new microsoft word document
DESCRIPTION
;p/TRANSCRIPT
PENANGANAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI ICU
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Mutu pelayanan kesehatan khususnya keperawatan di rumah sakit dapat dinilai melalui
berbagai indikator. Salah satunya penilaian terhadap upaya pengendalian infeksi nosokomial
menjadi tolak ukur mutu pelayan suatu rumah sakit dan menjadi standar penilaian akreditasi.
Infeksi Nosokomial adalah infeksi yang didapat di rumah sakit (hospital aquired infection)
atau infeksi yang timbul atau terjadi sesudah 72 jam perawatan pada pasien rawat inap. Pada
suatu rumah sakit yang mempunyai ICU, angka infeksi nosokomialnya lebih tinggi dibanding
yang tidak mempunyai ICU. Kejadian infeksi nosokomial juga lebih tinggi di rumah sakit
pendidikan oleh karena lebih banyak dilakukan tindakan pemeriksaan (diagnostik) dan
pengobatan yang bersifat invasif (Zulkarnain, 2009).
Di Amerika serikat ada 20.000 kematian setiap tahun akibat infeksi nosokomial, dan
menghabiskan biaya lebih dari 4.5 miliaran dolar pertahun ( Smeltzer,2001). Sedangkan di Asia
Tenggara ifeksi nosokomial sebanyak 10,0%. Data kejadian infeksi nosokomial di Malaysia
sebesar 12,7%, Taiwan 13,8%(Marwoto,2007).
Survey prevalensi yang dilakukan oleh WHO terhadap 55 rumah sakit di 14 negara mewakili
14 daerah WHO (Eropa, Mediterania timur, Asia Selatan – Timur, dan Pasifik Barat)
menunjukkan rata-rata 8,7% pasien di rumah sakit menderita infeksi nosokomial.
Infeksi nosokomial saat ini merupakan salah satu penyebab meningkatnya angka morbidity
dan mortality di rumah sakit, sehingga dapat menjadi masalah kesehatan baru, baik di negara
berkembang maupun negara maju. Saat ini, angka kejadian infeksi nosokomial telah dijadikan
salah satu tolak ukur mutu pelayanan rumah sakit. Izin operasional sebuah rumah sakit bisa
dicabut karena tingginya angka kejadian infeksi nosokomial. Bahkan pihak asuransi tidak mau
membayar biaya yang ditimbulkan akibat infeksi nosokomial sehingga pihak penderita sangat
dirugikan (Darmadi, 2008).
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian infeksi nosokomial ?
2. Apa saja yang menyebab infeksi nosokomial ?
3. Apa saja sumber dari infeksi nosokomial ?
4. Bagaimna cara upaya pengendalian infeksi nosokomial ?
5. Bagaimana cara pencegahan infeksi nosokomial ?
6. Bagaimana pencegahan infeksi nosokomial berkaitan dengan ruang ICU ?
1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui bagaimana mencegah infeksi nosokomial.
2. Untuk mengetahui bagaimana cara pencegahan infeksi nosokomial di ruang ICU.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGERTIAN INFEKSI NOSOKOMIAL
Infeksi nosokomial berasal dari bahasa Greek (Yunani) dimana Nosos : Penyakit, Komeion :
Rumah Sakit, jadi infeksi nosokomial : Infeksi yang terjadi di Rumah Sakit (Hospital acquired
Infections). Dengan angka kejadian yang cukup tinggi di RS di seluruh dunia ( 3 – 10%).
Infeksi nosokomial disebut juga sebagai infeksi rumah sakit (hospital infection atau
associated infection) adalah infeksi yang terjadi pada seseorang penderita yang sedang dirawat
atau berobat jalan dirumah sakit dan waktu tidak sedang dalam masa tunas suatu penyakit
menular (Chairuddin, 2001).
2.2 ETIOLOGI INFEKSI NOSOKOMIAL
Terjadinya infeksi nosokomial dapat disebabkan beberapa elemen yang dikemukakan oleh
(Patricia, 2005) yaitu :
a. Agen infeksius
Infeksi nosokomial dapat disebabkan oleh beberapa macam agen penyakit dapat berupa
bakteri, virus, jamur, protozoa, dan macam – macam agen penyakit ini ditentukan pula oleh
patogenesis, daya invasi, dan dosis infeksinya.
b. Reservoir
Reservoir adalah tempat patogen mampu bertahan hidup tetapi dapat atau tidak
berkembang biak. Reservoir yang paling umum adalah tubuh manusia. Agen menular tergantung
pada reservoir untuk kelangsungan hidupnya.
c. Penularan
Ada banyak cara penularan mikroorganisme dari reservoir ke penjamu (host). Meskipun
cara utama penularannya mikroorganisme adalah tangan dari pemberi layanan kesehatan, hampir
semua objek dalam lingkungan dapat menjadi alat penularan patogen. Semua personel rumah
sakit yang memberi pelayanan diagnostik dan pendukung.
d. Portal masuk
Organisme dapat masuk kedalam tubuh melalui rute yang sama dengan yang digunakan
untuk keluar. Faktor – faktor yang menurunkan daya tahan tubuh merupakan yang memperbesar
kesenpatan suatu patogen maupun organisme masuk kedalam tubuh.
2.3 SUMBER INFEKSI NOSOKOMIAL
Sumber infeksi nosokomial dapat dibagi dalam 4 bagian:
A. Petugas rumah sakit (perilaku)
Kurang memahami cara penularan penyakit
Kurang memperhatikan kebersihan
Kurang atau tidak memperhatikan teknik aseptic dan antiseptic
Menderita penyakit tertentu
Tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan
B. Alat yang dipakai
Kotor
Rusak
Penyimpanan kurang baik
Dipakai berulang-ulang
Kadaluarsa
C. Pasien
Kondisi yang sangat lemah
Kebersihan kurang
Menderita penyakit kronis
Menderita penyakit menula
D. Lingkungan
Tidak ada sinar matahari / penerangan yang masuk
Ventilasi udara kurang baik
Ruangan lembab
Banyak serangga.
2.4 CARA PENULARAN INFEKSI NOSOKOMIAL
Transmisi mikroorganisme di rumah sakit dapat terjadi dengan berbagai cara, bisa lebih
dari satu cara. Menurut (Slack, 2003) ada lima cara terjadinya transmisi mikroorganisme
yaitu:
a. Contac Transmision
Contact transmisi adalah yang paling sering pada infeksi nosokomial, dibagi menjadi dua
bagian yaitu secara langsung dan secara tidak lansung. Kontak langsung itu pada saat
barsentuhan langsung dengan permukaan tubuh seperti pada saat memandikan, membalikkan
pasien pada saat melakukan kegiatan asuhan keperawatan, dan menyentuh permukaan tubuh
pasien. Sedangkan kontak tidak langsung yaitu dimana perawat berkontak langsung dengan
pasien yang kondisinya yang lemah melalui peralatan yang terkontaminasi seperti peralatan
instrumen yang terkontaminasi, jarum, tangan yang terkontaminasi tidak dicuci dan sarung
tangan tidak diganti diantara pasien.
b. Droplet Transmision (percikan)
Secara teroritikal merupakan bentuk kontak transmisi, namun mekanisme transfer
mikroorganisme. Patogen ke penjamu ada jarak dari transmisi kontak. Droplet transmisi
dapat terjadi ketika batuk, bersin, berbicara dan saat melakukan tindakan khusus.
c. Airbne Transmisi (melalui udara)
Transmisi melalui udara yang terkontaminasi dengan mikroorganisme patogen, memiliki
partikel kurang yang sama dengan mikro. Mikroorganisme yang transmisi melalui udara
adalah mycobacterium tuberculosis, reboela dan varicella verus.
d. Melalui makanan
Transmisi mikroorganisme melalui makanan alat kesehatan da peralatan yang terkontaminasi
dengan mikroorganisme patogen.
e. Melalui darah
Terjadinya infeksi dapat berasal dari penyakit HIV, hepatitis B dan C melalui jarum suntik
yang telah terkontaminasi.
2.5 CARA UPAYA PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL
Upaya dimana untuk mengendalikan infeksi nosokomial, antara lain:
a) Membuat Tata-tertib/Panduan (guidance) untuk penanggulangan IN (BUKU PEDOMAN IN)
b) Tata-tertib cuci tangan dan kebersihan lingkungan RS (pelaksanaan harus diawasi ketat)
c) Tata-tertib pemasangan alat : infus / transfusi, kateterisasi urin, luka operasi, isolasi pasien
dengan penyakit menular.
d) Pembuangan sampah seperti jarum suntik, alat alat tajam, sampah laboratorium, produk darah
dll
e) Handwashing / Cuci Tangan
Akan mengurangi jumlah dan penyebaran infeksi dari satu pasien ke pasien lainnya. Tangan
harus digosok dengan sabun sekurang kurangnya selama 10 detik dan dibilas dengan air
mengalir.Harus dilakukan sebelum dan sesudah merawat pasien atau neonatus, sebelum dan
sesudah merawat luka dan sebelum melakukan prosedur penyuntikan dan pemasangan inf p
osedu pe yu t a da pe asa ga us / transfusi darah. Bila berkontak dengan darah, cairan darah,
secret luka, pus, atau material yg mungkin infeksius, maka tangan harus dicuci untuk 2-3
menit dengan desinfektan. Surgerical scrub adalah hal yang rutin dilakukan dan dengan
urutan yang bisa bervariasi, akan tetapi tangan dan lengan harus disikat dengan sabun kira
kira 10 menit, lalu dibilas dengan air mengalir dan dengan cairan antiseptik.
f) Sabun dan kekurangannya
Sabun yg non antimikrobiologis (plain soap) : Sabun ini ternyata gagal untuk
meniadakan bakteri patogen dari tangan, malahan ternyata menambah bacterial count. Sabun
ini bisa terkontaminasi dan menyebabkan tangan petugas kesehatan mengalami kolonisasi
oleh bakteri batang Gram negative.
g) Sanitasi lingkungan RS
Penggunaan bahan disinfektansia dengan konsentrasi yang adekuat Pembersihan
lantai dan permukaan serta menggunakan air dan detergen (mengurangi kontaminasi MO)
Pemeriksaan mikrobiologis untuk mengetahui populasi mikroorganisme dari ruangan di RS
(Hospital Strain) dan pola resistensi kuman.
2.6 CARA PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL
Dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi harus disesuaikan dengan rantai
terjadinya infeksi nosokomial sebagai berikut menurut (Patricia,2005) yaitu:
a. Kontrol atau eleminasi agen infeksius
Pembersihan, penggunaan desinffeksi dan melakukan sterilisasi merupakan suatu tindakan
untuk mengurangi terjadinya infeksi dan seringkali memusnahkan mikroorganisme, seperti
membuang sampah kotoran dan materi organik dan memusnahkan semua organisme yang
dapat menyebabkan penyakit.
b. Kontrol atau eliminasi reservoir
Untuk mengeliminasi reservoir perawat harus membersihkan cairan tubuh, drainase, atau
larutan yang dapat menyebabkan tempat mikroorganisme. Dimna semua rumah sakit harus
memiliki pedoman untuk membuang materi sampah infeksius menurut kebijakan lokal dan
negara.
c. Pengendalian penularan
Pengendalian efektif terhadap infeksi mengharuskan perawat harus tetap waspada tentang
jenis penularan dan cara mengintronya. Teknik yang paling penting adalah mencuci tangan
dengan aseptik, dimana untuk mencegah penularan mikroorganisme melaui kontak langsung,
peralatan dan bahan yang kotor.
2.7 PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL BERKAITAN DENGAN RUANG ICU
a. Infeksi saluran kemih
Infeksi nosokomial pada saluran kemih merupakan infeksi yang paling sering terjadi
hampir sekitar 35% dari total kejadian infeksi nosokomial. Infeksi saluran kemih biasanya
disebabkan oleh patogen yang menyebar secara langsung ke area periuretral dari perineum
pasien atau saluran cerna, cara penyebaran ini merupakan cara yang paling sering terjadi pada
wanita dan juga dikarenakan oleh kontaminasi kateter urin.
Untuk mencegahnya yaitu dengan cara melakukan pemasangan kateter urien harus
sesuai dengan indikasi pasti seperti inkontinensia urien dan segera dilepas setelah
memungkinkan dan sambungan ke urien bag harus rapat dan kuat agar tidak terjadinya
perembesan urien ke lantai.
b. Infeksi lukan operasi
Infeksi luka operasi mencakup kurang lebih 20% dari angka kejadian infeksi
nososkomial, dan menyebabkan kerugian materi yang cukup tinggi yaitu 57%. Resiko
terjadinya infeksi luka operasi dipengaruhi oleh keterampilan dokter bedah, penyakit yang
diderita pasien atau usia tua, serta waktu pemberian antibiotik.
Untuk pencegahannya yaitu dengan penggunaan antibiotik profilaksis diberikan
dengan indikasi yang tepat, baik single dose maupun kontinyu dan juga harus mengikuti
peraturan dan tata tertib yang berlaku.
c. Pneumonia
Pneumonia akibat infeksi nosokomial biasanya terjadi setelah perawatan lebih dari 48
jam di rumah sakit dan pasien memperhatikan tanda – tanda klinis pneumonia yang tidak
didapatkan saat awal perawatan.selain Hospital Acquidret Pneumonia (HAP), terdapat bentuk
lainnya yang lebih spesifik dan sering ditemui di ICU, yaitu Ventilator-associated Pneumonia
(VAP). Hampir semua kasus disebabkan oleh aspirasi dari mikroorganisme di orofaring yang
endogenus atau didapat dari rumah sakit. Faktor resiko mencakup hal-hal yang memicu
terjadinya kolonalisasi babkteri dimana dikarenakan oleh penggunaan antibiotik sebelumya,
kontaminasi dari ventilator. Pneumonia merupakan infeksi nosokomial yang menyebabkan
kematian di rumah sakit senbanyak 15%.
Untuk mencegahnya yaitu dengan pemberian antibiotik sesuai dengan hasil kultur,
kedaan dan prosedur yang dapat meningkatkan resiko aspirasi harus diperhatikan, misalnya
pasien tidak sadar, dan juga sirkut ventilator diganti setiap 24-48 jam.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 DESINE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif dengan studi
pendekatan cross sectional.
3.2 POPULASI DAN SEMPEL
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita penyakit infeksi nosokomial di
RSUD Setjonegoro Wonosobo dari bulan juli tahun 2009 sampai Desember tahun 2011 yaitu
258 pasien, dan sampelnya mengambil seluruh populasi yaitu seluruh penderita penyakit
infeksi nosokomial di RSUD Setjonegoro Wonosobo dari bulan juli tahun 2009 sampai
Desember tahun 2011 yaitu 258 pasien.
3.3 LOKASI PENELITIAN
Rumah Sakit Umum Daerah Setjonegoro Wonosobo berada di Kecamatan Kota
Wonosobo, dan berada di tengah kota sehingga merupakan tempat yang strategis dan dapat
terjangkau bagi masyarakat yang rnembutuhkan pelayanan kesehatan terutama untuk
pelayanan rujukan.
3.4 VARIABEL PENELITIAN
Beberapa variabel dalam penelitian ini adalah tempat/ruang, waktu, orang (jenis kelamin)
dan kejadian infeksi nosokomial di RSUD Sefionegoro Kabupaten Wonosobo.
3.5 ANALISIS DATA
Analisis data dalam penelitian ini adalah analisis univariat yang digunakan untuk melihat
gambaran distribusi angka kejadian infeksi nosokornial di RSUD Setjonegoro kabupaten
Wonosobo. Analisis bivariat dilakukan untuk rnenghubungkan variabel-variabel yang diteliti
dengan menggunakan tabel. Data yang didapat dari hasil penelitian akan dianalisis secara
deskriptif yang kemudian disajikan dalam bentuk grafik dan prosentase.
BAB IV
PEMBAHASAAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan diRurnah Sakit Umum Daerah Setjonegoro
Kabupaten Wonosobo pada tanggal 10-21 April 2012, dapat diketahui bahwa kejadian infeksi
nosokomial di sana mengalami kenaikan dari bulan Juli tahun 2009 sampai akhir tahun 2011,
yaitu tahun 2009 sebesar 19 kasus atau 0,26%, tahun 2010 sebesar 49 atau 0,37%, dan tahun
2011 sebesar 190 atau 1,48%. Jumlah pasien yang menjalani rawat inap di RSUD Setjoegoro
yaitu pada bulan Juli sampai Desember tahun 2009 jumlahnya adalah 7106 pasien, tahun
2010 jumlahnya 13124 pasien serta tahun 2011 jumlahnya 12789 pasien. Prevalensi jenis
infeksi nosokomial yang terjadi di RSUD Setjonegoro dari bulan Juli 2009 sampai 2011 yang
tertinggi adalah phlebitis yaitu 5,02 per 1000 pasien rawat inap.
Prevalensi kejadian infeksi nosokomial dari semester 11 tahun 2009 sampai semester
11 tahun 2011 selalu mengalami peningkatan. Di tahun 2011 terjadi peningkatan yang cukup
tinggi prevalensi kejadian infeksi nosokomialnya, padahal jumlah pasien rawat inapnya
menurun dari tahun 2010, ini dikarenakan banyak hal antara lain dari hasil pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan oleh bagian Sanitarian RSUD Sedjonegoro banyak yang belum
memenuhi baku mutu di tahun 2011 dari pada tahun 2010, serta dari hasil wawancara dan
observasi praktik teknik aseptik petugas kesehatan dan pengunjung masih kurang seperti
kebiasaan mencuci tangan sebelum mengobati, merawat ataupun memegang pasien,
penggunaan APD seperti masker, jas khusus, alas kaki dan sarung tangan bagi pengunjung
untuk masuk ruangan khusus seperti HCU masih kurang, pembatasan pengunjung dan jam
besuk juga masih sering diabaikan.
Dari hasil observasi di salah satu ruangan diruang Bougenville, kegiatan pemasangan
infuse pada pasien sudah sesuai dengan prosedur tetap pemasangan infuse, hanya saja para
medis tidak mencuci tangan terlebih dahulu, dan langsung mernakai sarung tangan. Hal ini
sebagai salah satu penyebab infeksi phebitis cukup tinggi terjadi diruangan ini, karena kuman
yang ada ditangan bisa saja keluar dari sarung tangan yang dipakai ataupun menembus
sarung tangan tersebut sehingga rnenyebar ke daerah bagian tubuh pasien yang akan di infus.
Kebanyak para perawat tidak melakukan cuci tangan pada saat melakukan tindakan
pemasangan infus maupun melakukan tindakan lain di dalam masing – masing ruangan yang
ada di rumah sakit terutama di ruang Anggrek(VIP I) yaitu 19,41%. Jenis infeksi nosokomial
yang banyak terjadi di ruangan ini adalah phlebitis dan juga terjadi pada ruang bugenfile.
Jenis infeksi nosokomial yang banyak terdapatdi RSUD Setjonegoro Kabupaten
Wonosobo adalah Phlebitis, Infeksi Luka Operasi (ILO), dan dekubitus. Karena jenis infeksi
nosokomial yang terdapat di RSUD Setjonegoro bukan merupakan penyakit yang
dipengaruhi oleh musim, jadi tidak berpengaruh terhadap karakteristik bulan pasien dirawat
inap.
Kejadian infeksi nosokomial yang terjadi di RSUD Setjonegoro dari bulan Juli 2009
sampai Desernber 2011 yang terbanyak adalah phlebitis, ILO, dan dekubitus. Beberapa jenis
infeksi nosokomial tersebut tidak ada hubungannya dengan jenis kelamin pasien yang
menderita, sehingga tidak berpengaruh terhadap karakteristik jenis kalemin pasien rawat inap.
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada rumah sakit RSUD setjonegoro
Kabupaten Wonosobo dan setelah dilakukan penelitian tentang infeksi nosokomial para
perawat kurang melakukan tindakan cuci tangan pada saat melakukan tindakan kepada
pasien terutama pada ruangan anggrek dan bugenfile yang dimana merupakan penyebab
tertinggi kejadian infeksi nosokomial. Selain itu para medis juga tidak menggunakan masker
dan sambil berbicara pada saat melakukan infus, ini dapat menyebabkan kuman yang ada di
mulut keluar dan menyebar ke daerah bagian yang di infus.
angka kejadian infeksi nosokomial di RSUD Setjonegoro Kabupaten Wonosobo
adalah pada semester II 2009 prevalensi 2,67 per 1000 pasien rawat inap, semester I 2010
prevalensi 3,12 per 1000 pasien rawat inap, semester II 2010 prevalensi 4,36 per 1000 pasien
rawat inap, semester I 2011 prevalensi 9,68 dan semester II 2011 prevalensi 19,71 per 1000
pasien rawat inap.
DAFTAR PUSTAKA
Indra sanggap Purba.2006,Tingkat Pengetahuan Klien Tentang Infeksi Nosokomial Di
Rumah Sakit.
https://www.google.com/?
gws_rd=ssl#q=jurnal+keperawatan+tentang+infeksi+nosokomial+di+ruang+icu+pdf&start=1
0
https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CB0QFjAA&url=http
%3A%2F%2Frsulin.kalselprov.go.id%2Fberita-289-upaya-pencegahan-infeksi-nosokomial-
di-ruang-rawat-intensif.html&ei=
CMAVZTlBYqB8QXHxIDwCQ&usg=AFQjCNGg4IpImYPGX7Xf6beWQ1nALiRbyw&si
g2=kkzN2sQHWDjH-5oQ2E1XaQ&bvm=bv.87611401,d.dGY
http://ejournal.undip.ac.id/6169-13289-1-SM.pdf
http://ocw.usu.ac.id/bbc215_slide_infeksi_nosokomial.pdf
Ade Pernanda Tridora Kamis, 22 Januari 2015
Infeksi Nosokomial
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu komplikasi yang sering terjadi pada pasien pasca operasi adalah terjadinya
infeksi tambahan yang disebut infeksi nosokomial. Infeksi Nosokomial merupakan infeksi
silang yang terjadi akibat perpindahan mikroorganisme melalui petugas kesehatan dan alat
yang dipergunakan saat melakukan tindakan.
Saran ditujukan kepada pihak penyelenggaran pelayanan kesehatan agar memberikan
pelatihan berkelanjutan kepada para perawat dan petugas kesehatan lainnya, serta melengkapi
sarana dan prasarana menunjang pelaksanaan program pengendalian Infeksi Nosokomial.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Infeksi Nosokomial ?
2. Apa saja batasan – batasan Infeksi Nosokomial ?
3. Apa saja factor-faktor yang mempengaruhi Infeksi Nosokomial ?
4. Apa saja penyebab Infeksi Nosokomial ?
5. Bagaimana proses penularan Infeksi Nosokomial ?
6. Apa saja tanda dan gejala Infeksi Nosokomial ?
7. Apa saja dampak Infeksi Nosokomial ?
8. Bagaimana pencegahan Infeksi Nosokomial ?
9. Bagaimana pengobatan Infeksi Nosokomial ?
10. Apa saja contoh Infeksi Nosokomial ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian Infeksi Nosokomial.
2. Mengetahui batasan – batasan Infeksi Nosokomial.
3. Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi Infeksi Nosokomial.
4. Mengetahui penyebab Infeksi Nosokomial.
5. Mengetahui proses penularan Infeksi Nosokomial.
6. Mengetahui tanda dan gejala Infeksi Nosokomial.
7. Mengetahui dampak Infeksi Nosokomial.
8. Mengetahui pencegahan Infeksi Nosokomial.
9. Mengetahui pengobatan Infeksi Nosokomial.
10. Mengetahui contoh Infeksi Nosokomial
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian
Infeksi Nosokomial merupakan infeksi silang yang terjadi akibat perpindahan
mikroorganisme melalui petugas kesehatan dan alat yang dipergunakan saat melakukan
tindakan.
Masalah Infeksi Nosokomial pada tahun terakhir ini telah menjadi topik pembicaraan di
banyak negara. Telah diketahui bahwa pengelolaan Infeksi Nosokomial menimbulkan biaya
tinggi, baik yang ditanggung pihak penderita maupun pihak Rumah Sakit. Bahkan di
Amerika, Infeksi Nosokomial termasuk dalam 10 besar penyebab kematian. Di negara maju,
angka kejadian Infeksi Nosokomial telah dijadikan salah satu tolok ukur mutu pelayanan
rumah sakit. Izin operasi suatu rumah sakit bisa dicabut karena tingginya angka kejadian
infeksi nosokomial. Infeksi Nosokomial dapat terjadi dimana saja diruang perawatan rumah
sakit, kapan saja, tanpa membedakan umur dan jenis penyakit.
Sehubungan dengan Infeksi Nosokomial ini, maka ada baiknya mengetahui hal-hal
sebagai berikut :
1. Secara umum Infeksi Nosokomial adalah infekksi yang didapatkan penderita selama
dirawat di rumah sakit.
2. Infeksi Nosokomial sukar diatasi karena sebagai penyebabkan adalah mikrooraganisme /
bakteri yang sudah resisten terhadap antibiotika.
3. Bila terjadi Infeksi Nosokomial, maka akan terjadi penderitaan yang berkepanjangan serta
pemborosan waktu serta pengeluaran biaya yang bertambah tinggi kadang-kadang kualitas
hidup penderita akan menurun.
4. Infeksi Nosokomial disamping berbahaya bagi penderita, juga berbahya bagi lingkungan
baik selama dirawat dirumah sakit ataupun diluar rumah sakit setelah berobat jalan.
5. Dengan pengendalian Infeksi Nosokomial akan menghambat biaya dan waktu yang
terbuang.
6. Dinegara yang sudah maju masalah ini telah diangkat menjadi masalah nasional, sehingga
bila angka Infeksi Noskomial disuatu rumah sakit tinggi, maka izin operasionalnya
dipertimbangkan untuk dicabut oleh istansi yang berwenang.
2.2. Batasan-batasan yang dipakai untuk Infeksi Nosokomial
Infeksi Nosokomial disebut juga dengan “Hospital acquired infection” apabila
memenuhi batasan / kriteria sebagai berikut :
1. Apabila pada waktu dirawat di RS, tidak dijumpai tanda-tanda klinik infeksi tersebut.
2. Pada waktu penderita mulai dirawat tidak dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut.
3. Tanda-tanda infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya 3 x 24 jam sejak mulai
dirawat.
4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari nfeksi sebelumya.
5. Bila pada saat mulai dirawat di RS sudah ada tanda-tanda infeksi, tetapi terbukti bahwa
infeksi didapat penderita waktu perawatan sebelumnya dan belum pernah dilaporkan sebagai
infeksi nosokommial.
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Infeksi Nosokomial
Secara umum faktor yang mempengaruhi terjadinya Infeksi Nosokomial terdiri atas 2
bagian besar, yaitu :
1. Faktor endogen (umur, seks, penyakit penyerta, daya tahan tubuh dan kondisi local).
2. Faktor eksogen (lama penderita dirawat, kelompok yang merawat, alat medis dan
lingkungan).
2.4 Penyebab Infeksi Nosokomial
1. Agen Infeksi
Kemungkinan terjadinya infeksi tergantung pada :
1. Karakteristik mikroorganisme.
2. Resistensi terhadap zat-zat antibiotika.
3. Tingkat virulensi.
4. Banyaknya materi infeksius.
Semua mikroorganisme termasuk bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan
Infeksi Nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang di dapat dari
orang lain atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri.
2. Bakteri
Keberadaan disini sangat penting dalam melindungi tubuh dari datangnya bakteri patogen.
Tetapi pada beberapa kasus dapat menyebabkan infeksi jika manusia tersebut mempunyai
toleransi yang rendah terhadap mikroorganisme. Contohnya Escherichia coli paling banyak
dijumpai sebagai penyebab infeksi saluran kemih. Bakteri pathogen lebih berbahaya dan
menyebabkan infeksi baik secara sporadic maupun endemic. Contohnya :
Anaerobik Gram-positif, Clostridium yang dapat menyebabkan gangrene.
Bakteri Gram-positif : Staphylococcus aureus yang menjadi parasit di kulit dan hidung dapat
menyebabkan gangguan pada paru, pulung, jantung dan infeksi pembuluh darah serta
seringkali telah resisten terhadap antibiotika.
Bakteri Gram-negatif : Enterobacteriacae, contohnya Escherichia coli, Proteus, Klebsiella,
Enterobacter. Pseudomonas sering sekali ditemukan di air dan penampungan air yang
menyebabkan infeksi di saluran pencernaan dan pasien yang dirawat. Bakteri gram negatif ini
bertanggung jawab sekitar setengah dari semua infeksi di rumah sakit.
Serratia marcescens, dapat menyebabkan infeksi serius pada luka bekas jahitan, paru dan
peritoneum.
3. Virus
Banyak kemungkinan Infeksi Nosokomial disebabkan oleh berbagai macam virus, termasuk
virus hepatitis B dan C dengan media penularan dari tranfusi, dialysis, suntikan dan
endoskopi. Respiratory Syncytial Virus (RSV), rotavirus, dan enteroviruses yang ditularkan
dari kontak tangan ke mulut atau melalui rute faecal-oral. Hepatitis dan HIV ditularkan
melalui pemakaian jarum suntik, dan tranfusi darah. Rute penularan untuk virus sama seperti
mikroorganisme lainnya. Infeksi gastrointestinal, infeksi traktus respiratorius, penyakit kulit
dan dari darah. Virus lain yang sering menyebabkan Infeksi Nosokomial adalah
Cytomegalovirus, Ebola, Influenza virus, Herpes Simplex Virus, dan Varicella-zoster virus,
juga dapat ditularkan.
4. Parasit dan jamur
Beberapa parasit seperti Giardia lamblia dapat menular dengan mudah ke orang dewasa dan
anak-anak. Banyak parasit dan jamur dapat timbul selama pemberian obat antibiotika bakteri
dan obat immunosupresan, contohnya infeksi dari Candida albicans, Aspergillus spp,
Cryptococcus neoformans, Cryptosporidium.
5. Faktor Alat
Dari suatu penelitian klinis, infeksi nosokomial pertama disebabkan infeksi dari kateter urin,
infeksi jarum infus, infeksi saluran nafas, infeksi kulit, infeksi dari luka operasi dan
septicemia. Pemakaian infuse dan kateter urin lama yang tidak diganti-ganti. Diruang
penyakit dalam diperkirakan 20-25% pasien memerlukan terapi infuse. Komplikasi kanulasi
intravena ini dapat berupa gangguan mekanis, fisis dan kimiawi.
2.5 Proses penularan Infeksi Nosokomial
1. Langsung : antara pasien dan personel yang merawat atau menjaga pasien.
2. Tidak langsung :
Obyek tidak bersemangat atau kondisi lemah.
Lingkungan menjadi kontaminasi dan tidak didesinfeksi atau sterilkan (sebagai contoh
perawatan luka pasca operasi).
Penularan cara droplet infection di mana kuman dapat mencapai ke udara.
Penularan melalui vector, yaitu penularan melalui hewan atau serangga yang membawa
kuman.
Selain itu penularan infeksi nosokomial yaitu :
1. Penularan secara kontak
Penularan ini dapat terjadi secara kontak langsung, kontak tidak langsung, droplet. Kontak
langsung terjadi bila sumber infeksi berhubungan langsung dengan pejamu misalnya, person
to person pada penularan infeksi virus hepatitis A secara fecal oral. Kontak tidak langsung
terjadi apabila penularan membutuhkan perantara (biasanya benda mati). Hal ini terjadi
karena benda mati tersebut telah terkontaminasi oleh infeksi, misalnya kontaminasi peralatan
medis oleh mikroorganisme.
2. Penularan melalui Common Vehicle
Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman dan dapat
menyebabkan penyakit pada lebih dari satu pejamu. Adapun jenis-jenis common vihecle
adalah darah / produk darah, cairan intra vena, obat-obatan dan sebagainya.
3. Penularan melalui udara dan inhalasi
Penularan ini terjadi bila mikroorganisme mempunyai ukuran yang sangat kecil sehingga
dapat mengenai penjamu dalam jarak yang cukup jauh dan melalui saluran pernafasan.
Misalnya mikroorganisme yang terdapat dalam sel-sel kulit yang terlepas (staphylococcus)
dan tuberculosis.
4. Penularan dengan perantara vector
Penularan ini dapat terjadi secara eksternal dan internal. Disebut penularan secara eksternal
bila hanya terjadi pemindahan secara mekanis dari mikroorganisme yang menempel pada
tubuh vector misalnya shigella dan salmonella oleh lalat. Penularan secara internal bila
mikroorganisme masuk kedalam tubuh vector dan dapat terjadi perubahan secara biologis,
misalnya parasit malaria dalam nyamuk atau tidak mengalamiperubahan biologis, misalnya
yersenia pestis pada ginjal.
2.6 Tanda dan gejala
1. Demam
2. Bernapas cepat
3. Kebingungan mental
4. Tekanan darah rendah
5. Sel darah putih tinggi
6. Radang paru-paru mungkin termasuk kesulitan bernapas dan ketidakmampuan untuk
batuk
7. Infeksi : pembengkakan, kemerahan, dan kesakitan pada kulit atau luka di sekitar
bedah atau luka
2.7 Dampak Infeksi Nosokomial
1. Menyebabkan cacat fungsional, stress emosional dan dapat menyebabkan cacat yang
permanen serta kematian.
2. Dampak tertinggi pada negara berkembang dengan prevalensi HIV/AIDS yang tinggi.
3. Meningkatkan biaya kesehatan diberbagai negara yang tidak mampu dengan
meningkatkan lama perawatan di rumah sakit, pengobatan dengan obat-obat mahal
dan penggunaan pelayanan lainnya, serta tuntutan hukum.
2.8. Pencegahan
Pencegahan Infeksi Nosokomial dapat dilakukan dengan berbagai cara :
1. Stratifikasi Risiko
Perolehan Infeksi Nosokomial di tentukan dari semua pasien factor, seperti imunitas yang
membahayakan dan melakukan campur tangan yang dapat meningkatkan factor risiko.
Perawatan pasien harus dibedakan berdasarkan macam-macam infeksi yang ada. Penilaian
risiko akan sangat membantu untuk mengkategorikan pasien dan mengontrol infeksi yang
kira-kira akan ada pada kedepannya.
2. Mengurangi Transmisi dari orang ke orang
Hand decontamination : dapat dilakukan dengan mencuci tangan, menjaga kehigienisan diri
khususnya tangan
Personal hygien : Para pegawai harus mempunyai personal hygiene yang baugs. kuku harus
bersih dan tetap pendek. Rambut sekiranya pendek dan terikat. Jambang atau kumis pendek
dan bersih
3. Masker
Menggunakan masker yang terbuat dari wool, atau bahan-bahan lain yang tidak mudah
terinfeksi.
4. Sarung Tangan
Sarung Tagan digunakan untuk :
1. Melindungi pasien : para staff menggunakan sarung tangan yang steril untuk operasi, dan
kegiatan lain.
2. Sarung tangan yang tidak steril harus dijauhkan dari pasien.
3. Tangan harus dicuci bersih ketika sarung tangan dilepas
5. Praktik Menyuntik yang Aman
Untuk mencegah transmisi diantara pasien dan suntikan :
1. Mengurangi suntikan yang ridak perlu.
2. Menggunakan jarum suntik yang aman.
3. Gunakan jarum suntik untuk sekali pakai.
4. Mencegah kontaminasi melalui obat.
5. Patuhi semua peraturan yang ada.
6. Mencegah Transmisi dari lingkungan
Lingkungan Rumah Sakit yang bersih.
Rutin untuk membersihkan area rumah sakit, memungkinkan pengurangan mikroorganisme
yang hidup dalam kondisi kotor.
Harus ada kebijaksanaan tentang seberapa sering rumah sakit dibersihkan.
Mencegah Infeksi perlengkapan pasien.
Harus menemukan cara untuk membasmi organisme.
Mempunyai bahan pembersih.
Harus mengetahui jumlah bakteri yang ada, tingkat kebahayaannya di air atau kehadiran
mereka di sabun dan protein.
Menggunakan air hangat untuk membersihkan alat-alat seperti peralatan kebersihan, alat
dapur, dll.
Sterilisasi digunakan untuk membasmi mikroorganisme. Dengan cara ini dapat mengurangi
mikroba yang berukuran10-6.
2.9. Pengobatan
Pemeriksaan Mikrobiologi Klinik berperan dalam seluruh tahapan asuhan/pelayanan
medis yang berhubungan dengan tatalaksana/pengobatan penderita penyakit infeksi yang
meliputi :
Tahapan Penapisan
1. Langsung : Leptospiroses, Lues, dsb.
2. Pengecatan : Dipteri, Tuberkulosis, Gas gangrene, Gonorhae, Mikosis, dsb.
Tahap Diagnostik
1. Kultur dan Tes Resistensi.
2. Tes Immuno-Serologi : Demam Tifoid, Sifilis, Demam Berdarah, AIDS, TORCH, SARS,
Avian Flu, dsb.
3. Tes Mikrobiologi Molekuler : TBC, Avian Flu, SARS.
Pengelolaan penderita (monitoring)/tindak lanjut (hasil terapi antibiotic)
Pemeriksaan lanjutan Kultur dan Tes Resistensi
Screening donor darah
1. Tes Serologi : Sifilis, AIDS, Malaria, Demam Tifoid, dan Hepatitis B
Pemriksaan mikrobiologi klinik memungkinkan untuk mengetahui kuman penyebab
infeksi beserta gambaran pola keperkaan kuman terhadap antibiotic, sehingga akan
membantu klinisi dalam pemilihan antibiotika. Hanya saja untuk pemeriksaan sampai
indentifikasi memerlukan waktu 3-4 hari, sementara itu pemberian antibiotic kepada pasien
tidak dapat ditunda. Dalam keadaan seperti ini maka pemilihan antibiotic secara educated
guesssangat penting berdasarkan gambaran pola kepekaan kuman setempat.
2.10 Contoh Infeksi Nosokomial
1. Infeksi Luka Operasi (ILO)
Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika tidak
menggunakan implant atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implant dan infeksi
tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan suatu bagian anatomi
tertentu (contoh, organ atau ruang) pada tempat insisi yang dibuka atau dimanipulasi pada
saat operasi dengan setidaknya terdapat salah satu tanda :
Keluar cairan purulen dari drain organ dalam.
Didapat isolasi bakteri dari organ dalam.
Dinyatakan oleh infeksi oleh ahli bedah atau dokter.
Ditemukan abses.
Pencegahan ILO harus dilakukan, karena jika tidak, akan mengakibatkan semakin lamanya
rawat inap, peningkatan biaya pengobatan, terdapat resiko kecacatan dan kematian, dan dapat
mengakibatkan tuntutan pasien. Pencegahan itu sendiri harus dilakukan oleh pasien, dokter
dan timnya, perawat kamar operasi, perawat ruangan, dan oleh nosocomial infection control
team.
2. Infeksi Saluran Kencing (ISK)
Infeksi saluran kencing (ISK) adalah infeksi yang sering terjadi. ISK dapat terjadi di saluran
ginjal (ureter), kandung kemih (bladder), atau saluran kencing bagian luar (uretra). Bakteri
utama penyebab ISK adalah bakteri Escherichia coli (E. coli) yang banyak terdapat pada tinja
manusia dan biasa hidup di kolon. Wanita lebih rentan terkena ISK karena uretra wanita lebih
pendek daripada uretra pria sehingga bakteri ini lebih mudah menjangkaunya. Infeksi juga
dapat dipicu oleh batu di saluran kencing yang menahan koloni kuman. Sebaliknya, ISK
kronis juga dapat menimbulkan batu.
Mikroorganisme lain yang bernama Klamidia dan Mikoplasma juga dapat menyebabkan ISK
pada laki-laki maupun perempuan, tetapi cenderung hanya di uretra dan system reproduksi.
Berbeda dengan E coli, kedua bakteri itu dapat ditularkan secara seksual sehingga
penanganannya harus bersamaan pada suami dan istri.
Gejala :
1. Sakit pada saat atau setelah kencing.
2. Anyang-anyangan (ingin kencing, tetapi tidak ada atau sedikit air seni yang keluar).
3. Warna air seni kental / pekat seperti air teh, kadang kemerahan bila ada darah.
4. Nyeri pada pinggang.
5. Demam atau menggigil, yang dapat menandakan infeksi telah mencapai ginjal (diiringi rasa
nyeri disisi bawah belakang rusuk, mual atau muntah)
3. Bakterimia
Bakterimia adalah keadaan dimana terdapatnya bakteri yang mampu hidup dalam aliran
darah secara sementara, hilang timbul atau menetap. Bakterimia merupakan infeksi sistemik
yang berbahaya karena dapat berlanjut menjadi sepsis yang angka kematiannya cukup tinggi.
Factor risiko terjadinya bakterimia pada orang dewasa antara lain lama perawatan di rumah
sakit, tingkat keparahan penyakit, komorbiditas, tindakan invasive, terapi antibiotika yang
tidak tepat, terapi immunosupresan, dan penggunaan steroid.
Gejala :
1. Demam atau hipotermia (penurunan suhu tubuh).
2. Hiperventilasi.
3. Menggigil.
4. Kulit terasa hangat.
5. Takikardi (peningkatan denyut jantung).
6. Mengigau atau linglung.
7. Penurunan produksi air kemuh.
4. Infeksi Saluran Nafas (ISN)
Infeksi saluran nafas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran nafas
atas dan infeksi saluran nafas bawah. Infeksi saluran nafas bagian atas meliputi rhinitis,
sinusitis, faringitis, laryngitis, epiglotitis, tonsillitis, otitis. Sedangkan, infeksi saluran nafas
bawah meliputi infeksi pada bronchus, alveoli seperti bronchitis, bronkhiolitis, pneumonia.
Keadaan rumah sakit yang tidak baik dapat menimbulkan infeksi saluran nafas atas maupun
bawah. Infeksi saluran nafas atas bila tidak diatasi dengan baik dapat berkembang
menyebabkan infeksi saluran nafas bawah. Infeksi saluran nafas atas yang paling banyak
terjadi serta perlunya penanganan dengan baik karena dampak komplikasinya yang
membahayakan adalah otitis, sinusitis, dan faringitis.
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
Berdasarkan dari informasi yang saya dapat mengenai Infeksi Nosokomial di dunia, bahkan
di Indonesia dapat disimpulkan bahwa Infeksi Nosokomial ini sangat perlu dikendalikan dan
harus diprioritaskan agar bisa memutus rantai infeksi. Apabila tidak maka semakin banyak
orang yang akan menderita penyakit ini, menurunkan derajat kesehatan, dan juga infeksi
nosocomial akan mencemari citra rumah sakit.
3.2.Saran
1. Rumah Sakit
Perlu adanya tim pengendalian Infeksi Nosokomial. Harus ada pengawasan ketat untuk
pemberian antibiotika, diadakan pemeriksaan kultur ruangan secara berkala, disediakan alat
kesehatan yang dibutuhkan diruang-ruang perawatan yang menunjang untuk kejadian Infeksi
Nosokomial
2. Perawat
Manajer keperawatan harus mampu memberikan support system kepada perawat pelaksana
agar pelayanan tetap berkualitas dan perawatan jalan nafas sesuai dengan instruksi kerja.
Bagi supervise keperawatan harus selalu ikut survey terhadap pencegahan Infeksi
Nosokomial. Perawat pelaksana hendaknya memotivasi diri sendiri serta belajar mandiri
dalam meningkatkan skill keperawatan intensif.
3. Pengunjung
Kepada Pengunjung, terutama kepada keluarga terdekat dari pasien diharapkan kesadaran
dari dalam dirinya sendiri untuk tetap mematuhi semua peraturan yang ada di rumah sakit,
berperilaku hygiene dengan tidak meludah sembarangan, membuang sampah pada
tempatnya, menjaga kebersihan diri maupun lingkungan yang ada disekitar di rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Andreas Budi K, Sri Seiyarini, Syahirul Alim. Gambaran Ketaatan Perawatan Jalan Nafas
dan kejadian Infeksi Nosokomial Saluran Pernafasan di ICU Rs. X Yogyakarta. Jurnal di
Internet. 2009. www.pdii.lipi.go.id
2. Pengendalian Infeksi Nosokomial di RS Persahabatan, Jakarta. H. Thamrin Hasbullah.
1993.www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_082_infeksi_nosokomial_(i).pdf
3. Prevention of hospital-acquired infections A practical guide 2nd edition World Health
Organization Department of Communicable Disease, Surveillance and
Response.2002.http://www.who.int/emc.
4. Mardan Ginting. Infeksi Nosokomial dan Manfaar Pelatihan Keterampilan Perawat
Terhadap Pengendaliannya di Ruang RAwat Inap Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik
Medan Tahun 2001. www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_082_infeksi_nosokomial_(i).pdf
5. Parhusip. Factor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial serta
Pengendaliannya di BHG UPF Paru RS. Dr. Pirngadi?Lab. Penyakit Paru FK-
USU. 1993.www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_082_ infeksi _ nosokomial _(i).pdf
6. Djoko Roeshadi, Alit Winarti. Pengendalian Infeksi Nosokomial di RSUD Dr. Soetomo,
Surabaya. 1993. www.kalbe.co.id/files/cdk/files/cdk_082_ infeksi _ nosokomial _(i).pdf
7. 7. Teresa C. Horan, M.P.H. John W. White, Ph.D. William R. Jarvis, M.D. T. Grace Emori,
R.N., M.S. David H. Culver, Ph.D. Van P. Munn, B.S. Clyde Thornsberry, Ph.D. David R.
Olson, Ph.D. James M. Hughes, M.D. Hospital Infections Program Center for Infectious
Diseases.Nosocomial Infection Surveillance,
1984.www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/00001772.htm
8. Lia Natalia. Pseudomonas aeruginosa, Penyebab Infeksi
Nosokomial.mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/lia-natalia078114123.pdf
9. Hendro Wahjono. Peran Mikrobiologi Klinik Pada Penaganan Penyakit Infeksi.
2007. eprints.undip.ac.id/320/1/Hendro_Wahjono.pdf
Diposkan oleh ade fernanda di 18.24 Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Bagikan ke Pinterest
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Mengenai Saya
ade fernanda Lihat profil lengkapku
Arsip Blog ▼ 2015 (6)
o ▼ Januari (6) Persahabatan Sejati Tips Menjaga Kehamilan Infeksi Nosokomial Tumbuh Kembang Sistem Pencernaan Pengertian, manfaat dan cara pembuatan Blogger Pengertian, manfaat dan cara pembuatan e-mail
Template Simple. Diberdayakan oleh Blogger.
makalah infeksi nosokomial
1.1.Latar Belakang
Pada akhir-akhir ini banyak kejadian infeksi,terutama infeksi yang sampai saat ini banyak terjadi di Rumah Sakit, yakni Infeksi Nosokomial.Infeksi ini sangat rawan terjadi karna penularanya dan penyebaranya terjadi pada saat seseorang pasien yang sedang di rawat di Rumah Sakit.infeksi ini terjadi karna adanya mikroorganisme yang menyerang system
inang manusia,Hal ini juga di pengaruhi dengan kebersihan lingkungan Rumah sakit dan juga Kesterilan alat-alat Rumah sakit karena semua itu juga sebagai penyebab terjadinya infeksi nosokomial.Resiko infeksi nosokomial bukan juga di tanggung pasien tapi juga bisa menyerang petugas kesehatan,hal ini dapat menyebabkan penurunan pelayanan kepada Pasien bila petugas ikut terserang juga.
Maka dari itu,pengetahuan tentang infeksi ini sangat penting,karena dengan ini semua terlihat jelas tentang infeksi ini,faktor-faktor yang mempengaruhi,serta bagaimana cara penanggulangan terhadap resiko akan bahaya infeksi nosokomial.
1.2.Tujuan
A. Untuk mengetahui tentang infeksi nosokomial.B. Untuk mengetahui mikroorganisme apa saja yang menyebabkan infeksi nosokomial.C. Untuk mengetahui alat apa saja yang dapat menyebabkan infeksi nosokomial.
1.3.Rumusan Masalah
A. Apa pengertian dari infeksi nosokomial ?B. Bagaimana cara penyebaran infeksi nosokomial ?C. Organisme apa saja yang menjadi penyebab infeksi ini ?D. Alat apa saja yang dapat menyebabkan infeksi ini ?
1.4.ManfaatManfaat dari makalah atau ringkasan materi ini adalah sebagai bahan pembelajaran
bagi mahasiswa keperawatan dan juga memberikan informasi yang sangat penting tentang proses penyebaran infeksi nosokomial.
Serta dampak yang ditimbulkan dari penggunaan alat kesehatan sebab alat kesehatan sangat berpengaruh terhadap proses penyebaran infeksi nosokomial dan juga faktor sanitasi dan kebersihan rumah sakit yang juga menjadi faktor penyebab penyebaran infeksi ini.
BAB IIPEMBAHASAN
1.1. Definisi
A. Infeksi.
Infeksi adalah Adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik.Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut di rawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat disebut infeksi nosokomial.
Infeksi Nosokomial,berasal dari kata yunani yang berarti”di Rumah Sakit”jadi infeksi nosokomial ialah infeksi yang di peroleh selama dalam perawatan di rumah sakit.Infeksi
nosokomial biasanya timbul ketika,pasien di rawat 3 x 24 jam di rumah sakit dan infeksi ini sangat sulit di atasi karna di timbulkan oleh mikroorganisme dan bakteri.
B. Epidemologi Infeksi Nosokomial
Epidemologi adalah telaah mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya dan penyebaran penyakit pada sekelompok seseorang.infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak di Negara termiskin dan Negara yang sedang berkembang karena penyakit-penyakit infeksi masih menjadi masalah utama yang masih sulit untuk di atasi.
Suatu penelitian yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7 % dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa,Timur-Tengah,Asia Tenggara dan Pasifik masih menunjukkan adanya infeksi nosokomial dan yang terbanyak terjadi di Asia Tenggara dengan Prosentase 10 %.Tiga faktor yang menyebabkan terjadinya infeksi (termasuk infeksi yang di peroleh dari Rumah Sakit yakni Infeksi Nosokomial) :
1. Sumber Mikroorganisme yang dapat menmbulkan infeksi.2. Rute penyebaran mikroorganisme tersebut.3. Inang yang rentan terhadap infeksi oleh mikroorganisme tersebut.
C. Sumber infeksi Nosokomial
Sumber yang paling vital dan sebagai penyebab utama dari infeksi nosokomial adalah mikroorganisme.Bermacam-macam mikroorganisme yang bisa menyebabkan infeksi ini yang biasanya terjadi di rumah sakitdan sebagian banyak terdapat dalam tubuh inang manusia yang sehat,seperti, Escherichia Coli,Klebsiella pneumonia,Candica albicans,Staphylococus aureus,Serratia marcescens,Proteus mirabilis,Dan beberapa Actinomyces spp.Mikroorganisme penyebab infeksi disebabkan oleh perubahan resistensi inang dan modifikasi mikrobiota inang,bila ketahanan tubuh pasien rendah akibat luka berat,operasi,maka pathogen dapat berkembang biak dan menyebabkan sakit.
1.2.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Infeksi Nosokomial.
Sejumlah faktor mempermudah kemungkinan terjadinya infeksi nosokomial pada penderita yakni bila penderita masuk rumah sakit,maka ketahanan dapat menurun hal ini di sebabkan system imun(ketahanan tubuh) penderita/pasien sangat mudah di masuki oleh mikroorganisme penyebab infeksi ini.Dalam proses penyebaranya biasanya melalui alat-alat kesehatan yang dipakai pada saat penanganan terhadap pasien seperti : pembedahan,radiasi,injeksi,dan cara penanganan atau pengobatan yang lain.Faktor lain yang memungkinkan terjadinya infeksi nosokomial tergantung pada :
A. Karakteristik MikroorganismeB. Resistensi terhadap zat-zat antibiotikaC. Dan banyaknya infeksius
Semua mikroorganisme termasuk bakteri,virus,jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi nosokomial.Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat dari orang lain(cross infection)atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu sendiri (endogenous infection).Kebanyakan infeksi yang terjadi di rumah sakit ini lebih di sebabkan
karena faktor external,yaitu penyakit yang penyebaranya melalui makanan,udara,benda atau bahan yang tidak steril serta dari kebersihan lingkungan dan sanitasinya.
1.3.Prosedur Pelaksaan Penanggulangan Infeksi Nosokomial
A. Cuci Tangan
Tehnik mencuci tangan yang baik merupakan satu-satunya cara yang paling penting untuk mengurangi penyebaran infeksi.Dengan cara menggosok tangan dengan sabun atau deterjen dan air kuat kuat selama 15 detik dan dibilas baik baik sebelum dan sesudah memeriksa penderita,sudah cukup .Namun bila selama merawat penderita,tangan terkena darah,sekresi luka,bahan bernanah,atau bahan yang lain yang di curigai maka harus di cuci selama 2 sampai 3 menit dengan menggunakan bahan cuci antiseptic.
B. Asepsis
Asepsis adalah penghinderaan atau pencegahan penularan dengan cara meniadakan mikroorganisme yang secara potensial berbahaya.Tujuan asepsis ialah mencegah atau membatasi infeksi.di rumah sakit digunakan 2 konsep asepsis yaitu asepsis medis dan bedah.Asepsis Medis meliputi segala praktek yang di gunakan untuk menjaga agar para petugas medis,penderita dan lingkungan terhindar dari penyebab infeksi,seperti cuci tangan,sanitasi dn kebersihan lingkungan rumah sakit itu hanyalah beberapa contok asepsis medis.Asepsis Bedah meliputi cara kerja yang mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam luka dan jaringan penderita.Maka dari itu dalam asepsis bedah semua alat kesehatan harus berprinsip steril,lingkungan harus bersanitasi,dan juga flora mikroba di udara harus di saring lewat filter berefisiensi tinggi.
C. Disinfeksi dan Sterilisasi di Rumah Sakit
Banyak rumah sakit mempunyai pusat penyediaan yaitu tempat kebanyakan peralatan dan suplai dibersihkan serta di sterilkan.Hasil proses ini di monitor oleh laboratorium.mikrobiologi secara teratur.Kecenderungan rumah sakit untuk menggunakan alat alat serta bahan yang di jual dalam keadaan steril dan sekali pakai.karena dapat mempersingkat waktu tanpa harus mensterilkan alat,tetapi juga dapat mengurangi pemindah sebaran patogen melalui infeksi silang.
D. Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit
Tujuan sanitasi lingkungan adalah membunuh atau menyingkirkan pencemaran atau mikroba dari permukaan.Untuk mengevaluasi prosedur dan cara-cara untuk mengurangi pencemaran,dilakukan pengambilan contoh mikroorganisme sewaktu-waktu dari permukaan lantai.
E. Pengawasan Infeksi
Ialah pengamatan dan pengawasan serta pencatatan secara sistematik terjadinya penyakit menular,ini merupakan dasar bagi usaha pengendalian aktif.Identisifikasi dan evaluasi masalah-masalah infeksi nosokomial dan pengembangan serta penilaian
pengendalian efektif hanya dapat dicapai denagn adanya pengawasan teratur terhadap infeksi-infeksi semacam itu pada penderita.
F. Pengawasan Penderita atau Pasien
Pengawasan infeksi penderita di mulai ketika masuk rumah sakit dengan menyertakan kartu data infeksi di dalam catatan medis penderita.Data yang di kumpulkan setiap hari mengenai biakan dari laboratorium mikrobiologi serta dari hasil inspeksi laboratoris dan klinis di catat pada setiap kartu data infeksi setiap penderita.
G. Pengawasan Pekerja Rumah Sakit
Pemeriksaan fisik harus merupakan persyaratan bagi semua petugas rumah sakit,dan catatan imunisasi harus diperiksa.Bila tidak tercatat,maka imunisasi terhadap penyakit polio,tetanus,difteri,dan campak harus di isyaratkan.Petugas yang menunjukkan hasil positif pada uji tuberculin harus diperiksa dengan sinar x di bagian dada untuk menentukan kemungkinan adanya tuberculosis aktif.
H. Pengawasan Lingkungan Rumah Sakit
Bila perawat pengendalian infeksi menemukan satu atau lebih kasus infeksi baru,maka mungkin diperlukan banyak biakan dari penderita,petugas dan lingkungan untuk menemukan sumber patogen dan lalu meniadakanya
1.4.Ringkasan
Meningkatnya rasa prihatin terhadap infeksi nosokomial dalam sepuluh tahun terakhir,yang disebabkan oleh morbiditas,mortalitas serta sebab akibat ekonomisnya,telah mendorong rumah sakit rumah sakit untuk melakukan kegiatan kegiatan yang di arahkan kepada pengawasan dan pengendalian infeksi seperti itu.komponen pengendalian infeksi meliputi:
A. Panitia penngendalian fisik B. Lab.mikrobiologi klinis C. Pengendali infeksi D. Perawatan penderita secara efektif E. Kebijaksanaan-Kebijaksanaan isolasi yang di mengertiF. Program-program pendidikan staf
Berhasilnya program tersebut mensyaratkan bahwa semua anggota staf mengetahui dan mempraktekkan kebijaksanaan dan prosedur yang di anjurkan.semua orang harus bertanggung jawab di dalam melaksanakan tugasnya masing-masing.
BAB IIIPENUTUP
3.1.Kesimpulan
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang timbul ketika pasien di rawat di rumah sakit infeksi ini dapat menular dari satu pasien ke pasien lainya serta petugas medis,selain itu alat kesehatan yang di gunakan biasanya sebagai media transmisi dalam segi penularan sebab biasanya kurang sterilnya alat kesehatan tersebut.Infeksi ini disebabkan dari mikroorganisme yang ada dalam tubuh manusia dan juga bakteri dari lingkungan rumah sakit.oleh karna itu dengan pencegahan dan pengendalian terhadap infeksi ini dengan berbagai cara mulai sterilisasi alat kesehatan,pemusnahan mikroorganisme yang menjadi penyebabnya serta sanitasi lingkungan.
3.2.SaranA. Sterilisasi alat kesehatan agar mengurangi dampak dari penularan infeksi nosokomial.B. Melakukan sanitasi lingkungan sekitar dengan baik dan benar,C. Serta penanganan pasien infeksi sesuai dengan prosedur
Infeksi Nosokomial RumahSakit
01 January 2012 - dalam ADMINISTRASI RUMAH SAKIT DAN PUSKESMAS Oleh hasanah-k3-fkm10
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama tingginya angka kesakitan dan kematian di dunia. Salah satu jenis infeksi adalah infeksi nosokomial. Infeksi ini menyebabkan 1,4 juta kematian setiap hari di seluruh dunia. Infeksi nosokomial itu sendiri dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh seseorang selama di rumah sakit.
Selama 10-20 tahun belakangan ini telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mencari masalah utama meningkatnya angka kejadian infeksi nosokomial dan di beberapa Negara, kondisinya justru sangat memprihatinkan. Keadaan ini justru memperlama waktu perawatan dan perubahan pengobatan dengan obat-obatan mahal akibat resistensi kuman, serta penggunaan jasa di luar rumah sakit. Karena itu di negara-negara miskin dan berkembang, pencegahan infeksi nosokomial lebih diutamakan untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan pasien dirumah sakit.
Rumah sakit sebagai tempat pengobatan, juga merupakan sarana pelayanan kesehatan yang dapat menjadi sumber infeksi dimana orang sakit dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat. Infeksi nosokomial dapat terjadi pada penderita, tenaga kesehatan dan juga setiap orang yang datang ke rumah sakit. Infeksi yang ada di pusat pelayanan kesehatan ini dapat ditularkan atau diperoleh melalui petugas kesehatan, orang sakit, pengunjung yang berstatus karier atau karena kodisi rumah sakit.
Kerugian yang ditimbulkan akibat infeksi ini adalah lamanya rawat inap yang tentunya akan membutuhkan biaya yang lebih banyak dari perawatan normal bila tidak terkena infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat menyebabkan kematian bagi pasien.
Dalam Kepmenkes no. 129 tahun 2008 ditetapkan suatu standar minimal pelayanan rumah sakit, termasuk didalamnya pelaporan kasus infeksi nosokomial untuk melihat sejauh mana rumah sakit melakukan pengendalian terhadap infeksi ini. Data infeksi nosokomial dari surveilans infeksi nosokomial di setiap rumah sakit dapat digunakan sebagai acuan pencegahan infeksi guna meningkatkan pelayanan medis bagi pasien (Kepmenkes, 2008).
Penderita yang sedang dalam proses asuhan perawatan di rumah sakit, baik dengan penyakit dasar tunggal maupun penderita dengan penyakit dasar lebih dari satu, secara umum keadaan umumnya tidak/kurang baik, sehingga daya tahan tubuh menurun. Hal ini akan mempermudah terjadinya infeksi silang karena kuman-kuman, virus dan sebagainya akan masuk ke dalam tubuh penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan dengan mudah. Infeksi yang terjadi pada setiap penderita yang sedang dalam proses asuhan keperawatan ini disebut infeksi nosokomial.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial?
1.2.2 Apa sumber penularan dari infeksi nosokomial?
1.2.3 Penyakit apa saja yang disebabkan oleh infeksi nosokomial serta dampaknya?
1.2.4 Apa yang harus dilakukan oleh rumah sakit untuk mengelola, mengendalikan, dan mencegah infeksi nosokomial agar kasus tersebut bisa menurun?
1.3 Tujuan
Tujuan yang pertama adalah mengetahui dan memahami definisi dari infeksi nosokomial lalu mengetahui bagaimana cara penularan, apa saja penyebab dan dampaknya. Setelah itu upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mengurangi kasus tersebut melalui pengelolaan, pengendalian, dan pencegahannya.
BAB 2
KAJIAN TEORI
2.1 Definisi Infeksi Nosokomial
Infeksi adalah proses dimana seseorang rentan (susceptible) terkena invasi agen patogen atau infeksius yang tumbuh, berkembang biak dan menyebabkan sakit. Yang dimaksud agen bisa berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur, dan parasit. Penyakit menular atau infeksius adalah penyakit tertentu yang dapat berpindah dari satu orang ke orang lain baik secara langsung maupun tidak langsung.
Nosokomial berasal dari bahasa Yunani, dari kata nosos yang artinya penyakit dan komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk merawat/rumah sakit. Jadi, infeksi nososkomial dapat diartikan sebagai infeksi yang terjadi di rumah sakit.
Kriteria infeksi berasal dari rumah sakit, yaitu :
1. Waktu mulai dirawat tidak didapatkan tanda klinik infeksi dan tidak sedang dalam masa inkubasi infeksi tertentu.
2. Infeksi timbul sekurang-kurangnya 72 jam sejak mulai dirawat.
3. infeksi terjadi pada pasien dengan masa perawatan lebih lama dari waktu inkubasi infeksi tersebut.
4. Infeksi terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan berasal dari rumah sakit.
5. Infeksi terjadi pada neonates yang didapatkan dari ibunya pada saat persalinan atau selama perawatan di rumah sakit.
Sumber infeksi nosokomial dapat berasal dari penderita sendiri, personil rumah sakit (dokter/perawat), pengunjung maupun lingkungan.
2.2 Cara Penularan Infeksi Nosokomial
2.2.1 Penularan secara kontak
Penularan ini dapat terjadi secara kontak langsung, kontak tidak langsung dan droplet. Kontak langsung terjadi bila sumber infeksi berhubungan langsung dengan penjamu, misalnya person to person pada penularan infeksi virus hepatitis A secara fecal oral. Kontak tidak langsung terjadi apabila penularan membutuhkan objek perantara (biasanya benda mati). Hal ini terjadi karena benda mati tersebut telah terkontaminasi oleh infeksi, misalnya kontaminasi peralatan medis oleh mikroorganisme.
2.2.2 Penularan melalui Common Vehicle
Penularan ini melalui benda mati yang telah terkontaminasi oleh kuman dan dapat menyebabkan penyakit pada lebih dari satu penjamu. Adapun jenis-jenis common vehicle adalah darah/produk darah, cairan intra vena, obat-obatan dan sebagainya.
2.2.3 Penularan melalui udara dan inhalasi
Penularan ini terjadi bila mikroorganisme mempunyai ukuran yang sangat kecil sehingga dapat mengenai penjamu dalam jarak yang cukup jauh dan melalui saluran pernafasan. Misalnya mikroorganisme yang terdapat dalam sel-sel kulit yang terlepas (staphylococcus) dan tuberculosis.
2.2.4 Penularan dengan perantara vektor
Penularan ini dapat terjadi secara eksternal maupun internal. Disebut penularan secara eksternal bila hanya terjadi pemindahan secara mekanis dari mikroorganisme yang menempel pada tubuh vektor, misalnya shigella dan salmonella oleh lalat.
Penularan secara internal bila mikroorganisme masuk ke dalam tubuh vektor dan dapat terjadi perubahan secara biologis, misalnya parasit malaria dalam nyamuk atau tidak mengalami perubahan biologis, misalnya yersenia pestis pada ginjal (flea).
2.3 Contoh Infeksi Nosokomial
2.3.1 Infeksi Luka Operasi (ILO)
Merupakan infeksi yang terjadi dalam kurun waktu 30 hari paska operasi jika tidak menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat implan dan infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan operasi dan melibatkan suatu bagian anotomi tertentu (contoh, organ atau ruang) pada tempat insisi yang dibuka atau dimanipulasi pada saat operasi dengan setidaknya terdapat salah satu tanda :
1. Keluar cairan purulen dari drain organ dalam2. Didapat isolasi bakteri dari organ dalam3. Ditemukan abses 4. Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter.
Pencegahan ILO harus dilakukan, karena jika tidak, akan mengakibakan semakin lamanya rawat inap, peningkatan biaya pengobatan, terdapat resiko kecacatan dan kematian, dan dapat mengakibatkan tuntutan pasien. Pencegahan itu sendiri harus dilakukan oleh pasien, dokter dan timnya, perawat kamar operasi, perawat ruangan, dan oleh nosocomial infection control team.
2.3.2 Infeksi Saluran Kencing (ISK )
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah jenis infeksi yang sangat sering terjadi. ISK dapat terjadi di saluran ginjal (ureter), kandung kemih (bladder), atau saluran kencing bagian luar (uretra).
Bakteri utama penyebab ISK adalah bakteri Escherichia coli (E. coli) yang banyak terdapat pada tinja manusia dan biasa hidup di kolon. Wanita lebih rentan terkena ISK karena uretra wanita lebih pendek daripada uretra pria sehingga bakteri ini lebih mudah menjangkaunya. Infeksi juga dapat dipicu oleh batu di saluran kencing yang menahan koloni kuman. Sebaliknya, ISK kronis juga dapat menimbulkan batu.
Mikroorganisme lain yang bernama Klamidia dan Mikoplasma juga dapat menyebabkan ISK pada laki-laki maupun perempuan, tetapi cenderung hanya di uretra dan sistem reproduksi. Berbeda dengan E coli, kedua bakteri itu dapat ditularkan secara seksual sehingga penanganannya harus bersamaan pada suami dan istri.
2.3.2.1 Gejala
Penderita ISK mungkin mengeluhkan hal-hal berikut:
1. Sakit pada saat atau setelah kencing2. Anyang-anyangan (ingin kencing, tetapi tidak ada atau sedikit air seni yang keluar)3. Warna air seni kental/pekat seperti air teh, kadang kemerahan bila ada darah4. Nyeri pada pinggang
5. Demam atau menggigil, yang dapat menandakan infeksi telah mencapai ginjal (diiringi rasa nyeri di sisi bawah belakang rusuk, mual atau muntah)
2.3.3 Bakterimia
Bakteremia adalah keadaan dimana terdapatnya bakteri yang mampu hidup dalam aliran darah secara sementara, hilang timbul atau menetap. Bakteremia merupakan infeksi sistemik yang berbahaya karena dapat berlanjut menjadi sepsis yang angka kematiannya cukup tinggi. Faktor risiko terjadinya bakteremia pada orang dewasa antara lain lama perawatan di rumah sakit, tingkat keparahan penyakit, komorbiditas, tindakan invasif, terapi antibiotika yang tidak tepat, terapi imunosupresan, dan penggunaan steroid.
2.3.3.1 Gejala
Bakteremia yang bersifat sementara jarang menyebabkan gejala karena tubuh biasanya dapat membasmi sejumlah kecil bakteri dengan segera. Jika telah terjadi sepsis, maka akan timbul gejala-gejala berikut:
1. Demam atau hipotermia (penurunan suhu tubuh) 2. Hiperventilasi3. Menggigil 4. Kulit teraba hangat 5. Ruam kulit 6. Takikardi (peningkatan denyut jantung) 7. Mengigau atau linglung 8. Penurunan produksi air kemih.
2.3.4 Infeksi Saluran Napas (ISN)
Infeksi saluran napas berdasarkan wilayah infeksinya terbagi menjadi infeksi saluran napas atas dan infeksi saluran napas bawah. Infeksi saluran napas atas meliputi rhinitis, sinusitis, faringitis, laringitis, epiglotitis, tonsilitis, otitis. Sedangkan infeksi saluran napas bawah meliputi infeksi pada bronkhus, alveoli seperti bronkhitis, bronkhiolitis, pneumonia.
Keadaan rumah sakit yang tidak baik dapat menimbulkan infeksi saluran napas atas maupun bawah. Infeksi saluran napas atas bila tidak diatasi dengan baik dapat berkembang menyebabkan infeksi saluran nafas bawah. Infeksi saluran nafas atas yang paling banyak terjadi serta perlunya penanganan dengan baik karena dampak komplikasinya yang membahayakan adalah otitis, sinusitis, dan faringitis.
2.4 Dampak Infeksi Nosokomial
Infeksi nosokomial memberikan dampak sebagai berikut :
1. Menyebabkan cacat fungsional, stress emosional dan dapat menyebabkan cacat yang permanen serta kematian.
2. Dampak tertinggi pada negara berkembang dengan prevalensi HIV/AIDS yang tinggi.
3. Meningkatkan biaya kesehatan diberbagai negara yang tidak mampu dengan meningkatkan lama perawatan di rumah sakit, pengobatan dengan obat-obat mahal dan penggunaan pelayanan lainnya, serta tuntutan hukum.
2.5 Pengelolaan Infeksi Nosokomial
Seperti diketahui, penderita yang terindikasi harus menjalani proses asuhan keperawatan, yaitu penderita harus menjalani observasi, tindakan medis akut, atau pengobatan yang berkesinambungan. Daya tahan tubuh yang lemah sangat rentan terhadap infeksi penyakit. Masuk mikroba atau transmisi mikroba ke penderita, tentunya berasal dari penderita, dimana penderita menjalani proses asuhan keperawatan seperti :
1. penderita lain, yang juga sedang dalam proses perawatan
2. petugas pelaksana (dokter, perawat dan seterusnya)
3. peralatan medis yang digunakan
4. tempat (ruangan/bangsal/kamar) dimana penderita dirawat
5. tempat/kamar dimana penderita menjalani tindakan medis akut seperti kamar operasi dan kamar bersalin
6. makanan dan minuman yang disajikan
7. lingkungan rumah sakit secara umum
Semua unsur diatas, besar atau kecil dapat memberi kontribusi terjadinya infeksi nosokomial. Pencegahan melalui pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit saat ini mutlak harus dilaksanakan oleh seluruh jajaran manajemen rumah sakit. Dimulai dari direktur,, wakil direktur pelayanan medis, wakil direktur umum, kepala UPF, para dokter, bidan/perawat, dll.
Objek pengendalian infeksi nosokomial adalah mikroba patogen yang dapat berasal dari unsur-unsur di atas. Untuk dapat mengendalikannya diperlukan adanya mekanisme kerja atau sistem yang bersifat lintas sektoral/bagian dan diperlukan adanya sebuah wadah atau organisasi di luar strktur organisasi rumah sakit yang telah ada. Dengan demikian diharapkan adanya kemudahan berkomunikasi dan berkonsultasi langsung dengan petugas pelaksana di setiap bagian/ruang/bangsal yang terindikasi adanya infeksi nosokomial. Wadah atau organisasi ini adalah Panitia Medik Pengendalian Infeksi. Pernyataan ini juga tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 755/Menkes/PER/IV/2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit.
Adanya sebuah organisasi dengan tugas/pekerjaan sebagai pengendali mikroba patogen, adanya sejumlah personel disertai pembagian tuga, serta adanya sistem kerja baku, maka
tugas Panitia Medik Pengendalian Infeksi adalah mengelola (managing) unsur-unsur penyebab timbulnya infeksi nosokomial.
Pencegahan artinya jangan sampai timbul, sedangkan pengendalian artinya meminimalisasi timbulnya resiko. Dengan demikian tugas utama Panitia Medik Pengendalian adalah mencegah dan mengendalikan infeksi dengan cara menghambat pertumbuhan dan transmisi mikroba yang berasal dari “sumber” di sekitar penderita yang sedang sakit.
2.6 Pengendalian dan Pencegahan Infeksi Nosokomial
Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit sangat bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran. Perlu diingat bahwa sekitar 90 persen dari kotoran yang terlihat pasti mengandung kuman. Harus ada waktu yang teratur untuk membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi, dan alat-alat medis yang telah dipakai berkali-kali.
Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas kesehatan. Usahakan adanya pemakaian penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status imun yang rendah atau bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan udara yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko terjadinya penularan tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan serta filternya untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air pada rumah sakit dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas matahari.
Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien diare untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu bersih dan diberi disinfektan. Disinfektan akan membunuh kuman dan mencegah penularan antar pasien. Disinfeksi yang dipakai adalah:
1. Mempunyai kriteria membunuh kuman2. Mempunyai efek sebagai detergen3. Mempunyai efek terhadap banyak bakteri, dapat melarutkan minyak dan protein.4. Tidak sulit digunakan5. Tidak mudah menguap6. Bukan bahan yang mengandung zat yang berbahaya baik untuk petugas maupun
pasien7. Efektif8. Tidak berbau, atau tidak berbau tak enak
2.6.1 Perbaiki Ketahanan Tubuh
Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen oportunis, ada pula bakteri yang secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh, dan membantu ketahanan tubuh melawan invasi jasad renik patogen serta menjaga keseimbangan di antara populasi jasad renik komensal pada umumnya, misalnya seperti apa yang terjadi di dalam saluran cerna manusia. Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang dapat mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas, sehingga dapat dipakai dalam mempertahankan ketahanan tubuh tersebut pada penderita penyakit berat.
Dengan demikian bahaya infeksi dengan bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus menggunakan antibiotika.
2.6.2 Ruangan Isolasi
Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat suatu pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya tuberkulosis, dan SARS, yang mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai resistensi rendah eperti leukimia dan pengguna obat immunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar dari infeksi. Tetapi menjaga kebersihan tangan dan makanan, peralatan kesehatan di dalam ruang isolasi juga sangat penting. Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara selalu menuju keluar. Sebaiknya satu pasien berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila sedang terjadi kejadian luar biasa dan penderita melebihi kapasitas, beberapa pasien dalam satu ruangan tidaklah apa-apa selama mereka menderita penyakit yang sama.
2.6.3 Cara Pencegahan Infeksi Nosokomial
Dengan menggunakan Standar kewaspadaan terhadap infeksi, antara lain :
1. Cuci Tangan
1.1 Setelah menyentuh darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi dan bahan terkontaminasi.
1.2 Segera setelah melepas sarung tangan.
1.3 Di antara sentuhan dengan pasien.
2. Sarung Tangan
2.1 Bila kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, dan bahan yang terkontaminasi.
2.2 Bila kontak dengan selaput lendir dan kulit terluka.
3. Masker, Kaca Mata, Masker Muka
3.1 Mengantisipasi bila terkena, melindungi selaput lendir mata, hidung, dan mulut saat kontak dengan darah dan cairan tubuh.
4. Baju Pelindung
4.1 Lindungi kulit dari kontak dengan darah dan cairan tubuh
4.2 Cegah pakaian tercemar selama tindakan klinik yang dapat berkontak langsung dengan darah atau cairan tubuh
5. Kain
5.1 Tangani kain tercemar, cegah dari sentuhan kulit/selaput lendir
5.2 Jangan melakukan prabilas kain yang tercemar di area perawatan pasien
6. Peralatan Perawatan Pasien
6.1 Tangani peralatan yang tercemar dengan baik untuk mencegah kontak langsung dengan kulit atau selaput lendir dan mencegah kontaminasi pada pakaian dan lingkungan
6.2 Cuci peralatan bekas pakai sebelum digunakan kembali
7. Pembersihan Lingkungan
7.1 Perawatan rutin, pembersihan dan desinfeksi peralatan dan perlengkapan dalam ruang perawatan pasien
8. Instrumen Tajam
8.1 Hindari memasang kembali penutup jarum bekas
8.2 Hindari melepas jarum bekas dari semprit habis pakai
8.3 Hindari membengkokkan, mematahkan atau memanipulasi jarum bekas dengan tangan
8.4 Masukkan instrument tajam ke dalam tempat yang tidak tembus tusukan
9. Resusitasi Pasien
9.1 Usahakan gunakan kantong resusitasi atau alat ventilasi yang lain untuk menghindari kontak langsung mulut dalam resusitasi mulut ke mulut
10. Penempatan Pasien
10.1 Tempatkan pasien yang mengontaminasi lingkungan dalam ruang pribadi / isolasi
2.6.4 Program Pengendalian Infeksi Di RS
Dalam mengendalikan infeksi nosokomial di rumah sakit, ada tiga hal yang perlu ada dalam program pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit, antara lain:
1. Adanya Sistem Surveilan Yang Mantap
Surveilan suatu penyakit adalah tindakan pengamatan yang sistematik dan dilakukan terus menerus terhadap penyakit tersebut yang terjadi pada suatu populasi tertentu dengan tujuan untuk dapat melakukan pencegahan dan pengendalian. Jadi tujuan dari surveilan adalah untuk menurunkan risiko terjadinya infeksi nosokomial. Perlu ditegaskan di sini bahwa keberhasilan pengendalian infeksi nosokomial bukanlah ditentukan oleh canggihnya per-alatan yang ada, tetapi ditentukan oleh kesempurnaan perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan penderita secara benar (the proper nursing care). Dalam pelaksanaan surveilan ini,
perawat sebagai petugas lapangan di garis paling depan, mempunyai peran yang sangat menentukan,
1. Adanya Peraturan Yang Jelas Dan Tegas Serta Dapat Dilaksanakan, Dengan Tujuan Untuk Mengurangi Risiko Terjadinya Infeksi
Adanya peraturan yang jelas dan tegas serta dapat dilaksanakan, merupakan hal yang sangat penting adanya. Peraturan-peraturan ini merupakan standar yang harus dijalankan setelah dimengerti semua petugas; standar ini meliputi standar diagnosis (definisi kasus) ataupun standar pelaksanaan tugas. Dalam pelaksanaan dan pengawasan pelaksanaan peraturan ini, peran perawat besar sekali.
1. Adanya Program Pendidikan Yang Terus Menerus Bagi Semua Petugas Rumah Sakit Dengan Tujuan Mengembalikan Sikap Mental Yang Benar Dalam Merawat Penderita
Keberhasilan program ini ditentukan oleh perilaku petugas dalam melaksanakan perawatan yang sempurna kepada penderita. Perubahan perilaku inilah yang memerlukan proses belajar dan mengajar yang terus menerus. Program pendidikan hendaknya tidak hanya ditekankan pada aspek perawatan yang baik saja, tetapi kiranya juga aspek epidemiologi dari infeksi nosokomial ini. Jadi jelaslah bahwa dalam seluruh lini program pengendalian infeksi nosokomial, perawat mempunyai peran yang sangat menentukan. Sekali lagi ditekankan bahwa pengendalian infeksi nosokomial bukanlah ditentukan oleh peralatan yang canggih (dengan harga yang mahal) ataupun dengan pemakaian antibiotika yang berlebihan (mahal dan bahaya resistensi), melainkan ditentukan oleh kesempurnaan setiap petugas dalam melaksanakan perawatan yang benar untuk penderitanya.
BAB 3
KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1 Kasus
Infeksi, Penyebab Utama Kematian di Rumah Sakit
Senin, 07 November 2011 | 12:58 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Kesehatan, Endang Rahayu Sedyaningsih, menyatakan salah satu penyebab utama kematian dan kesakitan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya adalah infeksi.
"Di Indonesia, infeksi merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu dan bayi yang
baru lahir. Selain itu, infeksi juga menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita," kata Menteri Endang di Jakarta, Senin, 7 November 2011.
Menurut Endang, risiko infeksi di rumah sakit atau yang biasa dikenal dengan Infeksi Nosokomial merupakan masalah penting di seluruh dunia. "Infeksi ini terus meningkat, dari 1 persen di beberapa negara Eropa dan Amerika, sampai lebih dari 40 persen di Asia, Amerika Latin, dan Afrika," ujarnya.
Meski begitu, Endang mengakui bahwa Indonesia tidak memiliki data yang tepat mengenai jumlah kasus infeksi yang berasal dari rumah sakit tersebut. Besaran persentase kasus infeksi itu di Indonesia pun belum dapat diketahui. "Kami bangun survei untuk (data) ini," ucap Endang.
3.2 Pembahasan
Di Indonesia, infeksi merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu dan bayi yang baru lahir. Selain itu, infeksi juga menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. Meskipun disebutkan bahwa infeksi nosokomial adalah penyebab utama kematian ibu dan bayi baru lahir, namun Indonesia tidak memiliki data yang tepat mengenai jumlah kasus infeksi yang berasal dari rumah sakit. Besaran persentase kasus infeksi itu di Indonesia pun belum dapat diketahui.
Dari kasus di atas, permasalahan yang ada di Indonesia adalah
1. Indonesia tidak mempunyai data yang tepat tentang jumlah kasus infeksi yang berasal dari rumah sakit.
2. Tidak terdapat tim pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit.3. Ada tim pencegahan dan pengendalian infeksi namun belum bisa menjalankan tugas
dengan baik.
Kesimpulan
Dari kasus dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1. Setiap rumah sakit di Indonesia harus mempunyai tim pencegahan dan pengendalian infeksi.
2. Tim pencegahan dan pengendalian infeksi harus bekerja dengan baik agar angka kasus infeksi nosokomial di Indonesia dapat menurun.
3. Dengan adanya tim pencegahan dan pengendalian infeksi di setiap rumah sakit yang bekerja dengan baik, kasus infeksi nosokomial di Indonesia dapat terdata dengan tepat supaya mempermudah penanganan kasus infeksi nosokomial di rumah sakit.
I. Manajemen PICU
A. Pengertian
PICU adalah suatu unit perawatan yang merawat klien anak (29 hari – 14 tahun) dengan keadaan gawat atau berat yang sewaktu-waktu dapat meninggal, dan mempunyai harapan untuk sembuh apabila dirawat secara intensif. Tujuannya adalah untuk memberikan pelayanan perawatan yang optimal untuk bayi dimana keadaannya sewaktu-waktu dapat meninggal.
B. Fasilitas dan peralatan 1. Fasilitas tempat tidur2. Letak ruang picu dekat ruang resusitasi, emergensi, dan ok (kamar operasi)3. Suhu kamar diatur oleh ac ± 220 c4. Ruang picu harus bersih dan clean zone5. Sebaiknya dilengkapi fasilitas khusus → laboratorium 6. Peralatan :a. Ventilator servo 900 c, 300 cb. Monitor ekg, nadi, rr, td, suhu badan c. Infusion pump, syiring pumpd. Foto portablee. Cvp set dan alat vena sekdi f. Emergency trolley, ambubag
C. Peran dan tanggung jawab perawat PICU1. Merencanakan perawat fisik secara komprehensif2. Memberikan dukungan emosional pada anak dengan penyakit akut3. Memberikan dukungan emosional pada anak dengan bersifat empati pada orang tua dan
keluarga 4. Bertindak sebagai pembela anak dalam mempertahankan hak asasinya 5. Memberikan pelayanan kepelayanan yang bersifat konsultasi bila anak akan dilakukan
tindakan keperawatan khusus ketika ia dirawat di picu6. Memberikan pelayanan sebagai bagian dari rumah sakit secara keseluruhan.7. Memberikan pengajaran tentang prinsif-prinsif picu sesuai dengan usia klien.
D. Indikasi masuk ruang PICU1. Order tertulis dari dokter sub bagian ke dokter PICU2. Dipertimbangkan oleh dokter PICU, dari PICU dapat menerima/menolak klien yang
dilakukan secara tertulis3. Menerima klien yang dikirim oleh perawat sub bagian yang mengirim dan tempat sudah
disiapkan 4. Setiap yang dirawat di ruang PICU tempat yang lama harus tersedia agar pemulangan
lancar.
II. Manajemen NICU
Management ruangan NICU merupakan suatu unit organisasi/tempat meberikan pelayanan asuhan keperawatan pada klien neonatus dengan keadaan resiko tinggi yang memerlukan
pengawasan ketat (intensive) melalui usaha manusia dalam rangka pemanfaatan fasilitas dan darana secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang diharapkan (masih memiliki harapan hidup → anak )
A. Tujuan Tujuan perawatan di ruang NICU adalah untuk memberikan pelayanan/perawatan yang optimum untuk bayi-bayi baru lahir dimana keadaanyya sewaktu-waktu dapat meninggal (criticallya 111)
B. Jenis tenaga di ruang NICU
1. Dokter spesialis 2. Dokter ppds3. Pengawas perawatan4. Pelaksana perawatan 5. Pekerja dan cleaning service
C. Fungsi ruang NICU
1. Menyelamatkan jiwa bayi 2. Mencegah terjadinya kerusakan/kelainan dan atau cacat pada bayi meskipun waktu
lahir dalam keadaan normal 3. Menghindarkan kerusakan dan cacat lebih lanjut pada bayi yang telah mengalami
kelainan.
D. Peran dan tanggung jawab perawat di R NICU
1. Mampu melakasanakan peranan fisik yang komprehensif, berkelanjutan dan mampu melakukan tindakan, support, yang diperlukan untuk memelihara/mempertahankan kehidupan dan mampu mengembalikan kondisi bayi dengan penyakit akut
2. Mampu memberikan dukungan yang bersifat empati pada orang tua dan anggota keluarga lain dari bayi yang dirawat di nicu
3. Mampu bertindak sebagai anggota tim kesehatan secara integral dan eddential dengan mengkaji kebutuhan klien, melaksanakan rencana keperawatan dan evaluasi.
4. Mempu bertindak memberikan pelayanan keperawatan yag bersifat konsultasi bilamana bayi memerlukan tindakan keperawatan khusus.
5. Memberi pengajaran prinsif perawatan di ruang NICU.
Created by ZenAmparita, 29 November 2010
22.02 WITAKirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
0 Komentar:
Poskan Komentar
Berkomentarlah dengan bijak, Semoga dapat memberi wawasan yang lebih bermanfaat!
Link ke posting ini
Buat sebuah Link
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
Social Profiles
Popular Tags Blog Archives
Prosedur Tindakan : Cara Mengeluarkan Bisul Prosedur Kerja Mengganti Perban Asuhan Keperawatan Klien Dengan Darah Rendah (Hipotensi) Konsep Dasar ICU (Intensive Care Unit) Memar (Lebam) Prosedur Pengoperasian Bedside Monitor Jika Payudara Keseringan Memantul Saat Olahraga (Akibat) Plebitis (Pembengkakan Pembuluh Darah Vena)
Movies, Anime & Headline Zone Inilah.com
Medical Fair 2015 Wujudkan Masyarakat Bebas TBC
Detikhealth.com
Mengatasi Hidung Tersumbat pada Bayi, Perlukah Ingus Disedot Orang Tuanya?
Sidomi News
Harga Emas Hari Ini PT Antam Masih Stagnan untuk Jual dan Beli di Rp549.000
Liputan6 - Movie
Mainan Baru Batman v Superman Dianggap Spoiler
Goal.com
Raul Gonzalez Tutup Karier Dengan Trofi Juara
Daily Source Of Awesome Stuff
Bobs Burgers S06E05 720p HDTV x264-0SEC
Detiksport.com
Balapan yang Sempurna untuk Rosberg
Movie Detector
The Transporter Refueled (2015) HDRip 400MB
300MB Links
The Transporter Refueled (2015) HDRip 400MB
Ganool.com
Flying Colors (2015) BDRip Ganool.AG
Perlihatkan Semua Diberdayakan oleh Blogger.
Followers
Fanspage Facebook
Daftar Isi1BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangSebagai tempat rujukan perawatan pasien, rumahsakit memiliki risiko menyebabkan infeksi terhadappasien. Kejadian inilah yang disebut sebagai infeksinosokomial atau Healthcare Associated Infection.Infeksi nosokomial adalah masalah global yang terjadibaik di negara maju maupun negara berkembang danmenyebabkan beban pada pasien dan petugas kesehatanseperti penambahan waktu inap, penambahan jumlah obat,cacat fungsional, stres emosional, bahkan hinggamenyebabkan kematian (World Health Organization 2002).Prevalensi infeksi nosokomial di negara berkembanglebih tinggi daripada negara maju yaitu 15 per 100
pasien (Allegranzi et al. 2011) pada negara berkembangdan 7 per 100 pasien pada negara maju (World HealthOrganization 2011). Meskipun begitu, angka prevalensiuntuk seluruh dunia masih belum diketahui. Hal inidisebabkan karena adanya kesulitan dalam mengumpulkandata, terutama pada negara-negara berkembang dimanasistem surveilansnya buruk atau bahkan hampir tidak ada(World Health Organization 2011)Rumah Sakit Umum Pusat dr. Sardjito merupakansalah satu rumah sakit rujukan, oleh karena itu perludilakukan surveilans terhadap infeksi nosokomial untukmengurangi angka kejadian. Selain itu sistem surveilansini dapat meningkatkan kewaspadaan tenaga kesehatanyang bekerja di rumah sakit serta mengurangi biayaperawatan pasien. Pada penelitian kali ini penelitimemilih melakukan penelitian di ruang PediatricIntensive Care Unit (PICU) dan ruang Luka Bakar karenainfeksi nosokomial banyak terjadi di ruangan perawatanintensif (World Health Organization 2011). Penelitiberharap penelitian ini dapat digunakan sebagai acuanuntuk diadakannya perbaikan agar angka insidensiinfeksi nosokomial di RSUP dr. Sardjito dapat turun.B. Rumusan MasalahDari latar belakang di atas timbul permasalahan:1. Berapa prevalensi kejadian infeksi nosokomial diruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU) danluka bakar RSUP Sardjito2. Bagaimanakah profil pasien dengan infeksinosokomial di ruang Pediatric Intensive Care Unit(PICU) dan luka bakar RSUP Sardjito?3C. Tujuan Penelitian1. Mengetahui prevalensi kejadian infeksi nosokomialdi ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU) danluka bakar RSUP Sardjito2. Mengetahui profil pasien dengan infeksi nosokomialdi ruang Pediatric Intensive Care Unit (PICU) danluka bakar RSUP Sardjito