ngaben

7
Ngaben – Bali Ngaben adalah upacara pembakaran atau kremasi jenazah umat Hindu di Bali. Dalam prosesi Ngaben, ketika api mulai disulut, perlahan-lahan kobaran api akan membesar dan mulai berkobar menyulut sosok jenazah. Lama-kelamaan kobaran api mulai menghanguskan jazadnya yang dipercaya akan melepaskan segala ikatan keduniawian dari orang yang meninggal itu. Bila ikatan keduniawian telah terlepas, maka semakin terbukalah kesempatan untuk melihat kebenaran dan keabadian kesucian Illahi di alam sana. Beberapa hari sebelum upacara Ngaben dilaksanakan, keluarga dari orang yang meninggal dibantu oleh masyarakat membuat "Bade" dan "Lembu" yang sangat megah yang terbuat dari kayu, kertas warna- warni dan bahan lainnya. "Bade" dan "Lembu" ini merupakan tempat jenazah yang nantinya dibakar. Tabuik – Pariaman

Upload: tia-rahma

Post on 23-Oct-2015

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ngaben

Ngaben – Bali

Ngaben adalah upacara pembakaran atau kremasi jenazah umat Hindu di Bali.

Dalam prosesi Ngaben, ketika api mulai disulut, perlahan-lahan kobaran api akan

membesar dan mulai berkobar menyulut sosok jenazah. Lama-kelamaan kobaran api

mulai menghanguskan jazadnya yang dipercaya akan melepaskan segala ikatan

keduniawian dari orang yang meninggal itu. Bila ikatan keduniawian telah terlepas,

maka semakin terbukalah kesempatan untuk melihat kebenaran dan keabadian

kesucian Illahi di alam sana.

Beberapa hari sebelum upacara Ngaben dilaksanakan, keluarga dari orang yang

meninggal dibantu oleh masyarakat membuat "Bade" dan "Lembu" yang sangat megah

yang terbuat dari kayu, kertas warna-warni dan bahan lainnya. "Bade" dan "Lembu" ini

merupakan tempat jenazah yang nantinya dibakar.

Tabuik – Pariaman

Berasal dari kata ‘tabut’ dari bahasa Arab yang berarti mengarak. Upacara Tabuik

merupakan sebuah tradisi masyarakat di pantai barat, Sumatera Barat, yang

diselenggarakan secara turun menurun. Upacara ini digelar di hari Asyura yang jatuh

pada tanggal 10 Muharram. 

Page 2: Ngaben

Konon, Tabuik dibawa oleh penganut Syiah dari timur tengah ke Pariaman sebagai

peringatan perang Karbala. Upacara ini juga sebagai simbol dan bentuk ekspresi rasa

duka yang mendalam dan rasa hormat umat Islam di Pariaman terhadap cucu Nabi

Muhammad SAW.

Dua minggu menjelang pelaksanaan upacara Tabuik, warga Pariaman sudah sibuk

melakukan berbagai persiapan. Mereka membuat serta aneka penganan, kue-kue khas

dan Tabuik. Dalam masa ini, ada pula warga yang menjalankan ritual khusus, yakni

puasa.

Pada hari yang telah ditentukan, sejak pukul 06.00, seluruh peserta dan kelengkapan

upacara bersiap di alun-alun kota. Para pejabat pemerintahan pun turut hadir dalam

pelaksanaan upacara paling kolosal di Sumatera Barat ini.

Selain sebagai nama upacara, Tabuik juga disematkan untuk nama benda yang

menjadi komponen penting dalam ritual ini. Tabuik berjumlah dua buah dan terbuat dari

bambu serta kayu. Bentuknya berupa binatang berbadan kuda, berkepala manusia,

yang tegap dan bersayap. Oleh umat Islam, binatang ini disebut Buraq dan dianggap

sebagai binatang gaib. Di punggung Tabuik, dibuat sebuah tonggak setinggi sekitar 15

m. Tabuik kemudian dihiasi dengan warna merah dan warna lainnya dan akan di arak

nantinya.

Satu Tabuik diangkat oleh para pemikul yang jumlahnya mencapai 40 orang. Di

belakang Tabuik, rombongan orang berbusana tradisional yang membawa alat musik

perkusi berupa aneka gendang, turut mengisi barisan. Sesekali arak-arakan berhenti

dan puluhan orang yang memainkan silat khas Minang mulai beraksi sambil diiringi

tetabuhan.

Saat matahari terbenam, arak-arakan pun berakhir. Kedua Tabuik dibawa ke pantai dan

selanjutnya dilarung ke laut. Hal ini dilakukan karena ada kepercayaan bahwa

dibuangnya Tabuik ini ke laut, dapat membuang sial. Di samping itu, momen ini juga

dipercaya sebagai waktunya Buraq terbang ke langit, dengan membawa segala jenis

arakannya.

Page 3: Ngaben

Dugderan – Semarang

Dugderan adalah sebuah upacara yang menandai bahwa bulan puasa telah datang.

Dugderan dilaksanakan tepat 1 hari sebelum bulan puasa. Kata Dugder diambil dari

perpaduan bunyi dugdug dan bunyi meriam yang mengikuti kemudian diasumsikan

dengan derr.Kegiatan ini meliputi pasar rakyat yang dimulai sepekan sebelum

dugderan. Karnaval yang diikuti oleh pasukan merah-putih, drumband, pasukan

pakaian adat “BHINNEKA TUNGGAL IKA” , meriam , warak ngendok dan berbagai

potensi kesenian yang ada di Kota Semarang. Ciri Khas acara ini adalah warak

ngendok, sejenis binatang rekaan yang bertubuh kambing berkepala naga serta kulit

sisik emas. Visualisasi warak ngendok dibuat dari kertas warna – warni. Acara ini

dimulai dari jam 08.00 sampai dengan maghrib di hari yang sama juga diselenggarakan

festival warak dan Jipin Blantenan.

Pasola – Sumba

Ini adalah bagian dari serangkaian upacara tradisional yang dilakukan oleh orang

Sumba. Setiap tahun pada bulan Februari atau Maret serangkaian upacara adat

dilakukan dalam rangka memohon restu para dewa agar panen tahun tersebut berhasil

dengan baik. Puncak dari serangkaian upacara adat yang dilakukan beberapa hari

sebelumnya adalah apa yang disebut Pasola. Pasola adalah ‘perang-perangan’ yang

Page 4: Ngaben

dilakukan oleh dua kelompok berkuda. Setiap kelompok teridiri dari lebih dari 100

pemuda bersenjakan tombak yang dibuat dari kayu berdiameter kira-kira 1,5 cm yang

ujungnya dibiarkan tumpul.

Rambu Solo – Toraja

Rambu Solo adalah pesta atau upacara kedukaan /kematian. Bagi keluarga yang

ditinggal wajib membuat sebuah pesta sebagai tanda penghormatan terakhir pada

mendiang yang telah pergi.

Setelah melewati serangkaian acara, si mendiang di usung menggunakan Tongkonan

(sejenis rumah adat khas Toraja) menuju makam yang berada di tebing-tebing dalam

goa. Nama makamnya adalah pekuburan Londa.

Yang unik dari upacara rambu solo adalah pembuatan boneka kayu yang dibuat sangat

mirip dengan yang meninggal dan diletakkan di tebing.Uniknya lagi… konon katanya,

wajah boneka itu kian hari kian mirip sama yang meninggal.

Kebo-keboan – Banyuwangi

Page 5: Ngaben

Prosesi upacara adat Kebo-keboan dilaksanakan setiap tahun oleh warga Desa

Alasmalang. Awalnya upacara adat ini dilaksanakan untuk memohon turunya hujan

saat kemarau panjang. Dengan turunnya hujan berarti petani dapat segera bercocok

tanam.

Puncak prosesi adalah membajak sawah dan menanam bibit padi di persawahan.

Orang-orang yang bertingkah seperti kerbau tadi dapat kesurupan dan mengejar siapa

saja yang mencoba mengambil bibit padi yang ditanam. Warga masyarakat Desa

Alasmalang berusaha berebut bibit padi tersebut karena dipercaya dapat digunakan

sebagai tolak-balak maupun untuk keuntungan.

Rambu Solo, Sulawesi Selatan (17,5 %)

Tana Toraja yang terletak di Sulawesi Selatan sangat populer di kalangan turis karena

tradisi pemakaman Rambu Solo. Saat ini masyarakat Toraja banyak yang sudah

memeluk agama Protestan maupun Katolik, tapi tradisi leluhur masih sangat dijunjung

tinggi. Setiap tahunnya, tradisi Rambu Solo berpuncak pada bulan Juli dan Agustus.

Tradisi Rambu Solo menempati peringkat pertama, dipilih oleh 17,5 persen responden.

Rambu Solo sendiri merupakan upacara pemakaman arwah anggota keluarga yang

telah meninggal. Apabila seseorang yang meninggal tidak diupacarakan, maka arwah

orang tersebut akan membawa kemalangan bagi orang yang ditinggalkannya. Upacara

Rambu Solo memakan waktu persiapan yang lama, dan dana yang tidak sedikit.

Pemotongan kerbau memakan dana yang tidak sedikit jumlahnya.