new microsoft word document

11
Senyawa organik mudah menguap (VOC, Volatile Organic Compound) dapat didefinisikan sebagai senyawa organik yang tekanan uapnya lebih besar atau setara dengan 0,1 mmHg pada 20ºC. Untuk tujuan pengaturan, VOC didefinisikan oleh U.S Enviromental Protection Agency (EPA) sebagai “ Semua senyawa karbon, kecuali karbon monoksida, karbon dioksida, asam karbonat, senyawa logam karbida atau karbonat, dan ammonium karbonat, yang turut serta dalam reaksi fotokimia atmosfer. Beberapa VOC merupakan polutan lingkungan yang tidak hanya bersifat toksik, tetapi juga merupakan prekursor-prekursor ozon yang penting dalam pembentukan asap/kabut.(1) Bahan menguap pengotor biasanya merupakan sisa pelarut atau residu kimia dalam jumlah sedikit dalam bahan atau produk obat yang ada saat produksi atau pabrikasi atau terbentuk selama pengemasan dan penyimpanan. Pabrik obat harus menjamin residu- residu ini telah dihilangkan atau ada hanya dalam jumlah konsentrasi terbatas. (2) Bagian penting dalam analisis VOC adalah pada sebagian besar kasus, analit pertama-tama diubah menjadi bentuk fase uap gas dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan instrument. Kromatografi gas (GC, Gas Chromatography) merupakan metode instrument pilihan untuk pemisahan dan analisis untuk senyawa menguap. Beberapa tantangan yang muncul saat analisis adalah jika analit yang diinginkan terlarut atau terjerap dalam matriks yang kompleks seperti tanah, makanan, kosmetik, polimer atau bahan baku farmasi. Tantangan untuk mengekstraksi analit dari matriks ini secara reprodusibel dan dapat diuji secara akurat untuk menentukan bobot atau konsentrasinya. Beberapa pendekatan terhadap metode ini yaitu Static Headspace Extraction (SHE), Dynamic Headspace Extraction (purge and trap), Solid-Phase Microextraction (SPME), ekstraksi membran, dan ekstraksi cair, mungkin pula dikombinasikan dengan GC injeksi dalam volume besar untuk mengubah sensitivitas. Pemilihan tehnik didasarkan pada jenis matriks sampel, informasi yang diinginkan ( kualitatif atau kuantitatif ), sensitivitas yang diingikan, kebutuhan untuk automasi dan biaya. Pada bagian selanjutnya akan dijelaskan beberapa metode untuk analisis VOC dalam matriks padat, meliputi penyiapan sampel ( preparasi) dan analisis sampel. Berikut ini adalah beberapa teknik ekstraksi senyawa menguap dari matriks padat : 1. Static Headspace Extraction (1,2,3,4,5,6) Static Headspace Extraction yang juga dikenal sebagai Equilibrium

Upload: reza-hafifin

Post on 10-Dec-2015

6 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

tua

TRANSCRIPT

Page 1: New Microsoft Word Document

Senyawa organik mudah menguap (VOC, Volatile Organic Compound) dapat didefinisikan

sebagai senyawa organik yang tekanan uapnya lebih besar atau setara dengan 0,1 mmHg pada

20ºC. Untuk tujuan pengaturan, VOC didefinisikan oleh U.S Enviromental Protection Agency

(EPA) sebagai “ Semua senyawa karbon, kecuali karbon monoksida, karbon dioksida, asam

karbonat, senyawa logam karbida atau karbonat, dan ammonium karbonat, yang turut serta dalam

reaksi fotokimia atmosfer. Beberapa VOC merupakan polutan lingkungan yang tidak hanya

bersifat toksik, tetapi juga merupakan prekursor-prekursor ozon yang penting dalam pembentukan

asap/kabut.(1)

Bahan menguap pengotor biasanya merupakan sisa pelarut atau residu kimia dalam jumlah sedikit

dalam bahan atau produk obat yang ada saat produksi atau pabrikasi atau terbentuk selama

pengemasan dan penyimpanan. Pabrik obat harus menjamin residu-residu ini telah dihilangkan

atau ada hanya dalam jumlah konsentrasi terbatas. (2)

Bagian penting dalam analisis VOC adalah pada sebagian besar kasus, analit pertama-tama diubah

menjadi bentuk fase uap gas dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan instrument.

Kromatografi gas (GC, Gas Chromatography) merupakan metode instrument pilihan untuk

pemisahan dan analisis untuk senyawa menguap.

Beberapa tantangan yang muncul saat analisis adalah jika analit yang diinginkan terlarut atau

terjerap dalam matriks yang kompleks seperti tanah, makanan, kosmetik, polimer atau bahan baku

farmasi. Tantangan untuk mengekstraksi analit dari matriks ini secara reprodusibel dan dapat diuji

secara akurat untuk menentukan bobot atau konsentrasinya. Beberapa pendekatan terhadap

metode ini yaitu Static Headspace Extraction (SHE), Dynamic Headspace Extraction (purge and

trap), Solid-Phase Microextraction (SPME), ekstraksi membran, dan ekstraksi cair, mungkin pula

dikombinasikan dengan GC injeksi dalam volume besar untuk mengubah sensitivitas. Pemilihan

tehnik didasarkan pada jenis matriks sampel, informasi yang diinginkan ( kualitatif atau kuantitatif

), sensitivitas yang diingikan, kebutuhan untuk automasi dan biaya.

Pada bagian selanjutnya akan dijelaskan beberapa metode untuk analisis VOC dalam matriks

padat, meliputi penyiapan sampel ( preparasi) dan analisis sampel.

Berikut ini adalah beberapa teknik ekstraksi senyawa menguap dari matriks padat :

1. Static Headspace Extraction (1,2,3,4,5,6)

Static Headspace Extraction yang juga dikenal sebagai Equilibrium Headspace Extraction, One–

Step Gas Extraction atau yang sederhana disebut sebagai Headspace. Adalah salah satu teknik

yang biasa digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa organik menguap (VOC)

dari berbagai matriks. Metode ekstraksi terdiri dari sampel baik padat maupun cair dan

ditempatkan dalam vial headspace autosampler (HSAS) sejumlah 10 atau 20 mL dan analit yang

menguap berdifusi keruang bagian atas vial seperti yang ditunjukkan gambar 4.1. dan gambar 4.2

menunjukkan diagram skematik pengaturan instrument Headspace Gas Chromatography (HSGC).

Analisis Static Headspace adalah salah satu analisis ideal untuk senyawa menguap, seperti pada

sisa-sisa pelarut atau bahan tambahan dengan bobot molekul rendah. Sensitivitas dari static

headspace dalam jangkauan ppb hingga persen dan bergantung pada volatilitas dari senyawa yang

diperiksa.

Teori Dasar Analisis dengan Headspace :

Dua variable utama yang berpengaruh pada analisis dengan Headspace adalah koefisien partisi (K)

dan perbandingan fase (β). Koefisien partisi (K) adalah parameter dasar yang menunjukkan

distribusi massa diantara dua fase. Perbandingan fase (β) menunjukkan volume relative dari dua

Page 2: New Microsoft Word Document

fase didalam wadah.

Persamaan 1 :

K = Cs/Cg

Persamaan 2 :

β = Vg/Vs

Dimana :

Cs adalah Konsentrasi analit dalam fase sampel

Cg adalah Konsentrasi analit dalam fase gas

Vg adalah Volume dari fase sampel

Vs adalah Volume dari fase gas

• Koefisien Partisi ( K )

Sampel harus dipersiapkan sehingga dapat memnerikan konsentrasi maksimal dari senyawa

menguap dalam headspace dan meminimalkan kontaminasi yang tidak diharapkan dari senyawa-

senyawa dalam matriks sampel. Untuk membantu menentukan konsentrasi analit dalam

headspace, maka harus diperhitungkan koefisien partisi (K), dimana didefinisikan sebagai

distribusi kesetimbangan dari analit diantara fase sampel dan fase gas.

Senyawa yang memiliki nilai K rendah cenderung untuk lebih cepat terpartisi ke fase gas,

memiliki respon yang tinggi dan jumlah yang cukup rendah/sedikit untuk dideteksi. Sebagai

contoh, Heksan dalam larutan air suhu 40ºC. Heksan yang memiliki nilai K 0,14 dalam system air-

udara. Senyawa yang memiliki nilai K tinggi cenderung untuk lebih lambat terpartisi ke fase gas,

dengan respon yang lebih rendah dan jumlah yang tinggi untuk dideteksi. Sebagai contoh, Etanol

dalam larutan air 40ºC. Etanol yang memiliki nilai K 1355 dalam system air-udara.

Nilai K dapat lebih rendah dengan mengubah suhu dimana vial sampel disetimbangkan, atau

dengan mengubah komposisi dari matriks sampel. Misalnya dalam kasus etanol. Nilai K dari

etanol dapat lebih rendah dari 1355 menjadi 328 dengan meningkatkan suhu pada vial dari 40ºC

menjadi 80ºC. Dan dapat pula dibuat rendah dengan menambahkan garam-garam anorganik

kedalam larutan matriks sampel. Konsentrasi garam yang tinggi dalam larutan sampel akan

menurunkan kelarutan dari senyawa organic polar dalam matriks sampel dan menyediakannya

untuk dipindahkan ke headspace, menghasilkan nilai K yang lebih rendah. Bagaimanapun,

penggunaan efek salting-out untuk mempengaruhi nilai K tidaklah sama untuk semua senyawa.

Senyawa dengan nilai K yang relative rendah berdasarkan percobaan menunjukkan sedikit

perubahan pada nilai dari koefisien partisi setelah penambahan garam kedalam larutan matriks

sampel. Secara umum, senyawa menguap yang bersifat polar dalam matriks polar (sampel larutan

berair) akan memberikan perubahan yang lebih besar pada nilai K dan memiliki respon yang lebih

tinggi setelah penambahan garam kedalam matriks sampel. Berikut adalah daftar beberapa garam-

garam yang biasa dipergunakan dalam prosedur salting-out :

1. Amonium Klorida

2. Amonium Sulfat

3. Natrium Klorida

4. Natrium Sitrat

5. Natrium Sulfat

6. Kalsium Karbonat

• Perbandingan Fase ( β )

Perbandingan fase (β) didefinisikan sebagai volume relatif dari headspace dibandingkan dengan

Page 3: New Microsoft Word Document

volume dari sampel dalam vial sampel. Nilai β yang rendah ( misalnya ukuran sampel yang lebih

besar ) akan menunjukkan respon yang lebih besar untuk senyawa menguap. Bagaimanapun,

penurunan dari nilai β tidak selalu meningkat dalam respon yang dibutuhkan untuk meningkatkan

sensitifitas. Jika nilai β menurun dengan peningkatan ukuran sampel, senyawa dengan nilai K

tinggi akan kurang terpatisi kedalam headspace dibandingkan dangan senyawa yang memiliki

nilai K rendah, dan yield berhubungan dengan perubahan yang lebih kecil pada Cg. Sampel yang

mengandung senyawa dengan nilai K tinggi harus dioptimasikan untuk memperoleh nilai K yang

lebih rendah sebelum perubahan-perubahan dilakukan pada perbandingan fase.

• Kombinasi antara Koefisien Partisi ( K) dan Perbandingan Fase (β)

Koefisien partisis dan perbandingan fase berkontribusi bersama dalam penetapan konsentrasi

senyawa menguap dalam headspace dari vial sampel. Konsentrasi dari senyawa organic dalam

fase gas dapat dinyatakan sebagai :

Cg = Co/(K+β)

Dimana, Cg adalah konsentrasi dari analit menguap dalam fase gas dan Co adalah konsentrasi

awal dari analit menguap dalam sampel. Nilai yang lebih rendah dari K dan β akan menghasilkan

konsentrasi analit menguap yang lebih tinggi dalam fase gas, dan juga sensitifitas yang lebih baik.

Penyiapan Sampel :

Tipe sampel padat untuk analisis dengan headspace biasanya adalah polimer (resin, pellet dan

granul), bahan-bahan pengkemas (lapisan plastik atau aluminium), bahan farmasi (obat-obatan dan

bahan tambahan) dan tanah. Sampel-sampel ini dapat dianalisis sebagai bahan padat (solid

approach) atau sebagai larutan (solution approach). Sampel padat dapat langsung dianalisis atau

dengan terlebih dahulu dilarutkan, ditempatkan langsung ke dalam vial Headspace dan langsung

dianalisis.

Untuk sampel padat yang berukuran besar, ada dua pendekatan yang umum dilakukan yaitu:

• Penghancuran atau penggilingan sampel ( grinding )

Pendekatan pertama untuk meningkatkan area permukaan yang tersedia dari analit menguap untuk

terpartisi ke ruang permukaan. Bagaimanapun, analit tetap akan terpartisi antara padatan dan

ruang permukaan.

• Pelarutan atau pendispersian padatan kedalam cairan.

Pendekatan kedua menyediakan bentuk matriks sampel cairan atau larutan yang lebih mudah

dikerjakan dibandingkan bentuk padat dimana proses kesetimbangan analit terpartisi menuju

ruang permukaan biasanya lebih mudah dicapai.

Pelarut yang digunakan yaitu air atau pelarut organic bebas air.

• JIka untuk berbagai alasan penggunaan larutan tidak memungkinkan untuk digunakan, maka

hanya 1 pilihan yaitu dengan peggilingan (grinding).Untuk menghindari penggunaan pemanasan

yang berlebihan dan menghindari kehilangan analit menguap, maka freeze-grinding merupakan

pilihan. Sampel terlebih dahulu didinginkan dengan karbon dioksida padat atau dengan nitrogen

cair.

Setelah kesetimbangan dicapai, alikuot yang berupa fase gas (headspace, diruang atas vial)

dihubungkan kedalam gas pembawa menuju kolom yang kemudian dianalisis dengan instrument

kromatografi gas tersebut. Penginjeksian sampel dapat dilakukan secara manual maupun dengan

autosampler.

Teknik Kuantitatif pada Statik Headspace Extraction :

4 pendekatan yang umum dilakukan dalam kalibrasi HSGC kuantitatif yaitu :

Page 4: New Microsoft Word Document

• Kalibrasi Standar Eksternal

Penggunaan eksternal standar pada berbagai variasi konsentrasi dan dianalisis. Lalu dibuat kurva

kalibrasi dengan memplot area puncak GC terhadap konsentrasi standar.

• Kalibrasi Standar Internal

Kalibrasi internal standar dapat digunakan sebagai pengganti untuk variasi dalam recovery analit

dan area puncak absolut berkaitan dengan efek matriks dan variasi injeksi pada GC. Sejumlah

analit yang diketahui jumlahnya ditambahkan pada masing-masing sampel dan standar.

Internal standar yang digunakan harus senyawa dalam bentuk murni dan tidak mengganggu

ekstraksi atau kromatografi dari analit.

• Penambahan Standar

Kalibrasi dengan penambahan standar, sejumlah analit yang jumlahnya diketahui ditambahkan

kedalam sampel. Kurva kalibrasi dipersiapkan dengan penambahan satu atau lebih alikuot standar.

• Multiple Headspace Extraction (MHE)

MHE digunakan untuk menemukan total area puncak dari analit dalam ektraksi exhaustive

headspace, dengan memungkinkan seorang analis untuk menentukan jumlah total analit yang

terdapat didalam sampel. Keuntungan dari MHE adalah efek dari matriks sampel dapat

dieliminasi.

2. Dynamic Headspace Extraction atau Purge And Trap (1,3,4,5,6)

Untuk analisis sejumlah kecil analit (konsentrasi dalam jumlah ppb dan ppt untuk senyawa

menguap) atau dimana jika dibutuhkan ekstraksi ekshautif dari analit maka purge and trap atau

dynamic headspace extraction ( disebut juga Continuous Gas Extraction ) lebih di sarankan

dibandingkan ektaksi static headspace.

Dynamic Headspace (DHS) adalah salah satu bentuk analisis Headspace dengan menggunakan

metode “ Purge and Trap” untuk mengumpulkan dan hasil konsentrasi gas untuk dianalisis dengan

menggunakan GC/MS. Seperti pada sampling static headspace sampel melepaskan analit yang

menguap dari matriks. Metode ini digudan nakan untuk sampel padat dan cair, termasuk sampel

dari lingkungan ( air dan tanah). Sensitifitas dari metode DHS ini adalah nanogram per gram.

Pada DHS, sampel di bersihkan (purge) dengan menggunakan suatu gas inert ( biasa digunakan

gas nitrogen murni), sambil dipanaskan pada vessel Teflon, gas inert ini akan melewati (larutan)

sampel dan larutan sampel ini diekstraksi oleh gelembung gas tesebut. Aliran gas akan menuju

kesuatu penjebak (trap) yang mengandung adsorben yang akan menahan analit yang dibawa oleh

gas inert pembersih (purge gas). Jika proses ekstraksi telah selesai, maka analit yang dikumpulkan

segera dianalisis dengan terlebih dahulu melepaskan analit dari penjebak ( biasanya dengan

pemanasan dan backflushing) dengan unit desorpsi termal yang terhubung menuju instrument GC.

3. Solid-Phase Microextraction ( SPME ). (1,6,7,8,9 )

Solid-phase microextraction merupakan metode terbaru. SPME adalah metode ekstraksi tanpa

pelarut yang dibuat dalam lapisan serat silica dengan lapisan tipis sebagai sorbent, untuk ekstraksi

analit menguap dari matriks sampel. Dengan SPME dapat digunakan untuk analisis sampel

dengan jumlah ppm dan ppb, beberapa dengan aplikasi dapat digunakan untuk sampel hingga ppt.

Serat ini ditempatkan dengan spoit yang melindungi serat dan mempermudah penetrasi sampel

dan sekat vial GC. Banyak publikasi yang menggunakan SPME digunakan dengan peralatan

manual ataupun dengan auto sampler. Ada 2 pendekatan dalam pengerjaan SPME untuk senyawa

menguap yaitu metode langsung dan headspace. Dalam sampling langsung, serat ditempatkan

langsung dalam matriks sampel, dan dalam sampling headspace, serat diletakkan pada bagian

Page 5: New Microsoft Word Document

ruang permukaan matriks.

Tahap-tahap / Prosedur SPME meliputi :

• Ekstraksi

Langkah awal ekstraksi dengan memaparkan lapisan serat SPME ke dalam vial yang berisi sampel

cair maupun gas. Jumlah solute (i) pada lapisan SPME pada kesetimbangan (Mi SPME) dapat

diperkirakan mengikuti persamaan :

Mi,SPME = Ki,SPME V SPME Ci

Dimana Ki SPME adalah konstanta distribusi agregat solute antara lapisan absorptive SPME dan

sampel, VSPME adalah volume lapisan SPME, dan Ci adalah konsentrasi solute dalam sampel

sebelum sampling SPME.

• Transfer

Langkah selanjutnya setelah sampling SPME yaitu transfer ke lapisan SPME dan absorbsi analit

dari sampel dan dalam kondisi desorpsi kedalam fase mobile kromatografi.

• Desorpsi

Langkah ketiga adalah proses desorbsi. Yaitu dengan pemanasan tube SPME pada inlet GC. Dan

untuk SPME dengan lapisan fiber eksternal, proses desorbsi dapat dilakukan dengan mudah yaitu

memasukkan fiber SPME kedalam system inlet standar GC dan dianalisis.

REFERENSI :

1. Somenath Mitra (Ed.). 2003. Sample Preparation Techniques in Analitycal Chemistry. John

Wiley & Sons Inc. New Jersey.

2. http://www.restek.com . Residual Solvent Analysis. Available as PDF file.

3. Bruno Kolb & Leslie E. Ettre. 1997. Static Headspace Gas Chromatography Theory and

Practice. Wiley-VCH Inc. German Federal Republic.

4. http://www.innovatechlabs.com/analytical-services-gcms-headspace-analysis.htm . Headspace

Analysis from Innovatech Labs. Diakses 17 Desember 2012.

5. http://www.restekcorp.com . A Technical Guide for Static Headspace Analysis Using GC.

Available as PDF file.

6. Nicholas H. Snow & Gregory C. 2002. Slack. Head-Space Analysis in Modern Gas

Chromatography. J.Trends in analytical chemistry, vol. 21(2002).

7. Janusz Pawliszyn. 2000. Theory of Solid-Phase Microextraction. J. of Chromatographic

Science, Vol. 38, July 2000.

8. Gyorgy Vas & Karoly Vekey. 2003. Solid-phase Microextraction : a Powerful Sample

Preparation Tool Prior to Mass Spectrometric Analysis. J.Mass Spectrom, Vol 39 (2004).

9. John V. Hinshaw. 2003. Solid-Phase Microextraction. Available as PDF file.

Kaitkata: Analisa, Chemistry, kuliah, let's talk about..., penelitian, Tugas Kuliah

Gambar KETIDAK-TERCAMPURAN PELARUT

Posted by: rgmaisyah on: November 10, 2012

In: pHarMaceutical Science

Tinggalkan Sebuah Komentar

Page 6: New Microsoft Word Document

3 Votes

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidaktercampuran pelarut-pelarut :

Polaritas adalah sifat fisika dari suatu bahan, yang berhubungan dengan sifat fisika lainnya seperti

titik leleh dan titik didih, kelarutan dan interaksi intermolekular diantara molekul-molekul. Secara

umum, ada hubungan langsung antara polaritsa suatu molekul dengan jumlah dan tipe ikatan polar

atau ikatan kovalen non polar yang ada. Dalam beberapa kasus, sebuah mulekul dengan ikatan

polar, tetapi berada dalam pengaturan yang simetrik, dapat menghasilkan molekul yang nonpolar,

misalnya karbon dioksida (CO2).(1)

Istilah ikatan polar sering digunakan untuk menggambarkan penggunaan/pembagian elektron

diantara atom-atom. Dalam ikatan kovalen nonpolar, elektron digunakan secara bersama-sama

diantara dua atom. Ikatan kovalen polar adalah dimana satu atom memiliki kekuatan yang lebih

besar terhadap elektron dibandingkan atom lainnya. Jika interaksi relatif ini lebih kuat, maka

ikatan ini adalah ikatan ionik. (1)

Kelarutan adalah sejumlah zat terlarut ( solute) yang dapat larut dalam pelarut spesifik dibawah

kondisi yang diberikan. Bahan yang terlarut disebut solute dan cairan pelarut disebut sebagai

solvent, yang keduanya secara bersama-sama membentuk larutan ( solution). Proses pelarutan

disebut sebagai solvasi, atau hidrasi jika pelarut yang digunakan adalah air. (1)

Kelarutan suatu mulekul dapat dijelaskan dengan dasar polaritas dari molekul. Misalnya air ( polar

) dan benzene ( nonpolar), pelarut-pelarut ini tidak bercampur. Secara umum, like dissolve like ;

bahan dengan polaritas yang ssama akan larut kedalam bagian lainnya. Pelarut polar seperti air,

mempunyai muatan parsial yang akan berinteraksi dengan dengan muatan parsial dari suatu

senyawa polar, misalnya natrium klorida. Begitupula dengan senyawa nonpolar yang tidak

memiliki muatan, pelarut polar tidakdapat berinteraksi dengan senyawa tersebut. Alkana adalan

senyawa nonpolar, dan tidak larut kedalam pelarut polar misalnya petroleum eter. (1)

Pelarut dengan nilai konstanta dielektrik yang tinggi ( ԑr > 10 ), seperti air dan ammonia, dikenal

sebagai pelarut polar dan pelarut ionisasi, digunakan untuk pembentukan dan pemisahan ion-ion

dalam larutannya, dan jika nilai ԑr sekitar 2, seperti dietil eter, tetraklorometan, dan heksan, adalah

pelarut non polar dan pelarut non ionisasi. Terdapat pula banyak pelarut-pelarut dengan sifat yang

berada dipertengahan antara keduanya. (2)

Secara umum, konstanta dielektrik pelarut digunakan sebagai perhitungan kasar untuk

memperkirakan polatitas dari pelarut tersebut. Polaritas air yang tinggi diindikasikan dari

konstanta dielektriknya yaitu 80,10 pada suhu 20°C. Pelarut dengan konstanta dielektrik kurang

Page 7: New Microsoft Word Document

dari 15 secara umum dikenal sebagai pelarut non polar. Secara teknik, konstanta dielektrik

mengukur kemampuan pelarut untuk mereduksi medan gaya dari medan elektrik disekitar partikel

bermuatan yang tercelup didalamnya. Reduksi ini selanjutnya dibandingkan dengan medan gaya

dari partikel bermuatan didalam kondisi vakum. Dalam istilah Layperson, konstanta dielektrik

pelarut dapat pikirkan sebagai kemampuan pelarut tersebut untuk mereduksi muatan internal dari

solute. ( 3)

Jika dua cairan berbeda dicampurkan, maka berbagai tipe sifat-sifat dapat timbul akibat

pencampuran ini. Jika molekul dalam cairan pelarut memiliki ukuran, bentuk, polaritas sifat kimia

yang sama, maka keduanya akan bercampur dalam berbagai perbandingan. Sebagai contoh,

benzene dan metilbenzen ( toluene ) keduanya akan tercampur secara sempurna. Seperti halnya

dengan larutan ideal, yang tidak memenuhi Hukum Raoult’s, koefisien aktivitas mendekati nilai

1 :

ɑ = p/pᶱ = x

Jika komponen molekul jauh berbeda dalam polaritas, ukuran dan sifat kimia ( misalnya air dan

tetraklorometan), maka keduanya tidak dapat bercampur seluruhnya. Hal ini merupakan kondisi

yang penting untuk pelarut ekstraksi. Distribusi dari solute diantara pasangan pelarut yang

tidakbercampur ( immiscible solvent ) tergantung terutama pada kelarutan solute pada masing-

masing cairan tersebut. (2)

Untuk sistem kromatografi cair dikenal deret eluotropik dikembangkan untuk kuantitasi polaritas

dari pelarut. Digunakan index polaritas setelah Snyder, yang mengklasifikasikan pelarut-pelarut

sebagai pelarut polar kuat atau sebagai pelarut polar lemah atau nonpolar. Skala polaritas ini

berdasarkan pengukuran kelarutan dalam dioksan, nitrometan dan etanol.. Tabel berikut dalah

daftar indeks polaritas, P’, untuk pemilihan pelarut yang digunakan dalam kromatografi cair. (4)

Untuk mengevaluasi polaritas dari campuran pelarut, polaritas dari pelarut secara individual dapat

dirata-ratakan. Sebagai contoh polaritas campuran methanol/air 30:70 (v/v), adalah sebagai berikut

:

P methanol/air = 0,3P methanol + 0,7Pair =1,53 + 7,14 = 8,67

Page 8: New Microsoft Word Document

Kesimpulan :

1. Faktor yang mempengaruhi ketidakbercampuran suatu pelarut dengan pelarut lainnya

tergantung pada polaritas, ukuran, bentuk dan sifat kimia yang sama.

2. Untuk memprediksi ketidaktercampuran suatu pelarut dapat dgunakan perbandingan polaritas

dari pelarut-pelarut tersebut.

3. Aturan umum yang berlaku dalam kelarutan adalah “ like dissolve like”. Pelarut hidrokarbon

nonpolar seperti heksan merupakan pelarut yang paling baik untuk hidrokarbon padat seperti

naftalen. Ester merupakan pelarut yang baimbagi ester-ester, dan air atau pelarut polar lainnya

diperuntukkan untuk senyawa-senyawa polar dan ionic.

Referensi :

1. Chemistry for Phrmacy Students : General, Organic and Natural Product Chemistry. 2007.

Satyajit D. Sarker & Lutfun Nahar. John Willey & Sons Ltd. England.

2. Instant Notes : Analytical Chemistry. 2002. D. Kealey & P. J. Haines. BIOS Scientific

Publishers Limited. UK.

3. Wikipedia : Solvent. http://www.wikipedia.org/wiki/solvent . Diakses 15 Spetember 2012.

4. Analytical Chemistry : A Modern Approach to Analytical Science Second Edition. 2004.

Editor : R. Kellner, et.all. Willey-VCH Verlag GmbH & Co. Weinheim.