naskah penelitian

Upload: krisna-doel-andrian

Post on 16-Oct-2015

33 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Pengendalian keong mas menggunakan pestisida nabati

TRANSCRIPT

  • Uji Toksisitas Ekstrak Eceng-eceng Monochoria vaginalis (Burm.F. Presl)

    Sebagai Moluskisida Nabati Terhadap Mortalitas Keong Mas

    Pomaceae canaliculata (L.)

    Krisna Bagus Andrian (Mahasiswa), Nanang Tri Haryadi (DPU), Saifuddin Hasjim (DPA)

    Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Jember

    Jalan Kalimantan 37, Jember 68121

    e-mail : [email protected]

    ABSTRAK

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat toksisitas dari ekstrak M. vaginalis terhadap

    mortalitas keong mas (Pomaceae canaliculata). Penelitian dilakukan di Laboratorium Hama dan

    penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian mulai Juni sampai Agustus 2013. Penelitian menggunakan

    Rancangan Acak Lengkap Faktorial (RAL Faktorial) dengan 2 faktor (3X3) untuk mortalitas keong.

    Faktor pertama faktor lama perendaman terdiri atas A1=5 jam, A2=10 jam, dan A3=20 jam. Faktor

    kedua faktor konsentrasi terdiri atas A1=1 kg, A2=2 kg, dan A3=3 kg. Penghambatan kenetasan telur

    keong juga diteliti sebagai data pembanding, dengan pola RAL faktor tunggal dengan faktor

    konsentrasi yang terdiri atas A0=kontrol, A1=10 gram/100ml, A2=20 gram/100ml, A3=30

    gram/100ml dan diulang sebanyak 5 kali. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh nyata

    dari konsentrasi bahan ekstrak terhadap mortalitas keong dan penghambatan daya tetas telur keong.

    Konsentrasi 3 kg menyebabkan rata-rata mortalitas tertinggi, dan ekstrak 30 gram/100ml merupakan

    ekstrak yang paling efektif dalam melakukan penghambatan kenetasan pada telur keong.

    Kata kunci : ekstrak eceng-eceng, kenetasan telur, keong mas, M. vaginalis

    PENDAHULUAN

    Produksi padi tahun 2011 (ARAM III) diperkirakan sebesar 65,39 juta ton Gabah

    Kering Giling (GKG), mengalami penurunan sebanyak 1,08 juta ton (1,63 persen)

    dibandingkan tahun 2010. Penurunan produksi diperkirakan terjadi karena penurunan luas

    panen seluas 29,07 ribu hektar (0,22 persen) dan produktivitas sebesar 0,71 kuintal/hektar

    (1,42 persen). Penurunan produksi padi tahun 2011 sebesar 1,08 juta ton tersebut terjadi pada

    subround MeiAgustus sebesar 1,14 juta ton (5,16 persen) dan perkiraan subround

    SeptemberDesember sebesar 1,26 juta ton (8,44 persen), sedangkan pada subround

    JanuariApril terjadi peningkatan sebesar 1,32 juta ton (4,52 persen) dibandingkan dengan

    produksi pada subround yang sama tahun 2010 (year-on-year) (BPS, 2011).

    Hingga tahun 2004, luas serangan hama ini di seluruh Indonesia telah mencapai lebih

    dari 16.000 ha (Badan Litbang Pertanian, 2007a). Pengendalian oleh petani umumnya masih

    mengandalkan penggunaan pestisida sintetis. Namun penggunaan pestisida sintetis yang

  • kurang bijaksana, seperti yang sering dipraktekkan para petani di negara-negara berkembang

    (Wilson and Tisdell, 2001), dapat mengganggu kesehatan petani (Dasgupta et al.. 2007),

    konsumen dan kehidupan organisme-organisme bukan sasaran lainnya (Giacomazzi and

    Cochet, 2004). Oleh karena itu, cara pengendalian yang relatif murah, praktis dan dapat

    mengurangi pencemaran lingkungan saat ini sangat diperlukan (Fernandez et al..2001;

    Schmidt et al.. 1991).

    Upaya untuk mewujudkan pertanian yang ramah lingkungan, dan dengan berdasarakn

    beberapa literatur dari berbagai sumber, salah satu contoh alternatif pengendalian dengan

    menggunakan pestisida nabati yang berasal dari Eceng eceng (Monochoria vaginalis). Eceng

    eceng ini diduga memiliki suatu senyawa yang bersifat toksik terhadap keong mas. Senyawa

    ini diduga dapat menyebabkan penurunan aktivitas makan dari keong mas, bahkan dalam

    konsentrasi tertentu dapat mengakibatkan mortalitas pada keong mas.

    METODE PENELITIAN

    Penelitian dilakukan di Laboratorium Hama dan penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian

    mulai Juni sampai Agustus 2013. Bahan yang digunakan adalah Bahan yang digunakan

    dalam percobaan diantaranya ialah keong mas, air, daun talas (Colocasia giganteum Hook),

    methanol 96%, tanaman eceng-eceng (Monochoria vaginalis), dan koloni telur keong mas.

    Penelitian menggunakan metode perendaman (Putkome et al.. 2008) dengan pola Rancangan

    Acak Lengkap Faktorial (RAL Faktorial) dengan 2 faktor (3X3) untuk mortalitas keong.

    Faktor pertama faktor lama perendaman terdiri atas A1=5 jam, A2=10 jam, dan A3=20 jam.

    Faktor kedua faktor konsentrasi terdiri atas A1=1 kg, A2=2 kg, dan A3=3 kg. Penghambatan

    kenetasan telur keong juga diteliti sebagai data pembanding, dengan pola RAL faktor tunggal

    dengan faktor konsentrasi yang terdiri atas A0=kontrol, A1=10 gram/100ml, A2=20

    gram/100ml, A3=30 gram/100ml dan diulang sebanyak 5 kali.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Data hasil penelitian yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis varian (ANOVA)

    untuk mengetahui beda nyata faktor yang diujikan. Hasil uji Duncan 5% ditampilkan pada

    tabel 1.

  • Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang menunjukkan berbeda tidak

    nyata pada uji Duncan 5%.

    Tabel 1. Pengaruh Ekstrak M. vaginalis (pelarut methanol) terhadap penghambatan makan,

    mortalitas, luas daun dimakan, dan sisa pakan.

    Konsentrasi daun

    dimakan mortalitas

    sisa

    pakan penghambatan makan

    B1 1.22b 0.7878a 0.71a 1.0556a

    B2 1.22b 0.8111a 0.71a 1.0878a

    B3 1.0556a 1.0467b 0.8967b 1.0989a

    Faktor konsentrasi merupakan faktor yang berpengaruh terhadap keong, jika dibandingkan

    dengan faktor lama perendaman yang tidak memiliki beda nyata. Pembuktian hasil analisis

    varian ini dilakukan dengan uji Duncan 5%. Hasil uji Duncan 5% diatas adalah data analisis

    dari hari ke-2 pengamatan. Pengaruh konsentrasi terlihat berbeda nyata pada B3 untuk semua

    parameter (kecuali penghambatan makan) dan hal ini menunjukkan bahwa memang benar

    adanya pengaruh yang signifikan terhadap aktivitas makan keong. Berdasarkan tabel 1

    tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa konsentrasi yang semakin tinggi, memberikan

    pengaruh yang lebih baik dibandingkan konsentrasi yang rendah (1 dan 2 kg).

    Tabel 2. Pengaruh Ekstrak M. vaginalis (pelarut air) terhadap penghambatan makan,

    mortalitas, luas daun dimakan, dan sisa pakan.

    Konsentrasi daun

    dimakan mortalitas

    sisa

    pakan penghambatan makan

    B1 1.22b 0.8278a 0.8544a 0.8678a

    B2 1.22b 0.83a 0.9833b 0.9967b

    B3 1.0556a 0.8622a 1.0700b 1.0778b

    Ket: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang menunjukkan berbeda tidak nyata pada uji Duncan

    5%.

    Tabel 2 merupakan tabel yang menyajikan data hasil uji Duncan dari tiap-tiap faktor, dari

    ekstrak dengan pelarut air. Faktor konsentrasi masih menjadi faktor yang memiliki tingkat

    beda nyata yang terbaik, terlihat dari notasi yang ada menunjukkan adanya pengaruh yang

    nyata terhadap aktivitas makan keong (kecuali pada penghambatan makan). Dari di atas

    disajikan data hasil uji duncan 5% dan menunjukkan adanya pengaruh konsentrasi terhadap

    parameter yang ada. Hal ini mengindikasikan memang konsentrasi bahan ekstrak M.

    vaginalis memiliki pengaruh terhadap aktivitas makan keong.

    Analisis berikutnya adalah analisis penghambatan kenetasan telur, yang disajikan pada

    tabel 3.

  • Tabel 3. Pengaruh Ekstrak M. vaginalis terhadap penghambatan kenetasan telur keong

    konsentrasi Penghambatan kenetasan telur

    kontrol 10.02d

    10 9.294c

    20 8.562b

    30 8.09a

    Ket: hasil uji duncan 5% dari pengaruh ekstrak. M. vaginalis terhadap penghambatan kenetasan

    telur keong.

    Hasil uji duncan di atasa menunjukkan semua taraf dari faktor konsentrasi, memiliki sifat

    berbeda nyata, yang ditunjukkan dengan notasi huruf di belakang angka yang semuanya

    berbeda. Kenetasan telur dapat dikatakan sangat terpengaruh oleh aplikasi ekstrak M.

    vaginalis ini dan dapat digunakan sebagai alternatif pengendalian secara preventif, sebelum

    keong menetas.

    Grafik di atas merupakan grafik dua arah antara faktor lama perendaman ( A1: 5 jam, A2: 10

    jam, dan A3: 20 jam) dan faktor konsentrasi (B1: 1 kg, B2: 2 kg, B3: 3 kg). Dari grafik daun

    dimakan di atas dapat disimpulkan bahwa konsentrasi berpengaruh terhadap luas daun yang

    dimakan. Begitu juga untuk mortalitas pada ekstrak dengan pelarut methanol ini. Pada grafik

    mortalitas, terlihat bahwa perlakuan B3 (konsentrasi bahan ekstrak M. vaginalis 3 kg)

    memberikan pengaruh yang signifikan terhadap mortalitas. Perlakuan ekstrak menggunakan

    methanol memberikan efektivitas yang lebih baik untuk mengakibatka mortalitas terhadap

    keong jika dibandingkan dengan pelarut air. Kelemahan dari ekstrak dengan pelarut methanol

    adalah penghambatan makan tidak bisa maksimal, begitu pula luas sisa pakan (tabel 1 dan 2).

    Hal ini dapat dibuktikan dengnan grafik sebagai berikut:

    0.80

    0.90

    1.00

    1.10

    A1 A2 A3

    Luas

    dau

    n t

    erm

    akan

    Lama Perendaman

    Daun dimakan

    B1

    B2

    B3

    Gambar 1. Daun dimakan ekstrak pelarut methanol

    0.901.001.101.201.30

    A1 A2 A3% M

    ort

    alit

    as

    Lama perendaman

    Mortalitas keong

    B1

    B2

    B3

    Gambar 2. Mortalitas ekstrak pelarut methanol

  • Dari grafik tersebut terlihat bahwa meskipun fakktor konsentrasi berpengaruh terhadap

    sisa pakan dan penghambatan makan, tetapi pengaruh tersebut tidak terlalu signifikan, dan

    pada pengamatan terakhir, yaitu hari ke-5 terjadi perubahan data dan menjadi tidak berbeda

    nyata pada semua parameter. Semakin lama pengamatan, meskipun mortalitas bertambah,

    tetapi sisa pakan masih tetap berkurang. Hal ini disebabkan karena keong yang masih hidup

    terpacu untuk makan lebih banyak guna memperoleh energi untuk mendetoksifikasi racun

    pada dosis sub letal yang masuk ke tubuhnya setelah terpapar ekstrak tanaman. Ekstrak

    bersifat toksik dan telah terakumulasi di dalam tubuhnya, maka dengan kata lain keong yang

    masih hidup akan menjadi lebih rakus dan mengakibatkan penurunan sisa pakan meskipun

    keong sudah berkurang jumlahnya (Wiratno, et al., 2011). Penurunan sisa pakan akan mulai

    berhenti ketika keong sudah tidak lagi aktif melakukan aktivitas makan akibat pengaruh

    ekstrak yang menyebabkan keong mas kehilangan nafsu makan dan bahkan mati.

    Ekstrak dengan pelarut air, memiliki mortalitas yang tidak signifikan. Hal ini dapat

    dipengaruhi oleh ekstrak yang digunakan, yaitu dengan pelarut air yang ternyata memiliki

    kadar toksik lebih rendah dari ekstrak dengan pelarut methanol. Pelarut dengan menggunakan

    air, masih bisa dimungkinkan tercampur oleh senyawa lain sehingga efektivitasnya tidak bisa

    maksimal dalam mengendalikan keong, terutama mempengaruhi mortalitas. Ekstrak dengan

    pelarut methanol memiliki efektivitas tinggi terhadap mortalitas keong, merupakan ektrask

    dengan tingkat toksik tinggi karena telah mengalami proses pemurnian menggunakan

    methanol. Fungsi methanol sendiri adalah melarutkan senyawa yang larut dalam air dan

    sedangkan senyawa yang tidak larut dalam air akan tertinggal. Inilah yang mendasari

    0.90

    0.95

    1.00

    1.05

    1.10

    1.15

    A1 A2 A3

    Luas

    sis

    a p

    akan

    Lama Perendaman

    Sisa pakan

    B1

    B2

    B3

    Gambar 3. Sisa pakan ekstrak pelarut methanol

    0.95

    1.00

    1.05

    1.10

    1.15

    A1 A2 A3

    % p

    en

    gham

    bat

    an m

    akan

    Lama Perendaman

    Penghambatan makan

    B1

    B2

    B3

    Gambar 4. Penghambatan makan ekstrak pelarut

    methanol

  • penggunaan methanol sebagai pelarut, karena mampu melarutkan senyawa yang tidak

    dibutuhkan, dan hanya menyisakan senyawa toksik pada hasil ekstrak dan hasil tersebut

    ternyata lebih efektif terhadap mortalitas keong mas. Hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak

    air sangat berpengaruh tehadap penghambatan makan, karena kepekatan larutan ekstrak yang

    dgunakan membuat keong mas lebih banyak terpapar ekstrak yang masuk ke pencernaan dan

    mengganggu nafsu makan, sedangkan ekstrak pelarut methanol yang memiliki mortalitas

    tinggi ini disebabkan oleh adanya senyawa toksik saponin yang masuk ke dalam tubuh keong,

    dan karena senyawa yang terserap oleh keong lebih banyak adalah senyawa toksik sehingga

    mengakibatkan mortalitas terhadap keong secara signifikan.

    Efektivitas ekstrak dengan pelarut air menurut penelitian ini adalah pada penghambatan

    makan. Tabel 3 menujukkan hal itu. Penghambatan makan memang dipengaruhi oleh

    konsentrasi M. vagiinalis dalam ektrak, tetapi perilaku keong yang menjadi tidak aktif untuk

    melakukan aktivitas makan merupakan salah satu akibat dari senyawa toksik yang dikandung

    oleh M. vaginalis.

    0.00

    0.50

    1.00

    1.50

    A1 A2 A3

    Luas

    dau

    n t

    erm

    akan

    Lama Perendaman

    Daun dimakan

    B1

    B2

    B3

    Gambar 5. Daun dimakan ekstrak pelarut air

    0.75

    0.80

    0.85

    0.90

    A1 A2 A3

    % M

    Ort

    alit

    as

    Lama Perendaman

    Mortalitas keong

    B1

    B2

    B3

    Gambar 6. Mortalitas ekstrak pelarut air

    0.00

    0.50

    1.00

    1.50

    A1 A2 A3

    % P

    en

    gham

    bat

    an m

    akan

    Lama Perendaman

    Penghambatan makan

    B1

    B2

    B3

    Gambar 8. Penghambatan makan ekstrak pelarut

    air

    0.00

    0.50

    1.00

    1.50

    A1 A2 A3

    Luas

    sis

    a p

    akan

    Lama Perendaman

    Sisa pakan

    B1

    B2

    B3

    Gambar 7. Sisa pakan ekstrak pelarut air

  • Berdasarkan grafik daun dimakan, konsentrasi 1 kg (B1) memiliki pengaruh yang cukup

    besar terhadap luas daun yang dimakan. Hal ini jelas, karena semakin sedikit komposisi

    bahan ekstrak pada suatu larutan pestisida, maka akan semakin kecil toksisitasnya. Pada

    grafik luas sisa pakan, konsentrasi 3 kg (B3) menjadi faktor yang mempengaruhi tingginya

    sisa pakan yang dihasilkan akibat adanya pengurangan nafsu makan pada keong yang telah

    terpapar senyawa toksik dari M. vaginalis.

    Senyawa yang terkandung dalam M. vaginalis juga berpengaruh terhadap kenetasan

    telur keong mas, bisa dilihat pada tabel 5, yaitu faktor konsentrasi berpengaruh nyata

    terhadap penghambatan kenetasan telur keong mas.

    Tabel 4. Penghambatan kenetasan telur keong

    Konsentrasi R y

    0 R = 0.6316 y = 9.6x + 32

    10 R = 0.9812 y = 22.6x - 89.2

    20 R = 0.9918 y = 18.5x - 72.2

    30 R = 0.8989 y = 16.4x - 75.4

    Dari grafik dan tabel di atas, terlihat regresi antara konsentrasi dan kenetasan telur pada

    5 interval hari pengamatan. Grafik menujukkan garis menurun, itu berarti bahwa semakin

    tinggi konsentrasi bahan ekstrak, maka seamkin rendah kenetasan telur keong. Konsentrasi

    yang digunakan disini adalah 10,20,30 gram/100 ml. Dari hasil uji duncan tersebut,

    didapatkan bahwa pada setiap perlakuan memiliki beda nyata yang signifikan. Pada setiap

    perlakuan, terutama pada perlakuan 30 gram, menjadi faktor yang paling berpengaruh

    -20.00

    0.00

    20.00

    40.00

    60.00

    80.00

    100.00

    120.00

    0 2 4 6 8 10

    % K

    en

    eta

    san

    te

    lur

    Hari ke-

    Grafik Kenetasan Telur

    0

    10

    20

    30

    Gambar 9. Grafik Kenetasan Telur

  • terhadap penghambatan kenetasan telur keong. Dengan perlakuan 30 gram tersebut, telur

    keong perlu waktu realtif lebih lama untuk menetas. Karena ada telur yang rusak, dan ada

    telur yang menetas, tapi kemudian tidak aktif setelah menetas. Menurut (Prijono, 1999),

    semakin pekat konsentrasi larutan berarti semakin banyak kandungan bahan aktif yang dapat

    mengganggu proses metabolisme. Kerusakan telur terjadi karena adanya peristiwa

    plasmolisis yaitu keluarnya isi atau cairan sel karena diletakkan dalam larutan yang

    hipertonik (Woelaningsih, 1984). Isi sel telur akan mengecil sehingga membran sel telur

    terpisah dari dinding dan akan tampak seperti adanya ruang kosong dalam telur keong mas

    dan lama-kelamaan akan menyebabkan robeknya dinding sel telur.

    Dalam tanaman M. vaginalis ini mengandung senyawa yang mampu mengurangi atau

    menghambat aktivitas makan dari keong. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan

    bersifat seperti sabun serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan

    menghemolisis sel darah. Pada uji triterpenoid yang menggunakan metode

    Liebermannbouchard menunjukkan hasil positif .Senyawa triterpenoid memiliki fungsi

    sebagai pertahanan terhadap serangga pengganggu dan faktor pengaruh pertumbuhan

    (Harborne, 1987). Saponin aman untuk mamalia, tetapi dapat bersifat racun bagi hewan

    berdarah dingin termasuk golongan serangga (Prihatman, 2001). Oleh karena itu, saponin

    berpotensi untuk digunakan sebagai pembasmi hama tertentu.Senyawa ini terkandung pada

    semua bagian tanaman, dan dapat digunakan sebagai alternatif pengendalian nabati sebagai

    pestisida. Senyawa ini adalah saponin, yang memiliki karakteristik berasa pahit menusuk,

    bisa menghancurkan butir darah merah lewat reaksi hemolisis, bersifat racun bagi hewan

    berdarah dingin, dan banyak diantaranya digunakan sebagai racun ikan. Hal inilah yang

    ternyata mampu mengakibatkan penurunan aktivitas dari keong mas untuk makan karena

    nafsu makan yang berkurang, bahkan akan mampu mengakibatkan mortalitas terhadap keong

    jika dalam dosis tinggi.

    KESIMPULAN

    1. Ekstrak Eceng-eceng (Monochoria vaginalis) bersifat toksik terhadap Keong mas

    (Pomaceae canaliculata), hal ini tampak pada pengaruh faktor konsentrasi terhadap

    parameter (konsentrasi 1, 2, 3 kg).

    2. Konsentrasi dari ekstrak Eceng-eceng (Monochoria vaginalis) yaitu B1: 1 kg, B2: 2 kg,

    B3: 3 kg bersifat toksik terhadap Keong mas (Pomaceae canaliculata).

  • 3. Ekstrak Eceng-eceng (Monochoria vaginalis) mampu menyebabkan penghambatan

    kenetasan telur keong mas.

    SARAN

    Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengkaji lebih dalam tentang kandungan

    senyawa yang ada di dalam M. vaginalis supaya bisa mengetahui secara pasti sehingga

    memudahkan untuk melakukan analisis bahan aktif dan pembuatan formulasi pestisida secara

    lebih baik lagi.

    DAFTAR PUSTAKA

    Badan Litbang Pertanian. 2007a. Petunjuk Teknis Lapang PTT Padi Sawah Irigasi;

    Kumpulan Informasi Teknologi Pertanian Tepat Guna.

    BPS. 2011. Berita Resmi Statistik : Produksi Padi, Jagung, Dan Kedelai (Angka Ramalan III

    Tahun 2011), No. 69/11/Th. XIV, 1 November 2011. Jakarta.

    Dasgupta, S., Meisner, C., Wheeler, D., Xuyen, K., and Thi Lam, N. 2007. Pesticide

    poisoning of farm workersimplications of blood test results from Vietnam. International

    Journal of Hygiene and Environmental Health 210 : 121-132.

    Fernandez, C., Rodriguez-Kabana, R., Warrior, P., and Kloepper, J.W. 2001. Induced soil

    suppressiveness to a root-knot nematode species by a nematicide. Biological Control

    22: 103-114.

    Giacomazzi, S. and Cochet, N. 2004. Environmental impact of diuron transformation : a

    review. Chemosphere 56 : 1021-1032.

    Harborne, J.B., (1987), Metode Fitokimia, Edisi ke dua, ITB, Bandung.

    Prihatman, K.. 2001. Saponin untuk Pembasmi Hama Udang. Laporan Hasil Penelitian. Pusat

    Penelitian Perkebunan Gambung, Bandung.

    Prijono, D. 1999. Pengmbangan dan Pemanfaatan Insektisida Alami. Pusat Kajian

    Pengendalian Hama Terpadu IPB. Bogor.

    Putkome, S., Cheevarporn, V., and Helander HF. 2008. Inhibition of Acetylcholinesterase

    activity in the golden apple snail (P. canaliculata) exposed to chlorpyrifos, dichlorvos

    or carbaryl insecticides. Environment Asia 2 : 15-20.

  • Schmidt, G.H., Risha, E.M., and El-Nahal, A.K.M. 1991. Reduction of progeny of some

    stored-product Coleoptera by vapours of Acorus calamus oil. J. of Stored Products

    Research 27 : 121-127.

    Wilson, C. and Tisdell, C. 2001. Why farmers continue to use pesticides despite

    environmental, health and sustainability costs. Ecological Economics 39 : 449-462.

    Wiratno, Molide Rizal, dan I Wayan Laba. 2011. Potensi Ekstrak Tanaman Obat dan

    Rematik Sebagai Pengendali Keong Mas. Bul. Littro. Vol. 22 No.1, 2011, hal. 54-64.

    Balai Penelitian Tanaman Obat dan Rematik. Bogor.

    Woelaningsih, Sri. 1984. Diktat Penuntun Praktikum Botani Dasar Sitologi. Lab. Anatomi

    Tumbuhan Fakultas Biologi UGM. Yogyakarta.