new microsoft word document

37
2.3 Anatomi Trauma pada dentoalveolar meliputi gigi dan jaringan pendukungnya yang diuraikan sebagai berikut: 2.3.1 Gigi Gigi terdiri dari 3 lapisan, yaitu enamel, dentin, dan pulpa 2.3.1.1 Enamel Enamel adalah lapisan terluar gigi, yang menutupi seluruh mahkota gigi dan merupakan bagian tubuh yang paling keras dan dibentuk oleh sel-sel yang disebut ameloblast. Meskipun sangat keras, email rentan terhadap serangan asam, baik langsung dari makanan atau dari hasil metabolisme bakteri yang memfermentasi karbohidrat yang kita makan dan menghasilkan asam. Pola makan yang kaya asam akan mempercepat kerusakan email gigi. Demikian juga pada penderita penyakit tertentu misalnya bulimia yang selalu memuntahkan kembali makanan yang baru dimakan, di mana makanan yang dimuntahkan tersebut telah bercampur dengan asam lambung sehingga bersifat erosif bagi gigi. Jaringan email gigi tidak mengandung persyarafan, sehingga bila terjadi kerusakan

Upload: indah-lindiana-dewi-retha

Post on 04-Sep-2015

224 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

wehfhwEUwrgoJWH

TRANSCRIPT

2.3 Anatomi Trauma pada dentoalveolar meliputi gigi dan jaringan pendukungnya yang diuraikan sebagai berikut:2.3.1 GigiGigi terdiri dari 3 lapisan, yaitu enamel, dentin, dan pulpa2.3.1.1 Enamel Enamel adalah lapisan terluar gigi, yang menutupi seluruh mahkota gigi dan merupakan bagian tubuh yang paling keras dan dibentuk oleh sel-sel yang disebut ameloblast. Meskipun sangat keras, email rentan terhadap serangan asam, baik langsung dari makanan atau dari hasil metabolisme bakteri yang memfermentasi karbohidrat yang kita makan dan menghasilkan asam. Pola makan yang kaya asam akan mempercepat kerusakan email gigi. Demikian juga pada penderita penyakit tertentu misalnya bulimia yang selalu memuntahkan kembali makanan yang baru dimakan, di mana makanan yang dimuntahkan tersebut telah bercampur dengan asam lambung sehingga bersifat erosif bagi gigi. Jaringan email gigi tidak mengandung persyarafan, sehingga bila terjadi kerusakan yang terbatas hanya pada email tidak akan terasa sakit. Bila terjadi kerusakan pada email, tidak dapat mengadakan pemulihan diri dengan sendirinya seperti halnya pada tulang atau jaringan dentin. Warnanya putih, namun email memiliki sifat translusen dan memungkinkan warna dentin yang kuning sedikit terlihat, sehingga member tampilan gigi terlihat kuning. Jaringan email adalah struktur kristalin yang tersusun oleh jaringan anorganik 96 %, material organik hanya 1 % dan sisanya adalah air. Komposisi ini membuat sifat email gigi mirip seperti keramik. Secara mikroskopis, lapisan email tersusun oleh prisma email yang merupakan kristal hidroksiapatit dengan pola orientasi yang khas. Meski strukturnya keras dan padat, email mampu dilewati oleh ion dan molekul tertentu misalnya zat warna dari makanan atau minuman tertentu. Email menutupi mahkota anatomis gigi dengan ketebalan yang berbeda-beda di daerah-daerah tertentu, email paling tebal di daerah permukaan kunyah gigi (di insisal gigi insisif dan oklusal gigi molar), dan semakin kebawah makin menipis. Ketebalan juga berbeda-beda pada jenis gigi yang berbeda, yaitu: - Incisal ridge insisif = 2 mm - Cusp premolar = 2.3 2.5 mm - Cusp molar = 2.5 3 mm

2.3.1.2 Jaringan Dentin Dentin merupakan struktur penyusun gigi yang terbesar. Jaringan ini jauh lebih lunak dibandingkan email karena komposisi material organiknya lebih banyak dibandingkan email yaitu mencapai 20 %, di mana 85 % dari material organik tersebut adalah kolagen. Sisanya adalah air sebanyak 10 % dan material anorganik 70 %. Di daerah permukaan mahkota gigi, dentin terletak di bawah email. Tapi di bagian akar dentin tidak ditutupi oleh email melainkan oleh sementum. Di bagian bawahnya, dentin menjadi atap bagi rongga pulpa. Pulpa adalah suatu rongga yang berisi pembuluh darah dan persyarafan bagi gigi. Oleh karena itu secara anatomis, dentin sangat berhubungan erat dengan jaringan pulpa. Kebanyakan ilmuwan menganggap dentin dan pulpa adalah satu jaringan dan membentuk pulp-dentin complex. Secara mikroskopis, dentin berbentuk seperti saluran yang disebut tubuli dentin dan berisi sel odontoblast dan cairan tubuli dentin. Sel ini dianggap sebagai bagian dari dentin maupun jaringan pulpa karena badan selnya ada di rongga pulpa namun serabutnya (yang disebut serabut tomes) memanjang ke dalam tubuli-tubuli dentin yang termineralisasi. Serabut tomes inilah yang membuat dentin dianggap sebagai jaringan hidup dengan kemampuan untuk bereaksi terhadap rangsang fisiologis maupun patologis. Bila dentin terekspos ke lingkungan karena karies telah mencapai dentin atau karena gigi tersebut patah, maka gigi akan sensitif terhadap perubahan suhu (misalnya pada saat berkontak dengan makanan panas/dingin) dan akan terasa sakit. Hal ini disebabkan karena tubuli dentin berisi cairan seperti serum yang berkesinambungan dengan cairan ekstraseluler pada jaringan pulpa. Dengan tereksposnya tubuli dentin, cairan dalam tubuli ini akan mengalir dari pulpa ke arah luar yaitu perbatasan email dengan dentin, sehingga mempengaruhi ujung syaraf gigi. Akibatnya syaraf gigi akan teraktivasi dan mengirimkan sinyal ke otak dan terasa sakit.2.3.3 Pulpa

Pulpa gigi adalah jaringan lunak yang terletak di tengah-tengah gigi. Jaringan ini adalah jaringan pembentuk, penyokong, dan merupakan bagian integral dari dentin yang mengelilinginya.

Ukuran serta bentuk pulpa ini dipengaruhi oleh tahap perkembangan giginya, yang terkait dengan umur pasien. Tahap perkembangan gigi juga berpengaruh pada macam terapi pulpa yang diperlukan jika misalnya pulpa terkena cedera.

Umumnya, garis luar jaringan pulpa mengikuti garis luar bentuk gigi. Bentuk garis luar ruang pulpa mengikuti bentuk mahkota gigi dan bentuk garis luar saluran pulpa mengikuti bentuk akar gigi. Pulpa gigi dalam rngga pulpa berasal dari jaringan mesenkim dan mempunyai berbagai fungsi, yaitu sebagai pembentuk, sebagai penahan, mengandung zat-zat makanan, mengandung sel-sel saraf/sensori.

Pulpa terdiri dari beberapa bagian, yaitu :1. Ruang atau rongga pulpa, yaitu rongga pulpa yang terdapat pada bagian tengah korona gigi dan selelu tunggal. Sepanjang kehidupan pulpa gigi mempunyai kemampuan untuk mengendapkan dentin sekunder, pengendapan ini mengurangi ukuran dari rongga pulpa.2. Tanduk pulpa, yaitu ujung dari ruang pulpa.3. Saluran pulpa atau saluran akar, yaitu rongga pulpa yang terdapat pada bagian akar gigi. Pada kebanyakan kasus, jumlah saluran akar sesuai dengan jumlah akar, tetapi sebuah akar mungkin mempunyai lebih dari sebuah saluran.4. Foramen apikal, yaitu ujung dari saluran pulpa yang terdapat pada apeks akar berupa suatu lubang kecil.5. Supplementary canal. Beberapa kar gigi mungkin mempunyai lebih dari satu foramen, dalam hal ini, saluran tersebut mempunyai 2 atau lebih cabang dekat apikalnya yang disebut multiple foramina / supplementary canal.6. Orifice, yaitu pintu masuk ke saluran akar gigi. Saluran pulpa dihhubngkan dengan ruang pulpa. Adakalanya ditemukan suatu akar mempunyai lebih dari satu saluranpulpa, misalnya akar mesio-bukal dari M1 atas dan akar mesial dari M1 bawah mempunyai 2 saluran pulpa yang berakhir pada sebuah foramen apikal.

Di dalam pulpa terdapat berbagai jenis sel, yaitu :1. Odontoblas, yaitu sel pulpa yang paling khas. Sel ini membentuk lapisan tunggal di perifernya dan mensintesis matriks yang kemudian termineralisasi dan menjadi dentin. Odontoblas adalah sel akhir yakni tidak mengalami lagi pembelahan sel. Odontoblas terdiri atas dua komponen structural dan fungsional utama yakni badan sel dan prosesus sel.2. Preodontoblas. Odontoblas baru dapat tumbuh setelah odontoblas yang lama hilang akibat cedera. Namun tumbuhnya odontoblas baru hanya bisa terjadi jika pada zona kaya akan sel telah ada preodontoblas. Preodontoblas adalah sel yang telah terdiferensiasi sebagian sepanjang garis odontoblas. Preodontoblas ini akan bermigrasi ke tempat terjadinya cedera dan melanjutkan diferensiasinya pada tempat tersebut.3. Fibroblast, adalah tipe sel yang paling umum terlihat dalam jumlah paling besar di pulpa mahkota. Sel ini menghasilkan dan mempertahankan kolagen serta zat dasar pulpa dan mengubah struktur pulpa jika ada penyakit. Akan tetapi, tidak seperti odontoblas, sel ini mengalami kematian apoptosis dan diganti jika perlu oleh maturasi dari sel yang kurang terdiferensiasi.4. Sel cadangan. Sel ini merupakan sumber bagi sel jaringan ikat pulpa. Sel precursor ini ditemukan di zona kaya akan sel dan inti pulpa serta dekat sekali dengan pembuluh darah. Tampaknya, sel-sel ini merupakan sel yang pertama kali membelah ketika terjadi cedera.5. Sel-sel sistem imun. Makrofag, limfosit T, dan sel dendritik juga merupakan penghuni seluler yang normal dari pulpa. Sel dendritik dan prosesusnya ditemukan di seluruh lapisan odontoblas dan memiliki hubungan yang dekat dengan elemen vaskuler dan elemen saraf. Sel-sel ini merupakan bagian dari sistem respons awal dan pemantau dari pulpa. Sel ini akan menangkap dan memaparkan antigen terhadap sel T residen dan makrofag.

Jaringan pulpa memiliki lima fungsi yakni bersifat formatif dan bersifat suportif. Adapun fungsi pulpa, yaitu :1. Induktif. Jaringan pulpa berpartisipasi dalam memulai dan perkembangan dentin, yang bila terbentuk, akan mengarah pada pembentukan email. Kejadian-kejadian ini merupakan kejadian yang saling bergantung dalam arti bahwa epitel email akan menginduksi diferensiasi odontoblas, dan odontoblas serta dentin menginduksi pembentukan email. Interaksi epitel-mesenkim seperti itu adalah esensi dari pembentukan gigi.2. Formatif. Odontoblas membentuk dentin. Sel yang sangat special ini berpartisipasi dalam pembentukan dentin dalam tiga cara :a. Melalui sintesis dan sekresi matriks anorganik.b. Melalui pengangkutan komponen anorganik ke matriks yang baru terbentuk di saat-saat awalnya.c. Melalui penciptaan lingkungan yang memungkinkan mineralisasi matriks.3. Nutritif. Jaringan pulpa memasak nutrient yang sangat penting bagi pembentukan dentin (misalnya dentin pretubuler) dan hidrasi melalui tubulus dentin.4. Defensif. Jaringan pulpa juga memiliki kemampuan memroses dan mengindentifikasi zat asing serta menimbulkan respons imun terhadap keberadaan zat asing itu. hal ini adalah cirri khas respons pulpa terhadap karies dentin.5. Sensatif. Jaringan pulpa mentransmisikan sensasi saraf yang berjalan melalui email atau dentin ke pusat saraf yang lebih tinggi. Sensasi pulpa yang berjalan melalui dentin dan email biasanya cepat, tajam, parah, dan ditransmisikan oleh serabut bermielin. Sensasi yang dialami diawali di dalam inti pulpa dan ditransmisikan oleh serabut C yang lebih kecil, biasanya lambat, lebih tumpul, dan lebih menyebar (difus).

2.3.2 Jaringan Pendukung Gigi

2.3.2.1 Sementum

Sementum bagian dari jaringan gigi dan termasuk juga bagian dari jaringan periodontium karena menghubungkan gig dengan tulang rahang dengan jaringan yang terdapat di selaput periodontal.

Bila ada rangsangan yang kuat pada gigi maka akan terjadi resorpsi/penyerapan sel-sel sementum pada sisi yang terkena rangsangan dan pada sisi lainnya akan terbentuk jaringan sementum baru. Pembentukan sementum yang baru kearah luar.

Jaringan sementum tidak mengadakan resorpsi atau pembentukan kembali tetapi mengalami aposisi- makin tua umur makin tebal lapisan semen. Adapun macam-macam sementum ialah : Semen primer ialah semen yang terdapat pada waktu erupsi gigi. Semen fisiologis ialah lapisan semen yang terbentuk karena meningkatnya usia. Semen patologis ialah semen yang terbentuk karena iritasi obat-obatan pada perawatan endodontia, karena penyakit dan sebagainya, misalnya hipersementosis.

2.3.2.2 Gingiva

Gingiva adalah bagian mukosa mulut yg mengelilingi gigi dan menutupi ridge alveolar. Secara anatomi, gingiva dibagi atas tiga daerah :1. Marginal gingiva (unattached gingiva), merupakan bagian gingiva yang mengelilingi gigi seperti kerah baju dan tidak melekat langsung pada gigi, biasa juga disebut juga dengan free gingiva2. Attached gingiva merupakan lanjutan dari marginal gingival dan disebut juga mukosa fungsional. 3. Interdental gingival, merupakan bagian gingival yang mengisi ruang interproksimal antara dua gigi yang bersebelahan.

2.3.2.3 Ligamentum Periodontal

Ligamnetum periodontal merupakan struktur jaringan konektif yang mengelilingi akar gigi dan mengikatnya ke tulang. Ligamen periodontal merupakan lanjutan jaringan gingiva yang berhubungan dengan ruang sumsum tulang melalui saluran vaskuler.

Adapun fungsi ligamnetum periodontal adalah :1. Memelihata aktivitas biologik sementum dan tulang alveolar.(Fungsi Formatif)2. Menyuplai nutrisi dan membersihkan produk sisa mll aliran darah dan limfe.(Fungsi Nutritif)3. Memelihara relasi gigi thdp jar.keras dan lunak. (Fungsi Fisik)4. Menghantarkan tekanan taktil dan sensasi nyeri melalui jalur trigeminal. (Fungsi Sensorik)

Serat utama ligamnetum periodontal terbagi atas enam kelompok, yaitu : Kelompok transeptal Kelompok crest alveolar Kelompok horizontal Kelompok oblique Kelompok apikal Kelompok interadikular

2.3.2.4 Tulang alveolar

Tulang alveolar disebut juga prosesus alveolaris yg mencakup tulang rahang secara keseluruhan, yaitu maksila dan mandibula yg membentuk dan mendukung soket (alveoli) gigi. Terbentuk ketika gigi erupsi dan secara perlahan hilang ketika gigi sudah dicabut. Adapun struktur tulang alveolar ialah :1. Tulang trabekular/ medular/ cancellous/ spongiosa, merupakan simpanan kalsium untuk memenuhi kebutuhan metabolism (bagian metabolic).2. Tulang kortikal/ osteid/ callus/ kompakta. Struktur dasar tulang kompak terdiri atas sistem harvian (osteon)

2.4 Patofiologi

Fraktur dental pada umumnya terjadi bersamaan dengan cidera mulut lainnya. Deteksi dan pengobatan dini dapat meningkatkan kelangsungan hidup dan fungsi dari gigi tersebut. Sekitar 82% gigi yang mengalami trauma adalah gigi-gigi maksiler. Fraktur gigi maksiler tersebut 64% adalah gigi incisivus sentral, 15% incisivus lateral, dan 3% caninus (Peng, 2007).

Fraktur dental pada umumnya terjadi pada kelompok usia anak, remaja, dan dewasa muda dengan rasio laki-laki terhadap perempuan 2-3 : 1. Penyebab umum fraktur dental adalah benturan atau trauma terhadap gigi yang menyebabkan disrupsi atau kerusakan enamel, dentin, atau keduanya. Dari penelitian terhadap 1610 anak-anak, faktor predisposisi fraktur dental antara lain postnormal occlusion, overjet yang melebihi 4 mm, bibir atas yang pendek, bibir yang inkompeten, dan pernapasan melalui mulut (Peng, 2007). Literatur lain menyebutkan bahwa umur, aktivitas olahraga, riwayat medis, dan anatomi gigi juga merupakan fraktur predisposisi.

Fraktur dental jarang ditemukan pada anak-anak di bawah 1 tahun. Apabila ada, dapat disebabkan oleh kekerasan terhadap anak. Pada usia 1-3 tahun ketika anak belajar berjalan dan berlari insidennya meningkat yang diakibatkan oleh aktivitas yang tinggi dan kurangnya koordinasi anggota tubuh menyebabkan anak sering jatuh. Pada anak usia sekolah, taman bermain dan cidera akibat bersepeda merupakan penyebab tersering. Selama masa remaja, cidera olahraga merupakan kasus yang umum. Pada usia dewasa, cidera olahraga, kecelakaan sepeda motor, kecelakaan industri dan pertanian, dan kekerasan dalam rumah tangga merupakan penyebab potensial (Schwartz, 1999).

Olahraga yang melibatkan kontak fisik merupakan penyebab umum fraktur dental, seperti sepakbola dan bola basket. Olahraga tanpa kontak fisik seperti berkuda juga dapat menyebabkan fraktur dental (Schwartz, 1999).

Frekuensi fraktur dental yang lebih tinggi ditemukan pada pasien dengan retardasi mental dan serebral palsi. Penyalahgunaan obat dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya fraktur dental (Schwartz, 1999).

Gigi insisivus maksiler yang menonjol keluar atau ketidakmampuan menutup gigi pada keadaan istirahat dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya fraktur (Schwartz, 1999).

Benturan atau trauma, baik berupa pukulan langsung terhadap gigi atau berupa pukulan tidak langsung terhadap mandibula, dapat menyebabkan pecahnya tonjolan-tonjolan gigi, terutama gigi-gigi posterior. Selain itu, tekanan oklusal yang berlebihan terutama terhadap tumpatan yang luas dan tonjol-tonjolnya tak terdukung oleh dentin dapat pula menyebabkan fraktur. Keparahan fraktur bisa hanya sekedar retak saja, pecahnya prosesus, sampai lepasnya gigi yang tidak bisa diselamatkan lagi. Trauma langsung kebanyakan mengenai gigi anterior, dan karena arah pukulan mengenai permukaan labial, garis retakannya menyebar ke belakang dan biasanya horizontal atau oblique. Pada fraktur yang lain, tekanan hampir selalu mengenai permukaan oklusal, sehingga frakturnya pada umumnya vertikal. Pukulan terhadap gigi anterior paling sering terjadi pada anak-anak dan apabila dibiarkan maka tubulus dentinnya akan terpapar pada flora normal mulut sehingga dapat menimbulkan infeksi dan inflamasi pulpa sehingga perlu dirawat. Di pihak lain, gigi posterior yang fraktur karena tekanan oklusal yang besar biasanya karena mempunyai tumpatan yang luas. Pada gigi semacam ini, hanya sedikit tubulus dentin yang terbuka yang langsung berhubungan dengan pulpa karena telah terjadinya reaksi terhadap karies dan prosedur penambalannya berupa kalsifikasi tubulus dan penempatan dentin reaksioner di rongga pulpa. Dengan demikian jaringan pulpanya jarang sekali ikut terkena.

Trauma terhadap gigi pada umumnya bukan merupakan keadaan yang mengancam nyawa, tetapi cidera maksilofasial lain yang berhubungan dengan trauma dental dapat mengganggu jalan napas. Fraktur biasanya terjadi pada gigi permanen, sedangkan gigi susu biasanya hanya mengalami perubahan letak. Morbiditas yang berhubungan dengan fraktur dental bisa seperti gagalnya pergantian gigi, perubahan warna gigi, abses, hilangnya ruang pada arkus dental, ankylosis, lepasnya gigi secara abnormal, dan resorpsi akar merupakan keadaan yang signifikan. Trauma dental sering berhubungan dengan laserasi intraoral. Ketika ada gigi yang pecah atau hilang dan pada saat yang bersamaan terdapat laserasi intraoral, maka harus diperhatikan bahwa bagian gigi yang hilang dapat tertanam di dalam robekan luka tersebut (Roberts, 2003; Peng, 2007).

2.5 Faktor Resiko2.6 Klasifikasi

2.6.1. Klasifikasi fraktur menurut EllisKlasifikasi Ellis (1961) terdiri dari enam kelompok dasar: a. Fraktur email.Fraktur mahkota sederhana, tanpa mengenai dentin atau hanya sedikit mengenai dentin.b. Fraktur dentin tanpa terbukanya pulpa.Fraktur mahkota yang mengenai cukup banyak dentin, tapi tanpa mengenai pulpa. c. Fraktur mahkota dengan terbukanya pulpa.Fraktur mahkota yang mengenai dentin dan menyebabkan pulpa terbuka.d. Fraktur akar.e. Luksasi gigi.f. Intrusi gigi

2.6.2. Klasifikasi menurut Ellis dan DaveyEllis dan Davey (1970) menyusun klasifikasi trauma pada gigi anterior menurut banyaknya struktur gigi yang terlibat, yaitu : Kelas 1 : Fraktur mahkota sederhana yang hanya melibatkan jaringan email. Kelas 2 : Fraktur mahkota yang lebih luas yang telah melibatkan jaringan dentin tetapi belum melibatkan pulpa. Kelas 3 : Fraktur mahkota gigi yang melibatkan jaringan dentin dan menyebabkan terbukanya pulpa. Kelas 4 : Trauma pada gigi yang menyebabkan gigi menjadi non vital dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota. Kelas 5 : Trauma pada gigi yang menyebabkan kehilangan gigi atau avulsi. Kelas 6 : Fraktur akar dengan atau tanpa kehilangan struktur mahkota. Kelas 7 : Perubahan posisi atau displacement gigi. Kelas 8 : Kerusakan gigi akibat trauma atau benturan pada gigi yang menyebabkan fraktur mahkota yang besar tetapi gigi tetap pada tempatnya dan akar tidak mengalami perubahan. Kelas 9: kerusakan pada gigi sulung akibat trauma pada gigi depan.

2.6.3 Klasifikasi menurut World Health Organization (WHO) dan modifikasi oleh Andreasen.Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization) pada tahun 1978 memakai klasifikasi dengan nomor kode yang sesuai dengan Klasifikasi Penyakit Internasional (International Classification of Diseases), sebagai berikut: 873.60: Fraktur email. Meliputi hanya email dan mencakup gumpilnya email, fraktur tidak menyeluruh atau retak pada email. 873.61: Fraktur mahkota yang melibatkan email dan dentin tanpa terbukanya pulpa.Fraktur sederhana yang mengenai email dan dentin, pulpa tidak terbuka. 873.62: Fraktur mahkota dengan terbukanya pulpa.Fraktur yang rumit yang mengenai email dan dentin dengan disertai pulpa yang terbuka. 873.63: Fraktur akar. Fraktur akar yang hanya mengenai sementum, dentin, dan pulpa. Juga disebut fraktur akar horizontal. 873.64: Fraktur mahkota-akar. Fraktur gigi yang mengenai email, dentin, dan sementum akar. Bisa disertai atau tidak dengan terbukanya pulpa. 873.66: Luksasi. Pergeseran gigi, mencangkup konkusi (concussion), subluksasi, luksasi lateral, luksasi ekstruksi, dan luksasi intrusi. 873.67: Intrusi atau ekstrusi. 873.68: Avulsi. Pergeseran gigi secara menyeluruh dan keluar dari soketnya. 873.69: Injuri lain, seperti laserasi jaringan lunak.

Klasifikasi ini dimodifikasi oleh Andreasen (1981) menurut contoh berikut: 873.64: Fraktur mahkota-akar yang tidak rumit tanpa terbukanya pulpa. 873.64: Fraktur mahkota-akar yang rumit dengan terbukanya pulpa. 873.64 (Fraktur mahkota-akar komplit atau tidak komplit) 873.66: Konkusi (concussion), injuri pada struktur pendukung gigi yang bereaksi terhadap perkusi. 873.66: Subluksasi, suatu injuri pada struktur pendukung gigi dengan kegoyahan abnormal tetapi tanpa pemindahan gigi. 873.66: Luksasi lateral, pemindahan gigi pada arah lain daripada ke aksial, diikuti oleh fraktur soket alveolar. 873.66 (Konkusi, subluksasi, lateral luksasi).Klasifikasi fraktur mahkota gigi menurut World Health Organization (WHO) dengan nomor kode yang sesuai dengan klasifikasi Penyakit Internasional (International Classification of Diseases) tahun 1995, sebagai berikut: (S 02.50): Infraksi enamel. Sebuah fraktur tidak utuh atau retaknya enamel tanpa kehilangan substansi giginya. (S 02.50): Fraktur enamel. Sebuah fraktur dengan hilangnya substansi gigi yang mengenai enamel. (S 02.51): Fraktur enamel-dentin. Sebuah fraktur dengan hilangnya substansi gigi yang melibatkan enamel dan dentin tanpa terbukanya pulpa. (S 02.52): Fraktur mahkota yang mengenai enamel dan dentin, dengan terbukanya pulpa. (S 02.53): Fraktur akar. Sebuah fraktur yang mengenai dentin, sementum, dan pulpa. (S 02.54): Fraktur mahkota-akar. Sebuah fraktur yang mengenai enamel, dentin, dan sementum dengan atau tanpa terbukanya pulpa.

Klasifikasi yang direkomendasikan dari World Health Organization (WHO) dalam Application of International Classification of Diseases to Dentistry and Stomatology diterapkan baik gigi sulung dan gigi tetap, yang meliputi jaringan keras gigi, jaringan pendukung gigi dan jaringan lunak rongga mulut yaitu sebagai berikut :

a) Kerusakan pada jaringan keras gigi dan pulpa.1. Retak mahkota (enamel infraction) (N 502.50), yaitu suatu fraktur yang tidak sempurna pada email tanpa kehilangan struktur gigi dalam arah horizontal atau vertikal.2. Fraktur email yang tidak kompleks (uncomplicated crown fracture) (N 502.50), yaitu suatu fraktur yang hanya mengenai lapisan email saja.3. Fraktur email-dentin (uncomplicated crown fracture) (N 502.51), yaitu fraktur pada mahkota gigi yang hanya mengenai email dan dentin saja tanpa melibatkan pulpa.4. Fraktur mahkota yang kompleks (complicated crown fracture) (N 502.52), yaitu fraktur yang mengenai email, dentin, dan pulpa.b) Kerusakan pada jaringan keras gigi, pulpa, dan tulang alveolar.1. Fraktur mahkota-akar (N 502.53), yaitu suatu fraktur yang mengenai email, dentin, dan sementum. Fraktur mahkota akar yang melibatkan jaringan pulpa disebut fraktur mahkota-akar yang kompleks (complicated crown-root fracture (N 502.54)) dan fraktur mahkota-akar yang tidak melibatkan jaringan pulpa disebut fraktur mahkota-akar yang tidak kompleks (uncomplicated crown-root fracture (N 502.54)).2. Fraktur akar, yaitu fraktur yang mengenai dentin, sementum, dan pulpa tanpa melibatkan lapisan email.3. Fraktur dinding soket gigi, yaitu fraktur tulang alveolar yang melibatkan dinding soket labial atau lingual, dibatasi oleh bagian fasial atau lingual dari dinding soket.4. Fraktur prosesus alveolaris, yaitu fraktur yang mengenai prosesus alveolaris dengan atau tanpa melibatkan soket alveolar gigi.5. Fraktur korpus mandibula atau maksila, yaitu fraktur pada korpus mandibula atau maksila yang melibatkan prosesus alveolaris, dengan atau tanpa melibatkan soket gigi.

c) Kerusakan pada jaringan periodontal.1. Concusion (N 503.20), yaitu trauma yang mengenai jaringan pendukung gigi yang menyebabkan gigi lebih sensitif terhadap tekanan dan perkusi tanpa adanya kegoyangan atau perubahan posisi gigi.2. Subluxation (N 503.20), yaitu kegoyangan gigi tanpa disertai perubahan posisi gigi akibat trauma pada jaringan pendukung gigi.3. Luksasi ekstrusi (partial displacement) (N 503.20), yaitu pelepasan sebagian gigi ke luar dari soketnya. Ekstrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih panjang.4. Luksasi, merupakan perubahan letak gigi yang terjadi karena pergerakan gigi ke arah labial, palatal maupun lateral, hal ini menyebabkan kerusakan atau fraktur pada soket alveolar gigi tersebut. Trauma gigi yang menyebabkan luksasi lateral menyebabkan mahkota bergerak ke arah palatal.5. Luksasi intrusi (N 503.21), yaitu pergerakan gigi ke dalam tulang alveolar, dimana dapat menyebabkan kerusakan atau fraktur soket alveolar. Luksasi intrusi menyebabkan mahkota gigi terlihat lebih pendek.6. Avulsi (hilang atau ekstrartikulasi) (N 503.22) yaitu pergerakan seluruh gigi ke luar dari soket.

d) Kerusakan pada gusi atau jaringan lunak rongga mulut1. Laserasi merupakan suatu luka terbuka pada jaringan lunak yang disebabkan oleh benda tajam seperti pisau atau pecahan luka. Luka terbuka tersebut berupa robeknya jaringan epitel dan subepitel.2. Kontusio yaitu luka memar yang biasanya disebabkan oleh pukulan benda tumpul dan menyebabkan terjadinya perdarahan pada daerah submukosa tanpa disertai sobeknya daerah mukosa.3. Luka abrasi, yaitu luka pada daerah superfisial yang disebabkan karena gesekan atau goresan suatu benda, sehingga terdapat permukaan yang berdarah atau lecet.4. Klasifikasi menurut Andreasen.Andreasen juga mengklasifikasikan injuri pada tulang pendukung dan injuri pada mukosa mulut. Menurut Andreasen dalam bukunya Patologi Gigi Geligi Kelainan Jaringan Keras Gigi, secara garis besar fraktur gigi digolongkan menurut penyebabnya sebagai berikut:a) Fraktur Spontan Merupakan jenis fraktur yang diakibatkan oleh adanya tekanan pengunyahan. Pada hal ini elemen-elemen enamel gigi mengalami atrisi dan aus karena adanya gesekanpada saat mengunyah. Keadaan ini bisa menyebabkan gigi mengalami fraktur. Frakturspontan lebih sering terjadi pada gigi molar satu bawah.b) Fraktur TraumatikFraktur traumatik terjadi akibat adanya benturan keras yang bersifat tiba-tiba. Fraktur traumatik biasanya tidak terjadi pada bayi dibawah umur 1 tahun karena pengaruh aktivitas yang dilakukannya. Penyebab fraktur yang sering terjadi adalah benturan akibat kecelakaan atau karena dipukul. Berdasarkan bagian yang mengalami fraktur, fraktur traumatrik dibedakan menjadibeberapa jenis sebagai berikut:

2.6.4. Klasifikasi menurut Heithersay dan MorileHeithersay dan Morile (1982) menganjurkan suatu klasifikasi fraktur subgingival berdasarkan pada tinggi fraktur gigi dalam hubungannya terhadap berbagai bidang horizontal periodonsium, sebagai berikut: Kelas 1 : Dengan garis fraktur tidak meluas di bawah tinggi ginggiva cekat. Kelas 2 : Dengan garis fraktur meluas di bawah tinggi gingiva cekat, tetapi tidak di bawah tinggi krista alveolar. Kelas 3 : Dengan garis fraktur meluas di bawah tinggi krista alveolar. Kelas 4 : Dengan garis frakturnya terdapat di dalam sepertiga koronal akar, di bawah tinggi krista alveolar.

2.6.5 Klasifikasi menurut Garcia-GodoyKlasifikasi fraktur gigi akibat trauma menurut Garcia-Godoy adalah sebagai berikut:1. Retak pada email.2. Fraktur pada email3. Fraktur email-dentin tanpa terbukanya pulpa.4. Fraktur email-dentin dengan terbukanya pulpa.5. Fraktur email-dentin-sementum tanpa terbukanya pulpa.6. Fraktur email-dentin-sementum dengan terbukanya pulpa.7. Fraktur akar.8. Konkusi.9. Luksasi.10. Perpindahan gigi ke lateral.11. Intrusi.12. Ekstrusi.13. Avulsi.

2.6.6. Klasifikasi menurut Hargreaves dan Craig.Hargreaves dan Craig (1970) memperkenalkan klasifikasi hanya untuk fraktur mahkota gigi sulung, yaitu kelas I, II, III dan IV. Klasifikasi tersebut hampir sama dengan klasifikasi Ellis. Perbedaannya terletak pada kelas IV yaitu fraktur akar disertai atau tanpa mahkota gigi sulung: Klas I : Tidak adanya fraktur atau fraktur hanya pada email dengan atau tidaknya perubahan posisi pada gigi. Klas II : Fraktur pada mahkota pada email dan dentin tanpa terbukanya pulpa dan tanpa perubahan posisi pada gigi. Klas III : Fraktur pada mahkota dan terbukanya pulpa dengan atau tanpa perubahan posisi pada gigi. Klas IV : Fraktur pada akar dengan atau tanpa fraktur koronal, dengan atau tanpa perubahan posisi pada gigi. Klas IV : Perubahan posisi total pada gigi2.7 PenatalaksanaanPerawatan fraktur dentoalveolar sebaiknya dilakukan sesegera mungkin karena penundaan perawatan akan mempengaruhi prognosis gigi geligi. Bila fraktur dentoalveolar merupakan bagian dari fraktur wajah yang lebih serius, perawatan dapat dilakukan secara efektif untuk menstabilkan keadaan umum pasien terlebih dahulu. Tujuan perawatan fraktur dentoalveolar adalah mengembalikan bentuk dan fungsi organ pengunyahan senormal mungkin. Prognosis fraktur dentoalveolar dipengaruhi oleh keadaan umum dan usia pasien serta kompleksitas fraktur.2.7.1 Trauma pada Gigi Sulung Perawatan gigi sulung yang mengalami trauma pada umumnya tidak berbeda dengan perawatan gigi tetap. Gigi sulung yang intrusi biasanya akan erupsi secara spontan. Gigi yang tidak terlalu bergeser dan tidak menyebabkan gangguan oklusi dapat diobservasi saja. Fraktur dentoalveolar yang kompleks pada gigi sulung jarang terjadi karena elastisitas tulang alveolar.2.7.2 Trauma pada Gigi Tetap

2.7.2.1. Trauma yang mengenai jaringan keras gigi

a) Fraktur mahkotaFraktur email hanya memerlukan penghalusan bagian yang tajam, atau penambalan dengan komposit. Fraktur dentin sebaiknya ditambal sesegera mungkin, khususnya pada pasien muda karena penetrasi bakteri melalui tubulus dentin cepat terjadi. Penambalan dengan semen kalsium hidroksida dan restorasi komposit sudah cukup ideal. Bila patahan gigi cukup besar, fragmen mahkota dapat disemen kembali menggunakan resin komposit. Fraktur pulpa dapat dirawat dengan pulp capping, pulpotomi, atau ekstirpasi pulpa.b) Fraktur akarFraktur mahkota yang oblik dapat meluas ke subgingiva (fraktur mahkota-akar). Bila garis fraktur tidak terlalu jauh ke apikal dan pulpa tidak terbuka, cukup ditambal dengan restorasi komposit. Bila fraktur meluas sampai jauh ke apikal, atau bilagigi terbelah secara vertikal, umumnya ekstraksi harus dilakukan.c) Fraktur akar horizontal prognosisnya tergantung pada garis fraktur. Bila garis fraktur terletak di dekat gingiva, fragmen mahkota dapat diekstraksi dan dilakukan perawatan endodontik serta pembuatan mahkota pasak. Bila garis fraktur terletak jauh ke apikal, gigi sebaiknya diekstraksi.

2.7.2.2. Trauma yang mengenai jaringan periodontala) MalposisiGigi yang luksasi, ekstrusi dan intrusi direposisi dan di-splint untuk imobilisasi gigi selama 7-21 hari. Setelah periode imobilisasi selesai vitalitas gigi tersebut harus diperiksa.b) Avulsi Gigi yang avulsi dapat direplantasi dengan memperhatikan sejumlah faktor, yaitu tahap perkembangan akar, lamanya keberadaan gigi di luar soket,lamanya penyimpanan dan media yang digunakan. Idealnya replantasi dilakukan sesegera mungkin. Sebaiknya dipastikan bahwa sel ligamen periodontal tidak mengering, yakni tidak lebih dari 30 menit. Kemudian dilakukan imobilisasi dengan pemasangan splint.

2.7.2.3 Trauma yang mengenai tulang alveolarPerawatan fraktur tulang alveolar biasanya hanya memerlukan anastesi lokal, dan paling baik dilakukan segera setelah trauma. Reduksi tertutup fraktur alveolar tertutup biasanya dilakukan dengan manipulasi jari yang diikuti dengan splinting. Imobilisasi tersebut harus menyertakan beberapa gigi yang sehat. Fiksasi intermaksilar kadang-kadang diperlukan bila fragmen fraktur sangat besar, atau bila prosedur splinting tidak menghasilkan imobilisasi yang adekuat, dengan memperhatikan oklusi yang benar. Reduksi terbuka jarang dilakukan untuk fraktur alveolar, kecuali bila merupakan bagian dari perawatan fraktur rahang. Pada ekstraksi gigi yang menyebabkan komunikasi oro antral, harus dilakukan penutupan segera dengan flap bukal. Pasien diberi obat etes hidung ephedrine 0,5 persen untuk membantu drainase antral, dan antibiotik untuk mencegah timbulnya fistula oro-antral.2.7.2.4 Trauma yang mengenai jaringan lunak mulutFraktur dentoalveolar hampir selalu disertai vulnus. Prinsip perawatannya terdiri atas pembersihan, pembuangan jaringan nekrotik (debridement), penghentian perdarahan dan penjahitan. Pada bagian dalam laserasi deglovingsering ditemukan debris atau kotoran tanah, sehingga debridementperlu diikuti dengan irigasi yang cermatFraktur dentoalveolar sering mengakibatkan luka terbuka, sehingga perlu diberikan antibiotik profilaksis dan obat kumur antiseptik.