nilai kalor kayu yang memiliki kerapatan dan … · tinggi antara nilai kalor dengan kerapatan, ......

27
NILAI KALOR KAYU YANG MEMILIKI KERAPATAN DAN KADAR LIGNIN BERBEDA FAITHA HANUN DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: lamdat

Post on 17-Mar-2019

260 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

NILAI KALOR KAYU YANG MEMILIKI KERAPATAN DAN

KADAR LIGNIN BERBEDA

FAITHA HANUN

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Nilai Kalor Kayu yang

Memiliki Kerapatan dan Kadar Lignin Berbeda adalah benar karya saya dengan

arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada

perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2014

Faitha Hanun

NIM E24100073

ABSTRAK

FAITHA HANUN. Nilai Kalor Kayu yang Memiliki Kerapatan dan Kadar Lignin

Berbeda. Dibimbing oleh DEDED SARIP NAWAWI dan ANNE CAROLINA.

Kayu merupakan salah satu jenis biomassa yang berpotensi sebagai

sumber energi alternatif. Salah satu sifat kayu sebagai sumber energi biomassa

adalah keragaman nilai kalornya yang tinggi sebagai akibat beragamnya sifat fisis

dan kimianya. Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh kerapatan dan kadar

lignin terhadap nilai kalor kayu. Karakterisasi bahan energi dilakukan dengan

analisis proksimat dan kadar lignin total diuji melalui pengukuran kadar lignin

Klason dan lignin terlarut asam. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi

tinggi antara nilai kalor dengan kerapatan, kadar lignin total, dan lignin Klason

kayu dengan koefisien korelasi masing-masing r=0.96, r=0.71, dan r=0.83.

Berdasarkan hasil analisis proksimat enam jenis kayu yang diuji memiliki kadar

air 6.64-11.09%, kadar zat terbang 79.32-84.08%, kadar abu 0.31-1.18%, karbon

terikat 15.27-20.37%, dan nilai kalor 4243-4576 kkal/kg. Kayu jati, ulin, merbau,

dan mahoni dengan kerapatan dan kadar lignin tinggi termasuk bahan energi

biomassa bermutu baik, sedangkan kayu jabon dan balsa walaupun masih

memiliki nilai kalor cukup tinggi tetapi bersifat bulky karena berkerapatan sangat

rendah.

Kata kunci: analisis proksimat, kadar lignin, kerapatan, nilai kalor

ABSTRACT

FAITHA HANUN. Calorific Value of Wood with Different Density and Lignin

Content. Advised by DEDED SARIP NAWAWI and ANNE CAROLINA.

Wood is one of the biomass that can be used for alternative energy

resources. However, calorific value of wood varies depending on its physical and

chemicals properties. This research aims to analyze the effect of density and lignin

content on calorific value of wood. Characterization of wood as an energy

resource was examined by proximate analysis. Total lignin content of wood was

measured by Klason lignin and acid soluble lignin content. The results showed

that there was a high correlation between calorific value with wood density, total

lignin content, and Klason lignin (r=0.96, r=0.71, and r=0.83, respectively).

Based on the proximate analysis, the examined wood species have moisture

content in range of 6.64 – 11.09%, volatile matter content 79.32 – 84.08%, ash

content 0.31 – 1.18%, fixed carbon 15.27 – 20.37%, and calorific value of 4243–

4576 kcal/kg. Jati, ulin, merbau, and mahoni woods which have high density and

lignin content were very good materials for biomass energy. However, jabon and

balsa seemed that have very low density causing it has bulky characteristics.

Keywords: calorific value, density, lignin content, proximate analysis, wood

biomass energy

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan

pada

Departemen Hasil Hutan

NILAI KALOR KAYU YANG MEMILIKI KERAPATAN DAN

KADAR LIGNIN BERBEDA

FAITHA HANUN

DEPARTEMEN HASIL HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Judul Skripsi : Nilai Kalor Kayu yang Memiliki Kerapatan dan Kadar Lignin

Berbeda

Nama : Faitha Hanun

NIM : E24100073

Disetujui oleh

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS.

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Ir Deded Sarip Nawawi, MSc.

Pembimbing I

Anne Carolina SSi, MSi.

Pembimbing II

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini

mengkaji karakteristik kayu sebagai bahan baku energi biomasa. Hasil penelitian

ini dapat menambah informasi tentang karakter kayu sebagai bahan energi dan

kaitannya dengan sifat fisis dan kimianya.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Ir Deded Sarip Nawawi, MSc

dan Ibu Anne Carolina SSi, MSi selaku pembimbing, beserta staf Laboratorium

Kimia Hasil Hutan (KHH) khususnya Pak Supriatin dan Mas Gunawan atas

bantuannya selama penelitian, kepada teman dan sahabat Departemen Hasil Hutan

47 yang telah menemani selama tiga tahun belakangan ini dan khususnnya teman-

teman divisi KHH yang telah membantu dan selalu memberikan semangat selama

penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ibu dan seluruh

keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014

Faitha Hanun

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

METODE 2

Waktu dan Tempat Penelitian 2

Bahan 2

Alat 2

Prosedur Penelitian 2

Penyiapan Bahan Baku 2

Pengukuran Kerapatan Kayu 2

Penyiapan Kayu Bebas Zat Ekstraktif 3

Penentuan Kadar Lignin Klason 3

Penentuan Kadar Lignin Terlarut Asam 3

Analisis Proksimat 4

Pengukuran Nilai Kalor 4

Pengukuran Kadar Air 4

Pengukuran Kadar Zat Terbang 4

Pengukuran Kadar Abu 4

Penentuan Kadar Karbon Terikat 4

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 5

Kerapatan Kayu 5

Kadar Lignin 6

Karakteristik Kayu sebagai Bahan Energi 7

Kadar Air 7

Kadar Zat Terbang 8

Kadar Abu 9

Kadar Karbon Terikat 10

Nilai Kalor 10

Pengaruh Kerapatan dan Kadar Lignin terhadap Nilai Kalor 11

SIMPULAN DAN SARAN 13

Simpulan 13

Saran 14

DAFTAR PUSTAKA 14

RIWAYAT HIDUP 17

DAFTAR TABEL

1 Kadar lignin Klason, lignin terlarut asam, dan lignin total pada enam

jenis kayu bahan baku energi 6

DAFTAR GAMBAR

1 Kerapatan beberapa jenis kayu bahan baku energi 5 2 Kadar air pada beberapa jenis kayu bahan baku energi 8 3 Kadar zat terbang pada beberapa jenis kayu bahan baku energi 8 4 Kadar abu pada beberapa jenis kayu bahan baku energi 9 5 Kadar karbon terikat pada beberapa jenis kayu bahan baku energi 10 6 Nilai kalor pada beberapa jenis kayu bahan baku energi 11 7 Korelasi antara kerapatan dengan nilai kalor 12

8 Korelasi antara kadar lignin total dan lignin Klason dengan nilai kalor 13

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Saat ini energi yang digunakan masyarakat dan industri di Indonesia

sebagian besar berbahan dasar fosil, di antaranya minyak bumi dan batubara.

Meningkatnya konsumsi energi menyebabkan ketersediaan bahan bakar fosil

semakin terbatas karena sifatnya yang tidak dapat diperbaharui. Menurut

Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (2011) cadangan minyak mentah

Indonesia turun sekitar 19% dari 9.6 miliar barel pada tahun 2000 menjadi 7.8

miliar barel pada tahun 2010. Sementara itu, cadangan batubara Indonesia

diperkirakan sebesar 126.3 miliar ton. Berdasarkan data Kementerian Energi dan

Sumberdaya mineral (2009), Elinur et al. (2010) mengestimasi cadangan energi

minyak mentah Indonesia akan habis dalam kurun waktu 22.99 tahun, gas

selama 58.95 tahun, dan batubara selama 82.01 tahun, dengan asumsi tidak

ditemukan lagi ladang-ladang baru sebagai sumber energi fosil. Oleh sebab itu,

pencarian dan pengembangan energi alternatif menjadi salah satu solusi

pemenuhan energi ke depan.

Biomassa merupakan salah satu sumber energi alternatif yang sangat

potensial dan salah satunya adalah kayu. Akan tetapi, kayu memiliki karakteristik

yang beragam, misalnya kerapatan dan kadar komponen kimia yang berbeda antar

jenis dan berpengaruh terhadap nilai kalor yang dihasilkan. Hal ini akan

berpengaruh pada nilai kalor yang terkandung dalam bahan kayu tersebut.

Nilai kalor kayu dipengaruhi oleh berat jenis kayu, kadar air, dan

komposisi kimia kayu, dan khususnya kadar lignin dan zat ekstraktif berpengaruh

terhadap keragaman nilai kalor kayu. Berdasarkan Kaltschmitt (2009) dalam

Gunther et al. (2012) lignin memiliki nilai kalor sekitar 6448 kkal/kg lebih tinggi

dibandingkan dengan nilai kalor selulosa dan hemiselulosa yang berkisar 3869–

4131 kkal/kg. Oleh sebab itu, perbedaan kadar lignin akan menentukan besarnya

nilai kalor yang terkandung dalam kayu. Penelitian ini dilakukan untuk menguji

nilai kalor pada beberapa jenis kayu yang dikaitkan dengan kerapatan dan kadar

ligninnya.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kerapatan dan kadar

lignin terhadap nilai kalor kayu. Penelitian ini dilakukan terhadap 6 jenis kayu

tropis yang berbeda kerapatan dan kadar ligninnya. Karakteristik bahan energi

diukur dengan analisis proksimat yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar zat

terbang, karbon terikat, dan nilai kalor.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

keterkaitan antara kerapatan dan kadar lignin dengan nilai kalor, sehingga dapat

dijadikan sebagai penduga kualitas kayu sebagai bahan baku energi. Selain itu,

2

informasi ini dapat menambah khasanah dalam bidang ilmu dasar karakteristik

kayu sebagai bahan baku.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari – Maret 2014. Penelitian

dilakukan di Laboratorium Kimia Kayu, Divisi Kimia Hasil Hutan Departemen

Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, dan Pustekolah

Kementerian Kehutanan di Bogor.

Bahan

Jenis kayu yang diteliti yaitu kayu jati (Tectona grandis), ulin

(Eusideroxylon zwageri), jabon (Anthocephalus cadamba), mahoni (Swietenia sp.),

merbau (Intsia bijuga), dan balsa (Ochroma sp.). Pemilihan jenis kayu tersebut

didasarkan pada perbedaan kerapatannya hasil pengujian pendahuluan. Bahan

kimia yang digunakan dalam penelitian ini antara lain etanol-benzena, asam sulfat,

air destilata, dan parafin.

Alat

Alat bantu penelitian yang digunakan antara lain willey mill, oven, soxhlet,

timbangan elektrik, penangas air, timbel ekstraksi, vakum, desikator, aluminium

foil, kertas saring, saringan bertingkat, gelas ukur, labu erlenmayer, pipet, cawan

porselen, tanur listrik dan kalorimeter bom. Selain itu, pengukuran kadar lignin

terlarut asam menggunakan alat spektrofotometer.

Prosedur Penelitian

Penyiapan Bahan Baku

Penyiapan sampel uji mengacu pada TAPPI T 264 om-88 tentang

penyiapan kayu untuk analisis kimia. Potongan kayu berukuran kecil dalam

kondisi kering udara digiling menggunakan alat willey mill dan partikel yang

dihasilkan kemudian disaring dengan alat saringan bertingkat hingga diperoleh

partikel lolos saringan 40 mesh dan tertampung pada saringan 60 mesh. Serbuk

kayu kemudian disimpan pada wadah tertutup untuk menghindari perubahan

kadar air.

Pengukuran Kerapatan Kayu

Pengukuran kerapatan kayu menggunakan contoh uji berukuran (2 x 2 x 2)

cm3. Contoh uji ditimbang bobotnya sedangkan volume contoh uji diukur dengan

menggunakan prinsip perpindahan cairan. Contoh uji berlapis parafin

dimasukkan ke dalam gelas ukur yang berisi air sampai contoh uji berada di

3

bawah permukaan air. Volume contoh uji dibaca sebagai perubahan volume air

yang terbaca pada gelas ukur. Kerapatan kayu dihitung sebagai berikut :

Penyiapan Kayu Bebas Zat Ekstraktif

Penyiapan kayu bebas zat ekstraktif dilakukan berdasarkan TAPPI T 204

om-88. Serbuk kayu sebanyak 10 g diekstraksi dengan campuran pelarut etanol-

benzena (1:2 v/v) selama 6-8 jam. Sampel direndam dalam etanol selama 24 jam

dan dikeringkan dalam oven pada suhu 103±2 oC. Setelah itu, sampel diekstraksi

dengan air panas selama 3 jam, dikeringkan, dan disimpan dalam wadah tertutup

rapat.

Penentuan Kadar Lignin Klason

Pengujian kadar lignin dilakukan dengan metode Klason berdasarkan

TAPPI T 222 om 88. Serbuk kayu bebas zat ekstraktif (0.5 g) dihidrolisis dengan

5 ml asam sulfat 72% selama 3 jam pada suhu kamar. Hidrolisis dilanjutkan

dengan larutan asam sulfat 3% pada suhu 121oC selama 30 menit dengan alat

autoclave. Lignin diendapkan, disaring, dan dicuci dengan air destilata panas

hingga bebas asam. Lignin dioven pada suhu 103±2 o

C selama 24 jam,

didinginkan dan ditimbang. Kadar lignin dihitung dengan rumus :

dengan: A = berat kering lignin (g) dan B = berat kering serbuk (g)

Penentuan Kadar Lignin Terlarut Asam

Kadar lignin terlarut asam diukur bersamaan dengan penentuan lignin

Klason. Filtrat pengujian lignin Klason diencerkan menjadi 500 ml. Lignin

terlarut asam diuji menggunakan alat spektrofotometer UV pada panjang

gelombang 205 nm dan koefisien absorbansi sebesar 110 l/g.cm. Pengukuran

blanko menggunakan larutan asam sulfat hasil pengenceran dari 5 ml asam sulfat

72% menjadi 500 ml. Konsentrasi lignin terlarut asam dapat dihitung dengan

menggunakan rumus :

dengan :

A = nilai absorbsi pada alat spektrofotometri

= faktor pengenceran larutan

CV = konsentrasi lignin terlarut asam dalam liter

BKT = berat kering sampel kayu

4

Analisis Proksimat

Pengukuran Nilai Kalor

Nilai kalor kayu diukur dengan alat bomb kalorimeter. Serbuk kayu kering

oven (1 g), diuji nilai kalornya berdasarkan besarnya panas pembakaran yang

dihasilkan. Nilai kalor dihitung berdasarkan perubahan suhu air akibat kalor yang

diserap dari hasil pembakaran sampel. Nilai kalor dinyatakan dalam kilokalori per

kilogram kayu.

Pengukuran Kadar Air

Pengukuran kadar air serbuk diuji berdasarkan pada ASTM E-871. Sampel

serbuk sebanyak 1 g dikeringkan dalam oven pada suhu 105±3 oC selama 24 jam

atau hingga berat keringnya konstan. Kadar air dihitung dengan menggunakan

rumus :

dengan: BB = berat awal serbuk (g) dan BKT = berat kering serbuk (g)

Pengukuran Kadar Zat Terbang

Kadar zat terbang diuji berdasarkan standar ASTM E-872. Sebanyak 2 g

serbuk kayu dimasukkan ke dalam tanur listrik dan dipirolisis pada suhu 950 oC

selama 7 menit. Sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar zat

terbang dapat dihitung menggunakan rumus :

Pengukuran Kadar Abu

Kadar abu diuji berdasarkan standar ASTM D-1102. Serbuk kayu

sebanyak 2 g ditempatkan pada cawan porselen dan dimasukkan ke dalam tanur

dengan suhu 600 oC selama 6 jam. Sampel abu didinginkan dalam desikator dan

ditimbang. Kadar abu dapat dihitung menggunakan rumus :

Penentuan Kadar Karbon Terikat

Kadar karbon terikat merupakan kandungan karbon dalam sampel selain

fraksi zat terbang dan abu. Kadar karbon terikat dihitung menggunakan rumus :

5

Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan program Microsoft Excel 2007 untuk

melihat korelasi antar variabel. Data penelitian ditampilkan dalam bentuk tabel,

grafik, dan korelasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kerapatan Kayu

Kerapatan menunjukkan perbandingan antara bobot suatu bahan terhadap

volumenya. Kerapatan kayu berhubungan langsung dengan porositasnya, yaitu

proporsi volume rongga kosong. Kerapatan merupakan salah satu indikator yang

penting sebagai penduga karakteristik kayu untuk energi biomassa. Haygreen dan

Bowyer (1986) dan Silva et al. (2011) menyatakan bahwa kerapatan berkorelasi

dengan nilai kalor yang dihasikan. Semakin tinggi kerapatan semakin tinggi nilai

kalor yang terkandung di dalam kayu.

Jenis kayu yang diuji memiliki kerapatan berkisar 0.29-0.81 g/cm3, dengan

kerapatan tertinggi dimiliki oleh kayu ulin, sedangkan terendah dimiliki oleh kayu

balsa (Gambar 1). Perbedaan kerapatan kayu dapat disebabkan oleh perbedaan

sifat kimia dan struktur anatomi kayu. Karakteristik tersebut dapat berbeda untuk

setiap jenis kayu dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan tempat tumbuh.

Haygreen dan Bowyer (1986) menyatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi kerapatan di antaranya perbedaan kayu awal dan kayu akhir,

dimensi serat, kandungan selulosa, lignin, dan zat ekstraktif yang ada dalam kayu.

Kayu akhir memiliki kerapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kayu awal

karena kayu akhir tersusun antar sel yang memiliki diameter lebih kecil, dinding

yang lebih tebal, dan rongga sel yang kecil.

Kerapatan kayu menjadi salah satu parameter penting untuk dasar

penilaian bahan energi biomassa. Kerapatan kayu berkaitan dengan bobot kayu

per satuan volume sehingga berkorelasi dengan potensi nilai kalor per satuan

Gambar 1 Kerapatan beberapa jenis kayu bahan baku energi

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

0.80

0.90

Balsa Jabon Mahoni Jati Merbau Ulin

0.29 0.37

0.50

0.63 0.73

0.81

Ker

apat

an (

g/c

m³)

Jenis kayu

6

volume kayu. Kerapatan kayu yang terlalu rendah akan bersifat bulky sehingga

efisiensi tungku pembakaran rendah. Secara umum kerapatan bahan energi

biomassa yang baik minimal 0.4 g/cm3 (Haygreen & Bowyer 1986). Kerapatan

biomassa yang lebih rendah dapat ditingkatkan dengan perlakuan densifikasi

(briket atau pellet kayu), sehingga dalam penggunaan lebih mudah dan efisien.

Kadar Lignin

Lignin merupakan salah satu komponen kimia penyusun dinding sel

tumbuhan berkayu terbanyak kedua setelah selulosa. Proporsi dan komposisi

kimia lignin berbeda antara kayu daun jarum dan kayu daun lebar. Jenis kayu

daun jarum umumnya memiliki kadar lignin lebih banyak dibandingkan dengan

jenis kayu daun lebar. Lignin berkontribusi pada peningkatan kekuatan mekanik

kayu. Kadar lignin bervariasi baik antar jenis maupun dalam jenis yang sama yaitu

berkisar 20-40% (Fengel & Wegener 1984). Tabel 1 menunjukkan rata-rata kadar

lignin pada keenam jenis kayu yang diuji.

Lignin Klason merupakan residu reaksi hidrolisis yang menghilangkan

polisakarida kayu dengan menggunakan asam sulfat 72% dan 3% (Yasuda et al.

2001; Sjostrom 1991). Kadar lignin Klason kayu yang diteliti berkisar 23.31-

31.40%. Penentuan kadar lignin dengan metode Klason ini umumnya tidak

mewakili kandungan lignin total yang ada pada kayu, khususnya untuk jenis kayu

daun lebar. Hal ini karena adanya fraksi lignin terlarut asam selama prosedur

Klason, sehingga kadar lignin Klason lebih rendah dibandingkan dengan kadar

lignin sebenarnya. Sementara itu, kehadiran senyawa-senyawa tertentu dalam zat

ekstraktif dan hasil reaksi yang tetap tertinggal pada lignin sisa dan tidak

terhidrolisis dapat menyebabkan kadar lignin tinggi.

Perbedaan kadar dan komposisi lignin disebabkan oleh jenis yang berbeda

dan perbedaan posisi sampel pada pohon (Nasser & Aref 2014; Akiyama et al.

2005). Perbedaan kadar dan karakteristik kimia lignin terjadi pula antara kayu

normal dan kayu reaksi (Akiyama et al. 2005), serta antara kayu remaja dengan

kayu dewasa (Nawawi & Sari 2011). Keragaman kadar lignin kayu ini akan

menyebabkan perbedaan nilai kalor kayu karena lignin walaupun kadarnya lebih

kecil dibandingkan dengan selulosa, tetapi lignin memiliki nilai kalor tinggi

(White 1987).

Tabel 1 Kadar lignin Klason, lignin terlarut asam, dan lignin total pada enam jenis

kayu bahan baku energi

Jenis kayu Lignin Klason (%) Lignin terlarut

asam (%) Lignin total (%)

Balsa 23.31 3.62 26.93

Jabon 23.35 2.26 25.61

Mahoni 25.14 2.34 27.48

Jati 26.46 1.36 27.81

Merbau 31.40 1.85 33.26

Ulin 29.85 1.94 31.79

7

Lignin terlarut asam merupakan fraksi lignin yang terlarut dalam larutan

asam pada penentuan lignin Klason. Kadar terlarut asam merupakan parameter

penting untuk menentukan kandungan lignin total. Pada jenis kayu yang diuji,

kadar lignin terlarut asam berkisar 1.36-3.62%. Kadar lignin terlarut asam jenis

kayu daun lebar yang diteliti sesuai dengan kadar lignin terlarut asam jenis kayu

daun lebar umumnya yang dapat mencapai 4% (Fengel & Wegener 1984).

Lignin kayu daun lebar disusun oleh guaiasil dan siringil, sedangkan kayu

daun jarum terutama disusun oleh unit guaiasil (Sjostrom 1991). Keberadaan unit

siringil berkaitan dengan pembentukan lignin terlarut asam pada penentuan lignin

Klason, sehingga pada kayu daun lebar terdapat korelasi positif antara kelimpahan

unit siringil dengan pembentukan lignin terlarut asam (Nawawi & Sari 2011).

Penelitian Matsushita et al. (2004) dan Yasuda et al. (2001) menemukan bahwa

lignin terlarut asam merupakan fraksi lignin siringil yang berikatan dengan xilan

dan bersifat terlarut dalam larutan asam.

Karakteristik Kayu sebagai Bahan Energi

Kadar Air

Salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan ketika menggunakan

biomassa sebagai energi adalah kadar air. Saputro et al. (2012) menyatakan bahwa

kadar air berhubungan langsung dengan nilai kalor yang dihasilkan. Kadar air

yang tinggi akan mengakibatkan penurunan nilai kalor dan semakin tinggi kadar

air suatu bahan maka nilai kalor yang dihasilkan akan semakin rendah (Haygreen

& Bowyer 1986). Hal ini disebabkan panas yang dihasilkan terlebih dahulu

digunakan untuk menguapkan air dalam bahan bakar sebelum menghasilkan panas

yang dapat digunakan sebagai panas pembakaran, sehingga energi yang dihasilkan

oleh bahan bakar menjadi lebih kecil.

Kadar air kayu dapat beragam antar jenis kayu dalam satu jenis dan

dipengaruhi oleh kondisi lingkungan (Tsoumis 1991). Kadar air kayu basah

dipengaruhi oleh kerapatan kayu, sedangkan kadar air kering udara dipengaruhi

oleh kondisi lingkungan, khususnya kelembaban udara. Kadar air kondisi kering

udara dari kayu yang diuji berkisar 6.64-11.09% (Gambar 2). Kayu mahoni

memiliki kadar air tertinggi (11.09%) dan kayu jati memiliki kadar air terendah

(6.64%).

Berdasarkan nilai kadar airnya, keenam jenis kayu yang diuji termasuk

kategori bahan energi biomassa yang baik. Cahyono et al. (2008) mendapatkan

nilai kalor yang optimum pada kayu kering udara berkadar air 12% dengan nilai

kalor sekitar 4000 kkal/kg. Sementara itu, Rajvanshi (1986); Ragland dan Aerts

(1991) menyatakan bahwa secara umum, kayu sebagai bahan baku energi

biomassa sebaiknya berkadar air lebih rendah dari 20% sehingga akan

memudahkan pada tahap pengeringan dan tidak banyak energi terbuang. Semakin

tinggi kadar air kayu maka akan menyulitkan pembakaran awal dan lebih banyak

kalor yang dibutuhkan untuk mengeluarkan air menjadi uap sehingga efisiensi

konversi energi rendah. Cahyono et al. (2008) mengestimasi bahwa peningkatan

1% kadar air kayu dapat menurunkan nilai kalor kayu sekitar 50 kkal/kg.

8

Kadar Zat Terbang

Kadar zat terbang menunjukkan kandungan zat-zat yang mudah menguap

pada pemanasan 950 oC. Kandungan zat terbang di antaranya CO, CO2, CH4, dan

H2 (Satmoko et al. 2013). Kandungan zat terbang ini dapat berkurang melalui

proses pemanasan karena zat terbang akan menguap. Semakin tinggi panas yang

diberikan, maka kandungan zat terbang akan semakin rendah.

Kadar zat terbang pada enam jenis kayu yang diuji berkisar 79.32-84.08%

(Gambar 3). Kayu jati memiliki kadar zat terbang terendah (79.32%) dan kadar

zat terbang tertinggi dihasilkan kayu jabon sebesar 84.08%. Kadar zat terbang

biomassa kayu berkisar 75-85% (Fuwape & Akindele 1997; Ragland & Aerts

1991; Kendry 2002). Dibandingkan dengan arang, kayu memiliki zat terbang

lebih tinggi karena terdapat komponen kimia mudah menguap pada saat

pembakaran suhu tinggi seperti zat ekstraktif, hemiselulosa, dan air. Kadar zat

terbang yang tinggi dapat menyebabkan emisi dan polusi udara pada saat

pembakaran (Fuwape & Akindele 1997). Yuniarti et al. (2011) menyebutkan

bahwa kadar zat terbang yang tinggi akan mengurangi nilai karbon terikat

sehingga menurunkan nilai kalor yang dihasilkan. Jenis kayu yang diuji memiliki

Gambar 2 Kadar air pada beberapa jenis kayu bahan baku energi

0

2

4

6

8

10

12

Balsa Jabon Mahoni Jati Merbau Ulin

8.22

11.06 11.09

6.64 6.76 7.18

Kad

ar a

ir (

%)

Jenis kayu

Gambar 3 Kadar zat terbang pada beberapa jenis kayu bahan baku energi

76 77 78 79 80 81 82 83 84 85

Balsa Jabon Mahoni Jati Merbau Ulin

83.99 84.08

82.55

79.32 79.39

81.82

Kad

ar z

at t

erban

g (%

)

Jenis kayu

9

sifat yang baik sebagai sumber energi biomassa karena memiliki kadar zat terbang

lebih kecil dari 85%.

Kadar Abu

Informasi mengenai kadar abu biomassa untuk bahan energi diperlukan

sebagai penduga kualitas dari bahan bakar. Jamilatun (2011) menyatakan bahwa

abu yang terkandung dalam bahan bakar padat adalah mineral yang tidak dapat

terbakar dan tertinggal setelah proses pembakaran. Satmoko et al. (2013)

menyatakan bahwa abu yang tersisa pada proses pembakaran sudah tidak

memiliki unsur karbon lagi. Kadar abu jenis kayu yang diteliti tergolong cukup

rendah berkisar 0.31-1.18% (Gambar 4). Tsoumis (1991) menyatakan bahwa

kadar abu untuk kayu daun lebar berkisar 0.1-5.4%.

Faktor jenis kayu sangat berpengaruh terhadap tinggi rendahnya kadar abu

yang dihasilkan. Kadar abu tertinggi terdapat pada kayu ulin yaitu sebesar 1.18%

dan terendah pada kayu jati sebesar 0.31%. Hal ini dapat disebabkan jenis kayu

yang diuji memiliki komposisi kimia dan jumlah mineral yang berbeda-beda

sehingga mengakibatkan kadar abu yang dihasilkan berbeda pula (Hendra &

Winarni 2003). Komponen utama abu pada kayu tropis diantaranya kalium,

kalsium, magnesium, dan silika (Haygreen & Bowyer 1986).

Fang et al. (2013) menyatakan bahwa untuk bahan bakar biomassa

berkadar abu tinggi sangat tidak diharapkan karena berpengaruh terhadap nilai

kalor yang dihasilkan. Selain itu, kadar abu tinggi juga beresiko terbentuknya

endapan atau kerak mineral pada saat pembakaran, sehingga dapat meninggalkan

kotoran pada permukaan tungku, korosi, dan menurunkan konduktivitas termal

yang dapat menurunkan kualitas pembakaran (Saputro et al 2012). Bahan baku

energi biomassa dengan kadar abu kurang dari 5% termasuk kategori bahan energi

biomassa yang baik karena tidak menyebabkan pembentukan kerak mineral

(Rajvanshi 1986).

Gambar 4 Kadar abu pada beberapa jenis kayu bahan baku energi

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

Balsa Jabon Mahoni Jati Merbau Ulin

0.74

0.44 0.36 0.31

0.45

1.18

Kad

ar a

bu (

%)

Jenis kayu

10

Kadar Karbon Terikat

Karbon terikat (fixed carbon) didefinisikan sebagai fraksi karbon dalam

biomassa selain fraksi abu, air, dan zat terbang (Saputro et al. 2012). Kadar

karbon terikat mempunyai peranan yang penting dalam menentukan kualitas

bahan bakar karena dapat mempengaruhi besarnya nilai kalor yang dihasilkan.

Kadar karbon terikat jenis kayu yang diuji berkisar 15.27- 20.37% (Gambar 5).

Kayu jati memiliki kadar karbon terikat tertinggi yaitu sebesar 20.37% dan

kayu balsa memiliki nilai karbon terikat terendah yaitu sebesar 15.27%. Kadar

karbon terikat untuk energi biomassa minimal 16% (Stahl et al. 2004), sehingga

sebagian besar jenis kayu yang diuji tergolong baik untuk sumber energi biomassa

kecuali kayu jabon dan balsa. Kadar karbon terikat dipengaruhi oleh kadar abu

dan kadar zat terbang. Semakin tinggi kadar zat terbang dan abu maka kandungan

karbon terikat semakin rendah

Kadar karbon terikat tinggi akan meningkatkan nilai kalor yang dihasilkan,

sedangkan kadar karbon terikat yang rendah menunjukkan bahwa kualitas bahan

bakar yang kurang baik (Saputro et al 2012). Faktor yang mempengaruhi kadar

karbon terikat dalam kayu adalah selulosa (Satmoko et al. 2013) terutama selulosa

kristalin, dan lignin (Basu 2010). Hal ini disebabkan komponen lignin disusun

oleh karbon aromatik dan selulosa memiliki fraksi kristalin. Oleh sebab itu,

penilaian mutu bahan energi biomassa dapat pula didasarkan pada kadar

komponen kimianya (selulosa, hemiselulosa, dan lignin) atau unsur penyusunnya

yaitu karbon, hidrogen, dan oksigen (Basu 2010).

Nilai Kalor

Nilai kalor merupakan indikator utama dalam menentukan kualitas bahan

baku untuk sumber energi yang bergantung pada komposisi kimia, kadar air, dan

kandungan abu pada kayu (Silva et al. 2011). Nilai kalor kayu merupakan hasil

interaksi dari berbagai komponen kimia penyusun kayu dan air Nilai kalor jenis

kayu yang diuji berkisar 4243-4576 kkal/kg. Kayu ulin memiliki nilai kalor

tertinggi dan kayu balsa memiliki nilai kalor terendah (Gambar 6). Menurut Basu

(2010) nilai kalor dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya kadar air,

kadar abu, kadar zat terbang, dan kadar karbon. Persentase kadar air yang rendah

Gambar 5 Kadar karbon terikat pada beberapa jenis kayu bahan baku energi

0

5

10

15

20

25

Balsa Jabon Mahoni Jati Merbau Ulin

15.27 15.48 17.09

20.37 20.16

17.00

Kad

ar k

arb

on

ter

ikat

(%

)

Jenis kayu

11

dapat meningkatkan nilai kalor yang dihasilkan, sehingga kadar air menjadi salah

satu penduga kualitas biomassa untuk sumber energi (Zanuncio et al. 2013). Nilai

kalor yang tinggi akan membuat laju pembakaran menjadi lebih efisien dan dapat

menghemat kebutuhan bahan baku yang digunakan (Jamilatun 2008). Hal ini

disebabkan laju pembakaran semakin lambat dengan meningkatnya nilai kalor

(Tiruno & Sabit 2011).

Nilai kalor pada jenis kayu yang diuji dipengaruhi oleh kadar karbon

terikat. Semakin tinggi kadar karbon terikat maka nilai kalor yang dihasilkan

semakin tinggi. Kadar karbon terikat tersebut dipengaruhi oleh kadar zat terbang

dan abu. Semakin tinggi kadar zat terbang dan abu maka karbon terikat yang

dihasilkan semakin rendah.

Pengaruh Kerapatan dan Kadar Lignin terhadap Nilai Kalor

Kerapatan kayu dapat menjadi salah satu faktor penduga mutu bahan

energi biomassa. Hasil penelitian ini mengkonfirmasi bahwa kerapatan kayu

berkorelasi positif dengan nilai kalor kayu (Gambar 7), yang ditunjukkan oleh

korelasi yang tinggi (r = 0.96). Semakin tinggi kerapatan kayu, nilai kalor yang

dihasilkan semakin tinggi, dan sebaliknya. Ismayana dan Afriyanto (2011)

menyatakan bahwa kerapatan dapat meningkatkan kualitas bahan bakar sehingga

meningkatkan nilai kalor.

Kerapatan dan nilai kalor merupakan dua faktor penting yang diperhatikan

untuk menentukan kualitas energi biomassa. Nilai kerapatan yang rendah dapat

mempercepat pembakaran dibandingkan dengan bahan yang berkerapatan tinggi

(Chaney et al. 2006), tetapi kemungkinan menghasilkan nilai kalor yang rendah.

Hal ini disebabkan bahan yang memiliki kerapatan rendah memiliki rongga udara

atau celah yang dapat dilalui oleh oksigen dalam proses pembakaran, tetapi

memiliki zat kayu per satuan volume kayu rendah atau kadar lignin serta zat

ekstraktif rendah. Lignin memiliki nilai kalor yang lebih tinggi dibandingkan

dengan selulosa dan hemiselulosa (White 1987).

Gambar 6 Nilai kalor pada beberapa jenis kayu bahan baku energi

4000

4100

4200

4300

4400

4500

4600

Balsa Jabon Mahoni Jati Merbau Ulin

4243

4372

4422

4513 4520 4576

Nil

ai k

alo

r (k

kal

/kg)

Jenis kayu

12

Gambar 8 menunjukkan pengaruh kadar lignin terhadap nilai kalor kayu.

Semakin tinggi kadar lignin, semakin tinggi nilai kalor kayu dengan korelasi

tinggi masing-masing dengan nilai r = 0.71 untuk lignin total dan r = 0.83 untuk

lignin Klason. Korelasi antara nilai kalor dengan lignin total lebih rendah

dibandingkan dengan lignin Klason. Hal ini diduga karena lignin total merupakan

penjumlahan lignin Klason dan lignin terlarut asam. Matsushita et al. (2004)

menyatakan lignin terlarut asam terbentuk dari lignin berbobot molekul rendah

yang terikat dengan polisakarida, khusunya hemiselulosa yang disebut lignin-

carbohydrate complex (LCC). Basu (2010) menyatakan bahwa polisakarida

memiliki nilai kalor yang lebih rendah dibandingkan dengan lignin. Oleh sebab itu

diduga keberadaan hemiselulosa dalam LCC menyebabkan lebih beragamnya

nilai kalor.

Lignin merupakan salah satu komponen utama biomassa tumbuhan, selain

selulosa, hemiselulosa, ekstraktif, dan abu. Senyawa organik utama pada biomassa

terdiri dari karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen (Basu 2010). Lignin

merupakan senyawa aromatik dengan komposisi karbon tinggi sehingga

berkontribusi besar pada nilai kalor kayu. Lignin memberikan variasi nilai kalor

yang lebih tinggi dibandingan dengan zat ekstraktif (Telmo & Lousada 2011),

walaupun keduanya memiliki nilai kalor tinggi. Hal tersebut disebabkan

rendahnya kadar zat ekstraktif dibandingkan dengan kadar lignin dalam kayu

(Fengel & Wegener 1984). Silva et al. (2011) menyatakan bahwa kayu yang

memiliki kadar lignin yang tinggi dapat meningkatkan kerapatan dan nilai kalor

kayu. Semakin tinggi kadar lignin maka nilai kalor yang dihasilkan semakin tinggi

(White 1987). Hal ini disebabkan lignin memiliki oksigen yang rendah dan kadar

karbon yang tinggi, dan dengan kadar karbon yang tinggi maka biomassa tersebut

sangat baik untuk sumber energi (Basu 2010).

Gambar 7 Korelasi antara kerapatan dengan nilai kalor

y = 575.33x + 4121

R² = 0.9285

4200

4250

4300

4350

4400

4450

4500

4550

4600

4650

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00

Nil

ai k

alo

r (k

kal

/kg)

Kerapatan (g/cm³)

13

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Nilai kalor kayu berkorelasi positif dengan kerapatan dan kadar lignin.

Kerapatan dan kadar lignin yang tinggi dapat meningkatkan nilai kalor yang

dihasilkan. Hasil analisis proksimat menunjukkan enam jenis kayu yang diteliti

memiliki kadar air 6.64-11.09%, kadar zat terbang 79.32-84.08%, kadar abu 0.31-

1.18%, karbon terikat 15.27-20.37%, dan nilai kalor 4243-4576 kkal/kg.

Berdasarkan karakteristik tersebut kayu jati, merbau, ulin, dan mahoni yang

berkerapatan dan kadar lignin tinggi termasuk bahan energi biomassa yang baik,

y = 28.771x + 3612.3

R² = 0.5058

4200

4250

4300

4350

4400

4450

4500

4550

4600

0 10 20 30 40

Nil

ai k

alo

r (k

kal

/kg)

Lignin total (%)

y = 29.935x + 3645.4

R² = 0.6931

4200

4250

4300

4350

4400

4450

4500

4550

4600

4650

0 10 20 30 40

Nil

ai k

alor

(kkal

/kg)

Kadar lignin Klason (%)

Gambar 8 Korelasi antara kadar lignin total dan lignin Klason dengan nilai kalor

14

sedangkan kayu jabon dan balsa walaupun memiliki nilai kalor yang cukup tinggi

tetapi bersifat bulky karena berkerapatan sangat rendah.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai peningkatan mutu kayu

berkerapatan rendah untuk bahan energi misalnya dengan teknologi pembuatan

briket kayu atau pellet kayu.

DAFTAR PUSTAKA

Akiyama T, Goto H, Nawawi DS, Syafii W, Matsumoto Y, Meshitsuka G. 2005.

Erythro/threo ratio of β-0-4-structures as an important structural characteristric

of lignin part 4: variation in the erythro/threo ratio in softwood and hardwood

lignins and its relation to syringyl/guaiacyl ratio. Holzforschung. 59:276-281.

[ASTM] American Society for Testing Material. 2013. ASTM D-1102. Test

Method for Ash in Wood. USA.

________________________________________. 2013. ASTM E-871. Test

Method for Moisture in the Analysis of Particulate Wood Fuels. USA.

________________________________________. 2013. ASTM E-872. Test

Method for Volatile Matter in the Analysis of Particulate Wood Fuels. USA.

Basu P. 2010. Biomass Gasification and Pyrolysis. Practical Design and Theory.

Burlington (US): Academic Pr.

Cahyono D, Coto Z, Febrianto F. 2008. Aspek thermofisis pemanfaatan kayu

sebagai bahan bakar substitusi di pabrik semen. JITHH. 1(1):45-53.

Chaney JO, Clifford MJ, Wilson R. An Experimental Study of The Combustion

Characteristics of Low Density Biomass Briquettes. Nottingham (UK): Faculty

of Engineering, University of Nottingham , University Park. Nottingham Pr.

Elinur, Priyarsono DS, Tambungan M, Firdaus M. 2010. Perkembangan konsumsi

dan penyediaan energi dalam perekonomian Indonesia. IJAE. 1(2):98-119.

Fang S, Zhai J, Tang L. 2013. Clonal variation in growth, chemistry, and caloric

value of new poplar hybrids at nursery stage. Biomass Bioenergy. 54:303-311.

Fengel D, Wegener G. 1984. Wood: Chemistry, Ultrastructure, Reactions. Berlin

(GE): Walter de Gruyter.

Fuwape JA, Akindele SO. 1997. Biomass yield and energy value of some fast

growing multi purpose trees in Nigeria. Biomass Energy. 12(2):101-106.

Gunther B, Gebauer K, Barkowski R, Rosenthal M, Bues CT. 2012. Calorific

value of selected wood species and wood products. European Wood and Wood

Products 70: 755-757.

Haygreen JG, Bowyer JL. 1986. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu, Suatu Pengantar.

Hadikusumo SA. penerjemah; Prawirohatmodjo S. editor. Yogyakarta(ID):

UGM Press. Terjemahan dari : Forest Product and Wood Science, an

Introduction.

15

Hendra D, Winarni I. 2003. Sifat fisis dan kimia briket arang campuran limbah

kayu gergajian dan sebetan kayu. Buletin Penelitian Hasil Hutan. 21(3):211-

226.

Ismayana A, Afriyanto MR. 2011. Pengaruh jenis dan kadar bahan perekat pada

pembuatan briket blotong sebagai bahan bakar alternatif. J. Teknologi Industri

Pertanian. 21(3):186-193.

Jamilatun S. 2008. Sifat-sifat penyalaan dan pembakaran briket biomassa, briket

batubara, dan arang kayu. J. Rekayasa Proses. 2(2):37-40.

Jamilatun S. 2011. Kualitas sifat-sifat penyalaan dari pembakaran briket

tempurung kelapa, briket serbuk gergaji kayu jati, briket sekam padi, dan briket

batubara. J. Convertion Management. 43:1291-1299.

[KESDM] Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral. 2011. Indikator Energi

dan Sumberdaya Mineral Indonesia. Jakarta: Pusdatin ESDM.

Kendry PM. 2002. Energy production from biomass (part 1): overview of biomass.

Biores Technol. 83:37-46.

Matsushita Y, Kakehi A, Miyaki S, Yasuda S. 2004. Formation and chemical

structures of acid-soluble lignin II: reaction of aromatic nuclei model

compounds with xylan in the presence of a counter part for condensation, and

behavior of lignin model compounds with guaiasyl and syringyl nuclei in 72%

sulfuric acid. J. Wood Sci. 50:136-141.

Nasser RA, Aref IM. 2014. Fuelwood characteristics of six Acacia species

growing wild in the Southwest of Saudi Arabia as affected by geographical

location. Bioresources 9(1):1212-1224.

Nawawi DS, Sari DL. 2011. Keragaman kadar lignin pada jenis kayu daun lebar.

JITHH. 4(2):65-69

Ragland KW, Aerst DJ. 1991. Properties of wood for combustions analysis.

Bioresource Technol 37:161-168.

Rajvanshi AK. 1986. Biomass Gasification. Di dalam D: Yogi Goswami, editor;

Nimbkar Agricutural Research Institute. India Phalton (415523): CRC Press.

hlm 83-102.

Saputro DD, Hidayat W, Rusiyanto, Saptoadi H, Fauzun. 2012. Karateristik briket

dari limbah pengolahan kayu sengon dengan metode cetak panas. Prosiding

Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi (SNAST) Periode III; 2012.

Nov 3; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): ISSN. Hlm 394-400.

Satmoko MEA, Saputro DD, Budiyono A. 2013. Karakterisasi briket dari limbah

pengolahan kayu sengon dengan metode cetak panas. J. Mechanical

Engineering Learning. 2(1):1-8.

Silva DA, Gracia RA, Muniz GIB, Weber JC. 2011. Calorific value of Prosopis

africana and Balanites aegyptiaca wood: Relationships with tree growth, wood

density, and rainfall gradients in the West African Sahel. Biomass Bioenergy.

35:346-353.

Sjostrom E. 1991. Wood Chemistry Fundamentals and Application. New York

(US): Academic Pr.

Stahl R, Henrich E, Gehrmann HJ, Vodegel S, Koch M. 2004. Definition of

Standar Biomass. Karlsruhe (DE): Forschungszentrum Karlsruhe.

[TAPPI] Technical Association of The Pulp and Paper Industy. 1996. TAPPI Test

Methods. Atlanta (GE): TAPPI Press.

16

Telmo C, Lousada J. 2011. The explained variation by lignin and extractive

contents on higher heating value of wood.. Biomass Bioenergy 35: 1663-1667.

Tiruno, Sabit. 2011. Efek suhu pada proses pengarangan terhadap nilai kalor

arang tempurung kelapa (Coconut shell charcoal). J. Neutrino. 3(2):149-151.

Tsoumis G. 1991. Science of Technology of Wood (Structure, Properties,

Utilization). New York (US): Van Nostrand Reinhold.

White RH. 1987. Effect of lignin content and extractives on the higher heating

value of wood. Wood Fiber Sci. 19(4):446-452.

Yasuda S, Fukushima K, Kakehi A. 2001. Formation and chemical structures of

acid-soluble lignin: sulfuric acid treatment time and acid-soluble lignin content

of hardwood. J.Wood Sci. 47: 69-72.

Yuniarti, Theo YP, Faizal Y, Arhamsyah. 2011. Briket arang dari serbuk

gergajian kayu meranti dan arang kayu galam. J. Riset Industri Hasil Hutan.

3(2):37-42.

Zanuncio AJV, Monteiro TC, Lima JT, Andrade HB, Carvalho AG. 2013. Drying

biomass for energy use of Eucalyptus urophylla and Corymbia citriodora logs.

Bioresources. 8(4):5159-5168.

17

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 28 Mei 1992 yang merupakan

putri ke empat dari empat bersaudara pasangan alm. Bapak Moch Said dengan Ibu

Afifah. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Bogor dan pada tahun yang

sama diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jaur Undangan

Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Penulis memilih Mayor Teknologi Hasil Hutan,

Depatemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selama penempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan, penulis telah

mengikuti beberapa kegiatan praktek lapang antara lain Praktek Pengenalan

Ekosistem Hutan (PPEH) di Hutan Mangrove Pangandaran dan Gunung Sawal

pada tahun 2012, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung

Walat, KPH Cianjur, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan Praktek Kerja

Lapang (PKL) di PGT Sindangwangi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan

Banten pada tahun 2013.

Selain aktif mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif berorganisasi dan

pernah menjadi Bendahara HIMASILTAN (Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan)

dan anggota Divisi Internal Mahasiswa Hasil Hutan pada tahun 2012, dan

berbagai kegiatan kepanitiaan. Selain itu, penulis memperoleh pendanaan DIKTI

dalam PKM di bidang Penelitian.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan dari

Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan

y j “Nilai Kalor Kayu yang Memiliki Kerapatan dan Kadar

Lignin Berbeda” I . D S N , MS dan Anne

Carolina SSi, MSi.