nilai-nilai pendidikan islam dalam buku...

81
NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU TASAWUF MODERN BUYA HAMKA SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) RINI SETIANI NIM.106011000156 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M/1432 H

Upload: dangduong

Post on 01-Feb-2018

231 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU

TASAWUF MODERN BUYA HAMKA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

RINI SETIANI

NIM.106011000156

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011 M/1432 H

Page 2: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

v

ABSTRAK

Judul : Nilai-Nilai Pendidikan Islam Dalam Buku Tasawuf Modern Buya Hamka,

Nama : Rini Setiani, NIM. 106011000156, Jurusan Pendidikan Agama Islam,

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011

M/1432 H, hlm. xi+75.

Pendidikan Islam dewasa ini sangat mengalami kemajuan dan perkembangan

yang signifikan, hal ini terlihat pendidikan saat ini banyak mengalami modifikasi,

transformasi bahkan metamorphosis ke dalam model atau bentuk pendidikan Islam

formal. Untuk mewujudkan tujuan pendidikan Islam yaitu membentuk manusia yang

cerdas dan berakhlak mulia, memerlukan konsep yang matang. Ajaran Islam memiliki

dua aspek yaitu aspek eksoteris (lahiriyah) dan aspek esoteris (batiniyah) yang

seharusnya terintegrasi dalam pendidikan Islam. Hal yang bersifat esoteric dewasa

masih relatif sering diabaikan dalam dunia pendidikan saat ini, oleh karena itu

pembelajaran Islam hendaknya tidak hanya mementingkan aspek jasmaniyah semata,

tetapi harus menyentuh ranah ruhani yang bisa membentuk peserta didik manjadi insan

yang memahami hakikat kehidupan.

Tasawuf sebagai salah satu kajian dalam Islam sangat kaya akan nilai-nilai Islam

yang bisa diaplikasikan dalam khazanah pendidikan Islam, terutama dalam bidang

ruhani dan akhlak. Dengan nilai-nilai yang ada dalam tasawuf, pendidikan Islam akan

lebih kaya makna, lebih dari itu peserta didik tidak hanya mengetahui pokok-pokok

pendidikan Islam secara teoritis, tapi mereka juga dapat mengetahui ruh serta makna

pendidikan Islam.

Hamka adalah salah satu tokoh ulama Indonesia yang concern dalam kajian

keislaman salah satunya dalam bidang tasawuf. Dari beberapa karyanya ia menulis

tentang tasawuf, yang salah satu karyanya adalah buku Tasawuf Modern. Pada masanya

buku Tasawuf Modern adalah buku yang fenomenal dan mendapat animo yang luar

biasa dari masyarakat. Dalam buku Tasawuf Modern banyak ditemukan nilai-nilai yang

bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dan tentunya juga dalam dunia

pendidikan Islam.

Dari buku tersebut setidaknya terdapat tiga pokok pembahasan mengenai nilai-

nilai pendidikan Islam, yaitu pendidikan keimanan, pendidikan akhlak dan pendidikan

spiritual. Memperteguh keimanan dengan cara memahami dan memperbanyak

membaca Al Qur’an, memahami hadist Nabi, serta bertafakur kepada Allah adalah

contoh nilai pendidikan keimanan yang dibahas dalam buku Tasawuf Modern. Nilai

pendidikan akhlak terlihat dengan penjelasan Hamka tentang macam-macam akhlak

terpuji diantaranya adalah malu, sidiq, qona’ah, amanat, iklhlas dan tawakal. Sementara

mencegah penyakit hati dan mengobatinya serta menjadikan iman sebagai terapi untuk

menjaga kesehatan jiwa mendidik kita untuk memperkuat spiritualitas.

Pada penelitian ini penulis ingin mengetahui tentang nilai-nilai pendidikan

Islam yang terkandung dalam buku Tasawuf Modern buya Hamka. Metode penelitian

yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriftif

analisis dan kajian pustaka. Setelah data terkumpul dan tercatat dengan baik, maka

langkah selanjutnya adalah menganalisa data. Proses analisa dilakukan dengan

menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, kemudian data tersebut

dianalisis dan dipelajari secara cermat dan dideskripsikan yang selanjutnya memberikan

gambaran dan penjelasan serta diuraikan.

Page 3: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi

rahmat dan karunia yang tidak terhingga, sehingga penyusunan skripsi dengan

judul “ Nilai-Nilai Pendidikan Islam dalam Buku Tasawuf Modern Hamka” dapat

terselesaikan dengan baik.

Shalawat teriring salam semoga tetap tercurah kepada nabi akhir zaman,

suri tauladan yang paling baik, da’i yang telah melakukan reformasi dari

kejahiliyahan kepada peradaban Islami, dengan menegakan ajaran Al Qur’an yang

suci, melalui gerakan dakwah yang hakiki. Nabi Besar Muhammad SAW.

Penulisan skripsi ini merupakan proses yang panjang, diawali dengan niat

dan tekad, serta dukungan dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini bisa selesai.

Penulis menyadari keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari berbagai

pihak baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu sudah sepantasnya

penulis mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Bapak Bahrissalim, M.Ag

3. Bapak Prof. Dr. H. M. Ardani dosen pembimbing yang telah tulus ikhlas

memberikan petunjuk dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan

skripsi ini.

4. Bapak Dr. Zaimudin, MA dosen penasehat Akademik yang telah melayani

konsultasi dan memberikan arahan kepada penulis.

5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen serta civitas akademika Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan yang dengan penuh kesabaran dan keihklasan

dalam mentransfer segala ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama

kuliah

6. Kedua orang tuaku Bapak Nurrahman dan Ibu Juju Jubaedah serta adiku

tercinta Rita hardianti dan Rian Hardiana yang telah memberikan

dukungan moril dan materil serta doa restunya kepada penulis.

Page 4: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

vii

7. Terima kasih penulis haturkan kepada kanda Rahmi syauqi Ilahi yang

dengan sabar membimbing dan memberi motivasi kepada penulis.

8. Rekan rekan Mahasiswa PAI angkatan 2006 khususnya kelas D yang telah

menemani penulis belajar di kampus peradaban selama empat tahun, serta

kawan-kawan IMM Cabang Ciputat yang telah banyak memberikan

pembelajaran kepada penulis, terutama Irma Tazkiyya, Tsauroh Arrisalati,

Nursyakinah Nasution dan Mayang Maharani yang tinggal satu atap ,

terima kasih sudah bersedia menjadi tempat sharing dan berbagi cerita.

Akhirnya hanya kepada Allah jualah penulis memohon perlindungan.

Semoga skripsi ini memberikan manfaat bagi kita semua, khususnya penulis, dan

umumnya pembaca. Amin.

Jakarta, Februari 2011

Penulis

Rini Setiani

Page 5: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i

LEMBAR PERSETUJUAN ................................................................................ ii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv

ABSTRAK ............................................................................................................ v

KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi

DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1

B. Penegasan Istilah ........................................................................ 9

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah .......................................... 10

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 10

E. Metodologi Penelitian ................................................................. 10

BAB II TINJAUAN UMUM PENDIDIKAN ISLAM

A. Pengertian Pendidikan Islam ...................................................... 13

B. Nilai-Nilai Pendidikan Islam ...................................................... 18

C. Sumber-Sumber Pendidikan Islam ............................................. 19

D. Tujuan pendidikan Islam ............................................................ 22

Page 6: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

ix

BAB III KAJIAN TERHADAP BUKU TASAWUF MODERN BUYA

HAMKA

A. Sekilas Biografi Buya Hamka .................................................... 25

B. Latar Belakang Penulisan Buku Tasawuf Modern ...................... 28

C. Tasawuf dalam Persfektif Pemikiran Hamka ............................. 29

D. Bahagia Menurut Hamka ............................................................ 35

BAB IV NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM YANG TERKANDUNG

DALAM BUKU TASAWUF MODERN BUYA HAMKA

A. Nilai Pendidikan Keimanan ........................................................ 43

B. Nilai Pendidikan Akhlak ............................................................ 49

C. Nilai Pendidikan Spiritual .......................................................... 58

D. Relevansi Buku Tasawuf Modern dengan Nilai-Nilai ............... 66

E. Pendidikan Islam ......................................................................... 65

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................. 68

B. Saran ........................................................................................... 71

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 72

LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................. 76

Page 7: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tasawuf merupakan kajian yang menarik, baik dalam kerangka ajaran

Islam maupun dalam konteks perkembangan peradaban Islam. Harun

Nasution, Barmawi Umarie dan para ahli ilmu tasawuf lainnya, umumnya

mengemukakan bahwa tasawuf berasal dari kata sufi, maknanya orang yang

suci atau diliputi kesucian, tasawuf merupakan ilmu pengetahuan yang

mempelajari cara seseorang berada sedekat mungkin dengan Allah.1

Al-Junaid menyebutkan bahwa tasawuf ialah keluar dari budi, perangai

yang tercela dan masuk kepada budi perangai yang terpuji.2Dan seseorang

yang mengamalkan tasawuf disebut sufi, dalam bahasa Arab , kata sufi berasal

dari kata sufah, siffah, sofie dan suffah. Masing-masing kata memiliki makna

yang berbeda, namun secara mendasar berarti “kesucian” dan “keikhlasan”

menerima segala ketentuan Allah yang di ekspresikan dengan berbagai cara.3

Dalam perkembanganya tasawuf dapat diklasifikasikan menjadi

beberapa macam, Departemen Agama (Depag) dan Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (LIPI) seperti dikutip oleh Muhammad Solikhin dalam

buku Tasawuf Aktual (2004), mengklasifikasikan tasawuf menjadi tiga

1 Harun Nasution, Falsafat dan mistisisme Dalam Islam, (Jakarta:Bulan Bintang, 1973), h.

56. 2 Hamka, Tasauf Moderen, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987) h. 13.

3 Ahmad Khalil, Merengkuh Bahagia, (Malang: UIN Malang Press,2007), h. 7.

Page 8: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

2

macam, yaitu tasawuf akhlaqi, tasawuf amaly dan tasawuf falsafi.4 Tasawuf

akhlaqi adalah ajaran tasawuf yang membahas kesempurnaan dan kesucian

jiwa melalui proses pengaturan sikap mental dan pendisiplinan tingkah laku.

Taswauf amaly adalah tasawuf yang membahas tentang bagaimana cara

mendekatkan diri kepada Allah, yang konotasinya adalah thariqoh. Sedangkan

tasawuf falsafy adalah bentuk tasawuf yang memadukan antara visi mistis dan

visi rasional, baik dalam kerangka teoritis maupun praktis. Meskipun

demikian, dalam prakteknya ketiganya tidak dapat dipisahkan. Hal ini

sebagaimana kasyaf yang dialami oleh sufi falsafy tetap melakukan latihan

rohani dengan mengendalikan kekuatan syahwat serta menggairahkan ruh

dengan jalan melakukan zikir.

Para ilmuwan sejarah umumnya menyimpulkan bahwa tasawuf adalah

sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

berawal pada abad ke-9 masehi, atau sekitar dua ratus tahun sesudah kelahiran

Islam.5 Pada mulanya tasawuf merupakan perkembangan dari pemahaman

tentang makna institusi-institusi Islam. Sejak zaman sahabat dan tabi’in,

kecenderungan orang terhadap ajaran Islam secara lebih analitis sudah

muncul, pada saat itu ajaran Islam dipandang dari dua aspek, yaitu aspek

lahiriyah dan aspek batiniyah. Pengalaman dan pendalaman aspek dalamnya

mulai terlihat sebagai hal yang paling utama, namun tanpa mengabaikan aspek

luarnya yang dimotivasikan untuk membersihkan jiwa.6

Sejarah mencatat adanya konflik tajam antara jenis penghayatan

keagamaan yang bersifat lahiriyah dan batiniyah. Di kalangan umat Islam

tidak sedikit yang menyebutkan bahwa tasawuf telah menyimpang dari ajaran

Islam, bahkan ada para pemikir dan peneliti yang menyebutkan bahwa salah

satu yang menjadi sebab mundurnya umat Islam adalah tasawuf.7 Hal ini

dikarenakan ajaran tasawuf ada yang bercampur dengan mistis budaya lokal

4 Muhammad Solikhin, Tasawuf Aktual,(Semarang: Pustaka Nuun, 2004), h. 10.

5 Khalil, Merengkuh…, h. 7.

6 Rosihon Anwar dan. Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), h.

49. 7 SIMUH, Taswauf dan perkembanganya dalam Islam, (Jakarta: PT RajaGrapindo

Persada, 1997), h. 18.

Page 9: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

3

tertentu, sehingga mereka meninggalkan kehidupan dunia dan banyak

menyimpang dari syari’at Islam.

Padahal Islam tidak mengharamkan kedudukan dan kenikmatan dunia,

bahkan memandang harta kekayaan dan pangkat atau kedudukan sebagai

sarana ibadah yang paling mulia. Selain itu ajaran-ajaran seperti

Manunggaling Kawula Gusti dan sejenisnya yang dipopulerkan oleh beberapa

ahli sufi adalah salah satu ajaran tasawuf yang dianggap sesat oleh sebagian

umat Islam. Namun demikian gerakan tasawuf juga mendapat sambutan luas

dari kalangan umat Islam bahkan penyebaran Islam menjadi lebih mudah

berkat dakwah yang dilakukan oleh para sufi.

Buya Hamka adalah seorang intelektual muslim Indonesia

kontemporer yang concern dalam berbagai pemikiran Islam, salah satunya

dalam bidang ilmu tasawuf. Salah satu karya Hamka dalam bidang ilmu

tasawuf termaktub dalam karyanya yang berjudul Tasawuf Modern (139).

Tasawuf Modern merupakan karya Buya Hamka yang sangat fenomenal,

sebelum dijadikan buku, “Tasawuf Modern” merupakan salah satu rubrik

dalam majalah “Pedoman Masayarakat” (1937). Akan tetapi respon

masayarakat sangat baik sehingga ada sebagian masyarakat yang menganggap

bahwa tasawuf modern merupakan obat yang bisa menentramkan jiwanya.

Hamka juga memberikan keterangan tentang mengapa rubrik yang dipakai di

dalam menuangkan tulisannya itu bernama Tasawuf Modern. Menurutnya,

meskipun tulisan yang ia tuangkan juga merujuk pada buku-buku tasawuf

(klasik), akan tetapi hal itu dimaksudkan untuk mengetengahkan ilmu tasawuf

yang telah dipermodern.

Luasnya pengaruh tasawuf dalam hampir seluruh episode peradaban

Islam menandakan tasawuf relevan dengan kebutuhan umat Islam. Tasawuf

Modern Hamka sangat penting artinya bagi dunia saat ini, karena masyarakat

telah terperangkap dalam pola pikir rasional dan mencampakkan dimensi

batin, hingga melahirkan gaya hidup yang materialis dan hedonis, dalam arti

masyarakat hanya berfikir kehidupan duniawi semata tanpa menghiraukan

kehidupan ukhrawi.

Page 10: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

4

Dari fenomena disorientasi paradigma kehidupan masyarakat tersebut,

telah mengakibatkan lahirnya berbagai penyimpangan kemanusian yang

terjadi di segala sektor kehidupan, seperti: korupsi, penindasan terhadap kaum

lemah, penyalahgunaan kekuasaan, penyalahgunaan obat-obatan terlarang,

eksploitasi sumberdaya alam hingga menimbulkan kerusakan lingkungan,

dekadensi moral dan lain sebagainya.

Di sisi lain ada sebagian orang yang terlalu terlena dengan tradisi

sufisme mistik, mereka meyakini dengan meninggalkan kehidupan dunia akan

mendapatkan kebahagian batin yang akhirnya menghantarkan mereka pada

singgasana kemuliaan kelak di akhirat. Dengan pemahaman tersebut,

mengakibatkan mereka tidak mau tahu terhadap berbagai penyimpangan yang

terjadi di sekeliling mereka. Mereka acuh terhadap hiruk pikuk keramaian

zaman, karena mengurusi yang demikian dianggap sebagai kesiasiaan belaka.

Menurut Hamka, tasawuf ibarat jiwa yang menghidupkan tubuh dan

merupakan jantung dari ke-Islaman. Oleh karena itu, sangat tepat jika

pendekatan Tasawuf menjadi salah satu daya tarik diterimanya Islam di

Indonesia. Lebih jauh lagi tasawuf telah meniupkan spiritnya ke dalam hampir

seluruh kebudayaan Islam. Tarekat-tarekat sufi sebagai institusi terorganisasi,

memiliki peran signifikan dalam matriks masyarakat muslim yang lebih besar,

eksistensinya telah memainkan pengaruh besar atas seluruh struktur

masyarakat.

Dalam refleksinya Hamka sering memperkenalkan konsep neo zuhud,

yaitu ajaran yang menyatakan kecintaan terhadap dunia yang tidak

proposional merupakan kenistaan. Dalam buku Tasawuf Modern, Hamka

mengutip perkataan K.H Mas Mansur ”80 % didikan Islam kepada

keakhiratan dan 20 % kepada keduniaan. Tetapi kita lupa memenangkan yang

tinggal 20 % lagi itu sehingga menjadi hina”.8

Zuhud sendiri pada dasarnya berarti Manahan diri dari sesuatu yang

mubah karena kekhawatiran kita terikat padanya. Dari definisi tersebut dapat

dipahami bahwa alasan bagi perlunya zuhud terletak pada ketidakbolehan kita

8 Hamka, Tasawuf Modern, h. 16.

Page 11: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

5

terikat pada sesuatu yang bersifat duniawi. Dengan kata lain tidak ada

salahnya bila terlibat terhadap hal-hal yang bersifat duniawi selama masih

bersifat proporsional.9

Hal ini dengan gamblang di dukung oleh firman Allah pada surat al

Qasash ayat 77

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu

(kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu

dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain)

sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat

kerusakan di muka bumi. Sesungguhnhya Allah tidak menyukai orang-orang

yang berbuat kerusakan.

Karunia Allah di dunia sangat banyak diantaranya, kesehatan,

kekuatan dan kesejahteraan. Manusia tidak dilarang untuk memiliki harta akan

tetapi yang tidak boleh adalah terlalu sibuk dan tenggelam mengurus harta

sehingga lupa kewajibannya sebagai makhluk kepada khaliknya. Jadi inti dari

zuhud kuncinya adalah kata proposionalitas.

Dalam memaknai pengertian tasawuf, Hamka sepakat dengan definisi

tasawuf menurut Al Junaid yaitu keluar dari budi pekerti yang tercela dan

masuk pada budi pekerti yang terpuji. Menurut Hamka tasawuf yang suci dan

murni bukanlah lari dari gelombang hidup, tasawuf yang sejati adalah paduan

dalam menempuh hidup. Tasawuf yang sejati bukanlah lari ke hutan,

melainkan lebur ke dalam masyarakat, sebab masyarakat perlu akan

bimbingan rohani. Tasawuf yang sejati bukanlah “khilafayah dan ikhtilafiyah”

(ilmu berselisih).

9 Khalil, Merengkuh…, h. 67.

Page 12: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

6

Hamka berpendapat, bertasawuf bisa dilakukan sambil melakukan

aktifitas duniawi, bahkan sambil berdagang sekalipun kita dapat bertasawuf

pada saat yang sama. Junaid Al Bagdadi yang bergelar “Syaikh at Thaifah”

membuka kedai kain di tengah kota Bagdad, ia telah mempraktekan

bertasawuf sambil berladang atau sambil bekerja.10

Hamka melihat bahwa tasawuf beroleh sumbernya yang otentik dari

ajaran-ajaran islam sendiri, seperti telah dijelaskan di atas. Tapi aliran-aliran

tasawuf yang ada sering menyimpang dari paham ortodoksinya. Sebagaimana

diketahui bahwa Hamka memang berusaha membersihkan tasawuf dari unsur

yang bertentangan dengan tauhid, namun demikian ia memang memilki

apresiasi terhadap tasawuf dan berpandangan bahwa taswauf diperlukan oleh

masyar akat.

Terhadap taswauf yang telah menyimpang dan mengalami deviasi,-

yang mengajarkan sikap-sikap yang mengharamkan pada diri sendiri dan

terhadap barang yang dihalalkan Tuhan, Hamka mengatakan bahwa tasawuf

yang demikian tidaklah berasal dari islam. Selanjutnya ia berkata bahwa

zuhud yang melemahkan itu bukanlah bawaan islam. Semangat Islam adalah

semangat bekerja, berjuang bukan semangat malas, rapuh dan melempem.

Menurut Hamka maksud dari tasawuf yang sebenarnya adalah membersihkan

jiwa, mendidik, dan mempertinggi derajat budi serta memerangi syahwat.

Muhammad Solihin dalam bukunya Tasawuf Aktual mengutip

pendapat Hasan Hanafi seorang pemikir Islam kontemporer tentang istilah

tasawuf progresif yang mengarahkan orang untuk bersikap progresif, aktif dan

produktif. Sebagai akibat dari pencerahan spiritualnya melalui aplikasi

tasawuf setiap harinya. Sehingga tidak ada istilah tasawuf sebagai anti

kemoderenan, penghambat krativitas dan penghalang kemajuan. Bahkan

menurut Hasan Hanafi tasawuf aplikatif, jika operasionalnya dilaksanakan

secara benar, akan mampu membangkitkan semangat revolusioner, dalam

produk pemikiran maupun aksi seorang muslim.11

10

Hamka, Pandangan Hidup Muslim, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1992), h. 49-50. 11

M. Solihin, Tasawuf Aktual…., h. 20

Page 13: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

7

Apabila tasawuf dimaknai dengan pemahaman yang lebih konstuktif,

edukatif dan progresif sebagaimana telah diutarakan para pemikir muslim

kontemporer di atas, maka tasawuf akan lebih memiliki peran signifikan

dalam khazanah pendidikan Islam, yang bertujuan mencetak generasi muda

yang cerdas, soleh dan berakhlak mulia.

Sejak awal budaya manusia, pendidikan pada hakikatnya merupakan

proses sosialisasi yang menyebarkan nilai-nilai dan pengetahuan yang

terakumulasi dalam masyarakat. Dr. al A’la Afifi dalam studinya tentang

tasawuf klasik memaparkan bahwa tasawuf berperan besar dalam

mewujudkan sebuah revolusi moral spiritual dalam masyarakat. Bertasawuf

yang benar berarti sebuah pendidikan bagi kecerdasan emosi dan spiritual.

Dan bukankah aspek moral –spiritual ini merupakan ethical basic atau al

asasiatul akhlakiyah bagi suatu formulasi sosial seperti dunia pendidikan.12

Hal tersebut senada dengan definisi pendidikan Islam, seperti yang

diungkapkan oleh Mohamad Kanal Hasan sebagaimana dikutip Taufiq

Abdullah Dan Sharon mendefinisikan pendidikan Islam sebagai suatu proses

yang komprehensif dari pengembangan kepribadian manusia secara

keseluruhan, yang meliputi intelektual, spiritual, emosi dan fisik. Sehingga

seorang muslim disiapkan dengan baik untuk melaksanakan tujuan

kehadirannya disisi Tuhan sebagai hamba dan wakilnya di muka bumi.

Tujuan pendidikan adalah untuk membentuk manusia seutuhnya.

Seutuhnya dalam arti keutuhan antara jasmani dan rohani. Pendidikan yang

merupakan derivasi (turunan dari) Education (inggris) , tarbiyah- ta’dib dan

ta’lim (Arab) menunjuk adanya proses yang berkesinambungan bagi manusia.

Proses meliputi keseluruhan unsur baik kognitif, afektif dan psikomotorik.

Bila proses tidak berjalan secara simultan maka yang terjadi adalah split

personality (diri yang terpisah) pada setiap orang.13

12

Said Aqil Siroj, Tasawuf Sebagai kritik Sosial, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2006), h.

53. 13

Abdurrahman, Meaningful Learning, (Yogyakarta: pustaka pelajar 2007), h.74.

Page 14: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

8

Pembelajaran bervisi spiritual diharapkan bisa mengantisipasi adanya

split personality dan mereposisi pendidikan pada tempatnya sebagai jalan

mencari hakikat esensial diri manusia.

Ajaran Islam dapat di bagi dua aspek yaitu aspek eksoteris (lahiriyah)

dan aspek esoteric (batiniyaniah). Dan seharusnya pendidikan Islam

mementingkan kedua-duanya. Hal yang bersifat esoteric masih sering di

abaikan dalam dunia pendidikan saat ini. Dalam mengajarkan ibdah misalnya,

seperti shalat yang lebih ditekankan masih dalam tataran pengetahuan tentang

syarat, rukun, dan hal-hal yang membatalkanya. Sementara aspek esoteric

salat yaitu makna shalat untuk membentuk pribadi muslim yang baik masih

kurang diperhatikan.

Aspek esoteric dalam Islam di sebut tasawuf . Dengan lemahnya

pengajaran aspek esoteris dalam Islam berarti juga bahwa pengajaran tasawuf

dalam pendidikan Islam masih kurang. Padahal seharusnya pengajaran

taswauf dilakukan secara seimbang dengan aspek eksoteris Islam. Karena

tanpa ada pengajaran tasawuf yang seimbang, maka anak didik kurang

menghayati makna ajaran Islam.14

Tasawuf modern Hamka adalah sebuah karya yang tidak hanya berisi

pelajaran tentang kesucian batin, tetapi juga berisi tentang kekuatan iman dan

jiwa yang merupakan pondasi dari pendidikan Islam. Buku Tasawuf Modern

sangat kaya dengan nilai-nilai pendidikan islam yang bisa di aplikasikan

dalam dunia pendidikan.

Dalam karya yang monumental ini ia memaparkan secara singkat

tentang tasawuf. Kemudian secara berurutan ia paparkan pula tentang makna

kebahagiaan disertai pendapat para ilmuan, bahagia dan agama, bahagia dan

utama, kesehatan jiwa dan badan, harta benda dan bahagia, sifat qana’ah,

kebahagiaan yang dirasakan Rasulullah, hubungan ridha dengan keindahan

alam, tangga bahagia, celaka, dan munajat kepada Allah.

14

Sudirman Tebba, Tasawuf Positif; Manfaat Tasawuf dalam Kehidupan Sehari-hari,

(Ciputat: Penerbit pustaka Irvan: 2003), h.

Page 15: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

9

Dari pembahasan sekilas di atas, penulis melihat bahwa begitu banyak

nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam buku Tasawuf Modern

karya Hamka yang perlu dikaji lebih dalam. Maka dari itu dalam penulisan

skripsi ini penulis mengambil judul “ NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM

DALAM BUKU TASAWUF MODEREN BUYA HAMKA .”

B. Penegasan Istilah

Agar mempermudah dan tidak menimbulkan kesalahpahaman dalam

memahami penelitian kami yang berjudul: Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam

buku Tasawuf Modern Buya Hamka, penulis menyertakan penegasan istilah

dalam judul tersebut.

1. Nilai Pendidikan Islam

Nilai, Inggris (value); Latin (valere) berarti: berguna, mampu akan,

berdaya, berlaku, kuat. Nilai adalah kualitas suatu hal yang menjadikan hal

itu dapat disukai, diinginkan, berguna atau dapat menjadi objek

kepentingan Pendidikan diartikan pengubahan cara berfikir atau tingkah

laku dengan cara pengajaran, penyuluhan dan latihan. Sedangkan Islam

dalam pendidikan Islam menunjukkan hasil pendidikan tertentu yang

sesuai dengan ajaran Islam.

2. Tasawuf Modern

Buku Tasawuf Modern adalah buku karya Buya Hamka tahun 1939

sebagai karangan bersambung dalam majalah pedoman masyarakat yang

terbit di Medan. Atas permintaan pembaca tasawuf Modern diterbitkan

sebagai sebuah buku pada tahun 1939.

Dari penegasan istilah di atas maksud dari penilitian yang berjudul

nilai-nilai pendidikan Islam dalam buku Tasawuf Modern Buya Hamka

yaitu nilai pendidikan Islam adalah kualitas suatu hal yang menjadikan

berguna, untuk mengubah cara berfikir atau tingkah laku dengan cara

pengajaran yang sesuai dengan ajaran Islam.

Page 16: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

10

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah.

Adapun batasan masalahnya adalah:

1. Tasauf dalam pandangan Buya Hamka

2. Makna nilai-nilai pendidikan Islam, landasan serta tujuan pendidikan Islam

3. Nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam buku Tasawuf

Modern, yaitu nilai pendidikan keimanan, akhlak dan spiritual

Adapun perumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pemikiran tasawuf dalam persfektif Hamka

2. Nilai-nilai pendidikan Islam apa yang terkandung dalam buku Tasawuf

Modern Buya Hamka.

D. Tujuan dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi nilai-

nilai pendidikan Islam dalam buku tasawuf modern Buya Hamka

2. Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

a. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi tentang penentuan

sikap-sikap yang seharusnya dimiliki manusia dan dapat memberikan

manfaat terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam

pendidikan Islam.

b. Secara Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat mengajarkan bahwa terdapat banyak

pelajaran yang didapatkan dari buku Tasawuf Modern yang bisa

diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

E. Metodologi Penelitian

1. Metode Pengumpulan Data

Teknik atau metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode penelitian kepustakaan atau study literature (library research) yaitu

Page 17: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

11

dengan melakukan penelitian pada buku, artikel dan dokumen yang

berhubungan dengan tema skripsi. Penelitian kepustakaan dimaksudkan

untuk menelaah, mengkaji dan mempelajari berbagai literature yang erat

kaitanya dengan masalah yang dibahas.

Sebagai sumber data penulis menggunakan sumber data primer dan

sekunder sumber data primer diperoleh dari buku Tasawuf Modern karya

Hamka, sedangkan sumber data sekundernya yaitu buku-buku yang relevan

dengan pembahasan baik karya Hamka seperti, Renungan Tasawuf,

Pandangan Hidup Muslim, Tasawuf perkembangan dan pemurnianya,

maupun karya orang lain yang berhubungan dengan penelitian ini.

2. Metode Analisis Data

Penelitian yang penulis lakukan tergolong pada penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan cara berfikir

secara induktif, artinya penelitian kualitatif bergerak dari bawah, peneliti

mengumpulkan data sebanyak mungkin tentang persoalan penelitian,

kemudian data-data tersebut dicari pola, hukum dan prinsip-prinsip.15

Proses menganalisis data, penulis menggunakan metode deskriptif

analisis yang terdiri dari tiga kegiatan, diantaranya adalah reduksi data,

penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Pertama, setelah

pengumpulan data selesai, maka tahap selanjutnya adalah mereduksi data

yang telah diperoleh, yaitu dengan menggolongkan, mengarahkan,

membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasi data, dengan demikian

maka dapat ditarik kesimpulan.

Tahap kedua, data akan disajikan dalam bentuk narasi, kemudian

tahap ketiga akan dilakukan penarikan kesimpulan dari data yang

diperoleh.

Kemudian penelitian ini menggunakan teknik analisis isi (Content

analysis). Content analysis adalah teknik analisis terhadap berbagai sumber

informasi termasuk bahan cetak dan bahan non cetak.

15

Prasetya Irawan, Penelitian kulaitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta:

Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI, 2007), Cet. 1, h. 10

Page 18: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

12

3. Teknik Penulisan

Teknik atau metode penulisan skripsi ini berpedoman pada buku

Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007.

Page 19: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

13

BAB II

TINJAUAN UMUM PENDIDIKAN ISLAM

A. Pengertian Pendidikan Islam

Pendidikan dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan education.

Menurut Frederick J. MC. Donald pendidikan adalah : “Education in the sense

used here, is a process or an activity which is directed at producing desirable

changes in the behavior of human being”1 (pendidikan adalah proses yang

berlangsung untuk menghasilkan perubahan yang diperlukan dalam tingkah

laku manusia).

Istilah pendidikan sesungguhnya berasal dari bahasa Yunani yaitu

paedagogy yang dimaknai dengan seseorang yang tugasnya membimbing

anak pada masa pertumbuhanya sehingga menjadi anak yang mandiri dan

bertanggung jawab.2

Dalam kamus besar bahasa indonesia disebutkan bahwa pendidikan

adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang atau sekelompok

orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

pelatihan.3

1 Frederick J. MC. Donald, Educational Psychology, (Tokyo: Overseas Publication

LTD,1959), h. 4. 2 Dr. Zurinal Z dan Wahdi Sayuti S. Ag, Ilmu Pendidikan Pengantar dan Dasar-Dasar

Pelaksanaan Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press), h. 2. 3 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi II (Jakarta:Balai Pustaka,

1994).

Page 20: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

14

Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati dalam bukunya “ilmu Pendidikan”

(2001) telah mengemukakan beberapa pengertian pendidikan, diantaranya; 1).

John Dewey, mangartikan pendidikan sebagai proses pembentukan

kecakapan-kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah

alam dan sesama manusia. 2). SA. Bratanata dkk, mengartikan pendidikan

sebagai usaha yang sengaja diadakan baik langsung maupun dengan cara yang

tidak langsung untuk membantu anak dalam perkembanganya menuju

kedewasaan. 3). Kihajar Dewantara, mengartikan pendidikan adalah menuntun

segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia

dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan

yang setinggi-tingginya.4

Sedangkan dalam Undang-undang RI No. 20 tentang sisdiknas pada

pasal satu menyebutkan bahwa :

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara.5

Menurut H. M. Arifin, pendidikan adalah usaha orang dewasa secara

sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan

dasar anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal maupun non formal.6

Dan menurut Prof Dr. Moh Ardani pendidikan adalah bimbingan atau

pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan

rohani terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.7

Dari beberapa pengertian yang telah diuraikan di atas dapat

disimpulkan bahwa pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha manusia

untuk dapat membantu, melatih, dan mengarahkan anak melalui transmisi

4 Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan, cet.2, (Jakarta:Rineka Cipta, 2001),

h.69. 5 Undang-undang RI No.20 tentang Sisdiknas, cet,II, (bandung: Fokusmedia, 2003), h. 3.

6 H.M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama, (Jakarta : Bulan Bintang,

1976) h. 12. 7 Moh. Ardani, Kapita Selekta Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT mitra

cahayaUtama), h. 4.

Page 21: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

15

pengetahuan, pengalaman, intelektual, dan keberagamaan orang tua (pendidik)

dalam kandungan sesuai dengan fitrah manusia supaya dapat berkembang

sampai pada tujuan yang dicita-citakan yaitu kehidupan yang sempurna

dengan terbentuknya kepribadian yang utama.

Di dalam khazanah pemikiran pendidikan Islam, terutama karya-karya

ilmiah berbahasa Arab, terdapat berbagai istilah yang dipergunakan oleh

ulama dalam memberikan pengertian tentang pendidikan Islam dan sekaligus

diterapkan dalam konteks yang berbeda-beda.8

Pendidikan Islam menurut Langgulung setidaknya tercakup dalam

delapan pengertian, yaitu al tarbiyah al diniyah (pendidikan keagamaan),

ta’lim al-din (pengajaran agama), al ta’lim al diny (pengajaran keagamaan), al

ta’lim al islamy (pengajaran keislaman), tarbiyah almuslimin (pendidikan

orang-orang Islam), al tarbiyah fi al islam (pendidikan dalam Islam), al

tarbiyah inda almuslimin (pendidikan dikalangan orang-orang Islam), dan al

tarbiyah al islamiyah (pendidikan Islami).9

Dalam bahasa arab ada beberapa istilah yang biasa dipergunakan

dalam pengertian pendidikan, seperti kata ta’lim (تعليم), tarbiyah (تربيه), dan

kata ta’dib (تاديب).

Ta’lim (تعلىم), berarti pengajaran, seperti dalam firman Allah SWT

dalam al-Qur’an yang berbunyi:

Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,

Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman:

"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar

orang-orang yang benar." (QS. Al- Baqarah: 31).

8 Muhaimin. et. Al, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,

2004), h. 36. 9 Muhaimin, Paradigma…, h. 36.

Page 22: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

16

Tarbiyah (تربيه) berarti pendidikan, dengan kata kerja rabba (ربى)

berarti mendidik.10

Sebagaimana firman Allah SWT :

Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh

kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka

keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil".

(al-Isra:24).

Ta’dib (تاديب) berarti pendidikan yang berhubungan dengan prilaku

atau akhlak dalam kehidupan yang lebih mengacu pada peningkatan martabat

manusia.11

Seperti sabda Rasul yang berbunyi :

Dari abu Burdah Abu Musa al-Asy’ari ra Nabi saw bersabda: ‘’laki-laki

manapun yang memiliki perempuan hendaknya ia mendidiknya….(HR.

Bukhari).

Apabila uraian di atas kita perhatikan, terdapat perbedaan pemaknaan

di antara istilah-istilah tersebut. Ta’lim lebih bersifat informatif, yaitu usaha

pemberian ilmu pengetahuan sehingga seseorang menjadi berilmu (tahu).

Istilah ta’dib mengesankan proses pembinaan terhadap sikap moral dan etika

dalam kehidupan yang lebih mengacu kepada peningkatan martabat manusia.

Sedangkan tarbiyah mengandung makna lebih luas, tercakup didalamnya

pengertian ta’lim dan ta’dib.

HAMKA memposisikan pendidikan sebagai proses ta’lim dan

menyampaikan sebuah misi (tarbiyah) tertentu. Tarbiyah kelihatanya

mengandung arti yang lebih komprehensif dalam memaknai pendidikan Islam,

baik vertical maupun horizontal. Prosesnya merujuk kepada pemeliharaan dan

pengembangan seluruh potensi fitrah peserta didik, baik jasmaniyah maupun

rohaniyah.

Misi pendidikan Islam menitikberatkan pada tujuan penghambaan dan

kekhalifahan manusia, yaitu hubungan pemeliharaan manusia terhadap

makhluk Allah lainnya, sebagai perwujudan tanggung jawabnya sebagai

10

Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. II, (Jakarta: Bumi Aksara dan Dirjen

Lembaga Islam Depag RI, 1992), h. 25. 11

Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, (Jakarta, Logos Wacana Ilmu, 1997), h.

8.

Page 23: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

17

khalifah dimuka bumi, serta hubungan timbal balik antara manusia dengan

alam sekitarnya secara harmonis. Bila kata tarbiyah ditarik pada pengertian

interaksi edukatif, pandangan Hamka tentang tarbiyah mengandung makna:

1). Menjaga dan memelihara pertumbuhan fitrah (potensi) peserta didik untuk

mencapai kedewasaan. 2). Mengembangkan seluruh potensi yang dimilkinya,

dengan berbagai sarana pendukung (terutama bagi akal dan budinya). 3).

Mengarahkan seluruh potensi yang dimiliki peserta didik menuju kebaikan

dan kesempurnaan seoptimal mungkin. 4). Kesemua proses tersebut kemudian

dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan irama perkembangan peserta

didik.12

Hamka membedakan pengertian pendidikan dan pengajaran.

Menurutnya pendidikan Islam merupakan serangkaian upaya yang dilakukan

pendidik. Untuk membantu membentuk watak, budi, akhlak, dan kepribadian

peserta didik, sehingga ia dapat membedakan mana yang buruk dan mana

yang baik. Sementara pengajaran Islam adalah upaya untuk mengisi

intelektual peserta didik dengan sejumlah ilmu pengetahuan.13

Secara Terminologi pendidikan Islam menurut Ahmad D Marimba adalah

bimbingan jasmani maupun rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam

menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.14

Achmadi dalam bukunya Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan,

(1992), mendefinisikan pendidikan Islam adalah segala usaha untuk

memelihara dan mengembangkan fitrah manusia serta sumber daya insan yang

berada pada subjek didik menuju terbentuknya manusia seutuhnya (insan

kamil) sesuai dengan norma Islam atau dengan istilah lain yaitu terbentuknya

kepribadian muslim.15

Athiyah al-Abrasyi menyatakan bahwa pendidikan Islam ialah untuk

mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia,

12

Samsul Nizar, Memperbincangkan dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang

Pendidikan Iislam, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), h. 109-110. 13

Nizar, Memperbincangkan …,h. 111. 14

Marimba, Pengantar Filsafat …., h. 21. 15

Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya

media,1992), h. 14.

Page 24: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

18

mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, teratur

pikiranya, halus perasaanya, mahir dalam pekerjaanya, manis tutur katanya

baik dengan lisan atau tulisan.16

Dari beberapa pengertian pendidikan Islam di atas, pendapat yang

lebih terperinci adalah hasil rumusan seminar Pendidikan Islam se-Indonesia

tanggal 7 sampai dengan 11 Mei 1960, di Cipayung Bogor, menyatakan

bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan terhadap pertumbuhan jasmani dan

rohani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan,

melatih, mengasuh, dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.17

Masih banyak lagi pengertian pendidikan Islam menurut para ahli,

namun dari sekian banyak pengertian pandidikan Islam yang dapat kita petik,

pada dasarnya pendidikan Islam adalah usaha bimbingan jasmani dan rohani

pada tingkat kehidupan individu dan sosial untuk mengembangkan fitrah

manusia berdasarkan hukum-hukum Islam menuju terbentuknya manusia

ideal (insan kamil) yang berkepribadian muslim dan berakhlak terpuji serta

taat pada Islam sehingga dapat mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.

B. Nilai-Nilai Pendidikan Islam

Nilai adalah substansi, esensi atau sifat-sifat yang melekat pada sebuah

hakikat atau objek. Dalam kajian filsafat, nilai adalah salah satu kajian dari

aksiologi yang membahas tentang ada (being) dengan nilai (value), kalau

dirumuskan ada = sesuatu + nilai. Tidak ada sebuah nilai apabila tidak ada

sesuatu yang menyemat nilai tersebut, jadi sebuah nilai akan sangat tergantung

pada penegembannya, yaitu sesuatu.

Sidi Gazalba sebagaimana dikutip oleh Chabib Thoha dalam Kapita

Selekta Pendidikan (1996), Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ia

ideal, nilai bukan benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan

salah yang menuntut pembuktian empirik, melainkan penghayatan yang

16

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta : kalam Mulia, 2002), h. 3. 17

Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, cet.2, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 16.

Page 25: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

19

dikehendaki dan tidak dikehendaki.18

Sedang menurut Chabib Thoha nilai

merupakan sifat yang melekat pada sesuatu (sistem kepercayaan) yang telah

berhubungan dengan subjek yang memberi arti (manusia yang meyakini).19

Jadi nilai adalah sesuatu yang besifat objektif dan tetap, sesuatu yang

menerangkan tentang baik, buruk, indah atau buruknya sesuatu yang terlebih

dahulu telah diketahui. Nilai-nilai pendidikan Islam berarti sifat-sifat objektif

Islam yang melekat pada sebuah system, model, metode ataupun aktifitas

pendidikan yang bersumber dari ajaran Islam .

Lebih dari itu fungsi pendidikan Islam adalah pewarisan dan

pengembangan nilai-nilai dienul Islam serta memenuhi aspirasi masyarakat

dan kebutuhan tenaga disemua tingkat dan bidang pembangunan bagi

terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Dalam pendidikan Islam terdapat bermacam-macam nilai Islam seperti

nilai keimanan, akhlak dan spiritual yang mendukung dalam pelaksanaan

pendidikan bahkan menjadi suatu rangkaian atau sistem di dalamnya. Nilai

tersebut menjadi dasar pengembangan jiwa peserta didik sehingga bisa

memberi out put bagi pendidikan yang sesuai dengan harapan masyarakat

luas.

C. Sumber-Sumber Pendidikan Islam

Pendidikan Islam sangat memperhatikan penataan individual dan

social yang membawa penganutnya pada pemelukan dan pengaplikasian Islam

secara komprehensif. Agar penganutnya mampu memikul amanat yang

dikehendaki Allah, pendidikan Islam harus kita maknai secara rinci. Landasan

Pendidikan Islam adalah fundamen atau asas agar pendidikan Islam dapat

berdiri tegak dan tidak mudah roboh. Dasar Pendidikan Islam secara garis

besar ada dua yaitu Al Qur’an dan sunnah.

18

HM. Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

1996), h. 61. 19

Thoha, Kapita Selekta…, h. 61.

Page 26: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

20

1. Al Qur’an

Al-Qur’an adalah kalam Allah (perkataan Allah) yang diturunkan

sebagai wahyu dan merupakan mukjizat agung kepada Nabi Muhammad

SAW melalui malaikat Jibril. Al-Qur’an ini juga dipandang sebagai

keagungan (majid) dan penjelasan (mubin). Kemudian seringkali di sebut

petunjuk (hidayah) dan buku (kitab).20

Kedudukan Al Qur’an sebagai sumber dapat dilihat dari kandungan

surat Al Baqarah ayat 2 :

Ialah Kitab (al-Quran) yang tidak ada keraguan di dalamnya,

petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. (QS. Al-baqoroh : 2).

Selanjutnya firman Allah SWT dalam surat Asy Syura ayat 17 :

Allah SWT yang telah menurunkan kitab dengan membawa

kebenaran dan menurunkan neraca keadilan (QS. Asy Syura: 17).

Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam sudah barang tentu harus

dijadikan dasar pijakan atau asas bagi pendidikan Islam. Banyak sekali

terma-terma tentang pendidikan yang dapat kita temukan di dalam Al-

Qur`an baik secara eksplisit maupun implisit. Abul A’la al-Maududi

menjelaskan bahwa mendidik dan memelihara merupakan salah satu dari

sekian banyak makna implisit yang terkandung di dalam kata rabb. Allah

adalah rabbul alamin yang universal dan tiada batas. Karena manusia

berkomunikasi dan menitikberatkan pendidikan bagi manusia yang ada di

muka bumi ini, maka akan sangat relevan jika Allah diyakini yang telah

mengajar manusia di muka bumi ini dengan nama-nama dari segala

sesuatu yang ada.21

20

Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al Qur’an,

(Jakarta:Rieneka Cipta, 2007), h. 17. 21

Abdullah, Teori-Teori …, h. 19.

Page 27: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

21

Al-Qur’an memberikan pandangan yang mengacu kepada

kehidupan di dunia ini, maka asas-asas dasarnya harus memberi petunjuk

kepada pendidikan Islam. Seseorang tidak mungkin dapat berbicara

tentang pendidikan Islam apabila tanpa mengambil Al-Qur’an sebagai

salah satu rujukan. Salah satu contohnya di dalam Al-Qur’an terdapat

ajaran yang berisi prinsip-prinsip yang berkenaan dengan kegiatan atau

usaha pendidikan itu. Sebagai contoh dapat dibaca dalam kisah Luqman

yang mengajari anaknya dalam surat Luqman.22

Al-Qur’an adalah petunjuk-Nya yang apabila dipelajari akan

membantu menemukan nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman berbagai

problem hidup. Apabila dihayati dan diamalkan menjadi pikiran rasa dan

karsa mengarah pada realitas keimanan yang dibutuhkan bagi stabilitas dan

ketentraman hidup pribadi dan masyarakat.23

2. Al-Sunnah

Selain Al-Qur’an yang berfungsi sebagai dasar pijakan dan prinsip

pendidikan Islam, Al-Sunnah sebagai tuntunan hidup rasulullah Saw

adalah sumber ke dua yang sama-sama memiliki peranan vital dalam

membangun dasar-dasar dan prinsif pendidikan Islam. Secara harfiah

sunnah berarti jalan, metode dan program. Secara istilah sunnah adalah

perkara yang dijelaskan melalui sanad yang shahih baik itu berupa

perkataan, perbuatan atau sifat Nabi Muhammad Saw.

Sebagaimana Al-Qur’an, al-sunnah berisi petunjuk-petunjuk untuk

kemaslahatan manusia dalam segala aspeknya yang membina manusia

menjadi muslim yang bertaqwa. Dalam dunia pendidikan, al-sunnah

memiliki dua faedah yang sangat besar, yaitu :

1). Menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat dalam Al-Qur’an

atau menerangkan hal-hal yang tidak terdapat didalamnya.

22

Daradjat, ,Ilmu Pendidikan…, h. 20. 23

M. Qurais Shihab, wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), h. 13.

Page 28: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

22

2). Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan rasulullah Saw

bersama anak-anaknya dan penanaman keimanan kedalam jiwa yang

dilakukannya. 24

D. Tujuan Pendidikan Islam

Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah kegiatan

selesai dan memerlukan usaha dalam meraih tujuan tersebut. Pengertian tujuan

pendidikan adalah perubahan yang diharapkan pada subjek didik setelah

mengalami proses pendidikan baik pada tingkah laku individu dan kehidupan

pribadinya maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya di mana

individu hidup.25

Adapun tujuan pendidikan Islam ini tidak jauh berbeda dengan yang

dikemukakan para ahli, menurut Ahmadi, tujuan pendidikan Islam adalah

sejalan dengan pendidikan hidup manusia dan peranannya sebagai makhluk

Allah SWT yaitu semata-mata hanya beribadah kepada-Nya.26

Firman Allah

SWT dalam Al Qur’an:

Dan tidaklah aku menciptakan jin dan manusia melainkan supayamereka

menyembahku (QS. Adz-Dzariyat : 56).27

Al-Gazali sebagaimana dikutip oleh Fatiyah Hasan Sulaiman

menjelaskan bahwa tujuan pendidikan Islam dapat diklasifikasikan kepada:

a. Membentuk insan purna yang pada akhirnya dapat mendekatkan diri

kepada Allah SWT

b. Membentuk insan purna yang untuk mendapat kebahagiaan hidup baik

dunia dan akhirat.28

24

Abdurrahman An Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, (Bandung:

Diponegoro, 1992), h. 47. 25

Zuhairini, et. al. Filsafat pendidikan Islam, (Jakarta : Bina Aksara, 1995) h. 159. 26

Ahmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya

media,1992), h. 63. 27

RHA Soenardjo, et. al, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Al Wa’ah, 1993), h.

862. 28

Fatiyah Hasan Sulaeman, Sistem Pendidikan Versi Al Ghazali, cet ke 11, terj.

Fathurrahman, (Bandung : Al maarif, 1986), h. 24.

Page 29: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

23

Dari dua tujuan pendidikan Islam menurut Al Gahazali di atas dapat

dipahami bahwa dalam merumuskan tujuan pendidikan Al-Ghazali tidak

hanya mementingkan kehidupan ukhrowi semata akan tetapi juga kebahagiaan

dunia.

Sedangkan tujuan pendidikan islam menurut Ibnu Khaldun terbagi

menjadi dua yaitu:

1. Tujuan keagamaan, maksudnya adalah beramal untuk akhirat, sehingga ia

menemui tuhannya dan telah menunaikan hak-hak Allah yang di wajibkan

keatasannya.

2. Tujuan ilmiah yang bersifat keduniaan, yaitu apa yang di ungkapkan oleh

pendidikan modern dengan tujuan kemanfaatan atau persiapan untuk

hidup.29

Secara filosofis, pendidikan Islam bertujuan untuk membentuk al insan

kamil atau manusia paripurna. Beranjak dari konsep di atas, maka setidaknya

pendidikan Islam seyogyanya diarahkan pada dua dimensi yaitu: pertama,

dimensi dialektika horizontal terhadap sesamanya. Kedua, dimensi ketundukan

vertical kepada Allah.30

Pada dimensi pertama pendidikan hendaknya mengembangkan

pemahaman tentang kehidupan konkret dalam konteks dirinya, sesama

manusia, dan alam semesta. Akumulasi berbagai pengetahuan, keterampilan

dan sikap mental merupakan bekal utama pemahaman terhadap kehidupan.

Sementara pada dimensi kedua memberikan arti bahwa pendidikan sains dan

teknologi selain menjadi alat untuk memanfaatkan, memelihara dan

melestarikan sumber daya alami, juga menjadi jembatan dalam mencapai

hubungan yang abadi dengan sang pencipta. Untuk itu pelaksanaan ibbadah

dalam arti seluas luasnya adalah merupakan sarana yang dapat menghantarkan

manusia ke arah ketundukan vertical kepada khaliknya.

Dalam pandangan Hamka, tujuan pendidikan Islam adalah mengenal

dan mencari keridhoan Allah, membangun budi pekerti untuk berakhlak mulia,

29

Ramayulis, Ilmu …, h. 71. 30

A.M. Saepudin, Desekularisasi Pemikiran Landasan Islami, (Bandung: Mizan,1991), h.

126.

Page 30: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

24

serta mempersiapkan peserta didik untuk hidup secara layak dan berguna di

tengah-tengah komunitas sosialnya.

Armai Arif dalam bukunya “Pengantar Ilmu dan metodologi

Pendidikan Islam” secara rinci menjelaskan bahwa tujuan pendidikan Islam

terbagi kepada: tujuan umum, tujuan sementara, tujuan akhir, dan tujuan

operasional. Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua

kegiatan pendidikan baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan

sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah peserta didik diberi

sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam sebuah kurikulum.

Tujuan akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar peserta didik menjadi

manusia-manusia sempurna (insan kamil) setelah ia mengahabisi sisa

umurnya. Sementara tujuan operasinal adalah tujuan praktis yang akan di capai

dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu.31

Dari beberapa pemaparan dari para ahli tentang tujuan pendidikan

Islam diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan dalam Islam adalah bagian

dari perjalanan hidup dan tujuan diciptakannya manusia yaitu semata-mata

untuk beribadah (menghamba) kepada Allah Swt. Selain itu pendidikan Islam

juga bertujuan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia paripurna

(insan kamil), sesuai ajaran dan pribadi rasulullah Saw guna mendekatkan diri

kepada Allah SWT demi mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

31

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,

2002), h. 18-19.

Page 31: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

25

BAB III

KAJIAN TERHADAP BUKU TASAWUF MODERN BUYA HAMKA

A. Sekilas Biografi Buya Hamka

Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) adalah “anak Minang”

yang lahir di sungai Batang Maninjau (sumatera Barat) pada hari ahad, tanggal

16 februari 1908 M/13 Muharam 1326 H dari kalangan keluarga yang terkenal

sangat taat beragama.1Ayahnya adalah Haji Abdul Karim Amrullah atau sering

disebut Haji Rasul bin syekh Muhammad Amrullah (gelar Tuanku Kisai) bin

Tuanku Abdullah Saleh. Haji Rasul merupakan salah seorang ulama yang

pernah mendalami agama di Mekkah, pelopor kebangkitan kaum mudo. Dan

tokoh Muhammadiyah di Minangkabau. Sementara ibunya bernama Siti

Shafiyah Tanjung binti Haji Zakaria (w. 1934). Dari data di atas dapat

diketahui bahwa Hamka berasal dari keturunan yang taat beragama dan

memilki hubungan dari generasi pembaharu Islam di Minangkabau pada akhir

abad XVIII dan awal abad XIX.

Sejak kecil ia menerima dasar-dasar agama dan memebaca Al-Qur’an

langsung dari ayahnya. Ketika usia 6 tahun, ia dibawa ayahnya ke Padang

Panjang. Pada usia 7 tahun , ia kemudian dimasukan ke sekolah desa --yang

hanya sempat dienyam sekitar tiga tahun-- dan malamnya Hamka belajar

mengaji dengan ayahnya sampai khatam.

Ketika berusia 12 tahun, kedua orang tuanya bercerai. Perceraian kedua

orang tuanya ini merupakan pengalaman pahit yang dialaminya. Tak heran jika

1 HAMKA, Kenang-kenangan Hidup, Jilid I, (Jakarta:Bulan Bintang, 1979), h. 9.

Page 32: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

26

pada fatwa-fatwanya, ia sangat menentang tradisi kaum laki-laki minangkabau

yang menikah lebih dari satu perempuan (poligami), sebab menurut Hamka

hal tersebut sangat berpotensi untuk merusak ikatan dan keharmonisan rumah

tangga.2

Pendidikan formal yang dilaluinya sangat sederhana. Mulai tahun 1916

sampai 1923 ia belajar agama pada lembaga pendidikan Diniah School Padang

panjang, serta Sumatera Thawalib padang Panjang dan di Parabek.3 Walaupun

pernah duduk di kelas VII, akan tetapi ia tidak punya ijazah. Guru-gurunya

waktu itu antara lain4 Syekh Ibrahim Musa Parabek, Engku Mudo Abdul

Hamid Hakim, Sutan Marajo, dan Syekh Zainuddin Labay El yunusi.

Di tahun 1924 ia berangkat ke Yogya, dan mulai mempelajari

pergerakan pergerakan Islam yang mulai bergelora. Ia mendapat kursus

pergerakan Islam dari H.O.S TJokroaminoto, H. Fakhrudin, RM suryo pranoto

dan iparnya sendiri A.R. St. Mansur yang pada waktu itu ada di Pekalongan.5

Di tahun 1935 dia pulang ke Padang Panjang. Waktu itulah mulai

tumbuh bakatnya sebagai pengarang. Buku yang mula-mula dikarangnya

adalah bernama “Khatibul Ummah”. Di awal tahun 1927 dia berangkat pula

dengan kemauanya ke Mekkah, sambil menjadi koresponden dari harian

Islam” Tanjung Pura Langkat”, dan pembantu dari “Bintang Islam” dan

“Suara Muhammadiyah” Yogyakarta.

Atas desakan iparnya, A.R. St. Mansur ia kemudian di ajak pulang ke

Padang panjang untuk menemui ayahnya yang demikian merindukanya.

Sesampainya di Padang Panjang, ia kemudian di nikahkan dengan Siti Raham

binti Endah Sutan, yang merupakan anak mamaknya (anak paman) pada

tanggal 5 april 1929. Pernikahan Hamka dengan Siti Raham berjalan harmonis

dan bahagia. Dari perkawinanya dengan Siti Raham, Hamka memiliki

beberapa putera dan peteri, yaitu: Zaki, Rusdy, Fakhri, Azizah, Irfan, Aliyah,

Fathiyah, Hilmi, Afif dan Syakib. Stelah istrinya meninggal dunia, satu

2 HAMKA, Kenang-kenangan Hidup, h. 63-74

3 HAMKA, Tasawuf Modern, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987) h. xv.

4 HAMKA, Tasawuf…, h. 2.

5 HAMKA, Tasawuf…, h. 9.

Page 33: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

27

setengah tahun kemudian, tepatnya tahun 1973, ia menikah lagi dengan

perempuan asal Cirebon yaitu Hj. Siti Khadijah.6

Pada tahun 1928 keluarlah buku romanya yang pertama dalam bahasa

Minangkabau berjudul Si Sabarariyah. Waktu itu pula ia memimpin majalah

“Kemajuan Zaman” yang terbit hanya beberapa nomor. Di tahun 1929

keluarlah buku-bukunya antara lain, Agama dan perempuan, Pembela Islam,

Adat Minangkabau dan Agama Islam, Kepentingan Tabligh, Ayat-Ayat Mi‟raj

dan lain-lain.

Di tahun 1930 Hamka mulai menjadi penulis mengarang pada surat

kabar “Pembela Islam” Bandung, dan pada saat itu pula mulai berkenalan

dengan M. Natsir, A Hasan dan tokoh Islam lainnya. Ketika beliau pindah ke

Makassar diterbitkanya majalah Al Mahdi.7

Pada tahun 1934 ia meninggalkan Makasar dan kembali ke padang

panjang untuk meneruskan cita-citanya dan mengelola kuliyatul mubalighin

antara tahun 1934-1935. Tujuan lembaga ini adalah untuk mencetak para

mubaligh. Pada beberapa mata pelajaran penting seperti ilmu usul fiqh dan

mantiq, ilmu ikhtilaful mazahib, ilmu tafsir dan ilmu arudh. Akan tetapi

karena honorarium tak cukup untuk menghidupi keluarganya, maka bulan

januari 1936, ia memutuskan untuk berangkat ke Medan. Di Medan bersama

M Yunan Nasution ia mendapat tawaran dari H Asbiran Ya’kub dan Muhamad

Rosami (bekas sekertaris Muhammadiyah Bengkalis) untuk memimpin

majalah mingguan Pedoman Masyarakat.

Meskipun banyak rintangan dan kritikan, sampai tahun 1938 peredaran

majalah ini berkembang cukup pesat. Perkembangan majalah “Pedoman

Masyarakat” yang cukup menggembirakan ini telah ikut meningkatkan

ekonomi keluarganya. Melalui rubrik “Tasawuf Modern”, tulisanya telah

mengikat hati para pembacanya, baik masyarakat awam maupun kaum

intelektual, untuk menantikan dan membaca setiap terbitan pedoman

masyarakat.

6 Rusydi Hamka, Pribadi dan Martabat Buya Prof. Dr. HAMKA, (Jakarta Pustaka

Panjimas: 1983) h. ix, 34 dan 107. 7 HAMKA, Tasawuf …, h. 10.

Page 34: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

28

Pemikiran-pemikiranya yang cerdas yang dituangkan dalam majalah

“Pedoman Masyarakat” merupakan alat yang menjadi penghubung anatara

dirinya dengan kaum intelektual lainya, seperti Natsir, Hatta, Agus Salim, dan

Muhammad Isa Ansari.

Ketika zaman pendudukan Jepang banyak terjadi kejadian yang

mengecewakan rakyat. Salah satu kekecewaannya yaitu diberangusnya

majalah pedoman masyarakat. Namun kebijakan Jepang yang merugikan

tersebut tidak membuat semangat HAMKA menjadi luntur, ia masih sempat

menerbitkan majalah “Semangat Islam”. Namun demikian kehadiran majalah

ini tidak dapat menggantikan majalah pedoman masyarakat yang telah

demikian melekat di hati pembacanya.

Hamka juga dipercaya menjadi ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI)

pada tahun 1975. Namun dua bulan sebelum wafatnya, Hamka mengundurkan

diri dari kepemimpinan MUI. Pengunduranya ini disebabkan adanya persepsi

yang berbeda antara pemerintah dengan MUI tentang perayaan natal bersama

antara umat Kristen dan umat Islam.

Setelah pengunduran dirinya dari MUI, Hamka masuk rumah sakit

karea serangan jantung yang cukup parah. Setelah kurang lebih satu minggu di

rawat di rumah sakit pusat Pertamina, tepatnya pada tanggal 24 Juli 1981,

Hamka menghembuskan nafas terakhirnya dengan di kelilingi oleh orang-

orang tercintanya, istrinya khadijah, putranya Afif Amrullah dan sahabat-

sahabat terdekatnya. Hamka berpulang ke rahmatullah pada usia 73 tahun.8

B. Sekilas Latar Belakang Penulisan Buku Tasawuf Modern

Pada tahun 1936 ketika Hamka hijrah ke Medan, ia beserta M Yunan

Nasution mendapat tawaran dari H Asbiran Ya’kub dan Muhamad Rosami

(bekas sekertaris Muhammadiyah Bengkalis) untuk memimpin majalah

mingguan “Pedoman Masyarakat”. Pada majalah ini Hamka juga dipercaya

menulis pada sebuah rubrik yang bertajuk “Tasawuf Modern”.

8 Rusydi Hamka, Pribadi dan Martabat Buya Prof. Dr. Hamka, (Jakarta: Pustaka

Panjimas 1983), h. 195-196

Page 35: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

29

Pada rubrik tersebut Hamka mulai menulis sebuah tulisan berseri sejak

tahun 1937 dengan mengambil judul “Bahagia”.9 Tulisan Hamka yang berjudul

“Bahagia” ini menerangkan tentang bentuk-bentuk dan cara-cara menggapai

kebahagiaan menurut ajaran Islam dan diperkaya dengan mengutip dari para

pemikir dan filosof barat dan kontemporer.

Bagi Hamka, tulisannya tersebut selain sebagai kekayaan ilmu

pengetahuan, tapi juga diharapkan dapat membantu setiap pembacanya yang

mengalami kegundahan dan keresahan untuk menemukan ketentraman jiwa.

Bahkan Hamka sendiri mengakui bahwa tulisannya tersebut kerap dibacanya

sendiri guna menasihati dan menentramkan jiwanya. Jadi tulisan Hamka ini

sesungguhnya lebih banyak bersifat tuntunan aplikatif dan mengambil

permasalahan kehidupan sehari-hari sebagai objek kajiannya.

Seiring berjalannya waktu, banyak dari pembaca majalah “Pedoman

Masyarakat” yang sangat menaruh perhatian apresiatif kepada artikel berseri

tersebut, bahkan setiap majalah “Pedoman Masyarakat” mengeluarkan edisi

baru, maka hampir semua mata pembaca tertuju pada rubric “Tasawuf

modern”.

Dengan animo yang cukup tinggi dari para pembaca, maka setelah seri

tulisan “Bahagia” ini berakhir pada tahun 1938 dengan edisi 43, banyak yang

meminta supaya Hamka membukukan tulisannya tersebut. Berkat dukungan

dari majalah “Pedoman Masyarakat” dan penerbit “As-Syura”, kumpulan

tulisan tersebut terbit untuk pertama kalinya pada bulan Agustus 1939 dalam

bentuk buku yang berjudul Tasawuf Modern yang diambil dari nama rubrik

majalah “Pedoman Masyarakat” yang telah membesarkan dan mempopulerkan

tulisan tersebut.

C. Tasawuf Dalam Persfektif Pemikiran HAMKA

Secara etimologi pengertian tasawuf dapat dilihat dari beberapa

pengertian, pertama, tasawuf berasal dari istilah yang dikonotasikan dengan

ahlu suffah, yang berarti sekelompok orang dimasa Rasulullah yang hidupnya

9 HAMKA, Tasawuf…, h. 1.

Page 36: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

30

banyak berdiam diserambi –serambi masjid, dan mereka mengabdikan

hidupnya untuk beribadah kepada Allah.

Kedua, ada yang mengatakan tasawuf itu berasal dari kata shafa, kata

shafa ini berbentuk fi‟il mabni majhul sehingga menjadi isim mulhaq dengan

huruf ya nisbah , yang berarti sebagai nama bagi orang-orang yang bersih atau

suci. Maksudnya adalah orang-orang yang menyucikan dirinya dihadapan

Tuhanya.

Ketiga, ada yang mengatakan bahwa istilah tasawuf berasal dari kata

shaf yang bermakna harfiah barisan. Makna shaf ini dinisbahkan kepada orang-

orang yang ketika salat selalu berada di shaf (barisan) yang paling depan.

Keempat, ada yang mengatakan istilah tasawuf dinisbahkan kepada

orang-orang bani shufah.10

Kelima , tasawuf ada yang menisbahkannya dengan kata dari bahasa

Grik atau Yunani, yakni saufi. Istilah ini disamakan maknanya dengan kata

hikmah.

Keenam, ada juga yang mengatakan tasawuf berasal dari kata “shuf”

yang berarti bulu domba atau wol.11

Pengertian tasawuf secara terminologi telah dikemukakan oleh

beberapa ahli. Al-Junaid mengungkapkan pengertian tasawuf adalah

membersihkan hati dari apa yang mengganggu perasaan kebanyakan makhluk,

berjuang menanggalkan pengaruh budi yang asal (insthink) kita, memadamkan

sifat-sifat kelemahan kita sebagai manusia, menjauhi segala seruan dari hawa

nafsu, mendekati sifat-sifat suci kerohanian, dan bergantung pada ilmu-ilmu

hakikat, memakai barang yang penting dan terlebih kekal, menaburkan nasihat

kepada semua umat manusia, memegang teguh janji dengan Allah dalam hal

hakikat dan mengikuti contoh Rasulullah dalam hal syari‟at.12

Tasawuf menurut Hamka adalah seperti apa yang dikatakan oleh Al

Junaid yaitu keluar dari budi perangai yang tercela dan masuk pada budi

10

Rosihon Anwar dan Mukhtar Solihin, Ilmu Tasawuf, ( Bandung: Pustaka Setia, 2006 )

h. 9. 11

Anwar dan Solihin, Ilmu…, h. 10. 12

Anwar dan Solihin, Ilmu…, h. 13-14.

Page 37: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

31

perangai yang terpuji.13

Lebih lanjut Hamka mendefinisikan tasawuf dengan

istilah membersihkan, yaitu membersihkan hati dari sifat khizit, khianat, loba.

tamak, takabbur dan sifat tercela lainnya dan mengisi jiwa dengan sifat-sifat

mulia.14

Sebagaimana diketahui bahwa Hamka bukanlah orang yang pertama

kali memperkenalkan tasawuf di Indonesia, tatapi beliau memperkenalkan

kembali tasawuf dalam bentuk yang berbeda, pemikiran tentang tasawuf

Hamka bisa dilihat dalam buku-bukunya yaitu Tasawuf Modern, Renungan

Tasawuf, Tasawuf Perkembangan dan Permunianya, dan Pandangan Hidup

Muslim.

Dalam majalah “Pedoman Masayarakat” yang dipimpinya dalam judul

rubric “Tasawuf Modern” ia menulis tulisanya hampir dua tahun dan mendapat

respon dari pembaca, karena dalam tulisanya itu dijumpai pembahasan-

pembahasan tentang soal-soal kesucian batin yang tadinya hanya dapat

dijumpai dalam teosofi. Di sinilah letak keistimewaan Hamka dibanding

ulama-ulama lain, ia lebih menggunakan pendekatan tasawuf dalam

menyerukan Islam dari pada pendekatan fiqih atau hukum.

Dalam perjalannya tasawuf sering dihadapkan atau dibenturkan dengan

pendekatan fiqih yang legalistik. Dalam pendekatan fiqih, Islam digambarkan

sebagai agama peraturan. Keterangan mengenai iman dan ibadah pun disajikan

dalam logika dan argumen hukum, sehingga terkesan bahwa Islam adalah

agama yang kering dan kaku yang mementingkan formalitas dan yang lahir ,

demikian M Dawam Rahardjo menjelaskan dalam bukunya Intelektual

Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa.15

Sebagai seorang tokoh Muhammadiyah tentu Hamka mengambil resiko

dalam memperkenalkan tasawuf. Ia sudah tentu sadar tentang tujuan dan

kehadiran Muhammadiyah. Yaitu untuk memurnikan ajaran Islam dari unsur

tradisi yang sering mengandung bid‟ah dan khurafat. Sasaranya adalah apa

13

HAMKA, Tasawuf…,h. 13. 14

Hamka, Renungan Tasawuf (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1985) h. 21. 15

M. Dawam Raharjo, Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa, (Bandung:

Mizan, 1993), h. 203.

Page 38: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

32

yang kemudian dikenal sebagai ajaran kebatinan. Terutama kebatinan jawa.

Selain adat istiadat dan nilai-nilai budaya setempat di daerah-daerah lain yang

sering tercampur dengan kepercayaan dinamisme dan animisme.

Islam seperti dikatakan Dawam Rahardjo yang mengutip dari berbagai

ahli sejarah seperti prof. Dr Priyono, bahwa Islam masuk ke Indonesia melalui

India dengan membawa unsur-unsur tasawuf. Dengan pendekatan tasawuf ini,

Islam jadi lebih mudah diterima, dengan konsekuensinya, Islam membiarkan

dirinya tecampur dengan budaya lokal. Muhammadiyah datang untuk

membersihkan dari unsur-unsur tersebut. Dengan keyakinan bahwa Islam yang

demikian itu akan membawa umat ke arah kemajuan. Memperkenalkan

tasawuf berarti melawan arus reformasi yang dibawa oleh Muhammadiyah.16

Hamka tidak seperti pembaharu-pembaharu Islam lain, karena beliau

tidak menentang tasawuf sebagai ajaran yang menyimpang, sebab kebanyakan

pembaharu beranggapan bahwa tasauf merupakan sumber kemunduran Islam,

sehingga hampir kebanyakan dari pembaharu-pembaharu tersebut tidak banyak

merespon ajaran-ajaran tasawuf.

Terhadap tasawuf yang menyimpang, yang mengajarkan sikap-sikap

yang mengharamkan pada diri sendiri barang yang dihalalkan Tuhan, Hamka

mengatakan bahwa tasawuf yang demikian bukanlah berasal dari ajaran islam.

Selanjutnya Hamka mengatakan bahwa zuhud yang melemahkan bukanlah

bawaan Islam. Semangat Islam adalah semangat berjuang, semangat

berkurban, bekerja, bukan semangat malas, lemah rapuh dan melempem.

Timbulnya tasawuf yang keliru tersebut menurut Hamka adalah karena

perbuatan yang hendak menipu. Perbuatan ini disebut korupsi rohaniah. Kalau

dalam perkara yang terang banyak penipuan, apalagi dalam soal batin yang

tidak dapat di tangkap oleh panca indera.17

Dalam hal ini Hamka mengkritik agar tidak terjerumus kedalam ajaran

tasawuf yang keliru dengan jalan menghimbau untuk kembali kepada pokok

pangkal tasawuf yang sebenarnya, yaitu kembali kepada tauhid yakni

16

Raharjo, Intelektual…, h. 204. 17

HAMKA, Pandanagn Hidup Muslim, Jakarta: Bulan Bintang, 1960), h. 49.

Page 39: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

33

kepercayaan bahwa Tuhan hanya satu. Kita tundukan jiwa hanya kepada Allah

tidak kepada guru atau syekh, tidak kepada benda dan berhala dan tidak kepada

makam-makan keramat. Hendaklah kita isi pribadi kita dengan sifat-sifatNya

yang dapat kita jadikan sifat kita menurut kesanggupan kita.18

Maka maksud Hamka menulis tentang Tasawuf Modern adalah

meletakan tasawuf kepada rel-nya, dengan menegakan kembali maksud semula

tasawuf, yakni guna membersihkan jiwa, mendidik, dan memperhalus

perasaan, menghidupkan hati dalam menyembah Tuhan dan mempertinggi

derajat budi pekerti.19

Dengan bukunya Tasawuf Modern para pembaca bisa meletakan di

mana posisi Hamka di antara berbagai aliran tasawuf. Dia memang berusaha

untuk mengembalikan tasawuf kepada Al-Qur’an dan sunnah. Tidak hanya itu

dia berusaha membangun konsep baru tasawuf dalam kehidupan modern

sekarang ini. Maka di sini kita bisa mendudukan Hamka sebagai salah satu

tokoh Muhammadiyah terpenting yang mermberikan sumbangan yang unik

dalam pemikiran keagamaan.

“Buya Hamka„s Revitalisation and Sufism and Relevance in Modern

Indonesia” demikian pengakuan seorang pengagum Hamka, Yulia Day

Howell, seorang sarjana Barat. Ia menyatakan bahwa pemahaman tasawuf

Hamka relevan dengan perkembangan kehidupan modern saat ini. 20

Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa Hamka berpendapat bertasawuf

dengan tujuan mendekatkan diri kepada Tuhan tidaklah salah akan tetapi jalan

yang ditempuh untuk mendekatkan diri tersebut tidak lain adalah ibadah

sebagaimana yang diajarkan oleh agama kita, jalan inilah yang ditempuh oleh

Nabi dan para sahabat beliau.21

Para sufi menurut Hamka dalam bermujahadah

mempunyai kode-kode, istilah-istilah sendiri yang hampir mustahil dapat

dimengerti oleh orang lain. Analisa Hamka terhadap huruf ja, ha, kha, adalah

18

HAMKA, Tasawuf Perkembangan dan Pemurnianya, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1993

h. 235 19

HAMKA, Pandangan…, h. 205. 20

Disampaikan di forum Seminar Internasional tentang Hamka, bertempat di Hotel Atlet

Century Park, Jakarta Pusat, 8 April 2008. 21

Sobahussurur (e.d) Mengenang 100 Tahun Hamka,(Jakarta: YPI Al Azhar, 2008),h. 16.

Page 40: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

34

bermakna : Takhalli=takhalli minal akhlak al madzmumah (lepaskan dirimu

dari perangai yang tercela). Tahalli = Tahalli nafsaka bil akhlak al mahmudah

(isilah akhlakmu dari jiwa yang terpuji). Tajalli = jelaslah Tuhan

dihadapanmu.22

Takhalli diartikan secara umum sebagai upaya untuk membuang segala

sifat tercela dalam diri manusia, dari maksiat lahir maupun bathin. Hal ini bisa

dicapai dengan cara menjauhkan diri dari kemaksiatan dan melenyapkan

dorongan hawa nafsu kotor dan sifat tercela. Sifat-sifat tercela itu antara lain,

Hasad, Hiqd, Takabbur, Nifaq, Kikir, su‟ul Dzann, Riya, Ghadab, Ghibah.

Tahalli artinya berhias. Maka berhiaslah diri dengan sifat-sifat yang

terpuji, sehingga bertambah naiklah roh dan jiwa kita mencapai martabat yang

lebih tinggi. Bersihlah batin dari seluruh pengaruh yang buruk.

Maka menurut Hamka setelah huruf kha kemudian ha dan lama-lama

titiknya turun kebawah menjadi huruf “jim” (ج). Maka jadilah Tajalli artinya

jelas dan nyatalah jalan kepada Tuhan. Karena Tajalli Tuhan dalm pandangan

seorang hamba tidaklah mungkin kalau jiwa hamba itu masih belum kuat, dan

kekuatan jiwa hanya di capai setelah dia dibersihkan.23

Hamka menyatakan bahwa nur ilahi dimasukan Allah ke dalam hati

seseorang sehingga ia memperoleh ketentraman batin. Untuk mendapatkan nur

kaum sufi mengadakan latihan jiwa yaitu berusaha mengosongkan dirinya dari

sifat-sifat tercela, melepaskan segala sangkut paut dengan dunia, lalu mengisi

diri mereka dengan sifat terpuji, dan segala tindakanya selalu dalam rangka

ibadah dengan cara memperbanyak dzikir, menghindarkan diri dari segala yang

dapat mengurangi kesucian diri baik secara lahir maupun batin.24

Demikianlah pemikiran Hamka tentang bagaimana seorang sufi

mendekatkan diri kepada Allah melalui mujahadah, yang pasti untuk

mendekatkan diri kepada Allah ini harus melalui perilaku yang baik dan benar,

atau akhlak al karimah. Inilah yang merupakan titik tekan dari ajaran

22

Ridjalaludin F.N, Mengungkap Rahasia; Tasawuf versi Hamka (Jakarta: Pusat Kajian

Islam FAI UHAMKA, 2008), h.137. 23

HAMKA, Pandangan…, h. 53-54. 24

Sobahussurur, Mengenang…, h. 180.

Page 41: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

35

tasawufnya, atau dengan kata lain bahwa corak pemikiran tasawuf Hamka

adalah tasawuf akhlaki.

Tentang posisi tasawuf dia berkata di akhir bukunya bahwa filsafat

adalah penjelasan hidup, kesusastraan adalah nyanyian hidup, kesenian adalah

perhiasan hidup, dan tasawuf adalah intisari hidup dengan ibadat sebagai

pegangan hidup.25

D. Bahagia Menurut Hamka

Sebagaimana diketahui bahwa buku Tasawuf Modern pada awalnya

adalah sebuah rubrik di sebuah majalah “Pedoman Masyarakat”. Pada

mulanya tulisan tersebut berjudul “Bahagia" yang menerangkan tentang konsep

bahagia dalam perpektif Islam, akan tetapi nama rubrik “Tasawuf Modern” –di

mana tulisan tersebut di muat-- pada majalah “Pedoman Masyarakat” tersebut

pada waktu itu telah menjadi icon dan sudah sangat akrab dengan para

pembaca, sehingga nama “Tasawuf Modern” dijadikan judul bagi kumpulan

artikel “Bahagia” dalam versi buku.26

Hal yang menarik dari buku Tasawuf Modern adalah banyak dari para

pembaca yang menggunakan buku tersebut sebagai penentram jiwa. Seorang

dokter sahabat Hamka pernah menganjurkan kepada pasienya yang sedang di

rawat untuk membaca buku Tasawuf Modern untuk menentramkan jiwanya.

Beberapa suami istri yang sedang berbahagia mengatakan bahwa Tasawuf

Modern adalah sebagai patri dari kehidupan bahagia mereka.

Bagi Hamka buku Tasawuf Modern yang dikarangnya juga sebagai

nasehat bagi dirinya sendiri. Tidak jarang Hamka membaca buku Taswuf

Modern hasil tulisannya sendiri seagai cara menasehati dirinya sendiri dan

untuk menentramkan jiwanya.

Hamka mendefinisikan tasawuf sebagai upaya untuk membersihkan

jiwa, mempertinggi derajat budi dan menekan kerakusan maka ia menguraikan

tentang arti bahagia. Hidup bahagia menjadi tujuan hidup kita semua, hampir

25

Raharjo, Intelektual…, h. 207. 26

HAMKA, TasawuF…,h. 3.

Page 42: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

36

tanpa kecuali. Sukses meraih hidup bahagia menjadi impian dalam gerak hidup

kita setiap hari. Para ilmuan sejak Aristoteles sampai psikologi William James

menyetujuinya. Tidak ada perbedaan mendasar, tujuan hidup kita adalah

bahagia.27

Namun faktanya banyak sekali orang yang sudah berkecukupan secara

material akan tetapi tidak mendapat ketenangan jiwa dan kebahagiaan, bahkan

pada sebagian masyarakat, karena tidak menemukan jalan yang benar untuk

tujuan dan kebahagiaan itu, larilah mereka kepada hal-hal yang dilarang

agama, seperti obat-obatan terlarang, minuman keras dan lain sebagainya. Hal

ini membuktikan jika bahagia tidak hanya cukup materi yang berlimpah, atau

karir terus menanjak, namun dalam hal ini ada hal lain yang bisa membuat

manusia tentram dan bahagia.

Kebahagiaan merupakan sesuatu yang abstrak, karena itu kebahagiaan

bersifat relatif. Setiap orang, masyarakat atau bangsa mempunyai pandangan

tersendiri tentang makna bahagia. Edward Spranger (Jerman) sebagai seorang

ahli psikologi kepribadian, menilai kebahagiaan hidup itu menggunakan

pendekatan yang didasarkan pada pandangan hidup seseorang. Menurut

Edward Spranger ada enam aspek yang mendasari pandangan hidup manusia

yaitu:28

1. Manusia ekonomi adalah mereka yang menilai bahwa kekayaan harta

benda sebagai sumber kebahagiaan.

2. Manusia sosial, adalah mereka yang menilai bahwa bakti dan pengabdian

untuk kepentingan social sebagai puncak kebhaagiaan hidup

3. Manusia estetis adalah mereka kebahagiaan bersumber dari segala yang

dapat memenuhi kepuasan akan rasa indah dan keindahan.

4. Manusia kuasa, adalah mereka yang menilai bahwa kebahagiaan sebagai

kepemilikan terhadap kekuasaan

5. Manusia ilmu, yaitu yang menilai bahwa kebahagiaan dapat dicapai

dengan mengembangkan kemampuan nalar semaksmal mungkin.

27

Suakidi, Kecerdasan Spiritual, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002), h. 103. 28

Jalludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2001), h. 81.

Page 43: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

37

6. Manusia susila, yaitu mereka yang menlai bahwa kebahagiaan akan

diperoleh melalui cara hidup yang susila dan saleh.

Dari pendapat Edward di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa

kebahagiaan itu bersifat relative, tergantung dari segi mana manusia menilai,

karena setiap manusia, suku bangsa mempunyai pandangan dan penilaian

tersendiri tentang arti kebahagiaan hidup.

Hamka dalam bukunya Tasawuf Modern memaparkan pengertian

bahagia dari beberapa ahli. Ibnu Khaldun berpendapat bahwa bahagia itu

adalah tunduk dan patuh mengikut garis-garis yang ditentukan Allah dan

perikemanusiaan. Al ghazali berpendapat bahwa bahagia dan kelezatan sejati,

ialah bilamana dapat mengingat Allah. Menurut Al Ghazali kesempurnaan

bahagia itu tergantung pada tiga kekuatan yaitu kekuatan marah, kekuatan

syahwat, dan kekuatan ilmu. Maka sangatlah perlu manusia berjalan ditengah-

tengah di antara tiga kekuatan itu. Jangan berlebih-lebihan menurutkan

kekuatan marah, yang menyebabkan mempermudah yang sukar dan

membawanya kepada binasa. Jangan pula berlebih-lebihan pada kekuatan

syahwat sehingga menjadi seorang yang humuq yang membawa kerusakan.

Setiap orang ingin bahagia dalam hidupnya, spiritualitas tasawuf

dipelajari dan diparaktekan dalam rangka mencari kebahagiaan, hal itu karena

ternyata harta benda, materi, dan kehidupan lahiriyah saja tidak dapat

menjamin kebahagiaan seseorang dengan cara menumpuk harta, rumah indah,

mobil mewah, segala keinginan terpenuhi tetapi kebahagiaan itu tidak

ditemukan. Kehidupan spiritual yang mapan mampu memenangi peperangan

melawan nafsu dan menahan kehendak yang berlebihan, itulah kebahagiaan,

Demikian pendapat Imam Al Ghazali.29

Hamka juga menguraikan dalam bukunya tentang dari apakah tersusun

bahagia, Dalam hal ini Hamka mengutip pendapat para filosof yaitu

Phitagoras, Socrates dan Plato, yang menyatakan bahwa bahagia tersusun dari

empat hal, yaitu hikmat, keberanian, iffah dan adil. 30

Alasanya adalah bahwa

29

HAMKA, Tasawuf …, h. 25. 30

HAMKA, Tasawuf …, h. 37.

Page 44: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

38

segala keutamaan bahagia itu hanya dirasai oleh diri dan nafsu. Mereka setuju

bahwa barang siapa yang sudah terkumpul sifat yang empat itu maka tidak

perlu lagi mempunyai sifat lain. Karena sifat-sifat yang lain itu hanya sebagai

ranting saja. Sebab ke empat sifat tadi bukan sifat jasmani melainkan sifat

rohani. Golongan ini mengemukakan bahwa bahagia itu akan lebih bersih dan

suci jika jasmani telah berpisah dari rohani. Karena mereka berpendirian

bahwa bahagia itu hanya perasaan jiwa.

Sedangkan menurut Aristoteles bahagia itu tersusun karena badan

sehat, cukup kekayaan, indah sebutan diantara manusia, tercapai apa yang

dicita-citakan, dan tajam pikiran.31

Hal ini dikarenakan karena badan

merupakan salah satu bagian dari diri manusia. Sehingga kebahagiaan jiwa

tidak akan sempurna jika tidak tercapai terlebih dahulu kesempurnaan badan.

Tolstoy Membagi bahagia menjadi dua, yaitu bahagia untuk diri sendiri

dan bahagia yang sejati yakni bahagia yang berguna bagi masyarakat. Bahagia

yang sejati menurut Tolstoy adalah bahwa engkau cinta sesama manusia

sebagaimana cinta terhadap dirimu sendiri. Islam pun menyokong pendapat

filosof ini.32

Allah befirman dalam Al Qur’an:

Berpegang teguhlah kamu sekalian dengan tali agama Allah dan

janganlah berpecah belah, dan ingatlah nikmat Allah atasmu, seketika

kamu bermusuh-musuhan, lalu telah dipersatukanya hati kamu semuanya,

sehingga dengan segera kamu telah menjadi bersaudara dengan sebab

NikmatNya.(Ali Imran 103).

Kebahagiaan itu identik dengan kenikmatan, karena tidak mungkin

orang bahagia tanpa merasakan sesuatu yang nikmat. Demikian sebaliknya

penghayatan terhadap suatu kenikmatan, akan melahirkan kebahagiaan.

31

HAMKA, Tasawuf …, h. 37. 32

HAMKA, Tasawuf …, h. 40-41.

Page 45: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

39

Menurut Ibnu Maskawaih kabahagiaan setiap eksistensi ada pada inti

perilakunya yang ia lakukan atas dasar kesempurnaan dan keutuhan, yaitu

dalam kemampuan membedakan, berfikir dan mengambil hikmah.

Untuk meraih kebahagiaan, Ibnu Maskawaih tidak lepas dari konsep

hikmah yang ia rumuskan, yaitu hikmah teoritis dan hikmah praktis. Barang

siapa menghendaki kebahagiaan, ia harus menyempurnakan kedua bagian

hikmah tersebut. Hikmah teoritis dapat diperoleh melalui proses pembelajaran

mengenal semua ilmu dan semua hal-hal yang maujud di alam ini, sehingga ia

mmapu melihat titik akhir dari semua maujudat yaitu Tuhan. Sedangkan

hikmah praktis dapat diperoleh dengan mempelajari buku-buku akhlak yang

mendidik jiwa dan melahirkan sikap-sikap yang mencerminkan kesempurnaan

akhlak. Jika manusia dapat menyempurnakan kedua hikmah tersebut, maka ia

akan memperoleh kebahagiaan yang sempurna juga.33

Sedangkan Hamka mengungkapkan dalam bukunya Tasawuf Modern

bahwa menurut agama untuk mencapai bahagia perlu empat hal yaitu: itikad

yang bersih, yakin, Iman dan agama34

Dengan agama, iman, yakin dan itikad

yang bersih maka kebahagiaan batin akan tercapai.

Sukidi dalam bukunya Kecerdasan Spiritual mengatakan bahwa faktor

spiritual merupakan sumber bahagia . Hal ini diperkuat dengan survey-survey

yang dilakukan oleh para peneliti yang dilaporkan oleh Howard C Cutler

bahwa orang-orang spiritual lebih banyak melaporkan rasa bahagia dan puas

dalam hidupnya daripada mereka yang religius.35

Hal tersebut karena bahagia muncul dari dalam diri sendiri berupa sikap

hidup, bukan dari luar seperti kekayaan, uang, kekuasaan dan popularitas.

Sikap hidup itu adalah sabar dan senang dengan keadaan hidupnya walau

kurang beruntung, merasa cukup dan mensyukuri apa yang diperoleh, optimis

dan mencintai kehidupanya. Semua sikap hidup itu diajarkan dalam tasawuf.

36Misalnya bersabar dengan kondisi hidup disebut sabar, mensyukuri nikmat

33

HAMKA, Tasawuf …, h. 33-35. 34

HAMKA, Tasawuf …, h. 55. 35

Sukidi, Kecerdasan …, h. 110. 36

Sudirman Tebba, Hidup Bahagia Para sufi, (Jakarta:Pustaka Irvan, 2007), h. 1.

Page 46: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

40

yang diperoleh di sebut syukur, senang dengan keadaan hidup walau sulit

disebut ridha dan ikhlas, merasa cukup disebut qona‟ah, optimis disebut raja‟

dan rasa cinta di sebut mahabbah. Dalam buku Tasawuf Modern Hamka juga

memaparkan beberapa sifat terpuji yang membuat hati menjadi tenang dan

bahagia, diantaranya qona‟ah, ikhlas dan tawakal.

Menurut Hamka qona‟ah merupakan sebab kebahagiaan umat

terdahulu. Qona‟ah adalah menerima dengan cukup. Ada lima perkara yang

terkandung dalam sifat qona‟ah yaitu; menerima dengan rela apa adanya,

memohon kepada Tuhan tambahan yang pantas, dan berusaha, menerima

dengan sabar akan ketentuan Tuhan, bertawakal kepada Tuhan dan tidak

tertarik oleh tipu daya dunia.37

Qona‟ah bertujuan supaya orang tidak berkeluh kesah kalau rizkinya

kecil dan tidak terdorong berbuat curang atau korupsi. Selain itu qon‟aah juga

bermanfaat supaya orang merasa tenang dan bahagia dengan apa yang

diperoleh.

Selain Qona‟ah sifat yang jika dimiliki oleh manusia akan membuat

bahagia adalah tawakal. Tawakal menurut Hamka adalah menyerahkan

keputusan segala perkara, ikhtiar dan usaha kepada Tuhan semesta alam.

Beliau menjelaskan bahwa bukanlah tawakal namanya, apabila ular hendak

menggigit, binatang besar hendak menerkam, kala mengejar kaki, kemudian

kita tidak menghindar. Orang yang bertawakal adalah orang yang keluar

terlebih dahulu mengunci pintu sebelum keluar rumah, menutup kandang

ayam sebelum hari senja,. Karena menurut sunnatullah, dengan maksud

terkuncinya rumah baru maling tidak masuk, ditutupnya pintu kandang baru

musang tak masuk mencuri ayam.38

Menurut Nurcholis Majid, dalam agama tawakal ialah sikap bersandar

atau mempercayakan diri kepada Tuhan, karena mengandung makna

mempercayakan diri maka tawakal implikasi langsung dari iman. Allah

berfirman:

37

Hamka, Tasawuf Modern…, h. 219 38

HAMKA, Tasawuf…, h.

Page 47: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

41

Tawakal kepada Allah, jika kamu orang yang beriman. ( Al Maidah/5:23).

Dr Aid Abdullah al-Qarni dalam bukunya “Berbahagialah”

menyatakan bahwa “jika Anda ditimpa musibah, maka bayangkan yang

terburuk darinya. Kemudian siapkan diri Anda untuk menanggungnya dengan

penuh tenang. Bertawakalah kepada Allah, karena sesungguhnya Dia telah

memberikan kecukupan kepada Anda sebelumnya dan mencukupi Anda di

masa depan.39

Menurut Ibnu Al-Qayim Al-Jauziyah, tawakal ada beberapa

tingkatan;40

Pertama, ialah makrifat kepada Tuhan beserta sifat-sifatnya.

Kedua, adalah ikhtiar. Orang harus beriktiar dahulu sebelum berserah diri.

Ketiga, adalah tauhid. Keempat, menyandarkan hati kepada Tuhan dan merasa

tenang denganya. Kelima, adalah berprasangka baik kepada Tuhan. Keenam,

adalah Istislam, yaitu menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Dan

ketujuh, ialah ridha terhadap apapun yang dialami.

Dengan memenuhi tingkatan tawakal, maka orang tidak akan kecewa,

marah frustasi stress, menggerutu, panik, gelisah, sedih atau menyalahkan

orang lain kalau mengalami kegagalan atau tujuanya tidak tercapai.

Demikianlah penjelasan salah satu sifat terpuji yang bisa membuat manusia

yang memilikinya bisa merasakan kebahagiaan.

Menurut Hamka penyakit jiwa seperti sombong akan memperhambat

bahagia, oleh karena itu penyakit-penyakit jiwa tersebut harus segera diobati,

maka menurut Hamka pendidikan dan pengajaran zaman sekarang harus

memperhatikan bagian dalam (jiwa) dan bagian luar.41

Sebagai manusia kita

juga harus menjaga kesehatan jiwa, Hamka menyatakan untuk menjaga

kesehatan jiwa harus diperhatikan lima perkara yaitu; bergaul dengan orang-

39

Aid Al Qarni, Berbahagialah, (Jakarta: Pustaka Al kautsar, 2006), h. 61-62. 40

Teba, Hidup Bahagia …, h. 175-177. 41

Hamka,Tasawuf…, h. 270.

Page 48: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

42

orang budiman, membiasakan pekerjaan berfikir, menahan syahwat dan marah,

bekerja dengan teratur dan memeriksa cacat diri sendiri42

Al Ghazali pun mengistilahkan mensucikan jiwa dengan “tazkiyatun-

nafs” yang secara singkat berarti membersihkan jiwa dari kemusyrikan dan

cabang-cabangnya, dan menjadikan nama-nama Allah yang baik sebagai

akhlaknya, di samping ubudiyah yang sempurna kepada Allah dengan

membebaskan diri dari pengakuan rububiyah. Semua itu melalui peneladanan

kepada Rasulullah.43

Kebahagiaan adalah tujuan setiap manusia dalam menjalani hidup,

sebagaimana dalam harapan setiap muslim yang selalu dikumandangkan dalam

do’a yang artinya “ya Allah berilah kami kebahagiaan di dunia dan

kebahagiaan di akhirat dan jauhkanlah kami dari siksa api neraka”. Tidak

heran kalau Hamka menitik beratkan kajiannya tentang tasawuf terhadap

konsep “bahagia” yang hakiki, yaitu bahagia lahir dan batin.

42

Hamka, Tasawuf, h. 138. 43

Sa’id Hawwa, Mensucikan Jiwa (Konsep tazkiyatun nafs Terpadu: Intisari Ihya

Ulumudin Al Ghazali, (Jakarta: Rabbani Press, 1998), h. 171.

Page 49: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

43

BAB IV

NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM YANG TERKANDUNG DALAM

BUKU TASAWUF MODERN BUYA HAMKA

Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya tentang nilai-nilai

pendidikan Islam dan juga kajian singkat tentang kandungan buku Tasawuf

Modern yang ditulis oleh Hamka, berikut ini penulis akan menguraikansecara

spesifik tentang nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam buku

tersebut.

A. Pendidikan Keimanan (Aqidah Islamiyah)

Kata Iman berasal dari bahasa Arab aamana-yu`minu-imaanan yang

berarti percaya atau yakin. Abul a‟la al-Maududi mendefinisikan iman

menurut bahasa yaitu mengetahui serta meyakini.1 Adapun menurut istilah,

Abu A‟la al-Maududi mengatakan; iman ialah keyakinan yang mantap yang

muncul dari pengetahuan dan kepercayaan.2

Dr. Yusuf Al-Qordhawi mengatakan iman adalah kepercayaan yang

terhujam ke dalam hati dengan penuh keyakinan tak ada perasaan syak (ragu-

ragu) serta mempengaruhi orientasi kehidupan, sikap dan aktivitas keseharian.3

Berarti bahwa iman di samping menuntut adanya pengetahuan, pemahaman

1 Abul A‟la Al- Maududi, Menuju Pengertian Islam, Terj. Amirudin Jamil, cet 1

(Bandung: CV. Sulita, 1967), h. 27. 2 Abu A‟la Maududi, Iman dan Ketaatan, Cet ke 1 (Darul Ulum Press, 1990), h. 40.

3 Yusuf Qordhawi, Merasakan Kehadiran Tuhan, terj. Jazirotul Islamiyah, cet ke 2

(Yogyakarta: Pustaka pelajar Offset, 2000), h. 27.

Page 50: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

44

dan keyakinan yang kuat, dia juga mensyaratkan adanya kepatuhan hati serta

kesediaan dan kerelaan menjalankan perintah dan ketentuan Allah Swt.

Dalam dunia pendidikan Islam, pendidikan keimanan termasuk aspek

pendidikan yang patut mendapat perhatian paling utama dan harus mendapat

perhatian khusus dari para pendidik. Allah SWT menggambarkan batapa

pentingnya pendidikan keimanan sebagaimana dikisahkan dalam kisah

Luqman dalam Al-Quran. Firman Allah dalam surat Luqman ayat 13:

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi

pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah,

Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang

besar. (QS. Luqman: 13).

Adapun yang dimaksud pendidikan iman menurut Zakiyah Daradjat

adalah proses belajar mengajar tentang berbagai aspek kepercayaan.4 Dalam

konteks pendidikan iman dalam Islam, yang dimaksud dengan aspek

kepercayaan tersebut tentu saja kepercayaan menurut ajaran Islam, dan bentuk

kepercayaan itu terangkum dalam rukun iman. Namun menurut M. Ahmad

Qadir Muhammad, bahwa pendidikan keimanan dapat pula dilakukan dengan

membangkitkan orang agar berfikir tentang alam dan segala sesuatu tentang

kebesaran Allah.5

Dalam buku Tasawuf Modern, Hamka sepakat dengan beberapa

pemikir yang mendefinisikan iman sebagai perkataan dan perbuatan (qaulun

wa amalun), yang berarti keselarasan antara perkataan hati dan lidah serta

perbuatan hati dan anggota badan. 6 Allah SWT berfirman dalam surat al

Hujurat ayat 15:

4 Zakiyah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,

1995), h. 63. 5 M. Ahmad Qadir Muhammad, Metodologi Pendidikan Agama islam, (Jakarta: Direktur

Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama islam, 1985) , h. 16. 6 Hamka, Tasawuf Modern…,h. 59

Page 51: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

45

Bahwasanya orang yang beriman dengan Allah dan Rasulnya, kemudian

tidak ada ragu-ragu lagi, dan mereka berjihad dengan harta benda dan

diri mereka sendiri pada jalan Allah. Itulah orang-orang yang benar

pengakuanya (QS. Al-Hujurat: 15).

Selanjutnya Hamka menerangkan definisi iman, Islam dan ihsan

dengan mengutip hadits nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari

Sayidina Umar Bin Khatab ra, bahwa seketika Jibril datang dan bertanya

kepada Nabi Saw:

Jibril: “ Apakah Islam?”

Nabi: “Islam ialah engkau ucapkan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan

Muhammad adalah utusanya, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat,

puasa bulan ramadhan, naik haji jika mampu”.

Jibril: “Apakah iman?”

Nabi: “iman ialah engkau percaya kepada Allah, percaya adanya malaikat-

malakatNYa, Kitab-kitabnya, Rasul-Rasulnya, percaya dengan

kebangkitan sesudah mati, dan percaya dengan takdir”.

Jibril: “Apakah ihsan?”

Nabi: “ihsan ialah engkau beribadat kepada Allah seakan-akan engkau melihat

Dia. Walaupun engkau tidak melihat Dia, namun Dia tetap melihat

engkau”.7

Menurut Hamka, Hadits di atas menerangkan bahwa iman merupakan

akar, pohonnya adalah Islam, dan disiram supaya subur dengan ihsan. Karena

tidak akan ada orang yang mengerjakan amal kalau hatinya sendiri belum

percaya. Demikian analogi Hamka tentang iman.

7 Hamka, Tasawuf Modern…,h. 61

Page 52: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

46

Hamka juga menjelaskan bahwa iman bisa subur dalam hati jika hati

bersih dari sifat-sifat tercela seperti takabur, hasad, dan mencari kemegahan.

Seperti ungkapanya:

Iman itu bisa subur dalam hati, hendaklah tersingkir hati dari sifat-sifat

takabur, hasad, dan mencari kemegahan.8

Kisah Firaun seorang raja yang takabur, iblis yang mempunyai sifat

hasad kepada Adam, dan Heraclius yang mempunyai sifat gila akan

kemegahan hingga ia tidak beriman, merupakan contoh dari sosok yang

mengingkari Allah (tidak mengimani Allah) karena tertutup oleh sifat-sifat

buruk yang diungkapkan dalam buku Tasawuf Modern.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Dr. Abdullah Nasih Ulwan yang

menyatakan agar anak selalu mengingat Allah, pada setiap perasaannya,

hendaknya anak selalu mempelajari setiap perasaan yang bersih dan suci.

Jangan sampai ia berbuat hasad, dengki, mengadu domba, dan senang dengan

hal-hal yang kotor dan batil.9

Ada ungkapan menarik tentang iman yang ditulis Hamka di dalam

buku Taswauf Modern yaitu:

Hati itu hanya dapat membuat misalnya seratus benda, tidak dapat

dilebihi dan tidak dapat dikurangi. Muatan yang seratus itu adalah iman

dan ragu. Kalau telah dipenuhi oleh iman 25 % tandanya dipenuhi oleh

ragu 75 %. Dan telah ada iman 50 % tentu ditempati oleh ragu 50%.

Kalau iman cukup menjadi 100%, tentu tidak ada ragu lagi didalamnya.

Oleh sebab itu maka hendaklah iman yang telah tumbuh di dalam hati itu

dipupuk supaya subur dan bertambah, jangan dibiarkan begitu saja, takut

dia menjadi lemah dan tumbang, tumbuh rumput sekelilingnya, rumput ya

menyemakan, atau dikalahkan limau oleh benalu.10

Dari pernyataan Hamka di atas mengisyaratkan bahwa hati sebagai

tempat pertama berlabuhnya iman sangat mudah untuk berpindah-pindah dan

berganti antara iman dan ragu. Maka apabila iman telah tumbuh subur dalam

diri seorang muslim hendaknya dijaga, karena keimanan bersifat fluktuatif

pada setiap orang, kadang ia bertambah dan kadang berkurang.

8 Hamka, Tasawuf Modern…, h. 62

9 Abdullah nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam,…, ha. 169

10 Hamka, Tasawuf Modern….,h. 67

Page 53: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

47

Untuk menjaga iman supaya terus bertambah dan meningkat, ada tiga

syarat yang dijelaskan Hamka dalam buku Tasawuf Modern tersebut, yaitu: 1).

Ditasdiqkan (diyakini ol;eh hati), 2). Diikrarkan (diucapkan), dan 3). Diikuti

dengan amalan. Jika ketiga syarat tersebut tidak sempurna maka tidak akan

sempurna pula iman seseorang.

Kalau seseorang mengerjakan suatu amal pebuatan tapi tidak percaya

maka orang tersebut adalah munafiq, jika lidah saja yang berucap, sementara

hati dan perbuatanya tidak maka jatuhlah dia menjadi kafir zuhud. Apabila dia

mengerjakan dan lidahnya pun mengakui, tetapi tidak megakui kaifiyatnya

maka ditakutkan Imanya akan jatuh pada kesalahan.11

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, pendidikan keimanan merupakan

pendidikan yang sangat fundamental yang harus ditanamkan kepada setiap

peserta didik sejak dini, karena tanpa iman amal perbuatan manusia akan sia-

sia. Maka seyogyanya selain peserta didik dibekali dengan ilmu keimanan,

peserta didik pun harus dilatih dan mengetahui bagaimana cara menjaga iman

supaya terus bertambah dari waktu ke waktu. Dalam hal ini Hamka

mengungkapkan bahwa salah satu cara untuk menjaga keimanan adalah

dengan lebih banyak membaca Al-Qur‟an, menelaa‟ah hadits nabi, serta

memperhatikan alam dan seisinya.

Berikut adalah penjelasan Hamka tentang bagaimana menjaga keimanan:

Selain dari kesudian membaca Al-qur’an, Hadits nabi, kata hikmat dan

budiman, perhatikan pula alam dan seisinya, perhatikan manusia dengan

kejadian badanya yang ajaib, perhatikan matahari yang memberi cahaya

untuk manusia hidup, bulan yang timbul dan tenggelam, takjub atas

kekuasaan pembikinannya. Takjub itu ialah pintu yang pertama dari iman.

Di sana kelak akan aatang suara dari hati kita sendiri.12

Hamka juga menjelaskan bahwa kehidupan ini membuktikan bahwa

Allah itu ada. Karena segala alam ini ada yang menjadikan, kehidupan ini

bukan terjadi dengan tiba-tiba. Di waktu otak manusia jernih dan bersih, tidak

tercampur dengan kesombongan dan tidak hanya percaya kekuatan diri sendiri,

11

Hamka, Tasawuf Modern…,h. 68 12

Hamka, Tasawuf Modern…, h. 69

Page 54: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

48

timbulah dalam hatinya perasaan bahwa ada yang mengatur alam ini.

Pengakuan atas adanya yang mengatur alam, adalah pengakuan asli manusia.

Perasaan itu mesti timbul bilamana dia memperhatikan alam seisinya.

Dari penuturan tersebut, Hamka ingin mennjelaskan bahwa ada fitrah

akal yang sangat berpengaruh terhadap proses bertambah kuatnya keimanan

seseorang. Dengan mengoptimalkan potensi akal yang hanif untuk

merenungkan dan berfikir tentang penciptaan alam semesta, manusia dapat

membuktikan kebenaran agama, sekaligus memperkuat keimananya. Dan

dengan bertambah kuatnya iman seseorang atau peserta didik maka segala apa

yang dilakukanya akan mengarah pada dua dimensi yaitu dimensi ketundukan

vertical dan dialektika horizontal.

Iman kepada Allah yang ditegaskan dengan ucapan La ilaha illallah

(tiada Tuhan selain Allah) menimbulkan faham tauhid (montheis), yakni

mengesakan Tuhan.13

Dan tauhid dalam pendidikan Islam berfungsi untuk

mentransformasikan setiap individu anak didik menjadi “manusia tauhid” yang

lebih ideal, dalam arti memiliki sifat-sifat mulia dan komitmen kepada

penegakan kebenaran dan keadilan. 14

Prof. Dr. Ardani mengemukakan bahwa tauhid bukanlah semata-mata

kepercayaan hampa akan wujud Allah yang maha Esa melainkan juga harus

direalisasikan dalam kehidupan nyata, maka dengan sendirinya ia akan

memberi pengaruh terhadap kehidupan itu sendiri, baik pengaruh yang bersifat

aqliyah, nafsiyah, dan ijtimaiyah.15

Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa dalam buku Tasawuf Modern

Hamka menjelaskan tentang masalah keimanan secara cukup terperinci.

Hamka meletakan pembahasan tentang nilai-nilai dan pendidikan keimanan

bagi manusia sebagai hal penting yang menjadi fondasi kehidupan manusia.

Hal tersebut sejalan dengan semangat pendidikan Islam yang meniscayakan

13

Sudirman Tebba, Orientasi Sufistik Caknur, (Jakarta: Paramadina, 2004), h. 17. 14

Muhammad Irfan, Teologi Pendidikan; Tauhid Sebagai Paradigm Pendidikan Islam,

(Friska Agung Insani, 2000), h. 109. 15

Prof. Dr. H. M. Ardani, Kapita Selekta Pendidikan Islam di Indonesia…, h. 117-118

Page 55: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

49

adanya nilai-nilai keiman yang harus ditanamkan dalam pendidikan Islam

sebagai salah satu upaya pemenuhan aspek afektif bagi peserta didik.

B. Pendidikan Akhlak

Sebagaimana diketahui bahwa “tasawuf” Hamka termasuk kepada

tasawuf akhlaki, Hal ini tercermin dalam pemaknaan tasawuf menurut Hamka

yang sependapat dengan definisi tasawuf yang dikemukakan al-Junaid, bahwa

tasawuf adalah membersihkan jiwa dan mempertinggi derajat budi,

menekankan segala kerakusan dan memerangi syahwat.

Tasawuf akhlaki berorientasi pada pembinaan akhlak yang mulia.

Terlebih Hamka menjelaskan bahwa tujuan dari tasawuf adalah untuk

membersihkan jiwa, mendidik, dan mempertinggi derajat budi. Hal ini tentu

saja sangat relevan dengan definisi dan tujuan pendidikan akhlak yaitu suatu

usaha yang dilakukan oleh pendidik terhadap anak didik melalaui proses

pengajaran, pembinaan, pelatihan, pengasuhan dan tanggung jawab untuk

diarahkan kepada suatu arah dan kebiasaan yang baik dan mulia, baik aspek

jasmani maupun rohani.

Pada buku yang sama, Hamka juga menjelaskan bahwa keutamaan

budi ialah menghilangkan segala perangai yang buruk-buruk, adat istiadat

yang rendah, yang oleh agama telah dinyatakan mana yang mesti di buang dan

mana yang mesti dipakai. Serta dibiasakan perangai-prangai yang terpuji, yang

mulia, berbekas di dalam pergaulan setiap hari dan merasa nikmat memegang

adat yang mulia itu.16

Menurut Hamka kalau kita menjauhi apa yang dilarang dan

mengerjakan apa yang diperintahkan tetapi karena terpaksa dan bukan karena

ketulusan, maka yang demikian itu tandanya belum naik kepada tingkatan

budi. Oleh sebab itu hendaklah diri berperang dengan diri dan dalam

perjuangan yang hebat itulah kita dapat mencapai tujuan yang mulia. Menurut

Hamka, untuk mencapai keutamaan budi harus ada tiga rukun yang perlu

16

Hamka, Tasawuf Modern…, h. 117

Page 56: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

50

dicapai, yaitu: 1). Dengan tabi’at, 2). Dengan pengalaman, 3). Dengan

pelajaran.17

Ketiga rukun di atas harus dilaksanakan, apabila hanya salah satu saja

yang dilaksanakan maka akan pincang keutamaannya. Dalam hal ini Hamka

menjelaskan bahwa banyak orang yang dari kecil bergaul dalam kalangan

yang utama, tetapi pengalaman tidak ada atau ilmu tidak ditambah, maka

keutamaan budi tidak akan tercapai.

Hal yang serupa juga dikemukakan oleh Sidi Gazalba, bahwa

Kepribadian muslim sebagian besar berasal dari kapasitas atau predisposisi

tertentu yang dikuasai oleh keturunan, sebagian dari keadaan individu yang

diperolehnya selama hidupnya, dan sebagian lagi dari kebiasaan-kebiasaan

yang diberikan kepadanya oleh kebudayaan tertentu.18

Maka ketiga rukun

yang dikemukakan Hamka tersebut sangat baik untuk mendidik akhlak

manusia supaya budi semakin baik dan menjadi yang utama.

Selanjutnya Hamka menyatakan bahwa musuh yang senantiasa

menghalangi manusia mencapai keutamaan ialah hawa nafsu yang

menyebabkan marah, dengki, loba dan kebencian.19

Maka hawa nafsu yang

bisa menyebabkan kerusakan akhlak tersebut harus diperangi dan dihilangkan.

Dalam hal ini Hamka juga menjelaskan tentang hawa dan akal, menurut

Hamka hawa membawa sesat dan tidak berpedoman, dan akal menjadi

pedoman menuju keutamaan.

Untuk membedakan antara mana kehendak akal dan hawa amatlah

sulit, maka untuk dapat membedakannya perlu ilmu hakikat yang dalam. Akan

tetapi, meskipun pedoman itu telah ada, namun manusia masih sangat

berpotensi menjadi sesat, karena semua itu bergantung kepada taufiq dan

hidayat Ilahi, karena itu hendaklah lekas-lekas lari kepada Allah di waktu hati

17

Hamka, Tasawuf Modern….,h. 119 18

Sidi Gazalba, masyarakat Islam; Pengantar Sosiologi dan Sosiografi, jilid 1(Jakarta:

Bulan Bintang, 1976), h.53. 19

Hamka, Tasauf Modern..,h. 119

Page 57: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

51

telah mulai ragu. Minta pertimbangaNya, bentangkan kitabNya. Demikian

menurut Hamka.20

Dalam buku yang sama Hamka juga menyebutkan beberapa sifat yang

termasuk ke dalam keutamaan budi pekerti, yaitu syaja’ah, adil, iffah dan

hikmat. Dalam hal ini sepertinya Hamka sependapat dengan imam Al Ghazali

bahwa syaja’ah, adil, iffah dan hikmat adalah induk akhlak mulia, yang

denganya dapat diketahui mana yang benar dan mana yang salah. 21

Selain itu, Hamka juga menjelaskan secar spesifik tentang beberapa

perilaku terpuji yang ada dalam buku Tasawuf Modern, di antaranya yaitu

malu, amanat, sidiq, ikhlas, qona’ah dan tawakal.

Pertama, malu. Perasaan malu menurut Hamka sangat berpengaruh

terhadap pergaulan hidup. Dengan malu, orang yang berakal akan enggan

untuk mengerjakan perbuatan jahat. Sebelum orang menggunakan undang-

undang lebih dahulu orang telah dilindungi oleh hukum malu yang telah

melekat dalam budi pekertinya. Lebih lanjut Hamka mengatakan bahwa rasa

malu tidak akan hidup dalam hati dan budi pekerti seorang manusia, kalau dia

tidak merasakan rasa kehormatan diri.22

Sifat malu membawa seseorang mengarungi lautan besar, memasuki

rimba belantara, ditimpa susah dan kepayahan untuk mencapai keutamaan.

Sifat malu menyebabkan manusia sanggup menahan hawa nafsu, mengekang

dirinya dan menempuh halangan lantaran menghindarkan diri dari perangai

yang durjana.

Kedua, amanat. Bisa dipercaya (amanat) adalah tiang kedua dari

masyarakat yang utama. Hamka mengutip pendapat Herbert Spencer yang

berpendapat bahwa hidup itu ialah kelancaran hubungan diri dengan luar diri23

.

Sedang nasi sesuap, tak bisa masuk ke dalam mulut kalau tidak beribu bahkan

bermiliun orang yang mengerjakan. Dia mesti ditanam oleh para petani yang

20

Hamka, Tasauf Modern….,h. 124 21

Ahmad Muhammad Al Hufy, Akhlak Nabi Muhammad SAW;Kemuliaan dan

Keluhuranya, (Jakarta: Bulan Bintang) h. 28. 22

Hamka, Tasawuf Modern..,h. 103 23

Hamka, Tasawuf Modern...,h. 105

Page 58: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

52

begitu banyaknya, mesti ditumbuk oleh mesin penumbuk padi yang

mempunyai buruh beribu-ribu orang, semua itu dikerjakan oleh bermiliun-

miliun orang.

Menurut Hamka, amanat adalah salah satu sifat yang harus dimiliki

terutama dalam konteks hubungan diri dengan luar diri atau sesama manusia

(hablum minannas). Kebalikan dari sifat amanat adalah sifat khianat, yaitu

menyia-nyiakan kepercayaan atau tidak dapat dipercaya, yang demikian itu

termasuk ke dalam salah satu tanda orang munafiq.

Hamka mengatakan, supaya masyarakat dapat hidup secara teratur,

perlu berdiri pemerintah yang bisa mengatur Negara, sedangkan negara hanya

dapat tegak di atas amanat. Kalau amanat telah runtuh atau para pemimpinnya

khianat, maka runtuhlah pemerintah,berarti runtuh pulalah masyarakat dan

umat.

Ketiga, sidiq. Sidiq yang berarti jujur atau benar merupakan dasar

pembinaan akhlak yang sangat penting dalam ajaran Islam. Dan bersikap

seperti ini memerlukan perjuangan yang tidak ringan, karena banyaknya

godaan dilingkungan sekitar yang menggoda kita untuk tidak bersikap jujur

(sidiq).

Hamka menjelaskan bahwa sidiq adalah tiang ketiga dari masyarakat.

Karena kejujuran sangatlah penting artinya bagi masyarakat. Dalam hal ini

Hamka mengilustrasikan seorang manusia yang diciptakan dimuka bumi, yang

awalnya tidak tau ke mana dia akan dibawa, hanya mempunyai panca indra

yakni penciuman, pendengaran, penglihatan, perasaan lidah dan kulit. Dan

manusia perlu pertolongan, baik pertolongan ilmu maupun akal. Dan semua

tidak akan tercapai kalau pertolongan itu tidak diterima dari sumber yang

benar.24

Keempat, ikhlas. Sifat ikhlas merupakan salah satu sifat terpuji yang

harus ditanamkan kepada peserta didik, Dalam ibadah misalnya, peserta didik

selain diajarkan tentang syarat, rukun dan hal-hal yang membatalkan ibadah,

juga perlu diajarkan tentang ruh ibadah yakni keikhlasan melaksanakan

24

Hamka, Tasawuf Modern…., h. 107

Page 59: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

53

ibadah. Ikhlas ialah melaksanakan sesuatu amal semata-mata karena Allah,

yakni semata-mata karena iman kepada yang maha pencipta, dan semata-mata

mengharap Ridhanya. Sesungguhnya ikhlas itu adalah ruh suatu amalan. Sabda

nabi :

Allah tiada menerima amalan, melainkan amalan yang khalis bagiNya dan

dituntut denganya keridhaan Allah (HR. Ibnu Majah).

Dalam buku risalah Al Qusairy karangan Qusyairy an naisabury,

dijelaskan bahwa ikhlas berarti bermaksud menjadikan Allah SWT, sebagai

satu-satunya sesembahan. Sikap taat yang dimaksud adalah taqarrub kepada

Allah, mengesampingkan yang lain dari makhluk, apakah itu sifat memperoleh

pujian ataupun penghormatan dari manusia. Dapat dikatakan, “keikhlasan

berarti menyucikan amal perbuatan dari campur tangan sesama makhluk.

Dikatakan juga, “keikhlasan berarti melindungi diri sendiri dari urusan

individu-individu manusia.25

Adapun ikhlas menurut Hamka adalah pekerjaan yang bersih terhadap

sesuatu . Lebih lanjut Hamka menjelaskan bahwa Ikhlas dalam hal ini tidak

hanya berlaku untuk Allah, tetapi untuk siapa saja. Dalam penjelasanya bila

seseorang melakukan sesuatu untuk dipuji majikanya, maka ia berlaku ikhlas

untuk majikanya atau bila manusia berlaku sesuatu untuk kepentingan

perutnya, maka iapun ikhlas untuk perutnya.26

Orang yang melakukan sesuatu

untuk yang ditujunya, bila ia melakukan sesuatu untuk Allah semata berarti ia

ikhlas karena Allah. Oleh karena itu Hamka menjelaskan dalam buku Tasawuf

Modern tentang ikhlas kepada Allah, kitabullah, Rasulullah, dan ikhlas kepada

kaum muslimin. Berikut penjelasanya:

1. Ikhlas kepada Allah

Ikhlas kepada Allah maknanya adalah hanya semata-mata percaya

kepadanya.Ia tidak boleh dipersekutukan dengan yang lain, pada zat sifat

dan pada kekuasaanya.Hadapkan kepadanya segala sifat-sifat

25

Imam Qusyairi An Naisabury, risalah Qusyairiyah induk ilmu tasawuf, h. 243. 26

Hamka, Tasauf Modern …,h. 127

Page 60: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

54

kesempurnaan yang penuh, hindarkan dari pada persangkaan sifat-sifat

kekurangan.

2. Ikhlas kepada kitabullah

Ikhlas kepada kitabullah adalah percaya dengan sungguh-sungguh bahwa

kitab itu ialah kalamullah, yang tiada serupa dengan kalam makhluk.

Tidak seorangpun yang sanggup membuat kitab semacam ini, kitabullah

adalah kitab yang diturunkan Allah kepada rasulnya untuk menjadi

tuntunan kita sekalian. Kita baca dan kita fahamkan isinya, kita junjung

dan kita sucikan, kita perhatikan dengan hati yang khusu‟.

3. Ikhlas kepada Rasulullah

Ikhlas kepada Rasulullah adalah mengakui dengan sungguh-sungguh

risalahnya, percaya dengan segala yang dibawanya.

4. Ikhlas kepada imam kaum muslimin

Ikhlas kepada imam atau raja-raja dan pemerintah muslim ialah dengan

jalan membela dalam kebenaran, taat kepada mereka di dalam agama.

Hamka mengemukakan bahwa lawan dari ikhlas adalah isyrak, isyrak

artinya berserikat atau bercampur dengan yang lain. Sedangkan tempatnya

ikhlas dan isyrak adalah hati.27

Maka jika seseorang berniat mengerjakan

sesuatu pekerjaan, mulai dari melangkah sudah dapat ditentukan ke mana arah

dan tujuannya, apakah niat karena faktor lain ataukah karena Allah SWT.

Ikhlas tidak dapat dipisahkan dari jujur atau dalam bahasa lainya

tulus.28

oleh sebab itu banyak orang mengatakan tulus ikhlas, padahal

ketulusan itu bukanlah dibuktikan oleh lidah saja, tetapi lebih dari itu adalah

hati. Ada sebuah syair yang diungkapkan oleh Hamka;

Jangan terpedaya oleh seorang ahli pidato lantaran pidatonya, sebelum

kelihatan bukti pada perbuatanya. Karena perkataan itu sumbernya

adalah hati. Lidah hanya dijadikan sebagai tanda dari hati.

Dalam menjelaskan tentang ikhlas Hamka merujuk surat Al Baqarah

ayat 177:

27

Hamka,Tasawuf Modern…, h. 127 28

Hamka, Tasawuf Modern.., h. 129

Page 61: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

55

Tidaklah jasa dan kebaikan itu, bahwa engkau palingkan mukamu ke

timur dan ke barat, tetapi jasa kebaikan ialah beriman kepada Allah dan

hari akhirat, dengan malaikat dan Nabi; dan memberikan harta kepada

yang berhak menerima dari kaum kerabat, anak yatim, orang miskin,

orang yang tak tentu rumah tangganya, budak yang ada harapan akan

dimerdekakan dan mendirikan sembahyang, mengeluarkan zakat, dan

orang-orang yang menempati perjanjian bilaman mereka berjanji, dan

orang yang sabar di waktu kesusahan dan kesempitan, serta kesusahan

yang tiba-tiba. Mereka itulah orang-orang yang benar dan (tulus) dalam

pengakuanya, dan mereka itulah orang-orang yang muttaqin. (QS. Al-

Baqarah ayat 177).

Kelima, qona’ah dan tawakal. Dewasa ini banyak sekali manusia yang

saling berebut jabatan dan kekayaan dengan saling menjatuhkan satu sama

lain, tentu saja hal ini sangat mengkhawatirkan. Selain budaya rebutan

jabatan, budaya korupsi juga kian merajalela dewa ini yang membuat bangsa

ini semakin hancur. Para koruptor bukanlah orang yang tidak memiliki cukup

uang, bahkan kekayaan mereka relatif berlimpah, namun mereka tidak pernah

merasa cukup dengan apa yang telah mereka miliki, karena mereka

mengedepankan sifat tamak daripada sifat qona’ah.

Qona’ah dan tawakal merupakan salah satu materi dalam Pendidikan

Islam, Sifat qona’ah dan tawakal hendaknya dimiliki oleh peserta didik,

karena Dengan sifat qona’ah orang tidak akan tergila-gila untuk menindas

yang lain guna mendapatkan jabatan dan kekayaan, karena mereka yakin

bahwa rizki telah diatur oleh Tuhan, tugas manusia adalah berikhtiar. Maka

Page 62: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

56

Dzu Nuun al Mishry mengatakan bahwa orang qona’ah selamat dari orang-

orang semasanya dan berjasa atas semua orang.

Qona’ah menurut Abu Abdullah bin khafif adalah meninggalkan

keinginan terhadap apa yang telah hilang atau yang tidak dimiliki, dan

menghindari ketergantungan kepada apa yang dimiliki. Muhammad bin Ali at

Tirmidzi menegaskan, qona‟ah adalah kepuasan jiwa terhadap rizki yang

diberikan.29

Rasulullah SAW bersabda:“qona’ah itu adalah harta yang tidak

akan hilang dan simpanan yang tidak akan lenyap”

Hamka dalam bukunya Tasawuf Modern menjelaskan bahwa qona’ah

adalah menerima dengan cukup, dan qona’ah mengandung lima perkara:

1. Menerima dengan rela apa yang ada

2. Memohonkan kepada Tuhan tambahan yang pantas, dan berusaha

3. Menerima dengan sabar akan ketentuan Tuhan

4. Bertawakal kapada Tuhan

5. Tidak tertarik oleh tipu daya manusia30

Qona’ah bukan berarti menerima saja apa yang ada, sehingga tidak ada

ikhtiar. Karena sejatinya agama menyuruh untuk qona’ah hati bukan qona’ah

ikhtiar. Rasulullah bersabda: “Qona’ah itu adalah harta yang tidak akan

hilang dan simpanan yang tidak akan lenyap.”

Hamka menjelaskan bahwa qona’ah maknanya sangatlah luas.

Menyuruh percaya yang betul-betul akan adanya kekuasaan yang melebihi

kekuasaan kita., menyuruh sabar akan ketentuan ilahi jika ketentuan itu tidak

menyenangkan diri, dan bersyukur akan dipinjaminya Nikmat. Maka bekerja,

berusaha, bergiat sehabis tenaga adalah kewajiban manusia.31

Jadi qona’ah bukan untuk melemahkan hati, memalaskan fikiran,

mengajak berpangku tangan. Tetapi qona’ah adalah modal yang paling teguh

untuk menghadapi penghidupan, menimbulkan kesungguhan hidup.

29

Abul Qasim Al Qusyairy an Naisabury, Risalatul Qusyairiyah, induk ilmu Tasawuf,

Terj. Dari Arrisalatul Qusyairiyah fi’ilm At Tashawwufi oleh Muhammad Luqman Hakim,

(Surabaya: Risalah Gusti, 1997), cet: 2, h. 174 30

Hamka,Tasawuf Modern…, h. 219 31

Hamka, Tasawuf Modern…, h. 221

Page 63: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

57

Dalam pendidikan Islam sifat qona’ah merupakan sifat yang terpuji

yang tentunya harus dimiliki oleh peserta didik, dengan sifat qona’ah yang

mempunyai makna yang sangat luas maka peserta didik tidak akan malas

dalam berusaha dan belajar, karena sebagaimana dijelaskan Hamka bahwa

qona’ah yang dimaksud adalah qona’ah hati bukan qona’ah ikhtiar.

Sejatinya qona’ah adalah tiang kekayan yang sejati. Dan lawan

qona’ah adalah gelisah, gelisah adalah kemiskinan yang sebenarnya.32

Agar

manusia tidak salah paham tentang qana’ah yaitu merasa puas dengan yang

telah dimiliki. Maka Hamka membedakan qona’ah dengan malas, karena

malas dan qona’ah perbedaanya sangat tipis. Qona’ah adalah berikhtiar

semaksimal mungkin untuk mendapatkan rizki dan merasa puas dengan rizki

yang telah dimilikinya, sedangkan malas adalah merasa puas dengan rizki

yang dimiliki tanpa melakukan ikhtiar.

Di dalam qona’ah seperti yang telah dijelaskan di atas tersimpulah

tawakal, yaitu menyerahkan keputusan segala perkara, ikhtiar dan usaha

kepada Tuhan semesta alam. Syekh Muhammad Shalih al Muajjid

berpendapat bahwa tawakal merupakan tingkatan akhlak yang tinggi dan

mempunyai pengaruh yang luar biasa bagi pelakunya. Tawakal adalah bagian

dari hasil keimanan yang terbesar, amalan dan ibadah yang paling utama yang

dapat mendekatkan diri seorang hamba kepada Allah SWT.33

Menurut Hamka tawakal bukan semata-mata menyerahkan seluruhnya

kepada kehendak Allah tanpa berusaha sama sekali, tapi tawakal adalah

menyerahkan kepada ketetapan Allah setelah manusia melakukan ikhtiar

semaksimal mungkin. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan Hamka yaitu:

Maka orang yang menutup kandangnya, takut ayamnya ditangkap

musang, orang yang mengunci rumahnya takut maling masuk, orang yang

mengikat untanya takut akan dilarikan orang; mereka itulah mutawakil,

bertawakalh yang sejati, tawakal dalam teori dan praktek.34

32

Hamka, Tasawuf Modern…, h. 222 33

Syekh Muhammad Shalih Al Munajjid, Jagalah Hati Raih Ketenangan, penerjemah:

Saat Mubarak, cet 1, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2006), h. 35. 34

Hamka, Tasawuf Modern…, h. 233-234

Page 64: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

58

Kritikan Hamka tentang tawakal tersebut sejalan dengan pendirianya

tentang adanya kebebasan manusia dalam memilih takdir hidupnya.

Keterangan tawakal yang demikian mendorong orang untuk berusaha, tidak

hanya pasrah terhadap keadaan dengan dalih tawakal kepada Allah SWT.

C. Pendidikan Spiritual (Tazkiyatunnafs)

1. Pengertian Pendidikan spiritual

Pendidikan spiritual merupakan bagian pokok dalam pendidikan

Islam. Pendidikan ini berlandaskan pada kaidah-kaidah yang kuat dan

dasar-dasar yang kokoh yang berperan sebagai penguat dan pengokoh

relasi antara seorang muslim dengan Tuhanya, Allah SWT, serta sebagai

penghubung antara faktor-faktor yang bersifat duniawi dan factor-faktor

yang bersifat ukhrowi.

Menurut Said Hawwa pendidikan spiritual dalam Islam merupakan

pembersihan jiwa atau perjalan (al sair) menuju Allah SWT. Adapun

dalam buku-buku pendidikan spiritual, secara umum seluruhnya

dituangkan ke dalam satu wadah yang sama yakni perpindahan dari jiwa

yang kotor menuju jiwa yang bersih (al muzakka); dari akal yang belum

tunduk kepada syariat menuju akal yang sesuai dengan syariat, dari hati

yang keras dan berpenyakit menuju hati yang tenang dan sehat, dari roh

yang jauh dari Allah, lalai dalam beribadah dan tidak sungguh-sungguh

melakukanya, menuju roh yang mengenal (arif) Allah SWT, senantiasa

melaksanakan hak-hak untuk beribadah kepadaNya, dari fisik yang tidak

mentaati aturan syariat menuju fisik yang senantiasa memegang aturan-

aturan syariat Allah SWT. Singkatnya dari yang kurang sempurna menuju

yang lebih sempurna dalam kebaikan dan mengikuti Rasulullah Saw baik

perkataan, tingkah laku dan keadaanya.35

Selanjutnya pendidikan spiritual erat sekali kaitanya dengan istilah

tazkiyatun nafs (pembersihan jiwa). Perlu dicatat bahwa istilah tazkiyatun

35

Sa‟id Hawwa, Tarbiyatuna Al Ruhiyah, (Kairo; Maktabah al wahbah,1992), h.69.

Page 65: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

59

nafs adalah istilah yang paling umum dengan istilah pendidikan (al

Tarbiyah), apalagi istilah ini telah disebutkan dalam beberapa ayat al-

Qur‟an yang menunjukan makna pendidikan, dan istilah ini menunjukan

pada introspeksi jiwa (muhasabah al nafs).

Said Hawwa menyatakan bahwa “kata Tazkiyyah secara

terminologis punya dua makna, yaitu pensucian dan pertumbuhan.36

Hal itu

ditegaskan pula oleh Muhammad al Ghazali, ia mengatakan bahwa

tazkiyah merupakan kata yang terdekat dari makna pendidikan (tarbiyah);

bahkan kata tarbiyah dan tazkiyah hampir sinonim dalam upaya perbaikan

jiwa dan pendidikan tabi’at.37

Mir Valiuddin menyatakan bahwa tazkiyah

an nafs atau penyucian jiwa ini berarti menghiasi sifat-sifat terpuji dan

malakuti, sesudah membersihkanya dari sifat-sifat tercela dan hewani.38

Hamka dalam bukunya Tasawuf Modern membahas tentang

kesehatan jiwa. Menurut Hamka jiwa adalah harta yang tiada ternilai

harganya. Kesucian jiwa menyebabkan kejernihan diri, lahir dan batin,

maka itulah kekayaan sejati. 39

Hamka mengatakan, bahwa orang yang takut mengahadapi

kehidupan dan tidak berani menggosok dan mensucikan batinya, tidak

akan kenal arti lezat. Seorang pahlawan, mencapai titel pahlawan dengan

darah dan pedang. Seorang penganjur bangsa alim ulama dan sebagainya,

mereka duduk di singgasana kemuliaan dengan senangnya, padahal

mereka mencapai itu dengan susah payah. Demikianlah mencapai

kemuliaan batin. 40

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwa mensucikan jiwa dan

menuju ketenangan jiwa bukanlah sebuah perkara yang mudah untuk

dilakukan, perlu latihan serta pendidikan mental yang panjang, banyak

36

Said Hawwa, Mensucikan jiwa konsep tazkiyatun nafs terpadu, Cet. Ke-25 (Jakarta:

Robbani Press, 2000), h. 2. 37

Muhammad Al Ghazali, Nazhariyah al Tarbiyah al-Islamiyah li al Fard wa al

Mujtama‟, (Makkah al Mukarramah; Jami‟ah Umm al Qura, 1400 H), h. 1. 38

Mir Valiuddin, Zikir dan Kontemplasi dalam tasawuf, Cet. 2, (Bandung; Pustaka

Hidayah, 1997) h. 45. 39

HAMKA, Tasawuf…, h. 145. 40

HAMKA, Tasawuf…, h. 146.

Page 66: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

60

sekali pengorbanan yang harus dilakukan, dan dengan pengorbanan susah

payah maka manusia akan merasakan ketenangan jiwa.

Selanjutnya Hamka menjelaskan bagaimana cara mengobati jiwa

yang sakit. Jiwa yang sehat tercermin dalam dirinya sifat syaja’ah (berani

pada kebenaran, takut pada kesalahan), iffah ( pandai menjaga kehormatan

batin), Hikmah (Tau rahasia dari pengalaman hidup) dan adaalah (adil).

Dan sebaliknya jiwa yang sakit timbul dalam dirinya sifat tahawur, jubun,

marah yang tercela, ujub dan takut.

2. Penyakit Jiwa dan Obatnya

a. Tahawur

Lawan sifat syaja’ah (berani) adalah tahawur (nekad/gegabah)

yang berarti keberanian manusia menempuh suatu hal, padahal menurut

pertimbangan akal hal tersebut tidak bisa ditempuh. Maka untuk

mengobati penyakit tahawur, hendaklah orang yang telah terjangkit

penyakit ini, sadar akan akibat yang ditempuh jika melakukan tahawur.

Sadari bahayanya dan paksa diri surut ke belakang, maka hati tidak

akan merasa kecewa lagi jika ditimpa malapetaka dan tidak tercengang

melihat keganjilan kebenaran.41

b. Jubun

Jubun adalah penyakit yang di bawah derajat pertengahan.

Tabiat ini amat dingin. Sebab kematian hati ini karena tidak ada

martabat, tidak ada gengsi. Hal ini karena kurang kesabaran, kurang

kemauan, sehingga jadi pemalas. Orang yang mempunyai sifat jubun

suka saja menerima kehinaan, asal kesenangan jasmani jangan

terganggu. Menurut Hamka mengobati penyakit jiwa yang berbahaya

ini, ialah dengan jalan menimbulkan watak-watak yang ada dalam diri.

Karena sebenarnya perangai atau sifat sifat masih belum hilang dalam

jiwa.42

41

Hamka, Tasawuf …, h. 150. 42

Hamka, Tasawuf …, h. 151.

Page 67: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

61

c. Marah

Marah berasal dari bahasa Arab amarah yaitu bersifat

memerintah atau mendorong. 43

Marah merupakan emosi dasar yang

tampak ketika salah satu motif dasar atau penting yang harus dipenuhi

terhambat. Menurut Hamka Marah ada yang terpuji dan ada yang

tercela. Marah yang terpuji ada dua macam yaitu marah karena

mempertahankan kehormatan dan mempertahankan agama. 44

Allah Berfirman dalam Al-Qur‟an:

Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena

sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan,

kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Rabbku, sesungguhnya

Rabbku maha pengampun lagi maha penyayang.(Qs. 12:53),45

Ayat di atas menjelaskan bahwa nafsu yang ada pada diri

manusia memang selalu condong untuk melakukan perbuatan yang

jahat. Nafsu yang baik adalah nafsu yang diberi rahmat oleh Allah.

Marah yang tidak boleh dan menjadi penyakit bagi jiwa atau

marah yang terlarang adalah marah yang terbit dari takabur dan

sombong, congkak dan kebanggaan. Marah ini terjadi karena untuk

kepentingan diri sendiri bukan untuk agama dan dunia. Maka untuk

mengobati sifat ini perlu banyak maaf (hilm) dan banyak menahan hati (

Tahallum).46

d. Ujub dan Bangga

Ujub ialah merasa puas dengan diri sendiri. Ujub atau sombong

adalah sikap merasa lebih tinggi dari orang lain sekaligus merendahkan

mereka. Sedangkan bangga menurut Hamka adalah sifat suka

membanggakan kemuliaan diluar badan.47

al-Qur‟an juga mencela dan

mengecam sikap berbangga diri sebagaimana dijelaskn dalam surat

Luqman ayat 18:

43

Sudirman Tebba, Sehat lahir batin, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2004), h. 96. 44

HAMKA, Tasawuf …, h. 154. 45

Departemen Agama Republik Indonesia, Alqur’an Tajwid dan Terjemah, (Jakarta

Khairul Bayan,2005), h. 42. 46

HAMKA, Tasawuf …, h. 157. 47

HAMKA, Tasawuf…., h. 158

Page 68: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

62

Dan janganlah kamu memalingkan muka kamu dari manusia

(karena sombong) dan janganlah kamu berjalan dimuka bumi ini

dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang

yang sombong lagi membenggakan diri. (QS. Luqman: 18).

e. Takut

Sebenarnya rasa takut bermanfaat dalam kehidupan manusia. Ia

mendorong manusia untuk menjauhi situasi bahaya dan menghindari

sesuatu yang menyakiti dirinya. Penelitian empiric mutakhir

menunjukan bahwa takut yang seimbang dan tidak berlebihan, justru

bermanfaat dalam mendorong manusia untuk melakukan pekerjaanya

dengan baik. Sedangkan takut yang berlebihan, akan menimbulkan

keguncangan dan keresahan jiwa.

Menurut Hamka takut yang berlebihan adalah penyakit yang

timbul dari jubun. Hawa kemarahan badan sudah terlalu dingin dan

beku. Oleh sebab itu timbulah ketakutan. Misalnya ada Orang yang

enggan berniaga karena takut rugi, hendaklah diobati dengan perasaan,

bahwa jatuh miskin itu bukanlah penyakit, yang jadi penyakit disini

adalah ketakutan. 48

3. Menjaga Kesehatan jiwa

Gangguan kesehatan jiwa sebagian besar disebabkan oleh tekanan,

pengalaman-pengalaman emosional dan konflik batin. Penyakit jiwa yang

telah dijelaskan di atas apabila tidak diobati maka akan berakibat tidak

baik bagi perkembangan psikologis. Oleh karena itu sangat perlu adanya

penyucian jiwa (tazkiyatun nafs) dari sifat-sifat tercela kemudian dihiasi

dengan sifat-sifat terpuji. Sebagaimana yang telah dijelaskan Hamka di

atas.

48

HAMKA, Tasawuf …, h. 161.

Page 69: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

63

Lebih lanjut Hamka menjelaskan bahwa menjaga kesehatan jiwa

yang paling utama adalah dengan beriman kepada Allah. Berikut adalah

ungkapan Hamka tentang menjaga kesehatan jiwa dalam bukunya taswauf

Modern.

Rukunya yang pertama adalah beriman dengan Allah. Tetapi iman

itu tidak ada artinya kalau tidak kelihatan bayanganya, padahal

ehwal setiap hari, atau pada hubungan antara kehidupan dengan

alam. Tampak alamatnya pada kerinduan yang terbit dari cinta

dan cinta yang memperhubungkanya dengan hayat, dan dengan

cita-cita yang menghubungkan engkau dengan alam.49

Hal ini diperkuat oleh pendapat Dr. M Usman Najati dalam

bukunya EQ dan SQ dari Sunnah Nabi yang mamaparkan bahwa iman

dapat memperkuat sisi ruhaniyah manusia. Iman, tauhid dan ibadah kepada

Allah menimbulkan sikap istiqomah dalam perilaku. Di dalamnya terdapat

pencegahan dan terapi penyembuhan terhadap penyimpangan,

penyelewengan serta penyakit jiwa. 50

Belakangan sejumlah psikolog kontemporer seperti William James,

Carl G. Jung, A.A Brill, Henri Link, mulai menyadari pentingnya

memasukan aspek agama dalam kesehatan jiwa. Mereka juga

mengisyaratkan peranan penting yang dilakukan oleh iman dalam

memberikan kedamaian dan ketenangan dalam jiwa dan dalam

menghancurkan perasaan gelisah serta keguncangan jiwa.51

Allah berfirman:

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukan iman

mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang

mendapatkan keamanan dan mereka itulah orang-orang yang

mendapatkan petunjuk (Q.S Al An „am: 82).

49

HAMKA, Tasawuf …, h. 275. 50

M Utsman Najati, Belajar SQ dan EQ dari sunah Nabi, Cet VI, (Jakarta: Hikmah,

2003) h. 100. 51

Najati, Belajar SQ dan EQ …, h. 4.

Page 70: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

64

Selanjutnya Hamka berpendapat bahwa untuk menjaga kesehatan jiwa

perlu diperhatikan lima perkara:

1. Bergaul dengan Orang-orang Budiman

Hamka menegaskan dalam buku tasawuf modern untuk menjaga

kesehatan jiwa, hendaklah begaul dengan orang-orang yang berbudi.

Orang-orang yang dapat dikutip manfaat daripadanya. Jangan bergaul

dengan orang-orang yang durjana, akan tetapi jika suatau saat kita terpaksa

bergaul dengan golongan itu, maka hendaklah membuat isyarat yang bisa

dipahamkan mereka, bahwa kita tidak setuju dengan perbuatan dan

kelakuan mereka. Karena biasanya kotoran budi yang kita saksikan akan

melekat kepada kita, dan amat susah buat membasuhnya sekaligus, Bahkan

kadang-kadang orang yang utama bisa tertarik oleh orang yang tidak

utama, apalagi bila keutamaan baru saduran, belum lekat sampai ke

sanubari.

Dari penjelasan Hamka diatas dapat dipahami bahwa menjaga

pergaulan amatlah penting untuk menjaga kesehatan jiwa, karena pergaulan

yang baik akan membawa kita baik, tapi jika bergaul dengan orang yang

tidak baik maka akan terbawa kepada hal yang buruk.

2. Membiasakan Pekerjaan Berfikir

Untuk menjaga kesehatan jiwa, maka perlu pengasahan otak setiap

hari, karena jika dbiarkan menganggur berfikir, akan ditimpa sakit dan

menjadi bingung. Orang yang kuat berfikir akan menjadi hikmat. Jika besar

kelak ia akan menjadi bintang pergaulan yang gemerlapan. Demikian

pendapat Hamka.

3. Menahan Syahwat dan Marah

Nafsu manusia tidak ubahnya seperti binatang tunggangan yang

tidak patuh yang hendak menguasai dan membangkang kepada

penunggangnya. Dalam hal ini Hamka menjelaskan bahwa supaya batin

sehat, hendaklah dikungkung jangan sampai terpengaruh oleh kekuatan

syahwat dan marah.

Page 71: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

65

Supaya nafsu terpelihara, hendaklah orang berjuang menyingkirkan

perangai yang rendah. Biasakan tidak menyetujui jika orang lain

mengerjakanya, biasakan membentuk diri dalam keutamaaan. Menurut

Hamka yang paling berbahaya untuk kesehatan rohani adalah memandang

murah kejahatan yang kecil, karena kejahatan yang kecil merupakan pintu

bagi kejahatan yang besar.

4. Memeriksa Cacat-cacat Diri Sendiri

Memeriksa cacat-cacat diri sendiri atau yang lebih dikenal dengan

introspeksi adalah salah satu bentuk penghitungan diri, dan merupakan alat

yang penting bagi manusia dalam memperbaiki kesalahan-kesalahanya.Bila

orang tidak mempunyai penasihat dari dalam dirinya, maka nasihat apapun

tidak bermanfaat baginya. Bila orang tidak mau menerima kritikan dari

nuraninya sendiri, maka ia tidak akan dapat menerimanya dari orang lain.

Dialah yang lebih mengenal dirinya jauh dari siapapun.52

Hamka berpendapat tiap-tiap orang takut akan cacat dirinya. Di sini

nyata bahwa manusia tidak ingin kerendahan, semua suka kemuliaan.

Tetapi jarang orang yang tidak tahu akan aibnya, dan tidak tahu akan aib

diri sendiri menurut Hamka adalah aib yang sebesar-besarnya. Oleh karena

itu introspeksi adalah hal yang penting untuk dilakukan guna mendidik diri

dan membersihkan jiwa, Allah SWT berfirman di dalam surah al-Qiyamah

ayat 14-15

Bahkan manusia itu menjadi saksi atas dirinya sendiri, meskipun dia

mengemukakan alasan-alasanya.

5. Tadbir, menimbang sebelum mengerjakan (bekerja dengan teratur)

Sebelum masuk kepada pekerjaan hendaklah difikirkan dahulu

manfaat dan madhorotnya, akibat dan natijahnya. Hamka berpendapat

pekerjaan yang tidak dimulai dengan pertimbangan bisa menghabiskan

masa dan umur. Maka jika mengerjakan pekerjaan yang tidak berfaedah,

hendaklah hukum diri atas kesalahan tersebut. Dalam hal ini Hamka

52

Khalil Al Musawi, Bagimana Membangun Kepribadian Anda: Resep-Resep Sederhana

dan Mudah Membentuk Kepribadian Islam Sejati, penerj. Ahmad Subandi (Jakarta: Lentera,

1999), h. 67.

Page 72: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

66

mencontohkan jika terdorong sembahyang terlalu cepat, sehingga

menghilangkan khusu‟ hukumlah diri supaya sembahyang lebih lambat

dari yang biasa. 53

Demikian Hamka menjelaskan tentang kesehatan jiwa dan obatnya.

Hal ini sejalan dengan apa yang kemudian dikenal dalam dunia tasawuf

dengan istilah takhalli (membersihkan diri dari sifat-sifat buruk), tahalli

(menghiasi diri dengan sifat-sifat mulia) dan tajalli (membuka hijab

dengan Allah Swt), meskipun dalam hal ini buku Tasawuf Modern belum

terlalu menyentuh ke dalam ranah tajalli.

Jiwa (nafs) dalam diri manusia bersifat tidak tetap, sebagaimana

hati yang juga bias berubah-ubah, ia bisa menjadi nafsul muthmainnah

(jiwa yang bersih) atau nafsul lawwaamah (jiwa yang kotor). Supaya jiwa

tetap suci, maka manusia perlu menjaga kesehatan jiwanya. Pendidikan

spiritual yang lebih dikenal dengan istilah tazkiyyatun nafs adalah salah

satu cara untuk menjaga dan mensucikan kembali jiwa dari penyakitnya.

Meskipun dalam penjelasannya tentang tazkiatun nafs Hamka

hanya menyebutkan iman dan lima perkara sebagai cara untuk menjaga

kesehatan jiwa, tapi tentu saja dengan keimanan yang teguh kepada Allah

seorang manusia akan terus menghiasai dirinya dengan taat kepada Allah

dengan cara beribadah, dan dari ibadah yang ikhlas maka akan tercermin

pada dirinya sifat-sifat yang terpuji dan mulia.

D. Relevansi Buku Tasawuf Modern dengan Nilai-Nilai Pendidikan Islam

Buku Tasawuf Modern karya Hamka yang pertama kali dibukukan

pada tahu 1939 ini memang tidak membahas tetang pendidikan secara spesifik.

Tidak ada bab ataupun sub bab yang menerangkan tentang teori pendidikan,

metode pendidikan ataupun hal lainnya yang berkaitan dengan pendidikan

formal secara eksplisit.

Buku yang pada awalnya adalah kumpulan tulisan pada sebuah rubrik

majalah “Pedoman Masyarakat” ini secara umum membahas tentang masalah-

53

Hamka, Tasawuf Modern…., h. 142

Page 73: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

67

masalah tasawuf dengan tema-tema seperti, iman, akhlak, bahagia, jiwa dan

lain sebagainya yang berhubungan dengan kajian tasawuf.

Dalam bukunya ini, Hamka memotret tentang fenomena banyaknya

ummat Islam yang mengalami kekeringan spiritual dan kebingungan dalam

menghadapi kehidupan dan cara menggapai kebahagiaan, meskipun secara

formal mereka mengaku sebagai penganut Islam. Di sisi lain banyak praktek-

praktek spiritual atau tasawuf yang disinyalir berbenturan dengan syariat dan

ubudiah Islam. Maka dengan tulisan Tasawuf Modern yang banyak membahas

kehidupan keseharian mayoritas masyarakat ini Hamka bermaksud meluruskan

dan menyuguhkan Tasawuf yang “sesungguhnya” yang tidak berbenturan

dengan syariat. Hamka mendefinisikan tasawufnya dengan mengutip definisi

tasawuf dari al-Junaidi, yaitu “keluar dari budi, perangai tercela dan kepada

budi, perangai terpuji”.54

Sebagaimana penulis telah jelaskan pada bab I tentang perumusan dan

pembatasan masalah, penulis telah membatasi dan merumuskan penyusunan

skripsi ini seputar nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam buku

Tasawuf Modern karya Hamka. Maka dari itu penulis melihat adanya

relevansi yang signifikan antara isi buku Tasawuf Modern dalam konteks nilai-

nilai pendidikan Islam.

Sebagaimana kita ketahui, pendidikan Islam memiliki misi untuk

membentuk peserta didiknya menuju manusia paripurna (insan kamil), ialah

protope pribadi mulia secara lahir dan batin seperti pribadi Muhammad Saw.

Sebagai upaya mewujudkan misi besar tersebut, maka dalam prosesnya

setidaknya pendidikan Islam harus memiliki dua dimensi, yaitu pertama,

dimensi dialektika horizontal terhadap sesama manusia. Kedua, dimensi

dialektika vertical (ketundukan kepada Allah).55

Selain itu, pendidikan Islam juga memiliki tujuan untuk semata-mata

hanya beribadah kepada Allah, sesuai dengan tujuan dan peranan hidup

54

HAMKA, Tasawuf …, h. 13. 55

Samsul Nizar, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka tentang

Pendidikan Islam, (Jakarta:Kencana,2008), h. 116.

Page 74: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

68

manusia di sisi Allah.56

Sebagaimana firman Allah dalam al-Quran Surat Adz-

Dzariyat ayat 56 yang artinya: “Dan tidaklah aku menciptakan jin dan

manusia melainkan supayamereka menyembahku”.

Dari keterangan di atas, maka menjadi sebuah konsekuensi bahwa

dalam kerangka ideal pendidikan Islam, baik dalam materi, metode ataupun

proses pendidikannya harus memiliki muatan nilai-nilai Islam, sebagai upaya

mewujudkan misi dan tujuan pendidikan Islam. Terlebih Hamka banyak

mengutarakan metode bagaimana caranya memperkuat keimanan, akhlak dan

spiritual dalam bukunya Tasawuf Modern.

Dalam konteks tersebut, buku Tasawuf Modern sebagaimana telah

dibahas secara singkat pada bab sebelumnya mengandung penjelasan dan

pembahasan yang cukup eksplisit terhadap kajian nilai-nilai Islam. seperti

telah diuraikan sebelumnya, penulis mengklasifikasikan pembahasan nilai-

nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam buku Tasawuf Modern ke

dalam tiga pokok pembahasan, yaitu penidikan keimanan (aqidah Islamiah),

pendidikan akhlak dan pendidikan spiritual (tazkiyatun nafs).

Penjelasan mengenai bahagia, keimanan, akhlak dan spiritual

sebagaimana telah penulis bahas pada bab ini dan bab sebelumnya adalah

beberapa tema yang merefresentasikan nilai-nilai pendidikan Islam, dan hal

tersebut sesuai dengan salah satu tujuan pendidikan Islam yaitu untuk

mengenal dan mencari keridhoan Allah, membangun budi pekerti untuk

berakhlak mulia.57

56

Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya

media,1992), h. 14. 57

HAMKA, Lembaga Hidup, h. 190.

Page 75: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

69

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sebagaimana telah dibahas oleh penulis pada bab-bab sebelumnya,

dalam buku Tasawuf Modern Hamka menjelaskan beberapa nilai-nilai Islam

yang penting untuk dilaksanakan dan diajarkan, dan hal-hal tersebut secara

prinsip memiliki kesamaan dengan nilai-nilai dalam pendidikan Islam.

Adapun nilai-nilai tersebut adalah:

1. Pendidikan Keimanan (aqidah Islamiyah)

Nilai pendidikan keimanan terlihat dalam pemaparan Hamka dalam

bab al-Iman, Hamka menjelaskan pengertian al-Iman dan bagaimana cara

untuk menjaga serta meningkatkan iman kita kepada sang khalik

diantaranya adalah dengan banyak membaca al qur’an, menela’ah hadits

Nabi dan merenungkan penciptaan Allah yaitu alam semesta. Selain itu

Hamka juga memaparkan tentang inayat ilahi yang bisa membangkitkan

keimanan kita kepada Allah SWT.

2. Pendidikan Akhlak

Tasawuf Hamka merupakan tasawuf akhlaki, banyak sekali nilai

pendidikan akhlak yang terkandung dalam buku ini. Hamka sependapat

dengan imam Al Ghazali bahwa syaja’ah, iffah, adil dan hikmat adalah

induk budi pekerti, Kemudian hamka menyebutkan bahwa untuk mencapai

keutamaan budi harus memenuhi tiga rukun yaitu dengan tabi’at,

Page 76: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

70

pengalaman dan pengajaran. Menurut Hamka Hawa nafsu yang bisa

merusak akhlak harus dikungkung dan diperangi.

Di dalam buku ini juga kaya dengan penjelasan macam-macam

akhlakul karimah seperti, malu, sidiq, amanat, ikhlas, qona’ah dan

tawakal yang bisa dijadikan sumber dan memperkaya khazanah

pendidikan Islam.

3. Pendidikan Spiritual

Buku Tasawuf Modern terkenal dengan pengobat dan penentram

jiwa, menurut Hamka jiwa adalah harta yang tiada ternilai mahalnya.

Kesucian jiwa menyebabkan kejernihan diri, lahir dan batin. Pendidikan

spiritual dalam buku Tasawuf Modern terlihat dalam pembahasan tentang

kesehatan jiwa, meskipun penjelasan Hamka tidak selengkap dan sejelas

ulama-ulama terdahulu dalam menjelaskan tazkiyatun nafs, tapi penjelasan

Hamka tentang kesehatan jiwa ini mudah dipahami dan mudah

diaplikasikan, karena uraianya mudah dimengerti dan sederhana.

Disini Hamka memaparkan bagaimana cara menjaga kesehatan

jiwa, serta tentang penyakit hati dan obatnya. Hamka juga menjelaskan

bahwa untuk menjaga kesehatan jiwa salah satu caranya adalah dengan

memperteguh keimanan kepada Allah SWT, bergaul dengan orang

budiman, membiasakan pekerjaan berfikir, menahan syahwat dan marah,

bekerja dengan teratur dan memeriksa cacat diri sendiri.

Dari semua pembahasan pada skipsi ini, penulis dapat mengambil

kesimpulan bahwa buku Tasawuf Modern karya Hamka sangatlah kaya

dengan nilai-nilai Islam yang relevan dengan prinsip nilai-nilai yang

terkandung dalam pendidikan Islam, atau dengan kata lain terdapat nilai-nilai

pendidikan Islam dalam buku Tasawuf Modern. Selain itu, buku tersebut juga

disuguhkan secara sederhana, sehingga sangat applicable untuk dipraktekan

oleh siapapun, termasuk bagi anak didik yang rata-rata berusia dini dan muda.

Page 77: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

71

B. Saran

Sebagaimana tujuan pendidikan Islam menurut Hamka adalah

mengenal dan mencari keridhoan Allah, membangun budi pekerti untuk

berakhlak mulia, serta mempersiapkan peserta didik untuk hidup secara layak

dan berguna di tengah-tengah komunitas sosialnya, penulis menyarankan

beberapa hal sebagai berikut:

1. Pendidikan Islam saat ini hendaknya tidak hanya mementingkan aspek

jasmaniyah tetapi juga harus memperhatikan sisi rohaniyah, sehingga

pendidikan yang bervisi spiritual bisa terwujud.

2. Kepada para pendidik diharapkan tidak hanya mengajarkan nilai yang

bersifat teoritis, yang menekankan pada hafalan dan pemahaman saja,

tetapi lebih dari itu pendidik seharusnya mengajarkan nilai yang esensial

tentang makna serta ruh dari pembelajaran pendidikan Islam itu sendiri.

Maka perlu konsep serta perencanaan yang matang dari para pendidik.

3. Standar akhir dari sebuah proses pendidikan sudah selayaknya tidak lagi

diukur dari standar kuantitatif semata, tapi juga harus dilihat dari standar

kualitatif, yang salah satunya dari sejauh mana peserta didik dapat

menginternalisasi nilai-nilai pendidikan Islam ke dalam setiap individunya.

Page 78: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

72

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Meaningful Learning, (Yogyakarta: pustaka pelajar 2007).

Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-Teori Pendidikan Berdasarkan Al Qur’an,

(Jakarta:Rieneka Cipta, 2007).

Achmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya

media,1992).

Ahmadi, Abu dan Uhbiyati, Nur, Ilmu Pendidikan, cet.2, (Jakarta:Rineka Cipta,

2001).

Al-Ghazali, Muhammad, Nazhariyah al Tarbiyah al-Islamiyah li al Fard wa al

Mujtama’, (Makkah al Mukarramah; Jami’ah Umm al Qura, 1400 H).

Al-Hufy, Ahmad Muhammad, Akhlak Nabi Muhammad SAW;Kemuliaan dan

Keluhuranya, (Jakarta: Bulan Bintang) .

Al-Maududi, Abul A’la, Menuju Pengertian Islam, Terj. Amirudin Jamil, cet 1

(Bandung: CV. Sulita, 1967).

Al-Munajjid, Syekh Muhammad Shalih, Jagalah Hati Raih Ketenangan,

penerjemah: Saat Mubarak, cet 1, (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2006).

Al-Musawi, Khalil, Bagimana Membangun Kepribadian Anda: Resep-Resep

Sederhana dan Mudah Membentuk Kepribadian Islam Sejati, penerj.

Ahmad Subandi (Jakarta: Lentera, 1999).

Al Qarni, Aid, Berbahagialah, (Jakarta: Pustaka Al kautsar, 2006).

An-Nahlawi, Abdurrahman, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam,

(Bandung: Diponegoro, 1992).

An-Naisabury, Imam Qusyairi, risalah Qusyairiyah induk ilmu tasawuf,

Anwar, Rosihon dan. Solihin, Mukhtar, Ilmu Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia,

2006).

Aqil Siroj, Said, Tasawuf Sebagai kritik Sosial, (Bandung: PT Mizan Pustaka,

2006).

Ardani, Moh, Kapita Selekta Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT mitra

cahayaUtama)

Arief, Armai Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat

Pers, 2002).

Page 79: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

73

Arifin, H.M. Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama, (Jakarta : Bulan

Bintang, 1976).

Daradjat, Zakiyah, Ilmu Pendidikan Islam, Cet. II, (Jakarta: Bumi Aksara dan

Dirjen Lembaga Islam Depag RI, 1992).

-------, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995).

Departemen Agama Republik Indonesia, Alqur’an Tajwid dan Terjemah, (Jakarta

Khairul Bayan,2005).

F.N, Ridjalaludin, Mengungkap Rahasia; Tasawuf versi Hamka (Jakarta: Pusat

Kajian Islam FAI UHAMKA, 2008).

Gazalba, Sidi, masyarakat Islam; Pengantar Sosiologi dan Sosiografi, jilid

1(Jakarta: Bulan Bintang, 1976).

Hamka, Kenang-kenangan Hidup, Jilid I, (Jakarta:Bulan Bintang, 1979).

-------, Pandangan Hidup Muslim, (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1992).

-------, Renungan Tasawuf (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1985).

-------,Tasawuf Perkembangan dan Pemurnianya, (Jakarta: Pustaka Panjimas,

1993).

-------, Tasauf Moderen, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1987).

Hamka, Rusydi, Pribadi dan Martabat Buya Prof. Dr. HAMKA, (Jakarta Pustaka

Panjimas: 1983) .

Hawwa, Sa’id, Mensucikan Jiwa (KOnsep tazkiyatun nafs Terpadu: Intisari Ihya

Ulumudin Al Ghazali, (Jakarta: Rabbani Press, 1998).

-------, Said, Mensucikan jiwa konsep tazkiyatun nafs terpadu, Cet. Ke-25

(Jakarta: Robbani Press, 2000).

-------, Sa’id, Tarbiyatuna Al Ruhiyah, (Kairo; Maktabah al wahbah,1992).

Ihsan, Fuad, Filsafat Pendidikan Islam, cet.2, (Bandung: Pustaka Setia, 2001).

Irfan, Muhammad, Teologi Pendidikan; Tauhid Sebagai Paradigm Pendidikan

Islam, (Friska Agung Insani, 2000).

Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2001).

Khalil, Ahmad, Merengkuh Bahagia, (Malang: UIN Malang Press,2007).

Page 80: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

74

Marimba, Ahmad D. Pengantar Filsafat Pendidikan (Bandung : Al Ma’arif,

1989).

Maududi, Abu A’la, Iman dan Ketaatan, Cet ke 1 (Darul Ulum Press, 1990).

MC. Donald, Frederick J, Educational Psychology, (Tokyo: Overseas Publication

LTD,1959).

Muhaimin. et. Al, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2004).

Muhammad, M. Ahmad Qadir, Metodologi Pendidikan Agama islam, (Jakarta:

Direktur Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama islam, 1985).

Nasution, Harun, Falsafat dan mistisisme Dalam Islam, (Jakarta:Bulan Bintang,

1973).

Najati, M Utsman, Belajar SQ dan EQ dari sunah Nabi, Cet VI, (Jakarta:

Hikmah, 2003).

Nata, Abudin, Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, (Jakarta, Logos Wacana Ilmu,

1997).

Nizar, Samsul, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka

tentang Pendidikan Islam, (Jakarta:Kencana,2008).

Qordhawi, Yusuf, Merasakan Kehadiran Tuhan, terj. Jazirotul Islamiyah, cet ke 2

(Yogyakarta: Pustaka pelajar Offset, 2000).

Raharjo, M. Dawam , Intelektual Intelegensia dan Perilaku Politik Bangsa,

(Bandung: Mizan, 1993).

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta : kalam Mulia, 2002).

Saepudin, A.M, Desekularisasi Pemikiran Landasan Islami, (Bandung:

Mizan,1991).

Shihab, M. Qurais wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996)

SIMUH, Taswauf dan perkembanganya dalam Islam, (Jakarta: PT RajaGrapindo

Persada, 1997).

Sobahussurur (e.d) Mengenang 100 Tahun Hamka,(Jakarta: YPI Al Azhar, 2008).

Soenardjo, RHA, et. al, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Al Wa’ah,

1993).

Solikhin, Muhammad, Tasawuf Aktual,(Semarang: Pustaka Nuun, 2004).

Page 81: NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM BUKU …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5097/1/99572... · sebagai dimensi mistik dalam Islam. Menurut mereka kemunculan tasawuf

75

Suakidi, Kecerdasan Spiritual, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002).

Sulaeman, Fatiyah Hasan, Sistem Pendidikan Versi Al Ghazali, cet ke 11, terj.

Fathurrahman, (Bandung : Al maarif, 1986).

Tebba, Sudirman, Tasawuf Positif; Manfaat Tasawuf dalam Kehidupan Sehari-

hari, (Ciputat: Penerbit pustaka Irvan: 2003).

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi II

(Jakarta:Balai Pustaka, 1994).

Tebba, Sudirman, Hidup Bahagia Para sufi, (Jakarta:Pustaka Irvan, 2007).

-------, Orientasi Sufistik Caknur, (Jakarta: Paramadina, 2004).

-------, Sehat lahir batin, (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2004).

Thoha, HM. Chabib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 1996).

Undang-undang RI No.20 tentang Sisdiknas, cet,II, (bandung: Fokusmedia, 2003).

Valiuddin, Mir, Zikir dan Kontemplasi dalam tasawuf, Cet. 2, (Bandung; Pustaka

Hidayah, 1997).

Z, Zurinal dan Sayuti, Wahdi, Ilmu Pendidikan Pengantar dan Dasar-Dasar

Pelaksanaan Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press).

Zuhairini, et. al. Filsafat pendidikan Islam, (Jakarta : Bina Aksara, 1995).