naskah publikasi hubungan antara indeks massa …eprints.ums.ac.id/39779/13/naskah publikasi.pdf ·...

17
NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DAN ASUPAN NATRIUM DENGAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RSUD Dr. MOEWARDI DI SURAKARTA Disusun Oleh NUNING KHOTIMAH J 310 100 096 PROGRAM STUDI S1 GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2015

Upload: haduong

Post on 25-Apr-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN ANTARA INDEKS MASSA TUBUH DAN ASUPAN NATRIUM

DENGAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI RAWAT

JALAN DI RSUD Dr. MOEWARDI DI SURAKARTA

Disusun Oleh

NUNING KHOTIMAH

J 310 100 096

PROGRAM STUDI S1 GIZI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2015

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH DAN ASUPAN NATRIUM DENGAN

TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RSUD Dr.

MOEWARDI SURAKARTA.

Nuning Khotimah (J 310 100 096)

Pembimbing : Elida Soviana, S.Gz., M.Gizi dr. Listiana Dharmawati S., M.Si

Program Studi Ilmu Gizi Jenjang S1 Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Jl. A. Yani Tromol Pos I Pabelan Surakarta 57162 Email: [email protected]

ABSTRACT CORRELATION BETWEEN BODY MASS INDEX AND SODIUM INTAKE AND BLOOD PRESSURE HYPERTENSION IN OUT-PATIENT OF Dr. MOEWARDI HOSPITAL SURAKARTA

Backgroud: Hypertension is upnormal of blood pressure >140mmHg systolic and >90mmHg diastolic. There are some affect blood pressure one body mass index will cause the volume of blood vessels is increased so as to give greater pressure on the artery wall excess sodium will increase blood, cardiac output and blood pressure. Objective: This study research aimed to know the relationship between body mass index and sodium intake with blood pressure in out-patient with hipertension of Dr. Moewardi hospital in Surakarta Research Methods: Type of research was an observational study with cross sectional design. There were 24 respondents who chosen by consecutive sampling technique. Body mass index data were obtained by measurement of weight and heigth ,where as sodium intake data obtained by using food recall 3 x 24 hours, while blood pressure medi records obtained from the study subjects. Correlation test used was Pearson Product Moment test and Rank Spearman test. Results: As much as 66.7% of respondents had body mass index. As much as 45,8% had sodium intake. There was no association between (p-value = 0.679) and sodium intake (p-value=0.998) with blood pressure in hypertensive patients outpatient Hospital Dr. Moewardi Surakarta. Conclusion: There was no association between body mass index and intake of sodium with blood pressure in patients with hypertension outpatients Hospital Dr. Moewardi at Surakarta. Keywords :Body mass index, Blood pressure, Hypertension, Sodium intake. References : 24 : 1996 – 2013

PENDAHULUAN

,Hipertensi merupakan penyakit yang terjadi akibat peningkatan

tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari sama dengan 90mmHg untuk diastolik.

Hipertensi sering disebut sebagai the silent killer karena penderita tidak dapat merasakan gejala penyakit hipertensi. Hipertensi yang tidak terkontrol dapat meningkatkan peluang untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler, antara lain stroke, 6 kali lebih besar Congestive Heart Failure (CHF) dan 3 kali lebih besar serangan jantung (Rahajeng et al, 2009). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur >18tahun sebesar 25,8%, tertinggi di Bangka Belitung sebesar 30,9%, diikuti Kalimantan Selatan sebesar 30,8%, Kalimantan Timur sebesar 29,6% dan Jawa barat sebesar 29,4%.

Hipertensi bukan merupakan penyakit yang disebabkan oleh faktor penyebab tunggal, tetapi banyak faktor yang dapat mempengaruhi tekanan darah antara lain keturunan, jenis kelamin, umur, merokok, konsumsi alkohol, indeks massa tubuh, stress dan asupan natrium. Faktor keturunan memiliki peran terhadap timbulnya hipertensi, seseorang yang mempunyai orang tua yang salah satunya menderita hipertensi, maka orang tersebut mempunyai risiko untuk menderita hipertensi. Jenis kelamin laki-laki lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita, karena laki-laki mempunyai banyak faktor yang mendorong terjadinya hipertensi seperti kelelahan dan makanan tidak terkontrol. Pola makan dengan asupan natrium yang tinggi, asupan lemak dan kolesterol yang tinggi serta kurangnya konsumsi serat merupakan salah satu faktor risiko hipertensi. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh umur, dengan bertambahnya umur terjadi penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Risiko untuk menderita hipertensi juga dapat dipengaruhi oleh Indeks Massa Tubuh (IMT) (Depkes, 2007).

Pasien dengan berat badan

berlebih memiliki curah jantung dan

volume sirkulasi darah lebih tinggi

dibandingkan dengan pasien yang

mempunyai berat badan normal

dengan tekanan darah yang setara.

Berat badan berlebih disebabkan oleh

pola makan (diet) tinggi kalori yaitu

karbohidrat, protein, lemak dan

ketidakseimbangan hormonal

(Rohaendi, 2008). Semakin besar

massa tubuh maka semakin banyak

darah yang dibutuhkan untuk memasok

oksigen dan makanan ke jaringan

tubuh. Hal tersebut mengakibatkan

volume darah yang beredar melalui

pembuluh darah menjadi meningkat

sehingga memberi tekanan lebih besar

pada dinding arteri (Sugiarto, 2007).

Asupan makan dengan

kandungan natrium yang tinggi dapat

mempengaruhi tingginya tekanan darah

dalam tubuh sehingga menyebabkan

terjadinya hipertensi (Nugraheni et

al,2008). Pengaruh asupan natrium

terhadap hipertensi melalui

peningkatan volume darah, curah

jantung dan tekanan darah. Keadaan

ini diikuti oleh peningkatan ekskresi

kelebihan garam sehingga kembali

pada keadaan hemodinamik (sistem

pendarahan) yang normal. Mekanisme

ini menjadi terganggu dalam hipertensi

yang tidak diketahui penyebabnya dan

ada faktor lain yang berpengaruh.

Hipertensi hampir tidak pernah

ditemukan dengan asupan garam yang

minimal. Asupan garam dari 3 gram

tiap hari menyebabkan prevalensi

hipertensi yang rendah dan asupan

garam 5-15 gram perhari prevalensi

hipertensi meningkat menjadi. menjadi

15-20% (Hasrin et al, 2012).

Pembatasan konsumsi garam yang

dianjurkan tidak lebih dari 6 gram/hari

yang setara dengan 110mmol natrium

atau 2400 mg/hari. Asupan natrium

yang tinggi dapat menyebabkan tubuh

meretensi cairan sehingga

meningkatkan volume darah (Almatsier,

2004).

RSUD Dr. Moewardi di

Surakarta merupakan rumah sakit

pendidikan dan rumah sakit rujukan

tertinggi di wilayah Surakarta. Hasil

survei pendahuluan yang telah

dilakukan di Rumah Sakit Dr. Moewardi

di Surakarta, didapatkan hasil pada

tahun 2014 pasien yang berkunjung

kerumah sakit dengan penyakit

hipertensi sebesar 8684 orang. Rata –

rata setiap bulannya pasien yang

datang sebesar 1092 orang.

Sedangkan pada tahun 2013 jumlah

pasien yang berkunjung sebesar 7831

orang. Berdasarkan hasil perbandingan

antara tahun 2014 dan 2013

menunjukkan bahwa terdapat

peningkatan jumlah pasien yang cukup

signifikan yaitu sebesar 8,53%.

Berdasarkan latar belakang diatas

penulis melakukan penelitian tentang

hubungan antara indeks massa tubuh

dan asupan natrium dengan tekanan

darah pada pasien hipertensi rawat

jalan RSUD Dr. Moewardi di Surakarta.

METODE

Jenis penelitian ini adalah

jenis penelitian observasional dengan

pendekatan cross sectional, yaitu untuk

mengetahui hubungan indeks massa

tubuh dan asupan natrium dengan

tekanan darah. Penelitian dilakukan di

poliklinik penyakit dalam RSUD Dr.

Moewardi Surakarta. Waktu penelitian

dilakukan pada bulan Juni 2014 sampai

bulan Januari 2015. Data yang diambil

meliputi nama penderita, alamat

penderita , jenis kelamin, umur,

pekerjaan, aktivitas fisik, asupan

natrium, tekanan darah. Data Identitas

sampel diambil dari hasil wawancara

langsung dengan pasien. Data indeks

massa tubuh diambil dari hasil

pengukuran BB dan TB yang dilakukan

secara langsung dengan pasien. Data

asupan natrium diambil dari hasil

wawancara yang dilakukan secara

langsung dengan pasien menggunakan

metode recall 3x24 jam secara tidak

berturut-turut. Data tekanan darah

diambil dari hasil wawancara langsung

dengan pasien. Analisis variabel ini

untuk mengetahui hubungan indeks

massa tubuh dan asupan natrium

dengan tekanan darah pada pasien

hipertensi. Sebelum dilakukan uji

korelasi atau hubungan, terlebih dahulu

dilakukan uji Shapiro atau uji

kenormalan data. Data indeks massa

tubuh dan tekanan darah sistolik

berdistribusi normal (p > 0,05). Data

asupan natrium dan tekanan darah

diastolik berdistribusi tidak normal (p

<0,05) sehingga uji statistik yang

digunakan adalah uji Shapiro.

HASIL PENELITIAN

A. Karakteristik Subjek Penelitian

1. Karakteristik Subjek Penelitian

berdasarkan Usia

Subjek penelitian ini adalah

pasien hipertensi rawat jalan di

RSUD Dr. Moewardi Surakarta

yang memenuhi kriteria inklusi.

Jumlah subjek penelitian adalah 24

subyek. Karakteristik subjek

berdasarkan usia dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Subjek menurut Usia

Kategori N Persentase (%)

Dewasa (40-50 tahun) Lansia (> 50 tahun) Jumlah

4 20

16,6 83,4

100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar subjek penelitian berusia 50 tahun ke atas yang berjumlah 20 orang (83,4%). Menurut Irza (2009), menjelaskan bahwa insiden hipertensi yang makin meningkat dengan bertambahnya umur, arteri akan kehilangan elastisitas atau kelenturan sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Sensitivitas pengatur tekanan darah pada usia lanjut yaitu reflex baroreseptor mulai berkurang. Hal ini mengakibatkan tekanan darah meningkat seiring dengan bertambahnya umur.

Menurut Sugiarto (2007), mengatakan bahwa seseorang dengan usia 56-65 tahun memiliki resiko 4,76 kali lebih besar terkena hipertensi dibandingkan dengan usia 25-35 tahun. Menurut Novian (2013), mengatakan bahwa sebagian besar penderita hipertensi berusia lebih dari 46 tahun dibandingkan penderita berusia kurang dari 45 tahun. Semakin bertambahnya usia

mengakibatkan berbagai perubahan fisiologis dalam tubuh seperti penebalan dinding arteri akibat penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku yang dimulai pada usia 45 tahun. Terjadi peningkatan resistensi perifer dan aktivitas simpatik serta kurangnya baroreseptor (pengatur tekanan darah) dan peran ginjal, aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun (Kumar et al,

2005). Semakin bertambahnya

usia, kemungkinan seseorang menderita hipertensi juga semakin besar. Penyakit hipertensi merupakan penyakit yang timbul akibat adanya interaksi dari berbagai faktor risiko terhadap timbulnya hipertensi. Hilangnya elastisitas jaringan dan arterosklerosis serta pelebaran pembuluh darah adalah faktor penyebab hipertensi pada usia tua (Sutanto, 2010).

2. Karakteristik Subjek Penelitian

berdasarkan Jenis Kelamin

Karakteristik subjek berdasarkan

jenis kelamin dapat dilihat pada

Tabel 2

Distribusi Frekuensi Karakteristik

Subjek menurut Jenis kelamin

Kategori N Persentase (%)

Laki- laki Perempuan

15 9

62,5 37,5

Jumlah 32 100

Hasil penelitian menunjukkan

bahwa sebagian besar jumlah

subjek penelitian adalah laki-laki

(62,5%). Menurut Black dan Hawks

(2005), tingkat kejadian hipertensi

lebih tinggi pada laki-laki daripada

perempuan pada usia di bawah 55

tahun. Tingkat kejadian ini akan

menjadi sebanding pada usia 55-

74 tahun, wanita lebih rentan

mengalami hipertensi daripada

laki-laki pada usia di atas 74 tahun.

Menurut Pudiastuti (2013), penyakit hipertensi cenderung lebih banyak terserang pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Hal ini disebabkan laki-laki mempunyai banyak faktor yang mendorong terjadinya hipertensi seperti kelelahan, perasan kurang nyaman terhadap pekerjaan, pengangguran dan makan tidak terkontrol. Biasanya perempuan akan mengalami

peningkatan resiko hipertensi setelah masa menopause.

Wanita yang belum mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar HDL. Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses aterosklerosis. Estrogen selain sebagai hormon pada wanita juga berfungsi sebagai antioksidan. Kolesterol LDL lebih mudah menembus plak di dalam dinding nadi pembuluh darah apabila dalam kondisi teroksidasi. Peranan estrogen sebagai antioksidan adalah mencegah proses oksidasi LDL, sehingga kemampuan LDL untuk menembus plak akan berkurang. Pada masa premenopuse wanita mulai kehilangan hormon estrogen sehingga pada usia di atas 45-55 tahun prevalensi hipertensi pada wanita menjadi lebih tinggi (Kumar et al, 2005).

B. Indeks Massa Tubuh dan Asupan

Natrium Subjek Penelitian

1. Indeks Massa Tubuh

Distribusi frekuensi subjek

penelitian menurut indeks massa

tubuh di poliklinik penyakit dalam

rawat jalan RSUD Dr. Moewardi

Surakarta dapat dilihat pada Tabel

3. Menurut WHO Indeks Massa

Tubuh (IMT) dikategorikan kurang

bila IMT (<18,5), normal (18,5-

25,5), lebih (>25,5-29,9).

Tabel 3 Distribusi frekuensi subjek penelitian menurut IMT

Kategori N Persentase (%)

Kurang Normal Lebih

Jumlah

3 16 5

24

12,5 66,7 20,8

100

Berdasarkan data yang diperoleh dari subjek penelitian menunjukkan bahwa subjek yang memiliki sebagian besar subyek penelitian memiliki IMT termasuk dalam kategori normal sebesar 66,7%. Menurut Estiningsih (2012), mengatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara penderita hipertensi dengan IMT lebih dan penderita hipertensi dengan IMT normal. Seseorang berusia 18-44 tahun yang memiliki IMT berlebih akan beresiko 2,893 kali lebih tinggi untuk terkena hipertensi dibanding dengan yang memiliki IMT normal.

Menurut Khomsan (2006), menjelaskan bahwa kenaikan berat badan sebesar 10% pada laki-laki akan meningkatkan tekanan darah 6,6mmHg, gula darah 2mg/dl, dan kolesterol darah 11 mg/dl. Prevalensi hipertensi pada seseorang yang memiliki IMT>30 pada laki-laki sebesar 38% dan wanita 32%, dibanding dengan 18% laki-laki dan 17% perempuan yang memiliki IMT<25.

Indeks massa tubuh (IMT) merupakan salah satu cara mengukur status gizi seseorang. Seseorang dikatakan kegemukan atau obesitas memiliki nilai IMT >25. Berat badan berlebih merupakan faktor risiko munculnya berbagai penyakit degenerative seperti hipertensi (Krummel, 2004). Berdasarkan National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) III,

hipertensi pada orang yang memiliki IMT >30kg/m2 atau pada orang dengan berat badan berlebih adalah 42% pada laki-laki dan 38% pada wanita dibandingkan dengan hipertensi pada orang yang memiliki IMT normal <25kg/m2 atau pada orang dengan berat badan normal adalah 15% pada laki-laki dan wanita. Risiko untuk menderita hipertensi pada orang yang memiliki IMT lebih 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang memiliki IMT normal (Nugraheni et al, 2008).

2. Asupan natrium

Distribusi frekuensi subjek

penelitian menurut asupan natrium

di poliklinik penyakit dalam rawat

jalan RSUD Dr. Moewardi di

Surakarta dapat dilihat pada Tabell

4.

Tabel 4 Distribusi frekuensi subjek penelitian menurut asupan natrium

Kategori N Persentase (%)

Rendah Normal lebih

Jumlah

6 7 11

24

25 29,2 45,8

100

Berdasarkan tabel 4

diketahui bahwa 11 subjek (45,8%)

memiliki asupan natrium lebih, 7

subjek (29,2%) memiliki asupan

natrium normal. Sebesar 6 subjek

(25%) memiliki asupan natrium

rendah. Hal ini menunjukkan

bahwa subjek paling banyak

memiliki asupan natrium yang

lebih.

penelitian yang dilakukan

oleh Irza (2009), menjelaskan

bahwa risiko menderita hipertensi

bagi responden yang

mengkonsumsi natrium dalam

jumlah tinggi adalah 5,6 kali lebih

besar dibandingkan dengan

responden yang mengkonsumsi

natrium dalam jumlah yang rendah.

Hal ini menunjukkan bahwa

adanya hubungan antara asupan

natrium dengan kejadian

hipertensi.

Natrium merupakan faktor

penting dalam patogenesis

hipertensi. Asupan natrium kurang

dari 3 gram/hari prevalensi

hipertensinya rendah dan asupan

garam antara 5-15 gram/hari

prevalensi hipertensi meningkat

menjadi 15-20%. Asupan natrium

yang tinggi dapat menyebabkan

tubuh meretensi cairan sehingga

meningkatkan volume darah.

Reabsorpsi natrium oleh tubulus

ginjal akan meningkat pada

penderita hipertensi primer yang

disebabkan oleh stimulasi

beberapa pengangkut natrium

yang terletak di membran luminal

seperti halnya pompa natrium yang

berfungsi menyediakan energi

untuk transport tersebut.

Pengaruh asupan garam

terhadap timbulnya hipertensi

melalui peningkatan volume

plasma, curah jantung dan tekanan

darah. Faktor lain yang ikut

berperan yaitu sistem renin

angiotensin yang berperan penting

dalam pengaturan tekanan darah.

Produksi renin dipengaruhi oleh

berbagai faktor antara lain

stimulasi saraf simpatis. Renin

berperan dalam proses konversi

angiotensin I menjadi angiotensin

II. Angiotensin II menyebabkan

sekresi aldosteron yang

mengakibatkan menyimpan garam

dalam air.Keadaan ini yang

berperan pada timbulnya hipertensi

(Susalit, 2001).

3. Tekanan Darah

Distribusi frekuensi subjek penelitian menurut tekanan darah

sistolik di poliklinik penyakit dalam rawat jalan RSUD Dr. Moewardi di Surakarta dapat dilihat pada Tabel 13. Rata-rata frekuensi tekanan

darah sistolik adalah sebanyak 151,66mmHg dengan nilai maksimum sebanyak 190mmHg

dan nilai minimum sebanyak 120mmHg.

Tabel 13 Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian menurut Tekanan Darah

Sistolik

Kategori Jumlah Persentase (%)

Normal Prahipertensi Hipertensi st 1 Hipertensi st 2

Jumlah

1 1

13 9

24

4,2 4,2 54,1 37,5

100

Berdasarkan Tabel 13 dilihat berdasarkan umur >40 tahun subjek penelitian memiliki tekanan darah sistolik stadium 1 sebesar 54,1%. Hasil ini sejalan dengan penelitian Herke (2006), menyatakan sebagian besar subjek penelitian menderita hipertensi stadium 1 sebesar 53,93%, hal ini disebabkan karena kurangnya pengetahuan mengenai hipertensi sehingga responden jarang memeriksakan tekanan darahnya dan tidak mengetahui bahwa responden menderita hipertensi.

Tekanan darah merupakan tenaga yang mendorong darah pada dinding pembuluh darah dan beredar melalui tubuh bila jantung berkontraksi dan dinyatakan dalam satuan mmHg. Nilai tekanan darah

(sistolik dan diastolik), kolesterol, LDL dan glukosa pada laki-laki dan perempuan aka meningkat jika nilai indeks massa tubuh meningkat. HDL kolesterol akan turun jika nilai indeks massa tubuh meningkat (Tambayong, 2001).

Distribusi frekuensi subjek penelitian menurut tekanan darah diastolik di poliklinik penyakit dalam rawat jalan RSUD Dr. Moewardi di Surakarta dapat dilihat pada Tabel 14. Rata-rata frekuensi tekanan darah diastolik adalah sebanyak 88,33mmHg dengan nilai maksimum sebanyak 100mmHg dan nilai minimum sebanyak 70mmHg.

Tabel 14 Distribusi Frekuensi Subjek Penelitian menurut Tekanan Darah

Diastolik

Kategori Jumlah Persentase (%)

Normal Prahipertensi Hipertensi st 1 Hipertensi st 2

Jumlah

2 6

10 6

24

8,3 25

41,7 25

100

Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat berdasarkan umur >40tahun subyek penelitian memiliki tekanan darah diastolik stadium 1 sebesar 41,7%. Hipertensi merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi di

masyarakat, sehingga diperlukan adanya penanggulangan yang baik dalam mengurangi kejadian hipertensi. Pengendalian yang dapat dilakukan untuk menurunkan angka kejadian hipertensi adalah melakukan program gaya hidup

sehat seperti : tidak merokok, olahraga teratur, mengurangi asupan garam natrium, lemak, banyak konsumsi buah dan sayur dan mengontrol berat badan. Seseorang yang terdiagnosis hipertensi diperlukan pengobatan dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler akibat dampak kelanjutan dari tekanan

darah tinggi. Perubahan gaya hidup sangat diperlukan terutama diet rendah garam, akibat yang ditimbulkan dari seseorang yang menderita hipertensi baik pada lansia maupun orang dewasa adalah sama, tetapi lebih besar risiko terjadinya komplikasi pada lansia (Yogiantoro, 2006).

C. Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Tekanan Darah Sistolik

pada Pasien Hipertensi

Distribusi silang hubungan antara indeks massa tubuh dan

tekanan darah sistolik

pada pasien hipertensi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5

Distribusi Tekanan Darah Sistolik berdasarkan Indeks Massa Tubuh

No

Indeks

Massa

Tubuh

Tekanan Darah Sistolik

P Normal Prahiperten

si

Hipertensi

Stadium 1

Hipertensi

Stadium 2

Total

n % n % n % n % n %

1 Kurang 1 33,3 0 0 2 66,7 0 0 3 100 0,678*

2 Normal 0 0 0 0 8 50 8 50 16 100

3 Lebih 0 0 1 20 3 60 1 20 5 100

*Uji Pearson Product Moment

Berdasarkan Tabel 15, menunjukkan bahwa 16 subjek penelitian yang memiliki IMT normal sebanyak 50% memiliki tekanan darah sistolik stadium 1 dan sebanyak 50% memiliki tekanan darah sistolik stadium 2. Berdasarkan hasil uji bivariat dengan menggunakan Uji Pearson Product Moment antara IMT dengan tekanan darah sistolik diperoleh nilai p = 0,678. Nilai p (>0,05) maka Ho diterima dan dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara IMT dengan tekanan darah sistolik. Hasil ini sejalan dengan penelitian Nugraheni (2008), menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara IMT dengan tekanan darah sistolik. Persentase subjek

penelitian yang paling besar adalah mempunyai IMT normal sebesar 53,1%, gemuk sebesar 43,5% dan kurus sebesar 3,1%. Menurut Black dan Izzo (1999), menyatakan bahwa seseorang yang mengalami IMT lebih berisiko menderita hipertensi. 60% pasien yang menderita hipertensi, 20% mempunyai berat badan berlebih. Mekanisme IMT lebih yang meningkatkan kejadian hipertensi belum diketahui secara jelas. IMT yang lebih dihubungkan dengan peningkatan resistensi insulin yang menyebabkan peningkatan tekanan darah.

Tabel 16 Distribusi Tekanan Darah Diastolik Berdasarkan Indeks Massa

Tubuh

No

Indeks

Massa

Tubuh

Tekanan Darah Diastolik

P Normal Prahiperten

si

Hipertensi

Stadium 1

Hipertensi

Stadium 2

Total

n % n % n % n % N % 0,025*

1 Kurang 1 33,3 1 33,3 1 33,3 0 0 3 100

2 Normal 1 6,3 4 25 7 43,8 4 25 16 100

3 Lebih 2 8,3 6 25 10 41,7 6 25 5 100

*Uji Rank Spearman

Berdasarkan Tabel 16, menunjukkan bahwa 16 subjek penelitian yang memiliki IMT normal sebanyak 43,8% memiliki tekanan darah diastolik stadium 1 , sebanyak 25% memiliki tekanan darah diastolik prahipertensi , sebanyak 25% memiliki tekanan darah diastolik stadium 2 dan sebanyak 6,3% memiliki tekanan darah diastolik normal. Berdasarkan hasil uji bivariat dengan menggunakan Uji Rank Spearman antara IMT dengan tekanan darah sistolik diperoleh nilai p = 0,025. Nilai p

(<0,05) maka Ho ditolak dan dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara IMT dengan tekanan darah diastolik.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Anggara dan Prayitno (2012), mengatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara IMT dengan hipertensi, salah satu faktor yang dapat dikontrol adalah berat badan berlebih. Risiko hipertensi pada seseorang yang mengalami berat badan berlebih adalah 2 hingga 6 kali lebih tinggi dibanding seseorang dengan berat badan normal, hasil penelitian ini diketahui bahwa ada 76,9% responden hipertensi yang memiliki IMT lebih dan 6,1% memiliki IMT normal. Hasil penelitian Framingham yang diacu dalam Dhianningtyas dan Hendrati (2006), mengatakan bahwa seseorang dengan berat badan berlebih akan mengalami peluang hipertensi 10 kali lebih besar. Penurunan berat badan

sebesar 5,9 pounds berkaitan dengan penurunan tekanan darah sistolik dan tekanan darah diastolik sebesar 1,3mmHg dan 1,2mmHg (Budisetio, 2001).

Hasil penelitian Sihombing (2009), menyatakan bahwa peningkatan IMT berhubungan dengan dengan peningkatan tekanan darah pada laki-laki atau perempuan. Seseorang yang mengalami IMT lebih berisiko menderita hipertensi dibandingkan seseorang yang tidak mengalami obesitas. Seorang individu yang memiliki IMT lebih berisiko 4,02 kali menderita hipertensi dibandingkan dengan seseorang yang tidak memiliki IMT lebih (Sugiharto, 2007). Hasil penelitian Pinzon (1999), mengatakan bahwa pada remaja berusia 18-22 tahun menunjukkan bahwa IMT berlebih mempunyai hubungan terhadap tingginya tekanan darah. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa setiap peningkatan 1 poin IMT akan meningkatkan tekanan darah sistolik sebanyak 0,91mmHg pada laki-laki dan 0,72mmHg pada perempuan, selain itu dapat meningkatkan tekanan darah diastolik 0,75mmHg pada laki-laki dan 0,50 mmHg pada perempuan.

Penelitian lain yang mendukung bahwa IMT berpengaruh terhadap hipertensi adalah penelitian Dhianningtyas dan Hendrati (2006), menyatakan bahwa penderita hipertensi pada responden dengan IMT obesitas sebesar 43,5%,

penelitian ini dilakukan di poliklinik penyakit dalam RSUD Nganjuk tahun 2006 dengan responden usia produktif. Seseorang yang memiliki tubuh dengan berat badan berlebih akan memerlukan oksigen lebih tinggi dan meningkatkan kerja jantung.

Berat badan berlebih akan diikuti dengan kadar lemak tubuh yang lebih terutama pada obesitas abdominal yang berisiko terhadap hipertensi serta penyakit degeneratif lainnya (Price, 2006).

D. Hubungan Asupan natrium dengan Tekanan Darah pada Pasien

Hipertensi

Distribusi silang hubungan antara asupan natrium dengan

tekanan darah sistolik pada pasien hipertensi seperti dilihat pada Tabel

7.

Tabel 17 Distribusi Tekanan Darah Sistolik Berdasarkan Asupan Natrium

No

Asupan

Natrium

Tekanan Darah Sistolik

P Normal Prahiperten

si

Hipertensi

Stadium 1

Hipertensi

Stadium 2

Total

n % n % n % n % n % 0,888*

1 Rendah 1 16,7 1 16,7 4 66,7 0 0 6 100

2 Normal 0 0 0 0 6 85,7 1 14,3 7 100

3 Lebih 0 0 0 0 3 27,3 8 72,7 11 100

*Uji Rank Spearman

Berdasarkan Tabel 17,

menunjukkan bahwa 11 subjek penelitian yang memiliki asupan natrium lebih sebanyak 72,7% memiliki tekanan darah sistolik stadium 2 dan sebanyak 27,3% memiliki tekanan darah sistolik stadium 1. Berdasarkan hasil uji bivariat dengan menggunakan Uji Rank Spearman

antara asupan natrium dengan tekanan darah sistolik diperoleh nilai p = 0,888. Nilai p (>0,05) maka Ho diterima dan dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan natrium dengan tekanan darah sistolik.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Rahayu (2012), mengatakan bahwa subjek yang tidak sering mengonsumsi makanan asin dan tidak menderita hipertensi sebesar

66,7%. Subjek penelitian yang tidak sering mengonsumsi makanan asin dan menderita hipertensi sebesar 33,3%. Subjek penelitian yang sering mengonsumsi makanan asin dan menderita hipertensi 34,1%. Subjek penelitian yang sering mengonsumsi makanan asin dan tidak menderita hipertensi sebesar 65,9%. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan mengonsumsi makanan asin dengan kejadian hipertensi.

Distribusi silang hubungan antara asupan natrium dengan tekanan

darah sistolik pada pasien hipertensi seperti dilihat pada Tabel 7.

Tabel 18 Distribusi Tekanan Darah Diastolik Berdasarkan Asupan Natrium

No

Asupan

Natrium

Tekanan Darah Diastolik

P Normal Prahiperten

si

Hipertensi

Stadium 1

Hipertensi

Stadium 2

Total

n % n % n % n % n % 0,878*

1 Rendah 1 16,7 2 33,3 2 33,3 1 16,7 6 100

2 Normal 0 0 2 28,6 4 57,1 1 14,3 7 100

3 Lebih 1 9,1 2 18,2 4 36,4 4 36,4 11 100

*Uji Rank Spearman

Berdasarkan Tabel 18, menunjukkan bahwa 11 subjek penelitian yang memiliki asupan natrium lebih sebanyak 36,4% memiliki tekanan darah diastolik stadium 1, sebanyak 36,4% memiliki tekanan darah diastolik stadium 2, sebanyak 18,2% memiliki tekanan darah diastolik prahipertensi dan sebanyak 9,1% memiliki tekanan darah diastolik normal. Berdasarkan hasil uji bivariat dengan menggunakan Uji Rank Spearman antara asupan natrium dengan tekanan darah diastolik diperoleh nilai p = 0,878. Nilai p (>0,05) maka Ho diterima dan dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara asupan natrium dengan tekanan darah diastolik.

Hasil penelitian Anggara (2013), menyatakan bahwa kejadian hipertensi lebih banyak diderita oleh seseorang yang asupan natriumnya sering sebesar 61,3% daripada seseorang yang asupan natriumnya tidak sering sebesar 9,1%. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara asupan natrium dengan tekanan darah dengan nilai p=0,000. Hasil penelitian Sugiharto

(2007), menyatakan bahwa konsumsi makanan asin mempunyai hubungan dengan kejadian hipertensi, seseorang yang terbiasa mengonsumsi makanan asin berisiko menderita hipertensi 3,95 kali dibandingkan orang yang tidak terbiasa mengonsumsi makanan asin.

Hasil penelitian Tanjung (2009), menyatakan bahwa responden yang sering mengonsumsi makanan tinggi natrium memiliki jumlah kasus hipertensi lebih besar sebesar 58,3% dibandingkan responden yang tidak sering mengonsumsi makanan tinggi natrium sebesar 56,1%. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa ada hubungan antara asupan natrium dengan hipertensi. Hasil penelitian Kamso (2000), menyatakan bahwa ada hubungan antara asupan natriumdengan tekanan darah. Terdapat perbedaan analisis dalam menilai konsumsi natrium, penelitian ini hanya menggunakan tiga subjek yang diteliti yaitu ikan asin, telur asin dan mie instant dan menggunakan recall 24 jam serta mengukur ekskresi natrium melalui urin.

Menurut Kurniawan (2002), beberapa penelitian menunjukkan bahwa rata-rata penurunan asupan natrium sebesar ± 1,8gram/hari dapat menurunkan tekanan darah sistolik 4mmHg dan diastolik 2mmHg pada penderita hipertensi. Teori lain yang mendukung yaitu diet tinggi garam dapat memompa lebih keras untuk mendorong volume darah yang meningkat melalui ruang yang makin sempit dan menyebabkan tekanan darah semakin meningkat (Hull,1996).

Beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi tekanan darah antara lain keturunan, jenis kelamin, umur,

merokok, konsumsi alkohol, indeks massa tubuh, stress, asupan natrium, asupan lemak dan aktivitas fisik. Faktor keturunan memiliki peran terhadap timbulnya hipertensi, seseorang yang mempunyai orang tua yang salah satunya menderita hipertensi, maka orang tersebut mempunyai resiko untuk menderita hipertensi. Jenis kelamin laki-laki lebih banyak menderita hipertensi dibandingkan wanita, karena laki-laki mempunyai banyak faktor yang mendorong terjadinya hipertensi seperti kelelahan dan makanan tidak terkontrol. Pola makan dengan asupan natrium yang tinggi, asupan

lemak dan kolesterol yang tinggi serta kurangnya konsumsi serat merupakan salah satu faktor risiko hipertensi. Aktivitas fisik yang kurang akan meningkatkan frekuensi denyut jantung dan meningkatkan tekanan darah. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh umur, dengan bertambahnya umur terjadi penumpukan zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Risiko untuk menderita hipertensi juga dapat dipengaruhi oleh IMT (Depkes, 2007).

KESIMPULAN

1. Karakteristik subjek menurut IMT yaitu sebagian besar subjek penelitian memiliki IMT normal sebesar 66,7%.

2. Karakteristik subjek menurut asupan natrium yaitu sebagian besar subjek penelitian memiliki asupan natrium lebih sebesar 45,8%.

3. Karakteristik subjek menurut tekanan darah sistolik yaitu sebagian besar subjek penelitian memiliki tekanan darah sistolik stadium 1 sebesar 54,1% dan karakteristik subjek menurut tekanan darah diastolik yaitu sebagian besar subjek penelitian

memiliki tekanan darah diastolik stadium 1 sebesar 41,7%.

4. Tidak ada hubungan antara IMT dengan tekanan darah sistolik pada pasien hipertensi rawat jalan RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan Ada hubungan antara IMT dengan tekanan darah diastolik pada pasien hipertensi rawat jalan RSUD Dr. Moewardi Surakarta

5. Tidak ada hubungan antara asupan natrium dengan tekanan darah sistolik pada pasien hipertensi rawat jalan RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan tidak ada hubungan antara asupan natrium dengan tekanan darah diastolik pada pasien hipertensi rawat jalan RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

SARAN

1. Bagi poliklinik penyakit dalam dapat meningkatkan mutu pelayanan yang berkualitas dapat diberikan konsultasi gizi serta perlu adanya kerjasama antara dokter dengan petugas gizi mengenai konseling gizi sehingga pasien mengerti pentingnya konseling gizi.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan asupan

natrium, indeks massa tubuh dengan menambahkan variabel – variabel yang mempengaruhi tekanan darah dan dapat diketahui faktor-faktor risiko yang lain seperti, komplikasi, penggunaan obat, aktivitas fisik, pola makan serta lama sakit pasien yang dapat mempengaruhi tekanan darah pada pasien hipertensi.

DAFTAR PUSTAKA

Black J.M, Hawk J.H. 2005. Medical surgical nursing: clinical management for positive outcomes. 7th Edition. St. Louis: Elsevier Saunders.

Budi, S, 2009. Hipertensi.Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama. Depkes RI, 2007. Pharmuceutial Care

untuk Penyakit Hipertensi. Jakarta: Depkes.

. Dhianningtyas, Yunita dan Lucia Y

Hendrati. 2006. Resiko Obesitas, Kebiasaan Merokok, dan Konsumsi Garam Terhadap Kejadian Hipertensi pada Usia Produktif. The Indonesian Journal of Public Health.

Estiningsih, SH. 2012. Hubungan Indeks Massa Tubuh dan Faktor Lain dengan Kejadian Hipertensi pada Kelompok Usia 18-44 Tahun di Kelurahan Sukamaju Depok Tahun 2012. Depok, Universitas Indonesia.

Herke J.O.S. 2006. Karakteristik dan Faktor berhubungan dengan Hipertensi di Desa Bocor, Kecamatan Bulus Pesantren, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Kristen Indonesia.

Hull, A. 1996. Penyakit Jantung Hipertensi dan nutrisi. Jakarta: Bumi Aksara

Irza, S. 2009. Analisis Faktor Risiko Hipertensi Pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung Sumatera Barat. Skripsi. Medan. Fakultas Farmasi USU.

Kamso, S. 2000. Nutritional Aspects Of Hypertension In The Indonesia Elderky: A Community Study In 6 Big Cities. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Khomsan, A. 2006. Solusi Makanan Sehat. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Kumar, V. Abbas, AK, sdan Fausto, N. 2005. Hypertensive Vascular Disease. Dalam: Robin and Cotran Pathologic Basic of Disease. 7th edition. Philadelpia: elsivier Saunders.

Kurniawati, 2008. Hubungan Status Gizi dengan Hipertensi pada Usia Lanjut si Kota Palu Sulawesi Tengah. Abstrak.Program Pascasarjana.Fakultas Kedokteran

Universitas Gajah Mada Yogyakarta.

Krummel, D.A., 2004. Medical Nutrition Therapy in Cardiovascular Disease. In: Mahan, L.K & Escott-Stump, S.,ed. Krause’s Food, Nutrition, & Diet Therapy 11th

Edition. USA : Elsevier, 860-899. Novian, A. 2013. Faktor yang

Berhubungan dengan Kepatuhan Diet Pasien Hipertensi (Studi pada Pasien Rawat Jalan di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang). Semarang. Universitas Negeri Semarang.

Nugraheni, Suryandari, Aruben. 2008. Pengendalian Faktor Determinan Sebagai Upaya Penatalaksanaan Hipertensi Di Tingkat Puskesmas.Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan 4 (11): 185 – 191.

Pinzon, R. 1999. Indeks Massa Tubuh sebagai Faktor Risiko Hipertensi pada Usia Muda. Cermin Dunia Kedokteran 123: 9-11.

Price, W. 2006. Patofisiologi volume 2. Jakarta : EGC.

Rahajeng, Ekowati dan Sulistyowati Tuminah. 2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia 2009 Vol 59 (12): 580-587.

Rohaendi. 2008. Hipertensi. http://rohaendi.blogspot.com/2008/06/hipertensi.html. Diakses: 25 Mei 2014.

Sugiarto, A. 2007. Faktor-faktor Risiko Hipertensi Grade II pada Masyarakat (Studii Kasus di Kabupaten Karanganyar).(cited 2014 Oct 7). p: 29-50, 90-126. Available from: http://eprints.undip.ac.id/.

Susalit. 2001. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Sutanto, 2010. Cekal (Cegah dan Tangkal) Penyakit Modern : Hipertensi, Stroke, Jantung, Kolesterol dan Diabetes (gejala-gejala, Pencegahan dan pengendalian). Penerbit ANDI Yogjakarta.

Tambayong, J. 2001. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

Tanjung, N. D. 2009. Hubungan Antara Gaya Hidup, Asupan Zat Gizi, Pola Minum dan Indeks Massa Tubuh dengan Hipertensi pada Pralansia di Posbindu Kelurahan Rangkepan Jaya Depok Tahun 2009. Skripsi

peminatan Gizi kesehatan masyarakat. Fakultas

Yogiantoro, M. 2006. Hipertensi Essensial dalam Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Depok: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI.