nilai-nilai pendidikan antikorupsi dalam...
TRANSCRIPT
i
NILAI-NILAI PENDIDIKAN ANTIKORUPSI
DALAM SURAT AN-NISA’ AYAT 58 (STUDI ANALISIS DENGAN PENDEKATAN TAFSIR TAHLILY)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam Dalam Ilmu Pendidikan Islam
Oleh : AHMAD SALAFUDDIN
NIM : 3105177
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2010
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Lamp : 4 (Empat) eks.
Hal : Naskah Skrispsi
a.n Sdr. Ahmad Salafuddin
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Setelah saya meneliti dan mengadakan perbaikan seperlunya bersama ini
saya kirim naskah skripsi saudari:
Nama : Ahmad Salafuddin
NIM : 3105177
Judul : Nilai-nilai Pendidikan Antikorupsi Dalam Surat An-Nisa
Ayat 58 (Studi Analisis dengan Pendekatan Tafsir tahlily)
Dengan ini saya mohon kiranya skripsi saudari tersebut dapat segera
dimunaqosyahkan.
Demikian harap menjadi maklum.
Wassalmu'alaikum Wr. Wb.
Semarang, Desember 2009
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Hamdani Muin, M.Ag Ahmad Maghfurin, M NIP. 197204051999031001 NIP. 197501202000031001
iii
DEPARTEMEN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
FAKULTAS TARBIYAH Jl. Prof. Dr. Hamka Telp/Fax 7601295, 7615387 Semarang 50185
PENGESAHAN
Skripsi saudara : Ahmad Salafuddin
NIM : 05311177
Judul : Nilai-nilai Pendidikan Antikorupsi Dalam Surat An-Nisa’ Ayat 58 (Studi Analisis Dengan Pendekatan Tafsir Tahlily)
Telah dimunaqasahkan oleh dewan penguji Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, dan dinyatakan lulus dengan predikat cumlaude/baik/cukup, pada tanggal : 31 Desember 2009. Dan dapat diterima sebagai syarat guna memperoleh gelar sarjana strata 1 tahun akademik 2009/2010.
Semarang, 31 Desember 2009 Ketua Sidang / Dekan Sekretaris Sidang Dr. H. Hamdani Muin, M. Ag Fahrurrozi, M. Ag NIP. 197204051999031001 NIP. 197708162005011003 Penguji I, Penguji II, Drs. H. Fatah Syukur, M. Ag Drs. H. Mat Sholikhin, M. Ag. NIP. 196812121994031003 NIP. 196005241992031001
iv
MOTTO
⌧
☺ ☺
⌧ ☺ ⌧
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.1
1 Ahmad Sunarjo, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV Alwaah, 1989), hlm. 128.
v
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta'ala yang
telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul). Nilai-nilai Pendidikan
Antikorupsi Dalam Surat An-Nisa’ ayat 58 (Studi Analisis Dengan
Pendekatan Tafsir Tahlily). Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu
persyaratan dalam menyelesaikan program sarjana pendidikan jurusan pendidikan
agama Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. Penulis mengakui bahwa
tersusunnya skripsi ini berkat bantuan, dorongan, dan kerja sama dari berbagai pihak.
Maka pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. Dr. H. Ibnu Hadjar, ME, Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo
Semarang yang telah memberikan ijin penulis untuk menyusun skripsi
2. Ahmad Muthohar, M. Ag, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas
Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang
3. Dr. H. Hamdani Muin, M. Ag selaku Pembimbing I dan Ahmad Maghfurin, M.A
selaku pembimbing II yang telah dengan sabar dan tekun serta meluangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan dalam pembuatan skripsi ini
4. Bapak / Ibu dosen dan karyawan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang,
yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat
5. Rekan-rekan seangkatan dan seperjuangan di IAIN Walisongo Semarang, Tino
Wahyudi, Alek, Irvan, Jono, Kustanto, Ilul, Erwin, Kolek, Ulin, evi, dan
temanteman seperjuangan yang tidak mungkin disebutkan satu per satu. Atas
segala bantuan dari semua pihak, penulis hanya dapat memohon kepada Allah
Yang Maha Pengasih, semoga kebaikannya mendapat balasan yang sebaik-
baiknya.
vi
Atas segala bantuan dari semua pihak, penulis hanya dapat memohon kepada
Allah Yang Maha Pengasih, semoga kebaikannya mendapat balasan yang sebaik-
baiknya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna, meskipun penulis telah mencurahkan seluruh kemampuan penulis. Apa-
apa yang benar dalam skripsi ini adalah datangnya dari Allah SWT, sedangkan apa
yang salah berasal dari diri yang lemah ini. Untuk itu segala kritik dan saran yang
bersifat membangun akan penulis terima dengan senang hati.
Semarang, Januari 2010
Penulis
vii
PERNYATAAN
Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab, penulis menyatakan bahwa skripsi ini
tidak berisi materi yang telah pernah ditulis oleh oraang lain atau diterbitkan.
Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali
informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.
Semarang, Januari 2010
Deklarator
Ahmad Salafuddin
viii
ABSTRAK Ahmad Salafuddin (NIM : 3105177). Nilai-nilai Pendidikan Antikorupsi Dalam Surat An-Nisa’ ayat 58 (Studi Analisis Dengan Pendekatan Tafsir Tahlily) Skripsi. Semarang : Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo, 2010.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) mengetahui tentang pengertian dari nilai-nilai pendidikan antikorupsi; (2) mengetahui nilai-nilai pendidikan antikorupsi menurut surat an-Nisa’ ayat 58.
Penelitian ini menggunakan metode pada penelitian kepustakaan (library research), dengan tekhnik analisis deskriptif kualitatif. Data penelitian yang terkumpul kemudian dianalisis dengan metode interpretatif yakni metode yang berperan untuk mencari kandungan Q.S an-Nisa’ ayat 58 tentang nilai-nilai pendidikan antikorupsi. Metode maudhu’i yakni metode tafsir yang berusaha menguraikan al-Qur'an secara detail. Setelah melakukan penelitian, maka diketahui bahwasanya menjalankan amanat dan berbuat adil berperan penting khususnya dalam menanggulangi praktek korupsi. Kejujuran merupakan faktor yang ikut menentukan keberhasilan dalam meminimalisir tindak korupsi.
Dalam Q.S An-Nisa’ ayat 58 dijelaskan bahwa Allah SWT menyuruh manusia untuk menyampaikan amanat dan menetapkan hukum dengan adil kepada sesama manusia., karena apabila hal ini tidak dilakukan maka akan menimbulkan kerugian kepada orang banyak. Karena tindak korupsi meerupakan salah satu perbuatan yang menyelewengkan kepercayaan dari rakyat. Pendidikan antikorupsi merupakan upaya untuk menyiapkan generasi bangsa dalam membentuk kesadaran moral manusia untuk tidak berlaku curang, bohong dan tidak berkhianat.
Pendidikan antikorupsi diperlukan untuk menyiapkan generasi bangsa dalam memajukan budi pekerti, pikiran, tindakan untuk menentang atau menolak korupsi. Dalam hal ini adalah keseluruhan upaya untuk mendorong generasi-generasi mendatang mengembangkan sikap menolak secara tegas setiap bentuk tindak korupsi. Perubahan dari sikap membiarkan dan menerima ke sikap tegas menolak korupsi.
Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan bagi khasanah ilmu pengetahuan dan bahan informasi serta masukan bagi civitas akademika dan semua pihak yang membutuhkan di lingkungan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
ix
PERSEMBAHAN
Dalam perjuangan mengarungi samudra Ilahi tanpa batas, dengan keringat
dan air mata kupersembahkan karya tulis skripsi ini teruntuk orang-orang yang
selalu hadir dan berharap keindahan-Nya. Kupersembahkan bagi mereka yang
tetap setia berada di ruang dan waktu kehidupan ku khususnya buat:
Ayahanda dan Bunda tercinta, yang telah memberiku kasih saying serta
mendoakan dengan tulus dan ikhlas, semoga Allah swt selalu memberkahi
dan melindungimu. Amin.
Adikku yang tersayang Rifatun Nafisah, kakak ku Nurul Fuadah dan
saudara-saudaraku yang lainnya, yang selalu memberiku doa dan semangat
sampai selesai skripsi ini.
Kekasihku tersayang “EVI MAIZUN” yang selalu mendampingiku dalam
susah maupun senang.
Teman-teman PPL MAN 2 Semarang yang selalu mbolosan.
Teman-temanku (Onit, alek, Jono, irpan, Cs-cs ku SAKTI Community)
yang selalu memberikan motivasi untuk hidup lebih maju
Serta sahabat-sahabat: SAKTI.COM dan An-Nikmah.COM yang selalu
menemaniku dalam suka dan duka Serta TIM Futsal Sakti.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................... i
NOTA PEMBIMBING …………………………………………………. ii
PENGESAHAN ……………………………………………………...…. iii
HALAMAN MOTTO …………………………………………………... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………….... v
PERNYATAAN ........................................................................................ vi
ABSTRAKSI ............................................................................................. vii
KATA PENGANTAR …………………………………………………. viii
DAFTAR ISI .………………………………………………...............… x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ……………….............………………….. 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................. 6
C. Pembatasan Istilah............................................................................. 6
D. Telaah Pustaka …………………………………………................. 8
E. Tujuan dan manfaat penelitian ……………………………………. 10
F. Metode Penelitian...... .………………………………………… 11
G. Sistematika Penulisan ………………………………........................ 13
BAB II PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DALAM SURAT AN-NISA’ AYAT 58
A. Pengertian korupsi ......…………..……………........... 15
B. Pengertian Pendidikan Antikorupsi …………..……………........... 18
C. Metode Pendidikan Antikorupsi ………………………………….. 20
D. Tujuan Pendidikan Antikorupsi …………………………………... 25
E. Urgensi Pendidikan Antikorupsi ………………………………….. 27
BAB III TINJAUAN SURAT AN-NISA’ AYAT 58
xi
A. Kandungan Surat An-Nisa’ Ayat 58…….……..…………….......... 31
B. Asbabun Nuzul Surat An-Nisa’ Ayat 58….…...…………….......... 35
C. Pendapat para Mufassir makna Surat An-Nisa’ Ayat 58…............. 36
BAB IV NILAI PENDIDIKAN ANTIKORUPSI SURAT AN-NISA’ AYAT 58
A. Pemahaman Nilai Pendidikan Antikorupsi Surat An-Nisa’ Ayat
58.................................................................................................... 42
B. Unsur Pendidikan Antikorupsi Surat An-Nisa’ Ayat 58.................... 47
C. Bentuk Nilai Pendidikan Antikorupsi Surat An-Nisa’ Ayat 58.......... 51
D. Pendidikan Antikorupsi dalam Konteks Masyarakat Modern ........... 62
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...…………….…...…………….…...……………........ 68
B. Saran-saran……….…...…………….…...……………………….... 69
C. Penutup ……..……..…………….…...…………….…...……….... 69
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT PENDIDIKAN PENULIS
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia akhir-akhir ini tengah menghadapi berbagai
permasalahan yang cukup pelik seputar krisis multi-dimensional serta problem
lain yang menyangkut tatanan nilai yang sangat menuntut adanya upaya
pemecahan secara mendesak. Problematika yang menyangkut tatanan nilai
dalam masyarakat salah satunya adalah problematika korupsi yang tak
kunjung usai. Karena semakin kuatnya permasalahan tersebut, sebagian orang
menganggap korupsi di Indonesia sudah menjadi budaya dan epidemi bahkan
virus yang harus segera diperangi bersama.
Beberapa hasil survey lembaga-lembaga transparansi mengindikasikan
tingginya tingkat korupsi di Indonesia, karena Indonesia sendiri dibandingkan
dengan negara-negara lainnya, berada di posisi kelima terkorup di dunia
menurut survey Transparency International (TI) pada tahun 2009. Sedangkan
untuk kalangan asia, Indonesia menduduki sebagai negara terkorup nomor
satu di asia dengan nilai 8,32 dan dibawahnya Thailand dengan nilai 7,63.1
Berbagai kasus korupsi di Indonesia sejak masa rezim orde baru
(1967-1998) dengan terdakwa mantan presiden suharto, dengan yayasan yang
didirikannya yaitu yayasan dakab, dharmais, dana sejahtera mandiri, trikora,
amal bhakti muslim pancasila, gotong royong kemanusiaan, dan yayasan
supersemar.. Tujuh yayasan ini diduga meraup uang rakyat senilai 5 triliunan
rupiah.2 Salah satu yayasan yang diduga mengalirkan uang ke perusahaan
Tommy Suharto adalah supersemar.3 Sedangkan pada rezim orde reformasi
(1998-2009), pada masa pemerintahan presiden Gus Dur dan Megawati
sejumlah menteri terlibat kasus korupsi, salah satu di antaranya menteri agama
1 Farizt, 14 Negara Terkorup di Asia, http://www.hupelita.com/baca.php?id=50218, hlm
1. 2 Hakim Muda Harahab, Ayat-Ayat Korupsi, (Yogyakarta:Gama Media, 2009), hlm. 33. 3 Yayasan Supersemar ini berdiri pada tahun 1974. Dana yang mengalir ke pundi yayasan
ini berasal dari Bank pemerintah. Setiap tahun Bank pemerintah harus menyetor 2,5 persen dari total pendapatan ke pundit-pundi yayasan ini.
2
Said Agil Husein al-Munawwar yang di seret secara paksa ke pengadilan.
Laksamana Sukardi menneg BUMN, terlibat dalam penjualan sejumlah asset
negara (kapal tengker milik pertamina).4
Selanjutnya mengenai proyek pengadaan pipa pengangkutan bahan
bakar minyak (BBM) di Jawa, melibatkan mantan direktur pertamina faisal
Abda’oe, bos Bimantara Rosano Barack dan Siti Hardiyanti Rukmana.
Kerugian negara di taksir hingga US$ 31,4 juta. Kemudian kasus Bank
pembangunan Indonesia (Bapindo) pada tahun 1993 dengan terdakwa Eddy
Tanzil. Dalam kasusu ini negara dirugikan sebesar 1,3 triliun rupiah.5
Lalu kasus bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Kasus BLBI
merugikan negara senilai 138,4 triliun rupiah. Dalam kasus BLBI ini menyeret
sejumlah pejabat, diantaranya mantan gubernur Bank Indonesia Soedradjat
Djiwandono dan beberapa mantan pejabat BI seperti Hendrobudiyanto, paul
sutopo, Heru Supraptomo. Kemudian kasus korupsi dalam badan urusan
logistik (Bulog) dengan tersangka direktur utama Bulog Widjanarko puspoyo,
ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi impor sapi Australia
yang merugikan negara sebesar 11 triliun rupiah.6
Dari bebrbagai kasus korupsi di atas, korupsi di Indonesia sudah
merupakan suatu “penyakit” yang sukar disembuhkan dan merupakan suatu
fenomena yang kompleks. Untuk memberantas korupsi di Indonesia tidak
cukup hanya dengan melakukan suatu tindakan represif, namun yang lebih
mendasar lagi adalah melakukan tindakan preventif atau pencegahan. Salah
satu upaya yang dapat dilakukan melalui tindakan preventif adalah dengan
menumbuhkan kepedulian untuk melawan berbagai tindakan korupsi, dan
sekaligus juga mendidik generasi muda dengan menanamkan nilai-nilai etika
dan moral yang diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat.
Bahkan dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang sistam
pendidikan nasionl bahwasanya tujuan pendidikan nasional adalah
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
4Hakim Muda Harap,Op. Cit, hlm. 35. 5 Ibid, hlm. 37. 6 Ibid, hlm. 39.
3
dan bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, dan menjadi warga negara yang yang demokratis serta
bertanggung jawab.7 Bertitik tolak dari dasar, fungsi dan tujuan pendidikan
nasional tersebut menjadi jelas bahwa manusia Indonesia yang hendak di
bentuk melalui proses pendidikan bukan sekedar manusia yang berilmu
pengetahuan semata tetapi membentuk manusia Indonesia yang
berkepribadian dan berakhlak.
Pendidikan anti korupsi mempunyai maksud pokok untuk membantu
dalam proses perkembangan sosial sebagaimana dalam QS. Al-Fajr/89 ayat
15-20, disinyalir bahwa masalah sosial disebabkan oleh empat hal, yakni:
Pertama, sikap ahumanis, yakni tidak memuliakan anak yatim. Kedua,
asosial, yakni tidak memberi makan orang miskin. Ketiga, monopolistik, yaitu
memakan warisan (kekayaan) alam dengan rakus. Keempat, sikap hedonis,
mencintai harta benda secara berlebihan.8 Esensi dari tujuan pendidikan ini
ialah pendidikan nilai, yaitu pendidikan untuk mendorong setiap generasi
menyusun kembali sistem nilai yang diwarisi. Sistem nilai adalah keseluruhan
norma-norma etika yang dijadikan pedoman oleh bangsa untuk mengatur
perilakunya Karena manusia-manusia yang lahir melalui sektor pendidikan
adalah manusia-manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran,
beriman, berakhlak mulia, memiliki kompetensi dan profesionalitas serta
sebagai warga negara yang bertanggung jawab9.
Pendidikan anti korupsi menyangkut banyak aspek seperti tidak
menyalah gunakan jabatannya dan menjalankan amanah yng diberikannya,
selalu berada dalam kejujuran dan berbuat adil. Hal tersebut termaktub dalam
QS. An-Nisa’ ayat 58:
⌧
☺ ☺
7, Qodir dkk, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, (Jogjakarta: Media Wacana
Press, 2003), hlm. 12. 8 Bhayu Sulistiawan, “Nilai-nilai pendidikan Antikorupsi Dalam Pendidikan Islam”
http://fai.elcom.umy.ac.id/mod/forum/discuss.php?d=130 hlm.78. 9 Ibid., hlm. 23.
4
⌧ ☺ ⌧
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.10
Ayat di atas menyuruh seseorang untuk menunaikan amanat kepada
ahliha, yaitu pemiliknya dan ketika memerintahkan menetapkan hukum
dengan adil, dinyatakannya apabila seseorang menetapkan hukum diantara
manusia. Ini berarti bahwa perintah berlaku adil itu ditujukan kepada manusia
secara keseluruhan. Dengan demikian, baik amanat maupun keadilan harus
ditunaikan dan ditegakkan tanpa membedakan agama, keturunan, atau ras.11
Berdasarkan ayat tersebut di perloleh nilai pendidikan anti korupsi
antara lain perintah untuk tidak menyelewengkan serta menjalankan amanat,
serta perintah untuk berbuat adil dan Allah juga berfirman dalam surat Ali
‘Imran ayat 161:
⌧ ☺ ⌧
☺ ⌧ ☺
Artinya: “Tidak mungkin seorang nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barang siapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu; kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya”.12
10 Ahmad Sunarjo, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV Alwaah, 1989), hlm.
128. 11 Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Vol 2,(Ciputat: Lentera Hati, 2000), hlm. 458. 12Asbabun nuzul ayat di atas menjelaskan bahwa kasus korupsi yang terjadi pada perang
Badar, ketika pasukan pemanah meninggalkan posnya di gunung, mereka khawatir Rasulullah SAW tidak memberikan bagian harta rampasan kepada mereka karena sebagian kaum munafik memperbincangkn bahwa sebagian dari harta rampasan perang Badar sebelumnya telah di gelapkan dan mereka tidak malu menyebutkan nama nabi SAW dalam masalah ini (Sayid Qutb, Fi Zhilailil Qur’an Di Bawah Naungan Qur’an, terj. As’ad Yasin, et.al, Jilid 6, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 299).
5
Ayat di atas sebagai bantahan terhadap kaum munafik yang menuduh
nabi melakukan korupsi. Seorang nabi tidak mungkin melakukan korupsi
karena tabiat seorang nabi adalah amanah, adil dan selalu menjaga diri dari
hal-hal yang tidak pantas, tidak memungkinkan terjadinya kecurangan dan
korupsi dari beliau. Kemudian diancamlah orang-orang yang korupsi dan
menyembunyikan harta umum atau harta ranpasan dengan ancaman yang
menakutkan.13 Hal ini membentuk kesadaran moral manusia untuk tidak rakus
dan tidak berkhianat karena hal tersebut menimbulkan kerugian kepada orang
lain. Nabi bersabda:
: فقال, فإذا ضيعت االمانة فانتظر الساعة: عن ابى هريرة رضي اهللا عنه قال 14تظرا لساعةفان, اذا وسدا االمر إلى غير اهله: كيف إضاعتها؟ قال
Artinya: Dari Abu Hirairah ra., ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah kehancuran. Kemudian dinyatakan: “bagaimana maksud amanah disia-siakan itu? Rasul menjawab: “Jika suatu perkara (amanat/ pekerjaan) diserahkan pada orang yang tidak ahli (profesional), maka tunggulah saat kehancuran.” (HR. Bukhari)
Hadist di atas menjelaskan korupsi dapat dipahami sebagai “tindakan
penyalahgunaan wewenang oleh pemegang amanat karena termasuk
merugikan kepentingan banyak orang atau publik.
Dari sini dapat dilihat bahwasanya masalah korupsi tidak hanya
menyangkut masalah per individual melainkan sangat kompleks. Bahkan di
era otonomi daerah sekarang ini, korupsi sudah menyebar di berbagai daerah
lokal. Pada tingkatan birokrat pusat pun korupsi menyebar luas. Berbagai
upaya telah dilakukan guna mencegah dan menghilangkan praktek korupsi di
negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam ini. Namun realitasnya,
korupsi tetap saja menjamur.
Dengan demikian, internalisasi nilai-nilai antikorupsi melalui
pendidikan merupakan upaya untuk menyiapkan generasi bangsa (baca:
13 Sayid Qutb, Fi Zhilailil Qur’an Di Bawah Naungan Qur’an, terj. As’ad Yasin, et.al,
Jilid 6, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 300. 14 Bukhari, Shahih Bukhari, Jilid I, (Beirut: Dar al-Fikr, 1420 H/2000 M) , hlm. 29.
6
peserta didik) dalam memajukan budi pekerti, pikiran, tindakan untuk
menentang korupsi. Pendidikan antikorupsi didasarkan pada proses
pengenalan dan pemberian informasi nilai-nilai antikorupsi (ontologis-
epistemologis) dengan harapan membantu peserta didik untuk menjadi
manusia yang bermoral (aksiologis), berwatak serta bertanggung jawab dalam
rangka membangun hidup bermasyarakat dan berbangsa.
Bertolak dari pemikiran di atas dan untuk memperoleh hasil yang lebih
spesifik dan mudah dipahami, maka penelitian atau kajian ini hanya akan
membatasi uraian mengenai nilai-nilai pendidikan anti korupsi dalam surat
An-Nisa’ ayat 58 (studi analisis dengan pendekatan tafsir tahlily).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan kerangka berpikir di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan, yaitu bagaimana nilai-nilai pendidikan anti korupsi
yang terkandung di dalam QS. An-Nisa’ ayat 58?
C. Pembatasan Istilah
Untuk menghindari salah penafsiran dalam memahami judul “Nilai-
nilai pendidikan antikorupsi (studi analisis dengan pendekatan tafsir
Maudhu’i) pada QS.An-Nisa’ ayat 58”, maka perlu penulis jelaskan beberapa
istilah yang digunakan dalam judul ini. Adapun istilah yang perlu dijelaskan
sebagai berikut:
1. Nilai
Menurut J.R. Franckel yang dikutip oleh Chabib Thoha “a value is an
idea a concept about what some one thinks is important in life”. Artinya nilai
adalah ide, konsep tentang apa yang seseorang berpikir itu penting dalam
kehidupan.15
Sedangkan di dalam Encyclopedia of Religion and Ethic vol. XII: That
values are something superadded upon the other qualities of objects by the
mind, in order to express their relation to its purpose and acts, and do not in
15 Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996),
hlm. 60.
7
here in objects. Artinya, nilai-nilai adalah suatu tambahan yang lebih pada
kualitas lain dari suatu obyek oleh pikiran dalam rangka mengekspresikan
hubungannya untuk tujuan dan tindakan-tindakannya, tetapi tidak merupakan
bagian dari obyek tersebut.16
Jadi nilai adalah sesuatu yang abstrak dan berkualitas yang ada pada
suatu obyek dalam (hal ini pendidikan) dan dianggap penting dalam hidup
seseorang.
2. Pendidikan
Pendidikan dalam Bahasa Inggris adalah education, the word
education means just a process and leading or bringing up. Artinya,
pendidikan adalah sebuah proses memimpin atau mendewasakan.17
Sedangkan dalam UU Sisdiknas tahun 2003, pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk emmiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.18
1. Antikorupsi
Korupsi secara etimologis sesuai dengan bahasa aslinya berasal dari
bahasa Latin, corruption dari kata kerja corrumpere, yang berarti busuk,
rusak, menggoyahkan, memutar balik, menyogok, orang yang dirusak, dipikat
atau disuap.19 Sedangkan menurut Bank Pembangunan Asia dan lembaga
Transparasi Internasional (TI) sebagai perilaku mereka-mereka yang bekerja
di sektor publik dan swasta, baik politisi maupun pegawai negeri yang secara
tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang
16 James Hastings, Encyclopedia of Religion and Ethic, (New York: Charles Scribner’s
Son, t.th.), Vol. XII, hlm. 584. 17 John dewey, Democracy and Education, (New York: The Macmillan Company, 1964),
hlm. 10. 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003, Op. Cit, hlm. 9. 19 Bhayu Sulistiawan, op.cit., hlm. 32.
8
berdekatan dengannya atau merangsang orang lain berbuat serupa dengan
menyalahgunakan kedudukan yang mereka emban.20
Dengan demikian, yang dimaksud pendidikan antikorupsi adalah
pendidikan untuk menyiapkan generasi bangsa (baca: peserta didik) dalam
memajukan budi pekerti, pikiran, tindakan untuk menentang atau menolak
korupsi
Sedangkan “nilai-nilai pendidikan antikorupsi” yang penulis
maksudkan dalam penelitian ini adalah nilai-nilai pendidikan antikorupsi yang
terkandung dalam surat an-Nisa’ ayat 58. Jadi, penulis hanya memusatkan
perhatian pada nilai-nilai pendidikan antikorupsi yang terdapat dalam Surat
an-Nisa’ ayat 58 yang terfokus pada masalah sifat amanat dan berbuat adil
yang harus di laksanakan dalam diri seseorang.
D. Telaah Pustaka
Untuk menghindari terjadinya duplikasi temuan yang membahas
permasalahan yang sama dari suatu karya dan memperoleh landasan teori
yang jelas, maka penulis akan memaparkan sejumlah karya di sekitar
pembahasan dengan topik ini. Hasil temuan tersebut nantinya akan penulis
jadikan sebagai landasan teori dan sebagai perbandingan dalam mengupas
permasalahan tersebut sehingga diharapkan akan muncul penemuan baru.
Buku-buku dimaksud adalah sebagaimana dipaparkan berikut ini.
Dalam buku yang ditulis oleh Yunahar Ilyas [Et.al.] yang berjudul
Korupsi Dalam Perspektif Agama-agama (Panduan Untuk Pemuka Umat)
yang diterbitkan oleh KUTUB, 2001. Buku ini merupakan upaya untuk
mensosialisasikan kampanye antikorupsi di kalangan masyarakat melalui jalur
pendidikan keumatan. Dalam buku ini pembahasannya dilakukan dengan
pendekatan lintas agama melalui para penulis yang merepresentasikan dari
agama Islam, Kristen, Hindu dan Budha, dan menitikberatkan pada
pembahasan aktualisasi nilai-nilai keagamaan dalam upaya pemberantasan
korupsi.
20 Hakim Muda Harahab, Op.Cit, hlm. 13.
9
Sementara itu dari kalangan Muhammadiyah juga telah ada usaha
untuk mensosialisasikan gerakan antikorupsi. Salah satunya melalui buku
yang berjudul Membasmi Kanker Korupsi yang diterbitkan PSAP, 2004. Buku
ini merupakan kompilasi tulisan beberapa cendikiawan dalam merespon isu
korupsi serta menawarkan beberapa rekomendasi yang dapat dipertimbangkan
sebagai langkah-langkah untuk memberantas korupsi di Indonesia. Tawaran
tersebut diantaranya perlunya pendekatan kultural untuk proses internalisasi
nilai-nilai antikorupsi melalui pendidikan.
Beberapa acuan lain peneliti dapatkan dari beberapa kajian yang
dilakukan oleh beberapa institusi. Seperti Pusat Pengembangan Pesantren dan
Masyarakat (P3M) yang berbasis kultural kaum Nahdliyin. Lembaga ini telah
melaksanakan sejumlah bahtsul masa’il (diskusi hukum Islam) mengenai
korupsi serta menerbitkannya dalam beberapa buku. Diantaranya Buku yang
berjudul Menolak Korupsi: Membangun Kesalehan Sosial, berisi kumpulan
naskah khotbah Jum’at yang mengambil tema korupsi. Buku terbitan P3M lain
adalah Korupsi di Negeri Kaum Beragama: Ikhtiar Membangun Fikih
Antikorupsi, berisikan kumpulan makalah yang disajikan dalam acara Munas
Bahtsul Masail NU (Mei 2004).
Buku berjudul NU Melawan Korupsi: Kajian Tafsir dan Fiqih yang
diterbitkan oleh Tim Kerja Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi
Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (GNPK PB NU), 2006. Buku ini
mengelaborasi fenomena korupsi di Indonesia serta membahasnya melalui
pandangan Islam dan strategi pemberantasannya.
Buku berjudul Ayat-Ayat Korupsi yang dibuat Hakim Muda Harahap,
M’Ag dan diterbitkan oleh Gama Media, 2009. Buku ini hanya membahas
ayat-ayat al-qur’an yang relevan dengan tindakan korupsi dan hukuman bagi
perilaku korupsi.
Dalam buku yang ditulis oleh Abu Fida’ Abdur Rafi’ yang berjudul
Terapi Penyakit Korupsi Dengan Tazkiyatun Nafs dan di terbitkan oleh
Republika, 2006. Buku ini hanya membahas bagaimana mengatasi praktek-
10
praktek korupsi dan memberikan terapi dan tips agar sembuh dari penyakit
korupsi.
Buku berjudul Fiqih Korupsi Amanah Vs Kekuasaan yang di terbitkan
solidaritas masyarakat Transparansi NTB (SOMASI NTB), 2003. Buku ini
berisikan kumpulan artikel dari berbagai pakar yang intinya membahas
bagaimana memberantas korupsi di Indonesia dan pentingnya peran ulama’
dalam memberantas korupsi.
Skripsi saudara Bhayu Sulistiawan dari universitas Muhammadiyah
Yogyakarta yang berjudul nilai-nilai pendidikan antikorupsi dalam
pendidikan islam (tinjauan normatif aspek kurikulum pendidikan agama islam
terhadap pendidikan antikorupsi) pada tahun 2008. Skripsi ini hanya
membahas bagaimana pendidikan antikorupsi dimasukan kedalam kurikulum
sekolah maupun di universitas.
Dari beberapa acuan di atas, kesamaan dengan penelitian ini adalah
sama-sama mengangkat tema pndidikan antikorupsi. Sedangkan perbedaannya
dengan penelitian ini, peneliti membahas pendidikan antikorupsi hanya
memfokuskan pada surat An-Nisa’ ayat 58. dengan harapan agar nilai-nilai
pendidikan tersebut dapat membentuk pribadi muslim yang bermoral
(aksiologis), berwatak serta bertanggung jawab dalam rangka membangun
hidup bermasyarakat dan berbangsa.
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Dari pokok permasalahan yang telah dirumuskan di atas maka tujuan
penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui tentang pengertian dari nilai-nilai pendidikan
antikorupsi.
2. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan antikorupsi menurut Surat an-
Nisa’ ayat 58.
Dari tujuan di atas, penelitian ini diharapkan memiliki manfaat
sebagaimana berikut ini.
1) Dapatnya dimanfaatkan bagi kegiatan pembinaan pendidikan Agama Islam.
11
2) Dapatnya diaplikasikan dalam sikap dan perilaku kehidupan yang Islami di
dalam kehidupan nyata.
3) Sebagai i’tibar bagi manusia agar tetap berpegang teguh pada ajaran Islam.
4) Meningkatkan wawasan yang lebih komprehensif terhadap pemahaman
nilai-nilai pendidikan antikorupsi dalam QS. an-Nisa’ ayat 58 dari berbagai
sudut pandang para ulama tafsir.
F. Metode Penelitian
1. Metode pengumpulan data
Di dalam kegiatan penelitian, cara untuk memperoleh data ini di
kenal sebagai metode pengumpulan data.21 Maka di dalam penelitian ini,
penulis mengadakan penelitian secara library research yaitu suatu research
kepustakaan.22 Dengan mengadakan telaah terhadap dua sumber, yaitu: sumber
data primer, yaitu sumber data yang diperoleh langsung dari sumbernya.
Dalam hal ini adalah al-Qur’an, hadis dan tafsir-tafsir QS. an-Nisa’ ayat
58. Sumber data sekunder, yaitu sumber data yang diperoleh dari sumber-
sumber lain yang berkaitan, memberi interpretasi terhadap sumber primer.
2. Jenis data
Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan data kualitatif,
menurut Strauss dan Corbin yang diterjemahkan oleh M Shodiq dan
Muttaqin23 menyatakan bahwa penelitian kualitatif diartikan sebagai jenis
penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur
statistik atau bentuk hitungan lainnya.
Dengan demikian, penelitian yang dilakukan penulis dalam
penyusunan skripsi tanpa menggunakan penghitungan statistik. Dalam
prakteknya, hanya berkisar pada data-data yang berkaitan dengan nilai-
nilai edukatif yang terkandung dalam surat an-Nisa’ ayat 58 tentang sifat
antikorupsi
21 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm.149.
22 Sutrisno Hadi, Metodologi Reseach Jilid I, (Yogya karta: Penerbit Andi, 2001), hal. 9 23Shodiq dan Muttaqin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2003), hlm. 4.
12
3. Metode analisis data
Dalam menganalisis data, penulis berusaha memberikan arti yang
signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian dan mencari
hubungan dimensi-dimensi uraian.24 Adapun metode yang digunakan
adalah:
a. Metode tahlily (Analisis)
Yaitu menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan memaparkan
segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu
serta menerangkan makna-makna yang tercakup di dalamnya. Dalam
metode ini diuraikan makna yang terkandung dalam al-Qur’an, ayat
demi ayat, surat demi surat, sesuai dengan urutan yang ada dalam
mushaf. Uraian tersebut menyangkut berbagai aspek seperti kosakata,
konotasi kalimat, asbabun nuzul, munasabat dan pendapat-pendapat
yang berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat tersebut, baik yang
disampaikan oleh Nabi, sahabat, para tabi’in maupun mufassirin.25
Dalam penelitian nilai-nilai pendidikan antikorupsi dalam QS.
an-Nisa’ ayat 58 ini menggunakan metode tahlily bi al-ma’tsur, artinya
penafsiran ayat dengan ayat, ayat dengan hadis Nabi yang menjelaskan
makna sebagian ayat yang dirasa sulit dipahami oleh para sahabat, atau
penafsiran ayat dengan hasil ijtihad para tabi’in.26
Metode ini digunakan untuk mencari kandungan QS. an-Nisa’
ayat 58 tentang nilai-nilai pendidikan antikorupsi
b. Metode interpretatif
Metode interpretatif adalah suatu metode yang digunakan
untuk menjelaskan teks naskah atau ayat dengan jalan teks naskah atau
ayat tersebut diselami untuk menangkap arti dan nuansa yang
dimaksud secara khas.27
24 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1998), hlm. 103. 25 Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran al-Qur’an, (Yogykaarta: Pustaka Pelajar,
1998), hlm. 31. 26 Abd. Al-Hayy al-Farmawi. Op. Cit, hlm. 13. 27 Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: Rajawali Pers, 1997), hlm. 98.
13
Metode ini juga berperan untuk mencari makna yang
merupakan upaya untuk menangkap dibalik yang tersurat, selain itu
juga mencari makna yang tersurat serta mengaitkan dengan hal-hal
yang terkait yang sifatnya logik, teoritik, etik, dan transendental.28
G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah dalam memahami, mencerna dan mengkaji
masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini, maka penulis menyusun
sistematika sebagai berikut:
1. Bagian Muka (Preliminaries)
Pada bagian muka ini dimuat: halaman judul, nota pembimbing, halaman
pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, kata pengantar, daftar
isi serta abstraksi.
2. Bagian Isi (Batang Tubuh)
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang belakang permasalahan,
penegasan istilah dari judul, permasalahan skripsi,
tujuan dan manfaat penelitian, telaah pustaka,
metode penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB II PENDIDIKAN ANTIKORUPSI DALAM SURAT
AN-NISA AYAT 58
Bab ini meliputi: pengertian korupsi, pengertian
pendidikan antikorupsi, metode pendidikan
antikorupsi, tujuan pendidikan antikorupsi dan
urgensi pendidikan antikorupsi.
BAB III TINJAUAN SURAT AN-NISA’ AYAT 58
Bab ini memaparkan mengenai kandungan surat an-
Nisa’ ayat 58, asbabun nuzul surat an-Nisa’ ayat 58,
28 Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), hlm.
65.
14
pendapat para mufassir terhadap al-Qur’an surat an-
Nisa’ ayat 58.
BAB IV NILAI-NILAI PENDIDIKAN ANTIKORUPSI
DALAM SURAT AN-NISA’ AYAT 58
Merupakan bab yang akan menjadi obyek tujuan
kajian analisis. Analisis ini meliputi: nilai-nilai
pendidikan antikorupsi dalam surat an-Nisa’ ayat 58
yang memuat tentang pemahaman nilai-nilai
pendidikan antikorupsi Surat an-Nisa’ ayat 58,
Unsur pendidikan antikorupsi dalam Surat an-Nisa’
ayat 58, Bentuk nilai pendidikan antikorupsi dalam
surat al- an-Nisa’ ayat 58 serta pendidikan
antikorupsi dalam konteks masyarakat modern
dalam pandangan surat an-Nisa’ ayat 58.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini diuraikan kesimpulan akhir dari
keseluruhan isi skripsi, saran-saran, dan penutup.
3. Bagian Penutup
Pada bagian akhir skripsi ini berisi: daftar pustaka, lampiran-lampiran, dan
daftar riwayat hidup penulis.
15
BAB II
PENDIDIKAN ANTIKORUPSI
DALAM SURAT AN-NISA’ AYAT 58
Pendidikan antikorupsi salah satu jenis pendidikan yang harus di berikan
kepada seseorang agar mereka menjadi masyarakat yang bersikap aktif dalam
memerangi kejahatan korupsi sebagai wujud perlawanan terhadap kemungkaran
sosial.
A. Pengertian Korupsi
Pengertian korupsi menurut Frederick C. Mish bahwa asal kata korupsi
dari kata corruption atau to corrupt. Hal senada dikemukakan oleh Fockema
Andreae, korupsi berasal dari bahasa latin corruption atau dari kata asal
corrumpere, suatu kata latin yang lebih tua. Dari bahasa latin inilah turun ke
beberapa bahasa eropa seperti Inggris: corruption, corrupt; Perancis
corruption; dan bahasa belanda corruptie, kemudian kata ini turun ke bahasa
Indonesia: “korupsi”.1
Secara etimologi, korupsi bermakna orang-orang yang memiliki
kekuasaan berkeinginan melakukan kecurangan secara tidak sah untuk
memperoleh uang atau keuntungan pribadi (derog (esp of people with
authority or power) willing to act dishonestly or illegally in return for money
or personal gain), juga bermkna kejahatan, kerusakan, kebusukan, keburukan,
kecurangan, penyimpangan, kebejatan, ketidakjujuran, menyuap, penipuan,
tidak bermoral, penyimpangan dari kata kesucian, kata-kata ucapan yang
menghina atau memfitnah.2
Secara terminologis korupsi di istilahkan oleh Bank Pembangunan
Asia dan lembaga Transparasi Internasional (TI) sebagai perilaku mereka-
1Hakim Muda Harahab, Ayat-Ayat Korupsi, (Yogyakarta:Gama Media, 2009), hlm. 12.
2Ibid.
16
mereka yang bekerja di sector publik dan swasta, baik politisi maupun
pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau
memperkaya mereka yang berdekatan dengannya atau merangsang orang lain
berbuat serupa dengan menyalahgunakan kedudukan yang mereka emban.3
Robert Klitgaard dalam bukunya membasmi korupsi mendefinisikan
korupsi adalah tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah
jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi
(perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri) atau melanggar aturan-aturan
pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi.4 Tidak jauh berbeda dengan yang
dikemukakan oleh Klitgaard, Unesco Courier mendefinisikan korupsi sebagai
tindakan penyimpangan jabatan publik demi keuntungan pribadi dan golongan
(misuseof office for personal again). Begitu pula pengakuan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK), bahwa korupsi adalah setiap perilaku yang
mengarah untuk merugikan masyarakat dan perilaku untuk memperkaya diri
sendiri.5
Dari pengertian di atas, diketahuilah bahwa korupsi memiliki batas-
batas tertentu, yakni: pertama, pelaku yang terlibat dalam korupsi terdapat di
kalangan pemerintah (pegawai negeri), swasta (pengusaha) maupun politik
(politisi); kedua, mereka berperilaku memperkaya diri atau yang berdekatan
dengannya atau merangsang orang lain memperkaya diri; ketiga, cara yang
dipakai tidak legal dengan menyalahgunakan kedudukannya.6
Untuk menganalis lebih detail konsep korupsi, Hussein Alatas
membagi korupsi menjadi tujuh tipologi korupsi, antara lain:7
3Ibid, hlm. 13.
4Robert Klitgaard, Membasmi Korupsi, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001), hlm. 31.
5Hakim Muda Harahab, Op. Cit, hlm. 13.
6 Ibid
7 Ibid, hlm. 19.
17
1. korupsi transaktif (transactive corruption), yaitu menunjuk adanya
kesepakatan timbal balik antara pihak pemberi dan penerima demi
keuntungan kedua belah pihak dan dengan aktif di usahakan tercapainya
keuntungan oleh kedua-duanya. Seperti transaksi illegal luar negeri,
transaksi penyelundupan, kesepakatan mengalirkan dana ke rekening
pribadi dan menyalahgunakan dana.
2. korupsi memeras (extortive corruption) adalah sejenis dengan pihak
pemberi dipaksa menyuap guna mencegah kerugian yang mengancam
dirinya, kepentingannya atau orang-orang yang bersamanya, seperti
intimidasi, penyiksaan, menawarkan jasa perantara dan konflik
kepentingan.
3. korupsi investif (investive corruption) adalah pemberian barang dan jasa
tanpa ada pertalian langsung dengan keuntungan tertentu, selain
keuntungan yang dibayangkan akan diperoleh di masa datang, semisal
penyuapan dan penyogokan, meminta komisi, menerima hadiah, uang jasa,
uang pelican.
4. korupsi perkerabatan (nepotistic corruption) adalah menunjuk yang tidak
sah terhadap teman atau sanak saudara memegang jabatan atau tindakan
yang memberikan perlakuan khusus dalam bentuk uang atau bentuk lain
kepada mereka yang bertentangan dengan norma dan peraturan yang
berlaku, seperti perkoncoan dan menutupi kejahatan.
5. korupsi defensif (defensive corruption) adalah perbuatan korban korupsi
pemerasan demi mempertahankan diri, seperti menipu, mengecoh,
mencurangi dan memperdaya, serta memberi kesan yang salah.
6. koropsi otogenik (autogenic corruption) adalah korupsi dilakukan sendiri
tanpa melibatkan orang lain, seperti menipu, mencuri, merampok, tidak
menjalankan tugas, memalsu dokumen, meyalahgunakan telekomunikasi,
pos, setempel, kertas surat kantor, dan hak istimewa jabatan.
7. korupsi dukungan (supportive corruption) adalah korupsi yang secara
tidak langsung menyangkut uang atau imbalan langsung dalam bentuk
lain, tindakan yang di lakukan untuk melindungi dan memperkuat korupsi
18
kekuasaan yang sudah ada, seperti menjegal pemilihan umum, memalsu
kertas suara, manipulasi peraturan, membagi-bagi wilayah pemilihan
umum agar bisa unggul.
B. Pengertian Pendidikan Antikorupsi
Nilai-nilai pendidikan antikorupsi, seperti yang telah dijelaskan dalam
bab sebelumnya, yaitu suatu hal yang berguna dan dibutuhkan bagi kehidupan
manusia yang menuntut untuk tidak selalu menyalahgunakan kewenangan,
jabatan atau amanah secara melawan hukum untuk memperoleh keuntungan
atau manfaat pribadi dan atau kelompok tertentu yang dapat merugikan
kepentingan umum.
Sehubungan dengan itu nilai-nilai tersebut haruslah merupakan
esensiesensi, yang terkandung dalam suatu barang serta perbuatan-perbuatan.8
Sebagai esensi, maka nilai itu tidak memiliki eksistensi, namun ada dalam
kenyataan. Nilai-nilai dapat dikatakan mendasari sesuatu barang dan bersifat
tetap. Jika orang mengatakan “perdamaian merupakan suatu yang bernilai”,
maka ia memahami bahwa di dalam hakekat perdamaian itu sendiri terdapat
nilai yang mendasari.
Selanjutnya jika nilai dikaitkan dengan istilah pendidikan, maka nilai
dapat diartikan sebagai penanaman dan pengembangan nilai-nilai dalam diri
seseorang.9 Pendidikan nilai dalam aplikasinya tidak harus merupakan satu
program atau pelajaran khusus, seperti pelajaran menggambar, menulis atau
bahasa, tetapi lebih merupakan suatu dimensi dari seluruh usaha pendidikan.
Karena pendidikan tidak hanya mengembangkan ilmu, ketrampilan, teknologi,
tetapi juga mengembangkan aspek-aspek lainnya, seperti kepribadian, etika,
moral dan lain-lain. Dengan demikian pendidikan nilai merupakan
pengetahuan aplikatif komplek.
8Louis O. Kaffsoff, Elements of Philosophy/Pengantar Filsafat, Terj. Soenarjo Soemargono, (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1996), hlm. 345.
9M. Sastrapratedja, S. J., “Pendidikan Nilai”, dalam EM. K. Kaswardi, (Ed), Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000, (Jakarta : PT. Grasindo, 1993), hlm.3.
19
Di tinjau dari segi istilah, pendidikan menurut Achmadi berarti
tindakan yang dilakukan secara sadar melalui suatu proses yang bertahap dan
berkesinambungan dengan tujuan memelihara dan mengembangkan fitrah
serta potensi (sumber daya) insani menuju terbentuknya manusia seutuhnya
(insan kamil).10
Dalam Ensiklopedia Indonesia dijelaskan bahwa, bahwa pendidikan
adalah proses membimbing manusia dari kegelapan kebodohan ke kecerahan
pengetahuan. Dalam arti luas pendidikan baik yang formal maupun yang
informal meliputi segala hal yang memperluas pengetahuan manusia tentang
dirinya sendiri dan tentang dunia di mana mereka itu hidup.11
Sedangkan pengertian korupsi secara etimologi, korupsi bermakna
orang-orang yang memiliki kekuasaan berkeinginan melakukan kecurangan
secara tidak sah untuk memperoleh uang atau keuntungan pribadi, juga
bermkna kejahatan, kerusakan, kebusukan, keburukan, kecurangan,
penyimpangan, penipuan.12
Sedangkan menurut Syed Husein Alatas, yang dimaksud dengan
korupsi adalah: ”Corruption is abuse of trust in the interest of private gain”,
Korupsi adalah penyalah gunaan amanah untuk kepentingan pribadi.13
Masyarakat pada umumnya menggunakan istilah korupsi untuk merujuk
kepada serangkaian tindakan-tindakan terlarang atau melawan hukum dalam
rangka mendapatkan keuntungan dengan merugikan orang lain. Hal yang
paling mengidentikkan perilaku korupsi bagi masyarakat umum adalah
penekanan pada penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan publik untuk
keuntungan pribadi. Begitu pula pengakuan Komisi Pemberantasan Korupsi
10Ahmad Ludjito, “Filsafat Nilai dalam Islam” dalam M. Chabib Thoha, dkk, Reformulasi Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996), hlm.16.
11Hasan Shadily, Ensiklopedia Indonesia, (Jakarta : Ichtiar Baru- Van Houve, tth), hlm.2627.
12Hakim Muda Harahab, Op. Cit, hlm. 12.
13 Syamsul Anwar (Et.al), Fikih Antikorupsi Perspektif Ulama Muhammadiyah Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah,( Jakarta: Pusat studi Agama dan Peradaban (PSAP), 2006).hlm. 10.
20
(KPK), bahwa korupsi adalah setiap perilaku yang mengarah untuk merugikan
masyarakat dan perilaku untuk memperkaya diri sendiri.14
Dengan demikian, yang dimaksud pendidikan antikorupsi adalah
pendidikan untuk menyiapkan generasi bangsa (baca: peserta didik) dalam
memajukan budi pekerti, pikiran, tindakan untuk menentang atau menolak
korupsi. Upaya pencegahan korupsi melalui pendidikan merupakan basis
falsafah dalam pendidikan nilai, moral agama. Secara filosofis korupsi hanya
dipahami sebagai tindakan merusak (stabilitas nasional, etika, dan norma
individu pelakunya) artikulasi nilai-nilai yang sudah mapan (established)
dalam konstruksi sosial budaya masyarakat bahkan agama.
Jadi nilai-nilai pendidikan antikorupsi yang dimaksud adalah sesuatu
yang berguna bagi generasi bangsa untuk menjadi manusia yang berbudaya
antikorupsi, berwatak antikorupsi dan bertanggung jawab dalam berbangsa
dan bermasyarakat.
C. Metode Pendidikan Antikorupsi
Secara etimologi, metode berasal dari bahasa Greek “meta” yang
berarti melalui dan “hodos” yang berarti jalan. Sedangkan dalam pengertian
yang umum “metode” diartikan cara mengerjakan sesuatu.15 Dalam proses
pendidikan, metode mempunyai peranan untuk mencapai suatu tujuan
pendidikan yang telah ditentukan.
Metode juga diartikan sebagai cara yang paling baik, tepat (efektif),
dan cepat (efisien). Efektif atau tidak dan efisien atau tidak suatu metode
banyak bergantung kepada faktor-faktor yang meliputi situasi dan kondisi
pemakai metode itu sendiri yang kurang memahami penggunaannya atau tidak
sesuai dengan seleranya, atau secara obyektif metode ini kurang cocok dengan
14Hakim Muda Harahab, Op. Cit, hlm. 13.
15 Muzayin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000), hlm. 97.
21
kondisi obyek, dan dalam metode itu sendiri secara intrinsik tidak memenuhi
persyaratan sebagai metode.16
Dalam pandangan filosofis pendidikan, metode merupakan alat yang
digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan dan penggunaan metode dalam
proses kependidikan pada hakikatnya adalah pelaksanaan sikap hatihati dalam
pekerjaan mendidik atau mengajar.17
Karl Manheim, yang dikutip oleh Soelaiman Joesoef,18 menunjukkan
adanya dua metode yang dapat digunakan yaitu :
1. Metode Langsung, adalah mengadakan hubungan langsung secara pribadi
dan kekeluargaan dengan individu-individu yang bersangkutan, yaitu dengan
cara langsung mendatangi dan memberikan arahan serta bimbingan agar orang
tersebut mempunyai keinginan untuk berbuat kebaikan atau jujur terhadap
orang lain, juga diberikan contoh-contoh nyata dalam kehidupan sehari-hari.
2. Metode Tak Langsung, maksudnya mengadakan hubungan secara tidak
langsung kepada individu/masyarakat yang menjadi sasaran, melainkan
sasaran antara. Cara ini juga bisa dimanfaatkan walaupun tidak secara
langsung menghadapi orang, karena dengan cara ini bisa memberikan nasehat
pada orang lain setelah itu dia akan menyampaikannya pada orang tersebut.
Dengan menggunakan metode yang telah diuraikan di atas inilah, para
pendidik diharapkan dapat menerapkannya pada pelaksanaan proses
pendidikan antikorupsi dalam melaksanakan tugas kewajiban edukatifnya.
Tujuan pendidikan antikorupsi akan tercapai apabila metode-metode tersebut
dapat diamalkan dengan sungguh-sungguh dan disesuaikan dengan kebutuhan
dalam pendidikan antikorupsi.
Di Indonesia metode yang paling menarik dari pendidikan antikorupsi
dan telah banyak diadopsi di berbagai sekolah adalah laboratorium warung
16Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1997), hlm. 9.
17Muzayin Arifin, op. cit., hlm. 97.
18 Soelaiman Joesoef, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, (Jakarta : Bumi Aksara, 1992), Cet. I, hlm. 115-117.
22
kejujuran atau kantin kejujuran. Secara praktis, warung tersebut mengajarkan
praktik kejujuran dengan aksentuasi transendental bahwa apapun yang kita
lakukan pasti diketahui Tuhan. Warung tersebut dibuka tanpa penunggu
(kasir), pembelinya membayar sesuai dengan harga, mencatat pembelian, dan
mengambil uang kembalian dengan sendirinya. Beberapa sekolah yang
mengadopsi kantin kejujuran diantaranya, SMP Keluarga Kudus, SMP 8
Padang, dan SMAN I Tambun Bekasi.19
Menurut Abu Fida’ Abdur Fafi’ dalam Terapi Penyakit Korupsi,
Praktek korupsi terjadi karena indivudu tidak mempunyai nilai-nilai moral
yang dapat mencegah korupsi yang dilakukannya. Hal situsional seperti
adanya peluang korupsi tidak akan mendukung terjadinya korupsi apabila
individu memiliki nilai moral yang terintegrasi menjadi kepribadian yang
kokoh. Adapun metode yang dapat dilakukan untuk pendidikan antikorupsi
dengan melalui tiga pendekatan, yaitu:20
1. Pendekatan Rasionalistik.
Yakni menanamkan moral dengan konsep-konsep yang bersifat rasional,
misalnya dengan menanamkan pola fikir bahwa korupsi merupakan perbuatan
yang merusak dan menghancurkan diri, lingkungan, dan negara. Dengan
pendekatan ini akan tertanam pada individu (peserta didik) bahwa korupsi
merupakan perbuatan yang merusak dan menghancurkan diri, lingkungan dan
negara. Dengan pendekatan ini akan tertanam pada individu bahwa korupsi
merupakan perbuatan yang harus dihindarkan dalam diirnya. Mereka tidak
melakukan praktek korupsi bukan karena takut pada tuhan dan neraka, tetapi
secara rasional mereka menyadari bahwa korupsi akan menghancurkan
mereka dan negaranya.
2. Pendekatan Spiritualistik.
19 Bhayu Sulistiawan, “Nilai-nilai pendidikan Antikorupsi Dalam Pendidikan Islam” http://fai.elcom.umy.ac.id/mod/forum/discuss.php?d=130, hlm. 100.
20Abu Fida’ Ab dur Rafi’, Terapi Penyakit Korupsi (Jakarta: Republika, 2006), hlm. xxii.
23
Yaitu memanamkan moral dengan konsp-konsep yang bersifat spiritual,
seperti dengan menanamkan rasa takut kepada tuhan dan azab-Nya. Dengan
pendekatan ini akan diperoleh individu yang takut kepada azab tuhan-Nya,
sehingga dirinya dapat menghindari untuk melakukan praktik korupsi
3. Pendekatan kombinasi antara rasionalistik dan spiritualistik.
Yakni dengan mengabungkan pendekatan pertama dan kedua secara
bersamaan, yakni di samping mengguanakan cara-cara yang rasionalistik, juga
menggunakan metode-metode spiritualistik.
Adapun cara-cara yang harus ditempuh dalam pendidikan antikorupsi
agar hati untuk tidak melakukan praktek korupsi, antara lain:
1. Memulai kehidupan dengan niat yang ikhlas.
2. Menyikapi kehidupan dunia berdasarkan ajaran tuhan.
3. Mengendalikan nafsu syahwat terhadap harta.
4. Menjaga pikiran yang terlintas dan langkah nyata untuk perbuatan.
5. Tawakal.
6. Mensyukuri nikmat harta yang ada padanya.
7. Sabar menghadapi kemiskinan dan fitnah (ujian) harta.
8. Ridha terhadap qadha (ketentuan) Allah.
9. Menumbuhkan rasa takut (khauf) kepada Allah.
10. Membentuk sifat jujur dalam diri.
11. Membangun sifat malu untuk berbuat maksiat.
12. Muhasabah (intropeksi diir).
13. Muraqabbatullah.
14. Menumbuhkan kecintaan (mahabbah) kepada Allah.
15. Bertaubat untuk tidak melakukan praktik korupsi.21
Hal ini perlu ditanamkan pada individu (peserta didik) karena untuk
menciptakan generasi baru yang antikorupsi merupakan sasaran dari langkah
preventif untuk membantu mewujudkan negara yang bebas dari korupsi.
Gerakan antikorupsi melalui jalur pendidikan merupakan langkah awal yang
21Ibid, hlm. 73
24
ditempuh untuk mulai melakukan penanaman nilai ke arah yang lebih baik
dari sejak usia muda dengan membangun karakter termasuk pembentukan
sikap disiplin.
Rasulullah Saw juga memberikan peringatan yang baik bagi kita dalam
sebagian bidang yang bersifat antikorupsi berikut ini:
: فقال, فإذا ضيعت االمانة فانتظر الساعة: عن ابى هريرة رضي اهللا عنه قال
22تظرا لساعةفان, اذا وسدا االمر إلى غير اهله: كيف إضاعتها؟ قال
“Dari Abu Hirairah ra., ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah kehancuran. Kemudian dinyatakan: “bagaimana maksud amanah disia-siakan itu? Rasul menjawab: “Jika suatu perkara (amanat/ pekerjaan) diserahkan pada orang yang tidak ahli (profesional), maka tunggulah saat kehancuran.” (HR. Bukhari)
: عن أبى هريرة رضي اهللا عنه عن النبي صلى اهللا عليه وسلم قالوإذا أئتمن , وإذ وعد أخلف, آية المنافق ثالث ؛ إذا حدث آذب
.23خان
“Dari Abi Hurairah dari Nabi . bersabda: “Tanda-tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara berbohong, jika berjanji ingkar, jika dipercaya berkhianat”. (HR. Bukhari).
Berdasarkan deskripsi diatas, hadis ini sangat tegas dan lugas, bahwa
kejujuran, keterbukaan, dan tanggungjawab adalah tanda-tanda pokok
keimanan yang harus dipelihara. Tanpa ketiga hal tersebut, walaupun telah
banyak beribadah ritual, seseorang layak disebut munafik. Dalam konteks
ajaran Islam, korupsi merupakan tindakan yang bertentangan dengan prinsip
keadilan, akuntabilitas dan tanggungjawab. Korupsi dengan segala dampak
negatifnya, telah menimbulkan berbagai distorsi terhadap kehidupan negara
dan masyarakat.
22 Bukhari, Shahih Bukhari, Jilid I, (Beirut: Dar al-Fikr, 1420 H/2000 M) , hlm. 29.
23 Bukhari, Ibid, hlm. 14.
25
Oleh karena itu bila dilihat dalam konteks pendidikan, tindakan untuk
mengendalikan atau mengurangi korupsi adalah keseluruhan upaya untuk
mendorong generasi-generasi mendatang mengembangkan sikap menolak
secara tegas setiap bentuk tindak korupsi. Perubahan dari sikap membiarkan
dan menerima ke sikap tegas menolak korupsi. Hal ini tidak pernah terjadi jika
kita tidak secara sadar membina kemampuan generasi mendatang untuk
memperbarui sistem nilai yang diwarisi, sesuai dengan tuntutan yang muncul
dalam setiap tahap perjalanan bangsa.
D. Tujuan Pendidikan Antikorupsi
Suatu pendidikan tak terkecuali pendidikan antikorupsi, tentu memiliki
suatu tujuan, yaitu sesuatu yang diharapkan tercapai setelah usaha atau
kegiatan selesai.24 Suatu tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan pada
hakikatnya adalah suatu perwujudan dari nilai-nilai ideal yang terbentuk
dalam pribadi manusia yang diinginkan. Nilai-nilai ideal itu mempengaruhi
dan mewarnai pola kepribadian manusia, sehingga menggejala dalam perilaku
lahiriyahnya.25 Dalam melaksanakan pendidikan antikorupsi diharapkan akan
tercapai sebuah tujuan yang dicita-citakan yaitu adanya manusia yang tanggap
serta peduli terhadap masalah-masalah yang terjadi di lingkungan sekitarnya
dan dengan adanya tujuan tersebut dapat membangkitkan semangat untuk
berbuat antikorupsi.
Sedangkan tujuan pendidikan menurut Omar at Toumy Asy-Syaibani
ialah perubahan yang diinginkan dan diusahakan oleh proses dan usaha
pendidikan untuk mencapainya, baik pada tingkah laku individu dan pada
kehidupan pribadinya, kahidupan masyarakat dan alam sekitar di mana
individu itu hidup, serta pada proses pendidikan itu sendiri dan proses
pengajaran sebagai suatu aktivitas yang asasi dalam masyarakat.26
24Zakiah Darodjat, dkk , Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996), hlm. 29.
25Muzayin Arifin, op. cit., hlm. 119.
26Omar at-Toumy asy-Syaibani, Filsafat At-Tarbiyah Al-Islamiyah, Terj. Hasan Langgulung, (Jakarta : Bulan Bintang, 1979), hlm. 426-427.
26
Adapun mengenai tujuan pendidikan antikorupsi dapat dilihat dari
pendapat sejumlah pakar sebagai berikut:
Menurut Mohammad al-Thoumy tujuan pendidkan antikorupsi adalah
pembentukan kesadaran peserta didik akan bahaya korupsi, untuk kemudian
bangkit melawannya. Menginspirasi masyarakat untuk aktif melawan korupsi
dan untuk menghindari internalisasi sikap permisif terhadap tindakan koruptif.
Pendidikan antikorupsi juga berguna untuk mempromosikan nilai-nilai
kejujuran.27
Isnaini Muallidin dalam artikelnya koalisi antar umat beragama
melawan korupsi mengatakan secara umum tujuan pendidikan antikorupsi
adalah: pertama, pembentukan pengetahuan dan pemahaman mengenai bentuk
korupsi dan aspek-aspeknya; kedua, pengubahan persepsi dan sikap terhadap
korupsi; dan ketiga, pembentukan keterampilan dan kecakapan baru yang
ditujukan untuk melawan korupsi. Sedangkan manfaat atau tujuan jangka
panjangnya adalah menyumbang pada keberlangsungan sistem integrasi
nasional dan program antikorupsi serta mencegah tumbuhnya mental korupsi
pada diri peserta didik yang kelak akan menjalankan amanah di dalam sendi-
sendi kehidupan.28
Sedangkan menurut Mochtar Buchori dalam konteks pendidikan
antikorupsi ini yang penting untuk ditekankan ialah tujuan pendidikan nilai
bukan memupuk kemaniran beretorika tentang nilai-nilai atau tentang suatu
ideologi. Yang jauh lebih penting ialah menggunakan pengetahuan tentang
dan ketaatan terhadap nilai-nilai untuk memupuk kemampuan membimbing
bangsa ke pembaruan cara hidup (way of life) sesuai realitas yang ada serta
aspirasi tentang masa depan yang masih hidup dalam diri bangsa. Pendidikan
27Mohammad al-Thoumy, Pendidikan Antikorupsi Dan Multikulturalisme, http://www.uinjkt.ac.id/index.php/section-blog/28-artikel/65-pendidikan-multikultural-dan-upaya-anti-korupsi.htm, hlm. 2.
28Isnaini Muallidin, Koalisi Antar Umat Beragama Melawan Korupsi, http://www.komisiyudisial.go.id/Artikel/Koalisi%20Antar%20Umat%20Beragama%20Melawan%20Korupsi.pdf, hlm. 2.
27
nilai tidak berhenti pada pengenalan nilai-nilai, tetapi masih harus berlanjut ke
pemahaman nilai-nilai, ke penghayatan nilai-nilai, dan ke pengamalan nilai-
nilai. Hanya dengan siklus yang bulat seperti ini dapat diharapkan, pendidikan
nilai akan dapat membawa bangsa ke kemampuan memperbarui diri.29
Dari tujuan pendidikan antikorupsi tersebut dapat dipahami tujuan
pendidikan antikorupsi adalah menanamkan pemahaman dan perilaku
antikorupsi. Jika merujuk pada UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 4 ayat (3) disebutkan bahwa pendidikan
diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan
peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat.30 Atas dasar ini, signifikansi
penyelenggaraan pendidikan antikorupsi lewat jalur pendidikan tidak dapat
diabaikan potensinya sebagai salah satu cara untuk membudayakan
antikorupsi di Indonesia.
Dengan cara demikian diharapkan agar individu yang bagian dari
masyarakat berupaya untuk mendorong generasi-generasi mendatang
mengembangkan sikap menolak secara tegas setiap bentuk tindak korupsi.
Perubahan dari sikap membiarkan dan menerima ke sikap tegas menolak
praktek korupsi. Dengan adanya pendidikan antikorupsi juga diharapkan
membentuk kesadaran akan bahaya korupsi bagi negara, kemudian bangkit
melawannya dan menjadi champion dalam pemberantasan korupsi serta
menentang bentuk kemungkaran social, kejahatan kemanusiaan yang komunal
dan melibatkan public tersebut dan juga berguna mempromosikan nilai-nilai
kejujuran dan tidak mudah menyerah demi terwujudnya kebenaran haqiqi.
E. Urgensi Pendidikan Antikorupsi
Pendidikan adalah suatu proses belajar dan penyesuaian individu-
individu secara terus menerus terhadap nilai-nilai budaya dan cita-cita
29Mochtar Buchori, Pendidikan Antikorupsi, Kompas,4 Meret 2007.
30Qodir dkk, Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, (Jogjakarta: Media Wacana Press, 2003), hlm. 13.
28
masyarakat. Ini adalah suatu proses dimana suatu bangsa mempersiapkan
generasi mudanya untuk menjalankan kehidupan dan untuk memenuhi tujuan
hidup secara efektif dan efisien. Lebih lanjut, Prof. Schoorl dalam Sudarwan
Danim31 menyatakan, bahwa praktik-praktik pendidikan merupakan wahana
terbaik dalam menyiapkan SDM dengan derajat moralitas yang tinggi.
Dengan demikian, internalisasi nilai-nilai antikorupsi melalui
pendidikan merupakan upaya untuk menyiapkan generasi bangsa (baca:
peserta didik) dalam memajukan moral, pikiran dan tindakan untuk menentang
praktek korupsi.
Diluar itu, pemahaman mengenai dampak korupsi ini sangat penting
untuk dipahami, karena dengan memahami dampak-dampak yang ditimbulkan
oleh korupsi. Maka akan semakin memperbesar motivasi untuk memberantas
korupsi dan pentingnya pendidikan antikorupsi. Pemahaman tentang dampak
korupsi ini sangatlah penting karena hal ini akan menunjukan seberapa
pentingkah pendidikan antikorupsi bagi masyarakat demi terwujudnya negara
yang bersih dari budaya korupsi.
Adapun dampak-dampak dari perbuatan praktek korupsi adalah
sebagai berikuat:
1. Dampak budaya dan sosial.
a. Hancurnya moralitas bangsa.
b. Membiasakan masyarakat untuk bebuat korupsi.
c. Memicu tindakan asocial dan asusila.
2. Dampak politik dan hukum.
a. Terbentuknya pemerintahan yang dzalim.
b. Penempatan pejabat yang tidak proporsional.
c. Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah rendah.
d. Rendahnya kepercayaan terhadap aparat hokum.
e. Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap kegiatan pemerintahan.
31Sudarwan Danim, Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), hlm. 63.
29
f. Buruknya pelayanan public bagi masyarakat.
3. Dampak ekonomi.
a. Terpuruknya ekonomi dan macetnya kegiatan pembangunan.
b. Krisis yang berkepanjangan.
c. Ketergantungan kepada luar negeri dan hilangnya kemerdekan Negara.
d. Naiknya harga barang.
e. Rendahnya kesejahteraan masyarakat (masyarakat semakin miskin).
f. Korupsi menguntungkan sebagian kecil golongan sehingga
memunculkan kesenjangan sosial.32
Berdasarkan deskripsi diatas, hal ini menunjukan bagaimana
bahayanya praktek korupsi. Oleh karena itu upaya pencegahan korupsi melalui
pendidikan merupakan basis urgensi dalam pendidikan nilai, moral agama.
Secara filosofis korupsi hanya dipahami sebagai tindakan merusak (stabilitas
nasional, etika, dan norma individu pelakunya) artikulasi nilai-nilai yang
sudah mapan (established) dalam konstruksi sosial budaya masyarakat bahkan
agama.
Mendidik sendiri pada umumnya dipahami sebagai suatu cara untuk
menyiapkan dan membantu seseorang untuk mencapai tujuan hidup,yaitu
menjadi manusia utuh, sempurna dan bahagia. Secara lebih eksplisit
pendidikan bertujuan untuk memanusiakan manusia muda, membantu
seseorang menjadi manusia yang berbudaya dan bernilai tinggi serta menjadi
manusia yang bermoral, berwatak, bertanggung jawab dan bersosialitas.
Sehingga dengan pendidikan, seseorang akan dibantu untuk menjadi manusia
yang aktif dalam membangun hidup bermasyarakat dan berbangsa.33
Dengan demikian urgensi pendidikan antikorupsi adalah membantu
individu (peserta didik) untuk menjadi manusia yang bermoral (aksiologis),
32Ervyn Kaffah, Fiqih Korupsi Amanah Vs Kekuasaan, (NTB:SOMASI NTB, 2003), hlm. 321.
33Bhayu Sulistiawan, Op.Cit, hlm. 96.
30
berwatak serta bertanggung jawab dalam rangka membangun hidup
bermasyarakat dan berbangsa.
Selain itu pentingnya pendidikan antikorupsi adalah menjadikan para
generasi bangsa menjadi manusia yang berbudaya antikorupsi, berwatak
antikorupsi, bertanggung jawab terhadap problematika korupsi, dan
bersosialitas dalam upaya pencegahan korupsi. Karena disadari atau tidak,
korupsi pasti juga dialami oleh para generasi muda. Pada saat tertentu generasi
muda dapat menjadi korban korupsi, pelaku korupsi, atau ikut serta juga
melakukan atau terlibat perkara korupsi, dan sangat mungkin pula menjadi
pihak yang menentang korupsi.
Signifikansi pendidikan dengan demikian harus mampu menjadikan
diri peserta didik sebagai salah satu instrumen perubahan yang mampu
melakukan empowerment (terhadap tindak korupsi) dan transformasi bagi
masyarakat melalui berbagai program yang mencerminkan adanya inisiatif
perbaikan sosial. Melalui pendekatan tersebut, berbagai bentuk pathologi
sosial berupa penyimpangan praktik-praktik kehidupan sosial-kemasyarakatan
seperti korupsi dapat dianalisis dan dicarikan alternatif solusinya.
Dalam konteks tersebut, pendidikan harus juga dimaknai dan
dimanfaatkan sebagai instrumen, selain harus mampu mentransformasikan
nilai-nilai moral, pendidikan juga berfungsi melakukan social engineering
guna membangun sosial religi yang efektif dan seimbang.34
Dari deskrepsi di atas pendidikan antikorupsi menjadi sangat penting
dan di perlukan dalam membangun masyarakat yang sadar akan bahaya
korupsi bagi kesejahteraan hidup berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu
melalui pendidikan antikorupsi diharapkan dapat membidik dan membentuk
manusia yang berakhlak antikorupsi dan mengarahkan kehidupannya untuk
kehidupan social yang baik serta meningkatkan kepedulian kita terhadap
sesama agar mereka menjadi manusia pertama yamg menolak praktek korupsi.
34Isnaini Muallidin, Op.Cit, hlm. 3.
31
BAB III
TINJAUAN SURAT AN-NISA’ AYAT 58
Al-Qur’an yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw merupakan wahyu
terakhir dan petunjuk bagi umat manusia. Isinya di antaranya adalah menyeru
kepada akidah tauhid dan memberi petunjuk pada tingkah laku yang yang lurus
dan benar demi kebaikan diri dan masyarakat untuk kebahagiaan hidup di dunia
dan akhirat.
Dalam surat an-Nisa’ ayat 58 manusia diperintahkan untuk menunaikan
amanat kepada pemiliknya baik kepada Allah SWT maupun manusia dan juga
untuk berbuat adil dalam menetapkan hukum.
A. Kandungan Surat An-Nisa’ Ayat 58
إن الله يأمركم أن تؤدوا الأمانات إلى أهلها وإذا حكمتم بين الناس أن تحكموا ريصا بيعمكان س إن الله به ظكمعا يمنع ل إن اللهد٥٨ا ﴿بالع﴾
Artinya: ”Sesungguhnya Allah SWT menyuruh seseorang menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh seseorang) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya seseorang menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah SWT memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah SWT adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.”1
Dari ayat di atas mempunyai maksud bahwa Allah SWT secara
langsung menuntun dan memerintahkan seseorang menunaikan amanat-
amanat secara sempurna dan tepat waktu kepada ahliha, yaitu pemiliknya
atau orang yang berhak menerimanya. Baik amanat Allah SWT kepada
umatnya maupun amanat sesama manusia dan betapapun banyaknya amanat
yang diserahkan kepada seseorang.2
Dari hal seperti ini dapat di ambil kesimpulan bahwa ketika
seseorang menjadi seorang pejabat atau mendapat kepercayaan dari orang
1 Ahmad Sunarjo, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV Alwaah, 1989), hlm. 128. 2 Sayid Qutb, Fi Zhilailil Qur’an Di Bawah Naungan Qur’an, terj. As’ad Yasin, et.al,
Jilid 6, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 307.
32
lain, seseorang harus menjaga kepercayaan tersebut sebaik-baiknya terlebih
pada seorang pejabat, mereka mendapat amanat dari rakyat untuk menjadi
seorang pemimpin yang jujur, adil dan tidak korupsi sehingga rakyat dapat
hidup sejahtera dan penuh kedamaian karena dampak dari korupsi sangatlah
menyengsarakan rakyat atau publik.
Selain itu ayat ini juga mempunyai maksud bahwa Allah SWT juga
menyuruh seseorang apabila menetapkan hukum diantara manusia, baik
yang berselisih dengan manusia lain maupun tanpa perselisihan maka
seseorang harus menetapkan putusan dengan adil sesuai dengan apa yang di
ajarkan oleh Allah SWT, tidak memihak kecuali kepada kebenaran dan tidak
pula menjatuhkan sanksi kecuali kepada yang melanggar, tidak menganiaya
walaupun lawannya dan tidak pula memihak kepada temannya.3
Hal ini kaitannya dengan korupsi adalah jika seorang pelaku korupsi
tidak di adili dengan seadil-adilnya maka akan menumbuhkan bibit-bibit
baru para pelaku korupsi. Untuk itu keadilan adalah salah satu faktor
terpenting dalam pemberantasan praktek korupsi.
Ayat di atas menyuruh seseorang untuk menunaikan amanat kepada
ahliha, yaitu pemiliknya dan ketika memerintahkan menetapkan hukum
dengan adil, dinyatakannya apabila seseorang menetapkan hukum diantara
manusia. Ini berarti bahwa perintah berlaku adil itu ditujukan kepada
manusia secara keseluruhan. Dengan demikian, baik amanat maupun
keadilan harus ditunaikan dan ditegakkan tanpa membedakan agama,
keturunan, atau ras. Ayat-ayat al-Qur’an yang menekankan hal ini sungguh
banyak. Salah satu di antaranya berupa teguran kepada nabi yang hampir
saja terpedaya oleh dalih seorang muslim yang munafik yang bermaksud
mempersalahkan seorang yahudi, dalam konteks inilah turun firmannya4:
ننيائلخل كنلا تو الله اكا أراس بمالن نيب كمحتل قبالح ابتالك كا إليلنزا أنإن ﴾١٠٥خصيما ﴿
3 Ibid. 4 Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Vol 2,(Ciputat: Lentera Hati, 2000), hlm. 458.
33
Artinya: Sesungguhnya kami Telah menurunkan Seseorangb kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya seseorang mengadili antara manusia dengan apa yang Telah Allah SWT wahyukan kepadamu, dan janganlah seseorang menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), Karena (membela) orang-orang yang khianat.5
Ayat di atas menjelaskan Allah SWT menunjukan kemarahan demi
menegakan keadilan. Dengan diturunkannya Al-Qur’an kepada nabi untuk
mengadili di antara manusia dengan apa yang telah diberitahukan oleh Allah
SWT. Ayat ini menunjukan adanya larangan menjadi pembela orang-orang
yang berkhianat dan diarahkannya supaya memohon ampun kepada Allah
SWT atas pembelaan beliau terhadap orang yang berkhianat itu.6
Nabi pun seringkali mengingatkan pentingnya amanat, bahkan
amanat itu sangat berkaitan dengan keimanan seseorang. Hal ini sesuai
dengan sabda nabi saw:
ما ,ز ثنا ابو هالل ثنا قتاده عن انس بن ما لك قال حدثناعبد اهللا حدثين ايب ثنا نيد الو, هل ةانما ال نمل انميإال: قال االصلي اهللا عليه وسلم خطبنا نيب اهللا
لمال ن عهل د7)رواه أمحد. (ه Artinya: “Tidak beriman (tidak sempurna iman) orang yang tidak menjaga
amanah dan tidak beragama (tidak sempurna agama) seseorang yang tidak menepati janjinya.”(HR. Ahmad).
Hadits di atas menjelaskan bahwa iman harus dibuktikan dengan
sikap amanah dalam berinteraksi sosial. Tanpa sikap amanah, iman menjadi
rusak sehingga rasa aman menjadi hilang. Jelasnya, jika kecurangan dan
korupsi di semua lini, iman dan amanah sudah tidak ada, maka keamanan
menjadi problem yang sulit dikendalikan. Akhirnya, kejahatan merajalela
5 Ayat Ini dan beberapa ayat berikutnya diturunkan berhubungan dengan pencurian yang
dilakukan Thu'mah dan ia menyembunyikan barang curian itu di rumah seorang Yahudi. Thu'mah tidak mengakui perbuatannya itu malah menuduh bahwa yang mencuri barang itu orang Yahudi. hal Ini diajukan oleh kerabat-kerabat Thu'mah kepada nabi s.a.w. dan mereka meminta agar nabi membela Thu'mah dan menghukum orang-orang Yahudi, kendatipun mereka tahu bahwa yang mencuri barang itu ialah Thu'mah, nabi sendiri hampir-hampir membenarkan tuduhan Thu'mah dan kerabatnya itu terhadap orang Yahudi. ( lihat Tafsir Al Misbah Surat An-Nisa’ ayat 105)
6 Sayyid Quthb, Op. Cit, hlm. 108. 7 Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, Juz III, (Beirut: Dar al-
Fikr, t.th.), hlm. 166.
34
dan hukum pun tidak berdaya, karena jika amanah telah tiada, maka hukum
dan keadilan bisa diperjual belikan. Selanjutnya, rusaklah tata kehidupan
masyarakat dan sendi-sendi bangsa dan negara.
Adapun dalam perintah agar memutuskan hukum dengan adil
diantara manusia, Syyid Quthb mengatakan nash ini bersifat mutlak yang
berarti meliputi keadilan yang menyeluruh di antara manusia, bukan
keadilan di antara sesama kaum muslimin tetapi terkena untuk semua
manusia, mukminin ataupun kafir, teman ataupun lawan, orang berkulit
putih ataupun berkulit hitam.8 Oleh karena itu, para pelaku korupsi baik itu
teman ataupun kerabat harus mendapatkan hukuman yang seadil-adilnya.
Sebab, hal ini akan membuat para benih-benih calon pelaku korupsi
berikutnya untuk jera melakukannya.
Terkait dengan independensi pengadilan, ada satu contoh dari Umar
ibn Khattab, seorang sahabat menuturkannya kepadanya akan maju ke
pengadilan, untuk satu perkara perdata, dan menceritakan kasusnya.
Sepulang dari sidang, ia memberitahu bahwa ia kalah. “kalau menurut aku,
mestinya seseorang yang menang,” komentar Umar. Kalau begitu mengapa
bukan keputusan bapak saja, ya Amirul Mukminin? “tidak bisa”, jawab sang
Khalifah. Hakimnya Ali, bukan saya.9
Berdasarkan cerita di atas, yang berhak memutuskan orang dikatkan
bersalah atau tidak adalah seorang hakim. Untuk itu, dalam menetapkan
sebuah perkara harus memilih hakim yang amanat dan jujur. Karena sebuah
keadilan adalah salah satu harga mati dalam membangun masyarakat yang
sejahtera, aman dan adil.
Selanjutnya, pada ujung ayat menghubungkan perintah itu dengan
Allah SWT. Keserasian antara tugas-tugas, yaitu menunaikan amanat-
amanat dan memutuskan hukum dengan adil di antara manusia dengan
keberadaan Allah SWT SWT sebagai zat “yang maha mendengar dan lagi
maha melihat” memiliki relevansi yang jelas dan halus. Maka, Allah SWT
8 Sayyid Quthb, Op. Cit, hlm. 307. 9 Syu’bah Asa, Dalam Cahaya Al-Qur’an Tafsir Ayat-Ayat Sosial-Politik, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2000), hlm. 60.
35
senantiasa mendengar dan melihat masalah-masalah keadilan dan amanat,
sehingga akan menimbulkan rasa muraqabah, takut dan berharap kepada-
Nya.
B. Asbabun Nuzul Surat An-Nisa’ Ayat 58
Agar diperoleh kejelasan tentang makna yang terkandung dalam ayat
di atas, maka akan diberikan keterangan tentang sebab-sebab turunnya (asbab
al-nuzul). Asbab al-Nuzul ialah, “Sesuatu yang dengan sebabnya turun suatu
ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau memberi jawaban
terhadap sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab
tersebut.10
Dalam menjelaskan asbabun nuzul ini juga akan diterangkan mengenai
munasabah ayat 58 surat an-Nisa; dengan ayat sebelum dan sesudahnya.
Setelah Allah SWT menerangkan ganjaran yang besar bagi orang-
orang yang beriman dan beramal sholeh. Kemudian Allah SWT pun menyeru
kepada orang yang beriman untuk menyampaikan amanat dan menetapkan
perkara diantara manauia dengan cara yang adil yang terdapat dalam surat an-
Nisa’ ayat 58, dan dalam ayat berikutnya menerangkan untuk taat pada ulil
amri.
Menurut Ahmad Musthofa al-Maraghy, turunnya surat an-nisa’ ayat
58. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas : ketika menaklukan Makkah Rasulullah
SAW. Memanggil Ustman bin Thalhah. Setelah datang, beliau bersabda,
“perlihatkan kunci (kunci ka’bah) kepadaku”. Ketika Ustman mengulurkan
tangannya, Abbas berdiri soraya berkata, “wahai Rasululllah, engkau di tebusi
dengan bapak dan ibuku! Satukanlah ia dengan penyiram air untukku.” Maka
ustman membukakan telapak tangannya, lalu Rasululllah bersabda,
“berikanlah kunci itu hai ustman!” ustman berkata, inilah amanat Allah
SWT.” Beliau berdiri, lalu membuka Ka’bah. Kemudian keluar dari Ka’bah,
lalu berthawaf di Baitullah itu. Kemudian Jibril turun memrintahkan supaya
10 Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an I, (Bandung: Pustaka Setia, 1997),
hlm. 89.
36
mengembalikan kunci itu. Lalu beliau memanggil Ustman bin Thalhah dan
memberikan kunci kepadanya. Kemudian beliau membacakan ayat ini.11
Dari surat an-Nisa’ ayat 58 dapat dilihat bahwa kaum mu’minin
diharuskan untuk menjalankan amanat yang berkaitan dengan urusan kaum
banyak, terutama dalam menetapkan hukum yang paling adil diantara
manusia. Amanat ini tentu saja tertuju kepada para pemimpin umat dan
kalangan penguasa. Mereka adalah dua golongan manusia yang paling
berperan dalam memegang kunci-kunci kemaslahatan orang banyak. Para
penguasa diberi perintah sekaligus amanat oleh Allah SWT untuk berbuat adil
dalam menetapkan keputusan sehingga tidak menghasilkan keputusan yang
merugikan dan hanya menguntungkan segelintir pihak.12
Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa seorang pemimpin atau orang
yang mendapat amanat baik dari rakyat atau orang lain seseorang tetap harus
menjalankan amanat yang sebaik-baiknya dan sejujur-jujurnya.
C. Pendapat Para Mufasir Tentang Makna Surat An-Nisa’ Ayat 58
Al-Qur’an diturunkan oleh Allah SWT sebagai pedoman dalam
kehidupan umat manusia, agar mereka itu dapat memperoleh kebahagiaan dan
keselamatan di dunia dan di akhirat. Namun, al-Qur’an ayat-ayatnya ada
kalanya bersifat mujmal (global), ada pula yang bersifat tafsil (detail). Oleh
karena itu, pemahamannya akan dapat paripurna jika melalui ulasan dan
penjelasan dari para mufasir. Dengan penafsirannya tersebut baik secara
tekstual maupun kontekstual, akan seseorang dapatkan jawaban secara tuntas
terhadap permasalahan yang dihadapi manusia.
Dalam kaitannya dengan pendidikan antikorupsi seperti yang
dinyatakan dalam surat an-Nisa’ ayat 58, pendidikan antikorupsi sangat
penting dalam kehidupan masyarakat dan berbangsa sebagaimana di jelaskan
dalam bab sebelumya. Ayat ini sebagaimana diketahui diturunkan setelah fat-
11Ahmad Musthofa al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, terj. Hery Noer Aly, et.al.,
(Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 115. 12 Qomaruddin Shaleh, dkk, Ayat-Ayat Larangan Dan Perintah Dalam Al-Qur’an,
(Bandung: Diponegoro, 2002), hlm. 587.
37
hu makkah (pembebasan Makah), nabi memanggil ustman bin Thalhah untuk
meminta kunci ka’bah. Ketika ustman akan menyerahkan kunci itu, berdirilah
al-Abbas yang meminta kunci itu pada ustman. Maka nabi bersabda: berikan
kunci itu kepadaku wahai ustman. Ustman berkata, inilah dia, amanat dari
Allah SWT.13 Karena ayat ini menerangkan tentang amanat seseorang tidak
boleh menyelewengkan amanat yang telah dibebankan pada seseorang.
Diperintahkannya amanat di dalam menjalankannya, sebagaimana di
jelaskan dalam tafsir munir karya Wahbah al-Zuhaili, amanat adalah sesuatu
yang dipercayakan kepada manusia, menurut adat manusia amanat adalah
setiap seuatu orang yang mengambilnya dengan izin orang yang mempunyai.
Dan amanat itu berkaitan dengan tanggungan pada Allah SWT atau manusia
atau dirinya sendiri. Orang yang bias menjaga amanah dinamakan amin.
Khafid, wafi (orang yang bias mendatangi), orang yang tidak bisa menjaga
amanat dan menunaikannya dinamakan orang yang khianat.”14
Demikian halnya dalam Tafsir al-Qur’anul ‘Azhim karya Imam Abi
Fad al- Hafizh Ibn Katsier al-Dimasqi yang dijelaskan sebagai berikut : “Allah
SWT memberitahu bahwa dia memerintahkan hamba-hambanya
menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, sebagaimana sabda
rasulullah: sampaikanlah amanat kepada yang berhak menerimanya dan
janganlah engkau menghianati orang yang telah menghianatimu (riwayat
Ahmad dan ahli sunnah) kata amanat dalam ayat ini menjangkau amanat yang
dipesankan oleh Allah SWT kepada hamba-hambanya, seperti kewajiban
sholat, zakat, puasa, pembayaran kaffarat, penunaian nadzar dan lain-lain
amanat yang hanya diketahui oleh Allah SWT dan hamba yang bersangkutan,
dan amanat yang diterima oleh seseorang dari sesamanya seperti titipan-titipan
yang disertai dengan atau tanpa bukti. Semuanya itu diperintahkan oleh Allah
SWT agar ditunaikannya. Karena jika tidak akan di ambilnya dari padanya di
hari kiamat, sebagaimana sabda Rasulullah Saw: Tunaikanlah amanat-amanat
itu kepada yang berhak menerimanya, sehingga kambing yang tidak bertanduk
13 Ibid, hlm. 584 14 Wahbah al-Zuhaili, Tafsir Munir, Juz V, (Beirut: Darul Fikr, tth), hlm. 121.
38
diberi hak membalas kambing yang bertanduk. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi
Hatim dari Abdullah bin Mas’ud yang bercerita: “ucapan Syahadat menebus
segala dosa kecuali amanat yang dikhianati.”15
Menurut Ahmad Musthofa al-Maraghi dalam tafsir al-Maraghi
disebutkan ada macam-macam amanat:
Pertama : amanat hamba dengan tuhannya, yaitu apa yang telah
dijanjikan Allah SWT kepadanya untuk dipelihara, berupa melaksanakan
segala perintahnya, menjauhi segala larangannya dan menggunakan segala
perasaan dan anggota badannya untuk hal-hal yang bermanfaat baginya dan
mendekatkannya kepada Allah SWT. Di dalam atsar dikatakan, bahwa seluruh
maksiat adalah khianat kepada Allah SWT.
Kedua: Amanat hamba dengan sesame manusia, diantaranya adalah
mengembalikan titipan kepada pemiliknya, tidak menipu, menjaga rahasia dan
lain sebagainya yang wajib dilakukan terhadap keluarga, kaum kerabat dan
manusia pada umumnya dan pemerintah. Termasuk dalam amanat ini adalah
keadilan para umara’ terhadap rakyatnya, dan keadilan para ulama’ terhadap
orang-orang awam dengan membimbing mereka kepada keyakinan dan
pekerjaan yang berguna bagi mereka di dunia dan akhirat, seperti pendidikan
yang baik, mencari rizki yang halal, memberikan nasehat dan hokum-hukum
yang menguatkan keimanan, menyelamatkan mereka dari berbagai kejahatan
dan dosa, serta mendorong mereka untuk melakukan kebaikan dan kebajikan.
Seperti juga keadilan suami terhadap istrinya, seperti tidak menyebarkan
rahasia masing-masing pihak, terutama rahasia khusus mereka yang biasanya
tidak pantas diketahui orang lain.
Ketiga: Amanat manusia terhadap dirinya sendiri, seperti hanya
memilih yang paling pantas dan bermanfaat baginya dalam masalah agama
dan dunianya, tidak langsung mengerjakan hal yang berbahaya baginya di
akhirat dan dunia, serta menghindarkan berbagai penyakit sesuai dengan
pengetahuan dan petunjuk para dokter. Hal terakhir ini memerlukan
15 Imam Abi Fad al- Hafidh Ibn Katsier al- Dimasqi, Tafsir al- Qur’anul Azhim, Jilid I,
(Beirut: Darul Fikr, tth), hlm. 475-476.
39
pengetahuan tentang ilmu kesehatan, terutama pada waktu banyak tersebar
penyakit dan wabah.16
Inilah tugas kaum muslimin sekaligus akhlak mereka, yaitu
menunaikan amanat-amanat kepada yang berhak menerimanya. Amanat-
amanat itu sudah tentu dimulai dengan amanat yang terbesar, yaitu amanat
yang dihubungkan Allah SWT dengan fitrah manusia, seperti melaksanakan
perintah, menjahui segala apa yang dilarang, serta menggunakan seluruh
anggota badan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dari amanat
terbesar ini, munculah amanat-amanat lain yang diperintahkan Allah SWT
untuk ditunaikan, di antaranya adalah amanat dalam bermuamalah sesama
manusia dan menunaikan amanat kepada mereka, yaitu amanat dalam
bermuamalah, amanat yang berupa titipan materi, amanat yang berupa
kesetiaan rakyat kepada pemimpin dan kesetiaan pimpinan kepada rakyat.
Inilah amanat-amanat yang diperintahkan Allah SWT untuk ditunaikan dan
disebutkan di dalam nash ini secara global.
Penyebab korupsi yang terlihat dalam al-Qur’an adalah karena sikap
penghianatan yang masih melekat dalam diri seseorang. Itu berarti ada
indikasi kurangnya sikap amanat dalam dirinya. Padahal amanat merupakan
salah satu sikap inheren yang harus ditampilakan manusia dalam setiap
aktivitas kehidupannya.
Selain faktor amanat yang menyebabkan tindak korupsi, dalam surat
an-Nisa’ ayat 58 juga menyebutkan faktor keadilan. Adapun dalam perintah
agar memutuskan hukum dengan adil di atara manusia, maka nash ini bersifat
mutlak yang berarti meliputi keadilan yang menyeluruh “di antara semua
manusia”, bukan keadilan di antara sesama kaum muslimin tetapi kafirin,
keadilan untuk teman ataupun lawan, orang berkulit putih ataupun hitam.
Dalam tafsir al-Maraghi karya Ahmad Musthofa al-Maraghy
disebutkan, untuk memutuskan perkara dengan adil memerlukan beberapa hal:
16 Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Juz IV, (Beirut-Libanon : Dar al-
Fikr, t.th), hlm. 70.
40
Pertama, memahami dakwaan dari si pendakwa dan jawaban dari si
terdakwa, untuk mengetahui pokok persengketaan dengan bukti-bukti dari
kedua orang yang bersengketa.
Kedua, hakim tidak berat sebelah kepada salah satu pihak di antara
kedua orang yang bersengketa.
Ketiga, hakim mengerti tentang hukum yang telah digariskan oleh
Allah SWT untuk memutuskan perkara di antara manusia berdasarkan contoh
dari Al-kitab, sunnah maupun ijma’ umat.
Keempat, mengangkat orang-orang yang mampu mengemban tugas
hukum untuk menghukumi. Kaum muslimin telah di perintahkan supaya
menegakkan keadilan dalam hukum, perkataan, perbuatan dan akhlak.17
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa ketegasan hukum merupakan
salah satu faktor dari penanggulangan tindakan korupsi, dengan kata lain
hukum yang berlaku dalam masyarakat harus tegas dan memiliki keadilan
hukum. Setiap perkara yang memerlukan keputusan yang adil harus di
serahkan kepada hakim. Kemudian seorang hakim berhak memutuskan
berdasarkan ketentuan yang berlaku. Oleh sebab itu, hakim harus memutuskan
dengan tegas dan adil berdasarkan aturan-aturan hukum yang tegas pula.
Lemah tidaknya penerapan dan pelaksanaan hukum tergantung kepada
pihak pelaksana hukum, yakniu lembaga yang terlibat langsung dalam
pembentukan, penerapan dan pelaksanaan hukum seperti kepolisian,
kejaksaan, pengadilan dan pengacara. Para penegak hukum ini harus
mempertaruhkan status untuk mencegah masuknya kelompok mafia-mafia
peradilan, di mana mereka akan berupaya melemahkan hukum dengan
melakukan tindakan yang berindikator pemberian surat sakit, pemerasan,
vonis yang tidak bisa dieksekusi, makelar perkara, pengaburan perkara,
pengaturan majlis yang menguntungkan, pemalsuan vonis, penyuapan dan
sebagainya.18
17 Ibid, hlm. 71. 18 Hakim Muda Harahab, Ayat-Ayat Korupsi, (Yogyakarta:Gama Media, 2009), hlm. 123.
41
Semua teknik kejahatan mafia peradilan ini akan merusak citra
lembaga peradilan yang diharapkan mampu memberikan rasa keadilan hukum
kepada masyarakat. Jika lembega penegak hukum ini tidak melakukan
tindakan preventif terhadap masuknya mafia peradilan, maka hukum akan
menjadi lemah walaupun mempunyai konsep dan manajemen yang utuh.
Dengan demikian, bisa dibayangkan bahwa pelaku-pelaku korupsi akan
berjalan dengan mulus di setiap sudut jalan.
42
BAB IV
ANALISIS NILAI-NILAI PENDIDIKAN ANTIKORUPSI
DALAM SURAT AN-NISA’ AYAT 58
Pengadaan pendidikan di dalam kehidupan tak terkecuali pendidikan
antikorupsi terkait dengan harapan perubahan berarti dalam kehidupan ini.
Dengan diberikannya pendidikan antikorupsi kepada seseorang, mengait dengan
harapan berupa peningkatan kepekaan moral yang bermanfaat bagi kehidupannya.
Dengan menghayati nilai-nilai di dalam berbagai pendidikan, akan tercipta
manusia-manusia yang mempunyai kepekaan dalam memandang kejujuran
sehingga membawa manfaat bagi kelangsungan hidup dan orang lain, sejak
pemahaman mengenai nilai, unsur-unsur, dan cakupan nilai-nilainya.
A. Pemahaman Nilai Pendidikan Antikorupsi Surat An-Nisa’ Ayat 58
Al-Qur’an adalah kitab suci yang berisi petunjuk Allah SWT bagi
umat manusia; karena itu subyek utamanya adalah pengkajian terhadap
manusia serta bentuk-bentuk kehidupan sosialnya. Agar petunjuk ini mencapai
sukses, maka hal yang paling penting ialah bahwa petunjuk itu harus
mengandung pengetahuan yang bersifat menyeluruh mengenai masalah-
masalah social manusia, wataknya, tradisi-tradisi sosial, moral dan agama,
nilai-nilai dan cara hidup mereka.1
Dalam al-Qur’an telah dijelaskan bagaimana seharusnya manusia
bertingkah laku di bumi ini, dan bagaimana ia menjalankan amanah dan
berbuat adil dari Allah SWT. Surat an-Nisa’ ayat 58 yang di antara intinya
adalah menganjurkan manusia untuk tidak menyalahgunakan atau
menyelewengkan amanat serta perintah berbuat adil.
Begitu pentingnya untuk menjalankan amanat dan berbuat adil itu
sehingga Allah SWT memfirmankan dalam ayat al-Qur’an, yang dengan
firman tersebut manusia diharapkan mampu memahami maksud dan
1 Afzalur Rahman, Al-Qur’an Sumber Ilmu Pengetahuan, Terj. HM. Arifin, (Jakarta :
Rineka Cipta, 1992), Cet. II, hlm. 293.
43
kandungan dari ayat itu. Nilai-nilai pendidikan antikorupsi yang terdapat
dalam surat an-Nisa’ ayat 58, yaitu diberikannya kita perintah dan teguran
untuk menjalankan amanat dan berbuat adil. Perintah dan teguran tersebut ada
karena melihat fenomena kehidupan yang kadang mengabaikannya.
Ibnu Taimiyah dalam komentarnya mengenai surat an-Nisa’ ayat 58 di
atas menyebutkan, “Wahai para pemimpin Muslim, Allah memerintahkan
kepada kalian untuk berlaku amanat dalam kepemimpinan kalian,
tempatkanlah sesuatu pada tempat dan tuannya, jangan pernah mengambil
sesuatu kecuali Allah mengizinkannya, jangan berbuat zalim, berlaku adil
adalah keharusan dalam menetapkan keputusan hukum di antara manusia.
Semua ini adalah perintah Allah yang ditetapkan dalam Alquran dan Sunnah.
Jangan pernah melanggarnya, karena itu perbuatan dosa.”2
Dalam pendidikan antikorupsi sikap amanah dan berlaku adil sangatlah
erat kaitannya. Salah satu contoh dari amanat adalah berlaku adil. Bila
manusia telah mengingkari keadilan dan tidak berlaku adil dalam kehidupan di
dunia ini, maka akan menyebabkan terdholiminya manusia yang lain akibat
ketidakadilan sebagian manusia tersebut. Terdholiminya sebagian manusia
oleh sebagian yang lain, mengakibatkan penderitaan, kesengsaraan sebagian
yang lain dan kelebihan atau kelapangan (baik harta, kedudukan dan
kesempatan) bagi sebagian yang lain oleh perbuatan tidak adilnya tersebut,
serta terlanggarnya hak sebagian yang lain terhadap sebagian yang lainnya
(yang berbuat tidak adil atau tidak memegang amanat).
Begitu bahayanya tindakan penyelewengan dan sikap tidak adil dalam
memutuskan perkara, maka pemerintah Indonesia telah mengaturnya di dalam
undang-undang tindak pidana korupsi tahun 2009 yang di antaranya sebagai
berikut:3
2 Syafii Ma’arif, Al-Qur’an berbicara keadilan dan amanat, http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=2012_0_3_70_M15, hlm. 1.
3 http://www.kpk.go.id/modules/edito/content.php?id=30
44
Pasal 17
Penggelapan, Penyalahgunaan, atau Penyimpangan Lain Kekayaan Oleh
Pejabat Publik
Negara pihak wajib mengambil tindakan-tindakan legislatif dan lainnya yang
perlu untuk menetapkan sebagai kejahatan, jika dilakukan dengan sengaja,
penggelapan, penyalahgunaan atau penyimpangan lain oleh pejabat publik
untuk kepentingan sendiri atau untuk kepentingan orang atau badan lain,
terhadap kekayaan, dana atau sekuritas publik atau swasta atau barang lain
yang berharga yang dipercayakan kepadanya karena jabatannya.
Pasal 19
Penyalahgunaan Fungsi
Negara pihak wajib mempertimbangkan untuk mengambil tindakan-tindakan
legislatif dan lainnya yang perlu untuk menetapkan sebagai kejahatan, jika
dilakukan dengan sengaja, penyalahgunaan fungsi atau jabatan, dalam arti,
melaksanakan atau tidak melaksanakan suatu perbuatan, yang melanggar
hukum, oleh pejabat publik dalam pelaksanaan tugasya, dengan maksud
memperoleh manfaat yang tidak semestinya untuk dirinya atau untuk orang
atau badan lain.
Bab IV
Susunan Pengadilan
Pasal 11
Untuk dapat ditetapkan sebagai Hakim, calon harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. berpengalaman menjadi Hakim sekurang-kurangnya selama 10 (sepuluh)
tahun;
b. berpengalaman menangani perkara pidana;
45
c. jujur, adil, cakap, dan memiliki integritas moral yang tinggi serta reputasi
yang baik selama menjalankan tugas;
d. tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin dan/atau terlibat dalam perkara
pidana;
e. memiliki sertifikasi khusus sebagai Hakim tindak pidana korupsi yang
dikeluarkan oleh Mahkamah Agung; dan
f. telah melaporkan harta kekayaannya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
BAB VI
Hukum Acara
Pasal 25
Pemeriksaan di sidang pengadilan tindak pidana korupsi dilakukan
berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam
undang-undang ini.
Pasal 26
(1) Dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi
dilakukan dengan majelis hakim berjumlah ganjil sekurang-kurangnya 3 (tiga)
orang hakim dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang hakim, terdiri dari hakim
karier dan hakim ad hoc.
(2) Dalam hal majelis hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah 5
(lima) orang hakim, maka komposisi majelis hakim adalah 3 (tiga) banding 2
(dua) dan dalam hal majelis hakim berjumlah 3 (tiga) orang hakim, maka
komposisi majelis hakim adalah 2 (dua) banding 1 (satu).
(3) Penentuan mengenai jumlah dan komposisi majelis hakim sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh ketua pengadilan masing-
masing atau ketua mahkamah agung sesuai dengan tingkatan dan kepentingan
pemeriksaan perkara kasus demi kasus.
46
(4) Ketentuan mengenai kriteria dalam penentuan jumlah dan komposisi
majelis hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak
pidana korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan
mahkamah agung.
Berdasarkan undang-undang di atas seseorang harus menjalankan
amanat dan berbuat adil dalam menjalankan kehidupan ini seperti menghukum
para pelaku korupsi dengan seadil-adilnya dan seharusnya para pejabat negara
baik dari tingkat legislatif maupun daerah bersikap jujur dalam menjalankan
amanat dari rakyat. Tindakan semacam ini akan menciptakan kondisi
masyarakat yang aman dan jauh dari kriminalitas. Jika tidak, tentulah struktur
masyarakat terancam kacau, galau, terusik dan hilang rasa tenang dan tentram
sehingga dampaknya pada tindak kriminal. Namun, dengan adanya rasa
tanggung jawab bersama bisa menegakkan kasih sayang sesama dan sama-
sama saling membutuhkan.
Oleh karena itu, dalam setiap kehidupan masyarakat, baik itu
masyarakat yang masih tergolong sederhana, maupun masyarakat yang sudah
maju, senantiasa menginginkan kehidupan yang tertib dan aman dalam
kehidupannya. Berbagai aspek perilaku korupsi setiap kali dapat dijumpai
dalam kehidupan masyarakat yang menunjukkan suatu fenomena yang tetap,
meskipun dalam kehidupan itu selalu menuntut perubahan-perubahan demi
kepentingan tertentu. Dengan itu, akan muncul manusia-manusia yang
memahami dan mengerti akan kehidupan yang sedang dijalani, juga nilai-nilai
pendidikan antikorupsi yang terdapat dalam kehidupan, seperti dalam surat an-
Nisa ayat 58 yang perlu teraplikasikan dalam kehidupan ini. Karena, dengan
memahami dan mengaplikasikan nilai-nilai tersebut, dapat diharapkan tidak
akan munculnya masalah-masalah korupsi yang sangat mengkhawatirkan dan
meresahkan masyarakat, justru akan dikembangkan sikap-sikap yang tepat
yang dapat memberikan kebaikan untuk masyarakatnya.
47
B. Unsur Pendidikan Antikorupsi Surat An-Nisa’ Ayat 58
Dalam surat an-nisa’ ayat 58 ini terdapat unsur yang penting yaitu
moralitas. Karena unsur yang ada dalam ayat ini adalah sikap untuk tidak
menyalahgunakan amanat maka secara otomatis unsur tersebut terkait dengan
sikap kejujuan seseorang. Seorang Muslim dituntut untuk selalu dalam
keadaan benar lahir-bathin, meliputi: benar-hati (shidq al-qalb), benar-
perkataan (shidq al-hadîts), serta benar-perbuatan (shidq al-‘amâl). Benar
dalam ketiga hal tersebut akan menuntun pada perilaku yang sesuai dengan
“kebenaran” agama Islam.
Islam adalah agama yang mengajarkan kejujuran dan kebenaran.
Betapa tingginya nilai kejujuran ini, sampai-sampai Muhammad saw, sejak
sebelum diangkat sebagai rasul, ia dikenal sebagai seorang yang jujur dan
amanah. Kejujurannya dikenal oleh seluruh masyarakatnya , sehingga ia
digelari dengan al Amien, artinya orang yang jujur dan sama sekali tidak
pernah bohong. Kejujuran menjadi sendi atau pilar dan bahkan pintu masuk
menjadi Islam. Oleh karenanya Rasulullah SAW memerintahkan kepada
setiap Muslim untuk selalu menjaga diri dalam sikap “shidiq’ serta melarang
umatnya berbohong, karena setiap kebohongan akan membawa kepada
kejahatan.4
Salah satu ciri orang yang shidiq adalah selalu berkata benar, menepati
janji, menjalankan amanah, serta menampilkan diri seperti keadaan yang
sebenarnya. Dengan demikian, orang yang shidiq tidak mungkin melakukan
korupsi, karena di dalam perilaku korupsi pasti ada kebohongan atau ketidak
benaran, baik secara hati, perkataan maupun perbuatan.
Dalam pandangan Islam sikap penyelewengan atau ketidakjujuran
termasuk perbuatan tercela yang hanya akan menyeret manusia kepada
kemungkaran dan kejahatan. Kebohongan merupakan suatu sifat yang
4 Hakim Muda Harahab, Ayat-Ayat Korupsi, (Yogyakarta:Gama Media, 2009), hlm. 120.
48
bcenderung menghalalkan segala cara serta cenderung merugikan orang lain.5
Rasulullah saw bersabda:
اال عمش عن شقيق عن عبد اهللا قال قال رسول اهللا حد ثنا ابو كريب حد ثنا لمسو هليلي اهللا عصلعكيب مالصف قدال ناصدق يهدربى اللى ا وبال نار يهى د
ى اللاجنة وما يا لازلرلج يصدق ويتحى ارلصدق حتكى يتب عناهللاد صدا قيوااكيم كالوذف بكال ناذب يهدفى اللى اجرو وفال ناجور يهدى الى اارلن وا ميا لازلرلج كيذب ويتحكلى ارذب حتكى يتب عنذك اهللا د6)رواه مسلم(ا اب
“Hendaklah kalian selalu berlaku jujur, karena berlaku jujur membimbing kepada kebajikan, dan kebaikan membawa ke surga. Seseorang yang senantiasa berlaku jujur dan berusaha mempertahankan/mencari kejjuran, maka dia dicatat Allah sebagai shadiq (orang yang jujur). Dan hindarilah olehmu dusta, karena sesungguhnya dusta itu membimbing kepada kejahatan, dan kejahatan membawa ke neraka. Seseorang yang senantiasa berdusta dan mempertahankan kedustaan, maka dicatat Allah sebagai kadzdzab (si pendusta atau si pembohong)”.
Hadist di atas menerangkan kepada seseorang akan keagungan sikap
jujur dalam kehidupan. Kejujuran itu besar nilai kebaikannya serta membawa
resiko yang sangat tinggi. Tidak sedikit orang yang bersikap jujur selalu
memperoleh perlawanan atau ancaman dari orang yang senang berbuat dosa.
Kejujuran dalam kehidupan nyata bahkan harus di tebus dengan kematian.
Tidak aneh rasanya jika dalam kehidupan bernegara dan beragama sikap jujur
jarang dan bahkan tidak ditemukan.
Salah satu bentuk kebohongan yang sangat dicela adalah khianat dan
khianat adalah sejelek-jelek sifat bohong. dari segi pengkhianatan, korupsi
merupakan salah satu bentuk pengkhianatan yang berat yang telah
menyelewengkan nilai-nilai Islam. Korupsi (dalam arti pengkhianatan dari
amanah yang telah dititipkan) merupakan tindakan yang tercela dan dilarang
5 Sholeh So’an, Moral Penegak Hukum Di Indonesia, (Bandung:Agung Ilmu,2004), hlm.
98.
6 Imam Muslim, Shahih Muslim, jilid II(Beirut: Dar al-Fikr,1992), hlm. 534 (hadist nomor 103-105).
49
oleh Allah SWT. Hal tersebut disinyalir dalam firman Allah SWT dalam QS.
Al-Anfal/8: 27:
يا أيها الذين آمنوا لا تخونوا الله والرسول وتخونوا أماناتكم وأنتم تعلمون
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah SWT dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu Mengetahui.”
Ayat di atas menjelaskan agar seseorang tidak menghianati Rasulullah
SAW dan segala sesuatu yang yang berada dalam genggaman manusia adalah
amanat Allah SWT. Agama adalah amanat Allah SWT, bumi dan segala isinya
adalah amanat-Nya, keluarga dan anak-anak adalah amanat-Nya bahkan jiwa
dan raga masing-masing manusia bersama potensi yang melekat pada dirinya
adalah amanat Allah SWT. Semua harus di pelihara dan di kembangkan.7
Oleh karena itu seseorang tidak boleh menyelewengkan atau berbohong
terhadap segala apa yang telah di amanatkan oleh Allah SWT, karena pada
dasarnya seorang pelaku korupsi di dalam dirinya tidak terdapat sifat
kejujuran.
Kejujuran merupakan derajat kesempurnaan manusia tertinggi dan
seseorang tidak akan berlaku jujur kecuali dia memiliki jiwa yang baik, hati
yang bersih, pandangan yang lurus, sifat yang mulia, lidah yang bersih, dan
hati yang diliputi oleh keimanan, keberanian dan kekuatan.
Kejujuran menurut syaih abdul qadir jailani memiliki kedudukan yang
tinggi dan merupakan tiangnya perkara. Dalam hal ini beliau berkata,
ketahuilah bahwa kejujuran adalah tiang segala masalah, kesempurnaan dan
ketertibannya. Kejujuran adalah derajat kedua setelah kenabian seperti yang
difirmankan oleh Allah SWT dalam surat an-Nisa’:698
7 Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Vol4,(Ciputat: Lentera Hati, 2000), hlm. 423.
8 Abu Fida’ Ab dur Rafi’, Terapi Penyakit Korupsi (Jakarta: Republika, 2006), hlm. 152.
50
ومن يطع الله والرسول فأولئك مع الذين أنعم الله عليهم من النبيين والصديقين والشهداء والصالحين وحسن أولئك رفيقا
“Dan barangsiapa yang mentaati Allah SWT dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah SWT, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang saleh. dan mereka Itulah teman yang sebaik-baiknya.”
Berdasarkan deskripsi di atas, kejujuran termasuk penyempurnaan
iman seseorang dan pelengkap keislamannya, karena Allah SWT
memerintahkan kepadanya, dan memuji orang-orang yang jujur. Jika
diimplementasikan dalam kehidupan nyata saat ini, misalnya ada seorang
siswa menanyakan tentang ajaran Islam yang pokok dan harus dilakukam
kepada gurunya,, maka guru semestinya menjawab bahwa Islam adalah
kejujuran, maka jangan berbohong, jangan menyontek, karena tindakan itu
adalah tindakan kebohongan. Demikian pula jika seorang pegawai
menanyakan hal yang sama kepada ustadznya, maka seharusnya ia menjawab
bahwa Islam mengajarkan, kejujuran maka jangan korupsi. Sama juga jika
seorang pedagang menanyakan tentang Islam, maka ustadz atau siapa saja,
seyogyanya menjawab bahwa mencari rizki harus memilih yang halal, sebagai
seorang Islam jangan bohong dalam melakukan jual beli.
Begitu pula, orang-orang yang kebetulan mendapat amanah di mana
saja, apakah sebagai guru, dosen, kepala sekolah, rektor, lurah, camat,
bupati/wali kota, gubernur, menteri, hakim, jaksa, kepala bank, sampai
presiden dan bahkan siapa saja, jika ingin menyandang identitas sebagai
seorang penganut Islam, maka seharusnya mereka tidak bohong artinya tidak
korupsi. Sebab, bersikap tidak korupsi seharusnya dijadikan identitas seorang
muslim. Rasulullah saw. bersabda tentang pentingnya arti kejujuran:
آية املنافق ثالث ؛ : عن أىب هريرة رضي اهللا عنه عن النيب صلى اهللا عليه وسلم قال
ث كذبدإذا ح ,لفأخ دعإذ وان, وخ نمإذا أئت9.و
9 Bukhari, Shahih al-Bukhari, jilid I, (Beirut: Dar al-Fikr, 1420 H/ 2000 M), hlm. 14.
51
“Dari Abi Hurairah dari Nabi . bersabda: “Tanda-tanda orang munafik ada tiga: jika berbicara berbohong, jika berjanji ingkar, jika dipercaya berkhianat”. (HR. Bukhari).
Hadis ini sangat tegas dan lugas, bahwa kejujuran, keterbukaan, dan
tanggungjawab adalah tanda-tanda pokok keimanan yang harus dipelihara.
Tanpa ketiga hal tersebut, walaupun telah banyak beribadah ritual, seseorang
layak disebut munafik. Betapa banyak orang berjanji ketika kampanye politik,
bersumpah ketika hendak memangku sebuah jabatan, berpidato berapi-api
dalam sambutan pelantikan, tetapi semuanya hanya tinggal janji, sumpah palsu
dan omong-kosong. Kursi kekuasaan seringkali membuat orang lupa pada
janji dan sumpah jabatan yang disaksikan orang banyak serta disaksikan Allah
SWT. Harta berlimpah seringkali membutakan mata, menulikan telinga, dan
menumpulkan akal budi, sehingga kepercayaan publik yang dibangun sejak
lama pun dikorbankan.
Agama islam memberi pegangan untuk memilih pimpinan yaitu siddiq
(jujur), amanah (dapat dipercaya), tabligh (professional), dan fathonah
(cerdas). Sebuah kehancuran bangsa diakibatkan oleh korupsi, akibat oleh
pemimpin yang cerdas, professional tetapi tidak dapat di percaya dan tidak
jujur. Maka, salah satu langkah yang tepat untuk mencegah korupsi adalah
memberi pendidikan antikorupsi yang intinya mendidik anak bangsa menjadi
jujur terhadap diri sendiri, masyarakat dan tuhan.10
C. Bentuk Nilai Pendidikan Antikorupsi Surat An-Nisa Ayat 58
1. Menjaga amanah
Kata amanah berasal dari kata Amuna, ya’munu, amnan, amanatan
atau dengan mengikuti wazan/struktur kata af ’ala menjadi amanah.
Secara bahasa, “amanah” berarti “titipan”.11 Dalam kamus bahasa
10 Dharmawan, Jihad Melawan korupsi, (Jakarta:PT Kompas Media Nusantara, 2005),
hlm. 135.
11 A.W. Munawir, Kamus al-Munawwir Arab – Indonesia Terlengkap (Krapyak: PP al-Munawwir, 1984), hlm. 44-45.
52
Indonesia, amanat adalah sesuatu yang di percayakan; titipan atau pesan.12
Sedangkan “amanah” dalam pengertian istilah dapat dipahami dalam lima
pengertian, sebagaimana yang terdapat di dalam kandungan al-Qur’an:13
Pertama, kata amanah dikaitkan dengan larangan
menyembunyikan kesaksian atau keharusan memberikan kesaksian yang
benar. Hal tersebut termaktub dalam QS. Al-Baqarah/2: 283:
وإن آنتم على سفر ولم تجدوا آاتبا فرهان مقبوضة فإن أمن بعضكم بعضا فليؤد الذي اؤتمن أمانته وليتق الله ربه ولا تكتموا
الله بما تعملون عليم الشهادة ومن يكتمها فإنه آثم قلبه وArtinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah SWT Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah SWT Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Kedua, kata amanat dihubungkan dengan keadilan atau
pelaksanaan hukum secara adil, Allah SWT berfirman:
إن الله يأمرآم أن تؤدوا الأمانات إلى أهلها وإذا حكمتم بين الناس أن تحكموا بالعدل إن الله نعما يعظكم به إن الله آان سميعا
بصيرا
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.”(Q.S An-Nisa’:58)
12 Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1991), hlm. 30.
13 Qomaruddin Shaleh, dkk, Ayat-Ayat Larangan Dan Perintah Dalam Al-Qur’an, (Bandung: Diponegoro, 2002), hlm. 585.
53
Ketiga, kata “amanah” dikaitkan dengan sifat khianat sebagai
lawan katanya. Ayat al-Qur’an dalam surat Al-Anfal/8 ayat 27 berbunyi:
يا أيها الذين آمنوا لا تخونوا الله والرسول وتخونوا أماناتكم وأنتم
تعلمون Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati
Allah SWT dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu
mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu
Mengetahui.”
Keempat, kata “amanah” dikaitkan dengan salah satu sifat manusia
yang mampu memelihara kemantapan ruhaninya, kemudian dihubungkan
dengan janji. QS. Al-Ma’arij/70: 32:
اناتهم وعهدهم راعونوالذين هم لأمArtinya: “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.”
Kelima, kata amanat di terjemahkan dalam pengertian yang sangat
luas, baik sebagai tugas keagamaan maupun tugas kemanusian. Allah
SWT berfirman:
إنا عرضنا الأمانة على السماوات والأرض والجبال فأبين أن يحملنها وأشفقن منها وحملها الإنسان إنه آان ظلوما جهولا
“Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”
Secara simplistik, amanah adalah memelihara titipan dan
mengembalikan kepada pemiliknya dalam bentuk semula. Sedangkan
secara luas amanah mencakup dalam banyak hal, seperti: menyimpan
rahasia orang, menjaga dirinya sendiri, menunaikan tugas-tugas yang
diberikan kepadanya dan lain sebagainya. Kaitannya dengan korupsi, jelas
bahwa tindakan korupsi adalah suatu perilaku penyimpangan atau
penyelewengan amanah yang telah dititipkan kepada pelaku korupsi. Salah
54
satu bentuk amanah adalah konsisten atau tidak menyalahgunakan jabatan.
Terlebih jika bentuk penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan pribadi,
keluarga, famili atau kelompok seperti tampak pada tindakan korupsi
termasuk perbuatan tercela yang melanggar amanah. Dengan demikian,
nilai-nilai amanah merupakan nilai signifikan yang telah diselewengkan
oleh tindakan korupsi.
Semua tindakan korupsi dimulai dari penyalahgunaan amanah
(abuse of trust), yang menjalar menjadi penyalahgunaan
kekuasaan/wewenang (abuse of power), baik dalam urusan individu
maupun publik. Amanah diyakini sebagai benteng antikorupsi yang sangat
kuat. Jika benteng amanah telah rusak, maka yang lain pun akan rusak.
Begitu pentingnya sifat amanah sehingga Allah SWT berfirman dalam al-
Qur’an surat Al-Ahzab ayat 72:14
إنا عرضنا الأمانة على السماوات والأرض والجبال فأبين أن يحملنها وأشفقن منها وحملها الإنسان إنه آان ظلوما جهولا
Artinya: “Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat kepada
langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul
amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah
amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat
bodoh,”
Dalam buku ayat-ayat korupsi karya Hakim Muda Harahap di
jelaskan. Amanah terbagi dalam tiga bentuk:15
1. Amanah manusia yang berhubungan dengan tuhan
Artinya manusia memperoleh amanah dari tuhan dalam bentuk
perintah dan larangan, dimana manusia harus menjalankannya.
Penyerahan amanah kepada manusia dari tuhan dimaksudkan untuk
mengangkat derajat manusia ke posisi lebih tinggi dari makhluk lain
sepanjang amanah dapat ditunaikan dengan baik. Dan sebaliknya
14 Hakim Muda Harahab, Op. Cit, hlm. 121.
15 Ibid, hlm. 121.
55
derajat manusia akan turun keposisi lebih rendah dari binatang bila
amanah diabaikan.
2. Amanah manusia dengan manusia.
Artinya amanah yang diperoleh manusia dari manusia lainnya. Dalam
bentuk hubungan horizontal ini bias terjadi penyerahan kepercayaan
seseorang kepada orang lain yang berhak menjalankannya. Amanah
menjadi jaminan terpeliharanya keselamatan hubungan
kemasyarakatan dan kenegaraan. Keselamatan Negara dan bangsa
terjamin karena pemerintah mengemban dengan baik amanah politik
pemerintahan. Terabaikannya amanah akan merusak hubungan social
dalam berbagai lapangan kehidupan manusia. Dalam kaitan ini, demi
terpeliharanya hubungan yang harmonis antara sesame manusia,
seseorang yang diberi amanah harus dapat memelihara dan menjaga
amanah itu. Dalam arti luas, seseorang yang diberi amanahsebuah
jabatan penting dalam pemerintahan harus menjaga dan memelihara
jabatan agar tidak menyeleweng dari ketentuan-ketentuan sumpah
jabatan.
3. Amanah manusia yang berhubungan dengan dirinya
Artinya amanah yang diperoleh seseorang dari dalam dirinya sendiri.
Dalam bentuk ini,. Manusia memperoleh amanah dari dirinya agar
selalu dapat berikhtiar memilih mana yang terbaik bagi dirinya dan
mana yang tidak baik. Ketika ia akan melakukan sesuatu perbuatan,
maka ia harus bertanya pada dirinya, apakah yang dilakukan itu baik
atau buruk bagi dirinya
Terkait dengan tema kajian ini, tindak korupsi sangat bertentangan
dengan prinsip amanah yang diajarkan dalam agama. Lebih jelas lagi,
Menyia-nyiakan amanat terjadi karena suatu perkara disandarkan atau
dipegang oleh orang yang bukan ahlinya atau orang yang tidak mengetahui
maksud, tujuan dan hakekat perkara tersebut. Bayangkan saja, sebagai
contoh, perkara atau urusan kepemimpinan, yang pada hakekatnya adalah
memberi ketauladanan kepada yang dipimpin, mengarahkan orang-orang
56
yang dipimpinnya untuk suatu tujuan yang mulia (sebagai kesepakatan
bersama dalam suatu jemaah), dan mengetahui bahwa kepemimpinannya
memberi konsekwensi dunia akherat kepada dirinya sendiri maupun
orang-orang yang dipimpinnya, tetapi perkara atau urusan kepemimpinan
itu dipegang oleh orang yang tidak mengerti semua itu, dan justru urusan
atau perkara kepemimpinan tersebut dipegang atau diberikan kepada orang
yang hanya mengetahui bahwa kepemimpinan adalah sarana untuk
memperkaya diri, membanggakan diri dan memanfaatkannya untuk
kepentingan diri sendiri maupun golongan. Bila itu yang terjadi, maka
akan lenyaplah amanat.
Rasulullah saw. berpesan tentang akibat pelanggaran atau
penyalahgunaan amanah, yaitu sebuah kerusakan total sistem kehidupan
masyarakat. Pernyataan Rasulullah saw. ini terbukti, ketika banyak pejabat
pemegang amanah menyeleweng, semua sistem sosial kemasyarakatan
lambat laun menjadi rusak. Nabi bersabda:
فإذا ضيعت االمانة فانتظر : عن ابى هريرة رضي اهللا عنه قال, اذا وسدا االمر إلى غير اهله: آيف إضاعتها؟ قال: فقال, الساعة
16فانتظرا لساعة“Dari Abu Hirairah ra., ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda:Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah kehancuran. Kemudian dinyatakan: “bagaimana maksud amanah disia-siakan itu? Rasul menjawab: “Jika suatu perkara (amanat/ pekerjaan) diserahkan pada orang yang tidak ahli (profesional), maka tunggulah saat kehancuran.” (HR. Bukhari).
Dari hadis diatas, hubungan antara amanah dan keahlian sangatlah
erat. Jika keduanya hilang, maka kehancuran akan mengancam. Dan salah
satu faktor yang dapat merusak amanah dan profesionalitas adalah suap.
Seseorang sebelum menjabat, tantangan berlaku jujur mungkin tidak
berat. Berbeda halnya, ketika ia sudah menjabat suatu urusan, tawaran
suap datang dari kanan dan kiri. Di sini amanah sang pejabat diuji.
16 Bukhari, Op. Cit, hlm. 29.
57
Jelasnya, jika kecurangan dan korupsi di semua lini, iman dan
amanah sudah tidak ada, maka kemanan menjadi problem yang sulit
dikendalikan. Akhirnya, kejahatan merajalela dan hukum pun tidak
berdaya, karena jika amanah telah tiada, maka hukum dan keadilan bisa
diperjual belikan. Selanjutnya, rusaklah tata kehidupan masyarakat dan
sendi-sendi bangsa dan negara.
2. Keadilan
Kata “adil” dalam bahasa arab adalah bentuk mashdar dari kata
kerja ‘adala – ya‘dilu – ‘adlan – wa ‘udûlan – wa ‘adâlatan ( –يعدل –عدل
وعدالة - وعدوال –عدال ) yang makna pokoknya adalah ‘al-istiwâ’’ (الاستواء =
keadaan lurus) dan ‘al-i‘wijâj’ (الاعوجاج = keadaan menyimpang). Jadi kata
tersebut mengandung makna yang bertolak belakang, yakni “lurus” atau
“sama” dan “bengkok” atau “berbeda”. Dari makna pertama, kata adil
berarti “menetapkan hukum dengan benar”. Jadi, seorang yang adil adalah
berjalan lurus dan sikapnya selalu menggunakan ukuran yang sama, bukan
ukuran ganda. ‘Persamaan’ itulah yang merupakan makna asal kata adil,
yang menjadikan pelakunya “tidak berpihak” kepada salah seorang yang
berselisih, dan pada dasarnya pula seorang yang adil “berpihak kepada
yang benar” karena baik yang benar maupun yang salah sama-sama harus
memperoleh haknya. Dengan demikian, ia melakukan sesuatu yang patut
dan tidak sewenang-wenang.17
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata "adil" diartikan: (1)
tidak berat sebelah/tidak memihak, (2) berpihak kepada kebenaran,
dan (3) sepatutnya/tidak sewenang-wenang.18 Secara etimologis adil
merupakan sikap yang mengetengahkan, kesepadanan, kelurusan, sikap
tengah yang berkeseimbangan dan jujur.19 Sedangkan secara terminologi
17 M. Amin, Keadilan, http://www.psq.or.id/ensiklopedia_detail.asp?mnid=34&id=6.
18 Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa, Op. Cit, hlm. 7.
19 Bhayu Sulistiawan, “Nilai-nilai pendidikan Antikorupsi Dalam Pendidikan Islam” http://fai.elcom.umy.ac.id/mod/forum/discuss.php?d=130 hlm. 91.
58
Istilah adil dalam al-Qur’an pada dasarnya mempunyai bentuk kata
(istilah) yang beragam serta mempunyai istilah yang beragam pula, sesuai
dengan konteks apa yang bersangkutan. Adapun pengertian adil yang di
ungkapkan oleh Murtadha Muthahhari adalah sebagai berikut20:
1. Keadaan sesuatu yang seimbang.
Sisi yang berhadapan dengan keadilan dalam artian ini bukanlah
kedhaliman tetapi ketidakproporsional.
2. Persamaan dan penafian terhadap perbedaan apa pun.
Artinya hukum Allah SWT tidak memihak seseorang atau kelompok
tertentu yang berarti bahwa setiap individu berada dalam satu hukum.
3. Memelihara hak-hak individu dan memberikan hak kepada setiap
orang yang menerimanya, bersandar kepada dua hal: a) hak preferensi
(pemilikan); b) kekhasan pribadi manusia.
Artinya seseorang yang berbuat kedhaliman harus menerima hukuman
atas perbuatannya. Tidak di benarkan orang yang tidak bersalah di
hukum atas perbuatan orang lain yang bersalah.
4. Memelihara hak atas berlanjutnya eksistensi dan tidak mencegah
kelanjutan eksistensi dan peralihan rahmat sewaktu terdapat banyak
kemungkinan untuk eksis dan melakukan transpormasi.
Beberapa ayat al-Qur’an memberikan indikasi terhadap perintah
untuk berlaku adil, diantaranya21:
قل أمر ربي بالقسط وأقيموا وجوهكم عند آل مسجد وادعوه مخلصين له الدين آما بدأآم تعودون
Artinya: Katakanlah: "Tuhanku menyuruh menjalankan keadilan". Dan (katakanlah): "Luruskanlah muka (diri)mu di setiap sembahyang dan sembahlah Allah SWT dengan mengikhlaskan ketaatanmu kepada-Nya. sebagaimana dia Telah menciptakan kamu pada permulaan (demikian pulalah kamu akan kembali kepadaNya)". (Q.S. al-A’raf/7: 29)
20 Sholeh So’an, Op. Cit, hlm. 61-62.
21 Baiquni, dkk, Indeks Al-Qur’an,(Surabaya: Arkola, 1996), hlm. 9.
59
بالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن إن الله يأمر الفحشاء والمنكر والبغي يعظكم لعلكم تذآرون
Artinya: “Sesungguhnya Allah SWT menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah SWT melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia member pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”. (Q.S. an- Nahl/16: 90)
جرمنكم يا أيها الذين آمنوا آونوا قوامين لله شهداء بالقسط ولا يشنآن قوم على ألا تعدلوا اعدلوا هو أقرب للتقوى واتقوا الله إن
الله خبير بما تعملون
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orangorang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah SWT, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah SWT, Sesungguhnya Allah SWT Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. al-Maidah/5: 8)
Mengenai penegakan keadilan, Ibnu Taimiyah memperingatkan
sebagai berikut:
فإن الناس لم يتنازعوا في أن عاقبة الظلم وخيمة وعاقبة العدل اهللا ينصر الدولة العادلة وإن آانت آافرة وال : آريمة ولهذا يروى
ينصر الدولة الظالمة وإن آانت مؤمنة“Sesungguhnya manusia tidak berselisih pendapat, bahwa dampak
kezaliman itu sangatlah buruk, sedangkan dampak keadilan itu adalah
baik. Oleh karena itu, dituturkan, “Allah menolong negara yang adil
walaupun negara itu kafir dan tidak akan menolong negara zalim,
walaupun negara itu Mukmin.”22
Berdasarkan pernyataan Ibnu Taimiyah di atas, bahwasanya
seorang pemimpin yang adil akan mampu menegakkan negara walaupun ia
kafir. Namun, seorang pemimpin yang zalim malah akan menghancurkan
22 Ibnu Taimiyyah, Majmû’ al-Fatâwâ, Juz VI, (, (Beirud: Dar al-Fikr, tth), hlm. 322.
60
negara walaupun ia Muslim sekalipun. Hal senada disampaikan penulis
buku “Al-Hasabah”, “negara akan tetap tegak berdiri dengan keadilan dan
kekufuran, namun negara akan segera hancur dengan kezaliman dan
Islam.”23
Untuk itu, sudah merupakan kepentingan negara Islam berlaku adil
untuk warga Muslim ataupun pihak lain yang menjadi lawan
komunikasinya, tak terkecuali walau bukan dari golongan muslim
sekalipun. Ketetapan hukum inilah yang kemudian dipakai dalam
memperlakukan kelompok minoritas agama, baik itu warga negara
ataupun penduduk asing.
Bertolak dari konsep keadilan yang berakar dari kesadaran dari
tuhan yang maha adil, maka keadilan dalam al-Qur’an berimplikasi
terhadap tanggung jawab moral. Tanggung jawab moral ini terkait dengan
kebebasan manusia memilih dan memilahberbagai keputusan dalam
hidupnya, yang nantinya harus di pertanggungjawabkan di hadapan Allah
SWT sampai hari keadilan tiba.24 Dalam hubungannya dengan keadilan
maka bentuk keadilan itu ada tiga macam:25
1. Keadilan individual, yaitu kemampuan seseorang dalam mengendalikan
dirinya sehingga tidak melanggar norma agama.
2. Keadilan sosial, yaitu keserasian dan keseimbangan hubungan antar
pribadi dan antara pribadi dengan masyarakat. Dengan demikian
terciptalah keseimbangan antara perolehan hak pribadi dan pemberian hak
terhadap pribadi lain dan masyarakat dalam hubungan interpersonal dan
sosialnya.
3. Keadilan manusia terhadap makhluk lain, yakni tidak berbuat
semenamena terhadap makhluk lain.
23 Syafii Ma’arif, Op. Cit, hlm.1.
24 Hakim Muda Harahap, Op. Cit, hlm. 143.
25 Bhayu Sulistiawan, Op. Cit, hlm. 91.
61
Salah satu hal terpenting yang harus ditegakkan dalam penegakan
hukum islam adalah memutuskan perkara berdasarkan prinsip keadilan
dan persamaan terhadap siapapun. Karena nasib para terdakwa sepenuhnya
terletak ditangan penyelenggara keadilan. Apabila seorang penegak hukum
tidak memiliki moralitas dan integritas yang tinggi, maka ia akan
memutuskan perkara sesuai dengan pertimbangan hawa nafsu, pribadi
maupun kelompok, sehingga keputusan yang diambil merugikan salah satu
pihak yang berperkara. Oleh karena itu, moralitas utama seorang penegak
hukum pidana Islam harus di bangun di atas prinsip-prinsip keadilan.
Tolak ukur keadilan dalam Alqur’an adalah kebenaran yang mendapat
dukungan umat. Oleh karena itu, keadilan harus dihayati sebagai
kesadaran, pengertian, perasaan, perilaku dan tujuan bersama.
Apalagi para pelaku korupsi di Indonesia, masyarakat menilai
bahwa banyak koruptor tidak di hukum setimpal dengan kejahatan yang di
lakukan. Mereka menilai bahwa hukumannya terlalu ringan “over
rekayasa” dan tidak memiliki nilai keadilan, sehingga hukumannya
dipandang tidak signifikan. Sementara fungsi hukum adalah untuk
melindungi masyarakat dari tindakan jahat serta pelanggaran hukum
lainnya yang lebih mengerikan atau menjaga dan melindungi
kemaslahatan manusia.
Bahkan dalam perintah agar memutuskan hukum dengan adil
diantara manusia, Syyid Quthb mengatakan nash ini bersifat mutlak yang
berarti meliputi keadilan yang menyeluruh di antara manusia, bukan
keadilan di antara sesama kaum muslimin tetapi terkena untuk semua
manusia, mukminin ataupun kafir, teman ataupun lawan, orang berkulit
putih ataupun berkulit hitam.26 Oleh karena itu, para pelaku korupsi baik itu
teman ataupun kerabat harus mendapatkan hukuman yang seadil-adilnya.
Sebab, hal ini akan membuat para benih-benih calon pelaku korupsi
berikutnya untuk jera melakukannya.
26 Sayyid Quthb, Fi Zhilailil Qur’an Di Bawah Naungan Qur’an, terj. As’ad Yasin, et.al., (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hlm. 307.
62
Beberapa indikasi sikap adil dalam kehidupan sehari-hari adalah
tidak mau mengambil sesuatu melebihi haknya, tidak mau merugikan orang
lain, dan selalu berusaha memberikan keuntungan terhadap orang lain tanpa
harus kehilangan hak-haknya. Sikap adil yang komprehensif aplikatif
selanjutnya akan dapat menghindarkan diri orang dari perilaku korupsi.
Karena pada dasarnya korupsi merupakan bentuk tindakan yang tidak adil
karena merugikan orang lain.
D. Pendidikan Antikorupsi Dalam Konteks Masyarakat Modern
Seperti diketahui, masyarakat sekarang disebut masyarakat modern,
yaitu kehidupan yang ditandai adanya perubahan masyarakat dalam segala
aspek-aspeknya.27 Perubahan di sini adalah perubahan dalam pola hidup, cara
berpikir, dan perubahan hal lainnya, begitu pula dengan interaksi serta
solidaritasnya sesama manusia. Meminjam istilah Giddens masyarakat beralih
dari masyarakat tradisional menjadi sebuah masyarakat post-tradisional,
artinya masyarakat yang baru itu melampui nilai-nilai tradidisional yang ada
karena pengaruh modernitas.28
Menurut Kahar Masyhur dalam bukunya membina moral dan akhlak,
ia mengatakan kehidupan masyarakat modern telah menumbuhkan dalam
masyarakatnya sasaran yang melampui kepentingan materi dan kelezatan
jasmani. Ia tidak memperhatikan perasaan kemanusiaan, yang jadi pokok
pembicaraannya adalah hal jauh melebihi materi.29
Generasi sekarang hidup di alam yang serba berubah. Perubahan yang
cepat merupakan gejala terpenting yang sudah dikenal masyarakat sejak
dahulu, yang terjadi karena sejumlah faktor, antara lain: pandangan intelektual
yang berubah, industri dan produknya (teknologi) dan orientasi demokrasi dan
27 JW. Shoorl, Modernisasi (Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-negara Sedang
Berkembang), terj. RG. Soekardijo,( Jakarta : PT. Gramedia, 1981), Cet. II, hlm. 1.
28 Andang L. Binawan, Korupsi Kemanusiaa, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2006), hlm. 127.
29 Kahar Masyhur, Membina Moral Dan Akhlak, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994), hlm. 135-136
63
praktiknya.30 Perubahan hendaknya tidak dijadikan sekedar fakta yang
diterima begitu saja, tetapi hendaknya dijadikan falsafah yang melandasi
pemahaman dan pengkajian terhadap masyarakat untuk berinteraksi. Dalam
ajaran Islam interaksi di sini diartikan sebagai persaudaraan atau adanya
ukhuwah antara sesama. Walaupun dalam kehidupan yang modern, tetapi
diharapkan masih tetap terbina norma-norma serta nilai-nilai yang terdapat
dalam ajaran agama.
Ukhuwah agama (Islam) merupakan faktor yang paling kuat untuk
membangkitkan makna kasih sayang, tolong menolong, kejujuran dan berbagi
rasa sehingga akhirnya dapat membentuk masyarakat ideal yang dipenuhi
kebaikan dan dijauhkan dari keburukan.31 Perbuatan baik tidak hanya sebatas
kepada kaum seiman, akan tetapi terhadap siapapun yang ada di muka bumi.
Membentuk masyarakat ideal membutuhkan kerja sama dalam perbuatan
kebaikan dari berbagai lapisan masyarakat, apalagi dalam kedaan
masyarakatnya yang modern seperti ini.
Umat manusia terbagi dalam berbagai kelompok, yang masing-masing
mempunyai tujuan hidup berbeda. Setiap komunitas diharapkan bisa
menerima keanekaragaman sosial, budaya, toleransi satu sama lain yang
memberi kebebasan dan kesempatan bagi setiap orang menjalani
kehidupannya.32 Tidak memandang berbeda suku, agama ataupun warna kulit
yang dibutuhkan pada masyarakat majemuk adalah agar masing-masing
kelompok berlomba-lomba dalam jalan yang sehat dan benar.
Terbentuknya suatu masyarakat manusia yang luas yang satu sama lain
saling melengkapi kebutuhan masing-masing, saling menolong, menghormati,
saling mengingatkan sehingga terwujudlah suatu hubungan komunikasi yang
30 Hery Noer Aly, Munzier S, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta : Friska Agung Insani,
2000), hlm. 194.
31 Mahmud Syaltut, Metodologi al-Qur’an dalam Membenahi Masyarakat, Terj. Katur Sukardi, (Jakarta : Ramadhani, 1991), hlm. 70.
32 Putu Setia, Umat Beragama dan Persatuan Bangsa, (Jakarta : Pustaka Manikgeni, 1994), hlm. 34.
64
harmonis, penuh kasih sayang dan sikap persaudaraan. Al-Qur’an
mengajarkan prinsip-prinsip pedoman pergaulan di antara sesame manusia
secara umum tidak memandang warna kulit, suku, ras ataupun agama. Secara
garis besar adalah sebagai berikut :
1. Saling menghormati di antara sesama manusia baik dalam lingkup suatu
negara maupun untuk manusia secara umum di antara bangsa-bangsa di dunia.
2. Menciptakan hubungan persaudaraan dan persatuan di antara sesama umat
manusia tanpa membedakan suku bangsa, warna kulit dan agama.
3. Prinsip tentang persamaan hak di antara sesama manusia baik laki-laki atau
wanita. Allah SWT dalam konteks ini berfirman:
من عمل صالحا من ذآر أو أنثى وهو مؤمن فلنحيينه حياة طيبة ولنجزينهم أجرهم بأحسن ما آانوا يعملون
Artinya : “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan
kepada mereka dengan pahala yang baik dari apa yang telah mereka
kerjakan.” (QS. An-Nahl : 97)
4. Tolong menolong tidak memandang siapa yang akan ditolong, baik kaya
atau miskin, besar atau kecil, golongan atau bukan, bangsanya atau bukan
seagama atau bukan.
5. Mengadakan komunikasi di antara sesama manusia tanpa disertai perbedaan
apapun.
6. Menganjurkan berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran diantara
sesama manusia.
7. Saling memberi teguran dan mengingatkan apabila di antara sesame
manusia berbuat kesalahan.
8. Toleransi beragama di antara sesama manusia.
9. Hidup sederhana dan bersabar.33
33 Moh. Chadiq Charisma, Tiga Aspek Kemukjizatan Alqur’an, (Surabaya : Bina Ilmu,
1991), hlm. 118.
65
Sembilan macam yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh manusia
terhadap manusia tanpa memandang siapa dia, warna kulit, suku, ras, agama
untuk menunjukkan kehidupan penuh dengan ketentraman, kedamaian,
kebahagiaan dan kesejahteraan. Islam menegaskan prinsip persamaan seluruh
manusia atas dasar prinsip persamaan, maka setiap orang mempunyai hak dan
kewajiban yang sama. Islam tidak memberikan hak-hak istimewa bagi
seseorang atau golongan lainnya baik dalam bidang kerokhanian maupun
dalam bidang politik sosial dan ekonomi. Setiap orang mempunyai hak yang
sama dalam kehidupan masyarakat, dan masyarakat mempunyai kewajiban
bersama atas kesejahteraan tiap-tiap anggotanya. Islam menentang bentuk
diskriminasi karena keturunan, maupun karena warna kulit, kesukuan,
kebangsaan dan sebagainya.34 Yang dikehendaki hanyalah saling berhubungan
dengan baik dan bukan saling mencari perbedaan.35
Syari’at Islam mengajarkan kepada manusia untuk berusaha memenuhi
kebutuhan tanpa mengganggu atau memaksa hak-hak orang lain. Syari’at
berusaha memantapkan keseimbangan di antara hak-hak seseorang dengan
hak-hak masyarakat sehingga tidak terjadi pertentangan di antara keduanya
dan semuanya harus bekerja sama di dalam menegakkan hukum Allah SWT36,
membina hubungan timbal balik dan mendirikan lembaga-lembaga
kemasyarakatan yang menunjang kesejahteraan semua orang sehingga
terciptanya suatu masyarakat yang ideal.
Begitu juga yang terjadi dalam masyarakat modern sekarang ini, dari
pandangan surat an-Nisa’ ayat 58, bahwa dalam kehidupan semodern apapun
kita dituntut untuk tetap hidup dalam kejujuran, keadilan serta menjalankan
amanat, tidak mencari permusuhan dan mengadakan komplotan untuk
melakukan kejahatan. Karena kalau melihat fenomena yang terjadi sekarang
34 Nasrudin Razak, Dienul Islam, (Bandung : Al Ma’arif, 1978), hlm.28.
35 Sayid Qutb, Masyarakat Islam, Terj. H. A. Muthi Nurdin, (Bandung : Al Ma’arif, 1978), hlm. 20.
36 Syed Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarah, Terj. Adang Affandi, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1994), hlm. 458.
66
ini, banyak kejadian-kejadian yang semakin menjauh untuk kita berhidup
rukun damai. Dalam masa sekarang ini, justru semakin banyak yang membuat
kelompok-kelompok kejahatan yang terorganisir sehingga meresahkan banyak
masyarakat. Majunya produk teknologi memberikan banyaknya kemudahan
tetapi manusia sering menjadi kehilangan nilai (dehumanisasi). Berbagai hasil
melimpah tetapi manusia sering menjadi konsumeristis dan semakin serakah.37
Dalam hal ini menyebabkan manusia menjadi kejam terhadap sesamanya dan
menghalalkan banyak cara untuk mencapai keinginannya tersebut. Dengan
adanya kemajuan modern, banyak sekali perubahan yang terjadi, begitu pula
dengan sikap kejujuran seseorang. Semakin dia maju pikirannya, semakin dia
bermacam-macam keinginannya sehingga terkadang tidak memperdulikan apa
yang terjadi dampaknya bagi orang lain atau publik.
Bila melihat permasalahan tindak pelaku korupsi yang terjadi, mereka
hanya mengarahkan diri pada tujuan demi memenuhi kebahagiaan pribadi.
Inilah yang di sebut sebagai ciri masyarakat modern yakni manusia yang
mengejar kesuksesan dengan uang sebagai ukurannya (money making). Oleh
kartena itu permasalahan umat islam di zaman modern ini harus lebih
mengaktualisasikan ajaran al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari.
Menjadikan al-Qur’an sebagai penopang utama utuhnya kesatuan bangsa dan
memperkokoh keutuhan keluarga besar umat islam. Salah satu upaya
mengaktualisasikan ajaran al-qur’an dalam kehidupan kontemporer adalah
memupuk persatuan dan kesatuan, dan senantiasa mempererat tali
persaudaraan.38 Ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam surat ali imran
ayat 103 yang menegaskan:
واعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفرقوا واذآروا نعمة الله عليكم إذ آنتم أعداء فألف بين قلوبكم فأصبحتم بنعمته إخوانا وآنتم على شفا
فأنقذآم منها آذلك يبين الله لكم آياته لعلكم تهتدون حفرة من النار
37 Achmadi, Islam Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta : Aditya media, 1992), Cet.
I, hlm. 122. 38 Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an:Kajian Tematik Atas Ayat-Ayat hukum Dalam
Al-Qur’an, (Jakarta:Penamadani, 2005), hlm. 64.
67
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu Karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu Telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
Secara tegas ayat ini menghimbau umat manusia agar senantiasa
menjaga keutuhan persaudaraan dan memupuk terus kesatuan dan persatuan
sehingga keutuhan sebagai satu bangsa dan negara akan lebih kokoh. Karena
bila melihat fenomena yang terjadi sekarang ini, problem-problem korupsi dan
sosial lainnya yang terjadi sekarang ini adalah bermacam-macam, dari adanya
pencurian, perampokan, tawuran, sampai menghilangkan nyawa orang,
merupakan suatu hal yang memprihatinkan dan sangat membutuhkan
penanganan khusus. Karena adanya kejadian semacam itu akan menimbulkan
keresahan pada masyarakat. Kepedulian sosial yang sekarang ini terlihat
kurang, yang seharusnya ditingkatkan lagi dengan cara memberikan
penyuluhan-penyuluhan dengan harapan akan terjadi perubahan. Karena
dengan kepedulian sosial tersebut kita akan dapat mengerti bagaimana
kehidupan orang-orang sekitar.
68
BAB V
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Dari pembahasan tahap demi tahap sebagaimana diuraian sebelumnya,
dapatlah diambil kesimpulan sebagai berikut ini.
Pendidikan antikorupsi merupakan pendidikan non formal yang
diberikan kepada manusia yang di dalamnya mengajarkan berbagai cara
berhubungan dengan orang lain dalam memajukan budi pekerti, tindakan
untuk menentang korupsi dan bertanggung jawab. Nilai-nilai pendidikan
antikorupsi itu berguna dan dibutuhkan bagi kehidupan bermasyarakat karena
perbuatan korupsi merupakan perbuatan yang merusak dan menghancurkan
diri (etrika, norma), lingkungan dan negara.
Di dalam Al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 58 memberikan perhatian
kepada manusia untuk saling-menjalankan amanat dan berbuat adil dalam
menetapkan hukum untuk kemaslahatan manusia.. Seorang mukmin tidak
diperkenankan untuk berlaku curang, bohong dan khianat. Nilai-nilai ini
mengingatkan manusia agar tidak terjerumus dalam perbuatan dosa.
Menjalankan amanat dan berbuat adil ditujukan pada manusia secara
keseluruhan tanpa membedakan agama, ras atau keturunan. Di dalam
menjalankan amanat harus di serahkan kepada orang yang berhak
menerimanya. Terlebih pada seorang pejabat negara mereka mendapat amanat
dari rakyat untuk menjadi seorang pemimpin yang jujur, adil dan tidak korupsi
sehingga rakyat dapat hidup sejahtera dan penuh kedamaian, karena dampak
dari korupsi sangatlah menyengsarakan rakyat atau public.
Selain itu, dalam menjalankan keadilan harus tidak memihak kecuali
kepada kebenaran dan tidak pula menjatuhkan sanksi kecuali kepada yang
melanggar, tidak menganiaya walaupun lawan dan tidak pula memihak kepada
teman. Hal ini kaitannya dengan korupsi adalah jika seorang pelaku korupsi tidak di
adili dengan seadil-adilnya maka akan menumbuhkan bibit-bibit baru para pelaku
korupsi. Untuk itu keadilan adalah salah satu faktor terpenting dalam pemberantasan
69
praktek korupsi. Nilai-nilai pendiidkan antikorupsi demikian selain perlu tetap
dimengerti dan dipahami, juga untuk diamalkan demi terciptanya kehidupan
masyarakat yang damai, aman, dan tenteram. Kesemuanya merupakan makna
dari nilai-nilai menjalankan amanat dan keadilan kepada sesama manusia dari
surat an-Nisa ayat 58.
B. Saran-saran
Keseimbangan dunia dan akhirat sangatlah penting dalam hidup
manusia. Manusia hidup di dunia bukan hanya mencari pahala untuk
kebahagiaan akhirat saja, meskipun kebahagiaan akhirat adalah tujuan hidup
manusia di dunia. Dunia merupakan alat dan tempat untuk mewujudkan hal
tersebut. Untuk itu, manusia harus memenuhi kebutuhan jasmaninya agar
kebahagiaan akhirat dapat diperoleh dengan sempurna. Tetapi janganlah
terpesona dan terbuai dalam kehidupan dunia, karena dunia tidaklah kekal.
Sebagai makhluk individu dan sosial, manusia harus mengerti dan
memahami akan posisinya. Hidup di dunia sebagai makhluk, hendaklah
bersyukur atas semua nikmat dan anugerah dari Sang Khaliq. Hal tersebut
dapat dilakukan dengan cara taat beribadah dan bertaqwa kepada Allah.
Sebagai makhluk sosial, dalam berinteraksi dengan sesama baik di lingkungan
sekolah, keluarga maupun masyarakat harus dengan akhlak yang baik penuh
dengan kejujuran, keadilan dan kepercayaan agar dalam hidupnya
memperoleh kemudahan. Karena setiap orang yang menanam pastilah akan
menuai dan setiap orang yang berjalan akan sampai, setiap orang yang
mencari akan mendapat apa yang ia cari.
Oleh karena itu, nilai-nilai pendidikan antikorupsi yang terdapat pada
surat an Nisa’ ayat 58 ini hendaklah diusahakan untuk dimengerti, dipahami
dan diamalkan sehingga akan menjadi milik bersama baik dalam kehidupan
individual maupun bermasyarakat dan bernegarawan.
C. Penutup
Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Ilahi Rabbi. Tuhan yang
menciptakan langit, bumi serta isinya untuk kemaslahatan dan kesejahteraan
70
umat manusia, serta memberi kekuatan lahir dan batin kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Ma ashaba min hasanatin faminallah wa man ashabahaa min
syayyiatin famin nafsii, semoga skripsi ini bermanfaat kepada semua pihak,
khususnya bagi peneliti sendiri dan civitas akademika Fakultas Tarbiyah IAIN
Walisongo serta masyarakat pada umumnya.
71
Ab dur Rafi’, Abu Fida’, Terapi Penyakit Korupsi (Jakarta: Republika, 2006).
Achmadi, Islam Paradigma Ilmu Pendidikan, (Yogyakarta : Aditya media, 1992), Cet. I.
Ahmad bin Hanbal, Imam, Musnad Imam Ahmad bin Hanbal, Juz III, (Beirut: Dar al-
Fikr, t.th.).
Al- Hafidh, Imam Abi Fad Ibn Katsier al- Dimasqi, Tafsir al- Qur’anul Azhim, Jilid I, (Beirut: Darul Fikr, tth).
Al-Hayy al-Farmawi, Abd, Metode Tafsir Maudhu’iy, (Jakarta: Raja Grafindo Persada:
1996).
Al-Maraghi, Ahmad Musthafa, Tafsir al-Maraghi, Juz IV, (Beirut-Libanon : Dar al-Fikr, t.th).
, Terjemah Tafsir al-Maraghi, terj. Hery Noer Aly, et.al., (Semarang: Toha Putra, 1989).
Al-Thoumy, Mohammad, Pendidikan Antikorupsi Dan Multikulturalisme, http://www.uinjkt.ac.id/index.php/section-blog/28-artikel/65-pendidikan-multikultural-dan upaya-anti-korupsi.htm.
Aly, Hery Noer, Munzier S, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta : Friska Agung Insani,
2000).
Al-Zuhaili, Wahbah, Tafsir Munir, Juz V, (Beirut: Darul Fikr, tth).
Amin, M, Keadilan,http://www.psq.or.id/ensiklopedia_detail.asp?mnid=34&id=6.
Anwar (Et.al), Syamsul, Fikih Antikorupsi Perspektif Ulama Muhammadiyah Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah,( Jakarta: Pusat studi Agama dan Peradaban (PSAP), 2006).
72
Arifin, Muzayin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 2000).
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002).
Asa, Syu’bah, Dalam Cahaya Al-Qur’an Tafsir Ayat-Ayat Sosial-Politik, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2000).
Asy-Syaibani, Omar at-Toumy, Filsafat At-Tarbiyah Al-Islamiyah, Terj. Hasan Langgulung, (Jakarta : Bulan Bintang, 1979).
Baidan, Nashruddin, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, (Yogykaarta: Pustaka Pelajar, 1998).
Baiquni, dkk, Indeks Al-Qur’an,(Surabaya: Arkola, 1996). Binawan, Andang, Korupsi Kemanusiaa, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2006).
Buchori, Mochtar, Pendidikan Antikorupsi, Kompas,4 Meret 2007.
Bukhari, Shahih al-Bukhari, jilid I, (Beirud: Dar al-Fikr, 1420 H/ 2000 M).
Charisma, Moh. Chadiq, Tiga Aspek Kemukjizatan Alqur’an, (Surabaya : Bina Ilmu, 1991).
Danim, Sudarwan, Agenda Pembaruan Sistem Pendidikan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003).
Darodjat, dkk, Zakiah, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1996).
Dewey, John, Democracy and Education, (New York: The Macmillan Company, 1964).
Dharmawan, Jihad Melawan korupsi, (Jakarta:PT Kompas Media Nusantara, 2005).
73
Farizt, 14 Negara Terkorup di Asia, http://www.hupelita.com/baca.php?id=50218.
Harahab, Hakim Muda , Ayat-Ayat Korupsi, (Yogyakarta:Gama Media, 2009).
Hastings, James, Encyclopedia of Religion and Ethic, (New York: Charles Scribner’s Son, t.th.), Vol. XII.
Joesoef, Soelaiman, Konsep Dasar Pendidikan Luar Sekolah, (Jakarta : Bumi Aksara,
1992), Cet. I.
Kaffah, Ervyn, Fiqih Korupsi Amanah Vs Kekuasaan, (NTB:SOMASI NTB, 2003).
Kaffsoff, Louis O., Elements of Philosophy/Pengantar Filsafat, Terj. Soenarjo
Soemargono, (Yogyakarta : Tiara Wacana, 1996).
Kebudayaan, Departemen Pendidikan, UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2003).
Klitgaard, Robert, Membasmi Korupsi,(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001). Ludjito, Ahmad, Filsafat Nilai dalam Islam dalam M. Chabib Thoha, dkk, Reformulasi
Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996).
Ma’arif, Syafii, Al-Qur’an berbicara keadilan dan amanat, http://www.cmm.or.id/cmm-ind_more.php?id=2012_0_3_70_M15.
Mahmudunnasir, Syed, Islam Konsepsi dan Sejarah, Terj. Adang Affandi, (Bandung :
Remaja Rosdakarya, 1994).
Masyhur, Kahar, Membina Moral Dan Akhlak, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994). Moelong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1998).
, Pengantar Metode Penelitian, (Bandung: Trigenda Karya, 1996).
74
Muallidin, Isnaini, Koalisi Antar Umat Beragama Melawan Korupsi, http://www.komisiyudisial.go.id/Artikel/Koalisi%20Antar%20Umat%20Beragama%20Melawan%20Korupsi.pdf.
Muhadjir, Noeng, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996)
Munawir, A, Kamus al-Munawwir Arab – Indonesia Terlengkap (Krapyak: PP al-
Munawwir, 1984).
Muslim, Abu Husain, Shahih Muslim, jilid II, (Beirut: Dar al-Fikr,1992). Pengembangan Bahasa, Pusat Pembinaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1991).
Qutb, Sayid, Fi Zhilailil Qur’an Di Bawah Naungan Qur’an, terj. As’ad Yasin, et.al.,
(Jakarta: Gema Insani Press, 2001).
, Masyarakat Islam, Terj. H. A. Muthi Nurdin, (Bandung : Al Ma’arif, 1978).
Rahman, Afzalur, Al-Qur’an Sumber Ilmu Pengetahuan, Terj. HM. Arifin, Cet. II, (Jakarta : Rineka Cipta, 1992).
Razak, Nasrudin, Dienul Islam, (Bandung : Al Ma’arif, 1978).
Rozi, Fakhrur, Urgensi Hadis-Hadis Anti Korupsi dalam Upaya Pemberantasan Korupsi, http://ern.pendis.depag.go.id/DokPdf/jurnal/07-teologia.pdf.
Sastrapratedja, M, S. J., “Pendidikan Nilai”, dalam EM. K. Kaswardi, (Ed), Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000, (Jakarta : PT. Grasindo, 1993).
Setia, Putu, Umat Beragama dan Persatuan Bangsa, (Jakarta : Pustaka Manikgeni, 1994).
Shadily, Hasan, Ensiklopedia Indonesia, (Jakarta : Ichtiar Baru- Van Houve, tth).
75
Shaleh, dkk, Qomaruddin, Ayat-Ayat Larangan Dan Perintah Dalam Al-Qur’an,
(Bandung: Diponegoro, 2002).
Shihab, Umar, Kontekstualitas Al-Qur’an:Kajian Tematik Atas Ayat-Ayat hukum Dalam
Al-Qur’an, (Jakarta:Penamadani, 2005).
Shihab, Quraish, Tafsir Al-Mishbah Vol 2,(Ciputat: Lentera Hati, 2000).
Shoorl, JW., Modernisasi (Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-negara Sedang Berkembang), terj. RG. Soekardijo,( Jakarta : PT. Gramedia, 1981), Cet. II.
So’an, Sholeh, Moral Penegak Hukum Di Indonesia, (Bandung:Agung Ilmu,2004)
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: Rajawali Pers, 1997).
Sulistiawan, Bhayu, Nilai-nilai pendidikan Antikorupsi Dalam Pendidikan Islam
http://fai.elcom.umy.ac.id/mod/forum/discuss.php?d=130.
Sunarjo, Ahmad, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: CV Alwaah, 1989).
Surackhmat, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung: Tarsito, 1998).
Syadali, Rofi’i, Ulumul Qur’an I, (Bandung: Pustaka Setia, 1997).
Syaltut, Mahmud, Metodologi al-Qur’an dalam Membenahi Masyarakat, Terj. Katur
Sukardi, (Jakarta : Ramadhani, 1991).
Tafsir, Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 1997).
Taimiyyah, Ibnu, Majmû’ al-Fatâwâ, Juz VI, (, (Beirud: Dar al-Fikr, tth). Thoha, Chabib, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996).
76
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003, UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003).