naskah penelitian
DESCRIPTION
Pengendalian keong mas menggunakan pestisida nabatiTRANSCRIPT
-
Uji Toksisitas Ekstrak Eceng-eceng Monochoria vaginalis (Burm.F. Presl)
Sebagai Moluskisida Nabati Terhadap Mortalitas Keong Mas
Pomaceae canaliculata (L.)
Krisna Bagus Andrian (Mahasiswa), Nanang Tri Haryadi (DPU), Saifuddin Hasjim (DPA)
Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Jember
Jalan Kalimantan 37, Jember 68121
e-mail : [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat toksisitas dari ekstrak M. vaginalis terhadap
mortalitas keong mas (Pomaceae canaliculata). Penelitian dilakukan di Laboratorium Hama dan
penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian mulai Juni sampai Agustus 2013. Penelitian menggunakan
Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL Faktorial) dengan 2 faktor (3X3) untuk mortalitas keong.
Faktor pertama faktor lama perendaman terdiri atas A1=5 jam, A2=10 jam, dan A3=20 jam. Faktor
kedua faktor konsentrasi terdiri atas A1=1 kg, A2=2 kg, dan A3=3 kg. Penghambatan kenetasan telur
keong juga diteliti sebagai data pembanding, dengan pola RAL faktor tunggal dengan faktor
konsentrasi yang terdiri atas A0=kontrol, A1=10 gram/100ml, A2=20 gram/100ml, A3=30
gram/100ml dan diulang sebanyak 5 kali. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh nyata
dari konsentrasi bahan ekstrak terhadap mortalitas keong dan penghambatan daya tetas telur keong.
Konsentrasi 3 kg menyebabkan rata-rata mortalitas tertinggi, dan ekstrak 30 gram/100ml merupakan
ekstrak yang paling efektif dalam melakukan penghambatan kenetasan pada telur keong.
Kata kunci : ekstrak eceng-eceng, kenetasan telur, keong mas, M. vaginalis
PENDAHULUAN
Produksi padi tahun 2011 (ARAM III) diperkirakan sebesar 65,39 juta ton Gabah
Kering Giling (GKG), mengalami penurunan sebanyak 1,08 juta ton (1,63 persen)
dibandingkan tahun 2010. Penurunan produksi diperkirakan terjadi karena penurunan luas
panen seluas 29,07 ribu hektar (0,22 persen) dan produktivitas sebesar 0,71 kuintal/hektar
(1,42 persen). Penurunan produksi padi tahun 2011 sebesar 1,08 juta ton tersebut terjadi pada
subround MeiAgustus sebesar 1,14 juta ton (5,16 persen) dan perkiraan subround
SeptemberDesember sebesar 1,26 juta ton (8,44 persen), sedangkan pada subround
JanuariApril terjadi peningkatan sebesar 1,32 juta ton (4,52 persen) dibandingkan dengan
produksi pada subround yang sama tahun 2010 (year-on-year) (BPS, 2011).
Hingga tahun 2004, luas serangan hama ini di seluruh Indonesia telah mencapai lebih
dari 16.000 ha (Badan Litbang Pertanian, 2007a). Pengendalian oleh petani umumnya masih
mengandalkan penggunaan pestisida sintetis. Namun penggunaan pestisida sintetis yang
-
kurang bijaksana, seperti yang sering dipraktekkan para petani di negara-negara berkembang
(Wilson and Tisdell, 2001), dapat mengganggu kesehatan petani (Dasgupta et al.. 2007),
konsumen dan kehidupan organisme-organisme bukan sasaran lainnya (Giacomazzi and
Cochet, 2004). Oleh karena itu, cara pengendalian yang relatif murah, praktis dan dapat
mengurangi pencemaran lingkungan saat ini sangat diperlukan (Fernandez et al..2001;
Schmidt et al.. 1991).
Upaya untuk mewujudkan pertanian yang ramah lingkungan, dan dengan berdasarakn
beberapa literatur dari berbagai sumber, salah satu contoh alternatif pengendalian dengan
menggunakan pestisida nabati yang berasal dari Eceng eceng (Monochoria vaginalis). Eceng
eceng ini diduga memiliki suatu senyawa yang bersifat toksik terhadap keong mas. Senyawa
ini diduga dapat menyebabkan penurunan aktivitas makan dari keong mas, bahkan dalam
konsentrasi tertentu dapat mengakibatkan mortalitas pada keong mas.
METODE PENELITIAN
Penelitian dilakukan di Laboratorium Hama dan penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian
mulai Juni sampai Agustus 2013. Bahan yang digunakan adalah Bahan yang digunakan
dalam percobaan diantaranya ialah keong mas, air, daun talas (Colocasia giganteum Hook),
methanol 96%, tanaman eceng-eceng (Monochoria vaginalis), dan koloni telur keong mas.
Penelitian menggunakan metode perendaman (Putkome et al.. 2008) dengan pola Rancangan
Acak Lengkap Faktorial (RAL Faktorial) dengan 2 faktor (3X3) untuk mortalitas keong.
Faktor pertama faktor lama perendaman terdiri atas A1=5 jam, A2=10 jam, dan A3=20 jam.
Faktor kedua faktor konsentrasi terdiri atas A1=1 kg, A2=2 kg, dan A3=3 kg. Penghambatan
kenetasan telur keong juga diteliti sebagai data pembanding, dengan pola RAL faktor tunggal
dengan faktor konsentrasi yang terdiri atas A0=kontrol, A1=10 gram/100ml, A2=20
gram/100ml, A3=30 gram/100ml dan diulang sebanyak 5 kali.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Data hasil penelitian yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis varian (ANOVA)
untuk mengetahui beda nyata faktor yang diujikan. Hasil uji Duncan 5% ditampilkan pada
tabel 1.
-
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang menunjukkan berbeda tidak
nyata pada uji Duncan 5%.
Tabel 1. Pengaruh Ekstrak M. vaginalis (pelarut methanol) terhadap penghambatan makan,
mortalitas, luas daun dimakan, dan sisa pakan.
Konsentrasi daun
dimakan mortalitas
sisa
pakan penghambatan makan
B1 1.22b 0.7878a 0.71a 1.0556a
B2 1.22b 0.8111a 0.71a 1.0878a
B3 1.0556a 1.0467b 0.8967b 1.0989a
Faktor konsentrasi merupakan faktor yang berpengaruh terhadap keong, jika dibandingkan
dengan faktor lama perendaman yang tidak memiliki beda nyata. Pembuktian hasil analisis
varian ini dilakukan dengan uji Duncan 5%. Hasil uji Duncan 5% diatas adalah data analisis
dari hari ke-2 pengamatan. Pengaruh konsentrasi terlihat berbeda nyata pada B3 untuk semua
parameter (kecuali penghambatan makan) dan hal ini menunjukkan bahwa memang benar
adanya pengaruh yang signifikan terhadap aktivitas makan keong. Berdasarkan tabel 1
tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa konsentrasi yang semakin tinggi, memberikan
pengaruh yang lebih baik dibandingkan konsentrasi yang rendah (1 dan 2 kg).
Tabel 2. Pengaruh Ekstrak M. vaginalis (pelarut air) terhadap penghambatan makan,
mortalitas, luas daun dimakan, dan sisa pakan.
Konsentrasi daun
dimakan mortalitas
sisa
pakan penghambatan makan
B1 1.22b 0.8278a 0.8544a 0.8678a
B2 1.22b 0.83a 0.9833b 0.9967b
B3 1.0556a 0.8622a 1.0700b 1.0778b
Ket: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji Duncan
5%.
Tabel 2 merupakan tabel yang menyajikan data hasil uji Duncan dari tiap-tiap faktor, dari
ekstrak dengan pelarut air. Faktor konsentrasi masih menjadi faktor yang memiliki tingkat
beda nyata yang terbaik, terlihat dari notasi yang ada menunjukkan adanya pengaruh yang
nyata terhadap aktivitas makan keong (kecuali pada penghambatan makan). Dari di atas
disajikan data hasil uji duncan 5% dan menunjukkan adanya pengaruh konsentrasi terhadap
parameter yang ada. Hal ini mengindikasikan memang konsentrasi bahan ekstrak M.
vaginalis memiliki pengaruh terhadap aktivitas makan keong.
Analisis berikutnya adalah analisis penghambatan kenetasan telur, yang disajikan pada
tabel 3.
-
Tabel 3. Pengaruh Ekstrak M. vaginalis terhadap penghambatan kenetasan telur keong
konsentrasi Penghambatan kenetasan telur
kontrol 10.02d
10 9.294c
20 8.562b
30 8.09a
Ket: hasil uji duncan 5% dari pengaruh ekstrak. M. vaginalis terhadap penghambatan kenetasan
telur keong.
Hasil uji duncan di atasa menunjukkan semua taraf dari faktor konsentrasi, memiliki sifat
berbeda nyata, yang ditunjukkan dengan notasi huruf di belakang angka yang semuanya
berbeda. Kenetasan telur dapat dikatakan sangat terpengaruh oleh aplikasi ekstrak M.
vaginalis ini dan dapat digunakan sebagai alternatif pengendalian secara preventif, sebelum
keong menetas.
Grafik di atas merupakan grafik dua arah antara faktor lama perendaman ( A1: 5 jam, A2: 10
jam, dan A3: 20 jam) dan faktor konsentrasi (B1: 1 kg, B2: 2 kg, B3: 3 kg). Dari grafik daun
dimakan di atas dapat disimpulkan bahwa konsentrasi berpengaruh terhadap luas daun yang
dimakan. Begitu juga untuk mortalitas pada ekstrak dengan pelarut methanol ini. Pada grafik
mortalitas, terlihat bahwa perlakuan B3 (konsentrasi bahan ekstrak M. vaginalis 3 kg)
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap mortalitas. Perlakuan ekstrak menggunakan
methanol memberikan efektivitas yang lebih baik untuk mengakibatka mortalitas terhadap
keong jika dibandingkan dengan pelarut air. Kelemahan dari ekstrak dengan pelarut methanol
adalah penghambatan makan tidak bisa maksimal, begitu pula luas sisa pakan (tabel 1 dan 2).
Hal ini dapat dibuktikan dengnan grafik sebagai berikut:
0.80
0.90
1.00
1.10
A1 A2 A3
Luas
dau
n t
erm
akan
Lama Perendaman
Daun dimakan
B1
B2
B3
Gambar 1. Daun dimakan ekstrak pelarut methanol
0.901.001.101.201.30
A1 A2 A3% M
ort
alit
as
Lama perendaman
Mortalitas keong
B1
B2
B3
Gambar 2. Mortalitas ekstrak pelarut methanol
-
Dari grafik tersebut terlihat bahwa meskipun fakktor konsentrasi berpengaruh terhadap
sisa pakan dan penghambatan makan, tetapi pengaruh tersebut tidak terlalu signifikan, dan
pada pengamatan terakhir, yaitu hari ke-5 terjadi perubahan data dan menjadi tidak berbeda
nyata pada semua parameter. Semakin lama pengamatan, meskipun mortalitas bertambah,
tetapi sisa pakan masih tetap berkurang. Hal ini disebabkan karena keong yang masih hidup
terpacu untuk makan lebih banyak guna memperoleh energi untuk mendetoksifikasi racun
pada dosis sub letal yang masuk ke tubuhnya setelah terpapar ekstrak tanaman. Ekstrak
bersifat toksik dan telah terakumulasi di dalam tubuhnya, maka dengan kata lain keong yang
masih hidup akan menjadi lebih rakus dan mengakibatkan penurunan sisa pakan meskipun
keong sudah berkurang jumlahnya (Wiratno, et al., 2011). Penurunan sisa pakan akan mulai
berhenti ketika keong sudah tidak lagi aktif melakukan aktivitas makan akibat pengaruh
ekstrak yang menyebabkan keong mas kehilangan nafsu makan dan bahkan mati.
Ekstrak dengan pelarut air, memiliki mortalitas yang tidak signifikan. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh ekstrak yang digunakan, yaitu dengan pelarut air yang ternyata memiliki
kadar toksik lebih rendah dari ekstrak dengan pelarut methanol. Pelarut dengan menggunakan
air, masih bisa dimungkinkan tercampur oleh senyawa lain sehingga efektivitasnya tidak bisa
maksimal dalam mengendalikan keong, terutama mempengaruhi mortalitas. Ekstrak dengan
pelarut methanol memiliki efektivitas tinggi terhadap mortalitas keong, merupakan ektrask
dengan tingkat toksik tinggi karena telah mengalami proses pemurnian menggunakan
methanol. Fungsi methanol sendiri adalah melarutkan senyawa yang larut dalam air dan
sedangkan senyawa yang tidak larut dalam air akan tertinggal. Inilah yang mendasari
0.90
0.95
1.00
1.05
1.10
1.15
A1 A2 A3
Luas
sis
a p
akan
Lama Perendaman
Sisa pakan
B1
B2
B3
Gambar 3. Sisa pakan ekstrak pelarut methanol
0.95
1.00
1.05
1.10
1.15
A1 A2 A3
% p
en
gham
bat
an m
akan
Lama Perendaman
Penghambatan makan
B1
B2
B3
Gambar 4. Penghambatan makan ekstrak pelarut
methanol
-
penggunaan methanol sebagai pelarut, karena mampu melarutkan senyawa yang tidak
dibutuhkan, dan hanya menyisakan senyawa toksik pada hasil ekstrak dan hasil tersebut
ternyata lebih efektif terhadap mortalitas keong mas. Hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak
air sangat berpengaruh tehadap penghambatan makan, karena kepekatan larutan ekstrak yang
dgunakan membuat keong mas lebih banyak terpapar ekstrak yang masuk ke pencernaan dan
mengganggu nafsu makan, sedangkan ekstrak pelarut methanol yang memiliki mortalitas
tinggi ini disebabkan oleh adanya senyawa toksik saponin yang masuk ke dalam tubuh keong,
dan karena senyawa yang terserap oleh keong lebih banyak adalah senyawa toksik sehingga
mengakibatkan mortalitas terhadap keong secara signifikan.
Efektivitas ekstrak dengan pelarut air menurut penelitian ini adalah pada penghambatan
makan. Tabel 3 menujukkan hal itu. Penghambatan makan memang dipengaruhi oleh
konsentrasi M. vagiinalis dalam ektrak, tetapi perilaku keong yang menjadi tidak aktif untuk
melakukan aktivitas makan merupakan salah satu akibat dari senyawa toksik yang dikandung
oleh M. vaginalis.
0.00
0.50
1.00
1.50
A1 A2 A3
Luas
dau
n t
erm
akan
Lama Perendaman
Daun dimakan
B1
B2
B3
Gambar 5. Daun dimakan ekstrak pelarut air
0.75
0.80
0.85
0.90
A1 A2 A3
% M
Ort
alit
as
Lama Perendaman
Mortalitas keong
B1
B2
B3
Gambar 6. Mortalitas ekstrak pelarut air
0.00
0.50
1.00
1.50
A1 A2 A3
% P
en
gham
bat
an m
akan
Lama Perendaman
Penghambatan makan
B1
B2
B3
Gambar 8. Penghambatan makan ekstrak pelarut
air
0.00
0.50
1.00
1.50
A1 A2 A3
Luas
sis
a p
akan
Lama Perendaman
Sisa pakan
B1
B2
B3
Gambar 7. Sisa pakan ekstrak pelarut air
-
Berdasarkan grafik daun dimakan, konsentrasi 1 kg (B1) memiliki pengaruh yang cukup
besar terhadap luas daun yang dimakan. Hal ini jelas, karena semakin sedikit komposisi
bahan ekstrak pada suatu larutan pestisida, maka akan semakin kecil toksisitasnya. Pada
grafik luas sisa pakan, konsentrasi 3 kg (B3) menjadi faktor yang mempengaruhi tingginya
sisa pakan yang dihasilkan akibat adanya pengurangan nafsu makan pada keong yang telah
terpapar senyawa toksik dari M. vaginalis.
Senyawa yang terkandung dalam M. vaginalis juga berpengaruh terhadap kenetasan
telur keong mas, bisa dilihat pada tabel 5, yaitu faktor konsentrasi berpengaruh nyata
terhadap penghambatan kenetasan telur keong mas.
Tabel 4. Penghambatan kenetasan telur keong
Konsentrasi R y
0 R = 0.6316 y = 9.6x + 32
10 R = 0.9812 y = 22.6x - 89.2
20 R = 0.9918 y = 18.5x - 72.2
30 R = 0.8989 y = 16.4x - 75.4
Dari grafik dan tabel di atas, terlihat regresi antara konsentrasi dan kenetasan telur pada
5 interval hari pengamatan. Grafik menujukkan garis menurun, itu berarti bahwa semakin
tinggi konsentrasi bahan ekstrak, maka seamkin rendah kenetasan telur keong. Konsentrasi
yang digunakan disini adalah 10,20,30 gram/100 ml. Dari hasil uji duncan tersebut,
didapatkan bahwa pada setiap perlakuan memiliki beda nyata yang signifikan. Pada setiap
perlakuan, terutama pada perlakuan 30 gram, menjadi faktor yang paling berpengaruh
-20.00
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
120.00
0 2 4 6 8 10
% K
en
eta
san
te
lur
Hari ke-
Grafik Kenetasan Telur
0
10
20
30
Gambar 9. Grafik Kenetasan Telur
-
terhadap penghambatan kenetasan telur keong. Dengan perlakuan 30 gram tersebut, telur
keong perlu waktu realtif lebih lama untuk menetas. Karena ada telur yang rusak, dan ada
telur yang menetas, tapi kemudian tidak aktif setelah menetas. Menurut (Prijono, 1999),
semakin pekat konsentrasi larutan berarti semakin banyak kandungan bahan aktif yang dapat
mengganggu proses metabolisme. Kerusakan telur terjadi karena adanya peristiwa
plasmolisis yaitu keluarnya isi atau cairan sel karena diletakkan dalam larutan yang
hipertonik (Woelaningsih, 1984). Isi sel telur akan mengecil sehingga membran sel telur
terpisah dari dinding dan akan tampak seperti adanya ruang kosong dalam telur keong mas
dan lama-kelamaan akan menyebabkan robeknya dinding sel telur.
Dalam tanaman M. vaginalis ini mengandung senyawa yang mampu mengurangi atau
menghambat aktivitas makan dari keong. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan
bersifat seperti sabun serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan
menghemolisis sel darah. Pada uji triterpenoid yang menggunakan metode
Liebermannbouchard menunjukkan hasil positif .Senyawa triterpenoid memiliki fungsi
sebagai pertahanan terhadap serangga pengganggu dan faktor pengaruh pertumbuhan
(Harborne, 1987). Saponin aman untuk mamalia, tetapi dapat bersifat racun bagi hewan
berdarah dingin termasuk golongan serangga (Prihatman, 2001). Oleh karena itu, saponin
berpotensi untuk digunakan sebagai pembasmi hama tertentu.Senyawa ini terkandung pada
semua bagian tanaman, dan dapat digunakan sebagai alternatif pengendalian nabati sebagai
pestisida. Senyawa ini adalah saponin, yang memiliki karakteristik berasa pahit menusuk,
bisa menghancurkan butir darah merah lewat reaksi hemolisis, bersifat racun bagi hewan
berdarah dingin, dan banyak diantaranya digunakan sebagai racun ikan. Hal inilah yang
ternyata mampu mengakibatkan penurunan aktivitas dari keong mas untuk makan karena
nafsu makan yang berkurang, bahkan akan mampu mengakibatkan mortalitas terhadap keong
jika dalam dosis tinggi.
KESIMPULAN
1. Ekstrak Eceng-eceng (Monochoria vaginalis) bersifat toksik terhadap Keong mas
(Pomaceae canaliculata), hal ini tampak pada pengaruh faktor konsentrasi terhadap
parameter (konsentrasi 1, 2, 3 kg).
2. Konsentrasi dari ekstrak Eceng-eceng (Monochoria vaginalis) yaitu B1: 1 kg, B2: 2 kg,
B3: 3 kg bersifat toksik terhadap Keong mas (Pomaceae canaliculata).
-
3. Ekstrak Eceng-eceng (Monochoria vaginalis) mampu menyebabkan penghambatan
kenetasan telur keong mas.
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengkaji lebih dalam tentang kandungan
senyawa yang ada di dalam M. vaginalis supaya bisa mengetahui secara pasti sehingga
memudahkan untuk melakukan analisis bahan aktif dan pembuatan formulasi pestisida secara
lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Litbang Pertanian. 2007a. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi;
Kumpulan Informasi Teknologi Pertanian Tepat Guna.
BPS. 2011. Berita Resmi Statistik : Produksi Padi, Jagung, Dan Kedelai (Angka Ramalan III
Tahun 2011), No. 69/11/Th. XIV, 1 November 2011. Jakarta.
Dasgupta, S., Meisner, C., Wheeler, D., Xuyen, K., and Thi Lam, N. 2007. Pesticide
poisoning of farm workersimplications of blood test results from Vietnam. International
Journal of Hygiene and Environmental Health 210 : 121-132.
Fernandez, C., Rodriguez-Kabana, R., Warrior, P., and Kloepper, J.W. 2001. Induced soil
suppressiveness to a root-knot nematode species by a nematicide. Biological Control
22: 103-114.
Giacomazzi, S. and Cochet, N. 2004. Environmental impact of diuron transformation : a
review. Chemosphere 56 : 1021-1032.
Harborne, J.B., (1987), Metode Fitokimia, Edisi ke dua, ITB, Bandung.
Prihatman, K.. 2001. Saponin untuk Pembasmi Hama Udang. Laporan Hasil Penelitian. Pusat
Penelitian Perkebunan Gambung, Bandung.
Prijono, D. 1999. Pengmbangan dan Pemanfaatan Insektisida Alami. Pusat Kajian
Pengendalian Hama Terpadu IPB. Bogor.
Putkome, S., Cheevarporn, V., and Helander HF. 2008. Inhibition of Acetylcholinesterase
activity in the golden apple snail (P. canaliculata) exposed to chlorpyrifos, dichlorvos
or carbaryl insecticides. Environment Asia 2 : 15-20.
-
Schmidt, G.H., Risha, E.M., and El-Nahal, A.K.M. 1991. Reduction of progeny of some
stored-product Coleoptera by vapours of Acorus calamus oil. J. of Stored Products
Research 27 : 121-127.
Wilson, C. and Tisdell, C. 2001. Why farmers continue to use pesticides despite
environmental, health and sustainability costs. Ecological Economics 39 : 449-462.
Wiratno, Molide Rizal, dan I Wayan Laba. 2011. Potensi Ekstrak Tanaman Obat dan
Rematik Sebagai Pengendali Keong Mas. Bul. Littro. Vol. 22 No.1, 2011, hal. 54-64.
Balai Penelitian Tanaman Obat dan Rematik. Bogor.
Woelaningsih, Sri. 1984. Diktat Penuntun Praktikum Botani Dasar Sitologi. Lab. Anatomi
Tumbuhan Fakultas Biologi UGM. Yogyakarta.