan hubungan antara Allah
dengan hamba-Nya, maka tidak ada harapan ampunan dengan adanya syirik,
hubungan mereka telah terputus dari Rabb semesta alam. Tidaklah pantas suatu jiwa
mempersekutukan Allah, lalu tetap dalam kesyirikan hingga keluar dari dunia ini,
sementara dihadapannya terdapat bukit-bukit tauhid pada hamparan alam raya dan
para petunjuk para rasul. Sebab apa yang dilakukan dan terkandung jiwa itu ada
unsur kebaikan dan kesesuaian, maka yang mempersekutukan itu adalah jiwa yang
telah rusak dan tidak mungkin diharapkan untuk kembali baik, bertolak belakang
26
dengan fitrah yang telah ditetapkan Allah padanya. Akhirnya terperosok ke derajat
yang paling rendah, berikutnya siap-siap untuk menghadapi kehidupan di neraka.
Dari penjelasan di atas tenmtang hubungan aqidah dengan akhlak, maka dapat
disimpulkan bahwa aqidah dan akhlak adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan
dan terus mendapat pembinaan yang secara bersama-sama pula disebut pendidikan
aqidah akhlak.
Untuk itulah, kenapa penulis mengangkat judul ini sebagai bahan penelitian,
alasannya karena selain penulis lebih paham lagi tentang yang musyrik dan perintah
Allah. Penulis juga bisa tahu asal mula adanya appalili yang ternyata itu hanyalah
hasil jawaban sementara para masyarakat untuk menjawab semua mimpi-mimpi
mereka tanpa melalui pendidikan. Dan semoga setelah penelitian ini, para pembaca
dapat memahami dan menerapkan hal-hal yang benar-benar diperintahkan oleh Allah
dan menjauhi musyrik utamanya yang beraganma Islam.
B. Kerangka Pikir
Berdasarkan uraian tersebut, maka pada bagian ini diuraikan beberapa hal
yang dijadikan penulis sebagai landasan pikir yang dimaksudkan akan mengarahkan
penulis memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini guna
memecahkan masalah yang telah dipaparkan. Peneliti berinisiatif melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Budaya Appalili di Saukang Terhadap Pendidikan
Aqidah Masyarakat di Desa Manjapai Kec. Bontonompo Kab. Gowa”. Fokus
penelitian ini adalah meneliti tentang seberapa besar pengaruh appalili dan
pendidikan aqidah pada masyarakat. Untuk lebih jelasnya, kerangka pikir penelitian
ini dapat dilihat pada bagan kerangka pikir berikut ini.
27
Untuk itu, penulis menguraikan secara rinci landasan berpikir yang dijadikan
pengarah dalam penelitian ini. Agama, budaya, appalili, berpengaruh atau tidak dan
aqidah.
Kerangka Pikir
BUDAYA
WUJUD BUDAYA
WUJUD IDEAL TINDAKAN KARYA
APPALILI
PENDIDIKAN AQIDAH
HASIL
28
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif, yaitu penelitian untuk
mengungkapkan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan
mengungkapkan fakta-fakta yang ada sebagai gambaran keadaan yang sebenarnya
dari objek yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, penulis akan meninjau mengenai
pengaruh budaya appalili di Saukang terhadap pendidikan aqidah masyarakat di desa
Manjapai, Kecamatan Bontonompo, Kabupaten Gowa.
B. Definisi Istilah
Agar tidak terjadi persepsi yang berbeda dalam memahami judul di atas,
maka penulis merasa perlu menjelaskan pengertian pada kata-kata yang dianggap
penting, hingga akan lebih memudahkan dalam memahami isi proposal ini. Defenisi
operasional tersebut sebagai berikut:
1. Budaya berasal dari kata bhudi yang berarti budi atau akal, adalah hasil cipta,
karsa dan rasa dari sekelompok masyarakat.
2. Appalili adalah mengitari atau mengelilingi suatu tempat yang dianggap keramat
oleh masyarakat pada prosesi acara ritual khitanan seorang anak sebelum
dikhitankan.
3. Saukang adalah tempat yang dianggap keramat oleh masyarakat, berupa pohon
besar yang usianya sudah ratusan tahun dan dibawah pohon tersebut ada rumah
kecil sebagai tempat persembahan sesajen.
28
29
4. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
5. Akidah adalah keyakinan atau kepercayaan yakni apa yang diyakini oleh hati.
6. Akhlah berasal dari kata “akhuluku” yang berarti tingkah laku, tabiat, perangai,
karakter manusia yang baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan
khaliq atau dengan sesama makhluk.
C. Data dan Sumber Data
Data disini, saya maksudkan ke populasi yang merupakan keseluruhan objek
yang akan diteliti, yaitu desa Manjapai Kec. Bontonompo. Sedangkan sumber data,
penulis meksudkan ke sampel yaitu lebih memperkecil bagian yang akan diteliti atau
merupakan bagian dari populasi yang dianggap mewakilinya. Populasi pada
penelitian ini adalah seluruh masyarakat di desa Manjapai, Kecamatan Bontonompo,
Kabupaten Gowa. Sampel sasaran pada penelitian ini adalah anggota masyarakat
yang sedang mengenyam pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) yang
berjumlah 25 orang.
Berdasarkan pendapat Suharsimi Arikunto, mengemukakan bahwa: “untuk
sekedar encer-encer maka apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil
semuanya sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika
jumlah subyeknya lebih besar dari 100, maka dapat diambil antara 10-15% atau 20-
25% atau lebih”.
30
D. Teknik Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kertas yang berisi
daftar pertanyaan mengenai pengaruh budaya appalili di Saukang terhadap
pendidikan aqidah masyarakat di desa Manjapai, Kecamatan Bontonompo,
Kabupaten Gowa.
Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini digunakan tekhnik sebagai
berikut :
1. Observasi
Observasi adalah cara dan teknik pengumpulan data dengan melakukan
pengamatan secara sistematis terhadap segala atau fenomena yang ada pada objek
penelitian. Observasi dapat dibagi dua, yaitu observasi langsung dan observasi tidak
langsung.
a. Observasi langsung adalah mengadakan pengamatan secara langsung (tanpa
alat) terhadap gejala-gejala subyek yang akan diteliti.
b. Observasi tidak langsung adalah mengadakan pengamatan terhadap gejala-gejala
subyek yang akan diteliti dengan perantara sebuah alat, pengamatan seperti ini
dapat dilakukan melalui film, slide, foto, dan pencatatan suatu alat perekam.
2. Angket
Angket adalah suatu daftar pertanyaan tertulis yang terinci dan lengkap yang
harus dijawab oleh responden tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahuinya.
Melalui angket, hal-hal tentang diri responden dapat diketahui. Misalnya tentang
keadaan atau data dirinya seperti pengalaman, sikap, minat, kebiasaan belajar dan
31
lain sebagainya. Isi angket juga dapat berupa pertanyaan-pertanyaan tersebut
dirumuskan sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh jawaban yang objektif.
3. Wawancara
Wawancara pada penelitian ini digunakan untuk lebih memperjelas jawaban
dari angket yang diberikan kepada responden. Menurut Prof. Drs. Nasution, M.A.,
wawancara adalah suatu bentuk komunikasi verbal. Wawancara merupakan metode
pengumpulan data dengan cara tanya jawab yang dikerjakan dengan sistematis dan
berlandaskan pada tujuan penelitian. Pertanyaan yang diajukan dalam wawancara ini
telah dipersiapkan secara tuntas, dilengkapi dengan instrumennya.
E. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses penataan data secara sistematis berdasarkan
hasil wawancara untuk ditelaah berdasarkan tujuan penelitian sehingga diketahui
kecenderungan makna yang terkandung. Data yang diperoleh dianalis dengan
analisis statistik dan teknik analisis korelasional. Teknik analisis korelasional adalah
teknik analisis statistik mengenai hubungan antara 2 variabel, yakni variable (x) dan
Variabel (y). Pada penelitian ini variable (x) adalah budaya appalili di Saukang dan
variable (y) adalah nilai pendidikan masyarakat. Yang akan dianalisis menggunakan
teknik korelasi product moment.
Hasil analisis data akan disajikan dalam bentuk laporan penelitian
menggunakan kata-kata biasa atau unsur-unsur kebahasaan dan tabel, yang
dihasilkan melalui 4 tahap:
32
a. Tahap pengumpulan data yaitu proses pengumpulan data yang berupa kata-kata,
sikap, dan perilaku keseharian yang diperoleh peneliti dari hasil observasi,
pengisian angket dan wawancara di lapangan.
b. Tahap reduksi data yaitu proses pemilahan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari
catatan-catatan tertulis dari lapangan.
c. Display data yaitu penyajian data dari sekumpulan informasi tersusun yang
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
d. Penarikan kesimpulan yaitu penarikan arti kata yang telah ditampilkan sesuai
pemahaman peneliti dan interpretasi yang dibuatnya.
Tabel : Nilai Pendidikan Dalam Budaya Appalili di Saukang Pada Masyarakat
di Desa Manjapai Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa.
No
Nilai pendidikan
Contoh
1.
2.
3.
Moral
Sosial
Kebudayaan
1) Tata cara berpakaian
2) Sopan Santun
1) Komunikasi yang baik
2) Kebersamaan
3) Gotong royong
1) Melestarikan kearifan
lokal
2) Menghormati para leluhur
33
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pembahasan
Gambaran umum Desa Manjapai Kecamatan Bontonompo
Desa Manjapai adalah salah satu desa yang terletak di Kecamatan
Bontonompo Bagian Utara. Desa ini memiliki 4 Dusun, yaitu:
1. Dusun Data
2. Dusun Karebasse
3. Dusun Jannaya
4. Dusun Kaluarrang
Tabel 1
Jumlah Penduduk Desa Manjapai Kecamatan Bontonompo
Kabupaten Gowa
No Nama Dusun Laki-Laki Perempuan Jumlah
1 Data 412 551 963
2 Karebasse 362 453 815
3 Jannaya 317 382 699
4 Kaluarrang 346 507 853
Jumlah 1437 1893 3.330
Sumber: Kantor desa Manjapai tahun 2017
1. Sejarah Desa Manjapai Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa
Desa Manjapai merupakan wilayah dataran rendah yang berbatasan
langsung dengan Kabupaten Takalar. Sebelum ada istilah kepala desa untuk
julukan bagi pemimpin di kampung tersebut, maka sebelumnya kepala desa
33
34
No. Tahun Peistiwa
1.
2.
3.
4.
5.
1951 - 1972
1972 - 1990
1990 - 2002
2002 - 2014
2014 - sekarang
Desa Manjapai, dulu nama pemimpinnya
disebut dengan istilah angrong guru dan yang
menjabat pada waktu itu bernama Kr. Bangkala
Daeng Nyonri, beliau menjabat sekitar 21
tahun lamanya.
Pada tahun 1972 istilah angrong guru resmi
diganti namanya menjadi kepala desa dan
resmi dipimpin oleh Daeng Ngasa, masa
jabatan beliau sekitar 18 tahun lamanya.
Desa Manjapai, selanjutnya dipimpin oleh
Muh. Irwan Daeng Gassing setelah dilakukan
pemilihan secara langsung. Masa jabatan beliau
sekitar 12 tahun lamanya.
Masa jabatan Muh. Irwan Daeng Gassing
berakhir pada tahun 2002. Setelah dilakukan
Pilkades maka yang terpilih sebagai Kepala
Desa selanjutnya adalah Syafaruddin Daeng
Nai. Beliau juga menjabat sekitar 12 tahun
lamanya.
Kepala desa selanjutnya adalah sekretaris desa
pada masa jabatan Syafaruddin Dg. Nai yang
bernama Muh. Syahrir Daeng Limpo dan masih
menjabat sampai sekarang.
diberi nama dengan istilah angrong guru atau dinamakan juga dengan istilah
jannanga dan sekitar tahun 70an barulah dibentuk dengan istilah kepala desa.
Tabel 2
Sejarah Perkembangan Desa Manjapai
Sumber: Kantor desa Manjapai tahun 2017
35
2. Visi dan Misi
a. Visi
Terbangunnya tata kelola pemerintahan desa yang baik dan bersih guna
mewujudkan kehidupan masyarakat desa yang adil, makmur dan sejahtera.
b. Misi
1) Melakukan reformasi system kinerja aparatur pemerintahan desa guna
meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
2) Menyelenggarakan pemerintahan yang bersih, terbebas dari korupsi serta
bentuk-bentuk penyelewengan lainnya.
3) Menyelenggarakan urusan pemerintahan desa secara terbuka dan bertanggung
jawab sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4) Meningkatkan perekonomian masyarakat melalui pendampingan berupa
penyuluhan khusus kepada UKM, wiraswasta dan petani.
5) Meningkatkan mutu kesejahteraan masyarakat untuk mencapai taraf
kehidupan yang lebih baik dan layak sehingga menjadi desa yang maju dan
mandiri.
3. Kondisi Sosial
Tabel 3
Jumlah tempat peribadatan (mesjid) yang ada di Desa Manjapai
Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa
No. Nama Dusun Jumlah Mesjid Keterangan
1. Data 3 Aktif terpakai
2. Karebasse 2 Aktif terpakai
3. Jannaya 1 Aktif terpakai
4. Kaluarrang 2 Aktif terpakai
Jumlah 8 Aktif terpakai
Sumber: Kantor Desa Manjapai tahun 2017
36
4. Pendidikan
Desa Manjapai termasuk desa yang cukup mampu dalam menggarak ilmu,
meskipun di desa tersebut belum ada Sekolah Menengah Atas yang dibangun.
Namun, terdapat 5 tingkat pendidikan yang ada yaitu mulai dari TK, SD, dan
MTS.
Tabel 4
Pendidikan (Sekolah yang ada pada desa Manjapai)
Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa
No.
Pendidikan Jumlah
Jumlah Negeri Swasta
1. TK - 2 2
2. SD 2 2
3. MTS 1 1
Jumlah 5
Sumber: Kantor desa Manjapai tahun 2017
Dari keseluruhan tingkat Pendidikan di atas berarti tidak sulit bagi orang
tua untuk menyekolahkan anaknya karena jarak Pendidikan mulai dari TK, SD,
dan MTS sangat dekat, begitu pula sebaliknya bagi anak-anak tidak ada alasan
untuk tidak bersekolah, hanya saja menurut beberapa pendapat orang tua yang
membuat anak putus sekolah karena pengaruh pendidikan orang tua itu sendiri
dan faktor ekonomi.
5. Kondisi Ekonomi
Sumber Pendapatan Asli Desa Manjapai hanya mengandalkan dari Pajak
Bumi dan Bangunan dan mayoritas penduduk desa berprofesi sebagai petani
penggarap dan buruh tani.
37
Sumber pendapatan Desa lainnya yaitu alokasi Dana Desa sebesar Rp.
116.000.000/tahun dengan rincian 30% untuk rutin dan 70%untuk pembangunan.
Adapun sektor-sektor yang dapat dikembangkan di Desa Manjapai antara lain:
a. Pertanian
Sumber utama mata pencahaarian penduduk adalah bertani, hasil
pertanian yang terbesar yang dihasilkan adalah padi karena sebagian besar lahan
di Desa Manjapai tiga kali ditanami padi dalam setahun dengan mengandalkan
pengairan dari air sumur dan gang air. Namun yang menjadi kendala para petani
biasanya adalah menyangkut pemasaran, karena selama ini hasil pertanian selain
untuk dikonsumsi juga untuk dijual.
b. Peternakan
Desa Manjapai sangat strategis untuk dijadikan lahan peternakan karena
memiliki wilayah yang dikelilingi oleh persawahan. Namun, kerana keterbatasan
dan ketidakmampuan masyarakat dalam membeli bibit, utamnya ternak sapi dan
kambing sehingga sektor ini menjadi terabaikan.
c. Industri Mikro (Home Industry)
Industri Mikro di desa Manjapai cukup beragam diantaranya:
1) Anyaman songkok guru, anyaman gammacca, anyaman tikar.
2) Percetakan batu merah.
3) Kelompok menjahit.
4) Tambang pasir dan timbunan.
38
Akan tetapi yang tepenting untuk semua industri tersebut di atas adalah
kurangnya modal usaha yang dimiliki, pemasaran tepat yang tidak ada serta
kurang kreatifnya hasil kerajinan yang dihasilkan (monoton) sehingga diperlukan
studi banding ke luar Sulawesi misalnya ke jawa yang memiliki banyak kerajinan
tangan yang bersumber dari alam atau bahan yang sama dengan yang ada di desa.
6. Kondisi Pemerintahan Desa
Desa Manjapai sangat berpotensi untuk lahan pertanian. Luas Desa
Manjapai 3,2 ha/m2
dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Jipang Kecamatan Pattallassang
Kabupaten Takalar.
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Bategulung Kecamatan
Bontonompo Selatan Kabupaten Gowa.
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Salaka Kecamatan Pattallassang
Kabupaten Takalar.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sengka Kecamatan Bontonompo
Selatan Kabupaten Takalar.
Secara administrasi Desa Manjapai terdiri atas 4 wilayah Dusun yaitu :
a. Dusun Data, yang dipimpin oleh Hamzah Dg. Beta.
b. Dusun Karebasse, yang dipimpin oleh Sapri Dg. Ngalle.
c. Dusun Jannaya, yang dipimpin oleh Silahuddin.
d. Dusun Kaluarrang, yang dipimpin oleh Hannur Dg. Ngempo
Lembaga-lembaga yang ada di Desa Manjapai, antara lain:
39
a. Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
b. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM)
c. Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)
d. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
e. Tim Pengelola Kegiatan PNPM-MPd
STRUKTUR ORGANISASI PEMERINTAHAN DESA MANJAPAI
Kepala Desa
Muhammad Syahrir
Sekretaris Desa
Kasmawati
Kaur Keuangan
Suriati
Kaur Umum
Seksi Pemberdayaan Masyarakat Seksi Pemerintahan Seksi Pembangunan
Kepala Dusun Data
Hamzah Dg. Beta
Kepala Dusun Karebasse
Sapri Dg. Ngalle
Kepala Dusun
Jannaya
Silahuddin
Kepala Dusun Kaluarrang
Hannur Dg. Ngempo
40
41
B. Hasil Penelitian
a. Pemahaman Masyarakat tentang Appalili di Saukang
Appalili di saukang (tempat yang dianggap keramat) adalah salah satu
kebiasaan yang di bawa dari nenek moyang yang sampai sekarang sulit untuk
dibuang karena budaya appalili di Saukang, dianggap pengabul dari permintaan
yang disampaikan pada saat membawa sesajen ketempat tersebut dan bisa
mendapat penyakit apabila tidak melaksanakan kegiatan tersebut.
Tabel 5
Tanggapan masyarakat tentang faktor-faktor atau yang melatar belakangi
Masyarakat Appalili di Saukang
No. Responden Frekuensi Presentase
1. Tahu 15 60%
2. Tidak Tahu 5 20%
3. Kurang Tahu 5 20%
Jumlah 25 100%
Sumber: Hasil olahan angket item nomor 1
Berdasarkan tabel 5 dapat di lihat bahwa pendapat masyarakat tentang
faktor-faktor atau yang melatar belakangi masyarakat Appalili di Saukang ada 15
orang atau 60% yang menjawab tahu, dan 5 atau 20% yang menjawab tidak tahu,
dan 5 orang atau 20% yang menjawab kurang tahu.
Jadi, disimpulkan bahwa tanggapan masyarakat tentang faktor-faktor atau
yang melatar belakangi Masyarakat Appalili di Saukang mereka lebih banyak yang
mengatakan tahu, hal ini sesuai tanggapan Marhuma Daeng Caya:
“Faktor-faktor atau yang melatar belakangi masyarakat Appalili di Saukang
yaitu karena masyarakat lebih percaya dengan budaya tersebut karena
42
menjadi penyakit jika tidak dilakukan dari pada Kepercayaan dengan
agamanya sendiri, bahkan mereka membenarkan budaya tesebut. Diantara
hal-hal yang lebih mereka percaya terhadap kebiasaan tersebut adalah karena
kebiasaan tersebut bisa menyelesaikan masalah penyakit yang dianggap
muncul karena tidak mengingat untuk membawa sesajen ketempat tersebut
dan bisa cepat sembuh jika sudah membawa sesajen ketempat tersebut.”
Tabel 6
Tanggapan masyarakat tentang perbuatan Appalili di Saukang membawa
kebaikan pada kehidupannya
No Responden Frekuensi Presentase
1 Tahu 15 60%
2 Tidak Tahu 5 20%
3 Kurang Tahu 5 20%
Jumlah 25 100%
Sumber: Hasil olahan angket item nomor 2
Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa tanggapan masyarakat tentang
perbuatan Appalili di Saukang membawa kebaikan pada kehidupan, ada 15 orang
atau 60% yang menjawab tahu, dan 5 orang atau 20% yang menjawab tidak tahu,
dan 5 orang atau 20% yang menjawab kurang tahu.
Jadi disimpulkan bahwa tanggapan masyarakat tentang perbuatan Apapalili
di Saukang membawa kebaikan pada kehidupan mereka lebih banyak mengatakan
tahu, hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan Jumati Dg. Tommi:
“Beliau mengatakan memang perbuatan Appalili di Saukang membawa
kebaikan pada kehidupan mereka. Contohnya, setelah selesai panen maka
masyarakat harus membawa berupa makanan ketempat tersebut supaya hasil
panen kedepannya bisa lebih bagus lagi.
43
Tabel 7
Tanggapan masyarakat tentang fenomena yang sering terjadi ketika
Applili di Saukang
No Responden Frekuensi Presentase
1 Tahu 25% 100%
2 Tidak Tahu - -
3 Kurang Tahu - -
Jumlah 25 100%
Sumber: hasil olahan angket item nomor 4
Berdasarkan tabel 7 dapat dilihat bahwa jawaban masyarakat tentang
fenomena yang sering terjadi ketika Appalili di Saukang ada 25 orang atau 100%
yang menjawab tahu, dan ada tidak ada orang atau 0% yang menjawab tidak tahu
serta kurang tahu 0%.
Jadi disimpulkan bahwa fenomena yang sering terjadi ketika Appalili di
Saukang mereka lebih banyak menjawab tahu, hal ini sesuai dengan hasil
wawancara dengan Daeng Nyonri:
Beliau mengatakan masyarakat sering Appalili di Saukang karena ada beberapa
fenomena diantaranya:
a) Ketika bermimpi apakah mimpi buruk atau mimpi baik
b) Adanya orang yang kesurupan (Kabatangngang)
c) Ketika akan melaksanakan pesta sunatan
Senada dengan itu bapak daeng Sama’ pun mengatakan yaitu:
a) Ketika ingin menanam tanaman ataupun memanen tanaman
b) Ketika ingin bepergian jauh
44
Tabel 8
Tanggapan masyarakat bahwa Appalili di Saukang memang tradisi
kalau mendapatkan masalah
No Responden Frekuensi Presentase
1 Tahu 10 40%
2 Tidak Tahu 5 20%
3 Kurang Tahu 10 40%
Jumlah 25 100%
Sumber: Hasil olahan angket item nomor 5
Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat bahwa tanggapan masyarakat
tentang Appalili di Saukang memang tradisi kalau mendapatkan masalah ada
10 orang atau 40% yang menjawab tahu, dan ada 5 orang atau 20% yang
menjawab tidak tahu sedangkan yang menjawab kurang tahu ada 10 orang
atau 40%.
Jadi disimpulkan bahwa tradisi masyarakat Appalili kalau
mendapatkan masalah kemungkinan besar hanya karena ikut-ikutan karena
rata-rata dari mereka yang menjawab kurang tahu. Hal ini sesuai hasil
wawancara dengan ibu daeng Tommi:
Beliau mengatakan memang ini tradisi kalau mendapatkan masalah
karena sejak kecil nenek moyang kami sering saya lihat pergi Appalili
di Saukang ketika ada masalah-masalah yang terjadi atau ada
semacam pesta panen dan pakgaukang (pesta).
b. Peranan Pendidikan Islam dalam mengatasi fenomena Appalili di
Saukang
Diketahui bahwa Appalili dalam Islam adalah perbuatan syirik karena
menduakan Allah Swt. Ini adalah masalah besar bagi umat Islam agar kita tidak
45
berpaling kepada-Nya. Oleh karena itu ini adalah hal yang harus dipikirkan
bagaimana caranya Islam menyikapi fenomena appalili yang meraja lela dimana-
mana.
Tabel 9
Tanggapan Masyarakat terhadap peranan Islam dalam mengatasi
Fenomena Appalili di Saukang
No Responden Frekuensi Presentase
1 Tahu 10 40%
2 Tidak Tahu 5 20%
3 Kurang Tahu 10 40%
Jumlah 25 100%
Sumber: Hasil olahan angket item nomor 6
Berdasarkan tabel 9 dapat dilihat bahwa pendapat masyarakat terhadap
peranan Pendidikan Islam dalam mengatasi fenomena Appalili ada 10 orang
atau 40% yang menjawab tahu, dan 5 orang yang menjawab tidak tahu atau
sekitar 20% dan selebihnya ada 10 orang atau 40% yang menjawab kurang
tahu.
Jadi disimpulkan bahwa pernyataan masyarakat tentang peranan Islam
dalam mengatasi Fenomena Appalili mereka rata-rata banyak yang menjawab
tahu dan sebanding dengan kurang tahu. Hal ini sesuai dengan hasil
wawancara dengan Ansar daeng Tunru.
“Beliau mengatakan dalam menyikapi fenomena Appalili yaitu
sebagai orang yang tahu bahwa Appalili itu tidak benar dalam
pandangan agama Islam maka mereka perlu melakukan ceramah-
ceramah dalam wilayah tersebut dan mengusahakan agar generasi-
generasi selanjutnya utamanya anak sekolahan agar tidak mencontoh
46
lagi perbuatan-perbuatan atau kebiasaan orang tua mereka yang
bertentangan dengan Islam.
Senada dengan hal tersebut bapak Zainuddin juga menambahkan:
Yaitu untuk menyikapi hal tersebut kita perlu mengkader remaja-
remaja untuk masuk disalah satu organisasi, misalkan masuk di
dakwah islamiyah, masuk dipengkaderan Ikatan Pelajar
Muhammadiyah (IPM) ataupun organisasi lain yang dapat
meningkatkan pengetahuan tentang agama Islam.
Tabel 10
Tanggapan masyarakat tentang hukum Appalili di Saukang
No Responden Frekuensi Presentase
1 Tahu 13 45%
2 Tidak Tahu 7 35%
3 Kurang Tahu 5 20%
Jumlah 25 100%
Sumber: Hasil olahan angket item nomor 7
Berdasarkan tabel 10 dapat dilihat bahwa pendapat masyarakat tentang
hukum Appalili ada 13 orang atau 45% yang menjawab tahu, dan 7 orang
atau 35% yang menjawab tidak tahu, dan selebihnya ada 5 orang atau 20%
yang menjawab kurang tahu.
Jadi disimpulkan bahwa pernyataan masyarakat tentang hukum
Appalili mereka lebih banyak yang menjawab tahu. Hal ini sesuai dengan
hasil wawancara dengan bapak daeng Mangung.
Beliu mengatakan hukum orang Appalili di Saukang sholatnya tidak
diterima selama 40 malam karena mereka menduakan Allah Swt.
Dengan kata lain bahwa orang yang berbuat demikian berarti orang
yang mempercayai hal-hal gaib selain sang Pencipta (Allah Swt).
47
Hal ini pula diperkuat dalam hadits nabi Muhammad saw.
ص ع نن نن ص ا نن عع اه نن ه نن ل عنن ص فنن ةع عنن ص ن صنن ا صز وا ج النعنن ص ع عنن النعنن
ص عنن
Artinya:
مل
ص ي ل صنل .
فال ة ا صر
صقب صل ل عد ل ص ن
ص
ء ه
ش ص
Dari Shafiyah dari sebagian isteri Nabi Saw dari Nabi Saw, beliau
bersabda, "Barangsiapa yang datang kepada tukang ramal, lalu
menanyakan sesuatu kepadanya, maka tidak diterima shalatnya
selama empat puluh malam". (HR. Muslim).
Maka penulis menarik kesimpulan bahwa mendatangi tempat seperti
saukang berarti larangan bagi umat Islam dan perbuatan tersebut merupakan
perbuatan syirik karena mempercayai sesuatu selain Allah dan hukumnya
adalah shalat kita tidak diterima selamat empat puluh malam.
Tabel 11
Tanggapan masyarakat tentang dampak negatif Apalili di Saukang
No Responden Frekuensi Presentase
1 Tahu 15 60%
2 Tidak Tahu 5 20%
3 Kurang Tahu 5 20%
Jumlah 25 100%
Sumber: Hasil olahan angket item nomor 8
Berdasarkan tabel 11 dapat dilihat bahwa pendapat masyarakat tentang
48
dampak negatif Appalili ada 15 orang atau 60% yang menjawab tahu, dan 5 orang
49
atau 20% yang menjawab tidak tahu, dan ada 5 orang atau 20% yang menjawab
kurang tahu.
Jadi disimpulkan bahwa pernyataan masyarakat tentang dampak
negatif Appalili mereka lebih banyak yang menjawab tahu. Hal ini sesuai
dengan hasil wawancara dengan bapak Abd Kadir daeng Ronrong.
Beliau mengatakan dampak negatif Appalili yaitu akidah bisa rusak
dan merugikan masyarakat pada umunya karena selalu membawa
sesajian ketempat (Saukang) tersebut meskipun tidak ada uang kalau
dikatakan tempat itu yang membuatnya sakit maka orang yang
bersangkutan berusaha meskipun meminjam untuk segera
membawakan sesajian ketempat tersebut.
Tabel 12
Tanggapan masyarakat bahwa Appalili di Saukang Perbuatan syirik
No Responden Frekuensi Presentase
1 Tahu 15 60%
2 Tidak Tahu 5 20%
3 Kurang Tahu 5 20%
Jumlah 25 100%
Sumber: Hasil olahan angket item nomor 9
Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa pendapat masyarakat
bahwa Appalili adalah perbuatan syirik ada 15 orang atau 60% yang
menjawab tahu, dan 5 orang atau 20% yang menjawab tidak tahu, dan ada 5
orang atau 20% yang menjawab kurang tahu.
Jadi disimpulkan bahwa pernyataan masyarakat tentang dampak
negatif Appalili mereka lebih banyak yang menjawab tahu. Hal ini sesuai
dengan hasil wawancara dengan bapak H. Kamaluddin daeng Pata.
50
Beliau mengatakan yang namanya mendatangi tempat-tempat tua
ataupun kuburan merupakan perbuatan syirik yang berarti menduakan
Allah Swt. Dan tentunya mendapatkan dosa karena itu tidak benar
adanya.
Dari analisis di atas dapat ditarik kesimpulan kembali bahwa memang
Appalili adalah perbuatan syirik karena mempersekutukan Allah swt dan
Allah sangat benci dengan perbuatan tersebut.
Allah swt juga berfirman dalam surah Annisa ayat 48.
Terjemahnya:
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, Maka
sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.
Di surah yang sama yakni ayat 116 Allah swt juga berfirman.
Terjemahnya:
Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan
(sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain syirik
51
bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, Maka Sesungguhnya ia
telah tersesat sejauh-jauhnya.
Dari ke dua firman Allah Swt. dapat ditarik kesimpulan kembali
bahwasanya kita sebagai orang Islam dilarang keras mempersekutukan Allah
52
Swt atau berbuat syirik kepadanya karena perbuatan syirik adalah sangat di
benci oleh Allah swt.
c. Nilai Pendidikan Budaya
Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan sistematis dalam
mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan adalah suatu usaha
masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi
keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa
depan. Sedangkan budaya diartikan sebagai keseluruhan sistem berpikir, nilai,
moral, norma, dan keyakinan manusia yang dihasilkan masyarakat. Sistem
berpikir, nilai, moral, norma, dan keyakinan itu adalah hasil dari interaksi
manusia dengan sesamanya dan lingkungan alamnya.
Berdasarkan pengertian budaya dan pendidikan yang telah dikemukakan di
atas maka pendidikan budaya dimaknai sebagai pendidikan yang
mengembangkan nilai-nilai budaya sebagai anggota masyarakat, dan warga
negara yang religius, nasionalis, produktif dan kreatif.
1. Pengertian dan Macam-Macam Nilai Pendidikan Budaya
Nilai-nilai dalam pendidikan budaya diperlukan penggalian dari sumber
nilai bangsa itu sendiri. Sehingga adanya identifikasi dari sumber-sumber nilai
tersebut. Maka, nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan budaya
diidentifikasi dari: Pertama, agama. Masyarakat Indonesia adalah masyarakat
beragama. Oleh karena itu kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu
53
didasari pada ajaran agama. Secara politis kehidupan kenegaraan pun didasari
pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu maka
nilai-nilai pendidikan budaya harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaedah yang
berasal dari agama. Kedua, pancasila. Negara Republik Indonesia ditegakkan
atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut
Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih
lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945 tersebut. Artinya, nilai-
nilai yang ada dalam Pancasila menjadi nilai-nilai yang mengatur kehidupan
politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya
bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warganegara yang lebih baik
dan warganegara yang lebih baik adalah warganegara yang menerapkan nilai-
nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warganegara. Ketiga, budaya.
Budaya adalah suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup
bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui
masyarakat tersebut. Nilai-nilai budaya tersebut dijadikan dasar dalam memberi
makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota
masyarakat tersebut. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan
masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai-nilai dari pendidikan
budaya dan karakter bangsa.
54
Berdasarkan ketiga sumber nilai tersebut maka dihasilkan sejumlah nilai
untuk pendidikan budaya, diantaranya yaitu:
a. Religius : Suatu sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran
agama, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun
dengan pemeluk agama lain.
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat
nilai pendidikan religius dalam budaya appalili karena nilai religius lebih
menekankan pada keyakinan terhadap agama Islam.
b. Nilai Pendidikan Moral : Nilai pendidikan moral menunjukkan peraturan-
peraturan tingkah laku dan adat istiadat dari seorang individu dari suatu
kelompok yang meliputi perilaku.
Jika melihat pengertian tentang nilai pendidikan moral, maka dapat
dikatakan bahwa appalili mengandung nilai pendidikan moral karena lebih
menunjukkan tentang adat istiadat dari auatu kelompok.
c. Nilai Pendidikan Sosial : Kata “sosial” berarti hal-hal yang berkenaan
dengan masyarakat/ kepentingan umum. Nilai pendidikan sosial merupakan
hikmah yang dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara hidup sosial.
Perilaku sosial berupa sikap seseorang terhadap peristiwa yang terjadi di
sekitarnya yang ada hubungannya dengan orang lain, cara berpikir, dan
hubungan sosial bermasyarakat antar individu. Nilai pendidikan sosial
mengacu pada hubungan individu dengan individu yang lain dalam sebuah
masyarakat. Bagaimana seseorang harus bersikap, bagaimana cara mereka
menyelesaikan masalah, dan menghadapi situasi tertentu juga termasuk
55
dalam nilai sosial. Dalam masyarakatIndonesiayang sangat beraneka ragam
coraknya, pengendalian diri adalah sesuatu yang sangat penting untuk
menjaga keseimbangan masyarakat. Sejalan dengan tersebut nilai sosial
dapat diartikan sebagai landasan bagi masyarakat untuk merumuskan apa
yang benar dan penting, memiliki ciri-ciri tersendiri, dan berperan penting
untuk mendorong dan mengarahkan individu agar berbuat sesuai norma
yang berlaku.
Budaya appalili mengandung nilai pendidikan sosial karena
merupakan hikmah yang dapat diambil dari perilaku sosial dan tata cara
hidup sosial dan perilaku sosial berupa sikap seseorang terhadap peristiwa
yang terjadi di sekitarnya yang ada hubungannya dengan orang lain, cara
berpikir, dan hubungan sosial bermasyarakat antar individu.
d. Nilai Pendidikan Budaya : Nilai-nilai budaya merupakan sesuatu yang
dianggap baik dan berharga oleh suatu kelompok masyarakat atau suku
bangsa yang belum tentu dipandang baik pula oleh kelompok masyarakat
atau suku bangsa lain sebab nilai budaya membatasi dan memberikan
karakteristik pada suatu masyarakat dan kebudayaannya. Sistem nilai
budaya merupakan inti kebudayaan, sebagai intinya ia akan mempengaruhi
dan menata elemen-elemen yang berada pada struktur permukaan dari
kehidupan manusia yang meliputi perilaku sebagai kesatuan gejala dan
benda-benda sebagai kesatuan material. Sistem nilai budaya terdiri dari
konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar warga
masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap amat bernilai
56
dalam hidup. Karena itu, suatu sisitem nilai budaya biasanya berfungsi
sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia.
Berdasarkan penjelasan di atas maka appalili mengandung nilai
pendidikan kebudayaan karena sudah jelas merupakan perilaku sebagai
kesatuan gejala dan benda-benda sebagai kesatuan material terdiri dari
konsepsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran yang harus mereka
anggap amat bernilai dalam hidup.
2. Nilai Pendidikan pada Budaya Appalili berdasarkan Penelitian dan
Dikaitkan dengan Teori
Pada teori yang dipaparkan pada bab sebelunya dijelaskan bahwa budaya
Appalili itu, dilakukan turun temurun dari masa penjajahan oleh para pemeluk
Hindu yang berlanjut ke nenek moyang yang berlanjut sampai sekarang.
Mengitari suatu tempat yang dianggap keramat diiringi oleh rapak gendang khas
Makassar dan seekor sapi yang berada dibarisan paling depan rombongan yaitu
sapi yang siap dipotong pada hari pesta khitanan tersebut.
Berdasarkan wawancara dan pertanyaan yang diberikan kepada beberapa
masyarakat maka, penulis menganggap bahwa kegiatan ini sebenarnya pernah
dihilangkan namun ada kejadian-kejadian yang terdapat di desa tersebut yang
kemudian masyarakat menganggap kalau kegiatan itu tidak dilaksanakan maka
akan mendapat bencana bahkan ada yang kesurupan. Pada akhirnya sejak saat itu
kegiatan tersebut kembali dilaksanakan oleh masyarakat di Desa tersebut.
57
Namun, jika penulis melihat dari apa yang penulis teliti maka, kegiatan
tersebut memang merupakan kegiatan yang bernilai musyrik yang dilarang dalam
agama Islam. Apalagi masyarakat tersebut terlalu meyakini ritual tersebut, namun
ada beberapa hal yang menguntungkan juga dari kegiatan itu, yakni:
1. Orang-orang yang ikut bergabung dalam pesta tersebut bisa ikut makan
bersama setelah sapi yang dipotong itu disajikan dan dibagikan kebeberapa
tetangga.
2. Bahwa setiap daerah pasti mempunyai adat, budaya dan kebiasaan-kebiasaan
yang unik, akan tetapi tidak boleh terlalu diyakini karena ada Allah Swt.
Yang wajib untuk diyakini.
3. Dengan melaksanakan kegiatan Appalili maka akan diperlihatkan dan
diperdengarkan suara gendang khas Makassar yang tentunya anak-anak yang
menyaksikannya akan mengikutinya yang tentunya akan ada generasi yang
dapat melanjutkan pengetahuan bermain gendang khas Makassar. Bukan
hanya itu saja, anak-anak perempuan juga dapat menyaksikan tarian khas
yang kadang ditampilkan dalam acara tersebut.
Intinya meskipun budaya adalah sesuatu yang muncul dari suatu daerah,
tapi jangan sampai kita manusia yang berpendidikan dan sudah modern tidak
mengingat kepada yang namanya hukum agama khususnya agama Islam. Kita
tidak perlu meninggalkan budaya karena itu adalah ciri khas daerah masing-
masing namun, arahkan pemikiran dengan niat yang baiknya saja.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa:
Pandangan masyarakat terhadap Appalili di Saukang pada Desa Manjapai
Kecamatan Bontonompon Kabupaten Gowa dilatarbelakangi dari faktor tradisi
yang sejak kecil melihat dari nenek moyang mereka yang melalukan hal seperti
itu. Hal ini karena dengan Appalili di Saukang maka tempat/penghuni tempat
tersebut bisa menjawab dan menyembuhkan cepat penyakit yang disebabkan
tidak pernah membawa sesajen ketempat tersebut. Fenomena yang sering terjadi
ketika Appalili yakni, untuk orang-orang yang ingin melaksanakan pesta bahkan
jika tidak dilaksanakan ada juga yang kesurupan (kabatangngang), bermimpi
buruk dan ketika ingin menanam tanaman maupun memanen tanaman serta
ketika ingin bangun rumah dan lain-lain yang berhubungan dengan kepercayaan-
kepercayaan yang gaib/mistik.
Peranan Pendidikan Agama Islam masyarakat desa Manjapai pada
dasarnya sudah mulai membaik dalam artian sudah banyak yang mengenyam
pendidikan di sekolah-sekolah. Namun, masih saja mempercayai kegiatan
Appalili tersebut yang merupakan perbuatan musyrik dan tentunya dalam
menyikapi hal tersebut yaitu mendoktrin anak-anak utamanya yang
berpendidikan agar tidak meniru kebiasaan orang tua yang berhubungan dengan
Appalili ketempat keramat, dan mengarahkan anaknya agar bersekolah di sekolah
56
57
pesantren serta sering mendengarkan ceramah-ceramah, dan mengikuti pengajian
khususnya pembahasan Aqidah dan agama dalam Islam.
Nilai pendidikan yang terdapat pada budaya appalili tersebut ialah nilai
pendidikan sosial, moral dan nilai pendidikan kebudayan yaitu dengan
mempertontonkan cara menggunakan gendang dan tari khas Makassar maka,
anak-anak yang ikut melihatnya akan menirunya dan tentunya diperlukan
generasi untuk mengangkat nilai-nilai budaya kita, hanya saja kita sebagai
generasi modern perlu meluruskan niat dan tujuan dari kegiatan tersebut, bukan
meyakini bahwa tanpa Appalili akan membuat kita mendapat bala atau susah.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas maka penulis menyarankan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Perlu agar generasi selanjutnya tidak lagi mencontoh kebiasaan orang tua
yang berhubungan dengan Appalili di Saukang di Desa Manjapai Kecamatan
Bontonompo Kabupaten Gowa.
2. Perlu diadakan kegiatan keagamaan seperti pengajian, Pengkaderan Ikatan
Pelajar Muhammadiyah (PIPM), dan lebih banyak menyekolahkan anaknya
ke sekolah pesantren atau sekolah ke agamaan dan paling tidak
menanggulangi yang putus sekolah.
3. Budaya harus dilestarikan agar kearifan lokal tetap terjaga namun harus
memperbaiki niat agar terhindar dari perbuatan musyrik.
58
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Ukasyah, Ath, Manan, dan Thayyibi. 7 Dosa Besar, terj. Amir Hamzah
Fachruddin, Jakarta : Pustaka Al-Kautsar. 1999.
Al-Abrasy, M. Arifin. Ilmu Pendidikan Islam Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis
Berdasarkan Interdisipliner. Jakarta : Bumi Aksara. 1993.
Al-Baqir. Mengobati Penyakit Hati, Membentuk Akhlak Mulia. Jakarta : Karisma.
1994.
Aly, Hery Noer dan Munzier. Watak Pendidikan Islam. Jakarta : Friska Agung
Insani. 2008.
Al-Ghazali, Muhammad. Khuluqul Qur’an (Akhlak Alquran), terj. Anwar Masy’ari.
Surabaya : PT. Bina Ilmu.
Al-Munir, Mahmud Samir. Guru Teladan dibawah Bimbingan Allah. Jakarta : Gema
Insani. 2008.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta :
Rineka Cipta. 2006.
Asrory, Zainal. Agama dan Budaya (Akulturasi Budaya). Malang : UIN Malang.
2008.
Departemen Agama RI. Alquran Tajwid dan Terjemahannya. Bandung : PT. Syaamil
Cipta Media. 2006.
Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta : Pt.
Intermasa, 1991. h.531.
Hasana, Nur. Kamus Besar Bergambar Bahasa Indonesia. Jakarta : PT. Bina Sarana
Pustaka. 2007.
Idrus, Muhammad. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta : Erlangga : 2009
IkaHentihu.http://forum.kompas.com/sulawesi/47479-tau-takalar-anrinniki-attudang-
sipulung-pacarita.html.2011.
Koentjaraningrat. Pokok-Pokok Antropologi Sosial. Jakarta : Penerbitan Universitas.
1980.
59
Masdudin, Ivan. Kearifan Budaya Lembah Baliem, cet. I. Jakarta : Buana Cipta
Pustaka. 2009.
Muliyono Sumardi. Penelitian Agama, Masalah Pendidikan dan Pemikran. Jakarta :
Raja Grafindo Persada. 1982. h. 71.
Notowidagdo, Rohiman. Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Alquran dan Hadits.
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. 2002. h. 22.
Sudjono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.
2008.
S. Nasution. Metode Penelitian Geografi. Jakarta : PT. Bumi Aksara. 2005. h.49.
Trinisar, Andarini. Ensiklopedia Kebudayaan Indonesia 2, cet. I. Jakarta : Buana
Cipta Pustaka. 2009.
Yunus, Mardiawaty. Ilmu Pendidikan Islam. Makassar : STAI Yapis Takalar. 2009.
LAMPIRAN
SOAL WAWANCARA
DENGAN BAPAK KEPALA DESA MANJAPAI
1. Berapakah jumlah penduduk desa Manjapai?
2. Bagaimanakah sejarah perkembangan desa Manjapai ditinjau dari kepala desa
pertama samapai sekarang?
3. Berapakah jumlah mesjid yang ada di desa Manjapai?
4. Berapakah jumlah Sekolah yang terdapat di desa Manjapai?
5. Bagaimanakah kondisi ekonomi mayarakat desa Manjapai ditinjau dari segi
pertanian, peternakan ataupun jenis usaha msyarakat?
6. Bagaimanakah letak atau kondisi pemerintahan desa Manajapai?
SOAL WAWANCARA/PERTANYAAN
BEBERAPA MASYARAKAT
1. Bagaimanakah tanggapan anda tentang faktor-faktor yang melatar belakangi
mengapa masayarakat melaksanakan kegiatan Appalili di Saukang?
2. Bagaimanakah tanggapan anda tentang perbuatan Appalili di Saukang yang
katanya membawa kebaikan pada kehidupan?
3. Bagaimanakah pendapat anda tentang Fenomena yang sering terjadi ketika
melaksanakan kegiatan Appalili di Saukang?
4. Bagaimanakah tanggapan anda, jika dikatakan bahwa Appalili memang
tradisi kalau mendapat masalah?
5. Bagaimanakah tanggapan anda terhadap Peranan Islam dalam mengatasi
Fenomena Appalili ini?
6. Apa yang anda pikirkan tentang hukum Appalili dalam agama islam?
7. Bagaimana pendapat anda tentang dampak negative Appalili dari budaya
tersebut?
8. Bagaimanakah pendapat anda jika dikatakan bahwa Appalili merupakan
perbuatan syirik?
DOKUMNETASI TENTANG PESTA KHITANAN
YANG MELAKSANAKAN APPALILI DI SAUKANG
SABTU, 16 SEPTEMBER 2017
TEMPAT-TEMPAT YANG DI ANGGAP KERAMAT
SESERAHAN YANG DIBAWAH SAAT MELAKUKAN PROSESI APPALILI
RIWAYAT HIDUP
Muh. Rudi, lahir di Data Desa Manjapai Kecamatan Bontonompo
Kab. Gowa pada Tanggal, 25 Juni 1993. Anak Pertama dari
empat bersaudara, merupakan buah hati dari pasangan Amirudin
Dg. Tangnga dan Syamsiarah Dg. Rampu. Penulis mulai
memasuki jenjang pendidikan pada tahun 1999 di SD Negeri Karebasse dan tamat
pada tahun 2005. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke MTS
Muhammadiyah Kaluarrang dan tamat pada tahun 2008. Pada tahun yang sama
penulis melanjutkan pendidikan ke SMK Garudaya Bontonompo dan tamat pada
tahun 2011. Pada tahun 2013 penulis melanjutkan pendidikan di Universitas
Muhammadiyah Makassar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dengan Program
Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (S1). Dan insyaAllah akan mendapat
gelar sarjana Pendidikan (S.Pd) pada tahun 2017. Dengan skripsi yang berjudul
“Nilai Pendidikan dalam Budaya Appalili di Saukang pada Masyarakat di Desa
Manjapai Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa”.