nilai moral dalam tiga cerpen pada buku paket

107
NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET BAHASA INDONESIA KELAS VII MTs AL FALAH GUNUNGSINDUR KABUPATEN BOGOR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan(S.Pd.) Oleh Maryati 1811013000026 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014

Upload: ledat

Post on 11-Jan-2017

248 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN

PADA BUKU PAKET BAHASA INDONESIA

KELAS VII MTs AL FALAH GUNUNGSINDUR

KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk

Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan(S.Pd.)

Oleh

Maryati

1811013000026

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014

Page 2: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET
Page 3: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET
Page 4: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET
Page 5: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

i

ABSTRAK

Maryati,1811013000026, “Nilai Moral dalam Tiga Cerpen pada Buku

Bahasa Indonesia Kelas VII MTs Al Falah Gunung Sindur Kabupaten Bogor”.

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembimbing:

Rosida Erowati M. Hum.

Cerita pendek mengandung nilai-nilai kehidupan. Dari sekian banyak

nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra, nilai moral menjadi sorotan utama

dalam penelitian ini. Cerpen yang terdapat pada buku teks mata pelajaran Bahasa

Indonesia untuk kelas VII SMP/MTs merupakan salah satu karya sastra yang akan

ditelaah. Terdapat tiga cerpen yang menjadi objek dalam penelitian ini, yaitu

cerpen berjudul Seruling Gembala karya Arsyad Siddik, cerpen berjudul Keysia

dan Preman Tua karya Erwin Arianto, dan cerpen berjudul Wajah Dibalik

Jendela karya Benny Rhamdani. Skripsi ini bertujuan untuk mengidentifikasi nilai

moral yang terkandung dalam ketiga cerpen tersebut, yang diharapkan dapat

dijadikan sebagai bahan pembelajaran di sekolah nantinya. Penelitian ini

menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan teknik analisis isi.

Hasil dari penelitian ini berupa nilai-nilai moral dalam cerpen Nilai moral

yang dapat diambil dari cerpen Seruling Gembala karya Arsyad Siddik, adalah

sikap baik, yaitu senang berbagi ilmu kepada orang lain dan nilai-nilai otentik.

Nilai moral yang dapat diambil dari cerpen Keysia dan Preman Tua karya Arianto

adalah sikap baik, seperti kepatuhan dan kemandirian. Sedangkan nilai moral

yang dapat dipetik dari cerpen Wajah dibalik Jendela karya Benny Ramdani

adalah sikap baik, di antaranya sikat tanggung jawab dan keberanian. Selain itu,

penelitian ini juga membahas unsur intrinsik sebagai acuan dalam menganalisis

nilai moral yang terdapat dalam cerpen.

Kata Kunci: nilai moral, cerpen, pembelajaran sastra.

Page 6: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

ii

ABSTRACT

Maryati, 1811013000026, "Moral Values in Three Indonesian Short Story

in Textbook of Indonesian in 7 Grade of MTs Al Falah Gunungsindur, Bogor

Regency". Education Department of Indonesian Language and Literature, Faculty

of Tarbiyah and Teaching, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

Advisor: Rosida Erowati M. Hum.

Short stories containing the values of life. From many values that are

contained in the literature, moral values became the main focus in this study.

Short stories contained in textbooks Indonesian subjects for grade 7 of JHS/MTs

is one of the literary works that will be explored. There are three stories that

become the object of this study, the short story entitled The Shepherd Flute

(Seruling Gembala) by Arsyad Siddik, short stories entitled Keysia and The Old

Thugs (Keysia dan Preman Tua) by Erwin Arianto, and short stories entitled The

Face Behind The Window (Wajah dibalik Jendela) by Benny Rhamdani. This

thesis aims to identify the moral values contained in the third short story, which is

expected to be used as teaching material in schools later. This study uses a

qualitative descriptive study of content analysis techniques.

The results of this study in the form of moral values in the short story.

Moral values that can be taken from the short story works Arsyad Siddik

Shepherd Flute, is a good attitude, which is happy to share his knowledge with

others and authentic values. The moral to be drawn from short stories Keysia and

The Old Thugs by Arianto is a good attitude, such as compliance and

independence. While the moral values that can be learned from The Face Behind

The Window by Benny Ramdani is a good attitude, among the brush of

responsibility and courage. In addition, this study also discusses the intrinsic

elements as a reference in analyzing the moral values contained in the stories.

Keywords : moral value, short story, literature learning.

Page 7: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Swt, yang telah memberikan rahmat dan karunia-

Nya karena atas izin-Nya penulis mendapatkan kemudahan dalam menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Nilai Moral Dalam Tiga Cerpen Pada Buku Paket Bahasa

Indonesia Kelas VII MTs. Al Falah Gunungsindur Kabupaten Bogor”. Shalawat

dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw, yang telah

menjauhkan kita dari zaman kebodohan.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis tidak luput dari berbagai hambatan

dan rintangan. Tanpa bantuan dan peran serta dari berbagai pihak, skripsi ini tidak

dapat terwujud. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa

terima kasih kepada:

1. Nurlena Rifa’i, M.A., Ph.D., selaku Dekan FITK UIN Jakarta yang telah

mempermudah dan memperlancar penyelesaian skripsi ini;

2. Dra. Mahmudah Fitriyah, ZA, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia merangkap sebagai dosen penasihat akademik;

3. Dra. Hindun, M. Pd., selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia, yang telah memberikan dukungan kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini;

4. Rosida Erowati, M. Hum., selaku Dosen pembimbing yang telah memberikan

arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dengan

penuh kesabaran;

5. Bapak dan Ibu Dosen FITK khususnya para Dosen Program Studi Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia, yang selama ini membekali penulis dengan

berbagai ilmu pengetahuan;

6. Madsoleh, S.Pd.I., suami tercinta, yang telah memberikan izin dan selalu

memberikan dukungan serta dorongan kepada penulis untuk tidak berputus

asa, serta kepada empat orang putra-putriku yang telah banyak penulis abaikan

belakangan ini, maafkan mama nak;

7. Sanusi, S.Pd.I., M. M., selaku Kepala Madrasah tempat penulis mengabdi,

yang telah memberikan kesempatan belajar kepada penulis;

Page 8: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

iv

8. Teman-teman guru di MTs. Al Falah Gunungsindur yang dengan senang hati

telah berbagi pengalaman, memberi masukan, informasi dan dorongan kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

9. Teman-teman di Jurusan PBSI DMS, terima kasih atas kekompakkan kalian

dan semangat terus.

10. Kepada semua pihak yang telah membantu tersusunnya skripsi ini dan tidak

dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga bantuan, dukungan, motivasi, dan partisipasi yang diberikan

kepada penulis, mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah Swt. Amin.

Bogor, Desember 2014

Penulis

Page 9: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH

ABSTRAK ................................................................................................... i

ABSTRACT ................................................................................................. ii

KATA PENGANTAR ................................................................................. iii

DAFTAR ISI ................................................................................................ v

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1

A. Latar Belakang ....................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah .............................................................. 2

C. Pembatasan Masalah ............................................................. 3

D. Rumusan Penelitian ............................................................... 3

E. Tujuan Penelitian ................................................................... 3

F. Manfaat Penelitian ................................................................. 3

G. Metode Penelitian Penelitian ................................................. 4

BAB II KAJIAN TEORETIS ................................................................. 8

A. Cerpen .................................................................................... 8

1. Pengertian Cerpen ............................................................. 8

2. Unsur-Unsur Cerpen ......................................................... 8

B. Nilai Moral ............................................................................ 18

1. Pengertian Nilai Moral ..................................................... 18

2. Tahap-tahap Perkembangan Penalaran Moral .................. 19

3. Nilai Moral dalam Karya Sastra ........................................ 20

4. Jenis dan Wujud Nilai Moral ............................................. 21

C. Pendekatan Analitis dalam Mengapresiasi Sastra.................. 23

D. Hasil Penelitian yang Relevan ............................................... 24

Page 10: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

vi

BAB III TEMUAN DAN PEMBAHASAN PENELITIAN ................... 28

A. Kajian Unsur Instrinsik Cerpen Seruling Gembala (C1) ....... 28

1. Tokoh dan Penokohan ...................................................... 28

2. Latar .................................................................................. 33

3. Alur (Plot) ......................................................................... 35

4. Sudut Pandang .................................................................. 36

5. Tema ................................................................................. 37

B. Analisis Nilai Moral dalam Cerpen Seruling Gembala (C1) . 38

C. Kajian Unsur Instrinsik Cerpen Keysia dan Preman Tua (C2) 40

1. Tokoh dan Penokohan ...................................................... 40

2. Latar .................................................................................. 50

3. Alur (Plot) ......................................................................... 52

4. Sudut Pandang .................................................................. 53

5. Tema ................................................................................. 54

D. Analisis Nilai Moral pada Cerpen Keysia dan Preman Tua

(C2) .......................................................................................... 54

E. Analisis Unsur Instrinsik Cerpen Wajah Dibalik Jendela

(C3) .......................................................................................... 57

1. Tokoh dan Penokohan ...................................................... 57

2. Latar .................................................................................. 63

3. Alur (Plot) ......................................................................... 66

4. Sudut Pandang .................................................................. 66

5. Tema ................................................................................. 67

F. Analisis Nilai Moral dalam Cerpen Wajah Dibalik Jendela

(C3) .......................................................................................... 68

G. Implikasi Nilai Moral yang Terkandung dalam Cerpen

pada Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia .................. 70

BAB IV PENUTUP ................................................................................... 74

A. Simpulan ................................................................................ 74

Page 11: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

vii

B. Saran ...................................................................................... 75

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 76

LAMPIRAN-LAMPIRAN

1. RENCANA PELAKSANAAN PEMBELARAN(RPP)

2. CERPEN

3. LEMBAR UJI REFERENSI

4. BIOGRAFI PENULIS

Page 12: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dewasa ini peneliti sering menyaksikan kejadian-kejadian di sekitar

peneliti yang bertentangan dengan moral atau akhlak mulia yang bahkan

pelakunya tidak jarang berasal dari kalangan pelajar dan intelektual, padahal

usaha memperbaiki dan meningkatkan karakter bangsa terus dilakukan di berbagai

kesempatan dan berbagai cara serta berbagai media.

Dalam proses pembelajaran, nilai moral merupakan hal penting yang

selalu dikaitkan pada setiap kegiatan, termasuk dalam proses pembelajaran sastra

melalui mata pelajaran Bahasa Indonesia. Hal ini di arahkan agar dengan

banyaknya nilai moral yang didapatkan siswa, diharapkan siswa akan terbawa

pada moral yang baik, yaitu yang sesuai dengan etika dan adat istiadat yang

berlaku di masyarakat atau paling tidak mampu memahami nilai moral yang

terkandung dalam karya sastra.

Karya sastra merupakan gambaran masyarakat pada zamannya. Hal ini

dapat dikatakan juga bahwa karya sastra sebagai suatu keindahan yang tidak

dapat dinilai dengan apapun. Selain itu, karya sastra merupakan ide atau gagasan

pengarang yang dituangkan dalam suatu karangan. Ide atau gagasan tersebut

dapat mencerminkan pikiran, emosi, perasaan, tingkah laku aktivitas bahkan

sikap-sikap yang ada dalam diri pengarang tersebut. Sebuah karya sastra sangat

berhubungan dengan moralitas. Hal ini disebabkan karena sebagian masyarakat

menghendaki bahwa sastra adalah medium perekonomian keperluan zaman, yang

memiliki semangat menggerakkan masyarakat kearah budi pekerti yang terpuji.

Sebuah karya sastra ditulis pengarang untuk menawarkan model

kehidupan yang diidealkannya. Sastra mengandung penerapan moral dalam sikap

dan tingkah laku para tokoh sesuai pandangannya tentang moral. Melalui cerita,

sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil

hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan atau yang diamanatkan.

Nilai moral dalam cerpen buku paket Bahasa Indonesia Kelas VII

digunakan pada judul penelitian ini karena dalam kumpulan cerpen tersebut

Page 13: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

2

terdapat hal-hal yang dapat diteladani oleh siswa dari tokoh maupun

penceritaannya, khususnya tentang pesan moral. Pesan moral menjadi masalah

sensorik yang diungkapkan pengarang melalui tokoh dan peristiwa yang

diceritakan. Semua itu bermuara dan berpengaruh pada moralitas tokoh cerita

dalam sebuah karya sastra.

Pengaruh dari suatu cerpen yang dibaca dapat terlihat dari perubahan

sikap, kepribadian, pola hidup, perilaku, dan pandangan hidup. Berkenaan dengan

hal tersebut, salah satu nilai yang terkandung dalam cerita pendek adalah nilai

moral. Dalam sebuah cerpen terkandung pendidikan moral atau ajaran moral yang

diamanatkan oleh pengarang untuk pembaca. Unsur nilai moral tersebut

merupakan gagasan yang mendasari sebuah cerpen karena biasanya berkaitan

dengan kehidupan manusia.

Moral dalam cerpen biasanya mencerminkan pandangan hidup pengarang

yang bersangkutan, pandangan tentang nilai-nilai kebenaran, dan hal itulah yang

ingin disampaikan kepada pembaca. Moral dalam cerpen, dimaksudkan sebagai

suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu yang bersifat praktis

yang dapat diambil dan ditafsirkan lewat cerita. Moral merupakan petunjuk yang

sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai hal yang berhubungan dengan

permasalahan kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan.

Sastra dalam pembelajaran mempunyai peranan yang penting dalam

kurikulum pendidikan. Oleh karena itu, pembelajaran sastra yang seharusnya

disajikan dalam proses pembelajaran adalah pembelajaran yang dapat melibatkan

siswa secara aktif dalam proses-proses berpikir logis (bernalar).

Berdasarkan uraian tersebut peneliti bermaksud melakukan penelitian

dengan judul Nilai Moral Dalam Tiga Cerpen Pada Buku Paket Bahasa Indonesia

Kelas VII MTs. Al Falah Gunungsindur Kabupaten Bogor.

B. Identifikasi Masalah

Dalam sebuah karya sastra banyak sekali mengandung nilai-nilai yang

diamanatkan penulis kepada pembaca, di antaranya adalah nilai religius, nilai

pendidikan, nilai psikologis, nilai moral, nilai sosiologis dan lain-lain. Nilai-nilai

tersebut bagi pemerhati karya sastra dapat dijadikan sebagai objek penelitian guna

Page 14: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

3

memahami sebuah karya sastra secara lebih dalam ataupun untuk kepentingan

lain. Demikian juga cerpen yang terdapat dalam buku paket bahasa Indonesia

yang peneliti jadikan objek penelitian.

C. Pembatasan Masalah

Mengingat banyak sekali hal-hal yang dapat dikaji dalam penilitian sastra

melalui kegiatan analisis sebuah karya sastra, seperti analisis struktur, diksi, gaya

bahasa, unsur kebahasaan, atau penggunaan pendekatan interdisipliner yang

berkaitan dengan karya sastra yang akan diteliti, Oleh karena itu, peneliti hanya

membatasi kajian pada nilai moral baik yang terkandung dalam cerpen pada buku

pelajaran Bahasa Indonesia Kelas VII yang digunakan di MTs Al Falah

Gunungsindur, Kabupaten Bogor.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang dapat

dirumuskan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah nilai moral dalam tiga cerpen pada buku paket Bahasa

Indonesia kelas VII MTs Al Falah Gunungsindur, Kabupaten Bogor?

2. Bagaimana inplikasi nilai moral dalam tiga cerpen pada pembelajaran Bahasa

dan Sastra Indonesia di MTs. Al Falah Gunungsindur, Kabupaten Bogor?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai

dalam penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan nilai moral yang terdapat dalam cerpen pada buku Paket

Bahasa Indonesia Kelas VII MTs Al Falah Gunungsindur.

2. Mendeskripsikan implikasi nilai moral pada pembelajaran bahasa dan sastra

indonesia di MTs. Al Falah Gunungsindur, Kabupaten Bogor.

F. Manfaat Penelitian

1. Secara teoretis, manfaat dari hasil penelitian yang diharapkan adalah:

Page 15: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

4

a. dapat memberikan wawasan dan pengetahuan kepada pembaca tentang

moralitas, terutama dalam cerpen yang terdapat pada buku paket Bahasa

Indonesia Kelas VII

b. dapat digunakan bagi setiap orang dalam mengembangkan dan

memantapkan pemahaman tentang moralitas, terutama yang terdapat

dalam cerpen pada buku paket Bahasa Indonesia Kelas VII.

2. Sedangkan secara praktis manfaat yang diharapkan adalah:

a. dapat digunakan sebagai referensi dalam memahami nilai-nilai moral.

b. dapat memberikan informasi tambahan bagi siapa saja yang

membutuhkan, terutama bagi rekan-rekan yang sedang mengadakan

penelitian pada kajian yang sama ataupun sejenis

G. Metode Penelitian

Metode yang dilakukan dalam analisis nilai moral yakni metode

dokumentasi. Metode tersebut dipilih karena bertujuan untuk mengumpulkan data

dan informasi dengan bantuan berupa catatan, transkrip, buku-buku, majalah, dan

dokumen lain yang relevan dengan penelitian. Metode ini digunakan untuk

mencari teori, perumpamaan masalah atau menyempurnakan perumusan masalah

yang telah dibuat sebelumnya.1

Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis isi. Dalam

penelitian karya sastra, analisis isi yang dimaksud adalah untuk memecahkan dan

mengupas pesan-pesan, yang dengan sendirinya sesuai hakikat sastra. Metode

analisis bertujuan untuk memahami unsur yang terkandung di dalamnya. Misalnya

terdapat data yang tidak ada relevansinya dihilangkan dan data yang kurang

lengkap sehingga dapat diambil kesimpulan yang dipertanggungjawabkan.2

Penelitian ini menganalisis nilai moral dalam cerpen pada buku paket

Bahasa Indonesia untuk Kelas VII. Pendekatan moral dipilih karena pendekatan

ini bertolak dari asumsi dasar bahwa salah satu tujuan kehadiran karya sastra di

tengah-tengah masyarakat pembaca adalah berupaya untuk meningkatkan harkat

1 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rhineka

Cipta, 2010), h. 274. 2 Nyoman Kutha Ratna, Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari Strukturalisme

Hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 48-

49.

Page 16: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

5

dan martabat manusia sebagai makhluk berbudaya, berpikir, dan bertuhan.

Dengan pendekatan moral ini, peneliti hendak melihat sejauh mana karya sastra

memiliki nilai moral.

1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan objektif.

Pendekatan objektif memandang karya sastra sebagai dunia otonom yang

dapat dilepaskan dari siapa pengarang dan lingkungan sosial-budaya

zamannya, sehingga karya sastra dapat dianalisis berdasarkan strukturnya

sendiri.

Nilai dalam karya sastra itu secara potensial ada pada struktur sastra.

Keselarasan organ dalam tubuh karya sastra misalnya dalam prosa berkaitan

dengan alur, tokoh, tema, dan latar menentukan nilai karya tersebut. Dalam

penelitian ini pendekatan objektif digunakan untuk memahami cerpen pada

buku paket Bahasa Indonesia untuk Kelas VII. Peneliti mendekati karya sastra

melalui unsur pembangun karya satra tersebut.

2. Sumber Data

Sumber data adalah Subjek dari mana data dapat diperoleh.3 Sumber data

dalam penelitian ini ada dua yaitu sumber data primer yaitu sumber data yang

diperoleh langsung peneliti dari sumber data, yaitu cerpen pada buku paket

Bahasa Indonesia Kelas VII. Sedangkan sumber data sekunder yaitu sumber

data yang terlebih dahulu dikumpulkan oleh orang diluar peneliti, walaupun

yang dikumpulkan itu merupakan data asli. Sumber data sekunder dalam

penelitian ini adalah buku-buku yang berhubungan dengan cerpen dan moral

serta hasil penelitian yang berhubungan dengan permasalahan yang menjadi

objek penelitian.

Data dalam penelitian ini adalah data kualitatif berupa kata-kata, frasa,

kalimat, dan wacana yang mengandung nilai moral pada cerpen pada buku

paket Bahasa Indonesia untuk Kelas VII yang tergolong ke dalam buku teks

elektronik (BSE).

3. Teknik Pengumpulan Data

3 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rhineka

Cipta, 2010), h. 172.

Page 17: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

6

Langkah pertama dalam penelitian ini mengumpulkan data-data dari objek,

dalam hal ini nilai moral pada cerpen pada buku paket Bahasa Indonesia untuk

Kelas VII. Adapun caranya mendata tokoh-tokoh, karakter dan perilaku atau

sikap hidup tokoh cerita serta latar. Data tersebut selengkapnya dianalisis

berdasarkan nilai-nilai moral. Kemudian untuk mendukung penelitian ini

diusulkan mendapatkan referensi yang berkaitan dengan objek penelitian.

Pengumpulan bahan penelitian digunakan sebagai riset kepustakaan dengan

cara menghimpun sebanyak-banyaknya sumber tertulis yang berhubungan

dengan penelitian sebagai sumber informasi. Baik itu dari buku maupun dari

media massa.

4. Teknik Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan pemaparan dalam bentuk deskriptif masing-

masing data secara fungsional dan relasional.4 Analisis data dilakukan untuk

mendapatkan deskripsi nilai moral cerpen pada buku paket Bahasa Indonesia

untuk Kelas VII. Analisis data dilakukan melalui tahap-tahap, yaitu: tahap

deskriptif, tahap analisis data, dan tahap induktif.

a. Tahap Deskriptif

Unsur-unsur nilai moral yang terdapat dalam cerpen pada buku paket Bahasa

Indonesia untuk Kelas VII, kemudian dianalisis untuk menemukan nilai-nilai

moralnya dengan menggunakan teknik analisis deskriptif. Teknik ini

berpandangan bahwa pemahaman karya sastra harus dimulai dengan

memahami karya itu. Yang dimaksud derkriptif adalah penggambaran tentang

objek yang ditulis pengarang, yang hendak disampaikan kepada pembaca.

Teknik deskriptif berusaha menelaah karya sastra dengan mempelajari setiap

unsur yang ada didalamnya tanpa ada yang dianggap tidak penting.

b. Tahap Analisis Data

Tahap yang diperoleh berupa tulisan atau kata tersebut, kemudian dianalisis

dengan pendekatan moral, yaitu menghubungkan data dengan nilai moral yang

4 Ibid., h. 81.

Page 18: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

7

berlaku di masyarakat dan kaitannya dengan landasan teori yang dikemukakan

para ahli, dengan demikian hasil analisis dapat bersifat mendidik.

c. Tahap Induktif

Tahap induktif berarti bahwa analisis lebih merupakan pembentukan abstraksi

berdasarkan bagian-bagian yang telah dikumpulkan kemudian dikelompokkan.

5. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Setelah diperoleh data, maka dalam penelitian ini data yang disajikan berupa

data informal. Menurut Arikunto, metode penyajian informal perumusan

dengan menggunakan kata-kata biasa. Jadi, dalam penelitian ini disajikan

dengan perumusan kata-kata biasa tanpa menggunakan lambang-lambang.

Hasil penelitian akan disajikan analisis data nilai moral yang terkandung

dalam cerpen pada buku paket Bahasa Indonesia untuk Kelas VII.

G. Langkah-langkah Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini ada beberapa tahapan kerja yang perlu

ditempuh, tahapan–tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

a. membaca karya sastra yang akan diteliti, yaitu cerpen pada buku paket Bahasa

Indonesia untuk Kelas VII sehingga diperoleh pemahaman isi cerita.

b. menentukan unsur-unsur yang paling dominan dalam cerpen-cerpen pada

buku paket Bahasa Indonesia untuk Kelas VII, yaitu unsur moral yang

terkandung di dalamnya.

c. mendeskripsikan dan menganalisis unsur moral yang terkandung dalam cerpen

pada buku paket Bahasa Indonesia untuk Kelas VII

d. menganalisis unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam cerpen pada buku paket

Bahasa Indonesia untuk Kelas VII dan pembelajaran nilai moral di MTs Al

Falah Gunungsindur Kabupaten Bogor.

e. mengambil suatu simpulan dari semua langkah kerja yang telah dilaksanakan

pada Bab I sampai Bab III. Sedangkan simpulan akan dituangkan dalam Bab

IV, selanjutnya dirangkai dengan saran penulis.

Page 19: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

8

BAB II

KAJIAN TEORETIS

A. Cerpen

1. Pengertian Cerpen

Semi berpendapat bahwa, cerpen memuat penceritaan yang

memusatkan pada satu peristiwa pokok, sedangkan peristiwa pokok itu tidak

selalu sendirian, ada peristiwa lain yang sifatnya mendukung peristiwa

pokok.1

Menurut Stanton, satu yang terpenting, cerita pendek haruslah

berbentuk „padat‟. Jumlah kata dalam cerpen harus lebih sedikit ketimbang

jumlah kata dalam novel.2

Salah satu definisi yang relatif lengkap menyatakan bahwa cerpen

adalah kisahan pendek (kurang dari 10.000 kata) yang dimaksudkan memberi

kesan tunggal yang dominan.

Sejalan dengan pendapat tersebut, Poe dalam Nurgiyantoro

menyatakan “cerpen adalah sebuah cerita yang selesai dibaca dalam sekali

duduk, kira-kira berkisar antara setengah atau dua jam”.3

Dari pendapat-pendapat tersebut disimpulkan bahwa pengertian dari

cerpen atau cerita pendek yaitu suatu cerita tentang seorang tokoh yang isinya

pendek, bersifat fiktif dan merupakan suatu kebulatan ide. Dalam kebulatan

ide itu cerpen harus tersusun dengan padat, pendek, dan lengkap.

2. Unsur-unsur Cerpen

Keutuhan atau kelengkapan sebuah cerpen dilihat dari segi-segi unsur

yang membentuknya. Adapun unsur-unsur itu dalah peristiwa cerita (alur atau

plot), tokoh cerita (karakter), tema cerita, suasana cerita (mood dan atmosfir

1M. Atar Semi, Anatomi Sastra, (Padang: Angkasa Raya, 1980), h.34.

2Robert Stanton, Teori Fiksi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 76.

3Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gadjah Mada University

Press, 2005), h. 10.

Page 20: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

9

cerita), latar cerita (setting), sudut pandangan pencerita (point of view), dan

gaya (style) pengarangnya.4

Menurut semi, struktur fiksi secara garis besar dibagi atas dua bagian,

yaitu: (1) Struktur Luar (ekstrinsik) dan (2) Struktur Dalam (instrinsik).

Struktur luar (ekstrinsik) adalah segala macam unsur yang berada di luar suatu

karya sastra yang ikut mempengaruhi kehadiran karya sastra tersebut,

misalnya faktor sosial ekonomi, faktor kebudayaan, faktor sosio-politik,

keagamaan, dan tata nilai yang dianut masyarakat. Struktur dalam (instrinsik)

adalah unsur-unsur yang membentuk karya sastra tersebut seperti penokohan

atau perwatakan, tema, alur (plot), pusat pengisahan, latar, dan gaya bahasa.5

Menurut Nurgiyantoro, unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang

membangun karya sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan

karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur yang secara faktual akan

dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur yang dimaksud, untuk

menyebut sebagian saja, misalnya, peristiwa, cerita, penokohan, tema, latar,

sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa.6

Nurgiyantoro berpendapat bahwa, unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur

yang berada di luar karya sastra itu, tetapi tidak langsung mempengaruhi

bangunan atau sistem organisme karya sastra. Secara lebih khusus unsur

ekstrinsik dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangunan

cerita sebuah karya sastra, namun ia sendiri tidak ikut menjadi bagian di

dalamnya.7

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur intrinsik

merupakan unsur pembangun cerita yang terdapat di dalam cerita. Sedangkan

unsur ekstrinsik adalah unsur pembangun cerita yang berada di luar cerita

atau berasal dari lingkungan masyarakat sehingga mempengaruhi cerita itu

sendiri.

4 Jakob Sumardjo dan Saini K.M., Apresiasi Kesusastraan, (Jakarta : PT Gramedia Pustaka

Utama, 1994), h. 37. 5 Semi. op. cit., h. 35.

6 Nurgiyantoro. op. cit,. h. 23.

7 Ibid.

Page 21: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

10

a. Unsur Instrinsik

Unsur intrinsik ialah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu

sendiri yang secara langsung turut serta membangun cerita. Unsur-unsur

tersebut terdiri dari tokoh dan penokohan, latar (setting), alur, sudut

pandang, gaya bahasa, tema, dan amanat. Adapun penjelasannya sebagai

berikut:

1) Tokoh dan Penokohan

Tokoh adalah salah satu unsur yang sangat penting dalam sebuah novel

atau cerita rekaan. Tokoh menurut Sudjiman dalam Sayuti adalah pelaku

yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga suatu peristiwa

itu mampu menjalin suatu cerita.8 Pendapat yang sama dikemukakan pula

oleh Semi, bahwa tokoh adalah pengemban suatu perwatakan tertentu

yang diberi bentuk dan isi oleh pengarang.9

Hal serupa dikemukakan oleh Abrams dalam Nurgiyantoro, bahwa

tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau

drama yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan

kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa

yang dilakukan dalam tindakan.10

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah pelaku

cerita yang bisa berwujud manusia, benda, maupun binatang yang

diasumsikan dengan penggambaran manusia dari segi tingkah laku

ataupun ucapannya dalam kehidupan yang sebenarnya yang mengalami

berbagai peristiwa dalam suatu cerita.

Tokoh-tokoh dalam sebuah cerita dapat dibedakan menjadi beberapa

tergantung dari segi mana pembedaan tersebut dilakukan. Menurut

Nurgiyantoro, kategori tokoh dibedakan berdasarkan segi peranan atau

tingkat pentingnya dan berdasarkan segi fungsi penampilan tokoh.11

Menurut Sudjiman tokoh dikategorikan menjadi tokoh sentral dan tokoh

8 Suminto A. Sayuti, Cerita Rekaan (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007), h. 4.4.

9 Semi. op. cit., h. 37.

10 Nurgiyantoro, op. cit. h. 165-166.

11 Ibid., h. 176-181.

Page 22: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

11

bawahan. Sedangkan berdasarkan cara menampilkan tokoh di dalam cerita

dapat dibedakan antara tokoh datar dan tokoh bulat.12

Berdasarkan segi peranan atau penting tidaknya kehadiran tokoh dalam

cerita, dibedakan:

a) Tokoh Utama

Nurgiyantoro mengemukakan bahwa, Tokoh utama paling banyak

diceritakan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat

menentukkan perkembangan plot secara keseluruhan. Ia selalu hadir

sebagai pelaku atau yang dikenai kejadian dan konflik penting dalam plot

cerita.13

Tokoh utama atau tokoh sentral menurut Sudjiman adalah tokoh

yang memegang peran pimpinan.14

Kriteria menentukan tokoh utama berdasarkan fungsi tokoh di

dalam cerita adalah: yang pertama, tokoh utama berhubungan dengan

semua tokoh yang ada di dalam cerita, sedangkan tokoh-tokoh yang lain

tidak saling berhubungan, kedua tokoh utama adalah tokoh yang paling

tinggi intensitas keterlibatannya dalam peristiwa yang membangun cerita

dan yang ketiga tokoh utama menjadi pusat sorotan dalam cerita.

b) Tokoh Tambahan

Menurut Nurgiyantoro, tokoh tambahan adalah tokoh yang

kemunculannya jika ada kaitannya dengan tokoh utama. Secara langsung

ataupun tidak langsung, pemunculan tokoh tambahan dalam keseluruhan

cerita lebih sedikit dan tidak dipentingkan.15

Grimes dalam Sudjiman

mengemukakan mengenai tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral

kedudukannya di dalam cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan

untuk menunjang atau mendukung tokoh utama.16

Kriteria menentukan tokoh bawahan atau tokoh tambahan

berdasarkan fungsi tokoh di dalam cerita adalah: (1) tokoh bawahan tokoh

12

Panuti Sudjiman, Memahami Cerita Rekaan, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1988), h. 17-20. 13

Nurgiyantoro, op. cit. h. 177. 14

Sudjiman, op. cit. h. 17. 15

Nurgiyantoro, loc. cit. 16

Sudjiman, op. cit. h. 19.

Page 23: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

12

yang menunjang tokoh utama, (2) tokoh-tokoh yang sering ikut berperan

dengan tokoh atasan, (3) tokoh bawahan adalah tokoh yang tidak sentral

kedudukannya dalam sebuah cerita, tetapi kehadirannya sangat diperlukan

untuk menunjang atau mendukung tokoh utama.

Sementara itu berdasarkan segi fungsi penampilan tokoh dalam

cerita dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Tokoh protagonis, yaitu tokoh yang dikagumi, tokoh yang merupakan

pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita.

2. Tokoh antagonis, yaitu tokoh yang menjadi penyebab terjadinya

konflik dalam cerita.

Penokohan lebih luas pengertiannya daripada tokoh dan perwatakan

sebab ia sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana

perwatakan dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah

cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada

pembaca. Penokohan sekaligus menyaran pada teknik perwujudan dan

pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.17

Hayati dan Muslich mengemukakan, bahwa perwatakan atau

penokohan dalam suatu cerita adalah pemberian sifat baik lahir maupun

batin pada seorang pelaku atau tokoh yang terdapat pada cerita. Sifat-sifat

yang diberikan pada pelaku cerita akan tercermin pada fikiran dan

perbuatannya.18

Sudjiman mengemukakan bahwa penokohan merupakan

penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh.19

Dari beberapa pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa penokohan

adalah cara penyajian tokoh dengan karakter yang ditampilkan dalam

cerita. Penokohan atau perwtakan adalah pelukisan mengenai tokoh cerita,

baik keadaan lahirnya maupun batinnya yang berupa pandangan hidup,

sikap, keyakinan, adat istiadat, dan sebagainya.

17

Ibid., h. 166. 18

A. Hayati dan Masnur Muslich, Latihan Apresiasi Sastra., (Surabaya: Triana Media, t.t),

h. 15. 19

Sudjiman, op. cit. h. 23.

Page 24: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

13

Ada dua macam cara memperkenalkan tokoh dan perwatakan tokoh

dalam fiksi.

a) Analitik

Yaitu pengarang memaparkan tentang watak atau karakter tokoh

pengarang menyebutkan bahwa tokoh tersebut keras hati, keras kepala,

penyayang, dan sebagainya.

b) Dramatik

Disebut cara dramatik, yaitu penggambar perwatakan yang tidak

diceritakan langsung, tetapi hal itu disampaikan melalui: (1) Pilihan

nama tokoh; (2) Melalui penggambaran fisik atau postur tubuh, cara

berpakaian, tingkah laku terhadap tokoh-tokoh lain, lingkungannya,

dan sebagainya; (3) Melalui dialog, baik dialog tokoh yang

bersangkutan dalam interaksinya dengan tokoh-tokoh lain.20

2) Latar

Latar cerita menurut Semi adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi.

Termasuk di dalam latar ini adalah, tempat atau ruang yang dapat diamati,

seperti di kampus, di sebuah kapal yang berlayar ke Hongkong, di

kafetaria, di sebuah puskesmas, di dalam penjara, di Paris, dan

sebagainya.21

Menurut Nurgiyantoro menyatakan bahwa unsur latar dibedakan

menjadi tiga unsur pokok yaitu tema tempat, tema waktu, dan tema sosial

yang dijelaskan sebagai berikut:

a) Latar Tempat

Latar tempat berhubungan dengan lokasi terjadinya peristiwa yang

menceritakan dalam sebuah karya fiksi. Lokasi yang digunakan

mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu harus

mencerminkan, tidak sejalan dengan sifat atau keadaan geografis

tempat yang bersangkutan. Latar tempat tanpa nama jelas biasanya

hanya berupa penyebutan jenis dan sifat umum tempat-tempat tertentu,

20

Semi. op. cit., h. 39-40. 21

Ibid., h. 46.

Page 25: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

14

misalnya desa, sungai, jalan, hutan, kota, kota kecamatan, dan

sebagainya.

b) Latar Waktu

Nurgiyantoro mengatakan latar waktu berhubungan dengan

masalah “kapan” terjadinya peristiwa dalam sebuah karya fiksi. Biasanya

berhubungan dengan sejarah. Segala sesuatu yang berhubungan dengan

waktu baik langsung maupun tidak langsung harus disesuaikan dengan

waktu sejarah yang menjadi acuan. Pengangkatan unsur sejarah ke dalam

karya fiksi akan menyebabkan waktu yang diceritakan menjadi bersifat

khas, tipikal, dan dapat menjadi sangat fungsional sehingga tak dapat

diganti dengan waktu lain tanpa mempengaruhi perkembangan cerita.

c) Latar Sosial

Latar sosial berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial

bermasyrakat di suatu tempat yang diceritakan dalam suatu karya fiksi.

Tata cara kehidupan sosial bermasyarakat mencakup berbagai masalah

yang cukup kompleks. Permasalahan dengan kehidupan sosial masyrakat

disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi, dapat berupa kebiasaan

hidup, adat istiadat, tradisi, kenyakinan, pandangan hidup, cara berpikir,

bersikap dan lain-lain. Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial

tokoh.22

3) Alur (Plot)

Salah satu elemen terpenting dalam membentuk sebuah karya fiksi

dadalah plot cerita. Dalam analisis cerita, plot sering pula disebut dengan

istilah alur. Sundari (1985) dalam Fananie memberikan batasan mengenai

plot (alur) dalam pengertiannya yang paling umum, plot atau alur sering

diartikan sebagai keseluruhan rangkaian peristiwa yang terdapat dalam

cerita. Luxemburg (1984) dalam Fananie menyebut alur atau plot adalah

konstruksi yang dibuat pembaca mengenai sebuah deretan peristiwa yang

22

Nurgiyantoro, op. cit., h. 227-234.

Page 26: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

15

secara logis dan kronologis saling berkaitan dan mengakibatkan dan

diakibatkan atau dialami oleh para pelaku.23

Berdasarkan kriteria urutan waktu, alur dibedakan menjadi alur maju

(progresif), alur mundur (flash back), dan alur campuran (progresif-flash

back). Alur maju (progresif) adalah alur yang mengisahkan peristiwa-

peristiwa dalam cerita secara kronologis. Alur mundur atau sorot-balik

(flash back) merupakan alur dengan urutan kejadian dengan tidak dimulai

dari tahap awal (yang benar-benar merupakan awal cerita secara logika),

melainkan dari tahap tengah atau bahkan tahap akhir, baru kemudian tahap

awal cerita. Alur campuran adalah perpaduan antara alur maju dan mundur

(progresif-flash back).24

4) Sudut Pandang

Sebuah cerpen, selain memiliki alur, tokoh, dan latar, juga memiliki

pencerita atau narator. Berbicara tentang narator, berarti berbicara tentang

sudut pandang, yaitu suatu metode narasi yang menentukan posisi atau

sudut pandang dari mana cerita disampaikan.

Sudut pandang terdapat beragam variasi dan kombinasi, namun ada

tiga varian mendasar yang berbeda, yaitu sudut pandang impersonal,

orang ketiga, dan orang pertama, serta sudut pandang dramatik. Sudut

pandang impersonal adalah bila si pencerita berdiri di luar pecerita dan

bergerak secara bebas dari satu tokoh ke tokoh lainnya, suatu tempat

ke tempat lainnya, suatu episode ke episode lainnya, yang dapat

memberikan akses terhadap pikiran dan perasaan tokoh dengan

bebasnya. Sudut pandang orang ketiga, si pengarang memilih seorang

tokoh dan cerita, dengan demikian si tokoh menyampaikan visinya

sendiri. Sedangkan, sudut pandang dengan pencerita orang pertama,

cerita disampaikan oleh orang pertama sebagai salah satu tokoh dalam

cerita. Sudut pandang dramatik adalah bila cerita tidak disampaikan

oleh siapa pun melainkan melalui dialog dan lakuan, ketidakhadiran si

pencerita digantikan oleh percakapan, ucapan, dan tingkah laku para

tokoh.25

23

Zainuddin Fananie, Telaah Sastra, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, Cet. III,

2002), h. 93. 24

Nurgiyantoro, op. cit., h. 153-159. 25

Albertine Minderop, Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. (Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2005), h. 89-90.

Page 27: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

16

Sudut pandang terdiri dari sudut pandang persona ketiga “dia”, sudut

pandang persona pertama “aku”, dan sudut pandang campuran. Adapun

penjelasannya sebagai berikut:

a) Sudut Pandang Persona Ketiga “Dia” atau “Dia-an”

Pengarang memilih salah satu tokohnya untuk diikuti ceritanya. Lazim

juga disebut gaya “dia”. Pengarang tidak terikat cara memandang seluruh

cerita lewat watak tertentu tokoh “aku‟ lagi, tetapi lebih bebas karena

seluruh cerita mengikuti perjalanan tokoh “dia”.

Pengarang dalam cara ini masih dapat melukiskan keadaan jiwa “dia”,

tetapi tak dapat melukiskan keadaan jiwa tokoh-tokoh lain. Namun

pengarang juga masih dapat memberi komentar terhadap kelakuan dan

keadaan jiwa tokoh “dia”. Tokoh ini dalam cerita tentu saja selalu

dipanggil namanya, berbeda denga gaya “aku” yang jarang disebut

namanya oleh pengarang.26

Dalam sudut pandang orang ketiga “dia”, narator atau pencerita adalah

seseorang yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama,

misalnya Harun, Sri, John, dan sebagainya atau penggunaan kata ganti

seperti ia, dia, dan mereka. Dalam adegan percakapan antartokoh banyak

penyebutan “aku‟ dan “engkau”, sebab tokoh-tokoh “dia” oleh si pencerita

sedang dibiarkan mengungkapkan diri mereka sendiri.

Sudut pandang “dia” dapat dibedakan ke dalam dua golongan

berdasarkan tingkat kebebasan dan keterkaitan pengarang terhadap bahan

ceritanya, yaitu “dia” mahatahu apabila cerita dikisahkan dari sudut “dia”,

namun pengarang, narator, dapat menceritakan apa saja hal-hal yang

menyangkut tokoh “dia” tersebut, dan “dia” terbatas atau pengamat

apabila pengarang melukiskan apa yang dilihat, didengar, dialami, dipikir,

dan dirasakan oleh tokoh cerita, namun terbatas hanya pada seorang tokoh

saja, atau terbatas dalam jumlah yang sangat terbatas.

b) Sudut Pandang Persona Pertama “Aku” atau “Aku-an”

Dalam pengisahan cerita yang mempergunakan sudut pandang persona

pertama (first person point of view), pengarang memilih seorang tokoh

26

Jakob Sumardjo dan Saini K.M, Apresiasi Kesusastraan, (Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama, 1994), h.82-85.

Page 28: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

17

saja yang mengetahui seluruh cerita dan tokoh itu bercerita menurut apa

yang diketahui saja. Dalam karya semacam ini, pengarang menggunakan

gaya “aku” untuk bercerita. Sudut pandang persona pertama dapat

dibedakan ke dalam dua golongan berdasarkan peran dan kedudukan si

“aku” dalam cerita, yaitu “aku” tokoh utama apabila si “aku” mengisahkan

berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang bersifat

batiniah, dalam diri sendiri, maupun fisik, hubungannya dengan sesuatu

yang di luar dirinya dan “aku” tokoh tambahan apabila tokoh “aku” hadir

membawakan cerita kepada pembaca, sedang tokoh cerita yang dikisahkan

itu kemudian “dibiarkan” untuk mengisahkan sendiri berbagai

pengalamannya.27

c) Sudut Pandang Campuran

Penggunaan sudut pandang dalam sebuah novel mungkin saja lebih

dari satu teknik. Pengarang dapat berganti-ganti dari teknik yang satu ke

teknik yang lain untuk sebuah cerita yang dituliskannya. Penggunaan

sudut pandang yang bersifat campuran itu di dalam sebuah novel, mungkin

berupa penggunaan sudut pandang persona ketiga dengan teknik “dia”

mahatahu dan “dia” sebagai pengamat, persona pertama dengan teknik

“aku” sebagai tokoh utama dan “aku” tambahan atau sebagai saksi, bahkan

dapat berupa campuran antara persona pertama dan ketiga, antara “aku”

dan “dia” sekaligus.28

5) Tema

Tema dapat dipandang sebagai dasar cerita, gagasan dasar umum pada

sebuah karya sastra yang tentunya telah ditentukan sebelumnya oleh

pengarang yang dipergunakan untuk mengembangkan cerita. Tema adalah

ide yang mendasari suatu cerita.29

27

Minderop. loc. cit. 28

Nurgiyantoro. op. cit., h. 266. 29

Nurgiyantoro. op. cit., h. 70.

Page 29: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

18

Tidak berbeda halnya dengan uraian di atas, Sudjiman berpendapat

bahwa tema adalah gagasan, ide, atau pikiran utama yang mendasari

sebuah karya sastra.30

Tema dalam karya sastra letaknya tersembunyi dan harus dicari sendiri

oleh pembacanya. Pengarang atau sastrawan tidak sematamata menyatakan

apa yang menjadi inti permasalahan karyanya, meskipun kadang-kadang

memang terdapat kata-kata atau kalimat kunci dalam salah satu bagian

karya itu. Dari kalimat kunci tadi sastrawan seolah merumuskan apa yang

sebenarnya menjadi inti persoalan yang dibahas oleh karyanya.31

b. Unsur Ekstrinsik

Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar karya sastra,

tetapi secara tidak langsung ikut mempengaruhi bangunan atau sistem

organisme karya sastra.32

Ia juga dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang

mempengaruhi bangunan cerita sebuah karya sastra, tetapi tidak ikut

menjadi bagian di dalamnya. Walaupun demikian, unsur ekstrinsik cukup

berpengaruh terhadap totalitas bangunan cerita yang dihasilkan. Semi

berpendapat bahwa, struktur luar (ekstrinsik) adalah segala macam unsur

yang berada di luar suatu karya sastra yang ikut mempengaruhi kehadiran

karya sastra tersebut, misalnya faktor sosio-politik, keagamaan, dan tata

nilai yang dianut masyarakat.33

B. Nilai Moral

1. Pengertian Nilai Moral

Nilai moral . Bertens memberikan definisi moral yaitu nilai-nilai dan

norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok

dalam mengatur tingkah lakunya.34

30

Sudjiman, op. cit. h. 50. 31

Stanton. op. cit., h. 36-46 32

Nurgiyantoro. op. cit., h. 23. 33

Semi. op. cit. h. 35.

34 K. Bertens, Etika, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2007), h. 7.

Page 30: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

19

Nilai moral adalah nilai yang berhubungan dengan konsep baik dan buruk.

Nilai moral memiliki tuntunan yang lebih mendesak dan cukup serius. Ciri

dari nilai moral adalah timbulnya suara dari hati nurani yang menuduh diri

sendiri sebagai hak terbaik sehingga tidak timbul usaha meremehkan orang

lain.35

Menurut Kenny melalui Nurgiyantoro, moral dalam cerita biasanya

dimasukkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral

tertentu yang bersifat praktis, yang dapat diambil lewat cerita bersangkutan

oleh pembaca.36

Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai

yang berkenaan dengan baik dan buruk, moralitas merupakan salah satu ciri

khas manusia yang tidak dapat ditemukan pada makhluk lain, moralitas dalam

diri manusia merupakan kesadaran tentang baik dan buruk tentang yang boleh

dan dilarang, tentang yang harus dilakukan dan yang tidak pantas dilakukan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa nilai moral

merupakan ukuran atau pedoman perbuatan manusia. Seseorang dikatakan

bermoral apabila orang itu bertingkah laku sesuai dengan ukuran moral yang

dipakai di masyarakat ia tinggal, dan sebaliknya moral tidak dapat diukur

berdasarkan yang berlaku di daerah lain karena masing-masing daerah

mempunyai ukuran moral yang berbeda.

2. Tahap-Tahap Perkembangan Penalaran Moral

Kematangan moral menuntut penalaran-penalaran yang matang pula dalam

arti moral.Tujuan dari pendidikan moral adalah kematangan moral, dan jika

kematangan moral itu adalah sesuatu yang harus dikembangkan, maka para

guru dan pendidik seharusnya mengetahui proses perkembangan dan cara-cara

membantu perkembangan moral tersebut.

Adapun tahap-tahap penalaran moral menurut Kohlberg adalah sbb:

a. Tingkat Pra-Konvensional

Pada tingkat ini seseorang sangat tanggap terhadap aturan-aturan

kebudayaan dan penilaian baik dan buruk, tetapi ia menafsirkan baik dan

35

Ibid., h. 142-147. 36

Nurgiyantoro, op. cit., h. 321.

Page 31: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

20

buruk ini dalam rangka menghindari hukuman atau maksimalisasi

kenikmatan.

2. Tingkat Konvensional

Pada tingkat ini seseorang menyadari dirinya sebagai seorang individu di

tengah-tengah keluarga, masyarakat, dan bangsanya. Pada tahap ini orang

mulai cenderung bisa menyesuaikan diri dengan aturan-aturan yang ada di

lingkungannya.

3. Tahap Pasca – Konvensioanal atau Tingkat Otonom

Pada tingkat ini orang sadar bahwa hukum merupakan kontrak sosial demi

ketertiban dan kesejahteraan umum.

Berdasarkan tahapan-tahapan di atas dapat disimpulkan menjadi tahapan-

tahapan sbb:

1. tahap I : patuh pada aturan untuk menghindari hukuman

2. tahap II : menyesuaikan diiri untuk memperoleh ganjaran atau

kebaikannya mendapat balasan.

3. tahap III : menyesuaikan diri untuk menghindari ketidaksetujuan,

ketidaksenangan orang lain.

4. tahap IV : menyesauaikan diri untuk menghindari untuk menghindari

penilaian oleh otoritas resmi dan rasa diri bersalah.

5. tahap V : menyesuaikan diri untuk memelihara rasa hormat dari

orang netral yang menilai dari sudut pandang kesejahteraan masyarakat.

6. tahap VI : menyesuaikan diri untuk menghindari penghukuman atas

diri sendiri.

3. Nilai Moral Dalam Karya Sastra

Nilai moral dalam karya sastra biasanya merupakan pandangan hidup

pengarang yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai-nilai kebenaran,

dan hal itulah yang ingin disampaikan kepada pembaca.

Nurgiyantoro menyatakan bahwa, karya sastra senantiasa menawarkan

pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan,

memperjuangkan hak dan martabat manusia. Sifat-sifat luhur kemanusiaan

Page 32: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

21

bersifat universal.37

Artinya, sifat-sifat itu dimiliki dan diyakini kebenarannya

oleh manusia sejagad. Sebuah karya sastra yang menawarkan pesan moral

yang bersifat universal, biasanya akan diterima kebenarannya secara universal

pula.

Moral selain dikaji secara kognitif juga menyangkut sikap batin seseorang,

dan norma-norma moral sifatnya lebih subyektif, demikian menurut

Budiningsih.38

Dari uraian tersebut maka, moral merupakan norma tentang kehidupan

yang telah diberikan kedudukan istimewa dalam kehidupan sebuah

masyarakat yang menyangkut tentang pedoman baik dan buruk perilaku

manusia yang ditanamkan oleh pengarang di dalam karya sastra.

4. Jenis dan Wujud Nilai Moral

Setiap karya sastra pasti mengandung dan menawarkan pesan moral,

karena itu banyak sekali jenis dan wujud pesan moral yang diajarkan. Jenis

ajaran moral dapat mencakup masalah, yang bisa dikatakan tak terbatas. Hal

itu dapat mencakup seluruh persoalan hidup dan kehidupan, seluruh persoalan

yang mencakup harkat dan martabat manusia.

Menurut Nurgiyantoro secara garis besar persoalan hidup dan kehidupan

manusia itu dapat dibedakan ke dalam hubungan manusia dengan dirinya

sendiri. Persoalan manusia dengan dirinya sendiri dapat bermacam-macam

jenis dan tingkatannya. Persoalan tersebut yakni: harga diri adalah kesadaran

akan berapa besar nilai yang diberikan kepada diri sendiri. Rasa percaya diri

adalah tanggapan nilai hati terhadap keyakinan atau memastikan akan

kemampuan dirinya sendiri. Takut adalah merasa gentar dan ngeri terhadap

sesuatu yang dianggap akan mendatangkan bencana. Maut adalah kematian,

terutama tentang manusia. Rindu adalah memiliki keinginan yang kuat untuk

bertemu. Dendam adalah keinginan keras untuk membalas kejahatan.

37

Ibid., h. 322. 38

Asri Budiningsih, Pembelajaran Moral, (Jakarta: PT Rhineka Cipta, 2008), h. 69.

Page 33: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

22

Keterombang-ambingan terhadap sesuatu yaitu merasa tidak tetap hati dan

ragu-ragu.39

Hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk

hubungannya dengan lingkungan alam, dapat diartikan bahwa manusia tidak

dapat hidup tanpa manusia yang lainnya. Dalam menjalani hidup tersebut

munculah masalah-masalah yang berupa hubungan antarmanusia itu antara

lain dapat berwujud: persahabatan yang kokoh ataupun yang rapuh, kesetiaan,

pengkhianatan, kekeluargaan: hubungan suami-istri, orang tua-anak, cinta

kasih terhadap suami/istri, anak, orang tua, sesama, maupun tanah air,

hubungan buruh-majikan, atasan-bawahan dan lain-lain yang melibatkan

interaksi antarmanusia.

Hubungan manusia dengan Tuhannya, dapat diartikan sebagai cara

manusia berkomunikasi dengan Tuhan atau sebagai makhluk ciptaan dengan

penciptanya. Seringkali manusia memiliki keinginan yang tidak sejalan

dengan apa yang telah direncanakan oleh sang pencipta. Hal ini membuat

sesuatu yang tengah dijalankan oleh manusia tersebut menjadi tidak berhasil

ataupun mengadapi suatu hambatan. Berbeda halnya jika keinginan kita sesuai

dengan kehendak Tuhan sebagai pencipta manusia dan seluruh isi alam raya,

tentu akan menjadi lebih baik hal yang dilakukan tersebut.

Menurut Budiningsih pesan moral memiliki tiga macam yaitu.

a. Kepercayaan eksistensial (Iman)

Kepercayaan eksistensial atau iman adalah cara manusia mengerti dan

memandang berbagai keadaan hidupnya dalam kaitannya dengan

gambaran-gambaran yang kurang lebih bersifat sadar tentang suatu

lingkaran akhir.

b. Empati

Empati adalah kemampuan untuk memahami perasaan orang lain,

menerima sudut pandang mereka, menghargai perbedaan orang terhadap

berbagai macam hal, menjadi pendengar dan penanya yang baik.

39

Nurgiyantoro, op. cit., h. 323.

Page 34: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

23

c. Peran sosial

Peran sosial adalah latar yang memfasilitasi terjadinya perilaku moral,

serta sumbangannya terhadap perkembangan moral. Perilaku yang

dilakukan seseorang untuk menunjang kegiatan-kegiatan di masyarakat.40

Dari beberapa macam wujud moral yang diungkapkan pakar tersebut,

secara lebih jelas dapat disimpulkan bahwa nilai moral yang dianalisis dalam

penelitian ini adalah nilai moral yang berupa a) prinsip bersikap baik, b)

hormat terhadap diri sendiri, c) kerendahan hati, d) takut, dan e) keadilan.

Penjelasan dari macam-macam nilai moral tersebut adalah.

a) Sikap baik

Sikap baik adalah sikap yang mengusahakan untuk sedapat-dapatnya

mencegah akibat-akibat buruk dari tindakan yang dilakukan.

b) Hormat terhadap diri sendiri

Hormat terhadap diri sendiri adalah sikap agar mengembangkan diri dan

tidak membiarkan diri sengsara.

c) Kerendahan hati

Kerendahan hati adalah sikap tidak sombong yang memandang diri sendiri

sesuai pada kenyataan yang ada.

d) Takut

Takut adalah merasa gentar dan ngeri terhadap sesuatu yang dianggap

akan mendatangkan bencana.

e) Keadilan

Keadilan adalah sikap untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap

semua pihak.

C. Pendekatan Analitis dalam Mengapresiasi Sastra

Aminuddin menjelaskan bahwa pendekatan analitis adalah sebagai berikut:

suatu pendekatan yang berusaha memahami gagasan, cara

pengarang menampilkan gagasan atau mengimajikan ide-idenya, sikap

pengarang dalam menampilkan gagasannya, elemen instrinsik dan

mekanisme hubungan dari setiap elemen instrinsik itu sehingga mampu

40

Budiningsih, op. cit., h. 24-65.

Page 35: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

24

membangun adanya keselarasan dan kesatuan dalam rangka membangun

totalitas bentuk maupun totalitas maknanya.41

Penerapan pendekatan analitis dalam kegiatan pembelajaran karya sastra

dalam hal ini cerpen, akan sangat membantu pembaca dalam upaya mengenal

unsur-unsur instrinsik sastra yang secara aktual telah berada dalam suatu karya

sastra dan bukan dalam rumusan-rumusan atau definisi seperti yang terdapat

dalam kajian teori sastra.

Dalam pelaksanaannya, penerapan pendekatan analitis ini diawali dengan

kegiatan membaca teks secara keseluruhan. Setelah itu, pembaca menampilkan

beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan unsur-unsur instrinsik yang

membangun karya sastra yang dibacanya. Kegiatan analitis ini tidak harus

meliputi keseluruhan aspek yang terkandung di dalam suatu karya sastra. Dalam

hal ini pembaca dapat membatasi diri pada beberapa analitis instrinsik suatu karya

sastra.42

Kegiatan mengapresiasi sastra dengan menerapkan pendekatan analitis ini

dapat dianggap sebagai suatu kegiatan pembelajaran yang bersifat saintifik,

karena dalam menerapkan pendekatan itu pembaca harus berangkat dari landasan

teori tertentu, bersikap objektif, dan harus mewujudkan hasil analisis yang tepat,

sistematis, dan diakui kebanrannya oleh umum.

D. Hasil Penelitian yang Relevan

Sebuah penelitian agar mempunyai orisinalitas perlu adanya tinjauan dari

penelitian terdahulu. Hal ini berfungsi untuk memberikan pemaparan tentang

penelitian dan analisis sebelumnya yang telah dilakukan. Tinjauan dari penelitian

terdahulu merupakan uraian sistematis tentang hasil penelitian yang telah

dilakukan oleh peneliti lainnya terkait dengan masalah yang diteliti. Tinjauan

terhadap hasil penelitian dan analisis sebelumnya akan dipaparkan berkaitan

dengan penelitian yang akan dilakukan. Dengan demikian, diperlukan beberapa

penelitian yang relevan untuk mengetahui nilai moral yang terkandung dalam

cerpen.

41

Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra, (Bandung: CV. Sinar Baru, 1987), h.

44. 42

Ibid. h. 45.

Page 36: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

25

Cerpen yang digunakan dalam penelitian ini adalah cerpen yang terdapat

dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia Kelas VII berkategori buku sekolah

elektronik (BSE) dan belum ada yang meneliti sebagai skripsi. Berikut ini adalah

tiga hasil penelitian yang berhubungan dengan topik penelitian ini. Pertama,

penelitian yang berjudul “Penggunaan Model Teams Games Tournament Dalam

Pembelajaran Nilai Moral Kumpulan Cerpen Orang-Orang Kotagede Karya

Darwis Khudori Pada Siswa Kelas X Sman 15 Semarang Tahun Ajaran

2013/2014” yang dilakukan oleh Anik Widiyanti. Kedua, penelitian yang berjudul

“Nilai Moral Pada Novel Faza Faizah Karya Itmam Luthfi” yang dilakukan oleh

Diah Rahmawati. Ketiga, penelitian dengan judul “Analisis nilai moral dalam

novel pada sebuah kapal karya nh. dini dan implikasinya terhadap pembelajaran

sastra di sma/ma” yang dilakukan oleh Nani Frigiawati.

Anik Widiyanti, IKIP PGRI Semarang, Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra

Indonesia dengan judul skripsi “Penggunaan model teams games tournament

dalam pembelajaran nilai moral kumpulan cerpen orang-orang kotagede karya

darwis khudori pada siswa kelas x sman 15 semarang tahun ajaran 2013/2014”

tahun 2013. Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang akan peneliti

lakukan. Akan tetapi, objek karya sastra dan telaah moral karya sastra yang

digunakan sama, yaitu jenis karya sastra cerpen. Perbedaannya terletak pada

cerpen dan pengarang yang dijadikan objek penelitian serta teori dalam penelitian

berbeda, karena penelitian tersebut lebih mengarah pada metode pengajaran

dengan menggunakan Teams Games Tournament. Berdasarkan hasil analisis

diketahui bahwa nilai moral yang ada dalam kumpulan Orang-orang Kotagede

karya Darwis Khudori diantaranya terdapat dalam cerpen Dalam Sakit, Baong,

Tangisku Buat Bapak,dan Terimakasih, Bu Tuti!. Dalam cerpen-cerpen tersebut

terdapat banyak nilai moral yang dapat dicontoh serta diterapkan dalam kehidupan

sehari-hari. Nilai moral tersebut diantaranya: sikap baik, kejujuran, nilai-nilai

otentik, kesediaan untuk bertanggungjawab, kemandirian, takut, dan keberanian.43

43

Anik Widiyanti, “Penggunaan Model Teams Games Tournament dalam Pembelajaran

Nilai Moral Kumpulan Cerpen Orang-Orang Kotagede Karya Darwis Khudori pada Siswa Kelas X

SMAN 15 Semarang Tahun Ajaran 2013/2014”, (Skripsi S1 Fakultas Pendidikan dan Seni, IKIP

PGRI Semarang, 2013), h. viii.

Page 37: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

26

Penelitian Anik Widiyanti tersebut menggunakan pendekatan fiksi sastra dan

pendekatan moral.

Diah Rahmawati IKIP PGRI Semarang, Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra

Indonesia dengan judul skripsi berjudul “Nilai Moral Pada Novel Faza Faizah

Karya Itmam Luthfi” tahun 2011. Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian

yang akan peneliti lakukan. Akan tetapi, permasalahan penelitian yang dikaji

sama, yaitu nilai moral yang terdapat dalam suatu karya sastra. Perbedaannya

terletak pada objek yang diteliti, dimana penelitian yang dilakukan oleh Diah

Rahmawati menggunakan karya sastra novel sedangkan pada penelitian yang akan

peneliti lakukan menggunakan cerpen. Berdasarkan hasil analisis dan interpretasi

novel Faza Faizah, dapat diketahui bahwa nilai moral pada novel Faza Faizah karya

itmam luthfi mencakup: tindak tutur direktif meliputi tidak tutur direktif mengajak,

meminta, menyuruh, memohon, menyarankan, dan memerintah.44

Nani Frigiawati Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurusan

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dengan judul skripsi “Analisis nilai moral

dalam novel pada sebuah kapal karya nh. dini dan implikasinya terhadap

pembelajaran sastra di sma/ma” tahun 2013. Penelitian tersebut memiliki banyak

persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Hasil dari

penelitian ini berupa nilai-nilai moral dalam novel Pada Sebuah Kapal, terdiri

atas: 1) hubungan manusia dengan diri sendiri, meliputi: rasa ingin tahu, kerja

keras, rendah diri, menjaga kesucian diri, takut, gegabah, dan malu. 2) hubungan

manusia dengan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk hubungannya dengan

alam, terdiri atas: a) hubungan orang tua dengan anak, meliputi: kasih sayang dan

berbakti; b) hubungan suami dengan istri, meliputi: kasih sayang, kesetiaan,

keegoisan, kekasaran, pelit, acuh tak acuh, pengkhianatan, dan memaksakan

kehendak; c) hubungan atasan dengan bawahan, meliputi: tidak sewenang-wenang

dan bijaksana; serta d) hubungan manusia dengan alam, meliputi: mencintai alam

dan mencintai seni. 3) hubungan manusia dengan Tuhan, meliputi: sabar dan iri

hati. Adapun nilai moral yang dominan digambarkan pengarang ialah hubungan

44

Diah Rahmawati, “Nilai Moral pada Novel Faza Faizah Karya Itmam Luthfi”, (Skripsi

S1 Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni, IKIP PGRI Semarang, 2011), h. viii.

Page 38: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

27

manusia dengan manusia lain, yaitu hubungan kasih sayang orang tua dengan

anak dan keegoisan dalam hubungan suami dengan istri. Selain itu, penelitian ini

juga membahas unsur intrinsik sebagai acuan dalam menganalisis nilai moral

yang terdapat dalam novel.45

Peneliti sendiri melakukan penelitian dengan judul “Nilai Moral Dalam Tiga

Cerpen Pada Buku Paket Bahasa Indonesia Kelas Vii Mts Al Falah Gunungsindur

Kabupaten Bogor”. Penelitian ini menggunakan gabungan objek dari dua

penelitian sebelumnya, yaitu menggabungkan nilai moral dalam cerpen. Penelitian

ini berbeda dengan ketiga penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, karena

penelitian ini menggunakan objek cerpen yang terdapat dalam buku pelajaran

Bahasa Indonesia Kelas VII. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari

penelitian sebelumnya.

45

Nani Frigiawati, “Analisis Nilai Moral dalam Novel Pada Sebuah Kapal karya Nh.

Dini dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di SMA/MA”, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan, Unversitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), h. i.

Page 39: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

28

BAB III

TEMUAN DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

Pada Bab ini akan menjelaskan dan membahas mengenai unsur-unsur cerpen,

nilai moral dalam cerpen, serta implikasinya dalam kegiatan pembelajaran Bahasa

Indonesia. Cerpen-cerpen yang dianalisis dalam penelitian ini adalah cerpen yang

terdapat pada buku teks Bahasa Indonesia Kelas VII yang diterbitkan oleh Pusat

Perbukuan Kementrian Pendidikan Nasional.

Sebenarnya masih banyak buku teks Bahasa Indonesia Kelas VII yang

diterbitkan oleh Pusat Perbukuan Kementrian Pendidikan Nasional. Akan tetapi,

dalam penelitian ini hanya tiga buku teks Bahasa Indonesia Kelas VII yang

digunakan, yaitu buku teks yang berjudul Cakap Berbahasa Indonesia untuk Kelas

VII SMP/MTS, Berbahasa dan Bersastra Indonesia untuk SMP/MTs Kelas VII, dan

Bahasa dan Sastra Indonesia 1 untuk SMP/MTs Kelas VII.

Cerita pendek yang akan dianalisis Pada buku teks Pelajaran Bahasa

Indonesia tersebut antara lain berjudul Seruling Gembala yang terdapat pada buku

teks Cakap Berbahasa Indonesia untuk Kelas VII SMP/MTS, yang selanjutnya

peneliti sebut sebagai C1, Keysia dan Preman Tua yang terdapat dalam buku teks

Berbahasa dan Bersastra Indonesia untuk SMP/MTs Kelas VII, selanjutnya peneliti

sebut sebagai C2 dan cerpen Wajah Dibalik Jendela yang terdapat pada buku teks

Bahasa dan Sastra Indonesia 1 untuk SMP/MTs Kelas VII, yang selanjutnya peneliti

sebut sebagai C3.

A. Kajian Unsur Instrinsik Cerpen Seruling Gembala (C1)

1. Tokoh dan Penokohan

1) Tokoh

Tokoh yang terdapat dalam cerpen Seruling Gembala terdiri dari tokoh

utama dan tokoh tambahan.

Page 40: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

29

a) Tokoh Utama

Cara menentukan tokoh utama melalui (1) intensitas keterlibatan tokoh

dalam berbagai peristiwa yang membangun sebuah cerita. (2) tokoh yang

banyak berhubungan dengan tokoh lain yang ada di dalam cerita.

(1) Intensitas keterlibatan tokoh dalam berbagai peristiwa.

Tokoh yang mempunyai intensitas keterlibatan dalam berbagai

peristiwa terdapat dalam kutipan berikut.

Setiap hari Mbawa bermain di sawah kering yang baru dibelinya.

Pohon jamblang yang tumbuh di sudut timur tanah itu sangat menarik

hati Mbawa. Dahannya yang rendah dan mudah dinaiki. Dari atas

pohon itu Mbawa bisa melayangkan pandangan ke segala arah. Ke

timur tampak kampung Jala dan Teluk Bima, ke utara tampak semak

panjang menyusuri parit pinggir Kawinda, ke barat terlihat kebun

jagungnya sendiri, sedang ke selatan membentang Sobali dengan

rumput hijaunya sepanjang waktu. Di situlah anak-anak gembala dari

Daru, Pali Sambawa, dan Sondo menggembalakan kerbaunya setiap

hari.1

Kutipan tersebut menunjukkan bahwa tokoh yang mengalami

keterlibatan dalam membangun cerita adalah tokoh Mbawa. Dari kutipan

di atas terlihat bahwa, Mbawa sedang berada pada suatu tempat yang baru

dimilikinya dan sedang menikmati pemandangan disekitar tempat yang

baru dibelinya tersebut.

Keterlibatan Mbawa pada peristiwa selanjutnya dalam cerita pendek

Seruling Gembala dapat dilihat pada kutipan berikut : “Mbawa bangkit

dari tempat duduknya pada dahan pohon jamblang. Diperhatikannya baik-

baik dari mana suara itu datang”.2

1Arsyad Siddik, C1, dalam RR. Novi Kussuji Indrastuti dan Diah Erna Triningsih (eds.),

Cakap Berbahasa Indonesia untuk Kelas VII SMP/MTs, (Jakarta: Pusat Perbukuan Kementrian

Pendidikan Nasional, 2010), h. 42. 2C1., h. 43.

Page 41: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

30

Dari kutipan tersebut mamperlihatkan Mbawa sedang mencari-cari

asal suara yang indah mengalun sehingga ia beranjak dari tempat dimana

ia sedang duduk menikmati pemandangan alam sekitarnya.

Setelah Mbawa mencari-cari asal suara indah tersebut, akhirnya

Mbawa menemukannya. Berikut adalah kutipannya.

”Dari seberang. Oh, itu dia orangnya,” katanya sendirian.

Mbawa menyeberangi sungai yang tidak begitu dalam. Ditujunya anak

yang sedang meniup suling. Tetapi begitu anak itu melihat kedatangan

Mbawa, ia segera berhenti meniup.3

Kutipan di atas menggambarkan bagaimana Mbawa berusaha untuk

menghampiri asal suara indah yang didengarnya, dimana ternyata suara

indah itu adalah suara seruling yang ditiup oleh seorang anak yang sedang

duduk diseberang sungai.

Mbawa akhirnya menemui anak yang sedang meniup seruling, akan

tetapi ketika Mbawa semakin mendekati anak peniup seruling tersebut

segera berhenti meniup. Mbawa akhirnya terlibat dalam percakapan

bersama anak yang meniup seruling itu yang ternyata bernama Kawi.

Berikut adalah percakapan Mbawa dengan Kawi.

”Tiup, Bang,” kata Mbawa memanggil Abang pada Kawi.

”Di mana aku bisa mendapatkannya? Siapa yang membuatkannya?”

tanya Mbawa kepada Kawi.

”Kalau engkau mau akan kubuatkan. Di rumahku tersedia buluh

perindu seperti ini. Engkau mau ke rumahku sekarang?” tanya Kawi.4

Kutipan di atas menunjukkan bagaimana Mbawa dan Kawi saling

bercakap-cakap dan akhirnya mereka pergi bersama-sama menuju ke

rumah Kawi untuk membuat seruling.

Berdasarkan kepada beberapa kutipan di atas, cukup jelas

membuktikan bahwa Mbawa merupakan tokoh utama dalam cerita karena

3C.1

4C1.

Page 42: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

31

berdasarkan intensitas keterlibatan tokoh utama dalam peristiwa-peristiwa

yang membangun, dan tokoh utama berhubungan dengan tokoh lain.

(2) Tokoh yang banyak berhubungan dengan tokoh lain yang ada di dalam

cerita.

Dalam cerita pendek Seruling Gembala Mbawa berhubungan dengan

Kawi sebagai tokoh tambahan dalam cerita tersebut. Berikut adalah

kutipannya.

Tanpa pikir panjang Mbawa mengikuti ajakan Kawi. Sepanjang jalan

ia berpikir tentang seruling yang akan diperolehnya dari Kawi. Mbawa

menjuluki Kawi si baik hati. Dipercepat langkahnya agar lekas tiba di

rumah Kawi. Mereka memasuki sebuah kebun mangga yang teduh.

Mereka menyusuri jalan yang tidak begitu lebar. Tampaklah sebuah

kebun. Rumah panggung besar terletak di sisi kiri kebun itu. Dan pada

tanah yang luas yang terletak di hadapan rumah itu terdapat deretan

lubang-lubang. Teratur sekali lubang itu dibuat. Kawi mengambil

sebatang seruling. BBang Agus sekali kelihatannya. Diukir dengan

gambar ular yang membelit-belit. Senang sekali Mbawa memperoleh

seruling itu.5

Berdasarkan kepada kutipan diatas menunjukkan bahwa Mbawa diajak

oleh Kawi ke rumahnya untuk dibuatkan seruling. Tergambar bahwa

Mbawa sangat senang sekali dengan ajakan Kawi. Selain itu, kutipan di

atas memperlihatkan bagaimana kekaguman Mbawa ketika tiba di rumah

Kawi, hal tersebut dikarenakan terdapat seruling buatan Kawi yang

memiliki bentuk sangat indah dengan motif ukiran berbentuk ular.

Kutipan lain yang menunjukkan adanya hubungan antara Mbawa

dengan Kawi adalah sebagai berikut.

”Di mana aku bisa mendapatkannya? Siapa yang membuatkannya?”

tanya Mbawa kepada Kawi.6

5C1.

6C1.

Page 43: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

32

Dari kutipan di atas menunjukkan Mbawa sedang bertanya kepada

Kawi mengenai siapa orang yang membuat seruling. Dari dua kutipan di

atas dan beberapa kutipan sebelumnya, terlihat bahwa Mbawa memiliki

hubungan dengan Kawi.

b) Tokoh Tambahan

Kawi merupakan tokoh tambahan yang terdapat di dalam cerita

pendek Seruling Gembala, di mana Kawi merupakan seseorang yang

ditemui Mbawa saat meniup seruling.

”Tiup, Bang,” kata Mbawa memanggil Abang pada Kawi.

”Trilili, lili, li . . .,” suara serulingnya.7

Dari kutipan di atas memperlihatkan bahwa Mbawa meminta kepada

Kawi untuk terus meniup serulingnya pada saat Mbawa menghampiri

Kawi.

Berdasarkan kepada kutipan tersebut terlihat bahwa, Kawi merupakan

tokoh yang kemunculannya memiliki kaitan dengan tokoh utama.

2) Penokohan

Berikut analisis karakter dan sifat tokoh dalam cerpen Seruling Gembala.

a) Mbawa

Tokoh Mbawa digambarkan oleh pengarang seperti pada kutipan berikut.

Tanpa pikir panjang Mbawa mengikuti ajakan Kawi. Sepanjang jalan

ia berpikir tentang seruling yang akan diperolehnya dari Kawi. Mbawa

menjuluki Kawi si baik hati. Dipercepat langkahnya agar lekas tiba di

rumah Kawi. Mereka memasuki sebuah kebun mangga yang teduh.

Mereka menyusuri jalan yang tidak begitu lebar. Tampaklah sebuah

kebun. Rumah panggung besar terletak di sisi kiri kebun itu. Dan pada

tanah yang luas yang terletak di hadapan rumah itu terdapat deretan

lubang-lubang. Teratur sekali lubang itu dibuat. Kawi mengambil

sebatang seruling. BBang Agus sekali kelihatannya. Diukir dengan

7C1.

Page 44: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

33

gambar ular yang membelit-belit. Senang sekali Mbawa memperoleh

seruling itu.8

Dari kutipan di atas tokoh Mbawa adalah seorang yang memiliki sifat

yang baik, mudah bergaul, dan menyenangi seni. Terlihat dalam kutipan

bahwa tokoh Mbawa baik saat menjuluki Kawi si baik hati. Penokohannya

dilakukan oleh pengarang secara dramatik.

b) Kawi

Tokoh Kawi digambarkan pengarang seperti pada kutipan berikut.

”Kalau engkau mau akan kubuatkan. Di rumahku tersedia buluh

perindu seperti ini. Engkau mau ke rumahku sekarang?” tanya

Kawi.9

Dari kutipan di atas tokoh Kawi adalah seorang yang sangat baik, suka

menolong, dan terampil. Penokohannya dilakukan secara dramatik.

2. Latar

1) Latar tempat

Latar tempat pada cerpen ini dapat dilihat dari lokasi terjadinya peristiwa.

Dapat dibuktikan dengan kutipan berikut.

Setiap hari Mbawa bermain di sawah kering yang baru dibelinya.

Pohon jamblang yang tumbuh di sudut timur tanah itu sangat menarik

hati Mbawa. Dahannya yang rendah dan mudah dinaiki. Dari atas

pohon itu Mbawa bisa melayangkan pandangan ke segala arah. Ke

timur tampak kampung Jala dan Teluk Bima, ke utara tampak semak

panjang menyusuri parit pinggir Kawinda, ke barat terlihat kebun

jagungnya sendiri, sedang ke selatan membentang Sobali dengan

rumput hijaunya sepanjang waktu. Di situlah anak-anak gembala dari

Daru, Pali Sambawa, dan Sondo menggembalakan kerbaunya setiap

hari.10

8C1.

9C1.

10 C1., h. 42.

Page 45: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

34

Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa terdapat latar tempat yang

digunakan dalam cerpen yaitu di sebuah tanah persawahan yang berada di

pinggir suatu kampung.

Latar tempat juga diceritakan oleh pengarang seperti kutipan di bawah ini.

…. Mereka memasuki sebuah kebun mangga yang teduh. Mereka

menyusuri jalan yang tidak begitu lebar. Tampaklah sebuah kebun.

Rumah panggung besar terletak di sisi kiri kebun itu. Dan pada tanah

yang luas yang terletak di hadapan rumah itu terdapat deretan lubang-

lubang. Teratur sekali lubang itu dibuat….11

Dari kutipan di atas, tampak latar tempat terjadi di sebuah rumah yang

terletak pada sebuah kebun.

2) Latar waktu

Latar waktu pada cerpen ini dapat dilihat kapan terjadinya peristiwa

seperti pada kutipan di bawah ini.

Hari itu panas menyengat, anak-anak telah lama bermain di dalam air

melawan teriknya matahari. Tetapi satu di antara mereka itu ada yang

masih duduk-duduk. Tidak mau mandi bersama teman-temannya yang

lain. Di tangannya tergenggam sebatang seruling. Ditiupnya seruling

itu….12

Dari kutipan tersebut tampak bahwa ada latar waktu yakni pada siang hari.

3) Latar sosial

Latar sosial dapat dilihat dari status sosial tokoh, tingkat pendidikan

tokoh, kepercayaan masyarakat terhadap mitos, serta rasa keadilan terhadap

laki-laki dan perempuan. Dapat dibuktikan dengan kutipan di bawah ini.

Pada siang hari, anak-anak gembala berkumpul dan berteduh di bawah

pohon-pohon sambil menikmati ketupat bekal dari rumahnya. Jika

capek anak-anak tersebut bermain, berlompatan dan mandi sepuas-

puasnya di lubuk Diwuamarni. Terkadang terdengar anak-anak

gembala itu berpantun atau bernyanyi. 13

11

C1. 12

C1. 13

C1.

Page 46: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

35

Dari kutipan tersebut tampak bahwa latar sosial cerpen dapat diketahui

pada kata anak-anak gembala, yang berarti tokoh-tokoh dalam cerpen adalah

anak-anak gembala.

3. Alur (Plot)

Alur yang digunakan dalam Cerpen Seruling Gembala adalah alur maju.

Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam cerita ini berturut-turut menceritakan peristiwa

yang dialami oleh tokoh Mbawa dan Kawi. Dalam cerita tersebut pengarang

menggambarkan peristiwa mulai dari tokoh Mbawa bertemu dengan tokoh Kawi,

kemudian peristiwa pada saat pertemuan yang menjadi sebuah inti cerita atau konflik,

kemudian pada bagian akhir pengarang menceritakan peristiwa persahabatan Mbawa

dengan Kawi yang menunjukkan adanya penurunan konflik sebagai penyelesaian

cerita tersebut.

Pada bagian awal cerita pengarang menggambarkan suasana yang penuh

dengan keindahan dan kegembiraan pada suatu tempat di pedesaan.

Setiap hari Mbawa bermain di sawah kering yang baru dibelinya.

Pohon jamblang yang tumbuh di sudut timur tanah itu sangat menarik

hati Mbawa. Dahannya yang rendah dan mudah dinaiki. Dari atas

pohon itu Mbawa bisa melayangkan pandangan ke segala arah. Ke

timur tampak kampung Jala dan Teluk Bima, ke utara tampak semak

panjang menyusuri parit pinggir Kawinda, ke barat terlihat kebun

jagungnya sendiri, sedang ke selatan membentang Sobali dengan

rumput hijaunya sepanjang waktu. Di situlah anak-anak gembala dari

Daru, Pali Sambawa, dan Sondo menggembalakan kerbaunya setiap

hari.

Pada siang hari, anak-anak gembala berkumpul dan berteduh di bawah

pohon-pohon sambil menikmati ketupat bekal dari rumahnya. Jika

capek anak-anak tersebut bermain, berlompatan dan mandi sepuas-

puasnya di lubuk Diwuamarni. Terkadang terdengar anak-anak

gembala itu berpantun atau bernyanyi. 14

Selain itu, pengarang juga memperkenalkan tokoh-tokoh dalam cerita, yaitu

Mbawa, anak-anak desa, dan Kawi. Cerita kemudian berlanjut sampai kepada

pertemuan Mbawa dengan Kawi. Dari pertemuan itulah inti cerita (konflik) dimulai.

14

C1

Page 47: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

36

Inti cerita yang menjadi konflik dalam Cerpen Seruling Gembala

digambarkan pada kutipan berikut.

Mbawa menyeberangi sungai yang tidak begitu dalam. Ditujunya anak

yang sedang meniup suling. Tetapi begitu anak itu melihat kedatangan

Mbawa, ia segera berhenti meniup.

”Tiup, Bang,” kata Mbawa memanggil Abang pada Kawi.

”Trilili, lili, li . . .,” suara serulingnya.

”Di mana aku bisa mendapatkannya? Siapa yang membuatkannya?” tanya

Mbawa kepada Kawi.

”Kalau engkau mau akan kubuatkan. Di rumahku tersedia buluh perindu

seperti ini. Engkau mau ke rumahku sekarang?” tanya Kawi. 15

Dari kutipan di atas, terlihat bahwa tokoh Mbawa sangat antusias untuk

mengetahui siapa yang sedang meniup seruling. Tokoh Mbawa memiliki rasa ingin

tahu bagaimana seruling itu diperoleh. Tokoh Kawi yang digambarkan sebagai tokoh

peniup seruling menawarkan mengajak tokoh Mbawa ke rumahnya untuk membuat

seruling.

Penyelesaian cerita terjadi ketika tokoh Mbawa telah mendapatkan seruling

yang diberikan oleh tokoh Kawi. Sebagaimana yang digambarkan pada kutipan

berikut ini.

…..Senang sekali Mbawa memperoleh seruling itu.

”Coba kautiup, Mbawa,” kata Kawi.

”Li,li,li ….” Suara seruling itu tak menentu.

”Nanti aku ajarkan caranya selesai makan tebu,” kata Kawi.

Mbawa pulang dengan diantar oleh Kawi. Mereka bermain sampai

sore. Mbawa belajar meniup seruling kepada Kawi. Terdengar seruling

gembala. Menyertai indahnya sore di Tolononto. 16

4. Sudut Pandang

Cerpen Seruling Gembala menggunakan metode pengisahan dengan sudut

pandang persona ketiga “Dia” atau “Diaan”. Dalam cerpen ini pengarang

menggunakan nama-nama orang, sebagimana terlihat dalam kutipan berikut:

15

C1 16

C1., h. 43.

Page 48: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

37

Mbawa bangkit dari tempat duduknya pada dahan pohon jamblang.

Diperhatikannya baik-baik dari mana suara itu datang. 17

Kawi mengambil sebatang seruling. Bagus sekali kelihatannya. Diukir

dengan gambar ular yang membelit-belit. 18

Penggunaan sudut pandang dengan persona ketiga “Dia” ini pada dasarnya

menggambarkan bahwa pengarang ingin menampilkan berbagai peristiwa dalam

ceritanya berdasarkan pengalaman dan pandangan pengarang. Tokoh Mbawa dan

Kawi diceritakan berdasarkan sudut pandang pengarang. Pada bagian awal,

pengarang menceritakan tokoh Mbawa sedang bermain menikmati pemandangan di

suatu pedesaan, sampai bertemu dengan Kawi.

5. Tema

Tema yang terdapat dalam cerpen Seruling Gembala adalah tentang seorang

anak yang memiliki keinginan untuk memiliki seruling dan bisa meniupnya. Hal ini

dilatarbelakangi oleh peristiwa yang muncul dalam beberapa bagian cerita yang

menggambarkan kemunculan konflik pada saat tokoh Mbawa mendengar seruling

dan menemui Kawi si peniup seruling.

Mbawa bangkit dari tempat duduknya pada dahan pohon jamblang.

Diperhatikannya baik-baik dari mana suara itu datang.

”Dari seberang. Oh, itu dia orangnya,” katanya sendirian.

Mbawa menyeberangi sungai yang tidak begitu dalam. Ditujunya anak

yang sedang meniup suling. Tetapi begitu anak itu melihat kedatangan

Mbawa, ia segera berhenti meniup. 19

Setelah Mbawa menemui Kawi, tokoh Mbawa sangat antusias dan bertanya

tentang bagaimana memperoleh seruling dan siapa pembuatnya.

”Di mana aku bisa mendapatkannya? Siapa yang membuatkannya?”

tanya Mbawa kepada Kawi.

”Kalau engkau mau akan kubuatkan. Di rumahku tersedia buluh

perindu seperti ini. Engkau mau ke rumahku sekarang?” tanya Kawi. 20

17

C1 18

C1 19

C1. 20

C1.

Page 49: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

38

Dapat dikatakan mengapa cerpen ini diberi judul Seruling Gembala karena

permasalahan dalam cerita ini berkutat pada kisah seorang anak gembala yang

memiliki rasa ingin tahu tentang cara memainkan dan memperoleh seruling. Mbawa

dan Kawi adalah anak pedesaan yang kesehariannya menggembala ternak kerbau di

suatu tempat di pinggiran desa mereka. Pada suatu ketika mereka bertemu karena

Mbawa mendengar suara tiupan seruling yang dimainkan oleh Kawi. Karena suara

seruling tersebut akhirnya Mbawa dan Kawi menjadi sahabat.

B. Analisis Nilai Moral pada Cerpen Seruling Gembala(C1)

Cerpen yang berjudul Seruling Gembala menceritakan tentang seorang anak

gembala yang bertemu dengan anak gembala lainnya yang pandai meniup dan

membuat seruling. Tokoh Mbawa sangat tertarik dengan suara merdu seruling yang

dimainkan oleh tokoh Kawi.

Mbawa sangat mengagumi permainan dan suara merdu seruling yang

ditiupkan oleh Kawi, sehingga Mbawa berminat untuk memiliki dan belajar meniup

seruling dari Kawi. Sementara Kawi sendiri adalah tokoh yang baik hati dan

bijaksana yang dengan senang hati memberikan seruling untuk Mbawa dan

mengajarkan cara memainkan seruling tersebut.

Untuk menilai tindakan manusia, moral adalah tolak ukur yang tepat. Nilai

moral mempunyai beberapa wujud, dan wujudnya dalam cerpen ini sebagai berikut.

a. Sikap baik

Cerpen Seruling Gembala menceritakan kisah tentang seorang anak yang

sangat antusias untuk belajar meniup seruling dari salah seorang teman yang baru

dikenalnya. Kawi sebagai teman yang baru dikenal Mbawa sangat pandai

memainkan seruling dan ia pun sangat senang hati untuk berbagi ilmunya dengan

Mbawa, kendatipun Mbawa baru dikenalnya.

Moral merupakan salah satu ciri khas manusia yang tidak dapat ditemukan

pada makhluk lain. Moral dalam diri manusia merupakan kesadaran tentang baik

dan buruk, tentang yang boleh dan dilarang, tentang yang harus dilakukan dan

Page 50: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

39

yang tidak pantas dilakukan. Untuk menentukan tindakan manusia secara moral,

diperlukan tolak ukur yang tepat dan tolak ukur ini merupakan salah satu wujud

dari moral yakni sikap baik. Sikap baik pada cerpen ini dapat dilihat dari

perbuatan baik, seperti pada kutipan di bawah ini.

”Kalau engkau mau akan kubuatkan. Di rumahku tersedia buluh perindu

seperti ini. Engkau mau ke rumahku sekarang?” tanya Kawi.21

Pada kutipan tersebut tampak adanya wujud moral sikap baik yaitu

saat Kawi menawarkan untuk membuatkan seruling dan mengajak Mbawa ke

rumahnya. Tentu tak semudah itu untuk memberikan penawaran kepada

seseorang yang baru dikenal.

Pada waktu itu pasti manusia sudah memiliki moral karena moral

merupakan hal yang universal, moral adalah perbuatan atau tingkah laku atau

ucapan seseorang dalam berinteraksi dengan manusia. Apabila yang dilakukan

seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat tersebut dan

dapat diterima masyarakat maka orang itu dinilai memiliki sikap baik. Selain

itu sikap baik juga terdapat dalam kutipan di bawah ini.

”Coba kautiup, Mbawa,” kata Kawi.

”Li,li,li ….” Suara seruling itu tak menentu.

”Nanti aku ajarkan caranya selesai makan tebu,” kata Kawi.22

Pada kutipan tersebut tampak adanya wujud moral sikap baik yaitu

saat Kawi menyatakan niatnya untuk mengajarkan Mbawa memainkan

seruling. Selain itu, kutipan di atas juga menunjukkan sikap baik Kawi yang

secara tidak langsung mengajak Mbawa untuk bersama-sama makan tebu.

Selain itu sikap baik juga terdapat dalam kutipan di bawah ini.

Mbawa pulang dengan diantar oleh Kawi. Mereka bermain sampai

sore. Mbawa belajar meniup seruling kepada Kawi. Terdengar seruling

gembala. Menyertai indahnya sore di Tolononto.23

21

C1. 22

C1 23

C1.

Page 51: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

40

Pada kutipan tersebut tampak adanya sikap baik yang dimiliki oleh

Kawi yang mengantarkan pulang Mbawa ke rumahnya.

b. Nilai-nilai otentik

Yang dimaksud dengan otentik ialah asli. Manusia otentik adalah manusia

yang menghayati, menunjukkan diri sesuai dengan aslinya, dengan kepribadian yang

sebenarnya. Dalam cerpen ini dapat dilihat dari kutipan di bawah ini.

”Tiup, Bang,” kata Mbawa memanggil Abang pada Kawi.24

Dari kutipan tersebut dapat terlihat bahwa Mbawa menaruh hormat kepada

orang yang baru dikenalnya dengan memanggil Abang kepada orang lain yang dirasa

lebih tua dari nya.

Jadi, wujud nilai moral yang ada dalam cerpen ini adalah sikap baik dan nilai-

nilai otentik. Dari uraian tersebut dapat diketahui meskipun orang hidup pada zaman

kuno sampai modern saat ini manusia sudah memiliki pedoman untuk berperilaku

yakni moral. Mbawa dan Kawi adalah contoh bahwa, sikap baik, menaruh hormat,

dan persahabatan memiliki banyak manfaat dalam kehidupan.

C. Kajian Unsur Instrinsik Cerpen Keysia dan Preman Tua (C2)

1. Tokoh dan Penokohan

1) Tokoh

Tokoh yang terdapat dalam cerpen Keysia dan Preman Tua terdiri dari

tokoh utama dan tokoh tambahan.

a. Tokoh Utama

Cara menentukan tokoh utama melalui (1) intensitas keterlibatan tokoh

dalam berbagai peristiwa yang membangun sebuah cerita. (2) tokoh yang

banyak berhubungan dengan tokoh lain yang ada di dalam cerita.

(1) Intensitas Keterlibatan Tokoh dalam Berbagai Peristiwa

24

C1

Page 52: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

41

Tokoh yang mempunyai intensitas keterlibatan dalam berbagai peristiwa

terdapat dalam kutipan berikut.

Pada awal pernikahannya dengan Ibu, Bapak bekerja sebagai

buruh pabrik dan mereka bahagia dengan kehidupannya yang

dijalani dengan indah. Aku pun mendapat kasih sayang yang

penuh dari Bapak dan Ibu. Walau kami dulu tinggal di rumah

kontrakan yang terbilang sangat sempit tapi kami bahagia. Sampai

suatu saat pabrik garmen tempat Bapak dan Ibu bekerja gulung

tikar dikarenakan krisis ekonomi dan kenaikan harga BBM yang

memengaruhi kenaikan harga bahan baku dan penurunan

penjualan.25

“Bu, pabrik tempat kita bekerja tutup. Kita harus bagaimana, ya,

Bu?”

Aku ingat ucapan Bapak waktu itu, saat aku masih duduk di

bangku kelas 5 SD.26

Dari kutipan tersebut tokoh yang mengalami keterlibatan cerita adalah

Aku dan Bapak. Tampak bahwa tokoh Aku merupakan seorang anak

perempuan dari pasangan orang tua yang sangat perhatian dan penuh kasih

sayang terhadapnya. Keluarga Aku awalnya adalah keluarga kecil yang

sederhana namun penuh dengan kebahagiaan. Akan tetapi, pada suatu saat

datang cobaan yang harus dihadapi Aku dan keluarganya. Pabrik tempat

Bapak dan Ibu bekerja tutup, sehingga Aku dan keluarganya memasuki masa-

masa yang berat dan berbeda dengan masa sebelumnya.

Keterlibatan tokoh Aku dan Bapak dalam peristiwa lainnya dapat dilihat

dalam kutipan berikut.

Tetapi awan hitam masih menyelimuti keluarga kami. Ketika aku

pulang sekolah aku melihat banyak orang berlari-lari di dekat

rumah kontrakan kami sambil berteriak-teriak dan membawa

ember untuk memadamkan api. “Kebakaran... kebakaran ...,”

begitulah orang-orang berteriak. Dan begitu pilu melihat rumah

kontrakan kami habis dilalap si jago merah. Lalu aku pun panik

mencari Ibu dan Bapak.27

25

C1 26

C2 27

C2.

Page 53: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

42

Dari kutipan di atas terlihat bahwa Aku setelah pulang sekolah

menghadapi peristiwa yang sangat memilukan hatinya. Rumahnya kebakaran

dan Aku mencari kedua orang tuanya.

Kutipan berikut menunjukkan bagaimana keterlibatan tokoh Bapak dalam

peristiwa lain di dalam cerita.

Musibah yang datang tetap kami jalani sekeluarga dengan sabar,

orang tuaku begitu ikhlas menjalani semuanya. Dan Bapak pernah

berkata kepada kami sekeluarga, “Hidup itu berat, tetapi tetap

harus dijalani seberat dan sesusah apa pun. Jangan mengeluh dan

merepotkan orang lain.” Itulah prinsip Bapak. Aku salut kepada

Bapak, walau dalam keadaan susah beliau tetap tegar sebagai

tulang punggung keluarga.28

Dari kutipan di atas, Bapak memberikan nasihat kepada seluruh anggota

keluarganya agar tidak menyerah dalam mengahadapi kehidupan sesulit apa

pun.

Kutipan berikut menunjukkan pula Keterlibatan Aku dalam peristiwa

cerita lainnya.

Kulihat Ibu sedang menangis sesenggukan di pojok mushola dan

Bapak masih berusaha menyelamatkan barang berharga yang

tertinggal di rumah kami, walau memang kami sebenarnya tidak

memiliki apa pun di rumah.29

Dari kutipan tersebut Aku menghampiri ibunya yang sedang menangis

meratapi betapa malang nasib keluarganya karena rumahnya kebakaran.

Berdasarkan kepada beberapa kutipan sebelumnya dapat ditentukan

bahwa Aku dan Bapak merupakan tokoh utama dalam cerita.

(2) Tokoh yang banyak berhubungan dengan tokoh lain

28

C2. 29

C2

Page 54: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

43

Aku dan Bapak merupakan tokoh yang paling menonjol dibanding tokoh

lain, karena lebih banyak mendapat sorotan dalam cerita dan berhubungan

hampir dengan semua tokoh dalam cerita.

Tokoh yang banyak berhubungan dengan tokoh lain terdapat pada kutipan

berikut.

“Bang Roni, Ibu mana, Bapak ke mana?” tanyaku. Aku pun

menangis sekencang-kencangnya melihat kejadian itu. Seorang

yang kusapa Bang Roni, tetangga kami dalam rumah petak

kontrakan kami, mengantarkan aku ke Ibu.30

Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa Aku berhubungan dengan tokoh

Bang Roni ketika Aku menanyakan kepada Bang Roni di mana ibu dan

bapaknya.

Hubungan tokoh Aku dan Bapak dengan tokoh lain juga dapat dilihat

dalam kutipan berikut ini.

“Ini rumah baru kita Ka, Bud,” terlihat Bapak dengan muka yang

dibuat seolah Bapak bahagia dengan sesuatu yang dibilangnya

rumah, walau hanya terdiri dari tumpukan-tumpukan kardus bekas

di bawah kolong jembatan.31

Dari kutipan cerita di atas menunjukkan bahwa, Bapak mengajak Aku,

ibu, dan Budi ke sebuah tempat di kolong jembatan dan setibanya di sana

Bapak memberitahu Aku dan Budi bahwa sekarang ditempat itulah mereka

akan tinggal.

Kutipan di atas menunjukkan bahwa, Bapak dan Aku berhubungan

dengan tokoh ibu dan Budi yang meruapakan adik dari Aku.

Kutipan berikut menunjukkan hubungan antara tokoh Aku dengan tokoh

lainnya.

“Nama kamu, Ika, ya,” begitulah awal perkenalanku dengan

seorang pemuda. Namanya Iwan Subrata, seorang pegawai bank

30

C2. 31

C2

Page 55: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

44

swasta yang menaruh hati padaku. Pada awalnya aku hanya

menanggapi dingin karena aku takut berakhir dengan kekecewaan.

Tetapi Iwan berhasil meluluhkan hatiku yang membeku.32

Dari kutipan di atas Aku berkenalan dengan tokoh Iwan yang menaruh

hati terhadap tokoh Aku. Iwan mengajak berkenalan Ika (Aku), dimana pada

awalnya Aku hanya menanggapinya dengan dingin. Akan tetapi, lama-lama

hati Aku akhirnya luluh juga.

Keterlibatan tokoh Bapak dengan tokoh lainnya terlihat pula dalam

kutipan berikut ini.

“Cung, aku nggak nyangka kalo kalian tega membunuh lelaki itu.”

“Itu masalah pilihan Met, aku terdesak waktu itu, nggak ada

pilihan lain!” Bapak membela diri.

“Tapi tidak harus dengan membunuhnya, kan?”

“Aku tidak menyangka kalau sabetanku mengantarnya meregang

nyawa.”

“Bodoh, kamu! Hasil sabetanmu nyaris memutuskan lehernya,

mana mungkin nggak mati.”

“Oke, ike, aku mengaku salah. Saya kira kita tidak usah

memperpanjang masalah ini, oke.” Sahabat Bapak yang dipanggil

Memet diam.33

Dari kutipan percakapan di atas Bapak bercakap-cakap dengan temannya

mengenai peristiwa yang telah mereka alami sebelumnya. Bapak ditegur oleh

temannya karena terlalu berani dalam mengambil tindakan, di mana tindakan

pembunuhan itu seharusnya tidak dilakukan.

Berdasarkan kepada kutipan di atas, menunjukkan bahwa tokoh Bapak

berhubungan dengan tokoh lainnya dalam cerita, yaitu tokoh Memet.

Berdasarkan analisis (1) intensitas keterlibatan tokoh utama dalam

berbagai peristiwa yang membangun sebuah cerita. (2) tokoh yang banyak

berhubungan dengan tokoh lain yang ada di dalam cerita, dapat disimpulkan

32

C2 33

C2

Page 56: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

45

bahwa tokoh utama dalam cerpen Keysia dan Preman Tua karya Arianto

adalah Aku (Ika) dan Bapak.

b. Tokoh Tambahan

Tokoh tambahan dalam cerpen Keysia dan Preman Tua adalah ibu, Budi,

Memet, Iwan dan Keysia. Kehadiran tokoh-tokoh tersebut dalam cerita sangat

diperlukan untuk menunjang tokoh utama, walaupun kehadirannya tidak

begitu penting.

i. Ibu

Pada cerpen Keysia dan Preman tua kehadiran tokoh ibu merupakan

penunjang bagi tokoh Aku dan Bapak sebagai tokoh utama. Tokoh ibu

dianggap sebagai tokoh tambahan karena kehadirannya dalam cerita tidak

sebanyak tokoh Aku dan Bapak. Berikut kutipannya.

“Gusti Allah, mengapa Kau tidak berhenti memberi kami cobaan,”

begitu ratap Ibu kala itu sambil menggendong adikku, Budi, dan dalam

kondisi hamil 6 bulan. Begitu kulihat guratan kepedihan yang dialami

Ibu.34

Dari kutipan di atas tokoh Ibu hadir mendukung tokoh Aku. Tokoh Ibu

merupakan orang tua yang sangat menyayangi keluarganya.

ii. Budi

Budi merupakan tokoh tambahan dalam cerita ini. Kehadiran tokoh Budi

sebagai adik dari tokoh Aku sangat sedikit sekali. Berikut adalah kutipannya.

…. Aku dan Budi, karena tetap ingin sekolah, memutuskan untuk

mengamen di jalan. Uangnya aku kasih ke Ibu.35

“Ini uang untuk Ika dan Budi sekolah lagi, Bu,” suatu hari Bapak

menyerahkan uang kepada Ibu, “Dan Ibu, tolong jangan memulung

lagi. Sebentar lagi Ibu sudah akan melahirkan.”36

34

C2 35

C2. 36

C2.

Page 57: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

46

Dari kutipan di atas kehadiran tokoh Budi hanya sebagai pendukung bagi

tokoh utama.

iii. Memet

Memet merupakan tokoh tambahan yang mendukung tokoh Bapak dalam

cerita Keysia dan Preman Tua. Berikut adalah kutipannya.

“Cung, aku nggak nyangka kalo kalian tega membunuh lelaki itu.”

“Itu masalah pilihan Met, aku terdesak waktu itu, nggak ada pilihan

lain!” Bapak membela diri.37

Dari kutipan di atas Memet menegur Bapak karena terlalu berani

mengambil tindakan yang mengakibatkan terbunuhnya nyawa seseorang.

iv. Iwan

Iwan adalah tokoh tambahan dalam cerita ini yang kehadirannya memiliki

hubungan dengan tokoh Aku dan Bapak. Berikut adalah kutipannya.

“Nama kamu, Ika, ya,” begitulah awal perkenalanku dengan seorang

pemuda. Namanya Iwan Subrata, seorang pegawai bank swasta yang

menaruh hati padaku. Pada awalnya aku hanya menanggapi dingin

karena aku takut berakhir dengan kekecewaan. Tetapi Iwan berhasil

meluluhkan hatiku yang membeku.38

Dari kutipan di atas Iwan bertanya kepada tokoh Aku dengan maksud

untuk berkenalan. Kutipan tersebut menunjukkan bahwa, kehadiran tokoh

Iwan hanya sebagai pendukung tokoh utama.

Kutipan berikut menunjukkan kehadiran tokoh Iwan memiliki hubungan

dengan tokoh Bapak.

“Begini Pak, nama saya Iwan Subrata. Saya datang dengan maksud

ingin menikahi putri Bapak, Ika. Tapi sebelum orang tua saya datang,

saya memberanikan diri untuk menanyakan kesediaan Bapak untuk

memperbolehkan saya menikahi anak Bapak,” jelas Mas Iwan kepada

Bapak kala itu. Bapak awalnya sangat terkejut, tapi Bapak adalah

37

C2. 38

C2.

Page 58: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

47

seorang yang bijaksana dan memperbolehkan putrinya untuk dinikahi

oleh Mas Iwan.39

Dari kutipan di atas Iwan meminta ijin kepada Bapak untuk dapat

menikahi putrinya Aku. Kerena Bapak adalah orang yang sangat bijaksana,

maka Bapak memberikan ijin kepada Iwan untuk menikahi putrinya Aku.

v. Keysia

Keysia adalah tokoh tambahan yang mendukung cerita. Kehadiran tokoh

Keysia dalam cerita ini adalah sebagai anak dari Aku dan cucu dari Bapak.

Berikut adalah kutipannya.

Aku pun kini telah mempunyai seorang putri kecil yang cantik dan

ceria bernama Keysia, seorang yang sifatnya mirip Bapak, keras

kepala. Bapak kini telah meninggalkan pekerjaannya sebagai preman.

Dia membuka usaha bengkel dengan modal dibantu oleh Budi. Tetapi

mungkin rasa sakit hati Bapak terhadap Tuhan masih membekas di

hatinya. Sampai saat ini Bapak tidak mau sholat.40

Dari kutipan di atas Aku telah dikaruniai seorang anak perempuan

bernama Keysia yang sifatnya hampir sama dengan Bapak.

Kutipan berikut menunjukkan pula kehadiran tokoh Keysia dalam cerita.

Tampak sebuah senyum dari wajah Bapak seakan dia setuju tentang

apa yang telah aku terangkan kepadanya. Setelah pembicaraan itu, aku

melihat Keysia masuk ke dalam kamar, “Eh, Kakek udah bangun. Sini

Keysia ajarin cara sholat.”

“Boleh, tapi ajarinnya pelan-pelan, ya.”41

Dari kutipan di atas Keysia masuk ke dalam kamar Bapak dan menemui

bapak yang baru bangun tidur. Kemudian Keysia menawarkan kepada Bapak

untuk mengajarkan sholat dan Bapak dengan senang hati menurutinya.

2) Penokohan

a) Aku

Penokohan Aku digambarkan dalam kutipan berikut ini.

39

C2 40

C2 41

C2

Page 59: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

48

Aku sangat bersyukur karena aku bisa diterima sebagai karyawan di

kelurahan walaupun aku menjadi pegawai rendahan di kelurahan.

Dengan begitu, aku bisa sedikit mengangkat kehidupan keluargaku.

Alhamdulillah, aku bisa mengontrak rumah untuk kami sekeluarga

walau hanya sebuah rumah petak seperti rumah kontrakan kami yang

kebakaran dulu. Memang itu tekadku semenjak dulu, yaitu

mengangkat martabat keluarga, dan ibu sudah tidak aku perbolehkan

memulung lagi. Kini Ibu mulai membuka usaha menjual makan di

depan rumah kontrakan.42

………………………………….

Aku selalu mengikuti saran dari Ibu dan aku ingin berbakti kepada

kedua orang tua. Mereka sudah susah payah membesarkan aku dengan

liku hidup yang begitu sulit.43

Dari kutipan tersebut, tampak bahwa pengarang secara tidak langsung

mengungkapkan bahwa Aku adalah seorang yang tabah, patuh kepada kedua

orang tuanya, gigih, dan pandai bersyukur. Penokohannya secara dramatik.

b) Bapak

Penokohan Bapak digambarkan dalam kutipan berikut.

Musibah yang datang tetap kami jalani sekeluarga dengan sabar, orang

tuaku begitu ikhlas menjalani semuanya. Dan Bapak pernah berkata

kepada kami sekeluarga, “Hidup itu berat, tetapi tetap harus dijalani

seberat dan sesusah apa pun. Jangan mengeluh dan merepotkan orang

lain.” Itulah prinsip Bapak. Aku salut kepada Bapak, walau dalam

keadaan susah beliau tetap tegar sebagai tulang punggung keluarga.44

Dari kutipan di atas terlihat bahwa penulis menggambarkan tokoh Bapak

sebagai seseorang yang sangat tegar dan tidak ingin menyusahkan orang lain.

Penokohannya secara analitik.

c) Ibu

Penokohan ibu digambarkan dalam kutipan berikut.

42

C2 43

C2. 44

C2.

Page 60: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

49

“Sabar Pak, kita coba usaha saja,” jawab Ibu dengan penuh kesabaran.

Ibu adalah seorang yang sabar dan penyayang terhadap aku dan

adikku.45

Dari kutipan di atas pengarang secara jelas menyebutkan tokoh ibu

sebagai seorang yang sangat sabar dan penuh kasih sayang terutama kepada

anak-anaknya. Penokohannya secara analitik.

d) Budi

Penokohan Budi digambarkan dalam kutipan berikut.

Aku dan Budi, karena tetap ingin sekolah, memutuskan untuk

mengamen di jalan. Uangnya aku kasih ke Ibu.46

Dari kutipan tersebut Budi digambarkan sebagai anak yang polos,

memiliki keinginan yang kuat untuk bersekolah, dan pendiam.

Penokohannya secara dramatik.

e) Memet

Penokohan Memet digambarkan dalam kutipan berikut.

“Cung, aku nggak nyangka kalo kalian tega membunuh lelaki itu.”

“Itu masalah pilihan Met, aku terdesak waktu itu, nggak ada pilihan

lain!” Bapak membela diri.47

Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh memet adalah seseorang

yang tidak tega akan tetapi memiliki keberanian. Penokohannya secara

dramatik.

f) Iwan

Penokohan Iwan digambarkan dalam kutipan berikut ini.

“Bapak, biarlah yang dulu kekerasan hidup dan cobaan hidup berlalu.

Allah selalu menguji kita karena Allah sayang kita kan, Pak. Buktinya

kini Allah memberi sesuatu yang indah. Budi bisa kuliah seperti

mimpi Bapak dulu. Dan aku telah menikah dengan Mas Iwan, orang

45

C2. 46

C2 47

C2.

Page 61: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

50

yang menyayangi aku dan keluarga kita, serta ada Keysia, cucu Bapak

yang sangat mencintai Bapak,” ujarku.48

Dari kutipan di atas Aku mengingatkan kepada Bapak untuk menyadari

bahwa cobaan merupakan ujian dari Allah sebagai bukti bahwa Allah

menyayangi hamba-Nya. Aku juga mengatakan tentang Iwan sebagai

seseorang yang sangat mencintai Aku, Bapak, dan seluruh keluarganya. Jadi

dapat dikatakan bahwa, tokoh Iwan digambarkan sebagai orang yang

memiliki perhatian dan penuh kasih sayang. Penokohannya secara analitik.

g) Keysia

Penokohan Keysia digambarkan dalam kutipan berikut.

Aku pun kini telah mempunyai seorang putri kecil yang cantik dan

ceria bernama Keysia, seorang yang sifatnya mirip Bapak, keras

kepala. ……49

Dari kutipan di atas pengarang cukup jelas menggambarkan tokoh Keysia

sebagai seorang yang ceria dan keras kepala. Penokohannya secara analitik.

2. Latar

1) Latar Tempat

Latar tempat pada cerpen ini dapat dilihat dari lokasi terjadinya peristiwa,

seperti pada kutipan di bawah ini.

Walau kami dulu tinggal di rumah kontrakan yang terbilang sangat sempit

tapi kami bahagia.50

Dari kutipan tersebut dapat terlihat latar tempat dalam cerita yaitu pada

sebuah rumah kontrakan.

Selain kutipan tersebut terdapat kutipan lain seperti berikut ini yang

menunjukkan latar tempat terjadinya peristiwa dalam cerita.

48

C2. 49

C2. 50

C2

Page 62: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

51

Kulihat Ibu sedang menangis sesenggukan di pojok mushola dan Bapak

masih berusaha menyelamatkan barang berharga yang tertinggal di rumah

kami, walau memang kami sebenarnya tidak memiliki apa pun di rumah.51

Dari kutipan di atas latar tempat peristiwa terjadi adalah di dalam sebuah

mushola yang berada disekitar rumah kontrakannya yang terbakar. Aku

menghampiri ibunya yang sedang menangis di dalam mushola karena meratapi

nasib keluarganya yang terkena musibah kebakaran.

Kutipan berikut ini menunjukkan latar tempat lain terjadinya peristiwa.

Karena tidak memiliki uang dan apa pun, akhirnya kami dengan suatu

pilihan berat, diajak oleh Pak Nainggolan, teman Bapak sewaktu

berjualan di emperan, tinggal di bawah kolong jembatan.52

Dari kutipan di atas latar tempat terjadinya peristiwa adalah dari emperan toko

hingga ke kolong jembatan yang dijadikan sebagai tempat tinggal Aku dan

keluarganya setelah rumah kontrakannya terbakar.

2) Latar Waktu

Latar waktu pada cerpen ini dapat dilihat kapan terjadinya peristiwa seperti

pada kutipan di bawah ini.

“Bapak, kayaknya Ibu sudah mau melahirkan deh satu bulan lagi,” ucap

Ibu waktu tengah malam. Saat aku pura-pura tidur dan mendengarkan

percakapan Bapak dan Ibu.53

Dari kutipan tersebut tampak bahwa ada latar waktu yakni pada tengah

malam. Saat itu Aku mendengarkan percakapan antara Ibu dan Bapaknya

mengenai kondisi ibu yang akan segera melahirkan putranya yang ke tiga.

Selain kutipan tersebut juga terdapat latar waktu pada cerpen seperti pada

kutipan di bawah ini.

Sore itu sepulang mengamen dengan Budi, kulihat Bapak duduk diam di

pojok rumah.

“Sore, Pak, kok tidak narik, Pak?” tanyaku polos kepada Bapak.54

51

C2 52

C2. 53

C2.

Page 63: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

52

Dari kutipan tersebut tampak bahwa ada latar waktu yakni pada waktu sore

hari. Saat Aku dan Budi pulang mengamen dan Bapak sedang duduk di pojok

rumah.

Latar waktu dalam cerita juga terdapat dalam kutipan berikut.

Mas Iwan menemui Bapak pada hari Minggu sore.

“Begini Pak, nama saya Iwan Subrata. Saya datang dengan maksud ingin

menikahi putri Bapak, Ika. Tapi sebelum orang tua saya datang, saya

memberanikan diri untuk menanyakan kesediaan Bapak untuk

memperbolehkan saya menikahi anak Bapak,” jelas Mas Iwan kepada

Bapak kala itu. Bapak awalnya sangat terkejut, tapi Bapak adalah seorang

yang bijaksana dan memperbolehkan putrinya untuk dinikahi oleh Mas

Iwan.55

Dari kutipan di atas latar waktu adalah pada hari Minggu sore, di mana Iwan

menemui Bapak untuk meminta ijin menikahi Aku sebelum secara resmi Iwan

melamar Aku dengan membawa serta keluarganya.

3) Latar sosial

Latar sosial pada cerpen ini dapat dilihat dari pendidikan masyarakat. Seperti

kutipan di bawah ini.

“Bu, pabrik tempat kita bekerja tutup. Kita harus bagaimana, ya, Bu?”

Aku ingat ucapan Bapak waktu itu, saat aku masih duduk di bangku kelas

5 SD.56

Kutipan di atas menunjukkan bahwa, status sosial aku hanya mengenyam

pendidikan hingga sekolah dasar.

3. Alur (Plot)

Pada Cerpen Keysia dan Preman Tua, alur yang digunakan adalah alur maju.

Seluruh peristiwa-peristiwa dalam cerita secara berturut-turut yang dialami oleh

tokoh Ika dan keluarganya. Dalam cerpen tersebut Ika merupakan tokoh utama dan

penceritaan dilihat dari sudut pandang tokoh Ika.

54

C2. 55

C2, 56

C2

Page 64: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

53

Pada bagian awal cerita ini menggambarkan kondisi keluarga tokoh Ika yang

hidup bahagia dalam kesederhanaannya. Kemudian konflik dalam cerita ini muncul

ketika orang tua Ika tidak lagi bekerja dan rumah yang ditinggalinya mengalami

musibah kebakaran. Konflik meningkat ketika tokoh bapak (orang tua Ika) menjadi

seorang preman. Konflik kemudian mereda setelah tokoh Ika mendapatkan pekerjaan

sebagai pegawai kelurahan. Penyelesaian cerita oleh pengarang digambarkan dalam

cerita ketika tokoh Ika menikah dengan tokoh Iwan dan memiliki seorang putri

bernama Keysia. Tokoh bapak kemudian bertobat setelah tokoh Ika menikah dan

karena adanya peran dari tokoh Keysia.

4. Sudut Pandang

Sudut pandang pada cerpen Keysia dan Preman Tua menggunakan sudut

pandang persona pertama “Aku”. Persona pertama “Aku” dalam cerita tersebut

adalah Ika seorang anak perempuan yang sangat sabar dalam menjalani dan

menghadapi cobaan hidup yang dialami keluarganya dan patuh kepada kedua orang

tuanya.

Aku ingat ucapan Bapak waktu itu, saat aku masih duduk di bangku kelas

5 SD. 57

Penggunaan sudut pandang dengan persona pertama “Aku” ini pada dasarnya

menggambarkan bahwa pengarang ingin menampilkan berbagai peristiwa dalam

ceritanya berdasarkan pengalaman dan pandangan tokoh yang menjadi narator.

Tokoh “aku” dibiarkan menceritakan ceritanya berdasarkan sudut pandangnya

sendiri. Pada bagian awal, Ika menceritakan bagaimana kehidupan keluarganya mulai

dari kehidupan keluarganya yang sederhana dan bahagia, saat Ika masih duduk di

bangku sekolah dasar, sampai bertemu dengan Iwan dan menikah.

57

C2.

Page 65: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

54

5. Tema

Tema yang terdapat dalam cerita Keysia dan Preman Tua adalah tentang

perjalanan hidup sebuah keluarga yang mengalami penderitaan. Hal ini

dilatarbelakangi oleh permasalahan yang muncul dalam beberapa bagian cerita yang

mendominasi kemunculan konflik dalam keluarga yang diakibatkan adanya musibah

dan cobaan yang dialami. Tema itu dituangkan dalam beberapa bagian cerita.

Ika dan keluarganya mengalami penderitaan hidup dilatarbelakangi oleh

diberhentikannya kedua orang tuanya dari pekerjaan sebagai buruh pabrik dan

musibah kebakaran rumahnya. Setelah itu, Ika dan keluarganya harus merasakan

hidup di kolong jembatan dan bapaknya terpaksa menjadi seorang preman. Dalam

perjalanannya Ika bertemu dengan Iwan yang kemudian melamarnya. Dari

pernikahannya Iwan, Ika dikaruniai seorang putri bernama Keysia. Tokoh Bapak

kemudian bertobat setelah Keysia mengajak Bapak untuk sholat.

Jadi dapat disimpulkan bahwa, mengapa cerpen tersebut berjudul Keysia dan

Preman Tua dikarenakan permasalahan dalam cerita tersebut adalah mengisahkan

tentang suatu keluarga yang mengalami penderitaan dan berakhir dengan

kebahagiaan. Dalam penderitaan yang dialaminya, tokoh Bapak menjadi preman

karena tidak ada lagi pekerjaan yang bisa dilakukannya. Setelah kehadiran Keysia

dan keadaan keluarganya terlihat bahagia, Bapak bertobat dan kembali melaksanakan

sholat.

D. Analisis Nilai Moral pada Cerpen Keysia dan Preman Tua(C2)

Cerpen yang berjudul Keysia dan Preman Tua menceritakan tentang

kehidupan sebuah keluarga yang melewati masa-masa yang sulit. Banyak peristiwa

yang telah dialami oleh keluarga Aku, akan tetapi karena ketabahan dan kepasrahan

semua anggota keluarganya dalam menerima cobaan, akhirnya Aku dan keluarganya

memperoleh kembali kebahagiaan seperti dahulu bahkan kebahagiaannya bertambah

dengan adanya kehadiran Iwan, Keysia, dan adiknya Andi.

Page 66: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

55

Untuk menilai tindakan manusia, moral adalah tolak ukur yang tepat. Dalam

cerpen ini terdapat beberapa wujud nilai moral yang dapat dijadikan tolak ukur benar

salahnya tindakan manusia antara lain sebagai berikut.

a. Sikap baik

Cerpen Keysia dan Preman Tua menceritakan tentang kisah seorang anak

perempuan dan keluarganya dalam melewati masa-masa sulit. Pada awalnya

kehidupan Aku dan keluarganya sangat bahagia sampai tiba di mana kedua orang

tuanya kehilangan pekerjaan dan rumahnya kebakaran yang menjadi titik awal

dimulainya masa-masa sulit dalam kehidupan keluarga Aku.

Aku dan keluarganya tetap tabah dan berusaha untuk menerima keadaan

tersebut sampai pada suatu saat Aku bertemu dengan Iwan yang akhirnya menjadi

suami dari Aku. Sejak saat menikah dengan Iwan, kehidupan Aku dan

keluarganya kembali memperoleh kebahagiaan yang dulu pernah dirasakannya.

Akan tetapi, kebahagiaan yang saat ini dirasakan Aku dan keluarganya bertambah

karena kehadiran Keysia sebagai anak dari Aku dan cucu Bapak.

Salah satu wujud nilai moral adalah sikap baik, seperti pada kutipan

berikut ini.

Tampak sebuah senyum dari wajah Bapak seakan dia setuju tentang apa

yang telah aku terangkan kepadanya. Setelah pembicaraan itu, aku melihat

Keysia masuk ke dalam kamar, “Eh, Kakek udah bangun. Sini Keysia

ajarin cara sholat.”

“Boleh, tapi ajarinnya pelan-pelan, ya.”58

Dari kutipan tersebut tampak nilai moral sikap baik yang ditunjukkan oleh

Bapak terhadap Keysia. Tidak ada rasa malu dan amarah ketika Bapak ditawarkan

untuk diajarkan cara sholat oleh Keysia. Sebaliknya Bapak membalas ajakan

Keysia dengan senyuman dan menyetujuinya.

Sikap baik yang ditunjukkan oleh Bapak menunjukkan bahwa, sebagai

orang tua yang baik harus mengikuti nasihat yang berisi kebenaran, walaupun

nasihat tersebut berasal dari anak kecil yang masih polos seperti Keysia.

58

C2

Page 67: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

56

b. Kepatuhan

Kepatuhan merupakan salah satu nilai moral untuk tunduk dan mengikuti

ajaran atau nasihat dari orang tua atau pimpinan dalam melakukan sesuatu yang

baik dan benar.

Berikut adalah kutipan yang memuat nilai moral kepatuhan dalam cerita.

Aku selalu mengikuti saran dari Ibu dan aku ingin berbakti kepada kedua

orang tua. Mereka sudah susah payah membesarkan aku dengan liku

hidup yang begitu sulit.59

Kutipan tersebut menunjukkan bagaimana Aku mematuhi saran dari kedua

orang tuanya untuk selalu tabah dan tegar dalam menghadapi cobaan hidup yang

sulit. Selain itu, Aku adalah seorang yang berbakti terhadap kedua orang tuanya.

c. Kemandirian

Kemandirian bukan hanya berarti kita ikut-ikutan saja dengan berbagai

pandangan moral dalam lingkungan kita, melainkan selalu membentuk penelitian

dalam dirinya sendiri delam segala tindakan. Kemandirian adalah kekuatan batin

untuk mengetahui sikap moral sendiri dan bertindak sesuai dengannya. Seperti

dalam kutipan berikut ini.

Aku sangat bersyukur karena aku bisa diterima sebagai karyawan di

kelurahan walaupun aku menjadi pegawai rendahan di kelurahan. Dengan

begitu, aku bisa sedikit mengangkat kehidupan keluargaku.

Alhamdulillah, aku bisa mengontrak rumah untuk kami sekeluarga walau

hanya sebuah rumah petak seperti rumah kontrakan kami yang kebakaran

dulu. Memang itu tekadku semenjak dulu, yaitu mengangkat martabat

keluarga, dan ibu sudah tidak aku perbolehkan memulung lagi. Kini Ibu

mulai membuka usaha menjual makan di depan rumah kontrakan.60

Dari kutipan tersebut tampak bahwa Aku mampu untuk bertahan hidup

dan merubah kondisi kehidupan keluarganya setelah kedua orang tuanya tidak

lagi memiliki pekerjaan dan bertempat tinggal di kolong jembatan. Aku bekerja

sebagai karyawan kelurahan. Walaupun hanya sebagai pegawai rendahan di

59

C2 60

C2.

Page 68: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

57

kelurahan, tetapi Aku dapat merubah kehidupan keluarganya yaitu dengan

mengontrak rumah dan memberi modal untuk ibunya berdagang.

Jadi, wujud nilai moral dalam cerpen ini adalah sikap baik, kepatuhan, dan

kemandirian. Sikap baik tampak dari perilaku tokoh Bapak yang bersedia untuk

mengikuti nasihat tokoh Keysia untuk diajarkan sholat walaupun Keysia masih

anak-anak. Sedangkan kepatuhan merupakan sikap untuk tunduk dan mengikuti

ajaran atau nasihat dari orang tua atau pimpinan dalam melakukan sesuatu yang

baik dan benar dalam cerita ini. Dan kemandirian yang diajarkan dalam cerpen ini

merupakan kesiapan mental dan fisik untuk menerima hal yang buruk sekalipun

dan tak pernah untuk mengandalkan orang lain.

E. Analisis Unsur Instrinsik Cerpen Wajah di Balik Jendela (C3)

1. Tokoh dan Penokohan

1) Tokoh

Tokoh yang terdapat dalam cerpen Wajah di Balik Jendela terdiri dari

tokoh utama dan tokoh tambahan.

a) Tokoh Utama

Cara menentukan tokoh utama melalui (1) intensitas keterlibatan tokoh

dalam berbagai peristiwa yang membangun sebuah cerita. (2) tokoh yang

banyak berhubungan dengan tokoh lain yang ada di dalam cerita.

(1) Intensitas Keterlibatan Tokoh dalam Berbagai Peristiwa

Tokoh yang mempunyai intensitas keterlibatan dalam berbagai peristiwa

terdapat dalam kutipan berikut.

Odi tengah menyelesaikan tugas menggambarnya ketika merasa ada

yang tak beres di kamarnya. Ia segera meletakkan pensil gambarnya

dan mengamati keadaan kamar. Semua seperti biasanya. Tetapi, ketika

Odi melihat ke jendela kamar, ia baru sadar, kaca nako belum tertutup

sempurna. Angin yang bertiup masuk itulah yang membuat

perasaannya tak tenteram.61

61

C3.

Page 69: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

58

Dari kutipan di atas menunjukkan bahwa, Odi yang sedang mengerjakan

tugas sekolah dikamarnya merasakan sesuatu yang membuat perasaannya

tidak tentram. Tokoh yang terlibat dalam peristiwa pada cerita ini berdasarkan

kutipan di atas adalah Odi.

Selain itu, kutipan yang menunjukkan intensitas keterlibatan tokoh utama

dalam suatu peristiwa diperlihatkan dalam kutipan berikut.

Odi berpekik kaget. Secara spontan, ia langsung menghamburkan

langkahnya keluar kamar menuju kamar Bang Agus di sebelah

kamarnya.62

Kutipan di atas tersebut memperlihatkan Odi yang sangat ketakutan dan

berlari menuju kamar kakaknya yang berada tidak jauh dari kamar Odi.

Jadi dari kutipan-kutipan di atas disimpulkan bahwa tokoh Odi dalam

cepen Wajah di Balik Jendela adalah tokoh utama karena intensitas

keterlibatan tokoh utama dalam berbagai peristiwa dan membutuhkan waktu

penceritaan paling lama.

(2) Tokoh yang banyak berhubungan dengan tokoh lain

Tokoh yang banyak berhubungan dengan tokoh lain terdapat pada kutipan

berikut.

“Ada apa dengan kamu, Di?” tanya Bang Agus ketika melihat Odi

yang tiba-tiba masuk ke kamarnya dengan wajah pucat pasi.

“Ada hantu ... ah, atau mungkin ...” Odi gugup.63

Dari kutipan tersebut tampak bahwa Odi sangat merasakan ketakutan pada

saat menghampiri Bang Agus kakaknya. Bang Agus kemudian bertanya

kepada Odi mengapa Odi sampai terlihat begitu ketakutan. Dengan rasa panik

dan penuh ketakutan Odi menjawab pertanyaan kakanya dengan terbata-bata.

Hubungan tokoh Aku dengan tokoh lain terlihat pada kutipan berikut.

62

C3. 63

C3.

Page 70: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

59

Ketika kantuk mulai menyerang, Odi langsung merebahkan diri di

tempat tidurnya. Matanya tak mau sedikit pun melirik ke jendela

kamar. Ia ingin segera menceritakan semuanya kepada Ibek, temannya

yang senang memecahkan kejadian-kejadian aneh.

Esok harinya, ketika bertemu Ibek di sekolah, Odi langsung

menceritakan tentang wajah di balik jendela semalam.64

Dari kutipan di atas tersebut menggambarkan Odi yang sudah merasakan

kantuk merebahkan tubunya di tempat tidur. Sebelum tidur Odi berencana

untuk menceritakan kejadian yang dialaminya malam ini kepada temannya

yang bernama Ibek besok di sekolah. Kemudian keesokan harinya di sekolah,

Odi menceritakan kejadian mengenai adanya wajah di balik jendela kepada

Ibek.

Berdasarkan analisis (1) intensitas keterlibatan tokoh utama dalam

berbagai peristiwa yang membangun sebuah cerita. (2) tokoh yang banyak

berhubungan dengan tokoh lain yang ada di dalam cerita, dapat disimpulkan

bahwa tokoh utama dalam cerpen Wajah di Balik Jendela karya Benny

Ramdani adalah Odi.

b) Tokoh Tambahan

Tokoh tambahan dalam cerpen Wajah di Balik Jendela ada tiga tokoh

yaitu Bang Agus, Ibek, dan Harun. Kedudukan mereka kurang begitu penting,

namun kehadirannya diperlukan untuk menunjang tokoh utama.

(1) Tokoh Bang Agus

Bang Agus adalah kakak dari Odi. Tokoh Bang Agus merupakan tokoh

tambahan dalam cerita karena kehadirannya tidak terlalu banyak

dibandingkan dengan tokoh Odi. Berikut Kutipannya.

Bang Agus mendengus, “Buktinya di luar tidak ada apa-apa. Sudahlah,

kamu pasti lagi ngelamun yang tidak-tidak barusan,” ujar Bang Agus.

Odi ingin protes. Tetapi, dipikir-pikir percuma saja. Bang Agus pasti

akan tetap mengiranya mengada-ada.

64

C3.

Page 71: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

60

“Tirai jendelanya ditutup saja. Terus, pintu kamarnya dibuka. Nanti,

kalau kamu lihat yang aneh-aneh lagi, teriak saja,” kata Bang Agus

sambil meninggalkan Odi sendirian.65

Dari kutipan di atas tokoh Bang Agus melihat keluar jendela kamar Odi

untuk memastikan bahwa di luar jendela tidak ada apa-apa. Kemudian Bang

Agus menyarankan kepada Odi untuk menutup tirai jendela kamarnya dan

meminta Odi untuk memanggilnya apabila Odi melihat sesuatu yang aneh lagi

dari luar jendela.

Kutipan lain yang menunjukkan tokoh Bang Agus sebagai tokoh

tambahan dapat diketahui sesuai kutipan berikut.

“Beberapa hari yang lalu, aku membeli patung kayu yang dijual Husen

di pasar untuk kado ulang tahun Odi. Rupanya Husen ingin meminjam

sebentar patung kayu itu, tetapi sulit menemui aku. Makanya, dua

malam ini, ia terus melihat kamarmu untuk memastikan patung kayu

itu masih ada. Sekarang, coba kamu ambilkan patung itu,” pinta Bang

Agus.66

Kutipan di atas memperlihatkan bagaimana Bang Agus menjelaskan

bahwa hadiah patung kayu yang diberikan kepada Odi sebagai hadiah ulang

tahun ternyata dibeli dari Husen. Bang Agus melanjutkan penjelasannya

kepada Odi bahwa, Husen ingin meminjam patung kayu tersebut, maka untuk

alasan itulah Husen melihat kamar Odi dari Jendela.

(2) Tokoh Ibek

Ibek adalah tokoh tambahan dalam cerita Wajah di Balik Jendela, karena

kehadirannya dalam setiap peristiwa yang terdapat dalam cerita tidak

sebanyak tokoh utama. Kutipannya sebagai berikut.

Malamnya, Ibek sengaja belajar bersama di rumah Odi. Sesekali,

mereka memandang ke jendela. Tetapi, yang mereka harapkan tidak

muncul juga.

65

C3. 66

C3

Page 72: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

61

“Rupanya, hantu itu takut terhadapku,” bisik Ibek. Tak berapa lama

kemudian, ia pamit pulang meninggalkan rumah Odi.67

Dari kutipan di atas Ibek bermaksud untuk membantu Odi mengungkap

siapa sebenarnya wajah yang berada di balik jendela dengan cara belajar

bersama Odi pada malam hari. Pada saat belajar pandangan mereka berdua

selalu memperhatikan ke jendela kamar Odi, akan tetapi pada saat itu wajah

tersebut tidak muncul.

Kutipan lain yang memperlihatkan keterlibatan tokoh Ibek di dalam cerita

adalah sebagai berikut.

Ibek melepaskan cekalanya. Husen langsung berlari menghampiri

Bang Agus. Ibek dan Odi sama-sama ternganga ketika melihat Husen

sibuk menggerak-gerakkan tangannya dan anggota tubuh lainnya di

depan Bang Agus. Anak itu rupanya tak dapat bicara.68

Dari kutipan di atas terlihat bahwa, Ibek sedang mencekal Husen yang

ternyata orang yang wajahnya selama ini muncul di balik jendela kamar Odi.

Dikarenakan Bang Agus mengenali Husen, maka Ibek segera melepaskan

Husen. Ketika Ibek melepaskan cekalannya, Husen segera berlari

menghampiri Bang Agus. Odi dan Ibek merasa sangat kaget ketika Husen

berbicara menggunakan bahasa isyarat dengan Bang Agus, ternyata Husen

adalah seorang anak yang tuna wicara.

(3) Tokoh Husen

Tokoh Husen sebagai tokoh tambahan dalam cerita, akan tetapi

kehadirannya sangat diperlukan untuk mendukung alur cerita dan tokoh

utama. Berikut adalah kutipannya.

Odi berlari ke kamar dan kembali dengan patung kayu berbentuk kuda

di tangannya. Begitu Husen diserahi patung itu, ia buru-buru merogoh

bagian dasar patung. Ada rongga kecil di sana. Dan, dari dalamnya ia

mengambil sebentuk cincin.69

67

C3 68

C3 69

C3

Page 73: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

62

Dari kutipan di atas menggambarkan bahwa, Odi segera bergegas

mengambil patung kayu dari kamarnya dan menyerahkannya kepada Husen.

Ketika patung kayu berbentuk kuda tersebut diserahkan, Husen merogoh

rongga kecil bagian dasar patung, yang ternyata di dalamnya terdapat sebuah

cincin.

2) Penokohan

Penokohan merupakan unsur cerita yang harus ada. Sebab melalui

penokohan pembaca mengetahui dan mengenal watak para tokoh dengan cara

mengetahui gambaran ciri-ciri lahir dan sifat serta sikap hatinya yang

dimunculkan oleh pengarang. Dalam cerpen Wajah di Balik Jendela

pengarang melukiskan secara dramatik dan analitik. Penokohan dalam cerpen

Wajah di Balik Jendela adalah sebagai berikut.

a) Odi

Tokoh Odi digambarkan oleh pengarang seperti pada kutipan berikut.

Odi berpekik kaget. Secara spontan, ia langsung menghamburkan

langkahnya keluar kamar menuju kamar bang Agus di sebelah

kamarnya.

“Ada apa dengan kamu, Di?” tanya bang Agus ketika melihat Odi

yang tiba-tiba masuk ke kamarnya dengan wajah pucat pasi.

“Ada hantu ... ah, atau mungkin ...” Odi gugup.70

“Di mana?”

“Di balik jendela kamar. Aku baru saja melihatnya,” jawab Odi.71

Dari kutipan di atas tampak secara tidak langsung pengarang

menggambarkan tokoh Odi sebagai seorang yang penakut. Penokohan

dilakukan secara dramatik.

b) Bang Agus

Tokoh Bang Agus digambarkan pengarang dalam kutipan berikut.

70

C). 71

C3

Page 74: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

63

Bang Agus langsung menuju kamar Odi, diikuti Odi di belakang. Ia

segera menuju jendela dan mengamati keadaan di luar. Sepi dan tidak

ada benda apa pun yang aneh.

“Sebenarnya, apa yang kamu lihat tadi, Di?” tanya Bang Agus sekali

lagi.72

Dari kutipan di atas pengarang secara tidak langsung menggambarkan

tokoh Bang Agus sebagai seseorang yang memiliki sikap dewasa, pemberani,

dan bijaksana. Penokohan dilakukan secara dramatik.

c) Ibek

Tokoh Ibek digambarkan oleh pengarang dalam kutipan berikut.

Ketika kantuk mulai menyerang, Odi langsung merebahkan diri di

tempat tidurnya. Matanya tak mau sedikit pun melirik ke jendela

kamar. Ia ingin segera menceritakan semuanya kepada Ibek, temannya

yang senang memecahkan kejadian-kejadian aneh.73

“Rupanya, hantu itu takut terhadapku,” bisik Ibek. Tak berapa lama

kemudian, ia pamit pulang meninggalkan rumah Odi.74

Ia lari keluar kamar menuju kamar Bang Agus. Buru-buru, diseretnya

Bang Agus keluar rumah. Di halaman rumah, tepat di depan kamar

Odi, terlihat Ibek tengah bergumul seru mencekal seorang anak

sebayanya yang terus meronta.75

Dari kutipan di atas pengarang menggambarkan tokoh Ibek sebagai

seorang anak yang memiliki kemampuan untuk memecahkan misteri dan

pemberani. Penokohan dilakukan pengarang secara dramatik.

2. Latar

1) Latar Tempat

Latar tempat pada cerpen ini dapat dilihat dari lokasi terjadinya peristiwa

seperti pada kutipan berikut ini.

Odi tengah menyelesaikan tugas menggambarnya ketika merasa ada yang

tak beres di kamarnya. Ia segera meletakkan pensil gambarnya dan

mengamati keadaan kamar. Semua seperti biasanya. Tetapi, ketika Odi

72

C3 73

C3. 74

C3. 75

C3

Page 75: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

64

melihat ke jendela kamar, ia baru sadar, kaca nako belum tertutup

sempurna. Angin yang bertiup masuk itulah yang membuat perasaannya

tak tenteram.76

Dari kutipan di atas tampak jelas bahwa, latar tempat terjadinya peristiwa

dalam cerita adalah di kamar tidur Odi. Kutipan lain yang menunjukkan latar

tempat terjadinya peristiwa dalam cerita adalah sebagai berikut.

Esok harinya, ketika bertemu Ibek di sekolah, Odi langsung menceritakan

tentang wajah di balik jendela semalam.

Saat istirahat tiba, Ibek mulai beraksi menanyakan teman-teman sekelas

seputar kado yang diberikan mereka pada ulang tahun Odi. Tetapi,

jawabannya tidak memberikan hal yang berarti bagi Ibek.77

Pada kutipan tersebut tampak latar tempat yang digunakan tempat

terjadinya peristiwa dalam cerita, yaitu di sekolah. Selain itu terdapat latar

tempat lain dalam cerita seperti pada kutipan berikut ini.

Ia lari keluar kamar menuju kamar Bang Agus. Buru-buru, diseretnya

Bang Agus keluar rumah. Di halaman rumah, tepat di depan kamar Odi,

terlihat Ibek tengah bergumul seru mencekal seorang anak sebayanya yang

terus meronta.78

Dari kutipan di atas memperlihatkan bahwa, latar tempat terjadinya

peristiwa adalah di kamar bang agus kemudian menuju ke luar rumah tepatnya

di halaman rumah.

2) Latar Waktu

Latar waktu pada cerpen ini dapat dilihat dari kapan terjadinya peristiwa

dalam cerita yaitu pada waktu pagi hari seperti kutipan di bawah ini.

Esok harinya, ketika bertemu Ibek di sekolah, Odi langsung menceritakan

tentang wajah di balik jendela semalam.

Saat istirahat tiba, Ibek mulai beraksi menanyakan teman-teman sekelas

seputar kado yang diberikan mereka pada ulang tahun Odi. Tetapi,

jawabannya tidak memberikan hal yang berarti bagi Ibek.79

76

C3 77

C3 78

C3 79

C3

Page 76: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

65

Dari kutipan tersebut tampak adanya latar waktu yang digunakan untuk

menceritakan peristiwa dalam cerita, yaitu pada keesokan hari ketika Odi

menceritakan kejadian semalam yang dialaminya kepada Ibek dan pada waktu

jam istirahat ketika Ibek menanyakan kepada teman-teman sekelasnya seputar

kado hadiah ulang tahun yang diberikan kepada Odi.

Kutipan lain yang menunjukkan adanya latar waktu dalam cerita adalah

sebagai berikut.

Malamnya, Ibek sengaja belajar bersama di rumah Odi. Sesekali, mereka

memandang ke jendela. Tetapi, yang mereka harapkan tidak muncul juga.

“Rupanya, hantu itu takut terhadapku,” bisik Ibek. Tak berapa lama

kemudian, ia pamit pulang meninggalkan rumah Odi.80

Dari kutipan di atas tampak jelas bahwa, latar waktu yang terdapat pada

peristiwa dalam cerita adalah di malam hari ketika Odi dan Ibek belajar

bersama.

3) Latar Sosial

Latar sosial pada cerpen ini dapat dilihat dari status sosial tokoh-tokoh

dalam cerita dan latar belakang keluarga tokoh seperti kutipan di bawah ini.

Setelah tugas sekolahnya selesai, seperti biasa, Odi merapikan kamarnya

dahulu. Beberapa mainan yang tergeletak di lantai, dikembalikan ke

tempatnya. dua hari yang lalu, Odi baru saja merayakan pesta ulang

tahunnya. Banyak hadiah mainan, buku, dan benda pajangan diterimanya,

yang kini memenuhi kamarnya.81

Dari kutipan tersebut tampak bahwa latar belakang Odi adalah seorang

anak sekolah dan sudah tidak memiliki ayah dan ibu, karena Odi tinggal

bersama kakaknya, yaitu Bang Agus. Akan tetapi, kondisi sosial Odi

tergolong mampu. Hal tersebut terlihat dari kejadian di mana Odi merayakan

pesta ulang tahun.

80

C3. 81

C3

Page 77: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

66

3. Alur (Plot)

Cerpen Wajah di Balik Jendela menggunakan alur maju. Rangkaian peristiwa

yang terjadi dalam cerita digambarkan secara berturut-turut. Pada awal cerita

menggambarkan kegiatan tokoh Odi yang sedang mengerjakan tugas sekolah di

kamarnya. Konflik dalam cerita muncul ketika tokoh Odi merasakan ada sesuatu

yang muncul dibalik jendela kamarnya.

Konflik kemudian memuncak pada saat tokoh Odi berterika dan Ibek teman

Odi mendapatkan seseorang yang selama ini sering muncul di balik kamar jendela

Odi.

“Wajah itu lagi!” Odi langsung berteriak.

Ia lari keluar kamar menuju kamar Bang Agus. Buru-buru, diseretnya

Bang Agus keluar rumah. Di halaman rumah, tepat di depan kamar

Odi, terlihat Ibek tengah bergumul seru mencekal seorang anak

sebayanya yang terus meronta. 82

Konflik kemudian mereda pada saat tokoh Bang Agus yang merupakan kakak

dari Odi meminta Ibek untuk menghentikan pergumulan.

“Hentikan! Dia itu Husen. Aku mengenalnya,” seru Bang Agus

kemudian.

Ibek melepaskan cekalanya. Husen langsung berlari menghampiri

Bang Agus. Ibek dan Odi sama-sama ternganga ketika melihat Husen

sibuk menggerak-gerakkan tangannya dan anggota tubuh lainnya di

depan Bang Agus. Anak itu rupanya tak dapat bicara.83

Penyelesaian dari cerita Wajah di Balik Jendela terjadi ketika tokoh Bang

Agus menjelaskan kenapa tokoh Husen muncul di balik jendela kamar tokoh Odi. Hal

tersebut dipertegas dengan adanya jabat tangan sebagai tanda permohonan maaf dari

tokoh Odi dan tokoh Ibek kepada Husen.

4. Sudut Pandang

Cerpen Wajah dibalik Jendela menggunakan sudut pandang persona ketiga

“Dia” atau “Dia-an”. pada sudut persona “Dia” pengarang dalam pengisahan cerita

82

C3. 83

C3.

Page 78: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

67

berada di luar cerita, pengarang biasanya hanya menyebutkan nama atau

menggunakan kata ganti ia, dia dan mereka, sebgaimana terlihat pada kutipan berikut:

Odi tengah menyelesaikan tugas menggambarnya ketika merasa ada

yang tak beres di kamarnya. Ia segera meletakkan pensil gambarnya

dan mengamati keadaan kamar. Semua seperti biasanya. Tetapi, ketika

Odi melihat ke jendela kamar, ia baru sadar, kaca nako belum tertutup

sempurna. Angin yang bertiup masuk itulah yang membuat

perasaannya tak tenteram.84

Penggunaan sudut pandang dengan persona ketiga pada dasarnya

menggambarkan bahwa pengarang ingin menampilkan berbagai peristiwa dalam

ceritanya berdasarkan pengalaman dan pandangan pengarang itu sendiri. Pengarang

menceritakan ceritanya berdasarkan sudut pandangnya sendiri.

5. Tema

Tema pada cerpen Wajah Dibalik Jendela adalah mengenai seorang anak tuna

wicara yang selalu muncul dibalik jendela kamar Odi. Munculnya tokoh Husen

dibalik jendela kamar Odi dikarenakan Husen akan mengambil sesuatu yang terdapat

pada mainan Odi yang dibelikan kakanya dari Husen.

“Beberapa hari yang lalu, aku membeli patung kayu yang dijual Husen

di pasar untuk kado ulang tahun Odi. Rupanya Husen ingin meminjam

sebentar patung kayu itu, tetapi sulit menemui aku. Makanya, dua

malam ini, ia terus melihat kamarmu untuk memastikan patung kayu

itu masih ada. Sekarang, coba kamu ambilkan patung itu,” pinta Bang

Agus.

Odi berlari ke kamar dan kembali dengan patung kayu berbentuk kuda

di tangannya. Begitu Husen diserahi patung itu, ia buru-buru merogoh

bagian dasar patung. Ada rongga kecil di sana. Dan, dari dalamnya ia

mengambil sebentuk cincin. “Itu cincin peninggalan ibunya,” jelas

Bang Agus setelah Husen mengembalikan patung kuda kepada Odi.

Bang Agus segera meminta mereka saling bersalaman, berkenalan,

dan saling memaafkan. Tak lama kemudian, Husen langsung pulang,

disusul Ibek yang bajunya sedikit terkoyak. 85

84

C3 85

C3

Page 79: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

68

Jadi dapat dikatakan bahwa, mengapa cerita tersebut diberi judul Wajah

Dibalik Jendela. Hal tersebut karena dalam cerita berkutat pada masalah kemunculan

wajah dibalik jendela kamar tokoh Odi.

F. Analsis Nilai Moral dalam Cerpen Wajah Dibalik Jendela(C3)

Cerpen yang berjudul Wajah di Balik Jendela menceritakan tentang peristiwa

munculnya wajah seseorang di balik jendela kamar seorang anak. Odi adalah seorang

anak yatim piatu yang tinggal bersama kakanya yang bernama Agus. Odi anak yang

baik dan tergolong mampu.

Moral yang dimiliki oleh tokoh pada cerita ini dapat dijadikan pedoman atau

tolak ukur apakah tindakan manusia itu benar atau salah. Wujud nilai moral yang

terdapat dalam cerpen ini adalah sebagai berikut.

a. Sikap baik

Cerpen Wajah di Balik Jendela menceritakan tentang kisah seorang anak yang

mengalami peristiwa misterius. Peristiwa tersebut adalah munculnya sesosok

wajah di balik jendela kamarnya. Akan tetapi kemudian ternyata diketahui bahwa,

wajah di balik jendela yang misterius tersebut adalah wajah Husen seorang anak

tuna wicara yang ingin mengambil sebuah cincin dalam patung kayu yang

dimiliki oleh Odi.

Sikap baik yang ditunjukkan tokoh sebagai wujud dari nilai moral dapat

terlihat dalam kutipan berikut ini.

“Tirai jendelanya ditutup saja. Terus, pintu kamarnya dibuka. Nanti, kalau

kamu lihat yang aneh-aneh lagi, teriak saja,” kata Bang Agus sambil

meninggalkan Odi sendirian.

Odi menurut apa yang dipesan kakaknya. Kemudian, ia berusaha melupakan

kejadian yang baru dialaminya dan meneruskan pekerjaannya.86

86

C3

Page 80: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

69

Dari kutipan tersebut tampak bahwa ada sikap baik yang dimiliki oleh Bang

Agus dan Odi. Walaupun merasa terganggu dengan tindakan Odi, Bang Agus

dengan lemah lembut memberikan saran kepada Odi untuk menutup tirai jendela

kamarnya. Secara tidak langsung Bang Agus mengajarkan kepada Odi untuk

bersikap berani sebagai seorang anak laki-laki. Selain itu sikap baik juga

ditunjukkan oleh Odi. Sebagai seorang adik Odi menuruti perintah kakanya

walaupun sebenarnya Odi merasa sangat panik.

Sikap baik yang terdapat dalam cerita juga diperlihatkan dalam kutipan

berikut ini.

“Itu cincin peninggalan ibunya,” jelas Bang Agus setelah Husen

mengembalikan patung kuda kepada Odi. Bang Agus segera meminta mereka

saling bersalaman, berkenalan, dan saling memaafkan. Tak lama kemudian,

Husen langsung pulang, disusul Ibek yang bajunya sedikit terkoyak.87

Dari kutipan tersebut tampak bahwa ada sikap baik yang ditunjukkan oleh

Bang Agus, Odi, Ibek, dan Husen. Bang Agus mengajarkan untuk bisa saling

memaafkan. Kemudian Odi dan Ibek dengan senang hati bersalaman dan meminta

maaf kepada Husen. Dalam hal tersebut Ibek juga menunjukkan sikap baik

dengan meminta maaf kepada Husen walaupun pakaiannya terkoyak. Selanjutnya

Husen menunjukkan niat baiknya dengan hanya mengambil cincin peninggalan

ibunya saja dari dalam patung kayu tersebut tanpa mengambil patungnya.

b. Keberanian

Keberanian adalah ketekadan dalam bertindak mandiri, keberanian

menunjukkan tekad untuk mempertahankan sikap kesetiaan terhadap suara hati

yang menyatakan dirinya dalam kesediaan untuk mengambil resiko konflik.

Seperti pada kutipan berikut ini.

Bang Agus langsung menuju kamar Odi, diikuti Odi di belakang. Ia segera

menuju jendela dan mengamati keadaan di luar. Sepi dan tidak ada benda apa

pun yang aneh.88

87 C3

Page 81: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

70

Pada kutipan tersebut Bang Agus berusaha untuk menunjukkan sikap berani

sebagai seorang laki-laki. Dalam keadaan tersebut, Bang Agus mengajarkan

kepada Odi untuk berani menghadapi keadaan.

Jadi, wujud nilai moral dalam cerpen ini adalah sikap baik dan keberanian.

Sikap baik tampak dari perilaku beberapa tokoh yang memberikan nasihat,

memberikan maaf, dan membantu terhadap tokoh lain dalam cerpen. Sedangkan

keberanian merupakan rasa yang tak kenal takut dalam mengahdapi hal-hal yang sulit

dan menyeramkan yang dialami tokoh dalam cerpen ini.

Berdasarkan analisis yang peneliti lakukan atas tiga buah cerpen tersebut,

makka dapat terlihat bahwa nillai moral baik yang terdapat pada cerper Seruling

Gembala (C1) adalah sikap baik dan nilai otentik, pada cerpen Keysia dan Preman

tua (C2)terdapat nilai moral sikap baik, kepatuhan dan kemandirian sedangkan moral

baik yang terdapat pada cerpen Wajah di balik Jendela(C3) adalah sikap baik dan

keberanian. Jadi cerpen yang mengandung nilai moral baik paling tinggi adalah

cerpen Keysia dan Preman Tua, sebanyak 60% sedangkan pda cerpen Seruling

Gembala dan cerpen Wajah di Balik Jendela masing-masing 20%.

G. Implikasi Nilai Moral yang Terkandung dalam Cerpen pada Pembelajaran

Bahasa dan Sastra Indonesia

Tujuan utama pembelajaran sastra adalah memberikan sumbangan besar

untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang sulit dipecahkan di dalam

masyarakat. Selain itu, bagi peserta didik agar mampu menikmati dan memanfaatkan

karya sastra untuk mengembangkan karakter, memperluas wawasan, menghargai dan

membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia

Indonesia. Pembelajaran sastra yang mengapresiasi prosa rekaan atau fiksi seperti

cerpen akan mengembangkan kompetensi anak untuk memahami dan menghargai

keindahan karya sastra yang tercermin pada setiap unsur prosa rekaan dengan secara

langsung membaca karya sastranya.

Page 82: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

71

Pembelajaran sastra di sekolah melalui mata pelajaran bahasa indonesi

merupakan salah satu upaya mengatasi masalah-masalah moral di kalangan remaja

saat ini. Seorang guru dapat mengembangkan teori-teori dan model-model atau

strategi pembelajaran moral, khusunya dalam karya sastra, haruslah berpijak pada

karakteristik siswa dan budayanya.

Informasi tentang karakteristik siswa ini perlu diperhatikan oleh para guru

mapun perancang pembelajaran sebagai bahan pertimbangan yang dapat memberikan

landasan empiris mengenai perlunya penyesuaian strategi pembelajaran dengan

kondisi siswa.

Pembelajaran sastra mengenai cerpen dapat diterapkan oleh guru untuk siswa

kelas VII SMP/MTs pada standar kompetensi memahami isi berbagai teks bacaan

sastra dengan cara membaca. Standar kompetensi tersebut berkaitan dengan

kompetensi dasar menceritakan kembali cerita anak yang dibaca. Standar kompetensi

dan kompetensi dasar tersebut terdapat pada pembelajaran untuk semester satu atau

ganjil. Salah satu kelebihan cerpen sebagai bahan pembelajaran sastra adalah isinya

relatif lebih sedikit sehingga cukup memudahkan karya tersebut dipahami siswa

sesuai dengan tingkat kemampuannya masing-masing secara perorangan. Oleh karena

itu, untuk menyajikan pembelajaran mengenai cerpen guru dituntut luwes dan

menggunakan strategi kerja kelompok dengan baik.

Dalam kegiatan belajar untuk standar kompetensi dan kompetensi dasar yang

berkaitan dengan cerpen pada semester ganjil kelas VII SMP/MTs menekankan

kepada kemampuan siswa untuk dapat menyebutkan hal-hal yang menarik dan tidak

menarik disertai alasan serta menceritakan kembali isi cerita. Hal tersebut menuntut

siswa untuk dapat menganlisis isi cerpen sehingga siswa mampu untuk menyebutkan

hal-hal yang menarik dan tidak menarik dalam cerpen yang dibacanya.

Dalam kegiatan pembelajaran yang berkaitan dengan cerpen pada siswa kelas

VII SMP/MTs di semester dua atau genap, guru dapat menerapkan standar

kompetensi mengungkapkan tanggapan terhadap pembacaan cerpen dengan

Page 83: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

72

kompetensi dasar menjelaskan hubungan latar suatu cerpen (cerita pendek) dengan

realitas siswa. Pada kegiatan belajar tersebut siswa diharapkan mampu untuk

menentukan pokok-pokok peristiwa dalam cerpen, menentukan latar peristiwa pada

cerpen, dan menjelaskan hubungan cerpen dengan realitas sosial88

.

Jika dikaitkan dengan cerpen yang digunakan dalam penelitian ini, seorang

pendidik dapat memberikan rujukan kepada peserta didik untuk mampu membaca

dan menerapkan nilai-nilai yang digambarkan dalam nialai negatif misalnya

ditunjukkan pada diri Bapak dalam cerpen Keysia dan Preman Tua (C2), yaitu

sikapnya yang berprasangka buruk terhadap Tuhan. Sikap tokoh Bapak yang

demikian menyebabkan Bapak tidak mau mengerjakan sholat lima waktu. Sikap

negatif lainnya adalah seperti yang ditunjukkan oleh tokoh Odi dalam cerpen Wajah

di Balik Jendela (C3)yang menunjukkan seseorang yang penakut. Sikap penakut yang

dimiliki Odi menjadikannya sebagai anak laki-laki yang cepat panik dan berpengaruh

buruk terhadap perkembangan psikologisnya. Nilai-nilai moral yang telah dipaparkan

tersebut dapat dijadikan pedoman untuk pembentukan kepribadian dan watak peserta

didik dengan mampu membedakan manakah nilai moral yang harus ditiru dan

dihindari.

Pembelajaran nilai-nilai moral yang telah didapatkan oleh peserta didik

tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai bekal dan pegangan dalam perjalanan

hidup peserta didik sehingga peserta didik lebih bijaksana dalam menghadapi

kehidupan yang beragam seperti sekarang ini. Dengan kata lain, pembelajaran karya

sastra, dalam hal ini cerpen pun turut membantu dalam pembentukan karakter bangsa.

Jadi dapat dikatakan bahwa dalam penelitian ini memiliki implikasi terhadap

aspek lain yang relevan dan memiliki hubungan positif. Implikasi tersebut dijelaskan

sebagai berikut.

1. Implikasi teoritis

Page 84: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

73

a. Membuka wawasan yang berkaitan dengan pendalaman materi keterampilan

bersastra, khususnya karya sastra cerpen.

b. Membuka wawasan akan beragamnya cerpen yang dapat digunakan sebagai

media pembelajaran.

c. Membuka peluang dilakukannya penelitian-penelitian tentang gaya bahasa

serta nilai pendidikan.

2. Implikasi pedagogis

Menambah referensi cerpen yang dapat digunakan dalam pembelajaran

Bahasa Indonesia pada jenjang SMP Kelas VII dengan standar kompetensi

kemampuan memahami berbagai hikayat, cerpen Indonesia, cerpen terjemahan.

Cerpen yang terdapat dalam buku pelajaran Bahasa Indonesia Kelas VII dapat

digunakan sebagai media pembelajaran cerpen yang isinya tidak terlalu serius dan

mudah dipahami, namun banyak mengandung nilai-nilai pendidikan.

3. Implikasi praktis

a. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penelitian

sastra, sehingga peneliti lain akan termotivasi untuk melakukan penelitian

yang nantinya dapat diaplikasikan dalam pembelajaran di sekolah.

b. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk lebih

mencermati media pembelajaran yang tepat bagi siswa.

Page 85: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

74

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut.

1. Nilai moral yang dapat diambil dari cerpen Seruling Gembala karya Arsyad

Siddik, adalah sikap baik dan nilai-nilai otentik. Dari uraian tersebut dapat

diketahui meskipun orang hidup pada zaman kuno sampai modern saat ini

manusia sudah memiliki pedoman untuk berperilaku yakni moral. Mbawa dan

Kawi adalah contoh bahwa, sikap baik, menaruh hormat, dan persahabatan

memiliki banyak manfaat dalam kehidupan. Nilai moral yang dapat diambil

dari cerpen Keysia dan Preman Tua karya Arianto adalah sikap baik,

kepatuhan, dan kemandirian. Sikap baik tampak dari perilaku tokoh Bapak

yang bersedia untuk mengikuti nasihat tokoh Keysia untuk diajarkan sholat

walaupun Keysia masih anak-anak. Sedangkan kepatuhan merupakan sikap

untuk tunduk dan mengikuti ajaran atau nasihat dari orang tua atau pimpinan

dalam melakukan sesuatu yang baik dan benar dalam cerita ini. Dan

kemandirian yang diajarkan dalam cerpen ini merupakan kesiapan mental dan

fisik untuk menerima hal yang buruk sekalipun dan tak pernah untuk

mengandalkan orang lain. Sedangkan nilai moral yang dapat dipetik dari

cerpen Wajah dibalik Jendela karya Benny Ramdani adalah sikap baik dan

keberanian.

2. Nilai-nilai moral dalam cerpen pada Buku Bahasa Indonesia untuk Kelas VII

SMP/MTs tersebut, dapat diimplikasikan pada pembelajaran Bahasa dan

Sastra Indonesia di tingkat SMP/MTs kelas VII, dalam aspek membaca.

Dalam pembelajaran ini, kompetensi yang harus dicapai peserta didik ialah

menganalisis teks cerpen baik melalui lisan maupun tulisan, menjelaskan

unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam cerpen, serta menemukan wujud

nilai moral meliputi hubungan manusia dengan diri sendiri, dengan manusia

lain dalam lingkup sosial termasuk dengan alam, dan dengan Tuhan, yang

Page 86: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

75

terkandung dalam cerpen. Pembelajaran nilai-nilai moral yang telah

didapatkan oleh peserta didik tersebut diharapkan dapat dijadikan sebagai

bekal dan pegangan dalam perjalanan hidup peserta didik sehingga peserta

didik lebih bijaksana dalam menghadapi kehidupan yang beragam seperti

sekarang ini. Dengan kata lain, pembelajaran karya sastra, dalam hal ini

cerpen pun turut membantu dalam pembentukan karakter bangsa.

B. Saran

Berdasarkan kepada beberapa simpulan yang telah diuraikan di atas, ada

beberapa saran yang diajukan oleh penulis, antara lain adalah:

1. Diharapkan pembelajaran karya sastra, khususnya dalam hal apresiasi, tidak

hanya ditekankan pada unsur intrinsiknya saja, tetapi juga ekstrinsik. Hal ini

dikarenakan, kedua unsur tersebut saling berkaitan satu sama lainnya sehingga

tidak dapat dipisahkan begitu saja.

2. Cerpen yang terdapat pada Buku Bahasa Indonesia untuk Kelas VII SMP/MTs

merupakan cerpen yang menarik dengan bahasa yang mudah dimengerti

peserta didik. Untuk itu, diharapkan bagi pendidik dapat menggunakan cerpen

tersebut sebagai salah satu media pembelajaran sastra nantinya.

3. Pembelajaran nilai moral yang tertuang dalam cerpen pada Buku Bahasa

Indonesia untuk Kelas VII SMP/MTs diharapkan dapat menjadi panutan

terhadap perilaku peserta didik dalam kehidupannya sehari-hari dengan

mampu membedakan sikap yang baik dengan buruk dan patut ditiru ataupun

tidak.

Page 87: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

76

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: CV. Sinar Baru, 1987.

Anik Widiyanti, “Penggunaan Model Teams Games Tournament dalam

Pembelajaran Nilai Moral Kumpulan Cerpen Orang-Orang Kotagede

Karya Darwis Khudori Pada Siswa Kelas X Sman 15 Semarang Tahun

Ajaran 2013/2014”, Skripsi pada Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra

Indonesia, IKIP PGRI Semarang, 2013. tidak dipublikasikan.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT

Rhineka Cipta, 2010.

Bertens, K. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2007.

Budiningsih, Asri. Pembelajaran Moral. Jakarta: PT Rhineka Cipta, 2008.

Diah Rahmawati, “Nilai Moral Pada Novel Faza Faizah Karya Itmam Luthfi”,

Skripsi pada Jurusan Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, IKIP PGRI

Semarang, 2011. tidak dipublikasikan.

Fenanie, Zaenuddin. Telaah Sastra. Surakarta: Muhammadiyah University Press,

Cet.III2002.

Hayati, A. dan Masnur Muslich. Latihan Apresiasi Sastra. Surabaya: Triana

Media, tanpa tahun.

Indrastuti, RR. Novi Kusuji dan Diah Erna Triningsih. Cakap Berbahasa

Indonesia Untuk Kelas VII SMP/MTs. Jakarta: Pusat Perbukuan

Kementrian Pendidikan Nasional. 2010.

Maryati dan Sutopo. Bahasa dan Sastra Indonesia 1 Untuk SMP dan MTs Kelas

VII. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. 2008.

Minderop, Albertine. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2005.

Nani Frigiawati, “Analisis Nilai Moral dalam Novel Pada Sebuah Kapal Karya

NH. Dini dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA/MA”,

Skripsi pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, UIN Syarif

Hidayatullah, 2013. tidak dipublikasikan.

Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada

University Press, 2010.

Page 88: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

77

Ratna, Nyoman Kutha. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra dari

Strukturalisme Hingga Postrukturalisme Perspektif Wacana Naratif.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.

Sayuti, A. Suminto. Cerita Rekaan. Jakarta: Universitas Terbuka, 2007.

Semi, M. Atar. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya, 1980.

Stanton, Robert. Teori Fiksi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.

Sudjiman, Panuti. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya, 1988.

Sumardjo, Jakob dan Saini K.M. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 1994.

Wirajaya, Asep Yudha dan Sudarmawati. Berbahasa dan Bersastra Indonesia 1

Untuk Kelas VII SMP dan MTs. Jakarta: Pusat Perbukuan Kementrian

Pendidikan Nasional. 2010.

Burhan Nurgiyantoro Teori Pengkajian Fiksi Gajah Mada University Press

Yogyakarta, 1994.

C.Asri Budiningsih Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta

Pembelajaran Moral PT Rineka Cipta 2008.

Page 89: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Nama Sekolah : MTs AL FALAH

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas/Semester : VII/1

Pertemuan Ke- : 1-3

Alokasi Waktu : 6 × 40 menit

Standar Kompetensi : 7. Memahami isi berbagai teks bacaan sastra dengan membaca

Kompetensi Dasar : 7.1. Menceritakan kembali cerita anak yang dibaca

I. Tujuan Pembelajaran

Setelah mengikuti pembelajaran ini, Peserta didik mampu

- menyebutkan hal-hal yang menarik dan tidak menarik disertai alasan;

- menceritakan kembali isi cerita.

Karakter siswa yang diharapkan : Dapat dipercaya ( Trustworthines)

Tekun ( diligence )

Tanggung jawab ( responsibility )

Berani ( courage )

II. Materi Ajar

Teks cerpen

III. Metode Pembelajaran

Contoh

Tanya jawab

Latihan

IV. Langkah-Langkah Pembelajaran

Pertemuan Pertama, Kedua dan ketiga

A. Kegiatan Awal

Apersepsi :

- Menyampaikan pengantar awal tentang kegemaran membaca dan segala

Motivasi :

- hal yang berkaitan dengan cerita terjemahan

B. Kegiatan Inti

Eksplorasi

Dalam kegiatan eksplorasi, guru:

mampu bercerita dengan urutan yang baik,suara,lafal, intonasi, gesture dan mimik yang

tepat

melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema

materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan

belajar dari aneka sumber;

menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber

belajar lain;

memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan

guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;

melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran; dan

memfasilitasi peserta didik Menceritakan buku cerita yang pernah dibaca

Page 90: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

Elaborasi

Dalam kegiatan elaborasi, guru:

memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk

memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;

memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan

bertindak tanpa rasa takut;

memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;

memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi

belajar;

memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan

maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;

memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok;

memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang

dihasilkan;

memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan

rasa percaya diri peserta didik.

Menanggapi cerita teman

Membaca cerita ”Ikan bagi Sang Guru”

Menyebutkan tokoh cerita disertai dengan bukti pendukung

Bertanya jawab tentang hal-hal menarik pada cerita

Mengidentifikasi peristiwa pada cerita

Mengerjakan latihan pada buku siswa

Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi, guru:

memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat,

maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik,

memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui

berbagai sumber,

memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar

yang telah dilakukan,

memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam

mencapai kompetensi dasar:

berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta

didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan

benar;

membantu menyelesaikan masalah;

memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi;

memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh;

memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi

aktif.

C.Kegiatan Penutup

Dalam kegiatan penutup, guru:

bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan

pelajaran;

melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan

secara konsisten dan terprogram;

memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;

Page 91: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program

pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual

maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik;

menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

V. Sumber/Bahan/Alat

- Cerita dari majalah, surat kabar, buku kumpulan cerpen

- VCD

- Narasumber

- Buku Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

VI. Penilaian

Indikator Pencapaian

Kompetensi

Penilaian

Teknik

Penilaian

Bentuk

Penilaian Instrumen

Mampu menentukan

pokok-pokok cerita anak

yang dibaca

Mampu merangkai

pokok-pokok cerita anak

menjadi urutan cerita

Mampu menceritakan

kembali cerita dengan

bahasa sendiri secara

lisan maupun tulis.

Penugasan

individual/

kelompok

Tes

praktik/kin

erja

Proyek

Uji petik

kerja

Tentukan pokok-pokok

cerita anak yang kamu

baca!

Rangkailah pokok-pokok

cerita itu menjadi urutan

cerita!

Ceritakanlah secara tertulis

dan/atau lisan dengan

bahasamu sendiri cerita

anak yang kamu baca!

Bentuk tes: lisan

No Aspek Penilaian Bobot Nilai

1 Mengidentifikasi tema, latar, perwatakan, dan nilai dalam

cerita anak terjemahan disertai bukti berupa kutipan cerita

a. Semua benar (3)

b. Sebagian besar benar (2)

c. Sebagian besar salah (1)

5

2 Mengapresiasi karya sastra 5

a. Baik (3)

b. Kurang baik (2)

c. Tidak baik (1)

5

3 Membuat kalimat positif dan negatif

a. Benar (3)

b. Kurang benar (2)

c. Tidak benar (1)

5

Keterangan

Skor maksimum 3 (3 × 5) = 45

Nilai akhir : Skor yang diperoleh

X 100

Skor maksimak

Page 92: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

Mengetahui,

Kepala Sekolah

MTs AL FALAH

SANUSI, S.Pd.I., M.M.

Bogor, Juli 2014

Guru Mata Pelajaran

MARYATI

Page 93: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

(RPP)

Nama Sekolah :SMP PLUS DARUSSOLIHIN

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia

Kelas/Semester : VII/2

Alokasi Waktu : 4 × 40 menit (2 kali pertemuan)

Standar Kompetensi : 14. Mengungkapkan tanggapan terhadap pembacaan cerpen

Kompetensi Dasar : 14.2. Menjelaskan hubungan latar suatu cerpen (cerita pendek)

dengan realitas siswa

I. Tujuan Pembelajaran

Setelah mengikuti pembelajaran ini, Peserta didik mampu

• menentukan pokok-pokok peristiwa dalam cerpen;

• menentukan latar peristiwa pada cerpen;

• menjelaskan hubungan cerpen dengan realitas sosial.

Karakter siswa yang diharapkan : Dapat dipercaya ( Trustworthines)

Rasa hormat dan perhatian ( respect )

Tekun ( diligence )

Tanggung jawab ( responsibility )

Berani ( courage )

Ketulusan ( Honesty )

II. Materi Ajar

Cerita pendek

III. Metode Pembelajaran

- Tanya jawab - Latihan

- Contoh

IV. Langkah-Langkah Pembelajaran

Pertemuan Pertama dan kedua :

A. Kegiatan Awal

Apersepsi

• Membuka kembali ingatan Peserta didik mengenai identifikasi latar dan penokohan

Motivasi :

• Meringkas cerita dari buku yang telah dibaca

B. Kegiatan Inti

Eksplorasi

Dalam kegiatan eksplorasi, guru:

mampu bercerita dengan urutan yang baik,suara,lafal, intonasi, gesture dan mimik yang

tepat

melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema

materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan

belajar dari aneka sumber;

menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber

belajar lain;

memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan

guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya;

Page 94: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran; dan

memfasilitasi peserta didik Menjelaskan hubungan latar suatu cerpen (cerita pendek)

dengan realitas siswa.

Elaborasi

Dalam kegiatan elaborasi, guru:

memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk

memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis;

memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif;

Membaca cerpen ”Dia yang Tereliminasi”

Memberikan pendapat terhadap isi cerpen ”Dia yang Tereliminasi”

memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi

belajar;

memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan

maupun tertulis, secara individual maupun kelompok;

memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok;

memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang

dihasilkan;

memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan

rasa percaya diri peserta didik.

Konfirmasi

Dalam kegiatan konfirmasi, guru:

memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat,

maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik,

memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui

berbagai sumber,

memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar

yang telah dilakukan,

memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh pengalaman yang bermakna dalam

mencapai kompetensi dasar:

berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta

didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan

benar;

membantu menyelesaikan masalah;

memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi;

memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh;

memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi

aktif.

C. Kegiatan Akhir

Dalam kegiatan penutup, guru:

bersama-sama dengan peserta didik dan/atau sendiri membuat rangkuman/simpulan

pelajaran;

melakukan penilaian dan/atau refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan

secara konsisten dan terprogram;

memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;

merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program

pengayaan, layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual

maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik;

Page 95: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

V. Sumber/Alat/bahan

Cerita pendek

Novel, cerpen

Buku Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

VI. Penilaian

Indikator Pencapaian

Kompetensi

Penilaian

Teknik

Penilaian

Bentuk

Penilaian Instrumen

Mampu mendata latar

cerpen

Mampu mengaitkan latar

cerpen dengan realitas

sosial masa kini

Tes lisan

Daftar

pertanyaan

Bagaimanakah latar yang

terdapat di dalam cerpen

yang kamu dengarkan?

Bagaimanakah

keterkaitan antara latar

yang terdapat di dalam

cerpen yang kamu

dengarkan dengan realitas

kehidupan masa kini?

Bentuk tes: lisan dan tertulis

No Aspek Penilaian Bobot Nilai

1 Meringkas peristiwa pada cerita pendek

a. Benar semua (3)

b. Benar sebagian (2)

c. Salah semua (1)

5

2 Menjelaskan latar suatu cerpen

a. Tepat (3)

b. Kurang tepat (2)

c. Tidak tepat (1)

5

3 Mengidentifikasi peristiwa dalam cerpen

a. Tepat (3)

b. Kurang tepat (2)

c. Tidak tepat (1)

5

Keterangan

Skor maksimum 3 (3 × 5) = 45

Nilai akhir : Skor yang diperoleh

X 100

Skor maksimak

Mengetahui,

Kepala Sekolah

MTs AL FALAH

Sanusi, S.Pd.I., MM

NIP / NIK : ...................................

Bogor, Juli 2012

Guru Mapel BHS. Indonesia

Maryati

NIP / NIK : ..............................

Page 96: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

1

Seruling Gembala,

Karya: Arsyad Siddik

Pada siang hari, anak-anak gembala berkumpul dan berteduh di bawah pohon-pohon

sambil menikmati ketupat bekal dari rumahnya. Jika capek anak-anak tersebut bermain,

berlompatan dan mandi sepuas-puasnya di lubuk Diwuamarni. Terkadang terdengar anak-

anak gembala itu berpantun atau bernyanyi.

Hari itu panas menyengat, anak-anak telah lama bermain di dalam air melawan

teriknya matahari. Tetapi satu di antara mereka itu ada yang masih duduk-duduk. Tidak mau

mandi bersama teman-temannya yang lain. Di tangannya tergenggam sebatang seruling.

Ditiupnya seruling itu. Setiap hari Mbawa bermain di sawah kering yang baru dibelinya.

Pohon jamblang yang tumbuh di sudut timur tanah itu sangat menarik hati Mbawa yang

rendah dan mudah dinaiki. Dari atas pohon itu Mbawa bisa melayangkan pandangan ke

segala arah. Ke timur tampak kampung Jala danTeluk Bima, ke utara tampak semak panjang

menyusuri parit pinggir Kawinda, ke barat terlihat kebun jagungnya sendiri, sedang ke

selatan membentang Sobali dengan rumput hijaunya sepanjang waktu. Di situlah anak-anak

gembala dari Daru, Pali Sambawa, dan Sondo menggembalakan kerbaunya setiap hari.

Terdengarlah alunan suara buluh perindu itu memecah kesunyian. Lagu-lagu klasik

Bima dibawakannya dengan baik. Lancar sekali jari-jarinya menekan lubang yang berderet.

Mbawa bangkit dari tempat duduknya pada dahan pohon jamblang. Diperhatikannya baik-

baik dari mana suara itu datang.

”Dari seberang. Oh, itu dia orangnya,” katany asendirian. Mbawa menyeberangi

sungai yang tidak begitu dalam. Ditujunya anak yang sedang meniup suling. Tetapi begitu

anak itu melihat kedatangan Mbawa, ia segera berhenti meniup.

”Tiup, Bang,” kata Mbawa memanggil Abang pada Kawi.

”Trilili, lili, li . . .,” suara serulingnya.

”Di mana aku bisa mendapatkannya? Siapa yang membuatkannya?” tanya Mbawa

kepada Kawi.

”Kalau engkau mau akan kubuatkan. Dirumahku tersedia buluh perindu seperti ini.

Engkau mau ke rumahku sekarang?” tanya Kawi.

Tanpa pikir panjang Mbawa mengikuti ajakan Kawi. Sepanjang jalan ia berpikir tentang

seruling yang akan diperolehnya dari Kawi. Mbawa menjuluk iKawi si baik hati.

Dipercepat langkahnya agar lekas tiba di rumah Kawi. Mereka memasuki sebuah

kebun mangga yang teduh. Mereka menyusuri jalan yang tidak begitu lebar. Tampaklah

sebuah kebun. Rumah panggung besar terletak di sisi kiri kebun itu. Dan pada tanah yang

luas yang terletak di hadapan rumah itu terdapat deretan lubang-lubang. Teratur sekali lubang

itu dibuat. Kawi mengambil sebatang seruling .Bagus sekali kelihatannya. Diukir dengan

gambar ular yang membelit-belit. Senang sekali Mbawa memperoleh seruling itu.

”Coba kau tiup, Mbawa,” kata Kawi.

”Li,li,li ….” Suara seruling itu tak menentu.

”Nanti aku ajarkan caranya selesai makan tebu,”kata Kawi.

Page 97: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

2

Mbawa pulang dengan diantar oleh Kawi. Mereka bermain sampai sore. Mbawa

belajar meniup seruling kepada Kawi. Terdengar seruling gembala. Menyertai indahnya sore

di Tolononto.*****

Page 98: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

3

Keysia dan Preman Tua

Karya: Arianto

Pada awal pernikahannya dengan Ibu, Bapak bekerja sebagai buruh pabrik dan

mereka bahagia dengan kehidupannya yang dijalani dengan indah. Aku pun mendapat kasih

sayang yang penuh dari Bapak dan Ibu.Walau kami dulu tinggal di rumah kontrakan yang

terbilang sangat sempit tapi kami bahagia. Sampai suatu saat pabrik garmen tempat Bapak

dan Ibu bekerja gulung tikar dikarenakan krisis ekonomi dan kenaikan harga BBM yang

memengaruhi kenaikan harga bahan baku dan penurunan penjualan.

“Bu, pabrik tempat kita bekerja tutup. Kita harus bagaimana, ya, Bu?”Aku ingat

ucapan Bapak waktu itu, saataku masih duduk di bangku kelas 5 SD.

“Sabar Pak, kita co ba usaha saja,” jawab Ibu dengan penuh kesabaran. Ibu adalah

seorang yang sabar dan penyayang terhadap aku dan adikk. Setelah tidak bekerja pada pabrik

garmenter sebut, kehidupan kami mengalami penurunan yang drastis. Ibu mencoba berjualan

lauk matang di rumah, dan Bapak mencoba menjadi pedagang kaki lima dan berjualan di

depan perkantoran elit.Musibah yang datang tetap kami jalani sekeluarga dengan sabar, orang

tuaku begitu ikhlas menjalani semuanya. Dan Bapak pernah berkata kepada kami

sekeluarga,“Hidup itu berat, tetapi tetap harus dijalani seberat dan sesusah apa pun. Jangan

mengeluhdan merepotkan orang lain.” Itulah prinsip Bapak. Aku salut kepada Bapak, walau

dalam keadaan susah beliau tetap tegar sebagai tulang punggung keluarga.

Tetapi awan hitam masih menyelimuti keluarga kami. Ketika aku pulang sekolah aku

melihat banyak orang berlari-lari di dekat rumah kontrakan kami sambil berteriak-teriak dan

membawa ember untuk memadamkan api.

“Kebakaran... kebakaran ...,” begitulah orang-orang berteriak. Dan begitu pilu melihat

rumah kontrakan kami habis dilalap si jago merah. Lalu aku pun panik mencari Ibu dan

Bapak.

“Bang Roni, Ibu mana, Bapak kemana?”tanyaku. Aku pun menangis sekencang

kencangnya melihat kejadian itu. Seorang yang kusapa Bang Roni, tetangga kami dalam

rumah petak kontrakan kami, mengantarkan aku ke Ibu Kulihat Ibu sedang menangis

sesenggukan di pojok mushola dan Bapak masih berusaha menyelamatkan barang berharga

yang tertinggal di rumah kami, walau memang kami sebenarnya tidak memiliki apapun di

rumah.

“Gusti Allah, mengapa Kau tidak berhenti memberi kami cobaan,” begitu ratap Ibu

kala itu sambil menggendong adikku, Budi,dan dalam kondisi hamil 6 bulan. Begitu kulihat

guratan kepedihan yang dialami Ibu.Setelah kebakaran padam, kami sekeluarga tidak

mempunyai tempat tinggal lagi.

***

Karena tidak memiliki uang dan apapun, akhirnya kami dengan suatu pilihan berat,

diajak oleh Pak Nainggolan, teman Bapak sewaktu berjualan di emperan, tinggal di bawah

kolong jembatan.

“Ini rumah baru kita Ka, Bud,” terlihat Bapak dengan muka yang dibuat seolah Bapak

bahagia dengan sesuatu yang dibilangnya rumah, walau hanya terdiri dari tumpukan-

Page 99: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

4

tumpukan kardus bekas di bawah kolong jembatan. Walau terbuat dari kardus, rumah kami

begitu nyaman. Aku nyaman dengan bekap kedua orang tua. Bapak dan Ibu begitu memberi

rasa cinta mereka kepada aku dan Budi.

Bapak kini berusaha mencari nafkah dengan menarik becak. Aku dan Budi, karena

tetap ingin sekolah, memutuskan untuk mengamen di jalan. Uangnya aku kasih ke Ibu. Walau

hanya makan seadanya, alhamdulillah kami masih bisa makan tiga kali sehari, dengan porsi

seadanya.

Kulihat Bapak tetap tegar menjalani harinya dan tetap menjalankan sholat lima waktu.

Bapak selalu menggunakan baju koko kebesaran yang tersisa dari kebakaran rumah kami

yang dulu.

“Bapak, kayaknya Ibu sudah mau melahirkan deh satu bulan lagi,” ucap Ibu waktu

tengah malam. Saat aku pura-pura tidur dan mendengarkan percakapan Bapak dan Ibu.

“Iya, Bu, tapi melahirkan di mana? Bapak tidak punya uang untuk biaya melahirkan.

Gimana, ya, Bu?” kulihat Bapak melamun di sana.

Sore itu sepulang mengamen dengan Budi, kulihat Bapak duduk diam di pojok rumah.

“Sore, Pak, kok tidak narik, Pak?” tanyakupolos kepada Bapak.

“Becak Bapak disita oleh polisi, Katanya Bapak melanggar peraturan lalu lintas.

Polisi mengatakan apa Bapak gak lihat ditiang depan sana ada gambar becak dilarang masuk

area sini,” begitu kata Bapak tentangkejadian diambilnya becaknya.

Kulihat Bapak menangis di depan rumah kardus kami.Bapak mengepal tangannya

sambil memukul tanah tanda kekesalannya. Kekesalantentang garis hidup dan kemiskinan

yangmenimpa kami.

Dia berteriak, “Aku benci pada-Mu, ya, Allah. Tidak habis pikir aku, pekerjaanku,

rumahku dan kini becakku Kau ambil semua. Kenapa, apa salahku, aku benci pada-Mu, ya,

Allah!”. Ibu hanya diam, tidak ada sepatah kata, hanya tersenyum dan memeluk Bapak dari

belakang, seakan berusaha menenangkan Bapak.

Sudah tiga bulan ini Bapak menganggur,dan sejak saat itu kerjaan Bapak cuma

luntang-lantung tidak jelas. Ibu mencoba mencari nafkah kami dengan memulung, sedangkan

aku dan adikku tetap mengamen. Saat aku mengamen di perempatan lampu merah, kulihat

seseorang seperti Bapak melakukan pencopetan dan orang tersebut dikejar-kejar massa.

Untungnya orang itu berhasil menyelamatkan diri dari amukan massa.

Ketika di rumah aku bertanya kepada Bapak, “Pak, tadi aku lihat seorang pencopet

dikejar massa. Kasihan orang itu, Pak. Kenapa dia mencopet, ya, Pak?”

Tidak seperti biasanya Bapak yang kukenal ramah membentakku, “Sudahlah, anak

kecil tau apa, sih!” Kulihat Bapak memegangi sebuah luka di kakinya yang sama kulihat

dengan pencopet yang kulihat sempat terjatuh di lampu merah tadi.

Pada awalnya Bapak tidak berterus terang kepada Ibu, aku, dan adikku. Tetapi lama-

lama kami tahu bahwa Bapak telah bergabung dengan kelompok preman Bang Hasan

Palembang, sebuah gang (kelompok) preman yang sering merampok, menodong,dan berbuat

kekerasan lainnya.

Suatu hari Bapak menyerahkan uang kepada Ibu,“Ini uang dari mana, Pak?” tanya Ibu

kepada Bapak.

Page 100: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

5

“Sudahlah, kalian tidak perlu tahu!,”bentak Bapak kala itu. Tetapi suatu hari aku

melihat tangan Bapak berdarah-darah, seperti habis berkelahi dan banyak kawan-kawan

Bapak yang datang ke rumah.

“Cung, aku nggak nyangka kalo kalian tega membunuh lelaki itu.”

“Itu masalah pilihan Met, aku terdesak waktu itu, nggak ada pilihan lain!” Bapak

membela diri.

“Tapi tidak harus dengan membunuhnya, kan?”“Aku tidak menyangka kalau

sabetanku mengantarnya meregang nyawa.”

“Bodoh, kamu! Hasil sabetanmu nyaris memutuskan lehernya, mana mungkin nggak

mati.”

“Oke, ike, aku mengaku salah. Saya kirakita tidak usah memperpanjang masalah

ini,oke.”Sahabat Bapak yang dipanggil Memetdiam.

Aku bercerita kepada Ibu tentang kejadiantadi bahwa Bapak menjadi preman.Tetapi

Ibu diam, seakan tidak bisa berkatalagi.

“Sudahlah Ika, kalian sekolah saja Biarkan bapakmu mencari uang. Kita doakan saja

bapakmu selamat,” ucap Ibu pasrah dengan penjelasanku tentang Bapak.

Aku sangat bersyukur karena aku bisa diterima sebagai karyawan di kelurahan

walaupun aku menjadi pegawai rendahan dikelurahan. Dengan begitu, aku bisa sedikit

mengangkat kehidupan keluargaku. Alhamdulillah, aku bisa mengontrak rumah untuk kami

sekeluarga walau hanya sebuah rumah petak seperti rumah kontrakan kami yang kebakaran

dulu. Memang itu tekadku semenjak dulu, yaitu mengangkat martabat keluarga, dan ibu

sudah tidak aku perbolehkan memulung lagi. Kini Ibu mulai membuka usaha menjual makan

di depan rumah kontrakan. Tetapi Bapak masih dengan kegiatannya menjadi preman jalanan,

tetapi sudah tidak seberingas dulu lagi. Bapak hanya memegang lahan parkir, tidak ikut

mencopet, menodong atau tindak kekerasan lagi. Dan kini bukanhanya ada aku dan Budi, aku

memiliki adik bernama Andi yang lahir di tengah kesusahan ekonomi keluarga kami.

Aku selalu mengikuti saran dari Ibu dan aku ingin berbakti kepada kedua orang tua.

Mereka sudah susah payah membesarkan aku dengan liku hidup yang begitu sulit.

“Nama kamu, Ika, ya,” begitulah awal perkenalanku dengan seorang pemuda.

Namanya Iwan Subrata, seorang pegawai bank swasta yang menaruh hati padaku. Pada

awalnya aku hanya menanggapi dingin karena aku takut berakhir dengan kekecewaan. Tetapi

Iwan berhasil meluluhkan hatiku yang membeku. Mas Iwan menemui Bapak pada hari

Minggu sore.

“Begini Pak, nama saya Iwan Subrata. Saya datang dengan maksud ingin menikahi

putri Bapak, Ika. Tapi sebelum orang tua saya datang, saya memberanikan diri untuk

menanyakan kesediaan Bapak untuk memperbolehkan saya menikahi anak Bapak,” jelas Mas

Iwan kepada Bapak kala itu. Bapak awalnya sangat terkejut, tapi Bapak adalah seorang yang

bijaksana dan memperbolehkan putrinya untuk dinikahi oleh Mas Iwan.

Aku pun kini telah mempunyai seorang putri kecil yang cantik dan ceria bernama

Keysia, seorang yang sifatnya mirip Bapak, keras kepala. Bapak kini telah meninggalkan

pekerjaannya sebagai preman. Dia membuka usaha bengkel dengan modal dibantu oleh Budi.

Tetapi mungkin rasa sakit hati Bapak terhadap Tuhan masih membekas di hatinya.

Page 101: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

6

Sampai saat ini Bapak tidak mau sholat. “Bapak, biarlah yang dulu kekerasan Pak.

Buktinya kini Allah memberi sesuatuyang indah. Budi bisa kuliah seperti mimpi Bapak dulu.

Dan aku telah menikah dengan Mas Iwan, orang yang menyayangi aku dan keluarga kita,

serta ada Keysia, cucu Bapak yang sangat mencintai Bapak,” ujarku.

Tampak sebuah senyum dari wajah Bapak seakan dia setuju tentang apa yang telah

aku terangkan kepadanya. Setelah pembicaraan itu, aku melihat Keysia masuk ke dalam

kamar, “Eh, Kakek udah bangun. Sini Keysia ajarin cara sholat.”

“Boleh, tapi ajarinnya pelan-pelan, ya.”Bapak pernah berkata tentang harapannya dia

ingin kembali berbakti kepada Allah dan menjalankan perintahnya sebelum dia meninggal.

Suatu keajaiban telah terjadi dalam hidupku. Aku melihat Bapak telah melaksanakan sholat

Ashar berjamaah dengan Keysia putriku.

Alhamdulillah, seorang preman tua telah kembali insyaf dan sholat karena seorang

putri kecil yang begitu mencintainya.

Keysia, putri kecilku yang cantik yang bisa meluluhkan seorang preman tua dan

menuntunnya ke jalan Allah. Bukan karena kepintarannya, tapi ketulusan yang ia pancarkan

dari tubuh kecilnya. Aku pun terharu atas kejadian yang kusaksikan.

Kupanjatkan doa kepada Allah atas sumua karunia yang telah diberikan kepadaku.

Page 102: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

1

Wajah di Balik Jendela

Karya: Benny Ramdani

Odi tengah menyelesaikan tugas menggambarnya ketika merasa ada yang tak beres di

kamarnya. Ia segera meletakkan pensil gambarnya dan mengamati keadaan kamar. Semua

seperti biasanya. Tetapi, ketika Odi melihat ke jendela kamar, ia baru sadar, kaca nako belum

tertutup sempurna. Angin yang bertiup masuk itulah yang membuat perasaannya

taktenteram.Sambil merapatkan kaca nako, Odi mengamati keadaandi luar. Ia merasa heran

melihat daunpalem yang tumbuhbelum seberapa tinggi itu bergoyang.

“Tidak mungkin digoyang angin. Ah, pasti ada kucing yanglewat tadi,” pikir Odi

menenteramkan hati.

Odi kembali ke meja belajar, meneruskan pekerjaannya yang belum tuntas. Tetapi

beberapa menit kemudian, ia merasa ingin menoleh sekali lagi ke jendela kamar.Odi berpekik

kaget. Secara spontan, ia langsung menghamburkan langkahnya keluar kamar menuju

kamarbang Agus di sebelah kamarnya

.“Ada apa dengan kamu, Di?” tanya bang Agus ketikamelihat Odi yang tiba-tiba

masuk ke kamarnya dengan wajahpucat pasi.

“Ada hantu ... ah, atau mungkin ...” Odi gugup.

“Di mana?”

Di balik jendela kamar. Aku baru sajamelihatnya,” jawab Odi.

Bang Agus langsung menuju kamar Odi,diikuti Odi di belakang. Ia segera menuju

jendela dan mengamati keadaan di luar. Sepi dan tidakada benda apapun yang aneh.

“Sebenarnya, apa yang kamu lihat tadi, Di?”tanya Bang Agus sekali lagi.

“Ada muka yang menempel di kaca jendela ini. Tetapi, aku tidak begitu jelas

melihatnya. Sepertinya, ia memakai mantel bertopi yang ia tutupkan ke kepalanya,” Odi

mencoba mengingat apa yang dilihatnya.

Bang Agus mendengus, “Buktinya di luar tidak ada apa-apa. Sudahlah, kamu pasti

lagi ngelamun yang tidak-tidakbarusan,” ujar Bang Agus

.Odi ingin protes. Tetapi, dipikir-pikir percuma saja. Bang Agus pasti akan tetap

mengiranya mengada-ada.

“Tirai jendelanya ditutup saja. Terus, pintu kamarnya dibuka. Nanti, kalau kamu lihat

yang aneh-aneh lagi, teriaksaja,” kata Bang Agus sambil meninggalkan Odi sendirian.Odi

menurut apa yang dipesan kakaknya. Kemudian, ia berusaha melupakan kejadian yang baru

dialaminya danmeneruskan pekerjaannya. Setelah tugas sekolahnya selesai, seperti biasa, Odi

merapikan kamarnya dahulu. Beberapa mainan yangtergeletak di lantai, dikembalikan ke

Page 103: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET

2

tempatnya. dua hari yanglalu, Odi baru saja merayakan pesta ulang tahunnya. Banyak hadiah

mainan, buku, dan benda pajangan diterimanya, yangkini memenuhi kamarnya.Ketika kantuk

mulai menyerang, Odi langsung merebahkan diri di tempat tidurnya. Matanya tak mau sedikit

pun melirikke jendela kamar. Ia ingin segera menceritakan semuanyakepada Ibek, temannya

yang senang memecahkan kejadian-kejadian aneh.

Esok harinya, ketika bertemu Ibek di sekolah, Odi langsung menceritakan tentang

wajah di balik jendela semalam.Saat istirahat tiba, Ibek mulai beraksi menanyakan teman

teman sekelas seputar kado yang diberikan mereka pada ulang tahun Odi. Tetapi, jawabannya

tidak memberikan hal yang berarti bagi Ibek.

Malamnya, Ibek sengaja belajar bersama di rumah Odi.Sesekali, mereka memandang ke

jendela. Tetapi, yang mereka harapkan tidak muncul juga.

“Rupanya, hantu itu takut terhadapku,” bisik Ibek. Tak berapa lama kemudian, ia pamit

pulang meninggalkan rumah Odi. Sepeninggal Ibek, Odi kembali gelisah. Apalagi, Ibek

berpesan agar tirai jendela kamarnya dibiarkan terbuka. Sementara, Odi pura-pura mencari

kesibukan di meja belajarnya. Akhirnya, ia tidak bisa menahan keinginan untuk menoleh ke

jendela kamarnya.

“Wajah itu lagi!” Odi langsung berteriak.Ia lari keluar kamar menuju kamar Bang Agus.

Buru-buru,diseretnya Bang Agus keluar rumah. Di halaman rumah, tepatdi depan kamar Odi,

terlihat Ibek tengah bergumul seru mencekal seorang anak sebayanya yang terus meronta.

“Hentikan! Dia itu Husen. Aku mengenalnya,” seru BangAgus kemudian.

Ibek melepaskan cekalanya. Husen langsung berlari menghampiri Bang Agus. Ibek

dan Odi sama-sama terngangaketika melihat Husen sibuk menggerak-gerakkan tangannya

dan anggota tubuh lainnya di depan Bang Agus. Anak itu rupanya tak dapat bicara.

“Beberapa hari yang lalu, aku membeli patung kayu yang dijual Husen di pasar untuk

kado ulang tahun Odi. Rupanya Husen ingin meminjam sebentar patung kayu itu, tetapi sulit

menemui aku. Makanya, dua malam ini, ia terus melihat kamarmu untuk memastikan patung

kayu itu masih ada.

Sekarang, coba kamu ambilkan patung itu,” pinta Bang Agus.

Odi berlari ke kamar dan kembali dengan patung kayu berbentuk kuda di tangannya.

Begitu Husen diserahi patung itu, ia buru-buru merogoh bagian dasar patung. Ada rongga

kecil di sana. Dan, dari dalamnya ia mengambil sebentuk cincin.

“Itu cincin peninggalan ibunya,” jelas Bang Agus setelahHusen mengembalikan

patung kuda kepada Odi. Bang Agussegera meminta mereka saling bersalaman, berkenalan,

dansaling memaafkan. Tak lama kemudian, Husen langsungpulang, disusul Ibek yang

bajunya sedikit terkoyak.

“Malam itu, Odi tidur nyenyak tanpa dibayangi ketakutan.Besok, ia ingin Bang Agus

mengajarkan bahasa isyarat agar ia juga dapat bicara dengan teman barunya itu.

Page 104: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET
Page 105: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET
Page 106: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET
Page 107: NILAI MORAL DALAM TIGA CERPEN PADA BUKU PAKET