neraca dagang diyakini defisit -...

1

Upload: dinhdung

Post on 02-Mar-2019

222 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Neraca Dagang Diyakini Defisit - bigcms.bisnis.combigcms.bisnis.com/file-data/1/280/34192591_holcimindonesiatbk.pdf · Bank Indonesia memperkira-kan neraca perdagangan Juni defisit

4 M A K R O E K O N O M I Senin, 4 Agustus 2014

Sri Mas Sari & [email protected]

Seluruh proyeksi 15 eko-nom menyatakan defisit deng-an kisaran US$99 juta hingga US$990 juta. Proyeksi median para ekonom pun menyebutkan ekspor Juni turun 1,75% (year on year) dari US$14,76 miliar, sedangkan impor turun 4,1% dari US$15,64 miliar.

Kepala Ekonom BCA David

Sumual mengatakan depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat belum cukup mampu menjadi insentif pendorong eks-por.“Pelemahan rupiah selama ini baru berhasil menurunkan impor, belum mendorong eks-por,” katanya saat dihubungi, Minggu (3/8).

Pengaruh itu paling terlihat pada impor barang modal yang sekaligus terimbas pelambat-an investasi akibat tertahannya pertumbuhan ekonomi. Dalam survei Bloomberg itu, David memperkirakan ekspor naik 1,1% (yoy), sedangkan impor turun 2,1%.

Ekonom Stan dard Chartered Bank Eric Sugandi mengatakan kinerja neraca perdagangan sedikit membaik dibandingkan Juni tahun lalu yang defisit

hingga US$880 juta.Menurutnya, tahun lalu

pertumbuhan ekonomi relatif masih tinggi sehingga impor pun mengikuti. “Tahun ini, per-tumbuhan melambat menjadi 5,2% sehingga impor turun,” kata Eric yang memperkirakan ekspor Juni naik 0,4%, sedang-kan impor turun 4,6%.

Bank Indonesia memperkira-kan neraca perdagangan Juni defisit US$300 juta setelah sempat surplus tipis US$70 juta bulan sebelumnya. BI melihat impor minyak masih kebal ken-dati impor nonmigas turun, baik dalam bentuk barang modal, bahan baku maupun barang konsumsi, akibat pelambat-an pertumbuhan ekonomi dan depresiasi rupiah.

Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo mengatakan sur-plus nonmigas memang terjadi, tetapi tidak optimal karena tren penurunan harga komoditas masih berlanjut dan pengapalan mineral belum terealisasi. Aki -batnya, surplus nonmigas tidak mampu mengejar defisit migas.

BPS akan mengumumkan ki -nerja perdagangan Juni pada hari ini.

Pada bagian lain, Menko Perekonomian Chairul Tanjung mengomentari pemangkasan pertumbuhan ekonomi global oleh IMF disinyalir tak akan terlalu berpengaruh terhadap kinerja ekspor-impor Indonesia dalam jangka menengah.

EKSPOR MINERBAMenurutnya, pemangkasan

itu takkan berdampak karena In -donesia bakal mendapat pe ma-sukan dari ekspor mineral dan batu bara dalam jumlah besar.

"Enggak [akan berpengaruh]. Ekspor akan bertambah kira-kira sampai US$6 miliar dalam sisa tahun ini setelah masalah minerba selesai,” kata Chairul.

Dia menegaskan minerba yang tertahan pascapenerapan beleid larangan ekspor mineral mentah Januari ini akan bisa diekspor setelah masalah rene-gosiasi disepakati.

Dana Moneter Internasional (IMF) sebelumnya menurunkan perkiraan pertumbuhan eko-nomi global dari 3,7% menjadi 3,4%. Hal ini dikarenakan per-kembangan situasi geopolitik di Eropa Timur dan Timur Tengah yang tak kunjung usai.

Sekretaris Komite Ekonomi Nasional Aviliani mengatakan kondisi ini seharusnya membu-at Indonesia lebih giat untuk mencari pangsa pasar baru bagi produk ekspornya, terutama selain China dan India. Selama ini kedua negara itu memang menjadi tujuan ekspor utama.

Ekonom Samuel As set Mana-gement Lana Soelis tia ning sih me-ngatakan salah satu langkah yang bisa dilakukan yakni diversifikasi barang ekspor. Selama ini, peme-rintah hanya mengantungkan pada ekspor komoditas CPO, batu bara, dan karet yang rentan peng-aruh ekonomi global.

“Pemerintah harus menggen-jot sektor lain seperti manufak-tur, tapi ini untuk jangka pan-jang sekitar 3 tahun,” ujarnya.

Menurutnya, upaya meng-genjot ekspor ini sekaligus da pat memperbaiki debt servi-ce ratio (DSR). DSR merupa-kan rasio pembayaran pokok dan bunga utang luar negeri terhadap penerimaan hasil eks-por suatu negara, yang saat ini sudah 46,3%. Angka itu mele-sat dari posisi periode sama tahun lalu yang masih 36,8%. (Kurniawan A. Wicaksono)

PENURUNAN KINERJA EKSPOR

Neraca Dagang Diyakini DefisitJAKARTA —Penurunan ekspor diprediksi mem buat neraca perdagangan kembali de fisit. Konsensus ekonom yang disur-

vei Bloomberg menyebutkan neraca perda-gangan Juni bakal defisit US$387 juta.

Surplus perdagangan nonmigas tidak mampu mengejar defi sit migas.

Pemerintah yakin kendala ekspor miner-ba akan pulih dalam sisa tahun ini.

KENAIKAN REALISASI INVESTASI

Penyerapan Tenaga Kerja Tetap Rendah

JAKARTA—Kenaikan ang ka realisasi investasi pada semester I/2014 ter-nyata tidak mampu men-dongkrak penyerapan te -na ga kerja yang hanya ter-catat 610.959 orang atau ma lah turun 38% dari pe -riode yang sama tahun se -belumnya 988.300 orang.

Ekonom Universitas In -do nesia Ari A. Perdana me -nga takan besaran investasi yang masuk cenderung padat mo dal sehingga tidak mam pu menyerap angkat an kerja yang ada di Indonesia.

“Investasi yang mening-kat bukan berada pada sek tor yang padat karya, entah itu investasi baru maupun perluasan,” ujar-nya, Minggu (3/8).

Realisasi investasi pada semester I/2014 mencapai Rp222,8 triliun atau meng-alami pertumbuhan 15,6% dari periode yang sama tahun sebelumnya senilai Rp192,8 triliun.

Data resmi yang diri-lis Badan Koordinasi Penanaman Modal belum lama ini menunjukkan

realisasi investasi terbesar PMDN kuartal II/2014 ber-ada pada bidang usaha lis-trik, gas, dan air, yakni seni-lai Rp17,1 triliun dengan total 24 proyek. Sementara itu, bidang usaha industri makanan berada di urutan kedua senilai Rp4,9 triliun dengan total 120 proyek.

Di sisi lain, untuk PMA, bidang usaha transportasi, gudang, dan telekomuni-kasi meraup investasi ter-besar senilai US$1,4 miliar dengan total 68 proyek. Sama seperti PMDN, indus-tri makanan memiliki total proyek terbanyak yakni 271 proyek dengan nilai investasi US$1,2 miliar.

Ekonom Institute For De -velopment Of Eco nomics And Finance Enny Sri Har-tati mengatakan investasi di bidang industri manu-fak tur dan pengolahan per lu digenjot. Upaya itu ha rus dilakukan agar RI tidak lagi mengandalkan in vestasi standar yang sela-ma ini berada di lingkaran pa dat modal. (Kurniawan A.

Wicaksono)

DJP Periksa 138 Wajib Pajak Hotel

JAKARTA—Di t j en Pajak (DJP) tengah me -me riksa 138 wajib pajak yang bergerak di sektor perhotelan sebagai bagi-an langkah pengaman-an target penerimaan pajak tahun ini sebesar Rp988,8 triliun.

Berdasarkan dokumen rapat kerja nasional 2014 Ditjen Pajak yang dite-rima Bisnis, wajib pajak yang diperiksa otoritas pajak, merupakan wajib pajak yang tergabung dalam grup manajemen hotel atau disebut deng-an wajib pajak grup.

“Ada potensi pene-rimaan pajak yang cu -kup besar dari sektor per hotelan,” ujar Dirjen Pa jak Fuad Rahmany ke -tika dihubungi, Minggu (3/8).

Dia beralasan peme-riksaan terhadap wajib pajak grup dikarenakan keterbatasan jumlah pemeriksa atau fis-kus yang dimiliki Ditjen Pajak. Alhasil, Ditjen Pajak lebih memilih arah pemeriksaan terhadap wajib pajak grup hotel.

Fuad mengaku peme-riksaan terhadap wajib pajak grup akan mem-buat pemeriksa pajak lebih fokus dalam men-cari potensi penerimaan pajak yang belum tergali. Kendati demikian, peme-riksaan terhadap wajib pajak lainnya tidak akan ditinggalkan.

“Dari sisi teknis, peme-riksaan wajib pajak grup lebih mudah, daripada memeriksa wajib pajak yang kecil, di mana belum tentu ada potensi pajaknya,” ujarnya.

Berdasarkan dokumen Ditjen Pajak, jumlah WP yang melaporkan surat pem beritahuan (SPT) ta -hun an 2011 masih ren-dah. Dari total WP hotel yang terdaftar 4.012 WP, hanya 38,64% atau 1.585 WP hotel yang telah melaporkan SPT-nya.

Pada periode yang sama, Ditjen Pajak meng-hitung omzet perhotel-an kala itu mencapai Rp17,55 triliun. Akan tetapi, pajak penghasil-an (PPh) terutang hanya sebesar Rp399,66 miliar. Dengan begitu, rasio PPh terutang terhadap pen-jualan sektor perhotelan hanya 2,28%.

Rasio PPh terutang ter-hadap penjualan (corpo-rate tax to turn over ratio/CTTOR) menunjukkan besarnya PPh yang ter-utang dalam suatu tahun relatif terhadap penjual-an yang dilakukan oleh perusahaan. Makin besar CTTOR menunjukkan makin besar proporsi hasil penjualan perusa-haan yang digunakan untuk membayar PPh.

Meskipun demikian, rasio CTTOR dari WP perhotelan masih lebih baik ketimbang WP grup hotel yang tercatat 1,25%. (Ringkang Gumiwang)

pusdok
Typewritten Text
Bisnis, Investor, 04-08-2014
pusdok
Typewritten Text